risalah sekitar berita manusia singgah di bulan
DESCRIPTION
www.desasalaf.co.ccTRANSCRIPT
RISALAH SEKITAR BERITA MANUSIA SINGGAH DI BULAN
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Segala puji hanya untuk Allah k Rabb semesta alam, sholawat dan salam semoga selalu
tercurah kehadirat baginda nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya
dan shahabatnya serta orang-orang yang selalu mengikuti mereka dengan kebaikan sampai
hari kiamat.
Telah mutawatir berita singgahnya pesawat antariksa di daratan bulan, setelah
percobaan yang berulang-ulang yang mencurahkan kemampuan pemikiran, materi dan
tekhnologi selama bertahun-tahun. Dan berita ini telah menimbulkan berbagai pertanyaan
dan diskusi di antara manusia.
Ada yang mengatakan bahwa hal itu bertentangan dengan al-Qur’an. Tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa hal itu benar, bahkan al-Qur’an pun telah menguatkannya.
Orang-orang yang menyangka bahwa berita itu menyelisihi al-Qur’an mengatakan: “Bahwa
Allah telah memberitakan bahwa bulan itu berada di langit. Allah berfirman:
��ا و���ا ��ا�� ���� و�� ��و�� ا����ء �� �� ا�ي ���رك� !
“Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan
padanya matahari dan bulan yang bercahaya”.[(Al-Furqan:61]
Dan Dia juga berfirman:
ا�"�� و��$����ا�� )ا�'� و�� &%را �
"Allah menjadikan padanya bulan sebagai cahaya, dan menjadikan matahari sebagai
pelita” [Nuh :16]
Apabila bulan itu berada di langit maka tidak mungkin mencapai ke sana, karena Allah
telah menjadikan langit sebagai atap bumi yang dijaga. Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam sebagai makhluk yang paling mulia, dan bersamanya malaikat yang
paling mulia, yaitu Jibril, (harus) meminta izin dan minta dibukakan pada tiap-tiap
langit pada malam mi’raj. Mereka berdua tidak bisa langsung masuk kecuali setelah
dibukakan untuk keduanya. Maka bagaimana mungkin hasil karya manusia bisa singgah di
daratan bulan, padahal bulan itu berada di langit yang dijaga.
Sedangkan orang-orang yang beranggapan bahwa al-Qur’an menguatkan berita tersebut,
mereka mengatakan: Bahwa Allah berfirman:
�19��ن إ7 7��3ون ��&3وا وا6رض ا����وات أ��1ر !$ ��3وا أن ا�0�10/ إن وا,&) ا�+$* (�!�'�
"Wahai jama’ah jin dan manusia jika kamu sanggup menembus/melintasi penjuru langit dan
bumi, maka lintasilah, kamu tidak akan bisa menembusnya melainkan dengan sulthan
(kekuatan)." [Al-Rahman: 33]
Sulthan (kekuatan) yang dimaksud pada ayat di atas adalah ilmu. Sedangkan mereka mampu
melintasi penjuru dunia dengan ilmu, maka perbuatan mereka ini sesuai dengan Al-Qur’an
dan tafsirnya.
Jika memang terbukti kebenaran berita yang telah mutawatir tentang turunnya pesawat
ruang angkasa di daratan bulan, maka yang nampak bagiku adalah bahwa al-Qur’an tidak
mendustakannya dan tidak membenarkannya. Tidak ada nash yang jelas di dalam al-Qur’an
yang menyelisihinya, sebagaimana tidak ada di dalam al-Qur’an yang membenarkannya dan
menguatkannya.
A). Adapun bahwa al-Qur’an tidak menyelisihi berita tersebut, sebab al-Qur’an adalah
firman Allah Azza wa Jalla yang ilmuNya meliputi segala sesuatu.
Allah mengetahui perkara-perkara yang lampau, maupun perkara-perkara yang sedang
terjadi, dan perkara-perkata yang akan datang, baik yang dilakukan oleh Allah sendiri
maupun yang dilakukan oleh makhlukNya. Maka setiap yang telah terjadi atau akan
terjadi, di langit atau di bumi, dari perkara yang kecil sampai perkara yang besar,
yang nampak atau pun yang tidak nampak, sesungguhnya Allah mengetahui segalanya, dan
perkara itu tidak akan tejadi kecuali dengan kehendak dan perintahNya, tidak lagi
perdebatan dalam masalah itu.
Apabila demikian, sedangkan al-Qur’an adalah kalam Allah, dan Allah yang paling benar
perkataanNya, dan siapakah perkataannya yang lebih benar dari perkataan Allah? Dan
perkataanNya adalah sebaik-baik perkataan, dan paling nyata penjelasannya, dan
siapakah perkataannya yang lebih baik dari perkataanNya? Maka tidaklah mungkin
selamanya firmanNya yang berasal dari ilmuNya, yang merupakan puncak kebenaran dan
penjelasan, bertentangan dengan kenyataan yang bisa dibuktikan. Demikian juga tidak
mungkin selamanya ada kenyataan yang bisa dibuktikan bertentangan dengan nash al-
Qur’an yang nyata.
Maka barang siapa yang memahami bahwa di dalam al-Qur’an ada sesuatu hal yang
meyelisihi kenyataan, atau bahwa ada kenyataan yang bisa dibuktikan menyelisihi al-
Qur’an, maka pemahamannya itu salah fatal.
Sedangkan ayat-ayat yang dianggap oleh sebagian orang menunjukkan keberadaan bulan di
langit, maka pada ayat-ayat itu tidak ada penjelasan nyata yang menunjukkan bahwa
bulan menempel dengan langit, yang langit itu sebagai atap bumi yang dijaga.
Memang, zhahir perkataan menunjukkan bahwa bulan berada di langit, akan tetapi jika
telah nyata sampainya pesawat ruang angkasa di daratan bulan, maka hal tersebut
sebagai bukti bahwa bulan tidak berada di langit bumi, yang merupakan atap bumi yang
dijaga, akan tetapi bulan itu berada di orbit (garis edar) nya, yang terletak di
antara langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah:
>9; ا�ي وه%� (��@%ن 9�? �� آ = وا�"�� وا�'�) ا����رو ا�
"Dan Dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya”. [Al-Anbiya’ 33]
Pada ayat lain Allah berfirman :
ا�"�� B�رك أن ��� )�7(� �A�ا�'� (��@%ن 9�? �� وآ = ا����ر ���; و7ا�
"Tidaklah mungkin bagi matahari untuk mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarannya" [Yasin:40]
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata: “Semua itu beputar sebagaimana alat tenun
berputar pada tempat berputarnya.”
Ats-Tsa’laby dan Al-Mawardi menyebutkan dari Hasan al-Basry bahwa ia pernah berkata:
“Matahari, bulan dan bintang berada pada orbitnya masing-masing yang terletak di
antara langit dan bumi, tidak menempel pada langit, kalaulah menempel dengannya maka
tidak mungkin bisa berputar”. Al-Qurthubi menyebutkan dari keduanya pada tafsir surat
Yasin.
Perkataan bahwa matahari dan bulan berada orbitnya yang terletak antara langit dan
bumi, hal ini tidak bertentangan dengan apa yang dikahabarkan oleh Allah bahwa
keduanya berada di langit. Karena perkataan langit terkadang berarti setiap sesuatu
yang tinggi. Ibnu Qutaibah berkata: “Setiap yang ada di atasmu disebut langit”. Jadi
arti matahari dan bulan berada di langit, yaitu berada di ketinggian, atau di arah
langit. Dan ada juga kata “langit” di dalam al-Qur’an dengan arti ketinggian.
Sebagaimana di dalam firman Allah Azza wa Jalla:
�C&و����ء !$ !��رآ� !�ء ا��
"Dan Kami turunkan air yang membawa berkah dari langit (ketinggian)". [Qaf: 9]
Yang dimaksudkan adalah hujan, dimana hujan turun bukan dari awan yang dijalankan di
antara langit dan bumi.
Apabila memang benar apa yang mereka sebutkan tentang mendaratnya (pesawat ruang
angkasa di) bulan, maka hal itu menambahkan ilmu kepada kita tentang ayat-ayat (tanda-
tanda kekuasaan) Allah yang agung ini. Yaitu bahwa planet bulan yang besar ini, juga
planet lain yang lebih besar, berputar pada orbitnya yang terletak antara langit dan
bumi sampai waktu yang Allah tentukan, dimana ia tidak berubah, tidak maju dan tidak
mundur dari perjalanan yang telah ditetapkan padanya oleh yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.
Dan bersamaan dengan itu, kadang-kadang bulan menyinari dengan sempurna sehingga
menjadi bulan purnama, dan kadang-kadang sebagiannya saja yang bersinar sehingga
menjadi bulan biasa atau bulan sabit, yang demikian itu merupakan ketetapan yang Maha
Kuasa lagi Maha Mengetahui.
Sedangkan perkara yang tersebar bahwa bulan berada di langit bumi, bintang merkuri
berada di langit ke dua, venus berada di langit ketiga, matahari berada di langit ke
empat, planet Mars berada di langit ke lima, Yupiter berada di langit ke enam, dan
Saturnus berada di langit ke tujuh, maka sesungguhnya hal ini diambil dari para
ilmuwan astronomi, yang tidak ada hadits yang shahih dari Rasul n . Yang hal itu
ditunjukkan oleh perkataan Ibnu Katsir –yang beliau mempunyai wawasan yang luas-
ketika mengomentari masalah matahari berada pada langit ke empat, beliau berkata:
“Tidak ada di dalam syari’at yang menafikan hal itu, bahkan penglihatan –yaitu di
waktu terjadi gerhana- menunjukkan tentang hal itu.”
Perkataan beliau: “Tidak ada di dalam syari’at yang menafikan”, dan pengambilan dalil
yang beliau lakukan tentang kebenaran hal di atas berdasarkan penglihatan menunjukkan
bahwa tidak ada di dalam syari’at sesuatu yang menetapkan bahwa matahari berada pada
langit ke empat. Wallah a’lam.
B). Adapun keadaan al-Qur’an yang tidak menunjukkan sampainya pesawat antariksa ke
bulan, karena orang-orang yang menyangka hal itu berdalil dengan firman Allah:
�19��ن إ7 7��3ون ا��&3و وا6رض ا����وات أ��1ر !$ ��3وا أن ا�0�10/ إن وا,&) ا�+$* (�!�'�
"Wahai Jin dan manusia jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi maka
lintasilah, kamu tidak akan dapat melintasinya melainkan dengan sulthan (kekuatan)".
[ar-Rahman: 33]
Mmereka menafsirkan kata sulthan (kekuatan) pada ayat tersebut dengan ilmu.
Pengambilan dalil ini tertolak dari berbagai segi:
1. Bahwa rangkaian ayat di atas menunjukkan bahwa tantangan ini akan terjadi pada hari
kiamat nanti. Dan hal itu akan nampak jelas bagi siapa saja yang membaca surat
tersebut dari awal. Karena pada awal surat ini Allah menyebutkan permulaan penciptaan
jin dan manusia dan apa-apa yang ada di penjuru langit dan bumi yang Allah tundukkan
terhadap para hambaNya. Kemudian Allah menceritakan akan binasanya apa saja yang ada
padanya. Kemudian Allah berfirman:
��3�غ /E� F )ن أG"H�ا
"Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin". [Ar-Rahman : 31]
Makna dari ayat di atas adalah perhitungan Allah terhadap makhlukNya (jin dan
manusia), kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menantang makhlukNya dari golongan jin
bahwa tidak ada tempat pelarian buat mereka, baik dari penjuru langit maupun dari
penjuru bumi. Maka mereka tidak akan bisa lari, dan mereka tidak memiliki kekuatan
untuk saling menolong sehingga selamat dari hukuman Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan
kemudian Allah mengiringinya dengan menyebutkan balasan untuk orang yang berbuat jelek
dengan balasan yang setimpal, dan untuk orang yang berbuat kebaikan dengan apa yang
mereka harapkan.
Tidak ada keraguan bahwa susunan (rangkaian) perkataan itu menjelaskan dan menentukan
arti. Mungkin ada kalimat yang sesuai pada satu tempat akan tetapi tidak sesuai
(maknanya) pada tempat yang lain.
Anda mungkin kadang melihat satu kalimat yang mempunyai dua makna yang saling
bertentangan, tetapi maksudnya dapat ditentukan dari keduanya berdasarkan
rangkaian/susunan perkataan. Sebagaimana hal itu dikenal pada kata-kata yang memiliki
arti yang bertentangan di dalam bahasa (Arab).
Kalau dimungkinkan ayat yang mulia tersebut merupakan berita tentang apa yang akan
terjadi di dunia, tetapi sesungguhnya ayat tersebut pada posisi ini tidak sesuai
sebagai berita tentang apa yang terjadi di dunia, bahkan telah pasti -berdasarkan
rangkaian yang mendahului dan menyusul ayat tersebut- bahwa ayat tersebut merupakan
ancaman dan pernyataan tidak mampu yang akan terjadi pada hari kiamat.
2. Sesungguhnya seluruh ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat tersebut merupakan ancaman
dan pernyataan tidak mampu (terhadap para jama’ah jin dan manusia), dan mayorits ahli
tafsir menyatakan bahwa hal itu akan terjadi pada hari kiamat.
Syaikh Muhammad al-Amin as-Syanqity berkomentar tentang ayat ini di dalam surat al-
Hijr pada firman Allah:
B"�و ����ء �� 9�� ��و�� ا����J�($ �ه�وز(�9�
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami
telah menghiasi langit bagi orang-orang yang memandanginya". [Al Hijr:16-17]
Syaikh Muhammad al-Amin as-Syanqity mensifati orang yang menganggap bahwa ayat itu
mengisyaratkan (manusia) dapat mencapai ke langit sebagai orang yang tidak mempunyai
ilmu terhadap kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Sesungguhnya jikalau ayat tersebut merupakan berita tentang apa yang akan terjadi,
maka makna ayat itu adalah: “Wahai jama’ah jin dan manusia sesungguhnya kamu tidak
akan sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi kecuali dengan ilmu”. Kalau
demikian, maka itu merupakan sesuatu yang sudah nyata (tidak perlu diberitakan).
Karena sesungguhnya segala sesuatu tidaklah bisa dicapai kecuali dengan mengilmui
sebab-sebab untuk mencapainya dan mampu untuk melaksanakannya.
Maka arti tersebut menghilangkan keindahan dari makna dan posisi ayat. Karena ayat itu
dimulai dengan peringatan yang keras, yaitu dengan firman Allah:
��3�غ /E� F )ن أG"H�ا
"Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin". [ar-Rahman :31]
Kemudian diiringi dengan ancaman yang keras di dalam firmanNya:
��) ��E�9K اظ%N $*! ر� ��P0�ان G� و&@�س &
"Kepadamu (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, maka kamu tidak
dapat menyelamatkan diri(daripadanya)". [Ar-Rahman : 35]
4. Nampak sekali bahwa ayat ini menunjukkan tentang tantangan ( Allah Subhanahu wa
Ta'ala terhadap jin dan manusia). Karena:
a). Rangkaian ayat, baik sebelum ataupun sesudahnya.
b). Bahwa disebutkannya jama’ah jin dan manusia bersama-sama sebagai satu jama’ah, hal
itu semisal firman Allah Subhanhu wa Ta'ala :
� $Q� R��0�ا (&,+ ا�وا $ S9K ا أن%�T) H�� ا"�ءان ه�ن ا%�T)7 F9H�� %آ�ن�و /�U�� V��� �ا��J
"Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". [Al-Israa:88]
c). Bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : 0�10/ إن� (Jika kamu sanggup), nyata اsebagai tantangan (Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap/kepada jin dan manusia ),
apalagi ayat itu menggunakan kata (إن), bukan dengan kata اذإ karena اذإ menunjukkan kemungkinan terjadinya syarat, berbeda dengan kata إن
5. Sesungguhnya jika arti dari ayat tersebut sebagai berita, maka menngandung pujian
bagi mereka, dimana mereka bisa mengerjakan dan menyelidiki apa yang Allah Subhanahu
wa Ta'ala cemoohkan mereka, sehingga mereka dapat singgah di bulan. Sedangkan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya tidak bisa menggapainya, padahal
mereka adalah orang-orang yang paling cepat mengerjakan perintah yang diserukan oleh
Qur’an.
6. Sesungguhnya hukum di dalam ayat yang mulia mencakup jin dan manusia, padahal telah
maklum bahwa ketika turunnya al-Qur’an jin mampu melintasi dari penjuru bumi menuju ke
penjuru langit, sebagaimana Allah l menceritakan tentang mereka:
��� !B�%� RQ9&�ه� ا����ء ����� وأ&�X اB)BN ���Nو ��9! BK�"! Y��B�"& �� آ�� وأ&� $�� Y�0�) ا6ن B+) F� ����N BZ ار
"Dan sesungguhnya kami (para jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami
mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api yang mengintai (
untuk membakarnya)" [Al-Jin: 8-9]
Kalau demikian, maka bagaimana Allah menyatakan mereka lemah terhadap sesuatu yang
mereka mampu melakukannya (melintasi penjuru bumi dan langit). Apabila ada yang
berkata: “Sesungguhnya mereka tidak bisa (melintasi penjuru langit dan bumi) setelah
diutusnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kami katakan bahwa ini menunjukkan
bahwa maksud ayat itu untuk menyatakan mereka lemah, bukan sebagai berita.
7. Bahwa ayat yang mulia tersebut diiringi dengan firman Allah:
��) ��E�9K اظ%N $*! ر� ��P0�ان G� و&@�س &
"Kepada kamu (jin dan manusia) akan dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, maka kamu
tidak dapat menyelamatkan diri dari padanya". [Ar-Rahman: 35]
Dan makna ayat tersebut adalah–Wallahu A’lam-: “Sesungguhnya kamu wahai jama’ah jin
dan manusia, jika kamu berusaha melintasi langit maka Allah benar-benar akan
melepaskan kepadamu nyala api dan cairan tembaga”. Padahal sudah diketahui bahwa
roket-roket (pesawat-pesawat antariksa) itu tidak dikejar oleh nyala api dan cairan
tembaga, maka bagaimana mungkin hal itu adalah yang dimaksudkan oleh ayat tersebut.
8. Penafsiran mereka arti dari kata “sulthan” dalam ayat tersebut dengan ilmu perlu
dilihat kembali. Karena kata “sulthan” itu berarti sesuatu yang mempunyai kekuasaan
yang dimiliki oleh seseorang terhadap apa yang ingin dia kuasai atau dia kalahkan,
sehingga maknanya berbeda sesuai dengan kedudukan/posisi. Jika berada pada posisi
perbuatan dan yang semacamnya, maka yang dimaksudkan adalah kekuatan dan kekuasaan.
Allah berfirman:
F�) إ&� F� �19ن� S9K �F&�19 إ&�� (0%آ9%ن ر�*�/ وS9K ءا!�%ا ($ا� S9K $)%&F ا��%0) $) !'�آ%ن F� ه/ وا�
"Sesungguhnya syaitan itu tidak memiliki sulthan (kekuasaan) atas orang-orang yang
beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaithan) hanyalah
atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimin dan atas orang-orang yang
mempersekutukannya dengan Allah" [An-Nahl : 99-100]
Kata “sulthan” pada ayat ini artinya adalah kekuasaan, tidak sesuai jika diartikan
dengan “ilmu”. Demikian pula kata “sulthan” pada ayat yang sedang kita bahas, karena
“melintasi” (penjuru langit dan bumi) merupakan perbuatan/pekerjaan yang membutuhkan
kekuatan dan kemampuan, dengan ilmu saja tidaklah cukup. Mereka tidak akan sampai
singgah ke bulan hanya dengan ilmu saja, akan tetapi dengan ilmu dan
kekuatan/kemampuan serta sebab-sebab/jalan-jalan yang Allah tundukkan untuk mereka.
Dan apabila kata “sulthan” digunakan di saat perdebatan, maka maksud kata itu adalah
bukti dan alasan yang bisa mengalahkan musuhnya.
Allah berfirman:
��19ن !*$ K�Bآ/ إن [��
"Kamu tidak mempunyai sulthan (hujjah) tentang ini". [Yunus ; 68]
Sulthan di sini berarti alasan dan bukti. Dan tidak ada di dalam al-Qur’an kata
sulthan dengan arti ilmu semata-mata. Bahkan akar kata sulthan menunjukkan bahwa yang
dimaksudkan sesuatu yang memiliki kekuasaan, kemampuan dan kemenangan bagi seorang.
Jelas sudah bahwa ayat yang mulia tersebut tidak mengisyaratkan tentang peristiwa
mendaratnyan pesawat ruang angkasa di bulan. Dan berbagai sisi yang telah kita
sebutkan tadi ada yang nampak jelas, dan ada pula yang membutuhkan perenungan. Kami
memperingatkan hal itu hanyalah karena khawatir dari menafsirkan kalam Allah dengan
apa yang tidak dikehendaki oleh kalam Allah tersebut. Karena yang demikian itu
mengandung dua bahaya:
a. Menyelewengkan kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya, yaitu dengan mengeluarkan
dari maksud arti yang sebenarnya.
b. Berkata atas Allah tanpa ilmu. Karena dia menganggap bahwa Allah menginginkan arti
ini, padahal itu menyelisihi susunan ayat. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas
hamba-hambaNya dari berkata atas Allah dengan apa yang ia tidak mereka ketahui.
Masalah terakhir adalah : Apabila memang benar berita tentang turunnya pesawat
antariksa di daratan bulan, yang dipertanyakan adalah, apakah mungkin manusia juga
dapat menetap di daratannya (hidup di bulan-red)?
Jawab:
Yang nampak dari keterangan al-Qur’an, hal semacam ini tidak mungkin terjadi,
dikarenakan manusia tidaklah mungkin bisa hidup kecuali di bumi. Allah berfirman:
����%ن �@� ��� �\��%ن و!��� ��%�%ن و�
"Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di di bumi itu kamu mati, dan dari bumi
itu (pula) kamu akan dibangkitkan". [Al-A’raf: 25]
Dalam ayat di atas Allah membatasi kehidupan, kematian dan kebangkitan adalah di bumi.
Bentuk pembatasan dalam ayat ini adalah mendahulukan sesuatu yang pada dasarnya harus
diakhirkan. [1] Semacam ayat ini adalah firman Allah:
أ>�ى ��رة &\E��/ و!��� &��Bآ/ او��F >9"��آ/ !���
"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu, dan kepadanya Kami akan mengembalikan
kamu, dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain". [Thaha: 55]
Yaitu Allah membatasi permulaan ciptaan dari bumi, dan bahwa ke bumi-lah kita akan
dikembalikan setelah kematian, dan dari bumi pula kita akan dibangkitkan dari kematian
di hari kiamat. Sebagaimana juga ada ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa bumi adalah
sebagai tempat kehidupan manusia. Allah berfirman:
0�/ و!$ !��(_ ���� �E/ و9����� F� $�� ��از
"Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami
menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki
kepadanya". [Al Hijr:20]
Zhahir al-Qur’an -tanpa keraguan lagi- menjelaskan bahwa tidak ada kehidupan buat
manusia kecuali di bumi ini, yang dari bumi ini manusia diciptakan, dan kepadanya ia
akan dikembalikan, dan darinya ia akan di bangkitkan.
Maka kita wajib meyakini zhahir al-Qur’an tersebut, dan jangan sampai persangkaan kita
di dalam mengagungkan kreasi makhluk menjauhkan kita sehingga menyelisihi zhahir al-
Qur’an dengan perkiraan.
Kalau seandainya ada seorang manusia mampu turun (hidup) di daratan bulan, dan hal itu
nyata dan pasti, maka dimungkinkan untuk membawa pengertian kehidupan dalam ayat
tersebut ialah kehidupan yang tetap secara jama’ah seperti layaknya kehidupan manusia
di bumi, sedangkan hal ini mustahil. Allah a’lam
Dan selanjutnya, bahwa pembahasan dalam masalah ini bisa jadi termasuk ilmu yang tidak
diperlukan, seandainya tidak adanya pembahasan dan diskusi sehingga sebagian orang
berlebih-lebihan menolak dan mengingkarinya sedangkan sebagian yang lain berlebih-
lebihan di dalam menerima dan menetapkannya.
Golongan pertama menjadikan berita itu bertentangan dengan al-Qur’an, sedankan
golongan lain menguatkannya dengan al-Qur’an. Maka aku ingin menulis apa yang sudah
tercantum di sini dengan sebatas pemahamanku yang dangkal dan ilmuku yang terbatas.
Dan aku memohon kepada Allah supaya Ia Subhanahu wa Ta'ala menjadikannya ikhlas karena
mengharap wajahNya, bermanfaat untuk hamba-hambaNya. Segala puji hanya bagi Allah
Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam, sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada
baginda Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabat-
shahabatnya.
[Diterjemahkan oleh Mahrus dari Risalah Haula Ash-Shu’ud Ilal Qamar, di dalam kitab
Majmu’ Fatawa Wa Rasail Fadhilatus Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, V/319-327]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05//Tahun V/1422H/2001M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Yaitu semestinya adalah: “Kamu hidup di bumi itu dan kamu akan mati di di bumi
itu, dan (pula) kamu akan dibangkitkan dari bumi itu, tetapi pada ayat itu kata “di
bumi” diletakkan di depan, menurut kaedah bahasa Arab hal ini menunjukkan sebagai
pembatas -red