documentst
TRANSCRIPT
STEP 1 (Identifikasi Kata Sulit)
1. Fraktur kelas 3
Merupakan fraktur yang terjadi pada mahkota yang melibatkan jaringan dentin dan
menyebabkan terbentuknya pulpa.
2. Jejas
Merupakan gangguan pada tubuh akibat faktor luar. Contoh : trauma.
3. Traumatik injury
Merupakan kerusakan/luka akibat tindakan fisik yang mengakibatkan hilangnya
kontinuitas struktur pada tubuh.
1. Pemeriksaan klinis dan penunjang dari traumatic injury pada anak
Dalam mendapatkan suatu diagnosa yang terdapat, terdapat 2 macam pemeriksaan,
yaitu pemeriksaan subjektif dan objektif. Pemeriksaan secara subjektif, berupa pemeriksaan
berdasarkan anamnesa dengan pasien, dokter melontarkan beberapa pertanyaan yang
biasanya mencakup “Dimana? , Kapan? , dan Bagaimana?”, maupun pertanyaan-pertanyaan
lain yang dapat menunjang suatu penegakan diagnosa.
Pemeriksaan secara objektif, berupa pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Dalam pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Palpasi pada daerah tulang alveolarnya.
b. Test vitalitas gigi dengan vitalitester.
c. Anamnesa terhadap pasien yang merupakan pemeriksaan subjektif.
d. Pemeriksaan oklusi.
e. Pemeriksaan intra oral apakah ada pulpa yang tebuka.
f. Pemeriksaan warna gigi, untuk mengetahui terdapat perubahan warna pada gigi
atau tidak.
g. Pemeriksaan terhadap kegoyangan gigi.
h. Pemeriksaan intraoral, meliputi tes mobilitas gigi atau pergerakan gigi, mukosa
atau gingiva dengan deteksi apakah ada pembengkakan, laserasi, dsb.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi, yang dapat dilakukan dengan
foto panoramic, lateral, periapikal, maupun oklusal.
2. Gambaran dan gejala klinis jejas traumatik pada gigi anak
Gambaran dan gejala klinis jejas traumatik pada gigi anak berupa pembengkakan,
trismus, perdarahan, maloklusi, kegoyangan gigi geligi, sakit atau nyeri, laserasi mukosa
atau bibir, dilaserasi mahkota yang merupakan kelainan bentuk melengkung pada bagian
mahkota atau akar, perubahan warna enamel, perubahan posisi gigi berupa ekstrusi, intrusi,
lateral, labial, palatal, ataupun avulsi gigi.
3. Penatalaksanaan jejas traumatik pada gigi anak
Penatalaksanaan jejas traumatik pada gigi anak dapat dilakukan sesuai dengan
pemeriksaan subjektif dan objektif yang telah didapatkan dari pasien. Penatalaksanaannya
dapat berupa melakukan restorasi mahkota, melekatkan hasil fragmen mahkota, pulpcaping,
perawatan endodontik, dan pencabutan apabila pasien non-kooperatif.
1. Pengertian Jejas
Jejas merupakan suatu gangguan yang berasal dari luar tubuh. Contohnya adalah jejas
fisik. Jejas dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Ulserasi, yang disebabkan gigitan, sehingga dikelompokkan ke dalam jejas mekanik
dan fisik.
b. Trauma, yang disebabkan oleh kecelakaan, perkelahian, yang secara umum dapat
mengakibatkan luka.
c. Jejas tidak hanya fisiknya saja, namun juga ada jejas psikis, yang meeupakan
dampak dari adanya suatu trauma yang mengakibatkan gangguanpada psikisnya.
d. Jejas merupakan suatu keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebihan atau
sebaliknya. Berdasarkan etiologinya jejas diklasifikasikan menjadi :
1) Hipoksia, yang diakibatkan :
a) Daya angkut oksigen yang kurang
b) Gangguan sistem respirasi
c) Arterosklerosis
2) Jejas fisik, disebabkan karena :
a) Trauma mekanis, yaitu : rupture sel, dislokasi intra sel
b) Perubahan temperatur, seperti : vasodilatasi dan inflamasi
c) Perubahan tekanan atmosfer
d) Radiasi
3) Jejas kimiawi, akibat :
a) Glukosa dan garam hipertonis yang mampu membuat sel mengalami
gangguan homeostasis cairan dan elektrolit
b) Oksigen dalam konsentrasi yang tinggi
c) Zat kimiawi, seperti alcohol dan narkotika
4) Agen biologi
5) Reaksi imunologi, meliputi : anafilaktik dan autoimun
6) Genetik, seperti : down sindrom dan anemia bulan sabit
7) Malnutrisi, meliputi : devisiensi protein dan avitaminosis
2. Perbedaan overjet dengan protusi
Protrusi ditentukan berdasarkan parameter secara keseluruhan, meliputi keseimbangan
seluruh wajah. Contoh : nasal, pengukuran wajah dan kesimetrisannya, medium, dan dimulai
pada jarak tengah. Sedangkan overjet merupakan ukuran incisal bagian facial saja. Dalam
hal ini sudut inklinasi dari gigi geligi anterior sangat berpengaruh.
3. Penyebab diskolorisasi pada fraktur gigi
Terdapat beberapa kemungkinan penyebab adanya diskolorisasi pada fraktur gigi,
antara lain:
a. Didalam pulpa terdapat pembuluh darah, sehingga apabila terjadi kerusakan pada
gigi, maka pulpa akan mengalami nekrosis, termasuk pembuluh darah tersebut.
Pulpa akan terkalsifikasi, sehingga terjadi perubahan warna pada gigi yang
merupakan hasil dari hiperkalsifikasi.
b. Adanya darah dan kolagen yang membeku akibat fraktur pada pembuluh darah di
pulpa yang meluas hingga ke dentin menyebabkan perubahan warna akibat matinya
jaringan gigi.
c. Perubahan warna pada gigi disebabkan oleh suatu proses inflamasi pulpa, yakni
salah satunya adalah adanya kalsifikasi pulpa. Kalsifikasi pulpa muncul sebagai
suatu respon terhadap trauma yang terjadi. Adanya trombus atau darah dan kolagen
yang membeku di sepanjang dinding pembuluh darah, juga karena pembentukan
jaringan keras pada dinding dentin yang mengalami perluasan. Proses ini disebut
metamorphosis kalsium. Pada proses ini jumlah kalsifikasi meningkat sehingga
menyebabkan tertutupnya sebagian bahkan seluruh ruang pulpa dan saluran akar,
keadaan ini bermanifestasi pada mahkota dimana warna mahkota berubah menjadi
berwarna kekuning-kuningan.
Etiologi Dan Predisposisi Jejas Traumatik Pada Anak
Etiologi
Faktor penyebab utama jejas traumatik pada anak ada yang secara langsung dan tidak
langsung. Trauma gigi secara langsung sering terjadi ketika benda keras langsung mengenai
gigi, peristiwa ini sering terjadi ketika anak-anak sedang belajar berjalan ataupun sedang
bermain kemudian berbenturan langsung misalnya dengan meja sehingga menyebabkan
giginya patah. Hal ini sering terjadi karena masa kanak-kanak merupakan masa
perkembangan koordinasi motorik, maka pada masa ini aktivitas mereka meningkat serta
koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup. Sedangkan trauma tidak
langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu sehingga gigi rahang bawah
membentur gigi rahang atas dengan kekuatan dan tekanan yang besar dan tiba-tiba dan bisa
menyebabkan trauma atau fraktur pada rahang. Berbagai macam kondisi lain yang
mengakibatkan terjadinya trauma pada gigi anak adalah kecelakaan lalu lintas, tindak
kekerasan, dan olahraga.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya jejas traumatik pada anak, antara lain:
a. Usia : usia anak menentukan aktivitas motorik anak sehingga penyebab dan tingkat
keparahan terjadinya suatu trauma pada anak berbeda-beda. Terdapat 3 periode umur
yang memberi kecenderungan terjadinya trauma pada anak, yakni :
Masa prasekolah (1- 3 tahun) : biasanya akibat jatuh atau kekerasan
Masa sekolah (7-10 tahun) : biasanya akibat kecelakaan sepeda atau kecelakaan di
tempat bermain
Masa remaja (16-18 tahun) : biasanya akibat perkelahian, jejas olahraga, atau
kecelakaan lalu lintas
b. Oklusi : Oklusi mempengaruhi peluang terjadinya trauma, faktor oklusi ini melibatkan
overjet, overjet adalah jarak horisontal antara insisal edge gigi rahang atas dengan
bidang labial gigi rahang bawah. Overjet ini merupakan keadaan normal pada oklusi.
Besar overjet yang normal berkisar antara 2-3 mm. Overjet berbeda dengan protrusi
dimana protrusi merupakan suatu overjet yang besar atau berlebihan, yakni melebihi
batas overjet normal. Hal ini dapat disebabkan oleh karena ketidaksesuaian geraham,
ketidakseimbangan tulang rahang atas dan rahang bawah, kelengkapan dan kondisi dari
gigi, maupun kombinasi dari semua hal di atas. Protrusi ditentukan berdasarkan
parameter secara keseluruhan, meliputi keseimbangan seluruh wajah. Contoh : nasal,
pengukuran wajah dan kesimetrisannya, medium, dan dimulai pada jarak tengah.
Sedangkan overjet merupakan ukuran incisal bagian facial saja. Dalam hal ini sudut
inklinasi dari gigi geligi anterior sangat berpengaruh. Maka peluang/kecenderungan
terjadinya trauma pada orang dengan protrusi (overjet berlebih) ini lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak protusi.
c. Jenis kelamin : prevalensi trauma pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, sebab
biasanya anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan, misalnya saja anak laki-
laki lebih cenderung melakukan permainan yang membutuhkan tenaga, misalnya
bermain bola, sedangkan anak permpuan biasanya hanya bermain boneka. Diketahi
prevalensi trauma pada gigi sulung anak laki-laki sebesar 31-40% sedangkan pada
perempuan 16-30%. Begitu juga prevalensi trauma pada Gigi permanen anak laki-laki
12-33% sedangkan perempuan 4-19%. Dari angka inilah dapat disimpulkan bahwa jenis
kelamin merupakan salah satu faktor predisposisi trauma pada anak.