semnas-matematika.stkip-pgri-sumbar.ac.idsemnas-matematika.stkip-pgri-sumbar.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/... ·...
TRANSCRIPT
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3 No.1, ISSN : 2443-1257
ii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA
“Menjawab Tantangan Abad 21 Melalui 4C’s dengan PMR”
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
Editor:
Prof. Dr. Syafrizal Sy (Universitas Andalas) Dr. M.Imran (Universitas Riau)
Dr. Admi Nazra (Universitas Andalas) Dra. Rahmi, M.Pd (STKIP PGRI Sumbar)
Tika Septia, S.Si, M.Pd (STKIP PGRI Sumbar) Ratulani Juwita, M.Pd (STKIP PGRI Sumbar)
STKIP PGRI SUMATERA BARAT PRESS
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3, No.1, ISSN : 2443-1257
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT sehingga Prosiding
Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ini dapat diselesaikan. Prosiding
ini bertujuan mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hasil presentasi
makalah pada Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika yang
terselenggara pada Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera
Barat. Jumlah makalah yang masuk 69 makalah dari 29 Perguruan Tinggi dan
Institusi yang terkait. Makalah-makalah tersebut telah dipresentasikan di Seminar
Matematika dan Pendidikan Matematika pada tanggal 29 April 2017. Makalah
terdiri dari 14,49 % makalah untuk Matematika dan 85,51 % untuk Pendidikan
Matematika.
Terima kasih disampaikan kepada pemakalah yang telah berpartisipasi
pada desiminasi hasil kajian/penelitian yang dimuat pada Prosiding ini. Terima
kasih juga disampaikan kepada Tim Prosiding dan segenap panitia yang terlibat.
Semoga Prosiding ini bermanfaat.
Ketua Panitia,
Melisa, M.Pd
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3 No.1, ISSN : 2443-1257
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................... iii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
Makalah Sidang Utama
No Pemakalah Judul Halaman
1 Ahmad Fauzan
MENUMBUHKEMBANGKAN THE 4C’S DENGAN PENDEKATAN RME
MU1-MU11
2 Abdur Rahman As’ari REORIENTASI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA: SUATU KENISCAYAAN MU12-MU27
3
Zusmelia, Irwan, Ramadoni, Rani Valicia Anggela
TANTANGAN PROFESIONALISME GURU
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MELALUI 4C’s DITINJAU DARI PERSPEKTIF
SOSIOLOGI
MU28-MU45
Makalah Sidang Paralel (Matematika)
No Pemakalah Judul Halaman
1 Ali Subroto, Mashadi, Sri Gemawati, dan Hasriati
PENGEMBANGAN TEOREMA KOSNITA DENGAN MENGGUNAKAN ORTHOCENTER
M1-M7
2 Amza Baharudin, Mashadi, Habibis Saleh, Hasriati
MODIFIKASI TEOREMA VAN AUBEL PADA SEGITIGA
M8-M16
3 Aniswita
HUBUNGAN FUNGSI TERINTEGRAL HENSTOCK-KURZWEIL SERENTAK DENGAN UNIFOMLY FUNCTIONALLY SMALL
RIEMANN SUMS DARI RUANG EUCLIDE nℜ
KE RUANG BARISAN pl , (1≤p
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3, No.1, ISSN : 2443-1257
v
10 Wahyu Indah Rahmawati
EVALUASI ALGORITMA MD5 DENGAN UJI COVERAGE
M90-M94
Makalah Sidang Paralel (Pendidikan Matematika)
No Pemakalah Judul Halaman
1.
Ade Olanda Safitri, Sofia Edriati, Ratulani Juwita
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE DISERTAI KUIS TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMA KELAS XI IPS
PM1-PM5
2
Adevi Murni Adel, Yenni Kurniawati
TAHAP DEFINE (PENDEFINISIAN)
PENGEMBANGAN MODUL KALKULUS 2
BERBASIS INQUIRY DI FKIP UMMY SOLOK
PM6-PM11
3
Al-nindu Bunga Sabrina, Darmawijoyo, Yusuf Hartono
PEMBELAJARAN PECAHAN SENILAI MENGGUNAKAN MODEL HIMPUNAN
PM12-PM24
4 Apriya Mayati,
Somakim, Hapizah BAHAN AJAR MATERI PERSEN GANDA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI
PM25-PM32
5 Afria Rahmi, Armiati, Hendra Syarifuddin
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MACROMEDIA FLASH PADA MATERI TRANSFORMASI GEOMETRI KELAS XI SMA/MA
PM33-PM40
6 Ariyani Muljo
KORELASI KECERDASAN VISUAL SPASIAL DAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DI SMA NEGERI 1 KEJURUAN MUDA
PM41-
PM48
7 Dian Nofriyanto, Anny Sovia, Lita Lovia
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP KELAS IX
PM49-PM54
8 Dina Usiani
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KONTEKSTUAL BERORIENTASI PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP
PM55-PM62
9 Dini Fajria Trisna
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VII SMP
PM63-PM71
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3 No.1, ISSN : 2443-1257
vi
10
Eka Jihadah Syaspasbandah, Hendra Syarifuddin, Jasrial
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS CONCEPT ATTAINMENT MODEL (CAM) UNTUK PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP
PM72-PM85
11
Elva Rahma Julia, Anna Cesaria, Hamdunah
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS KONSTRUKTIVISME UNTUK MATERI GRAFIK FUNGSI PADA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BATANG ANAI
PM86-PM91
12 Fimatesa Windari
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMK BISNIS MANAJEMEN BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING KELAS XI PADA MATERI TRANSFORMASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA
PM92-PM100
13 Fadhilaturrahmi
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN GI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SEKOLAH DASAR
PM101-PM110
14 Fitri Apriani, Zulkardi, Darmawijoyo
PENDEKATAN PMRI MEMBANTU SISWA BERPIKIR KRITIS PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DI KELAS X
PM111-PM122
15 Fitri Rahmi, Edwin Musdi, Irwan
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VII SMP/MTs
PM123-PM134
16 Gustina Andriani
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP
PM135-PM144
17 Helma, Mirna, Edizon
ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA KONTEKSTUAL MENGINTEGRASIKAN PENGETAHUAN TERKAIT DAN MODEL PMR UNTUK PEMBELAJARAN SISWA KELAS XI SMA
PM145-PM154
18 Hermanto
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA KELAS X SEMESTER 2
PM155-PM162
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3, No.1, ISSN : 2443-1257
vii
19 Hester Admas
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS DISCOVERY LEARNING UNTUK PESERTA DIDIK KELAS XI SMA
PM163-PM171
20
Ida Ratna Sari, Rahmi, Hafizah Delyana
PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE THE LEARNING CELL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VII SMPN 4 BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN
PM172-PM177
21 Iltavia, M.Pd
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ROTATING TRIO EXCHANGE (RTE) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMA NEGERI 2 PADANGPANJANG
PM178-PM189
22
Kiki Rizkiah Pertiwi, Zulkardi, Darmawijoyo
DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PECAHAN SENILAI DENGAN MENGGUNAKAN MANIK SUSUN KELAS IV
PM190-PM202
23 Masrita Okto Baylly
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP SEMESTER 2
PM203-PM210
24 Mukhni, Yarman, Ayu Rahmadani
KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS SMAN 2 BUKITTINGGI MELALUI PENERAPAN MODEL PENEMUAN TERBIMBING
PM211-PM224
25 Muthia Rahmi, Yerizon, Edwin Musdi
TAHAP PRELIMINARY RESEARCH PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII MTs/SMP
PM225-PM234
26 Nike Astiswijaya
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MODEL PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP/MTs
PM235-PM243
27 Novel Riska Ananda, Rahmi, Yulia Haryono
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE DAN TIPE THINK PAIR SHARE DI KELAS XI PARIWISATA SMKN 6 PADANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017
PM244-PM251
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3 No.1, ISSN : 2443-1257
viii
28
Nursa Fatri Nofriati, Yusuf Hartono, Somakim
PEMBELAJARAN PERBANDINGAN SENILAI MENGGUNAKAN RATIO TABLE DENGAN KONTEKS MUSI TOUR
PM252-PM260
29
Annisa Muliani, Tika
Septia, Radhya Yusri
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DIIRINGIPEMBELAJARAN AKTIF TIPE TEKA-TEKISILANG TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTsN MODEL PADANG
PM261-PM267
30 Paramita Susrizal
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MODEL PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK KELAS VII SMP
PM268-PM277
31 Putri Dewi Wardawati
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAs) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS X SMA
PM278-PM287
32 Rahmat Mushlihuddin
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MAHASISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATA KULIAH ANALISA VEKTOR DI FKIP UMSU
PM288-PM300
33 Ramadoni
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN TOPIK BARISAN DAN DERET BERBASIS REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DI KELAS IX SMP
PM301-PM325
34
Rani Ayu Setianingsih, Zulfitri Aima, Melisa
PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE LEARNING TOURNAMENT TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 12 PADANG
PM326-PM333
35 Reno Warni Pratiwi, Rita Oktavinora
VALIDITAS BUKU KERJA METODE NUMERIK BERBASIS KONSTRUKTIVISME DI FKIP UMMY SOLOK
PM334-PM340
36 Resi Niscaya
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS FLIPPED CLASSROOM UNTUK KELAS X SMA
PM341-PM348
37 Riren Rostari
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAs)UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI
PM349-PM356
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3, No.1, ISSN : 2443-1257
ix
MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS X SMA
38 Roza Zaimil, Rosmiyati
PRAKTIKALITAS PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS MASALAH PADA PERKULIAHAN GEOMETRI ANALITIK BIDANG DI FKIP UMMY SOLOK
PM357-PM364
39 Safitri Sholehat
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP/MTs
PM365-PM372
40
Satrama R. Hadinata, I.Made Arnawa, Atmazaki
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 7 SUNGAI PENUH
PM373-PM387
41 Selvia Erita
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATEMATIKA BERBASIS REALISTIC MATHEMATICEDUCATION DI KELAS VIII MTsN MODEL SUNGAI PENUH
PM388-PM403
42 Seprina Eliza
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS V SD
PM404-PM410
43 Shelvia Mandasari
PENGEMBANGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MODEL M-APOS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF PESERTA DIDIK KELAS X SMA
PM411-PM419
44
Shofiyatul Hilmi, Zulfitri Aima, Ainil Mardiyah
PENGARUH PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING (BBL) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 29 PADANG
PM420-PM427
45 Silvia
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN MODEL ELECITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS KELAS X SMA
PM428-PM436
46 Siti Halimah, I Made Arnawa, Ellizar
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PM437-PM447
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3 No.1, ISSN : 2443-1257
x
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS V SD
47 Siti Zulaika
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN KONTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS KELAS VIII SMP
PM448-PM458
48 Sri Hartati, Zulkardi, Yusuf Hartono
DESAIN PEMBELAJARAN PENCERMINAN DENGAN MENGGUNAKAN PERMAINAN BOM-BOMAN DI KELAS VII
PM459-PM469
49
Steffani Komala Sari, Ahmad Fauzan, Yerizon
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN STATISTIKA BERBASIS IT MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION UNTUK KELAS VIII SMP
PM470-PM485
50
Susi Aria Susanti, Edwin Musdi, Ali Asmar
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA PESERTA DIDIK PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII MTSN GURUN PANJANG
PM486-PM501
51 Wiwi Oktriani, Ahmad Fauzan, Ellizar
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER BERBANTUAN MEDIA QUIPPER SCHOOL DI KELAS X MULTIMEDIA SMKN 1 ENAM LINGKUNG
PM502-PM510
52 Yona Arisca, Edwin Musdi, Irwan
TAHAP PRELIMINARY RESEARCH PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI DATAR BERBASIS REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SMP/MTs
PM511-PM517
53
Yulia Vita Ramayona, I.Made Arnawa, Edwin Musdi
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN TOPIK KPK DAN FPB BERBASIS PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR
PM518-PM535
54 Yurnalis PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
PM536-PM553
55
Desy Amelia, Ratu
Ilma Indra Putri,
Somakim,
STRUK TIKET KERETA API UNTUK
PEMBELAJARAN MATERI SISTEM
PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL
PM554-PM562
56 Rizki Ananda PENERAPAN PENDEKATAN REALISTICS MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK
PM563-PM572
-
Prosiding Semnas Mat-PMat STKIP PGRI Sumatera Barat Padang, 29 April 2017, Vol 3, No.1, ISSN : 2443-1257
xi
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN SISWA KELAS IV SDN 018 LANGGINI BANGKINANG KOTA
57 Zaharatul Jannah
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FILM KARTUN INTERAKTIF MATEMATIKA PADA MATERI BENTUK ALJABAR UNTUK KELAS VII SMP
PM573-PM579
58 Zamzaili PENGARUH MODEL ASSESSMENT FOR LEARNING ANALISIS HUBUNGAN TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA
PM580-PM589
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Ahmad Fauzan
MU-1
Menumbuhkembangkan the 4C’s dengan Pendekatan RME
Ahmad Fauzan Universitas Negeri Padang
Email: [email protected]
Abstrak. Tulisan ini membahas potensi pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam
menumbuhkembangkan keterampilan yang diperlukan siswa agar ‘survive’ dalam menghadapi
abad ke 21. Pada bagian awal akan dibahas prinsip-prinsip dan karakteristik RME terkait dengan
disain instruksional dan pembelajaran matematika di kelas. Berikutnya akan dikemukakan secara
ringkas keterampilan-keterampilan abad ke 21, khususnya yang terkait dengan the 4C’s. Pada
bagian akhir akan didiskusikan keterkaitan the 4C’s dengan RME.
PENDAHULUAN
Realistic Mathematics Education (RME) adalah pendekatan pembelajaran yang
digagas oleh Freudenthal Institute di Belanda sejak lebih dari 40 tahun yang lalu (lihat de
Lange,1987; Freudenthal, 1991; Streefland, 1991; Treffers, 1991; Gravemeijer, 1994). Di
Indonesia, RME dikenal dengan nama Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dan mulai
berkembang sejak tahun 2000 (lihat Fauzan, 2002; Sembiring dkk., 2010, Suryanto dkk.,
2010). Prinsip utama dalam pendekatan RME adalah bahwa matematika dipandang sebagai
kegiatan manusia (human activities) dan belajar matematika berati bekerja dengan
matematika (doing mathematics) (Fauzan, Plomp & Gravemeijer, 2013).
Meskipun telah terkesan ‘tua’, namun pendekatan RME masih tetap relevan untuk
pembelajaran matematika saat ini, dan diyakini juga relevan untuk pembelajaran
matematika di masa depan. Ada beberapa hal yang mendasari keyakinan ini. Pertama,
permasalahan utama pembelajaran matematika yang terus berlangsung sampai saat ini
bukanlah disebabkan oleh perubahan atau pergantian kurikulum, buku teks, pendekatan,
atau metode yang digunakan, melainkan disebabkan oleh belum optimalnya proses
pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dengan kata lain, pengalaman belajar matematika
yang diperoleh siswa di kelas sering belum optimal dalam membantu mereka mencapai
tujuan pembelajaran matematika. Permasalahan ini dapat diatasi melalui pendekatan RME,
karena fokus utama RME adalah membahas bagaima semestinya topik-topik matematika
diajarkan di kelas dan bagaimana semestinya siswa belajar matematika di kelas (Fauzan &
Yezita, 2016)
Ke dua, sampai saat ini masih banyak penelitian-penelitian baru yang dilakukan
untuk menggali potensi RME, baik yang dilakukan di luar negeri (lihat Gravemeijer dkk.,
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-2
2016; Bahamonde, dkk., 2016; Larson dkk., 2017), atau yang dilakukan di Indonesia
sendiri (lihat Ilma, 2009; Rangkuti, 2015; Lubis, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa
pendekatan RME dianggap masih up to date untuk mengoptimalkan pembelajaran
matematika.
Ke tiga, pendekatan RME memiliki prinsip-prinsip dan karakteristik esensial yang
perlu dan semestinya ada dalam suatu pembelajaran matematika. Prinsip dan karakteristik
tersebut akan menjadi kajian utama dalam tulisan ini karena diyakini dapat
menumbuhkembangkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan siswa dalam abad ke
21.
PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas beberapa prinsip kunci RME untuk disain
instruksional dan untuk pembelajaran matematika di kelas, serta beberapa karakteristik
RME. Selanjutnya, akan dikemukakan beberapa rumusan tentang keterampilan-
keterampilan abad ke 21, yang kemudian dikaitkan dengan prinsip-prinsp dan karakteristik
RME.
1. Prinsip-prinsip Kunci RME untuk Instruksional Disain
Secara umum PMRI mengkaji: materi apa yang akan diajarkan kepada siswa beserta
rasionalnya (mengapa materi itu perlu diajarkan), bagaimana siswa belajar matematika,
bagaimana topik-topik matematika seharusnya diajarkan, serta bagaimana menilai
kemajuan belajar siswa. Mengacu pada bidang kajian ini, terutama yang berkaitan dengan
disain instruksional, Gravemeijer (1994) mengemukakan tiga prinsip kunci sebagai
berikut.
a. Penemuan (kembali) Secara Terbimbing (Guided Reinvention): melalui topik-topik
matematika yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang
sama dengan proses yang dilalui oleh para pakar matematika ketika menemukan konsep-
konsep matematika. Hal ini dilakukan dengan cara: memasukkan sejarah matematika,
memberikan soal-soal kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi (soal
divergen), dilanjutkan dengan mematematisasi prosedur pemecahan yang sama, serta
perancangan rute belajar sedemikian rupa, sehingga siswa menemukan sendiri konsep-
konsep formal atau algoritma. Proses penemuan kembali secara terbimbing dapat
direpsentasikan seperti Gambar 1.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Ahmad Fauzan
MU-3
Sumber: Webb, Koiij, and Geist (2011)
b. Fenomena Didaktik (Didactical Phenomenology): topik-topik matematika yang
diajarkan berasal dari fenomena sehari-hari. Topik-topik ini dipilih dengan dua
pertimbangan: (1) aplikasinya, (2) kontribusinya untuk perkembangan matematika
lanjut.
c. Pemodelan (Emerging Models): siswa mengembangkan model sendiri sewaktu
memecahkan soal-soal kontekstual. Pada awalnya siswa akan menggunakan model
pemecahan yang informal (model of). Setelah terjadi interaksi dan diskusi di kelas, salah
satu pemecahan yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang formal
(model for).
2. Prinsip-prinsip RME untuk Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dalam RME mempunyai lima prinsip yaitu: constructing and
concretizing, level and models, reflection and special assignment, social context and
interaction, structuring and intertwining (de Lange; 1987, Streefland; 1991, Gravemeijer;
1994).
a. Constructing and Concretizing; menurut prinsip ini belajar matematika merupakan
aktivitas yang sifatnya membangun. Ciri dari sifat yang membangun ini adalah siswa
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-4
menemukan sendiri prosedur pemecahan dari suatu masalah kontekstual. Untuk tujuan
ini pembelajaran matematika harus dimulai dengan sesuatu yang familiar bagi siswa.
b. Levels and Models; menurut prinsip ini penguasaan konsep dan keterampilan oleh siswa
merupakan suatu proses yang panjang, dan berpindah pada bermacam-macam tingkatan
abstraksi (dari informal ke formal, dan dari tingkatan intuitif ke tingkatan yang
sistematis).
c. Reflection and Special Assignment; prinsip ini berhubungan dengan peningkatan proses
pembelajaran dari suatu level ke level selanjutnya. Proses peningkatan tersebut
dilakukan melalui refleksi dan pemberian tugas-tugas khusus dimana perhatian yang
serius mesti diberikan terhadap hasil-hasil pekerjaan siswa.
d. Social Context and Interaction; proses belajar terjadi dalam suatu konteks sosial
tertentu. Interaksi, baik antara siswa dengan guru, maupun antara siswa dengan siswa,
memegang peran penting penting dalam terjadinya proses belajar yang bermakna.
e. Structuring and Intertwining; matematika terdiri dari beberapa struktur yang
membentuknya. Dalam belajar matematika siswa perlu memahami keterkaitan antara
struktur yang satu dengan yang lain. Di samping itu, perlu ditunjukkan bahwa
matematika mempunyai kaitan yang erat dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti fisika, kimia,
ekonomi, dan lain-lain.
Di samping prinsip-prinsip di atas, de Lange (1987) dan Gravemeijer (1994) juga
mengemukakan beberapa karakteristik lain dari RME yaitu;
- The use of contextual problems; pembelajaran dengan pendekatan RME selalu dimulai
dengan pemberian masalah kontekstual (lihat kriterinya dalam de Figuirerdo, 1999) yang
memungkinkan siswa untuk melakukan proses horizontal matematisasi (menyelesaikan
masalah menggunakan strategi informal yang mereka miliki). Secara bertahap, masalah-
masalah kontekstual akan menggiring siswa untuk melakuakan proses vertikal
matematisasi (menyelesaikan masalah menggunakan simbol formal atau bahasa
matematika, untuk menemukan suatu konsep matematika atau algoritma). Proses
horizontal dan vertikal matematisasi dalam RME dapat dilihat pada Gambar 2.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Ahmad Fauzan
MU-5
Gambar 1. Proses Horizontal dan Vertikal Matematisasi
- Students Free Production; masalah kontekstual yang digunakan sebagai starting point
dalam pembelajaran dengan RME pada umumnya dapat diselesaikan siswa
menggunakan strategi informal yang mereka miliki. Dengan demikian, siswa distimulasi
untuk menggunakan ide-ide mereka sendiri dalam pemecahan masalah kontekstual,
sehingga akan deperoleh strategi pemecahan masalah yang bervariasi.
- Students’ Contribution; ide-ide atau strategi pemecahan masalah kreatif, yang ditemukan
siswa sewaktu menyelesaikan masalah-masalah kontekstual akan di share dalam diskusi
kelompok atau diskusi kelas. Proses ini menunjukkan bahwa siswa difasilitasi untuk
berkontribusi dalam pembentukan pengetahuan teman-temannya.
3. Keterampilan-keterampilan Abad ke 21(21st Century Skills)
Pada awal tahun 1980-an, berbagai pihak yang terdiri dari unsur pemerintah,
akademisi, organisasi, dan praktisi mulai membicarakan aspek-aspek kunci, keterampilan,
dan kompetensi akademik yang dibutuhkan dalam menghadapi abad ke 21. Diskusi dan
penelitian tentang ini pada awalnya digagas oleh Amerika Serikat, kemudian diikuti oleh
Kanada, Inggris, dan New Zealand, serta beberapa organisasi seperti, Asia-Pasific
Economic Cooperation (APEC) dan Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD).
Vertikal
Matematisasi
Bahasa
Matematika
Algoritma
Analisa
Pemecahan
Soal-soal Kontekstual
Horizontal
Matematisasi
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-6
Dari berbagai kegiatan diskusi dan penelitian yang telah dilakukan, muncul
beragam ide tentang formulasi keterampilan-keterampilan abad ke 21. Secara umum ide-ide
tersebut dapat diformulasi menjadi tiga kelompok keterampilan sebagai berikut.
• Learning and innovation Skills; critical thinking and problem solving, communications
and collaboration, dan creativity and innovation.
• Digital Literacy Skills; information literacy, media literacy, dan information and
communication technology (ICT) literacy.
• Career and Life Skills; flexibility and adaptability, initiative and self-direction, social
and cross-cultural interaction, productivity and accountability, dan leadership
(sumber: www.wikipedia.org)
Khusus untuk learning and innovation skills, Partnership for 21st Century Skills
mengemukakan ide tentang the 4C’s. (catatan: sekarang organisasi ini bernama
Partnership for 21st Century Learning (P21) dan beranggotakan lebih dari 10 asosiasi
dan perusahan terkemuka di Amerika Serikat). The 4C’s merupakan hasil penelitian P21
dalam upaya mengidentifikasi keterampilan dan kompetensi belajar yang lebih mendalam,
yang perlu ditumbuhkembangkan melalui proses pendidikan, khususnya di tingkat
pendidikan dasar dan menengah. The 4Cs oleh P21 juga diistilahkan dengan super skills
for 21st century, dan terdiri dari communication, collaboration, critical thinking, dan
creativity (lihat www.p21.org)
Pada bagian berikut akan dibahas bagaimana tiap C dalam the 4Cs dapat
ditumbuhkembangkan melalui pendekatan RME. Unsur the 4C’s yang dibahas merupakan
perpaduan dari learning and innovation skills dan the four Cs of 21st century learning dari
P21.
4. The 4C’s dan RME
Pada bagian Pendahuluan dinyatakan bahwa pendekatan RME masih relevan untuk
pembelajaran matematika saat ini dan di masa yang akan datang, khususnya dalam
menumbuhkembangkan the 4C’s . Relevansi tersebut akan dibahas satu persatu sebagai
berikut.
a. Communication (komunikasi)
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Ahmad Fauzan
MU-7
Menurut P21, dalam pembelajaran, komunikasi hendaknya difokuskan pada berbagi
pemikiran/pendapat, pertanyaan, ide, dan penyelesaian dari suatu pemecahan masalah.
Komunikasi tersebut dapat dilakukan secara lisan, tertulis, maupun secara non-verbal.
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan RME, siswa difasilitasi untuk
berkomunikasi dalam berbagai kesempatan, karena pembelajaran mengutamakan proses
dan interaktivitas (de Lange, 1999). Interaktivitas tidak akan tercipta jika siswa tidak
berkomunikasi satu sama lain. Berbagi pemikiran/pendapat dilakukan siswa ketika mereka
berdiskusi dalam menyelesaikan masalah-masalah kontekstual. Strategi penyelesaian
masalah kontekstual yang diperoleh sekolompok siswa akan dikomunikasikan dalam math
congress (diskusi kelas).
Pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan RME
juga dikemukakan oleh Widjaja, Dolk & Fauzan (2010), yang menyatakan bahwa:
One norm of participation promoted in the mathematics classroom is that
students are not only expected to give answers, but also to publicly
explain, justify, and defend their reasoning. This immediately requires
listen to each other and to understand and to examine other students’
reasoning
Pendapat ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan norma kunci yang perlu ada
dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan RME.
b. Collaboration (kerja sama)
P21 memaknai collaboration sebagai working together to reach a goal, putting
talent, expertise, and smarts to work. Hal ini sangat sejalan dengan prinsip RME, karena
proses pengkonstruksian konsep-konsep matematika dalam RME mesti terjadi dalam
konteks sosial (socio constructivist) (lihat Gravemeijer, 1994, 1997). Artinya, RME
meyakini bahwa proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa akan bermakna jika hal
tersebut dilakukan melalui kerja sama dan berbagi ide dalam suatu konteks sosial.
Terkait dengan pentingnya kerja sama dalam belajar matematika, Treffers (1991a)
berargumen bahwa learning mathematics is not a solo activity, but it occurs in a ‘society’
and is directed and stimulated by socio-cultural context. Ini bermakna bahwa belajar
matematika dengan pendekatan RME mestinya berlangsung dalam kelompok. Hal ini juga
didukung oleh de Moor (1994) yang mengungkapkan bahwa:
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-8
RME does not resemble individual paper and pencil work nor is it a matter of
the teacher doing the explanation and pupil imitating the activity. It calls for
work to be done in-groups where investigation, experimentation, discussion
and reflection are the core of teaching learning process
Pernyataan dari de Moor menunjukkan bahwa belajar matematika ‘ala’ RME bukanlah
dengan cara guru menjelaskan, memberi contoh, kemudian siswa “meniru” apa yang
dicontohkan oleh guru, melainkan ‘menghendaki’ siswa untuk bekerja dalam kelompok,
melakukan penyelidikan, eksperimen, diskusi, dan refleksi. Begitu pentingnya aspek kerja
kelompok dalam pendekatan RME, menunjukkan bahwa pendekatan ini sangat potensial
untuk menumbuhkembangkan keterampilan collaboration pada diri siswa.
c. Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah)
Berpikir kritis adalah keterampilan utama yang ingin dicapai melalui pembelajaran
matematika. Hal ini dapat dicapai jika siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang menantang, yang dapat men- trigger pemikiran mereka. P21 mendefinisikan critical
thinking sebagai looking at a problem in a new way, linking learning across subject &
disciplines. Melihat suatu masalah dalam perspektif baru merupakan suatu kegiatan rutin
yang dilakukan dalam pendekatan RME, karena setiap pembelajaran dimulai dengan
penyajian masalah kontekstual yang diharapkan dapat diselesaikan siswa menggunkan
pengetahuan informal yang mereka miliki (Gravemeijer, 1994). Artinya, pada awal
penyelesaian suatu masalah kontekstual, siswa akan menggunakan perspektif mereka
sendiri. Perspektif ini akan didiskusikan dalam kelompok dan akan dipertahankan dalam
diskusi kelas.
Proses pemecahan masalah kontekstual dalam RME menuntut siswa untuk
berargumen: Apa ide mereka untuk menyelesaikan suatu masalah kontekstual? Mengapa
mereka menganggap ide tersebut tepat? Mengapa ide yang lain kurang tepat digunakan
untuk konteks tersebut? Mengapa solusi yang satu lebih baik dari solusi yang lain? …
Proses seperti ini diyakini dapat melatih siswa untuk berpikir kritis. Di samping itu,
masalah kontekstual yang menjadi bagian integral dalam pembelajaran matematika dengan
pendekatan RME, diyakini juga akan membekali siswa untuk dapat menjadi problem solver
yang tangguh.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Ahmad Fauzan
MU-9
d. Creativity and Innovation (kreativitas dan inovasi)
Dalam RME siswa distimulasi dengan masalah-masalah yang menimbulkan
‘konflik’ dalam pemikiran mereka (conflict problems) (Treffers, 1991a). Hal ini diharapkan
dapat mendorong munculnya ide-ide orisinil dari siswa dalam memecahkan masalah
kontekstual tersebut (students’ free production). Ide-ide orisinil yang akan muncul dari
siswa merupakan suatu bentuk kreativitas dan dapat juga menjadi suatu ‘inovasi’ dalam
belajar matematika. Di samping itu, masalah-masalah kontekstual yang disajikan dalam
pendekatan RME cenderung bersifat terbuka (open-ended), sehingga potensi yang dimiliki
siswa untuk melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif dapat terfasilitasi.
PENUTUP
Pendekatan RME telah digagas sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Meskipun demikian,
pendekatan ini tetap up to date untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika saat ini dan juga
di masa depan. Berbagai penelitian dalam 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa masih banyak
potensi RME yang perlu digali untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika.
Yang tidak kalah pentingnya, pendekatan RME sangat relevan dalam menumbuhkembangkan
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup pada abad ke 21, khususnya yang terkait
dengan the 4Cs. Bahkan, jika dicermati lebih jauh, pendekatan RME juga potensial untuk
meningkatkan career and life skills. Analisis tentang hal ini akan diberikan pada kesempatan lain.
REFERENSI
Bahamonde, A., Aymemi, J., Urgelles, J. 2016. Mathematical modeling and learning
trajectory: tools to support the teaching of linear algebra. In International Journal of
mathematics Education in Science and Technology (online journal:
http://dx.doi.org)
Fauzan, A. 2002. Applying Realistic Mathematics Education (RME) in Teaching Geometry
in Indonesian Primary Schools. Enschede, The Netherlands: PrintPartners Ipskamp.
Fauzan, A., Plomp, T., Gravemeijer, K. 2013. The Development of RME-based Geometry
Course for Indonesian Primary Schools. In An Introduction to Educational Design
Research. T. Plomp, T., N. Nieveen N. (Eds). The Netherlands: SLO.
Fauzan, A. & Yezita, E. 2016. Pengembangan alur belajar topik perbandingan dengan
pendekatan RME. Dalam Prosiding Konaspi VIII, Tahun 2016. Jakarta: Panitia
Konaspi.
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-10
de Figueirerdo, N.J.C. 1999. Ethnic Minority Students Solving Contextual Problems.
Doctoral Dissertation, Utrecht: Freudenthal Institute
Freudenthal, H. 1991. Revisiting mathematics education. Dordrecht, The Netherlands:
Kluwer Academic.
Gravemeijer, K.P.E. 1994. Developing realistic mathematics education. Utrecht, The
Nederlands: Freudenthal Institute.
Gravemeijer, K.P.E. 1997. Instructional design for reform in mathematics education. In M.
Beishuizen, K.P.E. Gravemeijer, & E.C.D.M. van Lieshout (Eds.), The Role of
Contexts and Models in the Development of Mathematical Strategies and
Procedures. Freudenthal Institute, Utrecht, 1997.
Gravemeijer, K, Muurling, G.B, Kraemer, J.M, and van Stiphout, I. 2016. Shortcoming of
Mathematics Education Reform in The Netherlands: A Paradigm Case? In
Mathematics and Learning Vol 18(I), p 25-44.
Ilma, Ratu. 2009. Efek Potensial Pelatihan PMRI terhadap Guru-Guru Matematika di
Palembang. Dalam Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 3(2) Desember 2009.
de Lange, Jan. 1987. Mathematics, Insight, and Meaning. OW & OC, Utrecht, The
Netherlands.
de Lange, Jan. 1999. Using and applying mathematics in education. In A.J. Bishop et al.
(Eds.), International Handbook of Mathematics Education, 49 – 97. The
Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Larson, C., Wawro, M., and Zandieh, M., 2017. A hypothetical learning trajectory for
conceptualizing matrices as linear transformations. In In International Journal of
mathematics Education in Science and Technology (online journal:
http://dx.doi.org)
Lubis, M.S. 2016. Pengembangan Alur Pembelajaran Topik Bilangan dengan Pendekatan
Matematika Realistik di Madrasah Ibtidaiyah (disertasi). Padang: PPs UNP
Moor, Ed de. 1994. Geometry Instruction in the Netherlands (ages 4-14)-the Realistic
Approach. In Realistic Mathematics Education in Primary School, L. Streefland
(ed.). Utrecht: CD-B Press, Freudenthal Institute.
Rangkuti, Ahmad Nizar. 2015. Pengembangan Alur Belajar Topik Pecahan di Sekolah
Dasar dengan pendekatan PMRI (disertasi). Padang: PPs UNP
Sembiring, R.K. dkk. 2010. A Decade of PMRI in Indonesia. APS: The Netherlands
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Ahmad Fauzan
MU-11
Streefland, L. 1991. Realistic Mathematics Education in Primary Schools. Utrecht:
Freudenthal Institute.
Suryanto, dkk. 2010. Sejarah PMRI di Indonesia. Jakarta: Dikti
Treffers, A. 1991. Realistic mathematics education in the Netherlands 1980 - 1990. In Leen
Streefland (Ed.), Realistic Mathematics Education in Primary Schools. Utrecht:
Freudenthal Institute, Utrecht University.
Treffers, A. 1991a. Three dimensions: A model of Goal and Theory Description in
Mathematics Education, Dordrecht: Reidel.
Widjaja, Dolk, & Fauzan. 2010. The role of contexts and teacher's questioning to enhance
students' thinking. In Journal of Science and Mathematics Education in Southeast
Asia, Vol 33(2), p 168-186.
www.wikipedia.org
www.p21.org
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-12
REORIENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA: SUATU KENISCAYAAN
Abdur Rahman As’ari Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Abstrak. Berdasarkan kajian para pakar, ada empat keterampilan dasar yang perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan agar siswa mampu bertahan hidup atau bahkan mewarnai kehidupan di era global. Empat keterampilan tersebut adalah Critical thinking, Creative Thinking, Collaboration, dan Communication Skills (Biasa disingkat 4Cs). Dalam kenyataannya, kurikulum yang ada masih belum secara eksplisit memfasilitasi pengembangan 4Cs tersebut. Praktik pembelajaran matematika yang selama ini dikembangkan pun belum bisa optimal mengembangkan 4Cs. Karena itu, reorientasi pembelajaran matematika merupakan suatu keniscayaan. Guru harus mengubah model pembelajaran mereka kalau ingin menyiapkan anak didiknya sukses di era global. Mereka bisa menggunakan pendekatan general, infusion, immersion, atau mixed untuk mengembangkan 4Cs. Bahkan dalam penerapan PMRI pun, guru perlu memanfaatkan momen-momen formulate, employ, interpret, dan evaluate untuk pengembangan 4Cs. Untuk lebih berhasilnya pengembangan 4Cs, Pemerintah perlu mengembangkan kelengkapan dari Kurikulum 2013 edisi revisi agar pengembangan 4Cs bisa dilaksanakan secara lebih sistematis, efektif, dan efisien, yaitu mengadakan ujian kemampuan 4Cs.
Kata kunci: 4Cs, Pembelajaran Matematika, Reorientasi, Era Global
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia, selama ini, dikenal sebagai bangsa yang agraris. Akan tetapi,
fakta menunjukkan bahwa kita banyak mengimpor bahan pangan yang harusnya bisa
diproduksi bangsa Indonesia sendiri. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2013)
menunjukkan bahwa pada tahun 2013 Indonesia ternyata harus mengimpor 29 jenis
komoditas pangan, termasuk beras, jagung kedelai, dan gandum. Bahkan, hamparan
pantai yang tampaknya paling panjang di dunia sepertinya tidak memberikan manfaat
sama sekali.Indonesia juga mengimpor garam.
Pada tahun 2015,impor beras 225.029 ton dengan nilai US$ 97,8 juta, jagung 2,3
juta ton dengan nilai US$ 522,9 juta, kedelai 1,52 juta ton dengan nilai US$ 719,8 juta,
impor biji gandum dan mesin 4,5 juta ton dengan nilai US$ 1,3 miliar, tepung terigu
61.178 ton dengan nilai US$ 22,3 juta, gula pasir 46.298 ton dengan nilai US$ 19,5 juta,
impor gula tebu (Raw Sugar) 1,98 juta ton dengan nilai US$ 789 juta, impor garam 1,04
juta ton dengan nilai US$ 46,6 juta. Total nilai impor untuk 8 komoditas pangan di atas
ini mencapai US$ 3,5 miliar atau hampir setara dengan 51 Triliun (Detikfinance, 2017).
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-13
Bisa dibayangkan betapa besar uang yang harus dikeluarkan oleh bangsa ini untuk
membeli barang-barang yang sebenarnya bisa dipenuhi sendiri dari dalam negeri
sendiri.Wajar kalau nilai mata uang rupiah selalu lemah.
Banyak dan besarnya nilai impor bahan komoditas pangan di atas adalah salah
satu dari keberhasilan bangsa lain menjajah atau ‘membodohi’ bangsa kita. Bangsa kita
dibuat tidak mampu berpikir dengan baik. Bangsa Indonesia dibuat menjadi sangat
bergantung kepada bahan makanan yang mengandung karbohidrat.
Yang lebih aneh lagi adalah ketergantungan bangsa ini dengan produk gandum,
yang secara teori sangat sulit ditanam di dataran luas di Indonesia karena menuntut suhu
15 sd 25 derajat celcius dengan pH netral antara 6.5 sd 7.0. Pada tahun 2015/2016,
Indonesia bahkan menempati peringkat kedua negara pengimpor gandum terbesar di
dunia, di bawah Mesir (Detikfinance, 2016).
Kegemaran masyarakat Indonesia mengkonsumsi makanan olahan yang berasal
dari gandum adalah salah satu sebab ketergantungan tersebut. Masyarakat Indonesia
sangat menggemari makanan mie instan. Indonesia tercatat menempati peringkat ke dua
negara pengguna mie instan di dunia. Konsumsi per kapita masyarakat Indonesia hanya
satu tingkat di bawah Korea yakni mencapai 60.3 layanan per tahun. Berikut tabel
pengguna mie instant terbesar dunia.
Sumber: Kompasiana 21 Januari 2015.
Mengingat gandum sangat jarang ditanam dan dibudidayakan di Indonesia, dan
begitu besarnya kebergantungan masyarakat Indonesia kepada produk dari gandum ini,
tentu ada hal yang salah dalam pemikiran bangsa Indonesia. Mengapa masyarakat
Indonesia kurang menyukai produk-produk yang menghasilkan karbohidrat dari sumber
daya alam yang ada dan bisa dibudidayakan di Indonesia. Mengapa makanan penghasil
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-14
karbohidrat dengan bahan baku ketela pohon, sagu, umbi-umbian kurang begitu
diminati? Mengapa harus gandum? Bukankah gandum sulit dibudidayakan di
Indonesia?
Pertanyaan tersebut perlu dijawab dengan baik kalau kita tidak ingin selalu
bergantung kepada bangsa lain. Kita harus mampu mandiri memenuhi semua kebutuhan
kita. Meskipun bangsa Indonesia bersahabat dengan bangsa lain, kita perlu menyadari
bahwa di dalam persahabatan itu tetap ada kompetisi. Ada hasrat dari suatu bangsa
untuk mempengaruhi atau bahkan menguasai bangsa lain. Saat ini, penguasaan terhadap
negara lain itu mungkin tidak dilakukan secara militer. Penguasaan terhadap negara lain
saat ini lebih banyak dilakukan dengan cara non militer. Menjadikan bangsa Indonesia
bergantung kepada bahan pangan yang harus diimpor dari negara lain adalah salah satu
bentuk kemenangan mereka atas bangsa Indonesia.
Kita seolah dibikin tidak bisa berpikir kritis dan kreatif. Kita dibikin terlena
sehingga tidak menyadari bahwa kita sudah bergantung kepada mereka. Kita juga dibuat
tidak berdaya untuk menghasilkan produk lain yang memiliki fungsi sama dengan
memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalam negeri. Hakikatnya, kita
sebenarnya sudah dijajah. Kita harus mengeluarkan uang yang banyak untuk memenuhi
kebutuhan kita yang diatur mereka.
Bagi kita guru dan pendidik matematika pada umumnya, fakta ini mungkin akan
dianggap wajar-wajar saja. Guru matematika pada umumnya hanya akan mengajarkan
matematika. Prinsip utamanya adalah bagaimana membuat siswa menyukai matematika,
menguasai konsep matematika, dan menyelesaikan masalah matematis.
Tapi bagi kita guru dan pendidik matematika yang memiliki visi tentang
pentingnya menjaga jatidiri dan keberlangsungan hidup bangsa Indonesia di masa
depan, fakta di atas tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Guru dan pndidik
Matematika tidak boleh berdiam diri dengan hanya membekalkan matematika kepada
murid-muridnya. Guru dan pendidik matematika harus menyadari bahwa murid-murid
yang sekarang dalam binaannya itu akan hidup dalam era global yang memberikan
ancaman yang jauh lebih besar dari ancaman yang ada sekarang. Kalau di saat ini saja
kita sudah dibuat bergantung kepada negara lain, di Era global, mungkin akan lebih
besar lagi kebergantungan kita kepada bangsa lain. Penulis khawatir bahwa di era global
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-15
nanti eksistensi bangsa Indonesia akan terancam. Bangsa Indonesia akan menjadi
bangsa yang bangkrut dan kehilangan jatidiri sama sekali. Na’udzubillah min dzaalik.
Untuk itu, mari kita bangun dan bangkit berdiri. Mari kita singsingkan lengan
baju kita dan bekerja keras (juga bekerja cerdas) mempersiapkan generasi lebih baik
yang sanggup menjaga eksistensi dan jati diri bangsa Indonesia. Mari kita persiapkan
generasi muda agar mampu mengibarkan bendera Indonesia yang mendapat posisi
terhormat dalam kancah percaturan global. Untuk itu, mari kita perhatikan karakteristik
dan tantangan yang akan dihadapi oleh anak didik kita ketika mereka kelak hidup di era
global. Kita harus membekali mereka untuk sukses di jamannya, seperti anjuran
Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. yang menyatakan:
Didiklah anak sesuai dengan jamannya.Didiklah anak sesuai dengan jamannya.Didiklah anak sesuai dengan jamannya.Didiklah anak sesuai dengan jamannya.
PEMBAHASAN
Untuk keperluan pembahasan, di dalam makalah ini akan diuraikan beberapa
hal. Pertama, penulis akan membahas tentang Karakteritstik dan Tantangan Era Global.
Kedua, Kedudukan 4Cs di Era Global. Ketiga, Praktik Pembelajaran Matematika di
Indonesia. Keempat, Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Kelima, Pendidikan Matematika
Indonesia Kedepan. Keenam. Potensi PMRI dalam Mengembangkan 4Cs.
1. Karakteristik dan Tantangan Era Global
Ada dua hal penting yang perlu dicermati dalam kehidupan global. Pertama. Era
global ditandai dengan kemajuan ICT (Information Communication Technology) yang
luar biasa, dan bahkan berkembang liar. ICT telah menjadikan dunia layaknya seperti
global village (Dhameja & Medury, tanpa tahun). Bahkan, TIK telah berkembang
menjadi infrastruktur ekonomi yang penting (Vidas-Bubanja & Bubanja, 2015), serta
menjadi fondasi setiap sektor ekonomi dunia (Kramer, dkk, 2007).
Di era global, penulis hampir sepenuhnya yakin bahwa seluruh aspek kehidupan
tidak akan terbebas dari sentuhan kemajuan ICT. Bahkan, aspek spiritual pun, yang
biasanya sangat sakral, dan tabu untuk dimasuki ICT, juga tidak akan luput dari
sentuhan kemajuan ICT.
Saat ini saja, ICT sudah terasa sangat mewarnai kehidupan dan mengubah
budaya manusia. Dengan ICT, aktivitas sosial jaman dulu dengan jaman sekarang sudah
jauh sekali berbeda. Penguasaan ilmu pengetahuan pun sekarang bahkan bisa tanpa
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-16
bantuan guru. Asal mahir ICT, memiliki reading and learning skills, setiap orang
dengan sangat mudahnya akan memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. Di
Matematika, dengan aplikasi Malmat yang tersedia di handphone, jawaban terhadap
soal matematika, bahkan termasuk integral, inferensial, limit yang biasanya sulit dengan
sangat mudah diperoleh solusinya. Kalau hanya sekedar jawaban akhir masih tidak
seberapa. Dengan Malmat, langkah demi langkah dalam proses penyelesaiannya pun
bisa ditampilkan. Untuk apa mengajarkan matematika kalau bisa diselesaikan oleh
Malmat?
Kedua. Era global ditandai juga dengan semakin samarnya batas antar negara
(Sujarwo, 2006; Yeung, 1998). Lalu lintas pergerakan barang dan jasa dunia seakan
tidak lagi mengenal batas negara. Apa yang diproduksi di negara A bisa dengan
mudahnya dikonsumsi di negara B serta sebaliknya. Bahkan, dengan ICT, pergerakan
distribusi barang dan jasa tersebut mungkin bisa hanya dalam hitungan detik atau menit
saja, tanpa menunggu kehadiran fisik pihak-pihak yang berkepentingan.
Terkait dengan dua karakteristik di atas, ada beberapa tantangan yang perlu
mendapatkan perhatian guru. Tantangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Informasi yang tersedia untuk dipahami dan digunakan sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan akan semakin banyak. Lebih parahnya lagi, informasi itu bercampur antara
yang valid dan yang palsu (hoax). Setiap orang menghadapi tantangan dalam menentukan
informasi mana yang seharusnya digunakan untuk pengembilan keputusannya. Salah
memilih informasi, dampaknya bisa luar biasa. Terorisme, perang, penghancuran, dan
berbagai tindak destruktif lainnya berpeluang muncul manakala informasi yang
digunakan adalah salah dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.
2. Inovasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan akan dengan mudah diketahui. Ini
akan memberikan inspirasi bagi competitor untuk menganalisis kekuatan dan
kekurangannya, serta mengubah dan mengembangkan inovasi baru. Akibatnya,
masyarakat akan menghadapi tantangan yang berupa tawaran inovasi yang
bertubi-tubi. Cepatnya perubahan ini bisa mengakibatkan seseorang memiliki
ketergantungan dan tidak merdeka.
3. Permintaan dan penyediaan barang dan jasa akan berlangsung lintas negara.
Karena itu, sangat dimungkinkan adanya suatu perusahaan A yang dikendalikan
oleh penduduk negara B dan memiliki pabrik di negara C, D, E, dan F, serta
memiliki kantor distribusi di negara G dan H. Perusahaan itu maju dan
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-17
memberikan keuntungan besar meskipun pemiliknya bisa saja tidak pernah
mengunjungi pabrik dan kator distribusinya yang berada di negara lain. Jejaring
yang kuat yang dibangun oleh pemilik perusahaan A tersebut yang
memungkikannya terjadi.
4. Keberhasilan membangun jejaring di atas sangat ditentukan oleh kemampuan
seseorang dalam berkomunikasi. Orang harus mampu menjadi pendengar yang
baik, tetapi juga harus menjadi pembicara yang baik. Orang harus mahir membaca
dan juga harus bagus dalam menuliskan idenya. Tanpa kemampuan komunikasi
tersebut, jejaring akan sangat susah dibentuk.
Karena itu, guru, termasuk guru matematika, tidak boleh membatasi diri dengan
hanya membelajarkan matematika. Adalah percuma menjadikan anak mahir matematika
bila mereka tidak mampu menghadapi tantangan-tantangan yang penulis uraikan di atas.
Siswa harus dididik beyond mathematical content, dan juga bukan sekedar thinking
mathematically. Siswa harus kita siapkan agar mampu bertahan hidup atau mewarnai
kehidupan di era global.
2. Kedudukan 4Cs di Era Global.
Beberapa tantangan kehidupan di era global tersebut sebenarnya telah dikaji oleh
banyak pakar. Hasil kajian menunjukkan diperlukannya 4Cs (critical thinking, creative
thinking, collaboration, and communication skills) untuk menghadai kehidupan di era
global (As’ari, 2016a; Devlin-Foltz & McInvaine, 2008; dan Partnership for 21st
Century Skills, 2008). Critical thinking skills diperlukan dalam mengambil keputusan
tentang apa yang harus dipercaya dan apa yang harus dilakukan (Ennis, 2011).
As’ari (2016b) mengklaim beberapa keunggulan dari orang yang berpikir kritis.
Dikatakan bahwa ketika seseorang diberi tawaran yang didalamnya memuat argumen-
argumen tertentu, seseorang dengan kemampuan berpikir kritis akan mampu
membedakan apakah argumennya itu valid atau tidak. Orang yang memiliki
kemampuan berpikir kritis akan mampu menentukan kapan argumen itu bernilai benar
dan kapan bernilai salah. Orang yang berpikir kritis akan mampu menentukan asumsi
yang dipakai untuk menggunakan argumen tersebut. Orang yang berpikir krits juga
mampu mengambil kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang ada dalam argumen
tersebut. Karena itu, orang yang berpikir kritis cenderung tidak akan mudah dihasut dan
“dibodohin”.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-18
Selanjutnya, Critical thinking skills yang dipadu dengan creative thinking skills
merupakan hal yang diperlukan dalam menghasilkan produk baru yang memiliki
kelebihan dari produk yang ada. Dengan critical thinking skills-nya, seseorang bisa
menentukan kekuatan dan kekurangan dari suatu produk. Dengan critical thinking
skills-nya, seseorang akan bisa menentukan aspek apa yang masih bisa dikembangkan
lebih jauh. Selanjutnya, dengan creative thinking skills-nya, seseorang bisa menciptakan
sesuatu yang baru yang lebih potensial sesuai dengan hasil analisis kritisnya. Ini sesuai
dengan pendapat Muchtadi (2016) yang setelah mengkaji beberapa definisi tentang
keterampilan berpikir kreatif (Creative Thinking Skills) berkesimpulan bahwa
kemampuan berpikir kreatif memungkinkan seseorang berpikir berbeda dengan yang
biasa dilakukan sehingga dimungkinkan suatu hasil pemikiran baru.
Sementara itu, Collaboration didefinisikan oleh Roshelle & Teasly (1995)
sebagai “coordinated, sychronous activity that is the result of a continued attempt to
construct and maintain a shared conception of a problem”. Sementara itu, Hesse, Care,
Buder, Sassenberd, & Griffin (2015) mendefinisikan collaboration sebagai “the activity
of working together towards a common goal”. Dengan demikian, keterampilan
kolaborasi ini adalah keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk bekerja sama
dengan orang-orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Karenanya, agar terbentuk
kolaborasi yang baik, orang yang akan melakukan kolaborasi dituntut untuk mengetahui
siapa saja yang memiliki atau mungkin memiliki kepentingan bersama, dan mau diajak
bekerjasama.
Collaboration skills, dikombinasikan dengan critical dan creative thinking skills
diperlukan seseorang dalam rangka mengidentifkasi siapa yang bisa dan layak diajak
bekerjasama, untuk waktu berapa lama, dalam bidang apa dan aspek lainnya sehingga
kepentingan orang tersebut bisa berjalan lancar, efektif, efisien, dan menguntungkan
semua pihak. Collaboration skills diperlukan untuk memanfaatkan peluang terbaik yang
dimilikinya.
Communication skills diperlukan untuk memastikan jaringan yang dikehendaki
bisa terwujud dan berjalan sesuai dengan keinginan dan rencananya. Communication
skills diperlukan untuk memahami maksud dan kehendak orang lain dalam jaringannya.
Communication skills juga diperlukan untuk memahamkan orang lain akan statusnya,
tawarannya, dan potensi keutungan yang bakal dimiliki oleh mitra kerjanya. Ini sesuai
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-19
dengan pendapat McCroskey (1988) yang menyatakan bahwa kemampuan komunikasi
adalah “the adequate ability to pass along or give information; the ability to make
known by talking or writing”.
Penulis menekankan bahwa empat kemampuan di atas (baca: 4Cs) adalah
kemampuan penting untuk hidup di era global. Oleh karenanya, praktik pembelajaran di
Indonesia hendaknya diarahkan untuk menghasilkan insan-insan yang memiliki 4Cs
tersebut. Pembelajaran Matematika juga harus memfasilitasi terbentuknya 4Cs tersebut.
Akan tetapi, bagaimana praktik pembelajaran matematika di Indonesia sejauh ini?
Praktik Pembelajaran Matematika di Indonesia
Sebagaimana kecenderungan pembelajaran matematika di dunia, karakteristik
praktik pembelajaran matematika di Indonesia dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Pembelajaran untuk Mahir Mengoperasikan Matematika,
2. Pembelajaran untuk Menguasai Konsep Matematika.
3. Pembelajaran untuk Mengembangkan Literasi Matematis.
Sampai saat ini, bahkan meskipun ujian nasional sudah tidak lagi menentukan
kelulusan seorang siswa, pembelajaran matematika masih banyak yang diorientasikan
untuk menjadikan anak mahir mengoperasikan matematika, terutama prosedur
matematis. Hasil pengamatan penulis terhadap praktik pembelajaran di sekolah, dan
diskusi penulis dengan beberapa orang pakar pendidikan di banyak tempat
menunjukkan bahwa anak masih terus didorong agar memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah dengan cepat, kendatipun mereka bisa saja tidak memahami
secara pasti mengapa metode itu yang harus digunakan, dan apa makna dari hasil
pengerjaannya, serta apa manfaatnya dalam kehidupan. Model pembelajaran ceramah
yang dipenuhi dengan kegiatan drill and practice menjadi penciri utama dari
pembelajaran matematika yang demikian. Penerapan psikologi behavioristik sangat
nyata dalam praktik pembelajaran matematika yang seperti ini.
Sejak dikenalkan psikologi kognitif, yang mengklaim bahwa anak tidak sekedar
menerima mentah-mentah semua informasi melainkan selalu melakukan proses
asimilasi dan akomodasi struktur berpikirnya, praktik pembelajaran matematika
mengalami sedikit perubahan. Pembelajaran matematika tidak lagi didominasi oleh guru
menerangkan dan siswa menyimak dan mencatat. Guru sudah mendorong siswa untuk
aktif memahami konsep dengan mengamati, melakukan percobaan, berdiskusi, dan
kegiatan aktif fisik dan metal lainnya. Pembelajaran matematika sudah lebih melibatkan
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-20
siswa secara aktif. Bahkan, diskusi dengan berbagai bentuknya (pasangan, kelompok
kecil, kelompok besar) juga mencirikan praktik pembelajaran matematika. Penggunaan
konteks yang sesuai dengan latar belakang siswa juga sudah lebih didorong. Karena itu,
muncul berbagai model pembelajaran baru seperti Contextual Teaching and Learning,
CBSA/PAKEM, dan Cooperative Learning.
Seiring dengan penerapan filfafat konstruktivistik dimana matematika juga
dipandang sebagai human activity, pembelajaran yang lebih menekankan kepada
peningkatan literasi matematis juga tumbuh berkembang. Pembelajaran matematika
dikembangkan dari masalah sehari-hari, dan dikembangkan melalui progressive
mathematization sehingga terbentuk pemahaman matematis terhadap problema dalam
kehidupan sehari-hari. Realistic Mathematics Education yang di Indonesia dikenal
dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia, disingkat PMRI, adalah satu model
pembelajaran yang sepertinya dengan sengaja diarahkan agar siswa memiliki literasi
matematis. Pembelajaran dengan pendekatan PMRI pun terkesan belum diminati guru.
Di samping itu, sebenarnya ada pula usaha yang cukup intensif yaitu mencoba
menerapkan pembelajaran matematika model Jepang. Pembelajaran yang cenderung
menerapkan prinsip teaching via problem solving ini banyak dicoba melalui kegiatan
Lesson Study oleh tiga perguruan tinggi besar di Indonesia yaitu UM, UNY dan UPI.
Demikian pula dengan penerapan open-ended approach.
Sehubungan dengan berbagai macam praktik pembelajaran matematika di atas,
timbul pertanyaan dalam diri penulir:
Sudah siapkan pendidikan Matematika Indonesia mengembangkan 4Cs siswa
Indonesia?
Untuk menjawab ini, penulis akan melihat dari dua aspek. Pertama dari
kurikulum yang ada, dan kedua dari model-model pembelajaran yang selama ini telah
digunakan.
3. Kurikulum 2013 Edisi Revisi
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 20 tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) secara eksplisit dalam ranah keterampilan telah
menyatakan bahwa lulusan harus memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: (1)
kreatif, (2) produktif, (3) mandiri, (4) kritis, (5) kolaboratif, dan (6) komunikatif.
Artinya, tujuan akhir dari sistem pendidikan di Indonesia adalah menciptakan lulusan
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-21
yang memiliki bukan hanya 4Cs, tetapi juga ditambah dengan produktifitas, dan
kemandirian. Dengan kata lain, sebenarnya tujuan pendidian kita sudah mengnatisipasi
tuntutan hidup di era global, bahkan lebih lagi.
Namun demikian, kalau melihat standar isi dan kompetensi dasar yang tertuang
dalam Permendikbud No 24 tahun 2016, kompetensi dasar yang dirumuskan kurang
mencerminkan kepemilikian 4Cs tersebut. Kompetensi dasar yang ada cenderung berisi
penguasaan konten. Andaikata ada nuansa keterampilan di dalamnya, maka
keterampilan yang dirumuskan lebih banyak kepada keterampilan menjelaskan.
Mungkin termasuk kemampuan komunikasi, tetapi tentunya tidak mencakup semua
unsur dari 4Cs. Bahkan, unsur communication skills-nya pun tidak lengkap
(Permendikbud No 24 Tahun 2016).
Sejauh ini, Pemerintah tampaknya belum mengeluarkan secara khusus pedoman
yang mengatur bagaimana 6 (enam) keterampilan yang ada dalam SKL dimensi
keterampilan itu harus diwujudkan melalui pembelajaran. Belum ada pedoman teknis
tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran matematika agar keterampilan berpikir
dan bertindak kreatif, produktif, mandiri, kritis, kolaboratif, dan komunikatif tersebut
bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Standar proses (Permendikbud No 22 tahun
2016) yang ada hanya sekedar menyarankan penggunaan model pembelajaran yang
mengaktifkan siswa. Bahkan, pendekatan saintifik pun tidak lagi menjadi satu-satunya
metode pembelajaran.
Pengembangan 6 (enam) keterampilan yang ada dalam SKL dimensi
keterampilan pun terkesan tidak perlu dievaluasi. Ini karena Permendikbud No 23 tahun
2016 merujuk kegiatan evaluasi itu kepada evaluasi pencapaian standar isi dan
kompetensi dasar, bukan SKL, apalagi yang dimensi keterampilan. Pemerintah juga
belum menerbitkan secara resmi panduan penilaian 6 (enam) keterampilan yang ada
dalam SKL tersebut.
Dari uraian di atas, tampaknya pengembangan 4Cs ini dianggap penting oleh
pemerintah. Akan tetapi, perangkat untuk mendukung upaya pengembangan 4Cs
tersebut masih belum dikembangkan.
4. Bagaimana Pembelajaran Matematika ke depan?
Di bagian sebelumnya penulis telah mencoba mengklasifikasikan model-model
pembelajaran matematika yang dipraktikkan di kelas-kelas. Model-model pembelajaran
tersebut secara garis besar diarahkan untuk: (a) penguasaan prosedur matematis siswa,
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-22
(b) pemahaman konsep matematis siswa, dan (c) penguasaan literasi matematis siswa.
Menurut hemat penulis, model-model pembelajaran matematika yang dipraktikkan di
Indonesia tersebut masih belum dirancang untuk mengembangkan 4Cs siswa. Dengan
model pembelajaran seperti itu saja, 4Cs siswa sulit untuk dikembangkan secara
optimal.
Pengembangan 4Cs ini perlu dirancang secara lebih seksama. Menurut Abrami,
Bernard, Borokhovski, Wade, Surkes, Tamim & Zhang (2008), ada empat cara yang
bisa digunakan oleh guru untuk mengembangkan 4Cs siswa, yaitu: general, infusion,
immersion, dan mixed. Dengan cara general, 4Cs itu dijelaskan secara eksplisit kepada
para siswa. Mereka diberi tahu apa itu 4Cs, apa ciri-ciri dari orang yang memiliki 4Cs,
dan selanjutnya mereka diminta berlatih menampilkan kepemilikan 4Cs-nya.
Kalau dengan cara infusion, guru membelajarkan matematika seperti biasa, akan
tetapi sambil belajar matematika, siswa diajak untuk berpikir kritis. Dengan cara
infusion ini, prinsip umum penerapan 4Cs masih disajikan secara eksplisit. Akan tetapi,
kalau dengan cara immersion, prinsip-prinsip 4Cs-nya dibuat implisit. Si guru
matematika sama sekali tidak pernah menyinggung nama 4Cs itu, akan tetapi siswa
tetap dituntut untuk berpikir dan bertindak yang memenuhi kaidah-kaidah 4Cs.
Sementara itu, pada mixed approach, guru kadang menggunakan infusion dan kadang
juga immersion.
Berikut penulis sajikan satu contoh penerapan infusion atau immersion
approach.
Ketika kita meminta siswa menentukan himpunan penyelesaian dari persamaan
kuadrat �� = 1, apapun jawaban siswa, apalagi kalau mereka menjawab dengan {−1,1}
sebagaimana pada umumnya, kita ajak mereka berpikir kritis. Mungkin kita bisa ajak
mereka untuk menentukan semesta pembicaraan dari variabelnya sehingga himpunan
penyelesainnya berupa himpunan kosong, {1}, {−1}, atau bahkan memiliki lebih dari
dua selesaian. Dengan cara demikian, siswa tidak hanya dibelajarkan prosedur untuk
menentukan himpunan selesaian, akan tetapi meninjau ulang proses pengerjaan dan
jawabannya dengan mempertimbangkan asumsi yang mungkin ada. Dengan cara ini,
siswa akan dibiasakan untuk berpikir kritis.
Momen lain adalah misalkan kita memasukkan data yang tidak diperlukan di
samping data-data lain yang memang diperlukan untuk pemecahan masalah. Kita juga
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-23
bisa memberikan soal yang salah, untuk menjadi dasar bagi kita mengajak siswa
berpikir kritis. Sebagai contoh, kita bisa berikan soal salah berikut kepada siswa: Pada
segitiga siku-siku ABC, dimana sudut B adalah sudut siku-siku, dibuat garis tinggi dari
B dan memotong AC di D. Diketahui bahwa panjang AD adalah 1 cm, AB 3 cm, dan BC
4 cm. Jika ukuran sudut BCA adalah 30 derajat, berapakah keliling segitiga ABD?
Setelah siswa menjawab, kita bisa ajak mereka untuk menganalisis apakah informasi-
informasi di dalam soal itu bisa dipercaya. Dengan cara ini, kita akan mengajak mereka
berpikir kritis.
Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, alih-alih meminta
siswa menerapkan algoritma tetentu, akan lebih baik kalau siswa kita minta
menghasilkan algotitmen atau prosedur. Sebagai contoh, daripada meminta siswa
menentukan berapa nilai dari 18 + 19, akan lebih baik meminta siswa memikirkan
beberapa cara menjumlahkan 18 dan 19 agar diperoleh 37. Daripada memberikan rumus
cara menentukan banyaknya persegipanjang yang bisa ditemukan pada grid × , lebih
baik bila siswa diminta untuk menemukan algoritma untuk menentukan rumusnya.
Untuk membantu siswa mengembangkan collaboration dan communication
skills siswa, daripada kita menggunakan cooperative learning, dimana anggota
kelompoknya sudah ditata secara terstruktur oleh guru, akan lebih baik kalau siswa kita
ajak brainstorming untuk mengidentifikasi mitra kerjanya yang paling menguntungkan,
dan menyiapkan rayuan atau bujukan yang membuat orang yang ingin diajak
bekerjasama mengabulkan keinginan mereka.
Pengalaman penulis menunjukkan bahwa Project Based Learning (PjBL)yang
masalahnya bersifat ill-structured dan multidisciplinary oriented memberikan
kesempatan untuk pengembangan 4Cs ini. Karena itu, guru matematika perlu
mempertimbangkan penggunaan PjBL. Namun begitu, kalau ingin menggunakan PjBL,
guru matematika perlu mengadakan kerjasama dengan guru-guru mata pelajaran lain,
guna menghasilkan tema yang daripadanya bisa dibuat projek yang mendorong siswa
belajar matematika dan materi pelajaran lain yang terkait.
5. Potensi PMRI dalam Mengembangkan 4Cs
Penulis mencoba mengikuti penerapan PMRI. Dari kajian penulis terhadap
laporan di internet, serta apa yang dicantumkan dalam buku karangan Hadi (2016),
penulis melihat bahwa PMRI cenderung diarahkan untuk membantu siswa memahami
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-24
konsep. PMRI yang diterapkan di Indonesia, sepertinya belum diarahkan untuk
mengembangkan 4Cs.
PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia) sebenarnya memiliki
potensi yang sangat besar untuk mengembangkan 4Cs. Di dalam PISA 2015
Framework for Mathematics (OECD 2016), disajikan adanya empat tahap dalam
pemecahan masalah matematis. Empat tahap tersebut adalah: (a) formulate, yaitu
merumuskan masalah kontekstual ke dalam masalah matematis, (b) employ, yaitu
menerapkan konsep, prinsip, dan prosedur matematis yang ada untuk mengubah model
matematika menjadi bentuk akhir yang mungkin menjadi selesaian dari masalahnya, (c)
interpret, yaitu mengubah selesaian matematis yang diperoleh dari kegiatan employ
menjadi selesaian kontekstual, dan (d) evaluate, yaitu menilai kemasukakalan selesaian
kontekstual. Empat kegiatan di atas pada dasarnya memberikan peluang dilakukannya
pemikiran kritis dan kreatif.
Hasil dari kegiatan formulate kita bisa manfaatkan untuk siswa berpikir kritis.
Untuk itu, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan kritis antara lain: (a) apakah
model matematis yang diberikan memang harus seperti itu? (b) Apakah semua variabel
sudah dipertimbangkan dengan seksama? (c) Apakah tidak dimungkinkan ada asumsi
lain yang belum sempat dipertimbangkan? Pertanyaan-pertanyaan kritis juga bisa
diajukan terhadap hasil employ, interpret, dan evaluate siswa agar siswa terlatih berpikir
kritis.
Kalau kita menginginkan siswa berpikir kreatif, kita mungkin bisa meminta anak
untuk menghasilkan multiple representation yang setara dengan model matematika
yang telah dirumuskan. Ketika siswa menjalankan kegiatan employ, kita bisa meminta
siswa untuk mengindentifikasi berbagai macam cara menghasilkan solusi tersebut.
Untuk keperluan pengembangan collaboration skills, kita bisa meminta siswa
untuk membentuk kelompok yang menurut mereka akan produktif dan efektif dalam
menyelesaikan masalah. Mereka perlu didorong untuk mengidentifikasi potensi teman
mereka, dan belajar membangun jejaring yang produktif.
Terakhir, siswa juga perlu didorong untuk pandai mengomunikasikan ide
mereka sehingga semua orang terpesona dan mengakui kebenaran pesan yang
disampaikan. Siswa perlu dilatih bagaimana berbicara yang baik dan meyakinkan lawan
bicaranya. Kegiatan presentasi yang biasanya dilakukan harus diberi alokasi yang
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-25
memadai agar siswa mampu mempersiapkan bahan presentasi yang baik, dan mampu
menyampaikannya dengan meyakinkan.
Terakhir, di samping hal yang telah diuraikan di atas, tampaknya perlu ada
asesmen yang secara khusus menilai kemampuan 4Cs siswa. Pemerintah perlu
mengembangkan sistem pengujian 4Cs dengan status sebagai Ujian Nasional. Prinsip
Washback effect sebagaimana yang dialami guru ketika UN masih menjadi penentu
kelulusan perlu dijadikan dasar untuk mengembangkan asesmen yang mengukur 4Cs
siswa. Dengan dasar itu, guru tidak hanya akan membelajarkan matematika, tetapi juga
4Cs-nya. Mungkin konten matematika perlu dikurangi sehingga guru bisa
berkesempatan untuk mengembangkan 4Cs siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik pembelajaran yang selama
ini dipraktikkan masih belum optimal mengembangkan 4Cs siswa. Perlu dikembangkan
pembelajaran yang lebih mengembangkan 4Cs siswa, baik dengan cara general (ada
pembelajaran secara khusus tentang wawasan 4Cs), atau dengan memanfaatkan pembelajaran
yang ada dengan memasukkan 4Cs ke dalamnya dengan cara infuse, immerse, atau mixed.
PMRI sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan 4Cs. Akan tetapi,
dalam menerapkan PMRI, guru tidak boleh fokus kepada penguasaan konsep matematika saja.
Guru harus cermat dan pandai memanfaatkan peluang untuk bertanya atau memberikan
penugasan agar ketika siswa melakuan kegiatan-kegiatan formulate, employ, interpret, dan
evaluate, kemampuan 4Cs nya juga turut berkembang.
Selanjutnya, Kurikulum 2013 edisi revisi yang sebenarnya dikembangkan atas dasar
filosofi futuristic ini juga masih perlu dilengkapi dengan perangkat-perangkat khusus yang
memungkinkan semua pihak mengembangkan 4Cs. Perlu ada buku pedoman yang secara
khusus memberikan arahan tentang pentingnya 4Cs, dan bagaimana melaksanakan
pembelajaran untuk meningkatkan 4Cs. Bahkan, sistem evaluasi juga harus diarahkan untuk
mengevaluasi 4Cs siswa, bukan sekedar kompetensi dasar yang bernada konten matematis.
DAFTAR PUSTAKA
Abrami, P.C., Bernard, R.M., Borokhovski, E., Wade, A., Surkes, M.A., Tamim, R. & Zhang, D. (2008). Instructional interventions affecting critical thinking skills and dispositions: A stage 1 meta-analysis. Review of Educational Research, 78(4). 1102 – 1134
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Abdur Rahman As’ari
MU-26
As’ari, A.R. 2016a. Pengembangan Karakter dalam Pembelajaran Matematika: Prioritas dalam rangka Mengembangkan 4Cs. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Maret 2016
As’ari, A.R. 2016n. Berpikir Kritis. Dalam A. R. As’ari & E. B. Irawan (eds). Variasi Konstruk dalam Pembelajaran Matematika. Malang: CV Bintang Sejahtera.
Badan Pusat Statistik. 2013. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri: Impor. Jakarta: BPS
DetikFinance. 2017. Daftar Impor RI Senilai Puluhan Triliun Rupiah (Online). https://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/3027833/daftar-impor-pangan-ri-
senilai-puluhan-triliun-rupiah. Diunduh Ahad 2 April 2017, pukul 16.30 WIB
DetikFInance. 2016. RI Pengimpor Gandum Terbesar Kedua Dunia. (Online). http://finance.detik.com/industri/1938780/ri-pengimpor-gandum-terbesar-kedua-di-dunia. Diunduh Ahad 2 April 2017, pukul 16.44 WIB.
Devlin-Foltz, B. & McInvaine, S. 2008. Teacher Preparation for the Global Age: The Imperative for Change. Longview Foundation
Dhameja, A. & Medury, U. Tanpa tahun. Information and Communication Technology in the Globalization Era: The Socio-Economic Concerns. New Delhi: Indira Gandhi National Open University
Ennis, R.H. 2011. The Nature of Critical Thinking: an Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Several times revision of a presentation at the Six International Conference on Thinking at MIT, Cambridge, MA, July 1994.
Hesse, F., Care, E., Buder, J., Sassenberg, K., & Griffin, P. (2015). A framework for teachable collaborative problem solving skills. In P. Griffin & E. Care (Eds.), Assessment and teaching of 21st century skills:Methods and approach (pp. 37-56). Dordrecht, NL: Springer.
Kompasiana. 2015. Konsumsi Mie Instan Masyarakat Indonesia. http://www.kompasiana.com/kadirsaja/konsumsi-mie-instan-masyarakat-indonesia_54f36ad4745513902b6c743b. Diunduh Ahad 2 April 2017, pukul 16.53.
Kramer, W.J., Jenkins, B., & Katz, R.S. 2007. The Role of The Information and Communications Technology Sector in Expanding Economic Opportunity. Corporate Social Responsibility Initiative Report No. 22. Cambridge, MA: Kennedy School of Government, Harvard University.
McCroskey, J. C., & McCroskey, L. L. 1988. Selfreport as an approach to measuring communication competence. Communication Research Reports, 5(2), 108 – 113.
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-27
Muchtadi. 2016. Berpikir Kreatif. Dalam A. R. As’ari & E. B. Irawan (eds). Variasi Konstruk dalam Pembelajaran Matematika. Malang: CV Bintang Sejahtera.
OECD. 2016. PISA 2015: Mathematics Framework. Dalam Pisa 2015 Assessment And Analytical Framework: Science, Reading, Mathematic And Financial Literacy. (Online). http://www.oecd.org/publications/pisa-2015-assessment-and-analytical-framework-9789264255425-en.htm. Diunduh tanggal 1 April 2017 pukul 15.00 WIB
Partnership for 21st Century Skills. 2008. 21st century skills, education & competitiveness: a resounce and policy guide. Tuczon, AZ
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nomo 20 tahun 2016. Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nomor 24 tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2016.
Roschelle, J., & Teasley S. D. 1995. The construction of shared knowledge in collaborative problem solving. In C. E. O’Malley (Ed), Computer-supported collaborative learning (pp. 169-197). Berlin: Springer- Verlag.
Sujarwo, 2006. Reorientasi Pengembangan Pendidikan di Era Global. Dinamika Pendidikan: Majalah Ilmu Pendidikan. Nomor 2. Tahun XIII. September 2006.
Vidas-Bubanja, M. & Bubanja, I. 2015. ICT as Prerequisite for Economic Growth and Competitiveness – Case Study Print Media Industri. Journal of Engineering Management and Competitiveness (JEMC). Vol 5 No 1 pp. 21 – 28
Yeung, H.W. 1998. Capital, State, Space: Contesting the Borderless World. Singapore: National University of Singapore.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Zusmelia, Irwan, Ramadoni, Rani Valicia Anggela
MU-28
TANTANGAN PROFESIONALISME GURU PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA MELALUI 4C’s DITINJAU DARI PERSPEKTIF SOSIOLOGI
Zusmelia, Irwan, Ramadoni, Rani Valicia Anggela
STKIP PGRI Sumatera Barat
Abstrak. Pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan
yang yang memiliki kemampuan tidak hanya dari segi hard skills tetapi juga kemampuan soft skills yang semua ini akan menjadi modal dasar bagi seorang individu - sebagai makhluk sosial
untuk meraih sukses dalam dunia kerja, begitu juga halnya dalam pembelajaran matematika.
Fokus studi ini adalah untuk mengkaji tentang persepsi peserta didik terhadap pembelajaran matematika terutama dilihat dari materi pembelajaran dan dari guru sebagai individu yang
diamanah secara profesional untuk melakukan “transfer of value” dan “transfer of knowledge”
kepada peserta didik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan
pendekatan multi metode. Penelitian ini memposisikan diri pada paradigma konstruktivis yang
dianggap mampu untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang subjek kajian. Hasil
penelitian menunjukan bahwa di tingkat satuan pendidikan SMP hanya11,13% peserta didik
yang menjadikan guru matematika sebagai guru idola/favorit, dan 15,60% peserta didik yang
menyenangi mata pelajaran matematika. Untuk tingkat SMA, 20,54% peserta didik yang
menyenangi guru matematika, dan 17,46% yang menyenangi mata pelajaran matematika. Bahkan peserta didik yang menyenangi mata pelajaran matematika dengan nilai pelajaran
matematika yang tinggi itu terbentuk dan mereka dapatkan dari tempat les dan dengan belajar
kelompok. Artinya, capaian pembelajaran matematika jika dilihat dari segi soft skills atau dengan harapan seseorang dengan nilai matematika yang bagus akan mampu melahirkan dan
mengembangkan keterampilan yang disebut dengan 4C’s (Critical thinking, Creative thinking,
Collaboration, dan Communication skills) sebagai perwujudan dari tuntutan sikap dan tata nilai
yang diharapkan masih jauh/ masih belum sepenuhnya dapat diwujudkan oleh guru/ pendidik
matematika. Jika ditarik ke tingkat abstraksi yang paling tinggi, dalam pandangan teori
interaksionisme symbolic, guru masih lemah dari segi simbol-simbol yang dipantulkan dalam
kesehariannya, baik dari segi simbol verbal maupun dari segi simbol non verbal, secara intra
maupun interpersonal. Sehingga ini sangat mempengaruhi persepsi peserta didik terhadap guru.
Pada gilirannya mempengaruhi mereka dalam menekuni pelajaran matematika itu sendiri. Ini tentu harus menjadi perhatian yang serius bagi kita sebagai pendidik ke depannya, jika kita mau
pelajaran matematika menjadi pelajaran yang memiliki makna yang “berbeda”.
Kata Kunci: Pembelajaran matematika, 4C’s, dan Perspektif sosiologi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teori ketergantungan melakukan kritikan terhadap teori modernisasi mengenai
sektor pendidikan. Beberapa kritikan yang muncul terkait dengan tindakan radikal
secara umum terhadap konteks pendidikan dalam sosiologi Barat dan adanya kritikan
dalam konteks dunia ketiga. Kritikan tyersebut tentunya terkait dengan pembangunan
yang oleh pemerintah berlandaskan kepada asumsi modernisasi, dengan adanya
lembaga-lembaga yang berkembang, menjalani fungsi pendidikan secara umum dan
-
VOL.3 NO.1
APRIL 2017
ISSN: 2443-1257
MU-29
menerapkan Undang-undang pendidikan serta melaksanakan tujuan dari pendidikan itu
sendiri (Irwan, 2015: 210-211). Sektor pendidikan sangat dependensi dari semua unsur,
untuk menjadikan pendidikan yang bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan,
berdasarkan kepada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan tujuan pendidikan
nasional.
Secara klasik, permaslahan yang terjadi di Indonesia mengenai pembangunan
pendidikan yaitu kualitas pendidikan yang dikatakan dalam beberapa hal masih jauh
tertinggal dari negara lain. Pendidikan yang dihasilkan belum menjadikan peserta didik
yang unggul dan mandiri serta mencapai tujuan pendidikan. Artinya kualitas pendidikan
di Indonesia belum menghasilkan insan yang kreatif, inovasi, kritis dan mandiri serta
unggul secara intelectual dan emotional intelligence. Untuk mencapai itu semua salah
satu yang berperan aktif adalah guru . kualitas pendidikan sangat tergantung kepada
guru dan guru sangat penting dalam sektor pendidikan. Tugas seorang guru mulai dari
transfer of knowledge hingga ke transfer of values serta memberi contoh yang baik
kepada peserta didik (Zusmelia dan Irwan, 2016: 1919-1993).
Guru tentunya memiliki beban yang cukup tinggi dan berat untuk mewujudkan
pendidikan yang berkualitas. Guru sebagai penentu untuk baik atau tidaknya kualitas
pendidikan baik secara proses maupun hasil. Pelaksanaan proses pembelajaran di kelas
dapat terlihat atas dua variabel yaitu kondisi pembelajaran yang sedang berlangsung dan
hasil yang diharapkan dalam proses pembelajaran (Degeng, 1989). Kondisi
pembelajaran yang berlangsung terkait dengan suasana atau lingkungan yang terjadi
dalam dunia pendidikan. Hal tersebut akan memberi muara bagaimana peserta didik
mampu menguasai dan menyenangi proses pembelajaran yang berlangsung. Selain itu,
peserta didik merasa nyaman dan tidak terganggu atas lingkunagn yang terjadi di
sekitarnya. Pada hasil pembelajaran tentunya yang diharapkan oleh guru sesuai dengan
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan atau melebihi standar yang
diharapkan. Sehingga proses pembelajaran dengan berbagai cara akan membawa hasil
yang memuaskan untuk mencapai standar pendidikan nasional. Berikut ini ilustrasi
untuk mencapai pendidikan yang berkualitas.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Zusmelia, Irwan, Ramadoni, Rani Valicia Anggela
MU-30
Gambar 1. Korelasi Variabel dalam Pembelajaran Mencapai Pendidikan
yang Berkualitas
Kondisi pembelajaran dan hasil pembelajaran bersifat dinamis. Artinya guru
harus memiliki inovasi untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi
peserta didik. Kualitas pendidikan yang tidak berhasil salah satunya proses
pembelajaran yang kurang menyenangkan bagi peserta didik (Suryana, et.al, 2014:1).
Berdasarkan hasil observasi, penulis menemukan bahwa salah satu mata
pelajaran yang dikatakan oleh sebahagian siswa kurang disenangi, membosankan atau
dianggap sulit oleh peserta didik yaitu mata pelajaran matematika, bahkan, hasil
observasi menunjukan lebih dari 70 % peserta didik tidak menyukai pelajaran
matematika dan sekitar 82,41 % mereka tidak suka dengan gaya, cara, komunikasi dan
“penampilan” guru ketika mengajar matematika.
Pembelajaran matematika yang berhasil akan menghasilkan proses berpikir
kritis, penalaran, dan berfikir tingkat tinggi. Untuk mencapai hal tersebut tentunya guru
matematika mendesain persiapan pembelajaran yang lebih optimal dan menarik bagi
peserta didik. Alat pembelajaran, metode, strategi dan gaya penampilan guru
matematika dalam bersikap dan bertindak mencerminkan pembelajaran yang
menyenangkan. Jika ditelusuri lebih dalam dikatakan bahwa pembelajaran matematika
yang berhas