penerbit - stkip pgri sumbar

114
PROSIDING SEMINAR NASIONAL Pendidikan dan Sains Biologi Tema Evolusi dan Revolusi Pendidikan Biologi di Era Keterbukaan Pengetahuan" Padang 10 November 2018 PENERBIT STKIP PGRI Sumbar Press

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

Pendidikan dan Sains Biologi

Tema

Evolusi dan Revolusi Pendidikan Biologi di Era

Keterbukaan Pengetahuan"

Padang

10 November 2018

PENERBIT STKIP PGRI Sumbar Press

Page 2: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL Pendidikan dan Sains Biologi

Tema "Evolusi dan Revolusi Pendidikan Biologi di Era Keterbukaan Pengetahuan"

Reviwer

Dr. Erismar Amri,. M. Si

Diana Susanti,.M.Pd

Editor / Penyunting

Silvi Susanti, M.Si.

Aulia Afza, M.Pd.

Panitia Pelaksana

Pelindung : Jarudin, M.A, Ph.D

Penasehat : Siska Nerita, M.Pd dan Elza Safitri, M.Si.

Penanggung Jawab : Vivi Fitriani, S.Si, M.Pd

Sterring Commitee

Fajri Ori Sandy

M. Agmal Arya Putra

Kurnia Wulan Sari

Mesy Aliya Meliza

Iqlas Sari AS

Organization Committee

Ketua Pelaksana : Mhd. Asri Ubaidilah

Sekretaris 1 : Nia Tania

Sekretaris 2 : Fitri Suci Angraini

Page 3: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Bendahara : Suci Padillah

1. Divisi Acara

Koordinator : Ilma Syaftia

Anggota : 1. Sinta Imanungsi

2. Nurul Izzah

3. Annisa Rahim

4. Debi Wahyuni E

2. Divisi Soal

Koordinator : Kurnia Wulan Sari

Anggota : 1. Iqlas Sari AS

2. Dini Pratiwi

3. Elva Sarmadani

3. Divisi komsumsi

Koordinator : Martha Ulfani

Anggota : 1. Afrizal Sugianto

2. Khairatun Nisa

3. Mega Seprina

4. Nefri Yeni

5. Rizqia Nita

6. Rosita Yesti

4. Divisi Perlengkapan

Koordinator : Evie Adriani

Anggota : 1. Adi Winoto

2. Desrisa Ramadhani

Page 4: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

3. Yunisra

4. Tiara Marfaleni

5. Divisi Humas

Koordinator : Febri Tri Lestari

Anggota :1. Ani ramadhani

2. Zulkhairatunnas

3.Nofriyanda

4. Junika Puputri

5. Titi Permata Sari

6. Yoga Mardani

6. Divisi kreatif

Koordinator : Pradina Ayusma Rosa

Anggota : 1. Cindi Evira

7. Devisi dana

Koordinator : Nyimas Erika Dewi

Anggota : 1. Puja Dahlia

2. Ratri

3.Dhian Anjarwani

4. Winda Gustifa Sari

5. Galuh Bening Auliasari

8. Devisi kebersihan

Koordinator : Elsy Gusmila Putri

Anggota : 1. Belia Intan Oktaviani

Page 5: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

2. Cici Wulandari

9. Devisi sosialisasi

Koordinator : Merissa Sumiardi

Anggota : 1. Mufid

Penerbit:

STKIP PGRI Sumbar Press

Kantor Pusat:

Gd. A Lt. 2 Kampus I STKIP PGRI Sumatera Barat Jl. Gajah Mada Gunung Pangilun Kota

Padang, Phonecell/Telp: 085365372924/ (0751) 7053731. Email:

[email protected]

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa

ijin tertulis dari penerbit

Page 6: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat

sehingga prosiding ini dapat terselesaikan. Prosiding ini merupakan kumpulan

artikel yang telah dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Lomba Biologi

tingkat SMA/MA se Sumatera Barat yang diselenggarakan oleh Himpunan

Mahasiswa (HIMA) Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.

Prosiding ini terdiri dari 14 artikel yang terbagi atas dua bidang, yaitu

Bidang Pendidikan dan Sains Biologi.

Akhirnya, secara umum atas nama Panitia dan secara khusus atas nama

Editor mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

menyelesaikan prosiding ini.

Padang, 2019

Dewan Penyunting

Page 7: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

PENGANTAR

DAFTAR ISI

Bidang Pendidikan Biologi

ANALISIS KURIKULUM DAN SISWA TERHADAP PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM BIOLOGI BERORIENTASI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI RUANG LINGKUP BIOLOGI DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI UNTUK SMA

Desi Sri Kurnia, Diana Susanti, Liza Yulia Sari ....................................................................... 1

PERSEPSI GURU BIDANG STUDI ILMU PENGETAHUAN ALAM TERHADAP

PELAKSANAAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

DI SMP NEGERI 1 LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

Destaria Sudirman, Ennike Gusti Rahmi ...................................................................................

18

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN BIOLOGI

BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK SISWA KELAS X SMA

NEGERI I KAPUR IX KABUPATEN 50 KOTA

Yohana, Gustina Indriati, Liza Yulia Sari .................................................................................

16

STRATEGI PEMBELAJARAN PQ4R (PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT,

RECITE, REVIEW) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA RANAH

AFEKTIF DAN PSIKOMOTOR SISWA KELAS XI SMAN3 PARIAMAN

Ria Kasmeri, Ruth Rize Paas Megahati ....................................................................................

23

ANALISIS SOAL ULANGAN HARIAN PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI

KELAS XI SMA NEGERI I PANTI KABUPATEN PASAMAN

Liza Yulia Sari, Des Eka Putri, Silvi Susanti .............................................................................

31

VALIDITAS PENUNTUN PRATIKUM IPA (BIOLOGI) BERBASIS PROBLEM BASED

LEARNING (PBL) PADA MATERI KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP UNTUK SMP

Mustika Dewi, Diana Susanti, Vivi Fitriani ................................................................................ 38

VALIDITAS HANDOUT BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING PADA MATERI

HEREDITAS MANUSIA UNTUK SISWA KELAS XII SMA Nesti Novalina Putri, Siska Nerita, Annika Maizeli ................................................................... 45

Page 8: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Bidang Sains Biologi

STUDI POPULASI KERANG Atactodea striata Gmelin DI PANTAI BATU KALANG KECAMATAN

KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

Indah Puteri Ramadhani, Armein Lusi Zeswita, Elza Safitri ................................................... 52

JENIS-JENIS BURUNG HIAS YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA PADANG

Nurhadi, Fachrul Reza, Mimin M. Zural ................................................................................. 160

PENYEBARAN Ceratium hirudinella (O.F. Moell) Dujardin Di DANAU DIATAS KABUPATEN

SOLOK

Rina Widiana, Abizar, Azatul Hasnaini …............................................................................... 171

JENIS-JENIS IKAN PADA KAWASAN INTERTIDAL DI TELUK CAROCOK TARUSAN

KENAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN

PESISIR SELATAN

Lora Purnamasari, Nursyahra, Elsha Pratiwi Zamril ............................................................... 177

KARAKTERISTIK POPULASI KERANG AIR TAWAR (Corbicula moltkiana) DI BATANG

ANTOKAN KENAGARIAN III KOTO UTARA KECAMATAN IV KOTO AUR MALINTANG

KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Ismed Wahidi, Armein Lusi Zeswita ........................................................................................... 86

KEPADATAN POPULASI Littoraria scabra PADA ZONA INTERTIDAL DI PANTAI BATU

KALANG KECAMATAN KOTO XI TARUSAN

KABUPATEN PESISIR SELATAN

Febri Yanti , Widuri Handayani, Armein Lusi Zeswita,............................................................. 94

PENINGKATAN BERAT BADAN BENIH IKAN NILA (Oreochormis Nilothicus) dengan KOMBINASI TEPUNG DAUN LAMTORO (Leucena Leucocephala) dan EKSTRAK KUNYIT PUTIH (Curcuma longa) Silvi Susanti, Rina Widiana, Muflihah Darajat ........................................................................ 100

Page 9: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 1

ANALISIS KURIKULUM DAN SISWA TERHADAP PENGEMBANGAN

PENUNTUN PRAKTIKUM BIOLOGI BERORIENTASI PENDEKATAN

PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI RUANG LINGKUP

BIOLOGI DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI UNTUK SMA

Desi Sri Kurnia, Diana Susanti, Liza Yulia Sari

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email : [email protected]

ABSTRACT

The hallmark of Biology learning is practicum activities both inside the laboratory

and outside the laboratory. Practicum will be more effective when using a

practicum guide. During this time the practicum process has not used a practical

guide or learning approach that is able to encourage students to learn actively. The

purpose of this study was to find out the curriculum analysis and students for the

development of practicum guides on biology subjects using Problem Based

Learning (PBL). This research is a development research using a 4D model

(define, design, develop, and disseminate) at this stage only until define. Data

obtained from curriculum analysis and student analysis and analyzed by

descriptive analysis. The results showed that curriculum analysis in PBL-oriented

material on biological and biodiversity scope material was developed based on

core competencies, basic competencies, indicators, and learning objectives

developed in the material of scientific methods, work safety in laboratories, plant

diversity, and diversity of animals . The results showed that Curriculum and

Student Analysis of Guided Biology Practicum Development Guidelines for

Problem Based Learning Approaches in the Scope of Biology and Biodiversity

needed students in conducting practical activities based on questionnaires that had

been distributed.

Keywords: practicum guide, Problem Based Learnimg (PBL)

ABSTRAK

Ciri pembelajaran Biologi adalah adanya kegiatan praktikum baik di dalam

laboratorium maupun di luar laboratorium. Praktikum akan lebih efektif apabila

menggunakan penuntun praktikum. Selama ini proses praktikum yang

berlangsung belum menggunakan penuntun praktikum maupun pendekatan

pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk belajar aktif. Tujuan

penelitian ini adalah mengetahui analisis kurikulum dan siswa untuk

pengembangan penuntun praktikum biologi berorientasi problem based learning

(PBL) pada mata pelajaran biologi. Penelitian ini merupakan penelitian

pengembangan dengan menggunakan model 4D (define, design, develop, dan

disseminate) pada tahap ini hanya sampai tahap define. Data didapat dari analisis

kurikulum dan analisis siswa dan dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa analisis kurikulum pada materi berorientasi PBL

pada materi ruang lingkup biologi dan keanekaragaman hayati dikembangkan

Page 10: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 2

berdasarkan kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan

pembelajaran dikembangkan pada materi metode ilmiah, keselamatan kerja di

laboratorium, keanekaragaman tumbuh-tumbuhan, dan keanekaragaman hewan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Analisis Kurikulum dan Siswa Terhadap

Pengembangan Penuntun Praktikum Biologi Berorientasi Pendekatan Problem

Based Learning Pada Materi Ruang Lingkup Biologi dan Keanekaragaman Hayati

dibutuhkan siswa dalam melakukan kegiatan praktikum berdasarkan angket yang

telah disebarkan.

Kata kunci: penuntun pratikum, problem based learnimg (PBL)

I. PENDAHULUAN

Ciri dari pembelajaran biologi adalah adanya kegiatan praktikum baik di

dalam laboratorium maupun diluar laboratorium. Banyak konsep-konsep

kompleks dalam biologi yang tidak dapat hanya dijelaskan secara lisan, namun

perlu dilakukan praktik secara langsung guna memudahkan siswa dalam

memahami konsep yang cukup rumit. Dengan adanya kegiatan praktikum, siswa

akan memperoleh gambaran secara nyata mengenai teori ataupun materi yang

telah diterima dikelas. Praktikum akan lebih efektif untuk meningkatkan keahlian

siswa dalam pengamatan dan meningkatkan keterampilan serta sebagai sarana

berlatih untuk menggunakan peralatan. Pelaksanaan praktikum harus ditunjang

dengan sarana dan prasarana laboratorium biologi yang harus sesuai dengan

standar minimal laboratorium.

Praktikum merupakan salah satu kegiatan yang sangat berperan dalam

menunjang keberhasilan proses belajar mengajar IPA salah satunya yaitu Biologi.

Menurut Halimatul dan Supriyanti (2006) fungsi praktikum antara lain: a)

memperjelas konsep yang disajikan di kelas melalui contoh langsung dengan alat,

bahan atau peristiwa alam; b) meningkatkan keterampilan intelektual siswa

melalui observasi atau pencarian informasi teori secara lengkap dan selektif yang

mendukung pemetaan persoalan praktikum, melatih siswa dalam memecahkan

masalah, menerapkan pengetahuan dan keterampilan terhadap situasi yang

dihadapi; c) melatih dalam merancang eksperimen, melakukan eksperimen,

menginterpretasi data, dan mengambil sikap ilmiah.

Dari hasil wawancara dengan guru SMA Negeri 1 V Koto Kampung Dalam

dan siswa pada bulan Juni 2018 dimana pada sekolah tersebut telah memiliki

Page 11: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 3

sebuah laboratorium biologi dan alat-alat yang memadai untuk melakukan

kegiatan praktikum. Pelaksanaan kegiatan praktikum sudah dilaksanakan namun

pada pelaksanaannya siswa tidak memiliki penuntun praktikum tersendiri. Pada

praktikum yang dilaksanakan, siswa hanya menggunakan buku paket yang

didalamnya hanya memuat alat dan bahan yang digunakan, serta langkah-langkah

pelaksanaannya. Lembar kegiatan praktikum yang terdapat pada buku paket tidak

sesuai dengan penuntun praktikum yang semestinya. Dalam proses pelaksanaan

praktikum siswa masih terlihat bingung dan kesulitan karena siswa tidak

memahami langkah kerja yang terdapat dalam buku paket tersebut.

Pelaksanaan praktikum akan lebih efektif apabila menggunakan penuntun

karena dapat membantu siswa dalam mengembangkan proses belajar ilmiah.

Penggunaan penuntun praktikum juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir

siswa, sehingga dapat membantu siswa untuk menemukan konsep sendiri dan

mampu menemukan solusi dari setiap permasalahan yang ditemukan. Oleh karena

itu perlu dikembangkan sebuah penuntun praktikum yang dapat membantu siswa,

yaitu penuntun praktikum yang valid dan praktis.

Untuk mengetahui karakteristik siswa dilakukan dengan penyebaran angket

kepada siswa dengan megajukan beberapa pertanyaan yaitu : 1) apakah ananda

menyukai penuntun praktikum biologi?; 2) apakah ananda pernah melakukan

kegiatan praktikum?; 3) apakah dalam kegiatan praktikum anada menggunakan

penuntun praktikum?; 4) apakah ananda merasa kesulitan dalam melakukan

kegiatan praktikum?; 5) apakah ananda membutuhkan sebuah buku penuntun

praktikum?; 6) apakah ananda merasa terbantu apabila dalam pelaksanaan

kegiatan praktikum menggunakan buku penuntun praktikum?; 7) apakah ananda

tau langkah-langkah Problem Based Learning?; 8) apakah ananda setuju jika di

dalam kegiatan praktikum menggunkan buku penuntun praktikum berbasis

Problem Based Learning?; 9) warna apakah yang ananda sukai?; 10) jenis tulisan

yang ananda sukai?; 11) ukuran tulisan yang ananda sukai?; 12) ukuran spasi yang

ananda sukai?.

Dalam hal ini peneliti mengembangkan penuntun pratikum agar guru dalam

melakukan kegiatan pratikum dapat lebih efektif dan efisien menggunakan

penuntun pratikum yang telah dikembangkan. Bagi siswa, agar siswa lebih mudah

Page 12: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 4

dalam melakukan kegiatan pratikum pada materi ruang lingkup biologi dan

keanekaragaman hayati.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (research and the

development) dengan model prosedural. Model prosedural adalah model yang

bersifat deskriptif yang menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk

menghasilkan produk berupa penuntun praktikum berbasis Problem Based

Learning (PBL) pada materi ruang lingkup biologi dan keanekaragaman hayati

untuk SMA kelas X. Penelitian ini dilaksanakan di STKIP PGRI Sumatera Barat

dan di SMAN 1 V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang Pariaman pada

semester genap tahun 2018/2019.

Dalam penelitian ini model pengembangan yang digunakan adalah

memodifikasi model pengembangan 4-D. Prosedur penelitian pengembangan

meliputi 4 tahap pengembangan, yaitu pendefinisian (Define), perancangan

(Design), pengembangan (Develop) dan penyebaran (Disseminate). Penelitian ini

dilakukan sampai tahap pendefinisian (Define) (Trianto, 2010: 93).

III. HASIL

Berdasarkan Berdasarkan hasil angket yang dibagikan kepada siswa,

selanjutnya diketahui bahwa siswa tersebut umumnya menyukai warna yang cerah

seperti biru, hijau, dan merah. Kemudian sebanyak 83,87% siswa menyukai

penuntun praktikum biologi, 67,74% siswa menyatakan pernah melakukan

kegiatan praktikum, 83,87% siswa menyatakan tidak menggunakan penuntun

dalam kegiatan praktikum, 70,96% siswa meyatakan merasa kesulitan dalam

melaksanakan kegiatan praktikum, 64,51% siswa menyatakan membutuhkan

sebuah penuntun praktikum, dan 83,87% siswa menyatakan merasa terbantu

dengan adanya penuntun praktikum dalam pelaksanaan kegiatan praktikum. Hasil

dari analisis siswa ini dijadikan kerangka acuan dalam menyiapkan aspek-aspek

yang berhubungan dengan penuntun praktikum yang akan dibuat, sehingga

peneliti dapat merancang penuntun praktikum yang sesuai dengan karakteristik

siswa.

Page 13: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 5

Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi tugas-tugas utama yang

akan dilakukan siswa. Analisis tugas terdiri dari analisis terhadap Kompetensi Inti

(KI) dan Kompetensi Dasar (KD) terkait materi yang akan dikembangkan.

1) Analisis Struktur Isi

Analisis struktur isi dilakukan dengan berpedoman kepada kurikulum yang

berlaku, yaitu kurikulum 2013. Hasil analisis struktur isi kurikulum 2013 pada

mata pelajaran Biologi SMA pada materi Ruang Lingkup Biologi dan

Keanekaragaman Hayati sebagai berikut:

a) Menentukan Kompetensi Inti

KI1 :Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

KI2 :Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,

peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan

proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial

dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam

pergaulan dunia.

KI3: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian,

serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang

spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak

terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara

mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

b) Menentukan Kompetensi Dasar

3.1 Memahami tentang ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai

obyek biologi dan tingkat organisasi kehidupan), metode ilmiah dan

prinsip keselamatan kerja berdasarkan pengamatan dalam kehidupan

sehari-hari.

3.2 Menganalisis berbagai tingkat keanekaragaman hayati di Indonesia beserta

ancaman dan pelestariannya.

Page 14: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 6

c) Menentukan Indikator

(a) Menjelaskan tahapan-tahapan metode ilmiah.

(b) Mengkomunikasikan laporan ilmiah.

(c) Menjelaskan fungsi dan peraturan laboratorium.

(d) Menjelaskan alat dan bahan yang berbahaya.

(e) Menjelaskan simbol-simbol dalam laboratorium.

(f) Mengidentifikasi keanekaragaman gen, jenis, dan ekosistem makhluk

hidup.

(g) Mengenali kekhasan berbagai tingkat keanekaragaman di lingkungan

sekitar.

(h) Menjelaskan keanekaragaman hayati di Indonesia berdasarkan garis Weber

dan Wallace.

(i) Menyebutkan manfaat keanekaragaman hayati di Indonesia.

Page 15: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 7

IV. PEMBAHASAN

Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui hal apa saja yang dibutuhkan

oleh siswa dalam pembelajaran Biologi khususnya kegiatan praktikum.

Berdasarkan hasil analisis dari angket karakteristik siswa dan respon siswa

terhadap bahan ajar, terungkap bahwa siswa rata-rata berusia antara 15-18 tahun,

sebanyak 83,87 % siswa menyukai penuntun praktikum biologi, 67,74 % siswa

menyatakan pernah melakukan kegiatan praktikum, 83,87 % siswa menyatakan

tidak menggunakan penuntun dalam kegiatan praktikum, 70,96 % siswa

meyatakan merasa kesulitan dalam melaksanakan kegiatan praktikum, 64,51 %

siswa menyatakan membutuhkan sebuah penuntun praktikum, dan 83,87 % siswa

menyatakan merasa terbantu dengan adanya penuntun praktikum dalam

pelaksanaan kegiatan praktikum. Pada umumnya peserta didik menyukai warna-

warna cerah seperti biru, merah, dan hijau.

Pada tahap analisis kurikulum bertujuan untuk mengidentifikasi tugas-

tugas utama yang akan dilakukan siswa. Analisis ini terdiri dari analisis terhadap

Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), indikator, dan tujuan

pembelajaran. Analisis struktur isi berpedoman pada kurikulum yang berlaku,

yaitu kurikulum 2013.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis kurikulum dan siswa yang telah dilakukan,

dapat disimpulkan bahwa perlunya dilakukan pengembangan terhadap bahan ajar

yaitu penuntun praktikum biologi berorientasi problem based learning .

DAFTAR PUSTAKA

Arends, RichardI. 2007. Learning to Teach. New York : Mc Graw-Hill.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).2008. Panduan Pengembangan

Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmenum.

Prastowo, A. 2011.Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:

Diva press.

Rohman Amri, Sofan Amri. 2013. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem

Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, dan

kontekstual. Jakarta: Kencana Predanamedia Grup.

Page 16: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 8

PERSEPSI GURU BIDANG STUDI ILMU PENGETAHUAN ALAM

TERHADAP PELAKSANAAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM

KURIKULUM 2013 Di SMP NEGERI 1 LENGAYANG KABUPATEN

PESISIR SELATAN

Destaria Sudirman, Ennike Gusti Rahmi

Pendidikan Biologi STKIP Ahlussunnah Bukittinggi

Email : [email protected]

ABSTRACT

Indonesia always experience curriculum change which one of them is curriculum

2013. This curriculum change is done by the government with the aim of

improving the education system in Indonesia, it caused by 2013 curriculum got

many critics not only agree but also disagree from various particular. The aim of

this research was to analyze perception of natural science teachers in junior high

school 2 in lengayang district pesisir selatan in implementation scientific learning

in 2013 curriculum. this research was qualitative with descriptive design, the

population was all of natural science teacher of junior high school 2 in lengayang

district. Sample of this research was natural science teacher who had implemented

the 2013 curriculum.technique of collecting data was observation, interview, and

questioner. Further analyzed using percentage formula. The results of this study

indicate that the teacher's perception in the field of Natural Knowledge in

Lengayang Junior High School 2 about the implementation of scientific approach

learning in the 2013 curriculum is sufficient for its application, but there are still

deficiencies, the implementation is still quite complicated because students have

not fully understood the steps of scientific learning because it is using

conventional learning, supporting infrastructure in schools is not adequate such as

lack of available learning books at school, and incomplete laboratory equipment

as well as the penilainya technique is still difficult because not used applied in the

learning process.

Keywords: perception, curriculum 2013, scientific approach

ABSTRAK

Indonesia selalu mengalami perubahan kurikulum yang salah satunya yaitu

kurikulum 2013. Perubahan kurikulum ini dilakukan pemerintah dengan tujuan

perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, dimana dalam kurikulum 2013 ini

muncul berbagai pendapat atau tanggapan serta terjadi pro dan kotra dari berbagai

pihak. Kegiatan evaluasi dan teknis penilaian dan pelaksanaan kurikulum 2013

merupakan aspek yang dipandang sulit untuk diaplikasikan oleh guru dalam

pembelajaran di kelas. Guru diharuskan merekapitulasi semua aspek penilaian

baik secara kognitif dan sikap (etika siswa) selama proses pembelajaran

berlangsung, dengan adanya format penilaian yang begitu banyak membuat guru

merasa kesulitan dalam mengoptimalkan waktu pada penerapan saintifik dalam

kurikulum 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji Persepsi dari setiap guru

bidang studi Ilmu Pengatahuan Alam di SMPN 1 Lengayang Kabupaten Pesisir

Selatan terhadap pelaksanaan Pendekatan Saintifik dalam kurikulum 2013. Jenis

Page 17: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 9

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Populasi penelitian ini semua guru

bidang studi Ilmu Pengatahuan Alam di SMPN 1 Lengayang Kabupaten Pesisir

Selatan dan yang menjadi sampel adalah guru bidang studi Ilmu Pengatahuan

Alam yang sudah melaksanakan kurikulum 2013. Dalam pengumpulan data

digunakan teknik observasi, wawancara, dan angket. Selanjutnya dianalisis

menggunakan rumus persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi

guru bidang studi Ilmu Pengatahuan Alam di SMPN 1 Lengayang tentang

pelaksanaan pembelajaran pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013 tergolong

cukup untuk penerapannya, namun masih terdapat kekurangan yaitu

pelaksanaannya masih cukup rumit karena siswa belum memahami betul langkah-

langkah pembelajaran saintifik karena terbiasanya menggunakan pembelajaran

konvensional, sarana prasarana penunjang pada sekolah belum memadai seperti

kurangnya buku pembelajaran yang tersedia disekolah, dan peralatan laboratorium

yang kurang lengkap serta teknik penilain yang masih sulit karena belum terbiasa

diterapkan dalam proses pembelajaran.

Kata kunci: persepsi, kurikulum 2013, pendekatan saintifik

I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal penting bagi perkembangan sumber daya

manusia (SDM) di Indonesia, karena pendidikan merupakan salah satu alat yang

digunakan untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, kebodohan dan

kemiskinan. Pendidikan mampu menanamkan kemampuan yang baru bagi semua

orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat

diperoleh manusia yang lebih unggul. Salah satu upaya perkembangan itu

ditempuh dengan menerapkan perubahan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013

yang disusun dengan dilandasi pemikiran tantangan masa depan, yaitu tantangan

abad ke-21 dilandasi dengan abad ilmu pengetahuan dan kompetensi masa depan

(Kurinasih dan Sani, 2014).

Perubahan kurikulum ini dilakukan pemerintah dengan tujuan perbaikan

sistem pendidikan di Indonesia. Pengembangan kurikulum pada hakikatnya

adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus

dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya sebagaimana yang dijelaskan oleh

Sanjaya (2008 :31).

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti bulan oktober 2017 di beberapa

SMPN Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan didapatkan informasi

bahwa di SMPN 1 Lengayang kelas VII dan kelas VIII pada proses

Page 18: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 10

pembelajarannya sudah menggunakan kurikulum 2013, namun untuk

pembelajaran di kelas IX tetap difokuskan pada kurikulum lama yaitu kurikulum

tingkat satuan pendidikan (KTSP). Selama kurang lebih satu setengah tahun

pelaksanaan kurikulum pada kelas VII dan VIII ternyata tidak sedikit guru yang

merasa sulit untuk bisa menerapkan pembelajaran di kelas dengan kurikulum

2013 tersebut. Kesulitan itu dipandang dari aspek teknik selama proses

pembelajaran diantaranya pendekatan saintifik pada siswa sehingga pembelajaran

siswa dapat menemukan jawaban dari permasalahan pembelajaran, namun pada

kenyataannya guru belum bisa mengarahkan siswa dalam pelaksanaan pendekatan

saintifik secara optimal.

Kegiatan evaluasi dan teknis penilaian dan pelaksanaan kurikulum 2013

merupakan aspek lain yang dipandang sulit untuk diaplikasikan oleh guru dalam

pembelajaran di kelas. Guru diharuskan merekapitulasi semua aspek penilaian

baik secara kognitif dan sikap (etika siswa) selama proses pembelajaran

berlangsung, dengan adanya format penilaian yang begitu banyak membuat guru

merasa kesulitan dalam mengoptimalkan waktu pada penerapan saintifik dalam

kurikulum 2013. Hal ini juga merupakan tahap awal penyesuaian guru dari

pelaksanaan perubahan kurikulum lama dengan penerapan kurikulum yang baru.

Penerapan pembelajaran di kelas dengan kurikulum 2013 mengalami

kesulitan dipandang dari aspek teknik selama proses pembelajaran diantaranya

penerapan pendekatan saintifik yaitu pendekatan yang digunakan dalam

pembelajaran dilakukan melalui proses ilmiah (Fadlillah, 2014).

Kegiatan evaluasi dan teknis penilaian dan pelaksanaan kurikulum 2013

merupakan aspek lain yang dipandang sulit untuk diaplikasikan oleh guru dalam

pembelajaran di kelas. Karena proses penilaian pembelajaran menggunakan

pendekatan penilaian otentik atau authentic assessment (Abdullah, Ridwan Sani,

2014).

Dari perkembangan kurikulum 2013 ini diharapkan mampu mencapai

penerapannya dengan hasil yang diinginkan. Namun dalam pelaksanaan

kurikulum ini juga banyak mengundang pro dan kontra yang menimbulkan

persepsi yang berbeda diantara guru. Persepsi tersebut ada yang positif dan ada

Page 19: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 11

yang negatif. Dalam hal pengertian persepsi ini sendiri adalah bagaimana

pandangan guru itu sendiri terhadap pelaksaaan kurikulum 2013.

Berdasarkan paparan di atas maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Persepsi Guru Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam Terhadap Pelaksanaan

Pendekatan Saintifik Dalam Kurikulum 2013 Di Sekolah Menengah Pertama

Negeri 1 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif.

Dimana, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati (Margono, 2010). Data yang diperoleh dari lapangan akan

dideskripsikan melalui kata-kata oleh peneliti.

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh guru sekolah SMP bidang studi

IPA yang ada di SMPN 1 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan, dan sampelnya

adalah guru bidang studi IPA SMPN 1 Lengayang yang sudah melaksanakan

kurikulum 2013. Untuk menentukan sampel ini, penulis menggunakan tehnik

sampling jenuh atau total sampling yaitu tehnik penentuan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2014).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, wawancara, quisoner (angket) dan dokumentasi. Kisi-kisi angket

sebagai berikut.

Tabel 1.Kisi-kisi angket tentang persepsi guru bidang studi IPA SMP di Kecamatan Lengayang Kabupaten

Pesisir Selatan terhadap pelaksanaan pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013

NO INDIKATOR BUTIR SOAL JUMLAH

1 Pemahaman pembelajaran pendekatan sanitifik dalam

kurikulum 2013 1,2,3,4,5 5

2 Kesiapan pembelajaran pendekatan sanitifik dalam

kurikulum 2013 6,7,8,9,10,11 6

3 Penerapan atau pelaksanaan pembelajaran

pendekatan sanitifik dalam kurikulum 2013 12,13,14,15,16,17 6

4 Kesulitan pembelajaran pendekatan sanitifik dalam

kurikulum 2013 18,19,20,21,22 5

(Kosasih, 2014)

Sebelum angket ini digunakan, maka terlebih dahulu divalidasi oleh 1

orang dosen yaitu Citra Ayu, M.Pd. Selanjutnya data yang diperoleh dari

Page 20: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 12

instrument penelitian diolah dengan menggunakan teknik persentase (%)

(Purwanto, 2006).

III. HASIL

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru-guru SMPN 1

Lengayang, kurikulum 2013 diterapkan pada semester pertama tahun ajaran 2016.

Tetapi tidak semua sekolah menerapkan kurikulum ini. Hanya sekolah yang

ditunjuk pemerintahan saja yang dianggap mampu menjadi contoh untuk sekolah

lainnya. Diantara sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Data Sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013

No Nama Sekolah Kurikulum

1 2 3

1 SMPN 1 Lengayang Kurikulum 13

2 SMPN 2 Lengayang Kurikulum 13

3 SMPN 3 Lengayang Kurikulum 13

4 SMPN 4 Lengayang Kurikulum 13

5 SMPN 5 Lengayang KTSP

6 SMPN 6 Lengayang KTSP

(Sumber: Dinas Pendidikan Pessel)

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat setelah dilakukan pengolahan

data dengan menggunakan teknik persentase (%) dilihat dari jawaban angket

responden yaitu Guru-Guru IPA SMPN 1 Lengayang mengenai “Persepsi Guru

Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam Terhadap Pelaksanaan Pendekatan Saintifik

Dalam Kurikulum 2013 SMPN 1 Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan” dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Pengelompokkan Data Hasil Penelitian Berdasarkan Indikator

No

Item

Instrume

n

Indikator

Jumlah

Skor Item

(R)

Jumlah

Skor

Maksimal

(N)

Persentase

% Kategori

1 1-4 Pemahaman

Pembelajaran

Pendekatan Saintifik

dalam Kurikulum

2013

50 64 78,12% Cukup

2 5-10 Kesiapan

pembelajaran

pendekatan sanitifik

dalam kurikulum

2013

60 80 60,50% Kurang

3 11-16 Penerapan atau

pelaksanaan

pembelajaran

45 96 71,92% Cukup

Page 21: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 13

pendekatan sanitifik

dalam kurikulum

2013

4 17-20 Kesulitan

pembelajaran

pendekatan sanitifik

dalam kurikulum

2013

35 63 77,13% Cukup

Persepsi Guru Bidang Studi IPA di

SMPN 1 Lengayang Kabupaten Pesisir

Selatan terhadap Pelaksanaan Pendekatan

Saintifik dalam Kurikulum 2013

190 252 71,91% Cukup

Berdasarkan data hasil penelitian pada tabel di atas, maka dapat diketahui

hasil penelitian ini tergolong pada kategori cukup dengan persentase 71,91%.

IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Rahmawati, S.Pd Guru

IPA SMPN 1 Lengayang bahwa kurikulum 2013 ini baik diterapkan pada proses

pembelajaran, karena langkah-langkah pembelajaran yang menuntun siswa aktif

karena pendekatan saintifik yang diterapkan pada kurikulum 2013 dapat membuat

siswa lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam mencari informasi, dan pemecahan

masalah. Pembelajaran juga lebih terarah karena adanya langkah-langkah dalam

pembelajaran pendekatan saintifik karena berkaitan erat dengan metode saintifik.

Metode saintifik menurut Abdullah, Ridwan Sani (2014) melibatkan

pengamatan atau observasi, mengumpulkan data, memaparkan data yang

diperoleh melalui pengamatan atau percobaan yang dapat diganti dengan kegiatan

memperoleh informasi dari berbagai sumber. Hanya saja dalam pelaksanaannya

masih cukup rumit karena siswa belum memahami betul langkah-langkah

pembelajaran saintifik karna terbiasanya menggunakan pembelajaran

konvensional.

Pembelajaran konvensional menurut Sanjaya (2010), siswa ditempatkan

sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

Selain itu sarana prasarana penunjang pada sekolah belum memadai seperti

kurangnya buku pembelajaran yang tersedia disekolah, peralatan laboratorium

yang kurang lengkap.

Sebagian guru menyebutkan kesulitan dalam penerapan pembelajaran

saintiftik dalam penilaian yang begitu banyak karena memiliki sistem penilaian

Page 22: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 14

yang lengkap dengan format beragam. Sistem remedial yang masih dibawa

kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan alasan sistem remedial membutuhkan

waktu dan kesempatan pembelajaran yang lebih.

Pembelajaran saintifik dalam kurikulum 2013 dapat merubah karakter siswa

dalam bersikap menjadi lebih baik, karena siswa mengetahui bahwa penilaian

pada sikap mempengaruhi penilaian lainnya. Sehingga siswa dapat

memperhatikan dan mengikuti pelajaran dengan baik. Sedangkan setelah

diterapkan kurikulum 2013 guru menyebutkan bahwa penilaian sikap kadang-

kadang dapat merubah sikap siswa dan tidak dapat merubah siswa karena masih

saja ada siswa yang tidak peduli dengan adanya penilaian sikap ini. Siswa masih

sibuk dengan sendirinya tanpa mau belajar.

Penilaian pada pembelajaran dengan pendekatan saintifik meliputi tiga

aspek penilaian yaitu: (a) penilaian proses atau keterampilan, dilakukan melalui

observasi saat siswa bekerja kelompok, bekerja individu, berdiskusi, maupun saat

presentasi dengan menggunakan lembar observasi kinerja, (b) penilaian produk

berupa pemahaman konsep, prinsip dan hukum dilakukan dengan tes tertulis, (c)

penilaian sikap, melalui observasi saat siswa bekerja kelompok, bekerja individu,

berdiskusi, maupun saat presentasi dengan menggunakan lembar observasi sikap

(Kurinasih dan Sani, 2014).

V. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian terlihat dalam pelaksanaan pembelajaran pendekatan

saintifik, persepsi guru tentang pembelajaran pendekatan saintifik dalam

kurikulum 2013 tergolong cukup. Pelaksanaannya masih cukup rumit karena

siswa belum memahami betul langkah-langkah pembelajaran saintifik karena

terbiasanya menggunakan pembelajaran konvensional, sarana prasarana

penunjang pada sekolah belum memadai seperti kurangnya buku pembelajaran

yang tersedia disekolah, dan peralatan laboratorium yang kurang lengkap serta

tekhnik penilaian yang rumit.

Page 23: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 15

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan berkontribusi dalam penelitian ini. Terima kasih kepada ketua

STKIP Ahlussunnah Bukittinggi Bapak Awerman, S.Sn., M.Hum., Ph.D, Ketua

LPPM STKIP Ahlussunnah Bukittinggi Ibu Citra Ayu, M.Pd, Ketua Prodi

Pendidikan Biologi Ibu Siska Arimadona, M.Pd, Guru IPA di sekolah SMPN 1

Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ridwan Sani. 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi

Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Fadlillah. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI,

SMP/MTs, dan SMA/MA. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.

Kosasih. 2014. Strategi belajar dan pembelajaran implementasi kurikulum 2013.

Bandung: YramaWidya.

Kurinasih dan sani.2014. Sukses mengimplementasikan kurikulum 2013.

Surabaya: Kata Pena.

Kurinasih dan sani. 2014. Implementasi kurikulum 2013 konsep dan penerapanya.

Surabaya. Kata Pena.

Margono. 2010.Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Pt Asdi mahasatya.

Purwanto.2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group

Sugiyono. 2014.Metode penelitian kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Page 24: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 16

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN BIOLOGI

BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK SISWA KELAS X SMA

NEGERI I KAPUR IX KABUPATEN 50 KOTA

Yohana, Gustina Indriati, Liza Yulia Sari

Program Studi Pendidikan Biologi SKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email : [email protected]

ABSTRACT

Learning media used in SMAN 1 Kapur IX is still not have a module that uses a

particular approach, this causing low creativity, this making students bared in

learning. In connection with that, the development of modules besed on local

wisdom with aimed at producing a Biology modules based on local wisdom in

class X Students of SMAN 1 Kapur IX is valid and practical.This research

includes development research (Research and Develoment). The research

procedure uses 4-D (Four D) desigh wich consist of define (Define), design

(Design), development (Develomemt), dessiminate (Dessiminate). At the

development stage the receacher make validators using a validation queationaiere

and looked at the partically of the modules based on local wisdom by using

teacher and students response questionnaire. The result of the modul validation

data acquisition obtained an average result of 79,16% with valid criteria. The

practical result obtained from the teacher and students response an average

94,89% with very practical criteria. This is can be concluded that Biology

modules besed on local wisdom are valid and practical to because for environment

change material.

Keywords: module, local wisdom, enviromental change

ABSTRAK

Media pembelajaran yang digunakan di SMAN 1 Kapur IX masih belum memiliki

modul yang menggunakan pendekatan tertentu, sehingga menyebabkan rendahnya

kreatifitas, sehingga membuat siswa bosan dalam pembelajaran. Sehubungan

dengan itu dilakukan pengembangan modul yang berbasis Kearifan Lokal dengan

tujuan menghasilkan modul Biologi berbasis Kearifan Lokal untuk siswa kelas X

SMAN 1 Kapur IX yang Valid dan Praktis. Penelitian ini termasuk penelitian

pengembangan (Research and development). Prosedur penelitian menggunakan

desain 4-D (four D) yang terdiri dari tahap pendefenisian (define), perancangan

(design), pengembangan (development), penyebaran (disseminate). Pada tahap

pengembangan peneliti melakukan validasi terhadap modul Biologi berbasis

Kearifan Lokal yang dilakukan oleh 3 orang validator dengan menggunakan

angket validasi dan melihat Praktikalitas modul berbasis Kearifan Lokal dengan

menggunakan angket respon guru dan siswa. Hasil pengolaan data validasi modul

memperoleh hasil rata-rata sebesar 79,16 % dengan kriteria valid. Hasil

praktikalitas yang diperoleh dari respon guru dengan rata-rata 92,5 % dengan

kriteria sangat praktis. Hasil praktikalitas yang diperoleh dari respon siswa

diperoleh rata-rata 94,89% dengan criteria sangat praktis. Dengan demikian dapat

Page 25: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 17

disimpulkan modul biologi yang berbasis kearifan lokal sudah valid dan praktis

digunakan untuk materi perubahan lingkungan.

Kata kunci : modul, kearifan lokal, perubahan lingkungan

I. PENDAHULUAN

Pendidikan secara umum harus relevan dengan garis hidup untuk

mencerdaskan rakyat dan mengangkat martabat bangsa, dalam rangka

membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan bangsa-bangsa lain

di dunia. Lufri dkk. (2007:4) menyatakan bahwa “Salah satu kompetensi yang

harus dimiliki oleh seorang guru adalah penggunaan media dan sumber

pembelajaran”. Pengembangan modul pembelajaran merupakan salah satu solusi

dalam meningkatkan daya serap pembelajaran Biologi, dengan menonjolkan

kemampuan mengaplikasikan dalam konsep dasar untuk menciptakan proses

pembelajaran yang baik.

Berdasarkan observasi yang dilakukan dengan mewawancarai guru Biologi

di SMA N 1 Kapur IX pada 2 Januari 2018 ditemukan masalah bahwa proses

pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa guru Biologi, masih menggunakan

buku paket yang dijadikan sebagai sumber belajar bagi siswa dan materi yang

disajikan masih banyak yang bersifat abstrak materi Biologi masih belum bisa

dipahami dengan mudah oleh siswa, karena masih banyak terdapat kata-kata yang

sulit (bahasa latin atau istilah dalam Biologi) sehingga akan menyebabkan

kebosanan pada saat belajar. Hal ini diduga sebagai penyebab rendahnya

kreatifitas, sehingga membuat siswa menjadi bosan dalam proses pembelajaran.

Wibowo (2015:18) menyatakan bahwa kearifan lokal kepandaian dan

strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis

yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta

keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya terhenti pada etika tetapi sampai

pada norma, tindakan, dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi

seperti religi yang mempedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik

dalam konteks kehidupan sehari-sehari maupun menentukan peradaban manusia

lebih jauh. Dengan demikian memanfaatkan kearifan lokal dalam pembelajaran

Page 26: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 18

diharapkan minat, bakat dan kreatifitas siswa dapat dikembangkan dalam

pembelajaran.

Salah satu materi Biologi adalah Perubahan Lingkungan yang berhubungan

dengan lingkungan yang terdapat di Kapur IX Kabupaten 50 Kota pada modul

sehingga pendekatan yang diberikan adalah kearifan lokal yang berhubungan

dengan lingkungan alam yang ada di lingkungan sekolah, sehingga

pemanfaatannya nanti sejalan dengan yang digariskan dalam buku sumber dan

kurikulum.

Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari

secara mandiri oleh siswa. Modul berisi materi yang disusun sedemikian rupa agar

pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan maksimal

(Susilo,2014:51).

Modul berbasis kearifan lokal disusun dengan memperhatikan ada tidaknya

kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Kearifan lokal

yang ditemukan dilingkungan SMA N 1 Kapur IX tersebut berupa lubuk larangan,

namun keberadaan lubuk larangan tersebut belum dimanfaatkan sebagai sumber

belajar.

Fasilitas sekolah dapat dikatakan lengkap dan memadai, sarana prasarana

seperti perpustakaan dan laboratorium dapat ditemukan pula. Sudjana dan Rivai

(2010:213) Dengan mempelajari lingkungan alam diharapkan peserta didik dapat

lebih memahami materi yang dipelajari di sekolah sehingga dapat menumbuhkan

rasa cinta terhadap alam, kesadaran untuk menjaga dan memelihara lingkungan,

serta mau menanggulangi kerusakan lingkungan dan menjaga lingkungan agar

tetap lestari.

Berdasarkan uraian tersebut telah dilakukan pengembangan modul

pembelajaran yang memanfaatkan pengembangan lingkungan yang berbasis

kearifan lokal sebagai media pembelajaran Biologi yang bervariasi sehingga

memotivasi siswa dalam belajar, agar tujuan pembelajaran sesuai dengan yang

diharapkan dengan materi pembelajaran. Dengan pengembangan modul berbasis

kearifan lokal ini diharapkan tujuan pembelajaran yang susuai dengan yang

diharapkan.

Page 27: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 19

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dan pengembangan, yang lebih dikenal dengan Research dan

Development (R & D). Penelitian pengembangan dapat memberi preskripsi yang

berguna dalam pemecaha masalah rancangan dan desain dalam pembelajaran dan

adanya semangat tinggi dan kompeksitas tentang sifat kebijakan dan reformasi

pendidikan (Setyosari, 2013:222). Adapun produk yang dikembangkan dalam

penelitian ini bahan ajar cetak berupa modul.

Model yang digunakan dalam pembelajaran adalah 4-D (four D), yang

terdiri dari empat tahap. Tahap-tahap pengembangan ini terdiri dari define

(pendefenisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate

(penyebaran) dalam Trianto (2012:93).

Subjek penelitian dalam pengembangan modul barbasis kearifan lokal pada

materi Perubahan Lingkungan adalah guru Biologi SMA yang dijadikan subjek

dalam penelitian in sebanyak dua orang, sedangkan siswa kelas X MIPA I SMAN

I kapur IX sebanyak 23 orang pada tahun ajaran 2017/2018. Jenis data yang

diambil dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa angket validasi

terhadap modul yang dikembangkan dan angket praktikalitas guru dan peserta

didik di SMA Negeri 1 Kapur IX.

Instrumen validasi terhadap modul dilakukan oleh tiga orang validator, yaitu

2 orang dosen Pendidikan Biologi STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh

dan 1 orang guru Biologi di SMA Negeri 1 Kapur IX.

Teknik analisis yang dilakukan adalah data yang diperoleh dari hasil

validasi oleh pakar dan data yang diambil dari pelaksanaan uji coba terbatas

disekolah seperti angket praktikalitas oleh guru dan siswa.

III. HASIL

Penilaian modul yang dilakukan oleh tiga orang pakar dengan

menggunakan angket penilaian pakar yang meliputi kelayakan isi, kelayakan

penyajian, penilaian kebahasaan, kelayakan kegrafikan, dan nuansa kearifan lokal.

Data dari pakar dapat dilihat dari hasil penilaian pada Tabel 1.

Page 28: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 20

Tabel 1 Hasil Validasi Oleh Validator Biologi Terhadap Modul

No

Standar Penilaian

Validator Jumlah Nilai Validasi

(%)

Kriteria Skala

V1 V2 V3

1 Kelayakan Isi 18 18 20 56 77,77 Valid

2 Kelayakan Penyajian 18 20 18 56 77,77 Valid

3 Penilaian Kebahasaan 18 18 21 57 79,16 Valid

4 Kelayakan Kegrafikan 9 11 10 30 83,33 Sangar Valid

5 Nuansa Kearifan Lokal 9 11 8 28 77,77 Valid

Jumlah 227 395,8

Rata-rata total 19,16 Valid

Keterangan :

Validator 1 : Diana Zulyetty, M.Pd

Validator 2 : Drs.Elijonnahdi, M.Si

Validator 3 : Pebriana, S.Pd

Dari hasil uji coba yang dilakukan kepada dua orang guru Biologi SMAN

1 Kapur IX seperti yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Praktikalitas Oleh Guru Biologi Terhadap Modul

No Aspek Penilaian Jumlah Persentase Item (%) Kriteria Penilaian

1 Kemudahan Modul 10 100 Sangat Praktis

2 Isi Materi Modul 10 100 Sangat Praktis

3 Penyajian Modul 12 100 Sangat Praktis

4 Berbasis Kearifan Lokal 7 87,5 Sangat Praktis

5 Kepraktisan 3 75 Praktis

Rata-rata 92,5 Sangat Praktis

Berikut merupakan distribusi data siswa terhadap modul yang

dikembangkan dengan hasil pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Respon Siswa Terhadap Modul

No Aspek Penilaian Jumlah Persentase Item (%) Kriteria Penilaian

1 Kemudahan Penggunaan 110 95,65 Sangat Praktis

2 Isi Materi 66 95,65 Sangat Praktis

3 Penyajian Modul 169 91,84 Sangat Praktis

4 Berbasis Kearifan Lokal 42 91,30 Sangat Praktis

5 Kepraktisan 46 100 Sangat Praktis

Rata-rata 94,89 Sangat Praktis

Berdasarkan hasil penilaian modul yang terlihat pada Tabel 1 bahwa kelima

aspek yaitu kelayakan isi, kelayakan penyajian, penilaian dari kebahasaan,

kelayakan kegrafikan dan nuansa kearaifan lokal termasuk pada kategori valid.

Dari penilaian modul yang dilakukan memalaui pembagian angket dapat

digunakan, namun harus melakukan proses revisi berdasarkan dari saran yang

diberikan oleh validator terhadap modul.

Berdasarkan dari hasil praktikalitas guru terhadap modul yang

dikembangkan pada uji coba produk terlihat pada Tabel 2, maka praktikalitasnya

Page 29: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 21

di peroleh adalah sangat praktis, sehingga modul dapat digunakan guru dan siswa

dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat dari kelima aspek terhadap uji coba

modul yang dilakukan kepada siswa dengan kategori sangat praktis.hal ini

didukung dengan pendapat Rochmad (2012:70) menyatakan bahwa produk

dikatakan praktis jika produk tersebut diterakan dilapangan dan keterlaksanaannya

dalam kelas. Modul yang dikatakan sangat praktis dikarenakan dengan adanya

materi yang dilengkapi dengan gambar sehingga membantu siswa dalam proses

pembelajaran berlangsung.

IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka modul yang telah

dikembangkan sudah sesuai dengan kurikulum dan perekembangan siswa

sehingga modul dapat dikatakan valid dan praktis digunakan oleh guru dan siswa

dalam proses pembelajaran

Respon yang diperoleh oleh guru biologi SMAN 1 Kapur IX sebanyak 2

orang diperoleh hasil dengan rata-rata 92,5 % dengan kriteria Sangat Praktis dan

dapat digunakan oleh guru biologi pada materi Perubahan Lingkungan. Materi

yang berisi dengan penjelasan dan saling keterkaitan dengan topik serta akan lebih

mudah diajarkan kepada siswa dengan adanya gambar-gambar yang dapat

menunjang materi sehingga modul memiliki penampilan yang menarik serta dapat

memotivasi siswa dalam prose pembelajaran.

Respon dari siswa terhadap modul yang dikembangkan pada uji coba

tanggal 26 April - 3 Mei 2018 di kelas X MIPA 1 yang berjumlah 23 orang,

diperoleh rata-rata 94,89 % dengan katergori sangat Praktis. Hal ini menunjukkan

secara keseluruhan modul ini memiliki daya tarik dan memotivasi siswa untuk

aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Pribadi (2017:23)

menyatakan “pemanfaatan media bertujuan untuk (1) memperoleh informasi dan

pengetahuan; (2) mendukung aktivitas pembelajaran; (3) sarana persuasi dan

motivasi”. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil yang sangat baik dengan

demikian tujuan pembelajaran telah tercapai.

Setelah dilakukan revisi berdasarkan respon siswa barulah tercipta modul

yang digunakan dalam proses pembelajaran pada materi Perubahan Lingkungan

Page 30: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 22

yang berbasiskan kearifan lokal yang terdapat di Kecamatan Kapur IX, Kabupaten

Lima Puluh Kota sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan

sehari-hari.

V. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan yaitu

Penilaian modul oleh validator dengan penilaian valid dengan rata-rata 79,16 %

sehingga modul dapat digunakan dalam proses pembelajaran Biologi di SMAN 1

Kapur IX. Respon guru terhadap prkatikalitas modul yang dikembangkan

memiliki rata-rata 92,5% dengan penilaian sangat praktis. Repon siswa terhadap

modul yang dikembangkan dengan rata-rata total 94,60% dengan penilaian sangat

praktis.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. 2014. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineka Cipta.

Istarani. 2012. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.

Lufri. 2007. b. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: UNP

Mohamad, Nurdin & Hamzah B Uno. 2011. Belajar dengan Pendekatan

PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara.

Silberman, Melvin. 2013. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif.

Bandung: Nuansa Cendekia.

Page 31: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 23

STRATEGI PEMBELAJARAN PQ4R (PREVIEW, QUESTION, READ,

REFLECT, RECITE, REVIEW) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI

PADA RANAH AFEKTIF DAN PSIKOMOTOR SISWA KELAS XI SMAN

3 PARIAMAN

Ria Kasmeri, Ruth Rize Paas Megahati

Program Studi Pendidikan Biologi SKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email :

ABSTRACT

This research was motivated by the existence of early observations in the school

of SMAN 3 Pariaman where the low biology learning outcomes of class XI

students of SMAN 3 Pariaman. The low learning outcomes are caused by several

things including when the teacher explains the material there are some students

who pay less attention and there are some students who chat apart from the

material being discussed. In addition, it is also caused by the absence of feedback

or responses from students when the teacher asks about students 'understanding of

the material being studied and also the lack of students' desire in using media and

source books and the limited number of available source books. This is one of the

causes of the low student biology learning outcomes and has not reached the

Minimum Completion Criteria (KKM) that has been set by the school. One

solution that can improve student learning outcomes is by applying the PQ4R

learning strategy (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review). The purpose

of this study was to find out how PQ4R learning strategies (Preview, Question,

Read, Reflect, Recite, Review) on affective biology learning outcomes and

psychomotor domains of class XI students of SMAN 3 Pariaman. The design of

this study is Randomized Control Posted Only Design. This type of research is

experimental research with a population of class XI students of SMAN 3

Pariaman registered in 2017/2018. Experimental class XI2 and XI4 control class

were taken using Purposive Sampling techniques. The research instrument used in

the affective domain is in the form of observation sheets and psychomotor

domains in the form of product evaluation (summary). Affective and psychomotor

domain data analysis techniques use the t-test. The results of the assessment data

analysis in the affective domain with the experimental class 71 and control class

69. The results of the t-test are obtained th = 4.5 while tt = 1.67 means th> tt so

the hypothesis is accepted (H1). In the psychomotor domain with an experimental

class average of 86 and a control class of 75. The results of the t-test are obtained

th = 1.52 while tt = 1.67 means th <tt thus the hypothesis is rejected (H0). Based

on data analysis, it can be concluded that the PQ4R learning strategy (Preview,

Question, Read, Reflect, Recite, Review) can affect the affective learning

outcomes while in the psychomotor realm it has no effect.

Keywords: affective, PQ4R, psychomotor.

Page 32: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 24

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya observasi awal di sekolah SMAN 3

Pariaman dimana rendahnya hasil belajar biologi siswa kelas XI SMAN 3

Pariaman. Rendahnya hasil belajar disebabkan oleh beberapa hal diantaranya

pada saat guru menerangkan materi ada beberapa siswa yang kurang

memperhatikan dan ada beberapa siswa yang mengobrol selain dari materi yang

dibicarakan. Selain itu juga disebabkan oleh tidak adanya umpan balik atau

tanggapan dari siswa saat guru menanyakan tentang pemahaman siswa pada

materi yang telah dipelajari dan juga kurangnya keinginan siswa dalam

penggunaan media dan buku sumber serta keterbatasan jumlah buku sumber

yang ada. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar

biologi siswa dan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang

telah ditetapkan sekolah. Salah satu solusi yang dapat meningkatkan hasil

belajar siswa adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran PQ4R (Preview,

Question, Read, Reflect, Recite, Review). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana strategi belajar PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect,

Recite, Review) terhadap hasil belajar biologi ranah afektif dan ranah

psikomotor siswa kelas XI SMAN 3 Pariaman. Rancangan penelitian ini adalah

Randomized Control Posted Only Design. Jenis penelitian ini adalah penelitian

eksperimen dengan populasi siswa kelas XI SMAN 3 Pariaman yang terdaftar

pada tahun 2017/2018. Kelas eksperimen XI2 dan kelas kontrol XI4 yang

diambil dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Instrumen

penelitian yang digunakan pada ranah afektif berupa lembar observasi dan

ranah psikomotor berupa penilaian produk (ringkasan). Teknik analisis data

ranah afektif dan ranah psikomotor menggunakan uji-t. Hasil analisis data

penilaian pada ranah afektif dengan rata- rata kelas eksperimen 71 dan kelas

kontrol 69. Hasil uji-t diperoleh th = 4,5 sedangkan tt =1,67 berarti th > tt

sehingga hipotesis diterima (H1). Pada ranah psikomotor dengan rata- rata kelas

eksperimen 86 dan kelas kontrol 75. Hasil uji-t didapatkan th = 1,52 sedangkan tt

= 1,67 berarti th < tt dengan demikian hipotesis ditolak (H0). Berdasarkan

analisis data dapat disimpulkan strategi belajar PQ4R (Preview, Question, Read,

Reflect, Recite, Review) dapat berpengaruh pada hasil belajar ranah afektif

sedangkan pada ranah psikomotor tidak berpengaruh.

Kata kunci : afektif, PQ4R, psikomotor.

I. PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan terhadap

guru biologi di SMAN 3 Pariaman pada bulan Oktober tahun 2017 diperoleh

informasi bahwa dalam proses belajar mengajar guru menghadapi beberapa

kendala, diantaranya ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan, dan ada

beberapa siswa yang mengobrol selain dari materi pembelajaran di dalam

kelas saat guru menerangkan. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak adanya umpan

Page 33: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 25

balik atau tanggapan dari siswa saat guru menanyakan tentang pemahaman

siswa pada materi yang telah dipelajari, serta kurangnya penggunaan media dan

buku sumber.Hal ini memberi dampak pada hasil belajar siswa, yaitu hasil

belajar siswa masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Rendahnya hasil belajar siswa terlihat dari nilai rata-rata Ulangan Harian

pada materi sistem reproduksi tahun ajaran 2016/2017 SMAN 3 Pariaman

kelas XI, yaitu XI IPA1 (71), XI IPA2 (71), XI IPA3 (73), XI IPA4 (70). Hasil

belajar siswa tersebut dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM),

sedangkan KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran Biologi di SMAN 3

Pariaman adalah 79.

Dilihat dari segi materi, sistem reproduksi pada manusia menuntut siswa

untuk memahami konsep. Konsep pada materi sistem reproduksi yang sulit

dipahami oleh siswa diantaranya, sulit memahami struktur dari sistem reproduksi

pada pria dan wanita dimana siswa terbalik dalam menyebutkan antara organ pria

dan wanita, sulit memahami proses spermatogenesis, proses oogenesis,

menstruasi dan siswa juga kurang memahami proses fertilisasi, dimana pada

proses tersebut siswa terbalik-balik dalam mengurutkan tahapan- tahapannya dan

hormon- hormon yang berperan pada proses tersebut.

Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu caraya adalah dengan

mengunakan strategi yang mampu meningkatkan kreatifitas siswa. Diantaranya

dengan menggunakan strategi pembelajaran PQ4R (Preview, Question, Read,

Reflect, Recite dan Review). Strategi PQ4R menurut Trianto (2009: 150)

merupakan salah satu bagian dari strategi elaborasi. Strategi ini digunakan

untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu

proses belajar mengajar di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca

buku. Kegiatan membaca buku bertujuan untuk mempelajari sampai tuntas bab

demi bab suatu buku pelajaran. Oleh karena itu keterampilan pokok pertama

yang harus dikembangkan dan dikuasai oleh para siswa adalah membaca buku

pelajaran dan bacaan tambahan lainnya.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wijaya (2014: 1) tentang Pengaruh

Metode Pembelajaran PQ4R Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII

Di SMP Negeri 1 Sawan, hasil belajar yang didapatkan pada kelas eksperimen

Page 34: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 26

53,42 dan pada kelas kontrol 44,25, Agustina dkk (2015: 25) tentang

Pengaruh Penerapan Strategi Belajar PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect,

Recite, Review) Menggunakan Media Komik Pada Kemampuan Kognitif Siswa

Pada Materi Sistem Saraf, hasil belajar yang didapatkan pada kelas eksperimen

85,25 dan pada kelas kontrol 55,87, dan Hidayah dkk (2015: 146)

Penerapan Pendekatan PAIKEM dengan Strategi PQ4R Dalam Meningkatkan

Aktivitas Dan Hasil Belajar Pada Pelajaran Biologi, didapatkan peningkatan hasil

belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 12,75.

II. METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April semester II di SMAN 3

Pariaman tahun pelajaran 2017/2018.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian ini menggunakan dua

kelas sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah

kelas yang diberi perlakuan yaitu penerapan strategi pembelajaran

PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review), sedangkan kelas

kontrol proses pembelajarannya dengan diskusi dan tanya jawab.

III. HASIL

1. Ranah Afektif

Penilaian ranah afektif dilakukan selama proses pembelajaran yang dinilai

oleh observer. Hasil observasi pada ranah afektif kelas eksperimen dan kelas

kontrol yang mencakup dua indikator yaitu bekerja sama dan bertanggung jawab

disajikan pada Gambar 1.

Page 35: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 27

Gambar 1. Hasil Belajar Siswa Ranah Afektif

Pada Gambar 1 dapat dilihat rata-rata nilai afektif pada kelas eksperimen

yang diberikan perlakuan dengan penerapan strategi pembelajaran PQ4R lebih

tinggi dari pada kelas kontrol yang menggunakan diskusi tanya jawab. Pada

uji normalitas kedua kelas sampel berdistribusi normal, dan untuk uji

homogenitas kedua kelas sampel memiliki varians yang homogen. Setelah

dilakukan uji hipotesis didapatkan hasil bahwa hipotesis diterima, artinya

penerapan strategi pembelajaran PQ4R dapat meningkatkan hasil belajar biologi

siswa kelas XI SMAN 3 Pariaman pada ranah afektif.

2. Ranah Psikomotor

Berdasarkan uji hipotesis pada ranah psikomotor didapatkan hasil bahwa

hipotesis ditolak artinya penerapan strategi pembelajaran PQ4R tidak dapat

meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XI SMAN 3 Pariaman pada ranah

psikomotor. Indikator yang diamati pada ranah psikomotor dilihat dari

kelengkapan isi ringkasan, kerapian, kebersihan, dan kejelasan dalam penulisan

ringkasan.

IV. PEMBAHASAN

1. Ranah Afektif

Rata- rata penilaian afektif pada kelas eksperimen adalah 71 berada pada

predikat (B) dan kelas kontrol dengan rata- rata 69 predikat (C). Rata- rata nilai

Page 36: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 28

pada indikator bekerja sama pada kelas eksperimen dengan nilai 61,8 dan

kelas kontrol dengan nilai 55. Tingginya nilai indikator bekerja sama dalam

proses pembelajaran di kelas eksperimen dari pada di kelas kontrol karena, pada

kelas eksperimen menggunakan strategi pembelajaran PQ4R. Dengan adanya

penerapan strategi pembelajaran PQ4R siswa dapat bekerja sama dengan efektif

karena siswa dituntut untuk merumuskan pertanyaan sesuai tujuan pembelajaran

secara bersama- sama dan mendiskusikan jawaban dari pertanyaan yang sudah

dirumuskan. Pada kelas eksperimen siswa lebih aktif untuk membaca dan

mencari tahu sendiri dalam merumuskan pertanyaan serta menjawab pertanyaan

yang telah dirumuskan. Dengan membaca buku siswa memiliki pengetahuan

yang lebih. Dengan pengetahuan lebih yang sudah dimiliki, siswa mampu dalam

merumuskan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan yang sudah

dirumuskannya. Pada saat proses pembelajaran semua siswa dalam kelompok

dapat berkomunikasi dengan jelas untuk mencari dan mengumpulkan

informasinya karena telah membaca materi sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Menurut Majid (2014:180) keberhasilan kerja kelompok

ditentukan oleh kinerja masing- masing anggota kelompok. Oleh karena itu,

semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.

Penilaian indikator pada aspek bertanggung jawab kelas ekperimen hampir

sebanding dengan kelas kontrol. Dengan tugas yang diberikan sama berupa

ringkasan tertulis di doublefolio. Pada kelas eksperimen siswa menggunakan

strategi pembelajaran PQ4R, dimana pada strategi pembelajaran PQ4R menuntut

siswa untuk membaca buku, merumuskan pertanyaan, menjawab pertanyaan

yang telah dirumuskan, mempresentasikan, dan membuat ringkasan. Dengan

adanya strategi pembelajaran PQ4R menuntut siswa memiliki rasa bertanggung

jawab untuk menyelesaikan tugas tersebut. Pada kelas kontrol, siswa

mengerjakan membuat ringkasan yang diperintahkan oleh guru. Pada indikator

bertanggung jawab, sudah terlihat tanggung jawab siswa dalam melaksanakan

kegiatan diskusi kelompok. Masing- masing anggota kelompok sudah mampu

mengolah informasi yang mereka rumuskan dan menulis ringkasan sesuai tujuan

pembelajaran. Menurut Rusman (2011:222) Proses pembelajaran yang aktif akan

menyebabkan siswa akan banyak belajar melalui proses pembentukan dan

Page 37: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 29

penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung

jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

2. Ranah Psikomotor

Rata- rata nilai psikomotor siswa kelas eksperimen adalah 86 dengan

predikat (A) dan rata- rata nilai siswa kelas kontrol adalah 75 predikat (C). Rata-

rata nilai psikomotor siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari rata- rata nilai

siswa kelas kontrol. Hal ini terlihat pada kelas eksperimen siswa diwajibkan

memiliki buku sumber sendiri sehingga siswa sudah dapat membuat

ringkasan dengan pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan kelompok yang

menuntut siswa membaca buku secara rinci. Banyaknya pengetahuan yang

diperoleh siswa tentunya dapat membantu siswa dalam penulisan ringkasan. Pada

kelas kontrol hanya beberapa siswa yang memiliki buku sumber, siswa lain yang

tidak memiliki buku hanya mengandalkan temannya saja, sehingga ada

beberapa siswa yang tidak melengkapi ringkasan bahkan tidak menyelesaikan

ringkasan. Menurut Lufri (2007:37) pemberian tugas kepada anak didik dapat

memantapkan, mendalami serta memperkaya materi yang sudah dipelajari dan

sesuai dengan kompetensi yang sudah ditetapkan.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran PQ4R (Preview, Question,

Read, Reflect, Recite, Review) berpengaruh pada ranah afektif sedangkan pada

ranah psikomotor tidak berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI

SMAN 3 Pariaman.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Khastini, Fitri. 2015. Pengaruh penerapan Strategi Belajar PQ4R

(Preview, Read, Reflect, Recite, Review) Menggunakan Media Komik Pada

Kemampuan Kognitif Siswa Pada Materi Sistem Saraf. Jurnal Pendidikan

Biologi, 10 (2), 25.

Lufri. 2007. Kiat Memahami Metodologi Dan Melakukan Penelitian. Padang:

UNP Press.

. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: UNP Press.

Page 38: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 30

Majid, A. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Megahati. 2015. Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Mahasiswa Dengan

Menerapkan Metode Diskusi Kelompok Pleno Pada Mata Kuliah

Evolusi Di STKIP PGRI Sumatera Barat. Jurnal Pendidikan

Pendidikan. I (2), 89.

Rusman. 2011. Model- model Pembelajaran. Bandung: Rajagrafindo

Persada.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Wijaya, Wirga, Suwatra. 2014. Pengaruh Metode Pembelajaran PQ4R

Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 1 Sawan.

Jurnal Teknologi Pendidikan, 2 (1), 1.

Page 39: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 31

ANALISIS SOAL ULANGAN HARIAN PADA MATERI

SISTEM REPRODUKSI KELAS XI SMA NEGERI I PANTI

KABUPATEN PASAMAN

Liza Yulia Sari, Des Eka Putri, Silvi Susanti

Program Studi Pendidikan Biologi SKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email : [email protected]

ABSTRACT

Based on the results of interviewing the author with the SMAN 1 Panti Pasaman

district biology teacher on reproductive system material, the daily test results of

XIIPA students in semester 2 of the 2016/2017 school year are still below the

Minimum Completion Criteria (KKM) set by the school is 78. because students

do not understand the material. This study aims to determine the validity,

reliability, difficulty index, and distinguishing questions about the test on

reproductive system material in class XI IPA SMA N 1 Panti Pasaman Regency

2017/2018 academic year. This type of research is descriptive research. Based on

the results of the analysis of the validity of the questions on the daily test

questions on the reproductive system material of class XI SMAN 1 Panti Pasaman

the average validity of 0.75 questions including the criteria of high validity, the

results of the reliability of the daily test questions 0.99 which included very high

reliability criteria, analysis difficulty index of 60 questions there are 6 questions

including questions too difficult, 47 questions including moderate and 7 questions

including criteria too easy. Distinguishing power analysis obtained very bad

criteria as 5 questions, bad criteria 12 questions, medium criteria 28 questions,

good criteria 13 questions and excellent criteria 2 questions. The conclusion of

this study is the daily test questions on the material of the reproductive system

material in class XI of SMAN 1 Panti Pasaman Regency in the school year of

2017/2018 in terms of validity, reliability, index of difficulty, and distinguishing

qualities that meet the criteria of very good questions.

Keywords: difficulty index, distinguishing power, reliability, and validity.

ABSTRAK

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru biologi SMAN 1 Panti

Kabupaten Pasaman pada materi sistem reproduksi, hasil ulangan harian peserta

didik kelas XIIPA semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 masih di bawah Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah adalah 78. Rendahnya hasil

belajar disebabkan karena siswa belum paham dengan materi. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya

pembeda soal uji coba pada materi sistem reproduksi kelas XI IPA SMA N 1

Panti Kabupaten Pasaman tahun pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian ini adalah

penelitian deskriptif. Berdasarkan hasil analisis validitas soal terhadap soal

ulangan harian pada materi sistem reproduksi kelas XI SMAN 1 Panti Kabupaten

Pasaman rata-rata validitas 0,75 soal termasuk kriteria validitas tinggi, hasil

reliabilitas soal ulangan harian yaitu 0,99 yang termasuk kriteria reliabilitas sangat

Page 40: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 32

tinggi, analisis indeks kesukaran dari 60 soal terdapat 6 soal termasuk soal terlalu

sukar, 47 soal termasuk sedang dan 7 soal termasuk kriteria terlalu mudah.

Analisis daya pembeda diperoleh kriteria jelek sekali sebayak 5 soal, kriteria jelek

12 soal, kriteria sedang 28 soal, kriteria baik 13 soal dan criteria baik sekali 2

soal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah soal ulangan harian pada materi materi

system reproduksi kelas XI SMAN 1 Panti Kabupaten Pasaman tahun pelajaran

2017/2018 dari segi validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda

telah memenuhi kriteria soal yang sangat baik.

Kata kunci : validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda

I. PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis dengan dua orang guru

IPA kelas XI SMAN I Kabupaten Pasaman pada bulan Januari 2018 diperoleh

informasi bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi, khususnya

materi sistem reproduksi. Materi ini dianggap sulit oleh siswa karena terdapat

banyak konsep-konsep dan peristiwa yang tidak dapat diamati siswa secara

langsung. Hal ini berdampak terhadap hasil belajar siswa yaitu terlihat dari rata-

rata ulangan harian, dimana rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada

materi ini adalah 78. Berikut data rata-rata hasil ketuntasan ulangan harian siswa

kelas XI SMA N 1 Panti Kabupaten Pasaman tahun pelajaran 2016/2017 semester

2 yang diperoleh dari guru biologi kelas XI didapatkan data sebagai berikut: kelas

XI IPA1 (71.8), kelas XI IPA2 (69.48), kelas XI IPA3 (68.82), kelas XI IPA4

(69.72). Selama ini guru belum pernah melakukan analisis terhadap soal ulangan

yang diberikan ke siswa, sehingga belum diketahui apakah soal ulangan harian

tersebut sudah valid atau belum. Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap soal

tersebut untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya

pembeda soalnya.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana peneliti mendeskripsikan dan

menginterpretasikan data sebagaimana adanya. Penelitian ini telah dilaksanakan

pada April-Mei 2018 di SMA Negeri 1 Panti Kabupaten Pasaman. Pada tahap

persiapan yang dilakukan adalah, (1) Mempersiapkan surat observasi. (2)

Melakukan observasi ke sekolah untuk melihat proses pembelajaran yang

Page 41: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 33

ditetapkan dalam kelas. (3) Meminta data nilai ulangan harian Biologi siswa kelas

XI IPA SMAN I Panti Kabupaten Pasaman. (4) Menetapkan jadwal penelitian. (5)

Membuat proposal penelitian. (6) Mempersiapkan surat izin penelitian. (7)

Melakukan penelitian.

III. HASIL

Berdasarkan analisis soal yang dilakukan secara keseluruhan dari 60 soal

objektif ulangan harian pada materi sistem reproduksi kelas XI IPA SMA Negeri

1 Panti kabupaten Pasaman tahun pelajaran 2017/2018. Hasil analisis validitas

soal didapatkan nilai 0,75 pada kriteria validitas baik. Analisis reliabilitas soal uji

coba pada materi sistem reproduksi kelas XI IPASMA Negeri 1 Panti Kabupaten

Pasaman tahun pelajaran 2017/2018 hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata

reliabilitas soal adalah 0,99, nilai reliabilitasnya terletak antara 0,80 sampai 1,00

dengan kriteria sangat tinggi.

Tabel 1. Hasil Analisis Indeks Kesukaran Soal Uji Coba Pada Materi Sistem Reproduksi Kelas XI IPA SMA

Negeri 1 Panti Kabupaten Pasaman Tahun Pelajaran 2017/2018.

Kriteria Soal Nomor Soal Jumlah

Terlalu Sukar 7, 8, 22, 25, 29, 39 6

Sedang 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17,

20, 21, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33,

35, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 47, 48,

50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 60

47

Terlalu Mudah 1, 15, 18, 19, 34, 49, 57 7

Seperti terlihat pada tabel dari 60 soal terdapat 6 (10%) soal termasuk

ktiteriasoal terlalu sukar, 47(78,33%) soal termasuk sedang 7 (11,66%) soal

termasuk ktiteria soal terlalu mudah.

Tabel 2. Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba Pada Materi Sistem Reproduksi Kelas XI IPA SMA

Negeri 1 Panti Kabupaten Pasaman Tahun Pelajaran 2017/2018.

Kriteria Soal Nomor Soal Jumlah

Jelek Sekali 10, 27, 34, 50, 56 5

Jelek 1, 4, 6, 12, 15, 18, 25, 29, 31, 44, 49, 57 12

Sedang 2, 5, 7, 8, 11, 13, 14, 17, 19, 21, 22, 23, 24,

28, 32, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 51,

53, 55, 58, 60

28

Baik 3, 9, 16, 20, 30, 33, 43, 45, 47, 48, 52, 54,

59

13

Baik Sekali 26, 46, 2

Page 42: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 34

Hasil analisis menunjukan daya pembeda soal untuk kriteria jelek sekali

sebanyak 5 (8,3%) soal, kriteria jelek 12 (20%) soal, kriteria sedang 28 (46,66%)

soal, kriteria baik 13 (21,66%) soal, dan kriteria baik sekali 2 (3,33%).

IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data ulangan harian pada materi

sistem reproduksikelas XI IPA SMA Negeri 1 Panti Kabupaten Pasaman tahun

pelajaran 2017/2018, dapat diperoleh hasil analisis secara keseluruhan yaitu dari

60 soal yang ada hanya terdapat 38 (63,33%) soal yang baik digunakan dan 22

(36,66%) soal yang tidak baik digunakan, untuk lebih jelasnya dijabarkan

pembahasannya meliputi validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya

pembeda.

Validitas Soal

Hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata validitas soal adalah 0,75.

Validitas tersebut berada pada kriteria tinggi. Hal ini sependapat dengan Amalia

(2012: 5) validitas mencerminkan sejauh mana ketetapan dan kecermatan suatu

instrumen tes berfungsi sebagai alat ukur hasil belajar.

Sama seperti yang di sampaikan Arikunto (2015: 85-89) validitas soal

adalah tingkat ketetapan soal. Valid atau tidaknya suatu soal cukup dianalisis

dengan validasi isi. Dapat diartikan dengan penyesuaian soal dan materi dalam

kurikulum.

Reliabilitas

Berdasarkan hasil analisis reliabilitas sola uji coba yaitu 0,99 yang termasuk

kriteria reliabilitas sangat tinggi, berarti soal uji coba sudah memenuhi kriteria

soal yang baik. Nilai reliabilitasnya terletak antara 0,80 sampai 1,00 kriteria

sangat baik. Menurut Ambiayar (2012: 175) jika sebuah tes reliabel, maka tes

secara konsisten mengukur.

Menurut Hamzah (2014: 230) reliabilitas berarti sejauh mana hasil suatu

pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil

pengukuran dapat dipercaya apabila dalm beberapa kali pelaksankaan pengukuran

Page 43: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 35

terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama

selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Semakin

tinggi reliabilitas tes maka semakin bagus kualitas tes tersebut. Hal ini juga jika

suatu tas dinyatakan mempunyai instrumen yang valid, maka akan mempunyai

reliabilitas yang baik juga, sedangkan jika suatu instrumen yang reliabel, belum

tentu valid.

Indeks Kesukaran Soal

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kesukaran yang sukar. Dari 60

soal terdapat 6 (10%) soal termasuk soal terlalu sukar, 47 (78,33%) soal termasuk

sedang dan 7 (11,6%) soal termasuk terlalu mudah. Menurut Ambiyar (2012:150)

bermutu atau tidaknya butir soal tes hasil belajar, pertama sekali dapat diketahui

dari derajat kesukaran atau taraf kesukaran yang dimiliki masing-masing butir

soal tersebut. Butir soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir soal yang

baik apabila butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.

Dalam Nurhidayah (2013: 933) soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu

mudah atau tidak terlalu sukar. Pendapat tersebut juga didukung oleh Arifin

(2009:266) tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat

kesukaran suatu soal, jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang, maka

dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu

sukar dan tidak pula terlalu mudah.

Daya Pembeda Soal

Hasil analisis daya pembeda diperoleh hasil analisis yang menunjukkan

daya pembeda soal untuk jelek sekali sebanyak 5 (8,3%) soal, kriteria jelek 12

(20%) soal, kriteria sedang 28 (46,66%) soal, kriteria baik 13 (21,66%) soal, dan

kriteria baik sekali 2 (3,33%).Menurut Daryanto (2011: 183) “daya pembeda item

adalah kamampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai

(berkemampuan tinggi) dengan siswa berkemampuan rendah” indeks daya

pembeda yang baik berkisar antara 0,40 – 0,70, berdasarkan analisis hanya

terdapat 21,66% soal yang mempunyai daya pembeda yang baik. Hal ini berarti

Page 44: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 36

ulangan harian tidak bisa membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa

yang kurang pandai.

Sudijono (2011: 386-390) juga mengatakan bahwa daya pembeda item

adalah kemampuan suatub utir item teshasil belajar untuk membedakan antara

testee yang berkemampuan tinggi, dengan testee yang kemampuannya rendah

demikian rupa sehingga sebagian besart estee yang memiliki kemampuan tinggi

untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul,

sementara testee yang kemampuannya rendah untuk menjawab butir item tersebut

sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan betul.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

bahwa soal ulangan harian pada materi sistem reproduksi kelas XI IPA SMA

Negeri I Panti Kabupaten Pasaman tahun pelajaran 2017/2018 dari segi validitas,

reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda telah memenuhi kriteria soal

yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A, N dan widayati, A. 2012. Analisis Butir Soal Tes Kendali Mutu Kelas

XII SMA Mata Pelajaran Ekonomi Akuntansi Di Kota Yogyakarta tahun

2012. Jurnal pendidikan akuntasi indonesia, vol. X, No. 1,

Ambiyar. 2012. Pengukuran dan tes dalam pendidikan. UNP Press: Padang

Arifin, Z. 2009. Evaluasi pembelajaran. Remaja Rosdakarya: Bandung

Arikunto, S. 2015. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: PT Bumi

Aksara

Hamzah, A. Evaluasi pembelajaran matematika. Remaja Grafindo Persada:

Jakarta.

Hosnan, M. 2016. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran

Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia

Istarani dan M. Ridwan. 2015. 50 tipe strategi dan teknik pembelajaran

kooperative. Medan : media persada

Rahayu, Asri, N. 2011. Penerapan ModelPembelajaran Learning Cycle untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Pesawat sederhana pada Mata

Pelajaran IPA Kelas V SDN I Kayuambon Kecamatan Lembang Kabupaten

Bandung Barat. (Online), (https://downloadskripsi01.wordpress.com),

diakses Februari 2018.

Rosidi, A. 2015. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Standar Kompetensi Memasang

Instalasi Penerangan Listrik. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, (Online),

4(1), (http://ejournal.ac.id), diakses Februari 2018.

Page 45: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 37

Shoimin, Aris. 2014. Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013.

Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA

Sudjana, N. 2011. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjiono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi pendidikan. Jakarta: Rajawali Press

Nurhidayah, 2013. Analisis soal ujian akhir semester ganjil kelas XI SMA N

Buatan. Hlm 933

Page 46: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 38

VALIDITAS PENUNTUN PRATIKUM IPA (BIOLOGI) BERBASIS

PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI

KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP UNTUK SMP

Mustika Dewi, Diana Susanti, Vivi Fitriani

Program Studi Pendidikan Biologi SKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email : [email protected]

ABSTRACT

In the biology learning process the teacher does not only provide concepts to

students, but the teacher must also provide experience directly through practical

activities. This study aims to determine (1) the results of validation from material

expert lecturers on problem based learning (PBL) practice guides, (2) the results

of validation by strategist lecturers and learning design on problem based learning

(PBL) practice guides, (3 ) the results of the validation by media expert lecturers

on the guidance on problem-based learning (PBL) practice, (4) the results of the

science teacher's validation of the problem-based (PBL) based practice guide.

This research is a research development using a 4-D model (define, design,

develop, and disseminate) at this stage only to the develop stage. Data were

obtained from questionnaires and analyzed by descriptive analysis. The results of

data analysis from 100% guiding characteristics with very valid criteria for

problem based learning (PBL) practice guides, the results of validation of quality

elements 91.67% with very valid criteria for problem based learning (PBL)

practice guides, validation results from 80% linguistics with valid criteria for

problem-based learning (PBL) practice guides, and the results of validation from

the stages of problem based learning (PBL) 100% with very valid criteria for

problem-based learning (PBL) practice guides. Based on these data the product

guidance for problem-based learning (PBL) practice in living creature

classification material for class VII students is feasible to use after being assessed

by material expert lecturers, strategists and learning design lecturers, media expert

lecturers and science teachers at school.

Keywords: practice guide, problem based learnimg (PBL)

ABSTRAK

Pada proses pembelajaran biologi guru tidak hanya memberikan konsep-konsep

kepada siswa, melainkan guru juga harus memberikan pengalaman secara

langsung melalui kegiatan pratikum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1)

hasil validasi dari dosen ahli materi terhadap penuntun pratikum berbasis

problem based learning (PBL), (2) hasil validasi oleh dosen ahli strategi dan

desain pembelajaran terhadap penuntun pratikum berbasis problem based

learning (PBL), (3) hasil validasi oleh dosen ahli media terhadap penuntun

pratikum berbasis problembasedlearning (PBL), (4) hasil validasi guru IPA

terhadap penuntun pratikum berbasis problem based learning (PBL). Penelitian

Page 47: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 39

ini merupakanpenelitian pengembangan dengan menggunakan model 4-D (define,

design, develop, dan disseminate) pada tahap ini hanya sampai tahap develop.

Data didapat dari angket dan dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil analisis

data dari karakteristik penuntun 100% dengan kriteria sangat valid terhadap

penuntun pratikum berbasis problem based learning (PBL), hasil validasi dari

elemen mutu 91,67% dengan kriteria sangat valid terhadap penuntun pratikum

berbasis problem based learning (PBL), hasil validasi dari kebahasaan 80%

dengan kriteria valid terhadap penuntun pratikum berbasis problembased

learning (PBL), dan hasil validasi dari tahapan problem based learning (PBL)

100% dengan kriteria sangat valid terhadap penuntun pratikum berbasis

problembased learning (PBL). Berdasarkan data tersebut produk penuntun

pratikum berbasis problembased learning (PBL) pada materi klasifikasi makhluk

hidup untuk siswa kelas VII layak digunakan setelah dinilai oleh dosen ahli

materi, dosen ahli strategi dan desain pembelajaran, dosen ahli media dan guru

IPA disekolah.

Kata kunci: penuntun pratikum, problem based learnimg (PBL)

I. PENDAHULUAN

Pada proses pembelajaran biologi guru tidak hanya memberikan konsep-

konsep kepada siswa, melainkan guru juga harus memberikan pengalaman secara

langsung melalui kegiatan pratikum. Dengan adanya kegiatan pratikum ini siswa

lebih mengenal lagi tentang pelajaran yang dipelajarinya didalam kelas.

Diharapkan dengan adanya kegiatan pratikum siswa akan lebih mengenal lagi

dirinya sendiri dan lingkungan yang ada disekitarnya. Kegiatan pratikum yang

dilakukan hendaknya merupakan kegiatan yang efektif bagi siswa dan membuat

siswa menjadi lebih kritis dari pengalaman yang didapatkannya sendiri. Dalam

kegiatan pratikum yang diadakan oleh guru maka siswa akan dituntut agar

berpartisipasi dan bekerjasama dalam satu kelompok. Dengan adanya kegiatan

pratikum yang diadakan disekolah akan melatih siswa agar dapat mengamati

sendiri dan menyimpulkan kegiatan yang dilakukannya secara langsung.

Pelaksanaan suatu kegiatan praktikum sangat diperlukan adanya panduan

praktikum sebagai penuntun saat kegiatan berlangsung. Panduan praktikum

merupakan pedoman pelaksanaan praktikum yang berisi tata cara persiapan,

pelaksanaan, analisis data dan pelaporan. Sehingga peserta didik dapat dengan

mudah dan tertib melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium.

Laboratorium merupakan tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ilmiah

Page 48: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 40

dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya

kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali (Yuanita, 2015:78).

Dari hasil wawancara dengan guru SMPN 5 Koto XI Tarusan dan siswa

pada tanggal 1 Juni 2018 dimana pada sekolah tersebut sudah memiliki

laboratorium tetapi alat-alat laboratorium yang dimilikinya masih belum

memadai. Kegiatan pratikum sudah dilaksanakan namun pada pelaksanaannya

siswa belum memiliki buku penuntun pratikum. Pada pelaksanaan pratikum yang

biasa dilakukan guru hanya menggunakan buku paket yang didalamnya sudah

dilengkapi dengan langkah-langkah kerja, alat, dan bahan yang digunakan untuk

melakukan pratikum. Saat pelaksanaan kegiatan pratikum siswa merasa kesulitan

menggunakan buku paket yang menjadi acuan pada saat melakukan pratikum,

karena pada buku paket tidak disediakannya lembaran untuk siswa membuat hasil

pengamatan dan pembahasan secara langsung.

Pada penelitian ini, peneliti merancang bahan ajar yang sangat valid yang

divalidasi oleh dosen STKIP PGRI Sumatera Barat dan guru IPA (Biologi) SMPN

5 Koto XI Tarusan. Bahan ajar yang dirancang sesuai dengan angket respon siswa

dan karakteristik siswa sehingga dapat meningkatkan kreativitas dan aktivitas

siswa dalam belajar. Bahan ajar yang dikembangkan dilihat dari kelayakan isi

yang mengacu pada kuruikulum, kebahasaan yang mengacu pada EYD, penyajian

penuntun pratikum mengacu kepada kejelasan penuntun pratikum tersebut dan

kegrafikan mengacu kepada desain tampilan penuntun pratikum.

Dalam hal ini peneliti mengembangkan penuntun pratikum agar guru dalam

melakukan kegiatan pratikum dapat lebih efektif dan efisien menggunakan

penuntun pratikum yang telah dikembangkan. Bagi siswa, agar siswa lebih mudah

dalam melakukan kegiatan pratikum pada materi klasifikasi makhluk hidup.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (research and the

development) dengan model prosedural. Model prosedural adalah model yang

bersifat deskriptif yang menggariskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk

menghasilkan produk berupa penuntun praktikum berbasis Problem Based

Learning (PBL) pada materi klasifikasi makhluk hidup untuk SMP kelas VII.

Page 49: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 41

Penelitian ini dilaksanakan di STKIP PGRI Sumatera Barat dan di SMPN 5 Koto

XI Tarusan pada semester genap tahun 2018/2019.

Dalam penelitian ini model pengembangan yang digunakan adalah

memodifikasi model pengembangan 4-D. Prosedur penelitian pengembangan

meliputi 4 tahap pengembangan, yaitu pendefinisian (Define), perancangan

(Design), pengembangan (Develop) dan penyebaran (Disseminate). Penelitian ini

dilakukan sampai tahap pengembangan (Develop) yaitu terdiri dari uji validitas,

uji praktikalitas dan uji efektivitas dan penelitian ini hanya sampai tahap uji

validitas dan uji praktikalitas. Tanpa melakukan tahap penyebaran (Disseminate)

mengingat keterbatasan waktu dan biaya (Trianto, 2010: 93).

III. HASIL

Hasil uji validator penuntun pratikum berbasis problem based learning yang

dilakukan oleh 5 orang validator yang terdiri dari 3 orang dosen STKIP PGRI

Sumatera Barat dan 2 orang guru IPA (biologi) SMP Negeri 5 Koto XI Tarusan,

dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Hasil Validasi Penuntun Pratikum Berbasis Problem Based Learning Oleh Dosen dan Guru.

No Aspek Validator Jumlah Nilai

validasi

Kriteria

I II III IV V

1 Karakteristik 100 100 100 100 100 500 100% Sangat valid

2 Elemen mutu 100 90 60 100 100 450 91,67% Sangat valid

3 Kebahasaan 100 100 40 80 60 380 80% Valid

4 Tahapan PBL 100 100 100 100 100 500 100% Sangat valid

Total 371,67

Rata-rata 92,91% Sangat valid

Keterangan : (I) abizar M.Si. (II) Zikra M.Pd. (III) Annika Maizeli M.Pd. (IV) Syahrial S.Pd. (V) Desnita.

Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa untuk aspek karakteristik modul,

elemen mutu didapatkan kriteria sangat valid, sedangkan untuk kebahasaan

didapatkan kriteria valid dan pada tahapan PBL didapatkan kriteria sangat valid

dengan nilai rata-rata validitas penuntun pratikum adalah 92,91%.

IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis data pada angket uji validitas penuntun pratikum oleh

dosen dan guru diperoleh nilai rata-rata sebesar 92,91% dengan kriteria sangat

Page 50: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 42

valid. Aspek yang dinilai pada uji validitas pada penuntun pratikum berbasis

problem based learning mencakup: karakteristik modul, elemen mutu, kebahasaan

dan tahapan problem based learning. Penilaian validitas terhadap penuntun

pratikum berdasarkan keempat aspek tersebut dapat dijadikan sebagai suatu cara

untuk menilai layak atau tidaknya produk untuk digunakan.

Ditinjau dari aspek karakteristik modul pada penuntun pratikum diperoleh

rata-rata 100% dengan kriteria sangat valid. Hal ini menunjukan bahwa materi

yang disajikan dalam penuntun pratikum sesuai dengan Kompetensi Inti dan

Kompetensi Dasar, indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai sesuai

dengan kebutuhan siswa. Subtansi materi pada penuntun pratikum sesuai dengan

acuan kurikulum. Menurut Depdiknas (2008:8) bahwa pengembangan bahan ajar

harus memperhatikan tuntunan kurikulum, artinya bahan ajar yang akan kita

kembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Dengan demikian guru harus

memperhatikan kurikulum yang berlaku untuk membuat sebuah penuntun

pratikum.

Ditinjau dari aspek elemen mutu pada penuntun pratikum diperoleh rata-rata

91,67% dengan kriteria sangat valid. Desain penuntun pratikum secara

keseluruhan sudah sangat baik dan menarik, baik dari segi bentuk dan ukuran

huruf, penyusunan gambar yang disajikan sesuai dengan materi. Kombinasi warna

yang bervariasi pada tampilan sudah disesuaikan dengan kesukaan siswa. Hal ini

sejalan dengan pendapat Andriani dalam Prastowo (2011: 163) menyatakan

bahwa aspek layout/tata letak tidak kalah penting dalam melakukan

pengembangan modul yang yang dipengaruhi oleh tiga variable, yaitu ukuran

kertas dipengaruhi oleh materi serta target pembaca. Format kertas yang dapat

dipilih dalam bentuk portrait, landscap, atau gabungan keduanya. Untuk format

kolom, kolom tunggal dakan lebih mudah ditangani, sedangkan untuk penempatan

tabel, gambar serta diagram diatur secara konsisten.

Ditinjau dari aspek kebahasaan pada penuntun pratikum diperoleh rata-rata

80% dengan kriteria valid. Hal ini menunjukan bahwa penuntun pratikum sudah

memiliki bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca, informasi yang disajikan

jelas, bahasa yang digunakan dalam penuntun pratikum telah sesui dengan kaidah

Bahasa Indonesia yang benar dan baik, serta dari segi keterbacaan dan kejelasan

Page 51: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 43

informasi tidak menimbulkan keraguan. Dalam menulis penuntun pratikum

usahakan agar kalimat yang digunakan sebaiknya ringkas, sederhana, dibatasi

pada hal yang penting-penting saja. Konsep tergambar dengan jelas, tulisan jelas,

sederhana dan mudah dibaca (Rohman dan Amri, 2013:104).

Ditinjau dari aspek tahapan problem based learning pada penuntun

pratikum diperoleh rata-rata 100% dengan kriteria sangat valid. Hal ini

menunjukan bahwa penuntun pratikum berbasis problem based learning ini

memudahkan siswa dalam melaksanakan kegiatan pratikum. Pada penuntun

pratikum berbasis problem based learning ini dinilai oleh baik oleh semua

validator karena melatih siswa dalam melakukan penyelidikan secara teoritis

maupun melalui kegiatan percobaan. Siswa juga dilatih untuk bekerja sama

dalam kelompok dan bertukar fikiran dalam melakukan sebuah kegiatan. Sesuai

dengan pendapat Arends (2007:380) menyatakan problem based learning

merupakan model pembelajaran yang dilakukan dengan menghadirkan masalah

autentik dan bermakna bagi siswa sebagai langkah awal untuk melakukan

investigasi dan penyelidikan.

Secara keseluruhan penuntun pratikum dinyatakan sangat valid oleh

validator (dosen dan guru) dengan nilai rata-rata 92,91%. Dengan demikian

penuntun pratikum dapat dinyatakan sangat valid dari beberapa aspek yaitu

karakteriktik modul, elemen mutu, kebahasaan, dan tahapan proses problem based

learning.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji validitas dapat disimpulkan bahwa penuntun

praktikum berbasis problem based learning pada materi klasifikasi makhluk hidup

untuk siswa kelas VII SMPN 5 Koto XI Tarusan yang dikembangkan sangat

valid.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, RichardI. 2007. Learning to Teach. New York : Mc Graw-Hill.

Page 52: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 44

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).2008. Panduan Pengembangan

Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmenum.

Prastowo, A. 2011.Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:

Diva press.

Rohman Amri, Sofan Amri. 2013. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem

Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, dan

kontekstual. Jakarta: Kencana Predanamedia Grup.

Yuanita, Desiana Irma. 2015. Pengembangan Panduan Pratikum Spektrokospi

Pada Mata Kuliah Fisika Modern.2(I). Hlm. 78-79.

Page 53: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 45

VALIDITAS HANDOUT BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING

PADA MATERI HEREDITAS MANUSIA UNTUK SISWA

KELAS XII SMA

Nesti Novalina Putri, Siska Nerita, Annika Maizeli

Program Studi Pendidikan Biologi SKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email : [email protected]

ABSTRACT

The background of this research was the lack of teaching material that used in

SMA N 3 Solok Selatan. The teacher only used the teaching material like

textbook of biology that in the library without made it by the teacher. It made

students got difficult in solving the tasks and also it made they lack the interest

and motivation. Based on the students’ statement about the textbook that used in

learning biology, they thought that it not interest, not practical and difficult to be

understand of them, which were 75% of students got difficult with the teaching

material that used in learning, 97% of students got difficult in learning without

using teaching material, and 100% of student states that handout need to be

develop in learning process. The solution of the problem was developing the

teaching material in the form of handout in guided inquiry. The purpose of this

research was to develop the handout in guided inquiry which were valid and

practical in human heredity material for XII grade in senior high school 3 Solok

Selatan. The type of this research was the development research that used 4D

model which have 4 stages, they were define, design, develop, and disseminate. In

this research was only limit in the develop stage. The instrument that used in this

research was validation sheets.The result of the validity test of handout by

validator showed that the handout had the valid criteria (87%). Based the result of

validity test, it could be concluded that handout in guided inquiry in human

heredity material at XII grade which develop was very valid in using as teaching

material in learning biology process.

Keywords: teaching material, Guided Discovery, study result.

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah kurangnya bahan ajar yang digunakan di

SMA N 3 Solok Selatan. Guru hanya menggunakan bahan ajar seperti buku

pelajaran biologi yang ada di perpustakaan tanpa dibuat oleh guru. Itu membuat

siswa kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan juga membuat mereka kurang

minat dan motivasi. Berdasarkan pernyataan siswa tentang buku teks yang

digunakan dalam pembelajaran biologi, mereka berpikir bahwa itu tidak menarik,

tidak praktis dan sulit untuk memahami mereka, yang 75% siswa mengalami

kesulitan dengan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran, 97 % siswa

mengalami kesulitan dalam belajar tanpa menggunakan bahan ajar, dan 100%

siswa menyatakan bahwa materi perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran.

Page 54: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 46

Solusi dari masalah ini adalah mengembangkan bahan ajar dalam bentuk handout

dalam inkuiri terbimbing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengembangkan handout dalam inkuiri terbimbing yang valid dan praktis dalam

materi hereditas manusia untuk kelas XII di SMA 3 Solok Selatan. Jenis

penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang menggunakan model 4D

yang memiliki 4 tahap, yaitu mendefinisikan, merancang, mengembangkan, dan

menyebarluaskan. Dalam penelitian ini hanya terbatas pada tahap pengembangan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar validasi. Hasil uji

validitas handout oleh validator menunjukkan bahwa handout tersebut memiliki

kriteria valid (87%). Berdasarkan hasil uji validitas, dapat disimpulkan bahwa

handout inkuiri terbimbing pada materi hereditas manusia di kelas XII yang

dikembangkan sangat valid digunakan sebagai bahan ajar dalam proses

pembelajaran biologi.

Kata kunci: bahan ajar, Penemuan Terpandu, hasil belajar.

I. PENDAHULUAN

Guru harus mampu merancang bahan ajar dalam proses pembelajaran

sehingga membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran dan ujuan

pembelajaran tercapai. Majid (2011: 173) bahan ajar adalah segala bahan yang

digun akan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan

belajar mengajar. Bahan ajar yang dapat digunakan oleh guru dalam proses

pembelajaran seperti poster, torso, powerpoint, handout, buku, Lembar Kerja

Siswa (LKS), foto atau gambar.

Prastowo (2011: 78) handout merupakan bahan pembelajaran yang sangat

ringkas. Bahan ajar ini bersumber dari beberapa literatur yang relevan terhadap

kompetensi dasar dan materi pokok yang akan diajarkan kepada siswa. Bahan ajar

ini diberikan kepada siswa guna memudahkan saat mengikuti proses

pembelajaran.

Kenyataan di lapangan menunjukkan guru jarang bahkan tidak pernah

mencoba untuk merancang bahan ajar berupa handout pada saat proses

pembelajaran berlangsung. Guru biasanya hanya menggunakan buku paket yang

ada diperpustakaan tanpa ada membuat bahan ajar sendiri yang dibagikan kepada

siswa. Hal tersebut membuat siswa merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal-

soal terutama pada materi hereditas. Selain itu, mengurangi minat dan motivasi

siswa karena berdasarkan pernyataan siswa bahan ajar berupa buku paket biologi

Page 55: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 47

yang digunakan siswa dalam pembelajaran tidak menarik, tidak praktis dan

kurang bisa dipahami oleh siswa.

Solusi yang tepat agar dapat membantu dan mengatasi kesulitan siswa

adalah dengan menggunakan bahan ajar berupa handout berbasis penemuan

terbimbing pada materi hereditas manusia.

Hasibuan et al (2014:38) menjelaskan bahwa metode penemuan merupakan

cara mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga siswa

memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan,

sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Sedangkan metode penemuan

terbimbing menurut Sutrisno (2012:212) merupakan suatu metode pembelajaran

yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyusun, memproses,

mengorganisir suatu data yang diberikan guru.

Pengajaran dengan metode penemuan terbimbing ini dapat dikonversi ke

dalam handout berbasis penemuan terbimbing. Handout dapat membantu siswa

agar tidak perlu mencatat, sebagai pendamping penjelasan guru, sebagai bahan

rujukan bagi siswa untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan guru, serta

memotivasi siswa agar lebih giat belajar, Prastowo (2011: 78) handout merupakan

bahan pembelajaran yang sangat ringkas. Bahan ajar ini bersumber dari beberapa

literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang akan

diajarkan kepada siswa. Dengan menggunakan handout berbasis penemuan

terbimbing, siswa diarahkan untuk belajar mandiri dalam pengetahuan baru

dengan menggunakan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Siswa belajar

secara mandiri tanpa mengharapkan seluruh materi ditransfer oleh guru pengampu

mata pelajaran dan menemukan sendiri konsep yang ada dengan handout

penemuan terbimbing yang akan dirancang.

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan handout berbasis penemuan

terbimbing yang valid pada materi hereditas manusia untuk siswa kelas XII SMA.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (research and the

development) dengan menggunakan model 4D (Trianto,2012:186). Pada

penelitian ini dibatasi sampai tahap develop, yakni untuk mengetahui tingkat

kevalidan handout. Instrumen yang digunakan adalah angket validitas handout.

Page 56: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 48

Angket validitas diisi oleh empat orang validator, Penelitian dilakukan di SMAN

3 Solok Selatan, semester genap tahun pelajaran 2017/2018 dari bulan Desember

2017 sampai bulan April 2018.

Teknik analisis data menggunakan rumus persentase yakni

x 100%

Berdasarkan harga V yang diperoleh, ditetapkan kriteria validitas seprti

tabel 1 (Riduwan, 2007:88).

Tabel 1. Kriteria Validitas

NilaiValidasi(%) Kategori

81% - 100% sangat valid

61% - 80% valid

41% - 60% cukup valid

21% - 40% kurang valid

0% - 20% tidak valid

x 100%

Berdasarkan harga P yang diperoleh, ditetapkan kriteria validitas seprti tabel

1 (Riduwan, 2007:88).

III. HASIL

Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil Validasi Handout Berbasis Penemuan Terbimbing

Page 57: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 49

Dari Gambar 1 hasil analisis data pada angket uji validitas handout berbasis

penemuan terbimbing oleh dosen dan guru diperoleh nilai rata-rata validitas

sebesar 89% artinya baik pada uji kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan

kegrafikan dengan kriteria sangat valid dalam handout berbasis penemuan

terbimbing yang dikembangkan.

IV. PEMBAHASAN

Dilihat pada aspek kelayakan isi, handout berbasis penemuan terbimbing ini

dengan kriteria sangat valid dengan nilai 89%. Adanya nilai validitas dengan

kriteria sangat valid yang telah didapatkan dari para ahli dan guru bidang studi

Biologi handout berbasis penemuan terbimbing yang telah dikembangkan telah

sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku pada saat sekarang ini, serta

kesesuaian dengan metode penemuan terbimbing. Hal ini didukung oleh

Depdiknas (2008:8) pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan

kurikulum, artinya bahan belajar yang akan kita kembangkan harus sesuai dengan

kurikulum. Menurut Prastowo (2011:205) handout perlu dikembangkan

sedemikian rupa agar mampu menjadi bahan ajar yang luar biasa dilakukan

evaluasi handout menggunakan standar kopetensi dan kompetensi dasar serta

kelayakan isi pada Handout berbasis penemuan terbimbing telah sesuai dengan

metode penemuan terbimbing dimana siswa dapat belajar secara mandiri dengan

adanya guru sebagai fasilitator. Ahda (2016: 5) penemuan terbimbing dilakukan

dengan memberkan kesempatan kepada siswa untuk bekerja merumuskan

prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri,

sedangkan dalam menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya

berperan sebagai fasilitator. Nerita, dkk (2018) mengemukakan Proses

pembelajaran dengan menggunakan handout berbasis penemuan terbimbing dapat

mengarahkan mahasiswa untuk belajar mandiri. Selain menggunakan handout

sebagai salah satu sumber informasi, dosen juga masih terlibat dalam memberikan

pengarahan agar tidak terjadi miskonsepsi.

Dilihat dari aspek kebahasaan, handout berbasis penemuan terbimbing ini

88 % termasuk ke dalam kriteria sangat valid. Kriteria ini diperoleh karena

handout berbasis penemuan terbimbing memiliki bentuk dan ukuran huruf mudah

Page 58: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 50

dibaca, informasi yang disampaikan dalam handout berbasis penemuan

terbimbing jelas, handout berbasis penemuan terbimbing menggunakan bahasa

dengan kaidah yang benar. Handout berbasis penemuan terbimbing dalam

penggunaan bahasa sudah efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat

Prastowo (2011:73-74) yang menyatakan bahwa dalam menyusun bahan ajar

cetak harus menggunakan bahasa yang jelas baik kosa kata, kalimat-kalimat,

hubungan antar kalimat, serta kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang.

Kemudian kemudahan dibaca, hal ini menyangkut keramahan bahan ajar cetak

terhadap mata, seperti huruf yang digunakan jangan terlalu kecil dan urutan

teksnya juga harus terstruktur dan mudah dibaca.

Dilihat dari aspek penyajian handout berbasis penemuan terbimbing

termasuk dalam kriteria sangat valid dengan nilai 90%. Hal ini dikarenakan

handout berbasis penemuan terbimbing telah menyajikan materi pokok berkenaan

dengan kompetensi dasar yang harus dicapai, kemudian handout berbasis

penemuan terbimbing ini manyajikan materi berdasarkan penemuan terbimbing

sebagai keterampilan guru dalam penyajian materi agar mempermudah siswa

memahami materi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Prastowo

(2011:83) bahwa handout memiliki materi pokok atau materi pendukung

pembelajaran yang akan disampaikan. Yang perlu kita perhatikan dalam hal ini

adalah kepedulian, kemauan, dan keterampilan guru dalam penyajian materi.

Ketiga hal inilah yang menentukan kualitas handout. Nerita, dkk (2018) dengan

mengkonversi metode penemuan terbimbing ke dalam handout yang

dikembangkan, maka mahasiswa dapat menggali dan menemukan informasi

sendiri serta dapat memecahkan masalah melalui sumber belajar yang disajikan.

Dilihat dari aspek kegrafikan handout berbasis penemuan terbimbing

termasuk dalam kriteria sangat valid dengan nilai validitas 87%. Handout berbasis

penemuan terbimbing sudah memenuhi aspek kegrafikan yaitu dari segi bentuk

dan ukuran huruf dalam handout berbasis penemuan terbimbing serasi dan

menarik, tata letak isi dalam handout berbasis penemuan terbimbing, penampilan

ilustrasi dan desaian tampilan dalam handout berbasis penemuan terbimbing

sudah menarik. Tampilan handout berbasis penemuan terbimbing yang menarik

dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mempelajarinya. Hal ini

Page 59: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 51

sesuai dengan pendapat Prastowo (2011:91) untuk membuat sebuah handout

sebagai bahan ajar dituntut untuk mampu menampilkan yang “luar biasa”. Isi dan

tampilan luar biasa tersebut tentunya adalah yang menarik dan menyenangkan

bagi siswa. Atau dalam kata lain, melalui handout, siswa dapat termotivasi untuk

belajar.

V. KESIMPULAN

Secara keseluruhan handout berbasis penemuan terbimbing dinyatakan

sangat valid oleh validator (dosen dan guru) dengan nilai rata-rata 89%. Dimana ,

dapat dinyatakan dari beberapa aspek yaitu kelayakan isi, kebahasaan, penyajian,

kegrafikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahda, Salis. 2016. Model Pembelajaran Inquiry Link Maps (PILM). Universitas

Negeri Malang (UM Press): Malang.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). 2008. Panduan Pengembangan

Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmenum.

Hasibuan, H., Irwan, dan Mirna. 2014. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing

pada Pembelajaran Matematika Kelas XI IPA SMA N 1 Lubuk Alung. Jurnal

Pendidikan Matematika. 3(1):38-44.

Majid,A. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakrya.

Nerita. Siska, Yulia. Sri Hartati,Annika. Maizeli, Aulia. Afza. 2018. Validitas

Handout Berbasis Penemuan Terbimbing pada Perkuliahan Evaluasi

Proses Dan Hasil Belajar Biologi. 4(2). Juli 2018. P-ISSN : 2460-2582 | E-

ISSN : 2407-795X.

Prastowo,A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan

Metode Pembelajaran Yang Menarikdan Menyenangkan. Yogyakarta: Diva

Press.

Riduwan. 2013. Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sutrisno. 2012. Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing

terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan

Matematika. 1(4):53-63.

Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Kencana.

Widdiharto. 2004. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Gema Pena.

Page 60: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 52

STUDI POPULASI KERANG Atactodea striata Gmelin DI PANTAI BATU

KALANG KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR

SELATAN

Indah Puteri Ramadhani, Armein Lusi Zeswita, Elza Safitri

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email: [email protected]

ABSTRACT

The presence of shellfish at Atactodea striata Gmelin on Batu Kalang Pesisir

Selatan Beach is in danger of experiencing a decline in population because of the

many activities of the surrounding community that can disturb the presence of the

Atactodea striata shellfish and the large demand for these shellfish. Therefore, a

study was conducted which aims to determine population density and the pattern

of shellfish distribution at Atactodea striata. This research was conducted in April

2018 at Batu Kalang Beach. This research is a descriptive survey research with

sampling using purposive sampling method. The number of stations is set at 3

stations based on the different conditions of Batu Kalang beach. Station 1 is

located in the tourist area, station II in an area with little human activity, and

station III in an area far from human activities. Sampling at each station using a

belt transect and each transect consists of 10 plots of 1 × 1 m size.

Based on the research that has been done at Batu Kalang Beach, the population

density of Atactodea striata is 12.8 ind / m2. The density at station I is 3.9 ind /

m2 with a pattern of spread of 0.823 (uniform). At station II the population

density is 8.9 ind / m2 with a distribution pattern of 0.957 (uniform), and at station

III the population density is 25.5 ind / m2 with a distribution pattern of 1.025

(clustered).

Keywords: Atacodea Strina, Shellfish.

ABSTRAK

Keberadaan Kerang Atactodea striata Gmelin di Pantai Batu Kalang Pesisir

Selatan terancam mengalami penurunan populasi karena banyaknya aktivitas

masyarakat sekitar yang dapat mengganggu keberadaan kerang Atactodea striata

dan banyaknya permintaan akan kerang ini. Oleh sebab itu dilakukan penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi dan pola distribusi kerang

Atactodea striata. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April 2018 di Pantai

Batu Kalang. Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan

pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Jumlah stasiun

ditetapkan sebanyak 3 stasiun berdasarkan kondisi pantai Batu Kalang yang

berbeda. Stasiun 1 berlokasi di daerah objek wisata, stasiun II di daerah yang

sedikit aktivitas manusia, dan stasiun III di daerah yang jauh dari aktivitas

Page 61: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 53

manusia. Pengambilan sampel pada masing-masing stasiun dengan menggunakan

belt transect dan masing-masing transek terdiri dari 10 plot dengan ukuran 1×1 m.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pantai Batu Kalang didapatkan

kepadatan populasi kerang Atactodea striata yaitu 12,8 ind/m2.Kepadatan pada

stasiun I adalah 3,9 ind/m2 dengan pola penyebaran 0,823 (seragam). Pada stasiun

II kepadatan populasinya adalah 8,9 ind/m2 dengan pola distribusi 0,957

(seragam), dan pada stasiun III kepadatan populasinya sebesar 25,5 ind/m2 dengan

pola distribusi 1,025 (mengelompok).

Kata kunci: Atacodea Strina, Kerang

I. PENDAHULUAN

Atactodea striata merupakan salah satu jenis kerang-kerangan yang

termasuk dalam kelompok Molluska. Cangkang kerang Atactodea striata

berbentuk segitiga, mempunyai garis-garis konsentris yang nyata pada permukaan

engsel dan berwarna putih. Kerang ini dapat mencapai panjang 28 mm (Sunarto,

2001 dalam Purbasari, 2008).

Keberadaan kerang Atactodea striata di Pantai Batu Kalang mulai

terganggu karena adanya beberapa aktivitas masyarakat di sekitar pantai. Selain

itu kerang ini juga dapat dikonsumsi oleh masyarakat karena rasanya yang enak

dan memiliki protein yang tinggi.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan, pantai Batu

Kalang dijadikan sebagai objek wisata dan sebagai tempat mata pencaharian

sehari-hari bagi masyarakat. Aktivitas manusia di sekitar pantai dapat

mempengaruhi kualitas perairan pantai, seperti sampah-sampah yang berasal dari

pengunjung pantai. Berbagai aktivitas tersebut dapat mempengaruhi keberadaan

biota laut seperti kerang

Banyaknya sampah yang masuk ke dalam perairan akan menyebabkan

makin tinggi jumlah partikel terlarut, sehinga tidak baik bagi kehidupan biota laut

(Sastrawijaya, 2009 dalam Rahmadila, 2013)

Selain itu masyarakat sekitar pantai pada umumnya sudah lama mengenal

dan memanfaatkan kerang sebagai sumber pangan. Jika masyarakat melakukan

penangkapan secara terus menerus di khawatirkan akan berakibat buruk bagi

kelestarian populasi kerang Atactodea striata.

Page 62: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 54

Menurut Susanto (2000) Keberadaan populasi organisme dalam suatu

tempat dapat tersebar merata atau tidak merata, sehingga jumlah individu populasi

disuatu daerah dengan luas yang sama bisa berbeda. Hal ini berhubungan dengan

kepadatan populasi (density) yaitu jumlah individu per satuan luas tertentu

Berdasarkan hal tersebut dan sehubungan sampai saat ini belum ada data

ilmiah tentang Kepadatan Populasi dan pola distribusi Kerang Atactodea striata di

Pantai Batu Kalang maka penulis telah melakukan penelitian tentang “Studi

Populasi Kerang Atactodea striata Gmelin di Pantai Batu Kalang Kecamatan

Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan “

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018 di Pantai Batu Kalang

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Penghitungan sampel

dilakukan di Laboratorium Zoologi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP

PGRI Sumatera Barat.

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey deskriptif dengan teknik

pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Pengambilam sampel dilakukan

berdasarkan kondisi pantai Batu Kalang yang berbeda. Stasiun I terletak di objek

wisata pantai Batu Kalang, ditempat ini banyak terdapat aktivitas manusia seperti

wisatawan yang berkunjung dan pedagang yang berjualan di tepi pantai. Stasiun II

merupakan jalan yang dilalui untuk menuju ke Taluak Sikulo. Stasiun III

berlokasi di Taluak Sikulo, daerah ini merupakan daerah yang jauh dari aktivitas

manusia karena terletak di paling ujung pantai dan jauh dari objek wisata Pantai

Batu Kalang, Pada tiap stasiun disusun 10 bingkai kuadrat dengan ukuran masing-

masing bingkai 1 x 1 meter dan dipasang pada zona rataan tepi saja.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kepadatan

populasi Kerang Atactodea striata di Pantai Batu Kalang pada Gambar 1 di

bawah ini.

Page 63: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 55

3,9

8,9

25,5

Gambar 1. Grafik Kepadatan Kerang Atactodea striata

Dari grafik di atas dapat terlihat kepadatan populasi kerang Atactodea

striata di Pantai Batu Kalang. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

didapatkan kepadatan populasi kerang di pantai ini masih tergolong rendah yaitu

12,8 ind/m2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuan (2000) kerang dengan

kepadatan 50-100 individu/m2 disebut dengan kepadatan maksimum, kepadatan

16-50 individu/m2 disebut kepadatan sedang dan kepadatan 7-16 individu/m2

disebut dengan kepadatan minimum.

Kepadatan populasi pada stasiun III lebih tinggi dibanding stasiun-stasiun

lainnya. Kepadatan populasi stasiun III adalah 25,5 ind/m2, diikuti oleh stasiun II

sebesar 8,9 ind/m2, dan kepadatan populasi yang terendah ditemukan pada stasiun

I yaitu 3,9 ind/m2.

Tingginya kepadatan kerang Atactodea striata di stasiun III karena

berlokasi di daerah yang tidak terganggu oleh aktivitas manusia karena terletak

jauh dari pemukiman penduduk dan objek wisata. Sehingga kemungkinan untuk

tercemar sampah sangat sedikit dan tidak menggangu tempat hidup kerang. Selain

itu tingginya populasi kerang Atactodea striata di lokasi ini karena tidak adanya

masyarakat yang mengambil kerang di lokasi tersebut.

Rendahnya kepadatan populasi di stasiun 1 dibandingkan dengan stasiun II

dan Stasiun III disebabkan karena berlokasi di daerah yang banyak terdapat

aktivitas manusia karena berlokasi di objek wisata pantai yang banyak dikunjungi

Page 64: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 56

oleh masyarakat, sehingga adanya aktivitas tersebut dapat mengganggu kehidupan

kerang Atactodea striata, seperti sampah yang dihasilkan oleh pengunjung pantai.

Menurut Muslimah (2013) aktivitas manusia yang tinggi akan

menimbulkan berbagai macam pengaruh buruk bagi lingkungan sehingga

menimbulkan suatu lingkungan yang tercemar. . Selain itu menurut masyarakat

sekitar lokasi ini juga dijadikan tempat penangkapan kerang karena terletak tidak

jauh dari pemukiman penduduk.

Kepadatan populasi di stasiun II juga lebih tinggi dari stasiun 1 karena di

daerah ini tidak ditemukan aktivitas sebanyak di stasiun 1 karena jauh dari objek

wisata dan pemukiman penduduk. Dilokasi ini tidak begitu banyak ditemukan

pengunjung pantai, sehingga cenderung lebih sedikit tercemar dari sampah-

sampah.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan pola distribusi

kerang Atactodea striata di Pantai Batu Kalang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pola Distribusi kerang Atactodea striata di Pantai Batu Kalang

TP Id Kriteria PD

Stasiun I 0,823 Id < 1 Seragam

Stasiun II 0,957 Id < 1 Seragam

Stasiun III 1,025 Id > 1 Mengelompok

Keterangan :

TP : Titik Pengambilan

Id : Indeks Morista

PD : Pola Distribusi

Dari Tabel 1 dapat dilihat pola distribusi kerang Atactodea striata di

Pantai Batu Kalang pada masing-masing stasiun. Berdasarkan Indeks Morista

yang didapatkan, pola distribusi kerang Atactodea striata pada stasiun I dan

stasiun II bersifat seragam dengan indeks morista 0,823 pada stasiun I dan 0,957

pada stasiun II.

Page 65: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 57

Hal ini sesuai dengan pernyataan Brower (1990) dalam Lindawaty (2016)

kriteria pola sebaran Morista Id < 1 pola sebaran bersifat seragam, Id = 1 pola

sebaran bersifat acak, dan Id > 1 pola sebaran bersifat mengelompok.

Pola distribusi yang seragam dapat terjadi jika persaingan antar individu

sangat keras yang mendorong pembagian ruang hampir sama (Odum, 1993).

Menurut Krebs (1972) dalam Amelia (2016) pola distribusi dipengaruhi oleh tipe

habitat yang meliputi parameter fisika kimia perairan serta ketersediaan pakan dan

kemampuan adaptasi dari suatu organisme dalam suatu ekosistem. Ketersediaan

makanan di habitat merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi pada setiap

lokasi yang bersifat seragam. Menurut Dayanti (2017) pola distribusi seragam

juga dapat terjadi karena adanya ke miripan parameter lingkungan diantaranya

pH, air, pH substrat, dan tipe substrat.

Sedangkan pada stasiun III pola distribusi kerang Atactodea striata

bersifat mengelompok yaitu 1,025 (Id > 1). Menurut Dayanti (2017) suatu

organisme akan menyebar mengelompok apabila kemampuan adaptasi terhadap

lingkungan rendah, sehingga ada kecendrungan suatu organisme untuk mencari

tempat tertentu yang sesuai dengan kebutuhannya. Pola distribusi mengelompok

ini juga disebabkan oleh sifat spesies yang bergerombol atau adanya kesamaan

habitat sehingga terjadi pengelompokan di tempat lain yang terdapat banyak

bahan makanan (Ode, 2017).

Pola penyebaran mengelompok menandakan organisme atau hewan

tersebut hanya dapat hidup pada habitat tertentu saja dengan kondisi lingkungan

yang cocok bagi organisme untuk dapat mempertahankan hidup. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Effendie (2002) dalam Samir (2016) bahwa penyebaran yang

mengelompok besar kemungkinan disebabkan karena adannya perbedaan faktor

lingkungan yang mendukung kehidupan kerang sehingga membatasi spesies

tertentu untuk menyebar secara seragam atau acak di semua perairan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pantai Batu Kalang

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan dapat disimpulkan bahwa

Page 66: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 58

Kepadatan populasi kerang Atactodea striata di Pantai Batu Kalang adalah 12,8

ind/m2. Pola distribusi kerang Atactodea striata di Pantai Batu Kalang padan

stasiun I dan II seragam dan pada stasiun III mengelompok

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Nova. 2016. Kepadatan dan Pola Distribusi Polymesoda bengalensis

Lamarck di Perairan Muaro Nipah Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera

Barat. Prosiding Seminar Nasional from Basic Science to

Comprehensive Education

Dayanti, 2017. Kepadatan dan distribusi Kerang Bulu (Anadara antiquata L,

1758) di perairan Wangi-wangi Selatan Desa Numana Kabupaten

Wakatobi. Jurnal anajemen Sumber Daya Perairan, 2(2): 113-122.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo

Lindawaty, 2016. Distribusi dan Kepadatan Kerang Darah (Anadara sp.)

Berdasarkan Tekstur Substrat di Perairan Ulee Lheue Banda Aceh. Jurnal

Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. Vol I, No 1:114-123

Muslimah, H. 2013. Akumulasi Logam Berat Pb, Cd dan Hg Pada Kerang Bulu

(Anadara antiquata) dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan

Pantai Lekok Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Ode, Inem , 2017. Kepadatan Dan Pola Distribusi Kerang Kima (Tridacnidae) Di

Perairan Teluk Nitanghanai Desa Morella Maluku Tengah. Jurnal Ilmiah

Agribisnis dan Perikanan UMMU Ternate. Vol 10, No 2.

Odum, E.P. 1993.. Fundamental of Ecology and edition Sounders Company.

Philadelphia. London.

Purbasari, D. 2008. Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Kerang

Mas Ngur (Atactodea striata). Skripsi Institut Pertanian Bogor

Rahmadila, 2013. Kepadatan Populasi Remis (Donax Compressus L) yang

Ditemukan Di Zona Intertidal Pantai Pariaman. Skripsi. STKIP PGRI

Sumatera Barat.

Samir, 2016. Studi Kepadatan dan Pola Distribusi Bivalvia di Kawasan

Mangrove Desa Balimu Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton.

Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(2): 169-181 Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo

Page 67: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 59

Tuan V. S. 2000. Status and Solution For Farming and Management of The Clam

Meretrix lyrata at Go Cong Dong, Tien Giang. Province Vietnam.

Proceeding of The Fifth Workshop of The Tropical Marine Mollusc

Program (TMMP)

Page 68: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 61

JENIS-JENIS BURUNG HIAS YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA

PADANG

Nurhadi, Fachrul Reza dan Mimin M. Zural

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email: [email protected]

ABSTRACT

Birds are one group of animals that play an important ecological role. Birds can be

used as indicators of biodiversity, changes in environmental quality and in

determining conservation areas. The threat of the presence of birds in nature tends to

increase due to human activities that cause habitat loss or damage, insecticide use and

hunting or catching. Bird catching occurs because birds have a good market or

economic value so that bird trade occurs, especially from special, unique and rare

species. Human's preference for birds is very high because of their features, so that

humans want to have it as pet. The bird market or trading place generally exists in all

regions in Indonesia including in Padang city. There are many species of birds that

are protected, forbidden to be kept as pet are traded. In connection with that, a

research has been carried out to find out the types of ornamental birds and the status

of bird species traded in Padang City. The research was carried out by descriptive

survey method with the main focus of the inventory of bird types traded in the bird

market and the bird vendor stalls in Padang City. Inventory is carried out in January-

April 2018 with four times inventories in all bird vendor stalls. The tools used in this

research are cameras, rulers, stationery, inventory lists and identification books or

bird recognition books. Types of birds that have been inventoried in the first

observation are not inventoried in subsequent observations and the results of the

inventory are listed in the table according to the classification reference. The results

of research on ornamental bird species traded in Padang City consisted of 63 species

from 23 families and 6 orders. Of the 63 types, 15 species of ornamental birds are

protected, which is forbidden to be traded.

Keywords: Type, Bird, Traded

ABSTRAK

Burung merupakan salah satu kelompok satwa yang berperan penting secara ekologi.

Burung dapat dijadikan sebagai indikator keanekaragaman hayati, perubahan kualitas

lingkungan dan penentuan kawasan konservasi. Ancaman keberadaan burung di alam

cenderung meningkat karena aktivitas manusia yang menyebabkan hilangnya atau

rusaknya habitat, penggunaan insektisida dan perburuan atau penangkapan.

Penangkapan burung terjadi karena burung memiliki nilai pasar atau nilai ekonomi

yang cukup baik sehingga terjadi perdagangan burung terutama dari jenis yang

Page 69: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 62

istimewa, unik dan langka. Kesukaan manusia terhadap satwa burung sangat besar

karena keistimewaan yang dimilikinya, sehingga manusia ingin memilikinya sebagai

peliharaan. Pasar burung atau tempat perdagangan satwa burung umumnya ada di

seluruh daerah di Indonesia termasuk juga di kota Padang. Ada banyak jenis burung

yang berstatus dilindungi, dilarang untuk diperlihara yang diperdagangkan.

Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis

burung hias yang diperdagangkan dan untuk mengetahui status jenis-jenis burung

yang diperdagangkan di Kota Padang. Penelitian dilaksanakan dengan metode survey

deskriptif dengan fokus utama inventarisasi jenis burung yang diperdagangkan di

pasar burung dan kios-kios pedagang burung di Kota Padang. Inventarisasi dilakukan

pada Januari-April 2018 dengan empat kali inventarisasi pada seluruh kios pedagang

burung. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kamera, penggaris, alat-alat

tulis, daftar inventarisasi dan buku-buku identifikasi atau buku pengenalan burung.

Jenis burung yang sudah terinventaris pada pengamatan pertama, tidak diinventaris

lagi pada pengamatan berikutnya dan hasil inventarisasi dicantumkan dalam tabel

sesuai dengan rujukan klasifikasi. Hasil penelitian jenis-jenis burung hias yang

diperdagangkan di Kota Padang terdiri dari 63 jenis dari 23 famili dan 6 ordo. Dari 63

jenis itu 15 jenis burung hias diantaranya berstatus dilindungi yang dilarang untuk

diperdagangkan.

Kata Kunci : Jenis, Burung dan Diperdagangkan

I. PENDAHULUAN

Burung merupakan salah satu satwa yang mudah ditemukan pada beberapa

tipe habitat. Burung mempunyai peranan penting dalam ekosistem dan merupakan

salah satu kekayaan alam. Secara taksonomi burung termasuk phylum chordata dari

sub phylum vertebrata dan kelas Aves. Nenek moyang aves diduga adalah

Archeopteryx yang merupakan peralihan reptil yang bersayap sehingga mampu

terbang. Sejalan dengan evolusi, aves semakin berkembang yang meliputi bentuk,

jumlah jenis dan jumlah individu (Brotowidjoyo, 1996; Campbell, 2004).

Burung merupakan kelompok terbesar dari vertebrata dan diperkirakan ada

8600 jenis di seluruh dunia. Burung bersifat homoitherm seperti halnya mammalia,

tetapi burung secara evolusi lebih dekat dengan reptilia (MacKinnon, 1993). Burung

merupakan satwa yang mempunyai mobilitas tinggi dan menyebar ke berbagai

wilayah serta jumlahnya mencapai 9000 jenis (Perrins dan Birkhead 1983) cit.

Saefullah (2015). Jumlah jenis burung yang ada di Indonesia 1539 jenis, merupakan

17 persen dari total burung yang ada di dunia. Jumlah jenis burung yang ada di dunia

lebih kurang 9600 jenis dan hampir 1111 jenis terancam punah (Kamal, 2013).

Jumlah jenis burung di Indonesia tercatat 1666 jenis yang mampu hidup di hutan

lebat hingga perkotaan padat penduduk (Susanti 2014) cit. Saefullah (2015).

Burung mudah dibedakan dari jenis vertebrata lainnya karena memiliki bulu.

Bulu merupakan modifikasi dari sisik reptil dan burung masih mewarisi ciri reptil

Page 70: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 63

yaitu sisik-sisik pada kakinya. Hal itu menunjukkan mata rantai burung dan reptilia

(Djaka, 1978). Tubuh burung terbagi menjadi 4 bagian utama, yaitu kepala, leher,

badan dan ekor. Pada kepala terdapat paruh, mata, lubang telinga dan beberapa

assesoris tergantung jenisnya. Bagian leher ditutupi oleh bulu dan pada beberapa jenis

memiliki pola warna yang berbeda dengan bagian lain. Pada badan terdapat sayap dan

kaki dan pada saat burung istirahat dua pertiga badan tertutup oleh bulu-bulu sayap.

Ekor (uropigyum) berukuran pendek dan bulu-bulu yang menempel dan menutupi

bagian itu dinamakan rectrices. Pada beberapa jenis panjang dan warna bulu ekor

menjadi ciri khas, begitu juga dengan posisi dan gerak bulu ekor (Suseno, 1991).

Morfologi burung juga digunakan sebagai dasar klasifikasi dan untuk mengenal

burung perlu diperhatikan bentuk paruh, ekor, kaki, warna bulu, tingkah laku dan

tanda-tanda lain (Iskandar, 1989).

Penyebaran burung yang sangat luas didukung oleh bentuk tubuhnya,

sehingga ditemukan pada beberapa tipe habitat. Hal itu didukung oleh kemampuan

adaptasi terhadap lingkungan dalam hal struktur, fisiologis dan tingkah laku (Welty,

1982). Selain berdasarkan taksonomi dan ekologi, burung dikelompokkan atas dasar

kepentingan manusia, yaitu burung hias dan burung konsumsi. Burung hias atau

burung peliharaan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu : (a) burung berkicau indah atau

burung ocehan, (b) burung berbulu indah, (c) burung pelatah dan (d) burung unik.

Tetapi pengelompokkan itu tidak mutlak, sebab kenyataannya banyak jenis berkicau

indah juga berbulu indah (Prahara, 1997).

Ketertarikan atau kesukaan manusia dengan satwa burung sangat besar, itu

karena keistimewaan yang dimiliki oleh satwa itu. Hal itu menyebabkan manusia

ingin memiliki dengan memeliharanya. Burung memiliki nilai pasar atau nilai

ekonomi yang cukup baik dan perdagangan burung terutama dari jenis yang

istimewa, unik dan langka merupakan bisnis yang menguntungkan. Masyarakat

penggemar burung akan rela mengeluarkan uangnya untuk memenuhi kesukaannya

itu. Pada mulanya kegemaran memelihara burung hanya iseng belaka, tetapi sekarang

kegemaran itu menjadi penting dalam kaitannya dengan usaha penangkaran atau

pengembangbiakkan diluar habitat aslinya. Penangkaran merupakan salah satu usaha

untuk menangkal kepunahan burung. Usaha lain adalah pengembangbiakkan burung

di habitat aslinya dengan melarang perburuan, penangkapan, perusakan habitat dan

penegakkan hukum yang ketat (Suseno, 1991 dan Prahara, 1997). Burung merupakan

sumber plasma nutfah yang memberikan warna tersendiri bagi kekayaan fauna di

Indonesia. Sebagai salah satu satwa yang mudah dilihat dan dinikmati suaranya,

banyak jenis burung yang dicari untuk ditangkap dan dipelihara, kegiatan tersebut

sangat berpengaruh terhadap kondisi penurunan jumlah jenis dan polulasi burung di

alam ((Ezi, 2014) cit. Marwanti (2014).

Kios-kios tempat pedagang burung dan pasar burung hampir ada di seluruh

daerah di Indonesia, begitu juga dengan kota Padang. Pasar burung dan kios

pedagang burung menjadi penopang kelangsungan ekonomi pelaku usaha dan sebagai

sarana untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat penggemar burung. Atas dasar itu

diduga arus perdagangan burung di kota Padang cukup tinggi karena cukup banyak

Page 71: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 64

masyarakat yang gemar memelihara burung. Menurut Sujatnika (1995) cit. Saefullah

(2015), penelitian mengenai burung penting dilakukan karena jika suatu areal tersebut

memiliki kelimpahan burung yang tinggi, maka bisa menjadi salah satu indikator

bahwa kondisi lingkungan baik. Hal itu dikarenakan burung memiliki kemampuan

untuk menyebarkan biji, membantu penyerbukan, predator alami satwa lain dan lain-

lain.

Penelitian burung yang langsung dilakukan di alam atau di habitat burung

telah banyak dilakukan diantaranya Keanekaragaman Jenis Burung Pada Perkebunan

Kopi Di Kecamatan Bener Kelipah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh (Kamal,

dkk. 2013). Keanekaragaman Jenis Burung Pada Berbagai Tipe Habitat Beserta

Gangguannya Di Hutan Penelitian Dramaga Bogor Jawa Barat (Saefullah dkk. 2015),

Keanekaragaman Jenis Burung Di Kawasan Telaga Warna Desa Tugu Utara Cisarua

Bogor (Ekowati dkk.2016), dan Keanekaragaman Jenis Burung Di Taman Wisata

Alam dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat (Safanah dkk.2017).

Selain penelitian yang dilakukan langsung di habitat burung, penelitian jenis burung

yang diperdagangkan juga penting dilakukan untuk mengetahui jenis yang

diintroduksi dari luar daerah bahkan dari luar negeri dan juga untuk mendata jenis

burung yang berstatus dilindungi yang dilarang untuk diperdagangkan. Sehubungan

dengan itu telah dilakukan penelitian tentang Jenis-Jenis Burung Hias Yang

Diperdagangkan Di Kota Padang.

II. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survey deskriptif dengan fokus

utama inventarisasi jenis burung yang diperdagangkan di pasar burung dan kios-kios

pedagang burung di Kota Padang. Inventarisasi dilakukan pada Januari-April 2018

dengan empat kali inventarisasi pada seluruh kios pedagang burung. Hal itu

dilakukan untuk memantau penambahan jenis yang tidak terinventarisasi pada

pengamatan sebelumnya.

Sebelum inventarisasi terlebih dahulu disiapkan daftar inventarisasi yang

mengacu pada MacKinnon (1993) yang berisi nama daerah, ciri-ciri morfologi

(ukuran, bentuk tubuh, warna paruh, iris mata, warna bulu, bentuk dan ukuran ekor)

jumlah jari dan warna kaki dan asesoris), keistimewaan dan prilaku burung. Selain

daftar inventarisasi, alat lain yang digunakan adalah kamera, penggaris, alar-alat tulis

dan buku-buku identifikasi atau buku pengenalan burung.

Jenis burung yang sudah terinventaris pada pengamatan pertama, tidak

diinventaris lagi lagi pada pengamatan berikutnya. Hasil inventarisasi dicantumkan

dalam tabel sesuai dengan rujukan klasifikasi. Pada tabel inventarisasi tidak

mencantumkan jumlah individu dan harga dari tiap jenis karena sangat fluktuatif.

Seperti diketahui bahwa jenis burung yang langka, istimewa dan unik harganya

sangat mahal, begitu sebaliknya untuk jenis yang jumlah individunya banyak karena

daya reproduksinya tinggi dan tidak memiliki keistimewaan.

Page 72: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 65

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel Hasil Inventarisasi Jenis-Jenis Burung Hias Yang Diperdagangkan Di Kota

Padang

No Ordo Familia Spesies Nama Lokal

1 Anseriformes Anatidae 1. Cygnus sp. Angsa

2 Columbiformes Columbidae 2. Columba domestica Merpati

Kampung

3. Columba sp. 1 Merpati Cimin

4. Columba sp. 2 Merpati Kipas

5. Geopelia striata Perkutut

6. Streptopelia chinensis Balam Kampung

7. Streptopelia bitorquata Burung Puter

8. Streptopelia decaocto Balam Jambi

3 Galliformes Phasianidae 9. Gallus domesticus Ayam Kampung

10. Gallus gallus Ayam Kate

11. Gallus sp.1 Ayam Cemani

12. Gallus sp.2 Ayam Jali

13. Gallus temminckii Ayam Bekisar

4 Gruiformes Turnicidae 14. Turnix suscicator Puyuh

5 Passeriformes Alaudidae 15. Mirafra javanica * Branjangan

Campephagidae 16. Pericrocotus speciosus Mantenan

17. Pericrocotus flammeus Mantenan

Chloropseidae 18. Chloropsis cochinchinensis Cucak Ranti

19. Chloropsis media * Cucak Hijau

Kepala Kuning

20. Chloropsis sonnerati * Cucak Hijau

21. Chloropsis venusta Ranting Mas

Cisticolidae 22. Prinia familiaris Ciblek

Corvidae 23. Platylophus galericulatus * Cucak Lilin*

Estrildidae 24. Padda oryzivora * Gelatik Jawa*

Fringillidae 25. Serinus canaria Kenari Luar

26. Serinus estherae Kenari Merah

Irenidae 27. Irena puella Wayang Biru

Leiothrichidae 28. Garullax mitratus Poksai Mandarin

29. Heterophasia picaoides Murai Kopi

30. Leiothrix lutea Robin

Monarchidae 31. Terpsiphone paradidsi Tali Pocong

Muscicapidae 32. Cyanoptiala cyanomelana Tledekan Laut

33. Cyornis unicolor Selendang Biru

34. Niltava grandis Tledekan

Oriolidae 35. Oriolus chinensis * Kepodang

Ploceidae 36. Lonchura puctulata Pipit dada sisik

Page 73: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 66

Pycnonotidae 37. Alophoixus bres Cucak Jenggot

38. Ixos malaccensis Sirih-sirih

39. Pycnonotus atriceps Pecah Abu

40. Pycnonotus melanicterus Kutilang Emas

41. Pycnonotus aurigaster Kutilang Biasa

42. Pycnonotus plumosus Merbah Belukar

43. Pycnonotus squamosus Kutilang Kurik

44. Pycnonotus zaylanicus * Beru-Beru

Sittidae 45. Sitta azurea Munguk Loreng

Sturnidae 46. Acridotheres tristis Jalak Nias

47. Aplonus panayensis Parlin

48. Gracula religliosa * Beo

49. Gracula robusta * Beo Nias

50. Leucopsar rothschildi * Jalak Bali

51. Sturnus contra Jalak Suren

52. Sturnus melanopterus * Jalak Putih

Turdidae 53. Copsychus malabaricus Murai Batu

54. Copsychus saularis Kacer

Zosteropidae 55. Zosterops japonicus Pleci

6 Psittaciformes Psittacidae 56. Agapornis fischeri Nyasa Lovebird

57. Agapornis lilianae Lovebird

Kacamata

58. Conuropsis carolinesnsi Parkit Hijau

59. Ecletus roratus * Nuri/Bayan

60. Loriculus pusillus * Serindit Jawa

61. Loriculus galgulus * Serindit Melayu

62. Melopsittacus undulatus Parkit

63. Pseudeos fuscata * Nuri Merah

Keterangan : * = Jenis burung berstatus dilindungi

Berdasarkan klasifikasi 63 jenis burung yang terinventaris tergolong ke dalam

23 famili dari 6 ordo yaitu : Anseriformes, Columbiformes, Galliformes, Gruiformes,

Passeriformes dan Psittaciformes. Jenis burung yang banyak ditemukan adalah jenis

dari Passeriformes sebanyak 41 jenis dan itu berarti jenis dari Passeriformes banyak

diperdagangkan dan banyak diperlihara masyarakat sebagai burung hias. Beberapa

jenis burung berkicau indah yang sering diperlombakan adalah jenis dari

Passeriformes. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Marwanti

(2014), bahwa jenis burung yang diperdagangkan di kawasan Kampung Padang

Kabupaten Rokan Hulu, tercatat 19 jenis, dan jenis burung yang terbanyak dari ordo

Passeriformes. Menurut MacKinnon (1993), Passeriformes memiliki keanekaragaman

tinggi dengan penyebaran luas dan banyak keistimewaan dari tiap jenis, sehingga

lebih umum diminati sebagai burung hias. Sedangkan jenis dari Psittaciformes

Page 74: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 67

umumnya endemik di Indonesia bagian Timur dan hanya beberapa jenis saja endemik

di Jawa dan Sumatera. Menurut Ayat (2011), Sumatera merupakan pulau dengan

tingkat keendemikan burung paling rendah diantara pulau-pulau di Indonesia. Hal ini

berkaitan dengan sejarah geologis pemisahannya dari daratan Asia. Menurut

MacKinnon dan Philip (1993) cit. Asep (2011), Sumatera memiliki 306 jenis burung

(77%) yang juga terdapat di Kalimantan, 345 Jenis (87%) yang juga terdapat di

Semenanjung Malaya dan 211 jenis (53%) yang terdapat di Jawa.

Ditemukannya jenis burung yang bukan endemik di Pulau Sumatera

menunjukkan bahwa telah terjadi pengangkutan burung keluar dari daerah aslinya

dan itu sudah berlangsung lama. Pengangkutan dan introduksi burung salah satunya

terjadi melalui perdagangan. Menurut Kamal (2013), status burung di Indonesia

paling terancam punah di dunia, perhimpunan pelestarian burung liar Indonesia

(burung Indonesia) mencatat 122 jenis burung di Indonesia terancam punah dan

tergolong langka IUCN (International Union for Concervation of Nature). Rinciannya

adalah 18 jenis burung berstatus kritis, 31 jenis genting dan 73 jenis tergolong rentan.

Menurut Primack et al, (1998); Indriyanto (2006) cit. Warsito (2007), ancaman utama

terhadap keanekaragaman hayati adalah rusaknya atau hilangnya habitat, dan cara

yang paling baik untuk melindungi keanekaragaman hayati adalah dengan menjaga

dan memelihara habitat. Pada masa ini kerusakan habitat umumnya merupakan akibat

dari pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Campur tangan manusia terhadap

ekosistem alami, baik melalui perburuan dan pembukaan lahan untuk pertanian,

meskipun dalam skala kecil dapat mempengaruhi kondisi satwa di dalamnya.

Di Indonesia banyak jenis burung langka yang berstatus dilindungi,

diantaranya merak hijau (Pavo muticus), beo nias (Gracula robusta), jalak putih

punggung abu (Achridotheres tricholor), cendrawasih merah (Paradisea rubra), nuri

kalung ungu (Eos squamata), dan kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea). Jenis

burung yang dilindungi seharusnya tidak dipelihara karena mengancam

kelestariannya dan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/6/2018

tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.

Menurut Bismark (1998) di Indonesia ada 372 jenis burung berstatus

dilindungi. Menurut Sozer (1999) ada 400 jenis burung yang berstatus dilindungi dan

dilarang untuk diperdagangkan, sedangkan menurut Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan Nomor P. 20 /MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 ada 563

jenis burung yang berstatus dilndungi dan dilarang untuk diperdagangkan.

Berdasarkan hal itu terlihat bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah

jenis burung yang berstatus dilindungi.

Jenis-jenis burung dari Psittaciformes umumnya berstatus dilindungi. Menurut

Sozer (1999), ada tiga alasan suatu jenis burung dilindungi, yaitu: langka, manfaat

dan indikator habitat. Ada dua penyebab jenis itu langka, pertama karena secara alami

dan kedua akibat diperdagangkan. Langka secara alami karena populasinya rendah,

penyebaran terbatas, lambat berbiak dan endemik. Manfaat yang dijadikan penilaian

Page 75: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 68

adalah peran ekologis yang secara jelas dapat dilihat dan dirasakan langsung,

sedangkan indikator habitat adalah ada jenis burung yang peka terhadapat kesehatan

lingkungan.

Hasil inventarisasi ditemukan 15 jenis burung yang diperdagangkan di Kota

Padang yang berstatus dilindungi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Saifuddin

(2013), ditemukan 15 jenis dari 8 famili dan 14 genus burung yang berstatus

dilindungi yang diperdagangkan di Pasar Hewan Yogyakarta. Sedangkan hasil

penelitian Prakosa (2014), burung yang diperdagangkan di pasar burung Splendid

kota Malang terdiri dari 10 ordo, 38 famili dan 148 jenis. Pada umumnya (92%)

burung yang berasal dari kawasan Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Jenis

burung Lanius schach (bentet), Copsychus saularis (kacer/kucica kampung),

Copsychus malabarikus (murai batu/kucica hutan), Chloropsis sonnerati (kucica

daun besar), Zoothera citriata (anis merah), Pycnonotus zaylanicus (ucak rowo), dan

Leucopsar rothschidi (jalak Bali) adalah yang paling dicari oleh masyarakat.

Berdasarkan IUCN 90% burung yang diperdagangkan di pasar burung Splendid

berstatus Least concern dan jenis burung kicauan adalah yang paling diminati

pembeli.

Jika dilihat dari jenis makanan, burung yang diperdagangkan umumnya dari

kelompok pemakan biji (graminivora), buah (frugifora) dan serangga (insektivora).

Jenis burung dari kelompok itu umumnya relatif mudah dipelihara, mudah dalam

perawatan dan relatif murah dalam penyediaan pakan. Tidak ditemukan jenis burung

khusus penghisap madu, pemakan ikan, invertebrata air dan pemakan daging yang

diperdagangkan di pasar burung dan kios-kios pedagang burung di kota Padang

selama periode penelitian. Hal itu diduga karena jenis-jenis burung dari kelompok itu

memerlukan perawatan dan tempat yang khusus serta biaya pemeliharaan yang tinggi.

Selain itu juga karena sulitnya dalam memperoleh burung jenis itu baik dari

penangkapan maupun dari pedagang atau pemasok burung.

IV. KESIMPULAN

Hasil inventarisasi jenis-jenis burung hias yang diperdagangkan di Kota Padang

terdiri dari 63 jenis dari 23 famili dan 6 ordo. Dari 63 jenis burung yang ditemukan

15 jenis burung hias diantaranya berstatus dilindungi yang dilarang untuk

diperdagangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayat, Asep dan Ani Mardiastuti. 2011. Panduan Lapangan Burung-Burung

Agroforest Di Sumatera. World Agroforestry Center, Bogor.

Bismark, M. 1998. Konservasi Biodiversitas Satwa Liar Di Areal Hutan Tanaman

Industri. Duta Rimba. Oktober. 220 : XXIV, Jakarta

Brotowidjoyo, M.D. 1996. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.

Page 76: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 69

Campbell, Neil A., Jane B.R dan Lawrence, G.M. 2004. Biologi (diterjemahkan oleh

Wasmen Manalu). Erlangga, Jakarta.

Djaka. 1978. Burung dan Cara hidupnya. Mutiara, Jakarta.

Ekowati, A., Alfi Dwi S., Dinda R. H. dan Khohirul H. 2016. Keanekaragaman Jenis

Burung Di Kawasan Telaga Warna Desa Tugu Utara Cisarua Bogor. Al-

Kauniyah, Journal of Biology. 9 (2) 2016 : 87-94

Iskandar, Johan. 1989. Jenis-Jenis Burung Yang Umum Di Indonesia. Djambatan,

Jakarta.

Kamal, Samsul. Nursaimi, M dan Nisfula, S. 2013. Keanekaragaman Jenis Burung

Pada Perkebunan Kopi Di Kecamatan Bener Kelipah Kabupaten Bener

Meriah Provinsi Aceh. Jurnal Biotik. Vo. 1. No.2. September 2013 : 73-79.

MacKinnon, John. 1993. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung Di Jawa dan

Bali. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Marwati, M.D., Filza Yulina A dan Eti Meirina B. 2014. Jenis-Jenis Burung (Aves)

yang diperdagangkan Di Kawasan Kampung Padang Kabupaten Rokan

Hulu. Jurnal Prodi Pendidikan Biologi, Universitas Pasir Pangaraian.

Prahara, Widyabrata. 1997. Suskes Memelihara Burung. Penebar Swadaya, Jakarta.

Prakosa, Bayu H. dan Nia Kurniawan. 2014. Studi Burung-Burung Yang

Diperdagangkan Di Pasar Burung Splendid Kota Malang. Jurnal Biotropika.

Vol. 3 No. 1 (2015). 7-11.

Saefuddin. 2013. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Burung Berstatus Dilindungi Di

Pasar Hewan Yogyakarta. Skripsi. Prodi Biologi Fakultas Sain dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga, Yogyakarta.

Saefullah, Asep. Abdul Haris M. dan Ani Mardiastuti. 2015. Keanekaragaman Jenis

Burung Pada Berbagai Tipe Habitat Beserta Gangguannya Di Hutan

Penelitian Dramaga Bogor Jawa Barat. Media Konservasi Vol. 20 No. 2.

Agustus 2015 : 117-124

Safanah, Nabila G., Cipta, S.N., Ruhyat, P. dan Teguh H. 2017. Keanekaragaman

Jenis Burung Di Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pananjung

Pangandaran Jawa Barat. Proseding Seminar Nasional Masyarakat

Biodiversitas Indonesia. Vol. 3 No. 2 Mei 2017 : 266-272.

Suseno, Ari. 1991. Burung Hias Aneka Jenis dan Perawatannya. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Page 77: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 70

Sozer, Resit, Yusron S. dan Pupung F. 1999. Jenis-Jenis Burung Yang Dilindungi

Yang Sering Diperdagangkan. Yayasan Pribumi Alam Lestari, Bandung.

Warsito, Hadi dan Sarah Y. 2007. Keanekaragaman Jenis Burung Di Saribi Numfor

Barat Papua : Beberapa Catatan. Balai Penelitian Kehutanan Manokwari,

Papua.

Welty, J.C. 1982. The Life of Birds. Saunder College Publishing. Philadelphia.

Page 78: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 71

PENYEBARAN Ceratium hirundinella hirudinella (O. F. Moell) Dujardin DI

DANAU DIATAS KABUPATEN SOLOK Rina Widiana, Abizar dan Azatul Hasnaini,

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

Ceratium hirundinella including Division Pyrrophyta which have two flagella the

same length on the girdle. Its cell wall reinforced by a lime substance made up of

epiteka and hipoteka which do not symmetrical. Its spread in influence by the

condition of the waters of Lake ecology. This research has been conducted in the

months of April to June 2018 in Solok Regency Lake Diatas. The research was

distributed by the society's daily activities such as bathing, washing, latrines, land

use as vegetable plantation and fishery activities floating net. This research aims to

know the spread of Ceratium hirundinella contained in the Diatas Lake. This

research was conducted with methods of Survey Descriptive Purposive Random

Sampling basis. Samples taken at six stations and each station consists of a repeated

three times. Chemical Physics parameters measured include water temperature, pH,

DO, CO2 free, total N, TSS and Hardness. Identification of the samples was done

in the laboratory of Botany STKIP PGRI West Sumatra. The research results

obtained by the density of individuals at the stations I 2147.58 ind/l, station II 26.66

ind/l, station III 292.41 ind/l, Station IV 2164.33 ind/l, V 628.66 ind/l and 0.25

l/ind IV. The physical-chemical condition of the water of the Lake above,

temperatures range between 21 – 220C. the degree of acidity (pH) in the range 6.8

– 8.4. Dissolved oxygen range between 7.2 – 5.6 mg/l free carbon dioxide only.

measured at two stations in the station I and II range between 2.69 – 10.78 mg/l

Suspended Solids range between. 2 – 10 mg/l. total Nitrogen ranged between 0.75

– 1.16 mg/l. Waters of hardness i.e. 72.3 mg/l.

Keywords: Ceratium hirundinella, epiteka, density, and hipoteka.

ABSTRAK

Ceratium hirundinella termasuk Divisi Pyrrophyta yang memiliki dua flagella yang

sama panjang pada girdle. Dinding sel nya diperkuat oleh zat kapur yang terdiri dari

epiteka dan hipoteka yang tidak simetris. Penyebarannya di pengaruhi oleh kondisi

lingkugan perairan danau. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai

Juni 2018 di danau Diatas Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan sehari-hari masyarakat seperti mandi,

mencuci, kakus, pemanfaatan lahan sebagai lahan perkebunan sayur-sayuran serta

aktifitas perikanan karamba jaring apung. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui penyebaran Ceratium hirundinella yang terdapat di danau diatas.

Penelitian ini dilakukan dengan metoda Survay Deskriptive ditetapkan secara

Purposive Random Sampling. Sampel diambil pada enam stasiun dan masing-

masing stasiun terdiri dari tiga kali ulangan. Parameter fisika kimia air yang diukur

meliputi Suhu, pH, DO, CO2 bebas, N total, TSS dan kesadahan. Identifikasi sampel

dilakukan di Laboratorium Botani STKIP PGRI Sumatera Barat. Hasil penelitian

Page 79: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 72

didapatkan kerapatan individu pada stasiun I 2147,58 ind/l, Stasiun II 26,66 ind/l,

Stasiun III 292,41 ind/l, Stasiun IV 2164,33 ind/l, Stasiun V 628,66 ind/l dan

Stasiun IV 0,25 ind/l. kondisi fisika kimia air danau Diatas, suhu berkisar antara 21

– 22o C. Derajat keasaman (pH) berkisar antara 6,8 – 8,4. Oksigen terlarut berkisar

antara 5,6 – 7,2 mg/l. Karbondioksida bebas hanya terukur pada dua stasiun yaitu

di Stasiun I dan II berkisar antara 2.69 – 10,78 mg/l. Padatan tersuspensi berkisar

antara 2 – 10 mg/l. Nitrogen total berkisar antara 0.75 – 1.16 mg/l. Kesadahan

perairan yaitu 72,3 mg/l.

Kata kunci: Ceratium hirundinella, epiteka, kerapatan, and hipoteka.

I. PENDAHULUAN

Danau merupakan perairan tawar yang bersifat lentik dan dikelilingi oleh

daratan yang terjadi akibat adanya peristiwa geologis pada bumi. Pada ekosistem

danau ditemui berbagai tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi dan

berpengaruh terhadap bagian yang lainnya. Komposisi suatu danau terdiri dari

bentos, perifiton, nekton, neuston dan plankton.

Plankton merupakan makhluk hidup yang hidupnya mengapung,

mengambang, atau melayang dalam air yang kemampuan renangnya sangat terbatas

hingga selalu terbawa hanyut oleh air (Nontji, 2008). Berdasarkan ukurannya

plankton terdiri atas ultra nanoplankton, nanoplankton, mikroplankton dan

mesoplankton. Plankton ada yang dapat bergerak aktif sendiri seperti satwa atau

hewan yang disebut dengan plankton hewani (Zooplankton) dan ada juga plankton

yang dapat melakukan asimilasi (fotosintesis) seperti tumbuhan darat, kelompok ini

disebut dengan plankton nabati (Fitoplankton) (Fachrul, 2012).

Fitoplankton sangat penting dalam studi produktifitas perairan, karena

fitoplankton merupakan produsen primer yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap produksi total dalam ekosistem perairan (Asriyana dan Yuliana, 2012).

Penentuan jenis fitoplankton tergantung pada warna atau pigmen yang

dikandungnya. Kelas yang hidup sebagai Fitoplankton adalah Chlorophyceae,

Cyanophyceae, Euglenophyceae, Chrysophyceae, Bacillariophyceae dan

Dinophyceae (Sachlan, 1974). Selanjtnya Presscot (1974) menyatakan salah satu

Spesies yang dominan ditemukan di perairan tawar adalah Ceratium hirundinella.

Page 80: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 73

Komposisi Ceratium hirundinella ini dipengaruhi oleh keadaan fisika

kimia lingkungan, seperti suhu air, keadaan pH, karbondioksida bebas, oksigen

terlarut dan kesadahan.

Sumatera Barat memiliki lima danau, yaitu Danau Singkarak, Danau

Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah dan Danau Talang. Danau Diatas

Terletak di Kabupaten Solok. Pada umumnya air danau dimanfaatkan masyarakat

sekitar untuk mengairi pertanian, perikanan dan prasarana transportasi air.

Permasalahan lingkungan yang timbul yaitu adanya buangan limbah domestik,

perikanan dan pertanian.

Berdasarkan hasil observasi di danau Diatas yang berada pada kawasan

perairan di Kabupaten Solok, selain sebagai kawasan wisata, danau Diatas juga

dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas, seperti, perikanan dan kegiatan sehari-hari

masyarakat sekitar seperti mandi, cuci dan kakus, pemanfaatan lahan di sekitar

danau sebagai perkebunan sayur-sayuran. Aktifitas perikanan disekitar danau

Diatas diduga sangat berpengaruh terhadap keberadaan Ceratium hirundinella di

danau. Budidaya ikan di danau Diatas menggunakan karamba jaring apung (KJA)

dan pakan ikan yang digunakan berupa pakan buatan, yaitu pelet. Akibat dari

kegiatan tersebut terakumulasinya limbah organik yang berasal dari sisa-sisa pakan

dan kotoran ikan. Terurainya sisa pakan dan kotoran ikan diperairan akan

mempercepat pertumbuhan fitoplankton.

Kawasan sekitar danau memiliki topografi miring yang dimanfaatkan

sebagai lahan pertanian masyarakat berupa ladang sayur. Masyarakat sekitar

menggunakan pupuk dan pestisida untuk memelihara tanaman. Sisa-sisa dari pupuk

dan pestisidaakan terbawa hanyut oleh air hujan ke dalam danau. Pupuk merupakan

salah satu senyawa yang banyak mengandung nitrogen yang sedikit banyaknya

akan menyebabkan penyuburan perairan danau, sedangkan pestisida mengandung

bahan aktif beracun yang dapat mempengaruhi kualitas air akhirnya berpengaruh

terhadap keberadaan Ceratium hirundinella di perairan tersebut. Selain dari sisa

pupuk dan pestisida yang terbawa hanyut oleh air hujan juga membawa kikisan

tanah atau erosi ke badan air yang akan meningkatkan nilai kekeruhan yang dapat

menghambat laju fotosintesis fitoplankton. Selain dari lahan pertanian dipinggir

Page 81: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 74

danau juga terdapat beberapa rawa, rawa ini akan memicu penurunan pH.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan mempengaruhi penyebaran Ceratium

hirundinella.

Sehubungan dengan latar belakang masalah maka telah dilakukan penelitian

tentang Penyebaran Ceratium hirundinella yang Terdapat Di Danau Diatas

Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat.

II. METODA PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan bulan April 2018. Pengambilan sampel air

di danau Diatas Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Identifikasi sampel

dilakukan di Labolatorium Botani Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan

Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat. Analisis fisika kimia air yang

dilakukan yaitu suhu, pH, DO dan CO2bebasdilakukan di lapangan sedangkan

pengukuran TSS, Kesadahan dan N total dilakukan di Laboratorium UPTD Balai

Laboratorium Kesehatan Padang.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah net planktonnomor 25,

ember volume 10 liter, botol sampel 25 ml, mikroskop listrik binokuler, kertas

label, tisu, selotip, alat tulis, thermometer Hg, pH meter, jerigen volume 1 liter,

termos es, labu erlenmeyer 250 ml dan pipet tetes. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah formalin 37%, MnSO4, KOH/KI, H2SO4 pekat, amilum 1%,

Na2S2O3 0,025 N, NaOH 0,002 N dan fenolfetalen (pp) 1%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian tentang penyebaran Ceratium hirundinella yang terdapat di Danau

Diatas kabupaten Solok dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini.

Page 82: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 75

Tabel 1. Kerapatan individu rata-rata Ceratium hirundinella pada setiap stasiun.

Ʃ Individu

I II III IV V VI

2147,58 26,66 292,41 2164,33 628,66 0,25

Kerapatan individu Ceratium hirundinella tertinggi ditemukan pada stasiun I dan IV yaitu

berkisar antara 2147,58 – 2164,33. Kerapatan Ceratium hirundinella dengan nilai sedang

ditemukan pada stasiun III dan V yaitu berkisar antara 292,41 – 628,66. Sedangkan kerapatan

individu Ceratium hirundinella terendah yang di temukan pada penalitian ini terdapat pada

stasiun II dan VI dengan nilai berkisar antara 0,25 – 26,66.

Terdapatnya perbedaan penyebaran Ceratium hirundinella yang cukup mencolok ini di

sebabkan karena Ceratium hirundinella dapat hidup baik pada perairan dengan tingkat

kesadahan yang tinggi karena tubuh Ceratium hirundinella mengandung kapur. Sesuai dengan

data yang didapatkan bahwa tingkat kesadahan perairan danau Diatas ini tinggi yaitu 72,3 mg/l.

Selain itu Melimpahnya Ceratium hirundinella disebabkan karena Ceratium hirundinella

memiliki distribusi dan kemampuan adaptasi yang tinggi (Dwi, dkk., 2014). Menurut Mujib,

dkk., (2015) Ceratium hirundinella memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan variasi

nutrien sehingga mampu berkompetisi dengan genus yang lain.

V. KESIMPULAN

Kerapatan individu Ceratium hirundinella tertinggi ditemukan pada stasiun I dan IV yaitu

berkisar antara 2147,58 – 2164,33. Kerapatan Ceratium hirundinella dengan nilai sedang

ditemukan pada stasiun III dan V yaitu berkisar antara 292,41 – 628,66. Sedangkan kerapatan

individu Ceratium hirundinella terendah yang di temukan pada penalitian ini terdapat pada

stasiun II dan VI dengan nilai berkisar antara 0,25 – 26,66.

DAFTAR PUSTAKA

Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara : Jakarta.

Dwi C. S. Hadi E. Endang S. 2014. Struktur Komunitas Fitoplankton Pada Daerah

Pertambakan di Desa Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang. 4(3). 2014 : 527–

534.

Page 83: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 76

Fachrul, M. F. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara : Jakarta.

Mujib, A.S., Ario D. Yusli, W. 2015. Distribusi Spasial Dinoflagellata Planktonik di Perairan

Makassar, Sulawesi Selatan. 7(2). Desember 2015 : 479-492.

Nontji. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Prescott, G. W. 1975. AlgaeOf The Western Great Lakes Area. WCM, Dubuique Iowa: Brown

Company Publisher. Dubuque Iowa.

Sachlan, 1974. Planktonologi. Jakarta: Corespondensi Cours Center.

Page 84: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 77

JENIS-JENIS IKAN PADA KAWASAN INTERTIDAL DI TELUK

CAROCOK TARUSAN KENAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN

KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email: [email protected]

ABSTRACT

Fish is one of the important sources of nutrition for human survival. One of the fish-

producing regions is the Intertidal Area in the Bay of Carocok Kenagarian Tarakan,

Carocok Anau, Koto XI Tarusan District, South Coastal District. This study aims

to determine the types of fish in the Intertidal Area in the Gulf of Carocok

Kenagarian Tarakan Carocok Anau, Koto XI Tarusan District, South Coastal

District. This research was conducted in March-April 2018. Sampling was carried

out by descriptive survey method, and station determination was purposive random

sampling. Sampling was carried out at 3 stations, namely station I in the area close

to residential areas, station II in areas close to residential areas and on the edge of

the pier fishermen also parked ships and station III in areas far from residential

areas, around this area there fish ponds (floating net cages). The results showed that

caught fish species consisted of 2 orders, 9 families, 11 species namely yaitu

Equulites leuciscus, Pterocaesio chrysozona, Pterocaesio pisang, Pemheris analis,

Upeneus luzonius, Lutjanus lutjanus, Myripristis murdjan , Ostichthys kaianus,

Atule mate, Sphyraena chrysozona, Decapterus tabl.

Keywords: types of fish, survey method.

ABSTRAK

Ikan merupakan salah satu sumber gizi yang penting bagi kelangsungan hidup

manusia. Salah satu daerah penghasil ikan adalah Kawasan Intertidal Di Teluk

Carocok Tarusan Kenagarian Carocok Anau Kecamatan Koto XI Tarusan

Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Jenis-jenis

Ikan Pada Kawasan Intertidal Di Teluk Carocok Tarusan Kenagarian Carocok

Anau Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Maret-April 2018. Pengambilan sampel dengan metode

survey deskriptif, dan penetapan stasiun secara purposive random sampling.

Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun yaitu stasiun I pada kawasan yang

dekat dengan pemukiman penduduk, stasiun II pada kawasan yang dekat dengan

pemukiman penduduk dan ditepi dermaga para nelayan juga memarkir kapal dan

stasiun III pada kawasan yang jauh dari pemukiman penduduk, di sekitar

kawasan ini terdapat tambak ikan (keramba jaring apung). Hasil penelitian

diperoleh spesies ikan yang tertangkap terdiri dari 2 ordo, 9 famili, 11 spesies yaitu

Equulites leuciscus, Pterocaesio chrysozona, Pterocaesio pisang, Pemheris analis,

Lora Purnamasari, Nursyahra, Elsha Pratiwi Zamril

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Page 85: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 78

Upeneus luzonius, Lutjanus lutjanus, Myripristis murdjan , Ostichthys kaianus,

Atule mate, Sphyraena chrysozona, Decapterus tabl.

Kata kunci: jenis ikan, metode survey.

I. Latar Belakang

Keanekaragaman ikan di Indonesia termasuk tinggi. Hal ini berdasarkan data LIPI

(2010) diperkirakan terdapat 4000-6000 jenis ikan di seluruh perairan Indonesia

(Nurudin, 2013). Menurut (Genisa, 1999) berdasarkan penelitian dan beberapa

literatur diketahui tidak kurang dari 3.000 jenis ikan yang hidup di Indonesia. Dari

3.000 jenis tersebut sebanyak 2.700 jenis (90%) hidup di perairan laut dan sisanya

300 jenis (10%) hidup di perairan air tawar dan payau.

Zona intertidal (pasang surut) merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang

terdapat samudra dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali hanya beberapa

meter luasnya terletak di antara di air rendah. Zona ini merupakan bagian laut yang

mungkin paling banyak di kenal dan dipelajari karena sangat mudah dicapai

manusia. Hanya di daerah inilah penelitian terhadap organisme perairan dapat

dilaksanakan secara langsung selama periode air surut, tanpa memerlukan peralatan

khusus. Zona intertidal telah diamati dan dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman

prasejarah (Nybakken, 1988).

Berdasarkan survey telah terjadi pengurangan hasil tangkapan ikan yang diperoleh

oleh masyarakat disekitar kawasan tersebut, hal ini diduga karena aktifitas

penduduk di Carocok Tarusan melakukan penebangan hutan mangrove pada

kawasan intertidal tersebut yang dijadikan kayu bakar untuk keperluan rumah

tangga sehari-hari, yang berdampak pada kerusakan ekosistem mangrove. Selain

itu, di sekitar areal hutan mangrove terdapat pemukiman penduduk yang memiliki

WC umum yang digunakan masyarakat setempat untuk mandi dan mencuci dan air

PAM yang digunakan untuk air minum. Masyarakat sekitar juga membuang limbah

rumah tangga dan sampah lainnya sehingga sampah tersebut terbawa arus dan

terperangkap di areal mangrove. Dan ditepi dermaga para nelayan juga memarkir

kapalnya sehingga minyak (bahan bakar) tercecer di perairan tersebut. Berdasarkan

Page 86: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 79

permasalahan diatas diduga dapat menyebabkan terganggunya lingkungan di

perairan termasuk organisme yang hidup didalamnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis Ikan Pada Kawasan

Intertidal Di Teluk Carocok Tarusan Kenagarian Carocok Anau Kecamatan Koto

XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

II. Metode Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret-April 2018, Pada areal sekitar

kawasan Intertidal Di Teluk Carocok Tarusan Kenagarian Carocok Anau

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Kemudian, Identifikasi

sampel dilakukan di Laboratorium Zoologi Program Studi Pendidikan Biologi

STKIP PGRI Sumatera Barat Padang dan salinitas dilakukan di UPTD Balai

Laboratorum Kesehatan Gunung Pangilun Padang.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : mistar, jangka sorong,

kamera, loupe, plastik dengan ukuran bervariasi, karet, kotak plastik (stoples)

dengan ukuran bervariasi, styrofoam, jarum suntik, jarum pentul, kertas label, alat

tulis, sarung tangan, buku identifikasi ikan dan alat tangkap ikan berupa jaring

dengan ukuran mata jaring 0,5 x 0,5 Inchi. Bahan yang digunakan alkohol 70%.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif,

dengan pengambilan sampel secara purposive random sampling berdasarkan

kondisi kawasan yang berbeda. Sampel yang didapat diidentifikasi di Laboratorium

Zoologi Program studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat Padang.

Penelitian ini menggunakan tiga stasiun. Stasiun I di dekat Bukit Mandeh, aktifitas

penduduk disana melakukan penebangan hutan mangrove untuk dijadikan kayu

bakar sebagai keperluan rumah tangga sehari-hari, yang berdampak pada kerusakan

ekosistem mangrove. Panjang hutan mangrove ±1 Km. Stasiun II Di sekitar

pemukiman penduduk kawasan hutan mangrove terdapat WC umum yang

digunakan masyarakat setempat untuk mandi dan mencuci dan PAM yang

digunakan untuk air minum. Masyarakat sekitar juga membuang limbah rumah

tangga dan sampah lainnya sehingga sampah tersebut terbawa arus dan

terperangkap di areal mangrove. Dan juga ditepi dermaga para nelayan juga

memarkir kapalnya sehingga minyak (bahan bakar) tersebut tercecer di perairan.

Page 87: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 80

Panjang hutan mangrove ±2 Km. Stasiun III berlokasi di kawasan yang jauh dari

pemukiman penduduk, di sekitar kawasan ini terdapat tambak ikan (keramba jaring

apung). Keadaan hutan mangrove pada areal kawasan ini sangat bagus dan belum

terganggu oleh campur tangan masyarakat setempat. Panjang hutan mangrove ±2

Km.

Pengambilan sampel dilakukan dengan alat tangkap berupa jaring, yang dalam

pemakaiannya dipasang tegak lurus di dalam air, supaya bisa menghadang arah

gerak ikan (Soesono, 1980 dalam Putra, 2017). Jaring yang digunakan mempunyai

ukuran, panjang 30 meter, lebar 1,5 meter dengan ukuran mata jaring yaitu 0,5 x

0,5 Inchi. Pada bagian atas jaring (tali ris atas) terdapat pelampung sebanyak 1 buah

tiap meternya, sedangkan pada bagian bawah (tali ris bawah) dikaitkan dengan

pemberat sebanyak 4 buah tiap meternya. Pelampung dan pemberat berguna untuk

menegakkan posisi jaring selama di dalam air agar tidak terbawa arus atau

gelombang. Sampel diambil pada saat bulan terang dan bulan gelap. Jaring dipasang

sebanyak 2 buah pada masing-masing stasiun.

Sampel ikan yang didapat dihitung jumlahnya, dicuci bersih, diletakkan di atas

Styroform dan tusuk dengan jarum, kemudian difoto dan diukur panjangnya.

Sampel ikan selanjutnya diawetkan dengan larutan alkohol 70% dalam plastik yang

telah diberi label (lokasi tangkap, waktu, nama lokal ikan dan kolektor). Sampel

yang telah dikoleksi langsung dari lapangan dibawa ke laboratorium untuk

pengukuran dan identifikasi lanjutan.

III. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada ketiga stasiun di Teluk Carocok

Tarusan Kenagarian Carocok Anau Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir

Selatan diperoleh hasil sebagai berikut

Page 88: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 81

Tabel 1. Jenis Ikan yang Tertangkap pada Bulan Terang

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis ikan yang diperoleh terdiri dari 1

ordo yaitu Perciformes, 4 famili yaitu Leiognathidae, Scombridae, Sphyranidae,

Carangidae dan 4 spesies yaitu Equulites leuciscus (Gunther, 1860), Atule mate

(Cuvier, 1833), Sphyraena chrysozona (Linnaeus, 1758), Decapterus tabl (Berry,

1968).

Tabel 2. Jenis Ikan yang Tertangkap pada Bulan Gelap

Page 89: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 82

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis ikan yang diperoleh terdiri dari 2

ordo yaitu Perciformes dan Beryciformes, 6 famili yaitu Leioghnathidae,

Caesionidae, Pempheridae, Mulidae, Lutjanidae, Holocentridae dan 8 spesies yaitu

Equulites leuciscus (Gunther, 1860), Pterocaesio chrysozona (Cuvier, 1830),

Pterocaesio pisang (Bleeker, 1853), Pemheris analis (Waite, 1910), Upeneus

luzonius (Jordan and Seale, 1907), Lutjanus lutjanus (Bloch, 1790), Myripristis

murdjan (Forsskal, 1775) dan Ostichthys kaianus (Gunther, 1880).

Jenis ikan yang didapatkan di Teluk Carocok Tarusan Kenagarian Carocok Anau

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan pada bulan terang sebanyak

4 spesies dan pada saat bulan gelap sebanyak 8 spesies. Hasil penelitian ini lebih

sedikit dibandingkan dengan penelitian (Yogi, 2015) yang juga dilakukan pada

lokasi yang sama pada tahun 2014, dimana pada penelitiannya ikan yang

ditemukan sebanyak 19 spesies. Hal ini disebabkan karena Yogi memakai 6 alat

tangkap yaitu jaring, pancingan, jala, tangguk, tembak ikan dan bubu lipat

sedangkan peneliti hanya menggunakan 1 alat tangkap yaitu jaring saja.

Jenis ikan pada yang terdapat pada kawasan intertidal di Teluk Carocok Tarusan

Kenagarian Carocok Anau Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan

yaitu dimana ikan yang terdapat pada saat bulan terang lebih sedikit dibandingkan

bulan gelap. Menurut (Jatmiko, 2015) posisi relatif bulan terhadap bumi

menimbulkan pengaruh berupa pasang surut permukaan air laut dan pencahayaan

alami di laut yang mengakibatkan adanya dinamika alami perilaku binatang laut

sehingga keragaman spesies hasil tangkapan dipengaruhi oleh periode bulan.

Perubahan periode hari bulan dapat mengindikasi waktu yang baik dalam kegiatan

operasi penangkapan karena adanya perbedaan intensitas cahaya pada setiap

periode hari bulan dan akan mempengaruhi ikan yang memiliki sifat fototaksis

positif maupun negatif terhadap cahaya sehingga perbedaan intensitas akan

berpengaruh terhadap volume hasil tangkapan.

Pada saat bulan terang pada stasiun I jumlah spesies ikan yang telah di peroleh

sebanyak 2 spesies yang memiliki jumlah total yaitu 4 individu. Pada stasiun II

jumlah spesies ikan yang telah di peroleh sebanyak 2 spesies yang

memiliki jumlah total yaitu 3 individu, dimana spesies yang banyak ditemukan

Page 90: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 83

Dan pada stasiun III jumlah spesies ikan yang telah di peroleh sebanyak 4 spesies

yang memiliki jumlah total yaitu 9 individu. Baik antara stasiun I, II maupun III

spesies yang paling banyak ditemukan sama yaitu Ikan maco (Equulites leuciscus).

Dan pada stasiun I spesies yang paling sedikit ditemukan yaitu ikan gambolo aceh

(Decapterus tabl), pada stasiun II dan III spesies yang paling sedikit ditemukan

sama yaitu ikan tete (Sphyraena chrysozona).

Pada saat bulan gelap pada stasiun I jumlah spesies ikan yang telah di peroleh

sebanyak 3 spesies yang memiliki jumlah total yaitu 13 individu. Pada stasiun II

jumlah spesies ikan yang telah di peroleh sebanyak 6 spesies yang

memiliki jumlah total yaitu 23 individu, dimana spesies yang banyak ditemukan

Dan pada stasiun III jumlah spesies ikan yang telah di peroleh sebanyak 8 spesies

yang memiliki jumlah total yaitu 27 individu. Baik antara stasiun I, II maupun III

spesies yang paling banyak ditemukan sama yaitu Ikan maco (Equulites leuciscus).

Dan pada stasiun I spesies yang paling sedikit ditemukan yaitu ikan gambolo aceh

(Decapterus tabl), pada stasiun II spesies yang paling sedikit ditemukan sama yaitu

ikan tete (Sphyraena chrysozona) dan ikan kakap (Lutjanus lutjanus) dan pada

stasiun III spesies yang paling sedikit ditemukan sama yaitu ikan sirandang

(Myriptis murdjan).

Berdasarkan hasil pengamatan penelitian yang dilakukan dari seluruh stasiun baik

stasiun I, II dan III pada saat saat bulan terang maupun bulan gelap ikan maco

(Equulites leuciscus) merupakan ikan yang memiliki kepadatan populasi yang

paling tinggi dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya di seluruh stasiun penelitian

pada kawasan intertidal baik pada saat bulan terang maupun pada saat bulan gelap.

Pada bulan terang ikan yang kepadatan populasinya paling sedikit yaitu ikan

tandeman (Atule mate). Pada bulan gelap ikan yang kepadatan populasinya paling

sedkit yaitu ikan sirandang (Myripristis murdjan). Pada stasiun I maupun stasiun

II spesies ikan tandeman (Atule mate) dan ikan sirandang (Myripristis murdjan)

tidak ditemukan pada kedua stasiun. Hal ini disebabkan karena pada satsiun I

aktivitas penduduk sekitar pada kawasan intertidal ini melakukan penebangan

hutan mangrove yang dijadikan untuk kayu bakar sebagai keperluan rumah tangga

sehari-hari dan pada stasiun II masyarakat sekitar juga membuang limbah rumah

Page 91: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 84

tangga dan sampah lainnya serta ditepi dermaga para nelayan juga memarkir

kapalnya sehingga bahan bakar tersebut tercecer diperairan. Menurut (Putra, 2017)

daerah penelitian banyak terdapat sampah dan limbah rumah tangga yang masuk ke

dalam badan perairan dapat menyebabkan kualitas perairan tercemar, yang secara

tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas air dan berdampak pada ikan.

Pada stasiun III di kawasan intertidal saat bulan terang maupun saat bulan gelap

banyaknya ditemukan spesies diperairan tersebut. Hal ini disebabkan karena lokasi

pada kawasan tersebut jauh dari pemukiman penduduk dan sekitar kawasan juga

terdapat tambak ikan (keramba jaring apung).

IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis ikan yang tertangkap terdiri

dari 2 ordo, 9 famili, 11 spesies yaitu Equulites leuciscus, Pterocaesio chrysozona,

Pterocaesio pisang, Pemheris analis, Upeneus luzonius, Lutjanus lutjanus,

Myripristis murdjan , Ostichthys kaianus, Atule mate, Sphyraena chrysozona,

Decapterus tabl.

Daftar Pustaka

Genisa, A,S.1999. Pengenalan Jenis-jenis Ikan Laut Ekonomi Penting Di

Indonesia. Balitbang Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Jalil dan Jarniati. 2012. Analisis Parameter Fisika Kimia Perairan Muara Sungai

Salotellue. Jurnal Bidang Keilmuan. Unit Program Belajar Jarak Jauh

Universitas Terbuka Makassar.

Jatmiko, G.G. 2015. Analisis Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil

Tangkapan Dan Pendapatan Usaha Mini Purse Seine Di Ppp Morodemak,

Demak. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Michael. P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.

Jakarta: UI Press.

Nurudin, F,A. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan Di Sungai Sekonter Taman

Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Skripsi. Semarang: UNS.

Page 92: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 85

Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut. Jakarta: Gramedia.

Putra, Rozi, A. 2017. Komposisi Ikan di Kawasan Hutan Mangrove Kenagarian

Kambang Barat Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan.

Skripsi. STKIP PGRI SUMBAR. Padang.

Saraswati Ni Luh,.G.R.A. Yulius. Agustin, R. Hadiwijaya, L. Salim. Aid, H. Eva,

M. 2017. Kajian Kualitas Air Untuk Wisata Bahari Di Pesisir Kecamatan

Moyo Hilir Dan Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa. Fakultas

Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Bali.

Yogi, P. 2015. Jenis-jenis Ikan Pada Areal Sekitar Kawasan Hutan Mangrove Di

Teluk Carocok Tarusan Kenagarian Carocok Anau Kecamatan Koto XI

Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Skripsi. STKIP PGRI SUMBAR.

Padang.

Page 93: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 86

KARAKTERISTIK POPULASI KERANG AIR TAWAR (Corbicula

moltkiana) DI BATANG ANTOKAN KENAGARIAN III KOTO UTARA

KECAMATAN IV KOTO AUR MALINTANG KABUPATEN PADANG

PARIAMAN

Ismed Wahidi dan Armein Lusi Zeswita,

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Jalan Gunung Pangilun Padang, Kota Padang, Sumatera Barat

Email: [email protected]

ABSTRACT

Freshwater clam Corbicula moltkiana are shells that are found in the waters of lakes

and rivers around West Sumatra. This freshwater mussel known as the local name

is “pensi”, belonging to the Corbiculidae family, lives in muddy and sandy fresh

waters. One of the Rivers found in West Sumatra is the Batang Antokan River

which is the habitat of Corbicula moltkiana shells. Freshwater mussels are

consumed by the community as a source of animal protein and fresh water shells

are used by the community for food needs and sold on the market, besides that there

are also community activities such as public toilets, as well as agricultural waste

entering the Batang Antokan River. The number of residents' activities is thought

to cause pollution and affect the life of Corbicula moltkiana. This study aims to

determine the population density of freshwater shells in the Batang Antokan

River.This research was conducted in March 2018 on the Batang Antokan River.

This research uses descriptive survey method with purposive sampling technique.

By setting three stations, sampling using a quadratic frame of 50x50 cm2.Based on

the results of the study. Pattern distribution of clam are fisrt location is 1,168, scond

location is 1,389 and third location is 1,452. Chategori of These value is clump. The

highest population density was obtained at station 3, which was 711 ind / m2, while

the lowest population density was obtained at station 2, which was 236 ind / m2.

The total population density of freswater mussels found in the stalk of stems is very

high, and the physical-chemical factors in the stalks are still within the normal

range.

Keywords: Water Mussels, Corbicula moltkiana, Population.

ABSTRAK

Kerang air tawar Corbicula moltkiana adalah cangkang yang ditemukan di perairan

danau dan sungai di sekitar Sumatera Barat. Kerang air tawar ini dikenal dengan

nama lokal "Pensi", adalah keluarga milik keluarga, tinggal di air tawar berlumpur

dan berpasir. Salah satu Sungai ditemukan di Sumatera Barat, Batang Antokan,

yang merupakan habitat cangkang Corbicula moltkiana. Kerang air tawar juga

merupakan sumber protein hewani dan cangkang air tawar, serta kegiatan

masyarakat seperti toilet umum, serta pertanian limbah yang memasuki Batang

Sungai Antokan. Banyaknya kegiatan warga merupakan penyebab polusi dan

mempengaruhi kehidupan Corbicula moltkiana. Sungai Antokan Batang adalah

sumber paling efektif untuk cangkang air tawar di Sungai Batang Antokan.

Page 94: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 87

Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif dengan teknik purposive

sampling. Dengan mengatur tiga stasiun, pengambilan sampel menggunakan frame

kuadrat 50x50 cm2. Berdasarkan hasil penelitian. Distribusi pola lokasi fisik adalah

1,168, lokasi Scond adalah 1,389 dan lokasi ketiga adalah 1,452. Kategori nilai ini

rumpun. Kepadatan tertinggi diperoleh di stasiun 3, yaitu 711 ind / m2, sedangkan

kepadatan terendah diperoleh di stasiun 2, yaitu 236 ind / m2. Kepadatan populasi

total kerang air ditemukan di tangkai batang sangat tinggi, dan faktor fisik-kimia

masih dalam kisaran normal.

Kata kunci: Kerang Air, Corbicula moltkiana, Populasi.

I. PENDAHULUAN

Perairan secara umum adalah perairan di permukaan bumi yang secara

permanen atau berkala digenangi oleh air, baik air tawar, air payau, maupun air laut,

mulai dari garis pasang terendah ke arah daratan dan air tersebut terbentuk secara

alami maupun buatan . Sekitar 75% dari permukaan bumi ditutupi perairan,

terutama perairan asin, sedangkan sisanya adalah perairan tawar dan perairan payau

(Kasri dan Fajri, 2012).

Sumatera Barat memiliki beberapa danau salah satunya yaitu danau

Maninjau, yang memiliki aliran air keluar ke Sungai Batang Antokan. Sungai

Batang Antokan terletak di Kabupaten Agam dan Kabupaten Padang Pariaman.

Tersebar ke beberapa Kecamatan diantaranya yaitu Kecamatan IV Koto Aur

malintang, yang bermuara dari Tiku dan hulunya di Danau Maninjau.

Salah satu sumber daya hayati yang terdapat di Sungai Batang Antokan

adalah kerang air tawar. Kerang air tawar atau Corbicula moltkiana merupakan

jenis kerang yang dikenal oleh masyarakat Sumatera Barat dengan nama pensi,

kerang ini memiliki peranan dalam perairan, karena kerang sebagai organisme

“filter feeders” yang dapat mengurangi dan mendaur material-material yang ada

dalam perairan seperti sedimen, bahan organik, bakteri, dan fitoplankton sebagai

makanannya maupun sebagai bahan partikulat.

Berdasarkan hasil observasi penulis dengan masyarakat di desa Alahan

Bakali Kecamatan IV Koto Aur Malintang kerang air tawar dapat ditemukan pada

dua tempat yang berpasir dan berlumpur. Kerang air tawar (pensi) sebelumnya

banyak ditemukan di Sungai Batang Antokan tetapi pada saat sekarang sudah

Page 95: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 88

sedikit ditemukan. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan kerang air tawar oleh

masyarakat, dimana diantaranya sebagai sumber protein hewani, dengan cara

mengambil langsung dari habitatnya tanpa memperhitungkan keberadaannya.

Masyarakat di sekitar Batang Antokan mengambil kerang air tawar hampir

setiap hari secara langsung di sungai Batang Antokan. Pengambilan kerang air

tawar dilakukan dengan jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan makanan

dan dijual di pasaran. Hasil yang didapatkan oleh warga dari pengambilan kerang

air tawar ini satu hari sekitar 15 liter. Dari kenyataan yang terlihat di lapangan

selain dari pengambilan kerang air tawar yang dilakukan oleh masyarakat juga

terlihat aktivitas warga seperti MCK yang terdapat disepanjang aliran sungai.

Kemudian di sekitar sungai terdapat sawah yang alirannya dialirkan ke sungai

Batang Antokan.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret 2018 di Sungai Batang

Antokan Kenagarian III koto Utara Kecamatan IV koto Aur Malintang Kabupaten

Padang Pariaman. Sedankan uji kadar subsrat organik (KOS) di Laboratorium

Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penlitian ini adalah Alat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah bingkai kuadrat ukuran 50 x 50 cm, ember,

label, kantong plastik, kaki tiga, erlenmeyer, gelas ukur 150 ml, spritus,pipet tetes,

suntik 1ml dan 10 ml, botol kaca 150 ml, thermometer Hg, pH meter, saringan,

kamera dan alat-alat tulis. Bahan yang digunakan adalah tissu, MnSO4, H2SO4

pekat, KOH/KI, N������, alkohol 70% dan sampel Corbicula moltkiana.

Penelitian dilakukan dengan metode survey deskriptif dan teknik

pengambilan sampel purposive sampling. Stasiun I di area hulu sungai karena pada

hulu sungai belum terjadi pencemaran dan tidak ada aktivitas warga dalam mencari

kerang air tawar. Stasuin II ini terdapat aliran air sawah dan aktivitas warga seperti

MCK yang masuk ke dalam aliran sungai, dan stasiun III di area aktivitas

wargadalam mencari kerang air tawar.

Page 96: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 89

III. HASIL

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Batang Antokan Kenagarian

III Koto Utara Kecamatan IV Koto Aur Malintang Kabupaten Padang Pariaman di

dapatkan kepadatan populasi kerang air tawar (Corbicula moltkiana)dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1.Kepadatan populasi dan pengukuran faktor lingkungan habitat (Corbicula

moltkiana)

Lokasi Jumlah

individu

Ind/m2 Suhu

0C

pH DO

mg/l

KOS %

Stasiun I 689 276 28 8,3 8 0,661

Stasiun II 591 236 27 7,0 9 0,534

Stasiun III 1778 711 25 8,0 8 0,825

Jumlah individu 3058 1020 - - - -

Rata-rata 1020 408 - - - -

IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kepadatan

populasi kerang air tawar di Batang Antokan Kenagarian III Koto Utara Kecamatan

IV Koto Aur Malintang Kabupaten Padang Pariaman dengan total kepadatan

populasi yaitu 408 ind/m2. Kepadatan populasi yang didapatkan paling tinggi pada

stasiun III yaitu 711 ind/m2 dan kepadatan populasi terendah pada stasiun II yaitu

236 ind/m2. Untuk faktor lingkungan suhu berkisar 25-280C, pH 7-8,3, oksigen

terlarut 8-9 mg/l, dan kadar organik subrat 0,534-0,825%.

Kerang air tawar (Corbicula moltkiana) yang ditemukan di sungai Batang

Antokan dengan kepadatan tertinggi pada stasiun III yaitu 711 ind./m2dan

kepadatan terendah pada stasiun II yaitu 236 ind./m2 . Kepadatan populasi rata-rata

kerang air tawar yang ditemukan di kawasan sungai Batang Antokan yaitu 408

ind./m2. Kepadatan populasi yang diperoleh dalam penelitian ini , termasuk ke

dalam kepadatan populasi yang sangat tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Tuan

(2000) dalam Octavina (2014) bahwa kerang dengan kepadatan 51-100 ind/m2

Page 97: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 90

tergolong tinggi, kepadatan 16-50 ind/m2 tergolong sedang, dan kepadatan 7-16

ind/m2 tergolong rendah.

Pada stasiun III ini yang paling banyak ditemukan kerang air tawar karena

lokasi ini memiliki subsrat berlumpur sehingga dapat mendukung kehidupan kerang

di stasiun ini.

Kepadatan populasi tertinggi kedua yaitu pada stasiun I, pada stasiun ini

tidak adanya aktivitas warga dalam mencari kerang air tawar sehingga habitat masih

terjaga, pada stasiun ini memiliki perbedaan jumlah kepadatan populasi yang jauh

berbeda dengan stasiun III karena pada stasiun ini banyak tedapat batu dan kerikil.

Berbeda dengan stasiun II pada lokasi ini yang kepadatan populasi terendah dimana

pada lokasi ini dipengaruhi oleh berbagai aktifitas manusia seperti adanya aktivitas

warga seperti MCK, dan lahan pertanian warga dimana limbah dari lahan pertanian

ini dialirkan kedalam sungai. Limbah pertanian yang masuk ke dalam sungai ini

juga mempengaruhi keberadaan dari kerang air tawar. Sama halnya dengan stasiun

I, pada stasiun II juga banyak terdapat kerikil sehingga dengan dasar subsrat

tersebut habitat dari kerang air tawar tidak mendukung untuk kehidupan kerang air

tawar.

Aktivitas manusia ini menyebabkan terganggunya habitat alami kerang

terutama mikrohabitatnya. Perbedaan kepadatan antar stasiun dipengaruhi oleh

substrat dasar perairan pada habitat kerang air tawar (Corbicula moltkiana). Stasiun

I dan II memiliki substrat dasar berbatu, berkerikil dan berpasir. Dasar perairan

berbatu dan berkerikil kurang mendukung bagi kehidupan kerang air tawar karena

kerang air tawar lebih menyukai perairan dengan substrat dasar pasir berlumpur.

Berbeda dengan stasiun III pada lokasi ini subsrat yang terdapat adalah pasir

dan berlumpur sehingga pada stasiun ini yang banyak ditemukan kerang air tawar

karena subsrat ini sangat mendukung bagi kehidupan kerang air tawar sesuai

dengan Hasil penelitian Zeswita (1999) di Danau Maninjau menyatakan bahwa

kepadatan Corbicula moltkianatertinggi didapatkan pada daerah yang memiliki

substrat pasir berlumpur. Sementara dari penelitian Zeswita et. al (2016) mendapat

kerang air tawar C. Sumatrana ditemukan padasubsrat berpasir di Danau

Singakarak.

Page 98: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 91

Kepadatan populasi kerang air tawar (Corbicula moltkiana) juga

dipengaruhi oleh Faktor Fisika Kimia Air di sungai Batang Antokan Kenagarian III

Koto Utara Kecamatan IV Koto Aur malintang Kabupaten Padang Pariaman pada

Temperatur air pada masing-masing stasiun berbeda yaitu berkisar antara 25-28 0C.

Temperatur pada masing lokasi cenderung menurun dengan bertambahnya

kedalaman perairan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya

matahari yang dapat diubah menjadi energi panas dalam badan perairan sehingga

menyebabkan suhu semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman.

Faktor yang menyebabkan perbedaan temperatur air adalah perbedaan waktu

pengambilan sampel dan kondisi cuaca saat pengukuran. Hasil ini tergolong baik

karena menurut Kordi (2011) suhu optimal untuk kelangsungan hidup kerang

berkisar antara 25-32 0C.

Nilai pH pada masing–masing lokasi relatif sama yaitu berkisar antara 7-8.

Sebagian besar stasiun I memperlihatkan pH yaitu 8,3, stasiun II memiliki pH 7

dan stasiun III memiliki pH 8. Nilai pH tersebut mendukung untuk kehidupan

kerang. Menurut Welch dan Lindell (1998)dalam Dea Rahayu (2014), kerang dapat

hidup baik pada kisaran pH 5,6-8,3. Berdasarkan analisis regresi yang menunjukkan

bahwa faktor substrat organik dan tingkat pH memberikan nilai positif, yang berarti

bahwa kedua faktor ini mempengaruhi ketersediaan kerang di habitat.

Oksigen terlarut yang terdapat pada kawasan ini berkisar 8-9 mg/l. Kadar

oksigen terlarut di dalam masa air nilainya adalah relatif dan bervariasi, biasanya

berkisar antara 6-14 mg/l. (Comel dan Miller, 1995 dalam Patty, 2016).

Berdasarkan penelitian Zeswitaet.al 2016 di danau Singkarak Dissolved Oxygen

(DO) Faktor memberikan korelasi negatif: setiap kali terjadi peningkatan 1 ppm

akan menyebabkan penurunan kepadatan populasi

Selain itu kepadatan populasi kerang air tawar juga dipengaruhi oleh kadar

organik substrat (KOS). Kadar organik subsrat tertinggi ditemukan pada stasiun III

dengan subsrat berlumpur dikarenakan pada subsrat yang mengandung lumpur

banyak mengandung nutrien untuk kelangsungan hidup kerang air tawar.

Sedangkan kandungan organik subsratterendah terdapat pada stasiun II yang

Page 99: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 92

memiliki bentuk subsrat hanya mengandung pasir yang jumlah nutriennya sangat

sedikit karena hanya terdapat banyak pori udara didalammnya.

Makrobentos yang mempunyai sifat penggali substrat seperti kerang air

tawar cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang

merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi (Rizal, dkk, 2013).

Kadar organik substrat pada stasin I, II dan III adalah 0,661%, 0,534% dan 0,825%.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sungai Batang Antokan

Kenagarian III Koto Utara Kecamatan IV Koto Aur malintang Kabupaten Padang

Pariaman dapat disimpulkan bahwa:

1. Kepadatan populasi kerang air tawar ( Corbicula moltkiana) yang ditemukan di

sungai Batang Antokan Kenagarian III Koto Utara Kecamatan IV Koto Aur

Malintang Kabupaten Padang Pariaman adalah 408 ind/m2.

2. Kondisi fisika-kimia perairan masih dalam kisaran toleransi untuk kelangsungan

hidup kerang air tawar.

DAFTAR PUSTAKA

Kasri.A.Fajri,E. 2012.Kualitas Perairan Muara sungai Siak Di Tinjau Dari

Parameter Fisika-Kimia Dan Organisme. Jurnal Berkala Perikanan. Vol

40. No. 2.

Octavina. C, Yulianda, F, Krisanti, M.2014. Struktur Komonitas Tiram Daging di

Perairan Estuari Kuala Ggieng Kabupaten Aceh Besar Provinsi AcehPdf.

ISSN 2089-7790. Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Darmaga

Patty, S. 2016. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen terlarut, di Perairan Kema

Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Proyek Penelitian Oseanografi

Termatik. 1 (3): 149-152

Silviana D.R. Nurdin J. and Izmiarti. 2014. Kepadatan Populasi dan Distribusi

Ukuran Cangkang Kerang Lokan (Rectidens sp.) di Perairan Tanjung

Mutiara Danau Singkarak, Sumatera Barat.Jurnal Biologi Universitas

Andalas (J. Bio. UA.) 3(2) – Juni 2014 : 109-115 (ISSN : 2303-2162).

Zeswita, A. L. 1999. Habitat, Kepadatan Populasi , Pola Distribusi dan

Selektivitas Makan Pensi (Corbicula moltikana

Prime).ThesisPascasarjana Universitas Andalas Padang.

Page 100: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 93

Zeswita, A. L. Dahelmi, I. J. Zakaria and S. Salmah. 2016. Study Population Of

Freshwater Shellfish CorbiculaSumatrana In Singkarak Lake West

Sumatra Indonesia. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and

Chemical Sciences. Vol 7 (6). ISSN: 0975-8585

Page 101: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 94

KEPADATAN POPULASI Littoraria scabra PADA ZONA INTERTIDAL DI

PANTAI BATU KALANG KECAMATAN KOTO XI TARUSAN

KABUPATEN PESISIR SELATAN

ABSTRACT

Gastropods are often used as bio-indicators of water quality. Batu Kalang Beach,

Koto XI Subdistrict Tarusan Selatan Coastal District is an area that is used as a

tourist attraction and around the coast there are also residential areas. This beach

is used as a community as an economic resource such as fishermen and selling

around the coast. Besides that, there are also garbage from beach visitors. With

the many activities carried out by the community on the coast, it will disturb the

Gastropod habitat, especially the species of Littoraria scabra. In connection with

this research has been carried out with the aim to determine the population density

of Liitoraria scabra and environmental physical chemical factors in Batu Kalang

Beach, Koto XI Tarusan District, South Coastal District. This research was

conducted in April 2018, with a descriptive survey method. Sampling using a

transect belt, and sample identification was carried out at the STKIP PGRI West

Sumatra Zoological Laboratory. Based on the research that has been done, the

population density of littoraria scabra is 23.2 individuals / m2. The physical and

chemical conditions of waters in Batu Kalang Beach, Koto XI Subdistrict Tarusan

Selatan Regency are still within the tolerance range for Gastropod life especially

Littoraria scabra.

Keywords: Intertidal Zone, Littoraria scabra, Population Density

ABSTRAK

Gastropoda sering digunakan sebagai bioindikator terhadap kualitas perairan.

Pantai Batu Kalang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan

merupakan kawasan yang dijadikan objek wisata dan di sekitar pantai juga

terdapat pemukiman penduduk. Pantai ini dijadikan masyarakat sebagai sumber

perekonomian seperti nelayan dan berjualan di sekitar pantai. Selain itu juga

terdapat sampah-sampah yang berasal dari pengunjung pantai. Dengan banyaknya

kegiatan yang dilakukan masyarakat di pantai tersebut maka akan mengganggu

habitat Gastropoda khususnya spesies Littoraria scabra. Sehubungan dengan itu

telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kepadatan populasi

Liitoraria scabra dan faktor fisika kimia lingkungan di Pantai Batu Kalang

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini dilakukan

pada bulan April 2018, dengan metode survey deskriptif. Pengambilan sampel

menggunakan belt transek, dan identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium

Febri Yanti, Widuri Handayani, Armein Lusi Zeswita

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Email: [email protected]

Page 102: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 95

Zoologi STKIP PGRI Sumatera Barat. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan diperoleh kepadatan populasi littoraria scabra yaitu 23,2 individu/m2..

Kondisi fisika kimia perairan di Pantai Batu Kalang Kecamatan Koto XI Tarusan

Kabupaten Pesisir Selatan masih dalam kisaran toleransi untuk kehidupan

Gastropoda khususnya Littoraria scabra.

Kata Kunci : Kepadatan Populasi, Littoraria scabra, Zona Intertidal

I. PENDAHULUAN

Ekosistem pesisir merupakan suatu ekosistem yang berbatasan dengan

darat, laut dan daerah pasang surut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh siklus harian

pasang surut air laut. Ekosistem pesisir mempunyai kekayaan biota laut yang

beragam dan saling berinteraksi antara biota tersebut (Suwondo, Febrita, dan

Siregar, 2012). Biota laut yang ditemukan yaitu hewan vertebrata dan

invertebrata. Salah satu hewan invertebrata yang hidup di perairan pesisir pantai

adalah kelompok Gastropoda.

Gastropoda hidup di dasar perairan dengan cara menempel ataupun

mengubur diri dalam substrat. Organisme ini memiliki penyebaran substrat yang

luas yaitu berbatu, berpasir dan berlumpur (Suartini, 2010 dalam Situmorang,

2014). Gastropoda sering digunakan sebagai bioindikator terhadap kualitas

perairan (Kawuri, Suparjo, dan Suryanti, 2012). Suatu lingkungan perairan yang

tercemar akan mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalam perairan

tersebut. Penyebaran Gastropoda erat sekali hubungannya dengan kondisi perairan

dimana organisme ini ditemukan. Beberapa diantaranya adalah faktor fisika,

kimia, dan biologi seperti temperatur, salinitas, pH, kandungan bahan organik dan

oksigen (Ruswahyuni, 2008).

Menurut Clarke (1972) serta Leon dan Hansen (2003) dalam Tupan (2009)

menyatakan bahwa genus Littoraria ditemukan hidup pada akar, batang, dan daun

pohon mangrove, serta sanggup bertahan hidup hanya dengan percikan-percikan

air pasang. Sedangkan menurut Alfaro (2008), Littoraria scabra adalah hewan

Page 103: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 96

herbivora yang sebagian besar makanannya seperti mikroalgae, lembaran-

lembaran makrofita, filamen algae dan jaringan mangrove, diperoleh selama

periode surut pada bagian bawah pohon mangrove (akar dan batang), sedangkan

pada bagian atas pohon mangove (ranting dan daun) tersedia dalam jumlah

terbatas selama periode pasang.

Pantai Batu Kalang Pesisir Selatan merupakan pantai yang dijadikan

sebagai tempat rekreasi, pariwisata dan sebagai sumber perekonomian penduduk

setempat misalnya menangkap ikan, dan berdagang di sekitar pantai. Pantai Batu

Kalang dihuni oleh berbagai jenis biota laut, baik invertebrata maupun vertebrata,

yang sebagian besar merupakan biota penting dan bernilai ekonomi. Salah satu

kelompok fauna yang sering dijumpai pada daerah pantai ini adalah Gastropoda.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dengan

penduduk di sekitar pantai, Pantai Batu Kalang sudah mulai tercemar.

Pencemaran tersebut diakibatkan oleh limbah rumah tangga dari rumah penduduk

di sekitar pantai dan di sepanjang pantai terdapat sampah-sampah yang berasal

dari pengunjung pantai. Selain itu adanya kapal-kapal nelayan yang menggunakan

bahan bakar juga ikut mencemari pantai tersebut. Hal ini tentu akan berpengaruh

terhadap keberadaan Gastropoda di dalam ekosistem perairan pesisir pantai.

II. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei

deskriptif yaitu pengambilan sampel dilakukan langsung di lapangan.

Pengambilan sampel menggunakan belt transect ukuran 50 cm x 50 cm 10

bingkai kuadrat disusun sejajar dengan bibir pantai.

III. HASIL

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pantai Batu Kalang

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan didapatkan hasil

kepadatan populasi Littoraria scabra ditampilkan pada Tabel 1.

Page 104: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 97

Tabel 1. Kepadatan populasi Littoraria scabra yang ditemukan di Pantai Batu

Kalang Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Titik Pengambilan Sampel Jumlah Individu

I 6

II 13

III 6

IV 8

V 3

VI 7

VII 4

VIII 4

IX 3

X 4

Total 58

Kepadatan (ind/m2) 23,2

Tabel 2. Kondisi fisika kimia lingkungan di Pantai Batu Kalang Kecamatan Koto

XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan

No Parameter Lokasi Penelitian

1 Suhu (ºC) 28

2 pH 8,5

3 Salinitas (‰) 31,43

4 DO (mg/l) 3,6

IV. PEMBAHASAN

Kepadatan populasi Littoraria scabra di Pantai Batu Kalang Kecamatan

Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 23,2 individu/m2. Tingginya

kepadatan populasi Littoraria scabra ini dikarenakan lokasi pengambilan sampel

yaitu pada daerah berbatu. Hal ini sesuai dengan pendapat Widiyanto (2016)

Gastropoda paling suka pada habitat berbatu sehingga Gastropoda dapat

menempel pada bebatuan dan memiliki substrat berlumpur sehingga memiliki

cadangan makanan yang cukup bagi Gastropoda. Littorina scabra memiliki

cangkang dengan puncak yang rendah sehingga pergerakkannya lebih stabil.

Hughes (1986) dalam Tupan (2009) menyatakan umumnya cangkang

dengan puncak yang rendah akan menghasilkan gerakan yang lebih stabil, dan

dapat beradaptasi secara sangat baik saat bergerak terbalik atau ketika berada di

atas permukaan vertikal batu-batuan dan vegetasi. Aktivitas gerak ini diduga

berhubungan dengan upaya untuk menghindari penggenangan air pasang,

Page 105: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 98

predator, dan untuk mencari makanan. Menurut Ayunda (2011) Littoraria scabra

merupakan kelompok Gastropoda fakultatif karena dapat ditemukan dalam

jumlah yang banyak baik di dalam maupun di luar ekosistem mangrove. Hal

tersebut karena famili Littorinidae memiliki kemampuan yang sama baiknya

untuk hidup di dalam ekosistem mangrove maupun di ekosistem pantai lainnya.

Selain itu menurut Isarankura (1976) dalam Siahainenia (2008) menyatakan

Genus littoraria memiliki lendir yang kental untuk merayap naik dan

menggantung pada batu, akar, batang dan daun mangrove.

Kondisi fisika kimia lingkungan di Pantai Batu Kalang Kecamatan Koto XI

Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan juga mendukung untuk kehidupan Gastropoda

khususnya Littoraria scabra yaitu suhu 28ºC, pH 8,5 , Salinitas 31,43‰ dan DO

3,6 mg/L. Menurut Nento (2013) kisaran suhu yang ideal untuk pertumbuhan dan

reproduksi Gastropoda pada umumnya adalah 25-32 ºC, selanjutnya menurut

Odum (1996) Gastropoda umumnya memerlukan pH antara 6,5 - 8,5 untuk

keberlangsungan hidup dan bereproduksi. Sedangkan menurut Nento (2013)

Salinitas yang layak untuk kehidupan Gastropoda berada pada kisaran 28-34%.

Menurut Clark (1974) dalam Rajeki, dkk (2013) bahwa oksigen optimum bagi

Gastropoda adalah 4,1-6,6 mg/L, sedangkan kadar minimum yang masih

ditoleransi adalah 4 mg/L.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pantai Batu Kalang

Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan dapat disimpulkan bahwa

Kepadatan Populasi Littoraria scabra yaitu 23,2 individu/m2 dan kondisi fisika

kimia perairannya masih dalam kisaran toleransi untuk kehidupan Gastropoda

khususnya Littoraria scabra.

DAFTAR PUSTAKA

Alfaro, A.C. 2008. Diet of Littorina scabra, While Vertically Migrating on Mangrove

Trees: Gut Content, Fatty Acid and Stable Isotope Analyses. Estuarine, Coastal

and Shelf Science Journal. 79 (4): 718-726

Page 106: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 99

Ayunda, R. 2011. Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di

Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Program Studi Biologi

Universitas Indonesia

Kawuri, R.L., Suparjo, M.N. dan Suryanti. 2012. Kondisi Perairan Berdasarkan

Bioindikator Makrozobentos di Sungai Seketak Tembalang Kota Semarang.

Jurnal of Menagement of Aquatic Resources

Nento, R., F. Sahami., dan S. Nursinar. 2013. Kelimpahan, Keanekaragaman,

Dan Kemerataan Gastropoda Di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo,

Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Dan

Kelautan. Vol. 1 . Nomor 1.

Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press

Rajeki, S dan T. Susilowati. 2013. Uji Coba Budidaya Keong Macan (Babylonia

Spirota) di Tambak Lanyah dengan padat penebaran berbeda. Jurnal

saintek perikanan. Vol. 6 No. 2

Ruswahyuni. 2008. Struktur Komunitas Makrozobentos yang Berasosiasi dengan

Lamun pada Pantai Berpasir di Jepara. Jurnal Saintek Perikanan Vol.3

Nomor 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

Siahainenia, Laura. 2008. Bioekologi Kepiting Bakau (Scylla spp) di Ekosistem

Mangrove Kabupaten Subang Jawa Barat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor.

Situmorang. D. P., H. Sitorus dan Desrita. 2014. Komunitas Makrozoobentos Di

Sungai Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Program

Strudi Manajemen Sumber Daya Perairan. Fakultas Pertanian. Laporan

Penelitian. Universitas Sumatera Utara

Suwondo, Febrita, E., dan Siregar, N. 2012. Kepadatan dan Distribusi Bivalvia

pada Mangrove di Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi

Sumatera Utara. Jurnal Biogenesis Vol. 9, Nomor I, Juli 2012. Program

Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru

Tupan, C.I . 2009. Tingkah Laku Pergerakan Gastropoda Littoraria scabra pada

pohon mangrove Sonneratia alba di perairan pantai Tawiri Pulau Ambon.

Jurnal. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura

Ambon. Vol. 5 No. 1 hal. 28-33

Widiyanto, Agus. 2016. Keanekaragaman Gastropoda Pada Vegetasi Mangrove

di Desa Bintan Buyu Kabupaten Bintan. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan

FIKP UMRAH

Page 107: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 100

PENINGKATAN BERAT BADAN BENIH IKAN NILA (Oreochormis

Nilothicus) dengan KOMBINASI TEPUNG DAUN LAMTORO (Leucena

Leucocephala) dan EKSTRAK KUNYIT PUTIH (Curcuma longa)

Silvi Susanti*, Rina Widiana, Muflihah Darajat

Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

[email protected]

ABSTRACT

Tilapia is a very popular fish cultivated, with the advantage of how to cultivate it

easily, resistant to disease, in accordance with the tropical climate, and has a high

economic value. This makes consumers make tilapia as a consumption food for

nutritional needs and improvement. But in tilapia cultivation, farmers often find it

difficult to buy food because the price of feed is relatively expensive. For this

reason, the alternative feed is needed to increase tilapia production. Based on this,

research has been conducted with the aim to determine the effect of the mixture of

lamtoro (Leucaena leucocephala) leaf meal and white turmeric extract (Curcuma

longa) on the growth of tilapia fish (Oreochromis niloticus). The study was

conducted in June - July 2018 in Jorong IV Jorong Nagari Pasir Talang Selatan,

Sungai Pagu District, South Solok Regency. The study used a completely

randomized design (CRD) with 6 treatments and 4 replications. Treatment (A)

Control (FP800 pellets), (B) 15% lamtoro protein + 15% pellets, (C) 15%

turmeric extract + 15% pellets, (D) 7.5% lamtoro leaf flour + turmeric extract 7 ,

5% + pellet 15%, (E) lamtoro leaf flour 10% white turmeric extract 5% + pellet

15%, and (F) lamtoro protein leaf flour 5% white turmeric extract 10% + pellet

15%. Data was done using analysis of variance and Duncan test. From the results

of research that has been done that the highest weight gain is shown by treatment

E, which is 2.52 grams while the lowest weight growth is indicated by treatment

C, which is equal to 0.82 grams. The results of the analysis showed that F hit> F

table so that feeding a mixture of lamtoro (Leucaena leucocephala) leaves and

white turmeric extract (Curcuma longa) significantly affected the weight growth

of tilapia (Oreochromis niloticus) seeds with the best feed mixture, 10% lamtoro

leaf flour. + 5% + pellet 15% white turmeric extract. Statistical test results from

the length increase, namely F hit <F table,

Keywords: Lamtoro Leaf, White Turmeric, Growth, Tilapia

ABSTRAK

Ikan nila merupakan ikan yang sangat populer dibudidayakan, dengan keunggulan

cara membudidayakannya dengan mudah, tahan terhadap penyakit, sesuai dengan

iklim tropis, dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ini menjadikan konsumen

menjadikan nila sebagai makanan konsumsi untuk kebutuhan gizi dan

peningkatan. Namun dalam budidaya nila, petani sering kesulitan membeli

makanan karena harga pakan relatif mahal. Untuk alasan ini, pakan alternatif

diperlukan untuk meningkatkan produksi nila. Berdasarkan hal ini, penelitian

Page 108: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 101

telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh campuran tepung daun

lamtoro (Leucaena leucocephala) dan ekstrak kunyit putih (Curcuma longa)

terhadap pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian ini dilakukan

pada bulan Juni - Juli 2018 di Jorong IV Jorong Nagari Pasir Talang Selatan,

Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini menggunakan

desain acak lengkap (CRD) dengan 6 perlakuan dan 4 replikasi. Pengobatan (A)

Kontrol (pelet FP800), (B) 15% protein lamtoro + 15% pelet, (C) 15% ekstrak

kunyit + 15% pelet, (D) 7,5% tepung daun lamtoro + ekstrak kunyit 7, 5% + pellet

15%, (E) tepung daun lamtoro 10% ekstrak kunyit putih 5% + pellet 15%, dan (F)

tepung daun protein lamtoro 5% ekstrak kunyit putih 10% + pellet 15%. Data

dilakukan dengan menggunakan analisis varians dan uji Duncan. Dari hasil

penelitian yang telah dilakukan bahwa pertambahan bobot tertinggi ditunjukkan

oleh perlakuan E, yaitu 2,52 gram sedangkan pertumbuhan bobot terendah

ditunjukkan oleh perlakuan C, yaitu sebesar 0,82 gram. Hasil analisis

menunjukkan bahwa F hit> F table sehingga pemberian campuran daun lamtoro

(Leucaena leucocephala) dan ekstrak kunyit putih (Curcuma longa) berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan bobot biji nila (Oreochromis niloticus) dengan

campuran pakan terbaik, 10% tepung daun lamtoro. + 5% + 15% ekstrak kunyit

putih. Hasil uji statistik dari kenaikan panjang, yaitu F hit <F tabel,

Kata kunci: Daun Lamtoro, Kunyit Putih, Pertumbuhan, Nila

I. PENDAHULUAN

Nila merupakan ikan yang sangat populer dibudidayakan, hal ini disebabkan oleh

keunggulan ikan yang dimiliki oleh nila antara lain mudah dibudidayakan, tahan

terhadap penyakit, sesuai dengan iklim tropis, dan memiliki nilai ekonomi yang

tinggi. Selain itu nila juga memiliki yang enak dan kandungan protein yang

cukup tinggi, mencapai 17,5% (Khairuman dan Amri, 2011) sehingga mayarakat

banyak menjadikan ikan nila sebagai makanan konsumsi untuk kebutuhan dan

perbaikan gizi.

Data FAO (Food and Agriculture Organization) menunjukan bahwa,

kebutuhan ikan untuk pasar dunia masih kurang sebesar 2 juta ton/ tahun. Dengan

ditargetnya konsumsi ikan sekitar 22 kg/ kapita/ tahun, pasar domestik masih

memerlukan tambahan pasokan ikan lebih dari 0,5 juta ton per tahun (Khairuman

dan Amri, 2013). Hal ini membuat para petani ikan melakukan berbagai upaya

Page 109: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 102

untuk memproduksi ikan nila yang bernilai ekonomis baik secara kualitas maupun

kuantitas (Hertanto, 2013).

Akan tetapi kendala yang sering muncul dikalangan pembudidaya ikan

khususnya diwilayah pedesaan adalah pemenuhan kebutuhan pakan ikan. Karena

pakan ikan yang dijual dipasaran masih relatif mahal sehingga pembudidaya

hanya menggunakan pakan yang berasal dari sisa makanan, seperti dedak halus,

roti busuk dan rebusan usus ayam. Jika dilihat dari standar kualitas pakan belum

memenuhi standar yang baik. Sehingga berdampak pada hasil produksi ikan nila.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan membuat pakan

sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan bahan yang tersedia

dialam dan tidak bersaing dengan manusia yang sesuai dengan standar nutrisi

yang baik bagi ikan nila. Daun lamtoro merupakan sumber daya hayati lokal yang

tersedia dilingkungan dan mudah didapatkan. Daun lamtoro mengandung protein

sebanyak 23% (Riana, 2016) dan total karbohidrat 18,6 % (Yosia et al., 2015).

Hal ini sangat memungkinkan digunakan untuk budidaya ikan nila karena ikan

nila merupakan ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah

beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati

seperti tepung daun lamtoro (Restiningtyas et al., 2015).

Sumber bahan nabati lain yang dapat menambah nutrisi dan gizi pakan ialah

kunyit putih. Kunyit putih merupakan tumbuhan yang mengandung protein 8%,

kabohidrat 30%, lemak 3% dan sisanya vitamin dan mineral yang dibutuhkan ikan

agar pertumbuhan dan kesehatan ikan dalam keadaan baik. Pemberian ekstrak

kunyit putih pada pakan akan meningkatkan kualitas ikan sehingga ikan tumbuh

sehat, membuat kualitas ikan terpenuhi secara optimal dan ikan kebal terhadap

serangan penyakit (Darmawan, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pakan campuran tepung

daun lamtoro dan ekstrak kunyit putih terhadap pertumbuhan berat benih ikan

nila.

II. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada

bulan Juni - Juli 2018 di Jorong IV Jorong Nagari Pasir Talang Selatan

Page 110: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 103

Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini menggunakan

sampel benih ikan nila umur 1 bulan sebanyak 3 ekor per unit. Alat yang

digunakan adalah toples ukuran 30 cm x 20 x 20 cm sebanyak 24 buah, pH meter,

thermometer, timbangan digital, jangka sorong/ mistar, ember, label, alat tulis,

gelas ukur, gelas pengaduk, pipet , blender, saringan, sendok, jaring kecil. Bahan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit ikan nila ukuran 3-5 cm, pelet

PF800, daun lamtoro (Leucaena leucocephala), ekstrak kunyit putih (Curcuma

longa), ragi tempe dan air.

Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari pukul 08.00 wib, 15.00

wib dan 20.00 wib. Penelitian ini dirancang menggunakan metode RAL

(Rancangan Acak Lengkap) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan

adalah:

1. Perlakuan A: Pemberian pelet ( kadar protein 30 %)

2. Perlakuan B: Pemberian tepung daun lamtoro kadar protein 15% + pelet 15%

3. Perlakuan C: Pemberian ekstrak kunyit putih dengan protein 15% + pelet 15%

4. Perlakuan D: Pemberian tepung daun lamtoro dengan kadar protein 7,5% dan

ekstrak kunyit putih dengan kadar protein 7,5% + pelet 15%

5. Perlakuan E: Pemberian tepung daun lamtoro dengan kadar protein 10% dan

ekstrak kunyit putih dengan kadar protein 5% + pelet 15%

6. Perlakuan F: Pemberian tepung daun lamtoro dengan kadar protein 5% dan

ekstrak kunyit putih dengan kadar protein 10% + pelet 15%

Data pertumbuhan berat mutlak akan dianalisis dengan menggunakan

analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan. Rumus yang digunakan untuk

menentukan presentase pertumbuhan panjang mutlak berdasarkan effendie

(1979):

Pertumbuhan Berat Multak

L = Lt - Lo

Keterangan:

L = Pertumbuhan bobot mutlak

Lt = bobot benih pada akhir pemeliharaan

Lo = bobot benih pada awal pemeliharaan

Page 111: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 104

III. HASIL

Data pertumbuhan berat benih ikan dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik pertumbuhan berat ikan dengan berbagai perlakuan.

Ket : (A) Dosis perlakuan A, (B) Dosis perlakuan B, (C) ) Dosis perlakuan C, (D)

Dosis perlakuan D, (E) Dosis perlakuan E,dan (F ) Dosis perlakuan F

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan berat terendah

ditunjukkan oleh perlakuan C sebesar 0.82 gram dengan menggunakan pakan

campuran Pelet berprotein 15% + ekstak kunyit putih berprotein 15%. Sedangkan

pertambahan berat tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan E yaitu sebesar 2,52 gram

dengan menggunakan pakan campuran Pelet berprotein 15% + tepung daun

lamtoro berprotein 10% + ekstrak kunyit putih berprotein 5%. Hasil uji Duncan

menunjukkan bahwa perlakuan C berbeda tidak nyata dengan perlakuan A, B, D,

dan F sedangkan dengan perlakuan E berbeda sangat nyata dengan semua

perlakuan lainnya.

IV. PEMBAHASAN

Hasil menunjukkan bahwa pemberian pakan campuran daun lamtoro dan

ekstrak kunyit putih berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat benih ikan

nila. Terdapatnya pengaruh pemberian pakan campuran daun lamtoro (Leucaena

leucocephala) dan ekstrak kunyit putih (Curcuma longa) disebabkan oleh

kandungan protein yang ada pada pakan yatitu 30 % sehingga ikan tumbuh

dengan baik. Menurut Gufran dan Kodri (2015) ikan nila membutuhkan protein

Page 112: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 105

sebesar 25% - 35% dalam pakannya agar tumbuh dengan optimal. Anggraeni dan

Abdulghani (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan erat kaitannya dengan

ketersediaan protein dalam pakan, karena protein merupakan sumber energi bagi

ikan dan protein merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan ikan untuk

pertumbuhan sehingga jumlah protein akan mempengaruhi pertumbuhan ikan.

Perlakuan E dengan pemberian pakan campuran pellet berprotein 30% +

tepung daun lamtoro berprotein 10% + ekstrak kunyit putih 5% mampu

meningkatkan pertumbuhan berat benih ikan nila tertinggi yaitu sebesar 2,52

gram. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi pakan pada perlakuan E memiliki

nutrisi yang seimbang dan efisiensi pakan yang baik. Hal tersebut sesuai dengan

penelitian Yosia,dkk (2015) penggunakan komposisi pakan dengan pemberian

tepung daun lamtoro 10% paling mdah dicerna oleh ikan baung sehingga efisiensi

pakan paling baik, dengan demikian ikan dapat memanfaatkan nutrien pada pakan

lebih banyak untuk pertumbuhan.

Pertumbuhan berat terendah ditunjukkan oleh perlakuan C (pakan campuran

Pelet berprotein 15% + ekstrak kunyit putih berprotein 15% ) yaitu sebesar 0.82

gram dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan B (pellet berprotein 15% +

tepung daun lamtoro 15%) yaitu 1,4 gram, perlakuan C (pellet berprotein 15% +

ekstrak kunyit putih 5%), yaitu 0.82 gram, perlakuan D (pellet berprotein 30% +

tepung daun lamtoro berprotein 7,5% + ekstrak kunyit putih 7,5%) yaitu 1,47

gram, dan perlakuan F (pellet berprotein 30% + tepung daun lamtoro 7,5% +

ekstrak kunyit putih 7,5%) yaitu 1.02 gram. Pada perlakuan C ( pemberian pakan

campuran Pelet berprotein 15% + ekstrak kunyit putih berprotein 15% ),

rendahnya pertumbuhan berat benih ikan nila (0.82 gram) disebabkan oleh

kandungan karbohirat yang terkandung dalam pakan melebihi kebutuhan benih

ikan. Asai dan Miyasawa (2001 dalam Arifin et al,. 2015) mengatakan bahwa

kunyit memiliki kandungan karbohidrat sebesar 30%, protein 8%, lemak 3%, dan

sisanya tersiri dari vitamin dan garam mineral. Pada perlakuan C kunyit diberikan

pada pakan dengan kadar protein 15% sehingga karbohidrat yang terkandung

dalam pakan melebihi 50%. Hariadi et al. (2005 dalam Hamidi 2013) menyatakan

Page 113: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 106

bahwa karbohidrat mengandung serat kasar berupa selulosa yang sulit dicerna

ikan.

Pemberian pakan campuran daun lamtoro dan ekstrak kunyit disebabkan

pertumbuhan berat lebih cepat daripada pertumbuhan panjang ikan. Effendie

(1997 dalam Muttaqin,dkk. 2016) menyatakan bahwa pertumbuhan berat ikan

lebih cepat daripada perumbuhan panjang ikan sehingga laju pertumbuhan ikan

nila untuk pertumbuhan panjang selama 30 hari belum tampak. Penelitian yang

dilakukan oleh Putra (2017) tentang pengaruh penambahan kangkung air pada

pakan terhadap pertumbuhan ikan nila menunjukkan bahwa pertambahan berat

ikan nila sudah tampak pada umur 28 hari sedangkan pertambahan panjang baru

tampak berbedaan pada masing-masing perlakuan pada umur 72 hari sehingga

pertumbuhan berat ikan nila lebih cepat dari pada pertumbuhan panjang ikan nila.

Effendie (2002 dalam Irwanmay,dkk. 2015) menyatakan bahwa

pertambahan panjang ikan tidak secepat dengan pertambahan berat ikan.

Perbedaan ukuran berat dan panjang antara tiap ikan tersebut dapat dipengaruhi

oleh berbagai faktor, seperti yang telah dikemukakan oleh Fujaya (1999) dimana

ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu faktor dalam dan

faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah keturunan, jenis kelamin, umur,

parasit dan penyakit. Sedangkan yang termasuk faktor luar adalah makanan dan

kualitas perairan pada media pemeliharaan.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

pakan campuran tepung daun lamtoro dan ekstrak kunyit putih dapat

meningkatkan berat benih ikan nila. Komposisi terbaik pemberian pakan

campuran daun lamtoro dengan kadar protein 10% + ekstrak kunyit putih kadar

dengan protein 5% dapat dijadikan sebagai alternatif pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Angrraeni dan Abdulgani. 2013.Pengaruh Pemberian Pakan Alami dan Pakan

Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) pada

Skala Laboratorium. Jurnal Sains dan Seni Pomits Volume 2 Nomor 1.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi

Sepuluh November.

Page 114: PENERBIT - STKIP PGRI Sumbar

Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Biologi - V | Selob- V

ISSN 2579-7766 107

Darmawan.2007.Manfaat Ekstrak Kunyit dan Bawang Putih Sebagai Nutrisi

Tambahan Alami Pada Pakan dan Aplikasinya terhadap Benih Ikan Lele

Dumbo (Clarias geriepinus). Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 1. Edisi

1.

Ghufran dan Kodri.2015. Akuakultur Intensif dan Super Intensif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Hertanto.2013.Produksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Jantan Menggunakan

Madu Lebah Hutan.Jurnal Bioteknologi. Universita Atmajaya Yogyakarta.

Indariyanti dan Rahkmawati. 2014.Peningkatan Kualitas Nutrisi Limbah Kulit

Buah Kakao dan Daun Lamtoro Melalui Fermentasi Sebagai Basis Protein

Pakan Ikan.Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.13(2): 108-115.

Universitas Negeri Lampung.

Jasin.1992. Zoologi Invertebrata. Sinar Wijaya. Cetakan keempat: Surabaya.

Anggota IKAPI

Khairuman dan Amri.2003.Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Budi Daya Ikan

Nila Secara Intensif. PT AgroMedia Pustaka: Depok.

Putra.2017.Pengaruh Penambahan Kangkung Air (Ipomoea aquatic) pada pakan

terhadap pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus.Jurnal. Uniersitas

Sumatera Utara.

Restiningtyas, Subandiyono, Pinandoyo.2015. Pemanfaatan Daun Lamtoro

Dalam Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan. Journal of

Aquaculture Management and Technology Volume 4, Nomor 2, Tahun

2015, Halaman 26-34. Universitas Diponegoro.

Riana,2016.Evaluasi Nutrisi Tepung Daun Lamtoro Gung (Leucaena

glaucacephala) yang Difermentasikan dengan Cairan Lumen Kambing

terhadap Pertumbuhan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Skripsi.

Fakultas Pertanian Unvirsitas Lampung.

Saparinto dan Susiana.2011.Kiat Sukses Budi Daya Ikan Nila. Lily Publisher:

Yogyakarta.

Yosia,Adelina,Suharman.2015. Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai dengan

Tepung Fermentasi Daun Lamtoro Gung (Leucaena glaucacephala) dalam

Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Baung (Hemibragus nemurus).

Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.