sejarah peradaban islam ~ semester iii

32
“PERDABAN ISLAM PADA MASA ALI BIN ABI THOLIB” Disusun Oleh : Choirussaib (1091109756) Semester / Kelas : III / B Dosen Pembimbing : Ma’ruf, M. A Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak 2010/1011 A. BIOGRAFI SINGKAT ALI BIN ABI THOLIB Ali bin Abi Tholib adalah khalifah keempat setelah Usman bin Affan. Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Tholib bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ia dilahirkan 32 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Sejak usia kecil Ali bin Abi Tholib diasuh oleh Nabi Muhammad saw. Ia diasuh sebagaimana anak kandung beliau sendiri. Hal ini dilakukan Rasulullah saw. Untuk meringankan beban yang diderita keluarga pamannya setelah bencana besar yang melanda kota Mekkah. Setelah bencana terjadi, Nabi Muhammad saw. memohon kepada pamannya yang lain, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib agar membantu saudaranya yang sedang terkena musibah. Akhirnya Abbas setuju dan mengambil Ja’far bin Abi

Upload: jenk-fau

Post on 03-Jul-2015

182 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

“PERDABAN ISLAM PADA MASA ALI BIN ABI THOLIB”

Disusun Oleh : Choirussaib (1091109756)Semester / Kelas : III / BDosen Pembimbing : Ma’ruf, M. A

Jurusan TarbiyahProgram Studi Pendidikan Agama Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)Pontianak

2010/1011

A. BIOGRAFI SINGKAT ALI BIN ABI THOLIB

Ali bin Abi Tholib adalah khalifah keempat setelah Usman bin Affan. Nama

lengkapnya adalah Ali bin Abi Tholib bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi

Manaf. Ia dilahirkan 32 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Sejak usia kecil

Ali bin Abi Tholib diasuh oleh Nabi Muhammad saw. Ia diasuh sebagaimana anak

kandung beliau sendiri. Hal ini dilakukan Rasulullah saw. Untuk meringankan

beban yang diderita keluarga pamannya setelah bencana besar yang melanda kota

Mekkah. Setelah bencana terjadi, Nabi Muhammad saw. memohon kepada

pamannya yang lain, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib agar membantu saudaranya

yang sedang terkena musibah. Akhirnya Abbas setuju dan mengambil Ja’far bin

Abi Tholib untuk diasuh, sementara NAbi saw. mengambil Ali bin Abi Tholib

untuk diasuhnya pula.

Dengan demikian pula, Ali bin Abi Tholib tumbuh menjadi anak baik dan

cerdas dibawah asuhan Rasulullah saw. beliau selalu memberikan kasih sayang

yangbesar kepadanya, sebagaimana yang ia berikan kepada anak-anaknya. Ketika

Muhammad saw. diangkat menjadi nabi dan rasul, Ali bin Abi Tholib adalah

orang pertama dari kalangan anak-anak yang menyatakan keislamannya, serta

terus berada di sisi Rasulullah saw. karena sejak kecil berada di bawah asuhan

Rasul, maka tak heran kalau kemudian ia memiliki sifat-sifat terpuji, saleh, sabar

Page 2: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

dam bijaksana. Kesetiannya kepada Nabi saw. tidak diragukan lagi.

Keberaniannya telah teruji pada saat peristiwa menjelang hijrah Nabi saw. ke

Madinah. Ketika itu ia tidur ditempat tidur Rasulullah saw. pada saat para pemuda

Quraisy mengepung rumah dan akan membunuh beliau.

Perbuatannya yang mnegandung resiko ini merupakan bukti nyata dari

kesetiannya untuk tetap berada di samping Rasulullah saw. dalam membela dan

menperjuangkan agama Islam. Demikian uraian singkat mengenai peran yang

telah dimainkan Ali bin Abi Thalib pada periode Mekah. Sebagai anak kecil yang

baru berusia 9 tahun, Ali bin Abi Thalib percaya kepada misi Islam yang dibawa

Nabi Muhammad saw., sehingga ia memiliki sifat-sifat yang juga dimiliki Nabi

saw., seperti kecerdasan, keberanian, kesabaran, kejujuran, ketaqwaan dan

keshalehannya. Kerenanya wajar kalau kemudian ia disenangi oleh banyak orang.

Karena itulah diantara alasan mengapa Nabi saw. kemudian mengawinkan dengan

Fatimah, putri Nabi sendiri setahun setelah kepindahannya ke Madinah.

Ali bin Abi thalib adalah tangan kanan Nabi Muhammad saw., ketika di

Madinah, sebagaimana halnya ketika ia berada di Mekah. Ia selalu diberi

kepercayaan untuk menyelesaikan segala rencana yang memerlukan keberanian

dan semangat yang luar biasa.

Pada waktu Nabi Muhammad saw. wafat, terjadilah perselisihan antara kaum

Muhajirin dan Anshor tentang orang yang akan menggantikan kepemimpinan

Rasulullah sebagai kepala pemerintahan. Dalam situasi seperti itu, Ali bin Abi

Thalib tidak mengikuti perdebatan ini karena sedang sibuk mengurusi jenazah

Nabi Muhammad saw. karena itu, ketika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah, ia

belum sempat menyatkan bai’at kepadanya. Hal itu baru dilakukannya setelah 6

bulan Abu Bakar terpilih sebagai khalifaf pertama.

Page 3: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Pada peroide Madinah, Ali bin Abi Thalib memainkan peranan yang berarti

bagi perkembangan Islam pada saat itu. Ia selalu ikut perang bersama Rasulullah

dan para sahabat lainnya. Selain itu, semasa pemerintahan khalifah Abu Bakar dan

‘Umar bin Khattab, ia dipercaya untuk menjadi penasehat pemerintah. Hal ini

terjadi karena Ali bin Thalib dikalangan masyarakat muslim sangat terkenal

karena keluasan ilmunya. Ia menjadi tempat bertanya dan berdiskusi.

B. PROSES PENGANGKATAN ALI BIN ABI THOLIB SEBAGAI

KHALIFAH

Setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan masyarakat muslim di

Madinah menjadi bingung, mereka seolah kehilangan tokoh yang akan

menggantikan kedudukan khalifah Usman. Dalam situasi seperti itu, Abdullah bin

Saba salah seorang peminpin di Mesir mengusulkan agar Ali bin Abi Thalib

diangkat sebagai khalifah. Usulan tersebut disetujui mayoritas masyarakat

muslim, kecuali mereka yang pro ke Muawiyah bin Abu Sufyan. Ali bin Abi

Thalib semula menolak usulan tersebut dan tak mau menerima jabatan khalifah.

Alasannya, situasinya kurang tepat, karena banyak terjadi kerusuhan dimana-

mana.Situasi ini harus diatasi terlebih dahulu baru membicarakan masalah

kepeminpinan. Namun ia terus mendpat desakan dari para pengikutnya, akhirnya

tawaran untuk menduduki jabatan khalifah diterima. Tepat pada tanggal 23 Juni

656 M semua orang yang menginginkan jabatan itu dipegang oleh Ali bin Abi

Thalib, melakukan sumpah setia kepada beliau. Sejak saat itulah beliau menjadi

penguasa Islam yang baru menggantikan kedudukan Usman bin Affan.

Sebagai seorang khalifah, Ali bin Abi Thalib ingin meneruskan cita-cita Abu

Bakar dan Umar bin Khattab dia mengikuti dengan tepat prinsip-prinsip Baitul

Mal. Untuk itu, khlifah Ali bin Abi Thalib memutuskan mengembalikan semua

Page 4: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

kekayaan yang diperoleh para pejabat melalui cara-cara yang tidak baik kedalam

perbendaharaan Negara (Baitul Mal). Misalnya, mengembalikan semua tanah

yang diambil alih oleh bani Umayyah dan para pejabat lainnya menjadi milik

Negara dan akan dimanfaatkan sebasar-besarnya untuk kepentingan Negara dan

kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, khalifah Ali bin Abi Thalib juga bertekat mengganti semua

Gubernur yang dianggapnya tidak mampu memimpin dan tidak disenangi

masyarakat. Ia mencopot jabatan Gubrernur Basrah dari tangan Ibn Amir dan

diganti oleh Usman bin Hanif. Qays dikrim ke Mesir untuk menggantikan posisi

Abdullah. Para Gubernur yang dicopot menolak penonaktifan mereka, karena

menurut mereka pada prinsipnya mereka tidak mengakui kepemimpinan Ali bin

Abi Thalib. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Ali bin Abi Thalib mencopot

kedudukan mereka. Mereka justru mengakui Muawiyah daripada mengakui

kedudukan Ali. Penolakan ini merupakan salah satu tantangan yang dihadapi

Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam masa-masa kepemimpinannya pada masa-masa

selanjutnya. Mereka kemudian melakukan berbagai gerakan pemberontakan untuk

menantang kebijakan Ali bin Abi Thalib.

C. PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ALI BIN ABI THOLIB

Meskipun banyak pergolakan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, banyak

hal yang dilakukan dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam

bidang sosial, politik, militer, dan ilmu pengetahuan.

Situasi umat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib sudah

sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Umta Islam pada masa

pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih bersatu, mereka memiliki

banyak tugas yang harus diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan

Page 5: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

wilayah Islam dan sebagainya. Selain itu, kehidapan masyarakat Islam masih

sangat sederhana karena belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi,

kekayaan dan kedudukan.

Namun pada masa pemerintahan pada masa Khalifah Usman bin Affan

keadaan mulai berubah. Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal

yang bersifat duniawi.Oleh karena itu, beban yang harus dipikul oleh penguasa

berikutnya semakin berat.Usaha-usaha Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam

mengatasi persoalan tersebut tetap dilakukannya, meskipunia dapat tantangan

yang sangat luar biasa. Semua itu bertujauan agar masyarakat merasa aman,

tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakuakan semasa kepemimpinannya

adalah sebagai berikut:

a. Mengganti Para Gubernur yang Diangkat Khalifah Usman bin Affan

Semua Gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman bin Affan terpaksa

diganti, karena banyak masyarakat yang tidak senang. Menurut pengamatan

Khalifah Ali bin Abi Thalib para gubernur inilah yang menyebabkan timbulnya

berbagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan Khlalifah Usman bin

Affan. Mereka melakukan hal itu karena Khalifah Usman pada paruh kedua masa

kepemimpinannya tidak mampu lagi melakukan kontrol terhadap para penguasa

yang berada dibawah kepemimpinannya. Hal itu disebabkan karena usianya yang

sudah lanjut usia, selain para Gubernur sudah tidak banyak lagi yang memiliki

idealisme untuk memperjuangkan dan mengembangkan Islam. Pemberontakan ini

pada akhirnya membuat sengsara rakyat banyak, sehingga rakyatpun tidak suka

terhadap mereka.Berdasarkan pengamatan inilah kemudian Khalifah Ali bi Abi

Thalib mencopot mereka.

Page 6: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Adapun para Gubernur baru yang diangkat Khalifah Ali bin Abi Thalib

sebagai pengganti Gubernur lama ialah:

1). Sahl bin Hanif sebagai Gubernur Syiria.

2). Usman bin Hanif sebagai Gubernur Basrah.

3). Qays bin Sa’ad sebagai Gubernur Mesir.

4). Umrah bin Syihab sebagai Gubernur Kufah.

5). Ubaidah bin Abbas sebagi Gubernur Yaman.

b. Menarik Kembali Tanah Milik Negara

Pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan banyak para kerabatnya

yang diberikan fasilitas dan kemudahan dalam berbagai bidang hingga banyak

diantara mereka yang kemudian merongrong pemerintahan Khalifah Usman bin

Affan dan harta kekayaan Negara. Oleh karena itu, Ali bin ABi Thalib menjadi

Khalifah, ia memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikan

persoalan tersebut. Ia berusah menarik kembali semua tanah pemberian Usman

bin Affan kepada keluarganya untuk dijadikan milik Negara.

Usaha ini bukan tidak mendapat tantangan. Khalifah Ali bin Abi Thalib

banyak mendapat perlawanan dari para penguasa dan kerabat mantan Khalifah

Usman bin Affan. Salah seorang yang dengan tegas terus terang menantang

Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah Muawiyah bin Abi Sufyan.Muawiyah

menantang karena dia sendiri tengah terancam kedudukannya sebagai gubernur

Syiria. Untuk menghambat gerakan Khalifah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah

melakukan hasutan kepada para sahabat lainnya supaya menentang rencana

Khalifah. Selain itu, ia melakukan kerja sama dengan para mantan Gubernur yang

Page 7: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

dicopot Khalifah Ali bin ABi Thalib. Usaha ini berhasil, misalnya timbulnya

perang Jamal, Perang Shiffin dan sebagainya.

Semua tindakan Khalifah Ali bin Abi Thalib semata bertujuan untuk

membersihkan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme di dalam pemerintahannya.

Namun sayang, situasinya tidak tepat, sehingga Khalifah Ali bin Abi Thalib

menanggung segala resikonya. Ia tewas terbunuh dari tangan orang yang tidak

menyukainya.

c. Dalam Bidang Politik Militer

Khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki banyak kelebihan, kecerdasan, ketelitian

ketegasan, keberanian dan sebagainya. Karena ketika ia terpilih sebagai Khalifah,

jiwa dan semangat itu masih membara di dalam dirinya. Banyak usaha yang

dilakukannyatermasuk bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk

kepentingan Negara, agama dan umat Islam kemasa depan yang lebih cemerlang.

Selain itu, dia juga terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasehat yang

bijaksana, penasehat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang

sahabat sejati dan seorang kaean yang dermawan. Dia telah bekerja keras sampai

akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi

Muhammad saw.

Khalifah Ali bin Abi Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap

dan sifat keberaniannya, baik dalam keadaan damai ataupun dalam situasi serius.

Beliau amat tahu medan dan tipu daya musuh. Ini kelihatan sekali pada saat

perang shiffin. Dalam perang ini, Khalifah Ali bin Abi Thalib mengetahui benar

bahwa siasat yang dibuat oleh Muawiyah bin Abi Sufyan hanya untuk

memperdaya Khalifah Ali bin Abi Thalib. Mislanya, ketika Muawiyah

menempatkan al-Qur’an diujung tombak sebagia isyarat perdamaiyan. Khalifah

Page 8: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Ali bin ABi Thalib menolak ajakan damai, karena dia sangat mengetahui bahwa

Muawiyah adalah orang sangat licik.

Namun para sahabatnya mendesak agar menerima tawaran perdamaian itu.

Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilahThkim (arbitraser) di Daumatul

Jandal pada tahun 34 H. peristiwa ini sebenarnya merupakan bukti kelemahan

dalam sistem dalam pertahanan pada masa Khalifah Ali. Khalifah Ali telah

berusaha meperbaiki sistem yang berada, namun selalu dikalahkan oleh

sekelompok orang yang tidak senang terhadap kepemimpinannya.

Akibat peristiwa tahkim ini, timbullah tiga golongan di kalangan umat Islam,

yaitu; kelompok Khawarij, kelompok Murji’ah, dan kelompok Syi’ah (pengikut

Ali).Ketiga kelompok ini pada masa berikutnya merupakan golongan yang sangat

kuat dan mewarnai perkembangan pemikiran dalam Islam.

d. Dalam Bidang Ilmu Bahasa

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah

melampaui sungai Eufrat, Tigris dan Amu Dariyah, bahkan sampai Indus, akibat

luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal

dari kalangan masyarakat Arab memluk Islam, banyak ditemukan kesalahan

dalam membaca teks al-Qur’an atau hadis sebagai sumber hokum Islam, Khalifah

Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan ini sangat fatal, terutama bagi

orang-orang yang akan mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya yang

berbahasa Arab. Oleh karena itu, Khalifah memerintahkan Abu Al-Aswadal-Duali

mengarang pokok-pokok ilmu Nahwu Qawaid Nabahab).

Dengan adanya ilmu nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam

mempelajari bahasa al-Qur’an, maka orang-orang yang bukan berasal dari

Page 9: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

masyarkat Arab akan mendapatkan kemudahan dalam membaca dan memahami

sumber ajaran Islam.

e. Dalam Bidang Pembangunan

Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, mendapat usaha positif

yang dilaksanakannya, terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang

dibangun adalah kota Kufah. Semula pembangunan kota Kufah ini bertujuan

poliitis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan kekuatan Ali bin Abi Thalib, dari

berbagai rongrongan para pembangkang, misalnya, Muawiyah bin Abi Sufyan.

Akan tetapi lama-kelamaan kota tersebut berkembang, menjadi kota yang sangat

ramai dikunjungi bahkan kemudian menjadi pusat perkembangan ilmu

pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan ilmu nahwu, tafsir, hadis dan

sebagainya.

Pembangunan kota Kufah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah

Ali bin Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau

tunduk terhadap perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan

pusat pergerakan Muawiyah bin Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat

strategis bagi pertahan Khalifah.

D. PERMASALAHAN PADA MASA ALI BIN ABI THOLIB

a. Perang Jamal (36 H/656M)

1. Penyebab Terjadinya Perang Jamal

Perang jamal atau perang Unta adalah perang antara Khalifah Ali

melawan Aisyah. Perang Jamal ini trjadi pada tanggal 11 Jumadil Akhir, 36 H

atau Desember 657 M yang waktunya tidak sampai sehari. Perang ini berasal

dari perbedaan pendapat antara Saidina Ali, Muawwiyah, Thalhah, Zubair,

Page 10: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

dan Aisyah dalam penyelesaian kasus pembunuhan terhadap Khalifah Utsman

ibn Affan.

Sebagian sahabat berpendapat pembunuhan Utsman harus di tuntaskan

segera, sedangkan Saidina Ali berpendapaat bahwa pembunuh Khalifah

Utsman berasal dari berbagai suku dan kabilah, bahkan menurut satu riwayat

jumlahnya mencapai sepuluh ribu orang yang berasal dari Kuffah, Basrah,

Mesir dan daerah lainnya. Dan mereka telah berbaur dengan kaum muslimin

lainnya, maka yang terlebih dahulu harus di lakukan adalah membentuk

pemerintah yang kuat setelah itu baru beliau akan menyelesaikan kasus

pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan.

Muawwiyah bin Abu Sufyan, seorang Gubernur Syam yang tidak

membaiat Ali sebagai Khalifah. Dia menuntut darah Utsman kepada Ali,

sedangkan Ali tidak menjadikan masalah ini sebagai prioritas karena

kondisinya yang masih sangat labil. Oleh karenanya, orang-orang Syam tidak

taat lagi kepada Ali, dan Muawwiyah memisahkan diri dari kekhalifannya.

Maka Ali segera menetapkan untuk memeranginya, berangkatlah Ali beserta

pasukan ke Kuffah, beliau telah memindahkan pusat pemerintahan dari

Madinah ke Kuffah.

Ali keluar dari Madinah menuju Kuffah dengan membawa sekitar tujuh

ratus pasukan dan pasukan ini menjadi tujuh ribu orang. Sementara itu,

penduduk Basrah sedang menunggu mereka dating dan pasukan mereka

mencapai dua puluh ribu orang, sedangkan jumlah pasukan Aisyah sekitar tiga

puluh ribu orang.

Pada saat itu juga Aisyah yang disertai oleh Zubair dan Thalhah serta

kaum Muslimin dari Makkah juga menuju Basrah untuk menetap disana.

Page 11: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Mereka sampai di sana dan menguasai Basrah. Bahkan mereka berhasil

meringkus para pembunuh Utsman, mereka mengirimkan surat ke beberapa

wilayah untuk melakukan hal yang sama.

Ali pun mengubah rute perjalanannyadari Syam ke Basrah, kemudian

beliau mengirimkan beberapa utusan kepada Aisyah dan orang-orang yang

bersamanya lalu menerangkan dampak negative dari apa yang mereka

lakukan. Mereka puas dengan apa yang dikatakan oleh Ali dan mereka

kembali ke base untuk melakukan kesepakatan damai.

Keduanya hamper saja melakukan kesepakatan damai, namun Abdullah

bin Saba’ beserta pengikutnya yang menyimpang marasa ketakutan da mereka

berpikir pertempuran harus terjadi antara kedua pasukan. Kembali mereka

menyebarkan api perang di antara kedua pasukan terlibat pertempuran yang

sangat sengit. Ali tidak berhasil menghentikan peperangan ini.

Pertempuran terjadi demikian sengitnya di depan Unta yang membawa

tandu Aisyah, pasukan Basrah kalah dalam peperangan iini. Ali

memperlakukan Aisyah denagn baik dan mengembalikannya ke Makkah. Pada

perang Jamal ini banyak kaum muslimin yang terbunuh, sebagian sejarahwan

menyabutkan ada sekitar sepuluh ribu orang yang terbunuh.

Perang Jamal adalah perang yang pertama kali terjadi antara sesama kaum

muslimin. Peperangan ini merupakan salah satu tragedi yang palinag

menyedihkan dalam sejarah umat Islam yang sebelumnya tidak pernah terjadi

hari seburuk ini karena Ali bertempur melawan Aisyah yang tidak lain adalah

istri dari Rasulullah sekaligus ibu martuanya. Selain itu juga dua sahabat Nabi

yaitu Thalhah dan Zubair yang gugur dalal peperangan itu.

2. Gugurnya Zubair dan Thalhah

Page 12: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Dalam suasana perang yang berkecamuk dengan dahsyat, Ali sibuk

mencari Thalhah dan Zubair untuk mengajak keduanya berbicara, mereka pun

bertemu. Saat itu Ali mengingatkan Thalhan dan Zubair tentang apa yang

pernah diucapkan Rasulullah kepada mereka berdua, suatu hari Rasulullah

pernah berjalan melati Ali dan Zubair, lalu Nabi berkata : ‘apa yang dikatakan

oleh anak bibimu (Zubair) itu ? sungguh, suatu saat nanti, ia akan

memerangimu secara dholim’, sebagaimana di kutip dari tarikh at-thobari

karya Thobari.

Mendengar peringatan Ali tersebut, Zubair segera pergi sambil berkata

dengan penuh penyesalan “ya, seandainya aku ingat sabda Nabi itu, tentu aju

tidak akan melakukan semua ini dan demi Allah aku tentu tidak akan pernah

memerangimu”. Kemudian Zubair mundur dan keluar dari medan perang, ia

pergi menuju Madinah, kepergiannya dilihat oleh Amr ibn Juzmuz yang

segera menikutinya.

Ketika waktu shalat tiba Amr ibn Juzmuz mengajak Zubair melaksanakan

sholat, saat itu Amr membelakangi Zubair, kemudian Amr menikam Zubair

tepat di punggungnya, Zuairpun gugr. Setelah Amr mengambil kuda, cincin

dan senjata Zubair kemudian ia mengabarkan kepada Ali ia telah membunuh

Zubair, khalifah Ali sangat sedih mendengar hal tesebut. Sementara itu

Thalhah mundur dari medan perang, tetapi Marwan bin Hakam melihatnya,

maka Marwan memanah Thalhah tepat di lututnya. Thalhah pun jatuh dari

punggung kudanya dengan kaki yang bersimbah darah. Thalhah pun akhirnya

gugur dalal peperangan itu.

3. Kemenangan Ali ibn Thalib

Page 13: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Perang terus berlangsung hingga siang hari, khalifah Ali menyadari bahwa

perang tidak akan bias di hentikan sebelum Unta Aisyah dirobohkan, jika Unta

tersebut berhasil di robohkan maka pasukan Aisyah akan kehilangan pusat

komando dan akan tercerai berai. Kemudian khalifah Ali menyuruh

pasukannya untuk merobohkan unta Aisyah bani Dhabbah menjaga unta itu

dengan gigih dank arena semangat yang membara, mereka senantiasa

memegang tali unta Aisyah secara bergantian. Bani Dhabbah melindungi

Aisyah dan untanya denagn semangat pantang mundur. Pada saat yang genting

itu, seorang dari Bani Dhabbah sendiri. Jika unta Aisyah tidak di robohka

maka semua anggota kabilanya akan terbuuh dan Bani Dhabbah akan hilang

dari sejarah.

Dengan pikiran itu, laki-laki tersebut segera mengendap-endap ke

belakang dan menebas kaki unta Aisyah. Melihat unta yang di tunggangi

Aisyah roboh, Muhammad bin Abu Bakar dan Anwar ibn Yasir segera

mendapingi unta tersebut lalu memotong tali pengikat sekedup Aisyah,

mereka membawa Aisyah ke tempat yang aman. Ali menyuruh Muhammad

ibnu Abu Bakar untuk mendirikan tenda uat Aisyah.

Sebagai khalifah yang bijaksana, Ali memaafkan mereka yang sebelumnya

menghunus pedang untuk memeranginya. Aisyah juga dikirim kembali ke

Madinah dengan dikawal oleh pasukan wanita bersejata lengkap sebagai tanda

kehormatan kalifah Ali kepada Aisyah.

b. Perang Shiffin (37 H/657M)

Perang shiffin adalah peperangan yang terjadi pada tahun 37 H antara

saidina Ali muawwiyah disatu tempat di irak dan berbatasan dengan Syiria

yag bernama shiffin, perang ini di sebabkan komplain Muawwiyah atas

Page 14: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

ketidakberesan penyelesaian kasus pembunuhan Utsman, dan di dukung oleh

sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan

kejayaannya.

Untuk mengatasi pertentangan antara dirinya dengan Muawiyah, Ali

berusaha mengedepankan perdamaian dengan Muawwiyah. Ali menulis surat

kepada Muawwiyah sebagai sarana untuk mencari solusi damai. Ali mengutus

orang-orangnya untuk mengrimkan surat tersebut kepada Muawwiyah, tetapi

apa yang diharapkan Ali dari Muawwiyah belum juga mendapatkan hasil

sebagaimana yang di harapkannya. Delegasi yang ditulis oleh Ali dan

Muawwiyah semuanya tidak menghasilkan apa-apa.

Awalnya pernyaaan perang dari khalifah Ali tidak ditanggapi oleh para

sahabat dan juga umat pada umumnya, karena itu Ali berusaha duduk

persoalan dan menjelaskan kelanjutan kedudukan kaum muslim. Kaum

muslim tersadar, mereka kemudian berkumpul dan membentuk barisan

pasukan yang telah lebih dulu siap dengan pasukannya tentu saja segera

berangkat ke shiffin untuk menghadapi pasukan Ali yang mendirikan tenda-

tendanya.

Ali masih tetap mengutamakan perdamaian sebelum npertumpahan darah

terjadi. Khalifah Ali mengirim utusannya yang terdiri dari tiga orang.

Muawiyah tetap masih pada pendiriannya, Muawiyah menuntut para

pembunuh sebelum kesepakatan damai yang diinginkan Ali dapat dicapai.

Bulan Muharram telah tiba, bulan ini mengharuskan mereka mengadakan

gencatan senjata sampai habisnya bulan Muharram. Ali memanfaatkan waktu

gencatan senjata ini untuk damai.

Page 15: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Kesempatan Muawiyah untuk mempertimbangkan usulan damai dari Ali

habis waktunya, sebab malam terakhir bulan Muharram telah tiba. Ali

memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap mengangkat senjata, hingga

paginya pertempuran itu terjadi. Sebelumnya, Ali telah memerintahkan pada

pasukannya, “wahai kalian semua, sebelum peperangangan kalian jalankan

aku peringatkan agar janganlah kalian mendahului peperangan sampai mereka

melakukannya, sebab segala puji bagi Allah, kalian berada diatas kebenaran

dan bila mereka kalian biarkan untuk mendahuluinya berearti bukti kebenaran

itu ada ditangan kalian. Bila kalian memerangi mereka dan mereka kalah,

maka janganlah kalian kejar mereka dan jangan kalian bunuh mereka yang

terluka”.

Peperangan sudah tidak dapat dihindarkan dan berlangsung dengan

serunya, korban mulai berjatuhan dari pihak Ali maupun Muawiyah. Pihak Ali

mulai menguasai peperangan, melihat pasukannya hampir mengalami

kekalahan, Muawiyah meminta pendapat Amru untuk menyusun taktik

selanjutnya. Amru mengusulkan agar Muawiyah memegang Al-Qur’an

sebagai tanda menghentikan perang dan hukum Al-Qur’an yang akan

menentukan selanjutnya. Diperkirakan korban yang ditimbulkan cukup besar,

dari pihak Ali gugur dua puluh lima ribu orang, dan pihak Muawiyah empat

puluh ribu orang.

c. Perang Nahrawan

1. Penyebab Perang Nahrawan

Orang Khawarij adalh orang yang berada dipihak Ali yang melakukan

pemberontakan kepada Ali setelah terjadinya arbitrase dan mencopotnya dari

kekuasaannya dengan alas an bahwa dia menerima tahkim. Anehnya

Page 16: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

kebanyakan dari mereka telah mendesak Ali untulk menerima tahkim tersebut.

Namun, setelah itu meminta Ali untuk memerangi Muawiyah kembali. Tentu

saja Ali menolak permintaan mereka dan merekapun menyingkir ke kawasan

Harura’ dan terus melancarkan perang.

Semakin lama semakin banyak dan berkumpul di Nahrawan. Mereka

mulai memebunuh kaum Muslimin dan menebarkan kerusakan di muka bumi.

Maka, berangkatlah Ali menemui mereka dan berdiskusi dengan mereka

dengan jangka yang lama. Beliau menjelaskan kesalahan jalan yang mereka

tempuh dengan segala cara. Akhirnya, sebagian dari mereka kembali sadar dan

bergabung dengan Ali. Namun, sebagian besar dari mereka terus saja

melancarkan perang.

Khalifah Ali dihadapkan pada dua lawan yaitu Muawiyah dan kaum

Khawarij. Kaum Ali disibukkan dengan melawan Khawarij yang jumlahnya

sekitar dua belas ribu orang. Pasukan Khawarij dikalahkan oleh pasukan Ali

bin Abi Thalib ketika bertempur di Nahrawan.

2. Wafatnya Ali bin Thalib

Akhirnya, menjelang Shubuh pada tanggal 17 Ramadhan 40 Hijriyah

ketika sedang shalat di masjid Kufah, beliau dipukul dengan pedang beracun

oleh Abdurrahman bin Muljam hingga beliau mengeram kesakitan. Orang-

orang yang mendengar teriakan khalifah Ali keluar untuk mengetahui apa

yang terjadi. Mereka kaget melihat khalifah tergeletak berlumur darah. Segera

orang-orang menolongnya san membawa ke rumahnya.

Sesampainya dirumah, khliafah dalam keadaa terluka ternyata masih

sempat menyuruh mereka bersegera ke masjid agar ridak ketinggalan shalat

shubuh. Usai shalat mereka kembali kerumah khalifah untuk menolongnya.

Page 17: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

Sementara yang lainnya telah berhasil menangkan pelakunya, mereka

membawanya ke tempat khalifah. Walaupun keadaannya kritis, ia masih tetap

bertahan, dipandang satu persatu anak-anaknya dan para shahabatnya nampak

wajah-wajah penuh kemarahan dan dendam.

Lalu beliau berkata, bahwa beliau menginginkan agar masalah

pembunuhan terhadap dirinya, hanya diselesaikan antara orang yang terbunuh

dan pelakunya., khalifah tidak menginginkan masalah pembunuhan terhadap

dirinya diperpanjang yang berakibat akan timbul perselisihan dan jatuh korban

yang lebih banyak. Khalifah yang telah dijabatnya selam enam tahun enam

bulan, beliau mempunyai tiga puluh tiga orang anak, lima belas laki-laki dan

delapan belas perempuan. Beliau di makamkan di Kufah pada malam harinya.

d. Tahkim Shiffin dan Perpecahan Ummat (Syi’ah, Khawarij, dan

Pendukung Muawiyah).

1. Tahkim Shiffin

Setelah sekian ribu orang meninggal, akhirnya perang Shiffin ini berakhir

dengan proses negosiasi dan arbitrse, yang lebih dikenal dengan “tahkim”.

Masing-masing pihak mengutus juru damai, dari pihak khalifah Ali adalah

Abu Musa Al-Asyari sedang juru damai pihak Muawiyah Amru bin Ash. Ali

bin Abi Thalib kembali ke Kufah dan Muawiyah ke Syiria, keduanya

menunggu hasil perdamaian.

Bertemulah kedua utusan itu disatu tempat bernama Daumatul Jandal

untuk mencari upaya-upaya menghabiskan permusuhan dan mengembalikan

keamanan. Dlam perundingan ini, Amru bin Ash berhasil menjalankan siasat

sehingga menghasilkan keputusan:”Ali bin Abi Thalib turun dari

Page 18: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

kedudukannya dan Muawiyah bin Abi Shafyan diperhentikan, Siapa yang

akan menjadi khalifah akan ditetapkan dalam satu pertemuan ummat Islam”.

Keputusan yang diambil oleh kedua utusan dalam perundingan itu

disampaikan di Adzran dihadapan rapat besar ummat Islam. Dalam pidatonya,

Abu Musa mengatakan bahwa: “Ali bin Abi Thalib tidak lagi menjadi khalifah

dan Muawiyah bin Abu Shafyan diperhentikan”. Setelah Abu Musa berpidato,

naik pulalah Amru Bin Ash keatas mimbar dan berkata: “Ali bin Abi Thalib

benar telah diturunkan dan Muawiyah betul telah diperhentikan dari

jabatannya sebagai pembesar Syiria. Akan tetapi, pada hari ini Muawiyah saya

angkat menjadi khalifah sebagai pengganti Ali”.

2. Perpecahan Ummat (Khawarij, Syi’ah, dan Pendukung Muawiyah)

Hasil tahkim yang dilakukan oleh Abu Musa dan Amr bin Ash sangat

mengecewakn bagi pasukan Ali. Oleh karena itu, pendukung Ali bin Abi

Thalib terpecah menjadi dua. Kelompok pertama, kelompok yang tetap

mendukung Ali bin Abi Thalib yang disebut kelompok Syi’ah. Kelompokm

yang kedua, kelompok yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib disebut

dengan kelompom Khawarij. Kelompok yang ketiga, kelompok yang tetap

mendukung Abu Shafyan.

Kelompok Alia yang kecewa pada hasil tahkim berkumpul di Makkah dan

melakukan kesepakatan dipimpin oleh Abdurrahman bin Muljam al-Maridi,

al-Bark ibn Abdullah al-Tamimi. Dan Amr bin Bakir al-Tamimi untuk

menentang kepemimipinan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah.

E. Pengangkatan Hasan ibn Ali bin Abi Thalib dan ‘Am al-Jama’ah.

Setelah meninggal, rakyat segera membaiat Hasan bin Ali sebagai

khalifah. Hasan berkuasa dalam jangka waktu enam bulan. Pada masa

Page 19: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

pemerintahannya dia melihat banyak perselisihan diantara sahabat-sahabatnya

dan melihat pentingnya persatuan ummat.

Maka, dia pun melakukan kesepakatan damai dan menyerahkan

pemrintahannya kepada Muawiyah dengan memberikan syarat-syarat kepada

Muawiyah, yaitu:

1) Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seseorangpun dari

penduduk Iraq.

2) Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan mereka.

3) Pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya (Hasan) dan diberikan

tiap-tiap tahun.

4) Muawiyah membayar kepada saudaranya, yaitu Husai dua juta Dirham.

5) Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian

Bani Abdi Syams.

Bagi Muawiyah syarat-syarat di atas tidak perlu diperimbangkan. Dia

bersedia menjanjikan apa saja asal Hasan bersedia mengundurkan diri. Serah

terima terima jabatan itu berlangsung di kota Kuffah, sebuah kota pelabuhan

yang makmur di Teluk Persia. Peristiwa yang terjadi pada bulan Rabbi’ul

Awwal 41 H/ 661 M. Dikenanglah dalam sejarah Islam dengan istilah

“Ammul Jama’ah” atau “Tahun Persatuan”, karena pada waktu itu hanya

pemimpin ummat Islam, yaitu Muawiyah bin Abu Shafyan.

Dengan terbunuhnya Ali, berakhir pula khilafah risyidah yang sesuai dengan

manhaj Allah secara sepenuhnya.

Page 20: Sejarah Peradaban Islam ~ Semester III

DAFTAR ISI

Dr. H. Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Toha Putra, Semarang. 2009

Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Kota kembang, Yogyakarta. 1999

Dr. Badri Yatim, M. A. Sejarah Peradabab Islam, Raja Wali Prees, Jakarta. 2008

Hamka, Sejarah Ummat Islam, Bulan Bintang, Jakarta. 1981

Dr. Ali Murodi, Islam dikawasan kebudayaan Arab, logo wacana ilmu, Ciputat. 1997