bpsdm.pu.go.id · web viewlaporan hasil kunjungan lapangan kelompok vi 1. heby rakasiwi, st 2....

6
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN KELOMPOK VI 1. HEBY RAKASIWI, ST 2. MUHAMMAD SAHWIDIN RIDHO, ST 3. A. NIRMA YANTI, ST 4. RENIATI UTAMI, ST., M.Sc 5. MARLINA, ST 1. BENTENG FORT ROTTERDAM Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu peninggalan sejarah penting di Kota Makassar. Benteng ini dibangun pada masa pemerintahan kerajaan Gowa Tahun 1545 oleh Raja Gowa ke IX Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ Kallonna dengan nama Benteng Ujung Pandang. Di dalam benteng ini terdapat rumah panggung khas Gowa yang merupakan kediaman Raja Gowa berserta keluarganya. Setelah Belanda berhasil menaklukkan area Banda dan Maluku, Belanda pun mulai menyerang Makassar dengan dalih ingin memperluas perdangan atau VOC hingga akhirnya benteng ini pun diambil alih oleh Belanda. Setelah benteng ini jatuh ke tangan Belanda, mereka pun menata ulang dengan arsitektur Belanda dan diberi nama “Fort Rotterdam”. Selanjutnya, Fort Rotterdam digunakan untuk menampung rempah- rempah dan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan Belanda untuk wilayah Indonesia bagian timur. Dimasa pendudukan Jepang, benteng

Upload: nguyentuyen

Post on 12-Jul-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN

KELOMPOK VI

1. HEBY RAKASIWI, ST2. MUHAMMAD SAHWIDIN RIDHO, ST3. A. NIRMA YANTI, ST4. RENIATI UTAMI, ST., M.Sc5. MARLINA, ST

1. BENTENG FORT ROTTERDAM

Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu peninggalan sejarah penting di Kota Makassar. Benteng ini dibangun pada masa pemerintahan kerajaan Gowa Tahun 1545 oleh Raja Gowa ke IX Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ Kallonna dengan nama Benteng Ujung Pandang.

Di dalam benteng ini terdapat rumah panggung khas Gowa yang merupakan kediaman Raja Gowa berserta keluarganya. Setelah Belanda berhasil menaklukkan area Banda dan Maluku, Belanda pun mulai menyerang Makassar dengan dalih ingin memperluas perdangan atau VOC hingga akhirnya benteng ini pun diambil alih oleh Belanda. Setelah benteng ini jatuh ke tangan Belanda, mereka pun menata ulang dengan arsitektur Belanda dan diberi nama “Fort Rotterdam”. Selanjutnya, Fort Rotterdam digunakan untuk menampung rempah-rempah dan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan Belanda untuk wilayah Indonesia bagian timur. Dimasa pendudukan Jepang, benteng ini digunakan untuk pusat pertanian dan bahasa. Setelah Indonesia merdeka, benteng ini pun diambil alih oleh TNI dan dijadikan sebagai pusat komando. Kini, Fort Rotterdam menjadi pusat kebudayaan dan seni.

Benteng Fort Roterdam memilki tinggi 5 meter dengan ketebalan dinding mencapai 2 meter , yang apabila dilihat dari udara akan tampak seperti penyu. Tak heran jika Fort Rotterdam juga disebut dengan nama “Benteng Panynyua”. Benteng ini memiliki pintu yang kecil dengan posisi

sudut benteng yang lebih kokoh dan tinggi, di bagian atas terdapat meriam. Dari segi filosofi, bentuk penyu ini sebagai simbol bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut, begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang mampu berjaya di daratan maupun di lautan.

Fort Rotterdam memiliki beberapa ruang tahanan atau penjara yang salah satunya digunakan untuk menahan Pangeran Diponegoro pada tahun 1834. Selain itu, terdapat sebuah gereja peninggalan Belanda dan Museum La Galigo yang menyimpan kurang lebih 4.999 koleksi. Koleksi tersebut meliputi benda prasejarah, numismatic, keramik asing, sejarah, naskah dan etnografi. Koleksi etnografi ini terdiri dari berbagai jenis hasil teknologi, kesenian, peralatan hidup dan benda lain yang dibuat dan digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar, da Toraja. Saat ini, selain sebagai tempat wisata bersejarah, Fort Rotterdam ini menjadi pusat kebudayaan Sulawesi Selatan (www.bugismakassartrip.com).

Saat ini, benteng Fort Rotterdam berada di bawah UPT Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.

Gambar 1. Citra Satelit dan Pembagian Zona Benteng

Gambar 2. Foto Situasi Benteng (dokumentasi kelompok, 2019)

2. Gagasan Penataan Kawasan

Kondisi yang diharapkan pada kawasan Benteng Fort Rotterdam berupa ruang terbuka, baik ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai pengendali kawasan yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh pedagang non formal serta terdapat beberapa bangunan gedung instansi lainnya (swasta) yang mengurangi nilai sejarah atau ciri khas Benteng Fort Rotterdam.

3. Kegiatan-kegiatan Penataan yang telah dilakukan di Benteng Fort Rotterdam

a. Penyusunan kajian zonasi kawasan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (melalui anggaran UPT Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan);

b. Revitalisasi kawasan benteng, kanal, taman, dan pedestrian (melalui anggaran Kementerian PUPR);

c. Penyusunan kajian pembentukan kelembagaan pengelola terpadu (melalui anggaran UPT Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan);

(dengan total anggaran senilai 80 milyar).

4. Keberhasilan dan kegagalan

Keberhasilan

- Merelokasi kantor pemerintah untuk dijadikan sebagai ruang terbuka hijau- Mengembalikan bentuk kanal benteng (sekaligus upaya mengembalikan nilai sejarah)

Gambar 3. Penataan Kawasan Benteng Fort Rotterdam(dokumentasi kelompok, 2019)

Kegagalan

- Pembangunan kanal yang tidak menyambung ke laut menjadikan air kanal tersumbat dan kotor (secara fungsi Gagal).

- Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan kajian Peraturan Zonasi- Masih lemahnya pengendalian (contohnya, pembiaran kios pedagang kaki lima di sekitar

benteng)- Adanya intervensi dari beberapa pihak yang menyebabkan pembangunan tidak sesuai

dengan rencana penataan kawasan (pembangunan gong)

Gambar 4. Contoh kegagalan penataan kawasan (dokumentasi kelompok, 2019)

Gambar 5. Kondisi kanal yang tidak mengalir (dokumentasi kelompok, 2019)

5. Komentar dan saran

Berdasarkan hasil kunjungan lapangan dan wawancara dengan pihak balai, penataan kawasan benteng Fort Rotterdam dapat ditingkatkan melalui:

a. Mewujudkan hasil kajian ke dalam bentuk realisasi (misalnya melegalkan Peraturan Zonasi dan pembentukan lembaga pengelola terpadu).

b. Memaksimalkan peran dan fungsi pengawasan sekaligus pengendalian dari dinas terkait (misalnya Dinas Pertamanan yang melakukan perawatan secara berkala taman/ruang terbuka yang telah ditata oleh Pemerintah Pusat).

c. Merelokasi bangunan-bangunan di sekitar Benteng, dan menjadikan kawasan Benteng sebagai kawasan/ zona steril dari aktifitas perdagangan atau aktifitas lainnya.

d. Mengajak pihak swasta untuk ikut terlibat secara aktif dalam kegiatan konservasi dan penataan kawasan Benteng.