sistem teknik industri vol_ 6 no_ 3 juli 2005

216
i Volume 6 No. 3 Juli 2005 Penanggung Jawab : Ir. Tanib S. Tjolia, M.Eng Ketua Jurusan Teknik Industrik Fakultas Teknik USU Pimpinan Umum : Ir. A. Jabbar M. Rambe, M. Eng Pimpinan Redaksi : Ir. Sugih Arto Pujangkoro, MM Anggota Redaksi : Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Dr. Ir. Humala L. Napitupulu, DEA Ir. Harmein Nasution, MSIE Ir. M. Ichwan Nasution, M.Sc Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc Ir. Nazaruddin, MT Ir. Poerwanto, M.Sc Pemasaran/Sirkulasi/Promosi : Ir. Rosnani Ginting, MT Aulia Ishak, ST. MT Buchari, ST Editing : Ir. Ukurta Tarigan, MT Nisma Panjaitan, ST Dina M. Nasution Alamat Penerbit/Redaksi : Jurusan Teknik Indusri Fakultas Teknik USU, Gedung Unit II Lantai 2, Jl. Almamater Kampus USU Medan, 20155. Telp. (061) 8213649 Fax.(061) 8213250 Homepage : http://www.geocities.com/jurnalsti_usu E-mail : [email protected] m Diterbitkan : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik USU Medan Harga Berlangganan : Rp. 125.000 per tahun (termasuk ongkos kirim). Biaya dikirim melalui Pos Wesel ke alamat redaksi atau via Bank BNI 1946 Cabang Jl. Pemuda Medan No. Rekening : 005084001 a.n. Ir. T. Sembiring dan mengisi form berlangganan yang disediakan. Jurnal Sistem Teknik Industri diterbitkan 4 (empat) kali setahun pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Redaksi menerima karangan ilmiah tentang hasil penelitian, survei, dan telaah pustaka yang erat hubunganya dengan bidang teknik industri. Penulis yang naskahnya dimuat akan dihubungi sebelum dicetak dan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 350.000,- per artikel yang dapat dikirim melalui Pos Wesel ke alamat redaksi atau via bank BNI 1946 Cabang Jl. Pemuda Medan No. Rekening 005084001 a.n.Ir. T. Sembiring. JURNAL SISTEM TEKNIK INDUSTRI Jurnal Keilmuan dan Penggunaan Terhadap Sistem Teknik Industri ISSN 1411-5247 Terakreditasi No. 52/DIKTI/KEP/2002 Jl. Almamater Kampus USU P. Bulan Medan 20155 Homepage: http://www.geocities.com/jurnalsti_usu E-mail: [email protected]

Upload: pusmeongmeong

Post on 19-Jun-2015

2.226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

i

Volume 6 No. 3 Juli 2005 Penanggung Jawab : Ir. Tanib S. Tjolia, M.Eng Ketua Jurusan Teknik Industrik Fakultas Teknik USU Pimpinan Umum : Ir. A. Jabbar M. Rambe, M. Eng Pimpinan Redaksi : Ir. Sugih Arto Pujangkoro, MM Anggota Redaksi : Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Dr. Ir. Humala L. Napitupulu, DEA Ir. Harmein Nasution, MSIE Ir. M. Ichwan Nasution, M.Sc Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc Ir. Nazaruddin, MT Ir. Poerwanto, M.Sc Pemasaran/Sirkulasi/Promosi : Ir. Rosnani Ginting, MT Aulia Ishak, ST. MT Buchari, ST Editing : Ir. Ukurta Tarigan, MT Nisma Panjaitan, ST Dina M. Nasution Alamat Penerbit/Redaksi : Jurusan Teknik Indusri Fakultas Teknik USU, Gedung Unit II

Lantai 2, Jl. Almamater Kampus USU Medan, 20155. Telp. (061) 8213649 Fax.(061) 8213250

Homepage : http://www.geocities.com/jurnalsti_usu E-mail : [email protected] Diterbitkan : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik USU Medan Harga Berlangganan : Rp. 125.000 per tahun (termasuk ongkos kirim). Biaya dikirim

melalui Pos Wesel ke alamat redaksi atau via Bank BNI 1946 Cabang Jl. Pemuda Medan No. Rekening : 005084001 a.n. Ir. T. Sembiring dan mengisi form berlangganan yang disediakan.

Jurnal Sistem Teknik Industri diterbitkan 4 (empat) kali setahun pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Redaksi menerima karangan ilmiah tentang hasil penelitian, survei, dan telaah pustaka yang erat hubunganya dengan bidang teknik industri. Penulis yang naskahnya dimuat akan dihubungi sebelum dicetak dan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 350.000,- per artikel yang dapat dikirim melalui Pos Wesel ke alamat redaksi atau via bank BNI 1946 Cabang Jl. Pemuda Medan No. Rekening 005084001 a.n.Ir. T. Sembiring.

JURNAL SISTEM TEKNIK INDUSTRI Jurnal Keilmuan dan Penggunaan Terhadap Sistem Teknik Industri ISSN 1411-5247 Terakreditasi No. 52/DIKTI/KEP/2002 Jl. Almamater Kampus USU P. Bulan Medan 20155 Homepage: http://www.geocities.com/jurnalsti_usu E-mail: [email protected]

Page 2: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

ii

Volume 6 No. 3 Juli 2005 EDITORIAL Edisi ini diawali dengan Stasiun perakitan Unit Stang ditemukannya tingkat kesalahan perakitan yang tertinggi pada perakitan sepeda motor. Motivasi rendah disebabkan lingkungan kerja yang kurang mendukung dan belum adanya jaminan sosial. Manufaktur sellular adalah sebuah strategi yang popular untuk memperbaiki kemampuan produksi, metode yang digunakan untuk menganalisa adalah soft system. Pembuatan arang dari tempurrung kemiri dimana struktur tempurung kemiri mempunyai struktur kimia yang hampir sama edngan selulosa dan lignin. Apliksi simulasi dalam penyelesaian masalah sistem manufaktur sellular lebih fokus pada sub masalah tata letak sel. Perkembangan model-model dan teknik-teknik dalam sistem manufaktur sellular lebih mengarah pada masalah pengelompokan dan tata letak sel yang dipandang sebagai hal yang terpisah. Hak dan kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan suatu bentuk kekayaan immaterial bagi pemiliknya dimana hak milik tersebut mempunyai sifat ekonomi berupa keuntungan yaitu Royalty dan Technical Fee. Untuk mendorong perkembangan di bidang industri, perdagangan dan investasi lebih pesat, dan dalam rangka mewujudkan iklim yang lebih baik dan merangsang tumbuh dan berkembangnya penciptaan dan investasi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan teknologi maka dibutuhkan perlindungan hukum bagi hak dan kekayaan intelektual. Analisa waktu tempuh angkutan perkotaan pada rule terminal amplas – terminal Sambu Medan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran kecepatan perjalanan, kecepatan gerakan dan tundaan sepanjang rule yang dilalui. Beberapa penyampaian rendahnya kecepatan perjalanan angkatan perkotaan mikrobis pada rule ini adalah naik dan turunnya penumpang disembarang tempat, banyaknya jumlah kendaraan yang melintasi ruas jalan sehingga volume lalu lintas melebihi kapasitas jalan. Pengusahaan perikanaan laut sudah semestinya memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan, sehingga diperoleh hasil maksimum lestari baik secara biologi aupun secara ekonomi. Pemasaran adalah inti seluruh aktivitas bisnis. Ini berkaitan dengan fungsi pemasaran sebagai penghubungan perusahaan dan konsumen. Era pasar bebas dunia akan terjadi liberalisasi ekonomi yang berpengaruh terhadap struktur pasar yang tidak mengenal batas-batas antara negara. Penelitian di bidang ekonomi dan keuangan seringkali model ARIMA yang standar tidak dapat memberikan solusi dari permasalahan yang ada, hal ini berkaitan dengan tidak terpenuhinya asumsi dasar berdistribusi. Masalah transport dan solusi penyelesainya dapat ditinjau dengan mengurangi kompleks dari masalah tersebut dikemudian hari Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan yang keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Namun pada kenyataannya di Kota Medn keberadaan halte belum dimanfaatkan. Kebanyakan peraturan-peraturan yang digunakan didalam menentukan panjang efektif kolom pada bangunan baja atau beton menggunakan prosedur nomogram. Prosedur nomogram ini telah diadopsi oleh tulisan ini yang dikembangkan untuk memprediksikan panjang efektif kolom pada portal. Anarkisme sering terjadi di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Orang awam tatkala mendengar anarkisme akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap kegiatan kehidupan mereka. Industri pulp dan kertas merupkan industri yang sangat brpotensi menimbulkan pencemaran karena menghasilkan limbah cair. Limbah cair industri pulp dan kertas umumnya diolah pada instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Modernisasi merupakan topik yang menarik dan telah menjadi gejala umum di dunia dewasa ini, untuk maju melangkah dengan pasca modemnya. ASIC merupakan rangkaian terintegrasi aplikasi yang dirancang unuk memenuhi tujuan dn fungsi tertentu dalam bidang perencanaan sistem mikroelektronika. Muu beton yang dicantumkan pada syarat-syarat teknis pelaksanaan konstruksi beton tersebut adalah salah satu dasar yang dipakai. Kendala pada suatu pondasi dengan modulasi elastis efektif pada ruang yang acak dapat menjadi mudolus elastis lapangan pada penurunan konsilidasi. Kekerasan baja sangat dipengaruhi oleh kerusakan atau kegagalan yang disebabkan oleh reaksi material tersebut. Baja adalah bahan kontruksi yang paling rawan dalam lingkungaa atmosfer. Dalam sistem tenaga ada beberapa studi analisis yang harus dilakukan yaitu analisis aliran beban, analisis stabilitas dan analisis hubungan singkat. Keripik wortel mutu terbaik dihasilkan dari perlakuan Pra penggorengan (Direbus) kemudian dibekukan / P3 dan konsentrasi CCl sebesar 0,5%/K1. hidrolisa dengan larutan asam dengan variasi warna kulit buah pepaya, temperatur serta waktu perebusan kulit buah pepaya. Koperasi sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi dengan memiliki asas demokratis, kekeluargaan, kebersamaan dan keterbukaan. Desai dalam arsitektur melalui pendekatan humanis yaitu pendekatan prilaku dan pendekatan sosial. Dilakukan pendekatan ini untk memotivasi solusi desain lingkunan. Merancang bangunan dengan mempertimbangkan orientasi terhadap matahari dan arah angin, pemanfaatan elemen arsitektur dan material bangunan, serta pemanfaatan elemn-elemen lengkap. Metode standar error penduga paling tepat dipakai untuk memprediksikan kapasitas dan biaya produksi dibandingkan dengan metode lain. Akibat gempa di didaerah pantai Banda Aceh ada penurunan sebesar 2 meter, sedangkan di Nias Barat ada kenaikan permukaan tanah sebesar 3 meter. Penjualan, keuntungan, pangsa pasar dan perutmbuhan untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan memertimbangkan empat kriteria tersebut. Dalam penentuan pemilihan terhadap usaha yang akan diinvestasikan dan memiliki prspek digunakan metode mutaly exclusive alternative project unutk mendapatkan perbandingan dari ketiga usaha.

Tim Redaksi

JURNAL SISTEM TEKNIK INDUSTRI Jurnal Keilmuan dan Penggunaan Terhadap Sistem Teknik Industri ISSN 1411-5247 Terakreditasi No. 52/DIKTI/KEP/2002 Jl. Almamater Kampus USU P. Bulan Medan 20155 Homepage: http://www.geocities.com/jurnalsti_usu E-mail: [email protected]

Page 3: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

iii

Volume 6 No. 3 Juli 2005 DAFTAR ISI Halaman

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA BERDASARKAN TINJAUAN ERGONOMI DI PT. SELTECH MOTOR INDUSTRI -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1-12 Nazlina, Danci Sukatendel ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERFORMANSI KARYAWAN (STUDI KASUS : PKS PTPN-II SAWIT SEBERANG)----------------------------------------------------------------------------------------------- 13-14 Hj. Muthia Bintang MODEL KONSEPTUAL TRANSFORMASI MANUFAKTUR KONVENSIONAL MENJADI SELLULAR TEROTOMASI --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 15-20 Bakhtiar S PENGEMBANGAN PORI ARANG HASIL PIROLISA TEMPURUNG KEMIRI --------------------------------------------------- 21-25 Muhammad Turmuzi OPTIMALISASI-OBJEKTIF BERBANTUAN SIMULASI DALAM SISTEM MANUFAKTUR SELLULAR ---------------- 26-33 Rika Ampuh Hadiguna PERANAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI) DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN INFUSTRI DAN PERDAGANGAN --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 34-42 Syahril Effendy Pasaribu ANALISIS WAKTU TEMPUH ANGKUTAN PERKOTAAN TERMINAL AMPLAS-TERMINAL SAMBU DI KOTA MEDAN ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 43-47 Faizal Ezeddin MODEL ANALISIS DAN OPTIMALISASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN --------------------------------- 48-53 Dede Ruslan PENGARUH PELAKSANAAN BAURAN PEMASARAN TERHADAP PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PADA JAMU DI BANDA ACEH ---------------------------------------------------------------------------------------------- 54-62 Rusydi Abubakar PENDETEKSIAN OUTLIER PADA DATA INFLASI ACEH ---------------------------------------------------------------------------- 63-68 Ratna PROBLEM EVALUATION OF TRANSPORT SYSTEMS IN MEDAN --------------------------------------------------------------- 69-72 Filiyanti T. A. Bangun STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 73-80 Jeluddin Daud KAJIAN PERSAMAAN STABILITAS KOLOM PADA PORTAL BERGOYANG ------------------------------------------------- 81-87 Faizal Ezeddin ANARKISME ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 88-93 Rasyidin PROSES REDUKSI EKSES LUMPUR AKTIF DARI IPAL INDUSTRI PEMBUATAN KERTAS ---------------------------- 94-96 Maya Sarah RUMAH SUSUN SEBAGAI BENTUK BUDAYA BERMUKIM MASYARAKAT MODERN ------------------------------------ 97-102 Samsul Bahri METODE PERANCANGAN ASIC YANG SUKSES -------------------------------------------------------------------------------------- 103-107 Hasdari Helmi

JURNAL SISTEM TEKNIK INDUSTRI Jurnal Keilmuan dan Penggunaan Terhadap Sistem Teknik Industri ISSN 1411-5247 Terakreditasi No. 52/DIKTI/KEP/2002 Jl. Almamater Kampus USU P. Bulan Medan 20155 Homepage: http://www.geocities.com/jurnalsti_usu E-mail: [email protected]

Page 4: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

iv

PEMERIKSAAN MUTU BETON DAN MUTU PELAKSANANA PEKERJAAN BETON --------------------------------------- 108-112 A. Rajamin Tanjung ANALISA KEANDALAN TERHADAP PENURUNAN PADA PONDASI JALUR ------------------------------------------------ 113-117 Anwar Harahap PENGARUH HARDNES PADA BAJA YANG TERENDAM DALAM AIR LAUT YANG MENGANDUNG BAKTERI PEREDUKSI SULFAT (SRB) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 118-122 Jalaluddin ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA PHASA PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE THEVENIN ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 123-127 Masykur SJ KONDISI OPTIMUM PADA HIDROLISA PEKTIN DARI KULIT BUAH PEPAYA ----------------------------------------------- 128-129 Farida Hanum STUDI PEMBUATAN KERIPIK WORTEL -------------------------------------------------------------------------------------------------- 130-136 Terip Karo-karo PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA BESAR UISU MELALUI WADAH LEMBAGA KOPERASI ----------------- 137-140 Sjahril Effendy Pasaribu ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN, PASCA ARSITEKTUR MODERN ----------------------------------------------------------- 141-147 N. Vinky Rahman MENCIPTAKAN KENYAMANAN THERMAL DALAM BANGUNAN ---------------------------------------------------------------- 148-158 Basaria Talarosha PREDIKSI KAPASITAS DAN BIAYA PRODUKSI BATAKO SERTA OPTIMALISASI KEUNTUNGAN BERDASARKAN PROBALITAS DI P.T. WIJAYA KESUMA ------------------------------------------------------------------------- 159-179 Zuriah Sitorus KERUSAKAN AKIBAT TSUNAMI DAN GEMPA NORTHEN SUMATRA 26 DESEMBER 2004 TERHADAP BANDA ACEH DAN SIROMBU NIAS BARAT --------------------------------------------------------------------------------------------- 180-189 Johannes Tarigan MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 190-195 Fatimah MUTUALLY EXCLUSIVE ALTERNATIVE PROJECT UNTUK ANALISIS KELAYAKAN USAHA INDUSTRI KECIL- 196-202 A Hadi Arifin ANALISIS SUBSTITUSI PENGGUNAAN INPUT PADA INDUSTRI PENGOLAHNA MAKANAN DNA MINUMAN INDONESIA 203-207 Mawardati KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN 208-211 F. Rizal Batubara

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Berdasarkan Tinjauan Ergonomi di PT. Seltech Motor Industri Nazlina dan Danci Sukatendel

1

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA BERDASARKAN TINJAUAN ERGONOMI DI PT. SELTECH

MOTOR INDUSTRI

Nazlina1) dan Danci Sukatendel2) 1)Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik USU 2)Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik USU

Abstrak: Manusia merupakan komponen utama sehingga haruslah menjadi sentral dalam system kerja yang bersangkutan. Pada stasiun kerja perakitan Unit Stang ditemukannya tingkat kesalahan perakitan yang tertinggi pada perakitan sepeda motor yaitu sebanyak 10 unit kesalahan dari total kesalahan 40 unit. Untuk menurunkan ataupun menghilangkan tingkat kesalahan pada stasiun kerja ini maka diusulkan perbaikan fasilitasn kerja dengan mempertimbangkan posisi koponen, peralatan kerja dan postur kerja dari operator apda statisun kerja perakitan Unit Stang ini. Penyederhanaan elemen-elemen gerakan kerja dengan cara menghilangkan elemen gerakan yag tidak produktif dan tidak ergononomis, mengkombinasikan beberapa elemn kegiatan ekrja dan merancang tempat kerja sesuai edngan postur kerja yang ergonmis. Perancangan tempat kerja sesuai dengan postur kerja yang erhgonomis yaitu dengan mengusulkan penggunaan tempat duduk yang dapat digerakkan, perancangan penyangga kaki dan penggunaan rak bertingkat dimana rak bertingkat yang diusulkan tersebut emmpunyai kemiringan yang bertujuan untuk memeudahkan pengambilan koponen dengan bantuan gravitasi. Kata kunci: Ergonomi, Perakitan Sepeda Motor, Poka Yoke Abstract: Human beings are main component, so it becomes a central in the work system. At the work station of handel of Bar Unit assembling, finding of highest level of error ot motorbike assembling of Suria X that is counted 10 error units from the total of error 40 unit.s to degrade and or eliminate level of error at the work station hence proposed repair of work facility by considering component position, work equipments and work posture of operator at this work station of Handle Bar Uni assembling. Simplification of work movement elements by eliminating unproductive and unergonomic elements, combining some working activity element and design workplace according to ergonomic posture of work. Scheme of workplace according to ergonomic posture of work that is by proposing usage of seat able to be moved, cheme of prop of feet and usage of a leveling rack which proposed have inclination with aim to facilitate intake of component constructively gravitation. Keyword: Ergonomic, Assembling of Motorbike, Poka Yoke. I. PENDAHULUAN

Fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam bekerja seharusnya dapat membuat operator merasa aman dan nyaman sehingga tidak mudah membuat kesalahan dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini akan memberi kepuasan kerja kepada operator dan pekerjaan yang dilakukannya akan menjadi lebih efektif. Dengan alas an ini maka perlu dirancang fasilitas yang ergonomic untuk dapat mengurangi resiko terjadinya kesalahan operator saat bekerja.

Berkurangnya resiko terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh operator pada saat bekerja dapat memberikan dampak dengan bertambah optimalnya hasil kerja operator. Hasil kerja yang optimal ini berupa peningkatan hasil produksi dengan pengurangan waktupengerjaan setiap unitnya dan kualitas yang diinginkan dapat tercapai tanpa ada pengerjaan ulang (rework) dikarenakan ditemukannya produk yang ccat pada bagian pemeriksaan. Kedua hal ini dapat meningkatkan jumlah produksi perharinya.

II. PERMASALAHAN Rumusan masalah studi ini adalah

bagaimana menciptakan suatu konsep perbaikan metode kerja dengan pemberian beberapa fasilitas kerja yang diperlukan serta menyusun tata letak koponen yang optimal berdasarkan tinjauan ergonomic sehngga dapat memperbaiki system kerja dan mengurangi tejradinya kesalahan yang dilakukan oleh operator pada saat melakukan pekerjaannya.

Untuk menyusun konsep tersebut maka diperlukan informasi yang lengkap mengenai kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya. Salah satu usaha untuk mendapaktan informasi-informasi yang berhubungan dengan kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya ialah dengan melakukan penyelidikan-penyelidikan yang terbagi atas 4 kelompok besar, yaitu : 1. Penyelidikan tentang display.

Yang dimaksud dengan display adalah bagain dari lingkungan yang mengkomunikasikan keadaannya langsung kepada mansuia dalam

Page 6: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

2

bentuk lambing-lambang atau tanda-tanda. Display terbagi atas 2 bagian, yaitu display statis dan display dinamis.

2. Penyelidikan mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendaliannya.

3. Penyelidikan mengenai tempat kerja. 4. Penyelidikan mengenai lingkungan fisik. III. PEMBAHASAN

Sasaran dari studi ini adalah menghasilkan konsep metode kerja yang baru yangs esuai dengan prinsip ergonomic yaitu : efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien bagi operator. Sasaran lainnya adalah menambahkan fasilitas kerja yang dianggapo perlu untuk mengurangi resiko terjadinya keslaahan perakitan dimana secara tidak langsung dapat meningkatkan produktifitas dengan berkurangnya waktu untuk melakukan perbaikan produk yang salah rakit dari stasiun kerja yang diamati. Perakitan Unit Stang dibagi menjadi beberapa elemen kegiatan. Elemen-elemen kegiatan perakitan Uni Stang dapat dilihat sebagai berikut : a. Elemen Kegiatan A :

Pemasangan Rangka Stang ke Penyangga Kaki Segitiga.

b. Elemen Kegiatan B Pemasangan rem Cakram ke Stang

c. Elemen Kegiatan C Pemasangan Switch Lampu dan Klakson

d. Elemen Kegiatan D Pemasangan Tombolr Starter dan Tali Gas.

e. Elemen Kegiatan E Pemasangan Karet Stang Kiri

f. Elemen Kegiatan F

Pemasangan Kabel speedometer ke Batok Speedometer

g. Elemen Kegiatan G Pemsangan Kabel.

h. Elemen Kegiatan H Pemasangan Kabel.

i. Elemen Kegiatan I Pemasangan Unit Lampu Depan

j. Elemen Kegiatan J Peamsangan Bandulan Stang.

Pemasangan Unit Stang dilakukan di atas lantai dengan menggunakan beberapa fasilitas, yaitu : a. Kardus sebagai tempat duduk operator yang

berdimensi 460 x 345 x 328 mm. b. Penyangga kaki segitiga yang terbuat dari besi.

Alat ini mempunyai fungsise abgait empat meletakkan rangka stang dan kemudian komponen lainnya dirakit ke rangka stang.

c. Kotak-kotak kecil yang terbuat dari kardus tempat meletakkan mur dan baut. Kotak-kotak ini berukuran 8 x 8 x 5 cm.

d. Air Gun yang berfungsi untuk membuka dan memasang baut dan mur dengan bantuan udara dari kompresor.

e. Martil yang digunakan untuk memasukkan bandulan stang.

f. Kunci T yang berfungsi untuk memasang mengikat Switch Lampu dan Rem Cakram.

Data kesalahan yang diperoleh pada perakitan unit stang selanjutnya dianalisa peneybab terjadinya kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause and Effect Diagram, seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Sebab Akibat Kesalahan Rakit pada Unit Stang

Page 7: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Berdasarkan Tinjauan Ergonomi di PT. Seltech Motor Industri Nazlina dan Danci Sukatendel

3

IV. USULAN PERBAIKAN IV.1. Kotak Tempat Baut

Setelah dilakukan analisa dapat dilihat bahwa operator bekerja dalam keadaan tidak optimal dikarenakan peralatan yang tidak mendukung dimana komponen-komponen penyambung unit stang dipasangkan pada tempat yang sulit dijangkau. Komponen penyambung itu sendiri memiliki ukuran kecil sehingga operator harus mencengkam dengan jari. Posisi seperti ini dapat memudahkan terjadinya kelelahan. Kelelahan ini dapt menganggu konsentrasi kerja operator. Jenis baut yang digunakan ini tidak dapat diganti dikarenakan sudah sesuai dengan standar yang ada. Jenis baut yang digunakan memiliki kesamaan dalam ukuran kepalanya namun berbeda pada ukuran panjangnya (M6x20, M6x25, M6x30). Perbedaan ukuran panjang ini tidak terlalu kelihatan apabila dilihat secara sepintas dan kotak baut yang berukuran 8 x 8 x 5 cm ini sering bergeser letaknya secara tidak sengaja. Untuk mengantisipasi kesalahan baut yang digunakan sebaiknya tempat baut diberikan label. Label ini dapat berupa angka yang menunjukkan ukuran panjangnya masing-masing. Selain pemberian label perbaikan juga dapat dilakukan dengan meletakkan kotak-kotak baut scara berdampingan disesuaikan dengan ukurannya. Peletakan ini dapat dilakukan dengan meletakkan ketiga kotak baut ini ke dalam satu kotak yang lebih besar sehingga kotak-kotak baut dapat dipindah-pindahkan.

IV.2. Tempat Duduk Operator

Tempat duduk yang digunakan operator tidak ergonomic. Ha ini terlihat dari bahan yang diguankan sebagai tempat duduk yaitu terbuat dari kardus bekas yang berukuran panjang 60 mm, lebar : 328 mm dan tingi : 345 mm. kardus ini kemduiandiisi dengan plastic bekas pembungkus komponen. Hal ini menyebabkan tidak stabilnya tempat duduk sehingga sering melengkung dan dimesninya berubah-ubah. Dimensi yang berubah-ubah ini sering mengakibatkan operator menyesuaikan psosii duduknya. Seringnya penyesuaian posisi duduknya. Seringnya penyesuaian posisi duduk akan menyebabkan terganggungnya konsentrasi operator dan terjadinya ketegangan untuk mempertahankan posisi. Untuk mengantisipasi terjadinya ketegangan dan kehilangan konsentrasi karena penyesuaian psosii duduk sebaiknya operator duduk di tempat duduk yang mempunyai alas duduk yang stabil. Alas duduk ini dpat terbuat dari kayu ataupun besi yang mempunyai ukuran tinggi sesuai dengan tinggi duduk operator. Untukmenentukan ukuran-ukuran tempat duduk yang nyaman bagi operator maka diperlukan ukuran-ukuran dimensi tubuh operator. Bagian tubuh operator yangdiukur dapt dilihat apda gambar 2. sedangkan hasil pengukuran dapat dilihat pada table 1. Tempat duduk yang diusulkan beserta ukuran-ukurannya.

Table 1. Ukuran Dimensi Tubuh Saat Duduk

Bagian Keterangan Operator 2 Operator 3 Rata-rata

A Tinggi Popliteal 42,8 42,3 42,55

B Panjang Pantaike Popliteal 48,9 48,6 48,75

C Tinggi Mata saat duduk 76,2 75,5 75,85

D Tinggi Bahu 60,2 59,5 59,85

E Panjang Pantat ke Lutut 58,4 58,1 58,25

F Panjang Lengan (meraih) 63,2 63,0 63,10

G Tinggi Siku 23,6 23,5 23,55

H Lebar Pinggul 36,8 37,7 37,00

Page 8: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

4

IV.3. Penyangga Kaki Segitiga Tempat lubang pemasangan pengikat (baut)

pada benda kerja (perakitan unit lampu depan) terletak pada bagian-bagian yang berada di luar jangkauan penglihatan, hal ini sering menyebabkan operator harus meraba letak lubang baut yang berada di bagian bawah. Posisi kerja yang hanya meraba ini sering menyebabkan tidak sesuai masuknya baut/sekrup pada lubang sehingga sering terjadi pemaksaan, baut/sekrup keluar dari alur lubangnya atau operator harus meraba letak lubang baut yang berada dibagian bawah. Posisi kerja yang hanya meraba ini sering menyebabkan tidak sesuai masuknya baut/sekrup pada lubang sehingga sering

terjadi pemaksaan, batu/sekrup keluar dari alur pemaksaan, batu/sekrup keluar dari alur lubangnya atau operator harus membungkukkan badan untuk melihat lubang dan menyesuaikan masuknya batu/sekrup tersebut. Usulan untuk mencegah terjadiya kesalahan ini adalah dengan merubah penyangga kaki segitiga usulan ini dapat bergerak sebesar 450. sedangkan kaki penyangga tidak dirubah, begitu juga dengan penampang alasa yang terbuat dari besi profil L yang mempunyai. Penyangga ini juga diberikan pengganjal sehinga ketinggian pengganjal ini ssuai sesuai dengan ketinggian operator.

Page 9: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Berdasarkan Tinjauan Ergonomi di PT. Seltech Motor Industri Nazlina dan Danci Sukatendel

5

IV. 4. Rak Bertingkat Komponen-komponen dalam perakitan Unit

Stang berjumlah sebanyak 11 unit dan diletakkan di atas permukaan lantai. Hal ini menyebabkan komponen-komponen tersebut diletakkan berauhan sehingga operator sering menggerakkan tubuh melampaui jangkauannya untuk mengambil komponen-komponen. Penyusunan komponen yang rapi dapat dilakukan di ats meja ataujuga dalma rak yang bertingkat sehingga dapat mengrangi gerakan operator untukmengambil komponen. Rak bertingkat ini juga dirancang berdasarkan dimensi tubuh operator. Ukuran dimensi tubuh yang diperlukan dalam merancang rak ini sama dengan yang diperlukan dengan merancang tempat duduk. Jumlah rak bertingkat yang diusulkan berjumlah 2 unit. Masing-masing unit menyimpan komponen-komponen yang berbeda. Salah satu unit rak yang diusulkan menyimpan beberapa komponen yang mempunyai dimensi kecil ke dalam satu tempat dimana dalam satu tempat tersebut teridri dari komponen-komponen yang diperlukan untuk merakit satu unit stang. Sedangkan untuk komponen yang mempunyai dimensi besar dan lebih mudah untuk rusak (tergores dan pecah) seperti Unit Speedmeter dan Unit Lampu Depan diletakkan pada tempat yang sama begitu juga dengan baut pengikat ditempatkan pada kotak baut.

Berdasarkan ukuran komponen maka komponen-komponen dipisah menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok diletakkan pada sebuah kotak yang dapat terbuat dari karton ataupun bahan keras lainnya seperti kayu ataupun plastic, kecuali Rangka Stang. Kotak pertama berukuran 44 x 30 x 10 cm dimana kardus tersebut berisikan 7 komponen dan diberi penyekat pemisah antara komponen. Komponen pada kotak pertama ini adalah: a. Switch Rem Tangan, ukuran dalam kotak 8 x

6,5 cm. b. Rem Cakram dan Tali Rem, ukuran dalam kotak

28 x 30 cm. c. Switch Lampu, ukuran dalam kotak 7 x 8 cm. d. Tombol Starter, ukuran dalam kotak 8 x 8,5 cm. e. Karet Stang Kanan (Gas), ukuran dalam kotak

11 x 7 cm. f. Karet Stang Kiri, ukuran dalam kotak 11 x 7

cm. g. Bandulan stang (kiri dan kanan), ukuran dalam

kotak 14 x 6 cm. Sedangkan kotak kedua berukuran 45 x 40 x

21 cm dimana kotak tersebut berisikan berisikan 2 komponen yang diberikan penyekat untuk memisahkannya. Untuk komponen yang diberikan penyekat untuk memisahkannya. Untuk komponen Kabel Speedometer dan Tali gas diletakkan pada kotak berukuran 100 x 12 x 10 cm.

Kotak-kotak tersebut disusun secara rapi didalam rak bertingkat. Rak bertingkat sehingga komponen tidak terletak menyebar di stasiun kerja.

Rak bertingkat yang diusulkan ini dirancang sesuai dengan dimensi kotak penyimpanan komponen sehinga memudahkan operator untuk mengambil kotak-kotak komponen tersebut.

Adapun ukuran rak bertingkat ini diusulkan mempunyai ukuran panjang sebesar 220 cm, lebar sebesar 100 cm dan ketinggian 160 cm pada rangka rak serta. Ukuran ini disesuaikan dengan batas kemampuan operator meraih komponen dari tempat duduknya sehingga operator tidak banyak bergerak.

Rak yang diusulkan terdiri dari dua jenis dimana rak pertama mempunyai kapasitas menampung 28 kotak kedua dan 20 kotak pertama. Sedangkan jenis rak yang lainnya mempunyai kapasitas menampung 14 kotak kedua dan 20 kotak pertama. Perbedaan rak pertama dan kedua ini terletak pada bagian atasnya, dimana rak kedua pada tingkat paling atas digunakan untuk menyimpan rangka stang. Usulan jenis rak bertingkat pertama dapat dilihat pada gambar 5 dan usulan jenis rak kedua dapat dilihat dilihat pada gambar 6.

Rak ini terdiri dari bahan berbentuk silinder yang dapat berputar seperti roller conveyor pada tiap tingkatnya sehingga kotak dapat bergerak turun dengan sudut kemiringan sebesar 5%.

Kotak tempat Kabel Speedometer dan Tali Gas diusulkan untuk diletakkan di atas sebuah meja yang ketinggiannya sebesar 45 cm dan panjang 100 cm sedangkan lebarnya sebesar 50 cm. Meja ini juga digunakan untuk tempat meletakkan kotak komponen yang berada pada Rak Bertingkat yang akan dirakit.

Page 10: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

6

Page 11: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Berdasarkan Tinjauan Ergonomi di PT. Seltech Motor Industri Nazlina dan Danci Sukatendel

7

IV.5. Tata Letak Stasiun Kerja Perakitan Unit Stang

Setelah fasilitas diusulkan maka tata letak fasilitas yang baru perlu dirancang untuk menyesuaikan dengan posisi operator sehingga operator dapat bekerja lebih ergonomic. Tata letak yang diusulkan ini berbeda dari tata letak yang dipakai pada saat pengambilan data dimana tumpukan rangka stang di atas lantai dipindahkan ke bagian teratas rak bertingkat usulan dan tumpukan komponen lainnya ditempatkan ke dalam kotak untuk satu unit sepeda motor. Tata letak yang diusulkan ini dapat dilihat pada gambar 7.

IV.6. Motede Kerja

Kesalahan-kesalahan yang terjadi selama ini diharapkan dapat berkurang dengan penggunaan fasilitas dan tata letak yang baru. Pengguaan penyangga kaki segitiga usulan akan memudahkan operator untuk memasang baut yang berada di bawah dengan memutar ke depan berada di bawah dengan memutar ke depan penyangga kaki segitiga sehingga operator lebih ergonomic dalam memasang baut dengan air guna.

Kursi yang digunakan mempunyai roda pada kakinya sehingga operator lebih mudah untuk mengambil komponen pada rak bertingkat dan meletakkan tubuhnya (berdiri,membungkuk) untuk mengambil komponen yang akan dirakit. Kotak penyimpanan rangka terdiri dari komponen rangka untuk 1 unit sepeda motor. Sedangkan kotak penyimpanan bodi terdiri dari komponen bodi 1 untuk 1 unit sepeda motor. Dengan penggunaan 1 kotak komponen dalam perakitan unit stang akan memudahkan operator untuk mengambil komponen dari masing-masing kotak penyimpanan rangka dan kotak penyimpanan bodi. IV. 7. Analisis Penggunaan Fasilitas Kerja

Usulan Fasilitas kerja usulan pada Perakitan Unit

Stang memberikan rasa aman, efektif, nyaman, efisien dan sehat buat operator selama bekerja sehingga operator dapat bekerja secara optimal.

Uraian kegiatan yang dilakukan dan postur operator pada kondisi saat ini dapat dilihat pada table 2. Sedangkan uraian kegiatan dan postur operator dengan Fasilitas Kerja usulan dapat dilihat pada tabel 3. Gambar Tata Letak Usulan Perakitan Unit Stang dapat dilihat pada gambar 8.

Page 12: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

8

Gambar 8. Tata Letak Perakitan Unit Stang Saat Ini (Skala 1 : 50)

Page 13: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Berdasarkan Tinjauan Ergonomi di PT. Seltech Motor Industri Nazlina dan Danci Sukatendel

9

Tabel 3. Uraian Kegiatan dan Postur Kerja Operator pada Kondisi

dengan Fasilitas Kerja Usulan

Postur Kerja

Membungkuk ke No. Uraian Kegiatan Kerja Jarak

(cm) Berdiri Duduk Depan Samping

1 Mengambil Rangka Stang 170 x - x -

2 Memasang Rangka Stang ke Peyangga - - x - -

3 Mengambil Rem Cakram 75 - x x -

4 Memasang Rem Cakram ke Rangka Stang - - x - -

5 Mengambil Switch Lampu & Klakson 40 - x - x

6 Memasang Switch Lampu ke Rangka - - x - -

7 Mengambil Tombol Starter 40 - x - x

8 Memasang Tombol Starter ke Rangka Stang - - x - -

9 Mengambil Tali Gas 100 x - x -

10 Memasang tali gas - - x - -

11 Mengambil Karet Stang 90 - x - x

12 Memasang Karet Stang - - x - -

13 Mengambil Kabel Speedometer 100 x - x -

14 Mengambil Batok Kilometer 75 - x - x

15 Memasang Kabel ke Speedometer - - x - -

16 Memasang Batok Speedometer ke Rangka - - x x -

17 Memasang Kabel-Kabel - - x - -

18 Mengambil unit Lampu Depan 50 - x - x

19 Memasang Kabel Lampu Depan - - x - -

20 Memasang Unit Lampu Depan ke Rangka - - x x -

21 Mengambil Bandulan Stang 90 - x - x

22 Memasang Bandulan Stang ke Rangka - - x - -

23 Menyimpan Unit Stang 220 x - x -

Jumlah 4 19 6 6

Page 14: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

10

Postur Kerja

Membungkuk ke No. Uraian Kegiatan Kerja Jarak

(cm) Berdiri Duduk Depan Samping

1 Mengambil Rangka Stang 100 - x - -

2 Memasang Rangka Stang ke Peyangga - - x - -

3 Mengambil Rem Cakram 60 - x - -

4 Memasang Rem Cakram ke Rangka Stang - - x - -

5 Mengambil Switch Lampu & Klakson 50 - x - -

6 Memasang Switch Lampu ke Rangka - - x - -

7 Mengambil Tombol Starter 50 - x - -

8 Memasang Tombol Starter ke Rangka Stang - - x - -

9 Mengambil Tali Gas 50 - x - -

10 Memasang tali gas - - x - -

11 Mengambil Karet Stang 60 - x - -

12 Memasang Karet Stang - - x - -

13 Mengambil Kabel Speedometer 50 - x - -

14 Mengambil Batok Kilometer - - x - -

15 Memasang Kabel ke Speedometer 60 - x - -

16 Memasang Batok Speedometer ke Rangka 63 - x - -

17 Memasang Kabel-Kabel - - x - -

18 Mengambil unit Lampu Depan -

19 Memasang Kabel Lampu Depan - - x - -

20 Memasang kabel-kabel - - x - -

21 Mengambil Unit Lampu Depan 63 - x - -

22 Memasang kabel Lampu Depan - - x - -

23 Memasang Unit Lampu Depan ke Rangka - - x - -

24 Mengambil Bandulan Stang 50 - x - -

25 Memasang Bandulan Stang ke Rangka - - x - -

26 Menyimpan Unit Stang 125 x - - -

Jumlah 1 22 1 0

Page 15: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Berdasarkan Tinjauan Ergonomi di PT. Seltech Motor Industri Nazlina dan Danci Sukatendel

11

V. KESIMPULAN Berdasarkan pengolahan data dan analisa pemecahan masalah yang dilakukan pada penelitian ini makan diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sepada motor Suria X merupakan jenis sepeda

motor hasil rakitan PT. Seltech Motor Industri yang paling banyak dirakit. Perakitan ini terdiri dari dua kelompok proses perakitan yaitu perakitan di luar lintas perakitan dan perakitan di atas lintas perakitan.

2. Stasiun kerja yang mempunyai tingkat kesalahan tertingi terdapat pada stasiun kerja Uit Stang dengan jumlah kesalahan 10 unit dari 100 unit sepeda motor yang dirakit. Statisun kerja perakitan Unit Stang merupakan proses perakitan di luar lintas perakitan.

3. Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan sebanyak 32 unit sepeda motor dengan waktu rata-rata sebesar 446,5 detik dan standar deviasi sebesar 76,44 detik. Dari pengujian keseragaman dan kecukupan data maka dengan 23 data ini sudah seragam dan sudah cukup sehingga tidak diperlukan pengambilan data tambahan.

4. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa waktu pengerjaan yang terlama terdapat pada elemen kegiatan pemasangan unit lampu depan yang dikarenakan pengambilan operator yang pemasangan baut pengikat yang berada di bagian baah serta pengikat yang berada di bagian bawah serta kesalahan pengambilan baut pengikat.

5. Setelah dilakukan analisa dan evaluasi, maka peneliti mengusulkan beberapa fasilitas yang disesuaikan dengan keadaan operator. Oleh karena itu dilakukan pengambilan data antropometri untuk merancang fasilitas tersebut. Data antropometri diambil dari 2 orang operator perakitan Unit Stang. Fasilitas usulan dimaksud adalah : a. Kotak penyimpanan baut yang disusun

berurutan sesuai dengan jenis baut yaitu : M6 x 20, M6 x 25 dan M6 x 30. penyusunan ini dilakukan unutk mencegah kesalahan ambil oleh operator dan mencegah kotak –kotak tersebut berserakan.

b. Penyangga Kaki Segitiga yang dapat digerakkan ke depan sehingga operator dapat melihat dan memasang baut pada bagian bawah Unit Stang. Penyangga Kaki Segitiga ini dberi ganjalan pada bagian bawahnya sesua dengan tinggi rata-rata mata operator saat duduk dari permukaan laintai yaitu sebesar 118,4 cm dan panjang rata-rata lengan operator (meraih) yaitu sebesar 63,10 cm dan sudut maksimum penglihatn ke bawah sebesar 300. Dari hasil perhitungan maka didapat tinggi Penyangga Kaki Segitiga yang diusulkan dengan pengganjal dari permukaan lantai sebesar 82 cm dengan tinggi pengganjal sebesar 22 cm. Kursi ini juga mempunyai roda untuk

memudahkan operator mengambil komponen dari rak.

c. Kursi usulan mempunyai tinggi sesuai dengan tinggi rata-rata popliteal operator yaitu 42,55 cm dan ukuran alas tempat duduk yang diusulkan 49,0 x 49,0 cm sesuai panjang pantat ke popliteal sebesar 48,75 cm.

d. Rak bertingkat yang mempunyai dimensi sebear 164 x 254 x 150 cm yang berjumlah 2 unit. Salah satu rak ini digunakan untuk meletakkan komponen unit lampu depan, unit speedometer, rangka stang. Komponen lampu depan dan unit speedometer diletakkan dalam sebuah kotak kardus berukuran 45 x 40 x 21 cm. Pada rak yang lainnya digunakan kardus yang berukuran 44 x 30 x 10 cm, terdiri dari karet stang kiri, karet stang kanan (gas), bandulan kiri dan kanan, rem tangan, switch lampu, tombol starter. Dimana masing-masing kardus terdiri dari komponen-komponen untuk merakit satu unit sepeda motor. Rak bertingkat ini terdiri dari empat tingkat yang mempunyai sudut sebesar 50 sehingga dengan menggunakan gravitasi kardus dan rangka stang dapat turun bergantian. Pada dua tingkat bagian bawah dari besi silinder yang dapat berputar yang berfungsi seperti Roller Conveyor. Pada bagian atas rak bertingkat usulan digunakan unutk meletakkan rangka stang. Komponen kabel speedometer dan tali Gas diletakkan pada tempat yang sama dimana empat tersebut berukuran 100 x 12 x 10 cm.

e. Tata letak fasilitas diusulkan berdasarkan dengan penggunaan fasilitas usulan dimana rak bertingkat diletakkan di samping kiri dan kanan operator dan kotak penyimpanan unit stang yang telah dirakit diletakkan di depan operator. Dua unit meja kecil juga digunakan untuk meletakkan kardus komponen dan satu lagi untuk meletakkan kotak tempat baut pengikat yang berukuran 24 x 8 x 5 cm, dan peralatan kerja seperti tang, air gun, martil dan kunci T.

6. Penggunaan fasilitas-fasilitas yang diusulkan maka operator bekerja dengan pengamblan kotak kardus komponen masing-masing satu kotak kardus yang berisi untuk satu unit sepeda motor. Pengambilan ini menggunakan tempat duduk usulan yang bisa bergeser. Operator tidak perlu melakukan pelatihan dalam penggunaan fasilitas usulan.

Penggunaan Fasilitas Kerja Usulan dapat mengurangi terjadinya penyakit akibat kerja pada saat operator bekerja seperti sakit pada kaki, pinggang, leher dan punggung.

Page 16: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

12

VI. DAFTAR PUSTAKA

Apple, James M.; Tat Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan; ITB ; 1990 ; Bandung.

Kmenta, Steven & Ishii, Assembl Emeo ; A Simplified Method For Identifying Assembly Errors; Departemen of Mechanical Engineering Stanford University, California ; 2003.

Niebel, and Frevalds ‘ Methods, Standards and Work Design ; Edisi 11; McGraw-Hill; 2003 ; New York.

Pulat, B. Mustafa; Fundamentals of Industrial Ergonomics, Prentice Hall, 1992; New Jersey.

Reliability Analysis Center, Mistake Proofing (AKA; Poka-Yoke) an Effective Quality Tool ; http:///rac.alionscience.com/iPC/servlet/iPCservlet?QKIT;2003.

Roebuck, Jr. J.A.; Engineering Anthropometry Methods, John Wiley & Sons ; 1975 ; New York.

Sastrowinoto, Suyatno, Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi, PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1985 ; Jakarta.

Sutalaksana, Z Iftikar, Teknik Tata Cara Kerja, Departemen Teknik Industri ITB ; 1979, Bandung.

Workers’ Compensation Board (WCB) of British Colombia, Understanding the risks of Musculoskeletal Injury (MSI), An educational guide for worker on sprains, strain, and other MSIs, http://www.worksafebc.com:2001.

Page 17: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Performansi Karyawan (Studi Kasus: PKS. PTPN-II Sawit Seberang) Muthia Bintang

13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERFORMANSI KARYAWAN

(STUDI KASUS: PKS. PTPN-II SAWIT SEBERANG)

Muthia Bintang Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UISU

Abstrak: Ability karyawan bagianproduksi pada PKS.PTPN-II Sawit Seberang sudah baik karena didukung oleh pengalaman kerja yang cukup lama. Tetapi, motivation masih rendah karena lingkungan kerja kurang mendukung dan belum adanya jaminan sosial. Demikian juga opportunity masih rendah, karena belum adanya jaminan karir untuk masa yang akan datang. Kata Kunci: Manajemen Sumber Daya Manusia. Abstract: The ability of employ in a part of production in palm oil factory PTPN-II Sawit Seberang have been good because supported by work experience which is long enough but, the motivation still low because work environment not so support and there isn’t social security guarantee. And also the opportunity still low because there isn’t career security for the future. Key Word: Human Resource Management. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prestasi kerja karyawan mempunyai hubungan yang erat dengan performansi. Performansi kerja ini berkaitan dengan tingkat keterampilan/ kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan kesempatan berkarir (opportunity). Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, ketiga unsur tersebut perlu mendapat perhatian yang khusus. 1.2. Perumusan Masalah

Rendahnya motivasi dan kesempatan berkarir para karyawan pada PKS. PTPN-II Sawit Seberang. 1.3. Tujuan dan Manfaat a. Mendapatkan faktor-faktor yang menyebabkan

rendahnya motivasi dan kesempatan berkarir para karyawan serta upaya-upaya perbaikannya.

b. Dapat sebagai rekomendasi bagi PKS, PTPN-II Sawit Seberang.

II. LANDASAN TEORI 2.1. Performansi dan Prestasi Kerja

Performansi yang dimiliki para karyawan dapat dilihat dari tingkat prestasinya. Semakin tinggi prestasi kerja maka perfomansinya akan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Jadi, performansi karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja karyawan tersebut pada periode tertentu yang dibandingkan dengan berbagai faktor, seperti : standar, target, atau kriteria. Tingkat perfomansi karyawan juga dipengaruhi oleh keterampilan, motivasi dan kesempatan berkarir.

2.2. Populasi dan Sampel Metode pemilihan sample terdiri dari

probability sampling dan non-probablity sampling. Ada tiga cara pengambilan sample dengan metode probability sampling yaitu simple random sampling, stratified random sampling dan cluster sampling. Untuk metode non-probability samping, terdapat empat cara pengambilan sample yaitu quota sampling, convenience sampling, area sampling dan purposive sampling. Jumlah sample yang diambil ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu :

21 NeNn

+=

Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = tingkat toleransi jumlah sample (10%)

2.3. Diagram Sebab-Akibat

Diagram Sebab – Akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan performansi karyawan, diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktof-faktor penyebab (sebab) penurunan (akibat) yang disebabkan oleh factor-faktor penyebab tersebut. Diagram ini sering juga disebut diagram tulang ikan (fish bone diagram) dan diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram). III. METODOLOGI

Seluruh data diperoleh melalui observasi, wawancara, penyebaran kuesioner dan studi dokumentasi. Untuk sampai kepada tujuan penelitian

Page 18: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

14

digunakan pendekatan matematis dengan teori-teori statistic seperti Multiple Regression Linear Model dan uji-uji statistic yang berkaitan dengan objek penelitian. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran terhadap korelasi factor-faktor yang berpengaruh terhadap performansi karyawan untuk variable keterampilan, motivasi dan kesempatan berkarir masing-masing sebesar 56%, 74% dan 13%. Keadaan ini memperlihatkan bahwa variaebl motivasi mempunyai pengaruh terbesar tehradap performansi karyawan, namun masih perlu ditingkatkan.

Secara rinci, factor-faktor yang berpengaruh terhadap performansi karyawan dari variable keterampilan, motivasi dan kesempatan berkarir dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini.

V. KESIMPULAN Diantara factor-faktor yang menyebabkan

rendahnya motivasi karyawan adalah lingkungan kerja yang kurang mendukung dan jaminan social yang kurang diperhatikan oleh pihak perusahaan. Sedangkan factor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesempatan berkarir bagi karyawan adalah kurangnya kesemaptan pengembangan karir dan tidak adanya jaminan hari tua dari perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Algifari, Analisis Statistik Untuk Bisnis, BPFE-

Yogyakarta, Yogyakarta, 1996. Flippo, Edwin, B, Personnel Management, Edisi ke-

6, Mc Graw Hill, New York, 1984. Gasperz, Vincent, Manajemen Produktivitas Total,

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998.

Hasibuan, Malayu, Sp.H. Drs. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.

Nitisemito, Alex, Manajemen Sumber Daya Manusia,. Ghalia, Jakarta, 1988.

Sagir, H. Soeharsono, Membangun Manusia Karya, Pustaka Sinar Harahap, Jakarta, 1996.

Siagian, P. Sondang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara Edisi I, Jakarta, 1992.

Sikula, Andrew, E, Personnel Administration and Human Resources Management, John Wixley And Sons, Santa Barbara New York, 1981.

Simanjuntak, J. Payaman, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, FE-UI, Jakarta, 1985.

Sudjana, Prof. Dr. MA, M.Sc. Tehnik Analisa Regresi dan Korelasi, Tarsito, Bandung, 1996.

Sugiono, Dr. Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfa Beta, Bandung, 1999.

Ucapan terima kasih kepada Sdr. M. Nuh yang telah memberikan penjelasan dalam tulisan ini. Semoga jasa-jasa Almarhum diteirma Allah SWT.

Page 19: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Konseptual Transformasi Manufaktur Konvensional Menjadi Sellular Terotomasi Bakhtiar S.

15

MODEL KONSEPTUAL TRANSFORMASI MANUFAKTUR KONVENSIONAL MENJADI SELLULAR TEROTOMASI

Bakhtiar S. Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknik – Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, NAD

Email : [email protected]

Abstrak: Manufaktur sellular adalah sebuah strategi yang popular untuk memperbaiki kemampuan produksi dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk bersaing. Implementasi manufaktur sellular akan memberikan dampak yang luas apabila diikuti dengan transformasi perusahaan. Transformasi peusahaan dilakukan karena lantai produksi telah berubah secara mendasar menjadi kelompok-kelompok kecil yang dikenal dengan sel-sel manufaktur. Tujuans tudi adalah pengembangan model konseptual trnasformasi perusahaan apabila job shop dikonversi menjadi manufaktur sellular terotomasi. Metode yang digunakan untuk menganalisa adalah soft system. Hasil pemodelan menghasilkan keterlibatan yang diperlukan, sumberdaya yang terbatas dan pengembangan para pekerja. Pendekatna soft system dapat memprediksi perubahan sebagai akibat transformasi. Kata kunci : Model, soft system, konvensional, manufaktur sellular. 1. PENDAHULUAN

Konsep otomasi system produksi dapat diaplikasikan pada bermacam tingkat operasi-operasi pabrik. Teknologi otomasi merupakan proses atau prosedur penyelesaian suatu pekerjaan tanpa asitstensi kendali yangmelaksanakan instruksi-instruksi tersebut. Meskipun otomasi dapat diterapkan pada bermacam tingkat operasi-operasi pabrik. Umumnya otomasi diterapkan secara individual pada mesin-mesin produksi. Oleh karena itu, mesin-mesin produksi tersebut dioperasikan seabgai sub system yang diotomasi. Bentukan sub system yang diotomasi akan membentuk system yang terotomasi. Pembentukan otomasi ini menggambarkan adanya tingkatan-tingkatan otomasi pada sebuah pabrik. Menurut Groover (2001) tingkatan-tingkatan otomasi, yaitu : tingkat alat perlengkapan (device), tingkat mesin, tingkat sel atau system, tingkat pabrik dan tingkat perusahaan (enterprise).

Tingkat sel atau system yang dimaksudkan adalah sel manufaktur yang beroperasi dengan instruksi-isntruksi dari tingkat pabrik. Sebuah sel manufaktur adalah sekumpulan mesin-mesin atau stasiun-stasiun kerja yang dihubungkan dan didukung oleh system pemindahan bahan, komputer dan peralatan lainnya untuk melaksanakn operasi-operasi manufaktur. Fungsi - - fungsi yang terlibat antara part dispatching dan loading mesin, koordinasi sejumlah mesin dan sistem pemindahan bahan serta pengumpulan dan evaluasi data inspeksi. Sel-sel manufaktur merupakan persyaratan dalam penerapan system manufaktur sellular. Wujud konkretnya adalah tipe tata letak yang dibentuk dalam formasi sel-sel manufaktur.

Persaingan bisnis dan peningkatan

permintaan oleh apra pelaggan menyebabkan pelaku manufaktur merespon dengan cept dan menjaga agar biaya tetap rendah. Manufaktur sellular adalah suatu strategi yang popular untuk memenuhi kondisi-kndisi persaingan dan memperbaiki kemampuan produksi. Manfaat nyata dari implementasi manufaktur sellular telah dibahas oleh banyak literature (Ham dkk sellular mempromosikan semangat kepemilikan, kerja tim, perbaikan moral yang bersifat intangible yang merupakan hal vital dalam proses memperbaiki efektifitas perusahaan.

Banyak studi tentang manufatku sellular yang menitikberatkan poembahasan pada masalah-masalah pengelompokan mesin dan komponen atau desain sel (Mansouri dkk 2000). Padahal yang tidak kalah penting adalah dampak yang diteirma apabila manufaktur sellular diterapkan. Perubahan jobshop yang konvensional menjadi manufaktur sellular hakekatnya adalah suatu proses transformasi perusahaan secara menyeluruh. Perubahan menjadi manufaktur sellular merupakan perubahan dari kondisi sekarang (current state) menjadi kondisi masa depan yang diinginkan. Menurut Underdown (2001) transformasi perusahaan meliputi perubahan budaya, proses dan eknologi. Proses transformasi perlu direncanakan dengan baik sehingga sejak awal telah diyakini manfaat yang akan diperoleh secara strategis.

Persoalan yang muncul pada industri manufaktur yang telah mengkonversi tipe tata proses menjadi tata letak sellular apabila ingin menerangkan teknologi otomasi adalah metode atau prosedur yang harus digunakan sehingga memberikan informasi yang komprehensif sebagai dasar pengambil keputusan membuat keputusan. Berkaitan denganhal ini, perlu dikembangkan sebuah prosedur yang

Page 20: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

16

terintegrasi untuk pendukung pengambilan keputusanyang rasional dalam proses mentransformasi job shop konvensional menjadi system manufaktur sellular terotomasi. Studi ini dilakukan pada perusahaan yang memproduksi peralatan pertanian sebagaikelanjutan penelitian sebelumnya dari Singgih dan Hadiguna (2003) dan Siswanto dan Hadiguna (2003) yang focus pada pernacangan sel-sel manufaktur dan tata letak sel. 2. TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan model-model dan teknik-teknik dalam system manufaktur sellular lebih mengarah pada masalah pengelompokkan dan tata letak sel yang dipandang sebagai hal yang terpisah (Hadigna, 2003d). hal ini dapat dilihat dari beberapa studi yang dilakukan oleh diantaranya Baker dan Maropoulus (1999), Baykasoglu dan Gindy (2000), daita dkk (1999), Efstathiou dan Golby (2001), Mansouri dkk (2000) dan Nair dkk (1999). Bagaimanapun masalah edsain system manufaktur sellular adalah pengelompokan komponen dan mesin serta pengaturan mesin-mesin pada intra dan inter cell yang tersedia dengan tujuan mengoptimalkan objektif yang telah dinyatakan. Proses desain yang menyeluruh dalam hal pengelompokkan hingga tata letak sel telah banyak dikembangkan seperti oleh Da-Silviera (1999), Efstathiou dan Golby (2001), Hadiguna dan Setiawan (2003a), Hadiguna dan Thahir (2004) dan Salum (2000).

Perkembangan dunia bisnis yang kompetitif mengharuskan proses desain system manufaktur sellular mempertimbangkan strategi bisnis (Hadiguna dan Mulki, 2003c). Pertimbangan ini biasanya dilibatkan pada tahap desain tata letak sel. Model simulasi yang mengadopsi hal ini diantaranya Altinklinic (2004) dan Rios dkk (2000). Pendekatan desain fasilitas manufaktur yang menggunakan secara eksplisit objektif tunggal (single objective) akan menghasilkan penyelesaian yang bisa terhadap kebutuhan perusahaan. Pelibatan beberapa objektif menjadi isu penting karena proses desain akan melibatkan faktor-faktor yang bekaitan dengan tujuan-tujuan strategis, ukuran-ukuran kinerja system dan keunggulan kompetitif dalam marketplace. Berdasarkan prosedur perencanana tata letak pabri, diharapkan dapat dibangkitkan beberpaa laternatif tata letak (Askin dan Stanridge, 1994). Tata letak yan merupakan permasalahan tata letak diselesaikan denganmembangkitkan beebrapa alternative tata letak dalam hal ini tata letak. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan system yang memenuhi kebutuhan perusahaan yang telah dirumuskan pada fase persiapan. Pembangkitan alternative tata letak dilakukan pada fase definisi. Keputusan untuk menginstal tata letak terpilih dilakukan pada fase instalasi dimana hasil desain tata letak yang terdiri dari ebberapa lternatif dipilih dengan mengakomodir kebutuhan perusaahan. Paper ini bertujuan untuk membahas bagaimana cara mengambil keputusan

pemilihan tata letak yang dpat mengakomodasi kebutuhan perusahaan. Asumsi yang digunakan adalah alternative tata letak mempunyai kelayakan untuk diimplementasikan.

Model lainnya yang umum digunakan dalam proses desain adalah siulasi. Simulai manufaktur telah emnjadi sebuah area aplikasi primer dari teknologi simulasi. Simulasi telah menjadipendekatan yang cukup luas yang digunakan untuk memperbaiki dan menvalidasi desain sisem manufaktur secara luas. Aplikasi simulasi pada system manufaktur termasuk desain fasilitas maupun pemodelan rantai pasok perusahaan secara luas. Tipe simulasi manufaktur biasanya diguankan untuk memperdiksi performansi system atau membandingan dua atau lebih desain system atau skenario. Hal ini berarti bahwa kemampuan untuk mengembangkan dan mengurai model-model simulasi dengan cepat dan efektif sangat penting. Menurut Perera dan Liyanage (2000) sejumlah faktor yang menghalangi proses pemodelan simulasi antara lain pengumpulan data yang kurang efisien, dokumentasi model yang panjang dan buruknya perencanaan eksperimen. Dalam pemodelan simulasi manufaktur hal yang tidak kalah pentingnya adlaah proses analisis sitem. Dalam mengembangkan model simulasi system manufaktur khususnya untuk tujuan studi mengevaluasi performansi system, maka prosedur pengembangan model menjadi hal yang krusial. IDEF0 merupakan model fungsional yang diwujudkan dalam bentuk terstruktur dan semantic. Model IDEF0 mengandalkan pada konsistensi pendeskription system. Pemodelan IDEF0 banyak digunakan dalam menganalisis dan mengevaluasi system manufaktur khususnya untuk evaluasi performansi (Pawlikowski dan Kreutzer, 2000 : Hadiguan, 2003f). Secara umum, proses desain sebagai bagain proses transformasi belum memperhatikan aspek proses manajemen. Proses menajamen merupakan interaksi antar amanusia dengan sumber daya yang selalu dipengaruhi oleh dinamika situasi. Dinamika situasi ini biasnaya problematic. 3. METODOLOGI

Studi ini dilakukan menggunakan sof system methodology yang dimulai dengan pendefisian bukan suatu masalah tetapi situasi masalah. Metodologi dalam studi ini adalah problematika transformasi perusahaan atau organisasi dengan mengimplementasikan manufaktur sellular. Langkah kedua adalah mengekpresikan situasi. Pada tahap ini yang dilakukan adlaah mempelajari situasi yang ada pada perusahaan secra komprehensif. Hasil studi terhadap situsi direpresntasikan dalam bentuk gambar yaitu rich picture. Hasil studi terhadap situasi direpresntasikan dalam bentuk gambar konsisten sehingga dapat diinterpretasikan lebih mudah. Hal yang ingin dicapai pada rencana implementasi manufaktur selluler. Ketiga adalah

Page 21: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Konseptual Transformasi Manufaktur Konvensional Menjadi Sellular Terotomasi Bakhtiar S.

17

mendefinisikan masalah dan menggambarkan keterkaitan aktivitas yang akan mengarah pada penyelesaian masalah. Keempat menyusun rumusan rekomendasi berdasarkan kajian kritis yang dihasilkan dari model fungsional yang diperoleh. 4. PEMODELAN SISTEM RELEVAN

Pemilihan system yang relevan didasarkan pada situasi dimana rancangan sel-sel manufaktur telah dilakukan dan siap untuk diimplementasikan. System relevan yang dipilih adalah system yang dapat memprediksi manfaat yang akan diperoleh perusahaan dengan mengimplementasikan manufaktur sellular. Hal ini termasuk upaya transformasi yang akan terjadi dengan mengimplementasikan manufaktur sellular. Model konseptual yang akan dikembangkan mengacu pada Root Definition (RD). Tipe RD yang dipilih dalam kasus ini adalah primary tasks based. Adapun formulasi RD-nya adalah Sistem yang dimiliki dan diopersikan oleh pemilik perusahaan untuk memanufaktur produk alat pertanian untuk pelanggan pasar Asia melalui implementasi konsep manufaktur sellular terotomasi guna peningkatan keuntungan dan manfaat yang dibatasi oleh daya manfaat yang dibatasi oleh daya saing competitor.

Formulasi RD diats perlu diuji atau verifikasi menggunakan pendekatan CATWOE. Terlihat bahwa system yang dipilih memandang pelanggan pasar Asia sebagai Customer. Actor yang melaksanakan transformasi adalah Pemilik Perusahaan. Transformation dari system adalah me-manufacture produk alat pertanian dengan Worldview yang dianut implementasi konsep manufaktur sellular terotomasi guna peningkatan keuntungan dan manfaat. Owner dari system adalah Pemilik Perusahaan dengan Environment daya saing competitor. Model konseptual transformasi manufaktur konvensional menjadi sellular terotomasi dapat dilihat pada Gambar 2. 5. REKOMENDASI DAN PEMBAHASAN 5.1. Rekomendasi Manufaktur sellular menghasilkan budaya baru melalui perubahan lingkungan kerja fisik. Manufaktur sellular membutuhkan pengelompokan peralatan dan pekerja dalam bentuk konfigurasi lingkaran atau bentuk U. Setiap sel akan terbentuk budaya mikro dimana terjadinya interaksi antara pekerja dalam sel. Terbentuknya sub-sub budaya baru akan menjadibudaya baru secara keseluruah dilantaiproduksi yang pada akhirnya akan memberikan pengaruh pada budaya perusahaan secara total. Pembentukan budaya baru dalam sel didorong oleh sense of accomplishment. Hal ini terjadi karena setiap sel mempunyai tanggung jawab pada part families yang dibebakan (Askin dan Standridge 1993). Berdasarkan sel dengan mudah dapat diukur peformansi pekerja karena dapat diketahui kontribusi setiap sel dalam menghasilkan

keluaran. Dalam tata letak fungsional, pekerja bekerja pada area tertentu dengan jenis mesin yang sama sehingga keluaran yang dihasilkan bukanlah komponen yang completed. Kesalahan yang menyebabkan komponen atau produk cacat sulit dideteksi pekerja yang harus bertanggung jawab.

Bentuk budaya yang akan lebih menonjol

adalah budaya kerjasama (teamwork). Konfigurasi sellular membutuhkan pekerja untuk bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Anggota sel harus bekerja berdekatan dengan pelanggan dan supplier internal untuk memproduksi produk secara efisien dan efektif. Bentuk kerjasama dapat diwujudkan dalam tanggung jawab seperti penjadualan, keselamatan dan kualitas (Aurrecoechea dkk, 1994) serta pembelian (Singh, 1996). Budaya belajar juga akan menjadi hal yang tidak kalah pentingnya. Budaya ini muncul karena pekerja yang menjadi anggota sel tertentu akan berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam selnya. Proses kemandirian tim dalam menyelesaikan masalah dalam sel akan mendorong terciptanya budaya belajar.

Manufaktur sellular menghasilkan proses-proses baru melalui pengelompokan mesin-mesin dengan konfigurasi berbentuk lingkatan dan “U” untuk memproduksi part families. Konversi tata letak fungsional menjadi manufaktur sellular akan memberikan manfaat yang sangat besar (Groover 2001). Perubahan yang dramatic sebagai manfaat yang diperoleh dari perubahan berdasarkan proses ini akan memperbaiki kinerja dari perusahaan secara keseluruhan. Dalam penelitian Underdown (2001) menyimpulkan bahwa pengurangan work in process mencapai 65%-85%, pengurangan cycle time 86,5%, pengurangan harga pokok penjualan 42%, penghematan material 24% dan peningkatan profit mencapai 80%. Hal ini tentu saja sangat mendongkrak kinerja perusahaan dan pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja.

Manufaktur sellular mentransfer teknologi

Page 22: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

18

berdasarkan keperluan manajemen. Salah satu yang memberikan biaya yang nyata dalam perpindahan menjadi konfigurasi sellular adalah pembentukansel-sel. Di banyak kasus, peralatan tambahan diperlukan untuk mendapatkan sel-sel yang berkinerja tinggi. Adakalanya perusahaan harus berinvestasi dengan membeli mesin/peralatan baru agar mesin-mesin dan peralatan yang ada pada setiap sel mempunyai kapabilitas yang tinggi. Kapabilitas ini akan mempengaruhi keseimbangan lintasan didalam sel ataupun antar sel. 5.2. Pembahasan

Manufaktur sellular dalam perusahaan sekala kecil dan menengah bukan hanya suatu perubahan tata letak, tetapi suatu perubahan besar dalam proses bisnis. Implementasi ini adalah suatu mekanisme untuk transformasi dalam perusahaan skala kecil dan menengah. Ketika perubahan dilantai produksi dilakukan menjadi sel-sel, maka aktivits perkantoran dan manufaktur juga mengalami perubahan sehingga yang terjadi lebih jauh lagi akan mempersatukan perubahan dari segi proses dan budaya terutama sekali apabila dikombinasikan dengan kerjasama ini. Dampak sel-sel terhadap budaya adalah lebih besar ditemui pada perusahaan sekala kecil dibandingkan dengan yang berskala besar. Jika perusahaan kecil sepenuhnya berubah menjadi sel-sel, dampak terhadap budaya adalah lebih besar. Jika perusahaan kecil sepenuhnya berubah menjadi sel-sel, dampak terhadap budaya akan lebih besar karena setiap orang didalam perusahaan akan ikut terlibat. Dalam perusahaan besar, kemungkinan tidak sepenuhnya beranjak menjadis el-sel sehingga tidak semua orang didalam perusahaan terlibat dan dampak budaya tidak akan terllau besar. Sel-sel akan membawa banyak interaksi antara pekerja administrasi dan manufaktur dan antara sesame pekerja manufaktur karena pekerja akan berpindah dari satu sel ke sel lainnya sebagai fungsi permintaan produk. Keterkaitan yang saling bergantung ditemukan pada sel-sel dan antar sel-sel yang mana tenaga kerja sel-sel mengkomunikasikan aktivitasnya lebih dari yang ditemukan pada lingkungan konvensional. Sel-sel seringkali menjadi pabrik mini yang mengkomunikasikan aktivitasnya pada pelanggan dan supplier internal yang berdasarkan tanggung jawab secara mandiri untuk mencapaiprofitabilitas untuk setiap selnya.

Implementasi manufaktur sellular untuk peusahaan kecil dan menengah secara normal membutuhkan keterlibatan persentase tenaga kerja yang besar, sedangkan perusahaan besar sebaliknya. Tata letak dan pergerakan peralatan di area produksi untuk manufaktur sellular pada perusahaan kecil dan menengah membutuhkan usaha yang besar dari pada pekerja produksi. Implementasi manufaktur sellular termasuk membutuhkan jumlah besar pekerja yang mempunyai fungsi berbeda-beda. Keterlibatan peekrja dalam persentase yang besar dengan sasaran

yang sama (common goal) adalah suatu mekanisme bernilai untuk transformasi. Sebagai efek, implementasi sel-sel menghasilkan sejumlah kritis pendukung unutk mengubah perusahaan kecil dan menengah. Pada perusahaan besar, suatu transisi menjadi manufaktur sellular mungkin tidak membutuhkan tingkat usaha yang mendukung transformasi. Perusahaan sebaiknya melibatkanseluruh pekerja dalam proses perancangan dan implementasi manufaktur sellular sehingga merasa berkontribusi dalam perusahaan system yang akan mereka hadapi nantinya. Apabila yang terlibat hanya pada tingkat supervisor dan manajemen maka resiko kegagalan dalam implementasi sangat besar.

Manufaktur sellular merupakan fondasi bagi system produksi Just In Time (JIT). Pada perusahaan besar yang mengimplementasikan manufaktur sellular dapat menyebabkan proses sebelum dan sesudah sel-sel terbentuk untuk menerapkan sistem JIT belum tentu berhasil. Pada perusahaan kecil dan menengah upaya menerapkan system JIT setelah sel-sel terbentuk berpotensi besar untuk berhasil. 6. KESIMPULAN

Model menghasilkan keterlibatan yang diperlukan, sumberdaya yang tebratas dan pengembangan para pekerja serta mampu memprediksi perubahan sebagai akibat transformasi. Manufaktur sellular menghasilkan budaya baru melaluiperubahan lingkungan kerja fisik. Manufaktur sellular membutuhkan pengelompokkan perlaatan dan pekerja dalam bentuk konfiugrasi lingkaran atau bentuk U. setiap sel akan terbentuk budaya mikro dimana terjadinya interaksi antara pekerja dalam sel. Hal ini terjadi karena setiap sel mempunyai tanggung jawba pada part families yang dibebankan.

Manufaktur sellular metransfer teknlogi berdasarkan keperluan manajemen. Salah satu yang memebrikan biaya yang nyata dlaam perpindahan menjadi konfigurasi sellular adalah pembentukan sel-sel. Di banyak kasus, peralatan tambahan diperlukan untuk mendapatkan sel-sel yang berkinerja tinggi. Adakalanya perusahaan harus berinvestasi dengan menerapkan strategi otomaso sel agar mempunyai kapabilitas yang tinggi. Kapabilitas ini akan mempengaruhi keseimbangan lintasan didalam sel ataupun antar sel. Pada perusahaan besar yang mengimplementasikan manufaktur sellular upaya menerapkan otomasi setelah sel-sel terbentuk berpotensi besar untuk berhasil.

REFERENSI Altinklininc, M. (2004), Simulation based Layout

Planning of A Production Plant, Proceeding of the 2004 Winter Simulation Conference, 1079-1084.

Askin, R.G. dan Standridge, C.R (1993), Modelling and Analysis of Manufacturing Systems, Johnm Wiley and Sons, Inc. New York.

Page 23: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Konseptual Transformasi Manufaktur Konvensional Menjadi Sellular Terotomasi Bakhtiar S.

19

Aurrecoechea, A., Busby, J.S., Nimmons, T., dan Williams, G.M. (1994), The Evaluation of Manufacturing Cell Design, International Journal of Operations and Production Management, 14 (1), 60-74.

Baker, R.P dan Maropoulos, P.G. (2000), Cell Design and Continuous Improvement, International Journal Computer Integratef Manufacturing, 13 (6), 522-532.

Benjafaar, S., Heragu, S.S. dan Irani, S.A. (2001), Next Generation Fctory Layouts : Research Challenges and Recent Progress, Interfaces.

Banks, J. (2000), Introduction to Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, Pp. 9-16.

Baykasoglu, A. dan Gindy, N.N.Z. (2000), MOCACEF 1.0: Multiple Objective Capability Based Approach to From Part-Machine Groups for Cellular Manufacturing Applications, International Journal of Production Research, 38(5), 1133-1166.

Carrie, A. S. dan Banerjee, S.K. (1994), Desgn of CIM Based Manufacturing Systems. Department of Design, Manufacture and Engineering Management, University of Strathclyde.

Chan, F.R.S. dan Abhary, K. (1996), Design and Evaluation of Automated Cellular Manufacturing Systems with Simulation Modelling and AHP Approach : A Case Study, Journal of Integrated Manufacturing Systems, 7(6), 39-52.

Da Silviera, G. (1999), A Methodology of Implementation of Cellular Manufacturing, International Journal of Production Research, 37 (2), 467-479.

Eilson, B. (2001), Soft Systems Methodology: Conceptual Model Building and Its Contribution, John Wiley & Sons, Ltd., Chicester, UK.

Efstathiou, J. dan Golby, P. (2001), Application of A Simple Method of Cell Design Accounting for Product Demand and Operation Sequence, Integrated Manufacturing Systems, 12 (4), 246-257.

Groover, M.P (2001), Automation, Production Systems and Computer Integrated Manufacturing, Prenctice –Hall Inc, New Jersey.

Ham I., Hitomi, K dan Yoshida, T. (1985), Group Technology, Applications to Production Management, Kluwer-Nijhoff Publishing, Boston.

Hadiguna, R.A. dan Setiawan, H. (200a), Desain dan Evaluasi Sel Manufaktur Multi Kriteria, Jurnal Teknik Industri STT Musi, 3 (1), 21-32.

Hadiguna, R.A. (2003b), Prosedur Multi Objektif untuk Keputusan Pemilihan Formasi Sel Manufaktur, Proceeding 2nd National Industial engineering Conference, Universitas Surabaya, 8-16.

Hadiguna, R.A. dan Mulki B.S. (2003c), Desain Manufaktur Sellular dengan Mempertimbangkan Strategi Bisnis, Proceeding Simposium Nasional RAPI II Universitas Muhammadiyah Surakarta, 100-107.

Hadiguna, R.A. (2003d), Sistem Manufaktur Sellular : Sebuah Tinjauan dan Survei Pustaka, Jurnal Teknik Industri UNAND, 2(4), 129-135.

Hadiguna, R.A. dan Wirdianto, E. (2003c), Model Penyelesaian Masalah Pemilihan Alternatif Tata Letak, Jurnal Sains dan Teknologi STTIND, 2(2), 88-97.

Hadiguna, R.A. (2003f), Pemodelan Simulasi Sistem Manufaktur Berbantuan IDEF0, Jurnal Spekturm Industri, 1 (1), 31-37.

Hadiguna, R.A. dan Thahir, M. (2004), Desain Formasi Sel Manufaktur dengan Mempertimbangkan Preferensi Manajemen, Prosiding seminar Nasional Teknologi Industri XII ITS, `061-1068.

Huang, H. dan Irani, S.A. (2002), Ideas for Design of Future Factories: Hybrid Cellular Layouts for Machining and Fabrication Jobshops, Paper, Departement of Industrial, Welding and System Engineering, The Ohio State University, Columbus, OH.

Mansouri, S. A., Husseini, S.M.M. dan Newman, S.T (2000), A Review of The Modern Approaches to Multi-Criteria Cell Design, International Journal of Production Research, 38 (5), 1201-1218.

Meyers, F.E dan Stephens, M.P (2000), Manufacturing Facilities Design and Material Handling, 2nd Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey.

Nair, G.J dan Narendran, T.T. (199), ACCORD : A Bicriterion Algorithm for Cell Formation Using Ordinal and Ratio-Level Data, International Jorunal of Production Research, 37(3), 539-556.

Onwubolu, G.C. (1998), Redesigning Jobshops to Cellular Manufacturing Systems, Integrated Manuracturing Systems, 9 (6), 377-382.

Page 24: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

20

Pawlikowski, K dan Kreutzer, W. (2000), Integrating Modelling and Data Analysis inTeaching Descrete Event Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 158-166.

Perera, T. dan Liyanage, K., (2000, Methodology for Rapid Identification and Collecton of Input Data in the Simulation of Manufacturing System, Simulation Practice and Theory, 7, 645-656.

Singh, N. (1996), System Approach to Computer-Integratef Design and Manufacturing. John Wiley and Sons, Inc., NJ.

Siswanto, N dan Hadiguna, R.A. (2003) Kerangka Kerja Evaluasi Multi Kriteria dalam Masalah Tata Letak Fasilitas Dengan Pendekatan AHP. Procedding Seminar Nasional TIMP-3, 33-37.

Singgi,M. L dan Hadiguna, R.A (2003) Pendekatan Pengklasteran Multi Objektif Untuk Masalah Formasi Group Mesin/Komponen Dalam Manufaktur Sellular. Procedding Seminar Nasional TIMP-3, 53-57.

Suresh, N.C dan Slomp, J. (2001), A Multi Objective Procedure for Assignments and Grouping in Capacitated Cell Formation Problems, International Jorunal of Production Research, 39 (18), 4103-4131.

Underdown, D.R dan Leach, R.A (2001), A Cross – Case Analysis of Small Companies Implementing Cellular Manufacturing, Research Report, Automation & Robotics Research Institure, The University of Texas, Arlington.

Yang, J dan Deane, R.H. (1994), Strategic Implicatons of Manufacturing Cell Formation Design, Journal of Integratef Systems, 5(4/5), 8.

Page 25: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengembangan Pori Arang Hasil Pirolisa Tempurung Kemiri Muhammad Turmuzi

21

PENGEMBANGAN PORI ARANG HASIL PIROLISA TEMPURUNG KEMIRI

Muhammad Turmuzi Staf Pengajar Fakultas Teknik USU Medan

Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk mengungkap kemungkinan pembuatan arang dari tempurung kemiri. Penelitian dibagi atas dua tahap, yaitu analisa gugus berangkap pada berbagai suhu menggunakan FTIR dan pengamatan pengembangan pori selama proses pirolisa. Berdasarkan analisa gugus berfungsi menunjukkan bahwa tempurung kemiri mempunyai struktur kimia yang hampir sama dengan selulosa dan lignin. Untuk mencirikan pengembangan pori liang arang yang terbentuk selama pirolisa, digunakan penyerapan gas nitrogen pada suhu 77K. Kondisi optimum pirolisa untuk menghasilkan pori yang terbaik adalah pada suhu 800oC dan waktu 2 jam. Kata kunci: FTIR, pori, pirolisa Abstract: The purpose of the experiment is to investigated possibility of production of coke from candlenut shell. The experiment consisted two part e.g. analysis of fungtional group by FTIR andto depelopment of pore during pyrolysis. The fungtional groups analysis shown that the chemical structure of candlenut shell is identic as celluolose and lignin. The charactristics of pore during pirolysis used by nitrogen adsorption at 77K. Optimum conditions to result higher of pore at temperature 800oC and time 2 hours. Keywords: FTIR, pore, pyrolysis I. PENDAHULUAN

Banyak jenis bahan berkarbon yang diperoleh dari buangan padat pertanian seperti sekam padi, tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit maupun buangan padat perkotaan seperti plastik, kertas dan karton dalam jumlah yang sangat banyak. Pada umumnya buangan padat ini banyak diperoleh di negara membangun dan biasanya hanya dimanfaatkan dengan nilai tambah yang rendah yaitu sebagai sumber bahan bakar. Apabila sisa pertanian itu tidak diurus dan dimanfaatkan, maka berpotensi menjadi sumber bahan pencemar dalam lingkungan. Bahkan di California, Amerika Serikat ada undang-undang yang melarang buangan pertanian dibuang (Amstrong et al. 1999). Oleh sebab itu sangat penting pembuangan alternatif dikembangkan bagi memanfaatkan potensinya sebagai sumber tenaga dan produk kimia yang mempunyai nilai tambah yang lebih besar (Bassilakis et al. 2001). Menurut beberapa skenario, untuk sumber tenaga pada dekade ke-21 ini, peranan tenaga yang bersumber bio massa sangat besar untuk mengganti sumber fosil (Minkova et al. 1991).

Antara manfaat bahan berkarbon ialah sebagai sumber energi dan produk yang bernilai tambah yang terhasil melalui proses pirolisa. Pirolisa adalah pemanasan bahan berkarbon tanpa oksigen untuk menghasilkan arang, minyak, dan gas dalam komposisi yang tergantung kepada keadaan operasi dan komposisi bahan baku. Minyak dan gas dapat digunakan sebagai bahan bakar dan arang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar, atau sebagai bahan suapan untuk pembuatan karbon aktif (Suáres-García et al. 2002). Sebagai contoh, arang dihasilkan dari

pirolisa tempurung kelapa sawit. Kemudian arang ini dapat dijadikan sebagai bahan bakar atau diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk seperti karbon aktif

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji proses penguraian secara termal tempurung kemiri dan mencirikan arang sebagai bahan dasar untuk pembuatan karbon aktif. Secara terperinci, tujuan kajian ini adalah: untuk memperoleh pengetahuan yang lebih terperinci pengaruh yang dapat wujud pada berbagai keadaan pirolisa pada struktur arang yang dihasilkan. II. KAEDAH PENELITIAN II.1. Analisa Unsur Bahan Baku

Analisa kandungan unsur kemiri menggunakan alat jenama LECO buatan USA model CHNS932.

II.2. Analisa Termal Gravimetri

Penguraian secara termal kemiri dalam persekitaran nitrogen dikaji dengan menggunakan alat analisa terma graviti (TGA) buatan Perkin Elmer model TGA7. Gas N2 kemurnian yang tinggi digunakan untuk kajian ini pada laju alir 20 ml min-1. Gas nitrogen dialirkan selama 20 minit. Sebelum memulai analisa, sampel dipanaskan untuk memastikan sistem bebas oksigen. Analisa dilakukan dalam tiga laju kenaikan suhu iaitu 5, 10 dan 20 oC min-1 sampai suhu maksimum 800oC.

II.3. Analisa Gugus Berangkap

Struktur kimia permukaan bahan baku dan perubahan yang terjadi pada arang ditentukan melalui

Page 26: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

22

analisa FTIR. Piringan sampel dibuat dengan mencampur 1 mg karbon dengan 500 mg KBr (Merck untuk spectroskopi) dalam lesung akik, kemudian campuran disuntik pada 5 x 107 kg m-2 selama 5 minit dan 1 x 108 kg m-2 selama 5 minit dalam keadaan hampa udara. Piringan yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven selama 2 jam. Spektrum FTIR diukur dengan menggunakan spektrometer Bio-Rad. Spektrum sampel diukur di antara 4000 hingga 400 cm-1, 18 kali imbasan dan resolusi 8 cm-1. Spektrum yang sesungguhnya diperoleh dari spektrum sampel masing-masing yang dikurangi spektrum piringan KBr.

II.4. Pembuatan Arang

Bahan baku tempurung kemiri dihancurkan dalam mesin penghancur dan diayak sehingga diperoleh ukuran 1.7 hingga 2.35 mm. Tempurung kemiri yang telah hancur dipirolisa dalam furnace (diameter dalam 77 mm) yang dilengkapi dengan sistem pengendali suhu yang automatik. Sebanyak 25 g tempurung kemiri dimasukkan ke dalam mangkuk pijar yang berlobang pada bahagian bawah. Mangkuk pijar dimasukkan ke dalam furnace dan kemudian dipanaskan pada laju 8oC min-1 hingga mencapai suhu akhir yang tertentu pada waktu tertentu dalam aliran gas nitrogen 105 ml min-1 untuk memastikan penyingkiran bahan mudah menguap dan ter. Suhu pirolisa adalah 400, 500, 600, 700, 800 dan 900oC dan waktu adalah 1, 2, 3, dan 4 jam. Hasil arang dihitung berdasarkan pada perkedaan berat bahan baku dan berat arang.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. Unsur Bahan Baku

Analisa unsur kandungan tempurung kemiri ditunjukkan di dalam Tabel 4.1. Analisa unsur menunjukkan bahwa kandungan unsur karbon dalam julat yang berdekatan dengan kandungan bahan lignoselulosa lainnya seperti kayu dan biji ceri.

Tabel 1 Analisa Unsur Tempurung Kemiri

Unsur Kemiri % Kayu* (%)

Biji Ceri* (%)

C H N S O

47.52 5.81 0.16

- 46.51

46.16 5.77 0.80

- 37.87

51.08 6.49 0.38 0.02 42.3

Sumber: * Gonzalez et al. 2003

III.2. Spektrum FTIR

Spektrum inframerah dianggap sebagai satu sifat pencirian bagi sesuatu senyawa. Kawasan sinaran inframerah di antara kawasan nampak dan gelombang mikro yang terpenting untuk mencirikan senyawa kimia organik adalah diantara 4000 hingga 400 cm-1. Suatu gugusan atom tertentu akan menghasilkan jalur pada atau hampir pada frekuensi yang sama tanpa memperhatikan struktur atom yang sebenarnya. Maklumat ini penting dalam pemeriksaan awal struktur sesuatu senyawa.

Dalam kajian ini, penafsiran spektrum FTIR adalah berasaskan kepada struktur kimia kayu dan tahapan-tahapan proses pirolisa untuk bahan lignoselulosa. Ada dua komponen utama kayu iaitu lignin dan selulosa. Spektrum FTIR untuk mencirikan bahan baku tempurung kemiri ditunjukkan pada Gambar 1. Getaran regangan v-(O-H) dalam gugus hidroksil (seperti alkohol, fenol atau asid karboksilik) didapati pada nomor gelombang 3100-3600 cm-1. Gambar 1 menunjukkan tempurung kemiri mempunyai daerah nomor gelombang jalur lebar yang bermakna kandungan v-OH yang tinggi. Getaran regangan C-Hn (alkil dan aromatik) pada 2860-2960 cm-1. Getaran regangan C-O didapati pada nomor gelombang 1733 cm-1, regangan gelang benzena C-C pada 1636 cm-1, getaran regangan C=C gelang aromatik dalam lignin pada 1516 cm-1, regangan tak simetri C-O aromatik eter, ester dan fenol pada 1284-1240 cm-1; regangan C-O pada 1035 cm-1, regangan C-H aromatik pada 700-900 cm-1 dan regangan C-C pada 700-400 cm-1. Semua gugus berfungsi tersebut boleh didapat pada selulosa dan lignin kecuali C-C (gelang yang meregang benzena) pada 1636 cm-1 yang hanya didapati di dalam selulosa (Bilbao et al. 1996) dan getaran regangan C=C gelang aromatik dalam lignin pada 1516 cm-1 (Suarez-Garcia et al. 2002).

Page 27: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengembangan Pori Arang Hasil Pirolisa Tempurung Kemiri Muhammad Turmuzi

23

Gambar 1 juga menunjukkan bahwa pada suhu 200oC struktur bahan berubah pada jalur 1773 cm-1. Ini bermakna pada suhu 200oC terjadi pengurangan gugus C-O. Pada waktu yang sama, penjerapan jalur C-Hn pada 2860-2960 cm-1 berkurang. Pada suhu 300oC, spektrum semakin menurun pada jalur-jalur hidroksil (regangan O-H, 3100-3600 cm-1; regangan C-O, 1652, 1262, 1046), dalam jalur deformasi C-H, 814 cm-1 dan 706 cm-1. Namun pada suhu pirolisa ini, diperoleh kenaikan keamatan pada deformasi C-H 1420 cm-1 dan 876 cm-1. Pengurangan jalur hidroksil merupakan petunjuk bahwa penguraian selulosa telah terjadi (Suárez-Garcia et al. 2002). Pada suhu 300 hingga 500oC, masih didapati jalur

hidroksil regangan O-H, 3100-3600 cm-1 dan keamatan menurun dengan kenaikan suhu. Gugus berangkap yang lain seperti deformasi C-H 1420 dan 876 cm-1 dan getaran regangan C=C gelang aromatik dalam lignin 1516 cm-1 masih diperoleh dan keamatan menurun dengan kenaikan suhu. Pada suhu 600 hingga 800oC, hanya jalur getaran regangan C=C dan aromatik C-H yang diperoleh. Ini bermakna terjadi pengurangan gugus oksigen dengan kenaikan suhu. Pada suhu 900oC, tidak ada gugus berangkap. Ini bermakna bahan telah mencapai grafit. Spektrum grafit tidak mempunyai jalur infra-merah (Gomez-Serrano et al. 1996). III.3. Pengembangan Pori Arang

Garis sesuhu penyerapan nitrogen pada suhu

4001200200028003600

Nomor Gelombang

Tra

nsm

itan

Kemiri

900oC

800oC

700oC

600oC

500oC

400oC

300oC

200oC

Page 28: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

24

77K untuk arang tempurung kemiri hasil pirolisa pada suhu 800oC dan waktu tinggal 1, 2, 3 dan 4 jam ditunjukkan pada Gambar 2. Bentuk garis sesuhu boleh dikategorikan dalam jenis 1 mengikut pengkelasan garis sesuhu jerapan fizik oleh IUPAC. Ini bermakna struktur pori didominasi oleh pori mikro. Kenaikan suhu pirolisa dari 400 hingga 900oC pada waktu tinggal yang tetap 3 jam mengakibatkan kenaikan penyerapan nitogen. Ini bermakna kapasitas jerapan arang bertambah. Akan tetapi, pada suhu pirolisa yang tinggi (900oC), kemampuan penyerapan arang semakin rendah. Ini disebabkan oleh pengaruh pensinteran, yang menyebabkan pengecilan pori dan pengurangan kebolehcapaian molekul nitrogen sewaktu proses penjerapan (Guo & Lua 1999).

Pencirian pori untuk menunjukkan kemampuan penjerapan boleh juga dinyatakan dalam luas permukaan. Secara umum hubungan luas permukaan dan kapasitas penjerapan adalah linear. Pada suhu 400oC untuk waktu tinggal 1 hingga 4 jam

(Gambar 3), luas permukaan arang masih rendah karena masih sedikit bahan mudah menguap yang dilepaskan dari bahan baku. Ini bermakna waktu diperlukan untuk melepaskan bahan mudah menguap dan membersihkan struktur mulut pori daripada sisa bahan mudah menguap. Selepas itu, dengan kenaikan suhu luas permukaan juga akan semakin tinggi. Pada suhu 800oC, waktu tinggal pirolisa 3 dan 4 jam menunjukkan permulaan pengurangan luas permukaan berbanding waktu tinggal 1 dan 2 jam pada suhu yang sama. Apabila proses diteruskan hingga mencapai suhu 900oC dalam waktu tinggal pirolisa 1 dan 2 jam, hasil yang diperoleh menunjukkan luas permukaan arang mengalami penurunan dibanding dengan luas permukaan pada suhu 800oC, ataupun suhu 900oC untuk waktu tinggal 1 dan 2 jam. Penurunan luas permukaan ini berhubung erat dengan proses pensiteran yang diikuti dengan pengecutan pori sehingga mengurangkan kapasitas pori (Guo & Lua 1999).

Gambar 2. Garis Sesuhu Arang Penyerapan Nitrogen pada 77K

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Tekanan Nisbi, P/Po

400 oC 500 oC 600 oC 700 oC 8

00 oC

900 oC Waktu tinggal 3 jam

Vol

ume

Nitr

ogen

Te

rser

ap (c

m3 g

-1)

Page 29: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengembangan Pori Arang Hasil Pirolisa Tempurung Kemiri Muhammad Turmuzi

25

IV. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan:

1. Pada suhu 200oC sudah mulai penguraian gugus hidroksil yang bermakna mulai ada penguraian selulosa. Pada suhu 300 hingga 500oC getaran regangan C=C gelang aromatik dalam lignin 1516 cm-1 masih diperoleh dan keamatan menurun dengan kenaikan suhu. Pada suhu 600 hingga 800oC, hanya jalur getaran regangan C=C dan aromatik C-H yang diperoleh. Ini bermakna terjadi pengurangan gugus oksigen dengan kenaikan suhu. Pada suhu 900oC, tidak ada gugus berangkap. Ini bermakna bahan telah mencapai grafit.

2. Distribusi ukuran pori arang yang dihasilkan dari tempurung kemiri didominasi oleh pori mikro. Untuk memperoleh pori yang optimum diperlukan kondisi pirolisa dengan suhu 800oC dan waktu 2 jam. Pori yang dihasilkan masih rendah, oleh sebab itu masih perlu diaktifkan agar diperoleh porI yang lebih tinggi.

V. DAFTAR PUSTAKA Armstrong, D.W., Flanigan, V.J., James, W.J., Li, L-

J. & Rundlett, K.L. (1999), Activated carbon produced from agricultural residues. US Patent 5,883,040

Bassilakis, R., Carangelo, R.M. & Wojtowicz, M.A.

(2001), TG-FTIR analysis of biomass pyrolysis. Fuel. 80: 1765-1786.

Gomez_Serrano, V., Pator-Villegas, J., Perez-Florindo, A., Duran-Valle, C. & Valenzuela-Calahorro, C. (1996), FT-IR study of rockrose and of char and activated carbon. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. 36: 71-80.

Gonzalez, J.F., Encinar, J.M., Canito, J.L., Sabio, E.

& Chahon, M. (2003), Pyrolysis of cherry stones: energy uses of different fractions and kinetics study. J. of Anl. & Apll. Pyrolysis. 67: 165-190.

Guo, J. & Lua, A.C. (1999), Textural and chemical

characterisations of activated carbon prepared from oil-palm stone with H2SO4 and KOH impregnation. Microporous and Messoporous Materials. 32: 111-117

Minkova, V., Razvigorova, M., Goranova, M.,

Ljutzkanov, L. & Angelova, G. (1991), Effect of water vapour on the pyrolusis of solid fuels. Fuel 70: 714-719.

Suarez-Garcia, F., Martinez-Alonso, A. & Tascon,

J.M.D. (2002), Pyrolysis of apple pulp: effect of operation conditions and chemical additives . J.of. Anl. And Appl. Pyrolysis. 62: 93-109

Page 30: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

26

OPTIMISASI MULTI–OBJEKTIF BERBANTUAN SIMULASI DALAM SISTEM MANUFAKTUR SELLULAR

Rika Ampuh Hadiguna Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas

E-mail: [email protected]

Abstract: In this paper has study developing integrated multi objective model to solving cellular manufacturing problems. Simulation model is one of some approaches which used to analyze and predict the system performance. In simulation model that was introduce the IDEF0 as functional model to support the model more completing. Limitations simulation output that more focus for probabilistic condition until necessary completed by mathematical programming. Integrating simulation dan mathematical programming would give solution that comprehensive. The mathematical model that used is goal programming. Study result is show that proposed model more appropriate to analyze various factors in cellular manufacturing problems. Consequently, the models provide valuable information needed by practitioners to make decisions in many important design aspects. Kata kunci: Multi–Objective, simulasi, goal programming, cellular manufacturing,

PENDAHULUAN Manufaktur sellular (Cellular Manufacturing,

CM) merupakan aplikasi khusus dari Group Technology (GT). Prinsip aplikasi ini adalah kluster mesin-mesin dan komponen-komponen dengan tujuan meningkatkan effisiensi produksi. Kluster mesin-mesin dan komponen-komponen lebih dikenal sebagai sel manufaktur dan part family. Desain sel manufaktur yang diinginkan adalah sel total independen agar dapat merealisasikan keunggulan dari GT. Idealnya tata letak CM dilihat dari keseluruhan operasi komponen dalam sebuah part family diselesaikan dalam sebuah sel mesin (Askin dan Standridge, 1994). Pada kenyataanya, sel manufaktur yang independen tidak mungkin selalu ada. Tidak munculnya sel manufaktur yang total independen memunculkan tipe komponen yang diistilahkan elemen eksepsional yaitu komponen tersebut membutuhkan lebih dari satu sel mesin. Sel mesin yang harus memproses part family lain disebut dengan mesin bottleneck. Komponen elemen eksepsional akan menimbulkan biaya-biaya dalam operasional CM yang berarti ketidak-effektifan (Nair dan Narendran, 1999). Meskipun beberapa pendekatan telah dikembangkan dalam banyak literatur, namun masih terbatas lingkupnya karena kurang memperhatikan optimisasi biaya secara menyeluruh. Dalam makalah ini akan dibahas efek dari alternatif-alternatif kluster mesin-mesin dan komponen-komponen menggunakan pemrograman matematikal multi–objektif dan simulasi. Arah pengembangan model mengacu pada formulasi dasar dari Hadiguna, 2003b; Hadiguna, 2003f). Formulasi matematis yang diusulkan berdasar bentuk umum goal programming.

Sistem manufaktur sellular merupakan penghubung antara sistem konvensional menuju sistem yang lebih modern. Sistem manufaktur sellular merupakan dekomposisi sistem menjadi kelompok-kelompok mesin dan/atau komponen. Sebagai contoh, CIMS dan JIT merupakan sistem yang membutuhkan sistem manufaktur sellular dalam bentuk fisiknya. Sistem manufaktur sellular merupakan salah satu konsep dasar pabrik masa depan. Masalah desain sistem manufaktur sellular cukup kompleks dan luas dikaji dengan melibatkan banyak tipe model optimisasi. Ada dua tipe masalah yang harus dibahas, yaitu: pengelompokkan mesin–komponen dan tata letak sel. Pemecahan dua tipe masalah tersebut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi mengingat sangat sulit menyelesaikan kedua permasalahan tersebut sekaligus. Apabila kedua masalah tersebut telah diselesaikan, maka masalah lanjutan yang munculnya adalah kinerja dari rancangan sistem. Dalam hal ini membutuhkan model simulasi yang mampu memberikan prediksi terhadap kinerja rancangan sekaligus memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap kemungkinan pengembangan atau perbaikan sistem (Miller dan Pegden, 2000). Aplikasi simulasi dalam penyelesaian masalah sistem manufaktur sellular lebih fokus pada sub masalah tata letak sel. Umumnya model simulasi digunakan untuk melihat variabel-variabel kinerja dari setiap skenario yang dibangkitkan. Permasalahan lanjutan yang muncul adalah memilih alternatif yang telah disimulasikan tersebut. Peranan model multi objektif seperti goal programming sangat penting dalam fase lanjutan ini. Goal programming merupakan salah satu model multi objektif yang

Page 31: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Optimisasi-Objektif Berbantuan Simulasi dalam Sistem Manufaktur Sellular Rika Ampuh Hadiguna

27

sangat disarankan penggunaannya (Mansouri dkk, 2000). Dalam makalah ini akan ditunjukkan integrasi model simulasi dan multi-objektif dalam penyelesaian masalah sistem manufaktur sellular. Dalam studi ini akan di usulkan metodologi pengembangan model simulasi sistem manufaktur dengan mengintegrasikan IDEF0 sebagai bagian yang integral. Metodologi yang diusulkan ditujukan untuk mengevaluasi performansi sistem manufaktur sellular. Dalam makalah ini yang akan dijadikan contoh pendemonstrasian metodologi adalah untuk masalah pada sistem perakitan sebagai GT Flow Line System. TINJAUAN PUSTAKA

Group Technology (GT) adalah sebuah pendekatan yang efektif untuk multi produk, produksi dengan lot kecil atau medium dan produksi bertipe diskrit. GT adalah sebuah konsep yang membuat produksi lebih effisien dengan cara mengelompokkan komponen dan/atau mesin yang mempunyai kemiripan. Pembahasan terhadap penerapan GT selama ini banyak fokus pada upaya merancang sel-sel mesin Suresh dan Slomp, 2001; Hadiguna dan Widianto, 2003). Perkembangan model-model dan teknik-teknik dalam sistem manufaktur sellular lebih mengarah pada masalah pengelompokkan dan tata letak sel yang dipandang sebagai hal yang terpisah (Hadiguna, 2003d).Hal ini dapat dilihat dari beberapa studi yang dilakukan oleh diantaranya Baker dan Maropoulus (1999), Baykasoglu dan Gindy (2000), Daita dkk (1999), Efstathiou dan Golby (2001), Mansouri dkk (2000) dan Nair dkk (1999). Bagaimanapun masalah desain sistem manufaktur sellular adalah pengelompokkan komponen dan mesin serta pengaturan mesin-mesin pada intra dan inter cell yang tersedia dengan tujuan mengoptimalkan objektif yang telah dinyatakan. Proses desain yang menyeluruh dalam hal pengelompokkan hingga tata letak sel telah banyak dikembangkan seperti oleh Da-Silviera (1999), Efstathiou dan Golby (2001), Hadiguna dan Setiawan (2003), Hadiguna dan Thahir (2004) dan Salum (2000).

Perkembangan dunia bisnis yang kompetitif mengharuskan proses desain sistem manufaktur sellular mempertimbangkan strategi bisnis (Hadiguna dan Mulki, 2003). Pertimbangan ini biasanya dilibatkan pada tahap desain tata letak sel. Model simulasi yang mengadopsi hal ini diantaranya Altinklininc (2004) dan Rios dkk (2000). Pendekatan desain fasilitas manufaktur yang menggunakan secara eksplisit objektif tunggal (single objective) akan menghasilkan penyelesaian yang bias terhadap kebutuhan perusahaan. Pelibatan beberapa objektif menjadi isu penting karena proses desain akan melibatkan faktor-faktor yang berkaitan dengan tujuan-tujuan strategis, ukuran-ukuran kinerja sistem dan keunggulan kompetitif dalam marketplace. Berdasarkan prosedur perencanaan tata letak sel

pabrik, diharapkan dapat dibangkitkan beberapa alternatif tata letak sel (Askin dan Stanridge, 1994). Tata letak sel yang merupakan permasalahan tata letak sel diselesaikan dengan membangkitkan beberapa alternatif tata letak sel dalam hal ini tata letak sel. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan sistem yang memenuhi kebutuhan perusahaan yang telah dirumuskan pada fase persiapan. Pembangkitan alternatif tata letak sel dilakukan pada fase definisi. Keputusan untuk menginstal tata letak sel terpilih dilakukan pada fase instalasi dimana hasil desain tata letak sel yang terdiri dari beberapa alternatif dipilih dengan mengakomodir kebutuhan perusahaan. Paper ini bertujuan untuk membahas bagaimana cara mengambil keputusan pemilihan tata letak sel yang dapat mengakomodasi kebutuhan perusahaan. Asumsi yang digunakan adalah alternatif tata letak sel mempunyai kelayakan untuk diimplementasikan. Simulasi manufaktur telah menjadi sebuah area aplikasi primer dari teknologi simulasi. Simulasi telah menjadi pendekatan yang cukup luas yang digunakan untuk memperbaiki dan menvalidasi desain sistem manufaktur secara luas (Banks, 2000; Fu dkk, 2000). Aplikasi simulasi pada sistem manufaktur termasuk desain fasilitas maupun pemodelan rantai pasok perusahaan secara luas (Miller dan Pegden, 2000). Tipe simulasi manufaktur biasanya digunakan untuk memprediksi performansi sistem atau membandingkan dua atau lebih desain sistem atau skenario (Hadiguna, 2003). Hal ini berarti bahwa kemampuan untuk mengembangkan dan mengurai model-model simulasi dengan cepat dan efektif sangat penting. Menurut Perera dan Liyanage (2000) sejumlah faktor yang menghalangi proses pemodelan simulasi antara lain pengumpulan data yang kurang efisien, dokumentasi model yang panjang dan buruknya perencanaan eksperimen. Dalam pemodelan simulasi manufaktur hal yang tidak kalah pentingnya adalah proses analisis sistem. Dalam mengembangkan model simulasi sistem manufaktur khususnya untuk tujuan studi mengevaluasi performansi sistem, maka prosedur pengembangan model menjadi hal yang krusial. IDEF0 merupakan model fungsional yang diwujudkan dalam bentuk terstruktur dan semantik. Model IDEF0 mengandalkan pada konsistensi pendeskription sistem. Pemodelan IDEF0 banyak digunakan dalam menganalisis dan mengevaluasi sistem manufaktur khususnya untuk evaluasi performansi (Pawlikowski dan Kreutzer, 2000; Hadiguna, 2003). PENGEMBANGAN MODEL

Model yang dikembangkan merupakan prosedur hirarki dua tahap. Model ini juga ditujukan pada tahap tata letak sel. Tahap pertama merupakan pemodelan simulasi, sedangkan tahap kedua adalah model Zero–One Goal Programming (ZOGP). Pada tahap pertama, prosedur yang dikembangkan ditujukan pada pemodelan simulasi sistem

Page 32: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

28

manufaktur yang berkarakter diskrit. Prosedur dibangun terdiri dari dua bagian besar yaitu pemodelan IDEF0 dan pemodelan simulasi. Dalam memahami sistem nyata dengan baik dan benar, maka langkah awal adalah membangun rich picture. Demikian halnya dalam mengembangkan prosedur usulani ini perlu digambarkan keterkaitan antara model simulasi dengan IDEF itu sendiri. Model IDEF0 secara prinsip menjelaskan bagaimana sebuah sistem bekerja. Pada model IDEF0 bertujuan untuk memodelkan aktivitas fungsional dalam bentuk kontak-kontak yang merepresentasikan sistem hingga sub-sistem secara hirarki. IDEF0 dilengkapi oleh struktur ICOM yaitu: Input (I), Control (C), Output

(O) dan Mechanism (M). Proses pemodelan dilakukan melalui pengamatan secara langsung dan mempelajari dokumentasi yang tersedia. Agar model yang dihasilkan rinci, maka diperlukan kerjasama yang baik antara pemodel dengan “pemilik” sistem. Validasi model dilakukan melalui diskusi dengan “pemilik” sistem dengan terlebih dahulu menverifikasi keterhubungan semua ICOM terhadap kotak aktivitas. Secara umum model simulasi dibangun dari beberapa tahap yaitu pemodelan data masukan (input modelling), analisis keluaran dan verifikasi dan validasi model. Secara diagramatik, integrasi IDEF0 dan simulasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2. Diagram Integrasi IDEF0 dan Simulasi

Analisis Aktivitas

Pemodelan IDEF0

Pemodelan Simulasi Pemodelan Data Masukan

Valid?

Pengembangan Alternatif

Verified?

Valid? Tidak

Ya

Tidak

Ya

Ya

Tidak

Page 33: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Optimisasi-Objektif Berbantuan Simulasi dalam Sistem Manufaktur Sellular Rika Ampuh Hadiguna

29

Dalam formulasi ini yang diinginkan adalah mengevaluasi usulan tata letak sel yang telah didesain berdasarkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Model ini menawarkan dua metodologi untuk keputusan pemilihan tata letak sel. Metoda Analytic Hierarchy Process (AHP) disajikan terlebih dahulu sebagai metodologi stand-alone dan selanjutnya kombinasi model AHP dengan Zero–One Goal Programming (ZOGP) sebagai ekstensi untuk mempertimbangkan kriteria tambahan dalam proses pengambilan keputusan. AHP merupakan metoda yang sangat banyak digunakan dalam pengambilan keputusan yang kompleks serta luas bidang aplikasinya (Saaty, 2002). AHP juga telah menjadi salah satu model penyelesaian dalam masalah tata letak sel. AHP bekerja untuk situasi keputusan yang melibatkan pemilihan sebuah keputusan dari beberapa alternatif keputusan berdasarkan multi

kriteria yang terjadi konflik. Kriteria keputusan ini akan mempunyai tingkat preferensi yang berbeda dimata pengambil keputusan. Kelebihan dari AHP ini adalah pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman yang dikendalikan oleh rasio konsistensi (Peniwati, 2002 dan Saaty, 2002). Pendapat pengambil keputusan akan mengkuantifikasi kriteria-kriteria dan alternatif dalam bentuk nilai bobot. Vektor preferensi atai bobot dapat dirumuskan Wj

ABC = (W1, . . ., Wn) dimana Wj adalah preferensi yang ditempatkan dalam pemilihan dari sejumlah alternatif. Bobot terbesar merupakan preferensi terbesar untuk tata letak sel ke-j. Perluasan penggunaan metodologi AHP untuk mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya dilakukan melalui model ZOGP dengan melibatkan bobot AHP dengan formulasi sebagai berikut:

∑=

∑=

+++1-k

1k

1-m

1i)-

m(dkP )id-i(dkP Minimasi …(1)

Kendala:

∑=

=+−−+n

jjxijr

1iR id id ; i = 1, . . . , m – 1 …(2)

∑ =+−+n

jw 1 md - md jx …(3)

xj = 0 atau 1 untuk j = 1, . . . , n

di- , di

+ > 0 untuk i = 1, . . . , m

Dimana xj adalah representasi variabel 1–0

dimana nilai 1 berarti dipilih, sedangkan nilai 0 berarti tidak dipilih dari j = 1, 2,…, n tata letak sel. Variabel deviasi di

- , di+ adalah vektor-vektor

pencapaian dibawah target dan pencapaian diatas target i = 1, . . . , m – 1 dari sumber daya objektif, perangkingan ordinal melalui prioritas Pk dimana k = 1,2, . . . , K ranking ordinal dan P1 > P2 >> Pk. rij adalah matriks ukuran n x n koefisien sumberdaya berkaitan dengan utilisasi sumberdaya dari total sumberdaya R untuk setiap alternatif tata letak sel. wj pada persamaan (3) adalah bobot AHP dimana dm

- digunakan untuk melihat pemilihan yang dimaksimumkan untuk tata letak sel dengan bobot tertinggi. Kriteria adalah ukuran pencapaian dari keputusan. Cukup banyak kriteria yang dapat digunakan dalam permasalahan tata letak sel fasilitas dan cara mengidentifikasi kriteria yang relevan

dengan kebutuhan perusahaan (Siswanto dan Hadiguna, 2003). Dalam paper ini kriteria yang digunakan adalah keselamatan kerja, kerjasama tim, proses pengawasan dan tanggung jawab operator. Keempat kriteria ini sulit untuk dikuantifikasi, tetapi sangat dibutuhkan perusahaan dalam operasional sel manufaktur dan penataan mesin dan peralatan yang digunakan. Objektif desain sel manufaktur telah banyak dibahas dalam literatur (Mansouri dkk, 2000).

Pada makalah ini akan ditampilkan sebuah ilustrasi bagaimana model yang diusulkan bekerja. Berdasarkan tipe masalah desain sistem manufaktur sellular yang telah disajikan diatas, sebuah contoh komposit digunakan untuk illustrasi bagaimana model simulasi dan multi objektif secara terpisah bekerja menangkap dan menggunakan informasi yang diperoleh dari pengambil keputusan dalam konteks proses pemilihan alternatif-alternatif tata

Page 34: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

30

letak sel yang ada. Masalah yang ditampilkan pada bagian ini dirancang untuk menampilkan bagaimana model integrasi yang mengkombinasikan AHP, ZOGP dan simulasi akan memberikan hasil berbeda.

Tahap pertama adalah pengembangan model Simulasi. Objektif dari sistem manufaktur sellular dari aspek operasional adalah minimusasi rata-rata work–in–process (WIP). Berdasarkan model simulasi ciptaan sebagai contoh numerik untuk memperkenalkan kinerja model. Model simulasi diperoleh setelah melalui proses pengelompokkan mesin dan komponen sebagai sel mesin dan part families. Model simulasi dikembangkan dengan memperhatikan ketersediaan anggaran. Berkaitan dengan hal ini, maka dilakukan modifikasi untuk setiap alternatif. Alternatif pertama mengandalkan teknologi permesinan sehingga biaya investasi besar, sedangkan alternatif tandingan yaitu alternatif kedua dan ketiga mengandalkan tingkat ketrampilan operator dengan mereduksi biaya investasi pembelian mesin. Selanjutnya, setiap alternatif dirancang sistem pemindahan bahannya yang akan menghasilkan total jarak perpindahan. Dalam hal ini, setiap alternatif dibedakan oleh kapasitas alat pemindahan bahan sehingga dapat mengurangi frekwensi perpindahan material. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut maka

model simulasi dikembangkan dan diperoleh WIP alternatif satu sebesar 5 unit, alternatif kedua sebesar 3 unit dan alternatif ketiga sebesar 2,5 unit. Terlihat bahwa alternatif ketiga menghasilkan rata-rata WIP yang lebih kecil sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif terbaik. Namun demikian, aspek manajemen maupun ketersediaan sumber daya masih perlu dikaji lebih dalam. Berdasarkan hal inilah maka model multi objektif dikembangkan untuk memastikan apakah benar WIP terkecil merupakan global optimal. Tahap kedua adalah membangun model AHP. Pada tahap awal, model AHP diperkenalkan terlebih dahulu yang ditujukan sebagai pendekatan multi atribut. AHP ditujukan untuk mengkaji dari aspek manajemen yang secara kuantitatif sulit diukur. Berdasarkan metoda kualitatif dengan AHP ini maka akan diketahui alternatif terbaik berdasarkan preferensi manajemen terhadap setiap alternatif berdasarkan aspek-aspek manajemen. Aspek yang dipertimbangkan antara lain (Hadiguna dan Setiawan, 2003a) tanggung jawab operator (K1), kerjasama tim (K2), pengawasan (K3) dan keselamatan kerja (K4). Penerapan AHP diawali dengan mendekomposisi masalah menjadi hirarki multi level sebagai berikut:

Gambar 2. Hirarki Masalah

Kriteria yang digunakan dalam keputusan

berdasarkan studi literatur dimana kriteria merepresentasikan kebutuhan manajemen sebagai tata letak sel yang terbaik. Krieria-kriteria ini dapat dikembangkan lebih jauh dengan cara curah gagasan dengan pihak manajemen atau para pakar kemudian di analisis untuk mendapatkan kriteria yang relevan. Berdasarkan hirarki multi level diatas dilakukan penilaian perbandingan berpasangan secara bertahap. Tahap awal pada level kriteria dan selanjutnya pada level alternatif berdasarkan setiap kriteria. Penilaian perbandingan berpasangan ini harus memperhatikan consistency ratio yang mencerminkan tingkat konsistensi penilaian. Nilai consistency ratio ini ditetapkan oleh Saaty (2002) yang diharapkan tidak lebih besar dari 0,10. Software yang membantu untuk penilaian perbandingan berpasangan ini adalah Expert Chioce (1995) yang dapat membantu pengambil keputusan melakukan analisis sensitivitas.

Melalui aplikasi software berdasarkan penilaian diperoleh prioritas relatif untuk setiap kandidat tata letak sel. Hasil pembobotan dan grafik analisis sensitivitas masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan penerapan metoda AHP terpilih alternatif–1 tata letak sel karena memiliki bobot terbesar diikuti alternatif–3 dan alternatif–2 masing-masing sebagai ranking ke–2 dan ranking ke–3.

Tabel 1. Nilai Prioritas untuk Alternatif, Kriteria, Sintesa

Kriteria K1 K2 K3 K4 Alternatif

(0,066) (0,290) (0,541) (0,103) Sintesa

Alternatif – 1 0,074 0,236 0,094 0,272 0.443 Alternatif – 2 0,643 0,062 0,678 0,608 0,273 Alternatif – 3 0,283 0,702 0,219 0,120 0,284

Memilih Tata Letak

Tanggung Jawab Kerjasama Pengawasan Keselamatan

Alternatif #2 Alternatif #1 Alternatif #3

Page 35: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Optimisasi-Objektif Berbantuan Simulasi dalam Sistem Manufaktur Sellular Rika Ampuh Hadiguna

31

Penerapan AHP sebagaimana contoh diatas merupakan upaya mengakomodir persepsi manajemen yang kualitatif. Berdasarkan pengalaman, penguasaan informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh manajemen akan diperoleh preferensi keputusan manajemen dalam memilih alternatif tata letak sel yang dianggap baik. Dalam permasalahan tata letak sel tentunya harus mempertimbangkan faktor-faktor kuantitatif lainnya sehingga keputusan yang diambil optimal. Berdasarkan hal ini langkah selanjutnya adalah menerapkan ZOPG dengan memasukkan hasil pembobotan AHP sebagai salah satu objektif. Tahap ketiga adalah formulasi pemrograman matematis. Untuk menjelaskan bagaimana proses integrasi kedua metoda dapat dilakukan dengan melihat contoh berikut ini. Misalkan saja perusahaan dalam mengimplementasikan sel manufaktur sebagai sistem manufakturnya mengalokasikan anggaran sebesar $400. Artinya, besar dana tersebut merupakan total sumber daya yang tersedia guna

penerapan sel manufaktur oleh perusahaan. Disamping itu, telah diketahui jarak merupakan objektif yang harus diperhitungkan untuk mendapatkan total jarak terpendek. Masing-masing alternatif tata letak sel telah dianalisis sehingga diketahui jarak setiap alternatif tata letak sel. Diasumsi pada contoh ini bahwa tipe tata letak sel existing dapat dianalisis jarak perpindahannya yang akan dijadikan batas yang diizinkan. Dalam kasus ini jarak yang diizinkan adalah 23 m. Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan luas lantai yang dijadikan salah satu objektif. Luas lantai yang tersedia adalah area yang tersedia saat ini dimana mesin dan peralatan dapat disusun. Ketersediaan luas lantai diasumsi sebesar 10 m2. Semua data hipotetis tersebut dalam ratusan. Semua keterbatasan diatas meruapakn representasi dari Ri dalam model ZOGP dan penggunaan setiap rate rij dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Objektif dan Ketersediaan Sumber Daya

rij Objektif

x1 x2 x3

Ri Urutan

Pi

Anggaran Implementasi 250 150 100 400 P1

Jarak yang diizinkan 15 7,5 10 23 P2

WIP rata-rata 5 3 2,5 10 P3

Preferensi Manajemen 0,443 0,273 0,284 1 P4

Formulasi matematis dapat dilakukan dengan mengikuti bentuk umum formulasi yang telah dirumuskan pada bagian metodologi. Formulasi dari contoh permasalahan diatas sebagai berikut: Min Z = P1d1

++ P2d2++ P3d3

++ P4d4-

Kendala: 250 X1+ 150 X2 + 200 X3+ d1

- - d1+ = 400

15 X1+ 7,5 X2 + 10 X3+ d2- - d2

+ = 23

5 X1+ 3 X2 + 2,5 X3+ d3- - d3

+ = 10 0,443X1+ 0,273X2 + 0,284X3+ d4

- - d4+ = 1

Xj = 0 atau 1; di- , di

+ > 0 Setelah diselesaikan formulasi diatas akan memberikan keputusan yang berbeda dengan keputusan yang hanya menggunakan metoda simulasi maupun AHP secara tunggal. Perbandingan antara setiap model dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3. Perbandingan Penyelesaian

Alternatif Simulasi AHP Integrasi

1 WIP = 5 (Terbaik– 3) W1 = 0,443 (Terbaik–1) X1 = 1 (Dipilih)

2 WIP = 3 (Terbaik– 2) W2 = 0,273 (Terbaik–3) X2 = 1 (Dipilih)

3 WIP = 2,5 (Terbaik– 1) W3 = 0,284 (Terbaik–2) X3 = 0 (Tidak Dipilih)

Page 36: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

32

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perbandingan diatas terlihat bahwa performansi sistem berdasarkan rata-rata WIP belum tentu lebih baik dibandingkan dengan preferensi manajemen. Metoda AHP sebagai alat pengambilan keputusan dengan multi atribut menunjukkan alternatif pertama lebih baik meskipun memiliki performansi rata-rata WIP yang terbesar. Setelah dianalisis dengan model integrasi justru terlihat bahwa alternatif pertama dan kedua direkomendasikan. Hal ini berarti alternative solution.

Simulasi sistem manufaktur sangat memperhatikan fokus perbaikan dari sistem sehingga membutuhkan prosedur pemodelanyang komprehensif. Prosedur yang diusulkan beranjak dari pola pikir pembangunan model yang didasarkan pada pemahaman sistem yang menyeluruh, tersruktur dan hirarki. Hal ini dapat dilakukand engan menerapkan pemodelan fungsional dengan pendekatan IDEF. Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan prosedur ini adalah mempercepat pengidentifikasian data masukan dan proses pembangunan model simulasi. Hal utama lainnya adalah effisiensi proses pemodelan. Nilai guna dari keluaran simulasi juga dapat ditingkatkan karena fokus perbaikan akan menyentuh banyak aktivitas dalam sistem manaufaktur yang kompleks tetapi interdependen.

Masalah keputusan pemilihan tata letak sel merupakan kombinasi dari faktor-faktor operasional dan struktur sistem sehingga perlu melibatkan metoda yang berdasarkan pengalaman manajerial dan pemrograman matematis. Dalam makalah ini telah ditunjukkan bagaimana integrasi simulasi dan multi objektif bekerja dalam keputusan pemilihan tata letak sel dengan menyertakan keterbatasan sumberdaya yang ada. Dalam makalah ini diperlihatkan perbandingan antara simulasi sebagai pendekatan kuantitatif dan pendekatan AHP sebagai pendekatan kualitatif. Pemanfaatan AHP dalam formulasi goal programming juga menunjukkan kinerja yang lebih baik. Hasil AHP dapat diuji dengan goal programming melalui pelibatan faktor finansial. Keberhasilan implementasi metodologi yang diusulkan dalam makalah ini pada masalah praktis akan dibatasi oleh keterbatasan dalam pemodelan tetapi formulasi unik yang diusulkan dalam makalah ini akan meminimisasi keterbatasan tersebut.

KESIMPULAN

Model pemrograman matematis yang dikembangkan dalam studi ini didasarkan beberapa model yang telah dikembangkan sebelumnya. Prinsip yang digunakan dalam formulasi model ini adalah akomodasi efek-efek ekonomis dalam mengeliminasi keberadaan komponen eksepsional. Setiap alternatif dianalisis terlebih dahulu berdasarkan ketiga objektif

diatas. Selanjutnya, alternatif-alternatif desain sel manufaktur dioptimasi menggunakan formulasi yang diusulkan tersebut. Model yang diusulkan ternyata mampu memberikan banyak informasi yang diperlukan oleh para pengambil keputusan. Hal ini berarti model mampu memberikan dukungan pengambilan keputusan berkaitan dengan implikasi strategik perusahaan.

Model yang diusulkan dalam studi ini adalah pengintegrasian model simulasi dan multi objektif yang mampu mengakomodir sistem operasi dan sistem struktur. Pemodelan simulasi dikembangkan melalui model fungsional IDEF, sedangkan model multi objektif yang dikembangkan mengaplikasikan AHP dan goal programming. Dalam makalah ini telah ditunjukkan bagaimana model integrasi bekerja dalam keputusan pemilihan tata letak sel dengan menyertakan keterbatasan sumberdaya yang ada. Keberhasilan implementasi metodologi yang diusulkan dalam makalah ini pada masalah praktis akan dibatasi oleh keterbatasan dalam pemodelan tetapi formulasi unik yang diusulkan dalam makalah ini akan meminimisasi keterbatasan tersebut.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Masrul Indrayana dari Univeristas Widya Mataram–Jogjakarta atas kritik, saran serta waktu yang diberikan dalam penyelesaian studi ini.

REFERENSI

Altinklininc, M., 2004, Simulation based Layout Planning of A Production Plant, Proceeding of the 2004 Winter Simulation Conference, 1079 – 1084

Askin, R.G. dan Standridge, C.R., 1994, Modelling and Analysis of Manufacturing Systems, John Wiley and Sons, Inc. New York.

Baker, R.P dan Maropoulos, P.G., 2000, Cell Design and Continuous Improvement, International Journal Computer Integrated Manufacturing, 13(6), 522–532

Banks, J., 2000, Introduction to Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 9–16

Baykasoglu, A. dan Gindy, N.N.Z., 2000, MOCACEF 1.0: Multiple Objective Capability Based Approach to Form Part-Machine Groups for Cellular Manufacturing Applications, International Journal of Production Research, 38(5), 1133-1166

Da Silviera, G., 1999, A Methodology of Implementation of Cellular Manufacturing, International Journal of Production Research, 37(2), 467 – 479

Page 37: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Optimisasi-Objektif Berbantuan Simulasi dalam Sistem Manufaktur Sellular Rika Ampuh Hadiguna

33

Daita, S.T.S., Irani, S.A. dan Kotamraju, S., 1999, Algorithm for Production Flow Analysis, International Journal of Production Research, 37(11), 2609-2638

Efstathiou, J. dan Golby, P., 2001, Application of A Simple Method of Cell Design Accounting for Product Demand and Operation Sequence, Integrated Manufacturing Systems, 12(4), 246–257

Fu, C.M. dkk., 2000, Integrating Optimization and Simulation: Research and Practice, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 1505–1509

Goldmans, D. dan Tokol, G., 2000, Output Analyzer Procedures for Computer Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 39–45

Hadiguna, R.A. dan Setiawan, H., 2003, Desain dan Evaluasi Sel Manufaktur Multi Kriteria, Jurnal Teknik Industri STT Musi, 3(1), 21–32

Hadiguna, R.A., 2003, Prosedur Multi Objektif untuk Keputusan Pemilihan Formasi Sel Manufaktur, Proceeding 2nd National Industrial Engineering Conference, Universitas Surabaya, 8–16

Hadiguna, R.A. dan Mulki B.S., 2003, Desain Manufaktur Sellular dengan Mempertimbangkan Strategi Bisnis, Proceeding Simposium Nasional RAPI II, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 100–107

Hadiguna, R.A., 2003d, Sistem Manufaktur Sellular: Sebuah Tinjauan dan Survei Pustaka, Jurnal Teknik Industri UNAND, 2(4), 129 – 135

Hadiguna, R.A. dan Wirdianto, E., 2003, Model Penyelesaian Masalah Pemilihan Alternatif Tata Letak Sel, Jurnal Sains dan Teknologi STTIND, 2(2), 88 – 97

Hadiguna, R.A., 2003, Pemodelan Simulasi Sistem Manufaktur Berbantuan IDEF0, Jurnal Spektrum Industri, 1(1), 31–37

Hadiguna, R.A. dan Thahir, M., 2004, Desain Formasi Sel Manufaktur dengan Mempertimbangkan Peralatan Pemindahan Bahan dan Mesin Posisi Tetap, Jurnal Sains dan Teknologi STTIND, 3(2), 64 – 77

Hadiguna, R.A. dan Mulki B.S., 2005, Desain Manufaktur Sellular dengan Mempertimbangkan Preferensi Manajemen, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Industri XII, ITS, 1061 – 1068

Miller, S. dan Pegden, D., 2000, Introduction to Manufacturing Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 63–66

Mansouri, S.A., Husseini, S.M.M. dan Newman, S.T., 2000, A Review of The Modern Approaches to Multi-Criteria Cell Design, International Journal of Production Research, 38(5), 1201–1218

Nair, G.J. dan Narendran, T.T., 1999, ACCORD: A Bicriterion Algorithm for Cell Formation Using Ordinal and Ratio-Level Data, International Journal of Production Research, 37(3), 539–556

Pawlikowski, K. dan Kreutzer, W., 2000, Integrating Modelling and Data Analysis in Teaching Descrete Event Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 158–166

Perera, T. dan Liyanage, K., 2000, Methodology for Rapid Identification and Collection of Input Data in the Simulation of Manufacturing System, Simulation Practice and Theory, 7, 645–656

Peniwati, K., 2002, We Need to Measure, (Not) Count, Not Number Crunch, Proceeding INSAHP II, U.K. Petra, Surabaya., Paper 2

Rios, M.C., Campbel, C.A.M. dan Irani, S.A., 2000, An Approach to the Design of A Manufacturing Cell under Economic Considerations, Proceeding of the 11th International Working Seminar on Production Economics, 1 – 28

Saaty, T.L., 2002, Hard Mathematics Applied to Soft Decisions, Proceeding INSAHP II, U.K. Petra, Surabaya, Paper 1

Salum, L., 2000, The Cellular Manufacturing Layout Problem, International Journal of Production Research, 34(16), 1134-1146

Suresh, N.C. dan Slomp, J., 2001, A Multi Objective Procedure for Assignments and Grouping in Capacitated Cell Formation Problems, International Journal of Production Research, 39 (18), 4103–4131

Page 38: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

34

PERANAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI) DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

Syahril Effendy Pasaribu Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UMSU Medan

Abstrak: Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan suatu bentuk kekayaan immaterial bagi pemiliknya dimana hak milik tersebut mempunyai sifat ekonomis berupa keuntungan yaitu Royalty dan Technical Fee). Untuk mendorong perkembangan di bidang industri, perdagangan dan investasi lebih pesat, dan dalam rangka mewujudkan iklim yang lebih baik dan merangsang tumbuh dan berkembangnya penciptaan dan invensi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan teknologi, maka dibutuhkan perlindungan hukum bagi hak atas kekayaan intelektual. Sebagai Negara yang ikut menanadatangani Perjanjian TRIP’s 1994 , maka Indonesia berkewajiban menyesuaikan peraturan perundang-undangan hak milik intelektual yang berlaku di Indonesia dengan berbagai Konvensi Internasional di bidang HaKI. Sebagai realisasinya dilakukan penataan Instrumen HaKI Nasional dengan memperbaharui Undang-Undang Haki yang telah ada yaitu Undang-Undang Paten, Undang-Undang Merek, Undang-Undang Hak Cipta, dan membuat Undang-undang baru tentang Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dengan penataan HaKI Nasional tersebut maka Indonesia sebagai anggota WTO telah memenuhi ketentuan minimal yang disepakati dalam perjanjian TRIP’s Manfaat yang akan dapat diraih dengan penataan Sistem HaKI ini antara lain akan terbukanya peluang pasar internasional yang lebih luas dan tersedianya mekanisme perlindungan multilateral yang lebih baik. Kata kunci : Sistem HaKI, Industri dan Perdagangan

I. PENDAHULUAN HaKI merupakan salah satu sarana perlindungan

hukum dalam perdagangan bebas dan setiap negara wajib menata ketentuan perundang-undangannya yang berkaitan dengan Paten, Merek dan Hak Cipta sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian TRIPs (Trade Related Aspecs of Intelektual Property Rights) bulan September 1994 yang merupakan rangkaian dari perjanjian WTO (Organisasi Perdagangan Dunia). Pada mulanya WTO hanya bertujuan mengatur tentang perdagangan antar negara termasuk aturan tentang tarif bea masuk negara anggotanya, tetapi akhi-akhir ini masalah perlindungan HaKI mendapat perhatian serius dan dimasukkan dalam perjanjian WTO. Hal tersebut adalah karena Negara-negara Industri maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Negara-negara Eropa semakin menyadari bahwa perlindungan atas hak milik intelektual dari Negara-negara tersebut akan mendorong meningkatnya perkembangan industri dan perdagangan. Sistem HaKI akan memberikan konstribusi yang besar bagi Negara dan merangsang pertumbuhan dan kegairahan dalam bidang Riset dan Teknologi. Bidang Pokok Sistem HaKI yang telah ada di Indonesia adalah Paten, Merek, Hak Cipta, Desain Industri, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang masing-masing telah memiliki UU sendiri. Pengaturan Hak atas kekayaan Intelektual ini sangat penting bukan hanya dari segi perlindungan hukum tetapi juga karena peranannya yang penting dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta perdagangan. Kelancaran perdagangan erat kaitannya dengan produk industri dan produk industri itu sendiri berkaitan dengan teknologi.

II. PERKEMBANGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

Hak atas Kekayaan Intelektual atau

Intelektual Property Right dahulunya disebut dengan Hak Milik Intelektual yaitu suatu hak khusus yang diberikan oleh Negara untuk penciptaan dan penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, sastra dan seni yang termasuk dalam hukum kebendaan immaterial Menurut Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya (2003) Hukum kebendaan Immaterial dibagi ke dalam :

a. Rahasia Dagang (Undang-undang No.30 Tahun 2000)

b. Desain Industri (Undang-undang No.31 Tahun 2000)

c. Desain Tata Letak Pabrik (Undang-undang No.32 Tahun 2000)

d. Paten (Undang-undang No.14 Tahun 2001) e. Merek Dagang dan Merek Jasa, Nama

Dagang, Industri dan Asal Geografis (Undang-undang No.15 Tahun 2001

f. Hal Cipta dan yang berkaitan dengan Hak Cipta (Undang-undang No.19 Tahun 2002)

Page 39: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Peranan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Mendorong Perkembangan Industri dan Perdagangan Syahril Effendy Pasaribu

35

Pemilikan dalam hal ini bukan ditujukan terhadap benda yang dihasilkan dari kegiatan penemuan dan penciptaan tersebut tetapi terhadap kemampuan intelektual manusia yang menemukan atau menciptakan barang tersebut.

Sebelum disatukan dalam Hak Milik Intelektual, hak yang tergabung dalam Hak Milik Intelektual ini terdiri dari Hak Milik Perindustrian yang meliputi Paten dan Merek serta Desain industri yang berkaitan dengan Teknologi dan Hak cipta yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, Sastra dan Seni.

Pada tahun 1883 di Paris, Prancis di

sepakati Konvensi Paris (Uni Paris) tentang Hak Milik Perindustrian yang kemudian diikuti dengan pelaksanaan konvensi Brussel, Washington, Denhaag, London, Lisabon dan Stochholm. Semua konvensi tersebut menyangkut tentang pengaturan Hak Milik Perindustrian.

Konvensi tentang hak cipta diadakan pada tahun 1880 di Berne Swiss yang disebut dengan Konvensi Berne, yang selanjutnya diadakan lagi konvensi di Berlin, Roma,.dan Stockholm.

Pada tahun enam puluhan muncullah keinginan negara-negara di dunia untuk membentuk suatu organisasi yang menangani masalah hak milik intelektual yaitu gabungan dari Hak milik Perindustrian dan Hak Cipta yang dimulai dengan berdirinya BIRPI yang menangani masalah Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta. Melalui konvensi Stochholm tahun 1967 disepakati suatu konvensi khusus tentang terbentuknya organisasi Dunia untuk Hak Milik Intelektual yang dikenal dengan WIPO (World Intelectual Property Organisation).

WIPO sebagai organisasi dunia menjadi bagian dari PBB sebagi pengelola tunggal Konvensi tentang Hak Milik Intelektual yaitu Konvensi tentang Hak Milik Perindustrian dan Konvensi tentang Hak Cipta. Tujuan didirikannya WIPO adalah : 1. Mengembangkan perlindungan hukum bagi

Hak Milik Intelektual diseluruh dunia melalui kerja sama antara negara-negara peserta.

2. Menjalin kerjasama dalam bidang Tata Usaha Konvensi–Konvensi internasional dan perjanjian-perjanjian internasional mengenai perlindungan hukum bagi Hak Milik Intelektual.

Kelahiran Konvensi-Konvensi tentang Hak

Milik Intelektual ini adalah sebagai realisasi terhadap perlunya suatu peraturan yang bersifat global dibidang hak milik intelektual seiring dengan perkembangan pesat industri dan perdagangan.

Pada akhir-akhir ini permasalahan hak milik

intelektual semakin komplek karena permasalahannya sudah menyangkut kepentingan ekonomi dan politik. Hak ini terlihat jelas dari upaya negara ekonomi maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropah yang meminta agar negara-negara berkembang mengaktifkan perlindungan Hak Milik Intelektual di negara masing-masing sebagai konsesi timbal balik dalam perbuatan perjanjian ekonomi.

Menghadapi masalah ini negara-negara berkembang membalas bahwa untuk memenuhi hal tersebut diminta kepada AS dan MEE supaya membuka pasarnya untuk tekstil dan hasil pertanian negara berkembang.

Karena kondisi yang kurang baik dan semakin meruncing maka pada bulan September 1994 di Swiss dibuat perjanjian TRIPS yang isinya antara lain : 1. Meningkatkan perlindungan terhadap hak atas

Kekayaan Intelektual dan produk-produk yang diperdagangkan

2. Menjamin prosedur pelaksanaan Hak atas Kekayaan Intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan.

3. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual.

4. Mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerja sama Internasional untuk menangani perdagangan hasil pemalsuan atau bajakan atas Hak atas Kekayaan Intelektual dengan tetap memperhatikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh WIPO. Muhammad Djumhana dan R.Dubaedillah, (1997)

Dengan demikian maka pada era globalisasi ini perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual akan selalu menjadi salah satu topik penting dalam perjanjian-perjanjian ekonomi dunia.

III. SISTEM HaKI DI INDONESIA Sistem Hak Kekayaan Intelektual dimulai di Indonesia dari sejak penjajahan Belanda yaitu dengan dikeluarkannya keputusan Raja Belanda yaitu Reglemen Milik Perindustrian Tahun 1912 Stb 1912 No.545 Juntco Stb 1913 No.214 yang juga diberlakukan di Hindia Belanda yang mengatur Merek Dagang.

Demikian juga Hak Paten mulai dilaksanakan di Hindia Belanda pada tanggal 1 Juli 1912 dengan dikeluarkannya Oktroiwet 1910 tentang Hak Oktroi (Paten). Demikian pula ketentuan mengenai hak cipta dimulai dengan dikeluarkannya Auteursweet 1912 yaitu Hak Pengarang.

Page 40: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

36

Dengan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 maka Undang-Undang Merek Dagang dan Undang-Undang Hak Cipta, berdasarkan pasal II aturan peralihan UUD 1945 tetap berlaku sedang Oktroiwet 1910 tidak berlaku lagi karena kewenangan pemberian Hak Paten menurut Oktroiwet tersebut berada ditangan Kantor Oktroiwet Belanda di Nederland sehingga bertentangan dengan UUD 1945 dan jiwa Proklamasi.

Untuk mengisi kekosongan hukum di bidang Hak Paten pada tahun 1953 Pemerintah RI melalui pengumuman Menteri Kehakiman RI No.j.S.5/41/4/ tanggal 12 Agustus 1953 dan No.J.6.I/2/17 tanggal 29 Oktober 1953 menerbitkan ketentuan tentang penyelenggaraan permintaan Paten di Indonesia menunggu terbitnya Undang-Undang Paten Nasional.

Sejak tahun 1961 Indonesia telah memiliki Undang-Undang Merek Nasional dengan diundangkannya Undang-Undang No.21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Perniagaan yang dikenal sebagai Undang-Undang Nasional pertama dibidang HaKI.

Kelahiran Undang-Undang ini sehubungan dengan semakin banyaknya beredar barang-barang yang mempunyai merek tiruan dipasar sehingga membingungkan masyarakat umum.

Undang-undang ini menganut sistem Deklaratif yaitu pemilikan merek adalah pemakai pertama merek sedang pendaftaran fungsinya hanya apabila ada klaim dari pihak ketiga atas merek tersebut.

Sehubungan dengan semakin berkembangnya norma tata niaga dan semakin majunya komunikasi dan pola perdagangan antar bangsa serta semakin maraknya permintaan merek maka pemerintah merevisi Undang-Undang No.21 Tahun 1961 dengan Undang-Undang No.19 Tahun 1992. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang No.21 Tahun 1961 disempurnakan dan dirobah termasuk sistem deklaratif dirobah menjadi Sistem Konstitutif yang lebih menjamin kepemilikan Merek yaitu sejak pendaftaran merek.

Perkembagan teknologi informasi dan transportasi ternyata telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan semakin meningkat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Dengan demikian maka era globalisasi hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat maka disini Merek memegang peranan yang sangat penting sehingga diperlukan sistem pengaturan yang lebih memadai.

Dalam bidang Hak Cipta , pada tahun 1982 diundangkan Undang-Undang No.6 tahun 1982

tentang Hak cipta menggantikan Auteursweet 1912 tentang Hak Pengarang. Setelah berjalan 5 tahun Undang-Undang No.6 Tahun 1982 direvisi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang perobahan atas Undang-Undang No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Untuk melengkapi peraturan perundang-undangan di bidang Hak Milik Intelektual, pada tahun 1989 pemerintah RI mengundangkan pula Undang-Undang No.6 Tahun 1989 tentang Paten yang dimaksudkan untuk mewujudkan iklim dan perangkat perlindungan hukum di bidang penemuan teknologi . Sebenarnya dengan ketiga undang-undang tersebut kita telah memiliki instrument pokok HaKI dalam bidang Paten, Mererk dan Hak Cipta.

Untuk memenuhi kesepakatan dalam perjanjian WTO dan Perjanjian TRIPS Tahun 1994 Indonesia harus menata kembali semua perundang-undangan HaKI yang ada di Indonesia untuk penyesuaian dengan keputusan-keputusan Konvensi HaKI. Untuk merealisasi hal ini pada tahun 1997 Pemerintah RI dengan DPR merevisi semua Undang-Undang HaKI di Indonesia masing-masing Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No.13 Tahun 1997 tentang Paten dan Undang-Undang No.14 Tahun 1997 tentang Merek.

Untuk melengkapi Perundang-undangan bidang HaKI Pemerintah telah mengundangkan 3 (tiga) buah undang-undang HaKI sebagai penambahan perundang-undangan yang telah ada yaitu :

1. Undang-undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

2. Undang-undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri

3. Undang-undang No. 32 tahun 2000 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu

Kemudian sejalan dengan ratifikasi Indonesia

terhadap Konvensi-Konvensi Internasional dan kondisi perkembangan teknologi, industri dan perdagangan yang semakin pesat maka pemerintah RI menata kembali Undang-undang HaKI yang ada yaitu masing-masing dengan undang-undang:

1. Paten dengan Undang-undang No. 14 tahun 2001

2. Merek dengan Undang-undang No. 15 tahun 2001

3. Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

Undang-Undang diatas merupakan perubahan dari Undang-Undang yang lama, namun untuk memudahkan penggunaannya oleh masyarakat Undang-Undang tersebut disusun secara menyeluruh dalam satu naskah (single teks)

Page 41: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Peranan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Mendorong Perkembangan Industri dan Perdagangan Syahril Effendy Pasaribu

37

IV. PERANAN HaKI DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN.

Teknologi adalah ilmu pengetahuan yang

diterapkan dalam proses Industri dan lahir dari kegiatan penelitian dan pengembangan Kegiatan penelitian tersebut bisa berlangsung dalam bentuk sederhana dan waktu yang tidak lama dan bisa dalam bentuk dan cara yang lebih rumit dan memakan waktu yang lama.

Teknologi yang dihasilkan dari kegiatan tersebut beraneka ragam sesuai jenis dan kemanfaatanya. Kegiatan penelitian yang berhasil menemukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat tentunya memakai biaya dan melibatkan tenaga, pikiran dan waktu.

Walaupun penemuan itu diperoleh dengan memakan waktu, tenaga dan biaya yang besar namun teknologi tersebut hanya akan memiliki nilai apabila bisa diproses dalam Industri Berkat sistem HaKI, maka kita sekarang ini bisa menulis dengan pena tidak dengan bulu ayam. Sistem HaKI (Paten Sederhana) memungkinkan kita memilki pena dengan tinta yang melekat pada batang pulpen dan memiliki berbagai jenis pulpen berdesain manis dan bisa ditaroh di kantong dan kita bisa membedakan mana pulpen yang berkualitas. HaKI ada pada barang-barang keseharian yang lain seperti Sterika, Mesin jahit, Kulkas, Kipas Angin dan lain-lain. Bayangkan kenikmatan yang hilang dari para konsumen kalau tidak ada sistem HaKI . Secara makro matarantai HaKI seperti ini menggerakkan perekonomian: pabrik, buruh, pajak, devisa, penerimaan negara dan kegiatan ekonomi lainnya sekilas A.Zain Purba (2000).

Teknologi pada dasarnya lahir dari karsa intelektual sebagai karya intelektual manusia karena kelahirannya telah melibatkan tenaga, waktu dan biaya (berapapun besarnya), maka teknologi memiliki nilai atau sesuatu yang bernilai ekonomi yang dapat menjadi objek harta kekayaan (property). Dalam ilmu hukum yang secara luas diakui oleh bangsa-bangsa lain, HaKI atas daya pikir intelektual tersebut diakui sebagai hak milik yang sifatnya tidak berwujud. Hak seperti itulah yang dikenal dengan Paten . Saidin (1997).

Pembangunan di bidang industri yang merupakan media untuk pembangunan ekonomi, secara terus menerus dicari sumber pengembangannya, oleh karena itu perlindungan hukum bagi penemuan (invention) paten adalah mutlak demi merangsang kereativitas penemuan sekaligus menciptakan kepastian hukum. Saidin (1997) . Hukum Merek itu terbatas pada pengunaan atau

pemakaian merek pada produk-produk yang dipasarkan dan mengandung nilai ekonomi. Ada sesuatu benda tak berwujud yang terdapat pada hak Merek itu, jadi bukan seperti apa yang terjelma dalam setiap produk yang terlihat atau terjelma itu adalah perwujudan dari hak merek itu sendiri Saidin. (1997).

Perlindungan Undang-Undang terhadap hak cipta adalah untuk menstimulir aktifitas para pada pencipta agar terus mencipta dan lebih kreatif. Demikian pula Undang-Undang Paten memberikan sesuatu hak khusus kepada inventor bagi temuannya, baik temuan baru maupun perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru atau perbaikan cara kerja baru dibidang teknologi yang dapat diterapkan dalam bidang industri.

Pada temuan ini unsur industri penting karena temuan harus dapat diterapkan dalam bidang industri apakah itu industri otomotof, industri tekstil, industri parawisata, industri pertanian, industri makanan dan minum dll.

Untuk memperdagangkan produk-produk industri dibutuhkan merek sebagai tanda untuk mengenalkan barang dipasaran dan untuk membedakan barang produk tersebut dengan barang jenis yang sama yang diproduksi pihak lain berupa tanda, gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan warna atau kombinasinya yang diatur dalam Undang-Undang Merek.

Maju pesatnya kemajuan teknologi khususnya dibidang teknologi industri, industri telekomunikasi dan transportasi telah mendorong globalisasi usaha dan perdagangan bagi produk-produk HaKI keluar batas-batas negara, sehingga perlindungan dibidang HaKI sendiri dibutuhkan terutama bagi negara yang teknologinya sudah sangat maju.

Dengan memiliki sistim HaKI Indonesia akan dapat memperkuat kemampuannya menghadapi persaingan dagang global dan dapat meningkatkan perkembangan teknologinya.

Sementara itu pemerintah Indonesia terus berupaya mendorong ekspor komoditi non migas ke luar negeri untuk memperoleh devisa mengingat dimasa mendatang sumber energi yang selama ini menjadi andalan akan semakin terbatas, sehingga perlu mendorong industri kecil dan menengah untuk meningkatkan kreativitas dan inovasinya untuk menghasilkan produk-produk HaKI yang bisa diandalkan.

Segi teknis dan ekonomis sutau produk industri akan dipengaruhi dan ditentukan nilainya di pasaran dan pemanfaatan teknologi akan memperkuat daya saing produk industri.

Page 42: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

38

Oleh sebab itu diperlukan langkah untuk menciptakan iklim dan suasana yang baik dan mampu mendorong gairah dan semangat penemuan dalam bidang Teknologi, ilmu pengetahuan sastra dan seni.

Dengan terciptanya iklim dan suasana yang baik itu akan memungkinkan bangsa Indonesia untuk mengetahui, dan meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi.

Salah satu langkah penting dalam mewujudkan iklim atau suasana tersebut adalah pembentukan sistem perlindungan hukum yang memadai bagi hak atas kekayaan.

Dengan sistem hukum yang memberikan perlindungan tersebut maka para inventor dan pencipta dalam bidang HaKI akan memperoleh kepastian hukum berupa perlindungan atas penemuan dan ciptaannya tersebut sehingga mereka akan semangat dan bergairah dalam melakukan penelitian yang pada gilirannya akan memperkuat iklim yang baik dalam rangka penyelenggaraan kegiatan yang melahirkan teknologi.

Dalam rangka perlindungan hukum inilah pemerintah terus membenahi Hak atas Kekayaan intelektual yang ada di Indonesia.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara kepada pencipta dan inventor melalui kemampuan intelektualnya dimaksudkan untuk kemajuan Industri dan perdagangan dan juga dimaksudkan untuk mendorong kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi dikalangan bangsa kita.

Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Era perdagangan global ini hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Disinilah HaKI memegang peranan yang sangat penting sebagai sistem hukum yang memberikan perlindungan yang memadai bagi pemilik hak tersebut.

Pengaruh perkembangan teknologi yang semakin besar terhadap kehidupan sehari-hari yang terlihat dari semakin pesatnya bidang teknologi informasi, kimia , mekanik dll yang kemudian membawa pengaruh semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk meningkatkan penggunaan teknologi sederhana

Perlindungan Paten akan merangsang pengembangan teknologi dalam masyarakat sehingga membawa arti dalam perkembangan ekonomi nasional.

Indonesia memiliki kekayaan lain berupa keanekaragaman seni dan budaya, keanekaan etnik, suku, bangsa dan agama yang merupakan potensi yang cukup penting dan menjadi salah satu sumber karya intelektual yang perlu dilindungi agar kekayaan yang bersumber dari kekayaaan intlektual tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendorong peningkatan perdagangan dan industri dengan melibatkan penciptanya sehingga akan menigkatkan kesejahteraan tidak hanya penciptanya tetapi juga bagi bangsa dan Negara.

Untuk membangun iklim persaingan usaha yang sehat dalam rangka pelaksanaan pembangunann maka diperlukan perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual.

Hal ini mengingat bahwa sistem HaKI yang kuat akan memperkuat kepercayaan investor asing sehingga arus investasi ke Indonesia akan mengalir dan dengan kuatnya investasi akan mendorong perkembangan bidang industri dan perdagangan karena HaKI dan investasi merupakan dua sejoli yang tidak mungkin dipisahkan Perkembangan pendaftaran HaKI (Paten, Merek dan Hak Cipta di Indonesia) tergambar pada Tabel-Tabel lampiran V. KESIMPULAN

1. Sistem HaKI memiliki peranan vital dalam perkembangan teknologi setiap Negara, maka untuk itu dibutuhkan perlindungan hukum bagi penemuan-penemuan dan hasil karya cipta, sehingga para investor dan pencipta semakin bergairah dalam berkreativitas.

2. Sistem HaKI dibutuhkan oleh setiap Negara, terutama Negara-negara berkembang sangat membutuhkan teknologi untuk pembangunan ekonominya sedang negara-negara maju berkepentingan untuk memperluas pasar dari teknologi atau hasil-hasil industrinya.

3. Melalui sistem HaKI perlindungan hukum bagi penemu dan karya cipta akan memperoleh kepastian hukum sehingga para inventor dan pencipta akan bersemangat melakukan penelitian dan menghasilkan kreasi baru yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara.

4. Meningkatnya sektor perdagangan sangat erat kaitannya dengan produk industri dan produk industri berkaitan erat dengan teknologi sedang teknologi berkaitan erat pula dengan kemampuan intelektual manusia yang harus dilindungi untuk itu perlindungan hukum HaKI sangat dibutuhkan peranannya.

Page 43: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Peranan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Mendorong Perkembangan Industri dan Perdagangan Syahril Effendy Pasaribu

39

DAFTAR PUSTAKA 1. A.Zain Purba, 2000 Penegakan Hukum di

Bidang HaKI, Ditjen HaKI Departemen Hukum dan HAM, Jakarta

2. Kartini Mulyadi, Gunawan Wijaya, 2003, PT.Raja Grafindo, Jakarta

3. Muhamad Djumhana, R.Djubaedillah, 1997, Hak Milik Intelektual, Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia , PT.Citra Aditya Bakti Bandung

4. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, 1996 PT. Raja Grafindo Jakarta .

5. Kartini Mulyadi, dkk, 2003 Kebendaan pada Umumnya, Predana Media, Jakarta

6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, Penerbit Citra Umbara Bandung 2001.

7. Undang-undang No. 15 tentang 2001 tentang Merek, Penerbit Citra Umbara Bandung 2000

8. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Penerbit, Citra Umbara Bandung 2002

9. Undang-undang No. 30 tentang 2000 tentang Rahasia Dagang

10. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

11. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu

Page 44: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

40

LAMPIRAN

Tabel : 1 Data Paten

Jumlah permohonan Paten lokal, asing, PCT berdasarkan jenis paten Tahun 1991 - 2000

Paten Paten Sederhana Jumlah Tahun Lokal Asing PCT Jumlah Lokal Asing Jumlah Total

1991 34 1280 1314 19 3 22 1336

1992 67 3905 3972 12 43 55 4027

1993 38 2031 2069 28 43 71 2140

1994 29 2305 2334 33 60 93 2427

1995 61 2813 2874 61 71 132 3006

1996 40 3957 3997 59 76 135 4132

1997 79 3939 4018 80 80 160 4178

1998 93 1608 145 1846 109 32 141 1987

1999 152 1051 1733 2936 168 19 187 3123

2000 157 983 2750 3890 213 38 251 4141

Total 740 23872 4628 29250 782 465 1247 30497

Sumber Data Ditjen HaKI Departemen Hukum dan Ham RI

Tabel 2 : Data Merek

Jumlah permohonan Merek yang diterima, didaftar, ditolak dan ditarik kembali pada Tahun 1990 - Tahun 2001

Tahun Diterima Didaftar Ditolak Ditarik kembali

1990 19276 8096 2111

1991 1149 278 109

1992 15284 15312 7778

1993 42026 7848 1167

1994 23803 16469 1878

1995 24643 23943 2747 211

1996 28189 22249 2675 517

1997 28339 34533 1507 20

1998 23160 8897 3947 1060

1999 23335 15002 2520 149

2000 31675 22098 923 180

Sumber Data Ditjen HaKI Departemen Hukum dan Ham RI

Page 45: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Peranan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam Mendorong Perkembangan Industri dan Perdagangan Syahril Effendy Pasaribu

41

Tabel 3 : Data Hak Cipta

Jumlah Permohonan Hak Cipta yang diterima, di daftar dan ditolak Tahun 1991 - 2000

Tahun Diterima Didaftar Ditolak

1991 2835 1584 1198

1992 2980 1988 959

1993 3719 2447 1062

1994 3947 2509 1154

1995 4557 3248 1315

1996 4940 3064 1185

1997 2185 637 228

1998 606 317 242

1999 698 692 138

2000 1049 618 5

Sumber Data Ditjen HaKI Departemen Hukum dan Ham RI

Diterima Didaftar Ditolak

Tahun Lokal Asing Lokal Asing Lokal Asing

1991 2785 50 1551 33 1182 16

1992 2887 93 1919 69 939 20

1993 3591 128 2356 121 1055 7

1994 3738 209 2366 143 1093 61

1995 4373 184 3134 114 1245 70

1996 4646 294 2869 195 1147 38

1997 2065 120 595 42 223 5

1998 580 26 311 6 222 20

1999 684 14 678 14 138

2000 1026 23 608 10 5

Sumber Data

Ditjen HaKI Departemen Hukum dan Ham RI

Page 46: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

42

Tabel IV: Data PNBP dari Sektor HaKI

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

melalui Pendaftaran HaKI

Tahun Anggaran Rencana Realisasi

1994/1995 6.512.200.000,00 10.595.334.970,00

1995/1996 7.012.500.000,00 11.417.629.932,00

1996/1997 8.712.300.000,00 12.550.905.325,00

1997/1998 10.012.300.000,00 13.017.814.669,00

1998/1999 11.013.500.000,00 11.889.654.675,00

1999/2000 12.841.000.000,00 22.419.249.115,00

2000 15.081.600.000,00 25.375.108.401,00

Sumber Data

Ditjen HaKI Departemen Hukum dan Ham RI

Page 47: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Waktu Tempuh Angkutan Perkotaan Terminal Amplas-Terminal Sambu di Kota Medan Faizal Ezeddin

43

ANALISIS WAKTU TEMPUH ANGKUTAN PERKOTAAN TERMINAL AMPLAS – TERMINAL SAMBU DI KOTA MEDAN

Faizal Ezeddin Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU

Abstrak: Analisis waktu tempuh angkutan perkotaan pada rule Terminal Amplas-Terminal Sambu Medan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran kecepatan perjalanan, kecepatan gerak dan tundaan sepanjang rule yang dilalui. Dari analisis ditemukan data bahwa waktu tempuh pada rute tersebut yang terdiri dari kecepatan perjalanan rata-rata dari terminal Amplas ke terminal Sambu adalah 18,06 km/jam sedangkan dari terminal Sambu ke Amplas adalah 17,76 km/jam. Angka ini masih berada dibawah angka yang ditetapkan dalam kecepatan perjalanan minimum didaerah perkotaan yaitu 29 km/jam. Beberapa penyebab rendahnya kecepatan perjalanan angkutan perkotaan mikrobis pada rule ini adalah naik dan turunnya penumpang disembarang tempat, banyaknya jumlah kendaraan yang melintasi ruas jalan sehingga volume lalu lintas melebihi kapasitas jalan. Kata –kata kunci: Kecepatan Perjalanan, Volume Lalu Lintas, Tundaan, Kecepatan, Tingkat Pelayanan 1. PENDAHULUAN Persoalan yang paling sulit sekarang dihadapi perencana, pengatur Jalan Raya dan Transportasi adalah bagaimana menetapkan peranan mobil, angkutan perkotaan pada jalan raya. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Medan memiliki rute arus kendaraan angkutan perkotaan yang sangat banyak dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan rute yang ada sekaligus didukung oleh sarana dan prasarana angkutan, membuat banyak rule yang ditempuh dengan berbagai alternatif lintasan sekaligus dalam memenuhi permintaan jasa angkutan umum di dalam kota Medan. Akibat banyaknya rute angkutan tersebut dibutuhkan pula jumlah kendaraan tertentu yang secara langsung meningkatkan arus lalu lintas di jalan raya Untuk kelancaran arus lalu lintas (Traffic Light) pemerintah telah memasang (Traff Light) diberbagai persimpangan jalan di kota Medan. Demikian juga pada rute yang dilalui oleh angkutan perkotaan dari Terminal Amplas ke Terminal Sambu dan sebaliknya antara lain : 1. Teminal Amplas – Terminal Sambu a. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Perbatasan b. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Baru c. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Sakti Lubis/

Jl. Seksama PersimpanganJl. SM. Raja – JL. HM Joni

d. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Puri e. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Turi f. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Halat g. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Mesjid Raya h. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Japaris i. Persimpangan Jl. Sutomo – Jl. Jl. Asia

j. Persimpangan Jl. Sutomo – Jl. Merbabu k. Persimpangan Jl. Sutomo – MT. Haryiono 2. Terminal Sambu – Terminal Ampals a. Persimpangan Jl. MT. Haryono – Jl. Irian Barat b. Persimpangan Jl. Pandu – Jl. SM Raja/Jl. Cerebon c. Persimpangan Jl. SM Raja – Japaris d. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Mesjid Raya e. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. Halat f. Persimpangan Jl. SM Raja – Jl. HM. Joni g. Persimpangan SM Raja – Jl. Turi / Pelangi h. Persimpangan SM Raja – Jl Sakti Lubis/ Jl. Seksama i. Persimpangan SM Raja – Jl. Baru j. Persimpangan SM Raja – Jl. Perbatasan Keberadaan Traffic Light pada jalan-jalan sepanjang rute tersebut yang arus lalu lintasnya pada umumnya padat sebenarnya sangat membantu kecepatan angkutan perkotaan pada rute tersebut. Untuk mengkaji permasalahan lalu lintas perkotaan tersebut, maka kami menyusun penelitian ini dengan judul Analisis waktu tempuh Angkutan Perkotaan Terminal Amplas – Terminal Sambu di Kota Medan. 2. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Maksud dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Mendapatkan gambaran kecepatan perjalanan

(travel speed) 2. Mendapatkan gambaran kece-patan gerak (tunning

speed). 3. Mendapatkan gambaran tundaan (delay). 4. Mendapatkan gambaran waktu perjalanan (time

Page 48: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

44

travel). Tujuan penelitian ini adalah agar tercapainya tuntutan dan kebutuhan masyarakat dalam melakukan perjalanannya yaitu: tertib, teratur, lancar, aman, nyaman, cepat dan efisien (Morlock, 1985). 3. PERMASALAHAN Suatu angkutan umum agar mampu memberikan pelayanan yang aman, lancar, nyaman atau memberikan kesan positif maka harus dioperasikan dengan sebaik-baiknya. Bahwa selama ini dapat dilihat bahwa dalam pelayanannya terutama dalam kecepatan perjalanannya angkutan umum yang melayani rute perjalanan dari terminal Amplas ke terminal Sambu menghadapi beberapa permasalahan, seperti : 1. Volume 2. Terlalu seringnya menaikkan dan menurunkan

penumpang, dan itu dilakukan disembarang tempat.

3. Menunggu penumpang terlalu lama di pinggir jalan

4. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN Analisis kecepatan perjalanan angkutan kota di Kotamadya Medan mencakup lingkup pembahasan yang luas. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi pembahasannya, yaitu: a Meneliti kecepatan perjalanan angkutan umum

yang melintas rute terminal Amplas - terminal Sambu (pusat kota).

b. Waktu penelitian dipilih pada jam-jam sibuk waktu pagi hari, jam 7.00 wib -8.00 wib, siang hari,jam13.00wib-14.00 wib dan sore hari, jam 17.00 wib -18.00 wib.

Dipilihnya rute terminal Amplas -terminal Sambu sebagai rute penelitian karena kedua terminal sangat potensial sebagai tujuan perjalanan (penarik perjalanan) dan melintasi pusat-pusat kegiatan dalam kota, yang akibatnya merupakan rute yang ramai kendaraan angkutan umum serta tata guna lahan sepanjang rute sangat beragam yang akan berpengaruh kepada arus lalu lintas. 5. UKURAN ARUS LALU LINTAS Setiap bagian operasional dari lalu lintas nyatakan dengan tiga ukuran(Box, Paul C dan Oppenlader, Josseph C 1976), yaitu:

- Kecepatan - Volume dan besar arus - Kerapatan - Tundaan - Tingkat pelayanan

5.1 Kecepatan Kecepatan didefmisikan sebagai pergerakan rata-rata yang dinyatakan sebagai jarak persatuan

waktu. Umumnya dalam kilometer per jam (km/jam). Distribusi kecepatan individu yang bermacam-macam dalam arus lalu lintas hams diselidiki serta beberapa mulai diantaranya digunakan untuk mewakili keadaan(Hobbs, F.D 1979). Ada dua cara pendekatan untuk mengukur kecepatan, yaitu : 1. Time mean speed, adalah rata-rata dari kecepatan

kendaraan selama suatu jangka waktu pada suatu titik tertentu. Jadi time mean speed didasarkan pada kecepatan masing-masing kendaraan yang didistribusi dalam waktu.

2. Space mean speed, adalah rata-rata dari kecepatan di berbagai tempat pada saat tertentu. Space mean speed pada kecepatan masing-masing kendaraan yang merupakan distribusi dari posisi.

Berdasarkan waktu perjalanan kecepatan dibedakan atas dua kecepatan dengan cara pendekatan space mean speed, yaitu : 1. Average running speed, didefmisikan sebagai

kecepatan kendaraan dengan membagi panjang segmen (jalur) jalan dibagi dengan running time. Running time adalah waktu yang diperlukan kendaraan untuk menempuh potongan jalan selama bergerak dan tidak termasuk waktu berhenti.

2. Average travel speed, didefmisikan sebagai kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak antara dua tempat (panjang suatu potongan jalan) dibagi dengan average travel time (waktu perjalanan rata-rata) kendaraan untuk menempuh potongan jalan tersebut. Travel time adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah kendaraan dari arus lalu lintas untuk bergerak dari satu titik ke titik lain dan didalamnya termasuk waktu berhenti.

Pada perjalanan dimana penun-daan karena berhenti dimasukkan, maka kecepatan perjalanan rata-rata pasti lebih lembat daripada kecepatan bergerak rata-rata Berdasarkan Highway Capacity Manual 1985 ukuran kecepatan yang digunakan adalah Kecepatan perjalanan rata-rata (average travel speed). Hal ini digunakan karena mudah dihitung dari observasi kendaraan individu dalam arus lalu lintas, dan rumus lalu lintas , dan rumus kecepatan yang digunakan :

∑∑==

== n

ii

n

ii t

L

nt

LS

11/

(1) Dimana : S = Kecepatan perjalanan rata-rata (Average travel speed) (km/jam) L = Panjang potongan jalan (km) ti = Waktu (travel time) yang diperlukan suatu kendaraan (jam) n = Jumlah travel time yang diteliti

Page 49: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Waktu Tempuh Angkutan Perkotaan Terminal Amplas-Terminal Sambu di Kota Medan Faizal Ezeddin

45

5.2 Volume dan Besar Arus Volume dan besar arus adalah dua ukuran kuantitas dari jumlah lalu lintas yang melintasi suatu jalur atau jalan selama jangka waktu tertentu. Kedua ukuran tersebut dinyatakan dengan satuan kendaraan/ jam.

Perbedaan antara volume dan besar arus yaitu: volume adalah jumlah sebenarnya dari kecepatan yang diamati atau diramalkan melewati suatu titik selama jangka waktu tertentu, sedang besar arus mewakili jumlah kendaraan yang melewati suatu titik selama interval waktu kurang dari satu jam, tetapi dinyatakan dalam jam. Besar arus diperoleh dengan mengambil jumlah kendaraan yang diamati selama periode kurang dari satu jam dan dibagi dengan lama pengamatan (dalam jam), maka jika dalam suatu pengamatan diperoleh volume 100 kendaraan dalam waktu 15 menit, besar arus menjadi 100 kendaraan/ 0,25 jam atau 400 kendaraan perjam (vph) (Warpani,1990). 5.3 Kerapatan Kerapatan adalah parameter penting yang menggambarkan pelaksanaan lalu lintas. Karena kerapatan menggambarkan jarak antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya, sehingga mempengaruhi kebebasan bergerak dalam arus lalu lintas. Persamaan v = s x D, merupakan hubungan dasar antara parameter-parameter dari arus tidak terganggu. Hubungan tersebut dijabarkan dalam bentuk hubungan antara besar arus dengan kecepatan, besar arus dengan kerapatan, dan kecepatan dengan kerapatan. (Lubis, M. Alfian 1998) 5.4 Tundaan Penundaan (delay) karena berhenti adalah sederhana untuk didefmisikan dan diukur. Penundaan

karena berhenti menimbulkan selisih waktu antara kecepatan perjalanan (travel speed) dan kecepatan berherak (running speed). Sebaliknya, penundaan karena padatnya lalu lintas sulit untuk diukur dengan tepat. Penundaan ini ditimbulkan oleh kelambatan atau macetnya kendaraan pada simpang jalan yang terlalu ramai oleh kendaraan, lebar jalan yang kurang, parkir mobil-mobil di jalan sempit, dan sebagainya. Akibatnya adalah pengurangan kecepatan bergerak di bawah kecepatan yang dianggap dapat diterima. Kedua jenis penundaan mencerminkan waktu yang tidak produktif dan bila dinilai dengan uang maka hal ini menunjukkan jumlah biaya yang harus dibayar masyarakat karena tidak memiliki jalan yang memedai. Waktu tunda juga menunjukkan keuntungan ekonomis yang dapat diharapkan bila rute tersebut diperbaiki untuk mengurangi penundaan dan ini memberikan prioritas untuk pekerjaan perbaikan jalan. 5.5 Konsep Tingkat Pelayanan Konsep tingkat pelayanan didefmisikan sebagai ukuran mutu atau kualitas yang menggambarkan kondisi operasonal dalam arus lalu lintas yang dipersepsikan oleh sipengemudi dan penumpang(Wells, G.R., 1975). Tingkat pelayanan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri dari enam tingkat. Tingkat-tingkat ini diklasifikasikan dengan tingkat A, B, C, D, E dan F dimana A merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi dan F adalah tingkat pelayanan yang terendah (Clarkson et al. 1988). 6. HASIL ANALISA/PERHITUNGAN Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil seperti yang ditujukkan oleh Tabel 1 sampai dengan Tabel 4.

Tabel 1: Kecepatan perjalanan rata-rata (average travel speed )

No. Trayek Rute Kecepatan perjalanan rata-rata (km/jam)

Pagi hari Siang Hari Sore Hari

MedanBus0 P. Pasar - T. 18.39 18.20 17.52

Medan Bus T. Amplas - P. 18.27 18.39 17.88

Medan Bus 46 T. Amplas - P. 17.60 17.35 17.58

Medan Bus T. Amplas - P. 16.84 17.11 16.06

KPUM 03 P. Pasar - T. 18.61 18.84 18.45

KPUM03 T. Amplas - P. 17.89 18.43 17.44

Page 50: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

46

Tabel 2: Kecepatan gerak rata-rata (average running speed)

No. Trayek Rute Kecepatan gerak rata-rata (km/jam)

Pagi hari Siang Hari Sore Hari

Medan Bus 04 P. Pasar - T. Amplas 23.18 22.74 23.05

Medan Bus 04 T. Amplas- P. Pasar 22.46 22.16 21.42

Medan Bus 46 T. Amplas - P. Pasar 21.26 21.40 21.18

Medan Bus 46 T. Amplas - P. Pasar 20.64 20.48 19.26

KPUM 03 P. Pasar - T. Amplas 23.64 23.63 22.86

KPUM 03 T. Amplas - P. Pasar 22.54 22.58 21.98

Tabel 3:Tundaan (delay)

No. Trayek Rute Tundaan (menit)

Pagi hari Siang Hari Sore Hari

Medan Bus 04 P. Pasar - T. Amplas 7.10 6.93 8.63

Medan Bus 04 T. Amplas - P. Pasar 6.30 5.72 5.72

Medan Bus 46 T. Amplas- P. Pasar 5.15 5.73 5.08

Medan Bus 46 T. Amplas -P. Pasar 5.68 5.00 5.38

KPUM 03 P. Pasar - T. Amplas 5.70 5.37 5.22

KPUM 03 T. Amplas - P. Pasar 5.97 5.15 6.13

Tabel 4: Waktu tempuh perjalanan (travel time)

No. Trayek Rute Waktu perjalanan rata-rata (menit)

Pagi hari Siang Hari Sore Hari

Medan Bus 04 P. Pasar - T. Amplas 34.33 34.68 36.02

Medan Bus 04 T. Amplas - P. Pasar 33.82 33.60 34.57

Medan Bus 46 T. Amplas- P. Pasar 29.87 30.28 29.90

Medan Bus 46 T. Amplas -P. Pasar 30.87 30.37 32.37

KPUM 03 P. Pasar - T. Amplas 26.82 26.48 27.05

KPUM 03 T. Amplas - P. Pasar 28.92 29.67 29.67

Page 51: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Waktu Tempuh Angkutan Perkotaan Terminal Amplas-Terminal Sambu di Kota Medan Faizal Ezeddin

47

7. KESIMPULAN • Kecepatan perjalanan rata-rata untuk rute dari

Pusat Pasar ke terminal Amplas adalah 17.76 km/jam, sedangkan untuk rute dari terminal Amplas ke Pusat Pasar adalah 18.06 km/jam. Angka tersebut jauh lebih rendah dari satu angka yang diharapkan dalam kecepatan perjalanan minimum di daerah perkotaan yaitu 29 km/jam

• Berdasarkan hasil tersebut maka kondisi jalan untuk rute Pusat pasar - Terminal Amplas dan sebaliknya berada pada tingkat pelayanan (LOS) E dengan kecepatan rata-rata > 16 km/jam.

• Dengan kecepatan perjalanan yang sangat rendah menunjukkan bahwa tujuan penelitian dalam tugas akhir ini masih belum terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA Box, Paul, C, Oppenlader, Josseph, C. 1976. Manual

of Traffic Engineering Studies, Institute of Transportation Engineers, London

Clarkson, H, Oglesby, R, Hicks, G. 1988. Teknik Jalan Raya Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta

Hobbs, F.D. 1979. Traffic Planning and Engineering, Pergamon Press, Oxford

Lubis, M. A. 1998. Penelitian Kecepatan dan Tundaan

Angkutan Umum moda Mikrobis di Kotamadya Medan, Tugas Akhir, Tidak dipubliksikan, Fakultas Teknik Jurusan Sipil USU

Morlock, K. E. 1985. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Transportasi Research Board, 1985. Highway capacity Manual National Research Council, Washington D.C

Warpani, Suwardjoko, 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan, Penerbit ITB, Bandung

Wells, G. R. 1975. Comprehensive Transport Planning, Charles Griffin and Company Ltd, London

Page 52: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

48

MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Dede Ruslan

Dosen Fakultas Pengetajuan Ilmu Sosial Universitas Medan

Abstrak: Peranan perikanan laut dalam kerangka pembangunan ekonomi makin hari makin penting. Di samping untuk pemenuhan konsumsi masyarakat juga peningkatan ekspor. Pembangunan dewasa ini perlu mengindahkan pertimbangan lingkungan atau "Sustainable Eco-development". Oleh karena itu pengusahaan perikanan laut sudah seyogyanya memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan, sehingga diperoleh hasil maksimum lestari baik secara biologi maupun secara ekonomi. Kata kunci: Hasil maksimum lestari (MSY), hasil maksimum secara ekonomi (MEY) Pendahuluan Pembangunan yang pada dasarnya bertumpu kepada pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh perkembangan paradigma ekonomi. Dalam sejarah perkembangan paradigma ekonomi terlihat bahwa pakar ekonomoi mengabaikan dimensi fisik dan memusatkan perhatiannya pada dimensi nilai (value). Pada kenyataannya kesejahteraan diukur oleh satuan nilai yang tidak dapat lepas dari dimensi fisik. Dari kacamate ekonomi, penyalahgunaan sumber daya milik bersama (air, udara, tanah, dan lain-lain) yang dikenal dengan common property resources (sumber daya milik bersama) timbul karena tidak adanya mekanisme keseimbangan yang dapat membatasi eksploitasinya. Sumberdaya-sumberdaya milik bersama dianggap bebas dan kelangkaannya tidak tercermin dalam setiap pemanfaatannya.

Ikan merupakan salah satu sumber daya yang dihasilkan dari laut pengelolaannya harus diarahkan untuk melestarikan sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi optimum hingga masa mendatang. Sifat pemilikan bersama atas sumberdya perikanan serta adanya kebebasan bagi nelayan untuk ikut serta melakukan pengusahaan sumberdaya perikanan dan mengembangkan armada penangkapannya hingga keseimbangan bio-ekonomi telah menyebabkan terbuangnya rent ekonomi secara sia-sia. Dalam upaya meningkatkan pendapatannya, pengusaha, dan nelayan selalu ingin meningkatkan hasil tangkapan ikan tanpa menghiraukan batas maksimum jumlah penangkapan baik dilihat dari segi ekonomi maupun kelestarian sumber-daya alamnya. Untuk memperbaiki kondisi perekonomian perikanan melalui efisiensi alokasi sumberdaya, diperlukan campur tangan pememrintah dalam pengendalian intensitas pengusahaan sumberdaya perikanan. Oleh Berdasarkan hal tersebut di atas, akan dibahas secara teoritis hubungan antara intensitas pengusahaan sumberdaya perikanan dan besarnya keuntungan ekonomi yang dapat dinikmati oleh

masyarakat. Disisi lain perlu diketahui bagaimana menentukan tingkat optimal(optimasi) pengusahaan penangkapan ikan dilakukan, sehingga ada batas maksimum jumlah penangkapan ikan baik dilihat dari segi ekonomi maupun kelestarian sumber daya alam. MODEL ANALISIS Model analisis yang akan dikembangkan dalam tulisan ini, yaitu menggunakan pendekatan bioekonomi. Pendekatan ini memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan ikan serta faktor biologi yang menentukan produksi dan suplai ikan (Clark, 1985). Model dasar yang digunakan dalam analisis adalah model biologi dari Schaefer (1957) dan model ekonomi dari Gordon (1954). Pendekatan dalam pembahasan model tersebut diawali dengan masalah sumberdaya perikanan, per-tumbuhan alami, dan penang-kapan ikan yang optimal. Sumberdaya Ikan Dalam pengusahaan penangkapan ikan sudah saatnya menerapkan konsep tentang hubungan timbal balik ekologis. Suatu sistem etika lingkungan yang dapat mengoperasikan pengertian-pengertian dan konsep ekosistem perlu ditumbuhkan yang dapat menjadi dasar bagi pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang dapat mencukupi kebutuhan hidup rakyat Indonesia sekarang dan tidak merugikan kehidupan generasi yang akan datang. Hal ini berkenaan dengan penentuan pilihan yang berkaitan dengan pengalokasian sumberdaya alam yang langka di antaranya berbagai alternatif tujuan penggunaan secara optimal. Menurut Randal (1987) sumberdaya adalah sesuatu yang berguna dan bernilai pada kondisi kita menemu-kannya. Secara umum menurut sumberdaya alam dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu (1) sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dengan contohnya adalah barang-barang tambang (minyak bumi dan batu bara), (2)

Page 53: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Analisis dan Optimalisasi Pengusahaan Sumberdaya Perikanan Dede Ruslan

49

sumberdaya alam mengalir dengan contohnya adalah energi matahari dan gelombang laut, dan (3) sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dengan contohnya adalah hutan dan ikan Ikan termasuk kelompok ketiga sebagai sumber-daya alam yang dapat diper-baharui. Sifat kelompok ini apabila telah dipanen masih akan tumbuh kembali dalam waktu dan dengan kecepatan tertentu. Apabila tidak dieksploitasi, jumlahnya tidak akan bertambah di atas batas maksimum. Sifatnya dapat diperbaharui. Tetapi juga punya batas, apabila eksploitasi melebihi batas maksimum, maka perkembangan dan pertumbuhan akan terganggu dan akan mengakibatkan kepunahan. Jadi dalam usaha eksploitasi diperlukan manajemen yang bijaksana. Pertumbuhan Alami Secara biologis, stock ikan yang tidak

dieksploitasi akan berkembang hingga batas maksimum (K), dengan laju pertumbuhan tergantung pada ukuran kelimpahan stock (S). Pertumbuhan ikan (individual growth) ditentukan oleh banyak hal seperti salinitas, temperatur, ketersediaan makanan, mineral, tingkat fotosintesis, dan lain-lain. Dengan anggapan hal-hal tersebut relatif konstan sehingga perkembangan stok ikan secara alami ditentukan oleh 3 hal yaitu: 1) perkembangbiakan, 2) pertumbuhan individu, dan 3) kematian secara alami. Pada saat stok sedikit, pertumbuhan stok cukup tinggi hingga pada suatu tingkat stok tertentu pertumbuhan menjadi nol dan stok menjadi konstan (pertumbuhan alami = kematian alami) (Anderson, 1977). Schaefer (1957) menggambarkan pertum-buhan alami stock ikan yang tidak dieksploitasi sebagai berikut:

Gambar 1: Kurva Pertumbuhan Stok Ikan

Stok (S)

SMAX C

S = S(t)

SMIN

0 Waktu (t)

(a)

Page 54: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

50

Pertumbuhan

δs/δt

MSY

S*

O S0 SMAX Stok(S)

(b)

Gambar 1 (a) menunjukkan stok ikan (S) merupakan fungsi waktu (t) ditulis :

S = s (t) ........... (1)

dimana S menujukkan jumlah stok ikan dan t menunjukkan waktu. Kurva ini menunjukkan fungsi logistik, dimana secara alami stok ikan tersebut meningkat mengikuti kurva S = s(t) hingga suatu tingkat maksimum (Capasity = C), katakan titik C. Pada titik maksimum (C), stok ikan tidak bertambah lagi, tingkat pertumbuhan sama dengan tingkat kematian, yang merupakan keseimbangan. Gambar 1 (b) menggambarkan tingkat pertumbuhan stok ikan, dimana pertumbuhan tersebut merupakan fungsi stok ikan. Schaefer (1957) menggambarkan pertumbuhan alami stock ikan yang tidak dieksploitasi tersebut dengan persamaan

δs/δt = f(S) = r.s.(1 - s/K) ..... (2) Dimana δs/δt menunjukkan pertumbuhan stok dan r adalah laju pertumbuhan intrinsik. Pada saat stok masih sedikit pertumbuhan meningkat terus hingga mencapai titik maksimum (C). Setelah titik maksimum, pertumbuhan menurun. Dan setelah stok mencapai jumlah maksimum, pertumbuhan menjadi nol atau pada titik keseimbangan. Penangkapan Ikan Dalam eksploitasi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, tingkat pemanenan jangka panjang adalah sebesar tingkat pertumbuhan alaminya. Apabila penangkapan ikan lebih besar dari pertumbuhan maka pertumbuhan tersebut tidak dapat menutupi penangkapan, akibatnya stok berkurang, ikan makin sulit ditangkap dan hasil penangkapan selanjutnya menurun dan begitu

sebaliknya. Sehingga dengan tingkat usaha penangkapan tertentu akan diperoleh sejumlah hasil tangkapan tertentu yang relatif konstan dalam jangka panjang yaitu sama dengan besarnya tingkat pertumbuhan alami yang sesuai dan ini disebut tangkapan lestari (Christy, 1986). Bila dilaksanakan penangkapan ikan, maka perubahan netto ukuran stock ikan adalah :

δs/δt = f(s) - H(t) ........................... 3) dimana H(t) adalah volume panenan atau hasil penangkapan. Dalam analisis Schaefer (1954) bahwa hasil tangkapan merupakan fungsi usaha. Jika hal tersebut dipadukan dengan tangkapan lestasri tersebut di atas, maka dapat digambarkan kurva hasil usaha lestari (Sustainable Yield-Effort Curve) seperti pada gambar 2. Dari Gambar 2 terlihat bahwa pada tingkat stok yang masih melimpah, sedikit saja usaha penangkapan (effort) yang dapat memberikan hasil tangkapan sesuai dengan tingkat pertumbuhan alami. Pada tingkat usaha penangkan (effort=E) yang besar (berlebihan) kepunahan tidak tertutupi oleh pertumbuhan akibatnya ikan akan mengarah kepada kepunahan dan hasil selanjutnya akan menjadi sangat kurang.

Page 55: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Analisis dan Optimalisasi Pengusahaan Sumberdaya Perikanan Dede Ruslan

51

Gambar 2 :

Kurva Hasil Usaha Lestari (Sustainable -Effort Curve) Penangkapan Ikan

Hasil (H) E’S

E.S

H* h1 h2 h3

h0 h4

E* O E0 E1 E2 E3 E4 Usaha(E)

(b)

Dengan demikian secara fungsional jumlah hasil atau besar volume panenan akan bergantung pada jumlah usaha penangkapan (effort), koefisien daya tangkap(q), dan stok(s) (Gordon, 1986). Secara matematis ditulis :

H = f ( q, E, S ) ............. (4) dimana : H = hasil E = jumlah usaha penangkapan (effort) S = stok q = koefisien daya tangkap (teknologi) Fungsi tersebut dapat diinterprestasikan dalam per-samaan sebagai berikut :

H(t) = q.E.S ............................ (5) sehingga besarnya jumlah usaha penangkapan (Effort) adalah sebagai berikut :

E(t) = H / q.S ................................ (6) Secara biologi hasil maksimum secara lestari dicapai pada saat kurva parabola mencapai titik paling tinggi yaitu pada saat usaha sebesar E* atau hasil tangkapan sebesar H*. Keadaan ini disebut hasil maksimum lestari (Maximum Sus-tainable Yields) yang dalam kajian ini selanjutnya disingkat "MSY". Dengan demikian hasil maksimum lestari (MSY) ini tercapai pada kondisi keseimbangan f(s) = H(t) dan ds/dt = 0, sehingga :

s = K - q.E.S/r ....................... (7) Penggabungan antara persamaan (5) dan (7) diperoleh persamaan fungsi produksi, yaitu : h(t) = q.E [ K - q.E.K/r ] = q.K.E - q2.K/r.E2 ................... 8) Bila dilihat dari segi ekonomi, usaha penangkapan yang optimal adalah pada saat keuntungan maksimum (maximum profit). Hal ini

disebut sebagai hasil maksimum secara ekonomi (Maximum Economic Yields) yang dalam kajian ini selanjutnya disingkat "MEY". Untuk menemukan MEY, lebih dulu dikonversi hasil tang-kapan menjadi penerimaan dalam bentuk uang. Dimana pene-rimaan (Total Revenue = TR ) adalah hasil tangkapan [h(t)] dikali dengan harga ikan (P) disingkat TR = h(t) x P. Dan tingkat usaha penangkapan (effort) dirobah menjadi biaya, dimana biaya total (TC) adalah effort (E) dikali dengan tingkat harga per unit effort (W) atau disingkat menjadi TC = E x W. Dengan demikian penerimaan bersih dari pengusahaan sumberdaya perikanan adalah total pendapatan (Total Revenue=TR) dikurangi dengan total biaya penangkapan (Total Cost=TC) atau secara matematis ditulis sebagai berikut:

MEY = p.h(t) - w.E ............................ (9) Apabila persamaan (6) dan h = F(s) -

ds/st disubstistusikan kedalam persamaan (9), maka diperoleh maxsimum economic yield atau hasim maksimum secara ekonomi (MEY) sebagai berikut : MEY = p.h - w.h/q.s = [p - w/q.s].h = [p - w/q.s] [F(s) - ds/dt] ...................... (10) Bila w/q.s = w (c), maka MEY bernilai sebagai berikut :

MEY = [p - w(c)].[F(s) - ds/dt] ...................... (11) Nilai tersebut merupakan komponen dari

tingkat optimal pengusahaan sumberdaya perikanan, yang akan dicapai pada saat nilai sekarang (present value/PV) mencapai maksimum (Scott, 1955; Anderson, 1986).

Page 56: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

52

Gambar 3 :

Kurva Penerimaan dan Biaya Produksi Perikanan

TC, TR TC TRπ

TCπ TR

O Eπ E* E0 Usaha(E)

Dari grafik di atas, kurva total pendapatan (Total Revenue = TR) adalah kurva tangkapan lestari yang diuangkan dan mencapai maksimum pada usaha (effort=E) sebesar E*. Se-dangkan total biaya (Total Cost = TC) merupakan fungsi li-near. Keseimbangan tercapai pada effort sebesar E0 dan mak-simum economic yield = MEY terjadi pada Eπ. Hal ini diper-jelas lagi oleh kurva turunannya, yaitu sebagai berikut :

Dari grafik berikut ini dapat disimpulkan bahwa untuk memaksimumkan keuntungan, "Marginal Revenue = MR" yaitu perubahan setiap

satuan pendapatan harus sama dengan "Marginal Cost = MC" yaitu peruhaban setiap satuan biaya ataupun kemiringan dari kurva Total Revenue (TR) sama dengan kemiringan kurva Total Cost (TC). Hal ini dicapai pada saat effort sebesar Eπ, total penerimaan sebesar TR dan biaya sebesar TC. Kondisi ini dicapai pada saat jum-lah penangkapan lebih kecil dari jumlah penangkapan un-tuk mencapai maksimum sustainable yeild (MSY), yaitu OEπ lebih kecil dari OE* (Anderson , 1977). Jadi Maksimum economic yield (MEY) cenderung mendukung kelestarian sumberdaya ikan.

Gambar 4 :

Kurva Marginal Revenue dan Marginal Cost

MR, MC MC MR 0 Eπ E* Usaha (E)

Page 57: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Analisis dan Optimalisasi Pengusahaan Sumberdaya Perikanan Dede Ruslan

53

PENUTUP Pengelolaan sumberdaya ikan yang diarahkan untuk melestarikan sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi optimum hingga masa mendatang perlu dilakukan, sehingga sifat pemilikan bersama atas sumberdaya perikanan dan kebebasan bagi nelayan untuk ikut serta melakukan pengusahaan perikanan tidak mendorong untuk menangkap ikan sabanyak mungkin. Dengan demikian, penangkapan ikan yang dilakukan oleh pengusahaan perikanan harus memperhitungkan hasil maksimum yang lestari, yaitu terjadinya keseimbangan antara maksimum suistanable yeild dengan maksimum economin yeild. DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.G. (1986). The economics of fisheries

manage-ment. Baltimore : John Hopkins University Press.

Clark,C.W. (1985). Bioeconomics modelling and fisheries management. New York : John Wiley and Sond.

Gordon,H.S.(1954). The economic theory of a common-property resource: The fishery. J. Polit.Econ., 62: 124-42.

Schaefer, M.B. (1957). Some considerations of population dynamics and economics in relation to the management of marine fisheries. J.Fish. Res. Board Can.,14:669-681

Scott,A.D.(1955). The fishery : The objectives of sole ownership. J.Polit. Econ., 63: 115-124

Page 58: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

54

PENGARUH PELAKSANAAN BAURAN PEMASARAN TERHADAP PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PADA JAMU DI BANDA ACEH

Rusydi Abubakar

Staff Pengajar Jurusan Manajeman Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

Email : Rusydi_Abubakar @ yahoo.com

Abstract: An effective marketing program collects all of elemen of the marketing mix into one cohesive program designed o obtain a company’s terget in order to determine the company’s position towards competition, in order to win consumers as a target market facing such reality, compnies are required to be able to devlop an active marketing policy and always follow technological and economical developments. The aim of this study is to (1) analyze the affect of marketing mix on the purchasing decision of consumers in the jamu industry in Banda Aceh (2) Knowing what type of the marketing mix element most effect consumers buying the decisions in the jamu industry in Banda Aceh.The object of the study on independent variable :product, price,promotion and place. There are 2 methods pf study used,namely th descriptive and verivication methods. The sample in this study consist of 225 jamu industry consumers scattrd through 3(three) distric in Banda Aceh. The methods of data collection is documentation, interview and quistionnaries while the data analysis methods is the descriptive and paet analysis. The results of this study indicate that the elements of the marketing mix simultaneously affect the consumers buying decision positively and partyaly indicate that the product,price,price and promotion element have a positive affect,while the place (location) element has a negative effect. At the same time th marketing mix involving product,price and promotion significantly affect th buyin decision of jamu industry products in Banda Aceh. The most dominant variable the decision of consumers is th promotion variable,which an be as high as 28,60 %. Keywords : Marketing mix, consumer buying decision. PENDAHULUAN Era pasar bebas dunia tahun 2020,akan terjadi liberaliasi ekonomi yan berpangruh trhadap stuktur pasar yang tidak mengenal lagi batas-batas antar negara. Persaingan tidak hanya pada skala kota dn wilayah akan tetapi persaingan kualitas daripad kuantitas poduk dan pelayanan. Namun selain tantangan dan persaingan trdapat peluang bagi pelaku ekonomi untuk ikut memberikan kegiatan pemasaran yang makin luas. Dalm erbagai usaha bisnis yang berkmbng saat ini, baik yang meghsilkan barang maupun jaa, pern pemasaran sangatlah penting karena merupakan salah satu fakto kunci penentu kebrhasilan bisnis. Dengan katalin : pemasaran merupakan inti seluruh aktivitas bisnis.Ini berkitan dengan fungsi pemasaran,sebagai penghubung antara prusahaan dan konsumen (C.M.Lingga Purnama,2001 :1). Liberalisasi perdagangan merupakan tuntututan adanya globalisasi, yaitu suatu pelaksanaan regim kesepakatn system perdagngan dunia, hilangnya batas-batas negara yang bias menghambta kelancarn arus barang, jasa, modal dan finansial secara internaioanl.Ada dua sisi dari libralisasi perdgnagn, sisi pertama bahwa liberalisasi membrikan peluang (opportunities), melalui penurunan hambtan-hambatan tariff dannon tariff dn meningkatk akses produk-produk domstik ke pasar internaional. Sisi kedua, liberlisi perdagnagn juga menjadi ancaman (threat), karena perdagangan beba

menuntut pnghapusan subsidi danproteksi sehingga dapat membanjirkannay produk-produk asing di pasar dalam negeri. Program pemasaran yang efektif meramu semua unsur-uns0,38ur marketing mix menjadi suatu program terpadu yang dirancang untuk mencapai sasaran perusahaan. Pengambilan keputusan tentang produk,harga, promosi,dan tempat penjualan hendaknya dapat menciptakan program pemasaran yang kohesif di pasar sasaran. Dengan demikian program pemasaran menggabungkan semua kemampuan pemasaran perusahaan tersebut akan menjadi sekumpulan kegiatan yang menentukan posisi perusahaan terhadap pesaing, dalam rangka bersaing merebut pasar sasaran. Permintaan obat tradisional (jamu) makin meningkat. Omset penjualan jamu meningkat 40 prsen setiap tahun. Pada tahun 2000 nilai penjualan jamu diperkirakan Rp. 800 milliar. Dengan peningkatan sekitar 38 % berarti nilai pnjualan menmbus Rp. 1,2 triliun. Adapun hingga akhir tahun 2002, diperkirakan terjadi kenaikan setara, setidaknya menembus angka penjualan Rp. 1,8 triliun. Yang menggembirakan konsumsi terbesar jamu tersebut adalah pasar dalam negeri. Artinya masih banyak konsumen jamu loyal di negeri ini. Hal ini juga dikuatkan temuan survei MARS (Marketing Research Specialist) baru-baru ini., bahwa lebih dari 85,40 % konsumen jamu adalah konsumen loyal. Disebutkan hanya 12,36 % bisa dibujuk untuk pindah

Page 59: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengaruh Pelaksanaan Bauran Pemasaran terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen pada Jamu di Banda Aceh Rusydi Abubakar

55

ke merek lain, dan hanya 2,24 % yang berencana atau siap-siap pindah ke merek lain. Persaingan bisnis industri jamu yang semakin ketat, memaksa setiap perusahaan selalu berebut perhatian konsumen melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, dengan memperhatikan kecenderungan perubahan sosial, menganalisis kiat-kiat pesaing dan mengamati perubahan teknologi,ekonomi,politik dan sosial. Jika ada pelanggan yang menghentikan pembeliannya atau pindah ke produk lain, perlu disikapi sebagai suatu perubahan perilaku konsumen. Perubahan perilaku konsumen semacam ini harus dilihat sebagai kenyataan yang buruk. Identifikasi Masalah Sejauhmana pengaruh pelaksanaan bauran pemasaran oleh industri jamu terhadap proses pengambilan keputusan pembelian konsumen produk jamu di Banda Aceh. Dan bauran pemasaran yang mana pengaruhnya paling besar terhadap pengambilan keputusan pembelian konsumen pada industri jamu. Hipotesis Sedangkan sub hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Produk berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada industri jamu di Banda Aceh.

2. Harga berpangaruh terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada jamu industri di Banda Aceh

3. Promosi berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada industri jamu di Banda Aceh.

4. tempat berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian pada industri jamu di Banda Aceh

Tinjauan Pustaka Kotler (2000:4), pemasaran pada umumnya di pandang sebagai tugas untuk menciptakan,memperkenalkan, dan menyerahkan barang dan jasa,pengayaan pengalaman, peristiwa, orang, tempat,kepemilikan, organisasi, informasi dan gagasan. Etzel,et.al (1997:60) bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan inti dari system pemasaran perusahaan, yaitu : produk,harga,tempat,dan promosi. Sedangkan menurut Mc Charthy dalam buku Kotler (2000:15) mengklasifikasikan alat-alat pemasaran ke dalam empat kelompok yang dikenal dengan P dari pemasaran, yaitu : product,price,place, and promotion. (Indriyo,1999 :111), hal ini digambarkan dalam Gambar 1.

Sumber : Gito Sudarmo, Indriyo. 1999. Manajemen Pemasaran BPFE. Yogyakarta. (Hal.111). Etzel et al. (1997:193)

Page 60: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

56

‘’ Product I a set of tangiable and attributes, which may include packing,colour, price,quality,and brand, plus the seller service and reputation. A product may be a good, service,place, person,or idea’’. Baruan produk menurut Kotler (2000 : 398), pruduct mix is the set of all products and items that a particular seller offers for sale. Jadi baruan produk adalah sekumpulan dari semua produk dan item produk seperti macam produk, kulaitas produk, rancangan produk, ciri-ciri produk, merek produk, kemasan produk, ukuran produk, pelayanan, jaminan dan pengembalian serta atribut lainnya yang secara khusus para penjual menawarkan untuk dijual kepada para pembeli penilaian pelanggan terhadap produk industri jamu. Dapat dilihat dari sisi kemasan,dalam hal ini menurut Arnold (1996:224) kenyataan bahwa nilai-nilai inti dari merek cukup konsisten untuk memungkinkan desain kemasan adalah sesuatu yang penting Menurut Stanton (1996:269) menyatakan

bahwa merek membedakan produk atau jasa sebuah perusahaan dari produk saingannya. Dalam kaitannya dengan produk industri jamu, perusahaan memproduksi selera dan kondisi ekonomi (daya beli) masyarakat, walupun produk industri jamu bentuknya kecil, tetapi mutunya baik dan manjur. Harga sering menjadi factor penentu dalam pembelian,disamping tidak menutupi kemungkinan factor-faktor lain. Dengan demikian harga menjadi lebih penting bagi konsumen sebagai tanda dari apa yang diharapkan. Menurut Macrae (1996: 131), pembeli baik yang baru maupun yang lama menggunakan harga sebagai suatu seleksi terhadap citra kualitas suatu merek. Berdasarkan kualitas dan harga menurut Kotler (2000:520) menunjukkan sembilan kemungkinan strategi harga – kualitas seperti disajikan seperti pada Gambar 2.

Harga

Tinggi Sedang Rendah 1.Strategi premium 2. Strategi nilai-tinggi 3. Strategi nilai super 4. Strategi penetapan harga terlalu tinggi

5. Strategi nilai menengah 6. Strategi nilai baik

7. Strategi peneuri 8. Strategi yang sesungguhnya tidak menghemat

9. Strategi penghematan

Sumber : Kotler,2000, Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium. Prenhallindo. Jakarta (hal. 520). Dalam pengertian umum bauran pemasaran menurut Kotler (2000:490) tempat adalah sebagai berikut : Faktor tempat atau place berarti marketing channel (distribution channel) are sets of interdependent organization involved in the process of making a products or service available for use or consumption. Sedangkan menurut Etzel,et al (1997:43) adalah sebagai berikut : ‘’ Distribution channel consists of the set of people firms involved in the transfer of title to a product as the product moves from producer to ultimate consumer or business user’’. Untuk mengantisipasi kesenjangan diantara produsen dan konsumen, maka Keegan (1996:128) menawarkan alternatif struktur aliran saluran distribusi produk sebagai berikut : pemilik pabrik produk konsumen dapat menjual langsung kepada pelanggan (menggunakan katalog atau materi cetakan yang lain), lewat toko sendiri ataupun dengan alternatif strukur yang lain untuk produk konsumen Menurut Sutisna (2000:39). Iklan untuk produk yang dibeli berdasarkan kebiasaan seharusnya ditampilkan sesering mungkin untuk mengingatkan konsumen. Sedangkan Supranto (2000:44) menyatakan bahwa seorang pelanggan yang loyal akan membicarakan hal-hal yang bagus tentang produk atau perusahaan yang Selanjutnya Arnol (1996:177) menyatakan :

‘’Promosi yang pada akhirnya akan menghasilkan bahwa konsumen naiknya tingkat penjualan. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa konsumen yang membeli berdasarkan kebiasan, biasanya tidak begitu mengingat apa-apa yang akan dibelinya. Keinginan untuk membeli produk sering muncul ketika konsumen diingatkan melalui iklan dengan cara melihat produk itu di toko’’. Berdasarkan beberapa pendapat pada pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa promosi adalah suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan guna memberikan informasi dan promosi adalah suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan guna memberikan informasi dan untuk memperkenalkan produk kepada konsumen melalui beberapa media sesering mungkin untuk membangun kedekatan produk industri jamu dengan para pedagang dan konsumen dengan harapan agar tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan. Perilaku konsumen menurut Louden dan Delta dalam Marius P. Angipora (1999:94), adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu dalan upaya memperoleh dan menggunakan barang dan jasa (evaluasi, memperoleh, menggunakan barang atau jasa). Dilihat dari derajat keterlibatan konsumen menurut Kotler (2000 : 177),maka terdapat tipe atau sudut pandang pengambilan keputusen keterlibatan tinggi (high involvement) dan keterlibatan rendah(Low Involvement).

Page 61: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengaruh Pelaksanaan Bauran Pemasaran terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen pada Jamu di Banda Aceh Rusydi Abubakar

57

Gambar 3. Empat Tipe Perilaku Konsumen.

High Involvement Low Involvement

Significant Differences between

Bands

Complex Buying Behavior Variety-seeking Buying Behavior

Faw Differences between Bands Dissonace-reducing Buying

Behavior

Habitual Buying Behavior.

Sumber : Kotler,2000.Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium. Prenhallindo. Jakarta. (hal.177). Metedologi Penelitian ini menganalisa pengaruh bauran pemasaran industri jamu terhadap proses keputusan pembeli konsumen. Objek penelitian untuk variable bebas/independent variable adalah bauran pemasaran dengan sub variable yaitu : produk,harga.promosi dan tempat. Objek penelitian lainnya sebagai variabel terikat/Dependent Variabel adalah keputusan pembelian konsumen. Yang dijadikan respon adalah pengguna produk jamu. Untuk menganalisa objek penelitian ini dipergunakan pendekatan deskriptif dan variatif, melalui analisis jalur (Path Analysis). Manajemen penelitian ini merupakan pendekatan Ilmu Ekonomi Terutama dari ilmu uang memfokuskan pada bidang Manajemen Pemasaran secara khusus pada aspek bauran pemasaran dan pengaruhnya terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada industri jamu di Banda Aceh. Variabel-varibel dalam penelitian pengaruh pelaksanaan bauran pemasaran terhadap proses keputusan-keputusan pembelian konsumen pada indutri jamu Di Banda Aceh terdiri dari : 1. Variabel bebas/independent variabel (Variabel

X) adalah bauran pemasaran. Sub variable : produk (X1),harga (X2), promosi(X3) dan tempat (X4).

2. Produk terikat/Dependent variabel (variabel Y) adalah proses keputusan pembelian konsumen. Unit observasi pada penelitian ini adalah industri jamu Kota Banda Aceh untuk mendapatkan data sekunder,konsumen produk jamu yang ada di Banda Aceh untuk mendapatkan data primer sebagai unit analisis dalam penelitian ini. 1. Dalam penelitian ini ukuran sample untuk

konsumen (responden) ditentukan berdasarkan bentuk pengujian statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis). Dengan demikian ukuran sample minimal untuk analisis jalur ini, dapat ditentukan melalui rumus ukuran sample minimal untuk ukuran korelasi koefisien yang dilakukan secara iteratif (perhitungan berulang-ulang)

Menentukan ukuran sample secara iteratif dengan langkah sebagai berikut :

a. Pada iterasi pertama dipergunakan rumus

sebagai berikut :

2. Apabila ukuran sample minimal pada iterasi pertama dan iterasi kedua harganya sampai dengan bilangan yang satuannya sama, maka iterasi berhenti. Apabila belum sama, lakukan iterasi ketiga dengan menggunakan rumus 4b, demikian seterusnya sampai ukuran sample yang akan ditentukan sudah sama baru berhenti.

3. Berdasarkan keterangan di atas dalam penelitian ini diambil :

Page 62: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

58

Pada iterasi pertama ini diperoleh sample sebanyak 75 orang responden yang ditetapkan secara random. Iterasi kedua : Jumlah sample pada iterasi kedua dapat dihitung dengan rumus diatas sebagai berikut :

Berdasarkan perhitungan iterasi kedua diperoleh sample sebanyak 75 orang responden yang hampir sama dengan hasil iterasi I. Selanjutnya untuk menentukan banyaknya sample pada masing-masing kecamatan di hitung dengan metode alokasi proporsional menurut (Moh. Nazir,1999:361) sebagai berikut :

Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan bauran pemasaran yang diterapkan oleh industri jamu, dari hasil angket setiap item pertanyaan dicari besarnya persentase dengan menggunakan rumus :

Rumus di atas digunakan untuk menganalisis deskriptif dimana respon jawaban responden pada setiap item digunakan perhitungan

frekuensi dan proporsi. Sedangkan mengetahui tingkat masing-masing item dari variabel maupun antar variabel penelitian digunakan teknik perbandingan skor total responden terhadap skor maksimumnya. Untuk dapat mencapai tujuan yaitu mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung dari masing-masing variabel bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian konsumen dan menguji hipotesis penelitian, maka teknik analisi data digunakan adalah analisis jalur (Path Analysis). Menurut Harun Al-Rasyid (2001:7), langkah kerja pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: Gambar 4

Analisis dan Pembahasan Pada penelitian ini dilakukan penyebaran kuisioner terhadap 225 orang responden yang berada di Kota Banda Aceh, khususnya yang berada di Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam, dan Kecamatan Syiah Kuala. Karekteristik responden disajikan pada Tabel.1 Tabel 1. Karekteristik responden Pengguna Produk Jamu Saat ini

No Uraian Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 212 94,22 2 Tidak 13 5,78 Jumlah 225 100,0

Sebagian besar konsumen industri jamu mengkonsumsi jenis jamu kesehatan, yaitu sebanyak 51,11 persen atau 115 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen mengkonsumsi jamu hanya untuk menjaga atau memulihkan kesehatannya saja, bukan digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Perincian mengenai jenis produk jamu yang dikonsumsi industri jamu disajikan pada table 2.

Page 63: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengaruh Pelaksanaan Bauran Pemasaran terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen pada Jamu di Banda Aceh Rusydi Abubakar

59

Tabel 2 Jenis Produk jamu yang Dikonsumsi No Jenis jamu Frekuensi Persentase

(%) 1 Jamu Kuat 48 21,33 2 Jamu

kesehatan 115 51,11

3 Jamu Kecantikan

62 27,56

Jumlah 225 100,00

Alasan konsumen dominan mengkonsumsi produk jamu adalah karena mutunya. Hal ini menunjukkan konsumen memulai pembelian terlebih dahulu sehingga menentukan manfaat produk jamu. Kemudian alasan kemudahan mendapatkan penjualan untuk membeli karena hal ini berhubungan dengan tersedia dan mudah tidaknya produk jamu ada dekat dengan tempat tinggal konsumen. Karena alasan harga berhubungan dengan daya beli konsumen terhadap jenis produk industri jamu. Alasan konsumn di atas, menunjukkan konsumen produk jamu melakukan proses keputusan pembelian karena mutu atau kualitas dn kemudahan mendapatkan tempat penjualannya. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan analisa jalur (path analysis). Pengaruh pelaksanaan bauran pemasaran (X) terdiri dari produk (X1),harga (X2), promosi (X3), dan tempat (X4) di mana semua variabel tersebut adalah variabel bebas (independent). Sedangkan variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini pengambilan keputusan pembelian konsumen (Y), disamping itu terdapat variabel residual yang diberi lambang (ε). Nilai koefisien jalur dari persamaan struktural tersebut, perlu dilakukan pengujian signifikannya, untuk mengetahui kebermaknaan variabel bebas Xi mempengaruhi variabel tidak bebas (Y), melalui dua langkah pengujian koefisien jalur, yaitu langkah pertama pengujian hipotesis secara simultan, sedangkan langkah kedua dilakukan pengujian hipotesi secara parsial. Pengujian secara simultan berfungsi menilai

kebermaknaan seluruh koefisien jalur variabel bebas terhadap koefisien jalur variabel tidak bebas, dan pengujian secara parsial, menilai kebermaknaan masing-masing koefisien jalur dari variable bebas terhadap koefisien jalur dari variabel tidak bebas. Secara statistik, dalam pengujian hipotesis secara simultan digunakan uji F (Bahren-Fisher), sedangkan secara parsial dilakukan uji t-student. Hasil analisis pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variable bebas mempengaruhi variable tidak bebas, artinya bahwa variable produk jamu (X1), harga jamu (X2), promosi jamu (X3),dan tempat penjualan jamu (X4) berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian konsumen. Secara matematis, hasil pengujian tersebut dirumuskan dalam persamaan : Y=0,452748 X1 + 0,332349 X2 + 0,529537 X3 + 0,50156 X4 Hubungan matematis ini menunjukkan nilai Fhit sebesar 158,8573796, sedangkan nilai F0,05 adalah sebesar 2,407, sehingga Fhit > F0,05, berarti Ho ditolak (signifikan). Besarnya pengaruh variable bebas terhadap variable tidak bebas dapat dilihat melalui nilai koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah sebesar 0,7428, yang berarti bahwa variasi keputusan pembelian konsumen pada industri jamu dipengaruhi oleh produk jamu (X1), harga(X2), promosi jamu (X3) dan tempat penjualan jamu (X4) sebesar 74,28 persen. Sedangkan sisanya sebesar 25,72 persen ditentukan oleh variable lainnya. Dengan kata lain, sebenarnya keputusan pembelian konsumen pada industri jamu tidak hanya ditentukan oleh variabel-variabel tersebut,tetapi ditentukan juga oleh faktor-faktor lainnya. Secara statistik,hasil analisis dan pengujian hipotesis secara simultan menunjukkan hasil yang signifikan, untuk itu perlu dilakukan pengujian hipotesis secara parsial melalui uji t-student. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variable bebas (Xi) terhadap variable tidak bebas (Y) disajikan pada Table 3.

Tabel 3. Hasil Analisis pada Koefisien Jalur X1,X2,X3, dan X4 terhadap Y Secara Parsial. Pengaruh X1,X2,X3,X4 terhadap Y

Nilai Koefisien Jalur t-hitung t0,25 Keputusan Kesimpulan

Pengaruh X1 Terhadap Y

0,452748188 13,103 1,960 Ho ditolak Signifikan

Pengaruh X2 Terhadap Y

0,332348555 9,7251 1,960 Ho ditolak Signifikan

Pengaruh X3 Terhadap Y

0,529537138 15,313 1,960 Ho ditolak Signifikan

Pengaruh X4 Terhadap Y

0,050155609 1,459 1,960 Ho diterima Non Signifikan

Pengaruh εI Terhadap Y

0,507130

Sumber : Hasil Analisis

Page 64: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

60

Tabel 4. Persentase Pengaruh Variabel X1,X2,X3 dan X4 terhadap Y

Pengaruh Tidak Langsung Variabel Independen Pengaruh Langsung (%) X1 X2 X3 X4 Sub

Total

Total

X1 16,93 - -1,51 4,39 0,17 3,05 19.98 X2 9,12 -1,51 - 0,67 0,24 -0,59 8,53 X3 23,16 4,39 0,67 - 0,38 5,44 28,60 X4 0,21 0,17 0,24 0,38 - 0,79 1,00 Pengaruh X1,X2,X3 dan X4 secara simultan terhadap Y 58,11 Pengaruh Variabel lain (ε) terhadap Y 41,89 Total 100,00

Untuk menguji kebermaknaan setiap koefisien jalur agar digunakan atau tidaknya trimming theory dapat dilihat dari nilai thitung pada Tabel 4 di atas. Dari Tabel 4 diketahui bahwa produk jamu (X1),harga(X2),promosi jamu (X3) secara statistik berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian konsumen, sedangkan tempat penjualan jamu (X4) secara statistik berpengaruh tidak nyata terhadap keputusan pembelian konsumen. Tidak berpengaruh disini bukan berarti tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap keputusan pembelian konsumen, akan tetapi pengaruhnya sangat kecil sekali didalam sample sehingga secara statistik di dalam populasi tidak teruji. X4 secara statistik berpengaruh tidak nyata terhadap proses keputusan pembelian konsumen disebabkan antara lain :

1. Secara umum, perusahaan jamu sudah berada ditempat konsumen,sehingga menyebabkan tempat kurang berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan pembelian konsumen.

2. Selain pabrik yang sudah berada lingkungan konsumen, selain itu pedagang perantara juga banyak menjual produk jamu disekitar lingkungan konsumen.

Berdasarkan paradigma diatas, maka dapat diketahui besarnya pengaruh variable (X1) secara parsial terhadap proses keputusan pembelian konsumen (Y) dengan trimming theory. Untuk lebih jelasnya tentang pengaruh masing-masing variable Xi terhadap Y baik pengaruh langsung, tidak langsung maupun pengaruh total dapat dilihat pada table.4

Pengaruh langsung setiap variable X terhadap Y ditentukan oleh koefisien jalurnya masing-masing yaitu Pyx1,Pyx2,Pyx3,Pyx4 sedangkan pengaruh Xi melalui rxixj oleh Pyxi,Pyxj. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpualan sebagai berikut : 1. Dari pengujian statistik ternyata pengaruh

pelaksanaan bauran pemasaran produk industri jamu di Banda Aceh secara simultan

berpengaruh positif (58,11%) hal ini dicerminkan dari tanggapan/pertimbangan konsumen atas masing-masing indikator bauran pemasaran yang meliputi produk, harga, promosi dan distribusi atau tempat industri jamu di Banda Aceh. Dan jika dianalisis secara parsial produk berpengaruh positif,harga berpengaruh positif,promosi berpengaruh positif dan distribusi atau tempat berpengaruh negatif terhadap keputusan pembelian konsumen. Dan juga yang tidak bisa diabaikan oleh industri jamu di Banda Aceh yaitu faktor lain yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen yaitu sebesar (41,89%)

2. Pengaruh bauran pemasaran terhadap proses keputusan pembelian konsumen yang paling dominan dari unsur bauran yang terdiri dari : A. Bauran produk yang dilaksanakan oleh industri jamu mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada industri jamu di Banda Aceh (19,98%) B. Bauran harga yang dilaksanakan oleh industri jamu mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada industri jamu di Banda Aceh (8,53%). C. Bauran promosi yang dilaksanakan oleh industri jamu mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada industri jamu di Banda Aceh (28,60%) D. Ditribusi atau tempat yang dilaksanakan oleh industri jamu tidak mempunyai pengaruh non signifikan terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada industri jamu di Banda Aceh (1,00%)

Page 65: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengaruh Pelaksanaan Bauran Pemasaran terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen pada Jamu di Banda Aceh Rusydi Abubakar

61

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, David. 1996. Pedoman Manajemen Merek (Terjemahan). PT. Ketindo Soho. Surabaya.

Basu Swastha. 1997. Manajemen Pemasaran Modern. Edisi ke-2, Liberty. Yogyakarta.

. 1999. Manajemen Penjualan. BPFE, Yogyakarta

Balai Besar POM Banda Aceh, 2002. Daftar Nama-Nama Industri Jamu di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Banda Aceh

Boyd, Walker dan Larreche. 2000. Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatatan Strategis dengan Orientasi Global. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Brannan, Tom. 1998. Pedoman Praktis untuk Komunikasi Pemasaran Terpadu (Terjemahan). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Buchari Alma. 1998. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi ke-2. Penerbit Alpabeta. Bandung.

C.M. Lingga Purnama. 2001. Strategic Marketing Plan, Panduan Lengkap dan Praktis Menyusun Rencana Pemasaran yang Strategis dan Efektif. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Cravens, David W. 1999. Pemasaran Strategis. Edisi ke-4. Alih Bahasa :Lina Salim. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Dyah Hasto Palupi. 2002. Membedah Jurus Pemasaran Jamu Tradisional. Tabloid Marketing No. 11/II/4 Edisi 17 Juli 2002.

Engel, James F, Roger D. Blackwell, Paul W. Miniard. 1994. Consumer Behavior. 6th edition. The Dryden Press. Chicago

Etzel, Michael J, Walker, J. Bruce William J. Stanton. 1997. Marketing, Eleven Edition McGraw-Hill Companies, Inc, North America.

Fandy Tjiptono. 2000. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

Gerson, F, Richard. 1994. Marketing Strategis For Small Businesse. Crisp Publications

Gonsalves, Karen P. 1998. Service Marketing, A Strategic Approach. Prentice-Hall. Upper Sanddle River. New Jersey.

Hanibal Prajogo. 1998. Analisis Kepuasan Anggota Perorangan Tahun 1997 Atas Pelaksanaan Atribut-atribut Bauran Pemasaran Eldorado Executive Club Bandung, Universitas Parahyangan. Bandung.

Harun Al-Rasjid. 1994. Analisis Jalur (Path Analysis) Sebagai Sarana Statistika Dalam Analisa Kausal. Laboratorium Pengabdian Pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3ES), Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran. Bandung.

Heny Hendrayati. 2002. Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Pengambilan Keputusan Konsumen untuk Berlangganan Harian

Umum Pikiran Rakyat di Wilayah Kota Bandung. (Tesis). Universitas Padjajaran. Bandung.

Hitt. Michael A, R. Duane Ireland, Robert E. Hoskinson. 1997. Manajeman Strategis Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi. Alih Bahasa : Armand Hediyanto. Penerbit Erlangga. Jakarta

Indriyo Gitosudarmo. 1999. Manajemen Pemasaran. BPFE. Jakarta

Keegan, J. Waren. 1996. Manajemen Pemasaran Global (Terjemahan). PT. Prenhallindo. Jakarta.

Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. The Millenium Edition. Prentice Hall International Inc. USA.

. 2000. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium (Terjemahan). PT. Prenhallindo. Jakarta.

Gary Amstrong 2001, Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1 Edisi ke-8. Alih Bahasa. Damos Sihombing. Penerbit Erlangga. Jakarta.

1998. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi ke-2. Alih Bahasa : Alexander Sindoro.Prenhallindo. Jakarta.

Marius P. Angipora. 1999. Dasar-Dasar Pemasaran. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Macrae, Chris. 1996. The Brand Chatering Handbook. Addision Mesly Longman Limited and The Economist Intelligence Unit.

Mueller, Daniel J. 1986. Measuring Social Attitudes : A Handbook for Research & Practioners. Teacher College Press.

Moh. Nazir. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Peter. Paul J. dan Jerry C. Olson. 2000. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Erlangga. Jakarta

Porter. Michael E. 1997. Strategi Bersaing Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Alih Bahasa : Agus Maulana. Penerbit Erlangga. Jakarta

Ruslan Rosady. 1995. Aspek-Aspek Hukum dan Etika dalam Aktivitas Kehumasan. Ghalia Indonesia. Jakarta

Schiffman, Leon G ; Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumen Behavior. Seven Edition, Prentice Hall International, Inc. Upper Saddle River. New Jersey

Stanton, William J. 1996. Prinsip Pemasaran. Edisi ke -7. Diterjemahkan Oleh : Yohanes Lamarto. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Sucherly. 1996. Strategi Pemasaran dalam Industri Kayu Gergajian dan Pengaruhnya Terhadap Penjualan (Disertasi). Universitas Padjajaran. Bandung.

Sudjana. 1992. Metode Statistik. Edisi ke-4. Tarsito. Bandung

Page 66: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

62

Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Administrasi. Alpabeta. Bandung.

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Surachman Sumawihardja, Suwandi Suparlan, Sucherly. 1991. Intisari Manajeman Pemasaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Supranto. J. 2002. Upaya Memuaskan Pelanggan Agar Menjadi Loyal. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Jakarta.

Suryana. 2001. Kewirausahaan. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Umar Husein. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

,1999 Metodologi Penelitian Aplikasi dalam Pemasaran. Edisi ke-2. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zeitham Valerie A. Bitner, Mary Jo. 1996, Service Marketing

Rusydi Abubakar, adalah dosen pada Fakultas

Ekonomi Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe, Memperoleh gelar S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh dan memperoleh Magister S2 (M.Si) di bidang Pemasaran pada Universitas Padjajaran Bandung.

Page 67: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pendeteksian Outlier pada Data Inflasi Aceh Ratna

63

PENDETEKSIAN OUTLIER PADA DATA INFLASI ACEH

Ratna Jurusan Bisnis Fakultas Eonomi Universitas Malikussaleh

Abstrak: Pada Penelitian di bidang ekonomi dan keuangan seringkali model ARIMA yang standar tidak dapat memberikan solusi dari permasalahan yang ada Gouriroux (1997), hal ini terutama berkaitan dengan tidak terpenuhinya asumsi dasar berdistribusi, seperti berdistribusi normal dan model white noise, data inflasi Aceh residual dari model intervensi belum berdistribusi normal, mungkin disebabkan pada data tersebut ada outlier. Untuk mendeteksi outlier dilakukan dengan prosedur literative yaitu dengaN menghitung λ1.t dan λ2.t dan dipilih λT yang maksimum. Bila λ1.t > λ2.t dinamakan Additive Outlier (AO) dan bila λ1.t < λ2.t Innovational Oulier (IO). Dalam permodelan data infalsi Aceh untuk melakukan pendeteksian outlier dilakukan dengan menguji residual dari model intervensi. Setelah dilakukan pengujian ternyata asumsi dasar berdistribusi normal tidak terpenuhi, karena pada observasi keke 118 (Oktober 1998) terdapat outlier. Setelah dilakukan perhitungan dengan prosedur literative diperoleh λ1.t > λ2.t dan λT = -4,57683 > C maka ada indikasi Additive Outlier (AO). Key words: Pendeteksian Oulier 1. Pendahuluan

Pada penelitian di bidang ekonomi dan keuangan seringkali model ARMA yang standar tidak dapat memberikan solusi dari permasalahan yang ada Gourieroux (1997). Hal ini terutama berkaitan dengan tidak terpenuhinya asumsi dasar, seperti stasioner, residual berdistribusi normal dan model white noise. Pemodelan yang pernah dilakukan salah satunya adalah indeks harga konsumen nasional dengan analisis intervensi Bustaman (2000), indeks harga konsumen umum dan subkelompok padi-padian dengan analisis intervensi dan GARCH Rupingi (2001), dan Analisis Intervensi pada Kasus Data Inflasi Akibat Krisis Moneter Ratna (2004).

Model-model tersebut asumsi dasar berdistribusi normal belum dapat dipenuhi, olwh karenanya mungkin terjadi outlier dalam data tersebut.Outlier akhir-akhir ini lebih banyak dipelajari dalam literatur statistik time series, dan ketertarikan ini juga berkembang dalam bidang ekonometrik. Pembahasan secara umum tentang outlier time series, melibatkan definisi dan kemungkinan efek yang merugikan tentang outlier time series, diikuti dengan pendeteksian outlier dan pemodelan outlier.

Barnett dan Lewis (1994) melakukan penelitian tentang outlier dan mengembangkan outlier dengan metoda statistik, Bruce dan Martin (1989) menemukan cara pendeteksian outlier dan pemodelannya, Harvey dan Durbin (1986) membahas analisis intervensi yang menyangkut outlier. Oleh karena itu adanya outlier seringkali disebabkan adanya intervensi pada data.

2. Metodologi Penelitian

Ada beberapa tipe dan metode pendeteksian outlier yang berbeda. Jumlah outlier yang dideteksi bervariasi (baik satu ataupun lebih dari satu), dan ada

perbedaan antara uji-uji untuk mengidentifikasi outlier dengan jumlah yang diketahui dan tidak diketahui. Ljung (1993) yang menyatakan bahwa analisis regresi merupakan pengembangan pertama dari pendeteksian outlier. Dalam literatur standar outlier (Tsay, 1986 dan 1988, Chen dan Liu 1993), suatu time series dimodelkan sebagai ARMA ditambah intervensi dan outlier.

Ketika terdapat beberapa outlier, estimasi ω yang telah digambarkan sebelumnya pada periode ke-t, bisa jadi merupakan suatu estimasi yang unbias untuk pengaruh outlier pada waktu t, disebabkan oleh pengaruh dari outlier disebelahnya. Anggap suatu kasus khusus berikut dari dua buah additive outlier (AO) dalam model ARMA :

tT

tT

tt aBBIIZ

)()()(

2)(

1* 2

φθ+ω+ω= 1

dengan asumsi bahwa series yang ditetapkan oleh model ARMA yang sesuai dan te merupakan residual yang diestimasi, sehingga dapat didefinisikan :

tT

tT

ttt aIBIBZBe +πω+πω=π= )(2

)(1

* 21 )()()(ˆ Jika T tidak diketahui, tetapi parameter time

series diketahui, kita dapat menghitung t.1λ dan

t.2λ , dimana t = 1, 2, …, n. Akan tetapi dalam praktek parameter time series sering kali tidak diketahui dan harus diestimasi. Hal ini berarti bahwa keberadaan outlier menyebabkan estimasi parameter sangat bias, sehingga 2

aσ akan menjadi overestimated. Chang dan Tiao (1983) mengusulkan prosedur pendeteksian iterative untuk mengatasi situasi jika jumlah AO atau IO tidak diketahui. Pendeteksian outlier dengan menggunakan prosedur iterative ada beberapa tahap antara lain:

Page 68: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

64

Tahap I : Model series Zt diasumsikan bahwa tidak ada outlier. Menghitung residual dari model yang diestimasi sebagai berikut :

ttt YBBZBe

)(ˆ)(ˆ

)(ˆˆθφ=π= dan ∑

=

=σn

tta e

n 1

22 ˆ1ˆ

Tahap II : Menghitung t .1λ dan t .2λ untuk t = 1, 2, …,n dengan menggunakan model yang telah diestimasi

{ } tiitT .ˆmaxmaxˆ λ=λ

dimana T waktu maksimum diketahui. Jika CTt >λ=λ .1ˆˆ , C adalah yang sering terjadi pada nilai antara

3 dan 4, kemudian AO pada waktu T dan pengaruh estimasi dengan ATω , adalah :

)(ˆ~ TtATtt IZZ ω−=

Residual baru dapat dicari dengan cara : )()(ˆˆˆ~ T

tATtt IBee πω−=

Jika CTt >λ=λ .2ˆˆ , maka ada IO pada waktu T dengan pengaruh ITω . Pengaruh IO ini dapat dihilangkan

dengan memodifikasi persamaan

)(ˆ)(ˆ)(ˆ~ T

tITtt IBBZZ ω

φθ−=

dan residual baru dapat dihitung dengan cara : )(ˆˆ~ TtITtt Iee ω−=

Tahap III : Menghitung kembali t .1λ dan t .2λ berdasarkan modifikasi residual dan 2~

aσ , dan mengulang langkah 2 sampai seluruh outlier dapat diidentifikasi. Estimasi awal untuk )(Bπ tetap tidak berubah. Tahap IV :

Setelah tahap 3 berakhir, dan k outlier untuk sementara telah dapat diidentifikasi pada waktu T1, T2, …, Tk, estimasi parameter outlier kωωω ,...,, 21 . Parameter time series secara simultan dapat didefinisikan dengan menggunakan model :

atBBIBvZ jT

t

k

jjjt )(

)()( )(

1

*

φθ+ω=∑

=

Tahap 2 sampai dengan tahap 4 diulang sampai semua outlier diidentifikasi dan efeknya secara simultan dapat diestimasi. 3. Analisis dan Pembahasan

Salah satu indikator ekonomi yang dipantau terus perkembangannya oleh pemerintah adalah angka inflasi. Angka ini dihitung berdasarkan rasio perubahan yang terjadi pada Indeks Harga Konsumen (IHK) setiap bulan. Dalam skala nasional penghitungan IHK dilakukan berdasarkan survei harga konsumen di beberapa kota besar di Indonesia (BPS, 1998).

Perkembangan inflasi Aceh secara umum mempunyai pola gradual yaitu pada pertengahan tahun 1997 terjadi lonjakan inflasi yang sangat tinggi Kondisi yang seperti ini memberikan indikasi awal terjadinya sesuatu yang tidak wajar dalam periode tersebut.

Fenomena lonjakan harga besar tersebut yang terjadi di Aceh mengakibatkan terjadi inflasi yang tinggi yang berawal pada bulan Juli 1997 oleh pakar ekonomi disebut sebagai krisis moneter. Dampak dari

krisis tersebut adalah menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika secara signifikan (Rusman, 1998). Krisis ekonomi yang melanda Aceh pada bulan Juli 1997 menyebabkan perubahan besar pada sebagian komoditas yang dibutuhkan masyarakat. Jika diperhatikan dari bulan ke bulan, maka berbagai komoditas barang tersebut cenderung meningkat dengan kelipatan yang lebih besar dibandingkan dengan masa sebalum krisis (Soemarjan, 1998). Gejala naiknya berbagai komoditas akibat krisis moneter tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 yang cenderung meningkat tajam pada bulan Juli 1997 dan puncak krisis terjadi pada tahun 1998.

Page 69: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pendeteksian Outlier pada Data Inflasi Aceh Ratna

65

Date

JUL 2002

OCT 2001

JAN 2001

APR 2000

JUL 1999

OCT 1998

JAN 1998

APR 1997

JUL 1996

OCT 1995

JAN 1995

APR 1994

JUL 1993

OCT 1992

JAN 1992

APR 1991

JUL 1990

OCT 1989

JAN 1989

INFL

AS

I A

CE

H

20

10

0

-10

Gambar. 1 Plot data Inflasi Aceh periode Januari 1989 sampai dengan Februari 2003

Tabel 1 Hasil Estimasi dan diagnostic checking untuk data Inflasi Aceh periode keseluruhan (model intervensi)

Parameter Estimasi Standar Error T-Ratio Karakteristik model

1

2

3

4

0

1

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆˆ

φ

φ

φ

φωω

-0,56580

-0,31108

-0,34773

-0,20569

9,21884

6,32687

0,07938

0,08733

0,08838

0,08123

1,36864

1,35958

-7,13(*)

-3,56(*)

-3,93(*)

-2,53(*)

6,74(*)

4,65(*)

MSE = 1,88449868

σ = 1,37277044

AIC = 564,803104

SBC = 583,29153

Ljung-Box Residual white noise

Sumber : Hasil Output Pengolahan dengan menggunakan SAS

Dengan informasi tersebut di atas dapat diduga order b = 7, s = 1 dan r = 0. Secara matematis dugaan model intervensi (mean model) untuk seluruh pengamatan adalah :

)1(

)( 44

33

221

710 BBBBa

SBZ ttt φφφφ

ωω−−−−

+−= −

Bedasarkan hasil pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa model sudah sesuai untuk menggambarkan

fluktuasi Inflasi Aceh periode Januari 1989 sampai dengan Februari 2003. Hal ini ditunjukkan dengan taksiran parameter yang sama-sama signifikan pada alpha 5 % dan syarat residual white noise juga terpenuhi pada model tersebut. Secara matematis model dapat ditulis dengan mensubtitusikan parameter model adalah :

)20569,034773,031108,055065,01()32687,621884,9( 4327 BBBB

aSBZ t

tt +++++−= − atau

tttttt

tttttt

aSSSSSSZZZZZ

++−+−−++−−−−=

−−−−−

−−−−−

12111098

74321

30137,130382,023750,171195,011085,121884,920569,034773,031108,056580,0

Model intervensi (mean model) di atas dapat diinterpretasikan bahwa krisis yang terjadi mulai bulan

Juli 1997 secara rata-rata berdampak setelah krisis berjalan selama 7 bulan kedepan (sekitar Februari 1998). Hasil estimasi dan diagnostic checking pada mean model menunjukkan bahwa model telah memenuhi signifikansi parameter dan residual yang white noise, tetapi asumsi residual model berdistribusi normal belum terpenuhi seperti terlihat pada Gambar 2 berikut ini.

Page 70: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

66

Gambar 2 Pengujian distribusi normal pada residual model ARIMA (0,1,1)(0,1,1)12 Inflasi Aceh (periode

intervensi) Setelah model intervensi diperoleh pada data Inflasi Aceh, maka langkah selanjutnya adalah mendeteksi adanya outlier. Berdasarkan uji distribusi normal Gambar 3

Gambar 3 Plot residual Inflasi Aceh dengan model intervensi akibat krisis pada bulan Juli 1997 Untuk mengetahui apakah residual itu berpengaruh, maka akan dideteksi outlier dengan prosedur iterative dengan menghitung nilai aσ = 1,353826776

580125,1)...( 232

22

21

20

0

22 =π++π+π+π=π=τ ∑−

=

Tn

jj

Untuk AO : 92926,4ˆ −=ωAT

57683,461,35382677

)92926,4(580125,1ˆˆˆ

1 −=−

=σωτ

=λa

ATT

Untuk IO : 1242,6ˆ −==ω TIT e

523621565,461,35382677

1242,6ˆˆˆ

2 −=−=σω

=λa

ITT

Approximate P-Value < 0.01D+: 0.084 D-: 0.079 D : 0.084

Kolmogorov-Smirnov Normality Test

N: 161StDev: 1.35537Average: -0.0850776

43210-1-2-3-4-5-6

.999.99.95

.80

.50

.20

.05

.01.001

Pro

babi

lity

Residual Inflasi Aceh

Normal Probability Plot

Page 71: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pendeteksian Outlier pada Data Inflasi Aceh Ratna

67

Untuk AO : 92926,4ˆ

0

2

0 −=π

π=ω

∑−

=

=+−

Tn

jj

Tn

jjTjT

AT

ee

57683,461,35382677

)92926,4(580125,1ˆˆˆ

1 −=−

=σωτ

=λa

ATT

Untuk IO : 1242,6ˆ −==ω TIT e

523621565,461,35382677

1242,6ˆˆˆ

2 −=−=σω

=λa

ITT

Oleh karena TT 21ˆˆ λ>λ berarti yang terjadi adalah Additive Outlier (AO)

Setelah dilakukan penghitungan untuk outlier dan dilakukan fitting ulang dengan menggunakan SAS hasil estimasinya seperti terlihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3 Hasil Estimasi dan diagnostic checking untuk data Inflasi Aceh setelah dilakukan fitting untuk model

outlier

Parameter Estimasi Standar Error T-Ratio Karakteristik model

-0,58281

-0,32953

-0,32412

-0,19850

9,03605

6,20673

-3,30331

0,07994

0,08934

0,09037

0,08185

1,35102

1,34110

1,19074

-7,29(*)

-3,69(*)

-3,59(*)

-2,43(*)

6,69(*)

4,63(*)

-2,77(*)

MSE = 1,80791553

σ = 1,34458749

AIC = 559,081575

SBC = 580,651405

Ljung-Box Residual white noise

Sumber : Hasil Output Pengolahan dengan menggunakan SAS

Hasil fitting ulang model outlier dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut :

)19850,032412,032953,058281,01(

30331,3)32687,621884,9(

422

)118(7

BBBBa

ISBZ

t

ttt

++++

+−−= −

Page 72: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

68

Selanjutnya menguji residual model outlier ternyata asumsi model berdistribusi normal sudah terpenuhi, hasilnya seperti pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4.4 Pengujian distribusi normal pada Inflasi Aceh dari residual model outlier

Setelah outlier terdeteksi pada data Inflasi Aceh, maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kuadrat dari residual model tersebut untuk mengetahui ada tidaknya proses ARCH dan GARCH pada residual tersebut. Proses pengujian ARCH dan GARCH tersebut akan dilanjutkan untuk yang akan datang.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahawa model inflasi Aceh yang mengandung outlier adalah sebagai berikut:

)19850,032412,032953,058281,01(

30331,3)32687,621884,9(

422

)118(7

BBBBa

ISBZ

t

ttt

++++

+−−= −

5. DAFTAR PUSTAKA Barnett, V. dan T. Lewis. (1994), Outlier in

Statistical Data, 3rd ed. John Wiley, Chichester. Bartlett, M. S. (1946), On the Theoritical

Specification of Sampling Properties of Autocorrelated Time Series, Journal of the Royal Statistical Society , B8, 27-41

BPS. (1998), Indeks Harga Konsumen Ibukota propinsi di Indonesia 1998. Jakarta

Bruce, A.G. dan R.D. Martin. (1989), Leave-k-out Diagnostic for Time Series (with discussion). Journal of the Royal Statistical Society, Series B, 51, 363-424.

Bustaman, U. (2000), Analisis Intervensi Krisis Moneter pada Indeks Harga Konsumen Nasional, TA Statistika.

Chang, I dan Tiao,G.C. (1983), Estimation of Time Series Parameters in the Presence of Outlier. Technical Report 8, University of Chicago, Statistics Research Center.

Chen, C. dan L.M. Liu. (1993), Joint Estimation of Model Parameter and Outlier effects in Time Series. Journal of the American Statistical Association, 88, 284-297.

Enders, W. (1995), Applied Econometric Time

Series, Canada : Jonh Wiley Sons, Inc. Engle, R. F. (1982), Autoregressive Conditional

Heteroscedasticity with Estimates of the Variance of United Kingdom Inflation, Econometrica 50, 987 – 1007.

Gourieroux, C. (1997), ARCH Models and Financial Applications, Springer – Verlag New York, Inc.

Greenblatt, S.A. (1994), Wavelets in Econometrics: An Application to Outlier Testing. Working Paper, University of Reading, Departemen of Econometrics.

Ljung, G.M. (1993), On Outlier Detection in Time Series, Journal of the Royal Statistical Society, Series b, 55, 559-567.

Ratna, (2004). Analisis Intervensi Pada Kasus Data Inflasi Aceh, Penelitian Dosen Muda, Fakultas Ekonomi.

Rupingi, A. S. (2001). Analisis Intervensi dan Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) Pada Kasus Indek Harga Konsumen Nasional, TA Statistika.

Rusman, R, et al. (1998), Prihatin Lahir Batin : Dampak Krisis Moneter dan Bencana Elnino Terhadap Masyarakat, Keluarga, Ibu dan Anak di Indonesia dan Pilihan Intervensi, Edisi II, Jakarta : Pusblitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, LIPI.

Tsay, R.S. (1986), Time Series Model Specification in the Presence of Outlier, Journal of the American Statistical Association, 81, 132-141.

Tsay, R.S. (1988), Outlier, Level Shifts, and Variance Changes in Time Series, Journal of Forecasting, 7, 1-20.

Wei, W.W.S. (1990), Time Series Analysis.Canada: Addison Wisley Pubblishing Company.

Normal Q-Q Inflasi Aceh Outlier

Observed Value

420-2-4

Exp

ecte

d N

orm

al V

alue

4

3

2

1

0

-1

-2

-3

-4

Residual intervensi dan outlier

3.503.00

2.502.00

1.501.00

.500.00-.50

-1.00-1.50

-2.00-2.50

-3.00-3.50

20

10

0

Std. Dev = 1.25 Mean = -.01

N = 161.00

Page 73: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Problems Evaluation of Transport Systems in Medan Filiyanti T.A. Bangun

69

PROBLEMS EVALUATION OF TRANSPORT SYSTEMS IN MEDAN

Filiyanti T.A. Bangun A Lecture of Faculty of Civil Engineering USU Medan

Email: [email protected] This paper reports and discusses two major transport/traffic problems in Medan, those are the public transport systems and the traffic congestions problems. This paper also discusses what factors may cause those problems and what further traffic problems may be risen by those major cases. In addition, this paper provides certain suggested solutions which have been discussed with certain important bureaucrats of Medan such as from the Regional Planning Agency of Medan (Bappeda Kota), from Department of Communications (Dishub Kota) of Medan and from Department of City and Building Arrangements (Dinas TKTB) of Medan, certain professors from Tokyo University of Technology, NGO (Non Government Organizations/LSM) of Medan and several journalists in order to formulate and undertake appropriate actions or further studies to cope with or at least to minimize the future more severe and complex impacts on the community and the city life systems of Medan. 1. PUBLIC TRANSPORT SYSTEMS IN

MEDAN Problems of Public Transport Systems in Medan

1. Overlapping and disorganized public transport routes & trajectories. Data from the Department of Communications (Dishub) of Medan : the number of Urban Public Transport (angkot) is 7,583 units (the plafond is 15,272 units) with 248 trajectories; taxi fleets are 1,187 units (plafond is 2,545 units); cycle & motor trishaws (18,800 units). On 2004, the numbers are increase, especially the urban taxi, motor-trishaw in Honda-Win type and Kancil type. This problems cause further complex problems such as:

a. Conflicts between angkots’ drivers in order to obtain the optimum number of passengers.

b. Unhealthy competitions among angkots’ operators to obtain optimum profits.

c. Indisciplines angkots’ drivers to reach the “daily money target” (setoran) for the operators, e.g. stop anywhere to serve the passengers, disobey the traffic light/rules and driving in excessive speed.

Factors raise this problems are as

follows : • No specific and clear reasons and

background basis/criteria of determining the trajectories and routes by the City Government (Pemko) and Dishub of Medan.

• No specific and clear reasons and background basis/criteria of determining and adding the fleet numbers, the plafond numbers by the City Government (Pemko) and Dishub of Medan.

• Less-function of bus-stop/shelter

(halte) and no sanctions for the angkots’ drivers for not taking/dropping the passenger at the halte.

• Too much illegal/informal charges

to the drivers and operators by the civilians, e.g. safety charge and passenger scalper money cause difficulties for the drivers to reach the “daily money target”.

2. The types and sizes of the fleets are

not in accordance with the road hierarchy and functions and the demand of the passengers. E.g.: larger capacity for buses/angkot (30-40 passengers) that pass the primary artery roads, which has larger demand of passengers than collector or local roads.

3. No prohibition for the inter-city

public transport (e.g.: Sutra, Sinabung Jaya, Sempati, Tapian Nauli, and illegal taxi) to enter the internal city area to serve (take/drop) the passengers. This problem may cause bankruptcy for urban public transport’ operators.

4. The present of inter-city bus pools

that utilize the side of main roads (primary artery/collector roads) to park their busses waiting for the

Page 74: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

70

sufficient passengers. The Pemko and Dishub of Medan City have been aware of this illegal action, however until now, no actions have been undertaken to correct this problem.

5. Too many shadow terminals on the

main roads, e.g. : prior to the entrance/exit accesses of Amplas and Pinang Baris Terminals, at Simpang (Sp) Limun, Sp. Sumber Padang Bulan, Sp. USU, Sp. Halat and Sp. Aksara). This illegal actions are exactly in front of the assigned officers either from the police unit or Dishub. This problem raises further problems :

a. Narrowing the traffic lanes, e.g. : from 3 effective lanes per direction become 1 lane.

b. Increasing the traffic congestion levels since this problem usually occur on the congested sensitive spots.

c. Higher congestion levels cause longer travel time, less trip numbers, inconvenience trips and higher risks for passengers’ safety.

6. Poor accessibilities of prior to and

subsequent (pra & purna) public transport. This problem may cause unattractive public transport and increase the number of private vehicle users.

7. Lack of pedestrian facilities including

the crossing facilities. This problem cause narrowing the effective traffic lanes and interrupting the traffic flow for crossing the road.

8. Lack of competent academics experts

and no Transport experts especially in Public Transport Systems expertise, involved by the Medan City Government (Pemko, Pemprovsu, Dishub, Bappeda) in giving academics based inputs/analysis to find the best solutions for the city’s problems. The involvement of competent academics experts will minimize the impacts of “wrong men on the wrong place” of the high officials/functionaries of Medan City.

Suggested Solutions on Public Transport Problems

1. In accordance with all identified problems above, then several solutions

are suggested in order to cope with the problems or to minimize the impacts of the problems. The several solutions are as follows:

a. Re-routing the fleets of public transport.

b. Exchanging the size of

several small buses (angkot) to a medium or a larger bus in accordance with the road functions and hierarchy and the demand of passengers.

c. Training the operators

(drivers and owners) on the management systems of running the public transport enterprise.

d. Eliminating the shadow

terminals, public transport pools and re-organizing the public transport facilities, such as halte/bus-shelter, bus-bay, ticketing and waiting-room.

e. Law enforcement on public

transport systems regulations such as fines the drivers when not serving the passenger on the shelter or terminal, disobey the traffic light/rules and driving with excessive speed.

f. Eliminating the illegal

charges from civilians to the drivers and ensuring the security from local civilians.

2. It is highly recommended to undertake

an appropriate study involving the right and competent persons from various sources such as the decision makers from the City Government (Pemko), Dishub, Bappeda of Medan City and especially involving the Transport and Regional/Urban Planning Experts from academicism parties. The study issues/topics could be as follows : • Re-routing and re-sizing the fleets

of public transport system in Medan City based on the road hierarchies, road functions and the passengers’ demands.

• Re-organizing the terminal systems and public transport facilities and

Page 75: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Problems Evaluation of Transport Systems in Medan Filiyanti T.A. Bangun

71

eliminating the pools of public transport in Medan City.

• Training of managing and running the economic enterprise (koperasi) of public transport systems in Medan City for the benefits of the owners and the drivers.

• The planning and development of Mass Transit Systems (SAUM = Sistem Angkutan Umum Massa) at Medan City.

2. TRAFFIC CONGESTIONS IN MEDAN Factors Cause The Problem

1. The effects of changing the land use functions in CBD area without evaluating thoroughly the traffic management systems considering overall road networks in Medan. For instance, the land use function in Medan CBD area should be office complex in accordance with RTRWK Medan (The City Space Arrangement Plan) 1995-2005. Therefore, the establishment of several commercial buildings such as Mall Grand Palladium, the City Hall, the Crystal Square and several condominiums in Medan CBD area without undertaking an appropriate and thoroughly study on the regional transport systems in Medan will cause the traffic problems become more severe and complex and also severe financial losses on community due to the traffic congestion; total financial losses for the travelers in Medan is Rp.1.3 millions per day or Rp.36 billions per month (please see the attached analysis in ANALISA newspaper in OPINI column page 18 on Nov 19th 2004) .

2. Determining the traffic flow

directions by spots and not taking into account the whole road networks will definitely add more congestion spots and levels in the road networks of Medan City. E.g. changing the two-way traffic direction into one-way direction along Jalan Gatot Subroto due to the existence of Medan Fair Plaza (Carrefour) without undertaking appropriate transport systems study adds more congestion spots and levels along the street and surroundings collector and local roads.

3. Lack of competent academics experts

and no Transport experts involved by the Medan City Government (Pemko,

Pemprovsu, Bappeda, Dishub) in giving academics based inputs/analysis to find the best solutions for the city’s problems. The involvement of competent academics experts will minimize the impacts of “wrong men on the wrong place” of the high officials/functionaries of Medan City.

4. The effects of high side-frictions cause

narrowing the width of road lane (bottleneck). The side-frictions for instance are : a. On-road parking. b. Selling/market on the

trotoir/sidewalk or on-road market.

c. On-road trishaws and angkots’ pools.

d. On-road social activities (parties or funeral ceremony).

e. Poor pedestrian’ facilities : on-road walking and road crossing.

5. Ineffective management of the signalized and/or unsignalized intersections, such as follows : a. Inappropriate design of intersection

geometric (the width, the slope, minimum sight distance, turning radius, etc).

b. Incorrect setting of traffic light on the intersections and poor coordination of integrated signalized intersections.

c. Inappropriate canalization.

6. Indiscipline behaviors of the motorists, e.g. stopping the vehicle anywhere or overtaking suddenly to take/drop the passengers, driving the vehicle with excessive speed and disobey the traffic light/rules.

7. Imbalance ratio between road

infrastructure development and the growth rate of vehicles.

Suggested Solutions on Traffic Congestion Problems in Medan

1. Need urgent study on regional transportation systems in Medan to evaluate the road networks thoroughly including examining and restructuring the traffic management systems in Medan. The suggested topic of the study is “A study of planning and development of regional transportation systems of Medan

Page 76: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

72

City based on RTRWK (The City Space Arrangement Plan) of Medan 2005-2015 (Studi perencanaan dan pengembangan transportasi wilayah Kota Medan berdasarkan RTRWK Medan 2005-2015). This study will be including the public transport systems in Medan as well.

2. Precise and appropriate arrangement of

traffic management systems, such as : a. Parking location arrangement. b. Provision of road-crossing facilities

and traffic signals (rambu and marka jalan).

c. Re-setting the traffic lights. d. Re-arrangement the traffic flow

directions.

3. Law enforcement on the traffic rules and training the motorists and public transport operators about the traffic rules and the management systems of public transport enterprises.

3. CONCLUSION

1. Two major transport problems in Medan City are the public transport systems and the traffic congestion problems.

2. The main factors cause public transport

problems in Medan City are the overlapping and disorganized public transport routes & trajectories.

3. Several factors cause traffic congestion

problems are : a. Establishment of various commercial

buildings concentrated in city center (CBD area) without undertaking appropriate study on regional transport systems of Medan City.

b. Incorrect method in changing the traffic flow directions

c. High side-frictions. d. Ineffective management of signalized

and unsignalized intersections. e. Indiscipline behavior of motorists. f. Imbalance ratio between road

infrastructure development and the growth rate of vehicles.

4. It is strongly recommended to involve

relevant competent academics experts especially competent Transport expert in giving academics inputs/analysis for the decision-makers of the city.

5. It is highly suggested to undertake a further

study concerning transport/traffic problems

with the topic of : “A study of planning and development of regional transportation systems of Medan City based on RTRWK (The City Space Arrangement Plan) of Medan 2005-2015 (Studi perencanaan dan pengembangan transportasi wilayah Kota Medan berdasarkan RTRWK Medan 2005-2015). This study will be including the public transport systems in Medan as well.

6. Law enforcement in traffic regulations is an

urgent compulsory action to be applied soon in Medan City.

4. REFERENCE Bangun, F., and Napitupulu, R., 21 Maret 2005,

Jalan Tol Medan - Tebing Tinggi Lebih Prioritas dari Medan - Binjai, Sinar Indonesia Baru: Medan, p. 13.

Napitupulu, R., and Bangun, F., 31 Januari 2005, Medan, Kota Metropolitan Atau Kota Metromarpilitan ?, Waspada: Medan, p. 4.

-, 15 January 2005, Prospek Sistem Angkutan Umum di Kota Medan, Sinar Indonesia Baru: Medan, p. 13.

-, 19 November 2004, Apakah Kemacetan Lalulintas Perkotaan di Medan Hanya Layak Sebagai Bahan Obrolan Saja ?, Analisa: Medan, p. 18.

-, 13 November 2004, Kemacetan Lalulintas di Kota Medan Serius, Waspada: Medan, p. 4.

Pakpahan, E., 26 September 2002, Pembangunan Terminal Terpadu Kota Medan, Waspada: Medan, p. 4.

-, 29 Juni 2002, Analisis Dampak Lalulintas Kota Medan, Waspada: Medan, p. 4.

-, 27 Agustus 2001, Manajemen Lalulintas Kota Medan, Waspada: Medan, p. 6.

-, 4 Desember 2000, Pembudayaan Disiplin Berlalulintas Kota Medan, Waspada: Medan, p. 6.

-, 17 Juli 2000, Analisis Kebijakan Sistem Transportasi Kota Medan, Waspada: Medan, p. 4.

Page 77: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) Jeluddin Daud

73

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)

Jeluddin Daud

Abstrak: Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan, yang keberadaannya disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Namun pada kenyataannya di Kota Medan keberadaan halte belum dimanfaatkan dengan semestinya oleh masyarakat. Berdasarkan pengamatan penyalahgunaan halte dapat terlihat pada 90% halte di kota Medan, para calon penumpang maupun pengemudi angkutan umum lebih senang menunggu atau menaikkan penumpang di tempat selain halte dan pedagang kaki lima memanfaatkan halte untuk menjajakan dagangannya. Ketidakefektifan ini ternyata membawa dampak yang cukup buruk, seperti kemacetan dan keruwetan lalu lintas, terutama pada persimpangan dan sarana publik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak efektifnya halte sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi.

Kota Medan merupakan wilayah penelitian, di bagi menjadi lima koridor utama. Dimana halte yang berada pada koridor tersebut menjadi populasi pada penelitian ini. Sampel di ambil dengan menggunakan metode Proporsionate stratified random sampling (Sampel acak berlapis berimbang), sehingga terpilih 15 halte yang akan diteliti dengan menggunakan tabel acak. Untuk mengetahui efektifitas penggunaan halte di Kota Medan, dilakukan wawancara langsung kepada 30 pengguna halte dan 220 pengemudi angkutan umum. Dilakukan observasi langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi fisik halte. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa halte di Kota Medan sudah tidak efektif lagi penggunaannya. Hal ini dikarenakan 90% halte di Kota Medan telah berubah fungsi menjadi tempat berjualan. 60% responden pengguna dan pengemudi menilai kondisi halte di Kota Medan dalam keadaan tidak terawat dan diabaikan. Sehingga 83.3% pengguna, menggunakan halte hanya sesekali. Sedangkan 71.1% pengemudi tidak pernah menaikkan/menurunkan penumpang pada halte. Selain itu 46.6% pengemudi menilai kurangnya penyebaran halte di Kota Medan sehingga tidak dapat melayani kebutuhan masyarakat akan halte. Untuk mengatasinya 100% responden menyetujui apabila dilakukan peningkatan fungsi terhadap halte. Baik itu dengan cara sosialisasi terhadap masyarakat, maupun moderenisasi penampilan halte. 1. PENDAHULUAN Halte merupakan salah satu fasilitas transportasi yang disediakan pemerintah sebagai pendukung dalam mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien. Halte diperlukan keberadaannya disepanjang rute angkutan umum dan angkutan umum harus melalui tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang agar perpindahan penumpang lebih mudah dan gangguan terhadap lalu lintas dapat diminimalkan. Karena disepanjang rute inilah keberadaan calon penumpang memberi andil yang cukup besar terhadap gangguan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan sesuai dengan kegunaannya. Karena apabila keberadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama dari kemacetan lalu lintas pada jalur tempat halte berada. 2. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk dapat mengetahui faktor–faktor yang menjadi penyebab tidak efektifnya halte sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan

transportasi. Dan diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan efektifitas penggunaan halte sehingga manfaat dari keberadaan halte di Kota Medan dapat tercapai dengan optimal. 3. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian prilaku efektif menurut Catur (2002), keefektifan dalam konteks perilaku merupakan hubungan yang optimal antara hasil, kualitas, efisiensi, fleksibilitas dan kepuasan. Sehingga keefektifan ditentukan oleh tingkatan dari sesuatu yang direalisasikan sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), Tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum ini merupakan salah satu bentuk fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang dimaksudkan untuk:

Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas

Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum

Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang

Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.

Page 78: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

74

Adapun persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah:

1. Berada di sepanjang rute angkutan umum atau bus.

2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki.

3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.

4. Dilengkapi dengan rambu petunjuk. 5. Tidak mengganggu kelancaran arus lalu

lintas.

1. 2. 3. 4. 5.

Koridor I : Koridor II : Koridor III : Koridor IV : Koridor V :

Jalan Balai Kota, jalan Putri Hijau, Jalan K.L Yos Sudarso Jalan Guru Patimpus, jalan Jend.Gatot Subroto Jalan Mayjend S. Parman, jalan Let.Jend Jamin Ginting Jalan Jend A. Yani, jalan Pemuda, jalan Brigjend. Katamso, jalan Ir. Juanda, jalan Sisingamangaraja. Jalan Perintis Kemerdekaan, jalan HM Yamin SH, jalan Letda Sujono.

4.1 Penentuan sampel 4.1.1 Sampel halte

Pengambilan populasi halte dilakukan dengan cara menghitung seluruh halte yang berada di sepanjang jalan yang merupakan koridor utama. Dari hasil observasi ketahui jumlah halte di dalam wilayah penelitian adalah 45 buah. Sampel yang akan digunakan untuk penelitian sebanyak 15 sampel. Jumlah sampel yang diambil pada setiap koridor ditentukan secara berimbang. Yaitu dengan menggunakan rumus :

Proporsi = %100×HalteJumlahTotal

KoridorTiapHalteJumlah

Jumlah sampel = sampeljumlahTotaloporsi ×Pr

Tabel 1. Jumlah Sampel Halte di Kotamadya Medan

No Bagian

Jumlah

Halte

Proporsi

(%)

Jumlah

Sampel

1 Koridor I 8

17.8 3

2 Koridor II 14

31.1 4

3 Koridor III 5

11.1 2

4 Koridor IV 8

17.8 3

5 Koridor V 10

22.2 3

Total 45

100 15

Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Kemudian memberikan nomor pada semua populasi. Dengan menggunakan tabel angka acak, akan diperoleh nomor halte yang akan di teliti.

4.1.2 Sampel responden

Untuk memperoleh gambaran yang lebih teliti tentang pengaruh keberadaan Halte di Kotamadya Medan secara menyeluruh, maka presentasi data yang disajikan dibagi dalam dua kelompok jenis responden yaitu pengemudi angkutan umum dan pengguna halte pada daerah studi . Sebagai pedoman umum, menurut Gay (1987) bahwa untuk studi yang bersifat diskriptif ukuran sampel minimum yang digunakan adalah sebesar 10% dari jumlah populasi. Sedangkan untuk studi korelasional dan studi kausal-komparatif disarankan menggunakan sampel minimum sebanyak 30 subjek atau responden. Sehingga jumlah sampel responden pengemudi angkutan umum diambil sebesar 10% dari jumlah populasi angkutan umum. Sedangkan untuk responden pengguna halte, masing-masing diambil 30 orang. Untuk tiap koridor terdiri dari 6 orang responden.

Tabel 2. Jumlah Responden Pengemudi Angkutan

Umum

Bagian Jumlah Trayek Populasi Sampel

Koridor I 6 308 31

Koridor II 16 223 22

Koridor III 13 485 49

Koridor IV 10 645 65

Koridor V 19 535 53

Total 2196 220 Dari tabel 7 diatas, diperoleh jumlah

responden pengemudi angkutan umum untuk koridor I sebanyak 31 orang, koridor II sebanyak 22 orang, 49 orang untuk koridor III dan 65 orang untuk koridor IV serta 53 orang untuk koridor V. Sehingga total dari responden pengemudi adalah 220 orang.

5 KOMPILASI DAN ANALISA DATA 5.1 Kondisi Fisik Halte Halte yang digunakan menjadi sampel pada penelitian ini sebanyak 15 halte, yang dipilih secara acak pada wilayah studi. 5.1.1 Jenis Halte Tempat perhentian kendaraaan yang ada di Kota Medan termasuk kedalam tempat henti dengan perlindungan (halte) dan tidak terdapat tempat henti tanpa perlindungan (shelter). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran kondisi halte di Kota Medan : – 33.3% dalam kondisi fisik yang tidak terawat,

hal ini terlihat karena warna cat yang memudar dan rusaknya tiang-tiang penyangga halte yang diakibatkan oleh korosi dan terdapatnya puing-puing yang merupakan bekas tempat duduk

Page 79: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) Jeluddin Daud

75

halte. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada halte yang di bangun oleh pemerintah dan belum pernah mengalami perbaikan sejak didirikan.

– 66.7% dalam kondisi fisik yang bersih dan terawat. Dengan bangunan halte yang masih baru dan lebih modern, biasanya di bangun pihak swasta. Pihak swasta tersebut biasanya bertujuan untuk mempromosikan suatu produk, dengan memberikan label produk tertentu pada halte. Hal ini menyebabkan bervariasinya bentuk, warna, dan dimensi halte di Kota Medan. Tentu saja melalui perijinan yang dikeluarkan oleh dinas perhubungan kota Medan.

– 10% halte yang tidak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima karena kondisi fisik halte yang sudah sangat rusak, atau halte tidak berada pada lokasi yang strategis untuk digunakan sebagai tempat berjualan.

– Sedangkan 90% halte dijadikan tempat berjualan oleh para pedagang kaki lima, Kios-kios ada yang sudah menjadi bangunan permanen pada halte sehingga halte berubah fungsi menjadi tempat berjualan yang membangkitkan orang-orang untuk kegiatan jual beli pada halte. Penumpang tidak lagi menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum. Sedangkan kondisi kios-kios yang bukan bangunan permanen, kondisi halte menjadi semrawut. Dagangan yang dijajakan dan gerobak-gerobak jualan mempersempit ruang gerak pengguna pada halte. Seperti pada halte nomor 19 pada jalan Gatot Subroto, nomor 29 dan nomor 31 jalan Sisingamangaraja, halte nomor 8 pada jalan Balai Kota dan nomor 39 pada jalan Prop. HM Yamin,SH.

5.1.2 Fasilitas Halte

Di Kota Medan halte tidak dilengkapi dengan fasilitas utama maupun tambahan seperti : – Identitas halte, berupa nama atau nomor. – Informasi tentang rute dan jadwal angkutan

umum. – Rambu-rambu untuk menjamin keamanan

pengguna. – Tidak dilengkapi dengan teluk bus untuk

melancarkan lalu lintas. – Lampu penerangan, Sehingga pada malam hari

pengguna halte tidak dapat menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum karena kondisinya yang menjadi sangat gelap.

– Pagar pengaman, agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan tempat.

– Hanya fasilitas tempat sampah dan telepon umum yang melengkapi beberapa halte di kota Medan.

– Di Kota Medan halte di bangun diatas trotoar, dan tidak menyisakan ruang untuk pejalan kaki, sehingga pejalan kaki yang melintasi halte tersebut harus menggunakan badan jalan untuk

melewatinya. Tentu saja hal ini mengakibatkan pengguna jalan lainnya terganggu.

– Sedangkan sebanyak 66.7% halte di Kota Medan merupakan sarana untuk iklan.

5.1.3 Dimensi Halte

Dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, seperti yang tertera pada tabel 11 di bawah ini. Hal ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah, karena pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte pada saat perbaikan dilakukan. Semua halte dilengkapi dengan tempat duduk yang lebarnya antara 30-50 cm dan diletakkan disepanjang badan halte. Hal ini membuat halte dapat menampung 6 sampai 10 pengguna halte yang duduk, dan sekitar 20 orang pengguna halte yang berdiri. Pada semua halte, lindungan dibuat sama dengan luas halte. Dimensi halte diperlihatkan pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Dimensi Halte

No Bagian Nomor Halte Dimensi

1 Koridor I 2 8.10 m x 2.00 m

5 8.15 m x 1.80 m

8 8.30 m x 1.50 m

2 Koridor II 11 7.75 m x 1.40 m

13 5.10 m x 1.00 m

15 7.25 m x 1.00 m

19 5.10 m x 1.00 m

3 Koridor III 24 5.10 m x 1.00 m

27 8.30 m x 1.50 m

4 Koridor IV 29 7.75 m x 1.40 m

31 7.90 m x 1.60 m

34 7.60 m x 1.60 m

5 Koridor V 37 4.00 m x 1.00 m

39 7.70 m x 1.60 m

44 8.33 m x 1.90 m Sumber : Hasil Survey

5.1.4 Tata Letak Halte – Di kota Medan, 53.3% halte dibangun pada

sarana publik dan 46.7% lainnya di bangun pada lokasi sekolah.

– Halte yang letaknya berdekatan dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki, seperti zebra cross atau jembatan penyeberangan , masih berada pada jarak yang di tetapkan yaitu maksimal 100 meter. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada halte nomor 8 yang berada 100 meter dari jembatan

Page 80: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

76

penyeberangan, sedangkan halte nomor 34 berada 70 meter dari jembatan penyeberangan.

– Halte yang letaknya sesudah persimpangan, seperti posisi halte nomor 37 berjarak 50 meter dari persimpangan, sedangkan yang terletak sebelum persimpangan, seperti halte nomor 34 berjarak 80 meter sebelum persimpangan.

– Halte yang di bangun pada lokasi sekolah, berjarak 20 meter dari zebracross.

5.2 Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini dibagi atas responden pengemudi angkutan umum sebanyak 220 orang dan responden pengguna halte sebanyak 30 orang.

5.2.1 Pengemudi Angkutan Umum Pada responden pengemudi angkutan umum, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pendidikan, lama bekerja sebagai pengemudi angkutan umum dan pengetahuan mengenai halte.

1. Identifikasi Responden Pengguna Halte – Usia, dari hasil survey dapat disimpulkan

usia rata-rata pengemudi angkutan umum di Kota Medan adalah antara 20–35 tahun yaitu sebanyak 52.2%.

– Pendidikan, Tingkat pendidikan terakhir pengemudi terbanyak adalah SLTA/sederajat yaitu sebesar 53.6%, dengan kondisi demikian seharusnya pengemui dapat lebih memahami dan mentaati peraturan lalu lintas.

– Lama Bekerja pengemudi menunjukkan bahwa 49.3% responden pengemudi sudah menjalani profesi sebagai pengemudi angkutan umum selama 5 tahun.

2. Pengetahuan Tentang Halte Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan meneliti pengetahuan responden mengenai halte itu sendiri. Hasil survey menunjukkan 62.3% dari pengemudi angkutan umum mengetahui secara benar fungsi dari halte, yaitu tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Responden pengemudi lainnya memiliki pemikiran sendiri terhadap halte. Hal ini timbul akibat kondisi fisik halte itu sendiri. Adapun pengetahuan pengemudi tentang halte dapat diperlihatkan pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Pengetahuan Pengemudi Tentang Halte

Pengetahuan Jumlah % Tempat menurunkan/menaikkan penumpang 137 62.3 Tempat berteduh dari kondisi cuaca 22 10.2 Tempat berjualan 16 7.2 Tempat istirahat/duduk 45 20.3

Total 220 100

3. Ketaatan pengemudi mematuhi peraturan – Ketidaktaatan para pengemudi terhadap

peraturan lalu lintas, digambarkan dengan persentase pengemudi yang kadang-kadang menaikan/menurunkan penumpang pada halte sebanyak 71.1% pengemudi. Hal ini tentu saja sangat bertentangan mengingat 62.3% responden mengetahui dengan pasti fungsi dari halte.

– Sebanyak 73.8% pengemudi menurunkan/ menaikkan penumpang tidak pada halte disebabkan atas permintaan penumpang.

4. Penumpang yang menunggu angkutan

umum pada halte Adapun alasan pengemudi tidak memanfaatkan halte, karena tidak banyaknya penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Menurut 60.9% pengemudi hanya kurang dari 5 calon penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Hal inilah yang menjadi pemicu para responden pengemudi sehingga tidak menggunakan halte untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, dan menaikkan/ menurunkan penumpang di tempat selain pada halte. Pada tabel 6 berikut diperlihatkan banyaknya penumpang pada halte ;

Tabel 6. Penumpang yang menunggu angkutan

umum pada halte

Banyaknya Jumlah %

Kurang dari 5 orang 134 60.9

Antara 5 - 10 orang 54 24.5

Antara 10 - 15 orang 22 10

Lebih dari 15 orang 10 4.6

Total 220 100 5. Kondisi halte di Kota Medan Dalam menanggapi kondisi halte di Kota Medan, – 50.7% pengemudi angkutan umum memberi

tanggapan bahwa kondisi halte di Kota Medan telah berubah fungsi.

– 37.7% responden menjawab halte di Kota Medan tidak mendapatkan perawatan dan cenderung diabaikan.

– 1.4% responden yang berpendapat bahwa halte digunakan sesuai dengan fungsinya sebagi tempat untuk menunggu angkutan umum.

– Tingkat kriminalitas yang dialami pengemudi angkutan umum pada halte, dapat dikatakan rendah.

6. Fungsi dan Kebutuhan akan halte Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden menilai halte di kota Medan keberadaannya sudah berubah berfungsi. Tetapi keberadaannya tetap

Page 81: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) Jeluddin Daud

77

dibutuhkan oleh 79.7% pengemudi. Dimana 40% memiliki alasan karena keberadaan halte di Kota Medan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan 31% menyatakan halte dapat mengurangi antrian angkutan umum pada persimpangan ataupun pada pusat-pusat kegiatan dan sarana publik. Sedangkan responden yang mempunyai anggapan bahwa keberadaan halte membuat kota jadi lebih indah dan alasan lain-lain, masing-masing sebanyak 14.5% responden.

7. Peningkatan fungsi halte di kota Medan Dalam usaha untuk menjadikan Kota Medan yang tertib, salah satu usaha yang harus dilakukan pemerintah kota terhadap keberadaan halte adalah dengan melakukan efisiensi dan peningkatkan fungsi halte itu sendiri. Untuk mewujudkan efisiensi serta peningkatan fungsi halte di Kota Medan, sebanyak 95.7% responden menyatakan setuju terhadap peningkatan fungsi halte di Kota Medan, dimana 56.1% responden tersebut mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman. Sedangkan sebanyak 34.8% responden mengharapkan kondisi halte dimana penumpang mau menunggu angkutan umum pada halte dan 7,6% responden pengemudi mengharapkan halte dilengkapi dengan fasilitas yang memadai sehingga dalam proses menaikkan/menurunkan penumpang dapat dilakukan dengan mudah. 8. Saran Kepada Pemerintah Pemerintah memegang peranan yang sangat penting untuk mewujudkan efektifitas penggunaan halte di Kota Medan. Untuk itu 68,1% responden mengharapkan pemerintah agar melakukan peningkatan ketertiban dalam hal penggunaan halte. Saran responden lainnya yaitu sebanyak 20.4% adalah agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan halte terhadap masyarakat Kota Medan, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan halte sebagai mana mestinya. Saran kepada pemerintah agar melakukan moderenisasi penampilan halte dipilih oleh sebanyak 7.2% responden. Hal tersebut diperlihakan pada tabel 7 berikut: Tabel 7. Saran pengemudi untuk pemerintah

mengenai keberadaan halte

Saran Jumlah %

Peningkatan ketertiban penggunaan halte 150 68.1

Moderenisasi penampilan halte 16 7.2

Sosialisasi terhadap masyarakat 45 20.4

Lain-lain 9 4.3

Total 220 100

5.2.2 Pengguna Halte 1. Identifikasi Responden Pengguna Halte Pada responden pengguna halte, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pekerjaan, tujuan pengguna halte ketika menunggu angkutan umum pada halte, dan pengetahuan pengguna mengenai halte. o Pekerjaan

Pada halte 70% pelajar ataupun mahasiswa yang menunggu angkutan umum pada halte. Hal ini disebabkan 46.7% halte di Kota Medan didirikan pada pusat pendidikan.

o Tujuan Penumpang Responden yang paling banyak menggunakan halte adalah mahasisiwa dan muri-murid sekolah dengan tujuan untuk pergi ke kampus atau sekolah, yaitu sebanyak 43.3%. Sebanyak 16.7% responden mempunyai tujuan pergi ke pusat perdagangan.

2. Pengetahuan Tentang Halte Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan mengetahui pengetahuan responden mengenai halte tersebut. – Pada tabel 8 berikut ini, dapat dilihat bahwa

83.3% responden pengguna halte mengetahui secara benar fungsi dari halte. Yaitu sebagai tempat menunggu angkutan umum. Tetapi sebanyak 83.3% responden pengguna halte menyatakan menggunakan halte hanya kadang-kadang saja. Hal ini mencerminkan kurangnya kesadaran responden untuk menggunakan halte sebagai tempat tunggu, dalam rutinitasnya menunggu angkutan umum sehari-hari. 10% responden menggunakan halte 2 sampai 3 kali dalam sehari ketika menunggu angkutan umum. Hanya 6.7% responden yang menggunakan halte 1 kali dalam sehari ketika beraktifitas dengan menggunakan angkutan umum.

– Hal ini disebabkan 46.7% responden berpendapat bahwa lebih mudah memperoleh angkutan umum apabila menunggu pada halte, sedangkan 26.7% responden menunggu pada halte disebabkan kondisi cuaca pada hari itu.

Frekuensi lamanya penumpang menunggu angkutan umum pada halte dapat menjelaskan salah satu yang menjadi alasan responden pengguna untuk tidak menunggu angkutan umum pada halte. 60% responden yang menunggu angkutan umum pada halte memakan waktu 5 sampai 10 menit, Sedangkan pada tempat selain halte, 56.7% responden menunggu dalam waktu 5 sampai 10 menit. Menuggu angkutan umum pada halte memakan waktu lebih lama bila dibandingkan jika penumpang menunggu angkutan umum di tempat selain halte. Hal ini dapat menjadi penyebab keberadaan halte tidak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebagaimana mestinya.

Page 82: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

78

Tabel 8. Pengetahuan Tentang Halte

Pengetahuan Jumlah %

Tempat menunggu angkutan umum 25 83.3 Tempat berteduh dari panas 2 6.7 Tempat berjualan - - Tempat istirahat/duduk 3 10.0

Total 30 100

3. Tempat menunggu angkutan umum

selain pada halte Ketika menunggu angkutan umum, studi

menunjukkan bahwa 100% responden pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte dan tidak ada responden yang tidak pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte. Adapun lokasi-lokasi yang biasa digunakan oleh responden untuk menunggu angkutan umum selain pada halte, ditemukan bahwa 63.3% responden memilih untuk menunggu di trotoar yang terdapat di sepanjang jalan raya. Masing-masing responden 10% dan 23.3% yang memilih persimpangan jalan dan tempat yang dekat dengan sarana publik. sementara itu 3.4% responden menjawab dengan alasan lain-lain.

Di Kota Medan masyarakat lebih memilih menunggu angkutan umum tidak pada halte. Alasan responden menunggu angkutan di tempat selain halte, adalah para responden tidak perlu berjalan jauh untuk mendapatkan angkutan umum, yaitu sebanyak 43.3% responden. Sedangkan sebanyak 43.3% responden lainnya menjawab karena pengemudi bersedia berhenti dimanapun penumpang menunggu, dan tidak ada responden yang beranggapan bahwa halte merupakan tempat yang tidak aman dan nyaman untuk menunggu angkutan umum.

Tabel 9. Alasan menunggu angkutan umum tidak pada

halte Alasan Jumlah %

Mudah memperoleh angkutan umum 4 13.4 Pengemudi mau berhenti di mana saja 13 43.3 Tidak perlu berjalan jauh 13 43.3 Tidak aman dan nyaman - -

Total 30 100 4. Kondisi keberadaan halte di Kota Medan

Kondisi halte pada wilayah ditanggapi dengan beragam alasan oleh pengguna halte. Dapat dilihat dari persentasenya, 60% responden menilai kondisi fisik halte di Kota Medan tidak terawat dan diabaikan, baik oleh para pengguna halte maupun oleh pemerintah kota. Sebanyak 33.3% responden menilai kondisi halte di Kota Medan telah berubah

fungsi, seperti menjadi tempat berjualan maupun tempat mangkal para pengamen.

Tetapi keberadaan halte di masyarakat, menurut 70% responden bahwa di Kota Medan keberadaan halte masih dibutuhkan oleh masyarakat.

Jika di tinjau dari jumlah penyebaran halte di Kota Medan, 46.7% responden menilai kurangnya jumlah penyebaran halte untuk melayani kebutuhan masyarakat. Hanya 6.7% responden yang menilai sesuai dengan kebutuhan. Ada juga responden yang menilai bahwa penyebaran halte berlebih di kota Medan, yaitu sebanyak 3.3% responden.

Adapun alasan 70% responden yang menanggapi dibutuhkannya keberadaan halte di Kota Medan, 19% dari responden tersebut menanggapi dengan adanya halte pada wilayah studi dapat mengurangi kemacetan lalu lintas pada persimpangan, dapat juga mengurangi antrian yang disebabkan angkutan umum berhenti di manapun untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, dipilih sebanyak 28.6% responden, sedangkan 19% responden lainnya menanggapi halte hanya sebagai tempat berlindung dari kondisi cuaca. Menurut responden terbanyak, yaitu sebesar 33.3% beranggapan bahwa keberadaan halte di Kota Medan dapat membuat tatanan kota menjadi lebih indah. Tingkat kriminalitas pada halte yang pernah dialami pengguna halte dapat dikatakan cukup rendah. Hanya 13.3% yang pernah mengalami tindak kriminal dengan persentase terbesar pada frekuensi satu kali pengalaman tindakan kriminal, yaitu sebesar 100%. 5. Saran pengguna terhadap pemerintah

Sebanyak 26.7% responden pengguna halte menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan dan manfaat halte terhadap masyarakat, saran terhadap peningkatan ketertiban penggunaan halte dipilih oleh 50.0% responden dan 23.3% responden lainnya lebih memilih moderenisasi penampilan halte, sehingga masyarakat dapat menggunakan halte dalam kegiatannya sehari-hari untuk menunggu angkutan umum. Adapun kondisi halte yang diharapkan oleh pengguna, dalam usaha pemerintah untuk mengefektifitaskan penggunaan halte, sebanyak 53.3% responden mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman sehingga penumpang angkutan umum mau memanfaatkan keberadaan halte tersebut. 30% pengguna halte lainnya mengharapkan kondisi dimana angkutan umum selalu berhenti pada halte dan tidak mengindahkan penumpang yang menunggu di tempat selain halte. Sedangkan kondisi halte dengan fasilitas yang memadai di pilih oleh 16.7% responden.

Page 83: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) Jeluddin Daud

79

6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Keberadaan halte di Kota Medan tidak efektifit lagi penggunaannya bila ditinjau dari kondisi fisik halte, prilaku responden pengemudi halte maupun prilaku responden pengguna halte. 6.1.1 Ditinjau dari kondisi fisik halte, dapat

tunjukkan bahwa penggunaan halte di Kota Medan tidak lagi efektif, hal ini disebabkan karena: o Bangunan fisik, halte yang di bangun

oleh pemerintah belum pernah mengalami perbaikan.

o Sebanyak 90% halte di kota Medan digunakan sebagai tempat berjualan.

o Halte di Kota Medan tidak dilengkapi dengan fasilitas, baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Seperti identitas halte berupa nama atau nomor, informasi tentang rute dan jadwal keberangkatan, serta rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna.

6.1.2 Ditinjau dari perilaku pengemudi angkutan

umum : o Pengemudi angkutan umum pada

wilayah studi tidak menggunakan halte, sarana untuk menurunkan/menaikkan penumpang. Pada prinsipnya pengemudi angkutan umum menyadari sepenuhnya manfaat daripada halte, tetapi sebagai individu pengemudi angkutan umum merasakan harus adanya dorongan yang keras dari pemerintah untuk melaksanakannya

o Untuk itu, pengemudi merasa perlunya penegasan peraturan bagi pengguna jalan, untuk memanfaatkan halte sesuai dengan fungsinya. Yaitu dengan menaikkan/menurunkan penumpang pada halte.

o Di kota Medan, 90% angkutan umum

berupa mobil penumpang umum dan bukan bus. Hal ini yang memicu pengemudi untuk menurunkan/menaikkan penumpang di sembarangan tempat, sehingga halte tidak lagi berfungsi sebagai mana mestinya.

6.1.3 Responden pengguna halte

o Pengguna halte mengharapkan kondisi yang aman, nyaman dan bersih pada halte ketika menunggu angkutan umum. Tetapi hal tersebut

tidak terwujud pada halte di Kota Medan.

o Pengemudi angkutan umum bersedia menurunkan atau menaikkan penumpang di mana saja. Sehingga memicu penumpang enggan untuk berjalan menuju halte.

o Penumpang angkutan umum memakan waktu lebih lama, 5 sampai 10 menit untuk memperoleh angkutan umum ketika menunggu di halte. Hal ini tidak terjadi bila calon penumpang menunggu angkutan di tempat selain halte.

6.2 Saran

Seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan halte di Kota Medan, apabila tidak mengalami perawatan, perbaikan dan perhatian khusus akan menjadi penyebab kemacetan di Kota Medan. Dengan berkembangnya waktu, armada angkutan umum juga akan bertambah banyak sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Mengingat kondisi masyarakat yang terbiasa tidak mengindahkan peraturan, angkutan umum yang berhenti di sembarangan tempat, sehingga di masa yang akan datang, Kota Medan akan dihadapkan dengan masalah transportasi yang sangat kompleks.

Untuk itu hendaknya dari dini, sebelum masalah transportasi menjadi lebih kompleks, dilakukan penertiban lalu lintas. Seperti menegaskan peraturan kepada pengemudi angkutan umum dan pengguna halte untuk menggunakan halte dalam kegiatannya.

Dalam mendukung pelaksanaannya hendaknya kondisi halte juga dalam keadaan bersih, aman dan nyaman. Serta memudahkan penumpang untuk memperoleh angkutan umum. Sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan halte. Angkutan umum hendaknya juga menggunakan halte dalam kegiatannya menaikkan/menurunkan penumpang. Sementara itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasiltas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu-rambu untuk keamanan pengguna halte. Untuk mencapai hal tersebut hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami fungsi dari halte tersebut. Menegakkan disiplin bagi pengemudi angkutan umum agar pengemudi menggunakan halte untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Hal ini dpat dengan mudah dilaksanakan mengingat 100% pengguna halte mendukung apabila pemerintah melakukan peningkatan terhadap fungsi dan keberadaan halte

Page 84: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

80

DAFTAR PUSTAKA Iskandar, A., 1995. Menuju Lalulintas dan Angkutan

Jalan Yang Tertib, Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Jakarta.

Jalil, A., dkk., 1997. Metode Penelitian buku 2 modul

3-5, Universitas terbuka. Catur, F.R, 2002. Faktor–faktor yang

mengakomodasikan Ketidakefektifan Penggunaan Halte, Makalah. Semarang.

Direktorat Jendral Perhubungan Darat. 1996.

Pedoman teknis Perekayasaan Tempat perhentian Kendaraan Penumpang Umum, Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat ( nomor : 271/HK.105/DRJD/96 ).

Morlok, E. K., 1984. Pengantar Teknik dan

Perencanaan Transportasi, Erlangga Jakarta. Pemerintah Kota Medan, 2004. Lomba Tertib Lalu

Lintas Dan Angkutan Kota Medan. Dinas Perhubungan Kota Medan. Medan.

Peraturan Pemerintah RI No.41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan. Sudianto, B.U.,2003. Perancangan Tempat Henti

Bus Dalam Rangka Pembangunan Kota Semarang, Artikel. Semarang.

Vuchic,V.R, Urban Public Transportation System

and Technology, Prentice- all, Inc., New Jersey, 1981.

Warpani S., (1990). Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB, Bandung.

Page 85: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kajian Persamaan Stabilitas Kolom pada Portal Bergoyang Faizal Ezeddin

81

KAJIAN PERSAMAAN STABILITAS KOLOM PADA

PORTAL BERGOYANG

Faizal Ezeddin Staf Pengajar Teknik Sipil FT. USU

Abstrak Kapasitas daya dukung kolom berdasarkan panjang efektif umumnya ditetnukan berdasarkan prosedur nomogram, dan telah diadopsi beberapa peraturan seperti AISC-LRFD (1994), ACI (1995), dan SNI (2000). Metode ini berdasarkan beberapa asumsi yang kurang realistik, antara lain dengan asumsi semua kolom mempunyai parameter kekakuan sama, dan hanya tergantung pada panjang, gaya aksial, momen inersia kolom. Sebuah prosedur untuk menentukan panjang efektif kolom disajikan dlaam tulisan ini dengan menggunakan fungsi stabilitas berdasarkan modifikasi pesamaan slope-deflection. Metode ini memperhitungkan perilaku inelastis kolom, ketidak kakuan sambungan balok ke kolom, dan perbedaan parameter kekakuan kolom. Studi numerik dilakukan untuk mendapatkan pengaruh parameter-parameter terhadap faktor K. kekakuan sambungan balok ke kolom, parameter kekakuan kolom, dan kondisi ujung-ujung dari batang-batang terkekang ternyata mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap faktor K. Kata Kunci: Stabilitas, kolom portal bergoyang, kekakuan sambungan, faktor panjang efektif, perilaku inelastis, teknik. 1. Pendahuluan Kebanyakan peraturan-peraturan yang digunakan didalam menentukan panjang efektif kolom pada bangunan baja atau beton menggunakan prosedur nomogram baik untuk portal bergoyang maupun tidak bergoyang. Prosedur nomogram ini telah diaposi oleh tulisan ini, sebuah prosedur dikembangkan untuk memprediksi panjang efektif kolom pada portal berdasarkan pengembangan dari persamaan slope-deflection dengan memperhitungkan pengaruh ketidak kakuan sambungan, kondisi beberapa peraturan seperti

AISC-LRFD (1994). ACI (1995), dan peraturan Indonesia SNI (2000), dan telah digunakan secara luas oleh para praktisi (1998), dan Liew et al (1992). Pada Gbr Ia dapat dilihat pengaruh perbedaan beban pada kolom terhadap panjang efektif kolom seperti yang dilaporkan oleh Liew et al (1993) ujung-ujung batang,d an perbedaanparameter kekakuan kolom. Juga, diberikan hasil numerik dari beberapa contoh yang dikaji.

Gbr 1.a Karakteristik faktor K pada portal

Page 86: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

82

2. Persamaan Slope-Deflection yang termodifikasi

Tinjauan suatu balok-kolom seperti pada

Gbr 1b. persamaan slope deflection dengan memperhitungkan perilaku inelastis batang dapat dinyatakan sebagai berikut (Goncalves 1992) dimana C dan S adalah fungsi stabilitas diberikan seperti

(1b) )(

(1a) )(

EE

(3) EI

P

(2b) sincos22

Lsin-LLS

(2a) sincos22

cossin

1

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ Δ+−+=

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ Δ+−+=

=

=

−−=

−−−=

LSCSC

LEIM

LSCSC

LEIM

LLL

LLLLLLLC

ABB

BAA

θθη

θθη

η

πα

αααααα

ααααααα

dimana l = momen inersia penampang tehradap sumbu tegak lurus bidang tekuk,; L = panjang kolom ; E = modulus elastistias bahan, dan E1 = modulus tangen. Bila gaya aksial P = 0, maka C = 4 dan S = 2.

Di sini digunakan metode AISC-LRFD dapat digunakan untuk mendapatkan parameter

1EE=η antar alain : - Formula tangen modulus AISC-LRFD

diberikan dalam bentuk

(6) 2 dimana

0,39PPuntuk ln7243,02

P 0,39 Puntuk 0,1

2

c

y

y

1

y

yy

FE

PP

PP

EE

πλ =

⎪⎪⎪

⎪⎪⎪

⎪⎪⎪

⎪⎪⎪

>⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

<

=

Adalah rasio kelangsungan sebagai batas ekuk elastis dan inelastis ; Fy = tegangan leleh dan

(7) r

KL=λ

Adalah rasio kelangsingan kolom ; K = faktor panjang efektif kolom, dan r = jari-jari inersia penampang. Dalam tulisan ini parameter 1EE=η menggunakan formula dari SSRC karena berhubungan langsung dengan rasio kelangsingan kolom. 3. Fungsi Stabilitas Tergeneralisir

Prosedur yang diberikan Chen dan Lui (1991( dan Goncalves (1992) digunakan disini untuk mengembangkan fungsi stabilitas elemen balok dengan memperhitungkan syrat batasnya. Dengan mengabaikan pengaruh deromasi aksial, maka nilai fungsi stabilitas C = 4 dan S = 2. Bila sambungan balok ke kolom tidak kaku sempurna tetapi fleksibel (Gbr 2) maka bentuk persamaan slope-deflection menjadi

(8b) 24

(8a) 24

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

kM

kM

LEiM

kM

kM

LEiM

AA

BBB

BB

AaA

θθ

θθ

Page 87: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kajian Persamaan Stabilitas Kolom pada Portal Bergoyang Faizal Ezeddin

83

Bila persamaan (8a) dan (8b) diselesaikan dalam bentuk MA dan MB diperoleh

[ ]

[ ]

(10b) 21

k61

2T

(10a) 21

k61

k314

D

dimana

(9a)

(9a)

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

=

+=

+=

k

k

TDLEiM

TDLEiM

ABB

BAA

θθ

θθ

Disebut sebagai fungsi stabilitas tergeneralisir, dan

(10c) ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

=

LEikK

Adalah koefisien kekakuan tanpa dimensi pada sambungan, dan k = kekakuan sambungan dianggap kekakuan sambungan berperilaku linear dan sama besar untuk semua balok.

Bila ujung A adalah terhubung fleksibel dengan batal lain dan ujung lain B dapat berupah kondisi batas sendi atau jepit, maka memoen ujung-ujung dapat dinyatakan sebagai :

(11b) 24

(11a) 24

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

kM

kM

LEiM

kM

kM

LEiM

AA

BBB

BB

AaA

θθ

θθ

Dimana d, T, H adalah fungsi stabilitas tergeneralisir, dengan persamaan

(13c) 41

124

(13b) 41

2

(13a) 41

4

k

kH

k

T

k

D

+

+=

+=

+=

Perlu diketahui bahwa bila ujung balok B adalah jepit, maka rotasi θB dibuat nol, sedangkan memen ujung MB adalah nol bila ujung B sendi.

4. Persamaan Faktor Panjang Efektif Model yang digunakan didalam menentukan

nilai K untuk kolom pada portal bergoyang diperlihatkan pada Gbr 3. kolom yang dikaji adalah kolom C2 pada gambar. Beberapa asumsi yang digunakan pada model ini adalah :

Gbr.3. Model terakit untuk faktor K pada portal

bergoyang. 1. Semua batang adalah prismatis. 2. Deformasi aksial pada balok diabaikan. 3. Kolom-kolom berdekatan mencapai beban

kritisnya secara bersamaan. 4. Ujung balok terdekat tersambung fleksibel ke

batang-batang lain. 5. Kondisi ujung-ujung jauh balok mungkin

fleksibel, sendi atau jepit. 6. Kondisi ujung-ujung jauh kolom C1 dan C3

mungkin kaku, sendi atau jepit. 7. Kekakuan sambungan balok ke kolom dianggap

konstan dan sama besar. 8. Parameter kekauan EIPL / dapat berbeda

antara satu kolom dengan lainnya.

Dengan menerapkan persamaan slope-deflection ada struktur terakit Gbr. 3, dan membentuk persamaan-persamaan keseimbangan pada joint A dan B, serta keseimbangan gaya geser tingkat maka diperoleh ; MACI+MAC2+MAg1+ MAg2

= 0 (14a) MAB3+MAB2+MBg3+MBg4

= 0 (14b) MACI + MCC1+P1Δ1=0 (14c) MAC2 + MBC2+P2Δ2=0 (14d) MBC3 + MDC3+P3Δ3=0 (14e) Pada saat tekuk terjadi maka determinan dari persamaan (14a) s/d (14e) adalah sama dengan nol

Page 88: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

84

(15) 0det

5554535251

4544434241

3534333231

2524232221

1514131211

=

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

aaaaa

Dimana koefisien a11 s/d a55 (Essa 1998) adalah

a11= Kc2C2+Kcl(C1+R1S1) + Kg1 (D1+R1T1) + Kg2(D2+R8T2) (16)

a12 = Kc2S2 + Kcl R2S1 (17) [ ]

(19) 0a

(18) )1(K

5453

454335342315

311cl13

========

−+=

aaaaaaa

RSCa

Yang mana R1 sampai R10 adalah koefisien-koefisien ujung jauh diberikan pada tabel 1; Kcl, Kc2, dan Kc3 adalah masing-masing kekauan lentur dari kolom C1, C2 dan C3; L1, L2 dan L3 adalah masing-masing panjang kolom C1, C2 dan C3 ; Kg1, Kg2, Kg3 dan Kg4 adalah masing-masing kekakuan lentur dari balok g1, g2, g3, dan g4 ; P1, P2 dan P3 adalah masing-masing beban aksial dari kolom C1, C2 dan C3; D1 T1, D2, T2, D3, T3, D4 dan T4 adalah fungsi stabilitas tergeneralisir ditentukan dari pers (10) atau (13) untuk masing-masing balok g1, g2, g3 dan g4, C1, S1, C2, S2, C3 DAN S3 adalah sama dengan fungsi stabilitas C dan S masing-masing untuk kolom C1, C2 dan C3. untuk kolom ke I (Ci), nilai parameter kekakuan, αI dibutuhkan untuk menentukan fungsi stabilitas C1 dan S1 dari pers (2) diperoleh sebagai

(31) 12

22

2 ηηπαi

i IPPiI

KL=

Dimana Ii dan I2 masing-masing momen inersia kolom Ci dan C2 ; Pi dan P2 adalah masing-masing beban aksial dari kolom Ci dan C2; ηI dan η2 masing-masing rasio tangen modulus terhadap modulus elastis kolom Ci dan C2.

Nilai-nilai yang diberikan pada tabel 1 digunakan untuk memenuhi kondisi-kondisi berikut. a. Bila ujung jauh sendi, momen adalah nol pada

ujung tersebut. b. Bila ujung jauh jepit, rotasi adalah nol pada

ujung tresebut. c. Bila ujung kolom C1 dan C3 adalah kaku,

rotasi ujung jauh diambil sebagai θC = θB

atau θD = θA d. Bila ujung jauh balok adalah kaku, rotasi pada

ujung jauh dan dekat adalah searah dan sama besar.

Setelah menerapkan kondisi-kondisi diats, hanya lima besaran yang tidak diketahui dari pers (15), yaitu θA, θB, Δ1 / l1, Δ2 l2 Δ3 / l3. karena

nilai parameter kekakuan EIPL / , adalah berbeda dari satu kolom dengan kolomlainnya, maka digunakan fungsi stabilitas yang berbeda. 5. Contoh perhitungan Dalam pengembangan nomogram, dianggap parameter kekakuan EIPL / , adalah identik, dimana L = panjang kolom, P = beban aksial pada kolom, dan I = momem inersia kolom. Juga, dianggap kondisi ujung jauh kolom atas dan bawah begitu juga sambungan balok ke kolom adalah kaku. Namun, pada struktur sebenarnya, parameter kekakuan mungkin berbeda dari satu kolom edngan kolom lainnya. Begitu juga sambungan balok ke kolom mungkin fleksibel. Untuk menunjukkan pengaruh parameter-parameter tehradap panjang efektif kolom, ditinjau suatu model struktur seperti pada Gbr. 4. disini akan diperksa stabilitas kolom AB. Semua batas terdiri dari porfil W8X58 dari A36 dengan FY = 250 Mpa dan E = 200000 Mpa.

Semua batang mempunyai panjang sama (L1 = L4 = 4 m). beban aksial pada kolom adalah sama (P1 = P2). Kondisi ujung jauh kolom atas dan bawah begitu juga sambungan balok ke kolom dianggap kaku.

Page 89: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kajian Persamaan Stabilitas Kolom pada Portal Bergoyang Faizal Ezeddin

85

5.1. Pengaruh Beban-beban kolom

Pada prosedur menentukan faktor K denagn nomogram, beban aksial tidak memberikan kontribusi, namun banyak peneliti (Goncalves 1992, Bridge dan Fraser 1987 dan Liew et al 1993) membuktikanbahwa beban aksial pada kolom mempengaruhi terhadap besarnya faktor K pada portal tidak bergoyang.

Untuk memeriksa pengaruh beban aksial ini terhdap bearnya faktor K, beban aksial P2 pada kolom AB dipertahankan sama edngan kolom dibawahnya, sementara beban aksial diatasnya P1 dibuat bervariasi sehngga o < P1 P2 < 2,0. momen inersia dan panjang semua kolomdibuat tetap. Grafik faktor K, sebagaimana diperoleh model elastis dan inelastis dan dari nomogram, terhadap rasio beban aksial P1/P2 ditunjukkan pada Gbr. 5. Panjang efektif diperoleh dari analisis inelastis biasanya lebih kecil dari yang diperoleh analisis elastis. 5.2. Pengaruh dari Panjang Kolom

Untuk mempelajari pengaruh panjang kolom, fkator K elastis dan inelastis kolom AB akan ditentukan dari Gbr 4. panjang kolom AB L2 begitu juga kolom dibawahnya dipertahankan tetap 4 m, sedangkan Panjang koom atas L1 dibuat bervariasi dari 2 m sampai 8 m. momen inersia semua kolomt etap dibuat sama.

Gbr. 6 Pengaruh panjang kolom atas pada faktor K

Pada prosedur nomogram rasio kekakuan lentur relatif joint ujung-ujung A dan B dari kolom digunakan menentukan faktor K. karena panjang koom telah termasuk didalam mengevaluasi rasio kekakuan lentur, maka dapat dikatakan bahwa engaruh panjang kolom telah diperhitungkan penuh. Namu, hal ini tidak memberikan hsil yang representatif karena dari pada gbr 6, faktor K yang diperoleh dari model elastis dan inelastis dan nomogram, di plot sebagai fungsi dari rasio L1/L2. faktor K yang diperoleh dari model elastis dan inelastis meningkat bila rasio L1/L2 semakin besar. Sebaliknya, ketika rasio L1/L2 semakin besar, faktor K yang diperoleh dari nomogram cenderung menurun. Bila rasio L1/L2 semakin besar, faktor K yang diperoleh dari nomogram cenderung menurun. Bila rasio L1/L2 > 1,0, aprameter kekakuan dari kolom atas melebihi kolom AB dan reduksi faktor panjang efektif dari analisis elastis cukup signifikan lebih besar dari nilai yang diperoleh nomogram Gbr 6 dapat dilihat hasil analisis elastis tidak sama edngan nomogram. Pengaruh Luas Penampang Kolom

Untuk tujuan memeriksa pengaruh luas penampang kolom atas dan bawah terhadap faktor panjang efektif, kolom AB yang dianalsia ukurannya tepta W8X58. (l=9490 cm4, r=9,28 cm). kolom ats dibuat beberapa ukuran dari W8X18 (l= 2576 cm4, r = 8,71 cm) sampai W12X72 (l=24800 cm4, r = 13,51 cm). Panjang dan beban aksial pada semua kolom dibuat ttap. Hasil yang diperoleh seperti ditunjukkan pada gbr. 7, yang mana faktor K, ditentukan dari analisis elastis dan inelastis dan nomogram di plot tehradap rasio l1/l2. dalam hal ini l1 dan I2 masing-masing momen inersia kolom atas dan W8X58. faktor K yang diperoleh dari analisis elastis cukup signifikan perbedannya bila dibandingkan dengan prosedur nomorgram. Juga, dapat diamati ada perubahan yang tajam pada faktor K inelastis. Phenomena ini merupakan petunjuk fakta bahwa dua parameter penampang, yaitu memen inersia dan jari-jari inersia terlibat dalam Gbr 7.

Page 90: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

86

Untuk mengetahui secara terpisah pengaruh momen inersia terhadap faktor K, profil kolom atas W8X58 diganti dengan beberapa penapang buatan sehinggajari-jari inersia tetap sama dengan profil W8X5 tetapi momen inersia berbeda. Hasilnya ditunjukkan pada gbr 8, dimana variasi faktor K yang diperoleh dari moedl elastis dan inelastis dan dari nomogram, di plot sebagai fungsi dari rasio l1/l2. jelas terlihat bahwa faktor K yang diperoleh dari model elastis sedikit lebihkecil dari yang diperoleh dari nomogram. Untuk nilai-nilai l1/I2 yang relatif kecil, faktor K yang diperoleh dari model elastis dan ienlastis adalah identik. Bila diliht pada rasio l1/I2 > 1, faktor K yang diperoleh dari model elastis dan inelastis hampir konstan.

Terakhir, dikaji secara terpisah pengaruhjari-jari inersia terhadap faktor K. untuk ini, profil kolom atas W8X58 diganti dengan beberapa penampang buatan, sehingag didapt momen inersia tetap sama dengan W8X58 tetapi jari-jari inersia dibuat berbeda. Hsil dari analissi ini ditunjukkan pada gbr. 9, diamna faktor K yang diperoleh dari model elastis dan inelastis di plot terhadap rasio r1 / r2. dalam hal ini r1 dan r2 masing-masing adalah jari-jari inersia kolom atas dan kolom AB. Sebagaimana dilihat dari gbr. 9.

5.4. Pengaruh Sambungan Fleksibel balok ke kolom Untuk melihat pengaruh sambungan fleksibel

terhadap faktor K, maka kekakuan sambungan balok ke kolom untuk keempatnya dibuat bervarisi dari nol sampai 400 MN-m/rad, yang mana dianggap cukup

untuk mewakili berbagai tipe sambungan fleksibel, yang ditentukan dari percobaan yang umumnya dijumpai dalam bangunan sebenarnya (Ackroyd dan Gerstle 1983). Beban aksial, panjang, dan momen inersia semua kolom dibuat d kosnstan. Pada Gbr 10 ditunjukkan variasi faktor K dari analisis elastis, inelastis dan nomogram dengan meningkatnya kekakuan sambungan. Untuk kekakuan sambungan k > 70 MN-m/rad, faktor K dari analsis elastis, inelastis relatif stabil. Pada sambungan yang relatif fleksibel (k<50 MN), perlu diperhatikan didalam menentukan kapasitas daya dukung kolom, mengingat faktor K akanmeningkat cukup signifikan. Perlu dicatat dari Gbr 10 bahwa untuk sambungan sendi (k=0), menunjukkan mekanisme yang tidak stabil, baik hasil dari analisis elastis dan inelastis akan memberikan faktor K yang menuju tak – berhingga. 5.5. Pengaruh Kondisi Ujung Jauh dari Kolom

Tersambung. Metode untuk mengikutkan kondisi batas dari

ujung-ujung jauh kolom didalam perhitungan faktor K dengan prosedur nomogram. Namun, asumsi-asumsi yang digunakan adalah sama dalam pengembangan metode tersebut, sehingga kekurangan dan kelemahan metode ini tetap sama.

Untuk melihat pengaruh dari kondisi-kondisi ujung jauh kolom ats ke bawah terhadap faktor K, momen inersia keempat balok yang tersambung pada kolom (gbr.4) diganti dari profil W8X58 menjadi beberapa jenis profil W. Beban, luas penampang, dan panjang kolom dibuat identik. Pada gbr. 11 ditunjukan hubungan faktor K elastis tehradap rasio Ig/Ic, dimana Ig dan Ic adalah masing-masing momen

Page 91: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kajian Persamaan Stabilitas Kolom pada Portal Bergoyang Faizal Ezeddin

87

inersia balok dan kolom, untuk tiga kondisi ujung kolom ats dan bawah yang berbeda, sendi, jepit, dan kaku. Perlu dicata bahwa fkator K yang didapat dari nomogram mirip edngan kasus kondisi ujung jauh jepit.

6. KESIMPULAN

Prosedur nomogram akurat didalam memprediksi faktor K pada portal bergoyang jika parameter kekakuan kolom-kolom tersambung adalah sama dengan kolom yang dianalisa. Bila parameter kekakuan beberapa kolom tersambung lebih besar dai kolom yang diperiksa, faktor panjang efektif meningkat cukup signifikan, karena kolom tersebut akan memberi gangguan daripada mengekang kolom yang dianalisa.

Kondisi – kondisi ujung jauh kolom diatas dan dibawah dari kolomyang diperiksa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap faktor K kolom yang dianalisa. Faktor panjang efektif dari prosedur nomogram adalah mirip dengan kondisi ujung jau jepit.

Dalam hal pemilihan ukuran dan jenis sambungan tidak diatur dalam peraturan yang ada, stabilitas kolom dapat ditingkatkan dengan menggunakan sambungan balok ke kolom yang lebih kaku.

DAFTAR PUSTAKA 1. American Institute of Steeel Contruction

(1994), “Load and Resistance Faktor Design Specification Steel Building”, AISC, Chicago.

2. Akroid, M.H. and Gerstle, K.H. (1983), “Elastic Stability of Flexibly Connected Frames,,” J. Struc.Eng., ASCE, 109(1), 241-245.

3. Bridge, R. Q and Fraser, D. (1987),” Improve G-faktor Method for Evaluating Effecntive Lenghths of Column”, J.Struc.Eng. ASCE, 113(6), 1341-1356.

4. Chen, W.F and Lui, E.M. (1991), “Stability Design of Steel Frames”, CRC Press Inc, Boca raton, Florida.

5. Essa, S.H. (1998), “New Stability Equation for Columns in Ubraced Frames”, J. Struc. And Mechanic., (1998), 6(4), 411-425.

6. Liew, J. Y.R. D. W. White and W. F. Chen (1992), “Beam-Column”, in Construction Steel Design, an International Guide, Chap.5.1. P. Dowling et al. (eds.), Elsevier, England, pp. 105-132.

Page 92: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

88

A N A R K I S M E

Rasyidin

Abstrak: Anarki secara umum dipahami sebagai huruhara, atau ketidak teraturan atau kacau balau. Dalam pandangan orang awam apabila disebut kata-kata anarki adalah tidakada pemerintahan atau tidak ada pemerintah atau tidak ada aturan perundangan-undangan. Akan tetapi ada pendapat lain tentang anarkisme merupakan salah satu paham yang mampu memberikan motivasi untuk mengatakan yang sebenarnya. Dengan demikian anarkisme dapat dimaklumi sebagai sebuah filsafat hidup manusia yang ingin hidup bebas, demi dan sejahtera. Oleh karena itu anarkisme tidak boleh dipandang sebagai masalah yang dapat mendatangkan bencana, namun sebaliknya anarkhi merupakan sebuah aliran filsafat yang harus diketahui secara lebih mendalam. Key Word : Anarkhisme,filsafat hidup PENDAHULUAN Anarkisme sering terjadi di dunia, terutamanya di negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini ada karena tidak ada kepuasan bagi sebagian orang, kerajaan terlalu lemah, undang-undang tidak berjalan sebagaimana mestinya, keperluan masyarakat tidak terpenuhi, suasana politik dan ekonomi tidak berimbang. Disamping itu adanya masyarakat tantangan rakyat kepada kerajaan juga menyebabkan adanya anarkisme. Orang awam tatkala mendengar anakisme berasa trauma karena anarkisme akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap kegiatan kehidupan mereka. Ini karena anarkisme berhubungan dengan kekerasan dan kebiadaban. Oleh sebab itu sekiranya anarkisme berlaku dalam sesuatu kerajaan ia boleh membawa kehancuran akan ada di tempat tersebut. Dari segi sejarahnya anarkisme ini telah ada pada tahun 1798 oleh golongan buruh di pelbagai negara Eropah seperti Rusia dan Spanyol. Bangkitnya ajaran ini dihubungkan dengan nama Schimdt. Proudhon dan Bakunin. Ideologi ini berlaku di Itali, Prancis dan Spanyol, namun tidak berkesinambungn. (pada akhir tahun 1960-an). Di Prancis misalnya, anarkisme muncul pada bulan juni 1968, ketika mahasiswa di Paris melakukan unjuk rasa dan membawa sepanduk anarkisme, protes. Gerakan ini kembali dilahirkan oleh sebuah gerakan kiri baru dan bekerjasama dengan gerakan komunal. Namun gerakan ini tidak bertahan lama karena tidak memperoleh dukungan yang kuat dari masyarakat. Namun selanjutnya anarkisme tersebar dan berkembang di Asia dan Amerika Serikat. Pada awal abad ke-19, anarkisme muncul kembali dan berkembng menjadi lawan terhadap teori Marxisme. Hal ini disebabkan anarkisme lebih bersifat libertarian berbanding Marxism yng otoriter. Walaupun kedua-dua teori ini mempunyai persamaan dari segi revolusi untuk meruntuhkan rezim borjuis yang monopoli. Perbedaannya terletak pada keadaan negara. Marxism menginginkan negara untuk mencapai tujuannya sedangkan anarkisme mengingninkan negara dibubarkan, sebab anarkisme

berkeyakinan bahwa dengan adanya negara akan semakin sukar untuk memperoleh kebebasan karena terikat dengan aturan atau hokum. PENGERTIAN ANARKISME Perkataan anarkisme berasal dari bahasa Inggris yaitu anarchy. Bahasa Yunani menyebutkan dengan Anakhos/Anarchia tetapi semua perkataan ini bermaksud tidak ada pemerintahan atau pemerintah tanpa aturan dan undang-undang. Anarkisme juga berarti kacau balau, huru hara dan kekacauan. Mengikuti pendapat D. Black (1977:123), anarkisme adalah sebuah kehidupan masyarakat tanpa undang-undang dan tanpa pemerintahan yang mengawasi masyarakat. Dalam konotasi positif, anarkisme merupakan ideology social yang tidak mau menerima pemerintahan yang memerintah secara otoriter. Dari segi konotasi negatifnya pula, anarkisme merupakan keyakinan yang tidak mengakui adanya undang-undang atau aturan-aturan dan secara aktif terlibat dalam meningkatkan situasi kacau – balau dengan menghancurkan tatanan masyarakat (KOMNAS HAM 2001:17), oleh karena itu, anarkisme sangat diakui oleh negara-negara maju seprti Inggeris, Jerman, Amerika Serikat dan lain-lain. Selain itu anarkisme juga merupakan suatu arus intelektual dalam pemikiran social yang memperjuangkan penghapusan monopoli ekonomi dalam semua situasi politik dan social yang bersifat paksaan di dalam masyarakat. Dengan menggantikan tatanan ekonomi kapitalis, kaum anarkis akan membangun sebuah perhimpunan bebas dari semua kekuatan produktif yang didasarkan atas kerjasama (Rocker 2003 : internet). Kaum anarkis menurut penghapusan monopli ekonomi dalam segala bentuk dan menuntut hak milik bersama ke atas tanah dan semua pengeluaran. Hak untuk memakai fasilitas tersebut harus diberikan kepada setiap orang tanpa terkecuali. Kebebasan individu social hanya boleh ada jikalau semua orang mempunyai hak yang sama dalam bidang ekonomi. Anarkisme mempunyai persamaan dengan liberalisme tentang ide kebahagian dan kemakmuran.

Page 93: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

A n a r k i s me Rasyidin

89

Seseorang haruslah menjadi norma dalam semua urusan social. Sama seperti pendapat liberalisme, anarkisme juga setuju dengan pembatasan fungsi negara. Jefferson (1935:134) menguraikan konsep liberalisme, dengan menyatakan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang sedikit mungkin memerintah. Sedangkan Thoreau (1907:123) yang mewakili anakisme, menyatakan bahwa pemerintah yang baik adalah yang tidak memerintah sama sekali. Menurut Elliot, anarkisme adalah doktrin politik yang menyokong penghapusan otoritas yang sah . Pendapat ini menganggap setiap format pemerintahan itu adalah tirani dan malapetaka. Mereka ingin individu yang bebas, tanpa adanya kegiatan militer undang-undang tertulis dan penjara. Menurut Kropotkin (1933: 24) anarkisme adalah suatu prinsip atau teori yang dijalankan dalam masyarakat tanpa pemerintah sesuai di antara masyarakat tersebut dapat dibentuk tanpa terikat dengan undang-undang dan otoritas manapun, namun mereka bebas dari seluruh perjanjian, baik di antara kelompok, wilayah manapun kepakaran. Pengertian ini bermakna anarkisme itu bukanlah sebuah ideology (pandangan hidup), sebaliknya tidak sebuah teori tentang kehidupan yang bebas dari perjanjian dan undang-undang manapun. Manakala Burn beliau mengemukakan anarkis berarti oposisi kepada pemerintah berdasarkan kekuatan. Jadi setiap yang berlawanan dengan pemerintah tidak hanya dianggap sebagai penentang tetapi juga ditafsirkan sebagai anarkisme. Oleh karena itu anarkisme digolongkan ke dalam pertentangan dengan segala macam pemerintah secara paksa. Justru itu pengamal paham anarkisme selalu menolak institusi hokum, kepolisian karena dengan demikian anarkisme menghapuskan berbagai halangan kepada kelompok ini untuk bebas melakukan apa saja. Di samping itu, anarkisme mengandung tiga aspek penting yaitu (i) setiap manusia harus bebas dari penindasan dan kapitalisme, (ii) tidak terikat dengan pihak manapun, dan (iii) bebas dari otoritas kesusilaan agama dan lainnya (Albert Meltzer 1998:43) Bekman (1870-1936), pula melihat anarkisme sebagai kehidupan dalam masyarakat di mana masyarakat tersebut tidak ada paksaan apapun, suatu kehidupan tanpa paksaan berarti kebebasan, ciri ini memberikan suatu gambaran positif tentang anarkisme serta ketakutan kepada aliran ini. Anarkisme menginginkan suatu kehidupan yang penuh dengan kedamian dan bebas tanpa terikat aturan dan undang-undang dengan penuh dengan kedamian dan bebas tanpa terikat aturan dan undang-undang dengan pihak manapun. Pandangan ini bertentangan dengan negara, lembaga keagamaan atau lembaga lainnya. Oleh karena itu anarkisme dibenci dan ditakuti, karena orang awam berpendapat akan menimbulkan kekacauan bukannya kehidupannya damai (Meltezer 1998) Asumsi dasar anarkisme adalah kekuasan

dilaksanakan oleh seorang atau satu kelompok orang tertentu. Ada pendapat dari seorang anarkisme, ramai orang menyebutkan bahwa kerajaan itu perlu karena sebagian besar orang tidak mampu mengurus diri sendiri, namun anarkisme berpendapat bahwa pemeritah merugikan karena tidak seorang pun dapat dipercayai untuk mengurus orang lain. Semua anarkisme menyetujui pernyataan ini. Mereka yakin manusia mampu mengurus permasalahannya sendiri tanpa menyerahkan kepada orang lain. Hal ini berarti tatanan organisasi akan lebih baik dirancang oleh keperluan manusia berbanding system apapun yng dipaksakan dari pihak eksternal, kerena system ini mempunyai sifat (i) sukarela, (ii) fungsional,(iii) sementara dan (iv)kecil. Penolakan otoritas dan keyakinan bahwa masyarakat bersifat memaksa boleh diganti dengan kerjasama yang bersifat sukarela. Namun esensi anarkisme sebagai syarat mutlak adalah penghapusan wewenang atas seseorang oleh seseorang. Jadi jelas, bahwa ketakutan kepada aliran ini adalah untuk kepentingan orang/kelompok tertentu. Pengertian anarkisme sangat berbeda dengan apa yang dipahami oleh masyarakat pada masa sekarang, karena pada umumnya masyarakat nilai-nilai positif. Setelah dikaji paham ternyata tidak seluruhnya salah bahkan bersifat konstruktif dan akomodatif. TOKOH DAN ALIRAN ANARKISME.

Tokoh anarkisme yang terkenal ialah seperti William Godwin (1756-1836). Piere Joseph Proundhon (1809-1856), Mikhail Bakunin (1814-1876), Leo Tolstoi (1828-1910), Marx Stirner (1806-1856), William Morris (1834-1896) dan Peter Krapotkin (1842-1921). Anarkisme seringkali dianggap sebagai mewakili aliran pemikiran radikal yang benar-benar demokratis dan libertarian. Ia dikemukakan oleh beberapa golongan sebagai satu-satunya kebebasan filsafat politik yang tulen. Realitasnya adalah agak berbeda. Sejak lahirnya anarkisme merupakan sebuah doktrin yang anti-dmokratik. Memangnya, dua pencetus anarkisme yang paling penting, Pierre-Joseph Proundhon dan Michael Bakunin bersifat elitis dan berkuasa mutlak setinggi-tingginya, (Lyman Tower Sargent 1981 : 148). Walaupun anarkis kemudiannya menoleh beberapa pencetus sebelumnya, falsafah mereka masih lagi bermusuhan dengan idea-idea demokratis dan kekuatan pekerja. Lebih –lebih lagi, permusuhan anarkis terhadap kapitalisme terpusat pada pertahanan dan kebebasan individu.tetapui kebebnasan yangt dipertahankan oleh anakis bukanlah kebebasan kelas pekerja untuk menumbuhkn sebuah masyarakat baru secara bersama. sebaliknya anarkisme mempertahankan kebebasan pemilki harta wong cilik dan pedagang kaki lima. Anarkisme mewakili wong cilik menentang kemajuan kapitalisme yang tidak dapat dielakkan. Oleh karena itu, ia memetingkan nilai-nilai dari masa yang lalu : harta individu, keluarga

Page 94: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

90

patriarki, rasisme (Lyman Tower Sargent 1984: 149) Disamping itu ada juga penemu Anarkisme yng terkenal seperti , Enrico Malatesta (1850-1932), Elisee Reclus (1830-1905), Benjamin Trucker (1854-1939) dan Josiah Warren (1798-1874), William Godwin adalah bapak masyarakat yang tidak mempunyai kewarganegaraan, beliau adalah penganut pendapat anarkisme sebagai pemikiran bahwa yang cinta damai. Truker pula mengatakan anarkisme senbagai pemikiran bahwa semua hal ehwal yang berhubungan dengan diri sendiri diurus oleh individu yng berkenaan dan bahwa negara harus ditiadakan. Enric Malatesta mengatakan anarkisme adalah penghapusan ekploitasi dan penindasan manusia hanya boleh dilakukan melalui pengurusan kapitalisme dan pemerintah. Peter Kropotkin mengatakan adalah sebuah sitem sosialis tanpa kerajaan, Ia dimulai antara manusia dan akan mempertahankan keupayaan dan kretivitasnya yang merupakan pergerakan dari manusia Jossiah Warren mengatakn kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan dan sosialisme tanpa kebebasan adalah penghambatan dan keganasan. Di Italia, gerakan anarkisme telah melahirkan cukup banyak penulis mengenai anarkis seperti, Luigi Galleani, dan Camillo Berneri, mereka mengatakan anarkisme tidak mengharapkan bels kasihan karena percaya akan dapat melakukan kegiatannya, mempublikasikan buku dan majalah, menerbitkan rekaman, mendistribusikan literarture dan aktif dalam kegiatan politik (Mahajan 2001:759) Anarkisme boleh di bagikan kepada dua kategori (i) collectivist anarchism (anarckhi kolektif) dan (ii) Individulist Anarchism (Anakisme Individu), Collectivist Anarchism adalah anarkisme yang dilakukan secara kelompok dan menyeluruh. Mereka mempersoalkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan secara paksa itu tidak baik. Manakala Individualist Anarchist adalah anarkisme yang dilakukan secara bersendirian dirinya sendiri, anarkisme ini tidak mengenal orang lain karena berasaskan kepada sifat egonya. Anarkisme ini selalunya melawan kepada disiplin dan semua otoritas yang ada karena ia tidak mahu menerima apapun bentuk kesusilaan. Ketika ia memberikan sesuatu kepada yang lain, misalnya rasa kasih sayang, persahabatn dan keramah-tamahan serta perilaku yang baik, itu tidak lain hanya suatu kepuasan egoisnya dalam kehidupannya. Bilangan kaum anarkisme adalah ramai, karena mereka telah muncul dua decade yang lalu. Oleh itu fluralisme pandangan tidak boleh dihindari. Walaupun demikian, benang merah2 anarkisme konsisten dan prinsipnya asasnya keterbukan, maka anarkisme mempunyai empat benang merah, yaitu (i) anarkisme menginginkan kebebasan martabat individu, Ia menolak segala jenis penindasan, Jika penidas itu kebetulan pemeritah, maka ia akan memilih masyarkat tanpa pemeritah, (ii) konsekuensi benang merah pertama adalah anarkisme anti hierarki, kerena hierarki selalunya berupa struktur

organisasi dengan otoritasnya yang mendasari penguasaan yang menindas, (iii) anarkisme adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki baik secara politik, social maupun budaya dan boleh hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu system social. Ia mempunyai nilai tambah karena memaksimumkan kebebasan individu dan kesetaraan antara individu berasakan kerjasama, sukarela antar individu atau kompulan dalam masyarakat, dan (iv) kesan logis yang bararti membuktikan kebebasan tanpa persamaan, hanya bermakna kebebasan tanpa persamaan, hanya bermakna kebebasan para penguasa, dan persamaan tanpa kebebasan hanya berarti perbudakan (Meltzer 1998:12) Semua jenis paham anarkisme baik paham anarkisme berkumpulan maupun individu pada intinya adalah menginginkan kebebebasan. Anarkisme berpendapat bahwa semua orang boleh bebas dan boleh bekerjasama dalam bentuk sukarela dan tanpa paksaan apapun. Mereka mempercayai bahwa setiap manusia dapat menolong sesamanya dan mereka percaya bahwa naluri masyarakat sangat baik, tetapi telah dirusakkan oleh organisasi yang dibina masa sekarang (Lyman Tower Sargent 1981:148) Penganut paham anarkhi juga menyadari bahwa suatu tanggungjawab dari setiap orang tua terhadap anaknya berhubung kait dengan pendidikan anak-anak mereka terutamanya mengenai kebebasan. Karena merasakan terdapat system pendidikan pada masa kini ada juga bersifat merusak kebebasan dan kreativitas serta segala kemungkinan lainnya pada anak-anak mereka. Namun terdapat satu lagi aliran yang kadang-kala di hubungkan dengan anarkisme. Ini adalah sindikialisme. Pendirian sindikialisme memang percaya pada aksi kelas pekerja kolektif untuk merubah masyarakat. Pihak sindikialisme memandang kepada aksi kesatuan pekerja, seperti boikot umum untuk menumbangkan kapitalisme. Walaupun beberapa pandangan sindikialisme mempunyai kesamaan pada permukaan dengan anarkisme. Berkaitan dengan permusuhannya dengan politik dan aksi politik. sindikialisme bukanlah sejenis anarkisme tulen. Dengan menerima keperluan untuk aksi dan pengambilan keputusn secara luas dan bersama, sindikialisme lebih baik dari anarkisme klasik. Tetapi, dengan ,menolak ide aksi politik kelas pekerja, sindikialisme tidak pernah memberikan tujuan yang sebenarnya bagi percobaan pekerjaan untuk mengubah masyarakat. Pierre-Joseph Proundhon yang dikenali sebagai bapak anarkisme adalah salah satu kes contoh. Beliau menentang dengan kuat pembangkitan kapitalisme di Pranci. Tetapi tentangan Proundhon terhadap kapitalisme secara keseluruhannya bersifat memandang ke belakang. Dia tidak mengharapkan sebuah masyarkat baru yang didasarkn pada harta bersama, yang dapat menggerakkan penciptaan-

Page 95: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

A n a r k i s me Rasyidin

91

penciptaan terulang dari revolusi perindustrian, Sebaliknya, Proundhon menganggap harta kecil dan swasta sebagai dasar bagi utopianya. Doktorinnya adalah sesuatu yang direka bukannya untuk kelas pekerja yang membangun, tetapi bagi borjuasi kecil yang semakin lesap, yang terdiri dari tukang-tukang kraf, pedagang-pedagng kecil dan petani-petani kaya. Sebenarnya, Proundhon begitu menakuti kuasa tersusun kelas pekerja yang membangun sehingga dia menentang kesatuan-kesatuan pekerja dan memberi dukungan kepada pihak polis yang menghancurkan aksi permogokkan (McNally 1986:15) Sesuai dengn pendirian ini, Proundhon mendukung hampir setiap gerakan mundur yang dapat didukungnya. Ia merupakan seorang rasis, dengan menyimpan kebenciannya pada kaum Yahudi, di mana dia mengharapkan permusuhan mereka. Dia menentang pembebasan bagi rakyat kulit hitam Amerika Serikat dan menyokong gerakan bagi pemilik hamba di selatan semasa Perang Saudara Amerika. Ia juga mengecam kebebasan wanita, dengan menulis : Bagi wanita, kebebasan dan kehidupan baik hanya terletak dalam perkawinan dalam usaha menjadi ibu, dalam tugas-tugas rumah tangga (Lyman Tower Sargent 1981:149) Anarkhis-anarkhis awal menakuti kekuasaan teratur kelas pekerja modern.Sampai sekarang, kebanyakan anarkhis mempertahankan ‘kebebasan’ bagi individu swasta menentang bentuk-bentuk susunan kehidupan social kolektif yang paling demokrastis. Penulis anarkis kanasa, George Woodcock, menjelaskan ‘’Walaupun demokrasi mungkin dibolehkan, anarkis tidak akan mendukungnya. Anarkis tidak mendukung kebebasan politik. Apa yang mereka programkan adalah kebebasan dari politik. ‘’artinya, anarkis menolak berbagai proses pengambilan keputusan secara mayoritas dan demokratis. (McNally 1986:86) Menurut Proundhon anarkhisme digambarkan sebagai tatanan masyarakat yang nyata dan tidak berhubungan dengan kekuasaan. Ia meramalkan kekuasaan pada akhir akan musnah dan yang tampil adalah tatanan social yang asli terdiri dari komune-komune otonom. Anarkise sebagai sebuah ideologi yang jauh dari kekerasan, sama sekali tidak menyarankan atau menyatakan bahwa kekerasan merupakan jalan untuk mencapai tujuannya. Anarkisme didefenisikan oleh Benjamin R.Tucker sebagai pemikiran bahwa semua yang berkaitan dengan manusia diurus sendiri oleh individu yang bersangkutan, atau berdasarkan hubungan sukarela, dan bahwa harus ditiadakan (Ahmad Rosadi Harahap, internet 16 Agustus 2003) Negara hanyalah suatu organisasi yang hanya akan mempertahankan penindasan. Oleh sebab bagi anarkisme tidak ada tempat bagi negara, termasuk negara proletariat dalam Marxisme, komunis, sosialisme. Bakunin mengatakan kediktatoran proletariat akan menjadi kekuasaan yang menindas. Untuk itu dia menawarkan

kolektivisme. Masyarakat anakis tetap memiliki struktur, namun struktur minimum yang diperlukan agar keadilan dan kesejahteraan sosial tetap terpelihara dengan baik. Noam Chomsky mengatakan tidak semua kekuasaan harus ditolak, tetapi kekuasaan harus ditentang. Kekuasaan yang tidak dapat menghadapi tantangan harus dihilangkan. Sedangkan kekuasaan yang dapat menghadapi tantangannya (internet 16 Agustus 2003) Dari keseluruhan perbincangan di atas dapatlah di pahami bahwa anarkiske adalah pandangan-pandang berikut : Pertama. Adanya kebebasan individu dengan menolak semua bentuk penindasan. Jika yang melakukannya penindasan itu ialah kerajaan maka ia memilih masyarakat tanpa kerajaan yang mahukan kebebasan mutlak Kedua, anarkhis menolakkan kekuasaan otoritas untuk menindas. Penindasan itulah yang hendak dinafikan oleh kaum anarkisme, Ketiga, anarkhisme adalah pahaman kehidupan yang mencita-citakan sebuah masyarakat tanpa hirarki secara mendalam dari sistem sosial secara damai. Keempat, kebebasan tanpa persamanan akan memberikan kebebasan kepada penguasa, dan persamaan tanpa kebebasan Cuma berarti hamba yang dieksploitas oleh penguasa. KARAKTERISTIK UTAMA ANARKISME Menurut sarjana anarkisme menpunyai beberapa karakteristik seperti berikut, Mahajan (2001:730) menyebutkan, Pertama, Penganut paham anarkisme mewakili sistme sosial yang berasas sukarela, tidak melakukan otoritas dalam bentuk apapun juga, Mereka berkeinginan merusak macam-macam otoritas, terutamanya, peranan gereja dan milik pribadi seumpama kapitalis. Menurut mereka agama adalah kecanduan kepada masyarakat dan statis dalam menuntut kemajuan, manakala kapitalis menyesatkan dan membohongi kaum lemah. Kedua, penganut pandangan anarkhisme mempersoalkan, kapitalisme karena menurut mereka kapitalisme merupakan penyakit ekonomi yang berlaku dalam masyarakat, kerena dengan kapitalis akan mendorong manusia untuk memiliki hak-hak pribadi yang berlebihan. Di samping itu kapitalis mendorong ke arah kejahatan demi kesengsaraan menjadi milik orang ramai (majoritas) dan kapitalis mengadakan ketidakadilan yang lemah semakin lemah dan yang kaya semakin kaya, dan juga kapitalis mendorong terjadinya peperangan, serta melumpuhkan kehidupan sosial dan rohaniah. Ketiga, penganut pandangan anarkhisme anti sangat kepada hukuman, anti kekejaman, anti status, kerena tidak hanya berlebihan tetapi juga sangat berbahaya dan kejam kepada masyarakat. Oleh itu status ini harus bertanggungjawab kepada ketidaksamaan dan ketidakadilan yang berlaku dalam masyarakat. Hukuman yang sesuai dengan kesalahan memang diperlukan dalam paham ini, namun

Page 96: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

92

bukannya hukuman yang tidak berprikemanusiaan. Dalam masyarakat penganut paham anarkhisme, keperluan status selalu muncul menyebabkan terjadinya ketidakadilan. Masyarakat penganut paham anarkhisme selalu di asaskan kepada keadilan, kebebasan dan sukarela bagi semua kaum. Di samping itu penganut paham anarkisme mempersoalkan pemeritah yang diangkat oleh rakyat, karena menurut pertimbangan mereka pemilihan umum (Pemilu) adalah sejenis penipuan. Pemilu sebagai sarana demokrasi dianggap hanya akan menghilangkan hak-hak individu, sebagai contoh, orang akan memilih wakilnya-wakilnya yang tidak dikenal dan belum pasti menjalankan surat pemilihnya. Hal ini akan terus berulang dalam setiap kali pemilu akan menjadi suatu kebiasaan buruk bagi setiap orang. Oleh karena itu anarkhisme menolak bentuk perwakilaan dalam mengambil keputusan Anarkhisme juga menolak pemilu karena ia mengundang ancaman berupa kediktaturan mayoritas. Bagi kaum anarkhis tidak ada jaminan bagi para pengikut demokrasi terhadap golongan minoritas. Hal ini seringkali terjadi ketidakpedulian hak-hak minoritas baik suku, agama. ras maupun kebudayaan. Selain itu pemilu mengandung bahaya nyata akan muncul kelompok-kelompok otoriter seperti partai komunis yang dapat dilihat dalam kasus pemilu di Polandia. Di mana partai komunis kembali memerintahkan dengan memperoleh suara mayoritas. Mereka berpendapat pemerintah pilihan rakyat adalah pemeritah amatur dan tidak banyak yang boleh diharapkan dari mereka. Lagi pun pada mereka menganggap Badan Legislatif (pembuat undang-undang) pun gagal dalam menampung aspirasi, pendapat, buah pikiran atau uneg-uneg dari masyarakat umum. Akhirnya pandangan anarkisme percaya kepada suatu masyarakat tanpa perbedaan golongan dan kewarganegaraan. Masyarakaat umum tersebut bekerjasama untuk tujuan tertentu, misalmya keperluan baik masyarakat umum itu sendiri. Tidak dapat paksaan dan persaingan yang dan hanya kerjasama dan tidak boleh ada konflik yang berpanjangan. Justeru pengertian anarkhisme adalah menetang ketidakadilan, ketidaksamaan dan penindasan, maka beberapa ciri-ciri khusus yang dijalankan dalam konsep anarkhisme yaitu : Anarkhis melakukan perubahan dengan cara-cara revolusioner, perubahan dilakukan dengan cara-cara menolak partai politik dan negara, menolak keadaan negara, menolak sistem demokrasi disebabkan sistem ini merupakan dasar keadaan otoriter mayoritas, mereka juga anti politk, anti kepada kepada peraturan-peraturan, serta tujuan anarkisme adalah adanya masyarakat tanpa adanya negara atau undang-undang. Oleh sebab itulah kaum anarkis, melawan kapitalisme yang telah adanya didiskriminasi ekonomi dan menguntungkan kelas atas, Kedua

melawan rasisme. Kaum anarkis menghormati derajat yang sama dan tiada membedakan bangsa, ras, warna kulit. Dan golongan ketiga. melawan saxisme. Kaum anarkhis mengangap semua jenis seks, wanita, pria dan bahkan diluar dua jenis seks itu, memiliki hak yang sama atas apapun. keempat melawan fasisme atau supranasionalis. Kaum anarkis beranggapan bahwa tiada bangsa yang melebihi bangsa lain. Kelima, melawan xenophobia-ketakutan dan kebencian apriori pada hal baru atau asing. Kaum anarkhis melawannya sebab xenophobia dapat berkembang menjadi fasisma yang beranggapan buruk semua hal yang datang dari , keenam, melawan perusakan lingkungan, habitat dan segala bentuk perusakan dan atau tindakan kekerasan terhadap semua makhluk, ketujuh, mngharamkan peperangan dan semua bentuk kekerasan atau penghancuran kehidupan adalah nista. Perang adalah sesuatu hal yang sangat tidak berguna bagi dunia dan penghuninya. Maka segala sumbernya harus segera dihapuskan. KESIMPULAN

Anakhisme bukanlah solusi yang semua masalah yang dihadapi umat manusia ,bukanlah utopia tatanan sosial yang sempurna. Pada prinsipnya anarkisme menolak konsep monopoli yang tidak jelas dan tidak mempercayai kebenaran yang mutlak atau cita-cita yang pasti dalam perkembangan umat manusia. Namun demikian, dalam upaya menuju kesempurnaan tanpa batas, anarkhisme dapat mewakili keberagaman sosial dan kondisi kehidupan manusia. Anarkhisme sendiri bukanlah sebuah konsep yang dirumuskan oleh kelompok intelektual, tetapi merupakan kecenderungan yang ada dalam kehidupan manusia yang bebas. Kalau tidak diganggu gugat oleh individu-individu ataupun organisasi yang merasa dirinya dapat memerintahkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari niscaya kehidupan akan berjalan efisien dan tiada kezaliman (seperti mana yang banyak dipraktikkan oleh negara) Realitas mengenai implementasi sebuah masyarat anarkhis sangat sering diragukan, dan kadang-kadang kita setuju dengan filosofis, anarkhisme pun menganggap masyarakat anarkhis sebagai sesuatu yang utopia yang tidak mungkin diadakan, Banyak oarng yang memandangkan konsep anarkhisme akan membayangkan sebuah masyarakat bersadarkan prinsip-prinsip anarkis sebagai sesuatu yang realistis, ideal dan bahkan sesuatu yang lemah. Siapapun yang meneliti secara perkembangan ekonomi dan sosial yang ada dalam sistem sekarang ini akan mengakui, bahwa tujuan-tujuan anarkhisme tidaklah muncul dari pikiran utopis yang berasal dari sebagian inovator imajinatif. Akan tetapi merupakan kesimpulan logik dari penelitian yang menyeluruh terhadap hal-hal yang

Page 97: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

A n a r k i s me Rasyidin

93

merupakan kesimpulan logik dari penelitian yang menyeluruh terhadap hal-hal yang merugikan masyarakat tersebut semakin nyata dan semakin tidak adil, Kapitalisme monopoli modern dan negara totaliter merupakan tahap-tahap terakhir dalam suatu perkembangan yang ada pada dirinya sendiri yang tiada pilihan lain dalam memperjuangkan nasib kehidupannya. Hanyalah kebebasan yang boleh memberikan kepada manusia inspirasi untuk menghasilkan sesuatu yang hebat dan untuk menjalankan perubahan sosial dan politik. Kejahatan negara yang paling zalim adalah upaya-upaya yang pemeksaan keberanekaragaman kehidupan sosial ke dalam pembentukan norma-norma tertentu. Dalam hal ini negara merupakan kemenangan mesin politik terhadap pikiran manusia, pikiran rasional, perasaan, sikap dan prilaku, melalui peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Kebebasan pun hanyalah merupakan konsep relatif yang bersifat mutlak. Seni memerintah manusia tidak akan pernah menjadi sebuah seni yang mendidik dan memberikan manusia inspirasi untuk memperbaharui kehidupan mereka. Penekanan dan pemaksaan hanyalah sebuah tuntunan amalan tugas-tugas statis yang menghambat inisiatif yang mustahak, serta akan menghasilkan hamba-hamba dan bukan manusia yang bebas, Kebebasan merupakan sebuah intisari kehidupan dan merupakan kekuatan penyokong perkembangan intelektual dan perkembangn masyarakat. Pembebasan manusia dari ekploitasi ekonomi, intelektual dan politik yang secara tajam di sebut anarkisme, Anarkhisme merupakan sebuah syarat untuk evolusi kebudayaan ke tingakat yang lebih tinggi yang diperuntukkan untuk manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rosadi Harahap, http:// www.geocties.com/vonisnet/ahmad3.htm internet 16 Agustus 2003

Albert Meltzer. 1998. Anachism : Argument for against.(atas talian). http:/www.library/writer/ meltzer/sp0015000.htm. (17 Agustus 2003)

Anarhisme. (atas talian) http:/www.geocities.com/black post/podium04.htm. 15 Agustus 2003

Baldelli. Giovanni. 1971, Social Anarchisme. Chicago: Aldeline-Atherton

Berkman.Alexander. 1964.ABC of anarchism. 3d.ed. London : Freedom Press

Black. Donald 2003. http://fajar.ci.id/lenkap_ hukum1001,cfm?idwahyu=12 internet 15 Agustus 2003

Bose.Atindranath. 1967.A history of anarchism. Calcuta : World Press Private.Ltd

Bukamin, Mekhail. 1950. Marxism,Freedom and the state, Edited and translated by. K.J Kanafick. London : Freedom Press

Carter, April .1971. The political theory of anarchisme. London :Routledge & Kegan Paul

Deleon, Daavid. 1973, The Amarican as anarchist : social critism in tah 1960s

Denny.J.A. 1999,Visi Indonesia baru setelah gerakan reformasi, Jakarta: Jayabayaa University Press

Godman William. 1946, Enguiru concerning political justice and its influence on moral and happiness. Edited by F.E.L.Prisley. 3. Vols. Toronto:University of Toronto

http://www.idp.edu.au/adsjakarta/returnedstudents/article27.asp

http://www.rnw.nl.ranesi/htm/anarki.html. 16 Agustus 2003

KOMNAS HAM, SUAR, No. 06/tahun II, Januari 2001

Lyman Tower Sergent. 1981. Contempory political ideologis. Missiouri : The dorsey Press

Mahajan,M.D.2001..Political Theory:New Delhi: S.Chand & Companyltd.

Mgr.Aloysius M.Sutrisnatmaka, 2002 http://www,rnww,nl/renesi/html.anarki.html

Peni Hanggarini Koran Tempo Jumat, 10 Mei 2002. Jakarta

Proundhon, Pierre, yosepd, 1967. General idea of the revulution in nine teenth century. Translated by John Revelery Robinson

Rudolf Rocker 2003 : internet, http://sumbu,neneto,com/mnaskaah anarko.htm. 1 Agustus 2003

Srivanto, internet 17 Agustus 2003 http:// sosilista.org/071401_05_ideologi.html

Page 98: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

94

PROSES REDUKSI EKSES LUMPUR AKTIF DARI IPAL INDUSTRI PEMBUATAN KERTAS

Maya Sarah Staf Penganjar Teknik Kimia, Fakultas Teknik USU ([email protected])

Abstrak: Industri pulp dan kertas merupakan industri yang sangat berpotensi menimbulkan pencemaran karena menghasilkan limbah cair dalam konsentrasi yang cukup tinggi (COD = 700 – 1000 mg/l) dan dalam jumlah yang relative besar mengingat industri ini banyak menggunakan air. Limbah cair industri pulp dan kertas umumnya diolah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan sistem lumpur aktif. Proses pengolahan limbah cair ini masih belum effektif karena biomassa yang terbentuk terlalu banyak sehingga membutuhkan penanganan khusus. Salah satu upaya penanganan ekses biomassa adalah dengan mereduksi volume biomassa pada kondisi anaerobic menggunakan pelarut NaOH dan HCl. Percobaan ini dilakukan dengan memvariasikan jenis pelarut, konsentrasi dan temperature. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa peningkatan konsentrasi pelarut dari 0,1 N menjadi 1 N tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap kemampuan reduksi ekses lumpur aktif dari bioreactor anaerobik. Ditinjau dari jenis pelarut yang digunakan, proses reduksi dengan pelarut NaOH jauh lebih efektif dibandingkan dengan reduksi menggunakan pelarut HCl dengan konsentrasi yang sama. Sementara itu dari pengamatan terhadap pengaruh temperature diketahui bahwa kemampuan reduksi dari bioreaktor anaerobik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Peningkatan temperatur mengakibatkan ketidakstabilan proses reduksi MLSS sistem untuk pengolahan dengan pelarut HCl. Kata Kunci : Sistem lumpur aktif, biomassa, inokulum, mixed culture 1. PENDAHULUAN

Industri pulp dan kertas merupakan industri yang sangat berpotensi menimbulkan pencemaran karena menghasilkan limbah cair dalam konsentrasi yang cukup tinggi (COD = 700 – 1000 mg/l) dan dalam jumlah yang relative besar mengingat industri ini banyak menggunakan air. Limbah industri pulp dan kertas ini harus diolah terlebih dahulu karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan apabila langsung dibuang ke badan air.

Limbah cair industri pulp dan kertas umumnya diolah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan sistem lumpur aktif yang terdiri dari bak aerasi dan bak sedimentasi untuk memisahkan biomassa dengan limbah hasil olahan sebelum limbah tersebut dibuang ke badan air. Proses pengolahan limbah cair dengan system lumpur aktif akan mengkonversi limbah organik kedalam bentuk gas CO2 yang dilepas ke atmosfer sebesar 50% dan 50% lagi akan terkonversi menjadi biomassa (Setiadi, 1996). Biomassa yang terbentuk sebagian akan dikembalikan ke dalam bak aerasi, sebagian lagi sekitar 15-25% dikeluarkan dengan menggunakan pompa lumpur dan dialirkan ke unit pengeringan lumpur.

Proses pengolahan limbah cair ini masih belum effektif karena biomassa yang terbentuk terlalu banyak sehingga membutuhkan penanganan khusus. Proses pengeringan lumpur sendiri menghadapi masalah penyediaan tempat pengeringan, pemanfaatan lumpur aktif yang telah dikeringkan dan sangat bergantung pada faktor sinar

matahari. Masalah yang dihadapi sistem lumpur aktif ini mendorong berbagai penelitian untuk mengatasi masalah pembuangan ekses biomassa dari IPAL.

Salah satu upaya penanganan ekses biomassa adalah dengan mereduksi volume biomassa pada kondisi anaerobik. Saiki Yuko dkk, telah berhasil mereduksi jumlah biomassa dari unit pengolahan limbah industri bir hingga 40%. Biomassa tersebut terkonversi secara anaerobik kedalam bentuk gas metana. Limbah industri kertas merupakan limbah yang kaya akan kandungan bahan organik sehingga pengolahan limbah industri ini dengan bioreaktor lumpur aktif diperkirakan menghasilkan biomassa yang cukup banyak sehingga perlu penanganan secara serius.

2. BAHAN DAN METODE 2.1. Bahan 1. Limbah cair industri kertas 2. Inokulum : mixed culture yang telah

diaklimatisasi dengan limbah cair industri kertas dan dikondisikan aerobik dan anaerobic

3. HCl (0,1 N dan 1N) 4. NaOH (0,1 N dan 1N)

Page 99: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Proses Reduksi Ekses Lumpur Aktif dari IPAL Industri Pembuatan Kertas Maya Sarah

95

2.2. Alat 1. Unit lumpur aktif yang dilengkapi dengan tangki aerasi dan tangki sedimentasi 2. Bioreaktor anaerobic Gambar alat disajikan pada gambar 1 2.3. Metode

Limbah cair industri kertas diumpankan kedalam tangki aerasi yang telah berisi mikroorganisme aerobik. Aerasi dilakukan untuk mentransfer sejumlah oksigen kedalam limbah cair, dan tangki aerasi dioperasikan secara batch selama 2 minggu hingga konsentrasi MLSS stabil.

Kedalam bak aerasi kemudian diumpankan limbah cair secara sinambung. Didalam tangki aerasi terjadi proses perombakan bahan organik kompleks menjadi CO2 dan H2O secara aerobik. Selama pengolahan dilakukan pengamatan terhadap COD, pH dan MLSS sistem.

Limbah hasil olahan akan mengalir keluar dari tangki aerasi secara overflow kedalam tangki sedimentasi, dimana terjadi pemisahan mikroorganisme dengan air limbah yang telah diolah. Mikroorganisme tersebut akan terkumpul satu sama lain dan membentuk flok mikroorganisme yang akibat gaya beratnya sendiri akan turun secara gravitasi ke bagian bawah tangki sedimentasi sebagai sludge atau lumpur biomassa.

Lumpur biomassa ini akan dikeluarkan dari tangki sedimentasi dan sebagian kecil (20%) dikembalikan ke tangki aerasi. Sisanya dialirkan ke bioreactor anaerobic. Ketika volume Lumpur aktif

didalam bioreactor anaerobic telah mencapai 2,5 liter, maka kedalam bioreactor anaerobic tersebut dialirkan larutan HCl atau NaOH. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap konsentrasi MLSS.

3. Hasil Dan Pembahasan

Kinerja pengolahan limbah cair industri pulp dan kertas dalam penelitian ini ditinjau dari dua sisi, yaitu kemampuan penyisihan bahan organik oleh proses aerobik dan kemampuan mereduksi ekses lumpur aktif pada proses anaerobik. 3.1. Kinerja Unit Lumpur Aktif

Limbah cair berkonsentrasi 2300 mg/l diumpankan pada bak aerasi dan mengalami degradasi biologis secara aerobik oleh mikroorganisme berkonsentrasi rendah sebesar 29 mg/l. Diawal pengolahan, terjadi lonjakan konsentrasi bahan organik dalam bak aerasi yang cukup tinggi akibat peningkatan jumlah mikroorganisme yang mati, tetapi setelah pengolahan berlangsung selama 2 hari tercapai kestabilan jumlah mikroorganisme dalam bak aerasi dan proses reduksi bahan organik berlangsung hingga mencapai konsentrasi 1.400 mg/l dengan tingkat efisiensi penyisihan bahan organik sebesar 36%. Kemampuan penyisihan bahan organik yang rendah ini diakibatkan oleh konsentrasi awal mikroorganisme yang sangat rendah. Secara umum pH sistem relative stabil pada rentang pH 6,5 – 7,8 sehingga control secara khusus bagi pH sistem tidak diperlukan. Kestabilan konsentrasi mikroorganisme dalam sistem yang tercapai pada pH yang relative rendah (< 7)

umpan

Bioreaktor anaerobik

Tangki sedimentasi

Tangki aerasi

biomassa

Limbah cair hasil olahan

Ekses biomassa recycle

Biomassa sisa

Gambar 1: Rangkaian peralatan

Page 100: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

96

merupakan suatu indikasi terdapatnya spesies bakteri pembentuk asam dalam sistem lumpur aktif. Meskipun demikian pada pengolahan limbah ini, jumlah mikroorganisme yang dapat ditumbuhkan sangatlah rendah dan jauh dari kondisi ideal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses aklimatisasi yang kurang baik dan konsentrasi umpan biomassa yang sangat rendah. 3.2. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Proses

Reduksi Lumpur Aktif Jumlah mikroorganisme yang dikeluarkan

dalam sistem lumpur aktif hendak direduksi jumlahnya dalam bioreaktor anaerobik dengan pelarut HCl dan NaOH berkonsentrasi 0,1 N pada suhu kamar. Pengaruh pengunaan kedua jenis pelarut terhadap kemampuan sistem anaerobik dalam mereduksi ekses lumpur aktif disajikan pada gambar 2.

Waktu yang efektif untuk mereduksi jumlah ekses lumpur aktif dengan proses anaerobic mengunakan pelarut NaOH dan/atau HCl adalah 100 jam. Reduksi yang dilakukan dalam waktu lebih dari 100 jam akan memicu pertumbuhan mikroorganisme anaerobic, yang diperkirakan terdiri dari bakteri pembentuk asam dan/atau bakteri hidrolitik.

Proses reduksi dengan pelarut NaOH jauh lebih efektif dibandingkan dengan reduksi menggunakan pelarut HCl dengan konsentrasi yang sama. Larutan HCl berkonsentrasi rendah cenderung mengkondisikan medium tempat hidup bakteri anaerobic menjadi sedikit asam dan memicu percepatan pertumbuhan bakteri anaerobic setelah 100 jam. Untuk medium yang sedikit basa akibat penambahan NaOH, bakteri anaerobic cenderung bersifat netral atau sedikit basa, yang meskipun baik untuk pertumbuhan bakteri anaerobic seperti bakteri metanogen, tetapi tahapan pengolahan dengan proses anaerobic harus melalui tahap pengasaman terlebih dahulu, yang tentu saja membutuhkan waktu yang jauh lebih panjang.

3.3. Pengaruh Konsentrasi Pelarut terhadap

Proses Reduksi Lumpur Aktif Peningkatan konsentrasi pelarut dari 0,1 N

menjadi 1 N tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap kemampuan reduksi ekses lumpur aktif dari bioreactor anaerobik. Secara umum pengolahan dengan HCl dan NaOH masing-masing untuk konsentrasi 0,1 N dan 1 N memperlihatkan kinerja yang hampir sama seperti yang disajikan pada gambar 3 dan 4.

3.4. Pengaruh Temperatur Terhadap Proses Reduksi Ekses Lumpur Aktif Kemampuan reduksi dari bioreaktor anaerobik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Peningkatan temperatur mengakibatkan ketidak-stabilan proses reduksi MLSS sistem untuk pengolahan dengan pelarut HCl karena dapat memicu

percepatan pertumbuhan bakteri anaerobik pembentuk asam tipe thermophilic disatu sisi. Ketidakstabilan ini mengakibatkan proses reduksi Lumpur aktif berlangsung lebih lama, karena kestabilan baru terjadi setelah 120 jam untuk temperature 50oC dan 100 oC. Fenomena ini diperlihatkan pada gambar 5 dan 6.

Penggunaan pelarut NaOH jauh lebih efektif dibandingkan dengan pelarut HCl bila dikaitkan dengan fungsi temperature karena MLSS sistem lebih stabil, dan kalaupun ada fluktuasi jumlahnya sangat kecil, kecuali diawal pengolahan untuk temperature pengolahan 90oC yang diperkirakan terjadi akibat kesalahan pengambilan data.

4. Kesimpulan Proses reduksi ekses lumpur aktif dengan proses anaerobik menggunakan pelarut HCl dan NaOH sangatlah potensial untuk dilakukan bagi upaya penanganan ekses lumpur aktif IPAL dari industri. Berdasarkan penelitian untuk mereduksi ekses lumpur aktif dari limbah industri pulp dan kertas diperoleh tingkat reduksi ekses lumpur aktif sebesar 8% saja. Tingkat efisiensi proses reduksi ini amatlah rendah, tetapi hal ini kemungkinan diakibatkan oleh rendahnya konsentrasi awal mikroorganisme anaerobic dan rendahnya konsentrasi pelarut HCl dan/atau NaOH (maksimum 1 N). Akibatnya proses hanya mampu mereduksi sebagian kecil dari ekses lumpur aktif yang ada dan mengkondisikan medium dalam keadaan asam atau basa. Pengolahan dengan menggunakan pelarut NaOH jauh lebih efektif dibandingkan dengan pelarut HCl pada konsentrasi encer (0,1 N dan 1 N). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi medium yang cenderung bersifat sedikit basa akibat penambahan NaOH, sedangkan pada pengolahan dengan medium sedikit asam akibat penambahan HCl terjadi percepatan pertumbuhan bakteri pembentuk asam yang mengakibatkan peningkatan jumlah MLSS sistem ketika proses reduksi berlangsung, dan sebagai akibatnya terjadi ketidakstabilan sistem. Daftar Pustaka Gaudy, A.F., Gaudy, E.T., 1981, Microbiology for

Environmental Scientist and Engineers, McGraw Hill International Book Co, Tokyo, hal 519-551

Metcalf, Eddy, 1991, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, Reuse, edisi 3, McGraw-Hill, hal 378 Saiki, Y., Imabayashi, S., dkk, 1999, Solubilization of Excess Activated Sludge by Self Digestion, Water Resources, Vol 33, No 8, hal 1864-1870 Speece, R.E., 1996, Anaerobik Biotechnology for Industrial Wastewaters, Archae Press, Nashville, Tennessee, USA, hal 3-6

Page 101: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Rumah Susun sebagai Bentuk Budaya Bermukim Masyarakat Modern Samsul Bahri

97

RUMAH SUSUN SEBAGAI BENTUK BUDAYA BERMUKIM MASYARAKAT MODERN

Samsul Bahri

Laboratorium Teori dan Kritik Arsitektur Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Makalah ini mencoba menelaah sebuah topic yang akhir-akhir ini mulai disoroti oleh berbagai pihak di Indonesia, yang pembahasannya mengacu pada tema Arsitektur dan Manusia, yaitu Rumah Susun sebagai salah satu bentuk budaya bermukin yang diduga adalah “benda baru” produk dari masyarakat Barat. Dala kaitan ini, kata Budaya dan Modern (Modernisasi) adalah kat akunci yang akan dibahadi lebih jauh. Sudah tentu banyak sisi dan sudut pandang yang dapat dipergunakan untuk membahas persoalan ini, namun aspek sosical dan psikologislah yang akan dipilih pada kesempatan ini.

PENDAHULUAN A. Modernisasi Modernisasi merupakan topik yang menarik dan telah menjadi gejala umum di dunia dewasa ini. Walaupun sebagian orang telah mencba “maju selangkah” dengan pasca Modemnya, namun dibelahan dunia lainnya orang masih terpukau oleh kedatangan fenomena modern, yang tentunya tidak pernah dibayangkan oleh mereka sebelumnya, dari ke4hidupan yang tradisional harus diubah dengan hal yang serba “canggih” yang dihadapi sebagai kenyataan. Perkembangan yang terjadi disebagian tempat boleh jadi merupakan lompatan besar atau hanya sekedar perubahan kecil dan tidak tiba-tiba, tentunya tidak terlepas dari perkembangan peradaban manusianya. Sebagaimana para ahli sosiologi membagi beberapa tahap perkembangan peradaban manusia di bumi sepanjang sejarahnya. Misalnya Auguste Comte (1798-1857), seorang sosiolog Perancis menawarkan konsep 3 tahap perkembangan peradaban untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitive sampai ke peradaban maju pada masa kini1, yaitu - Tahap Teologis, peradaban manusia dimana

semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.

- Tahap metafisis, pada tahap ini manusai masih percayapada kekeuatan alam dan belum berusaha mencari hubungan sebab akibat yang ada.

- Tahap positif dimana manusia telah sanggup berpikir secara ilmiah dan mengembangkan ilmu pengetahuannya.

Upaya pemahaman tehradpa proses perkembangan peradbaan manusai telah banyak membantu dalam menelaah keadaan duia secar alebih nayta, termasuk di dalamnya pemahaman akan telah terjadina modernisasi dihampiri tiap Negara sekarang ini. Kiranya modernisasi telah menjadi bagian yang tidak dapt dihindari sejalan dengan teori perkembangan

peradaban itu sendiri. Secara histories dapat dilihat bahwa modernisasi merupakan suatu proses pertumbuhan yang mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang suatu proses pertumbuhan yang mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra-modern dalam arti teknologi serta organisasi social, kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil2. Karakter umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio demografis masyarakat digambarkan dengan istilah gerak social (social mobility). Artiya, suatu proses unsur-unsur social ekonomi dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang kearah pola-pola barumelalui sosialisasi dan pola-pol aperilaku. Perwujudannya adalah aspek-aspek kehidupan modern seperti mekanisme, urbanisasi, hingga globalisasi dan seterusnya. Perubahan-perubahan social yang terjadi pada masyarakat dapat diartikan sebagai perubahan structural yang terarah (directed change) yang didasarkan pada perencanaan (planned-changed) atau biasa disebut social-planning. Perubahan itu juga menyangkut Indonesia yang mengalami modernisasi melalui perubahan yang direncanakan, misalnya pada Pembangunan Lima Tahun (PELITA) yang telah dimulai sejak tahun 1969.3 Modernisasi pada hakikatnya mencakup bidang-bidang yang sangat banyak, yang mau tidak mau harus dihadapi masyarakat. Bidang mana yang akan diutamakan sangat tergantung pada kondisi dan kebutuhan suatu negara (masyarakat). Namun demikian modernisasi ini hampir dipastikan pada awalnya akan menimbulkan dis-organisasi dalam masyarakat, apalagi yang menyangkut nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Proses yang terlalu cepat dan tanpa henti hanya akan menimbulkan disorganisasi yang terus menerus, karena masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk mengadakan reorganisasi. Salah satu bentuk modernisasi yang akan dibahas di sini adalah Rumah Susun sebagai suatu budaya bermukin yang bersifat

Page 102: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

98

alternatif pada masyarakat di kota-kota besar. Konsep rumah susun pada awalnya merupakan solusi yang dibuat berdasarkan tuntutan baru terhadap kekuarangan rumah bagi tenaga kerja yang terus meningkat aibat gerakan modernisasi di sekotr gerakan modernisasi di sektor lapangan kerja. Tuntutan tersebut semakin terus bertambah sejalan edngan meningkatnya produktivitas kerja yang menjadi ciri-ciri modernisasi, sedangkan keterbatasan lahan (horizontal) tak dapat diatasi dengan cara apapun. Dalam keadaan inilah lahir solusi dalam hal pengadaan perumahan bagi para pekerja melalui konsep pertumbuhan vertikal. Yang perlu dipertanyakan adalah : Apakah solusi teknis ini sudah mempertimbangkan aspek sosial budaya yang ada di masyarakatnya ? Secara historis kebutuhan akan rumah untuk tempat tinggal adalah kebutuhan dasar manusia yang sama tuanya dengan umur manusia itu sendiri. Sejak dari pertama manusia menyadari akan kebutuhan tempat bernaung”, hingga pada masa sekarang ini rumah tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya dan perilaku manusia, termasuk di zaman modern sekarang ini. Dalam kaitan ini, yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah peradaban manusia, termasuk di dalamnya budaya bermukim. b. Budaya Bermukim Dapat dikatakan bahwa persoalan tempat tinggal dan lingkungannya telah ada sejak manusia mulai merasa mampu mengorganisasikan diri, berhenti mengembara dalam perburuan, bercocok tanam, menjinakkan dan mengembangbiakkan ternak, serta sedikit menguasai alam sekitarnya. Sejak dari fungsi rumah sebagai tempat bernaung yang sederhana hingga kini fungsi rumah lebih dari sekedar simbol status sosial, pengertian dan konsep budaya bermukim terus berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Perkembangan itu sendiri akan terus berlanjut sampai batasnya dimana perbadana itdak dapat mengembangkan dirinya melebihi kapasitas alam yang tak terhingga. Keterkaitan antara perkembangan budaya bermukim dan peradaban telah ditandai dari pengamatan historis terhadap hunian Indian yang sederhana di Tierra del Fuego sampai pada tempat bernaung orang Eskimo yang relatif lebih maju. Atau dari Rumah Pohon yang primitif di pedalaman Irian hingga Rumah Villa yang banyak dijumpai di tempat-tempat peristirahatan modern (seperti Puncak, Cianjur-Jawa Barat). Semua akan memperlihatkan pada kita bahwa tingkat pemikiran manusia, yang ditandai dengan ilmu pengetahuannya, menunjukkan pola-pola bermukim tertentu. Budaya bermukim yang dianut masyarakat di suatu tempat merupakan bagian dari budaya masyarakat keseluruhan seperti halnya adat istiadat. Kelompok masyarakat tradisional memiliki tata cara turun temurun yang diwarisi sebagai bagian yang tak terlepaskan seperti halnya sebuah nama yang melekat pada diri

seseorang. Lain tempat akan lain pula situasinya, sehingga pola-pola perilaku masyarakatnya berbeda-beda, seperti halnya perbedaan antara rumah Indian dan rumah Eskimo tadi. Budaya bermukim masyarakat Indonesia sekarang ini sedang dihadapkan pada kenyataan baru yang perlu diperhatikan secara tidak gegabah, karena kesalahan dalam penerapan akan semakin menambah persoalan baru. Apakah hal baru yang akan ditemukan sebelumnya dapat diterima begitu saja dalam tatanan masyarakat lama ? Rumah susun sebagai sebuah alternatif pilihan dalam pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, yang dapat digolongkan sebagain produk dari modernisasi, adalah hal baru yang datang kehadapan masyarakat. Pada kenyataannya tidak semua masyarakat dapat mengikuti suasana baru yang datang dari luar tantanan lama yang sudah turun temurun. Perlu waktu lebih lama lagi manakala suatu hal baru itu telah menyangkut aspek-aspek kehidupan sosial dan pola-pola perilaku. Budaya bermukim pada masyarakat modern tentunya tidak dapat dilepaskan dari hakikat modernisasi itu sendiri. Sebagaimana telah banyak disimpulkan dalam setiap pembicaraan yang menyangkut modernisasi, bahwa gaya hidup masyarakat yang tergolong lebih maju dibandingkan dari tatanan tradisional maupun pra-modern apalagi yang primitif merupakan gambaran gaya hidup modern. PEMBAHASAN a. Budaya Bermukim Masyarakat Indonesia

Masyarakat Indonesia yang agraris itu dalam waktu yang telah berlangsung lama, (beberapa generasi) telah memiliki budaya bermukim yang memiliki ciri khas tersendiri. Dan diakui dalam waktu yang lebih lama konsep yang dikembangkan secara evaluasi dan adaptasi itu dianggap sebagai konsep yang cocok dalam tatanan kehidupan komunitasnya. Konsep permukiman beberapa masyarakat adat Minangkabau, Bai, Jewa, Dayak, Toraja dan sebagainya memiliki ciri-ciri tersendiri yang masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya sejauh itu dikaitkan dengan budaya dan kondisi alamnya. Tatanan komunitas yang cocok dalam masyarakat selalu berusaha dipertahankan lebih lama sesuai dengan kemampuan dan perkembangan yang terjadi. Masyarakat pada dasarnya akan berusaha membentuk keseimbangan yang dapat mempertahankan konsep-konsep yang baik serta terus berusaha meningkatkannya menjadi lebih baik lagi. Jarang sekali masyarakat melakukan perubahan sporadis terhadap kondisi yang sudah ada, kecuali revolusi

b. Fungsi dan Kebutuhan Rumah memang benar adanya apabila Eugene Raskin dalam bukunya Architecture and People berpendapat bahwa dalam melakukan aktivitas hidupnya manusia memerlukan suatu wadah/ruang4. Dan rumah adalah salah satu wujud dari ruang (space) yang sangat

Page 103: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Rumah Susun sebagai Bentuk Budaya Bermukim Masyarakat Modern Samsul Bahri

99

dibutuhkan oleh manusia, selain kebutuhan sandang dan pangan, dalam upaya mempertahankan keberadaan/eksistensi dan kelanjutan hidupnya di bumi. Selalu berbentuk hubungan yang akrab dan erat antara aktivitas manusia dengan jenis ruang penunjang yang dibutuhkan, antara penghuni dan tempat tinggalnya. Fungsi rumah tinggal semata dilihat sebagai tempat tinggal atau tempat berkumpulnya penghuni atau tempat berlindung dari ancaman fisik dan non fisik rumah juga mencakup keseluruhan pemenuhan fungsi lebih rumit dan sangat kompleks sifatnya seperti falsafah, adat istiadat,religius dan lainnya. Kesemua fungsi tersebut merupakan cerminan dari keinginan komunitas masyarakat dalam ruang rumahnya masing-masing. Pada dasarnya bukan hal mudah bagi arsitek, atau pihak lainnya dalam mendefenisikan pengertian fungsiden kebutuhan rumah bagi kehidupan manusia. Kebutuhan akan rumah tinggal tidak dapat diselesaikan dengan cara memnuhi target kuantitasnya saja (jumlah rumah), melainkan juga menuntut beberapa hal yang berhubungan dengan kualitas (mutu). Dalam hal ini hanya penghuni (calon penghuni) yang lebih mengerti secara benar dan sempurna semua kebutuhan yang harus dipenuhi oleh rumah tinggalnya. Kebutuhan itu sendiri ternyata ada yang bersifat terukur (seperti kondisi klimatik) dan yang tidak terukur (seperti estetik). Yang terukur dapat dipenuhi dengan memperhatikan standar-standar normatif atau objektif yang diterima, sedangkan yang tidak terukur lebih subjektif sifatnya. Dalam hal – hal tertentu seperti itulah peran arsitek dituntut untuk lebih kreatif dan imajinatif. Pengertian fungsi dalam arsitektur sendiri perlu dipahami secara mendalam dengan mengacu pada bidang-bidang psikologi dan sosial yang terkait. Mulai dari Freud yang menekankan aspek biologis, lalu Alder yang lebih pada aspek-aspek sosial, hingga pada Allport Maslow yang menekankan multi motivational. Fungsi dalam hal ini tidak terbatas pada fungsi yang berkaitan dengan dimensi-dimensi fisik serta hubungan kedekatan ruang dan waktu semata. Namun lebih jauh lagi sampai pada psikologi pemakai bangunan, interaksi sosial, perbedaan budaya bahkan makna dan simbol bangunan. Benjamin Hadler dalam bukunya ‘’System Approach to Atchitecture’’ menjabarkan pengertian fungsi dari bangunan (baca, rumah tinggal) sebagai berikut :

• Fungsi adalah suatu proses. Fungsi cenderung dipandang sebagai urutan kejadian, sehingga fungsi dapat menangani setiap aspek bangunan dalam batasan yang dinamis

• Fungsi adalah maksud, melihat sesuatu dalam batasan fungsi adalah melihatnya dalam batasan tujuan akhir ke arah mana fungsi tersebut menuju. Dengan kata lain

setiap fungsi mempunyai tujuan dan maksud tersendiri.

• Fungsi adalah keseluruhan, yang terpadu secara harmonis dan serasi sesuai dengan konsep dan sasaran yang hendak dicapai oleh bangunan (rumah) tersebut

• Fungsi adalah tingkah laku, yang diamati

dan dipikirkan bagaimana bangunan itu bekerja atau bertingkah laku

• Fungsi adalah hubungan, dimana berbagai komponen bangunan dihubungkan untuk membentuk satu kesatuan yang dinamakan rumah.

• Fungsi adalah keharusan, agar dapat beroperasi secara wajar maka harus memiliki sifat-sifat, nilai-nilai dan ciri-ciri tertentu dan harus dihubungkan dengan cara tertentu.

Lebih jauh lagi Norbeg-Schutz dalam Intention in Architecture menerangkan bahwa fungsi dari suatu bangunan dapat dilihat dari 4 (empat) parameter, yaitu :

• Kontrol fisik. Salah satu tujuan dari kontrol fisik adalah menciptakan perlindungan dan kenayamanan penghuni (pemakai) dari pengaruh lingkungan seperti iklim, kebisingan, serangga, debu ataupun dari manusia lainnya. Dengan kata lain bangunan harus dapat berperan sebagai alat kontrol fisik bagi kenyaman fisiologi manusia.

• Kerangka Aktivitas. Sebuah bangunan harus dapat menampung aktivitas-aktivitas penghuninya sesuai dengan fungsi dari bangunan itu sendiri.

• Social Mileu. Sebuah bangunan diharapkan dapat berpartisipasi terhadap situasi sosial yang ada, sesuai dengan fungsi sosial pada bangunan yang dapat mengutarakan tentang status sistem sosial secara total.

• Simbolisasi Kultural. Arsitektur dapat dipandang sebagai objek kultural yang berkaitan erat dengan ideologi, nilai agama, nilai moral, dan nilai ekonomi penghuni/masyarakat.

Rumah tinggal sebagai sebuah bangunan dengan segala fungsi yang dimilikinya dapat mempertemukan berbagai kebutuhan manusia yang berbeda-beda, bersifat unik dan memiliki jenjang ketingkatan dari tingkat rendah hingga tinggi. Menurut Abraham Maslow5,seorang ahli psikologi, ada 5 (lima) tingkatan dari kebutuhan manusia yang dimulai dari kebutuhan tingkat terbawah (lower needs) hingga pada tingkat kebutuhan teratas (higher needs). Dimulai dari kebutuhan fisiologis sampai pada puncaknya adalah kebutuhan untuk perwujudan diri/self-actualization needs. Jika kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah belum terpenuhi secara pantas, maka biasanya akan sukar

Page 104: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

100

untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan di atasnya dengan baik. Adapun 5 (lima) tingkatan kebutuhan manusia yang dikembangkan Maslow tersebut adalah6 : 1. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan yang hampir sama pada setiap makhluk hidup dan merupakan kebutuhan yang merupakan kebutuhan yang memdasar (elementr) meliputi : ruang untuk aktivitas, istirahat,daan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini minimal harus tersedia tempat berteduh/shelter sebagai tempat untuk istirahat dan tidur, sedangkan kebutuhan lainnya bisa dilakukan di sekitar tenpat tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah perbedaan kultur dan iklim yang akan menimbulkan perbedaan dalam merealisasikan pemenuhan kebutuhan tadi.

2. kebutuhan rasa ama. Manusia memilki naluri untuk mengendalikan hidupnya, termasuk upaya harus terhindar atayu menghindar dari marabahaya yang mengancamnya. Untuk itu manusia merasa harus memiliki kekuatan untuk dapat menolak mara bahaya tersebut seperti : tempat menyimpan dan melindungi miliknya (fungsi rumah), kepercayaan pada kekuatan alam dan super natural (refigus), termasuk melakukan upacara-upacara ritual.

3. kebutuhan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan manusia lain untuk berkomunikasi dan bergabung dengan sesamanya dalam rangaka eksistensi manusia itu sendiri. Bangunan merupakan satu tempat untuk berinteraksi sesama penghuninya, saling memberi dan meneriam,berkawan,bercinta dan sebagainya. Rumah merupakan dunia tersendiri tempat terjadinya kehidupan kelompok manusia saling bersosialisasi.

4. kebutuhn akan ke-aku-an (ego needs). Setiap manusia akan membutuhkan perasaan –perasaan yang positif,seperti terlihat pada rasa ingin memiliki dihormati, rasa aman, kepercayaan diri,keterampilan,kemampuan dan kemandirian. Pada banyak budaya rumah sering dipakai sebagai pencerminan status sosial. Sebagai contoh rumah-rumah bangsawan tempo dulu di Yogya, dibangun ditenagh-tengah halaman yang luas dab memiliki pelataran yang luas dan terawat baik,seolah menunjukkan kesan bahwa pemiliknya adalah orang yang ramah dan agung, berhati terbuka dan melindungi (mengayomi).

5. Kebutuhan akan perwujudan diri (Self- actualization needs). Setiaporang dilahirkan dengan seperangkat potensi kemanusian,memiliki kemampuan dan bakat masing-masing,dan karenanya setiap orang kan mewujudkan dirinya secara berbeda-beda dan mempunyai keunikan tersendiri. Tiap generasi manusia selalu akan merubah apa telah ada,sekalipun perubahan itu tidak akan lebih baik dari sebelumnya.Tiap generasi akan selalu

ingin menjadikan dirinya mempunyai kekhaannya,ingin mengekpresikan zamannya dalam peta sejarah umat manusia. Hal ini diduga mendasari dengan kuat perkembangan pengetahuan manusia dalam berbagai hal, tanpa peduli dengan keterbatasan alamnya. Kebutuhan perwujudan diri ini menuntut konsekuensi logis dalam kaiatan kewaspadaaan manusia dalam upaya memprtahankan keseimbangan alam dan lingkungan, yang kalau diabaikan justru akan menjadi bumerang bagi eksistensi manusia sendiri.

C. Perkembangan Kota dan Budaya Masyarakatnya. Perkembangan kehidupan masyarakat kota-kota besar sekarang tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengertahuan dan peradaban manusia. Khidupan masyarakat sudah didominasi oleh asas ekonomi yang mulai berkembang sejak revolusi industri melanda dunia di balahan barat (Inggris) dan terus merambah ke belahan dunia lainnya. Institusi-institusi yang ada dalam kehidupan masyarakat mengalami perubahan yang sangat berarti dan menimbulkan pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Itu artinya berbagai institusi di masyarakat seperti :politik, pendidikan,agama,,ilmu pengetahuan,seni (termasuk didalamnya sebagian arsitektur), keluarga.dan seterusnya telah bergantung pada mekanisme ketersediaan sumber-sumber ekonomi. Kalr Marx, ahli sosiologi, melihat dasar-dasar ekonomi itu sendiri infrastruktur tempat superstruktur sosial dan budaya yang lainnya dibangun dan harus menyesuaikan diri. Artinya kegiatan-kegiatan dalam tiap institusi non-ekonomi harus bergerak dalam mekanisme batas-batas yang ditentukan oleh tuntutan ekonomi. Individu dan faktor-faktor ekonomi dalam usahanya untuk ‘’hidup sesuai dengan pendapatnya’’. Juga ditekankan oleh Marx, tuntutan –tuntutan untuk mencari nafkah agar bisa tepat hidup dapat memakan waktu dan energi sedemikian besarnya, sehingga tidak mungkin untuk mengembangkan kemampuan lainnya. Kenyataan yang terakhir ini kiranya merupakan fenomena baru di lingkungan masyarakat pekerja di kota-kota besar yang lingkungannya sudah dipengaruhi oleh dominasi kepentingan ekonomi. Kesibukan bekerja sebagai upaya pemenuhan nafkah untuk hidup telah menjadikan orang tidak berkesempatan untuk mengembangkan sisi lain dari hidupnya. Manusia pekerja menjadi roboat dari pekerjaanya sendiri, sehingga wajar saja jika pola-pola perilakunya menjadi ‘’kurang memanusia’. Pengaruh ekonomi yang telah mendominasi peradaban manusia, terutama di kota-kota besar, telah merubah wajah kota menjadi ajang pertumbuhan kepentingan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya jenis lapangan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Jumlah pekerja yang mendatangi kota tidak terbendung lagi banyaknya hal

Page 105: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Rumah Susun sebagai Bentuk Budaya Bermukim Masyarakat Modern Samsul Bahri

101

ini sejalan dengan teori kebutuhan manusia untuk mendapatkan kesempatan lebih luas mempertahankan kelangsungan dan eksistensi hidupnya di dunia. Semua orang tertarik untuk mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan hidup layak di kota – kota dan membiarkan mekanisme ekonomi yang jelas tidak menjanjikan kehidupan lain selain aspek ekonomi itu sendiri. d. Kebutuhan Tempat Tinggal Versus Keterbatasan Lahan Salah satu kebutuhan yang tidak terlepas dari manusia ke manapun manusia adalah kebutuhan akan tempat tinggal. Semakin banyak jumlah populasi di kota maka kebutuhan pengadaan tempat tinggal muncul menjadi problema baru yang harus dipecahkan. Sementara itu kondisi alam yang relatif stabil telah menjadi semakin tidak berdaya menampung setiap perkembangan yang terjadi. Keterbatasan lahan menjadikan upaya pemenuhan kebutuhan tempat tinggal tidak dapat terjawab secara langsung, selagi budaya bermukim masih mewarisi tradisi lama. Dalam keterbatasan lahan dan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal tersebut, manusia menerapkan solusi perpeahan masalah dengan cara membangun tempat tinggal secara vertikal. Banyak cara yang bisa ditempuh dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan fungsi rumah yang tepat bagi penghuninya. Salah satu upaya pemenuhan rumah dalam skala besar sesuai dengan tuntutan perkembangan kota adalah Rumah Susun. Untuk sementara solusi ini mampu menjawab persoalan, yaitu persoalan ekonomi. e. Rumah Susun Sebagai Fenomena Budaya Bermukim baik Maslow maupun Benjamin Handier yang mempertimbangkan sisi fungsi dan kebutuhan sebagai bagian penting dalam pengadaan rumah (bangunan), dalam kondisi kota-kota sekarang ini, tidak lagi sepenuhnya dapat dipertahankan pandangannya secara utuh. Banyak hal baru yang harus “diperbaharui” untuk menjadikan budaya bermukim rumah susun sebagai bagian dari peradaban manusia. Tinggal di rumah susun tidak sama dengan tinggal di rumah biasa (rumah individu), baik perilaku maupun suasana lingkungannya berbeda jauh sekali. Perubahan-perubahan gaya hidup, kebiasaan, dan adat istiadat sangat terasa jika seseorang berpindah dari rumah tunggal ke rumah susun. Tentunya setiap orang akan memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi, dan tidak semua orang memiliki kemampuan melakukannya. Bagi golongan orang yang sudah erat dan tidak terpisahkan dengan tradisinya akan sulit melakukan adaptasi yang diinginkan, akibatnya yang ada hanyalah pemaksaan saja. Masyarakat pekerja di kota-kota yang umumnya adalah pendatang (gejala urbanisasi) masalah budaya bermukim merupakan salah satu

problema tersendiri di samping persoalan ekonomi yang menuntut penyelesaian guna mempertahankan hidup di kota. Kemampuan dan keterampilan untuk bertahan hidup menjadi seni dan sekaligus senjata bagi setiap pekerja yang hidup di kota-kota besar seperti : Jakarta, Surabaya, dan lainnya. Sekalipun sulit hidup di kota, namun tidak mengurangi minat masyarakat desa untuk mendatangi kota tersebut. Akibatnya daya dukung “ruang” kota menjadi semakin terbatas. Program pengadaan perumahan bagi pekerja menjadi penting belakangan ini. Selain dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar manusia, rumah tinggal dan kedekatan jarak rumah dengan tempat kerjanya merupakan salah satu persoalan yang mamu memberikan pengaruh kuat bagi tingkat produktivitas pekerja itu sendiri. Solusi pendanaan rumah dengan konsep Rumah Susun menjadi pilihan yang menarik untuk dikembangkan akhir-akhir ini, dan apabila mungkin maka akan terus dipertahankan sebagai konsep yang dapat diterapkan di setiap kota yang kekurangan lahan untuk perumahan. Tinggal sekarang bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan budaya yang kelak akan semakin jelas muncul dalam konsep rumah susun itu. Tentunya sekarang belum sedemikian jelas terlihat baik buruknya fenomena baru itu karena umumnya yang relatif masih baru bagi masyarakat di beberapa tempat. Di beberapa kasus pembangunan rumah susun telah dikembangkan konsep budaya bermukim yang disesuaikan dengan kebudayaan dan kondisi yang ada. Salah satu diantaranya adalah rumah susun Dupak di Surabaya, yang dibuat oleh Johan Silas (Arsitek), yang mengembangkan metode kampung susun. Artinya gaya hidup kampung yang telah ada pasa dipertahankan sebagian besar, hanya saja kalau dulunya kampung-kampung tersebut berada pada daerah yang horisontal maka di rumah susun tersebut kampung-kampung disusun secara vertikal. Konsep ini masih relatif baru dan berlangsung belum cukup lama sehingga perlu diperhatikan terus perkembangan yang terjadi untuk kemudian dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangannya. KESIMPULAN Perkembangan masyarakat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Arsitektur, namun seringkali tidak dapat terlaksana dengan baik (sempurna). Pada kenyatannya pendekatan yang dilakukan selama era arsitektur modern dengan cara-cara rasional, deterministik, standarisasi dianggap sering hanya menciptakan suatu huubngan yang renggang, tidak harmonis antara manusia sebagai pemakai dan ruang (wadah) tempat kegiatan. Rumah susun sebagai produk dari modernisasi yang sedang berkembang sekarang ini belum sepenuhnya dapat diterima dalam kaitan dengan budaya bermukim manusia. Seringkali yang terjadi adalah pembangnan rumah susun yang diibaratkan sebagai suatu pemerkosaan atas hak-hak pribadi pemakainya.

Page 106: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

102

Pemakai dalam keadaan terpaksa tidak mempunyai alternatif lain selain hanya menerima kenyataan yang ada. Sama halnya dengan pembangunan perumahan massal lainnya (real estate oleh Perumnas, BTN, dan lainnya), rumah susun tidak mampu memberikan pemecahan pemunuhan kebutuhan manusia secara utuh. Hal tersebut dapat terjadi karena selama ini rumah susun dibangun atas dasar pertimbangan ekonomi dan teknis semata. Kalaupun ada pertimbangan unsur manusia didalamnya, itu hanya sebagian kecil yang kalah dominan dibanding unsur ekonomi dan teknis tadi. Rumah susun baru akan bermanfaat bila dipandang sebagai suatu usaha menjawab kebutuhan manusia dari berbagai aspek kehidupan, tidak hanya dari sisi kuantitasnya saja tapi juga sisi kualitasnya. Sebagai budaya bermukim, rumah susun tentunya perlu waktu lama dan konsisten untuk terus dikembangkan sebagai tradisi baru dalam kehidupan umat manusia. Terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang sudah memiliki tradisi lama yang berakar kuat di kalangan masyarakatnya.

1. Hukum tiga tanpa merupakan usaha Comte

untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai keperadapan Perancis abad ke 19 yang sangat maju”, teori Sosiologi Klasi dan Modern, (1994), hlm. 84.

2. Sokanto, Soerjono, 1990. Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 382-386.

3. Ibid, hlm. 383. 4. Eugene Raskin dalam Architecture and People

mengatakan : “……… most of mankind spends the major part of its time indoors, in environments of its own creation……… We are born indoors, live, love, brings up our families, worship, work, grow old, sincken and indoors”.

5. Dalam bukunya “Motivation and Personality” (1954), Abraham Maslow mempelopori suatu pendekatan kepada manusia yang didasarkan atas studi dari THE FINEST PSYCOLOGICAL SPECIMENTS yang memperlihatkan manusia sebagai mahluk yang lebih cakap/arif (capable), rational dan percaya diri, dari teori-teori sebelumnya. Studi ini membawa Maslow untuk mengembangkan diri, dari teori-teori sebelumnya. Studi ini membawa Maslow untuk mengembangkan teori motivasi (Human Motivation) yang lebih populer dengan istilah HIRARCHY OF NEEDS (tingkat kebutuhan manusia), untuk menjelaskan hbungan antara kepribadian dan motivasi manusia.

6. Newmark, Norma L., & Thompson, Patricia, J., 1977. Self Space & Shelter., hal. 8.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rabinwitz, Harvey, Z (1979), Evaluasi Purnahuni, dalam : Synder, James C Pengantar Arsitektur. Penerbit Airlangga, Jakarta.

2. ____ (1991) Tata Cara Perencanaan Kepadatan Bangunan Lingkungan Rumah Susun Hunia. Departemen P. U. Jakarta.

3. ___ (1983). Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bertingkat. Departemen P. U. Direktorat Jendral Cipta Karya, Jakarta.

Page 107: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Metode Perancangan Asic yang Sukses Hasdari Helmi

103

METODE PERANCANGAN ASIC YANG SUKSES

Hasdari Helmi Staf Pengajar Departemen Elektro Fakultas Teknik USU, Medan

Abstrak: Tulisan ini menjelaskan tahapan perancangan rangkaian elektronika digital yang sukses menggunakan rangkaian terintegrasi dengan aplikasi khusus. ASIC merupakan rangakaian terintegrasi yang sengaja dirancang untuk memenuhi tujuan dan fungsi tertentu. ASIC mempunyai keuntungan tertentu, seperti, kepadatan komponen, kehandalan, kekhususan dan kerahasian chip dan daya rendah serta biaya produksi rendah untuk jumlah besar. Perancangan ASIC yang sukses dan berhasil baik dengan sekali rancang jadi, diperlukan seorang perancang yang berpengalaman, metodologi yang tepat, tool dari vendor, hubungan perancang dan vendor yang baik untuk menghasilkan suatu sistem elektronika yang berkerja sesuai keinginan pemesan.

Abstract: The paper describes important order to design digital electonic circuits successful use Application Specific Integration Circuits (ASIC). ASIC is integrated circuits what is designed to complete fixed functions of system. ASIC have advantage like complexity, visibility, security , low power and low cost fee production for big quantity. Designer who is successful and good with first time though is required experiences designing, exactly methodology, tool from vendor, and so, between designer and vendor have good communications to output a good system for working is wanted. Kata kunci: ASIC, kehandalan, chip, tool, vendor, metodologi. I. PENDAHULUAN.

ASIC (Application Specific Integration Circuits) merupakan rangkaian terintegrasi aplikasi yang dirancang dan direalisasikan untuk memenuhi tujuan dan fungsi tertentu. Rangkaian terintegrasi Apilikasi khusus (ASIC) adalah salah satu alternatif realisasi perancangan sistem bidang mikroelektroniknika Hal ini berkaitan dengan membanjirnya produksi rangkaian terintegrasi pada era tahun 1970 yang mana sesama pabrik saling membajak produksi lainnya, sehingga konsumen tidak dapat membedakan produksi asli pabrik. Kemudian produksi ASIC ini berkenaan dengan keperluan peralatan militer serta kebutuhan

komponen dalam ukuran mini. Umumnya rangkaian ini direalisasikan

dengan meotode semicustom dan full-custom mempunyai keuntungan tertentu, seperti :

♦ Kepadatan komponen dn performance yang tinggi.

♦ Kekhususan dan kerahasian chip. ♦ Kebutuhan daya rendah. ♦ Kehandalan tinggi. ♦ Biaya produksi rendah untuk jumlah besar.

Karakteristik perkembangan ASIC ditujukan seperti pada gambar 1.

Diperlukan waktu singkat menuju pasar

2 tahun

1 tahun 6 bulan 3 bulan Hasil Rancangan yang diinginkan:

lebih handal biaya rendah lebih cepat

900 M IPS 100 M IPS 10 M IPS 1995 2001 4 M IPS 1991 1989 1987 kompleksitas rancangan meningkat

Gambar I.1. Perkembangan ASIC ditinjau dari kepadatan dan kecepatan serta waktu perancangan

Page 108: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

104

II. Problematika Perancangan ASIC Masalah yang sering dijumpai pada

perancangan ASIC dimana fungsi sistem tidak bekerja sesuai yang diinginkan. Untuk menghindari kesalahan hasil rancang diperlukan :

♦ Perancang yang berpengalaman. ♦ Perancang mengerti dan memahami seluk-

beluk tahap-tahap proses rancangan ASIC ♦ Memilih tool (alat bantu peracangan) yang

tepat. ♦ Hubungan perancang dengan vendor ASIC

III. TIPE-TIPE ASIC DAN TEKNOLOGINYA Suatu sistem elektronika yang diimplementasikan menggunakan ASIC harus memilih tipe ASIC, teknologi ASIC dan penggunaan ASIC sebelum rancagan diproses lebih lanjut. Hal ini harus dilakukan seorang perancang, jika tidak ingin menerima resiko yang fatal.

Terdapat 5 tipe jenis ASIC yang tersedia, pemesan dapat memilih jenis ASIC untuk

mengimplementasikan sistem elektronika yang dikehendaki, yaitu :

♦ Gate Array ♦ Standard Cell ♦ Programmable logic ♦ Full Custom

Gate array, standard cell, compiled cell dan programmable logic di sebut ASIC semi-cutom karena mask yang dibutuhkanhanya beberapa buah saja, sedangkan ASIC full-custom seluruh mask layer ditentukan perancang. III.1. Teknologi ASIC.

Beberapa teknologi tersedia dalam merancang ASIC sesuai keperluan suatu sistem yaitu : CMOS, TTL, ECL, Ga, As, BICMOS. Masing-masing teknologi memiliki karakteristik seperti ditujukan table 2.1. Salah satu contoh gate HAND menggunakan teknologi BICMOS ditujukan pada gambar III..1.

Table III.1. Karakteristik teknologi ASIC.

TEKNOLOGI KECEPATAN KEPADATAN DAYA

CMOS

TTL

BICMOS

ECL

GaAS

50 MHz

100 MHz

50 MHz

>1 GHz

>3 GHz

Sangat Tinggi

Sedang

Tinggi

Rendah

Sangat Rendah

Sangat Rendah

Rendah

Rendah

Sangat Tinggi

Sedang

Gambar III.1. Gate NAND 2 – input yang menggunkana teknologi BICMOS.

Page 109: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Metode Perancangan Asic yang Sukses Hasdari Helmi

105

Design Capture

Delay Estimation

Local And Timing

Simulasi

Automatic Placement

And Routing

FOUNDRY

AUTOMATIC TEST

GENERATION

Wire Lengths Custumer input Test Vectors

Gambar III.2. Diagram aliran perancangan ASIC.

Pada umumnya, vendor memberikan tool tahap-tahap perancangan ASIC yang digunakan pabrik, antara lain : skematik, simulasi aliran proses, perancangan fisik, pengujian, serta pembuatan prototip, verifikasi, test prototip. Secara umum proses perancangan ASIC hampir sama vendor. Masing-msing tahap harus dilakukan dengan lengkap dan baik. Gambar III.2, menunjukkan aliran proses perancangan ASIC.

IV. PERANCANGAN ASIC YANG SUKSES

Seorang perancangan ASIC yang baik memulai bekerja pada level high behaviroral untuk mengembangkan bagian-bagian fungsi yang penting yang menunjang spesifikasi dari rancangan ASIC

yang diminta. Hal ini disebabkan rangkain ASIC kepadatannya lebih tinggi , misal kepadatan 200.000 gate memerlukan teknik perancangan tersendiri untuk dapat mengontrol sistem yang kompleks tersebut. Ini dapat dilakukan dengan perancangan otomatis elektronik.

IV.1. Tahapan Perancangan ASIC

Chart Y (Gajski dan Kuhn 1983), memberikan tahap perancangan ASIC dari level fungsi terdiri dari 3 tingkatan seperti terlihat pada gambar IV.1., yaitu :

1. Behavioral 2. Struktural 3. Physical Geometry

BEHAVIORAL STRUCTURAL

PHYSICAL/GEOMETRY

LOGIC SYNTHESIS

SYSTEM

ALGORITMA

MICROARCHITECTURE

SYSTEMS LOGIC PROCCECSOR ALGORITHMAS HARDWARE MODUL REGISTER TRANSFE CIRCUIT ALUs, REGISTER LOGIC GATES, FFs

TRANSFER FUNGTION TRANSISTOR

RECTANGLES

CELL, MODUL PLANS

FLOOR PLAN

CLUSTER

PHYSICAL PARTITIONS

Physical Synthesis

Gambar IV.1. Chart Y memperlihatkan tiga tingkatan perancangan

Page 110: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

106

IV.2. Perancangan Tingkat Behavioral. Tujuan dari perancangan level ini adalah untuk mengabaikan banyak hal-hal detail dari fungsi rancangan. Hal ini sangat menguntungkan perancang sebab perancangan dilakukan lebih cepat dan akurat serta memudahan untuk memeriksa kembali suatu rangkaian dan mengoptimumkannya. Model VHDL (Verification Hardware Description Languanges) seperti ditunjukkan gambar IV.2.

VHDL

Specification

Behavioral Structural

Gambar IV.2. Penggunaan VHDL pada tingkat perancangan behavioral dan structural IV.3. Perancangan Tingkat Struktural.

Pada tingkat struktural, perancang sudah dihadapkan pada perancangan hardware yang sebenarnya. Untuk rangkaian yang sangat kompleks (>250.00 gate), maka perancangan menjadi sangat sulit. Untuk mengatasi kesulitan tersebut vendor menawarakan perangkat yang dapat memberikan skematik gate yang terstruktur.

IV.4. Perancangan Tingkat Phisical Geometry.

Pada tingkat ini, mendeskripsikan fisik dari seluruh rancngan yang telah dibuat untuk menghasilkan suatu data-base bagi pemrosesan rancangan ASIC yang dikendaki. IV.5. Standard Electronic design Automation

(EDA) Tool ini merupakan ‘schematic capture

tools’ yang berguna bagi perancang membuat skema rangkaian tanpa pensil dan kertas. Gambar IV.3, menunjukkan contoh sel yang terdapat pada sel – library.

A

B A B C X C

X Sel - librari

Simbol logika

Gambar IV.3: rangkaian Sel – library dan simbol logika

Page 111: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Metode Perancangan Asic yang Sukses Hasdari Helmi

107

IV.6. Silicon compiler Silicon Compiler untuk menterjemahkan perancangan dari level behavioral ke level structural. Silicon Compiler merupakan alat optomis suatu rancangan untuk menghasilkan kepadatan layout logic yang efisien. Tipe-tipe Silicon Compiler antara lain :random logic, datapath, module compiler dan tile-based.

IV.7. Sintesis Logika Sintesis logika merupakan suatu proses yang dengan otomatis dapat membentuk ekivalen structural logic dari deskripsi rangkaian behavioral. Deskripsi rangkaian behavioral digunakan pada Simulasi digital untuk memverifikasikan rancangan sejauh mana sudah memenuhi spesifikasi yang kehendaki.

V. Metodologi Perancangan ASIC Untuk menghasilkan kualitas ASIC yang diinginkan, biaya produksi rendah dan waktu perancangan singkat tanpa mengalami perancangan ulang diperlukan metodologi peracangan ASIC yang valid Terdapat dua metodologi yang umum digunakan untuk pengembangan perancangan ASIC yang berhasil, yakni :

1. Metodologi perancangan Botton-Up. 2. Metodologi perancangan Top-Down.

V.1. Metodologi Perancangan Bottom – Up +Metodologi perancangan Bottom-Up merupakan metodologi yang banyak digunakan para perancang. Dimulai dari level struktur, yakni memilih dan menghubungkan sel/gerbang logika. Kerumitan dan kepadatan divais rangkaian diatasi dengan pendekatan hieraksi seperti ditunjukkan gambar V.1. Gambar V.1, memperlihatkan beberapa bagian dari rancangan structural diganti blok kotak yang mempunyai fungsi tertentu (ditandai dengan huruf M). kemudian setelah perancangan keseluruhan selesai, M diganti dengan rangkaian yang sesuai. Metodologi ini efektif untuk jumlah gate lebih kecil 10.000 buah. Jika kepadatan divais lebih besar, metodologi ini akan menyebabkan waktu perancangan lama, kehandalan menurun dan biaya tinggi. Perancangan secara hirarki

Rangkain keseluruhan M

Perancangan flat

M

Rangkaian yang sesuai

V.2. Metodologi Perancangan Top-Down Metodologi ini perancangan Top-Down

merupakan metodologi perancangan ASIC degnan kepadatan gate lebih besar 10.000 buah dan lebih disukai para perancang. Langkah perancangan adalah menentukan spesifikasi rancangan hingga keseluruhan rancangan dipisah-pisah menjadi blok-blok logika. KESIMPULAN

Dari paper ini dapat diambil kesimpulan bahwa bila seseorang perancang mengerjakan rancangan ASIC untuk dikatakan sukses dan berhasil tanpa perancang harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Seorang perancang harus belajar untuk mengerti

dan memahami seluk-beluk tentang ASIC, teknologi dan proses pembuatan ASIC secara keseluruhan.

2. Seorang perancang harus mengikuti per-kembangan ASIC melalui informasi yang ada.

3. Perancang harus mengetahui manfaat ASIC yang dirancang, keuntungan dan kerugian menggunakan ASIC, jenis ASIC yang diinginkan, biaya tersedia, waktu perancangan serta kompleksitas rangkaian.

4. Untuk merancang ASIC yang berhasil dengan sekali rancang dengan sasaran kualitas produksi IC yang diinginkan, biaya produksi rendah dan waktu perancangan singkat maka seorang perancang harus : ♦ Menggunakan metode perancangan bottom-

up (untuk kepadatan <10.000 gate)dan top-down (>10.00 gate).

♦ Perancangan akan berhasil baik bila dimulai dari tahap perancangan behavioral, struktur dan physical geome try.

♦ Menggunakan alat bantu (tool) seperti : EDA, logic synthesis, silicon compiler.

DAFTAR PUSTAKA 1. Perancangan dan pembuatan sistem elektronika

menggunakan mikrokontroller MC68705U3 untuk uji coba pada kenyamanan rumah tangga, Hasdari Helmi, tesis, ITB Bandung , 1995

2. Hardware Programmable Devices, oleh

Soegijadjo Soegijoko dkk, PAU Bidang Mikroeloktronika, ITB Bandung, 1992.

3. Succesful ASIC Design the first time though by

Jhon P.Huber and Mark W.Rosneck Chapter 1 to 4 Van Nostrand Reinhold New York, AS, 1991

4. Diktat Kuliah Singkat ‘Pengantar Sistem VLSI’ PAU Bandung, 1988/1980.

Page 112: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

108

PEMERIKSAAN MUTU BETON DAN MUTU PELAKSANAAN PEKERJAAN BETON

A. Rajamin Tanjung Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

Abstrak: Untuk mengetahui mutu beton dan mutu pelaksanaan dari suatu pekerjaan beton diperlukan pemeriksaan secara kontinu selama masa pelaksanaannya. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka pemeriksaan tersebut meliputi pengambilan contoh-contoh benda uji, pembuatan benda uji, pemeriksaan benda uji, pengolahan data hasil uji, perhitungan mutu pelaksanaan dan mutu beton tercapai. Jumlah pengambilan contoh uji disesuaikan dengan sifat dari pekerjaan beton yang dilaksanakan dan paling sedikit satu kali dalam satu hari. Setiap kali pengambilan contoh uji dibuat dua buah benda uji. Salah satu dari kedua benda uji tersebut dirawat di laboratorium dan yang satu buah lagi dirawat di lapangan sampai dengan umur pemeriksaan yang ditetapkan. Dari pemeriksaan benda uji didapatkan sepasang data yaitu data beban tekan maksimum yang dapat dipikul oleh masing-masing benda uji, yang dirawat di laboratorium dan yang dirawat di lapangan. Data tersebut kemudian diolah sehingga menjadi data hasil uji yaitu data uji tekan benda uji silinder pada umur dua puluh delapan hari. Dari data hasil uji ditentukan mutu pelaksanaan yang diukur dengan deviasi standar, serta mutu beton sama dengan nilai rata-rata dari seluruh hasil uji dikurangi dengan perkalian faktor dari tingkat kegagalan yang diizinkan dengan deviasi standar. Setiap hasil pemeriksaan sejumlah hasil uji dipakai sebagai dasar untuk mempertimbangkan apakah perlu diadakan perubahan dalam campuran beton, cara pelaksanaan atau nilai deviasi standar rencana untuk pekerjaan selanjutnya. PENDAHULUAN

Dalam gambar rencana serta syarat-syarat teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi beton berbertulang yang telah disetujui untuk digunakan, tercantum dengan jelas mutu beton dari setiap bagian konstruksi. Mutu beton yang dicantumkan tersebut adalah salah satu dasar yang dipakai dalam merencanakan/menentukan dimensi dan penulangan dari bagian konstruksi dimaksud. Dengan demikian bila mutu beton yang tercapai dalam pelaksanaan lebih rendah dari mutu beton perencanaan tadi maka tingkat kelayakan dari bagian konstruksi yang berkenaan akan lebih rendah dari tingkat kelayakan yang direncanakan.

Agar mutu beton seperti dalam perencanaan tercapai di lapangan, bahan-bahan campuran, proses produksi, pengangkutan serta proses pencetakan di tempat akhir dari pekerjaan beton yang dilaksanakan harus memenuhi peraturan/persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui mutu beton dan mutu pelaksanaan dari suatu pekerjaan beton diperlukan pemeriksaan secara kontinu selama masa pelaksanaannya. Pemeriksaan dilakukan terhadap hasil-hasil uji yang di dapat dari pengujian benda-benda uji yang dibuat dari produksi beton yang digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan dimaksud. Dalam tulisan berikut ini dicoba untuk memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang diambil

dalam rangka pemeriksaan tersebut mulai dari cara pengambilan contoh uji sampai dengan pengolahan data hasil uji untuk mendapatkan mutu beton dan mutu pelaksanaan dari pekerjan beton normal yang tidak menggunakan bahan campuran tambahan. PENGAMBILAN CONTOH UJI

Pengambilan contoh uji untuk setiap mutu beton yang dilaksanakan pada satu hari paling sedikit 1 kali, dan pada setiap kali pengambilan contoh uji dibuat sepasang benda uji yang terdiri dari 2 buah benda uji. Tetapi bila jumlah keseluruhan volume pekerjaan beton untuk setiap mutu beton adalah sedemikian, sehingga setelah selesai pekerjaan jumlah contoh uji yang terkumpul untuk masing-masing mutu beton kurang dari 5 pasang benda uji, jumlah pengambilan contoh uji dapat disesuaikan dengan mempertimbangkan sifat dari pekerjaan beton yang dilaksanakaaan. Pekerjaan untuk bagian konstruksi beton yang mengalami tegangan tinggi, pengambilan contoh uji dilakukaan untuk setiap volume pekerjaan tidak lebih dari 10 m3. Pekerjaan untuk bagian konstruksi beton biasa, pengambilan contoh uji dilakukaan untuk setiap volume pekerjaan tidak lebih dari 20 m3. Sedang pekerjaan beton massal yang tidak akan mengalami tegangan tinggi, pengambilan contoh uji dilakukaan untuk setiap volume pekerjaan tidak lebih dari 50 m3. Pada awal pekerjaan ada baiknya bila jumlah pengambilan

Page 113: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pemeriksaan Mutu Beton dan Mutu Pelaksanaan Pekerjaan Beton A. Rajamin Tanjung

109

contoh uji diperbanyak sehingga disamping benda uji untuk diperiksa pada umur 28 hari juga ada benda uji yang dapat diperiksa pada umur 3 hari atau 7 hari. Seshingga dengan demikian gambaran mutu beton yang tercapai dilapangan dapat diketahui dalam waktu yang lebih awal. PEMBUATAN BENDA UJI

Benda uji sebaiknya dibuat berbentuk silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm, sesuai dengan benda uji standar menurut peraturan beton bertulang Indonesia yang terbaru SK-SNI T-15 1990-03. Alternatif lain dapat dibuat berbentuk kubus sisi 150 mm. Untuk selanjutnya dalam tulisan ini silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm disebut dengan silinder saja.

Acuan benda uji terbuat dari logam kedap air. Permukaan dalamnya harus rata/tidak bergelombang. Sebelum pengisian terlebih dahulu disapu dengan vaselin agar mudah dilepas dari betonnya. Adukan beton untuk benda uji diambil langsung dari adukan dengan menggunakan alat yang kedap air. Bila dianggap perlu adukan tersebut diaduk lagi sebelum diisikan ke dalam acuan. Pengisian acuan dilakukan dalam 3 (tiga) lapis yang tebalnya kira-kira sama. Masing-masing lapisan dipadatkan dengan cara menusuk-nusuk sebanyak 20 (dua puluh) kali dengan rod (tongkat baja) diameter 16 mm dengan ujung yang dibulatkan. Pemadatan dapat juga dilakukan dengan vibrator (jarum penggetar) terutama untuk beton kental. Jarum penggetar dimasukkan sentris kedalam acuan tanpa menyentuh dasarnya. Penggetaran dilakukan sampai permukaan adukan tampak mengkilap oleh air semen. Kemudian jarum penggetar di tarik vertikal dari adukan dengan kecepatan lebih kurang 5 cm perdetik. Pada waktu pemadatan lapisan kedua dan lapisan ketiga baik dengan rod maupun dengan jarum penggetar, harus dipastikan bahwa lapisan sebellumnya yang telah dipadatkan tidak terganggu. Setelah selesai pemadatan, permukaan beton diratakan. Untuk mencegah terrjadinya penguapan benda uji dalam acuan tersebut ditutup dengan kaca atau logam atau goni basah. Kemudian disimpan ditempat yang bebas dari getaran. Setelah 24 jam acuan dibuka dengan hati-hati, dan benda uji diberi tanda seperlunya. Salah satu dari kedua benda uji tersebut dirawat di laboratorium dan yang satunya dirawat di lapangan sampai dengan saat pengujian pada umur 28 hari atau umur pengujian yang ditetapkan. PERAWATAN BENDA UJI

Sepasang benda uji terdiri dari 2 buah benda uji yang diambil dari adukan yang sama dirawat sebagai berikut : Satu buah benda uji dirawat di laboratorium. Umumnya dilakukan dengan cara merendam dalam air pada suhu ruangan. Satu buah benda uji lainnya dirawat di lapangan

seperti cara merawat beton yang telah dicorkan sebagai bagian konstruksi di lapangan. Umumnya dilakukan dengan menutupnya dengan goni basah atau disiram secara berkala . PEMERIKSAAN BENDA UJI

Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan kuat tekan benda uji. Pemeriksaan benda uji sebaiknya dilakukan pada sat benda uji berumur 28 hari. Walaupun demikian pemeriksaan benda uji dapat juga dilakukan pada umur pengujian yang ditetapkan sesuai dengan keperluan. Pemeriksaan dilakukan dengan alat uji berupa mesin penekan yang kekuatannya sesuai dengan keperluan. Bidang penumpu benda uji berdiameter 254 mm. Pemberian gaya dilakukan secara kontinu dengan pertambahan yang konstan tanpa menimbulkan kejutan. Bila pembacaan tekanan uji adalah dengan menggunakan jarim penunjuk, ketelitian penunjukan minimal 1 % dari beban tekan maksimum. Sebelum pemeriksaan kuat tekan benda uju dilakukan, terlebih dahulu diperiksa ukuran-ukurannya sebagai berikut : Bidang-bidang dari bendauji haris sejajar dengan ketelitian 0,050 mm. Bila ketentuan tersebut tidak teroenuhi maka benda uji harus diberi caping. Ketelitian ukuran diameter lebih kurang 0,25 mm dan ketelitian ukuran tinggi lebih kurang 2,5 mm. Setelah ukuran-ukuran benda uji diperiksa dan memenuhi syarat, benda uji ditempatkan sentris terhadap sumbu gaya penekanan, Bidang penumpu diturunkan perlahan-lahan dan hati-hati sampai bidang permukaan benda uji bertemu dengan bidang penumpu. Kemudian dilakukan pemberian beban dengan kecepatan pertambahaan beban sekitar 1.38 kN/m2 sampai 3.45 kN/m2 per detik. Pembebanan dilakukan sampai benda uji mencapai kegagalan dan selanjutnya dibaca beban maksimum yang dipikul benda uji selama pemeriksaan. PENGAMBILAN DATA HASIL UJI

Dari pemeriksaan benda uji didapatkan sepasang data pengujian yaitu data pengujian benda uji yang dirawat di laboratorium dan data pengujian benda uji yang dirawat di lapangan. Masing-masing data pengujian berisi data sejumlah benda uji berupa : - Nomor kode benda uji yang menunjuk

lokasi/bagian pekerjaan beton yang diwakili. - Bentuk benda uji. - Umur benda uji (hari) - Beban tekan maximum yang dapat dipikul benda

uji selama pemeriksaan (N) atau (kN). Mengingat bahwa satu data hasil uji kuat tekan adalah hasil rata-rata dari uji tekan dua benda uji silinder yang dibuat dari contoh beton yang sama dan diuji pada umur 28 hari atau pada umur pengujian yang ditetapkan, maka langkah pertama adalah mengambil nilai rata -rata beban tekan maximum yang dapat dipikul benda uji selama pemeriksaan dari

Page 114: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

110

masing-masing pasangan benda uji yang dirawat di laboratorium dan benda uji yang dirawat di lapangan. Dalam hal ini adalah pasangan yang berbentuk sama dan bernomor kode sama. Selanjutnya dari data bentuk benda uji dapat diketahui luas penampang tekan dari masing-masing benda uji. Dengan membagi nilai rata-rata beban tekan maximum yang dapat dipikul oleh benda uji dengan luas penampang tekannya, diperoleh data kuat tekan rata-rata masing-masing pasangan benda uji pada umur uji dalam satuan MPa.

Karena mutu beton identik dengan kuat tekan yang disyaratkan (f′c) dari beton yang bersangkutan, yang didasarkan pada hasil pengujian benda uji silinder umur 28 hari, maka data kuat tekan rata-rata masing-masing pasangan benda uji pada umur uji diatas perlu disesuaikan sehingga data kuat tekan rata-rata masing-masing pasangan benda uji pada umur uji tersebut menjadi data kuat tekan benda uji silinder umur 28 hari Penyesuaian data tersebut dapat dilakukan sebagai berikut : • Bila benda uji yang diperiksa adalah kubus sisi

150 mm umur 28 hari, maka kuat tekannya disesuaikan dengan mengalikannya dengan nilai 0.83.

• Bila benda uji yang diperiksa adalah silinder tapi denga umur belum mencapai 28 hari maka kuat tekannya disesuaikan dengan membaginya dengan nilai konversi yang didapat berdasarkan hasil percobaan nyata di laboratorium terhadap benda uji yang dirawat di laboratorium dan atau di lapangan untuk beton yang sama pada umur yang bersangkutan. Bila hal tersebut diatas tidak mungkin dilaksanakan maka nilai konversi seperti pada tabel-1 dapat digunakan. Untuk umur benda uji antara, nilai konversi dapat ditentukan denga cara interpolasi dari nilai yang ada dalam tabel.

• Bila benda uji yang diperiksa adalah kubus sisi 150 mm dengan umur belum mencapai 28 hari, kuat tekannya disesuaikan dengan kedua cara tersebut diatas. Setelah semua data kuat tekan rata-rata masing-

masing pasangan benda uji pada umur uji dikonversikan menjadi kuat tekan silinder umur 28 hari, data yang didapat adalah data hasil uji kuat tekan atau dapat juga disebut data hasil uji. MUTU PELAKSANAAN

Nilai-nilai sejumlah data hasil uji yang didapat dengan cara pengambilan data hasil uji seperti diatas menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Penyebaran ini kecil atau besar tergantung pada tingkat kesempurnaan pelaksanaan pekerjaan betonnya.

Dengan menganggap bahwa nilai-nilai hasil uji tersebut menyebar normal maka ukuran dari besar kecilnya penyebaran dari nilai-nilai hasil uji tersebut, yang juga menjadi ukuran dari mutu pelaksanaannya

adalah deviasi standar menurut rumus: n ∑ (x i - X)2 i=1 s = √ --------------------- n - 1 dengan, s = deviasi standar xi = nilai masing-masing hasil uji X = nilai hasil uji rata-rata menurut rumus: n ∑ xi i=1 X = ------------- n dengan, n = jumlah hasil uji yang diambil, minimum 30

Bila hasil uji yang terkumpul tidak mencapai jumlah 30, tetapi hanya ada sebanyak 15 sampai 29 hasil uji maka nilai deviasi standar adalah perkalian deviasi standar yang dihitung dari hasil uji yang ada dengan faktor pengali seperti tercantum dalam tabel-2.

Untuk jumlah data hasil uji antara, nilai faktor pengali dapat diambil denga cara interpolasi dari nilai-nilai yang ada dalam tabel tersebut.

Sebagai bandingan tentang mutu pelaksanaan yang tercapai, tabel-3 berikut menyajikan berbagai mutu pelaksanaan yang diukur dengan deviasi standar pada berbagai volume pekerjaan. MUTU BETON Dengan menganggap bahwa nilai-nilai hasil uji menyebar normal dan kemungkinan adanya nilai hasil uji yang lebih kecil dari nilai kuat tekan yang disyaratkan (f′c rencana) adalah 5 %, maka mutu beton yang dicapai adalah : f′c = X - 1,64 s Bila data hasil uji yang terkumpul tidak mencapai jumlah 15 maka mutu beton yang dicapai adalah : f’c = (x - 12) Mpa.

Di samping itu juga harus menjadi perhatian bahwa tingkat kekuatan atau mutu beton dikatakan tercapai dengan memuaskan apabila : • Nilai rata-rata dari semua pasangan hasil uji

yang terdiri dari empat hasil uji yang berturutan tidak kurang dari (f’c + 0,82 s).

• Tidak satu pun dari hasil uji mempunyai nilai di bawah 0,85 f’c. Dengan membandingkan mutu beton

pelaksanaan yang dihitung dengan cara seperti diatas dengan mutu beton rencana maka mutu beton dari pekerjaan beton yang telah dilaksanakan dapat ditentukan apakah memenuhi syarat atau tidak.

Setiap hasil pemeriksaan 30 hasil uji atau sejumlah hasil uji seperti di atas dipakai sebagai dasar untuk mempertimbangkan apakah perlu diadakan perubahan dalam campuran beton, cara

Page 115: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pemeriksaan Mutu Beton dan Mutu Pelaksanaan Pekerjaan Beton A. Rajamin Tanjung

111

pelaksanaan atau nilai deviasi standar rencana untuk pekerjaan selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA 1. American Society for Testing and Materials

(ASTM), “Method of Sampling Freshly Mixed Concrete” (ASTM C172 – 82).

2. American Society for Testing and Materials

(ASTM), “Test Method for Compressive Strength of Cylindrical Concrete Speciment” (ASTM C39 – 86).

3. Departemen Pekerjaan Umum, “Pedoman Beton 1988 (Draft) Badan Penelitian dan Pengembangan PU”. 1989.

4. Departemen Pekerjaan Umum, “Tatacara

Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal SK SNI T – 15 – 1990 – 03”. Yayasan LPMB Bandung 1991.

5. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia,

“Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 NI–2 Dep. PUTL Dirjen Cipta Karya”. LPMB 1976.

Page 116: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

112

Tabel 1. Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai-bagai umur untuk benda uji silinder yang dirawat di laboratorium (dari Tabel 4.1.3.2 Pedoman Beton 1988)

Umur Beton

(hari) 3 7 14 21 28

Semen Portland Type 1 0,46 0,70 0,88 0,96 1,00

Tabel 2. Faktor pengali deviasi standar bila data hasil uji yang tersedia kurang dari 30

(dari Tabel 1 SK SNI – T – 15 – 1990 – 03)

Jumlah Hasil Uji Faktor Pengali Deviasi Standar

15 1,16

20 1,08

25 1,03

30 atau lebih 1,00

Tabel 3. Mutu pelaksanaan diukur dengan deviasi standar (dari Tabel 4.5.1 PBI – 1971)

Volume Pekerjaan Deviasi Standar (kg/cm2)

Sebutan Jumlah Beton (m3) Baik Sekali Baik Dapat Diterima

Kecil < 1000 45 < s < 55 55 < s < 65 65 < s < 85

Sedang 1000 – 3000 35 < s < 45 45 < s < 55 55 < s < 75

Besar > 3000 25 < s < 35 35 < s < 45 45 < s < 65

Page 117: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisa Keandalan terhadap Penurunan pada Pondasi Jalur Anwar Harahap

113

ANALISA KEANDALAN TERHADAP PENURUNAN PADA PONDASI JALUR

Anwar Harahap Jurusan Teknik Sipil USU

Abstrak: Perencanaan secara tradisional dari pondasi jalur (strip footing) untuk tanah berpasir diperoleh pertama sekali dari hasil percobaan pada sejumlah lokasi yang terbatas untuk memperoleh besar modulus elastis (contoh Cone Penetration / CPT ). Kemudian dari perencanaan diperoleh lebar pondasi B . Pada tanah yang nyata, tanah mungkin dapat ataupun tidak mewakili modulus elastis pada pondasi pada ruang yang bervariasi (spatial variability). Pada tulisan ini akan dibuat suatu perhitungan dengan metode Monte Carlo pada suatu massa tanah di ruang yang bervariasi. Hasil penurunan pondasi dibandingkan untuk penurunan yang dismulasikan dengan hasil aktual dengan menggunakan metode elemen hingga. Kata kunci : Penurunan Pondasi, Pondasi Jalur, Keandalan, Ruang yang Bervarisi.

PENDAHULUAN Pada tulisan ini akan disajikan, keandalan dari suatu pondasi dengan modulus elastis efektif pada ruang yang acak. Modulus efektif dapat menjadi modulus elastis lapangan pada penurunan konsolidasi. Pada modulus elastis lapangan

~)(xEs dimana

~x adalah posisi ruang. Poison rasio diasumsikan

konstan υ =0.35. Suatu analisa dua dimensi dibuat di sini pada pondasi jalur dengan asumsi panjang ke luar bidang datar tak terhingga diabaikan, walaupun penurunan dari pondasi yang sebenarnya umumnya bergantung pada masing-masing dimensi pondasi yang direncanakan. Suatu pembagian (mesh) elemen hingga menunjukkan pondasi yang terletak pada tanah dengan modulus elastis lapangan acak, dimana daerah yang terang adalah

~)(xEs dengan nilai yang

lebih rendah, seperti ditunjukkan pada gambar 1: Gambar 1. Pembagian elemen hingga yang terdeformasi dengan contoh modulus elasis lapangan 2. Metodologi Perencanaan Penurunan Metode perencanaan adalah berdasarkan pada teori Janbu, dengan formula untuk penurunan pada

pondasi jalur *10 ..sE

qBμμδ = (1)

Dimana q adalah tegangan vertikal (KN/m2) B adalah lebar pondasi.

*sE adalah beberapa pengukuran yang ekivalen

dari modulus elastis tanah

0μ adalah faktor pengaruh untuk

kedalaman D dibawah permukaan tanah

1μ adalah faktor pengaruh untuk pondasi dengan lebar B dan kedalaman lapisan tanah H

Kasus utama dianggap bahwa pondasi terletak pada permukaan lapisan tanah ( 0μ =1) dengan

kedalaman H =6m. Beban pondasi diasumsikan sebesar P = 1250 KN per meter panjang. Dengan memasukkan harga P maka persamaan 1 dapat dituliskan sebagai berikut :

*10 ..sE

Pμμδ = (2)

Karena tujuan dari penulisan sebagai perbandingan dengan penurunan pondasi pada teori Janbu, dengan analisa elemen hingga yang linier. Dengan menggunakan Modulus Elastis ruang yang konstan

*sE =30 MPa untuk variasi rasio BH / . Jadi di sini

dapat dilihat , suatu garis lurus yang mendekati yang diperkirakan sebesar :

)ln(1 BHba +=μ (3)

dimana untuk kasus dengan anggapan Poison rasio =0.35, Garis yang cocok dan terbaik mempunyai 4294.0=a dan b =0.5071, seperti ditunjukkan pada gambar2. Persamaan penurunan dapat dituliskan sebagai berikut :

Page 118: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

114

*0 )].ln([sE

PBHba += μδ (4)

Gambar 2. Pengaruh rasio H/B pada faktor pengaruh penurunan 1μ Kasus dimana *

sE diperkirakan dengan contoh tanah pada beberapa tempat untuk pondasi. Misalkan

HHEEHEH

E nns

...2211^ ++

= (5)

dimana

iH adalah tebal tanah dari ke i lapisan dan

H adalah total tebal dari seluruh lapisan. Pada tulisan ini lapisan dianggap tunggal, walaupun ruang yang bervariasi mungkin nampak pada lapisan., jadi itu diasumsikan bahwa n sampel akan diambil pada ruang yang sama diatas kedalaman H sepanjang garis vertikal di pusat dari pondasi. Pada kasus ini modulus elastis dapat ditulis menjadi rata-rata aritmetika sebagai berikut :

∑=

=n

iiE

nE

1

^ 1 (6)

Pengukuran kesalahan tidak dilakukan karena tujuan di sini adalah untuk meperkirakan penurunan pada kondisi yang bervariasi dengan pengamatan secara aktual (nyata) dari modulus elastis tanah pada beberapa titik. Menggunakan elastis modulus yang diperkirakan, prediksi penurunan pondasi menurut metode Janbu menjadi :

].ln[ ^0

s

pred

E

PBHba ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+= μδ (7)

Jika maksimum penurunan yang diijinkan adalah 40 mm untuk perencanaan , maka

mmakspred 04.0== δδ , persamaan 7 dapat diselesaikan untuk memperoleh lebar pondasi B yang diperlukan sebagai berikut :

)}(1exp{0

^

aP

Eb

HB makss −−=μ

δ (8)

Karena modulus elastis lapangan ~)(xEs adalah acak

(random), dengan harga sE^

perkiraan acak maka ini berarti nilai B acak. Pekerjaan sekarang adalah untuk menaksir distribusi dari harga penurunan yang aktual pada tiap pondasi yang direncanakan. Jika persamaan prediksi akurat, maka diharapkan kira-kira 50% dari penurunan pondasi lapangan lebih dari maksδ sementara sisa yang 50% akan lebih kecil dari penurunan lapangan. Dengan catatan bahwa ini adalah masalah probabilitas, misalkan pada lapangan acak

~)(xEs

telah dibuat sampel pada n titik untuk memperoleh

disain estimasi sE^

. Dengan memberikan harga estimasi ini, diperoleh B dengan persamaan 8. Akan tetapi karena lapangan yang sebenarnya adalah ruang

yang bervariasi, sE^

mungkin dapat mewakili elastis modulus tanah yang sebenarnya jadi dibuat suatu probabilitas untuk memperoleh perkiraan penurunan yang sebenarnya. 3. Perkiraan probabilitas dari penurunan yang bervariasi.

Penurunan yang bervariasi akan diperkirakan dengan simulasi Monte Carlo. Detail dari model elemen hingga dan simulasi untuk lapangan yang acak dapat dibuat dengan membagi beberapa elemen. Model elemen hingga adalah 60 elemen lebar dan 40 elemen dalam, dengan ukuran nominal elemen

yx Δ=Δ =0.15 m, memberikan luas daerah tanah 9 m lebar dan 6 m dalam. Simulasi Monte Carlo mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Tentukan daerah acak dari modulus elastis rata-

rata lokal menggunakan metode Local Average Subdivision (Sub pembagian lokal rata-rata) (Fenton.dan Vanmarcke)

2. Sampel acak pada lapangan secara virtual pada 4 elemen langsung di bawah pusat pondasi (pada kedalaman 0, H/3, 2H/3 dan H). Kemudian hitung

modulus elastis yang diestimasi sE^

, sebagai harga rata-rata aritmetika.

3. Hitung harga lebar pondasi yang diperlukan B dengan persamaan 8.

4. Atur masing-masing jumlah elemen Bη terletak dibawah pondasi pada model elemen hingga dan lebar elemen, xΔ seperti = xB BΔ= η . Catatan bahwa model elemen hingga mengasumsikan bahwa pondasi adalah jumlah bilangan bulat dari elemen lebar. Karena B dihitung dengan persamaan 8 adalah keadaan menerus yang bervariasi, beberapa pengaturan dari

Page 119: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisa Keandalan terhadap Penurunan pada Pondasi Jalur Anwar Harahap

115

xΔ diperlukan. Harga nilai dari xΔ dikekang dan terletak antara (3/4)0.15 dan (4/3)0.15 untuk menghindari aspek rasio elemen yang berlebihan ( yΔ ditahan dengan jepit pada 0.15 m terhadap H = 6 m). Dengan catatan juga daerah acak digenerate lagi terhadap elemen-elemen yang diatur, jadi sedikit akurasi akan hilang terhadap statistik rata-rata lokal. Pada akhirnya harga sebenarnya dari B yang digunakan dikekang jadi pondasi kurang dari 4 elemen lebar atau kurang dari 48 elemen lebar keseluruhan.

5. Gunakan rumusan elemen hingga untuk menghitung penurunan simulasi simδ .yang akan memberikan penurunan aktual pada modulus elastis lapangan yang bervariasi.

6. Ulangi langkah (1) simη sebanyak 100 kali untuk

memberikan 100 realisasi dari simδ .

Rangkaian realisasi dari simδ dapat dibuat analisa secara statistik untuk menentukan keadaan fungsi

densitas probabilitas (dikondisikan pada sE^

). Modulus elastis lapangan diasumsikan menjadi distribusi secara log-normal dengan parameter.

)1ln( 22ln V

SE +=σ ,

2lnln 2

1)ln( EEE SSσμμ −= (9)

dimana SS EEV μσ /= , adalah koefisien variasi.

Karena )(~xEs adalah distribusi secara log-normal

logaritmanya adalah distribusi normal, dan )(~xEs

dapat diperoleh daerah acak (random) Gauss melalui transformasi sebagai berikut :

)}(exp{)(~lnln~xGxE

SS EEs σμ += (10)

dimana )(~xG adalah rata-rata nol.

Persamaan Gauss yang diasumsikan mempunyai suatu korelasi Markov dengan fungsi korelasi sebagai

berikut : }2

exp{)(ln Eθτ

τρ −= (11)

dimana τ adalah jarak antara 2 titik pada lapangan dan Elnθ adalah skala fluktuasi didefinisikan sebagai

jarak pemisahan melewati 2 titik )(~xES . Daerah

acak telah diasumsikan adalah isotropis pada tulisan awal. Simulasi dibentuk dengan modulus elastis statistik lapangan yang bervariasi. Modulus elastis ditetapkan pada 30 MPa, sementara koefisien variasi, V bervarisi dari 0.1 ke 1.0 dan skala fluktuasi,

Elnθ bervarisi dari 0.1 sampai 15.

4. Prediksi dari rata-rata dan varians penurunan Secara hipotetis bahwa hubungan teori Janbu adalah cukup akurat, itu dapat digunakan untuk memprediksi penurunan yang aktual yang disimulasikan ( simδ ) dengan menggunakan persamaan 4.

*0 )].ln([sE

PBHba += μδ

yang memprediksi simδ untuk tiap realisasi jika harga *SE dapat ditemukan.

Satu kesulitan adalah bahwa harga B pada persamaan (4) juga diturunkan dari sampel modulus elastis lapangan yang acak. Ini berarti bahwa

δ adalah fungsi baik *SE dan sE

^, juga bahwa

*SE adalah rata-rata geometrik lokal di atas persegi

ukuran acak B x H . Jika persamaan (8) disubstitusi ke dalam persamaan (4), maka δ dapat dinyatakan sebagai berikut :

max*

^

δδS

S

EE

= (12)

Karena *SE adalah rata-rata geometrik , di atas

daerah acak dari ukuran pondasi B x H dari lapangan acak yang terdistribusi secara log-normal dengan parameter.

SES BEE ln* ][ln μ= (13a)

2ln

* ),(][lnSES HBBEVar σγ= (13b)

dimana ),( HBγ adalah fungsi varians (Van-Marcke, 1984) yang memberikan pengurangan pada varians terhadap rata-rata aritmetik lokal . Fungsi varians didefinisikan sebagai koefisien korelasi rata-rata setiap pasang titik di lapangan.

20 0 0 0 21212121

)(

),(),(

BH

dxdxdydyyyxxHB

B B H H

∫ ∫ ∫ ∫ −−=

ργ

dimana, untuk fungsi korelasi isotropis dengan anggapan ini, )()(),( 22 τρρρ =+= yxyx lihat persamaan (11). Fungsi varians ditentukan secara numerik dengan menggunakan qudrature Gauss. Parameter distribusi yang tak terkondisi dari *ln SE diperoleh dengan mengambil ekspektasi dari persamaan (13) terhadap B :

SSEE

llnln * μμ = (14a)

2ln

2ln )],(['

SS EE HBE σγσ = (14b)

Page 120: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

116

dimana pendekatan orde pertama dari )],([ HBE γ adalah :

),()],([ HHBE Bμγγ ≅ (15) Walaupun pendekatan orde kedua terhadap

)],([ HBE γ diperlukan tetapi secara eksak tidak berbeda jauh dengan orde pertama. Jumlah acak (random) nampak pada bagain kanan

dari persamaan (12) adalah sE^

, yang mempunyai rata-rata dari n pengamatan adalah :

∑=

=n

iis E

nE

1

^ 1

dimana iE adalah modulus elastis yang diamati. Itu diasumsikan bahwa contoh modulus elastis sampel didekati dengan ukuran elemen hingga yang sama (sebagai contoh pengukuran konus CPTdengan diameter konus 0.15). Dua bagian yang pertama dari

^

SE adalah

SS

EE

μμ =^ (16a)

2

1 12

2 )1(SS E

n

i

n

jijE n

σρσ ∑∑= =

=

2),(SEHx σγ Δ≅ (16b)

dimana ijρ adalah koefisien korelasi antara sampel ke i dan j.

Jika kita dapat mengasumsikan bahwa ^

SE adalah akhir pendekatan secara terdistribusi log-normal dengan parameter diberikan pada persamaan (9) kemudian δ pada persamaan (12) juga akan terdistribusi secara log-normal dengan parameter :

)ln( max'

lnln

ln ^ δμμμ δ +−=SE

SE (17a)

)ln,[ln2 *^

'ln

2ln

2ln

2 ^

SSSESE EECov−−= σσσ δ (17b) suku kovarians dapat dituliskan sebagai berikut :

=)ln,[ln *^

SS EECov aveSESE

ρσσ .'ln

ln^ (18)

dimana aveρ adalah korelasi rata-rata antara setiap

titik pada domain yang didefinisikan ^

SE dan domain

yang didefinisikan *SE . Ini dapat dinyatakan dengan

bentuk integral dan diselesaikan secara numerik, tetapi pendekatan yang sederhana disarankan dengan mengamati bahwa ada beberapa jarak rata-rata antara sampel dan blok tanah di bawah pondasi

aveτ sedemikian sehingga )( aveave τρρ = . Untuk kasus dengan H= 6 m, harga yang terbaik didapat dengan coba-coba (trial dan error) sebesar :

Bave μτ 1.0= (19) Akhirnya dua hasil di atas bergantung pada lebar pondasi rata-rata Bμ . Ini dapat diperoleh dengan pendekatan berikut. Pertama gunakan logaritma dari persamaan 8 diperoleh :

)}(1{lnln0

^~

aP

Eb

HB Smaks −−=μ

δ (20)

dengan 2 keadaan :

)}(1{ln0

^~

ln aP

Eb

H SmaksB −−=

μδμ (21a)

SEB Pb^22

.0

max2ln )( σ

μδσ = (21b)

dan karena B adalah non negatif, dapat diasumsikan pendekatan secara distribusi log-norrnal.menjadi

}21exp{ 2

lnln BBB σμμ +≅

Dengan hasil ini parameter dari penurunan yang terdistribusi secara log-normal dapat diestimasi dengan persamaan 17 yang memberikan modulus elastis lapangan

Eμ , Eσ dan *ln SEθ

5. Perbandingan penurunan yang diprediksi dan yang disimulasi. Rata-rata log-penurunan, seperti yang diprediksi pada gambar dengan persamaan 17a ditunjukkan pada gambar 3 dengan rata-rata sampel diperoleh dari hasi simulasi minimum (V= 0.1) dan maksimum (V=1.0). Untuk V kecil, hasilnya sangat baik. Untuk V yang lebih besar, maksimum kesalahan relatif kira-kira 7%, terjadi pada skala fluktuasi yang lebih kecil.

Gambar 3. Perbandingan rata-rata penurunan yang diprediksi dan yang disimulasi

Page 121: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisa Keandalan terhadap Penurunan pada Pondasi Jalur Anwar Harahap

117

Varians log-penurunan, seperti yang diprediksi pada persamaan 17b ditunjukkan pada gambar 4dengan sampel varians diperoleh dari hasil simulasi untuk tiga koefisien variasi yang berbeda, V .Secara keseluruhan varians yang diprediksi dengan yang disimulasi cukup baik. Gambar 4. Perbandingan varians penurunan yang diprediksi dan yang disimulas Pada gambar 5 probabilitas hasi yang diprediksi dengan yang disimulasi menunjukkan bahwa penrunan yang berlebihan dengan beberapa dari

maksδ di atas semua harga V dan *ln SEθ .

Gambar 5. Perbandingan probabilitas penurunan yang diprediksi dan yang disimulas

KESIMPULAN Dari hasil pada gambar 5 menunjukkan

bahwa prediksi penurunan berdasarkan Janbu yang diberikan pada persamaan 1 mempunyai keandalan ketika digunakan dalam perencanaan.. Pada gambar 4 menunjukkan hasil yang baik kecuali pada varians maksimum yang terjadi pada kira-kira 1ln ≅

SEθ . Jadi jika skala tidak diketahui akan konservatif jika menggunakan 1ln ≅

SEθ .

DAFTAR PUSTAKA ASCE (1994). Settlement Analysis, Technical

Engineering and Design Guides, adapted from the US Army Corps of Engineers, No. 9.

Fenton, G.A. and Griffiths, D.V. (2002). “Probabilistic Foundation Settlement on Spatially Random Soil,” ASCE J. Geotech. Geoenv. Eng., 128(5), 381–390.

Fenton, G.A. and Vanmarcke, E.H. (1990). “Simulation of Random Fields via Local Average Subdivision,” ASCE J. Engrg. Mech., 116(8), 1733–1749.

Fenton, G.A, Zhou Haiying , Jaksa B. Mark, Griffiths D. V. (2003). “Reliability analysis of a strip footing ”. Applications of Statistics and Probability in Civil Engineering, Millpress, Rotterdam.

Vanmarcke, E.H. (1984). Random Fields: Analysis and Synthesis, The MIT Press Cambridge, Massachusetts.

Page 122: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

118

PENGARUH HARDNES PADA BAJA YANG TERENDAM DALAM AIR LAUT YANG MENGANDUNG BAKTERI PEREDUKSI SULFAT (SRB)

Jalaluddin Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh

Baja adalah bahan kontruksi yang paling banyak digunakan, tetapi rawan terhadap lingkungan, terutama bakteri pereduksi sulfat (SRB), dapat mereduksi sulfat menjadi sulfida dan menyebabkan kualitas baja menjadi menurun akibat berinteraksi dengan lingkungan. Inhibitor merupakan salah satu metoda yang efektif untuk mengendalikan kekerasan baja akibat dipengaruhi oleh SRB. Inhibitor-inhibitor yang diharapkan efektif untuk mengendalikan kekerasan baja dalam lingkungan yang mengandung SRB adalah Glutaraldehid, yang sudah dikenal sebagai inhibitor yang dapat menginhibisi baja dalam lingkungan asam dan mampu menghambat metabolisme bakteri, dipilih sebagai inhibitor yang diuji dalam penelitian ini. Hasil analisa XRD pada produk baja yang terbentuk di permukaan spesimen, menunjukkan bahwa besi sulfida telah terbentuk, ini membuktikan bahwa reaksi baja dipengaruhi oleh metabolisme SRB, sehingga mempengaruhi kekuatan baja. Glutaraldehid cukup efektif sebagai biosida untuk SRB, dan dapat mengendalikan kekerasan baja. Keywords : Hardness,Glutaraldehid, SRB LATAR BELAKANG Kekerasan baja sangat dipengaruhi oleh kerusakan atau kegagalan material yang disebabkan oleh reaksi material tersebut dengan lingkungan . Baja adalah bahan kontruksi yang paling rawan dalam lingkungan atmosfer , air, air laut, dalam tanah yang tidak atau mengandung bakteri. Kekerasan baja yang dipercepat oleh bakteri dapat terjadi pada dasar tangki timbun BBM, dasar dan dinding bak air laut sebagai media pendingin , dan pada struktur yang terlapisi biofilm. Salah satu jenis bakteri yang sudah dikenal dapat meningkatkan kerusakan logam oleh lingkungan adalah bakteri pereduksi sulfat (sulphate reducing bacteria). Proses perusakan baja akibat bakteri pereduksi sulfat merupakan proses secara tidak langsung, karena SRB dengan bantuan hidrogen mereduksi ion sulfat (SO4

2-) menjadi ion sulfida (S

2-

), yang kemudian akan bereaksi dengan ion besi (Fe

2+) menghasilkan besi sulfida yang berwarna

hitam. Senyawa FeS merupakan produk yang tidak bersifat pelindung atau protektif. Jika hidrogen yang digunakan pada reaksi metabolisme SRB berasal dari reaksi katodik baja, maka dapat diperkirakan bahwa laju kerusakan baja akan dipercepat oleh aktivitas metabolisme bakteri pereduksi sulfat. Karena metabolisme SRB yang dapat meningkatkan laju kerusakan baja sehingga kekerasan baja menjadi menurun, melibatkan atom-atom H, maka kerusakan baja oleh SRB dapat dihambat dengan penambahan inhibitor yang mampu menghambat reaksi katodik yang menghasilkan Hadsorp . Untuk mengenalikan kekerasan baja oleh SRB, maka laju pertumbuhan dan populasi SRB juga harus dikurangi. Pada umumnya, biosida yang mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri terdiri dari

senyawa organik. Berdasarkan pertimbangan diatas, maka jenis inhibitor organik yang dipilih pada penelitian ini adalah glutaraldehid , salah satu jenis biosida yang larut dalam air dan dapat menghambat pertumbuhan SRB, serta sudah dikenal sebagai inhibitor yang ampuh baja dalam lingkungan asam. Untuk mengetahui pengaruh glutaraldehid terhadap kekerasan baja maupun sebagai biosida terhadap SRB dalam lingkungan air laut, maka perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut. Tujuan Penelitian Pengaruh hardness baja yang terendam dalam air laut yang mengandung SRB TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB) Bakteri pereduksi sulfat adalah bakteri yang dapat memanfaatkan energi dari reduksi sulfat menjadi sulfida. Mengingat sifatnya anaerob, maka bakteri ini aktif terutama pada peralatan yang ditanam didalam tanah. Dalam lingkungan yang mengandung oksigen juga dapat terjadi kondisi anaerob, yaitu daerah yang terletak dibawah endapan-endapan yang terbentuk selama proses berlangsung. SRB adalah organisma yang obligat anaerob, namun dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama pada kondisi aerasi yang baik bila tersedia nutrisi yang berlimpah. Keberadaannya dapat diketahui dengan karakteristik baunya. SRB termasuk mikro organisnma mesofilik karena hidup optimal pada temperatur 25 – 40 o

C, meskipun beberapa spesies bakteri dapat hidup dalam rentang temperatur 4–75 o

C. SRB dapat berkembang dalam lingkungan dengan rentang pH = 5,5 – 8,5 , namun SRB pada umumnya lebih suka berada dalam lingkungan yang agak basa.

Page 123: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengaruh Hardnes pada Baja yang Terendam dalam Air Laut yang Mengandung Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB) Jalaluddin

119

2.3 Mekanisme Kerusakan logam oleh bakteri Oleh SRB

Proses perusakan baja oleh bakteri pereduksi sulfat berlangsung dalam lingkungan anaerob. Spesies SRB yang paling banyak ditemukan dalam peristiwa mikrobiologi ialah Desulfovibrio Desulfuricans. Menurut Kuhr dan Vlugt

(27) mekanisme kerusakan

baja oleh SRB berlangsung dengan tahapan reaksi sebagai berikut: reaksi anodik 4 Fe 4 Fe

2+ + 8 e

dissosiasi air 8 H2O 8 H+ + 8 OH

-

reaksi katodik 8 H+ + 8 e 8 H

depolarisasi oleh SRB SO42-

+ 8 H S 2-

+ 4 H2O

Fe 2+

+ S2-

FeS

3 Fe2+

+ 6OH - 3 Fe(OH)2

Reaksi keseluruhan:

4 Fe + SO4 2-

+ 4H2O 3 Fe(OH)2 + FeS + 2 OH-

2.4 Glutaraldehid dapat menegendalikan

kekerasan baja Glutaraldehid adalah suatu substansi yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan dalam

jumlah kecil, dapat menurunkan laju kekerasan logam dalam lingkungan. Glutaraldehide adalah salah satu bahan penghambat yang mudah larut dalam air, alkohol dan benzene, tidak peka terhadap sulfur dan compatible dengan bahan kimia lain, toleran terhadap garam-garam dan kesadahan. Glutaraldehid ini dapat bereaksi dengan ammonia, gugus amine primer, dan oxygen scavenger. Glutaraldehide mempunyai rumus kimia OHC(CH2)3CHO atau disebut juga 1,5 – Pentanadial, dengan berat molekul 100,13 g/mol

Glutaraldehid merupakan biosida yang sangat penting, mempunyai dua gugus fungsional, yang mampu bereaksi atau mengikat dua gugus amin, yang terhubung dengan jembatan karbon. Walaupun kemampuan glutaraldehid sebagai biosida meningkatnya pH, namun stabilitas kimia dari larutan glutaraldehide dalam lingkungan alkali kurang baik, sehingga membatasi kemungkinan aplikasinya

(1).

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Langkah-langkah Pelaksanaan percobaan Diagram alir penelitian Pengaruh hardness baja yang terendam dalam air laut yang mengandung SRB. ditunjukkan pada gambar 3.1:

Gambar 3.1. Diagram Alir Percobaan

Persiapan sampel

Pembiakan SRB Persiapan air laut

Perhitungan Populasi SRB

Perendaman Glutaraldehid

Pengukuran Hardnes

Penyusunan laporan

Page 124: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

120

3.2 Kebutuhan Alat Percobaan dilakukan menggunakan gelas kimia bertutup yang berisi air laut , SRB dan glutaraldehid dalam konsentrasi yang divariasikan. Spesimen baja digantungkan di dalamnya. Skema alat uji perendaman ditunjukkan pada Gambar 3.2 .

Keterangan: A : Sampel B : Penggantung terbuat dari gelas C : Gelas kimia

Gambar 3.2 Skema Susunan Alat Perendaman

HASIL PEMBAHASAN

4.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan bakteri SRB dalam medium B. Postgate dengan perbandingan volume bahan makanan terhadap volume inokulum 4:1 digambarkan sebagai fungsi waktu pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Pertumbuhan Bakteri Pereduksi Sulfat

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jumlah bakteri sel/ml

0,00 2,00E+02

2,55E+02

7,32E+05

7,32E+05

7,00E+05

6,21E+03

4,32E+02

3,36E+02

Berdasarkan Tabel 4.1. di atas terlihat bahwa fasa tumbuh terjadi pada hari ke-2 sampai hari ke – 3, sedangkan fasa exponensial terjadi pada hari ke- 3 sampai hari ke- 4. Fasa stasioner terjadi pada hari ke 4 hingga hari ke 5, dilanjutkan dengan fasa kematian setelah hari ke 5. Oleh karena itu SRB yang ditanam kedalam medium air laut yang digunakan dalam pengujian kekerasan (dengan cara perendaman) diambil dari inokulum pada hari ke 3, dengan pertimbangan bahwa pertumbuhan bakteri tersebut masih dalam fasa eksponensial.

4.2 Pengaruh Konsentrasi SRB Terhadap Kekerasan Baja

Hubungan kekerasan baja waktu perendaman, tanpa dan dengan menggunakan glutaraldehid dapat kita lihat pada Tabel 4.2 ;

Page 125: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pengaruh Hardnes pada Baja yang Terendam dalam Air Laut yang Mengandung Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB) Jalaluddin

121

Tabel 4.2. Hasil Uji kekerasan Baja

No Media

Uji kekerasan HRC

1 Air laut + 3,5x 10 8 SRB/100ml (3M) 82

2 Air laut + 3,5x 10 8 SRB/100ml (6M) 79

3 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml (9M) 78

4 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +50 ppm

Glutaraldehid (3M) 86

5 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +50 ppm

Glutaraldehid (6 M) 86,5

6 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +50 ppm

Glutaraldehid (9M 87

7 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +100ppm

Glutaraldehid (3M) 86.5

8 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +100 ppm

Glutaraldehid (6 M) 87

9 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +100 ppm

Glutaraldehid (9 M) 88

10 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +150 ppm

Glutaraldehid (3 M) 88,5

11 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +150 ppm

Glutaraldehid (6 M) 90

12 Air laut + 3,5x10 8 SRB/100ml +150 ppm

Glutaraldehid (9 M) 98

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa, kekerasan baja dalam air laut menurun apabila waktu perendaman bertambah dengan konsentrasi SRB dalam air laut. Pengendalian kekerasan baja dapat terjadi pada sistem yang ditambah glutaraldehid untuk waktu perendaman > 3 minggu.. Mekanisme kekerasan baja dapat dijelaskan. Makin besar konsentrasi glutaraldehid makin cepat membunuh bakteri sehingga populasi SRB dapat diantisipasi. mengingat bahwa bentuk serangan baja oleh SRB adalah sanagat kuat sehingga menebabakan kehilangan berat semakin cepat sehingga dapat mempengaruhi kekerasan baja tersebut. Kekerasan baja dalam air laut ditambah SRB dengan dan tanpa inhibitor, meningkat dengan waktu perendaman.

Dari hasil perhitungan MPN , diketahui bahwa populasi SRB berkurang dengan waktu perendaman. Dengan penambahan glutaraldehid , SRB hampir tereliminasi setelah waktu perendaman 3 minggu. Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa metabolisme SRB yang dibiakkan dalam medium B. Postgate lebih banyak menghasilkan H2S dari pada senyawa sulfida yang lain, sehingga laju korosi baja meningkat walaupun populasi SRB berkurang. Produk korosi baja oleh H2S berupa endapan FeS yang kurang protektif dilingkungan asam. sehingga proses korosi terus berlanjut.

4.3. Pengaruh Glutaraldehid terhadap Populasi SRB

Pengaruh glutaraldehid terhadap populasi bakteri dalam lingkungan air laut yang ditambah SRB dapat dilihat pada Gambar 4.1.

1

10100

100010000

100000

100000010000000

100000000

0 2 4 6 8 10Waktu (minggu)

Popu

lasi

SRB

(SRB

/ml)

0 ppm glutaraldehid + 3,5 X 10^6 SRB/ml0 ppm glutaraldehid + 9,9 X 10^7 SRB/ml50 ppm glutaraldehid + 3,5 x 10^6 SRB/ml50 ppm glutaraldehid + 9,9 x 10^7 SRB/ml100 ppm glutaraldehid + 3,5 x 10^6 SRB/ml100 ppm glutaraldehid + 9,9 x 10^7 SRB/ml150 ppm glutaraldehid + 3,5 x 10^6 SRB/ml150 ppm glutaraldehid + 9,9 x 10^7 SRB/ml

Gambar 4.6 Kurva hubungan konsentrasi glutaraldehid terhadap populasi SRB dalam media air laut + 3,5 x 10 6 SRB/ml dan 9,9 x 10 7 SRB/ml

Page 126: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

122

Dari hasil perhitungan MPN SRB terlihat bahwa populasi SRB dalam air laut berkurang secara signifikan dengan waktu perendaman. Penambahan glutaraldehid dalam sistem dapat mengurangi populasi SRB dengan waktu perendaman. Glutaraldehid sebagai biosida dicapai pada konsentrasi 150 ppm, dimana SRB dapat dieliminasi seluruhnya dalam waktu perendaman 3 minggu, untuk konsentrasi awal SRB 3,5 x 10

6/ml .

Penurunan populasi SRB dalam air laut tanpa Glutaraldehid menunjukkan bahwa SRB telah mencapai fasa kematian pada waktu perendaman 3 minggu. Nutrien yang ada dalam air laut alami serta sampel baja karbon yang direndam, ternyata tidak mampu memperpanjang masa kehidupan SRB. Penambahan glutaraldehid (yang ternyata efektif sebagai biosida ) telah mempercepat kematian SRB.

4.4 Pengaruh Kekerasan Baja Sampel baja karbon yang telah direndam dalam air laut mengandung SRB, setelah dikeringkan tampak seluruhnya tertutup oleh produk berwarna coklat. Jika lapisan ini dihilangkan, pada lapisan bawah terdapat padatan yang berwarna hitam . Pada permukaan spesimen yang direndam dalam air laut + SRB dapat merusak baja secara merata dan sumuran. Pada permukaan spesimen yang direndam dalam air laut + SRB + glutaraldehid 150 ppm , kerusakan baja terlihat mulai menurun.Fenomena ini menunjukkan bahwa konsentrasi glutaraldehid 150 ppm belum mencukupi. 5. KESIMPULAN

1. Glutaraldehid mampu mengendalikan kekerasan baja dengan cara menginhibisi baja pada waktu perendaman 3 Minggu dan dosis glutaraldehid 150 ppm dan konsentrasi awal SRB 3,5 x 10^6/ml.

2. Kekerasan baja dalam air laut lebih dipengaruhi oleh aktivitas bakteri, karena reaksi dapat berlangsung secara kontinyu.

3. Kekerasan baja dapat diantisipasi dengan menggunakan glutaraldehid sebagai biosida terhadap SRB.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bessems, E. (1983), Biological Aspect of the

Assesment of Biocides ,The Metals Society, London.

2. Herbert, B.N., F. D. J. Stott (1980), The Effects of Pressure and Temperature on Bacteria in Oilfield Water Injection Systems, The Metals Society, London

3. Clubley , B.G. (1988), Chemical Inhibitors for Corrosion Control, Ciba –Geigy Industrial Chemicals, Royal Society of Chemistry, Manchester.

4. Douglas, B., Mellwaine, John Diemer (1998), The Efficacy of Glutaraldehyde Against Legionella Harboring Protozoa, Journal Corrosion

5. Grainger,J.M., Lynch, J.M. (1983), Microbiological & Methods for Environmental Biotechnology, Academic Press, Inxc, Florida.

6. Hamilton, W.A. (1983) The Sulphate Reducing Bacteria : Their Phisiology and Consequent Ecology, The Metals Society, London.

7. P. Bos , J.G. Kuenen (1983), Microbiology of Sulfur – Oxidizing Bacteria., The Metals Society, London.

8. R.C.Tapper ., J.R.Smith , I.B.Beech (1997), The Effect of Glutaraldehyde on The Development Of Marine Bioflms Formed on Surfaces AIASI 304 Stainless Steel, Journal Corrosion.

9. R.G. Eagar, J. Leder, J.P. Stanley, A.B. Theis (1998), The Use of Glutaraldehyde for Microbiological Control in Waterflood Systems., Material Perfomance.

10. Storer, Roberta A. (1997), Annual Book of ASTM Standards, Metal Test Methods and Analytical Procedures, Volume 03.02, Wear and Erosion; Metal Corrosion , ASTM 100 Barr Harbor Drive, West Conshohocken, PA 19428.

11. Winarno FG, Fardiaz Sukandi (1980), Pengantar Teknologi Pangan, PT.Gramedia, Jakarta.

Page 127: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Gangguan Hubung Singkat Tiga Phasa pada Sistem Tenaga Listrik dengan Metode Thevenin Masykur SJ

123

ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA PHASA PADA SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN METODE THEVENIN

Masykur SJ Jurusan Teknik Elektro FT USU

Abstrak: Analisis gangguan hubung singkat tiga phasa pada sistem tenaga listrik yang mempunyai dua bus dapat diselesaikan dengan mudah dengan teori rangkaian biasa seperti teori loop, tetapi untuk system dengan banyak bus akan menjadi rumit bila diselesaikan dengan teori loop tersebut. Untuk sistem yang banyak loop atau dengan kata lain sistem yang mempunyai banyak bus akan lebih mudah dengan menggunakan metode Thevenin. Tulisan ini akan membahas bagaimana menghitung arus hubung singkat tiga phasa pada suatu lokasi gangguan dengan menggunakan metode Thevenin. Kata-kata kunci : hubung singkat, metode Thevenin Pendahuluan

Dalam sistem tenaga ada beberapa studi atau analisis yang harus dilakukan yaitu analisis aliran beban, analisis stabilitas dan analisis hubung singkat. Analisis hubung singkat dapat dibagi pula atas analisis hubung singkat tiga phasa ( simetris ) dan analisis hubung singkat tak simetris yaitu hubung singkat satu phasa ke tanah, hubung singkat dua phasa ke tanah dan hubung singkat dua phasa. Dalam tulisan ini akan dibahas gangguan hubung singkat tiga phasa, karena jenis gangguan ini menghasilkan arus gangguan yang paling besar dan dapat merusak peralatan yang dilalui arus hubung singkat ini. Arus gangguan ini harus diamankan dengan cepat beberapa detik setelah gangguan terjadi. Untuk ini dibutuhkan alat pengaman yaitu pemutus daya ( circuit breaker ) yang kapasitasnya ditentukan berdasarkan arus gangguan hubung singkat tiga phasa pada lokasi gangguan. Kemampuan dari pemutus daya ini untuk memutuskan arus hubung singkat disebut dengan Short Circuit Capacity ( SCC ) dalam satuan MVA ( Mega Volt Ampere ). Metode Thevenin

Metode Thevenin merupakan salah satu dari sekian metode untuk menghitung arus listrik pada salah satu cabang dari rangkaian listrik yang terdiri dari banyak cabang atau banyak loop (rangkaian tertutup) atau dengan kata lain sistem tenaga listrik yang banyak bus. Penerapan metode Thevenin dari suatu rangkaian atau jaringan yang rumit yang terdiri dari banyak sumber tegangan dan impedansi-impedansi peralatan , pada prinsipnya adalah menyederhanakan rangkaian yang rumit tersebut menjadi suatu model rangkaian ekivalen Thevenin, yang hanya terdiri dari satu sumber tegangan Thevenin yang dihubungkan seri dengan sebuah impedansi Thevenin.

Prosedur untuk mengubah jaringan yang rumit tersebut menjadi model rangkaian ekivalen Thevenin yang akan dijelaskan sebagai berikut.

Gambar-1 menunjukkan sebuah lingkaran yang berisi jaringan satu phasa terdiri dari generator, impedansi generator, impedansi transmisi dan impedansi transfomator terhubung satu sama lain yang menunjukkan model satu phasa dari sistem tenaga listrik. Kemudian dari model ini ditentukan titik F dan N dimana lokasi arus hubung singkat akan dihitung. Titik N adalah menunjukkan netral atau titik tegangan nol (zero voltage) dan besar tegangan antara titik F dan N adalah E yaitu besar tegangan pada lokasi yang ditinjau dalam hal ini lokasi gangguan. Maka model rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian yang rumit tadi ditunjukkan seperti gambar-2, yaitu telah direduksi menjadi satu sumber tegangan E yang terhubung seri dengan satu impedansi Z.

Selanjutnya bagaimana caranya untuk mendapatkan tegangan E dan impedansi Z dari rangkaian yang rumit gambar-1. Untuk menentukan E adalah sangat mudah, dengan memperhatikan rangkaian ekivalen Thevenin gambar-2, dimana tidak ada arus yang mengalir melalui Z bila terminal antara titik F dan N terbuka ( open circuit ), karena itu tidak ada tegangan jatuh pada Z. Dengan demikian maka tegangan E adalah merupakan tegangan antara titik F dan N. Untuk mendapatkan impedansi Z aadalah lebih sulit, dimana Z sama dengan impedansi total yang diukur antara titik F dan N apabila semua sumber tegangan dibuat sama dengan nol atau dihubung singkat. Biasanya metode untuk menghitung harga Z tersebut adalah dengan mereduksi rangkaian yang rumit gambar-1 dengan cara :

Page 128: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

124

• Menjumlahkan impedansi-impedansi yang terhubung seri, misalnya impedansi Za dsan Zb menjadi Za + Zb.

• Kombinasikan impedansi-impedansi yang terhubung parallel menjadi satu impedansi yang dikumpulkan (lumped impedance), misalnya Zc dan Zd terhubung paralel dikumpulkan menjadi satu impendansi yaitu Zc Zd/Zc+Zd

• Transformasi dari bentuk Υ−Δ dan sebaliknya.

Prosedur Perhitungan Arus Hubung Singkat Dengan Metode Thevenin.

Misalkan suatu sistem tenaga listrik mempunyai 3 bus seperti ditunjukkan one line diagram gambar-3. Data dari generator, motor dan transformator sebagai berikut. Generator-1 : 20.000 KVA, 13,2 kV, X ” = 15 % Generator-2 : 20.000 KVA, 13,2 kV, %15"=X Motor-3 : 30.000 KVA, 6,9 kV, %20"=X Trafo Y-Y : 20.000 KVA, 13,8/138 kV, %10=X Trafo Δ−Υ : 15.000 KVA, 6,9 %10,138 =Υ−Δ XkV Dalam hal ini akan ditentukan besar arus hubung singkat bila gangguan hubung singkat tiga phasa terjadi pada bus-3 dengan prosedur sbb : 1. Pilih base daya 50.000 KVA dan base tegangan

138 kV pada sisi transmisi TL 1-2. 2. Tentukan base tegangan pada sisi yang lain yang

dipisahkan transformator sebagai berikut : Base tegangan sisi generator-1

= kVx 8,13138

8,13138 =

Base tegangan sisi generator-2 = kVx 8,13

1388,13138 =

Base tegangan sisi TL 1-3 = kVx 138

8,131388,13 =

Base tegangan sisi TL 2-3 = kV138

8,131388,13 =

Base tegangan sisi motor-3 = kVx 9,6

1389,6138 =

3. Hitung impedansi tiap-tiap peralatan dalam perunit

berdasarkan pada base yang dipilih sebagai berikur :

Generator-1 :

puxxX 343,08,132,13

205015,0"

2

=⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

Generator-2 :

puxxX 343,08,132,13

205015,0"

2

=⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

Motor-3 :

puxxX 333,09,69,6

305020,0"

2

=⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

Transformator Y-Y :

puxxX 250,08,138,13

205010,0"

2

=⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

Transformator Y-Δ :

puxxX 333,09,69,6

155010,0"

2

=⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛=

TL 1-2 :

puxX 105,010.138

000.5040 32 ==

TL 1-3 :

puxX 053,010.138

000.5020 32 ==

TL 2-3 :

puxX 053,010.138

000.5020 32 ==

4. Gambarkan model rangkaian impedansi dari one

line diagram gambar-3, yaitu seperti ditunjukkan gambar-4.

5. Kemudian rangkaian ekivalen gambar-4

direduksi, hasilnya seperti gambar-5.

Page 129: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Gangguan Hubung Singkat Tiga Phasa pada Sistem Tenaga Listrik dengan Metode Thevenin Masykur SJ

125

puj

jjjX605,0

250,0105,0250,012

=++=

puj

jjjXX636,0

333,0053,0250,02313

=++==

12X = impedansi antara bus 1-2

13X = impedansi antara bus 1-3

23X = impedansi antara bus 2-3 6. Rangkaian gambar-5 direduksi lagi dengan cara

transformasi bentuk delta )(Δ ke bentuk bintang )(Υ sebagai berikut:

pujjjj

jjXX

205,0636,0605,0636,0

)605,0)(636,0(2010

=++

=

=

pujjjj

jjX

678,0636,0605,0636,0

)636,0)(636,0(30

=++

=

Gambar-3 One Line Diagram Suatu Sistem Tenaga Listrik

1 3 2

j0,343j0,343 j0,333

1 3 2

j0,333j0,333 j0,250j0,250

j0,250 j0,250

j0,053 j0,053

j0,105

Gbr-4 Rangkaian ekivalen satu phasa

1 3 2

j0,343 j0,343 j0,333

3 2

j0,636 j0,636

j0,605

1

Gbr-5 Rangkaian ekivalen setelah direduksi

Rangkaian setelah transformasi Υ−Δ ditunjukkan

dalm gambar-6.

7. Dari gambar-6 dapat kita gambarkan model

rangkaian ekivalen Thevenin, tergantung dimana

lokasi gangguan. Jika lokasi gangguan terjadi

pada bus-3 maka titik F dan N terletak antara

bus-3 dan bus tegangan nol ( bus zero voltage

)seperti ditunjukkan gambar-7.

8. Tegangan ekivalen Thevenin Vth adalah sama

dengan tegangan pada bus-3 sebelum terjadi

gangguan yaitu 6,9 kV line to line. Dalam harga

perunit besar tegangan tersebut dibagi dengan

base tegangan pada bus-3 atau pada sisi motor.

puVth 0,13/9,63/9,6 ==

9. Impedansi ekivalen Thevenin dihitung sebagai

berikut : pujjjX N 548,0343,0205,001 =+=

pujjjX NO 538,0333,0205,02 =+=

Kedua impedansi ini adalah terhubung paralel dan seri dengan 03X , maka diperoleh impedansi antara

titik O dan N.

puj

jjjjjXON

950,0

678,0538,0548,0

)538,0)(548,0(

=

++

=

Page 130: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

126

Rangkaian gambar-7 akan direduksi seperti ditunjukkan dalam gambar-8.

1 3 2

j0,343

3 21

O j0,205 j0,205

j0,678

j0,333 j0,343

Gbr-6 Rangkaian setelah transformasi Υ−Δ

j0,343 j0,343

2

O j0,205j0,205

j0,678

j0,333

1F

N

Vth

3

Gbr-7 Lokasi gangguan pada bus-3

j0 ,3 4 3 j0 ,9 5 0

F

N Gbr-8 Rangkaian setelah gambar-7 direduksi

Jadi impedansi ekivalen Thevenin yang diukur dari

terminal F-N adalah :

puj

jj

jjjjX th

252,0293,1326,0

950,0343,0)950,0)(343,0( 2

=

=+

=

Maka diperoleh rangkaian ekivalen Thevenin seperti gambar-9. 9. Dengan rangkaian ekivalen Thevenin gambar-9

ini dapat dihitung besar arus gangguan hubung singkat tiga phasa pada bus-3 yaitu :

pujjX

VIth

thSC 968,3

252,00,1 −===

Besar arus gangguan dalam ampere, adalah besaran

perunit dikalikan dengan base arus yaitu :

)600.169,63

000.50()968,3( Ajx

xjISC −=−=

Jadi besar arus gangguan : kAISC 6,16=

Xth=j0,151pu

F

N

Isc

Vth=1,0pu

Gbr- 9 Rangkaian Ekivalen Thevenin

KESIMPULAN 1. Gangguan hubung singkat terhadap sistem

tenaga listrik yang begitu rumit jaringannya dapat dianalisis secara mudah dengan menggunakan metode Thevenin.

2. Besar tegangan dan impedansi ekivalen

Thevenin ditentukan berdasarkan letak titik gangguan yaitu titik F-N. Jika gangguan pada bus-3 titik F-N adalah antara bus-3 dengan netral, begitu juga bila gangguannya pada bus yang lain.

3. Sehubungan dengan besar tegangan dan

impedansi ekivalen Thevenin, besar arus gangguan juga tergantung dari letak lokasi titik gangguan.

Page 131: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Gangguan Hubung Singkat Tiga Phasa pada Sistem Tenaga Listrik dengan Metode Thevenin Masykur SJ

127

DAFTAR PUSTAKA 1. Arthur H.Seidman ; Handbook Of Electric

Power Calculations, McGraw-Hill Book Company, 1984

2. Joseph A. Edminister ; Theory And Problems Of

Electric Circuits, Shaum’s Outline Series, McGraw-Hill Bokk Company, 1st Edition 1972.

3. William D. Stevenson Jr ; Elements Of Power

System Analysis, 4th Edition 1982, McGraw-Hill Inc.

Page 132: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

128

KONDISI OPTIMUM PADA HIDROLISA PEKTIN DARI KULIT BUAH PEPAYA

Farida Hanum Jurusan Teknik Kimia FT. USU

Jl. Almamater No. 1 Kampus USU Telp/Fax : (061) 8214396

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur dan waktu perebusan kulit buah pepaya dalam pembuatan pektin. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidrolisa dengan larutan asam (larutan HCl) dengan variasi warna kulit buah pepaya, temperatur serta waktu perebusan kulit buah pepaya. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa temperatur perebusan yang optimum yaitu 95 0C serta waktu perebusan yang optimum 40 menit, dan dari kedua jenis warna kulit buah pepaya yaitu kulit buah hijau-kekuningan dan kuning diketahui bahwa kadar pektin terbanyak dihasilkan dari kulit buah kuning (matang). Kondisi optimum ini ditentukan berdasarkan perlakuan mana yang menghasilkan pektin dengan kadar tertinggi. Pektin yang dihasilkan pada penelitian ini berbentuk tepung / kerak yang berwarnas putih kekuningan. Kata Kunci : Hidrolisa, Peptin, Kondisi Optimum

I. PENDAHULUAN

Pektin terkandung dalam seluruh bagian tanaman pepaya seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah. Namun kandungan pektin terbesar terdapat pada bagian buahnya. Pada buah muda perekat sel disebut protopektin atau bakal pektin. Sementara pada buah matang protopektin tersebut berubah menjadi pektin. Pektin ini berupa protopektin yang memecah karena penmgaruh hormon kematangan buah. Namun kalau buah terlalu matang pektin akan berubah menjadi asam pektat yang sangat mudah larut dalam air-buah sehingga menjadilunak. Itulah sebabnya untuk pembuatan pektin sebaiknya digunakan buah matang karena kadar pektinnya tertinggi. Sifat-sifat pektin A. Sifat Fisika:

• Tidak larut dalam pelarut organik, akan tetapi larut dalam air panas pada suasana asam

• Pektin cenderung membentuk jel (jelly) kalau ditambahkan air dan gula dalam keadaan asam. Namun sifat tersebut tergantung pada jumlah gugus metoksi dalam molekulnya. Makin tinggi kadar metoksi maka makin cepat pektin menjadi gel

• Berupa zat yang berwarna [putih kekuning-kuningan

• Pektin berbentuk tepung atau serbuk B. Sifat Kimia :

• Merupakan senyawa hidrokarbon yang berat molekulnya besar yang didalamnya terdapat sisa-sisa asam galakturonat disambung oleh atom-atom oksigen menjadi sebuah rantai. Disamping gugus karboksil dalam rantai ini terdapat juga gugus COOCH3

• Pektin tidak dapat larut dalam bentuk kalsium dan garam magnesium

• Pada hidrolisa pektin terbentuk metanol, arabinosa, D-galaktosa, dan asam D-galakturonat yaitu sebuah asam aldehid yang diturunkan dari D-galaktosa

Manfaat Pektin:

A. Industri makanan dan minuman • Bahan pembuat tekstur yang baik pada

roti dan keju • Bahan pengental dan stabilizer pada

minuman sari buah • Bahan pokok pembuatan jelly, selai,

dan marmalade B. Industri Farmasi :

• Emilsifer bagi preparat cair dan sirup • Obat diare pada bayi dan anak-anak

seperti dextrimaltose, kaopec, nipectin, dan intestisan

• Obat penawar racun logam • Bahan penurun daya racun dan

meningkatkan daya larut obat-obatan sulfat

• Bahan penyusut kecepatan penyerapan bermaca-macam obat

• Bahan kombinasi untuk memperpanjang kerja hormon dan antibiotik

• Bahan pelapis perban (pembalut luka) untuk menyerap kotoran dan jaringan yang rusak atau hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh

• Bahan hemostatik,oral, atau injeksi untuk mencegah pendarahan

C. Industri lainnya : Pektin juga sering digunakan dalam industri kosmetika (pasta gigi, sabun, lotion, krim, dan

Page 133: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kondisi Optimum pada Hidrolisa Pektin dari Kulit Buah Pepaya Farida Hanum

129

pomade), industri baja dan perunggu (quenching), industri karet (creaming and thickening agent), industri plastik, industri tekstil, industri bahan sintetis, setta film nitropectin.

Adapun langkah penelitian yang dilakukan adalah :

A. Perlakuan pendahuluan Kuulit buah pepaya dipotong kecil-kecil lalu dihidrolisa dengan menggunakan air panas, kemudian hasilnya difiltrasi

B. Variabel yang diamati : • Temperatur perebusan dengan variasi

temperatur 90 0C, 95 0C, 100 0C. • Eaktu perebusan dengan variasi waktu

35 menit, 40 menit, dan 45 menit. C. Penelitian kadar pektin ini dilakukan

terhadap dua variasi warna kulit buah pepaya yaitu yang berwarna hijua-kuning dan yang berwarna kuning.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik 1. Hubungan Waktu Perebusan-vs-Kadar Pektin Pada Kulit Buah Pepaya

Hijau Kekuningan

5.55.65.75.85.9

66.16.2

35 40 45

Waktu Perebusan (menit)

Kad

ar P

ektin

(gr)

9095100

Grafik 2. Hubungan Waktu Perebusan-vs-Kadar Pektin pada Kulit Buah Pepaya

Kuning

5.4

5.6

5.8

6

6.2

35 40 45Waktu Perebusan (menit)

Kad

ar P

ektin

(gr)

9095100

PEMBAHASAN 1. Hubungan waktu perebusan dengan kadar pektin

pada kulit buah pepaya hijua kekuningan Grafik 1 menunjukkan bahwa kadar pektin dari kulit buah pepaya berwarna hijau kekuningan yang paling banyak diperoleh yaitu 7,05 gr pada kondisi operasi temperatur perebusan 95 0C dan waktu perebusan 4o menit (kondisi optimum)

Secara teori dari sifat pektin diketahui bahwa pektin dapat larut dalam air panas pada suasana asam. Sedangkan air mendidih pada temperatur 100 0C sehingga apabila temperatur perebusan lebih tinggi dari 95 0C maka sebagian kecil air (larutan HCl dalam air) akan menguap dan menyebabkan pula hanya sedikit dari pektin yang ada pada kulit buah pepaya tersebut akan larut dalam air pada suasana asam. Sedangkan apabila temperatur perebusan lebih kecil dari 95 0C maka pektin kurang melarut dalam air perebus sehingga pektin yang dihasilkan sedikit.

2. Hubungan waktu perebusan dengan kadar pektin

pada kulit buah pepaya kuning Grafik 2 menunjukkan bahwa kadar pektin dari kulit buah pepaya yang berwarna kuning diperoleh kadar optimum sebanyak 7,86 gr. Kenaikan kadar pektin ini berkisar 0,81 gr. Perolehan ini sesuai dengan teori yang mengemukakan bahwa untuk pembuatan pektin yang kadar dan mutu terbaik diperoleh pada kulit buah pepaya matang (berwarna kuning). (M. Dudung, “Agroindustri Papain dan Pektin “, 1999, hal 11)

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh kondisi optimum pada pembuatan pektin dari kulit buah pepaya baik yang berwarna hijau kekuningan dan kuning adalah temperatur dan waktu perebusan. Temperatur dan waktu perebusan optimum yang dihasilkan adalah 95 0C dan 40 menit, serta perolehan kadar pektin terbanyak terdapat pada kulit buah pepaya yang berwarna kuning (buah yang sudah matang) yaitu 7,86 gr dari 100 g bahan baku.

2. Saran Diharapkan penelitian terhadap oembuatan pektin ini dapat dilanjutkan dengan variasi bahan baku buah jeruk dan apel, lalu hasil yang diperoleh dapat dibandingkan proses manakah yang bernilai paling ekonomis.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, 1995 Brewster Ray.Q. PhD, “organic Chemistry”, 2 ed

Edition, Prentice Hall Inc, New York, 1953 Fieser L.F & Fieser M, “Introduction to Organic

Chemistry”, D.C. Heat and Company, Boston, 1957

Muhidin Dudung, “Agroindustri papain dan Pektin”, PT. Penebar Swadaya, Jakarta, 1999

Sudarmadji Slamet Dkk, “Analisa Bahan Makanan dan Pertanian”, Penerbit Liberty Yogyakarta dan Fakultas Pangan dan Gizi UGM, 1989

Winarno F.G., “Kimia Makanan”, PT. Gramedia , Jakarta, 1986

Page 134: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

130

STUDI PEMBUATAN KERIPIK WORTEL Study On Carrot Chips Manufacturing

Terip Karo-Karo

Abstract: This research is intended to know appropriate pre-frying treatment and precise Calcium Chloride (CaCl2) concentration for producing better carrot chips. This research uses Completely Randomized Design (CRD) with two factors, namely Pre-frying (Controle, Freezing, Boiled for freezing and Frozen for boiling) and CaCl2 concentration (0,5%; 1,0%; 1,5% and 2,0%). It is done with vacuum frying. The parameter analyzed is; Rendement, Water Content, Vitamin C Content, Colour preference, Taste and Crispness. The result of this research show that; Pre-frying treatment has highly significant influence toward; Rendement, Water Content and Crispness. CaCl2 concentration treatment has highly significant influence toward; Rendement, Water Content, Taste and Crispness. The combination of Pre-frying and CaCl2 concentration has significantly influence toward Rendement, highly significant influence toward; Water Conten,Taste and Crispness. The best quality of carrot chips is produce from combination treatment of Pre-frying (boiled for freezing/P3) and CaCl2 concentration treatment (0,5% /K1). Key Words: Carrot chips, Pre-frying, CaCl2, Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui perlakuan Pra-penggorengan yang sesuai dan Konsentrasi Kalsium klorida (CaCl2) yang tepat untuk mendapatkan keripik wortel (Daucus carota L) dengan mutu yang lebih baik. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu Pra-penggorengan (Tanpa perlakuan, Dibekukan, Direbus kemudian dibekukan dan Dibekukan kemudian direbus) dan Konsentrasi CaCl2 (0,5%; 1,0%; 1,5% dan 2,0%). Penggorengan dilakukan dengan cara vakum, dan parameter yang dianalisa adalah Rendemen, Kadar air, Kadar Vitamin C, organoleptik Warna, Rasa dan Kerenyahan. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan Pra-penggorengan berpengaruh sangat nyata terhadap Rendemen, Kadar air dan organoleptik Kerenyahan. Perlakuan Konsentrasi CaCl2 berpengaruh sangat nyata terhadap Rendemen, Kadar air, organoleptik Rasa dan Kerenyahan. Kombinasi dari Pra-penggorengan dan Konsentrasi CaCl2 berpengaruh nyata terhadap Rendemen, dan sangat nyata terhadap Kadar air dan organoleptik Kerenyahan. Keripik wortel mutu terbaik dihasilkan dari perlakuan Pra-penggorengan (Direbus kemudian dibekukan/ P3) dan Konsentrasi CaCl2 (sebesar 0,5 % /K1). Kata kunci: Keripik wortel, Pra-penggorengan, CaCl2 PENDAHULUAN

Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman sayuran semusim yang dapat tumbuh sepanjang tahun. Wortel memiliki batang pendek yang hampir tidak tampak. Akarnya berupa akar tunggang yang berubah bentuk dan fisiologi dimana dapat menjadi bulat dan memanjang, yang disebut umbi. Umbi inilah yang dikonsumsi sehari-hari sebagai makanan pendamping atau pelengkap. Wortel terkenal sebagai sumber vitamin A, juga mengandung mineral kalsium (Ca), phospor (P) dan kalium (K) serta merupakan sumber serat yang baik bagi tubuh. Setiap 100 g wortel mengandung 42 kalori (Novary, 1997). Selain berpotensi sebagai sumber gizi terutama sumber vitamin A (pro vitamin A), juga mengandung karbohidrat, protein, vitamin B dan vitamin C.(Cahyono, 2002). Menurut Winarno (2002), Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan nabati. Tubuh manusia mempunyai kemampuan

untuk mengubah sejumlah besar karoten menjadi vitamin A. Dalam tanaman terdapat beberapa jenis karoten, namun yang lebih banyak ditemui adalah α, β dan γ-karoten, mungkin juga terdapat kriptoxantin.

Sebagaimana produk hortikultura lainnya wortel juga memiliki sifat yang mudah rusak (perishable), sehingga sulit mempertahankan wortel dalam bentuk segar selama penyimpanan dan hal ini dapat merugikan petani. Diperkirakan bahwa kerusakan lepas panen sayur-sayuran dan buah-buahan mencapai 35 – 45 %. Dengan mengolahnya menjadi keripik wortel maka akan banyak keuntungan yang dapat diperoleh diantaranya menyelamatkan hasil pertanian dari sifat mudah busuk, fluktuasi harga yang sangat bervariasi, penghematan biaya transportasi, jangkauan distribusi lebih luas atau dapat meningkatkan nilai komersil yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan petani.

Page 135: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Studi Pembuatan Keripik Wortel Terip Karo-karo

131

Keripik adalah makanan ringan (Snack food) yang tergolong jenis makanan cracker yaitu makanan yang bersifat kering , renyah dan kandungan lemaknya tinggi. Sifat renyah pada cracker ini akan hilang jika produk menyerap air. Produk ini banyak disukai karena rasanya enak, renyah, tahan lama, praktis, mudah dibawa dan disimpan (Sulistyowati, 2002). Kerenyahan merupakan faktor penentu mutu keripik. Disamping struktur dan tekstut, komposisi produk terutama kadar air menentukan sifat kerenyahan produk, semakin rendah kadar air suatu produk maka produk umumnya semakin renyah, (Hariono, 1979 dalam Evawati, 1997). Disamping kerenyahan, konsumen juga memperhatikan warna, rasa dan kandungan keripik tersebut. Penampilan keripik meliputi warna dan permukaan keripik. Sebagian besar konsumen menyukai keripik berpenampilan kering, tidak mengkilat serta tidak gosong. Kekeringan permukaan keripik dipengaruhi oleh jenis minyak, sementara warna coklat di permukaan keripik dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan serta waktu dan suhu penggorengan (Sulistyowati, 2002). Menurut Sulistyowati (2002), mutu keripik buah yang dihasilkan dipengaruhi oleh 5 faktor utama yaitu: kesegaran bahan, proses pengolahan , minyak goreng yang digunakan, peralatan dan, pengemasan. Ada bahan baku keripik yang tidak memerlukan perlakuan pra-penggorengan tetapi untuk tujuan tertentu ada juga yang memerlukan salah satu kombinasi dari berbagai perlakuan pra-penggorengan seperti blansing, perendaman dalam larutan kapur, pengeringan dan atau perlakuan lain. Perubahan fisik pada bahan pangan dapat terjadi pada saat pembekuan dan pemanasan, hal ini berkaitan dengan elastisitas dinding sel jaringan yang mengandung air. Selama pembekuan, akan terbentuk kristal es dan terjadi pemuaian yang dapat merusak jaringan, demikian juga dengan pemanasan dapat menghidrolisis karbohidrat dan dapat terjadi gelatinisasi. Selama pembekuan lambat, kristal es tumbuh pada ruang interseluler dan merubah bentuk dan terputusnya dinding sel yang berdekatan, kristal es mempunyai tekanan uap yang lebih rendah sehingga sel akan kekurangan air. Pada pembekuan cepat, kristal es yang lebih kecil terbentuk, ada kerusakan fisik yang kecil terhadap sel dan gradient tekanan uap air tidak terbentuk sehingga tidak terjadi dehidrasi terhadap sel (Fellows, 2000) Proses pembuatan keripik dari buah dan sayuran sudah banyak dilakukan pada penelitian terdahulu misalnya keripik nangka (Purba, 2004), keripik bengkuang (Lubis, 2004), keripik salak (Ludfiah, 2004). Selain itu juga keripik dapat dihasilkan dari bahan pangan hewani misalnya keripik cumi-cumi dan keripik belut. Pada proses pembuatan keripik ini digunakan alat penggorengan vakum dimana alat penggorengan ini menggunakan suhu di bawah 100O C dan tekanan kurang dari 1 atm.

Untuk mendapatkan mutu keripik yang baik dapat dilakukan suatu perlakuan Pra-penggorengan maupun penambahan bahan kimia. Contoh Perlakuan pra-penggorengan adalah pada pembuatan French fries ubi jalar yaitu pemanasan bahan segar kemudian dibekukan pada suhu –20o C selama 24 jam, lalu bahan tersebut di thawing, setelah itu bahan digoreng. Proses French fries ini dapat juga dilakukan pada pembuatan keripik, seperti wortel (Sari, 2004) Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, pada proses pembuatan keripik sering juga menggunakan bahan-bahan pembantu, antara lain: Perlakuan dengan garam dapur (Na Cl); garam tidak hanya berfungsi sebagai pengawet tetapi dalam jumlah sedikit juga merupakan bumbu yang dapat memberikan rasa pada produk yang dihasilkan (Winarno dan Jennie, 1983; Desrosier, 1988). Bahan yang lain adalah Kalsium Klorida (CaCl2); Menurut Winarno dan Aman (1991), bahwa perubahan kekerasan buah dapat dipengaruhi dengan pemakaian kalsium klorida. Kalsium klorida akan bereaksi dengan gugus karboksil dan pektin yang terdapat pada buah.Dalam pengolahan keripik, biasanya dilakukan perendaman bahan dalam larutan C, yang bertujuan untuk mempertahankan tekstur agar tidak rusak. Selain dapat memperkeras tekstur, CaCl2 juga dapat mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non-enzimatis. Hal ini disebabkan karena ion Ca bereaksi dengan asam amino sehingga asam amino tidak bereaksi dengan gula reduksi, sehingga tidak terjadi pencoklatan pada saat dilakukan pemanasan (Susanto dan Saneto, 1994).

Sifat dari kalsium klorida yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemantapan tekstur . Aksi pemanasan dan pelapisan permukaan jaringan dengan kalsium klorida ditujukan untuk dimetilisasi dari pektin, yang selanjutnya akan menghasilkan pembentukan ikatan antara kalsium dan molekul pektin tersebut (Luh and Woodroof, 1976). Kalsium klorida dapat mencegah browning disebabkan oleh efek khelasi (daya ikat) dari Ca terhadap asam amino (Eskin, et al., 1971). Terjadinya reaksi pencoklatan pada bahan makanan yang mengandung karbohidrat dapat dipercepat oleh pengaruh pemanasan maka komponen gula pereduksi akan membentuk senyawa berwarna coklat (Mailard Reaction Type). Reaksi ini terjadi bila gugus NH2 dari protein, asam amino dan peptida bereaksi dengan gugus aldosa dari gula pereduksi membentuk senyawa amadori yang dapat menghasilkan hidroksi metil furfuraldehida yang dikenal dengan melanoidin akan menimbulkan warna coklat pada produk (Winarno, dkk., 1980). Reaksi Mailard terjadi pada aw 0,3-0,5, semakin tinggi suhu penggorengan maka semakin cepat pencapaian aw tersebut sehingga reaksi browning dapat terjadi (Eskin, et al, 1971). Terserapnya air yang dibawa udara akan menyebabkan hilangnya sifat renyah keripik. Itu sebabnya keripik harus dikemas dalam wadah

Page 136: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

132

tertutup. Pengemasan dapat dilakukan segera saat keripik sudah dingin. Bahan kemasan yang dapat digunakan diantaranya plastik tahan panas, aluminium foil, kaleng, dan stoples (Sulistyowati, 2002).

Penggunaan CaCl2 sudah banyak digunakan untuk bahan makanan, khususnya untuk memperbaiki tekstur bahan pangan. Scott and Twig (1969) menemukan bahwa 2% kalsium klorida efektif untuk menghasilkan tekstur yang baik, sedangkan menurut hasil penelitian Sari (2004) bahwa hasil French fries yang baik terdapat pada aplikasi kalsium klorida 0.5 %. Bagaimana cara dan teknis pengolahan untuk menghasilkan keripik wortel yang mempunyai kualitas baik dan disukai belum banyak diketahui. Oleh karena itu dalam penelitian ini dipelajari bagaimana cara penggorengan keripik wortel yang baik, khususnya mempelajari perlakuan pra-penggorengan yang sesuai dan konsentrasi CaCl2 yang tepat untuk menghasilkan keripik wortel dengan mutu yang baik dan disukai. BAHAN DAN METODA Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari hingga Maret 2005. Bahan wortel yang diperoleh dari Pasar Sore Padang Bulan, Medan. Bahan-bahan lain adalah minyak goreng (merk Barco), garam dan CaCl2. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 (dua) ulangan, dengan model rancangan: Ŷijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + Єijk

Faktor-I adalah Pra-penggorengan (P) terdiri dari 4 jenis perlakuan dan Faktor-II adalah Konsentrasi CaCl2 (K) terdiri dari 4 taraf konsentrasi. Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan .

Pelaksanaan Penelitian Terdiri dari Beberapa Tahapan yaitu: 1. Persiapan Bahan, dimulai dari penyediaan dan

pemilihan wortel yang segar, dikupas kulit arinya, diiris melintang setebal 5 mm, lalu dicuci bersih. Kemudian dilaksanakan kegiaatan Pra-penggorengan dengan perlakuan sebagai berikut:

P1 = Tanpa ada perlakuan P2 = Dibekukan pada suhu -20oC selama 24 jam. P3 = Direbus selama 20 menit kemudian dibekukan pada suhu -20oC selama 24 jam P4 = Dibekukan pada suhu -20 oC selama 24 jam dan kemudian direbus selama 20 menit

Selanjutnya dilakukan perendaman dalam larutan CaCl2 selama 15 menit dengan masing-masing perlakuan konsentrasi sebagai berikut:

K1 = Larutan 0,5 % CaCl2 K2 = Larutan 1,0 % CaCl2 K3 = Larutan 1,5 % CaCl2 K4 = Larutan 2,0 % CaCl2

Lalu bahan ditiriskan airnya dengan menggunakan peniris, dilanjutkan dengan merendam masing-masing 250 g bahan dari setiap perlakuan dalam 1000 ml larutan garam 0,3 % selama 15 menit, ditiriskan dan siap untuk digoreng. 2. Penggorengan dilakukan dengan vacuum friyer

pada suhu 850C dan tekanan –700 mmHg selama 45 menit Minyak yang tinggal pada keripik dikeluarkan dengan cara disentrifus selama 2 menit.kemudian langsung dikemas dengan aluminium foil dan diseal menggunakan sealer. Dilakukan penyimpanan selama 1 minggu (7 hari).

3. Analisa dilakukan terhadap parameter:

• Penetuan Rendemen (Syarief dan Irawati, 1988)

• Penentuan Kadar Air Keripik Metode Oven (AOAC, 1984)

• Penentuan Kadar Vitamin C (Sudarmadji, dkk., 1997)

• Uji Organoleptik warna, rasa dan kerenyahan (Soekarto, 1982)

4. Pengolahan data menggunakan Analisa Sidik Ragam dan Uji Least Significant Range (LSR) HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa secara umum perlakuan pra penggorengan memberi pengaruh terhadap masing-masing parameter yang diamati (rendemen, kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik warna, rasa dan kerenyahan), seperti terlihat pada Tabel-1.

Page 137: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Studi Pembuatan Keripik Wortel Terip Karo-karo

133

Tabel-1. Hasil Analisa, Pengaruh Perlakuan Pra-penggorengan dan Uji Least Significat Range (LSR) Terhadap Parameter yang Diamati.

Penggo rengan

Rende men** (%)

Kadar Air** (%)

Kadar Vit Ctn

mg/100 g

Warnatn (Skor)

Rasatn (Skor)

Kere nyahan** (Skor)

P1 P2 P3 P4

13.88dD 17.95aA 15.62bB 14.95cC

2.45aA 1.63bcBC 1.75bB 1.13dB

5.30a 4.23a 4.91a 3.97a

2.86a 2.84a 3.59a .3.53a

3.06a 3.15a 3.19a 3.01a

3.31dD 4.11abAB 4.18aA 3.95cC

Ket. : * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata, tn = berbeda tidak nyata Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel-1, dapat dilihat perlakuan pra penggorengan memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen, kadar air dan kerenyahan, tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C, warna dan rasa keripik wortel. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (dibekukan) sebesar 17,95 % dan terendah pada perlakuan P1 (tanpa perlakuan) sebesar 13,88 %. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (tanpa perlakuan) sebesar 2,45 % dan terendah pada perlakuan P4 (dibekukan kemudian direbus) sebesar 1,13 %. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (tanpa perlakuan) sebesar 5,30 mg/100 g bahan dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (dibekukan kemudian direbus) sebesar 3,97 mg/100 g bahan. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (direbus kemudian dibekukan) sebesar 3,59 (suka) dan terendah terdapat pada perlakuan P2 (dibekukan) sebesar 2,84 (agak suka). Nilai organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (direbus kemudian dibekukan) sebesar 3,19 (agak suka) dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (dibekukan kemudian direbus) sebesar 3,01 (agak suka). Nilai organoleptik kerenyahan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (direbus kemudian dibekukan) sebesar 4,18 (suka) dan

terendah terdapat pada perlakuan P1 (tanpa perlakuan) sebesar 3,31 (agak suka).

Hasil analisa, pengaruh konsentrasi CaCl2 dan uji Least Significant Range (LSR) terhadap parameter amatan disajikan pada Tabel-2.

Dari Tabel-2, dapat dilihat bahwa konsentrasi CaCl2 memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen, kadar air, rasa dan kerenyahan, tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C dan warna keripik wortel. Rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (0,5%) sebesar 16,57 % dan terendah pada perlakuan K4 (2%) sebesar 14,60 %. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (0,5%) sebesar 2,38 % dan terendah pada perlakuan K4 (2%) sebesar 1,38 %. Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (2%) sebesar 4,96 mg/100 g bahan dan terendah terdapat pada perlakuan K1 (0,5%) sebesar 3,00 mg/100 g bahan. Nilai organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (0,5%) sebesar 4,5 (suka) dan terendah terdapat pada perlakuan K4 (2%) sebesar 2,09 (kurang suka) dan nilai organoleptik kerenyahan tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (2,0%) sebesar 4,09 (suka) dan terendah terdapat pada perlakuan K1 (0,5%) sebesar 3,63 (agak suka).

Tabel-2. Hasil Analisa, Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Uji Least Significant Range (LSR)

Terhadap Parameter yang Diamati

Konsentrasi

CaCl2

(%)

Rende

men**

(%)

Kadar

Air** (%)

Kadar

Vit Ctn

mg/100 g

Warnatn

(Skor)

Rasa**

(Skor)

Kerenyahan

** (Skor)

K1 ( 0.5 )

K2 ( 1.0 )

K3 ( 1.5 )

K4 ( 2.0 )

16.57aA

16.07bB

15.16cC

14.60dD

2.38aA

1,76bB

1,44cC

1,38cC

3.00a

4.65a

4.78a

4.96a

3.48a

3.45a

3.41a

3.48a

4.35 aA

3.38 bB

2.60 cC

2.09 dD

3.63dD

3.89bcBC

3.95bB

4.09aA

Ket. : * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata, tn = berbeda tidak nyata Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Page 138: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

134

Tabel-3. Hasil Analisa dan Pengaruh Kombinasi Perlakuan Pra-penggorengan dan konsentrasi CaCl2 Terhadap Parameter yang Diamati

Kombinasi

Perlakuan

Rende

men*

(%)

Kadar

Air**

(%)

Kadar

Vit Ctn

mg/100 g

Warnatn

(Skor)

Rasatn

(Skor)

Kerenyahan**

(Skor)

P1K1 15,96 3,00 5,,07 2,90 4,45 2,40

P1K2 16,39 2,30 5,40 2,80 3,25 3,45

P1K3 14,49 2,25 5,10 2,78 2,35 3,55

P1K4 13,89 2,25 5,63 3,00 2,20 3,85

P2K1 19,19 2,50 3,92 4,20 4,35 3,90

P2K2 18,21 1,75 4,57 3,85 3,35 4,10

P2K3 17,66 1,25 4,92 3,65 2,70 4,15

P2K4 16,73 1,00 3,93 3,65 2,20 4,30

P3K1 16,76 2,25 5,52 3,45 4.25 4,00

P3K2 15,64 1,75 3.74 3,55 3,40 4,05

P3K3 15,34 1,50 5,22 3,70 2,75 4,30

P3K4 14,74 1,50 5,47 3,70 2,35 4,35

P4K1 15,66 1,75 4,97 3,40 4,35 4,20

P4K2 15,34 1,25 5,22 3,60 3,50 3,95

P4K3 14,44 0,75 3,87 3,55 2,60 3,80

P4K4 14,35 0,75 4,48 3,55 1,60 3,85

Ket. : * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata, tn = berbeda tidak nyata

Dari Tabel-3, dapat dilihat bahwa kombinasi

perlakuan Pra-penggorengan dan konsentrasi CaCl2 memberi pengaruh nyata (P<0,05) terhadap rendemen, sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air dan kerenyahan, tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar vitamin C, warna dan rasa keripik wortel.

Proses pembekuan dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel jaringan bahan, karena pembentukan kristal-kristal es disekitar dinding sel. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Fellows (2000) bahwa pada buah dan sayuran yang struktur selnya kaku mudah rusak oleh kristal-kristal es. Pada tahapan pembekuan terjadi kerusakan sel dan struktur yang irreversible yang mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur setelah thawing, hal ini terjadi karena adanya pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air selama pembekuan dari dalam sel ke bagian luar sel yang dapat menyebakan rusaknya jaringan sel sehingga dapat mengurangi jumlah air pada bahan setelah thawing (Buckle, et.al 1987)

Akibat terjadinya perubahan struktus dan tekstur jaringan, maka selama penggorengan, minyak yang terikut di dalam keripik akan lebih banyak dibandingkan dengan jaringan sel yang tidak rusak

oleh pembekuan dan pemanasan. Karena kandungan minyak yang besar maka mengakibatkan rendemen pada keripik semakin besar. Sedangkan rendemen yang terendah terdapat pada P1 (tanpa perlakuan), hal ini dikarenakan jaringan sel bahan tidak mengalami kerusakan sehingga penyerapan minyak ke dalam bahan tidak besar sehingga rendemennya rendah, sedangkan kadar air bahan lebih tinggi, hal ini disebabkan karena air lebih sedikit yang keluar dari dalam jaringan sel bahan yang tidak rusak (P1). . Sedangkan Kadar air terendah terdapat pada perlakuan pra-penggorengan dibekukan kemudian direbus (P4) sebesar 1,13 %. Hal ini dikarenakan perlakuan pendahuluannya menyebabkan perpindahan air dari dalam sel ke luar sel sehingga air yang terdapat pada bahan semakin sedikit. Demikian juga halnya warna, rasa dan kerenyahan tertinggi dihasilkan pada keripik yang mendapat perlakuan pra-penggorengan yaitu direbus kemudian dibekukan (P3). Hal ini terjadi akibat perebusan jaringan lebih lunak dan akibat pembekuan menjadi lebih berpori sehingga keripik yang dihasilkan lebih renyah dan lebih diterima oleh panelis. Penurunan rendemen keripik wortel dengan semakin meningkatnya konsentrasi CaCl2

Page 139: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Studi Pembuatan Keripik Wortel Terip Karo-karo

135

disebabkan karena CaCl2 berfungsi sebagai drying agent yang bersifat higroskopis dimana dapat menyerap lebih banyak air dari bahan (Hughes, 1987), sehingga semakin tinggi konsentrasi CaCl2 pada bahan maka kadar air yang dikandung akan semakin rendah dimana menyebabkan rendemen yang dihasilkan akan semakin rendah. Kalsium klorida juga dapat menyebabkan pektin yang ada di dalam makanan akan menjadi gel kalsium pektinat, karena itu CaCl2 ini sering dipakai sebagai pengeras dan penggaring pada buah dan sayuran yang dikalengkan/diolah. Namun pada konsentrasi CaCl2 terlalu tinggi sering mengganggu rasa. Penurunan nilai organoleptik rasa tersebut disebabkan karena rasa keripik wortel yang dihasilkan agak pahit yang berasal dari CaCl2 yang memang berasa pahit, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Winarno (1992), bahwa untuk memperoleh tekstur yang lebih keras dapat ditambahkan garam Ca (0.1 – 0,25 %), ion kalsium akan bereaksi dengan pektin membentuk kalsium pektinat atau Ca-pektat yang tidak larut. Pada umumnya untuk maksud tersebut digunakan garam-garam Ca seperti CaCl2, Ca-sitrat, CaSO4, Ca-laktat dan kalsium monofosfat. Tetapi garam-garam kalsium ini kelarutannya rendah dan rasanya pahit, sehingga semakin tinggi konsentrasi CaCl2 yang ditambahkan maka rasa keripik wortel tersebut akan semakin pahit.

Semakin meningkatnya konsentrasi CaCl2 maka nilai organoleptik kerenyahan akan semakin meningkat disebabkan karena kalsium klorida menyerap air di sekeliling bahan sehingga menyebabkan kadar air semakin rendah dan mempercepat terjadinya pengeringan yang mengakibatkan keripik semakin renyah. Menurut Hughes (1987) kalsium klorida merupakan suatu tepung tanpa warna yang digunakan sebagai sequisterant dalam pengolahan sayuran, menyerap air dari sekelilingnya dan digunakan sebagai drying agent, karena itu sering digunakan sebagai pengeras dan penggaring. Nilai organoleptik kerenyahan tertinggi terdapat pada kombinasi P3K4 yaitu bahan direbus kemudian dibekukan dengan perendaman dalam larutan 2 % CaCl2. Nilai organoleptik kerenyahan terendah terdapat pada P1K1 hal ini dikarenakan karena stuktur dan tekstur bahan tidak banyak berubah dan konsentrasi CaCl2 terkecil sehingga pengurangan air dalam bahan tidak terlalu besar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian pengaruh Pra-penggorengan dan Konsentrasi CaCl2 terhadap parameter yang diamati dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil aplikasi 4 perlakuan pra-

penggorengan, ternyata perlakuan terbaik untuk menghasilkan keripik wortel berkualitas adalah perlakuan direbus kemudian dibekukan, hal ini

dibuktikan dengan nilai organoleptik warna, rasa dan kerenyahan yang baik.

2. Konsentrasi CaCl2 berpengaruh sangat nyata terhadap mutu keripik wortel , dimana semakin tinggi kosentrasi CaCl2 maka rendemen, kadar air, organoleptik rasa semakin menurun sedangkan organoleptik kerenyahan semakin meningkat. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap Vitamin C dan organoleptik warna keripik wortel.

3. Interaksi antara Pra-penggorengan dan Konsentrasi CaCl2 pada pembuatan keripik wortel memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap Rendemen, sangat nyata terhadap Kadar Air dan Organoleptik Kerenyahan, serta memberi pengaruh tidak nyata terhadap Kadar Vitamin C, Organoleptik Warna dan Rasa.

Saran 1. Untuk pembuatan keripik wortel yang baik

disarankan dilakukan perlakuan Pra-penggorengan yaitu direbus kemudian dibekukan dan menggunakan perendaman pada larutan CaCl2 0,5 %.

2. Masih perlu dilakukan penelitian tentang lamanya pembekuan dan perebusan serta cara yang dapat lebih mengembangkan produk keripik wortel yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA AOAC, 1984. Official Method and Analysis of The

Association of The Official Analytical Chemists, 14th Edition, Washington D.C.

Buckle, K.A, R.A. Edward, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Cahyono, B., 2002. Wortel. Kanisius, Yogyakarta. Eskin, H.A., M. Anderson and R.T. Townsend, 1971.

Biochemistry Of Food.. Academic Press, Inc. Orlando, Florida.

Evawati, A.A., 1997. Mempelajari Proses Pembuatan Keripik Ubi Kayu Kajian Lama Gelatinisasi serta Analisa Finansial. Jurusan THP, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

Fellows, P.J., 2000. Food Processing Technology. Woodhead Publishing Ltd, England. 2nd Edition.

Lubis, F., 2004. Studi pembuatan keripik bengkuang. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian, USU, Medan.

Luh, B.S., and J.G. Woodroof, 1976. Commercial Vegetable Processing. The AVI Publishing Company, USA.

Novary, E.W., 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Purba, R., 2004. Studi pembuatan keripik nangka. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian, USU, Medan.

Page 140: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

136

Sari, D.F., 2004. Pengaruh lama perendaman dan konsentrasi CaCl2 terhadap mutu french fries ubi jalar. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian, USU, Medan.

Scott, L.E., and B.A. Twigg, 1969. The Effect of Temperature of Treatment and Other Factor on Calsium Firming of Processed Sweet Potatoes. Maryland Univ. Agr. Extn. Serv. Hort, USA.

Soekarto, S.T., 1982. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. PUSBANG-TEPA, IPB, Bogor.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1997. Analisis Bahan Makanan an Hasil Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sulistyowati, A., 2002. Membuat Keripik Buah dan Sayur. Puspa Swara, Jakarta.

Susanto, T., dan B. Saneto, 1994. Teknologi Hasil Pertanian. Dana Ilmu, Surabaya.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., dan B.S.L. Jennie, 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Page 141: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Besar UISU Melalui Wadah Lembaga Koperasi Syahril Effendy Pasaribu

137

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA BESAR UISU MELALUI WADAH LEMBAGA KOPERASI

Syahril Effendy Pasaribu

Effendi Tanjung

Abstrak UUD 1945 pasal 33 menempatkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Dengan kedudukan yang demikian peranan koperasi sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi dengan memiliki asas demokratis, kekeluargaan, kebersamaan dan keterbukaan. Pengembangan koperasi di UISU perlu diarahkan untuk berperan dalam perekonomian khususnya bagi warga UISU sendiri maupun masyarakat sekitarnya dengan menerapkan prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi koperasi. Potensi warga UISU bisa dimanfaatkan dalam upaya memperkuat permodalan melalui penyertaan anggota maupun pihak lain yang bukan anggota yang bersedia mendukung usaha-usaha Koperasi UISU dalam upaya memberdayakan ekonomi warga UISU. Kata kunci : Pemberdayaan ekonomi

Pendahuluan Perguruan Tinggi Univeritas Islam Sumatera Utara yang berdiri pada awal tahun 1952 adalah merupakan lembaga perguruan tinggi pertama berdiri di luar pulau Jawa. Sampai saat ini UISU belum memiliki badan usaha Koperasi yang beranggotakn keseluruhan warganya yang didirikan sesuai dengan ketentuan Undang-undng No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasiaan. Koperasi adalah organisasi ekonomi dengan keanggotaan sukarela. Tom Gunadi, (1983) Keanggotaan sukarela maksudnya adalah masuk dan keluar adalah sesuai dengan peraturan yang ada seperti AD/ART koperasi itu sendiri. Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1992 koperasi adalah merupakan gerakan ekonomi sebagai badan usaha yang berperan serta untuk mewujudkn masyarkat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Aspek melayani kebutuhan anggota adalah salah satu tujuan utama koperasi yang konkritnya pemenuhan kebutuhan itu menentukan keberhasilan suatu koperasi. Syarat mutlak usaha koperasi haruslah ada kaitan dengan kehidupan (kebutuhan rimah tangga) anggotanya atau dengan perkataan lain koperasi haruslah extension (sambungan atau perluasan) dari usaha dan rumah tangga anggotanya, maka usaha koperasi dapat dijalankan secara baik, lebih efektif dan efisien. Tom Gunadi (1983) oleh sebab itu tujuan koperasi haruslah benar-benar merupakan kepentingan bersama dari pada anggotanya dan tujuan itu hanya akan bisa dicapai berdasarkan karya dan jasa yang disumbangkan oleh anggota masing-masing. Pembentukan koperasi UISU Untuk membentuk koperasi pada umumnya gagasan datang dari pihak yang berkepentingan atau anjuran

dari pihak pemerintah atau anjuaran dari pimpinan UISU sendiri. Pihak pendiri harus menyadari bahwa mereka memang benar-benar membutuhkan adanya lembaga kopersi. Depertemen Perdagangan dan Koperasi (1980) secara umum, para pelopor atau calon pengelola kopersi adalah orang-orang yang : Mempunyai minat besar, jiwa kemasyarakatan, serta

cita-cita tinggi untuk bekerja bagi kepentingan orang banyak.

Menyadari peranan koperasi dalam mewujudkan demokrasi ekonomi dan mempertinggi taraf hidup rakyat.

Memiliki keberanian, sikap pantang menyerah dan keyakinan bahwa koperasi mampu dijadikan alat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Memiliki integritas kepribadian yang tinggi. Berdasarkan kriteris diatas dapat dismpulkan bahwa koperasi harus didirikan oleh orang-orang yng memiliki kapabilitas bila koperasi yang didirikan tujuannya adalah unuk meningkatkan kesajtweraan bersama. Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko (2002) menyrtakan bahwa apabila orang-orang yang dinilai memenuhi persyaratan unuk dipilih menjadi pengurus koperasi, maka peku dilaksanakan proses atau penelitian beberapa hal, seperti : 1. Keadaan serta tingkat kehidupan masyarakat

tempat dimana koperasi itu akan melaksanakan aktivitasnya.

2. Kesulitan masyarakat bidang apakah yang menjadi kendala utama guna menentukan koperasi apakah yang akan dibentuk

3. Hambatan dalam wujud apakah yang sekiranya menjadi penghalang pembentukan koperasi.

4. Apakah sudah ada koperasi yang telah berdiri dan bagaimana keadaanya apakah berjalan baik atau tidak dan apakah faktor yang menghambat serta mendukung perkembangannya.

Page 142: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

138

5. Kemungkinan jumlah anggota yang bersedia bergabung.

6. Tingkat biaya yang mungkin harus dikeluarkan guna kelangsungan hidup koperasi.

7. Kondisi serta taraf hidup para calon anggota apakah sudah mampu menghimpun modal awal.

Apabila berdasarkan penelitian terhadap hal-hal tersebut diatas diperoleh kesimpulan bahwa koperasi UISU memang layak didirikan maka sebelum rapat pertama dalam rangka pendirian koperasi UISU maka para pemrakarsa pendirian koperasi menghubungi Dinas Koperasi Pemko Medan untuk mendapatkan informasi tentang cara pendirian koperasi sehingga ketika koperasi UISU didirikan akan terhindar dari keadaan dimana koperasi telah didirikan anggaran dasarnya tidak memenuhi syarat. Hasil pertamuan dengan Dinas Koperasi dilaporkan kepada pimpinan UISU untuk mendapatkan saran dan petunjuk bagi pendirian koperasi UISU. Kemudian dilaksanakan rapat persiapan pembentukan koperasi dan menyusun konsep UU No.25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, petunjuk dan bimbingan pihak Dinas Koperasi dan Pimpinan UISU serat mempertimbangkan kondisi lingkungan UISU. Sesuai dengan UU No.25 tahun 1992 hal-hal pokok yang harus diatur dalam anggaran dasr koperasi adalah jati diri, tujuan, kedudukan, peran, keanggotaan, pengurus, pengawas, usaha, permodalan, sisa hasil usaha dan pembinaan. Setelah konsep anggaran dasar selesai kemudian dibahas oleh tim pemrakarsa pendirian Koperasi UISU dan ada baiknya dikonsultasikan kembali kepada pimpinan UISU. Kemudian ditetapkan rapat pembentukan koperasi UISU dengan mengundang minimal 20 orang dosen/pegawai administrasi UISU, Pimpinan UISU baik rektorat maupun pimpinan Fakultas se UISU. Turut juga diundang kepala Dinas Koperasi Pemko Medan untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam rapat pembentukan koperasi UISU. Menurut Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, (2002) agar rapat pembentukan koperasi berjalan tertib, panitia menentukan acara yang memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Pembentukan oleh panitia 2. Penjelasan oleh Panitia tentang maksud

pendirian koperasi serta hal-hal yang dirintis oleh Panitia ke arah pembentukan koperasi.

3. Penjelasan dan penerangan oleh pejabat dinas koperasi

4. Persetujuan rapat tentang pendirian koperasi 5. Pembicaraan dan penetapan anggaran dasar

koperasi 6. Penetapan rencana kerja dan anggaran belanja

koperasi 7. Pemilihan pengurus dan badan pengawas 8. Penentuan nama-nama yang akan

menandatangani naskah akte pendirian koperasi 9. Penyampaian saran dan masukan

10. Pernyataan sumpah dan janji oleh pengurus dan badan pemeriksa

11. Penutup Walaupun susunan acara tersebut diatas cukup baik namun ada baiknya Pimpinan UISU diikut sertakan memberikan sambutan dan pengarahan pada awal rapat dan juga dimasukkan sebagai pembina koperasi UISU agar dalam perjalanan koperasi kebersamaan akan terjalin dengan baik. Pengurus yang terpilih dalam rapat menandatangani akte pendirian koperasi setelah ditandatangani oleh peserta rapat yang hadir sebagai pendiri koperasi UISU dan kemudian panitia pembentukan koperasi membubarkan diri karena telah menyelesaikan tugasnya mendirikan koperasi langkah berikutnya adalah pengesahan koperasi UISU sebagai koperasi badan hukum dengan pengesahan akte pendirian/anggaran dasar koperasi oleh pejabat yng berwewenang. Untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum pengurus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Dinas Koperasi Medan dengan melampirkan akte pendirian, keterangan domisili koperasi dan kelurahan setempat dan biaya administrasi yang dibutuhkan setelah pemohon diteliti ternyata telah memenuhi syarat maka Kepala Dinas Koperasi RI akan menertibkan surat keputusan penetapan koperasi UISU sebagai koperasi berbadan hukum dan memenuhi stempel pengesahan pada akte pendiriaanya. Dengan demikian koperasi UISU yang didirikan telah syah sebagai koperasi berbadan hukum.

Bidang usaha yang dapat memberdayakan ekonomi keluarga UISU : Misi utama atau maksud didirikannya koperasi adalah untuk meningkatkan taraf hidup para anggotanya. Maksud ini taraf hidup para anggotanya. Maksud ini akan dapat direalisir apabila usaha (bussines) dikelola dan dikembangkan dengan keterkaitan usaha yang kuat dengan kebutuhan/usaha ekonomi anggotanya. Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko (2002) sebagai suatu lembaga ekonomi koperasi harus menerapkan asas-asas bisnis dan manajeman yang baik dalam pengelolaannya. Didik J. Rahbini, (1988) tanpa menerapkan asas tersebut koperasi akan sulit berkembang karena tidak memiliki keunggulan. Seperti kita ketahui bahwa tujuan koperasi, serta motivasi orang yang masuk menjadi anggota koperasi adalah hasrat untuk memajukan kehidupan ekonomi mereka. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh yang diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh pengurus koperasi diantaranya : Para pengurus koperasi seharusnya memahami prinsip-prinsip pengelola koperasi secara cermat Pengurus perlu menetapkan suatu mekanisme kerja yang mampu menunjang kelancaran usaha koperasi. Perlu membangun hubungan kemitraan yang saling menguntungkan antar koperasi dengan lembaga ekonomi lainnya semisal badan usaha milik negara,

Page 143: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Besar UISU Melalui Wadah Lembaga Koperasi Syahril Effendy Pasaribu

139

kalangan swasta dan koperasi lainnya guna memperkuat usaha yang telah ditekuni dan memperoleh berbagai pengalaman berharga. Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, (2002) Bidang usaha yang berkaitan dengan kegiatan UISU adalah bidang yang relevan ditangani oleh koperasi UISU seperti fotocopi, percetakan,pengadaan barang ATK untuk kantor dan mahasiswa, catering, kantin, wartel dan juga proyek simpan pinjam berdasarkan Syariah Islam. Disamping itu koperasi juga bisa menangani Cleaning Service Ruangan Kantor, ruangan kuliah dan labortorium UISU. Salah satu yang paling penting adalah memahami pangsa pasar dari usaha koperasi yaitu : 1. Populasi mahasiswa UISU yang cukup besar

yaitu berkisar ± 13. 359 orang 2. Staf pengajar yang jumlahnya berkisar ± 844

orang 3. Pegawai administrasi yang jumlahnya berkisar ±

360 orang Dengan dukungan dari Pimpinan Universitas dan Fakultas se UISU usaha koperasi UISU bisa berkembang dengan syarat pengurus koperasi bisa meyakinkan para pemimpin UISU dan anggota bahwa koperasi ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga UISU, dan mutu barang yang ditawarkan benar-benar bisa bersaing dengan harga pasar dan bisa menjamin rutinitas pengadaannya. Untuk itu pengurus harus bisa bekerjasama dengan pihak pemasok sehingga pasokan kebutuhan koperasi UISU berjalan lancar dan juga mutu barang tetap terjaga sehingga tidak mengecewakan para pelanggan koperasi Pengurus yang akan menjalankan usaha koperasi UISU haruslah orang yang cakap, jujur dan memiliki naluri bisnis yang kuat serta memiliki dan mental wirausaha Sikap mental wirausaha dalam koperasi adalah suatu sikap mental dalam berusaha secara koperatif, untuk mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil resiko an berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejateraan Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, (2002) Untuk dapat melangsungkan kehidupannya koperasi harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan perubahannya dan bisa mengelola perubahan itu. Analisa SWOT : Dalam menghadapi perubahan lingkungan dan mengetahui posisi koperasi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dengan analisa SWOT yaitu kekuatan, kelemahan, kesempatan/peluang, dan ancaman. Berdasarkan analisa SWOT tersebut akan diperoleh pengaruh positif yaitu yang dapat mendukung secara positif perkembangan koperasi yang sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dan pengaruh negative yaitu pengaruh yang menghambat perkembangan koperasi dalam menghadapi

perubahan – perubahan yang akan terjadi sehingga koperasi memiliki landasan untuk mengantisipasi perubahan yang akan terjadi dimasa mendatang. Agar tetap beroperasi dan memiliki kelangsungan hidup setiap koperasi harus memiliki tujuan yaitu : a. Profit (keuntungan) b. Mempertahankan kelangsungan hidup koperasi c. Pertumbuhan koperasi d. Tanggungjawab sosial Semakin tinggi keuntungan yang diharapkan akan semakin besar risiko yang dihadapi untuk itu pengurus koperasi perlu memperhitungkan dengan matang dalam menjalankan usaha koperasi. Modal Usaha Koperasi : Dalam mempersiapkan modal usaha koperasi ada beberapa sumber : Modal sendiri Meminjam Kerjasama Modal sendiri bisa diperoleh dari simpanan anggota baik simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, namun jumlahnya adalah terbatas mengingat koperasi baru berdiri. Meminjam atau kredit melalui bank konvensional tentu harus memakai bunga yang bertentangan dengan syariah Islam. Kerjasamanya bisa dilakukan dengan perbankan syariah yang tidak mengenal konsep bunga Perbankan Syariah membuka peluang pembiayaan pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan hubungan harmonis. Perbankan Syariah memiliki empat prinsip yang senantiasa mendasari jaringan kerja Perbankan dengan sistem syariah yaitu 1. Perbankan Non Riba

Bank Syariah perang melawan riba untuk itu maka bank syariah menghindar muamalah riba seperti pada bank konvensional

2. Perniagaan halal dan tidak haram Dalam berbisnis harus halal bukan yang yang diharamkan oleh syariat Islam.Dalam perdagangan tidak diperkenankan jual beli dengan tindakan yang haram

3. Keridhaan pihak-pihak dalan berkontrak Dalam berbisnis Islam menginginkan setiap yang terikat dalam perjanjian/kontrak harus mendapat kepuasaan dalam mengadakan transaksi oleh karena itu para pihak yang berkontrak harus ada kerelaan

4. Pengurusan dana yang amanah, jujur dan bertanggungjawab Dalam berusaha/berbisnis nilai kejujuran dan amanah dalam mengurus dana merupakan ciri yang harus ditunjukkan karena merupakan sifat dari Nabi dan Rasul dalam kehidupan sehari-hari Syahrial Effendi Pasaribu (2005) mengingat UISU adalah lembaga yang didirikan oleh umat Islam dan koperasi UISU diartikn untuk memberdayakan ekonomi para pekerja di UISU kami yakin perbankan syariah akan bersedia

Page 144: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

140

membantu modal usaha koperasi UISU dengan syarat koperasi UISU mendapat dukungan penuh dari Pimpinan UISU dan bidang usaha yang akan dilaksanakan benar – benar dapat dilaksanakan oleh pengurus koperasi UISU. Pengurus koperasi UISU harus menyusun proposal usaha yang bisa merefleksikan gambaran usaha koperasi dan mencerminkan pribadi pengurus yang menjalankan usaha koperasi yang merupakan dokumen tertulis yang rinci mengenai usaha yang direncanakan. Menurut Rambat Lupiyoadi (2004) ada 4 (empat) faktor kritis yang perlu diperhatikan dalam penyusunan proposal usaha :

1. Tujuan yang realistis Tujuan yang diinginkan dicapai harus spesifik,dapat diukur dan ada kesatuan waktu dan parameternya

2. Komitmen Bisnis perlu mendapat dukungan dari pihak anggota, mitra usaha,pekerja dan anggota tim

3. Batasan waktu Sub sub tujuan harus dibuat secara berkesinambungan dan ada evaluasi waktu atas kemajuan – kemajuan yng telah dicapai

4. Fleksibilitas waktu Harus dapat diantisipasi dan memungkinkan munculnya alternative strategi yang dapat diformulasikan.

Rencana usaha sebaiknya disusun sendiri oleh pengurus namun boleh juga dibuat oleh tim yang ditunjuk dengan syarat pengurus mengerti isi proposal usaha tersebut,karena proposal usaha akan menjadi gambaran awal seberapa jauh kemampuan manajerial pengurus Didalam proposal usaha perlu dicantumkan yaitu : 1. Aspek personalia 2. Aspek financial 3. Aspek manajemen 4. Aspek harga 5. Aspek risiko kritis usaha 6. Aspek situasi persaingan Disamping itu pengurus koperasi harus siap untuk menjawab setiap pertanyaan dari pihak yang akan meneliti kelayakan usaha dengan membahas proposal usaha tersebut. Apabila proposal usaha dinilai layak tentu bantuan permodalan usaha akan diberikan setelah memenuhi persyaratan administrasi lainnya. Dengan modal yang dimiliki sendiri ditambah dengan bantuan modal dari pihak luar (Perbankan Syariah) usaha koperasi dapat diwujudkan dan dijalankan dengan sebaik-baiknya sehingga ekonomi para anggota dapat diberdayakan. Peminjaman modal usaha dari pihak luar (perbankan) harus disetujui oleh rapat anggota yang diadakan untuk membahas rencana kerja koperasi dan akan dipertanggungjawabkan kemudian pada Rapat Anggota Tahunan.

PENUTUP Kesimpulan 1. Pembentukan Koperasi UISU harus

beranggotakan semua Dosen dan karyawan UISU dengan dukungan penuh Pimpinan UISU

2. Pengurus Koperasi UISU haruslah orang-orang yang memiliki jiwa kewirusahaan yaitu yang jeli menangkap dan memanfaatkan peluang yang dilandasi pertimbangan rasional, inovatif dan mampu mengembangkan kemandirian koperasi

3. Untuk memberdayakan ekonomi keluarga besar UISU, pengurus koperasi UISU harus membentuk tim bisnis yang tangguh dalam menjalankan roda usaha

4. Pengurus koperasi UISU perlu menjalin kerjasama dengan pihak perbankan terutama bank syariah untuk membantu modal usaha koperasi dan bimbingan usaha yang akan dijalankan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Didik J. Rahbani, 1988 Koperasi Pendekatan

Bisnis atau Politik 2. Depdagkop RI, 1980 Pengetahuan Harian

Kompas 5 Maret 1988 Perkoperasian 3. Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, 2002

Koperasi Kewirusahaan dan Usaha Kecil,Rineka Cipta

4. Rambat Lupiyoadi,2004 Entrepreneurship From Minset to Strategy, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

5. Syahril Effendy Pasaribu, 2005 Kontribusi Bank Muamalat Terhadap Perkembangan Perbankan Secara Syariah, Bina Teknik Press Medan

6. Tom Gunadi, 1983 Sistem Perekonomian Berdasarkan Pancasila danUUD 1947, Angkasa Bandung

7. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Page 145: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Arsitektur dan Lingkungan, Pasca Arsitektur Modern N Vinky Rahman

141

ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN, PASCA ARSITEKTUR MODERN

N Vinky Rahman Staf Pengajar Pada Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Abstrak • We are indoors, live, love, bring up our families, worship,work,grow old,sicken and die indoors.

Architecture mirrors every aspect of lives-social. Economical spritua (Eugene raskin) • Architecture is communication between man and environment, (Lynden Herbert).

Telaah singkat dalam makalah ini akan menitikberatkan pada pembahasan mengenai desain dalam arsitektur melalui pendekatan humanis yaitu pendekatan prilaku dan pendekatan social. Pendekatan ini dipilih dengan harapan agar dapat memberikan motivasi baru dan pencerahan bagi praktisi rancang bangun dan rekayas dalam memberikan alternatif solusi desain lingkungan fisik yang lebih tanggap terhadap kebutuhan, keinginan dan nilai-nilai kemanusiaan, selain juga tanggap terhadap fenomena semakin rusaknya lingkungan fisik dan alami yang sehat dan nyaman dapat terus berlangsung. Kata-kata kunci : Arsitektur, Lingkungan ,Arsitektur Modern. Pendahuluan Dalam perjalanan sejarah arsitektur,sudah bukan rahasia lagi bahwa arsitektur modern menghadapi banyak gugatan dan kegagalan dalam implementasinya. Berdasarkan telaah literature, kegagalan tersebut antara lain oleh karena arogansi yang begitu kental dalam nafas modern yang ditampilkannya,selain juga karena kekurangpekaan gerakan ini dalam membaca keberagaman wacana social yang ada dalam masyarakat yang dilayaninya. Contoh yang sering dijumpai adalah maraknya bangunan-bangunan megah, tinggi dan mewah di kota-kota besar seperti di Jakarta, Bandung dan Surabaya, yang kondisinya sangat mencolok jika dibandingkan dengan perumahan-perumahan yang bahkan cederung kumuh di sekitarnya. Tidak lagi tersedianya lahan terbuka untuk bermain, bersosialisasi dan rekreasi bagi masyarakat setempat juga dibentuk oleh intensitas transportasi yang begitu tinggi. Arsitektur dan lingkungan binaan tidak lagi ramah dan tidak mencerimkan kepedulian akan eksistensi nilai-nilai kemanusian dalam wadah lingkungan fisiknya. Manusia hanya dianggap sebagai mesin berjiwa dengan kemampuannya menghasilkan nilai-nilai ekonomi secara kuantitas belaka. Fenomena yang mengkhwatirkan ini sebagian besar dilahirkan dari budaya industrialisasi yang memetingkan nilai ekonomi dan percepatan perputaran uang. Kekhwatiran ini akan semakin bertambah jika disadari kemungkinan dampak buruknya pada lingkungn baik fisik maupun alami dalam jangka panjang. Makna Arsitektur

Keberadaan sebuah lingkungan binaan, termasuk jalan raya di dalam kota yang didiami manusia memiliki pengaruh yang tidak sedikit terhadap perilaku dan aktivitas mnusia, bagaimana manusian merasakan keberadaan diri mereka di

dalamnya dan yang lebih terpenting adalah bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan sewajarnya bersama manusia lainnya. Salah satu hal yang mendasari gejala ini adalah karena dalam hidupnya, manusia butuh berkoperasi atau bekerjasama, suatu hal yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya saat manusia bersosialisasi dalam lingkungannya. Dalam proses sosialisais itu, apek komunikasi menjadi penting, karena dengan komunikasi manusia dapat saling berbagai pengalaman dalam kehidupan. Proses komunikasi tersebut juga terjadi antara manusian dengan lingkungannya dalam bentuk perilaku atau perangai. Arsitektur merupaakn bagian dari lingkungan tempat terjadinya pertukaran informasi budaya yang melibatkan komunikasi di dalamnya. Dengan demikian, hal penting untuk dipertimbngkan adalah bagaimana input informasi yang dimasukkan ke dalam arsitektur dan output bagaimana yang akan dihasilkan darinya, bagaimana manusia menggunakan informasi tersebut dalam kaitannya dengan aktivitas yang dilakukannya sehari-hari dalam arsitektur yang mewadahinya. Aritektur sebagai lingkungan binaan dapat dilihat sebagai proses dan catatan dari kejadian-kejadian budaya masa lalu yang dikomunikasikan hingga kini (Lynden Herbert,1972). Dalam kaitannya dengan sosialisasi, proses komunikasi yang terjadi antara manusia dengan bangunan dalam tingkat masyarakat atau manusia yang jamak merupakan proses uang beragam dan tidak mudah untuk dimengerti, namun dalam tingkat pribadi tidaklah demikian. Proses komunikasi antara manusia dan arsitektur menyangkut proses mengalami dan pengalaman yang dimiliki oleh manusia. Secara pribadi, manusia dapat mersakan pengalamannya terhadap arsitektur. Ketika proses mengalami ruang dan bntuk merupakan sebuah

Page 146: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

142

proses yang dapat dinikmati oleh manusia, maka ketika itulah arsitejtur trjadi (William Wayne Caudill, et al, 1978). Arsitektur memiliki peranan penting dalam membantu manusia dalam proses kegaiatan yang harus dilakukannaya. Peran arsitektur di sini adalah mengupayakan kemudahan proses tersebut. Ditinjau dari segi kebutuhan praktis,yang merupakan hal yang umum bagi setiap orang, adalah pengetahuan dan kesadaran seseorang akan selalu mencari isyarat-isyarat yang menginformasikan yang diperlukan manusia secara wajar, aman dan nyaman. Proses pencarian isyarat ini muncul dalam wujud beragam pada beragam waktu. Manusia – Lingkungan dan Arsitektur Modern Era industrialisasi yang dimulai pada tahun 1759 memberikan pengaruh yang besar dalam dunia arsitektur, hingga jiwa uniformity dan anonymous yang ada pada industri muncul dalam wacana arsitektur, yaitu pada era arsitektur modern. Pergeseran dan perubahan cara pandang manusia dalam melihat diri dan eksistensinya dalam lingkungannya merupakan salah satu pemicu terjadinya gugatan yang membawa kegagalan bagi arsitektur modern. Sebagai pengguna dan atau penikmat arsitektur, dilandasi wawasan informasi yang semakin luas, manusia semakin mengingnkan standar kepuasan dan kenyamanan yang lebih baik pula, antara lain dalam hal arsitektur atau lingkungan fisik. Di sisi lain, lingkungan fisik secara tidak langsung membentuk karakter diri manusia, baik yang menghuni maupun yang menikmatinya. Pada saat awal kemuncullannya, aritektur modern antara lain menawarkan ide keserderhanaan dan keseragaman bentuk fisik dengan menggunakan pendekatan desain secara rasional. Konsep yang dihadirkan adalah penekanan pada fungsi dan efisiensi melalui pemulihan material dan teknik rancang bangun yang paling mudah dan praktis, yang dianggap dapat memoderenisasikan manusia sehingga didapatkan suatu bentuk tatanan yang harmonis dengan konsep keabadian yang dapat dinikmati sepanjang waktu. Tujuan modernisasi tersebut dapat diartikan sebagai tidak pentingnya lagi semua hal yang ada kaitannya dengan masa lalu. Pada dasarnya, teknologi dalam industri diciptakan untuk dapat mempermudah hidup manusia. Termasuk dalam hal ini rsitektur.Akan tetapi dengan cara pendekatan, penyampaian dn perwujudan yang dijumpai dalam aristktur modern, ternyata tujuan tersebut malah memberikn dampak yang deskriptif atau memberikan kosekuensi yang buruk bila terus diterapkan secara membabi buta. Dalam hal ruang terbuka kota, arsitektur modern bahkan turut berperan menghadirkan ruang-ruang terbuka kota yang tidak tergunakan dengan baik (lost Out door Space). Dalam konteks social, gerakan modern lebih menitikberatkan pada rancang bangun dan rekayasa lingkungan fisik yang mengatur bagaimana manusia

seharusnya menjalani hidupnya (berkeinginan mengendalikan dan membatasi) dari pada menawarkan solusi yang memberikan keluasan bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari secara normal. Hal ini berarti mengesampingkan aspek sosia masyarakat sebagai bagian dari nilai-nilai penentu lingkungan fisik. Mungkin pendapat ini menunjukkan adanya kesan arogansi tersebut. Arogansi timbul dari asumsi para praktis agar rancangan yang dihasilkan dalam kerangka ideology tersebut mencerminkan citarasa seni dan keindahan dari klien atau sang pengguna. Kecenderungan ini muncul pada era-era sebelumnya, oleh karena klien atau pengguna memilih sendiri perancang yang dipercayainya memiliki kemampuan keilmuan dan teknik yang tinggi. Dalam konteks masyarakat tradisional, perancang bahkan hanya dapat berkarya dalam kerangka adat dan tradisi yang sudah memiliki batasan tertentu dalam pelaksanaaanya. Dengan demikian, bangunan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan sang pengguna; bagaimana pengguna hidup dalam kesehariannya di dalam kerangka social setempat yang kemudian diwadahi dalam bangunan. Oleh karena itu, jika ditinjau dari sisi aspek kesejarahannya arsitektur non-modern (kalau boleh disebut demikian) adalah merupakan hasil upaya yang paling optimal dalam beradaptasi dengan aspek social masyarakatnya, sedangkan arsitektur modern pada perkembangannya menunjukkan pola keseragaman yang anomies dan mengarah pada adanya ketidakpedulian pada identitas pribadi atau komunitas local sebagai klien atau pengguna. Sekali lagi, hal ini memetingkan pada nilai ekonomi dan percepatan perputaran uang. Industrialisasi menciptakan konglomerat –konglomerat baru sebagai klien yang membayar,dan bukan sebagai klien sebagai pengguna.Hal ini turut menyebabkan terbetuknya ideology arsitektur modern. Rumah-rumah tidak lagi dihargai sebagai wujud aktualisasi diri sebagaimana di ungkapkan oleh Abraham Maslow, akan tetapi dipandang sebagai proyek yang bernilai ekonomis bagi segelintir orang yang sanggup membiayai pembangunan rumah dalam bentuk blok bertingkat dan bernilai banyak. Dengan ide ini, pemukiman dibangun seperti mesin berinti banyak, tanpa adanya ruang-ruang terbuka sebagai tempat sosialisasi, tempat bermain anak-anak dan rekreasi. Mengutip Le Corbusier yang menyatakan pada awal abad ini bahwa rumah merupakan sebuah mesin di mana manusia hidup di dalamnya ‘’a house as a machine for living’’, rumah adalah sebagai mesin di mana kita hidup di dalamnya , kantor adalah sebuah mesin untuk di mana orang bekerja didalamnya dan katedral adalah sebuah mesin di mana kita berdoa di dalamnya. Pernyataan ini menujukkan adanya prospek yang mengkhwatirkan, karena apa yang telah terjadi adalah para perancang kini merancang untuk mesin bukan untuk manusianya.

Page 147: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Arsitektur dan Lingkungan, Pasca Arsitektur Modern N Vinky Rahman

143

Ironisnya, pada saat yang sama, Le Corbuiser sebagai seorang arsitek (yang sering disebut-sebut sebagai Bapak Arsitektur Modern) justru terlibat dalam paradigma buruknya arsitektur modern tersebut. Ia merancang sebuah rumah bersusun yang dikombinasikan dengan fasilitas umum dan social yang lengkap seperti sekolah dan kantor pos di Chandigarh, India. Namun yang terjadi adalah bangunan perumahan tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari penggunaannya. Salah satunya adalah karena rumah susun tersebut tidak dapat mewadahi perilaku yang cukup memadai jumlahnya dalam jarak tempuh relatif dekat. Contoh tersebut mewujudkan bahwa arsitektur modern belum dapat mewadahi kebutuhan perilaku spsifik dari klien pengguna, selain kebutuhan dan persyaratan teknis dan biologis semata, yang berarti factor manusia dengan segala keragaman dan perilakunya belum dipertimbangkan secara masak. Dengan melihat pola perkembangan yang ada, kini saatnya kalangan perancang dan kalangan terkait lain yang berkepentingan mulai meletakkan kembali nilai-nilai eksistensi manusia dalam lingkungannya. Perkembangan yang pada saat ini menunjukkan bahwa kita sudah sampai pada titik dalam sejarah, di mana nilai-nilai kemanusian, kualitas hidup dan lingkungan menjadi pertimbangan utama dibandingkan nilai-nilai ekonomi, kualitas keuangan dan teknologi. Sebagai akibat dari proses industrialisasi yang cenderung menyeragamkan tingkat kesejahteraan, banyak ditemukan tanda-tanda kekosongan jiwa, kebingungan, tujuan yang tidak jelas bahkan keterasingan yang menunjukkan adanya degradasi nilai kemanusian (Brenda & Robert Vale 1991 : 124). Dengan memanfaatkan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan yang ada semaksimal mungkin, diharapkan kita dapat meningkatkan kualitas hidup manusia dalam lingkungannya, melalui produk arsitektur yang dapat tanggap perilaku dan tanggap social.

Desain Aristektur dengan Pendekatan Perilaku Dalam bukunya Designing Place for people, CM. Deasy mengemukakan tentang prilaku manusia yang kompleks, dimana studi di dalamnya melibatkan bidang studi psikologi, sosiologi dan antropologi. Interskasi antar manusia sebagai salah satu factor yng mendasari terbetuknya perilaku manusia, merupakan hal yang tidak kalah kompleksnya, karena berakar pada factor-faktor pendorong sebagaimana diungkapkkan oleh Abraham Maslow, yaitu :

1. kebutuhan akan makanan dan minuman 2. kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan 3. kebutuhan akan kasih sayang 4. kebutuhan akan aktualisasi diri Seluruh factor ini menempati urutan yang sama

pentingnya dalam hidup manusia, dengan perubahan dan penyesuaian sesuai dengan pertambahan usia. Berlangsung dalam dinamika waktu yang berkesinambungan. Menurut Jon Lang, lingkungan yang ditempati oleh manusia terdir dari • lingkungan fisik :

alami dan binaan • lingkungan terrestrial :

alami, bumi-proses dan struktur • lingkungan animate : organisme hidup yang

menempati • lingkungan social : hubungan antar manusia

dan makhluk lain • lingkungan cultural :

norma perilku dan artefak • lingkungan biogenic : membentuk

setting/kerangkan fisik bgi kehidupan manusia • lingkungan sociogenic :

Sistem sosil, norma prilaku dan dipengaruhi oleh siklus hidup, status social ekonomi dan kegiatan. Sedangkan perilaku oleh Jon Lang (1994)

didefenisikan sebagai seluruh bentuk kegiatan yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak langsung.

Secretariadi, Chandigarh India (1958) – Le Corbusir

Page 148: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

144

Pendekatan melalui teori prilaku dalam lingkungan atau yang oleh Lynden Herbert disebut sebagi behaviorism theory merupakan salah satu cara atau alat dalam upaya menghadirkan arsitektur yang lebih manusiawi. Teori ini mengemukakan prinsip dasar sebagai berikut : • Evolusi biologis merupakan hasil dari mutasi

dan seleksi alam yang terjadi secara acak • Evolusi mental merupakan hasil dari uji coba

yang dilakukan secara acak, dengan latar belakang imbalan akan sesuatu (rewards) yang disebut sebagai the carrot and the stick attitude of learning (imbalan dan hukuman)

• Semua organisme, termasuk manusia, pada dasarnya merupakan aotumata paslf yang dikendalikan oleh lingkungannaya, berdasrkan kemampuan adaptasi masing-masing organisme terhadap lingkungannya tersebut.

• Pendekatan ilmiah yang tepat untuk diterapkan adalah melalui pengukuran dan pemetaan secara kuantitaitf yang diukur dari pola yang berulang dari setiap gejala yang terjadi.

• ‘Pengkondisiaan’ merupakan kata kunci dalam menjelaskan bagaimana perilaku manusia, mengapa dan bagaimana mereka berprilaku, terlepas dari fakta bahwa pengkodisian memiliki keterbatasan tersendiri.

Teori perilaku pada awalnya berangkat dari apa yang disebut sebagai myth of quantifiability, yang menyatakan bahwa perilaku yang bisa dipetakan adalah perilaku yang dapat dipilah-pilah dan diuraikan dalam bentuk kaitan stimulus-respons (Lynden Herbert, 1972). Sebagimana juga diungkapkan oleh jon Lang, hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat diuraikan sebagai berikut : • Perilaku berlangsung dalam konteks lingkungan

tertentu • Kualitas lingkungan dapat mempunyai dampak

luas terhadap perilaku dan kepribadian individu • Lingkungan berperan sebagai pembentuk

kekuatan motivasi pada manusia (proses afektif dan attitudinal serta adaptasi)

• Hubungan manusia dan lingkungan bersifat integral dan timbal balik. Penjelasan menyeluruh tentang organisme manusia dengan perilakunya tidak hanya terbatas pada diri apa dan kandungan apa yang ada pada organisme tersebut, akan tetapi juga bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungannya ,bagaimana manusia melakukan modifikasi lingkungan, dan bagaimana lingkungan juga turut membentuk pengaruh dalam modifikasi dalam diri manusia itu sendiri (transaksional), Berhasil atau tidaknya upaya perancang dalam mengakomodasikan pola perilaku manusia sangat tergantung pada dua factor penting, yaitu :

• Informasi yang sangat spesfik • Kepekakaan perancang dalan menerjemahkan

informasi yang spesifik tersebut ke dalam bentukan fisik yang paling tepat.

Walaupun tidak semua pola perilaku dapat dapat atau harus diakomodasi dalam desain, sang arsitektur harus benar-benar memahami pola-pola yang terjadi, sehingga desain yang terjadi tidak memberikan pengaruh buruk terhadap pola keseharian penggunanya. Perilaku umum yang dapat dijumpai dalam sebuah komunitas adalah perilaku sosialnya. Salah satu upaya untuk menyediakan banyak tempat pertemuan potensial yng dikembangkan dan ide dasar bahwa kedekatan (proximity) akan membentuk hubungan social, misalnya tempat sosialisasi di ruang terbuka kota (public space) bagi semua aktivitas publik baik individual maupun kolektif. Semakin banyak dibuat tempat-tempat pertemuan, maka akan semakin banyak pertemuan yang terjadi setiap saat. Kehidupan publik akan berkembang kerena adanya berbagai kekuatan social dan karakter yang spesifik adri kelompok masyarakat, yaitu kekuatan-kakuatan : • Alami

Bersifat ad-hoc, informal dan atraktif. Pada umumnya ruang semacam ini diperoleh dari partisipasi masyarakat, selain dapat juga terjadi secara temporer di pojok-pojok jalan, tangga atau disepanjang koridor,.

• Buatan Budaya ruang di Indonesia seperti umumnya masyarakat Asia lainnya, masih menganggap hal ini sebagai hal baru. Masyarakat Indonesia merupakan yang sangat mengagungkan privacy sehingga kebutuhan untuk berinteraksi secara social tidak harus terwadahi dalam suatu ruang terbuka yang dirancang dan terpusat, tetapi dapat terjadi di mana-mana berdampingan dengan aktivitas lain. Istilah privacy di sini merujuk pada adanya kebutuhan individu akan ruang gerak pribadi dimana tidak semua orang bebas memasuki ruang pribadi tersebut. Di Indonesia, dapat diambil contoh Jawa, yang memiliki ruang terbuka dengan konsep ritual keagamaan dan kenegaraan yang jauh dari fungsi komersil. Namun di Bandung, pada masa pemerintahan Hindia Belanda ruang terbuka mengalami pergeseran makna ritual sebagai bagian dari kegiatan ibadah, menjadi makna ekonomi yang melayani kebutuhan sehari-hari masyarakat. Dalam bukunya ‘’ Seni Bangunan dan Binakota di Indonesia.’’ Bagoes P. Wiryomartono mengemukakan fakta bahwa linieritas antara alun-lun dan pola permukiman merupakan bagian dari kegiatan social ekonomi di luar bangunan, sehingga jalan tidak hanya sebagai tempat orang berjualan.

Page 149: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Arsitektur dan Lingkungan, Pasca Arsitektur Modern N Vinky Rahman

145

Dalam sejarah arsitektur barat, sejak akhir Perang Dunia ke-2, fenomena public space berkembang seiring dengan bermunculannya berbagai strata masyarakat dengan kehidupan publik yang beraneka ragam, kondisi seperti ini analogis dengan kondisi Indonesia saat ini yang sedang melakukan pembangunan dengan heterogenitas masyarakatnya yang tinggi, di mana kondisi masyarakat individualisme bergeser menjadi masyarakat demokratis. Meninjau pada kekuatan legal yang mempengaruhinya, public space muncul karena adanya minat yang besar dari masyarakat kota dari golongan menengah, Golongan ini menjadi pencetus suatu gerakan yang disebut sebagai gerakan lingkungan (environment movement), yang salah satu dari usahanya adalah menuntut pemeritah agar dapat menghidupkan kembali ruang-ruang terbuka publik seperti taman, playgroup dan ruang –ruang terbuka lainnya di kota. Kecenderungan struktur ruang atau taman –taman kota yang mulanya berukuran besar dan hanya terdapat di pusat-pusat kota dan pusat pemerintahan, kini tersebar di dalam dan sekitar hunian penduduk. Hal ini diakibatkan oleh karena munculnya berbagai tipe perumahan dalam lingkungan berkepadatan tinggi. Salah satu ruang yang menjadi pertimbangan utama mereka adalah tempat bermain bagi anak-anak. Ruang terbuka untuk bermain anak pada umumnya terdapat di perkampungan imigran, baik itu dibuat khusus maupun sebagai perluasan dari taman-taman yang sudah ada. Orang tua anak-anak tersebut menginginkan mereka bermain dengan aman di sekitar rumah mereka, daripada harus secara khusus datang ke taman pusat bermain oleh adanya kemungkinan anak-anak mereka akan diganggu oleh kelompok-kelompok masyarakat yang tidak menyukai keberadaan mereka. Karakter permainan pada saat itu lebih diarahkan pada pendidikan. Kelompok anak-anak tersebut didampingi oleh pemimpin kelompok atau guru mereka. Sekolah, hunian dan playgroup merupakan sebuah system ruang yang saling berkait satu sama lainnya. Playgroup, apangan sekolah dan taman-taman setempat, juga jalan lingkungan merupakan sebuah rona di mana anak-anak dan orang dewasa berinteraksi dengan lingkungannya (place). Semakin ia terikat dengan place-nya, perilku seseorang terhadap lingkungan akan tetap sama walaupun profil ruangnya berubah. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh besar dari lingkungan terhadap kepribadian seseorang. Denagan demikian rekan citra, nostalgia dan kenangan akan lebih berarti dari pada profil ruang dan fasilitas yang ada.Ruang-ruang yang terbentuk dari memori dan pencitraan kolektif seperti ini disebut dengan childhood space. Pola perilaku pada ruang terbuka kota yang mengambil contoh tempat bermain anak, merupakan salah satu contoh bentukan fisik informasi spesifik penggunannya yaitu anak-anak. Ruang terbuka kota yang sesuai dengan

karakter anak-anak belum tentu akomodatif bagi kebutuhan bagi kebutuhan dan perilaku orang dewasa. Dengan demikian aspek social serta nilai kemanusian dalam pembentukan lingkungan fisiknya. Perilaku pengguna dapat juga diterjemahkan melalui konsep flexibility sebagai cara untuk mempersoalkan arsitektur dan mengakomodasikan perbedaan gaya hidup. Konsep ini memberikan kemungkinan berbagai perubahan dan penyesuaian yang ingin dilakukan pengguna, atau bhkan membuat kontribusi-kontribusi individual misalnya pada rumah tinggal mereka, seperti yang pernah ditawarkan oleh Adolf Loos dengan membantu pengguna dalam mengakomodasi beragam kebutuhan social yang berarti juga tanggap terhadap partisipasi pengguna (user participation) yang membutuhkan keleluasaan lebih besar. Pendekatan Ekologi Pada Arsitektur Vernakular Pertimbangan pengguna, selain dalam kaitannya dengan pola perilaku individu maupun social juga berkaitan dengan isu keseimbangan lingkungan seperti polusi, pemanasan global dan perusak lapisan ozon. Ekologi dan keseimbangan lingkungan merupakan dasar siklus kehidupan manusia di atas bumi , baik secara biologis maupun budaya. Desain lingkungan fisik berkaitan erat dengan perkembangan produk, peralatan, mesin, artefak, material dan lainnya yang secara langsung memberikan dampak terhadap ekologi. Dalam pertemuan para ahli lingkungan dalam Agenda 21 di Rio de Jeneiro pada tahun 1992, dikemukakan berbagai fakta yang mengkhwatirkan tentang pencemaran lingkungan yang berdampak buruk terhadap bumi yang kita tinggali. Berbagai kesepakatan telah dicapai dalam pertemuan tersebut, antara lain dengan mengupayakan semua bentuk desain yang lebih tanggap terhadap lingkungan secara positif dan integrative. Desain yang dikembangkan harus menjadi jembatan antara budaya, teknologi, dan kebutuhan manusia yang berarti menempatkan manusia sebagai factor penting dalam desain. Sekali lagi, nilai kemanusian prilaku manusia dan nilai-nilai social menjadi faktor penentu keberhasilan desain yang lebih manusiawi. Melalui pendekatan ini, desain dibuat dalam kerangka konsep arsitektur hijau yang di dalamnya mencakup pemanfaatan seluruh potensi alam dengan bijak dalam karya arsitektur, sebagaimana dikutip dari Brenda dan Robert Vale dalam bukunya The Green Architecture : Design for a Sustainable Future yaitu bahwa ‘’a green architecture regoinazes the importance of all people involved with itl’’. Karya-karya seperti ini banyak dijumpai pada arsitektur tradisional dan arsitektur vernakular yang banyak menggunakan kayu sebagai bahan baku utama yang sudah terbuku selama ratusan bahkan ribuan tahun bahwa contoh-contoh diri karya arsitektur tersebut ramah lingkungan, bahkan cenderung fisik tempat

Page 150: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

146

manusia tersebut tinggal. Arsitektur harus dapat dinikmati dan dialami melalui semua indera dan tidak hanya dapat dinikmati secara visual saja, informasi visual dapat memberikan gambaran yang utuh, akan tetapi keindahan yang sebenarnya harus digali dan dipahami lebih dalam lagi, dan keindahan tersebut akan dijumpai pada arsitektur vernakular lahir dari proses pemahaman, proses perwujudan nilai dan tradisi, serta proses ritualisasi yang menjadikan arsitektur ini memiliki nilai kekayaan yang lebih bijak daripada arsitektur yang ada akhir-akhir ini. Arsitektur vernakular memiliki beberapa ciri yang menandai perjalanan proses tersebut, yaitu: • Arsitektur vernakular dibangun bersama

berdasarkan pengetahuan local (local knowledge) yang praktis dan teknis sifatnya

• Pada umumnya dibangun oleh setiap pengguna dan kelompoknya, yang berarti arsitektur vernakular tanggap terhadap kebutuhan pengguna dengan segala perilaku individu dan sosialnya

• Menerapkan seni pertukangan local dan kualitas yang tinggi, uang menunjukkan adanya penghargaan terhadap nilai-nilai pribadi, tidak anonymus dan tidak terdapat unsur keseragaman dalam hasilnya, kecuali dalam batasan nilai adat dan tradisi tertentu yng tidak boleh dilanggar. Ketidakseragaman ini muncul Karena dalam setiap hasil terkandung unsur identitas dan jati diri penciptanya yang ditransformasikan melalui seni ketukangan yang diterapkan pada setiap karya

• Mudah dipelajari dan mudah dipahami, yang berarti memberikan keleluasaan bagi pengguna untuk berapresiasi (menikmati, menggunakan,menjelajahi bahkan mengubah ulang) secara penuh dalam karyanya.

• Menggunakan material local yang memberikan identitas lokal yang kuat

• Secara ekologis jenis aritektur ini cukup teruji oleh zaman (adapun terhadap iklim flora, fauna dan gaya hidup local

• Skala bangunan manusiawi yang menunjukkn adanya keinginan untuk memberikan skala ruang terbuka yang nyaman bagi sosialisasi, bercermin dan rekreasi bagi warga setempat (socially fit) Berdasarkan penjelasan di atas, jenis arsitektur

ini mencerminkan pemenuhan kebutuhan social yang lebih optimal yang dapat mengakomodasi secara langsung kebutuhan dan keinginn manusia penggunaannya daripada aritektur yang dibentuk semata-mata oleh arogansi arsitek modernis, kepekaan akan skala bangunan, misalnya memberikan pengaruh yang besar apada masyarakat untuk memehami konsep yng ada dalam setiap bentuk fisik, bahkan memberikan kenyamanan individual bagi setiap manusia yang ingin menikmatinya secara utuh. Fenomen yang unik ingin dari arsitektur vernacular ini juga telah diterapkan

dalam desain sejumlah arsitek ternama, seperti Frank Llyod Wright dan Alvr Aalto.

Berangkat dari pemahaman akan kelebihan yang ada pada arsitektur vernacular tersebut, yang ada pada arsitektur vernacular tersebut, eksistensi manusia pengguna harus menjadi dasar bagi desain yang akan diciptakan. Setiap budaya memiliki ideology tersendiri, setiap kelompok social mempunyai ciri dan karakter tersendiri, setiap manusia memiliki keinginan dan kebutuhan yang berlainan pula satu dengan lainnya. Perbedaan organisasi, kelembagaan, corak social dan perilaku individu memberikan makna ruang yang berada pula dan perbedaan akan sulit diakomodasi oleh kaidah-kaidah arsitektur umum yang diuniversalisasikan. Selain itu perlu juga dipertimbangkan factor-faktor perbedaan iklim, corak geografis dan karakter alam dari setiap daerah.

Penutup Pada akhirnya, lingkungan alami maupun binaan harus menjadi pertimbangan rekayasa dan rancang bangun, agar semakin bijak berkarya dalam konteks kemajuan teknologi yang semakin canggih. Perkembangan sistem informasi dengan keleluasaan jaringan yang semakin fleksibel, apabila dimanfaatkan secara bijaksana dapat menjadi pendukung. Namun apa artinya teknologi jika satu – satunya pengguna teknologi, yaitu manusia, tidak dapat menikmati lingkungnnya secara nyaman, bahkan cenderung mengalami penurunan semangat, kualitas bahkan harkat. Hal ini akan semakin memburuk bila keadaan lingkungan alami secara keseluruhan mengalami perusakan total akibat kecerobohan praktisi rekayasa dan rancang bangun dalam membaca fenomena yang sedang berlangsung. Jika ekspresi fisik pola kehidupan social dipahami dan dimengerti secara utuh oleh seorang arsitek, maka dasar pendekatan baru dalam desain melalui pendekatan perilaku, social dan pendekatan ekologi dapat menjamin masa depan bagi lingkungan alami dan binaan yang ditempati oleh manusia. Daftar Pustaka 1. Altman. Irwin & Stokols, Daniel, (1987),

Handbook of Environment Psychology Vol. 1,New York ; John Willey & Sons.

2. Brolin, Brent C, The Failure of Modem Architecture, (1976), New York : Van Nostrand Reinhold Company.

3. Carr, Stephen; Francis, Mark; Rlvlin, Leanne G, & Stone, Andrew M, (1992), Public Space, Cambridge : Cambridge University Press.

4. Herbert, Lynden, (1972), A New Language for Environmental Design, New York : New York University Press

5. Lang, Jon, (1987), Creating Architectur Theory: The Role of the Behavior Sciences in Environmental Design, New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Page 151: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Arsitektur dan Lingkungan, Pasca Arsitektur Modern N Vinky Rahman

147

6. McDonough, William, (1996), Design, Ecology and The Making of Things, in Neisbitt, Kate (ed), Theorizing a New Agenda for Architecture, New York : Princeto Architecture Press, pp. 398-407

7. Papanek, Victor, (1995), The Green Imperative : Ecology and Ethnic In Design and Architecture, Singapore ; Thames and Hudson.

8. Trancik, Roger, (1986), Finding Lost Space : Theories of Urban Design, New York : Van Nostrand Reinhold Company

9. Vale, Brenda & Robert, (1991), The Green Architecture : Design for a Sustainable Future, Singapore : Thames and Hudson.

10. Broadbent, Geoffney, et als (eds), (1980). Meaning and Behavior in the Built Environment, New York ; John Willey and Sons

Page 152: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

148

MENCIPTAKAN KENYAMANAN THERMAL DALAM BANGUNAN

Basaria Talarosha

Staf Pengajar Program Studi Arsitektur USU

Abstract: Indonesia is located in equator line with it’s avarage temperature is 35°C. Its humidity is high, it can reach 85% (hot humid tropical climate). There are two things that cause extreme climate. Firstly the position between 2 continent and two ocean. Secondly big different between the area of continent and ocean. This condition makes disadvantage for human being in doing their activities becaused of up and down of the temperature that is not comfort for the human body. The best range of temperature for Indonesian people in doing their activities is 22,8°C - 25,8°C and the humidity 70%. Easiest step to create thermal comfort in building is using air condition system. How ever it affects to the electrical energy used. This paper proposes to solve the thermal comfort in building by architectural solution, designing building by considering orientation to wind direction and sun, using of architecture element and building material, and also elements of landscape. Keywords: building thermal comfort, energy efficient architecture Abstrak: Secara geografis Indonesia berada dalam garis khatulistiwa atau tropis, namun secara thermis (suhu) tidak semua wilayah Indonesia merupakan daerah tropis. Daerah tropis menurut pengukuran suhu adalah daerah tropis dengan suhu rata-rata 20oC, sedangkan rata-rata suhu di wilayah Indonesia umumnya dapat mencapai 35oC dengan tingkat kelembaban yang tinggi, dapat mencapai 85% (iklim tropis panas lembab). Keadaan ini terjadi antara lain akibat posisi Indonesia yang berada pada pertemuan dua iklim ekstrim (akibat posisi antara 2 benua dan 2 samudra), perbandingan luas daratan dan lautannya, dan lain-lain. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya sebab produktifitas kerja manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. Suhu nyaman thermal untuk orang Indonesia berada pada rentang suhu 22,8°C - 25,8°C dengan kelembaban 70%. Langkah yang paling mudah untuk mengakomodasi kenyamanan tersebut adalah dengan melakukan pengkondisian secara mekanis (penggunaan AC) di dalam bangunan yang berdampak pada bertambahnya penggunaan energi (listrik). Cara yang paling murah memperoleh kenyamanan thermal adalah secara alamiah melalui pendekatan arsitektur, yaitu merancang bangunan dengan mempertimbangkan orientasi terhadap matahari dan arah angin, pemanfaatan elemen arsitektur dan material bangunan, serta pemanfaatan elemen-elemen lansekap. Kata kunci: kenyamanan thermal bangunan, arsitektur hemat energi PENGANTAR Idealnya, sebuah bangunan mempunyai nilai estetis, berfungsi sebagaimana tujuan bangunan tersebut dirancang, memberikan rasa ‘aman’ (dari gangguan alam dan manusia/makhluk lain), serta memberikan ‘kenyamanan’. Berada di dalam bangunan kita berharap tidak merasa kepanasan, tidak merasa kegelapan akibat kurangnya cahaya, dan tidak merasakan bising yang berlebihan. Setiap bangunan diharapkan dapat memberikan kenyamanan ‘termal’, ‘visual’ dan ‘audio’. Kenyamanan termal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktifitas dengan baik (di rumah, sekolah ataupun di kantor/tempat bekerja). Szokolay dalam ‘Manual of Tropical Housing and Building’ menyebutkan kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembaban

udara, dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subyektif seperti pakaian, aklimatisasi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit. Indonesia mempunyai iklim tropis dengan karakteristik kelembaban udara yang tinggi (dapat mencapai angka 80%), suhu udara relatif tinggi (dapat mencapai hingga 35˙C), serta radiasi matahari yang menyengat serta mengganggu. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menciptakan kenyamanan termal dalam bangunan dalam kondisi iklim tropis panas lembab seperti di atas. Tulisan ini mengulas hal-hal yang berkaitan dengan kenyamanan termal dan konsep-konsep untuk dapat menciptakan kenyamanan termal di dalam bangunan pada daerah iklim tropis panas lembab.

Page 153: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam Bangunan Basaria Talarosha

149

Berbagai Penelitian tentang Batas-batas Kenyamanan Termal

Telah disebutkan sebelumnya, Szokolay dalam ‘Manual of Tropical Housing and Building’ menyebutkan kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subyektif seperti pakaian, aklimatisasi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit.

Teori Fanger, Standar Amerika (ANSI/ASHRAE 55-1992) dan Standar Internasional untuk kenyamanan termis (ISO 7730:1994) juga menyatakan hal yang sama bahwa kenyamanan termis yang dapat dirasakan manusia merupakan

fungsi dari faktor iklim serta dua faktor individu yaitu jenis aktifitas yang berkaitan dengan tingkat metabolisme tubuh serta jenis pakaian yang digunakan. Menurut teori ini, kenyamanan suhu tidak secara nyata dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin, tingkat kegemukan, faktor usia, suku bangsa, tempat tinggal geografis, adaptasi, faktor kepadatan, faktor warna dan sebagainya.

Menurut Humphreys dan Nicol kenyamanan suhu juga dipengaruhi oleh adaptasi dari masing-masing individu terhadap suhu luar di sekitarnya. Manusia yang biasa hidup pada iklim panas atau tropis akan memiliki suhu nyaman yang lebih tinggi dibanding manusia yang biasa hidup pada suhu udara rendah seperti halnya bangsa Eropa.

Tabel 1

Pembandingan Faktor Penentu Suhu Nyaman

Szokolay Fanger, Standar Amerika

(ANSI/ASHRAE 55-1992), Standar Internasional (ISO 7730:1994)

Humphreys dan Nicol

Iklim: • matahari (besarnya radiasi), • suhu udara, • angin (kecepatan udara), • kelembaban udara luar

Iklim: • matahari (besarnya radiasi), • suhu udara, • angin (kecepatan udara), • kelembaban udara luar

Iklim: • matahari (besarnya radiasi), • suhu udara, • angin (kecepatan udara), • kelembaban udara luar

Faktor Individu: • Pakaian • Aklimatisasi • Usia dan jenis kelamin • Tingkat kegemukan • Tingkat kesehatan • Jenis makanan dan minuman yang

dikonsumsi • Warna kulit (suku bangsa)

Faktor Individu: • Aktifitas • Pakaian

Faktor Individu: • Aktifitas • Pakaian • adaptasi individu

Lokasi geografis

Houghton dan Yaglou (dalam ‘Determining Lines of Equal Comfort’, Transactions of America Society of Heating and Ventilating Engineers Vol. 29, 1923) menyatakan kenyamanan sebagai fungsi dari radiasi panas, temperatur, kelembaban udara dan gerakan udara yang disebut sebagai Temperatur Efektif (TE). Sejalan dengan teori Humphreys dan Nicol, Lipsmeier (1994) menunjukkan beberapa penelitian yang membuktikan batas kenyamanan (dalam Temperatur Efektif/TE) berbeda-beda tergantung kepada lokasi geografis dan subyek manusia (suku bangsa) yang diteliti seperti pada tabel di bawah ini:

Pengarang Tempat Kelompok Manusia Batas Kenyamanan ASHRAE Rao Webb Mom Ellis

USA Selatan (30° LU) Calcutta (22°LU) Singapura Khatulistiwa Jakarta (6°LS) Singapura Khatulistiwa

Peneliti India Malaysia Cina Indonesia Eropa

20,5°C - 24,5°C TE 20°C - 24,5°C TE 25°C - 27°C TE 20°C - 26°C TE 22°C - 26°C TE

Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier

Page 154: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

150

Menurut penelitian Lippsmeier, batas-batas kenyamanan manusia untuk daerah khatulistiwa adalah 19°C TE (batas bawah) – 26°C TE (batas atas). Pada temperatur 26°C TE umumnya manusia sudah mulai berkeringat. Daya tahan dan kemampuan kerja manusia mulai menurun pada temperatur 26°C TE – 30°C TE. Kondisi lingkungan yang sukar mulai dirasakan pada suhu 33,5°C TE– 35,5 °C TE, dan pada suhu 35°C TE – 36°C TE kondisi lingkungan tidak dapat ditolerir lagi. Produktifitas manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. Produktifitas kerja manusia meningkat pada kondisi suhu (termis) yang nyaman (Idealistina , 1991).

Gambar: 1 Diagram Kenyamanan sebagai Fungsi dari Temperatur, Kelembaban dan Kecepatan Angin

Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier

Berbagai penelitian kenyamanan suhu yang dilakukan di daerah iklim tropis basah, seperti halnya Mom dan Wiesebron di Bandung, Ellis, de Dear di Singapore, Busch di Bangkok, Ballabtyne di Port Moresby, kemudian Karyono di Jakarta, memperlihatkan rentang suhu antara 24˙C hingga 30˙C yang dianggap nyaman bagi manusia yang berdiam pada daerah iklim tersebut. Sementara itu, Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung yang diterbitkan oleh Yayasan LPMB-PU membagi suhu nyaman untuk orang Indonesia atas tiga bagian sebagai berikut:

Tabel 2 Suhu Nyaman menurut Standar Tata Cara Perencanaan

Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung

Temperetur Efektif (TE) Kelembaban (RH) • Sejuk Nyaman

Ambang atas • Nyaman Optimal Ambang atas • Hangat Nyaman Ambang atas

20,5°C - 22,8°C 24°C

22,8°C - 25,8°C 28°C

25,8C – 27,1°C 31°C

50 % 80% 70%

60%

Page 155: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam Bangunan Basaria Talarosha

151

Konsep Kenyamanan Mengaitkan penelitian Lippsmeier

(menyatakan pada temperatur 26°C TE umumnya manusia sudah mulai berkeringat serta daya tahan dan kemampuan kerja manusia mulai menurun) dengan pembagian suhu nyaman orang Indonesia menurut Yayasan LPMB PU, maka suhu yang kita butuhkan agar dapat beraktifitas dengan baik adalah suhu nyaman optimal (22,8°C - 25,8°C dengan kelembaban 70%). Angka ini berada di bawah kondisi suhu udara di Indonesia yang dapat mencapai angka 35°C dengan kelembaban 80%.

Bagaimana usaha mengendalikan faktor-faktor iklim di atas untuk memperoleh kenyamanan termal di dalam bangunan?. Cara yang paling mudah adalah dengan pendekatan mekanis yaitu menggunakan AC tetapi membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Pendekatan kedua adalah mengkondisikan lingkungan di dalam bangunan secara alami dengan pendekatan arsitektural.

Pengkondisian lingkungan di dalam bangunan secara arsitektural dapat dilakukan dengan mempertimbangkan perletakan bangunan (orientasi bangunan terhadap matahari dan angin), pemanfaatan elemen-elemen arsitektur dan lansekap serta pemakaian material/bahan bangunan yang sesuai dengan karakter iklim tropis panas lembab. Melalui ke-empat hal di atas, temperatur di dalam ruangan dapat diturunkan beberapa derajat tanpa bantuan peralatan mekanis.

1. Orientasi Bangunan a. Orientasi Terhadap Matahari

Orientasi bangunan terhadap matahari akan menentukan besarnya radiasi matahari yang diterima bangunan. Semakin luas bidang yang menerima radiasi matahari secara langsung, semakin besar juga panas yang diterima bangunan. Dengan demikian, bagian bidang bangunan yang terluas (mis: bangunan yang bentuknya memanjang) sebaiknya mempunyai orientasi ke arah Utara-Selatan sehingga sisi bangunan yang pendek, (menghadap Timur – Barat) yang menerima radiasi matahari langsung.

Gambar: 2

Orientasi Bangunan (bentuk memanjang) menghadap Utara-Selatan

b. Orientasi terhadap Angin (Ventilasi silang) Kecepatan angin di daerah iklim tropis

panas lembab umumnya rendah. Angin dibutuhkan untuk keperluan ventilasi (untuk kesehatan dan kenyamanan penghuni di dalam bangunan). Ventilasi adalah proses dimana udara ‘bersih’ (udara luar), masuk (dengan sengaja) ke dalam ruang dan sekaligus mendorong udara kotor di dalam ruang ke luar. Ventilasi dibutuhkan untuk keperluan oksigen bagi metabolisme tubuh, menghalau polusi udara sebagai hasil proses metabolisme tubuh (CO2 dan bau) dan kegiatan-kegiatan di dalam bangunan. Untuk kenyamanan, ventilasi berguna dalam proses pendinginan udara dan pencegahan peningkatan kelembaban udara (khususnya di daerah tropika basah), terutama untuk bangunan rumah tinggal. Kebutuhan terhadap ventilasi tergantung pada jumlah manusia serta fungsi bangunan.

Posisi bangunan yang melintang terhadap angin primer sangat dibutuhkan untuk pendinginan suhu udara. Jenis, ukuran, dan posisi lobang jendela pada sisi atas dan bawah bangunan dapat meningkatkan efek ventilasi silang (pergerakan udara) di dalam ruang sehingga penggantian udara panas di dalam ruang dan peningkatan kelembaban udara dapat dihindari.

Jarang sekali terjadi orientasi bangunan yang baik terhadap matahari sekaligus arah angin primer. Penelitian menunjukkan, jika harus memilih (untuk daerah tropika basah seperti Indonesia), posisi bangunan yang melintang terhadap arah angin primer lebih dibutuhkan dari pada perlindungan terhadap radiasi matahari sebab panas radiasi dapat dihalau oleh angin yang berhembus. Kecepatan angin yang nikmat dalam ruangan adalah 0,1 – 0,15 m/detik. Besarnya laju aliran udara tergantung pada:

Kecepatan angin bebas Arah angin terhadap lubang ventilasi Luas lubang ventilasi Jarak antara lubang udara masuk dan keluar Penghalang di dalam ruangan yang

menghalangi udara Pola aliran udara yang melewati ruang

tergantung pada lokasi inlet (lobang masuk) udara dan shading devices yang digunakan di bagian luar. Secara umum, posisi outlet tidak akan mempengaruhi pola aliran udara. Untuk menambah kecepatan udara terutama pada saat panas, bagian inlet udara ditempatkan di bagian atas , luas outlet sama atau lebih besar dari inlet dan tidak ada perabot yang menghalangi gerakan udara di dalam ruang. Gerakan udara harus diarahkan ke ruang ruang yang membutuhkan atau ruang keluarga. Penggunaan screen

Page 156: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

152

serangga akan mengurangi aliran udara ke dalam bangunan. Bukaan jendela (Jalousie atau louvered akan membantu udara langsung ke tempat-tempat yang membutuhkan.

Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit-langit (khususnya bangunan rendah) sangat perlu agar tidak terjadi akumulasi panas pada ruang tersebut. Panas yang terkumpul pada ruang ini akan ditransmisikan ke ruang di bawah langit-langit tersebut. Ventilasi atap sangat berarti untuk mencapai suhu ruang yang rendah.

2. Elemen Arsitektur a. Pelindung Matahari Apabila posisi bangunan pada arah Timur dan Barat tidak dapat dihindari, maka pandangan bebas melalui jendela pada sisi ini harus dihindari karena radiasi panas yang langsung masuk ke dalam bangunan (melalui bukaan/kaca) akan memanaskan ruang dan menaikkan suhu/temperatur udara dalam ruang. Di samping itu efek silau yang muncul pada saat sudut matahari rendah juga sangat mengganggu. Gambar di bawah adalah elemen arsitektur yang sering digunakan sebagai pelindung terhadap radiasi matahari (solar shading devices).

(1)

Cantilever (Overhang)

(2)

Louver Overhang (Horizontal)

(3)

Panels (atau Awning)

(4)

Horizontal Louver Screen

(1) dan (2) Efektif digunakan pada bidang bangunan yang menghadap Utara –Selatan

(3) dan (4) Efektif digunakan pada bidang bangunan yang menghadap Timur-Barat (juga mengurangi efek

silau pada saat sudut matahari rendah)

(5)

Egg Crate (kombinasai elemen horizontal dan vertikal)

(6)

Vertical Louver (bisa diputar arahnya)

(5) dan (6) Paling Efektif digunakan pada bidang bangunan yang menghadap Timur-Barat. Berfungsi juga sebagai ‘Windbreak’, penting untuk daerah yang mempunyai ‘banyak’ angin.

Gambar 3

Elemen Arsitektur sebagai Pelindung Radiasi Matahari (Sumber: Egan, Concept in Thermal Comfort, 1975)

Efektifitas pelindung matahari dinilai dengan angka shading coefficient (S.C) yang menunjukkan besar energi matahari yang ditransmisikan ke dalam bangunan. Secara teori angka yang ditunjukkan berada pada angka 1,0 (seluruh energi matahari ditransmisikan, misalnya: penggunaan kaca jendela tanpa pelindung) sampai 0 (tidak ada energi

matahari yang ditranmisikan). Di samping jenis pelindung yang digunakan (lihat Gambar 3 dan Tabel 3), material serta warna yang digunakan (Tabel 4), juga berperan dalam menentukan angka shading coefficient (S.C). Egan menunjukkan angka shading coefficient berdasarkan jenis pelindung sebagai berikut:

Page 157: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam Bangunan Basaria Talarosha

153

Tabel 3

Shading Coeficient untuk Elemen Arsitektur No. Elemen Pelindung Shading Coefficient 1 2 3 4 5 6 7

Elemen arsitektur (eksternal): Egg-Crate Panel atau Awning (warna muda) Horizontal Louver Overhang Horizontal Louver Screen Cantilever Vertical Louver (permanen) Vertical Louver (moevable)

0,10 0,15 0,20

0,60 – 0,10 0,25 0,30

0,15-0,10 Sumber: Concept in the Thermal Comfort, M. David Egan. Angka-angka tersebut di atas menunjukkan Egg-Crate dan Vertical Louver (moevable) paling efektif digunakan sebagai pelindung matahari, hanya 10% energi matahari yang ditransmisikan ke dalam bangunan.

Pelindung radiasi matahari pada beberapa rumah tinggal di kota Medan, umumnya ‘tempelan’, tidak dirancang sebagai

bagian/elemen arsitektur

Pelindung radiasi matahari dirancang sebagai bagian/elemen arsitektur

Gambar 4 ContohPemanfaatan Pelindung Radiasi Matahari pada Bangunan

(Sumber Foto: Dokumentasi Tugas PLB I, Arsitektur USU, Sem A, TA 2003-2004)

Tabel 4 Hasil Pengurangan Panas dari Radiasi Matahari yang Masuk Melalui Jendela Kaca, Berkat Pembayang

Jenis pembayangan: pembayang dicat pada sisi datangnya sinar Berkurang bila dibandingkan dengan yang tidak dicat

1. Jalusi di luar menghalangi penyinaran langsung diberi warna putih, krem. 2. Jalusi dari tembaga putih tipis kemiringan matahari lebih dari 40° sehingga

matahari tidak masuk, diberi warna gelap 3. Markis dari kanvas, sisi samping terbuka, warna gelap sedang 4. Jalusi model ‘Venetian Blinds’ di bagian dalam jendela. Kisi-kisi menghalangi

penyinaran langsung. Bahan: aluminium yang memantulkan sinar secara difus. 5. Penutup jendela, putih atau krem 6. Penutup jendela rapat berwarna gelap

15 %

15 %

25 % 45 %

55 % 80 %

Sumber: Pengantar Fisika Bangunan, Mangunwijaya, hal. 118

Page 158: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

154

3. Elemen Lansekap

a. Vegetasi

Di samping elemen arsitektur, elemen lansekap

seperti pohon dan vegetasi juga dapat

digunakan sebagai pelindung terhadap radiasi

matahari. Keberadaan pohon secara

langsung/tidak langsung akan menurunkan

suhu udara di sekitarnya, karena radiasi

matahari akan diserap oleh daun untuk proses

fotosintesa dan penguapan. Efek bayangan oleh

vegetasi akan menghalangi pemanasan

permukaan bangunan dan tanah di bawahnya.

Lippsmeier memperlihatkan suatu hasil

penelitian di Afrika selatan, pada ketinggian

1m di atas permukaan perkerasan (beton)

menunjukkan suhu yang lebih tinggi sekitar

4°C dibandingkan suhu pada ketinggian yang

sama di atas permukaan rumput. Perbedaan ini

menjadi sekitar 5°C apabila rumput tersebut

terlindung dari radiasi matahari. Efektifitas

pemanfaatan pohon sebagai pelindung

matahari juga dapat digambarkan dengan

angka shading coefficient seperti tabel di

bawah:

Tabel 5

Shading Coeficient untuk Elemen Lansekap

No. Elemen Pelindung Shading Coefficient

1

2

Elemen Lansekap

Pohon tua (dengan efek pembayang yang besar)

Pohon muda (dengan sedikit efek pembayang)

0,25 – 0,20

0,60 - 0,50

Sumber: Concept in the Thermal Comfort, M. David Egan.

Gambar 5

ContohPemanfaatan Vegetasi sebagai Pelindung Radiasi Matahari pada Bangunan Rumah Tinggal di Medan

Sumber Foto: Dokumentasi Tugas PLB I, Arsitektur USU, 2003

Page 159: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam Bangunan Basaria Talarosha

155

Pohon dan tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengatur aliran udara ke dalam bangunan. Penempatan pohon dan tanaman yang kurang tepat dapat menghilangkan udara sejuk yang diinginkan terutama pada periode puncak panas. Menurut White R.F (dalam Concept in Thermal Comfort, Egan, 1975) kedekatan pohon terhadap bangunan mempengaruhi ventilasi alami dalam bangunan.

Pohon berjarak 1,5 m dari

Bangunan

Pohon berjarak 3 m dari Bangunan

Pohon berjarak 9 m dari Bangunan, gerakan udara di dalam bangunan

semakin besar/baik.

Gambar 6

Jarak Pohon terhadap Bangunan dan Pengaruhnya terhadap Ventilasi Alami

Sekumpulan pohon juga dapat dimanfaatkan sebagai ‘windbreak’ untuk daerah yang kecepatan anginnya cukup besar. Pohon sebagai ‘windbreak’ dapat mengurangi kecepatan angin lebih dari 35 % jika jaraknya dari bangunan sebesar 5 x tinggi pohon. Bangunan harus dirancang dimana kecepatan angin di daerah pedestrian dan bukaan kurang dari 10 mph (mil per jam). Untuk bangunan tinggi, pengujian dengan menggunakan model bangunan yang berskala untuk memprediksi kekuatan bangunan terhadap kecepatan angin seringkali harus dilakukan dengan menggunakan terowongan angin (wind tunnels). Di bawah ini menunjukkan bagaimana pengaruh kecepatan angin terhadap manusia.

Kecepatan angin (dalam mph) Pengaruhnya terhadap manusia 0 – 2

2 – 10 10 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 55

55 – 100 > 100

Tidak ada angin Angin terasa di wajah dan rambut Debu naik, kertas terbang, rambut dan pakaian berantakan Kekuatan angin terasa di tubuh Payung susah digunakan Susah berjalan, manusia terasa seperti didorong angin Angin Topan/Badai, berbahaya bagi manusia dan struktur Kekuatan angin Tornado, sangat berbahaya bagi manusia dan struktur

b. Unsur Air Untuk memodifikasi udara luar yang terlalu panas masuk ke dalam bangunan dapat dilakukan dengan membuat air mancur di dalam bangunan. Keberadaan air akan menurunkan suhu udara di sekitarnya karena terjadi penyerapan panas pada proses penguapan air. Selain menurunkan suhu udara, proses penguapan akan menaikkan kelembaban. Untuk daerah iklim tropis basah seperti di Indonesia yang memiliki kelembaban yang tinggi maka peningkatan kelembaban harus dihindarkan. Oleh sebab itu penggunaan unsur air harus mempertimbangkan adanya gerakan udara (angin) sehingga tidak terjadi peningkatan kelembaban.

4. Material/Bahan Bangunan Panas masuk ke dalam bangunan melalui proses konduksi (lewat dinding, atap, jendela kaca) dan radiasi matahari yang ditransmisikan melalui jendela/kaca.

semakin baik baik

Page 160: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

156

Radiasi matahari memancarkan sinar ultra violet (6%), cahaya tampak (48%) dan sinar infra merah yang memberikan efek panas sangat besar (46%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari adalah penyumbang jumlah panas terbesar yang masuk ke dalam bangunan. Besar radiasi matahari yang ditransmisikan melalui selubung bangunan dipengaruhi oleh fasade bangunan yaitu perbandingan luas kaca dan luas dinding bangunan keseluruhan (wall to wall ratio), serta jenis dan tebal kaca yang digunakan.

Tabel 6

Shading Coefficient untuk Berbagai Jenis Material Kaca Penggunaan Kaca No.

Jenis Kaca Warna Tebal Shading Coefficient

1. Kaca Bening

- -

¼ inci 3/8 inci

0,95 0,90

2. Heat Absorbing glass abu2, bronze, atau green tinted

-

3/16 inci 1/2 inci

0,75

0,50 3. Revlective glass dark gray metallized

light gray metallized - -

0,35 s/d 0,20 0,60 s/d 0,35

Sumber: Concept in the Thermal Comfort, M. David Egan. Radiasi matahari yang jatuh pada selubung bangunan dipantulkan kembali dan sebagian diserap. Panas yang terserap akan dikumpulkan dan diteruskan ke bagian sisi yang dingin (sisi dalam bangunan). Masing-masing bahan bangunan mempunyai angka koefisien serapan kalor (%) seperti terlihat pada tabel berikut. Semakin besar serapan kalor, semakin besar panas yang diteruskan ke ruangan.

Tabel 7 Radiasi Matahari dan Serapan Kalor

Permukaan bahan % Asbes semen baru Asbes esemen sabgat kotor (6 tahun terpakai) Kulit bitumen/aspal Kulit bitumen bila dicat aluminium Genteng keramik merah Seng (baru) 64 Seng (kotor sekali)

II. Selulose cat putih Selulose cat hijau tua Selulose cat merah tua Selulose cat hitam Selulose cat kelabu hitam

42-59 83 86 40

62-66

92 18 88 57 94 90

Sumber: Pengantar Fisika Bangunan, Mangunwijaya, hal. 117

Temperatur Udara di Dalam Ruangan (ti)

Temperatur Udara Luar (to)

Radiasi

Matahari lewat

Jendela KONDUKSI

PANAS

MELALUI

DINDING

KONDUKSI

PANAS

MELALUI

KACA

JENDELA

Page 161: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam Bangunan Basaria Talarosha

157

Warna juga berpengaruh terhadap angka serapan kalor. Warna-warna muda memiliki angka serapan kalor yang lebih sedikit dari pada warna tua. Warna putih memiliki angka serapan kalor paling sedikit (10%-15%), sebaliknya warna hitam dengan permukaan tekstur kasar dapat menyerap kalor sampai 95%.

Tabel 8

Koefisien Serapan Kalor Akibat Pengaruh Warna

Permukaan % Dikapur putih (baru) Dicat minyak (baru) Marmer/pualam putih Kelabu madya Batu bata, beton Hitam mengkilat Hitam kasar

10-15 20-30 40-50 60-70 70-75 80-85 90-95

Sumber: Pengantar Fisika Bangunan, Mangunwijaya, hlm. 116

Tabel 9

Pengurangan Serapan Kalor yang Berasal dari Radiasi Matahari, bila Permukaan Dicat Putih

Pukul (Siang hari)

Suhu pelat-pelat seng Pelat biasa (°F)

Bila dicat putih (°F)

Selisih suhu (°F)

2.40 2.45 3.50 4.30 5.25 6.10 6.35

127 134 128 114

102,5 89 85

106 108,5 106,5

99 93,5 86,5 84,5

21 25,5 21,5 15 9

2,5 0,5

Pengukuran di Lagos, Nigeria (1945) Sumber: Pengantar Fisika Bangunan, Mangunwijaya, hlm. 118

Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bukanlah hal yang mustahil untuk menciptakan kenyamanan termal di dalam bangunan walaupun Indonesia memiliki iklim yang berada di atas garis kenyamanan suhu tubuh. Arsitek hanya perlu memberikan perhatian yang ‘lebih’ terhadap penyelesaian masalah iklim ini.

Kondisi ideal yang harus dibuat untuk menciptakan bangunan nyaman secara termal adalah sebagai berikut:

Teritis atap/Overhang cukup lebar Selubung bangunan (atap dan dinding) berwarna muda (memantulkan cahaya) Terjadi Ventilasi Silang Bidang –bidang atap dan dinding mendapat bayangan cukup baik Penyinaran langsung dari matahari dihalangi (menggunakan solar shading devices) untuk

menghalangi panas dan silau.

Page 162: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

158

DAFTAR PUSTAKA Aronin, Jeffrey Allison (1953), Climate &

Architecture, New York: Reinhold Publishing Corporation.

Boutet, Terry S. (1987), Controlling Air Movement,

New York: McGraw-Hill Book Company. Departemen Pekerjaan Umum (1993), Standar: Tata

Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung, Bandung: Yayasan LPMB.

Egan, M. David (1975), Concept in Thermal

Comfort, London: Prentice-Hall International.

Lippsmeier, Georg (1994), Tropenbau Building in

the Tropics, Bangunan Tropis (terj.), Jakarta: Erlangga.

Mangunwijaya, Y.B., (1988), Pengantar Fisika Bangunan, Jakarta: Djambatan Roaf, Sue, Manuel Fuentes (2001), Ecohouse, A

Design Guide, Oxford: Architectural Press. Szokolay S.V, et. al (1973), Manual of Tropical

Housing and Building, Bombay: Orient Langman.

Yannas, Simos (ed.), (1983), Passive and Low

Energy Architecture, Oxford: Pergamon Press.

Page 163: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

159

PREDIKSI KAPASITAS DAN BIAYA BATAKO SERTA OPTIMALISASI KEUNTUNGAN BERDASARKAN PROBABILITAS DI P.T. WIJAYA KUSUMA

Zuriah Sitorus Staf Pengajar Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU

Abstract: Pursuant to method of standard of error penduga least square with the smallest value, hence regresi of [is non linear [of[ kuadratik most [is] precise wearead for the memprediksikan of capacities and pruduction cost compared to [by] a othrer; dissimiliar method. Production capacities which [is] [is] adapted for [by] a market request estimated [by] [among/beteween] 100.000-110.000 unit for the period of month; moon 8 (Agustus) Year 2001, but with the calculation [of] pursuant to most impotant probabilitas capacities given high priority [by] [is] equal to 50.000-60.000 unit with the storey; level of possibility percentase 33,33%. Productive better producer [at] capacities 50.000-60.000 unit with the storey; level of possibility percentage 0,00%. Fund requirement to produce 08 (Agustus) 2001 estimated to range from the Rp. 50.000.000,00 [of] up to Rp.60.000.000,00 Abstrak: Bersadarkan metode standar error penduga least square dengan nilai terkecil, maka regresi non linier kuadratik paling tepat dipakai untuk memprediksikan kapaasitas dan biaya produksi dibandingkan dengan metode lain. Kapasitas produksi yang disesuaikan dengan permintaan pasar diperkirakan antara 100.000-110.000 unit untuk periode bulan 8(Agustua) tahun 2001,tetapi dengan perhitungan baedasarkan probabilitas kapasitas yang paling utama diprioritaskan adalah sebesar 50.000-60.000 unit dengan tingkat persentase kemungkinan 33,33%.Produsen lebih baik berproduksi pada kapasitas 50.000-60.000 unit dengan tingakat persentase kemungkinan 0,00%. Kebutuhan dana untuk produksi 100.000-110.00 unit, dengan tingkat persantase kemungkinan 0.00%. Kebutuhan dana untuk produksi 08 (Agustus) 2001 diperkirakan berkisar antara Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 60.000.000,00 PENDAHULUAN Pada saat ini bangsa Indonesia masih mangalami krisis ekonomi berkepanjangan yang menyebabkan lesunya seluruh perekonomian. Hal ini menimbulkan suasana yang tidak kondusif dan berdampak negatif kepada hamper semua dunia usaaha, contohnya usaha jasa konstruksi (kontraktor), maupun jasa pengadaan (supplier) material para produsen. Kejadian ini mengakibatkan berfluktualisasinya permintaan pasar yang terkadang diluar dugaan. Hal ini setidaknya membuat para pengusaha haruslah lebih berhati-hati dalam menjalankan usahanya agar dapat meraih keuntungan. PERMASALAHAN Pada umunnya kegagalan dalam menjalankan suatu usaha pengadaan barang dikarenakan kurangnya perencanaan yang matang. Hal ini dapat dilihat dari sebahagian pengusaha yang hanya dari melihat perkembangan pasar dalam jangka waktu yang singkat atau hanya mengikuti kecenderungan pasar saja tanpa mengkajinya lebih jauh, sehingga tidak jarang usaha yang mereka jalankan mengalami kerugian. Untuk meraih keuntungan dalam menjalankan uasaah haruslah direncanakan dengan perhitungan yang matang berdasarkan atas studi kelayakan yang meliputi

antara lain survey pasar, lokasi, penyediaan bahan, tenaga kerja dan kemampuan memprediksikan perminataan pasar. LANDASAN TEORI Untuk hal tersebut diatas sesering juga digunakan jumlah metode stastistik persentase jumlah produksi yang memenuhi target pemasaran. Produksi yang tidak sesuai dengan target pemasaran. Produksi yang tidak sesuai dengan target pemasaran atau terjual melebihi waktu yang diharapkan mengakibatkan berkurangnya laba yang diraih. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk memprediksikan secara linier dan non linier kuadratik dengan variabel terkontrol yang terbatas , serta metode pemulusan (smoothing) Apabila perkembangan data dari berbagai variabel bersifat proporsional perhitungan regresi lebih baik menggunakan regresi linear dan jika sebaliknya maka menggunakan regresi non-linear kuadratik. Persamaan Regresi Linear Y = a + b x ……………….. (1) ( )( ) ( )( )

( )22

2

∑∑∑∑∑∑

XiXin

XiYiXiXiYi

Page 164: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

160

Konstanta ( )( )

( )∑ ∑∑ ∑∑

+

−= 22 XiXin

XiYiXiXiYinb

= koefisien regresi, Y = nilai yang diperkirakan, X = Independen Variabel. Persamaan Regresi Non Linear Y = axb ……………… 2)

M

YYY

YM

tM

tM

t

t

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛ −+++⎟

⎞⎜⎝

⎛ −=+⎟

⎞⎜⎝

⎛ −−

+

= 21

..................2

11

21

……………….. 3)

Dimana : Yt adalah respon proses pada saat t Yt-1 adalah respon proses pada saat t-1

Persamaan Regresi Non Linear Kuadratik Y = a + b (x) + c (x+2) ………… 4) Dimana : Y = nilai yang diperkirakan a = Konstanta b,c = Variabel Indenden untuk menghitung parameter a, b dan c adalah :

( ) ( ) ( )( )( ) )()()(

)()()(4322

32111

XcXibXiaYiXiXcXibXiaXiYi

XcXbnaY

Σ+Σ+Σ=ΣΣ+Σ+Σ=Σ

Σ+Σ+=Σ

Untuk mencari hubungan keterkaitan antara variabel maka perlu dicari koefisien korelasi sebagai berikut :

( ) ( )( ) )5.............2

2

2

∑∑ ∑

−−−=

YYi

YYiYYis

METODOLOGI PENELITIAN Data-data yang tersedia sebagai dasar referensi dalam penganalisaan regresi haruslah diuji kecukupannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan akan periode pengamatan data yang dilakukan dan tingkat kesalahan yang diinginkan. Untuk menentukan jumlah data pengamatan secara optimum dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

a. Hitung totla data (Rtotal) Rtotal = R1 + R2 + R3 …… Rn-1 + Rn

b. Hitung rata-rata data (Rrata-rata)

tan

;

pengama

jumlahnn

RtotalR ratarata ==−

c. Hitung jumlah kuadrat dari tiap-tiap (Ss) Ss = R1 + R2 + R3 …… + R2

n-1 + R2n

d. Hitung

( )1

2

−−= −

nRSS RATARATAs

e. Hitung kuadart standart deviasi (Cu)

( )Rtotal

SxCu5,02100=

f. Hitung optimum Ndata pengamatan yang dibutuhkan untuk estimasi rata-rata data dengan tingkat kesalahan (ρ)

00,2

100⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

=xCvN

ρ

g. Uji kecukupan data dengan : - N > n maka data pengamatan perlu

ditambahkan dengan N-n - N < maka data layak dikatakan cukup.

Jika perkembangan data dari berbagai variabel bersifat proposional, perhitungan regresi lebih baik menggunakan regresi linier, sehingga untuk menentuukan modal mana yang lebih tepat dipakai haruslah mempunyai suatu emtode tertentu. Pada kasus ini metode yang digunakan adalah standar ERROR penduga least square yaitu :

2

2

−= ∑

ne

Se dimana, n – 2 = derajat bebas.

……………………. 6)

∑ ∑ ∑ ∑−−= aXYbYYE ,22 α B = konstanta ……………… 7)

Page 165: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

161

KESIMPULAN Berdasarkan dari penelitian dengan penganalisaan data yang dilakukan penulis menarik kesimpulan antara lain : 1. Memiliki dari hasil standar error penduga least

square, maka metode regresi non linier kuadratik lebih tepat dari pada metode lain yang digunakan untuk memprediksikan kapasitas produksi

2. Prediksi biaya produksi juga lebih epat memakai metode regresi non linier kuadratik dibandingkan metode lain dengan menggunakan metode standar error penduga least square

3. Prioritaskan kapasitas pemasaran yang paling tinggi adalah ada produksi 50.000,00-60.000,00 dengan nilai probabilitas 33,33% dan prediksi keuntungan berdasarkan keuntungan probabilitas sebesar Rp. 5.710.545,50 sedangkan prioritas kedua pada produksi 60.000,00-70.000,00, unit dengan nilai probabilitas keuntungan berdasarkan probabilitas sebesar Rp. 3.450.477,26

4. Prediksi pasar memperkirakan permintaan berkisar pada 100.000,00-110.000,00 (tepatnya 109.590,27 unit) dengan nilai probalibilitas 0,00%

5. Atas dasar item point 1 dan 2 penulis menyimpulkan bahwasanya produsen lebih baik berproduksi pada kapasitas 50.000,00-60.000,00

dengan nilai probabilitas 33,33% daripada kapasitas 100.000,00-110.000,00 unit dengan nilai probabilitas 0,00%

Untuk perencanaan pada bulan 8 (Agustus 2001) direncakana kapasitas produksi 50.000,00-60.000,00 unit dan untuk itu dibutuhkan dana sebesar Rp. 50.138,94 - Rp. 60.165.53 dengan perkiraaan biaya produksi / unit Rp. 1.002,77.

DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulrahman Ritonga, Statistika Terapan Untuk

Penelitian. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia

2. Anto Dajan, Pengantae Metode Statistik Jilid III . Jakarta : LP3S, 1986

3. Freddy Rangkuti. Riset Pemasaran. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001

4. Sri Mulyono. Peramalan Bisnis Dan Ekonometrika. Yogyakarta : BPFE- Yogyakarta, 2000

5. Sugiarto, Harijono, Peramalan Bisnis. Jakaraa : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000

6. Sudjana, Metode Statistik Bandung : Tarsito, 1996

7. Sudjana, Statistika Untuk Ekonomi Dan Niaga I. Bandung : Tarsito, 1991 Yacob Ibrahim, Studi Kelayakan Bisnis,

Jakarta : PT.Rineka Cipata, 1998

Page 166: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

162

Page 167: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

163

Page 168: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

164

Page 169: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

165

Page 170: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

166

Page 171: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

167

Page 172: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

168

Page 173: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

169

Page 174: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

170

Page 175: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

171

Page 176: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

172

Page 177: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

173

Page 178: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

174

Page 179: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

175

Page 180: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

176

Page 181: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

177

Page 182: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

178

Page 183: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Prediksi Kapasitas dan Biaya Batako serta Optimalisasi Keuntungan Berdasarkan Probabilitas di PT. Wijaya Kusuma Zuriah Sitorus

179

Page 184: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

180

KERUSAKAN AKIBAT TSUNAMI DAN GEMPA NORTHEN SUMATRA 26 DESEMBER 2004 TERHADAP BANDA ACEH

DAN SIROMBU NIAS BARAT

Johannes Tarigan

Abstrak: Gempa 26 Desember 2004 telah membuat dunia terkejut karena menimbulkan korban terbesar sepanjang sejarah akibat tsunami. Gempa ini menewaskan sekitar 180.000 orang diberbagai negara yakni Indonesia (Aceh dan Nias), Sri Langka, India, Thailand, Myanmar, Malaysia. Tsunami yang menerpa kota Banda Aceh tidak pernah dibayangkan oleh perancang kota sebelumnya, karena terbukti dipusat kota Banda Aceh tinggi gelombang tsunami berkisar 3 meter. Umumnya dipusat kota berdiri bangunan yang dibuat pada jaman penjajahan dahulu dan bangunan ini terendam air stinggi 3 meter. Sedangkan untuk daerah Nias Barat tsunami yang sama pernah terjadi sebelumnya dikota Sirombu. Tentang pemasangan early warning system masih bisa diperdebatkan karena biayanya mahal dan rentan waktu antar gempa dan tsunami hanya 20 menit. Akibat gempa didaerah pantai utara Banda Aceh ada penurunan sebesar 2 meter, sedangkan didaerah Nias Barat ada kenaikan permukaan tanah sebesar 3 meter. Perlu kajian geologi untuk kedua daerah ini. Apakah kemungkinan seperti penurunan atau kenaikan permukaan tanah ini akan terjadi diaerah ini. Akibat adanya likuifaksi tanah pada daerah Banda Aceh perlu diadakan studi mikrozonasi secara lokal didaerah ini. Karena banyak bangunan yang runtuh akibat gempa perlu kajian kembali peraturan banguanan tahan gempa yang ada yakni dengan menkaji ulang koefisien dasar gempa untuk daerah Banda Aceh. Latar belakang

Gempa dahsyat 26 Desember 2004 yang menimbulkan tsunami telah mengakibatkan korban yang sangat besar. Jumlah korban sekitar 180 ribu orang di Aceh, Nias, Thailand, Sri Langka, India, Myanmar dan Malaysia. Gempa yang terjadi adalah dengan kekuatan 9 Skala Richter. Pada dasarnya ada dua cara mengukur skala gempa yakni dengan Skala Richter dan Skala Intensitas. Skala Richter adalah berdasarkan energi yang dikeluarkan di pusat gempa (focus) atau di hypocenter. Sedangkan Skala Intensitas adalah berdasarkan derajat kerusakan yang terjadi di permukaan bumi akibat gempa. Pada tulisan ini kedua-dua skala tersebut akan disinggung berdasarkan tinjauan dan kepentingan masing-masing.

Dalam tulisan ini kami mencoba memberikan hasil penelitian di Banda Aceh, dan Sirombu, Nias Barat, sejauh mana terjadinya kerusakan akibat tsunamie dan gempa khusus di kota Banda Aceh dan Sirombu Nias Barat. Seismologi aspek

Gempa tanggal 26 Desember 2004 terjadi pada pagi hari sekitar pukul 7.58 pagi dengan kedalaman fokus sekitar 30 km dan termasuk gempa dangkal. Sedangkan epicenter terletak sekitar 255 km dari kota Banda Aceh, 310 km dari Medan, 1260 km dari Bangkok, 1605 km dari Jakarta (lihat gambar 1). Getarannya terjadi sampai di Penang Malaysia, pada saat itu dapat dirasakan di lantai IX sebuah apartemen berlantai 21. Selama ini diketahui bahwa Malaysia adalah daerah yang bebas gempa, tetpi

setelah kejadian ini maka pelu dikaji ulang peta gempa didaerah ini.

Gambar 1: Peta letak epicenter Gempa 26 Desember 2004 dengan besar 9 Skala Richter [USGS, 2005]

Page 185: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kerusakan Akibat Tsunami dan Gempa Northen Sumatra 26 Desember 2004 terhadap Banda Aceh dan Sirombu Nias Barat Johannes Tarigan

181

Adapun energi yang dikeluarkan oleh Gempa tersebut diperkirakan 20 x 1017 Joule, atau sama dengan 475 kilitons (475 Mega ton) TNT atau sama dengan 23.000 kali bom Hirosima. Lama getaran gempa diperkirakan 3 s/d 7 menit.

Berdasarkan [USGS,2005], bahwa pergerakan patahan (Indian Plate) mengarah ke Utara seperti diperlihatkan di gambar 2. Pergeseran pertahun diperkirakan 5 cm pertahun.

Gempa 26 Desember 2004 adalah gempa ke 3 yang pernah terjadi di dunia sejak 1900. Gempa yang terdahsyat yang sebelumnya adalah di Chili pada tanggal 22 Mei 1960 dengan besar 9.5 skala richter. Setelah itu adalah gempa di Alaska, Prince William Sound pada tanggal 28 Maret 1964 dengan besar 9.2 Skala Richter.

Intensitas Gempa Berdasarkan Skala Intensitas, Gempa 26 Desember 2004 adalah sbb: • Banda Aceh

IX • Meulaboh ,

VIII • Port Blair, Pulau Andaman (India),

VII • Hat Yai (Thailand),

V • Medan, Madras (India) , Maldives

IV • Rangon (Myanmar), Phuket (Thailand)

III • Singapura , Sri Langka

II Pada Gambar 3 dapat dilihat peta

berdasarkan derajat kerusakan pada permukaan bumi yang disebut juga skala intensitas. Pada Skala Intensitas V ditandai dengan mulai terjadi kerusakan ringan pada bangunan dan makin tinggi kerusakan makin parah, sedangkan Intensitas yang paling tinggi adalah Intensitas XII yakni pada umumnya daerah kota itu rata dengan tanah. Besaran Intensitas dapat dilihat di [ Dowrick, 1977 ]. Khusus kota Medan, pada Gempa 26 Desember tidak ada kerusakan pada bangunan.

Gambar 2: Pergerakan lempeng Indian kearah utara. Pergeseran diperkirakan 5 cm pertahun [USGS, 2005}

epicenter Medan

Banda Aceh

Page 186: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

182

Tsunami Tsunami adalah gelombang besar yang diakibatkan oleh gempa yang mana epicenternya terletak di laut dan gelombang tersebut dapat mencapai 30 m tingginya. Gelombang tersebut dapat menyapu seluruh yang ada disekitar pantai tempat terjadinya gempa tersebut. Pada Gambar 4 dapat dilihat bagaimana terjadinya tsunami dimana didasar laut terjadi patahan. Patahan tersebut membuat air laut menjadi surut dan setelah itu energi yang terkumpul akan membuat air laut mengalir kembali kedarat dengan kecepatan yang bisa mencapai 500 km/jam. Patahan tersebut bisa mencapai kedalaman 15 m sepanjang ratusan kilo meter.

Gambar 4 : Proses terjadinya tsunami [BMG, 2005]

Gambar 3: Peta intensitas gempa 26 Desember 2004

Page 187: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kerusakan Akibat Tsunami dan Gempa Northen Sumatra 26 Desember 2004 terhadap Banda Aceh dan Sirombu Nias Barat Johannes Tarigan

183

Gempa 26 Desember 2004 adalah gempa yang menyebabkan korban tsunami terbesar yang pernah terjadi dengan korban sekitar 180.000 orang. Sedangkan sebelumnya pada 26 Agustus 1883 akibat letusan gunung karakatau menimbulkan tsunami dengan korban jiwa 36.000 orang dan tahun 1755, tsunami pernah terjadi di Lisboa Portugal dengan memakan korban jiwa 60.000 orang. Pada Gambar 5 dapat dilihat jumlah korban di tiap negara akibat tsunami tersebut. Berdasarkan besaran Gempa dengan Skala Richter, maka kemungkinan terjadi tsunami adalah sbb: Magnitude > 7.9 : potensi tsunami dekat epicenter kemungkinan besar akan terjadi 7.6> Magnitude> 7.8 : bisa terjadi tsunami 6.5>Magnitude7.5 : tidak ada bahaya tsunami

Kejadian tsunami yang pernah terjadi sebelumnya di belahan didaerah ini [Oritz and Billham, 2003] adalah sbb:

• Tahun 1797: 8.4 Skala Richter tsunami di Sumatera Barat, Padang.

• Tahun 1833: 8.7 Skala Richter tsunami di Sumatera Barat.

• Tahun 1843: Tsunami di selatan Pulau Nias Nias .

• Tahun 1861: 8.5 Skala Richter tsunami di Sumatera Barat

• Tahun 1881: 7.9 Skala Richter tsunami di Pulau Andaman.

• Tahun 1883: Gunung Krakatau meletus, terjadi tsunami di Java dan Sumatera.

• Tahun 1941: 7.7 Skala Richter, tsunami di pulau Adaman

Gambar 5 : Peta korban jiwa pada negara akibat tsunami 26 Desember 2004

Page 188: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

184

Berdasarkan data-data dari USGS, didaerah Lammpuk bahwa ketinggian tsunami mencapai 28 meter. Dan diperkirakan kecepatan gelombang 500 km/jam. (Lihat Gambar 6)

Oleh karena itu sangat diperlukan kajian tsunami didaerah ini untuk masa yang akan datang. Apakah diperlukan early warning sistem didaerah ini untuk mencegah kecilnya korban jiwa. Tapi apakah effektif early warning sistem masih harus dipelajari karena masa tenggang waktu gempa dan tsunami pada kejadian gempa yang lalu hanya 20 menit saja. Dalam waktu tersebut apakah manusia bisa melakukan pergerakan menyingkir ke daerah perbukitan. Karena alat early warning sistem itu terlalu mahal demikian juga perawatan juga terlalu mahal.

Banda Aceh setelah Gempa 26 Desember 2004

• Penurunan permukaan tanah Setelah terjadi gempa kondisi tanah di Banda Aceh berubah, yakni di utara ditepi pantai terjadi penurunan tanah sedalam 2 meter. Saat ini pantai yang dulunya kering sekarang terlihat tergenang air. Tanaman yang akarnya dulu tidak terendam air setelah gempa menjadi tergenang air sampai batangnya, seperti terlihat di Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 6 : ketinggian gelombang tsunami di Banda Aceh [USGS, 2005]

Page 189: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kerusakan Akibat Tsunami dan Gempa Northen Sumatra 26 Desember 2004 terhadap Banda Aceh dan Sirombu Nias Barat Johannes Tarigan

185

a b

Gambar 7 : a. sebelum gempa pohon belum tergenang air laut. b. sesudah gempa pohon sebagian batang tergenang air laut.

Berdasarkan data terjadinya penurunan tersebut perlu dikaji sebab musababnya. Apakah pada gempa yang akan datang kemungkinan-kemungkinan turunnya tanah dapat terjadi lagi. Ataukah ada kemungkinan permukaan tanah akan naik lagi. Untuk ini perlu penelitian mendalam oleh ahli-ahli geologi. Likuifaksi Tanah Likuifaksi tanah menurut pengamatan kami terjadi di Banda Aceh. Likuifaksi adalah adanya kandungan pasir jenuh air yang ada dibawah tanah. Jika terjadi getaran gempa membuat lapisan pasir tersebut tidak punya daya lekat satu sama lain sehingga bangunan diatasnya miring atau turun. Dalam literatur seperti pada [Dowrick, 1977] kejadian likuifaksi yang terkenal terjadi di Niigata Jepang pada tahun 1940, dimana bangunan bertingkat miring, tetapi tidak rusak. Kejadian likuifaksi di Banda Aceh terdapat pada beberapa tempat di depan Mesjid Baiturahman dimana beberapa bangunan turun 3 meter, seperti

dilihat digambar 9. Kejadian likuifaksi didaerah ini menjadi hal yang menarik untuk diteliti oleh ahli geoteknik. Dan dianjurkan untuk membuat mikrozonasi daerah gempa secara lokal didaerah Banda Aceh dan kota-kota yang terkena likuifaksi di propinsi Nangro Aceh Darusalam. Kerusakan bangunan akibat tsunami Kerusakan bangunan terjadi didaerah Pantai Uleeelheu Banda Aceh, dimana pada daerah pantai ini diperkirakan kecepatan gelombang tsunami sebesar 500 km/jam dengan ketinggian gelombang sekitar 30 m. Gelombang tersebut dapat menyapu seluruh pantai pada kejauhan 4 km dari garis pantai. Jika dipakai rumus t = s/v, dimana s : jarak, v : kecepatan dan

t :waktu

Gambar 8: Kondisi pantai yang turun sekitar 2 meter setelah Gempa 26 Desember 2004 [USGS,2005]

Page 190: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

186

maka waktu tempuh yang diperlukan menyapu seluruh bangunan yang adalah selama 28 det. Pada waktu itu terjadi dua kali gelombang pertama kecil dan yang kedua sangat besar. Kondisi pantai Uleeelheu setelah Gempa dapat dilihat di gambar 10, dimana dulunya daerah ini padat penduduk.

Gambar 9: Likuifaksi di Banda Aceh, dimana sebelum gempa bangunannya berdiri 3 lantai, setelah gempa 1 lantai turun kebawah tanah.

Page 191: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kerusakan Akibat Tsunami dan Gempa Northen Sumatra 26 Desember 2004 terhadap Banda Aceh dan Sirombu Nias Barat Johannes Tarigan

187

Gambar 10: Bangunan porak poranda diterjang gelombang tsunami di Banda Aceh

Selama ini tidak ada peraturan bangunan yang mengatur perhitungan khusus untuk tahan tsunami, tetapi gaya tsunami dapat dipergunakan rumus dibawah F = C * V dimana V = kecepatan gelombang C = koefisien geser bangunan F = Gaya tsunami Koefisien geser harus ditentukan berdasarkan berat bangunan. Jika kecepatan gelombang sekitar 500 km/jam, maka kelihatan tak mungkin bangunan rumah satu lantai akan bertahan jika dilihat dari berat bangunannya. Rumah yang bertahan jika kemungkinan diposisi tersebut kecepatan gelombangnya melemah atau ada yang menghalangi gelombang seperti tumpukan kayu atau pohon. Untuk itu didaerah terkena tsunami perlu dikaji ulang tata ruangnya kembali, karena kemungkinan tsunami datang lagi sangat besar. Melihat pusat kota Banda Aceh dapat dilihat bahwa bangunan-bangunan yang ada adalah bangunan tua dari warisan jaman penjajahan dahulu. Bangunan ini umumnya terkena tsunami setinggi 3 meter. Tetapi umumnya bangunan ini tahan terhadap tsunami karena diperkirakan kecepatan gelombang telah melemah. Akan tetapi perancang kota tidak pernah memprediksi bahwa tsunami akan sampai di pusat kota sampai gempa ini terjadi. Oleh karena itu perlu dibuat studi tata ruang lagi yang memperhitungkan daerah-daerah yang berisiko tsunami. Data tsunami yang terakhir sudah dapat dijadikan dasar yang kuat untuk merancang tata ruang yang baru untuk kota Banda Aceh dan kota-kota lainnya yang kena tsunami.

Kerusakan Bangunan akibat Gempa Sewaktu kejadian gempa ada beberapa bangunan yang terlebih dahulu rusak walaupun daerah tersebut tidak kena tsunami seperti Hotel Kuala Tripa, dan ada beberapa juga yang rusak dulu akibat gempa baru kemudian datang tsunami seperti bangunan Pante Pirak Shoping Center. Perbedaan waktu antara gempa dan tsunami diperkirakan 20 menit. Bangunan rusak karena ada gaya tambahan gaya horizontal akibat gempa. Gaya horizontal diperkirakan melebihi peraturan yang ada. Contoh bangunan dengan gaya gempa dapat dilihat di gambar 11. Jika terjadi sendi plastis di kolom maka kemungkinan besar bangunan tersebut dapat runtuh dengan type sandwich. Hal ini akan sangat berbahaya karena dapat menimbulkan korban tertimpa reruntuhan bangunan. Karena gempa terjadi pada pagi hari dan kebetulan hari minggu maka khusus pada bangunan perkantoran (seperti kantor departemen keuangan) yang runtuh tidak menimbulkan korban.

Gaya gempa H

Gambar 10: Bangunan yang terkena gempa

Page 192: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

188

Gaya gempa bekerja sebesar H = m Sa dimana m = masa bangunan Sa = percepatan gempa Berdasarkan besar gempa Selama ini dibuku literatur percepatan gempa yang populer adalah gempa El Centro [Roesenblueth and Newmark, 1971], namun untuk gempa Aceh 26 Desember 2004 dapat dihitung percepatan gempanya jika data-data gempanya dapat diketahui. Type kerusakan bangunan akibat gempa di Banda Aceh [ Tarigan, 2005] adalah sbb: 1. kerusakan sandwich (lihat gambar 11) 2. kolom patah, sebagian miring (lihat Gambar 12) 3. bangunan retak pada dinding. 4. bangunan anjlok, miring, kolom miring jembatan

girdernya miring, abutment bergeser. 5. jembatan girdernya jatuh. 6. menara telekomunikasi tumbang 7. air minum terganggu 8. listrik padam 9. jalan terputus 10. terjadi kelongsoran tebing.

Pada gambar 11 dapat dilihat bahwa kerusakan yang terjadi adalah type sandwich dimana lantai bangunan tersebut telah bertindih satu sama lain. Jika ada penghuni bangunan ini pada saat gempa maka orangnya akan tertimpa lantai bangunan sehingga tewas ditempat. Setelah runtuh bangunan ini diterjang gelombang tsunami 20 menit kemudian. Yang menarik bahwa gedung sebelahnya tetap dapat berdiri menahan gaya gempa.

Di gambar 12 yang menarik adalah bangunan ini mengalami kegagalan struktur dikolom, akan tetapi masih belum runtuh. Akan tetapi bangunan ini tidak dapat direprasi lagi karena kolomnya sudah mering dan patah. Secara umum bangunan yang rusak di Banda Aceh diakibatkan oleh gaya Gempa melebihi yang tertera dalam peraturan, demikian juga rusak karena kondisi tanah yakni tanahnya terlikuifaksi. Bahaya likuifaksi umumnya pada tanah berpasir dengan memakai pondasi dangkal. Ada juga bangunan yang menggunakan material beton yang rendah. Berdasarkan penelitian kami ada beberapa bangunan yang memakai material beton dibawah K 175 dengan jumlah tulangan yang kurang, baik tulangan Momen maupun tulangan gesernya. Nyatanya bangunan ini runtuh setelah kejadian gempa. Untuk itu perlu kajian kembali peraturan gaya gempa dan peraturan bangunan tahan gempa untuk diterapkan didaerah ini. Kondisi tanah di Sirombu, Nias Barat setelah Gempa 26 Desember 2004 Kejadian di Sirombu terbalik dari kejadian di Banda Aceh. Disini tanah di pantai Sirombu diperkirakan naik 3 meter. Untuk jelasnya dapat dilihat di gambar 13 dibawah dimana Dermaga ini sebelumnya bisa kapal bersandar dan kapal yang bersandar umumnya

Gambar 11: Bangunan dengan kerusakan type sandwich

Gambar 12: Kolom bangunan ini patah di tengah akibat gempa.

Page 193: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kerusakan Akibat Tsunami dan Gempa Northen Sumatra 26 Desember 2004 terhadap Banda Aceh dan Sirombu Nias Barat Johannes Tarigan

189

kapal ikan. Dermaga ini relatif baru dibangun dengan biaya Rp 6 Milyar. Tetapi setelah Gempa Dermaga ini praktis tidak bisa dipakai lagi karena lautnya menjadi dangkal dan ujung dermaganya patah. Digambar 13 dapat dilihat pantai yang dulunya tergenang air laut, akan tetapi setelah gempa permukaan tanah naik sehingga menambah luasan pantai. Pada saat gempa daerah ini juga terkena tsunami setinggi 10 meter. Ini ditandai dengan beberap jenis tanaman yang mati akibat terkena air laut.

Walaupun skala gempa cukup besar yakni 9 Skala Richter, akan tetapi tidak mengakibakan banyak bagunan rusak akibat getaran gempa. Banguanan yang rusak umumnya karena gelombang tsunami. Akibat tsunami korban meninggal lebih kurang sekitar 180 orang yang umumnya ada di pantai Barat yakni di kecamatan Sirombu dan Mandrehe dan sebagian korban juga ada di Nias Selatan. Untuk daerah Sirombu pada gempa sebelumnya juga pernah terjadi tsunami. Oleh karena itu perlu perhatian dari perancang kota untuk memperhitungkan tsunami didaerah tersebut. Kesimpulan Gempa 26 Desember 2004, adalah gempa terbesar yang menimbulkan korban akibat tsunami yang terjadi. Sedangkan berdasarkan energi yang dikeluarkan adalah yang tersbesar ke 3 yang terbesar didunia sejak tahun 1900 dengan besar 9 Skala Richter dengan intensitas yang paling besar adalah IX di kota Banda Aceh. Tinggi gelombang tsunami di Banda Aceh sekitar 30 m dengan kecepatan gelombang 500 km perjam dengan panjang jangkauan sekitar 4 km. Waktu yang ditempuh dari pantai ke darat hanya 28 detik. Sedangkan di Nias Barat tinggi gelombang sekitar 15 m dengan kecepatan 500 km. Gempa ini juga menyebabkan adanya penurunan tanah di pantai utara Banda Aceh sebesar 2 meter. Sedagkan di Nias Barat terjadi permunculan tanah karang di beberapa tempat antara lain di Sirombu dan timbulnya beberapa pulau.

Kerusakan bangunan akibat gempa di Banda Aceh cukup parah, terutama bangunan 4 lantai keatas. Sedangkan akibat tsunami cukup banyak terutama bangunan satu lanatai sampai dua lantai. Bangunan tersebut rusak disaou gelombang tsunami yang berkecepatan 500 km/jam. Di Nias Barat kerusakan bangunan umumnya di sebabkan oleh tsunami, sedangkan oleh Gempa 26 Desember 2004 tidak begitu menonjol. Literatur BMG, 2005, Internet, Indonesia. Dowrick D.J, 1977, Earthquake Engineering Design, New Sealand Oritz and Billham, 2003, National Geophysical

Date JGR, VOL. 108, NO. B4, pp 2215, Tsunami Laboratory, Institute of Computational Mathematics and Mathematical Geophysics, USA.

Rosenblueth E and Newmark N.M , 1971,

Fundamental of Earthquake Engineering, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, N.J.

Tarigan, 2005, Pembelajaran dari Gempa Mexico,

Liwa, Aceh dan Nias, Seminar DPRD SU 7 Juli 2005, DPRD SU, Medan.

USGS, 2005, Community Internet Intensity Map, Internet, Denver

Page 194: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

190

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK

Fatimah Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Malikulsaleh

Abstrak: PT. Ima Mountaz Sejahtera merupakan salah satu pabrik air minum kemasan yang berada di Aceh Utara, yang bertujuan menghasilkan air minum kemasan yaitu, kemasan Cup 250 ml, 600 ml, 1500 ml dan galon kemudian mengalokasikannya kebeberapa daerah yang ada di Nanggro Aceh Darussalam yaitu, Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa dan, Samalanga. Pendistribusian dilakukan dengan mempertimbangkan empat kriteria yaitu: Penjualan, Keuntungan, Pangsa pasar dan Pertumbuhan.Untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan mempertimbangkan empat kriteria tersebut maka dalam penelitian ini diusulkan menggunakan model analytical hierarchy process sebagai alat pengambil keputusan untuk pengalokasian produk. Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, Tingkat prioritas dan Alokasi produk 1. PENDAHULUAN

PT. Ima Mountaz Sejahtera merupakan salah satu pabrik air minum kemasan yang berada di Aceh Utara Nanggro Aceh Darussalam. PT. Ini memproduksi produk dalam empat kemasan yaitu: kemasan Cup 250ml, 600ml, 1500ml dan dalam bentuk galon. Dalam menyonsong perdagangan bebas perusahaan ini dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan yang ada, agar mampu bersaing dengan perusahaan yang memproduksi barang sejenis. Pemasaran bagi produsen dapat menyampaikan produk yang dihasilkan secara tepat dan cepat ketangan konsumen. Dalam pengalokasian atau pendistribusian produk, PT. Ima Mountaz Sejahtera menggunakan saluran distribusi tidak langsung (Distributor) di beberapa daerah pemasaran. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, perlu diketahui kemasan mana yang lebih dipentingkan konsumen. Untuk mendapatkan suatu keputusan yang optimal diperlukan suatu model yang tepat supaya ada keseimbangan antara permintaan dengan produk yang didistribusikan kedaerah pemasaran. Pengambilan keputusan yang kurang tepat dalam pengalokasian produk dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan.Secara umum tujuan dari industri dapat berupa bagaimana berproduksi secara sukses, ekonomis, tepat waktu dan memperoleh keuntungan (Nasution, 1999). Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan menentukan bobot prioritas masing-masing daerah pemasaran dan masing-masing jenis produk untuk mengoptimalkan alokasi produk yang akan dipasarkan kedaerah pemasaran.

2. ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

I. AHP yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1970-an dikenal sebagai pendekatan pengambilan keputusan dengan kriteria majemuk. Metode ini sangat baik untuk suatu model pengambilan keputusan yang cukup kompleks dan adanya konflik di dalam pengambilan keputusan. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja di gunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah, seperti memilih portofolio, alokasi budget, transportasi, perawatan kesehatan, peramalan dan lain-lain (J. Razmi, 1998; Sri Mulyono, 2002). Dasar kerja metode AHP ada 3, yaitu: struktur yang berhirarki, penentuan prioritas dan konsistensi dari suatu keputusan.

II. 3. STRUKTUR BERHIRARKI Dalam penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti berapa level pengambil keputusan dapat menjabarkan tujuan menjadi komponen-komponen sampai tidak mungkin di lakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga di dapatkan beberapa tingkatan. Karena alasan ini, maka proses analisis ini di namakan hirarki (Sri Mulyono, 2002). Akan tetapi, adakalanya dalam proses analisis pengambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Struktur yang berhirarki dari metode AHP dapat di lihat pada gambar 1 berikut.

Page 195: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Analitycal Hierarchy Process untuk Menentukan Tingkat Prioritas Alokasi Produk Fatimah

191

Level 0: Focus

Level 1: Criteria

Level 2:

Subcriteria

Level 3:

Alternative

Gambar 1. Analitycal Hierarchy – Multi Level Criteria

4. PENENTUAN PRIORITAS Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Penentuan prioritas dapat di lakukan dengan perbandingan berpasangan, biasanya di tampilkan dalam bentuk matriks yang di sebut dengan pairwise comparison (Sri Mulyono, 2000). Adapun bentuk matriks nya sebagai tabel 1 berikut:

Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan

A1 A2 ....... An A1 W1/W1 W1/W2 ....... W1/Wn

A= A2 W2/W1 W2/W2 ....... W2/Wn .... ........... ........... ....... ........... An Wn/W1 Wn/W2 ....... Wn/Wn

Pertanyaan yang biasa di ajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah: elemen mana yang lebih (penting / disukai / mungkin / ...) ? dan berapa kali lebih (penting / disukai / mungkin / ...) ? Untuk memperoleh skala yang lebih akurat, sebaiknya pertanyaan-pertanyaan ini di berikan pada orang yang bertanggung jawab pada bidangnya. Berikut adalah skala kepentingan perbandingan berpasangan.

Tabel 2. Skala Kepentingan Perbandingan Berpasangan

Tingkat Kepentingan

Definisi

1 Sama pentingnya di banding yang lain 3 Moderat pentingnya di banding yang lain 5 Kuat pentingnya di banding yang lain 7 Sangat kuat pentingnya di banding yang lain 9 Ekstrim pentingnya di banding yang lain

2, 4, 6, 8 Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan Reciprocal Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas ketika di

bandingkan elemen j, maka j memiliki nilai kebalikannya ketika di banding elemen i

Sumber: Srimulyono, 2000

Page 196: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

192

5. KONSISTENSI Suatu tingkat konsistensi tertentu memang di perlukan dalam penentuan prioritas. Menurut Saaty (1994) konsisten tidaknya suatu penilaian di tunjukkan oleh besarnya nilai CR. Apabila CR <= 10%, maka matriks di anggap cukup konsisten. Untuk mendapat nilai CR, terlebih dahulu harus di hitung nilai indeks konsistensi (CI), yaitu:

( n)CI(n 1)

−=−

maxλ

dimana: λmax = Eigen Value n = Banyaknya variabel yang di

bandingkan CR dapat di ukur dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

CICRRI

=

dimana: CR = Consistency Ratio

RI = Random index, sesuai dengan ordo matriks yang di gunakan.

Nilai RI dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 3. Nilai Index Random

Ordo Matriks (n)

Random Index (RI)

1 0,00 2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,46

10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59

Sumber: Saaty (1994)

6. LANGKAH-LANGKAH PENGOLAHAN

DATA AHP Data untuk AHP ini diperoleh melalui

kuisioner yang diisikan oleh pihak departemen marketing. Pengolahan data AHP dilakukan untuk melihat tingkat kepentingan dari setiap tujuan yang akan diprioritaskan. Langkah-langkah pengolahan data AHP ditunjukkan pada gambar 4. berikut ini:

Tidak Ya

Data Dari Pengisian Kuisioner

Pengolahan Data

Menentukan Prioritas, λMax , CI, CR

Uji Konsistensi

CR ≤ 0.1

Selesai

Gambar 2. Langkah-langkah pengolahan data AHP 7. HASIL DAN ANALISIS

Hasil penelitian yang akan dianalisis yaitu perhitungan bobot prioritas, uji konsistensi ratio pada setiap matriks perbandingan. Ini dilakukan pada level kedua, ketiga dan keempat. Hasil perhitungan bobot ini akan disintesa untuk mendapatkan bobot prioritas pada setiap variabel. Perhitungan ini menggunakan software Expert Choice.

7.1. Analisis data pada level kedua

Pada level kedua yang akan dianalisis adalah matriks perbandingan antar kriteria yaitu: kriteria penjualan, keuntungan, pangsa pasar dan pertumbuhan Hasil perhitungan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4: Bobot Prioritas Pada Level Kedua

Kriteria III. Bobot

prioritas

Keuntungan 0.406 Penjualan 0.237

Pangsa Pasar 0.208 Pertumbuhan 0.148

λmax 4,214 CI 0.071 CR 0.080

Dari tabel terlihat bahwa keuntungan

merupakan kriteria terpenting yang berkenaan dengan tujuan pada level satu, kemudian disusul kriteria penjuala, pangsa pasar dan pertumbuhan dengan nilai CR adalah 0.080. Ini menunjukkan matriks perbandingan antar kriteria adalah konsisten.

Page 197: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Analitycal Hierarchy Process untuk Menentukan Tingkat Prioritas Alokasi Produk Fatimah

193

7.2. Analisa data pada level ketiga Pada level ketiga yang akan dianalisa adalah

matriks perbandingan antara daerah pemasaran yaitu: B.Aceh, Samalanga, Lhokseumawe dan Langsa. Hasil perhitungan pembobotan prioritas masing-masing daerah pemasaran terhadap kriteria pada level kedua sebagaimana ditunjukkan pada tabel 5.

Setelah dilakukan sintesa akhir, diperoleh prioritas utama dalam pengalokasian produk adalah daerah pemasaran B.Aceh kemudian disusul dengan Lhokseumawe, Langsa dan Samalanga dengan bobot prioritas masing-masing 0.586, 0.170, 0.158 dan 0.085. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.082 dan ini menunjukkan bahwa sintesa antara daerah pemasaran dan keempat kriteria konsisten.

7.3. Analisa data pada level keempat

Pada level keempat, yang akan dianalisis adalah matriks perbandingan jenis produk yang dipasarkan pada suatu daerah pemasaran. Analisis ini dilakukan terhadap keempat jenis produk berdasarkan keempat kriteria yang ada.

7.3.1. Daerah pemasaran B.Aceh

Dari hasil perhitungan bobot prioritas berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah

pemasaran B.Aceh sebagaimana ditunjukkan pada tabel 6. Hasil perhitungan sintesa akhir menunjukkan air kemasan Cup 250 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan 600 ml., 1500 ml dan Galon, dengan bobot prioritas masing-masing 0.426, 0.265, 0.159 dan 0.075. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.069 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran B. Aceh berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten.

7.3.2. Daerah pemasaran Lhokseumawe

Dari hasil perhitungan bobot prioritas berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah pemasaran Lhokseumawe sebagaimana ditunjukkan pada tabel 7. Hasil perhitungan sintesa akhir menunjukkan air kemasan 1500 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan 600 ml., Cup 250 ml dan Galon, dengan bobot prioritas masing-masing 0.368, 0.314, 0.225 dan 0.092. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.069 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran Lhokseumawe berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten.

Tabel 5: Bobot Prioritas Masing-masing Daerah Pemasaran terhadap kriteria pada level kedua

Kriteria Daerah

Pemasaran Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan

Bobot

prioritas

B. Aceh 0.630 0.500 0.647 0.522 0.586

Lhokseumawe 0.175 0.236 0.066 0.200 0.170

Langsa 0.156 0.210 0.073 0.200 0.158

Samalanga 0.040 0.055 0.214 0.078 0.085

λmax 4.189 4.221 4.154 4.471

CI 0.063 0.074 0.051 0.157

CR 0.070 0.082 0.060 0.020

Tabel 6: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran B. Aceh

Berdasarkan Keempat Kriteria

Kriteria Jenis Produk

kemasan

Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan

Bobot Prioritas

Cup 250 0.563 0.532 0.302 0.058 0.426 600 ml 0.230 0.254 0.495 0.056 0.265

1500 ml 0.150 0.156 0.148 0.202 0.159 Galon 0.056 0.058 0.055 0.184 0.075 λmax 4.137 4.073 4.278 4.262

CI 0.050 0.024 0.093 0.087 CR 0.05 0.03 0.10 0.10

Page 198: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

194

Tabel 7: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran Lhokseumawe Berdasarkan Keempat Kriteria

7.3.3. Daerah pemasaran Langsa Dari hasil perhitungan bobot prioritas

berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah pemasaran Langsa sebagaimana ditunjukkan pada tabel 8. Nilai sintesa akhir menunjukkan air kemasan Cup 250 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan 600 ml., Galon dan 1500 ml dengan bobot prioritas masing-masing 0.375, 0.278, 0.224dan 0.141. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.076 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran Langsa berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten.

7.3.4. Daerah pemasaran Samalanga Dari hasil perhitungan bobot prioritas

berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah pemasaran Samalanga sebagaimana ditunjukkan pada tabel 9. Hasil perhitungan sintesa akhir menunjukkan air kemasan 1500 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan Cup 250 ml., Galon dan Cup 250 ml, dengan bobot prioritas masing-masing 0.316, 0.293, 0.237 dan 0.132. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.080 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran Lhokseumawe berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten.

Tabel 8: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran Langsa Berdasarkan Keempat Kriteria

Kriteria Jenis Produk

kemasan Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan

Bobot

Prioritas

Cup 250 0.097 0.622 0.112 0.100 0.225

600 ml 0.338 0.202 0.479 0.200 0.314

1500 ml 0.475 0.115 0.308 0.567 0.368

Galon 0.090 0.060 0.102 0.133 0.092

λmax 4.071 4.244 4.267 4.108

CI 0.024 0.081 0.089 0.036

CR 0.03 0.09 0.10 0.04

Kriteria Jenis Produk kemasan

Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan

Bobot Prioritas

Cup 250 0.080 0.689 0.700 0.102 0.375 600 ml 0.377 0.098 0.146 0.479 0.278

1500 ml 0.138 0.077 0.103 0.306 0.141 Galon 0.405 0.135 0.051 0.112 0.224 λmax 4.225 4.151 4.153 4.265

CI 0.075 0.051 0.051 0.088 CR 0.06 0.08 0.06 0.10

Page 199: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Model Analitycal Hierarchy Process untuk Menentukan Tingkat Prioritas Alokasi Produk Fatimah

195

Tabel 9: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran Samalanga

Berdasarkan Keempat Kriteria

Tabel 10: Prioritas Utama Jenis Produk Yang Dialokasikan

8. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu: Prioritas utama distribusi atau pengalokasian produk pada daerah pemasaran adalah yang memiliki bobot prioritas tertinggi B. Aceh dengan bobot prioritas 0.586, Lhokseumawe dengan bobot prioritas 0.170, Langsa dengan bobot prioritas 0.158 dan Samalanga dengan bobot prioritas 0.085. Sedangkan jenis produk yang menjadi prioritas utama dalam pengalokasian produksi kedaerah pemasaran adalah yang memiliki bobot prioritas tertinggi seperti yang ditunjukkan pada tabel 10.

9. DAFTAR PUSTAKA Kasim Muhammad, (2001), Penerapan Analitik

Hirarki Proses dan Goal Programming Untuk Mengoptimalkan Distribusi Produksi Pada PT. Coca Cola Amatil Indonesia Unit Operasi Makasar, Tesis, Statistika, ITS, Surabaya.

Mulyono Sri, M.SS. Drs., (2000), Peramalan Bisnis

dan Ekonometrika, BPFE, Yogyakarta. Mulyono Sri, SE, MSc., (2002), Riset Operasi,

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Nasution Arman Hakim, (1999), Perencanaan & pengendalian Produksi, Guna Widya, Jakarta.

Razmi J, dan Khan M. K., (1996), Use of Analytic

Hierarchy Process Approach In Classification of Push, Pull and Hybrid Push-Pull Systems For Production Planning, Journal of Operation & Production Management, Vol. 18, No. 11.

Saaty , Thomas L, (1994), Fundamentals of Decision

Making And Priority Theory With The Analytic Hierarchy Process, Vol. VI, RWS Publications

Kriteria Jenis Produk kemasan

Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan

Bobot Prioritas

Cup 250 0.277 0.597 0.075 0.297 0.293 600 ml 0.078 0.227 0.151 0.102 0.132

1500 ml 0.548 0.128 0.265 0.056 0.316 Galon 0.096 0.047 0.508 0.546 0.237 λmax 4.163 4.259 4.196 4.244

CI 0.054 0.086 0.065 0.081 CR 0.1 0.06 0.07 0.09

Daerah Pemasaran Jenis Produk

B. Aceh Lhokseumawe Langsa Samalanga

Cup 250 ml 0.426 0.225 0.375 0.293

600 ml 0.265 0.314 0.278 0.132

1500 ml 0.159 0.368 0.141 0.316

Galon 0.075 0.092 0.224 0.237

Page 200: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

196

MUTUALLY EXCLUSIVE ALTERNATIVE PROJECT UNTUK ANALISIS KELAYAKAN USAHA INDUSTRI KECIL

A Hadi Arifin Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh

Abstrak: Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan manusia Indonesia secara keseluruhan. Dalam hal ini pemerintah telah mengarahkan perhatian agar pembangunan sektor industri dititikberatkan pada peningkatan dan pembangunan industri kecil. Industri kecil kerajinan rotan merupakan industri kecil yang paling banyak ditekuni oleh masyarakat di kecamatan Jeumpa kabupaten Bireuen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek usaha industri kecil kerajinan rotan di kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen untuk masa yang akan datang berkaitan dengan adanya gangguan keamanan yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan para pengusaha industri kecil kerajinan rotan serta mengetahui faktor permasalahan yang sedang dihadapai oleh para pengusaha kerajinan rotan khususnya di kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat langsung dengan mewawancara pemilik dari tempat usaha kerajinan rotan yang berasal dari tiga usaha industri kerajinan rotan yaitu, Al- Fata, Coslat Rotan Furniture dan UD.Fadillah. Untuk menguji hipotesis digunakan model Studi Kelayakan Bisnis yaitu : Net Present Value, Internal Rate of Return, dan Net Benefit Cost of ratio dan lain sebagainya. Dalam penentuan pemilihan terhadap usaha yang akan diinvestasikan dan memiliki propek digunakan metode Mutually exclusive alternative project untuk mendapatkan perbandingan dari ketiga usaha tersebut dan diperoleh hasil bahwa NPV usaha kerajinan rotan Al-Fata adalah Rp 714.104,- Coslat Rotan Furniture Rp 1.147.172,- dan UD.Fadillah Rp 56.854,- dengan IRR berturut-turut 18,78 %, 37,16 %, dan 18,07 %, dan Net B/C masing-masing sebesar 1,02; 1,11; dan 1,00. Dari ketiga hasil tersebut, dengan menggunakan metode pemilihan usaha Mutually exclusive alternative project maka usaha kerajinan Coslat Rotan Furniture yang memiliki NPV, IRR, dan Net B/C tertinggi yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan walaupun usaha tersebut memiliki jumlah investasi yang sangat kecil jika dibandingkan dengan Al-Fata dan UD. Fadillah. Key words: NPV, IRR, Net B/C dan Mutually exclusive alternative project. PENDAHULUAN

Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan manusia Indonesia secara keseluruhan. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pembangunan dibagi dalam berbagai sektor ekonomi dan sosial yang dilaksanakan secara bertahap dan terpadu yang diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi alam maupun potensi manusianya.

Dalam rangka mengembangkan potensi-potensi tersebut agar lebih rasional dan terarah diperlukan informasi-informasi yang cukup dan dapat dipercaya sehingga setiap permasalahan yang dihadapi dapat dikaji lebih teliti, mendalam serta direncanakan cara-cara pemecahan yang lebih baik dan tepat.

Tingginya tingkat pengangguran pada masa sekarang ini menandakan belum mampunya pemerintah atau badan usaha swasta dalam menggunakan atau memanfaatkan sumber daya manusia yang terus bertambah. Apabila keadaan ini terus berlanjut maka cepat atau lambat akan mempengaruhi perekonomian suatu daerah secara khusus dan perekonomian nasional secara umum dan juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap tingkat produktivitas dan produksi secara umum.

Dalam upaya mengatasi hal-hal yang disebutkan di atas yaitu penerapan tenaga kerja, maka sektor industri kecil dianggap paling mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.

Dalam hal ini pemerintah telah mengarahkan perhatian agar pembangunan sektor industri dititikberatkan pada peningkatan dan pembangunan industri kecil. Karena industri kecil dianggap paling mampu menyerap tenaga kerja disekitarnya di samping dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Menurut Tunggal (1996:58) industri merupakan himpunan semua penjual suatu produk, di mana produk yang dihasilkan tersebut merupakan pengolahan dari suatu bahan tertentu untuk menghasilkan jasa pelayanan atau produk dalam bisnis.

Industri kecil mempunyai prospek yang baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat, karena hasil produksi industri kecil seperti kerajinan rotan, sulaman, bordir, produk-produk suvenir yang menunjukan ciri khas budaya daerah suatu bangsa memiliki daya tarik tersendiri bagi konsumen di samping dapat menunjukkan tingginya kebudayaan bangsa tersebut.

Industri pengolahan rotan merupakan salah

Page 201: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Mutually Exclusive Alternative Project untuk Analisis Kelayakan Usaha Industri Kecil A. Hadi Arifin

197

satu industri kecil yang banyak dikembangkan oleh masyarakat terutama di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Industri pengolahan rotan adalah salah satu industri non migas yang menjadi perhatian pemerintah untuk dikembangkan di samping hasil produknya yang cukup banyak diminati oleh masyarakat. Oleh karena itu industri pengolahan rotan di Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen sangat mendukung tujuan pembangunan nasional, terutama dalam menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Di samping itu pengembangan industri pengolahan rotan ini diharapkan dapat mengoptimalkan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang tersedia.

Adapun jenis-jenis kerajinan yang dihasilkan seperti kursi, meja, sofa, lemari, meja rias, tudung saji, ayunan, tempat tidur, mainan anak-anak dan lain sebagainya. Bahan baku rotan biasanya didatangkan dari pengumpul rotan di kawasan pedalaman daerah seperti Krueng Simpo, Lhoksukon, Panton Labu, Jeunib, dan daerah lainnya. Namun akhir-akhir ini karena konflik yang berkepanjangan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya di daerah pedalaman yang rawan menyebabkan para pengrajin rotan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku rotan dengan mutu yang baik dibandingkan dengan keadaan sebelum terjadinya konflik.

Mengingat terbatasnya bahan baku, dana, waktu, dan tenaga dalam mengerjakan suatu proyek, mendorong para investor untuk mengadakan pemilihan terhadap proyek yang akan memberikan keuntungan yang lebih baik di antara bermacam-macam proyek/usaha yang mungkin untuk dikembangkan. Untuk melakukan pemilihan usaha/proyek yang dapat memberikan keuntungan maksimum, ditinjau dari hasil kriteria investasi salah satunya dilakukan dengan cara Mutually exclusive alternative project.

Ibrahim (2003:170) mendefinisikan “Mutually exclusive alternative project adalah memilih salah satu alternatif dari beberapa alternative yang lebih baik, karena tidak mungkin melakukan beberapa proyek dalam waktu yang bersamaan, baik yang disebabkan oleh terbatasnya waktu, dana, maupun tenaga yang diperlukan”. Kadariah (1986 : 64) menyebutkan bahwa mutually exclusive dapat terjadi jika harus dipilih antara proyek yang berlainan, atau antara bentuk atau ukuran yang berbeda dan proyek yang sama.

Tujuan yang ingin dicapai dalam metode ini adalah mencari salah satu alternatif yang memberikan benefit yang terbesar sesuai dengan kemampuan para investor. Apabila hasil kriteria investasi tidak konsisten di antara kegiatan usaha/proyek, maka perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain jumlah investasi yang diperlukan, waktu pengembalian investasi, serta jangka waktu pembangunan proyek, maka digunakan metode Mutually Exclusive Alternative Project.

METODOLOGI Usaha kerajinan rotan yang dijadikan

sampel merupakan usaha yang telah mendapat izin resmi dari pemerintah dan terdaftar pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bireuen. Data yang digunakan untuk ketiga sampel usaha kerajinan rotan data primer, kemudian diolah dengan menggunakan analisis kriteria investasi dan metode mutually exclusive alternative project guna menentukan dan memilih salah satu dari tiga usaha kerajinan rotan yang terbaik untuk dikembangkan. Menurut Ibrahim (2003:141) formulasi yang biasa digunakan untuk analisis kriteria investasi dengan metode Mutually exclusive alternative project adalah sebagai berikut: 1. Melihat Net Present Value (NPV) merupakan

selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya-biaya. Menurut Kasmir (2003:157) Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih dengan PV Investasi selama umur investasi. Sedangkan menurut Ibrahim (2003:142) Net Present Value (NPV) merupakan net benefit yang telah di diskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor.

( )∑=

−+=n

i

ni iNBNPV

11

2. Tingkat pengembalian internal atau dikenal

dengan Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu teknik untuk membuat peringkat usulan investasi dengan menggunakan tingkat pengembalian atas investasi.Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan bahwa tingkat bunga yang akan menghasilkan present value dari sebuah proyek atau usaha sama dengan nol. Halim (2003:140) memberikan definisi Internal Rate of Return (IRR) sebagai “ tingkat bunga yang dapat membuat Net Present Value dari sebuah usaha sama dengan nol, karena present value dari cash flow pada tingkat bunga tersebut sama dengan internal investasinya”.

( ) ( )1221

1 iiNPVNPV

NPViIRR i −−

+−

3. Net Benefit Cost ratio (NetB/C Ratio) merupakan

perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif dengan net benefit yang telah di discount negatif..

=

=

+= n

n

Net

1ii

1ii

)(NB

)(NBB/C

Page 202: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

198

4. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara benefit kotor yang telah di discount dengan biaya secara keseluruhan yang telah di discount. Adapun formulanya adalah :

=

=

+

+= n

ni

nn

iC

iB

1i

1i

)1(

)1( B/C Gross

5. Analisis Profitability Ratio akan digunakan

untuk mengukur perbandingan antara selisih benefit dengan biaya operasional dan pemeliharaan dibanding dengan besarnya investasi yang akan dikeluarkan. Ibrahim (2003:152) mengatakan “Profitability Ratio merupakan suatu ratio perbandingan antara selisih benefit dengan biaya operasi dan pemeliharaan dibanding dengan jumlah investasi.”Kasmir (2003:163) menyebutkan bahwa “ Profitability Ratio (PR) merupakan rasio aktivitas dari jumlah nilai sekarang penerimaan bersih dengan nilai sekarang pengeluaran investasi selama umur investasi.” Nilai dari masing-masing variabel dalam bentuk present value atau nilai yang telah di discount dengan discount factor dari Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) yang berlaku dalam masyarakat.

∑ ∑

=

= =

−= n

ii

n

i

n

iiii O

1

1 1

I

MBPR

6. Break event point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama dengan total cost.

ρρ B

BiTCT

n

iiep

n

i∑∑

=−

=−

−+= 1

11

1BEP

7. Mutually exclusive alternative project, yaitu

metode yang digunakan dalam memilih salah satu usaha yang memilki prospek yang cukup baik dilihat dari nilai NPV, IRR dan Benefit yang diperoleh selama umur ekonomis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang penuli dilakukan diketahui bahwa untuk mendirikan usaha industri kecil kerajinan rotan diperlukan sejumlah investasi tertentu. Perkiraan jumlah investasi ini menggambarkan jumlah investasi yang dibutuhkan dari pendirian usaha industri kecil kerajinan rotan. Perkiraan jumlah investasi dari tiga usaha industri kecil kerajinan rotan seperti terlihat dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1

Perkiraan Jumlah Investasi dan Modal Usaha Industri Kecil Kerajinan Rotan Al-Fata

No. Jenis Investasi & Modal Kerja Jumlah A 1 2 3 4 5 6

Jenis Investasi Bangunan Usaha 1 unit Mesin Poli 1 unit Mesin Pembengkok 2 unit Kompor Tembak 2 unit Bor Listrik Alat Perlengkapan lainnya

35.000.000 7.400.000 4.500.000

300.000 200.000 250.000

B

Jumlah Investasi Modal Kerja

47.650.000 8.000.000

Total 55.650.000 Sumber : Data Penelitian (diolah), 2005

Page 203: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Mutually Exclusive Alternative Project untuk Analisis Kelayakan Usaha Industri Kecil A. Hadi Arifin

199

Dari Tabel 1 terlihat bahwa total investasi dan modal kerja yang diperlukan adalah sebesar Rp 55.650.000,-. Jumlah investasi sebesar ini diperkirakan yang dapat dibiayai sendiri yaitu sebesar Rp 35.650.000,- Dan sumber dana selebihnya dibiayai dari pinjaman Bank yang diperkirakan sebesar Rp 20.000.000,- dengan tingkat bunga 18 % setahun dan dimajemukkan selama 5 tahun. Sumber

dana yang berasal dari Bank akan dikenakan bunga pinjaman yaitu sebesar 18 %.

Usaha kerajinan rotan yang dijadikan sampel perhitungan kedua yaitu usaha kerajinan rotan Coslat Rotan Furniture dengan perkiraan jumlah investasi dan modal kerja seperti dalam Tabel 2 berikut :

Tabel 2 Perkiraan Jumlah Investasi dan Modal Usaha Industri Kecil

Kerajinan Rotan Coslat Rotan Furniture

No. Jenis Investasi & Modal Kerja Jumlah A 1 2 3 4

Jenis Investasi Bangunan Usaha Satu unit Kompor Tembak Satu unit Bor Listrik Alat perlengkapan lainnya

10.000.000,-

175.000,- 120.000,- 100.000,-

B

Jumlah Investasi Modal Kerja

10.395.000,- 5.000.000,-

Total 15.395.000,-

Dari Tabel 2 terlihat bahwa jumlah investasi dan modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 15.395.000,- . Kebutuhan dana ini dipenuhi dari modal sendiri sebesar Rp 10.395.000,- ditambah dengan pinjaman pada bank sebesar Rp 5.000.000,- dengan tingkat bunga pada saat itu 18 % dan jangka waktu pengembalian selama 5 tahun. Selanjutnya, usaha kerajinan rotan yang dijadikan sampel penelitian yang ketiga yaitu UD. Fadillah dengan perkiraan jumlah investasi dan modal kerja terlihat dalam Tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3 Perkiraan Jumlah Investasi dan Modal Usaha Industri Kecil

Kerajinan Rotan Fadillah

No. Jenis Investasi & Modal Kerja Jumlah A 1 2 3 4 5 6

Jenis Investasi Bangunan Usaha Satu unit Mesin Poli sedang Satu unit Mesin Pembengkok Satu unit Kompor Tembak Satu unit Bor Listrik Alat Perlengkapan lainnya

25.000.000,- 5.000.000,- 4.500.000,-

220.000,- 175.000,- 150.000,-

B

Jumlah Investasi Modal Kerja

35.045.000,- 10.500.000,-

Total 45.545.000,- Sumber : Data Penelitian (diolah), 2005

Dari Tabel 3 terlihat bahwa jumlah investasi dan modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 45.545.000,- . Kebutuhan dana ini dipenuhi dari modal sendiri sebesar Rp 35.545.000,- ditambah dengan pinjaman pada bank sebesar Rp 10.000.000,- dengan tingkat bunga pada saat itu 18 % dan jangka waktu pengembalian selama 5 tahun. Untuk melihat gambaran selengkapnya tentang jumlah angsuran, pengembalian pokok pinjaman dan bunga pinjaman dari ketiga usaha kerajinan rotan yaitu Al-Fata, Coslat Rotan Furniture dan UD. Fadillah rumusan seperti berikut ini

( ) ⎥⎦

⎤⎢⎣

+−= −ni

iAnR1

Page 204: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

200

Salah satu piranti yang akan digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu usaha adalah Net Present Value (NPV). Net Present Value merupakan kriteria investasi yang sangat penting dalam mengukur suatu usaha apakah layak atau tidak. Net Present Value merupakan Net Benefit yang telah di-discount dengan Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) atau dengan kata lain Net Present Value adalah keuntungan bersih yang akan diterima setelah disesuaikan dengan tingkat suku bunga yang berlaku.

Untuk mengetahui hasil perhitungan Net Present Value dari usaha industri kecil kerajinan rotan untuk ke tiga usaha yaitu kerajinan rotan Al- Fata, kerajinan Coslat Rotan Furniture dan kerajinan rotan UD. Fadillah yang berlokasi di Kecamatan Jeumpa akan diperlihatkan pada Lampiran 1, 2 dan 3. Net Present Value usaha industri kecil kerajinan rotan adalah : NPV Al-Fata = (35.650.000) + 4.923.127+4.172.023 +9.094.918 +

7.708.115 +10.465.922 = 714.104

NPV Coslat = (10.395.000) + 2.578.942 + 2.185.482 + 1.851.970 + 2.666.299 + 2.259.479 = 1.147.172

NPV UD. Fadillah = (35.545.000) + 7.839.332 + 6.643.314 + 8.231.284 + 6.976.169 + 5.911.755 = 56.854

Angka Net Present Value yang menjauhi

angka nol menunjukkan keuntungan bersih yang diperoleh oleh seorang pengusaha tersebut ada peningkatan walaupun jumlahnya sangat kecil, hal ini juga membuktikan bahwa usaha kerajinan rotan masih layak untuk dikembangkan. Net Present Value yang sama dengan nol bukan berarti perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau dengan kata lain perusahaan bukan berada pada pada titik impas (Break Event Point), akan tetapi Net Present Value sama dengan nol menunjukkan bahwa perusahaan tetap mampu memperoleh keuntungan secara normal yang disebut dengan profit. Langkah selanjutnya adalah mencari nilai Internal Rate of Return dari ketiga usaha kerajinan rotan tersebut. Internal Rate of Return Usaha Industri Kecil Kerajinan Rotan

Internal Rate of Return adalah tingkat bunga yang akan menghasilkan nilai Net Present Value sama dengan nol. Angka Internal Rate of Return yang diperoleh akan menggambarkan tingkat suku bunga yang menyamakan nilai Net Present Value, tentunya Internal Rate of Return yang lebih besar dari tingkat Social Opportunity Cost of Capital, sehingga usaha tersebut dapat dikatakan feasible. Untuk menentukan besarnya IRR lebih jelasnya terlihat pada Lampiran 1, 2 dan 3. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa IRR ketiga usaha kerajinan rotan tersebut adalah :

( ) ( )

( )( ) ( )

1878,0

18.025.0204.666.5104.714

104.7140,8 Fata-Al

1221

1

=

−−−

+=

−−

+=

IRR

iiNPVNPV

NPViIRR

Jadi : IRR AL-Fata = 18,78 % IRR Coslat = 37,16 % IRR UD.Fadillah = 18,07 %

Berdasarkan perhitungan diatas, diperlihatkan bahwa hasil perhitungan IRR adalah 18,78 %, 37,16 % dan 18,07 % ; lebih besar dari SOCC = 18 % , maka usaha kerajinan rotan di Kecamatan Jeumpa masih layak untuk dikembangkan. Net Benefit Cost of Ratio Usaha Industri Kecil Kerajinan Rotan

Net Benefit Cost of Ratio merupakan perbandingan antara Net Benefit yang telah di discount positif dengan Net Benefit yang telah di discount negatif, seperti berikut ini:

( )

( )

020.1000.650.35

36.364.105 Fata-Al B/CNet

NB

NBB/CNet

1

1

==

+=∑

=

=n

ii

n

ii

Net B/C Coslat = 1,110 Net B/C UD.Fadillah = 1.002

( )∑=

−+=n

1i 1NB NPV

i

ni

Page 205: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Mutually Exclusive Alternative Project untuk Analisis Kelayakan Usaha Industri Kecil A. Hadi Arifin

201

Berdasarkan pada hasil perhitungan di atas, Net Benefit Cost Ratio yang dihitung lebih besar dari pada satu (Net B/C > 1), ini menunjukkan bahwa usaha industri kerajinan rotan masih layak untuk dikembangkan. IV. Analisis Break Event Point Usaha Industri

Kecil Kerajinan Rotan Break event point merupakan titik pulang

pokok di mana total revenue sama dengan total cost. Di lihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah usaha, terjadinya titik pulang pokok tergantung pada lama arus penerimaan sebuah usaha dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya hasilnya berikut :

598.055.6040.404.560-4

598.055.605466.779.97-5426.375.414 Fata-Al BEP

T BEP 11

11-

+=

+=

−+=

∑∑=

−=

ρρ B

BiTCn

iiep

n

i

BEP Al-Fata = 3,3272 ~ 3 tahun 9 bulan

BEP Coslat = 3,1227 ~ 3 tahun 4 bulan BEP UD. Fadillah = 2,9349 ~2 tahun 2 bulan

Dari perhitungan di atas terlihat bahwa UD.Fadillah adalah usaha industri kecil kerajinan rotan yang paling cepat mencapai titik pulang pokok dibandingkan dengan usaha Al-Fata dan Coslat Rotan Furniture. Mutually exclusive alternative project adalah memilih salah satu alternatif dari beberapa alternatif karena tidak mungkin melakukan beberapa proyek dalam waktu yang bersamaan yang disebabkan oleh berbagai faktor. Sasaran yang ingin dicapai dengan menggunakan metode ini adalah mencari salah satu dari alternatif yang memberikan benefit yang terbesar sesuai dengan kemampuan investor. Hasil perhitungan kriteria investasi dari usaha industri kecil kerajinan rotan yang terdiri dari usaha kerajinan rotan Al-Fata, Coslat Rotan Furniture dan UD. Fadillah seperti yang terlihat dalam Tabel 4 berikut, dengan Social Opportunity Cost of Ratio (SOCC) sebesar 18 %.

Tabel 4

Net Present Value, IRR, dan Net B/C Usaha Kerajinan Rotan Al-Fata, Coslat Rotan Furniture, dan UD. Fadillah

No. Nama Usaha Kerajinan Rotan

NPV (Rp.)

IRR (%)

Net Benefit Cost of Ratio

1 2 3

Al-Fata Coslat Rotan Furniture UD. Fadillah

714.104 1.147.172

56.854

18.78 37.16 18.07

1.02 1.11 1.00

Dilihat dari Net Present Value, usaha rotan Coslat Rotan Furniture lebih besar dari Al- Fata dan UD. Fadillah. Dari segi IRR, usaha rotan Coslat Rotan Furniture juga menunjukkan persentase terbesar dibandingkan dengan dua usaha lainnya. Begitu juga dengan nilai dari Net Benefit Cost of Ratio, ternyata usaha industri kecil kerajinan rotan Coslat Rotan Furniture juga yang memiliki angka terbesar yaitu 1,11 dibandingkan dengan Al-Fata dan UD.Fadillah yang hanya mampu mencapai break event point. Jika dilihat dari jumlah investasi antara ketiga usaha kerajinan rotan yaitu Al – Fata sebesar Rp 35.650.000,- ; UD. Fadillah Rp 35.545.000,-; sedangkan Coslat Rotan Furniture lebih kecil sebesar Rp 10.395.000,- yang hanya merupakan industri rumah tangga ( home industry ). Dari ketiga industri kerajinan rotan tersebut dilihat dari Mutually Exclusive Alternative Project, maka industri yang layak untuk dikembangkan adalah Coslat Rotan Furniture yang lebih unggul dari hasil penilaian kriteria investasi yang diperoleh dibandingkan dengan Al-Fata dan UD. Fadillah.

DAFTAR PUSTAKA Astuti, Dewi (2004), Manajemen Keuangan

Perusahaan, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Gray, Clive dan Payaman Simanjuntak (1993), Pengantar Evaluasi Proyek, Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 7

Husnan, Suad (1994), Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik dan Penyusunan Laporan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Ibrahim, Yacob (2003), Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Revisi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Kadariah (1986), Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis, Edisi 2001, LPFE-UI, Jakarta.

_______, Lien Karlina, dan Clive Gray, (1999)

Pengantar Evaluasi Proyek, Edisi Revisi, LPFE-UI, Jakarta

Page 206: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

202

Kasmir dan Jakfar, (2003) Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Pertama, Prenada Media, Jakarta.

Nitisemito, S. Alex dan Burhan, M. Umar (1991), Wawasan Studi Kelayakan dan Evaluasi Proyek, Edisi Kedua, Bumi Aksara, Jakarta

Muhammad, Swarsono dan Suad Husnan (2000),

Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN, Yogyakarta

Saleh, Irsan Azhary (1986), Industri Kecil, Sebuah

Tinjauan dan Perbandingan, LP3ES, Jakarta. Soeharto, Imam, (1992), Manajemen Proyek Industri

(Persiapan, Pelaksanaan, Pengelolaan), Penerbit Erlangga. Jakarta

Sukirno, Sadono, (1985), Ekonomi Pembangunan,

LPFEUI, Jakarta Umar, Husein (1997), Studi Kelayakan Bisnis,

Manajemen dan Metode. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

William, Gordon and Jeffry (1995), Investment,

dalam “Studi Kelayakan Bisnis”, Kasmir dan Jakfar, Prentice Hall Inc. hal. 7.

Page 207: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Substitusi Penggunaan Input pada Industri Pengolahan Makanan dan Minuman Indonesia Mawardati

203

ANALISIS SUBSTITUSI PENGGUNAAN INPUT PADA INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN DAN MINUMAN INDONESIA

Mawardati

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui substitusi antara factor produksi modal dan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Indonesia, apakah relatif mudah atau relatif sukar. Hipotesis diuji dengan menggunakan model fungsi produksi Constant Elasticity of substitution (CES). Penelitian ini menggunakan teknik data panel dengan data cross section sebanyak 51 perusahaan dan data time series dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2002. Data diperoleh dari BPS dan diestimasi dengan metode General Least Squares (GLS). Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai elastisitas substitusi pada industri makanan dan minuman di Indonesia lebih besar dari satu atau bersifat elastis. Implikasi dari temuan ini adalah sbstitusi antara factor produksi modal dengan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman di Indonesia adalah relatif mudah. Kata Kunci: Tenaga Kerja, Modal, Substitusi dan Output

Abstract: The aim of this research is to examine whether the substitution between capital and laboar in food and beverage industry in Indonesia is relatively easy or difficult. A Constant Elasticity of Substitution (CES) production function was applied to test the hypothesis. This research used panel data techniques. The data consist of cross section and time series data on 51 enterprises for the period from 1998 to 2002 obtained from the Bureau of Statistics (BPS). Estimation was conducted by the method of General Least Squares (GLS). The results show that the value of substituion elasticity in th Indonesia’s food and beverage industraie is greater than one, i.e elastic. The implication of the research findings is that the substitution between capital and labor in the food and beverage industries is relatively easy as measured by the elasticity. Key word : Labor, Capital, Substitution and output. PENDAHULUAN Sasaran utuam pembagunan nasional di bidang ekonomi adalah terciptanya struktur ekonomi yang seimbang yaitu terdapat industri yang didukung oleh sector pertanian yang mantap. Walaupun pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri (non pertanian) telah terjadi, namun bila dilihat dari struktur kesempatan kerja maka jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih cukup besar. Pada tahun 1995 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sebesar 43,98 persen dari total tenaga kerja nasional dan sektor industri hanya menyerap sebesar 0,80 persen dari total tenaga kerja nasional. Tahun 2002 terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri yaitu sebesar 14,05 persen dan pada thun yang sama penyerapan tenaga kerja masih tetap didominasi oleh sektor pertanian yaitu sebesar 46,28 persen dari total tenaga kerja nasional. Secara umum tenaga kerja di negara sedang berkembang masih memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, sehingga bagi industri-industri besar dan sedang terutama yang beorientasi ekspor lebih banya menggunakan peralatan mesin dari pada tenaga manusia. Keadaan ini menyebabkan adalanya ketidakcocokan teknologi modern yang diterapkan di negara berkembang bila dibandingkan dengan kebutuhan negara tersebut. Teknologi modern yang cenderung padat modal telah tidak memungkinkan substitusi yang tinggi antara factor

produksi modal dan tenaga kerja. Bila dilihat dari jumlah perusahaan maka jumlah industri nasional mengalami penurunan. Tahun tahun 1997 dan 1998 jumlah perusahaan industri di Indonesia mengalami penurunan sebesar 4,3 persen. Sedangkan di tahun 2002 jumlah tersebut mengalami peningkatan yaitu sebesar 3,02 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Dilihat dari komposisinya industari makanan dan minuman nasional termasuk industri yang paling banyak jumlah perusahaannya (BPS, 2000 : 6). Hal ini dapat dimengerti karena semakin tinggi pertambahan jumlah penduduk maka semakin besar kebutuhan terhadap bahan makanan dan minuman termasuk makanan dan minuman olahan, sehingga industri ini banyak bermunculan dalam berbagai skala usaha.

Banyaknya industri pengolahan makanan dan minuman ini tidak berarti tinggi pula tingkat konsumsi penduduk Indonesia, karena harganya yang relatif tinggi dan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat terutama golongan menengah ke bawah. Hal ini sejalan dengan pendapat Gunawan (1994 : 15) yang menyatakan bahwa permintaan makanan olehan di Indonesia sangat rendah, bukan hanya karena konsumen yang mengkonsumsi makanan segar tetapi juga disebabkan oleh tingkat pendapatan yang rendah dan harga produk olahan yang sangat mahal untuk konsumen lokal.

Page 208: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

204

Kekurangan makanan bergizi akan menyebabkan gangguan kesehatan dan tingkat kecerdasan manusia yang akhirnya dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Keadaan ini menyebabkan terbatasnya jumlah tenaga kerja yang berkualitas sebagai input industri termasuk industari makanan dan minuman, disamping faktor produksi lain seperti bahan baku, bahan bakar dan modal lainnya. Dalam perkembangannya industri makanan dan minuman mengalami pertumbuhan modal yang sangat tidak stabil terutama pada saat terjadi krisis ekonomi. Kondisi yang tidak stabil ini terutama terjadi pada tahun 1991 dan tahun 1998. Pertumbuhan modal pada tahun 1997 sebesar 9,16 persen sedangkan tahun 1998 meningkat dengan sangat mencolok dengan pertumbuhan sebesar 80 persen. Keadaan ini disebabkan pada tahun-tahun tersebut rupiah terdepresiasi terhadap dollar Amerika pada tingkat yang sangat rendah, sehingga untuk memperoleh bahan baku dari luar negeri membutuhkan modal yang sangat besar. Menghadapi masalah ketenagakerjaan yang cukup besar di negara berkembang dengan semakin berkembangnya perekonomian ke arah perekonomian yang bersifat industari, maka sektor industri, terutama industri pengolahan, diharapkan mampu menjadi sektor yang menciptakan banyak lapangan kerja. Walaupun penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan semakin meningkat, namun masih dalam jumlah yang terbatas. Terbatasnya kemampuan sektor modern dalam menyerap sebagian besar tenaga kerja tidak produktif yang berasal dari sektor tradisional merupakan masalah yang dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya. Sungguhpun pertumbuhan produksi tinggi, kesempatan kerja pertumbuhannya lamban. (Todaro 1993 : 320). Ini mengindikasikan bahwa sektor industari pengolahan lebih banyak menggunakan modal (Capital intensive) dari pada menggunakan tenaga kerja (labor intensive).

Industri-industri yang menggunakan teknologi modern pada umumnya cenderung padat modal sehingga akan sulit untuk terjadinya substitusi antara modal dan tenaga kerja. Namun demikian beberapa studi pada beberapa industri tertentu menunjukkan kemungkinan potensial dilakukannya substitusi antara modal dengan tenaga kerja pada sektor industri di negara berkembang (Burton, 1972, Morawetz, 1996). Oleh karena Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana substitusi input dalam hal ini tenaga kerja dan modal apakah relatif mudah atau relatif sukar pada industri makanan dan minuman nasional.

Tenaga Kerja dan Modal dalam Proses Produksi. Tenaga kerja dan modal dapat digunakan sebagai ukuran untuk menganalisis ciri-ciri industri

dan menyusun kebijaksanaan pembangunan (Kaneko, 1989 :118). Sedangkan peranan modal dan tenaga kerja dalam proses produksi dapat dilihat dari rasio masing-masing input terhadap produksi. Jika proses produksi bersifat padat modal berarti secara relatif modal memiliki peranan yang lebih penting dari faktor produksi lain dalam menghasilkan produksi. Keadaan ini berakibat balas jasa dari masing-masing faktor produksi lebih besar diterima oleh pemilik modal dari pada pemilik faktor produksi lain. Di negara-negara sedang berkembang, pada umumnya tabungan unuk pemupukan modal lebih kecil dari jumlah yang diperlukan dan sebagian besar barang modal diimpor (Kaneko, 1989 :119). Oleh karena itu pengembangan industri lebih tepat diarahkan pada industri-industri yang lebih sedikit memerlukan barang modal, apabila diukur dari jumlah tabungan dan jumlah valuta asing yang terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kebijaksanaan pengembangn industri padat karya lebih tepat diterapkan pada negara-negara sedang berkembang karena umumnya dihadapkan pada masalah di bidang ketenagakerjaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Djojohadikusumo (dalam Embang dan Cahyono, 1990 : 592) menyatakan bahwa pada azasnya ada suatu cara untuk meluaskan kesempatan kerja, yaitu melalui pengembangan industri, terutama jenis industari yang bersifat padat karya (labor intensive) yang dapat menyerap relatif banyak tenaga kerja dalam proses produksi (labor absorbtive). Suatu industari dikatakan padat karya ditandai dengan elastisitas kesempatan kerja lebih besar dari elastisitas modal.

Skala Hasil Kombinasi input yang menghasilkan output optimal harus dapat ditemukan oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut berada pada proses produksi dengan biaya terendah. Skala hasil (return to scale) memperlihatkan dampak peningkatan proporsional dari seluruh faktor produksi terhadap produksi. Return to scale juga perlu untuk mengetahui apakah suatu perusahaan berproduksi pada increasing return to scale, constant return to scale atau decreasing return to scale.

Distribusi Pendapatan dan Intensitas Faktor Distribusi pendapatan adalah bagian pendapatan yang diterima masing-masing faktor produksi dalam hal ini ditentukan oleh sifat teknis yang terdapat dalam proses produksi, yaitu bagian dari produksi total secara fisik yang dpat dihasilkan masing-masing faktor produksi tersebut, dan ini tidak lain adalah elastisitas produksi terhadap faktor. Intensitas faktor produksi adalah kata lain dari input mana yang lebih dominan dari pada input lainnya, apakah input modal atau tenaga kerja jika

Page 209: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Substitusi Penggunaan Input pada Industri Pengolahan Makanan dan Minuman Indonesia Mawardati

205

dua input ini yang digunakan proses produksi. Informasi ini sangat penting untuk mengetahui proses produksi yang sedang berlangsung, terutama kaitannya dengan kebijakan perusahaan itu sendiri atau kebijakan pemerintah. Sebagaimana telah dimaklumi bahwa di negara-negara sedang berkembang diharapkan sektor industri dapat menyediakan lapangan kerja lebih luas lagi. Kebijakan ini mengisyaratkan bahwa proses produksi diharapkan lebih bersifat padat tenaga kerja daripada padat modal.

Elastisitas Substitusi

Fungsi produksi dengan Q = f (K,L), elastisitas substutusinya (σ) adalah mengukur perubahan proporsional dalam K/L relatif terhadap perubahan proporsional dalam tingkat substitusi teknis di sepanjang kurva isoquant (Nicholson, 1995 : 363). Satu ciri penting dari fungsi produksi adalah sampai seberapa mudahnya sebuah masukan digantikan dengan masukan lainnya, apakah relatif mudah untuk menggantikan tenaga kerja dengan modal sambil tetap mempertahankan keluaran. Disepanjang isoquant diasumsikan bahwa tingkat substitusi teknis akan menurun sementara rasio (K/L) menurun.

METODE ANALISIS Penelitian ini menggunakan data skunder

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) sedangkan yang digunakan untuk analisis adalah data kerat silan (Cross-section) sebanyak 51 perusahaan dan data runtun waktu (time series) sebanyak 5(lima) tahun yaitu dari tahun 1998 sampai dengan 2002.

Untuk menganalisis substitusi antara faktor produksi modal dan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman Indonesia digunakan model fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution (CES) sebagai berikut : Q = γ [δM ρ− + ( 1- δ) TK ρ− ] ρ/v− .................... (1) ( γ>0, 1>δ>0, v>0, ρ≥-1) dimana : Q = Jumlah produksi makanan dan minuman M = Jumlah modal TK = Jumlah tenaga kerja v = Parameter skala hasil γ = Parameter efisiensi δ = Parameter distribusi ≥ ρ = parameter substitusi

Dalam bentuk logaritma (ln) dapat dinyatakan : Ln Q = ln γ – v/ ρ ln [δM

ρ− + ( 1- δ) TK

ρ−] + εi ................ (2)

(Kmenta 1971: 463; Greene 2000:331)

Estimasi model tersebut adalah sebagai berikut : Ln Q = Ln β 1 + β 2 LnM + β 3 LnTK +

β 4 (lnM-lnTK)2 + εi .................................... (3) Parameter persamaan tersebut berkaitan

dengan koefisiennya, sehingga diperoleh : γ = antilog β 1 ............................................................ (4)

v = β 2 + β 3 ..................................... (5)

δ = 32

2

βββ+

................................ . (6)

32

324 )(2ββ

βββρ +−= ....................................... (7)

Sehingga elastisitas substitusi menurut Greene dan Henderson dan Quandt dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

ρσ

+=

11

.................................... (8)

Model persamaan (3) diestimasi dengan menggunakan program shazame komputer yaitu dengan metode Ordinary Leas Squares (OLS). Sedangkan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen yang dianalisis dapat dilihat pada nilai p-valui variabel tersebut baik secara individual (t-test) maupun secara bersama-sama atau serentak (F-test).

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ekonometrik

Dalam mengestimasi suatu fungsi produksi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS) maka hasil estimasinya harus memenuhi asumsi-asumsi klasik. Hasil estimasi industri makanan dan minuman nasional dengan menggunakan OLS menunjukkan terjadinya pelanggaran asumsi klasik berupa multikolinearitas dan serial korelasi positif. Untuk mengobati pelanggaran asumsi klasik ini maka data tersebut dianalisis kembali dengan menggunakan General Least Squares (GLS). Adapun hasil estimasi dengan General Least Squares (GLS) adalah sebagai berikut:

Page 210: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

206

Hasil Estimasi Fungsi Produksi Industri Makanan

Dan Minuman Nasional

Variabel Koefisien Estimasi p-Value

Ln M

Ln TK

Ln MTK

Konstanta

0,48022

0,48517

0,04818

1,9696

0,000

0,000

0,004

0,000

R2 = 0,9602

R2 Adjusted = 0,9594

D-W = 1,9692

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa

semua variabel yang diteliti adalah signifikan pada taraf kepercayaan 99% (α=1%) yang ditunjukkan oleh nilai p-valuenya masing-masing.

Analisis Ekonomi Hasil estimasi model penelitian

sebagaimana diperlihatkan pada tabel estimasi menunjukkan bahwa koefisien parameter modal (LM) bertanda positif yaitu sebesar 0,48. Hal ini memberi arti bahwa peningkatan modal sebesar 1% akan dapat meningkatkan produksi makanan dan minuman sebesar 0,48%. Ini sesuai dengan teori produksi yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya modal yang digunakan dalam suatu proses produksi maka akan dapat meningkatkan produksi.

Koefisien regresi varibel tenaga kerja (LTK) juga bertanda positif yaitu 0,49, artinya penambahan tenaga kerja sebesar 1% akan dapat meningkatkan produksi makanan dan minuman nasional sebesar 0,49%.

Dari koefisien yang diperoleh dapat dihitung nilai parameter distribusi (δ) sebesar 0,49 yaitu lebih kecil dari 0,5 tetapi lebih besar dari 1 (0< δ<1), artinya persentase pendapatan yang diterima oleh pemilik modal lebih besar dari pada yang diterima pemilik tenaga kerja. Selain itu juga diperoleh nilai parameter skala usaha (v) sebesar 0,97 lebih kecil dari 1 (v<1), artinya industri makanan dan minuman nasional berproduksi pada tahap decreasing return to scale. Hal ini menunjukkan bahwa tambahan input dalam kegiatan produksi akan menyebabkan tambahan output yang semakin berkurang.

Oleh karena nilai parameter substitusi (ρ) adalah sebesar -.04 maka nilai elastisitas substitusi adalah sebesar 1,67. Nilai tersebut adalah lebih besar dari 1 (elastis), artinya substitusi antara modal dan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman nasional adalah relatif mudah.

KESIMPULAN

1. Substitusi faktor produksi modal dengan tenaga kerja pada industari makanan dan minuman nasional relatif mudah atau bersifat elastis. Ini berarti bahwa untuk menggantikan barang modal seperti bahan bakar, peralatan mesin dengan tenaga kerja tidak begitu sulit pada industri yang bersangkutan.

2. Distribusi pendapatan antara faktor produksi modal dan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman nasional lebih besar dinikmati oleh pemilik modal dari pada pemilik tenaga kerja.

Saran Mengingat relatif mudahnya substitusi

antara modal dan tenaga kerja pada industri makanan dan minuman nasional selama periode penelitian ini, maka perlu adanya pengembangan terutama dengan penambahan jumlah perusahaan makanan dan minuman. Hal ini dilakukan karena merupakan salah satu usaha mengatasi penganggurran terutama selama perekonomian belum stabil, namun dalam jangka panjang yang diperlukan adalah peningkatan sumberdaya manusia.

Page 211: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Analisis Substitusi Penggunaan Input pada Industri Pengolahan Makanan dan Minuman Indonesia Mawardati

207

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2000. Indikator Industri Besar dan Sedang, Jakarta.

.................................., 2002. Indikator Industri Besar

dan Sedang, Jakarta Burton, H.J (1972). “Elasticity Substitution in

Developing Countries”. Research Memorandum No.45. Center for Development Economics, William College, USA

. Embang M dan Cahyo Tri, 1990. “Analisis Efek

Substitusi dan Efek Output pada Industari Penggergajian dan Pengolahan Kayu di Kalimantan Tengah”. dalam Penelitian Berkala UGM, no.4A, Yogjakarta.

Greene. W.H, 2000. Econometric Analysis.

Prendtice Hall International, Inc, New Jersey. Joesron, T.S dan Fathorrozi. M, 2002. Teori

Ekonomi Mikro. Salemba Empat, Jakarta. Kaneko. Y. 1989. “Industri Pengolahan : Analisis

dan Kebijakan”’ dalam Shinichi Ichimura (Editor), Pembangunan Ekonomi Indonesia. UI Press-Jakarta.

Kmenta, Jan, (1971). Element of Econometrics. The

Mac Millan Compay, New York. Nicholson W, 1994. Teori Mikroekonomi, Prinsip

Dasar dan Perluasan. Bina Arupa Aksara, Jakarta, Jilid 1.

Prima, Roza (1996). “Elastisitas Substitusi dan

Proporsi Modal dan Tenaga Kerja pada Sektor Industri di Indonesia”. Satuan Analisa Funsi Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang.

Page 212: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

208

Kompresi Data Menggunakan Algoritma Huffman

F. Rizal Batubara Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk meninjau teknik kompresi data dengan menggunakan algoritma Huffman, beserta contoh kompresi terhadap kata “NUSANTARA”, didapatkan besar file hasil kompresi hanya 30% besar file aslinya. Kata kunci: kompresi data, algoritma Huffman PENDAHULUAN Dalam dunia komputer dan internet, kompresi file digunakan dalam berbagai keperluan, jika anda ingin mem-backup data, anda tidak perlu menyalin semua file aslinya, dengan memampatkan (mengecilkan ukuran) file tersebut terlebih dahulu maka kapasitas tempat penyimpanan yang diperlukan akan menjadi lebih kecil. Jika sewaktu-waktu data tersebut anda perlukan, baru dikembalikan lagi ke file aslinya.

Down-load dan Up-load file suatu pekerjaan yang kadang mengesalkan pada dunia internet, setelah menghabiskan beberapa waktu kadang-kadang hubungan terputus dan anda harus melakukannya lagi dari awal, hal ini sering terjadi pada file-file yang berukuran besar. Untunglah file-file tersebut dapat dimampatkan terlebih dahulu sehingga waktu yang diperlukan akan menjadi lebih pendek dan kemungkinan pekerjaan down-load dan up-load gagal akan menjadi lebih kecil.

Dua orang mahasiswa mendapatkan tugas untuk melakukan penelitian mengenai warna baju yang digunakan oleh orang-orang yang lewat di suatu jalan tertentu. Tugasnya mudah saja, jika ada orang lewat dengan baju berwarna merah, mereka cukup menulis “merah” pada buku pencatat, begitu juga dengan warna lain.

Pada suatu saat lewat pada jalan tersebut serombongan tentara yang berjumlah 40 orang, semuanya memakai seragam berwarna hijau. Mahasiswa pertama menulis pada buku pencatat “hijau, hijau, hijau …. “ sampai 40 kali, tapi mahasiswa kedua ternyata lebih cerdik, dia hanya menulis pada buku pencatat “hijau 40 x”.

Setelah selesai melaksanakan tugas mereka, ternyata mahasiswa pertama menghabiskan 10 lembar catatan, sedangkan mahasiswa kedua hanya menghabiskan 5 lembar catatan, sedangkan hasil mereka tidak ada bedanya.

Cara yang digunakan oleh mahasiswa kedua tersebut dapat digunakan sebagai algoritma kompresi file.

Algoritma Huffman Dasar pemikiran algoritma ini adalah bahwa

setiap karakter ASCII biasanya diwakili oleh 8 bits. Jadi misalnya suatu file berisi deretan karakter “ABACAD” maka ukuran file tersebut adalah 6 x 8 bits = 48 bit atau 6 bytes. Jika setiap karakter tersebut di beri kode lain misalnya A=1, B=00, C=010, dan D=011, berarti kita hanya perlu file dengan ukuran 11 bits (10010101011), yang perlu diperhatikan ialah bahwa kode-kode tersebut harus unik atau dengan kata lain suatu kode tidak dapat dibentuk dari kode-kode yang lain. Pada contoh diatas jika kode D kita ganti dengan 001, maka kode tersebut dapat dibentuk dari kode B ditambah dengan kode A yaitu 00 dan 1, tapi kode 011 tidak dapat dibentuk dari kode-kode yang lain. Selain itu karakter yang paling sering muncul, kodenya diusahakan lebih kecil jumlah bitnya dibandingkan dengan karakter yang jarang muncul. Pada contoh di atas karakter A lebih sering muncul (3 kali), jadi kodenya dibuat lebih kecil jumlah bitnya dibanding karakter lain.

Untuk menetukan kode-kode dengan kriteria bahwa kode harus unik dan karakter yang sering muncul dibuat kecil jumlah bitnya, kita dapat menggunakan algoritma Huffman.

Aplikasi

Sebagai contoh, sebuah file yang akan dimampatkan berisi karakter-karakter “NUSANTARA”. Dalam kode ASCII masing-masing karakter dikodekan sebagai :

N = 4EH = 01001110B U = 55H = 01010101B S = 53H = 01010011B A = 41H = 01000001B T = 54H = 0 1010100B R = 52H = 01010010B Maka jika diubah dalam rangkaian bit,

“NUSANTARA” menjadi : 01001110010101010101001101000001010011100 10101000100000101010010 yang berukuran 72 bit.

Page 213: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kompresi Data Menggunakan Algoritma Huffman F. Rizal Batubara

209

Tugas kita yang pertama adalah menghitung frekuensi kemunculan masing-masing karakter, jika kita hitung ternyata N muncul sebanyak 2 kali, U sebanyak 1 kali, S sebanyak 1 kali, A sebanyak 3 kali, T sebanyak 1 kali dan R sebanyak 1 kali. Jika disusun dari yang kecil :

U = 1 S = 1 T = 1 R = 1 N = 2 A = 3 Untuk karakter yang memiliki frekuensi

kemunculan sama seperti U, S, T dan R disusun menurut kode ASCII-nya, begitu pula untuk N dan A.

Selanjutnya buatlah node masing-masing karakter beserta frekuensinya sebagai berikut :

Ambil 2 node yang paling kiri (U dan S), lalu

buat node baru yang merupakan gabungan dua node tersebut, node gabungan ini akan memiliki cabang masing-masing 2 node yang digabungkan tersebut. Frekuensi dari node gabungan ini adalah jumlah frekuensi cabang-cabangnya. Jika kita gambarkan akan menjadi seperti berikut ini :

Jika kita lihat frekuensi tiap node pada level paling atas, US=2, T=1, R=1, N=2, dan A=2. Node-node tersebut harus diurutkan lagi dari yang paling kecil, jadi node US harus digeser ke sebelah kanan node R dan ingat jika menggeser suatu node yang memiliki cabang, maka seluruh cabangnya harus diikutkan juga. Setelah diurutkan hasilnya akan menjadi sebagai berikut :

Setelah node pada level paling atas diurutkan (level berikutnya tidak perlu diurutkan), berikutnya kita gabungkan kembali 2 node paling kiri seperti yang pernah dikerjakan sebelumnya. Node T digabung dengan node R menjadi node TR dengan frekuensi 2 dan gambarnya akan menjadi seperti berikut ini:

Kemudian hasilnya kita urutkan kembali (dalam kasus ini hasilnya tetap). Berikutnya kita gabungkan kembali 2 node paling kiri. Node TR digabung dengan node US menjadi node TRUS dengan frekuensi 4 dan gambarnya akan menjadi seperti berikut ini :

Kemudian diurutkan lagi menjadi:

T,1 R,1 N,2 A,3 US,2

U,1 S,1

U S,1 T,1 R,1 N,2 A,3

T,1 R,1 N,2 A,3 US,2

U,1 S,1

N,2 A,3 US,2

U,1 S,1

TR,2

T,1 R,1

N,2 A,3 TRUS,4

TR,2

T,1 R,1

US,2

U,1 S,1

N,2 A,3 TRUS,4

TR,2

T,1 R,1

US,2

U,1 S,1

Page 214: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005

210

Kita gabungkan kembali 2 node paling kiri. Node N digabung dengan node A menjadi node NA dengan frekuensi 5 dan gambarnya akan menjadi seperti berikut ini :

Selanjutnya dua node tersisa kita gabungkan

kembali sampai diperoleh pohon Huffman seperti gambar berikut ini :

Setelah pohon Huffman terbentuk, berikan tanda bit 0 untuk setiap cabang ke kiri dan bit 1 untuk setiap cabang ke kanan seperti gambar berikut :

Untuk mendapatkan kode Huffman masing-

masing karakter, telusuri karakter tersebut dari node yang paling atas (NATRUS) sampai ke node karakter tersebut dan susunlah bit-bit yang dilaluinya.

Untuk mendapatkan kode Karakter N, dari node NATRUS kita harus menuju ke node NA melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node N melalui bit 0, jadi kode dari karakter N adalah 00.

Untuk mendapatkan kode Karakter A, dari node NATRUS kita harus menuju ke node NA melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node A melalui bit 1, jadi kode dari karakter A adalah 01.

Untuk mendapatkan kode Karakter T, dari node NATRUS kita harus menuju ke node TRUS melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node TR melalui bit 0, dilanjutkan ke node T melalui bit 0, jadi kode dari karakter T adalah 100.

Untuk mendapatkan kode Karakter R, dari node NATRUS kita harus menuju ke node TRUS melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node TR melalui bit 0, dilanjutkan ke node R melalui bit 1, jadi kode dari karakter R adalah 101.

Untuk mendapatkan kode Karakter U, dari node NATRUS kita harus menuju ke node TRUS melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node US melalui bit 1, dilanjutkan ke node U melalui bit 0, jadi kode dari karakter U adalah 110.

Terakhir, Untuk mendapatkan kode Karakter S, dari node NATRUS kita harus menuju ke node TRUS melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node US melalui bit 1, dilanjutkan ke node S melalui bit 1, jadi kode dari karakter S adalah 111.

TR,2

T,1 R,1

US,2

U,1 S,1

NATRUS,9

NA,5

N,2 A,3

TRUS,4

0

0

0

0

0

1

1

1 1

1

TRUS,4

TR,2

T,1 R,1

US,2

U,1 S,1

NA,5

N,2 A,3

TR,2

T,1 R,1

US,2

U,1 S,1

NATRUS,9

NA,5

N,2 A,3

TRUS,4

Page 215: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Kompresi Data Menggunakan Algoritma Huffman F. Rizal Batubara

211

Hasil akhir kode Huffman dari file di atas adalah: N = 00 A = 01 T = 100 R = 101 U = 110 S = 111 Dengan kode ini, file yang berisi karakter-

karakter “NUSANTARA” akan menjadi lebih kecil, yaitu : 00 110 111 01 10 100 01 101 01 N U S A N T A R A = 22 bit

Dengan Algoritma Huffman berarti file ini dapat

kita hemat sebanyak 72-22 = 50 bit. Untuk proses pengembalian ke file aslinya, kita

harus mengacu kembali kepada kode Huffman yang telah dihasilkan, seperti contoh di atas hasil pemampatan adalah : 0011011101101000110101 dengan Kode Huffman :

N = 00 A = 01 T = 100 R = 101 U = 110 S = 111 Ambillah satu-persatu bit hasil pemampatan

mulai dari kiri, jika bit tersebut termasuk dalam daftar kode, lakukan pengembalian, jika tidak ambil kembali bit selanjutnya dan jumlahkan bit tersebut. Bit pertama dari hasil pemampatan di atas adalah 0, karena 0 tidak termasuk dalam daftar kode kita ambil lagi bit kedua yaitu 0, lalu digabungkan menjadi 00, jika kita lihat daftar kode 00 adalah kode dari karakter N.

Selanjutnya bit ketiga diambil yaitu 1, karena 1 tidak terdapat dalam daftar kode, kita ambil lagi bit keempat yaitu 1 dan kita gabungkan menjadi 11. 11 juga tidak terdapat dalam daftar, jadi kita ambil kembali bit selanjutnya yaitu 0 dan digabungkan menjadi 110. 110 terdapat dalam daftar kode yaitu karakter U. Demikian selanjutnya dikerjakan sampai bit terakhir sehingga akan didapatkan hasil pengembalian yaitu NUSANTARA.

KEPUSTAKAAN

Hankerson, Darrel; Harris, Greg A. and Johnson, Peter D. Introduction to Information Theory and Data Compression, Chapman & Hall/CRC; 2nd edition, 2003.

1. Salomon, David. Data Compression: The Complete Reference. Springer; 3th edition, 2004.

2. Williams, Ross N. Adaptive Data Compression. Springer; 1990.

Page 216: Sistem Teknik Industri Vol_ 6 No_ 3 Juli 2005

Volume 6 No. 3 Juli 2005

SURAT PENGANTAR

No. /JO5.1.31/TI/STI/2004-

Kepada Yth : ……………………………….. ……………………………….. di Tempat

No. Isi Surat / Barang Banyaknya Keterangan 1. JURNAL SISTEM TEKNIK

INDUSTRI Jurnal Ilmiah Terakreditas Vol. 6 No. 3 Juli 2005

1 (satu) eksemplar

Disampaikan dengan hormat sebagai tukar informasi ilmiah, mohon lembar di bawah ini dikirim kembali

Medan, 2005 Pemimpin Umum,

Ir.H.A.Jabbar M.Rambe, M.Eng NIP. 130 517 496

…………………………………………………………………………………………... TANDA TERIMA Telah diterima dari : Redaksi Jurnal Sistem Teknik Industri

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Jl. Almamater Kampus USU P. Bulan Medan 20155

Berupa : JURNAL SISTEM TEKNIK INDUSTRI Vol. 5 No. 4, Oktober 2004 Tanggal diterima : ……………………………………………………………………………… Nama : ……………………………………………………………………………… Jabatan : ……………………………………………………………………………… Institusi : ……………………………………………………………………………… Alamat : ……………………………………………………………………………… Telepon : ……………………………………………………………………………… Tanda tangan/cap : ………………………………………………………………………………

JURNAL SISTEM TEKNIK INDUSTRI Jurnal Keilmuan dan Penggunaan Terhadap Sistem Teknik Industri ISSN 1411-5247 Terakreditasi No. 52/DIKTI/KEP/2002 Jl. Almamater Kampus USU P. Bulan Medan 20155 Homepage: http://www.geocities.com/jurnalsti_usu E-mail: [email protected]