sinusitis

50
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Referat yang berjudul “Sinusitis” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Farida Nurhayati, Sp.THT-KL, M.Kes, yang telah membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan Referat ini. Penulis menyadari bahwa Referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini. Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit THT-KL di RSUD Kota Bekasi. Jakarta, Mei 2015 Penulis 1

Upload: kadek-widhiana-utami

Post on 24-Sep-2015

12 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kadek

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Referat yang berjudul Sinusitis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Farida Nurhayati, Sp.THT-KL, M.Kes, yang telah membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan Referat ini. Penulis menyadari bahwa Referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini. Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang menempuh kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit THT-KL di RSUD Kota Bekasi.

Jakarta, Mei 2015

Penulis

1

JUDUL :REFERAT SINUSITISDiajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KL

OlehCarla Putri Chandra 10.024Kadek Widhiana Utami 10.026Rani Septiani. R 10.29

Pembimbing

dr. Farida Nurhayati, Sp.THT-KL, M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KLRumah Sakit Umum Daerah Kota BekasiPERIODE 11 MEI 2015 13 JUNI 2015Fakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaJAKARTA

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHANKATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB 1 PENDAHULUANBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Rongga Hidung dan Sinus Paranasal2.2 Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal2.43 SinusitisDAFTAR PUSTAKA

................................................................................................................................................................................................................................................

............................................................

........................................................................................................................1234

5

812

BAB 1PENDAHULUAN

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia.. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya adalah sinusitis. Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokterspesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.1,2Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinusetmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya keorbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates.3,4 Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien mengalami komplikasi sinusitis sebelum era antibiotik. Pada era antibiotik saat ini 17% dari penderita dengan selulitis orbita meninggal karena meningitis dan 20% mengalami kebutaaan. Komplikasi intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana angka kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau kronik. Meskipun jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari meningitis, epidural empiema serta abses, trombosis sinus kavernosus, dan abses serebri.5,6

Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Rongga Hidung dan Sinus ParanasalSinus paranasal memiliki bentuk yang bervariasi antar individu sehingga sulit dideskripsikan. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Rongga sinus terebut berisi udara yang berlapis mukosa dan memiliki muara (ostium) masing - masing ke dalam rongga hidung. Sinus paranasal terdiri dari 4 pasang yaitu sinus maksilaris, sinus etmoid, sinus frontalis, dan sinus sfenoid. 4

Gambar 2.1 Anatomi sinus

Pembentukan sinus-sinus paranasal dimulai sejak dalam kandungan, akan tetapi hanya ditemukan dua sinus ketika baru lahir yaitu sinus maksila dan etmoid.5 Sinus frontal mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi penting secara klinis menjelang usia 13 tahun, terus berkembang hingga usia 25 tahun. Pada sekitar 20% populasi, sinus frontal tidak ditemukan atau rudimenter, dan tidak memiliki makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumatisasi sekitar usia 8 hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan atau dua puluhan. Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum berdiferensiasi. Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal yang kemudian akan menjadi konka inferior. Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal, yang akan menjadi konka media, superior dan supreme dengan cara terbagi menjadi ethmoturbinal pertama dan kedua.Pertumbuhan ini diikuti pertumbuhan sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan infundibulum etmoid.Sinus-sinus kemudian mulai berkembang. Rangkaian rongga, depresi, ostium dan prosesus yang dihasilkan merupakan struktur yang kompleks yang perlu dipahami secara detail dalam penanganan sinusitis, terutama sebelum tindakan bedah. Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung dijelaskan dalam gambar 1.5

Gambar 2.2Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung (1. Nasal; 2. Frontal; 3. Etmoid; 4. Sfenoid; 5. Maksila; 6. Prosesus palatina horizontal; 7. Konka superior (etmoid); 8. Konka media (etmoid); 9. Konka inferior; 10. Foramene sfenopalatina; 11. Lempeng pterigoid media; 13. Hamulus pterigoid media)(Ballenger JJ. Aplikasi klinis anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal dalam penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 26. Jakarta: Binarupa Aksara, 2008)

Dari struktur di atas, dapat dilihat atap kavum nasi dibentuk oleh tulang-tulang nasal, frontal, etmoid, sfenoid dan dasar kavum nasi dibentuk oleh maksila dan prosesus palatina, palatina dan prosesus horizontal. Gambar 1 menunjukkan anatomi tulang-tulang pembentuk dinding nasal bagian lateral. Tiga hingga empat konka menonjol dari tulang etmoid, konka supreme, superior, dan media. Konka inferior dipertimbangkan sebagai struktur independen.5 Masing-masing struktur ini melingkupi ruang di baliknya di bagian lateral yang disebut meatus, seperti terlihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Meatus pada dinding lateral hidung(Ballenger JJ. Aplikasi klinis anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal dalam penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 26. Jakarta: Binarupa Aksara, 2008)

Sebuah lapisan tulang kecil menonjol dari tulang etmoid yang menutupi muara sinus maksila di sebelah lateral dan membentuk sebuah jalur di belakang konka media. Bagian tulang kecil ini dikenal sebagai prosesus unsinatus. Jika konka media diangkat, maka akan tampak hiatus semilunaris dan bulla etmoid seperti tampak pada gambar 3. Dinding lateral nasal bagian superior terdiri dari sel-sel sinus etmoid yang ke arah lateral berbatasan dengan epitel olfaktori dan lamina kribrosa yang halus. Superoanterior dari sel-sel etmoid terdapat sinus frontal.Aspek postero-superior dari dinding lateral nasal merupakan dinding anterior dari sinus sfenoid yang terletak di bawah sela tursika dan sinus kavernosa.5

Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi seperti terlihat dalam gambar 4. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju resesus sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus media, sinus etmoid anterior menuju meatus media, sinus etmoid media menuju bulla etmoid dan sinus maksila menuju meatus media. Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah duktus nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior.5

Gambar 2.4. Aliran sekresi sinus(Ballenger JJ. Aplikasi klinis anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal dalam penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 26. Jakarta: Binarupa Aksara, 2008)

2.1.1. Kompleks Osteo-Meatal (KOM)KOM adalah celah pada dinding lateral hidung dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi yang menyusun KOM adalah proseus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan resesus frontal.4KOM merupakan tempat ventilasi dan drenase dari sinus sinus yang terletak di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior, dan frontal. Ostium terletak pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media. 4

Gambar 2.5. Kompleks osteomeatal (Gaillard F, 2010)(Gaillard F. Normal ostiomeatal complex diagram. http://radiopaedia.org/images/428046. Diakses : 02 Februari 2015)

2.2. Fisiologi Rongga Hidung dan Sinus Paranasal2.2.1. Fisiologi Rongga Hidung Fungsi respirasiUdara yang dihirup mengalami proses humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara yang melalui hidung diatur sekitar 37oC. Fungsi ini dimungkinkan banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya pemukaan konka dan septum yang luas.4Adapun partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara disaring oleh hidung oleh rambut pada vestibulum nasi, silia, dan palut lendir. Selanjutnya, partikel debu dan bakteri yang melekat pada palut lendir dikeluarkan dengan refleks bersin.4

Fungsi penghiduPada hidung terdapat mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagaian atas septum yang berperan sebagai indra penghidu. Bau yang dihirup mencapai daerah ini dengan difusi dengan palur lendir atau menarik nafas yang kuat.4

Fungsi fonetikKualitas suara saat bicara atau menyanyi dipengaruhi resonansi oleh hidung. Hidung membantu dalam pembentukan kata-kata. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).4 Refleks nasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler, dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekeresi kelenjar liur, lambung, dan pankreas.4

2.2.2. Fisiologi Sinus Paranasal Sistem mukosiliarSinus paranasal memiliki mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Dalam mengalirkan lendirnya, sinus silia bergerak secara teratur menuju ositum mengikut jalur yang sudah tertentu polanya.4Sistem mukosiliar dari sinus terdapat 2 aliran yang terdapat pada dinding lateral hidung. Lendir dari kumpulan sinus anterior bergabung di infundibulum etmoid lalu dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir dari kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoidetmoidalis, yang dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Hal ini yang menyebabkan terjadinya post nasal drip pada sinusitis.4-Fungsi sinus paranasal4a. Sebagai pengatur kondisi udarab.Sebagai penahan suhuc.Membantu keseimbangan kepalad.Membantu resonansi udarae.Sebagai peredam perubahan tekanan udaraf.Membantu produksi mukus

2.3. Sinusitis 2.3.1 Definisi dan klasifikasiSinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksivirus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yangada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut(berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggutetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis. Secara klinis sinusitis dibagia atas:

1.Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.2.Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan.3.Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.

Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm)5: Ringan = VAS 0-3 Sedang = VAS >3-7 Berat= VAS >7-10Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS jawaban dari pertanyaan: Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?_______________________________________________________________Tidak mengganggu10 cm Gangguan terburuk yang masuk akalNilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien

2.3.2 Etiologi dan Faktor PredisposisiBeberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, infeksi bakteri, jamur, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil. Faktor lokal seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip hidung, deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, juga dapat menjadi faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab terjadinya sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinositisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan merokok.11Etiologi berdasarkan penyebab sinusitis : a. Rhinogenik Penyebab kelainan atau masalah pada hidung, segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Termasuk flu biasa, rhinitis alergi (pembengkakan pada lapisan hidung), polip hidung, atau deformitas septum.b. Dentogenik Penyebabnya kelainan gigi, yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).

2.3.3 PatofisiologiSinus paranasal ditemukan normal steril dalam keadaan fisiologis. Sekresi yang dihasilkan oleh sinus dialirkan melalui silia melalui ostia dan keluar melalui rongga hidung.4,10 Mukus yang dihasilkan juga mengandung substansi antimikroba dan zat-zat yang berfungsi untuk mekanisme pertahanan tubuh. Pada orang normal, laju sekresi selalu menuju ke ostia yang mencegah adanya kontaminasi pada ruang sinus. Ostium sinus maksilaris hanya berdiameter 2,5mm, apabila ada edema mukosa sebesar 1-3mm, akan menyebabkan kongesti (dapat disebabkan oleh alergi, virus iritasi bahan kimia) dan obstruksi dari sekresi sinus.4,10 Keadaan ini menimbulkan tekanan negatif di dalam sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi serosa.Mukus yang terhambat ini, apabila terinfeksi akan menyebabkan sinusitis. Ada hipotesa mekanis yang mengatakan bahwa karena rongga sinus ini berhubungan dengan rongga hidung, maka koloni bakteri dari nasofaring dapat menginfeksi rongga sinus.Patofisiologi dari rhinosinusitis berhubungan dengan 3 faktor, yaitu :1. Obstruksi jalan keluar sekresi sinus.Obstruksi dari ostia sinus mencegah drainase yang baik. ostia dapat tertutup oleh pembengkakan mukosa atau karena penyebab lokal (trauma, rinitis), dapat juga oleh reaksi inflamasi yang disebabkan oleh penyakit sistemik dan gangguan imunitas. Obstruksi mekanik yang disebabkan oleh polip hidung, benda asing, septum deviasi atau tumor juga dapat menyebabkan obstruksi ostia. Biasanya, batas mukosa yang edematous memiliki penampilan bergigi, tetapi dalam kasus yang parah, mukus dapat benar-benar mengisi sinus, sehingga sulit untuk membedakan proses alergi dari sinusitis infeksiSecara karakterisitik, semua sinus paranasal dan konka yang berdekatan membengkak. Air fluid level dan erosi tulang tidak ditemukan pada sinusitis alergi ringan, tetapi pembengkakan mukosa disertai buruknya drainase sinus dapat dicuragai adanya infeksi sekunder bakteri.4,10

1. Kelainan pada mukosiliarDrainesa sinus paranasal bergantung pada gerakan mukosiliar, bukan bergantung pada gravitasi. Koordinasi dari sel epitel kolumner bersilia menyebabkan drainase selalu menuju ke ostia sinus. Ada beberapa hal yang dapat mengganggu fungsi mukosilia ini, yaitu berkurang sel epitel bersilia, aliran udara yang tinggi, virus, bakteri, sitotoksin lingkungan, mediator inflamasi, kontak antar 2 permukaan mukosa, udara dingin/kering, jaringan parut, PH rendahm anoxia, asap rokok, toksin kimia, dehidrasi, obat antihistamin dan antikolinergik, serta Kartagener sindrom.1. Berubahnya kualitas dan kuantitas mukus.Adanya kurangnya sekresi atau hilangnya kelembapan pada permukaan yang tidak dapat terkompensasi oleh kelenjar mukus dan sel goblet mukus menjadi sangat kental. Berubahnya konsistensi mukus menjadi lebih kental menyebabkan drainase menuju ostia berjalan lambat, dan mukus ini akan tertahan untuk beberapa waktu.

Gambar 3. Patogenesis SinusitisInflamasi akut dari mukosa sinus menyebabkan hyperaemia, eksudasi cairan, keluar sel PMN dan meningkatnya akticitas dari kelenjar serosa dan mukus. Tergantung pada virulensi organisme, daya tahan tubuh host, dan kemampuan dari ostium sinus intuk men-drainase eksudat yang ada, penyakitnya dapat ringan (non-supuratif) atau berat (supuratif). Pada awalnya, eksudat serous lama kelamaan dapat menjadi purulent. Bahkan pada infeksi yang cukup berat dan lama, dapat menyebabkan perubahan pada mukosa (hipertrofi/atrofi), silia rusak, pembentukan polip, empyema sinus, dan destruksi dinding tulang yang berujung pada komplikasi.4,10

2.3.4 DiagnosisPada Inspeksi yang diperhatikan adalah ada tidaknya pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak mata atas/bawah yang berwarna kemerahan. Pada palpasi dapat sinus paranasal ditemukan nyeri tekan dan tenderness.1Rhinoskopi anterior dengan atau tanpa dekongestan. Untuk menilai status dari mukosa hidung dan ada tidaknya,warna cairan yang keluar. Kelainan anatomis juga dapat dinilai dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan transiluminasi pada sinus maksila dan frontal dapat menunjukkan adanya gambaran gelap total, apabila hanya sebagian dinyatakan tidak spesifik.Pemeriksaan endoskopi dapat melihat asal cairan (nasal discharge) yang keluar, biasa dari meatus media dan dapat menunjukkan informasi adanya obstuksi dari kompleks ostiomeatal. Endoskopi ini juga dapat digunakan untuk mengambil sampel untuk kultur. Pemeriksaan rongga mulut dan orofaring untuk melihat kondisi dari gigi, dan ada tidaknya post nasal drip, eritema, sekresi purulent.11Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis sinusitis antara lain :1. Pemeriksaan IgE total serumSecara umum, kadar IgE total serum rendah pada orang normal dan meningkat pada penderita atopi, tetapi kadar IgE normal tidak menyingkirkan adanya rinitis alergi. Pada orang normal, kadar IgE meningkat dari lahir (0-1 KU/L) sampai pubertas dan menurun secara bertahap dan menetap setelah usia 20-30 tahun. Pada orang dewasa kadar >100-150 KU/L dianggap normal. Kadar meningkat hanya dijumpai pada 60% penderita rinitis alergi dan 75% penderita asma. Terdapat berbagai keadaan dimana kadar IgE meningkat yaitu infeksi parasit, penyakit kulit (dermatitis kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan kadar menurun pada imunodefisiensi serta multipel mielom. Kadar IgE dipengaruhi juga oleh ras dan umur, sehingga pelaporan hasil harus melampirkan nilai batas normal sesuai golongan usia. Pemeriksaan ini masih dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring, tetapi tidak digunakan lagi untuk menegakkan diagnostic.1. Transiluminasi Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan).1. Rontgen sinus paranasalis111. Foto polosPemeriksaan foto polos adalah pemeriksaan paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasalis terdiri atas berbagai macam posisi, namun yang paling sering dipakai adalah foto kepala posisi waters.Posisi standar yang biasanya digunakan dalam pemeriksaan radiologi dengan tujuan mengevaluasi sinus paranasalis antara lain sebagai berikut :1. Foto kepala posisi Occipito-Mental atau posisi WatersFoto waters dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbitomeatus membentuk sudut 45o dengan film. Arah sinar cahaya horizontal dengan sentrasi pada tulang occipital, 3 cmn diatas tonjolan occipital eksterna. Pada foto waters, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris, sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya. Apabila foto dilakukan pada keadaan mulut terbuka, akan dapat menilai dinding posterior sinus sfenoid dan nasofaring dengan baik.Gambar 4. Posisi Waters1. Foto kepala posisi Occipito-frontal atau posisi CaldwellFoto ini dilakukan dengan kepala menghadap ke film dimana garis orbitomeatal tegak lurus dengan film. Arah datangnya sinar horizontal dengan sentrasi pada nasion. Posisi ini sangat baik untuk menilai sinus frontal dan sinus ethmoid.1

Gambar 5. Posisi Caldwell

1. Foto kepala posisi lateralFoto ini dilakukan dengan posisi kepala terletak sebelah lateral atau dalam hal ini bidang sagital kepala terletak paralel dengan film dengan sentrasi pada daerah kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksila berhimpit satu sama lain. Posisi ini sangat baik dalam menilai sinus sphenoid dan frontal serta ruang nasofaring.

Gambar 6. Posisi lateralAdapun gambaran radiologi sinusitis yang dapat dinilai dari ketiga posisi foto polos di atas antara lain :1. Penebalan mukosa1. Air fluid level (kadang-kadang)1. Perselubungan homogen atau tidak homogen1. Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)1. Foto Kepala Posisi SubmentoverteksPosisi ini diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbitomeatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital melalui sella tursika kearah verteks. Posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus maksilaris.1. Foto Kepala Posisi RhesePosisi rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain.1. Foto Kepala Posisi TownePosisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 30o-60o ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fisura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arkus zigomatikus posterior.Pada sinusitis, mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling sering adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga gambaran penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang menebal.

Gambar 7. (1) Foto kepala sinusitis maksillaris posisi waters , 2) Tampak adanya perselubungan disertai gambaran air fluid level pada daerah sinus maksillaris kanan

1. CT-Scan11Pemeriksaan CT Scan sekarang merupakan gold standard pemeriksaan yang sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik masing-masing sinus, tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak. Potongan aksial merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan untuk mengevaluasi sinus paranasalis.

Gambar 8. (a) CT Scan potongan coronal memperlihatkan gambaran perselubungan pada sinus maksilaris kanan dan deviasi septum nasi. (b) CT Scan memperlihatkan gambaran perselubungan pada kedua sinus maksillaris, tampak pula deviasi septum nasi ke kiri.CT Scan merupakan pemeriksaan yang sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan foto polos kepala, khususnya pada sinus sphenoidalis dan ethmoidalis. Kira-kira 50 % pada kasus sinusitis sphenoidalis pada foto polos tidak tampak kelainan atau normal, tetapi apabila diperiksa dengan CT Scan tampak kelainan pada mukosa sinus berupa penebalan mukosa.1. Sinoscopy Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus. Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.

1. Pemeriksaan mikrobiologi11,12Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih umum untuk penyakit ini.Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis bakteri. Dengan demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat harus diketahui benar jenis bakterinya penyebab sinusitisnya. Pemeriksaan kultur terhadap sekret sinus maksila mendapatkan kuman aerob terbanyak adalah Streptokokus pneumonia (18 kasus - 45%), diikuti Pseudomonas sp 8 kasus (20%), Streptokokus piogenes dan Klebsiela pneumonia masing-masing 5 kasus (12,5%) dari 40 sampel penelitian pada tahun 2007. Pada penelitian ini tidak dijumpai lebih dari 1 kuman aerob pada satu sediaan.Legent F dkk (Prancis, 1994) menemukan kuman penyebab sinusitis maksila kronis yang terbanyak adalah. Stafilokokus aureus, diikuti Hemofilus influensa, Streptokokus pneumonia. Sedangkan Fombeur dkk (Paris, 1994) menemukan kuman Streptokokus pneumonia sebagai penyebab terbanyak dari sinusitis maksila kronis, diikuti oleh Stafilokokus aureus dan Hemofilus influenza, Moraxela kataralis dan Corynebacterium sp. Dari penelitian dan berbagai teori yang ada menyebutkan bahwa terdapat campur tangan bakteri pada sinusitis

Tanda, gejala dan diagnosis berdasarka lokasi sinus : 1.Sinusitis Akut Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang sering sekali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena, merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga dirasakan di tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi, gigi, dahi dan depan telinga menandakan sinusitis maksila. Nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata dan pelipis menandakan sinusitis etmoid. Nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.Gejala sugestif untuk menegakkan diagnosis terlihat pada tabel 1. Gejala yang berat dapat menyebabkan beberapa komplikasi, dan pasien tidak seharusnya menunggu sampai 5-7 hari sebelum mendapatkan pengobatan.Pada rinoskopi anterior tampak pus keluar dari meatus superior atau nanah di meatus medius pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid tampak pus di meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.

Tabel 1. Gejala mayor dan minor pada sinusitis akut. Diagnosis ditegakkan dengan dua gejala mayor atau satu gejala minor ditambah dengan dua gejala minor.

Gejala mayor dan minor pada sinusitis akut

Gejala MayorGejala Minor

a. Nyeri atau rasa tertekan pada mukab. Kebas atau rasa penuh pada mukac. Obstruksi hidungd. Sekeret hidung purulen, post nasal dripe. Hiposmia atau anosmiaf. Demam (hanya pada rinosinusitis akut)a. Sakit kepalab. Demam (pada sinusitis kronik)c. Halitosisd. Kelelahane. Sakit gigif. Batukg. Nyeri, rasa penuh, atau rasa tertekan pada telinga

Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.Gambar 2.12. Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus Paranasal

(Schwartz G, White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and Their management; dalam Sinusitis from Microbiology to Management. Brook I. New York : Taylor and Francis Group. 2006)

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Dalam interpretasi biakan hidung, harus hati-hati, karena mungkin saja biakan dari sinus maksilaris dapat dianggap benar, namun pus tersebut berlokasi dalam suatu rongga tulang. Sebaiknya biakan dari hidung depan, akan mengungkapkan organisme dalam vestibulum nasi termasuk flora normal seperti Staphilococcus dan beberapa kokus gram positif yang tidak ada kaitannya dengan bakteri yang dapat menimbulkan sinusitis. Oleh karena itu, biakan bakteri yang diambil dari hidung bagian depan hanya sedikit bernilai dalam interpretasi bakteri dalam sinus maksilaris, bahkan mungkin memberi informasi yang salah. Suatu biakan dari bagian posterior hidung atau nasofaring akan jauh lebih akurat, namun secara teknis sangat sulit diambil. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

a. Sinusitis Maksilaris Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Sinusitis maksilaris asal geligi. Bentuk penyakit geligi-maksilaris yang khusus bertanggung jawab pada 10 persen kasus sinusitis yang terjadi setelah gangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigimolar, biasanya molar pertama, dimana sepotong kecil tulang diantara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat. Adalah nathaniel highmore yang mengemukanan tulang yang membungkus antrum maksilaris dan memisahkanya dari soket geligi, tebalnya tidak melebihi kertas pembungkus. Karena itu, antrum maksilaris seringkali disebut sebagai antrum highmore.infeksi gigi lainnya seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis berasal geligi ini terutama didominasi oleh infeksi gram negatif. Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung.7Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi. Transluminasi berkurang bila sinus penuh cairan. Pada pemeriksaan radiologik foto polos posisi waters dan PA, gambaran sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya terbentuk gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi pus.

b. Sinusitis EtmoidalisSinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung.

c. Sinusitis FrontalisNyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.

d.Sinusitis SfenoidalisSinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

2. Sinusitis KronisSinusitis kronik berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Pada sinusitis akut perubahan patologik membrana mukosa berupa infiltrat polimorfonuklear, kongesti vaskular dan deskuamasi epitel permukaan, yang semuanya reversibel. Gambaran patologik sinusitis kronik adalah kompleks dan ireveribel.7 Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar masa itu, gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasis, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.

2.3.5 Tatalaksanaa. Sinusitis Akut Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri.

Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini.

b. Sinusitis Kronik2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di wajah;Penghidu terganggu/ hilangPemeriksaan: Rinoskopi AnteriorFoto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan Tersedia EndoskopiPolipRujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi DipertimbangkanIkuti skema polip hidung Dokter Spesialis THTIkuti skema Rinosinusitis kronik Dokter Spesialis THTTidak ada polipPemeriksaan Rinoskopi AnteriorFoto Polos SPN/ TomografiKomputer tidak direkomendasikan

Endoskopi tidak tersediaLanjutkan terapi

Perbaikan

Reevaluasi setelah 4 minggu

Steroid topikalCuci hidungAntihistamin jika alergi

Rujuk spesialis THTTidak ada perbaikanInvestigasi dan intervensi secepatnyaPikirkan diagnosis lain : Gejala unilateral Perdarahan Krusta Gangguan penciuman Gejala Orbita Edema Periorbita Pendorongan letak bola mata Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Bengkak daerah frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal

Gambar 2.13. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 20078Ringan VAS 0-3

Steroid topikal Intranasal cuci hidung

Gagal setelah 3 bulan

Perbaikan

Tindak lanjut Jangka Panjang + cuci hidungSteroid topikal Makrolide jangka panjang

Sedang atau berat VAS >3-10

Steroid topikalCuci hidungKultur & resistensi KumanMakrolid jangka panjangGagal setelah 3 bulan

Tomografi Komputer

Operasi

Perlu investigasi dan intervensi cepat

Pertimbangkan diagnosis lain : Gejala unilateral Perdarahan Krusta Kakosmia Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Edem frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau pilek yang tidak jernih; nyeri bagian frontal, sakit kepala;Gangguan Penghidu Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Tes AlergiPertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal Asma

Gambar 2.14. Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 20078

Gambar 2.15. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 200782 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau sekret hidung berwarnar; nyeri bagian frontal, sakit kepala;Gangguan Penghidu Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer Tes AlergiPertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal ASA Ringan VAS 0-3

Sedang VAS 3-7

Steroid topikal (spray)

Steroid topikal tetes hidung

Dievaluasi setelah 3 bulan

Perbaikan

Lanjutkan Steroid Topikal

Evaluasi setiap 6 bulan

Tidak membaik

Berat VAS > 10

Steroid oral jangka pendekSteroid topikal

Evaluasi setelah 1 bulan

Perbaikan

Tidak membaik

Tomografi Komputer

Operasi

Tindak lanjut Cuci hidungSteroid topikal + oralAntibiotika jangka panjangPerlu investigasi dan intervensi cepat

Pertimbangkan diagnosis lain : Gejala unilateral Perdarahan Krusta Kakosmia Gejala Orbita Edema Periorbita Penglihatan ganda Oftalmoplegi Nyeri kepala bagian frontal yang berat Edem frontal Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal

2.3.6 KomplikasiSinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami kontaminasi.Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain :4 1. Komplikasi lokala) Mukokelb) Osteomielitis (Potts puffy tumor)2. Komplikasi orbitala) Inflamatori edemab) Abses orbitalc) Abses subperiosteald) Trombosis sinus cavernosus.3. Komplikasi intrakraniala) Meningitisb) Abses SubperiostealKomplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi.

Komplikasi lokalA. OsteomielitisInfeksi sinus dapat menjalar hingga struktur tulang mengakibatkan osteomielitis baik di anterior maupun posterior dinding sinus. Penyebaran infeksi dapat berasal langsung atau dari vena yang berasal dari sinus. Osteomielitis paling banyak ditemukan pada dinding sinus frontal. Sekali tulang terinfeksi, bisa menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan mempermudah terjadinya penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang berujung pembentukan abses subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian anterior atau posterior dari dasar sinus yang mempermudah terjadinya penyebaran ekstrakranial atau intrakranial. Jika abses subperiosteal berbatasan dengan dasar anterior dari tulang frontal itu disebut dengan Pott`s puffy tumor. Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu muncul pada usia lebih dari 6 tahun karena sinus frontalis belum terbentuk pada usia di bawah 6 tahun.

Gambar 2.16. Gambaran Pott`s puffy tumor pada osteomielitis(Byron J. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management. Dalam Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2001)

B. MukokelMukokel adalah penyakit kronis berupa lesi kistik yang mengandung mukus pada sinus paranasal. Mukokel tumbuh secara perlahan memakan waktu tahunan untuk menimbulkan keluhan. Dan keluhan berhubungan dengan bertambah besarnya mukokel. Sesuai dengan pertambahan besarnya, mukokel dapat menekan dinding sinus sehingga mengawali erosi tulang. Setelah terjadi erosi pada dinding sinus, mukokel dapat mengenai seluruh struktur. Mukokel kebanyakan terjadi pada sinus frontalis, diikuti dengan sinus etmoid dan maksila. Gejala dari sinus frontal atau etmoid dapat menyebabkan sakit kepala, diplopia dan proptosis. Bola mata yang proptosis secara khas berpindah ke arah bawah dan luar. Mukokel sinus maksilaris biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada foto rongent sinus. Mukokel pada lokasi ini jarang menyebabkan gejala karena sinus maksilaris luas dan mukokel jarang menjadi cukup besar untuk menyebabkan kelainan pada tulang. Mukokel sinus maksilaris dapat menimbulkan gejala, jika menghambat ostium sinus maksilaris. Mukokel dapat bergejala pada setiap sinus ketika mukokel terinfeksi membentuk mukopyocele. Gejalanya hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Diagnosis ditegakkan oleh CT scan sinus. Mukokel yang mempunyai gejala ditata laksana dengan tindakan bedah mengangkat mukokel dan membersihkan sinus. Eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan berpenyakit serta memastikan suatu drainase yang baik, atau obliterasi sinus merupakan prinsip-prinsip terapi.4

Gambar 2.17. Gambaran MRI mukokel sinus frontal bilateral(Byron J. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management. Dalam Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2001)

Infeksi orbitaInfeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat operasi atau trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari sinus yang terinfeksi. Oleh karena ruang orbita dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus frontalis, etmoid, dan maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar hingga ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi ke ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan antara dinding sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan infeksi lebih mudah menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang paling tipis, disebut lamina papyracea yang batas lateral dan medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada orbita biasanya dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali infeksi menyebar melalui dinding sinus, batas periosteal dinding sinus berperan sebagai barrier tambahan untuk memproteksi orbita dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses di antara dinding dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum rusak maka akan terbentuk abses orbita.

Komplikasi IntrakranialKomplikasi intrakranial sangat jarang, terjadi hanya satu hingga 3 kali setiap tahunnya. Penggunaan antibiotik menurunkan insiden komplikasi ini. Komplikasi dari intrakranial meliputi (1) meningitis, (2) abses epidural, (3) abses subdural, (4) abses otak. Pasien pada umumnya memiliki lebih dari satu komplikasi intrakranial, seperti abses epidural/subdural terjadi bersamaan dengan abses otak atau meningitis. Berikut ini frekuensi relatif jumlah komplikasi intrakranial dari sinusitis.4

Tabel 2. Frekuensi Komplikasi IntrakranialKomplikasi intrakranialFrekuensi relatif (%, range)

Meningitis34 % (17 54)

Abses otak27 % (0 50)

Abses epidural23 % (0 44)

Abses subdural24 % (9 86)

Persentase pasien dengan > 1 komplikasi intracranial28 %

2.3.7 Prognosis Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya.Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik.

DAFTAR PUSTAKA1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editor. Kapita selekta kedokteran: Rinosinusitis. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius; 20142. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1-1393. Damayanti S, Dharmabakti US, Mangunkusumo E, Utama R, WardaniRS, Sari VA, et al. Functional sinus surgery di indonesia. Diambil dari : http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=271&Itemid=142. Diakses : 20 mei 20154. Mangunkusumo E dan Soetjipto D. Buku ajar ilmu kesehatan tellinga hidung tenggorok kepala & leher: Sinusitis. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 20125. Ballenger JJ. Aplikasi klinis anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal dalam penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 26. Jakarta: Binarupa Aksara, 20086. Gaillard F. Normal ostiomeatal complex diagram. http://radiopaedia.org/images/428046. Diakses : 21 mei 20157. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Buku Ajar Ilmu Telinga Hidung Tenggorok: Alergi Hidung. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 20088. Lumbanraja PLH. Distribusi Alergen pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam MalikMedan. Tesis.Medan : FKUSU.20079. Byron J. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management. Dalam Head and Neck Surgery Otolaryngology. 200110. Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT-KL. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 200411. Naclerio R, Gungor A. Etiologic Factors in Inflammatory Sinus Disease dalam Disease of the sinuses diagnosis and management. Kennedy DW. London : B.C Decker. 200112. Schwartz G, White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and Their management; dalam Sinusitis from Microbiology to Management. Brook I. New York : Taylor and Francis Group. 2006