reza ringkasan eksekutif plts

24
RINGKASAN EKSEKUTIF 1 PT. WINA HARAPAN SENTOSA RINGKASAN EKSEKUTIF 1. LATAR BELAKANG PROYEK DAN PEMRAKARSA 1.1. LATAR BELAKANG PROYEK Proyek PLTS di Sumatera Utara 40 MW, akan dibangun dalam 2 (dua) tahun anggaran 2015 dan 2016 yang berlokasi di Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara merupakan sumber panas matahari yang besar dan tersedia. Potensi Energi Terbarukan Solar sell ini merupakan daya yang diperoleh adalah hasil kali panas lumen matahari dan tinggi luas panel surya. Dalam rangka pelayanan/peningkatan pengadaan listrik, PT. Wina Harapan Sentosa merencanakan akan membangun sarana prasarana kelistrikan, yaitu Pembangkit Tenaga Surya dengan memanfaatkan potensi yang ada di Sei Bingai. Untuk mewujudkan program tersebut, PT. Wina Harapan Sentosa merupakan perusahaan swasta nasional dituntut melaksanakan salah satu sektor pembangunan “Sektor Penerangan/Kelistrikan Tenaga Surya”. Dengan demikian, menawarkan penyediaan energi listrik terbarukan tenaga matahari, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTM). 1.2. LATAR BELAKANG PEMRAKARSA PT. Wina Harapan Sentosa adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang jasa industri pembangkit tenaga listrik dan pengelolaan sumber daya alam ketenagalistrikan terutama dalam hal teknik pembangunan dan pengelolaan proyek. Perusahaan ini didirikan di Medan pada 9 September tahun 2008 dengan tujuan berperan serta dalam pembangunan di Indonesia. Data PT. Wina Harapan Sentosa sebagai berikut: Nama Perusahaan : PT. WINA HARAPAN SENTOSA Alamat Perusahaan : Jalan Taman Kirana No.54 Medan 20215, Sumatera Utara Penanggung Jawab : Reza Fadhila,Ph.D Akte Notaris : No. 20 Tanggal 9 September 2008 N P W P : No. 03.080.211.0-077.000

Upload: reza-fadhila

Post on 15-Jan-2016

102 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

data

TRANSCRIPT

Page 1: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

1

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. LATAR BELAKANG PROYEK DAN PEMRAKARSA

1.1. LATAR BELAKANG PROYEK

Proyek PLTS di Sumatera Utara 40 MW, akan dibangun dalam 2 (dua) tahun

anggaran 2015 dan 2016 yang berlokasi di Desa Paluh Kurau Dusun XIII

Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Desa

Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi

Sumatera Utara merupakan sumber panas matahari yang besar dan tersedia.

Potensi Energi Terbarukan Solar sell ini merupakan daya yang diperoleh adalah

hasil kali panas lumen matahari dan tinggi luas panel surya.

Dalam rangka pelayanan/peningkatan pengadaan listrik, PT. Wina Harapan

Sentosa merencanakan akan membangun sarana prasarana kelistrikan, yaitu

Pembangkit Tenaga Surya dengan memanfaatkan potensi yang ada di Sei

Bingai. Untuk mewujudkan program tersebut, PT. Wina Harapan Sentosa

merupakan perusahaan swasta nasional dituntut melaksanakan salah satu

sektor pembangunan “Sektor Penerangan/Kelistrikan Tenaga Surya”. Dengan

demikian, menawarkan penyediaan energi listrik terbarukan tenaga matahari,

yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTM).

1.2. LATAR BELAKANG PEMRAKARSA

PT. Wina Harapan Sentosa adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang

jasa industri pembangkit tenaga listrik dan pengelolaan sumber daya alam

ketenagalistrikan terutama dalam hal teknik pembangunan dan pengelolaan

proyek. Perusahaan ini didirikan di Medan pada 9 September tahun 2008

dengan tujuan berperan serta dalam pembangunan di Indonesia.

Data PT. Wina Harapan Sentosa sebagai berikut:

Nama Perusahaan : PT. WINA HARAPAN SENTOSA

Alamat Perusahaan : Jalan Taman Kirana No.54

Medan 20215, Sumatera Utara

Penanggung Jawab : Reza Fadhila,Ph.D

Akte Notaris : No. 20 Tanggal 9 September 2008

N P W P : No. 03.080.211.0-077.000

Page 2: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

2

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

2. Matahari Untuk PLTS di Indonesia

Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis

energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian

yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak

terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak

lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan

menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.

Komponen utama sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan menggunakan

teknologi fotovoltaik adalah sel surya. Saat ini terdapat banyak teknologi pembuatan sel

surya. Sel surya konvensional yang sudah komersil saat ini menggunakan

teknologiwafer silikon kristalin yang proses produksinya cukup kompleks dan mahal.

Secara umum, pembuatan sel surya konvensional diawali dengan proses pemurnian

silika untuk menghasilkan silika solar grade (ingot), dilanjutkan dengan pemotongan

silika menjadi wafer silika. Selanjutnya wafer silika diproses menjadi sel surya,

kemudian sel-sel surya disusun membentuk modul surya. Tahap terakhir adalah

mengintegrasi modul surya dengan BOS (Balance of System) menjadi sistem PLTS.

BOS adalah komponen pendukung yang digunakan dalam sistem PLTS seperti

inverter, batere, sistem kontrol, dan lain-lain.

Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat

dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum

dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia

baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan

mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal sel

surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga yang

masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai

teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya

penurunan harga produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber energi lain.

Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir seluruh

daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat

pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun hampir di semua lokasi

merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan. Dengan asumsi penguasaan

pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap

keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini

tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke

pabrikasi sel surya.

Page 3: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

3

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

2.1 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS)

Sejarah PLTS tidak terlepas dari penemuan teknologi sel surya berbasis silikon pada

tahun 1941. Ketika itu Russell Ohl dari Bell Laboratory mengamati silikon polikristalin

akan membentuk buit in junction, karena adanya efek segregasi pengotor yang

terdapat pada leburan silikon. Jika berkas foton mengenai salah satu sisi junction,

maka akan terbentuk beda potensial di antara junction, dimana elektron dapat mengalir

bebas. Sejak itu penelitian untuk meningkatkan efisiensi konversi energi foton menjadi

energi listrik semakin intensif dilakukan. Berbagai tipe sel surya dengan beraneka

bahan dan konfigurasi geometri pun berhasil dibuat.

Sel Surya (Fotovoltaik) sel surya atau juga sering disebut fotovoltaik adalah divais yang

mampu mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Sel surya bisa disebut

sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya

matahari yang sampai kebumi, walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan

listrik, energi dari matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem

solar thermal. Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau

sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti

dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika

disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan dc sebesar 0,5

sampai 1 volt, dan arus short-circuit dalam skala milliampere per cm2 . Besar tegangan

dan arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel

surya disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri

dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan dc sebesar 12 V dalam kondisi

penyinaran standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa digabungkan secara

paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan

daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu.

Page 4: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

4

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

Modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya yang dirangkai seri untuk memperbesar total daya output.

(Gambar :”The Physics of Solar Cell”, Jenny Nelson)

Struktur Sel Surya Sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi, jenis-jenis

teknologi sel surya pun berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel

surya generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian

penyusun sel yang berbeda pula (Jenis-jenis teknologi surya akan dibahas di tulisan

“Sel Surya : Jenis-jenis teknologi”). Dalam tulisan ini akan dibahas struktur dan cara

kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis

material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya

generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis).

Secara umum ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya terdiri dari :

1. Substrat/Metal backing Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen

sel surya. Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena

juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga umumnya digunakan

material metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum. Untuk sel surya dye-

sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat

masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material yang konduktif tapi

juga transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide (FTO).

Page 5: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

5

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

2. Material semikonduktor Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya

yang biasanya mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya

generasi pertama (silikon), dan -3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material

semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus

gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang umum

diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material

semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu contohnya

material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan amorphous silikon,

disamping material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam

penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide). Bagian

semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material

semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas)

dan tipe-n (silikon tipen, CdS,dll) yang membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi

kunci dari prinsip kerja sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-p, tipe-n, dan juga

prinsip p-n junction dan sel surya akan dibahas dibagian “cara kerja sel surya”.

3. Kontak metal / contact grid Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian

material semikonduktor biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif

transparan sebagai kontak negatif.

4. Lapisan antireflektif Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan

cahaya yang terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi

oleh lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan

besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan

cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang

dipantulkan kembali.

5. Enkapsulasi / cover glass Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi

modul surya dari hujan atau kotoran. 2.3 Cara Kerja Sel Surya el surya konvensional

bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara semikonduktor tipe-p

dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat

elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron

(muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan

positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa

terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk

Page 6: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

6

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

mendapatkan material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk

mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah

menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.

2.2 Prinsip Kerja Sel Surya

Sel surya adalah dioda semikonduktor yang dapat mengubah cahaya menjadi listrik

dan merupakan komponen utama dalam sistem PLTS. Selain terdiri atas modul-modul

sel surya, komponen lain dalam sistem PLTS adalahBalance of System (BOS) berupa

inverter dan kontroller. PLTS sering dilengkapi dengan batere sebagai penyimpan

daya, sehingga PLTS dapat tetap memasok daya listrik ketika tidak ada cahaya

matahari.

Gambar Sel Surya sebagai Komponen Utama PLTS

Pembangkitan energi listrik pada sel surya terjadi berdasarkan efek fotolistrik, atau

disebut juga efek fotovoltaik, yaitu efek yang terjadi akibat foton dengan panjang

gelombang tertentu yang jika energinya lebih besar daripada energi ambang

semikonduktor, maka akan diserap oleh elektron sehingga elektron berpindah dari pita

valensi (N) menuju pita konduksi (P) dan meninggalkan hole pada pita valensi,

selanjutnya dua buah muatan, yaitu pasangan elektron-hole, dibangkitkan. Aliran

elektron-hole yang terjadi apabila dihubungkan ke beban listrik melalui penghantar

akan menghasilkan arus listrik.

Page 7: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

7

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

Gambar Prinsip Kerja Sel Surya

2.3 Tipe Sel Surya

Ditinjau dari konsep struktur kristal bahannya, terdapat tiga tipe utama sel surya, yaitu

sel surya berbahan dasar monokristalin, poli (multi) kristalin, dan amorf. Ketiga tipe ini

telah dikembangkan dengan berbagai macam variasi bahan, misalnya silikon, CIGS,

dan CdTe.

Berdasarkan kronologis perkembangannya, sel surya dibedakan menjadi sel surya

generasi pertama, kedua, dan ketiga. Generasi pertama dicirikan dengan

pemanfaatanwafer silikon sebagai struktur dasar sel surya; generasi kedua

memanfaatkan teknologi deposisi bahan untuk menghasilkan lapisan tipis (thin film)

yang dapat berperilaku sebagai sel surya; dan generasi ketiga dicirikan oleh

pemanfaatan teknologi bandgap engineering untuk menghasilkan sel surya berefisiensi

tinggi dengan konsep tandem atau multiple stackes.

Kebanyakan sel surya yang diproduksi adalah sel surya generasi pertama, yakni

sekitar 90% (2008). Di masa depan, generasi kedua akan makin populer, dan kelak

akan mendapatkan pangsa pasar yang makin besar. European Photovoltaic Industry

Association (EPIA) memperkirakan pangsa pasar thin film akan mencapai 20% pada

tahun 2010. Sel surya generasi ketiga hingga saat ini masih dalam tahap riset dan

pengembangan, belum mampu bersaing dalam skala komersial

2.4 Kajian Investasi Pabrikasi Sel Surya di Indonesia

Keekonomian pabrikasi sel surya di Indonesia dilakukan dengan memperhitungkan

faktor ketersediaan pasokan wafer silikon sebagai bahan baku utama, kapasitas

Page 8: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

8

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

produksi optimum, potensi pasar, faktor biaya, serta dampak dan manfaat yang dapat

dihasilkan dari proyek pembangunan pabrik sel surya.

Contoh skema insentif untuk membangun pasar dalam negeri :

1. Subsidi

Subsidi dapat diberikan langsung kepada produsen sel surya atau pembuat

perangkat pendukung Balance of System (BOS) agar harga sel surya beserta

BOS dapat terjangkau oleh masyarakat.

Penerapan subsidi akan lebih efektif jika di Indonesia terdapat industri sel surya,

baik pembuatan, perakitan, maupun industri BOS.

Untuk rural electrification, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi daerah

atau desa yang menerima bantuan sel surya dengan hanya membebani

masyarakat pedesaan dengan tariff listrik yang jauh di bawah normal (jangan

gratis)

2. Feed-in tariff

Feed-in tariff ialah harga yang dibayarkan oleh perusahaan listrik negara ketika

membeli listrik dari pembangkit listrik jenis energi terbarukan dengan harga yang

ditetapkan oleh pemerintah setempat. Feed-in tariff ini merupakan insentif lain

yang bertujuan untuk meningkatkan pemakaian listrik yang bersumber dari

energi terbarukan, salah satunya sel surya.

Adanya infrastruktur yang memungkinkan masyarakat pengguna sel surya untuk

menjualnya ke perusahaan listrik semisal PLN. Rumah dengan konsep BIPV

diberikan koneksi ke jaringan listrik setempat, bukan untuk mengambil listrik dari

PLN melainkan untuk mengalirkan (atau “menjual”) listriknya ke PLN.

3. Pemberian kredit

Program kredit sel surya disertai dengan program feed-in tariff, sehingga waktu

pelunasan kredit terbantukan dengan adanya pemasukan dari penjualan listrik dari

rumah ke perusaaan listrik.

Page 9: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

9

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

2.5 Metode analisa biaya

Cara yang dilakukan untuk menilai kelayakan finansial pembangunan pabrik sel surya

dilakukan dengan menggunakan metode “ discount cash flow “ secara konvensional,

yaitu dengan penentuan Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), dan

Payback Period.

Asumsi dan kondisi dasar perhitungan

Asumsi dan kondisi dasar perhitungan menyangkut faktor kapasitas produksi, biaya

investasi awal, kebutuhan bahan pembantu, kebutuhan tenaga listrik, kebutuhan

tenaga kerja, kebutuhan perbaikan dan perawatan mesin, harga pokok produksi (HPP),

dan proyeksi penjualan.

Hasil perhitungan dan analisa biaya

Dari hasil perhitungan biaya diketahui bahwa untuk membangun pabrik sel surya

polikristal silikon dengan kapasitas 25 MWp/tahun membutuhkan investasi sebesar

Rp.670 miliar.

Perhitungan Profitabilitas Proyek (dalam rupiah)

Hasil analisis biaya dengan semua asumsi yang berlaku menunjukkan: IRR = 17,18%,

NPV = 63,037,225,027, Payback Period = 7 tahun. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa investasi pembangunan pabrik sel surya secara finansial layak

dengan mempertimbangkan bahwa berbagai asumsi dan kondisi sewaktu studi ini

disusun tidak berubah.

Dengan kapasitas produksi sel surya sebesar 25 MWp/tahun, industri sel surya akan

dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (dengan asumsi penguasaan pasar

adalah 50%). Untuk kapasitas produksi ini dibutuhkan pasokan bahan baku (wafer

polikristal silikon) minimal 12,016,342 lembar/tahun.

Page 10: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

10

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

2.6 Perbandingan Penggunaan Sel Surya Dengan Energi Lain

Energi baru dan terbarukan mulai mendapat perhatian sejak terjadinya krisis energi

dunia yaitu pada tahun 70-an dan salah satu energi itu adalah energi surya. Energi itu

dapat berubah menjadi arus listrik yang searah yaitu dengan menggunakan silikon

yang tipis. Sebuah kristal silindris Si diperoleh dengan cara memanaskan Si itu dengan

tekanan yang diatur sehingga Si itu berubah menjadi penghantar. Bila kristal silindris itu

dipotong setebal 0,3 mm, akan terbentuklah sel-sel silikon yang tipis atau yang disebut

juga dengan sel surya fotovoltaik. Sel-sel silikon itu dipasang dengan posisi sejajar/seri

dalam sebuah panel yang terbuat dari alumunium atau baja anti karat dan dilindungi

oleh kaca atau plastik. Kemudian pada tiap-tiap sambungan sel itu diberi sambungan

listrik. Bila sel-sel itu terkena sinar matahari maka pada sambungan itu akan mengalir

arus listrik. Besarnya arus/tenaga listrik itu tergantung pada jumlah energi cahaya yang

mencapai silikon itu dan luas permukaan sel itu. Pada asasnya sel surya fotovoltaik

merupakan suatu dioda semikonduktor yang berkerja dalam proses tak seimbang dan

berdasarkan efek fotovoltaik. Dalam proses itu sel surya menghasilkan tegangan 0,5-1

volt tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang dipakai. Sementara itu

intensitas energi yang terkandung dalam sinar matahari yang sampai ke permukaan

bumi besarnya sekitar 1000 Watt. Tapi karena daya guna konversi energi radiasi

menjadi energi listrik berdasarkan efek fotovoltaik baru mencapai 25% maka produksi

listrik maksimal yang dihasilkan sel surya baru mencapai 250 Watt per m2 . Dari sini

terlihat bahwa PLTS itu membutuhkan lahan yang luas. Hal itu merupakan salah satu

penyebab harga PLTS menjadi mahal. Ditambah lagi harga sel surya fotovoltaik

berbentuk kristal mahal, hal ini karena proses pembuatannya yang rumit. Namun,

kondisi geografis Indonesia yang banyak memiliki daerah terpencil sulit dibubungkan

dengan jaringan listrik PLN. Kemudian sebagai negara tropis Indonesia mempunyai

potensi energi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari radiasi harian yaitu sebesar 4,5

kWh/m2 /hari. Berarti prospek penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup

cerah. Untuk itulah perlu diusahakan menekan harga fotovoltaik misalnya dengan cara

sebagai berikut. Pertama menggunakan bahan semikonduktor lain seperti Kadmium

Sulfat dan Galium Arsenik yang lebih kompetitif. Kedua meningkatkan efisiensi sel

surya dari 10% menjadi 15%. Energi listrik yang berasal dari energi surya pertama kali

digunakan untuk penerangan rumah tangga dengan sistem desentralisasi yang dikenal

dengan Solar Home System (SHS), kemudian untuk TV umum, komunikasi dan pompa

air. Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada proyek Desa Sukatani,

Page 11: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

11

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

Bampres, dan listrik masuk desa menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan

dengan keberhasilan penerapan secara komersial. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan sampai tahun 1994 jumlah pemakaian sistem fotovoltaik di Indonesia sudah

mencapai berkisar 2,5-3 MWp. Yang pemakaiannya meliputi kesehatan 16%, hibrida

7%, pompa air 5%, penerangan pedesaan 13%, Radio dan TV komunikasi 46,6% dan

lainnya 12,4%. Kemudian dari kajian awal BPPT diperoleh proyeksi kebutuhan sistem

PLTS diperkirakan akan mencapai 50 MWp. Sementara itu menurut perkiraan yang lain

pemakaian fotovoltaik di Indonesia 5-10 tahun mendatang akan mencapai 100 MW

terutama untuk penerangan di pedesaan. Sedangkan permintaan fotovotaik

diperkirakan sudah mencapai 52 MWp. Komponen utama sistem surya fotovoltaik

adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk

membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan

thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana,

sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi. Modul fotovoltaik

tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya

yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total.

Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa

menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di

Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat

laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka

pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya

dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam

bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati

tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan

dan instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan. Teknologi ini cukup canggih dan

keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan

mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi

surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang

dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit

pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penerapannya fotovoltaik

dapat digabungkan dengan pembangkit lain seperti pembangkit tenaga diesel (PLTD)

dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTM). Penggabungan ini dinamakan sistem

hibrida yang tujuannya untuk mendapatkan daya guna yang optimal. Pada sistem ini

PLTS merupakan komponen utama, sedang pembangkit listrik lainnya digunakan untuk

mengkompensasi kelemahan sistem PLTS dan mengantisipasi ketidakpastian cuaca

Page 12: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

12

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

dan sinar matahari. Pada sistem PLTS-PLTD, PLTD-nya akan digunakan sebagai

"bank up" untuk mengatasi beban maksimal. Pengkajian dan penerapan sistem ini

sudah dilakukan di Bima (NTB) dengan kapasitas PLTS 13,5 kWp dan PLTD 40 kWp.

Penggabungan antara PLTS dengan PLTM mempunyai prospek yang cerah. Hal ini

karena sumber air yang dibutuhkan PLTM relatif sedikit dan itu banyak terdapa di desa-

desa. Untuk itulah pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang telah merealisasi

penerapan sistem model hidro ini di desa Taratak (Lombok Tengah) dengan kapasitas

PLTS 48 kWp dan PLTM sebesar 6,3 kW. Pada sistem hibrida antara fotovoltaik

dengan Fuel Cell (sel bahan bakar), selisih antara kebutuhan listrik pada beban dan

listrik yang dihasilkan oleh fotovoltaik akan dipenuhi oleh fuel cell. Controller berfungsi

untuk mengatur fuel cell agar listrik yang keluar sesuai dengan keperluan. Arus DC

yang dihasilkan fuel cell dan arus fotovoltaik digabungkan pada tegangan DC yang

sama kemudian diteruskan ke power conditioning subsystem (PCS) yang berfungsi

untuk mengubah arus DC menjadi arus AC. Keuntungan sistem ini adalah efisiensinya

tinggi sehingga dapat menghemat bahan bakar, dan kehilangan daya listrik dapat

diperkecil dengan menempatkan fuel cell dekat pusat beban.

2.6 Sistem PLTS

PLTS dengan sistem sentralisasi artinya pembangkit tenaga listrik dilakukan secara

terpusat dan suplai daya ke konsumen dilakukan melalui jaringan distribusi. Sistem ini

cocok dan ekonomis pada daerah dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Contohnya

PLTS di Desa Kentang Gunung Kidul mempunyai kapasitas daya 19 kWp, kapasitas

baterai 200 volt dan beban berupa penerangan yang terpasang pada 85 rumah.

Sementara itu PLTS dengan sistem individu daya terpasangnya relatif kecil yaitu

sekitar 48-55 Wp. Jumlah daya sebesar 50 Wp per rumah tangga diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan penerangan, informasi (TV dan Radio) dan komunikasi (Radio

komunikasi). Dan sampai tahun 95 sistem ini sudah terpasang sekitar 10.000 unit yang

tersebar di seluruh perdesaan Indonesia dan pengelolaannya yang meliputi

pemeliharaan dan pembayaran dilaksanakan oleh KUD. Melihat trend harga sel surya

yang semakin menurun dan dalam rangka memperkenalkan sistem pembangkit yang

ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan sistem individu semakin ditingkatkan.

Pada tahap pertama direncanakan akan dipasang 36.000 unit SHS selama tiga tahun

dengan prioritas 10 propinsi di kawasan timur Indonesia. Paling tidak ada 5 keuntungan

pembangkit dengan surya fotovoltaik. Pertama energi yang digunakan adalah energi

yang tersedia secara cuma-cuma. Kedua perawatannya mudah dan sederhana. Ketiga

Page 13: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

13

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

tidak terdapat peralatan yang bergerak, sehingga tidak perlu penggantian suku cadang

dan penyetelan pada pelumasan. Keempat peralatan bekerja tanpa suara dan tidak

berdampak negatif terhadap lingkungan. Kelima dapat bekerja secara otomatis.

Pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya atau lebih umum dikenal dengan

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mempunyai beberapa keuntungan yaitu:

1. Sumber energi yang digunakan sangat melimpah

2. Sistem yang dikembangkan bersifat modular sehingga dapat dengan mudah

diinstalasi dan diperbesar kapasitasnya.

3. Perawatannya mudah

4. Tidak menimbulkan polusi

5. Dirancang bekerja secara otomatis sehingga dapat diterapkan ditempat terpencil.

6. Relatif aman

7. Keandalannya semakin baik

8. Adanya aspek masyarakat pemakai yang mengendalikan sistem itu sendiri

9. Mudah untuk diinstalasi

10. Radiasi matahari sebagai sumber energi tak terbatas

11. Tidak menghasilkan CO2 serta emisi gas buang lainnya

Salah satu kendala yang dihadapi dengan dalam pengembangan Pembangkit Listrik

Tenaga Surya adalah Investasi awalnya yang tinggi dan harga per kWh listrik yang

dibangkitkan juga masih relatif tinggi yaitu Sekitar ($ USD 3 –5 / Wp). Untuk beberapa

kondisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat bersaing dengan pembangkit

Konvensional Diesel/Mikrohydro, yaitu pada tempat-tempat terpencil yang sarana

perhubungannya masih belum terjangkau jaringan listrik umum (PLN)

Indonesia mempunyai intensitas radiasi yang berpotensi untuk membangkitkan energi

listrik, dengan rata-rata daya radiasi matahari di Indonesia sebesar 1000 Watt/m2. Data

hasil pengukuran intensitas radiasi tenaga surya di seluruh Indonesia yang sebagian

besar dilakukan oleh BPPT dan sisanya oleh BMG dari tahun 1965 hingga 1995

ditunjukkan pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa Nusa Tenggara Barat dan Papua mempunyai intensitas

radiasi matahari paling tinggi di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan Bogor

mempunyai intensitas radiasi matahari paling rendah di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam penelitian potensi PLTS di Indonesia ini, semua wilayah baik yang mempunyai

intensitas radiasi matahari paling tinggi maupun paling rendah dipertimbangkan.

Page 14: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

14

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

Secara umum biaya pembangkitan PLTS lebih mahal dibandingkan dengan biaya

pembangkitan pembangkit listrik tenaga fosil, pembangkit listrik tenaga air, minihidro,

dan panas bumi. Tetapi seiring dengan adanya penelitian dari Amerika yang

menyatakan bahwa biaya investasi PLTS di masa datang akan menurun, sehingga

dengan dihapuskannya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap

dimungkinkan PLTS dapat dipertimbangkan sebagai pembangkit listrik alternatif.

Pada tahun 2002, masih banyak daerah terpencil dan pedesaan yang tidak dilewati

jaringan listrik PLN, sehingga hanya pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang

dimanfaatkan di daerah tersebut.

Dengan makin sulitnya memperoleh kesinambungan pasokan minyak solar,

menyebabkan beberapa wilayah di Indonesia memanfaatkan PLTS untuk subsitusi

PLTD. Pemanfaatan PLTS khusus untuk daerah pedesaan yang kebutuhan listriknya

rendah, mengingat di daerah ini listrik diutamakan untuk penerangan. Selain untuk

penerangan ada beberapa wilayah yang memanfaatkan PLTS sebagai sumberdaya

listrik untuk telekomunikasi, lampu suar, lemari pendingin (Puskesmas), dan pompa air.

Pada tahun tersebut, total kapasitas terpasang PLTS di wilayah Indonesia hampir mencapai 3 MWp

Page 15: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

15

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

2.7 Teknikal jenis PLTS yang direncanakan

Jenis PLTS yang ingin dibangun adalah jenis Solar Thermal sebagaimana

digambarkan pada diagram di bawah ini

Page 16: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

16

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

2.8 Analisis Perkiraan Kapasitas Listrik PLTS pada Kasus Dasar dan PVCOST

Berdasarkan output model MARKAL dari kasus dasar dan PVCOST terlihat bahwa

dengan biaya investasi PLTS sebesar 1.650 US$/kW, pada tahun 2010 PLTS sudah

dapat bersaing dengan pembangkit listrik lainnya. Walaupun pada kenyataannya pada

tahun 2002 beberapa wilayah di Indonesia telah memanfaatkan PLTS hampir sebesar

3 MWp yang diterapkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

yang mengacu pada Bantuan Presiden (BANPRES), bantuan dari luar negeri (AUSAid

dan World Bank) serta beberapa badan Pemerintah lainnya seperti Direktorat Jendral

Listrik Pertambangan dan Energi (DJLPE), Pememerintah Daerah (PEMDA) dan badan

pemerintah lainnya yang dialokasikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra

Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan

Papua. Akan tetapi pemanfaatan PLTS tersebut dalam penerapannya tidak didasarkan

pada harga ekonomi.

Pada tahun 2010, kapasitas terpasang PLTS dari kedua kasus tersebut baru sekitar

0,0075 GW atau sekitar dua setengah kali lipat dari kapasitas terpasang pada tahun

2002. Sedangkan pada tahun 2015 kapasitas terpasang PLTS untuk kedua kasus

tersebut meningkat menjadi 0,02 GW dan pada tahun 2030 kapasitas terpasang PLTS

meningkat menjadi 15,15 GW pada kasus dasar dan 66,07 GW pada kasus PVCOST.

Dengan demikian, kapasitas terpasang PLTS pada kasus PVCOST pada akhir periode

(2030) meningkat hingga 4 (empat) kali kapasitas PLTS terpasang pada kasus dasar.

Pertumbuhan kapasitas rata-rata pada kasus dasar dan kasus PVCOST selama kurun

waktu 15 tahun adalah 55,6% per tahun pada kasus dasar dan 71,7% per tahun pada

kasus PVCOST. Pertumbuhan yang sangat besar tersebut dapat dikatakan tidak

rasional, karena pada kenyataannya biaya investasi PLTS di Indonesia tidak akan

menurun secara drastis dari 5.830 US$/kW menjadi 1.650 US$/kW dan akhirnya

menjadi 968 US$/kW. Hal tersebut disebabkan piranti utama PLTS yaitu modul

fotovoltaik masih diimpor dari negara lain dan efisiensi dari modul fotovoltaik sangat

rendah yaitu sebesar 16% yang menyebabkan harga PLTS per kW masih sangat

tinggi. Grafik 1 menunjukkan perkiraan biaya investasi dan kapasitas terpasang PLTS

di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2030 pada kasus dasar dan

PVCOST.

Page 17: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

17

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

3. CADANGAN HIDROLOGI SERTA PANAS MATAHARI

a) Catchment Area Sei Bingai dihitung dari lokasi rencana bendung PLTS Desa

Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang

Provinsi Sumatera Utara seluas ± 155 km². Panjang Sei Bingai sampai ke

PLTS = 2 km, Debit air rata rata harian tidak pernah kering dan cukup besar.

b) Debit tersedia/debit andalan rata-rata bulanan diambil 10 m³/det yang diambil

dari data selama 17 tahun.

c) Debit Banjir Metode Distribusi Extrim Fisher Tippet Value (Distribusi Gumbel)

dimana Q100Thn = 199 m³/det, Q50Thn = 177 m³/det, Q25Thn = 155 m³/det, Q10Thn

= 125 m³/det, Q5Thn = 101 m³/det dan Q2Thn = 65 m³/det.

d) Curah Panas Matahari selama 1 tahun penuh rata-rata bulanan diambil 1

m³/det sebesar 6500KJ/jam yang diambil dari data selama 17 tahun.

e) Indikasi Panas diambil sebagai curah panas terbaik di daerah langkat dan

sekitarnya

4. GEOLOGI

Lokasi pembangunan pembangkit lisrik Tenaga Surya di Desa Paluh Kurau

Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera

Utara terletak pada koordinat 03°21'44.10" LU - 98°28'04.90" BT. Lokasi ini

berada pada Medan Quadrangle. Kondisi geologi di lokasi site survey adalah

jenis batuan yang dominan di lokasi tersebut adalah batuan Satuan Binjai (Binjai

Unit) Bereksi aliran bersusunan andesit sampai desit. Sesuai dengan peta

gempa, lokasi yang akan dibangun berada pada wilayah gempa 4 dengan

percepatan pada batuan dasar 0.10g.

5. TOPOGRAFI

Kemiringan daerah antara 2% - 5% dan dan diujung jalan tara 1% - 3%.

Topografi lokasi rencana PLTS sebahagian landai, bergelombang dan berbukit

3% - 8%. Berdasarkan ketinggian tempat daerah site survey berada pada

ketinggian 125 - 300 m diatas permukaan air laut.

Page 18: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

18

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

6. MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL

a) Jenis Turbin

Berdasarkan referensi dari Electrical Engineering Handbook Published by

IEEJ 2003 pemilihan jenis turbin tergantung dari besaran debit dan tinggi

jatuh serta kapasitas terpasang. Untuk PLTS Desa Paluh Kurau Dusun XIII

Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

direncanakan dipilih turbin jenis Francis.

b) Kapasitas Terpasang

Berdasarkan analisa data debit dan standar perencanaan sebagai berikut:

Psb = t ∙ g ∙ g ∙ Qd ∙ Hn

dimana:

Psb = Kapasitas Daya terpasang (MW)

t = Efisiensi Turbin (Hydraulic Eff.) = 0,85

g = Efisiensi Generator (Electrical Eff.) = 0,85

Qd = Jumlah panas = 8,5 m³/det = 8500 kg/det

Qm = Jumlah panas yang tersedia = 10 m³/det = 10.000 kg/det

Hn = Tinggi efektif = 85 m

Analisa diatas menunjukkan besar daya panas nantinya yaitu 40 MW, maka

untuk itu dipakai Generator dengan kapasitas terpasang (installed capacity)

10 MW atau beberapa unit generator masing-masing sebesar 10 MW (x 4

MW).

Daya output (Po) Generator:

Po = t x g x 40

Po = 0,85 x 0,85 x 1000 = 43,2 MW

Disamping pemakaian beberapa unit generator masing-masing sebesar 10

MW juga digunakan 20 unit generator sebagai cadangan sebesar 40 MW.

Generator cadangan ini digunakan untuk menjaga keandalan sistem

pembangkitan pada saat pelaksanaan perawatan pusat pembangkit tenaga

listrik dan menjamin tingkat layanan tetap terjaga (perfomance’s

sustainability). Disamping itu juga dapat dioperasikan pada saat jumlah

panas maksimum agar jumlah energi per tahun dapat terpenuhi.

Page 19: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

19

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

Adapun besar daya panas maksimum dengan menggunakan debit aktual

sebesar 43,2 MW.

c) Diagram Segaris PLTM Desa Paluh Kurau

PLTM Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli

Serdang Provinsi Sumatera Utara akan berada pada sistem feeder BN.3

Kueni. Penyaluran Energi Listrik yang dihasilkan akan dilaksanakan melalui

Banyak Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV melalui interkoneksi ke

system 20 kV (JTM) eksisting.

d) Titik Interkoneksi Ke GI Desa Paluh Kurau Dusun XIII

Jarak antara Power House ke Titik Pengukuran adalah 10,5 Km. Panjang

penghantar dari PLTM Bingai s/d Titik pengukuran sepanjang ± 13 Kms.

Konduktor yang direncanakan konduktor A3C 240 mm². Untuk

menghubungkan Power House PLTM Desa Paluh Kurau Dusun XIII

Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara ke

Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20 KV eksisting yang lebih handal atau

ke Gardu Induk Binjai. Titik Interkoneksi berada di Dusun Namo Ukur Selatan

pada koordinat 03°28'52.62" LU ; 98°27'33.18" BT. Pengukuran energi

dengan sistem Digital Receiving Input dan Out Put Individual Metering,

semua data masuk dan keluar dapat tersimpan dengan baik dalam memori

sistem. Penyulang Kueni merupakan gardu hubung dari titik transaksi ke

Gardu Induk Belawan.

a) PRA DESAIN PLTM Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan

Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Lokasi:

Desa Tanjung Gunung dan Desa Belinteng, Kecamatan Sei Bingai,

Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

b) Bangunan Persiapan Konstruksi

Bangunan Sementara (Bangunan Cover + Induk)

Peningkatan Gudang surya panel

Barak Kerja dan Kantor Sementara

c) Konstruksi Bangunan

Tipe = Flat area

Tinggi = 8.00 – 12.00 m

Tinggi Panel = sd 7.03 m

Panjang Lantai awal = 13.62 m

Page 20: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

20

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

Panjang Lantai akhir = 15.00 m

Lebar Bendung = 36.00 m

Elevasi = + 280.00 dpl tergantung konstruksi

Elevasi Lantai depan = + 276.00 dpl

Elevasi Lantai belakang = + 275.00 dpl

d) Penstock

Penstock Utama

Tipe = Pipa Baja Keras

Jumlah jalur = 1 Jalur, bercabang (bifurcation) 2

Diameter Optimum = 1.80 m

Panjang ; tebal pipa = 1030 m ; 13 mm

Bifurcation

Tipe = Pipa Baja Keras

Jumlah jalur = 2 Jalur bercabang

Diameter Optimum = 0.93 m

Panjang ; tebal pipa = 60 m ; 13 mm

e) Gedung Pembangkit

Dimensi = Lebar 10 m, Panjang 10 m, Tinggi 6 m

f) Peralatan Pembangkit

Turbin tipe = Francis

Tegangan dasar = 20 kV

Frekwensi = 50 Hz

Faktor daya = 0,80

g) Pekerjaan Sipil Lainnya

Bangunan Pengambilan

Saluran Penghantar/Saluran Pembawa 4510 m

Bangunan Pelimpah Samping

Bangunan Bak Penenang untuk tube vortex

Bangunan stabilizer electrik

Talang dan Dinding Panas

Tiang dan Kabel Penghantar

Bangunan-bangunan pendukung Lainnya:

Page 21: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

21

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

7. RINCIAN ANGGARAN BIAYA

a) Biaya investasi adalah biaya finansial yang merupakan sejumlah

pengeluaran yang dibutuhkan untuk penyelesaian atau pelaksanaan

Pembangunan PLTS 40 MW ( dilampirkan berdasarkan FS )

8. ANALISA KEUANGAN

Jumlah dana investasi yang dipergunakan untuk pembangunan PLTS Bingai

Rp. 486.000.000.000, terdiri dari modal Join ventura..

A. Asumsi

1. Biaya Modal Join ventura : 100% berarti bahwa Investor/Pemilik Modal

menginginkan/menetapkan tingkat pengembalian dari modal yang di-

investasikan pada proyek sebesar 100% per tahun. Hal ini merupakan

beban proyek yang dialokasikan untuk pemilik modal.

2. Biaya Hutang : 20%, menunjukkan beban proyek yang dialokasikan untuk

kreditur (Pemberi Pinjaman).

3. Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC) : merupakan biaya modal

rata-rata sumber dana yang digunakan untuk membiayai proyek.

4. Tingkat Inflasi Tahunan : 8 %. Jenis beban/biaya yang diperhitungkan

dipengaruhi inflasi antara lain adalah:

a. Beban Pemeliharaan Rutin

b. Beban Rehabilitasi Berkala

5. Jangka waktu kredit selama 12 bulan, menunjukkan bahwa hutang/kredit

yang digunakan untuk membiayai proyek .

6. Umur Proyek selama 25 tahun, tergantung kontrak minimal 20 tahun

PLTS beroperasi dan menguntungkan sesuai dengan umur pembangkit.

B. Hasil Analisis

Setelah melakukan analisis terhadap data keuangan yang tersedia, diperoleh

hasil sebagai berikut:

1. Net Present Value (NPV) = Rp. 486.000.000.000

2. Internal Rate of Return (IRR) = 20,67%

3. Benefit-Cost Ratio (BCR) = 1,84

4. Payback Period (PP) = 3 tahun + 10 bulan

5. RoE = 92,36%

Page 22: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

22

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

C. Penilaian Investasi

1. Net Present Value (NPV)

Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai Net Present Value (NPV) proyek

adalah Rp. 486.000.000.000 (positif). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa proyek tersebut layak atau menguntungkan untuk

dilaksanakan. Angka Rp. 486.000.000.000 , berarti bahwa selama umur

proyek (25 tahun), manfaat/benefit dari proyek apabila dinilai sekarang

adalah sebesar Rp. 486.000.000.000 .

2. Internal Rate of Return (IRR)

Hasil analisis menunjukkan IRR = 20,67% dan WACC = 11,40%. Dari

hasil perhitungan diketahui bahwa IRR lebih besar dari WACC, maka

dapat dinyatakan bahwa dengan kriteria IRR, proyek tersebut adalah

layak atau menguntungkan untuk dilaksanakan.

3. Benefit-Cost Ratio (BCR)

Hasil analisis menunjukkan bahwa BCR = 1,84 lebih besar dari 1. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa bahwa proyek tersebut layak atau

menguntungkan.

4. Payback Period (PP)

Hasil analisis menyatakan bahwa Payback Period proyek adalah 4 tahun

+ 8 bulan. Apabila dibandingkan dengan umur proyek yaitu 25 tahun,

maka angka Payback Period tersebut menunjukkan bahwa keuntungan

dari proyek bagi investor diperoleh mulai tahun ke 5 hingga tahun ke 25.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa proyek adalah layak atau

menguntungkan sebab kurang lebih 87% umur proyek merupakan

keuntungan.

5. Return on Equity (RoE)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada proyek ini diperoleh angka

RoE = 92,36%. Angka ini berarti bahwa tingkat pengembalian/

benefit/hasil dari Modal Sendiri (Equity) yang akan diterima oleh investor

adalah sebesar 92,36% selama umur proyek.

Page 23: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

23

PT. WINA HARAPAN SENTOSA

D. Manfaat proyek

Manfaat ditinjau umur ekonomi rencana 25 tahun

No Uraian Total Manfaat

1 Energy (MW) Energy Production

25

2 Benefit (Rp/Tahun) Tariff Energy (Rp.1000/KWH)

Rp. 169.000.000.000

BEP Project.

Page 24: Reza Ringkasan Eksekutif Plts

RIN

GKASAN

EKSEKUTIF

24

PT. WINA HARAPAN SENTOSA