ringkasan eksekutif kalimantan

18
RINGKASAN EKSEKUTIF Penyiapan Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Rendah Karbon di Pulau Kalimantan KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL  Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tata Ruang Direktorat Perencanaan Tata Ruang 

Upload: fathu-rohmah

Post on 06-Jul-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 1/18

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penyiapan Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Rendah Karbondi Pulau Kalimantan

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL  Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tata Ruang

Direktorat Perencanaan Tata Ruang 

Page 2: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 2/18

!"#"$ &'(")"*+

Letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap bencana alam,disertai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya yang masih bergantung pada sumberdaya

alam merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk menjadi pionir yang berdiri di garis depandalam upaya-upaya global untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Selain itu, potensi besar

dalam melakukan aksi mitigasi perubahan iklim perlu dijadikan sebagai pendorong bagi Indonesiauntuk mengoptimalkan posisi strategis tersebut dalam berbagai forum internasional, antara lain

menjalin kerja sama bilateral ataupun multilateral untuk menghadapi dampak perubahan iklim.

Perubahan dan dinamika perubahan lahan di Indonesia didorong oleh kegiatan-kegiatan:pemanenan kayu, perluasan lahan pertanian, dan kebakaran hutan khususnya di lahan gambutyang juga merupakan isu yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya lahan. Oleh sebabitu, perumusan kebijakan yang konsisten dari semua level pemerintahan dan bagi semuapemangku kepentingan terkait dengan bidang-bidang lahan sangat penting bagi keberhasilan

penyusunan strategi mitigasi dan pelaksanaan aksi-aksi penurunan emisi GRK di bidang berbasis

lahan.Indonesia telah mengikuti Conference of Parties (COP) 21 di Paris, Perancis, yang

dilaksanakan pada 30 November - 11 Desember 2015. Agenda utama dari COP 21 tersebutadalah membangun kesepakatan global baru mengenai upaya yang lebih keras dari seluruhnegara-negara pihak pasca tahun 2020 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Jika tidakdemikian, maka indikasi kenaikan suhu global diatas 2°C pada tahun 2100 dikhawatirkan akanbenar-benar terjadi. Kepentingan nasional tetap perlu dikedepankan Indonesia dalamkeikutsertaannya didalam kesepakatan global ini, termasuk soal pembangunan rendah emisi yangtetap memberi ruang untuk pertumbuhan ekonomi serta penetapan sasaran yang sesuai dengankemampuan dan kebutuhan nasional. Isu nasional lain yang perlu diperhatikan adalah jumlahpopulasi penduduk miskin yang bisa jadi mempengaruhi target pengurangan emisi.

Salah satu usaha Indonesia dalam mengimplementasikan komitmen terhadap penurunanefek Gas Rumah Kaca (GRK) adalah dengan membuat Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Rencaa Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK).Terdapat keterkaitan yang erat antara RAN-GRK dengan Rencana Aksi Daerah Penurunan

Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa RAN-GRKmerupakan akumulasi dari seluruh RAD-GRK, meskipun RAN-GRK memiliki cakupan yang lebihluas karena meliputi juga emisi yang bersumber dari lintas provinsi dan bersifat bergerak (mobile).RAD-GRK pada intinya menampilkan dua informasi utama: BAU (Business as Usual) Baseline1dan rencana aksi penurunan emisi untuk bidang-bidang meliputi yang berbasis lahan, energi, sertapengelolaan limbah. Pada Oktober 2013, seluruh provinsi (minus Kalimantan Utara sebagaiprovinsi baru) telah menyelesaikan penyusunan RAD-GRK dan menetapkannya dalam PeraturanGubernur.

Data kumulatif dari RAD-GRK dari seluruh provinsi di Indonesia (minus Kalimantan Utarasebagai provinsi baru) menunjukkan bahwa pada tahun 2010, 29 dari 33 provinsi (atau 88%)

menghasilkan emisi yang sebagian besarnya (rata-rata sebesar 84,69%) bersumber dari bidangberbasis lahan. Secara nasional, bidang berbasis lahan menjadi penyumbang emisi terbesar yaitusekitar 67%.

Tentunya kondisi ini juga terjadi di provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan. Seluruh provinsiyang ada emisinya sebagian besar bersumber dari bidang berbasis lahan.

1 BAU Baseline adalah perkiraan tingkat emisi gas rumah kaca dan proyeksinya dengan skenario

tanpa intervensi kebijakan dan teknologi mitigasi dari bidang-bidang yang telah diidentifikasidalam kurun waktu yang disepakati. 

Page 3: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 3/18

 

Gambar 1. Profil emisi provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan 2010(sumber: diolah dari dokumen RAD-GRK empat provinsi)

Sebagaimana diketahui bersama, bidang berbasis lahan mencakup perubahan tata gunalahan, pertanian, kehutanan, dan lahan gambut. Mengingat hal ini, penataan ruang menjadiinstrumen strategis dan utama dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

Indonesia merupakan anggota dari Governors’ Climate and Forests Task Force (GCF).GCF, atau dalam bahasa Indonesianya disebut sebagai Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernuradalah sebuah kolaborasi subnasional yang unik antara 22 negara bagian dan provinsi dari Brasil,

Indonesia, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol, dan Amerika Serikat (http://www.gcftaskforce.org,diakses pada 5 Agustus 2015). Untuk Indonesia, terdapat enam provinsi yang bergabung yaitu

 Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua Barat, dan Papua. Hal inimenjadikan pemilihan Pulau Kalimantan sebagai lokasi pekerjaan adalah sangat strategis

mengingat tiga provinsi di pulau tersebut menjadi anggota GCF, menandakan besarnya peluangdukungan dari pemerintah daerah mengenai adopsi dari hasil pekerjaan ini ke dalam kebijakandaerah masing-masing.

Gambar 1. Sebaran keanggotaan negaran bagian/provinsi dalam GCF(Sumber: http://www.gcftaskforce.org )

Memperhatikan konteks ini, maka pekerjaan Penyiapan Strategi Pengembangan Wilayah BerbasisRendah Karbon di Pulau Kalimantan menjadi semakin menemukan arti pentingnya. Hasil daripekerjaan ini dapat menjadi salah satu rujukan dalam usaha pengembangan wilayah berbasis

rendah karbon khususnya di wilayah Pulau Kalimantan

Page 4: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 4/18

 

Maksud dari kegiatan Penyiapan Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Rendah Karbon diPulau Kalimantan ini adalah untuk memproduksi dokumen pengembangan wilayah berbasisekonomi rendah karbon di Pulau Kalimantan sebagai bahan acuan semua stakeholder baik pusat,

pemerintah daerah, maupun dunia usaha dalam pengembangan wilayah di Pulau Kalimantan.

Tujuan dari kegiatan Penyiapan Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Rendah Karbon diPulau Kalimantan ini adalah terumuskannya strategi pengembangan wilayah yang berkelanjutan di

Pulau Kalimantan untuk kesejahteraan masyarakat, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi.

Perubahan Penggunaan Lahan di Pulau Kalimantan Tahun 2009-2014Penggunaan lahan di Pulau Kalimantan masih didominasi oleh hutan lahan kering yang

terdiri dari hutan lahan kering primer maupun sekunder. Dilihat dari pola penyebarannya, hutanlahan kering primer dan sekunder tersebar di hampir seluruh Pulau Kalimantan, dengan luasanterbesar secara berturut-turut terletak di Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan (Gambar 1).

Gambar 2. Sebaran penggunaan lahan di Pulau Kalimantan tahun 2009 dan 2014.

Hasil analisis penggunaan lahan tahun 2009 dan 2014 menunjukkan bahwa luas hutanlahan kering primer mencapai sekitar 9 juta hektar, sedangkan hutan lahan kering sekunder sekitar13 jutaan hektar. Namun setiap tahunnya luas hutan di Pulau Kalimantan terus mengalami

penurunan. Jika dilihat dari segi perubahannya, dapat diketahui bahwa selain hutan, beberapa

penggunaan lahan lainnya di Pulau Kalimantan juga banyak mengalami penurunan luas lahan(Gambar 2). Salah satu faktor pemicunya adalah alih fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhanhidup manusia. Beberapa penggunaan lahan yang mengalami alih fungsi sehingga menyebabkan

penurunan luas lahan adalah hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutanmangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, pertanianlahan kering bercampur semak, rawa, sawah, dan tambak. Dengan demikian, dapat disimpulkanbahwa sebagaian besar perubahan lahan di Kalimantan terjadi pada tipe lahan hutan jikadibandingkan dengan tipe penggunaan lahan yang lainnya.

Page 5: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 5/18

 Gambar 3. Penggunaan Lahan Tahun 2009-2014.

Penggunaan lahan berupa hutan telah mendominasi terjadinya alih fungsi lahan di Kalimantan

pada tahun 2009-2014. Hutan di Kalimantan banyak yang mengalami perubahan ke tipe penggunaan lainnyapada tahun 2009-2014, diantaranya menjadi belukar, tanah terbuka, perkebunan, pertanian, tambak, rawa,rumput, dan pertambangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa jika diakumulasikan, pada tahun 2009-2014telah terjadi perubahan hutan menjadi belukar sebesar 557.726 ha, hutan menjadi tanah terbuka sebesar345.902 ha, hutan menjadi perkebunan sebesar 190. 069 ha, hutan menjadi lahan pertanian sebesar138.786 ha, hutan menjadi pertambangan sebesar 27.964 ha, hutan menjadi tambak sebesar 5.414 ha,hutan menjadi rawa sebesar 5.216 ha, dan hutan menjadi padang rumput sebesar 849 ha. Terjadinyaperubahan penggunaan lahan dari hutan ke beberapa penggunaan lahan lainnya menjadi salah satupenyebab tingginya emisi CO2 di Kalimantan.

,$-./( 01/2/ 3"* 4'$"5" 6"$7-* ,8("8 6"(/1"*#"*

Emisi Saat Ini

Hasil penghitungan emisi dari perubahan tutupan lahan, oksidasi tanah gambut dan emisitotal periode 2009-2014 di Pulau Kalimantan disajikan pada Tabel 1 menurut peringkatnya. Emisiterbesar dari perubahan tutupan lahan terjadi di Provinsi Kalimantan Barat, namun emisi terbesardari oksidasi tanah gambut dan emisi total berasal dari Provinsi Kalimantan Tengah.

Tabel 1. Emisi Gas Rumah Kaca dari perubahan tutupan lahan dan dekomposisi gambut (juta ton CO2e) diPulau Kalimantan

ProvinsiLuas

(juta Ha)Luas Gambut

(juta ha)OksidasiGambut

Emisi PerubahanLahan

TotalEmisi

Persentase(%)*

KalimantanTengah

15,39 2,79 341 180 521 0,42

Kalimantan

Barat 14,79 1,70 273 242 514 0,41KalimantanTimur

12,6 0,16 20 92 112 0,09

KalimantanUtara

6,98 0,17 20 44 64 0,05

KalimantanSelatan

3,72 0,11 24 12 37 0,03

Total 53,47 4.93 678 570 1,248 100

Sumber : Hasil overlay perubahan tutupan lahan dan deskripsi tanah gambut tahun 2009 dan tahun 2014

Sepuluh kabupaten peringkat emisi tertinggi, separuhnya berasal dari Provinsi KalimantanBarat. Kabuaten Kubu Raya merupakan daerah tingkat kabupaten/kota yang menghasilkan emisi

terbesar di Pulau Kalimantan dengan emisi dari lahan sebesar sekitar 50 juta ton CO2eq. Adapun

"

#$"""$"""

%$"""$"""

&$"""$"""

'$"""$"""

("$"""$"""

(#$"""$"""

(%$"""$"""

   )   *

   +   ,   -

   +   .   /    +

   -

   0   .   /   1

   0   .   /   2

   0   3   1

   0   3   2

   0   -   1

   0   -   2

   0   )   4

   1   /   +

   1   /   3

   1   )   5

   1   .   /

   1   .   /   +   2

   -   6   7   6

   -   1   )

   2   8   0

   )   +   /

   )   /

   )   2   5

.9:#"";<06=

.9:#"(%<06=

Page 6: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 6/18

untuk daerah yang emisinya sangat rendah bahkan menghasilkan serapan karbon, terdapat diProvinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Kalimantan Selatan. Emisi terendah (serapan

karbon tertinggi) terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan potensi serapan lebih dari 8 jutaton CO2eq yang berasal dari perubahan tutupan lahan. Kabupaten Kuburaya menyumbang emisi

dari lahan hutan yang berubah menjadi tanah kosong dan belukar rawa sebesar 60 juta tonCO2eq, yang berasal dari 204 ribu ha lahan gambut dan non gambut. Mungkin, perubahan lahantersebut diakibatkan oleh terjadinya kebakaran lahan pada tahun-tahun sebelumnya yang memang

hampir selalu terjadi setiap tahun di Pulau Kalimantan.

Tabel 2.Sepuluh Kabupaten/kota dengan Peringkat Total Emisi Tertinggi (ton CO2e/ha)

Emisi yang berasal dari sektor ekonomi tahun 2014-2020 sebesar 2.135 juta ton CO2eq,95 % dikontribusikan oleh batu bara, perkebunan sawit, padi dan perkebunan lainnya. 42 %

dikontribusikan oleh aktivitas batu bara. Emisi yang dikeluarkan oleh batu bara berasal daripembukaan lahan untuk pertambangan batubara, emisi metana dari batubara dan emisi CO2 daripemakaian batubara sebagai bahan bakar.

Perkebunan sawit berada diperingkat dua dengan kontribusi sebesar 567 juta ton CO2eqterhadap total emisi dari sektor ekonomi. Sumber emisi ini berasal dari perubahan tutupan lahan

menjadi perkebunan, oksidasi lahan gambut, dan akumulasi pemupukan urea. Sektor padimenyumbang emisi sebesar 7 % dari total emisi sektor ekonomi yang disumbangkan oleh metana

dari lahan sawah yang tergenang, perubahan tutupan lahan menjadi sawah, oksidasi lahangambut dan pemupukan urea setiap musim tanam padi. Sama halnya dengan perkebunanlainnya,

!"#$%&'% )*+,$*-.&/)#-* 0,*' 1#-*2 34*5 67%'% 1#-*2 8)'%9*'%/

67%'% -#-*2

:*2%7*&-*& ;*"*- :*+< :,+,"*=* >?@ABCD<?C CEC<B? @<BE

:*2%7*&-*& ;*"*- :#-* !#&-%*&*) CBADF@<CF C?E<CD @<G@

:*2%7*&-*& ;*"*- :*+< :*=#&H ,-*"* IB?ADE?<GD C@E<BB @<BG

:*2%7*&-*& ;*"*- :*+< !#&-%*&*) CD?A>?B<BF >><GE @<B?

:*2%7*&-*& 1.&H*4 :*+< !,2*&H$%'*, >BDA>>D<@D >@<DG @<>D

:*2%7*&-*& ;*"*- :*+< J*7+*' E>IA>>E<>D BG<B> @<IC

:*2%7*&-*& 1.&H*4 :*+< ;*"%-# '.2*-*& II@A@EF<?C BF<DI @<D@

:*2%7*&-*& 1.&H*4 :#-* $*2*&H)*"*=* ?GBA?E@<BF E><CE @<B?

:*2%7*&-*& J.2*-*& :*+< K,2,',&H*% ,-*"* DGAE@><@@ EG<FC @<>E

:*2%7*&-*& J.2*-*& :*+< 1*$%& FCBAD>I<@G EC<CC C<@@

Page 7: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 7/18

 Gambar 4. Total Emisi berdasarkan Sektor Ekonomi  

Hasil perhitungan emisi menunjukkan bahwa pada akhir tahun perencanaan RTR PulauKalimantan jika pemanfaatan lahan mengikuti pola ruang secara sempurna maka akan didapatkannilai serapan karbon Pulau Kalimantan sebesar -3.72 Gt CO2e. Angka ini didapatkan dari total

 jumlah emisi maupun serapan yang bersumber dari perubahan penggunaan/tutupan lahan yangberada di atas tanah gambut sebesar -0.37 Gt CO2e dan perubahan tutupan/penggunaan lahan di

tanah mineral sebesar -3.42 Gt CO2e.  Angka tersebut dengan asumsi lahan gambut yang adatidak/belum terganggu. Jika tutupan lahan yang berada di atas lahan gambut brubah mengikuti ola

ruang pada RTR Pulau Kalimantan  maka akan beertambah emisi dari proses oksidasi lahangambut sebesar 0.13 Gt CO2e per tahun. Konsekuensinya dalam kurun waktu 20 tahun (lamatahun perencanaan RTR P) secara kumulatif akan terjadi tambahan emisi sebesar 2.6 Gt CO2e.

 Angka ini akan terus bertambah selama tidak dilakukan antisipasi untuk merehabilitasi lahangambut yang sudah terlanjur terganggu. Dan hitungan ini belum termasuk emisi dari kebakaran

lahan gambut dan hutan yang besar tapi sulit diestimasi.

Serapan karbon terbesar berasal dari Hutan Produksi. Hal ini disebabkan Luas Hutan

Produksi di Kalimanatan cukup besar yaitu 11,64 juta ha dibandingkan dengan luas pola ruanglainnya. Pola Ruang Hutan Produksi Terbatas punya luas hampir sama dengan 11,43 juta ha tapipotensi serapan jauh lebih kecil karena lebih banyak dari luasnya merupakan hutan primer dansekunder yang sudah atau hamper sudah punya cadangan karbon maksimum dibandingkan polaruang Hutan Produksi ynag banyak merupakan tanah kosong dan belukar yang masih bisa tumbuhmenambah cadangan karbonny menjadi hutan sekunder. Berikut adalah gambar yang menjelaskanserapan karbon berdasarkan RTR Pulau Kalimantan.

Page 8: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 8/18

 

Gambar 5.Emisi Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan RTR Pulau Kalimantan

 92:') ,'*+'17"*+"* ;/"("<"= ,8("8 6"(/1"*#"*

Pemusatan Aktivitas

Sektor Pertanian, Sektor Konbstruksi, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor angkutandan Komunikasi, dan Sektor Jasa, menjadi pusat aktivitas di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan

Selatan, dan terutama Kalimantan Tengah. Provinsi Kalimantan Timur pemusatan aktivitassektornya berupa Sektor Pertambangan dan Penggalian, dan Sektor Industri Pengolahan.Pemusatan aktivitas Sektor Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan terdapat di ProvinsiKalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.Sektor-sektor yang menunjukkan basis aktivitas disuatu provinsi dapat didorong

perkembangannya, karena sektor-sektor tersebutlah dalam struktur perekonomian pulau berperancukup dominan pada masing-masing provinsi.

Tabel 3. Tabel Analisis Pemusatan Aktivitas (Analisis LQ>1)

NO  LAPANGAN USAHA  KALIMANTAN

BARAT 

KALIMANTAN

SELATAN 

KALIMANTAN

TENGAH 

KALIMANTAN

TIMUR 

1  PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN & PERIKANAN

1,68 1,56 2,01 0,47

2  PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0,06 0,73 0,36 1,46

3  INDUSTRI PENGOLAHAN 0,88 0,56 0,4 1,27

Page 9: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 9/18

4  LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 1,03 1,26 1,13 0,89

5  KONSTRUKSI 1,61 1,05 1,04 0,81

6  PERDAGANGAN, HOTEL &RESTORAN

1,56 1,2 1,38 0,72

7  PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1,28 1,17 1,04 0,86

8  KEUANGAN, REAL ESTAT & JASAPERUSAHAAN

1,25 0,93 1,49 0,86

9  JASA-JASA 1,92 1,56 2,12 0,38

Berdasarkan analisis LQ sektor Pulau Kalimantan menurut Kabupaten/Kota, diperolehpemusatan aktivitas (LQ>1) di level kabupaten/kota. Pemusatan aktivitas Sektor Pertanian adalah

yang terbanyak di Pulau Kalimantan, yakni pada 41 dari 56 kabupaten/kota di Pulau Kalimantan,pemusatan ativitas pertanian terbesar berada di Kabupaten Sukamara dengan nilai LQ sebesar

4,88. Pemusatan Aktivitas terbanyak selanjutnya adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoranyakni 38 dari 56 Kabupaten/Kota, dengan pemusatan aktivitas terbesar berada di Kota Tarakan.

Pemusatan aktivitas terbanyak berikutnya adalah sektor Jasa-jasa yakni 31 dari 56kabupaten/kota dengan pemusatan aktivitas terbesar berada di Kota Palangkaraya dengan nilai LQyaitu 5,51.

Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Suatusektor dikatakan unggul secara kompetitif jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor laindi wilayah yang sama. Suatu sektor unggul secara kompetitif jika mengalami pertumbuhan, yangditunjukkan oleh komponen Differential Shift   (DS) positif dalam Shift-Share Analysis (SSA).Sementara itu, suatu sektor dikatakan unggul secara komparatif jika sektor tersebut memilikikonsentrasi/pemusatan di suatu wilayah atau dengan kata lain jika suatu sektor di satu wilayahmampu bersaing dengan sektor yang sama di wilayah lain dalam cakupan wilayah yang lebih luas.Suatu sektor dikatakan unggul secara komparatif jika memiliki konsentrasi/pemusatan aktivitas diwilayah tersebut, yang ditunjukkan dengan nilai Location Quotient   (LQ)  > 1). Perhitungan sektorunggulan Pulau Kalimantan telah dilakukan dengan menggunakan metode LQ dan SSA dengandata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berbasis provinsi tahun 2008 dan 2013.

Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan pada Pulau Kalimantan

merupakan sektor yang unggul di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, terutama untuksubsektor tanaman bahan makanan dan perternakan dan hasilnya. Sektor Pertambangan danPenggalian merupakan sektor unggulan di Provinsi Kalimantan Selatan pada subsektorpenggalian, dan di Provinsi Kalimantan Timur dengan subsektor pertambangan minyak dan gasbumi, maupun pertambangan bukan migas. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi khusunyasubsektor pengangkutan merupakan sektor yang unggul di Provinsi Kalimantan Barat danProvinsi Kalimantan Tengah. Sektor Perdangan, hotel dan restoran merupakan sektor yangunggul di Provinsi Kalimantan Selatan khususnya susektor perdangangan besar dan eceran danProvinsi Kalimantan Tengah khususnya Perdangan eceran & besar , hotel dan restoran. SektorKeuangan, real estate dan jasa perusahaan termasuk sektor yang unggul di PronvisiKaliamantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan. Sektor jasa-jasa merupakan sektor yang

unggul di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Page 10: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 10/18

Sektor yang paling banyak menurut sektor unggulan kabupaten/kota adalah Sektor Jasa- jasa. Sebanyak 16 dari 56 kabupaten/kota memiliki Sektor Jasa-jasa sebagai sektor unggulan.

Sektor berikutnya yang paling banyak merupakan sektor unggulan adalah Sektor Pertanian.Kemudian Sektor yang paling banyak berikutnya menurut sektor unggulan kabupaten/kota adalah

Sektor Pertambangan & penggalian dan sektor industri pengolahan.

Ketimpangan Wilayah

 Analisis ketimpangan dengan menggunakaan metode Skalogram bertujuan untukmengevaluasi Kabupaten/Kota berdasarkan akses dan jenis sarana prasarana yang tersedia. Hasilperhitungan ketimpangan Pulau Kalimantan telah dilakukan berbasis provinsi, menggunakan dataPotensi Desa (PODES) tahun 2014.

Ketimpangan kabupaten/kota dalam pulau dapat dilihat dari Indeks Perkembangan Desa(IPD) dan Jumlah Jenis sarana dan prasarana yang tersedia. IPD melihat fasilitas pelayanan,aspek kapasitas layanan serta akses berdasarkan jarak fisik dan waktu terhadap fasilitas tersebut.

Wilayah yang memiliki IPD rendah relatif tidak memiliki pembangunan yang merata atau terjadiketimpangan pada wilayah tersebut.

Hasil analisis menggunakan metode Skalogram dan pemeringkatan menurut IPD,ditemukan bahwa kabupaten/kota dengan peringkat tertinggi adalah Kota Bontang di Provinsi

Kalimantan Timur (nilai IPD 171,05), dikuti oleh Kota Banjarbaru yang merupakan (nilai IPD137,77). Kabupaten Barito Utara (nilai IPD 24,43) dan Kabupaten Sambas (nilai IPD 34,27)merupakan Kabupaten yang memiliki nilai IPD terendah. Melalui pengamatan nilai IPD, dapat

terlihat betapa besar ketimpangan antar kabupaten/kota di Pulau Kalimantan. Apabila dilihatketimpangan dari sudut IPD di masing-masing provinsi di Pulau Kalimantan terdapat beberapa

daerah yang masih terjadi ketimpangan Provinsi Kalimantan Barat memiliki IPD rendah diantaraProvinsi lainnya, dikarenakan aksesibiltas terhadap fasilitas masih belum cukup.

 Analisis ketimpangan wilayah berdasarkan Indeks Williamson menggambarkanketimpangan horizontal, dalam studi ini menggambarkan ketimpangan antar daerah dalam PulauKalimantan. Perhitungan Indeks Williamson (IW) studi ini dilakukan dengan menggunakan dataPDRB dan jumlah penduduk tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Besar perkembangan IndeksWilliamson untuk Pulau Kalimantan selama tahun 2008 sampai dengan 2013 ditunjukkan dalamtabel berikut.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Indeks Williamson Pulau Kalimantan Tahun 2008-2013

TAHUN Indeks Williamson IW)

2008 2,09

2009 1,692010 1,61

2011 1,67

2012 1,64

2013 1,52

Indeks Theil digunakan untuk mengukur ketimpangan ekonomi. Indeks Theil dapatmenggambarkan dekomposisi ketimpangan antar kelompok wilayah pengembangan (betweeninequality, dalam studi ini adalah ketimpangan dalam wilayah pengembangan (within inequality,

dan antar kabupaten/kota di dalam Pulau Kalimantan. Besar Indeks Theil berkisar 0 hingga 1,dimana 0 menyatakan bahwa distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) merata

Page 11: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 11/18

sempurna antar wilayah, sedangkan apabila mendekati angka 1 artinya distribusi PDRB ADHKtidak merata antar kelompok wilayah.

Perhitungan Indeks Theil studi ini dilakukan dengan menggunakan data PDRB ADHK dan jumlah penduduk tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Besar perkembangan total ketimpangan

Indeks Theil berikut dekomposisi ketimpangannya untuk Pulau Kalimantan selama tahun 2008sampai dengan 2013 ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Indeks Theil Pulau Kalimantan Tahun 2008-2013

TAHUNTOTAL KETIMPANGAN

INDEKS THEIL

DEKOMPOSISI KETIMPANGAN

Ketimpangan Antar WilayahPengembangan

Ketimpangan Dalam Wp (KetimpanganAntar Kabupaten Dlm Wp)

2008 0,370,23 0,14

63 37

2009 0,29

0,19 0,10

67 33

2010 0,260,17 0,09

66 34

2011 0,260,18 0,08

68 32

2012 0,260,17 0,08

67 33

2013 0,230,16 0,07

68 32

Dari hasil analisis, ditemukan bahwa ketimpangan di Pulau Kalimantan dari tahun 2008

sampai 2013 menurun. Ketimpangan yang disebabkan ketimpangan antar provinsi dalam di PulauKalimantan lebih besar dibandingkan dengan ketimpangan antar kabupaten/kota dalam suatu

provinsi.

Pertumbuhan Ekonomi Pulau

Pulau Kalimantan hanya berkontribusi sebesar 8,22% dari total PDRB Indonesia. Denganlaju pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan pada tahun 2015 sampai dengan Triwulan II terhadapTriwulan II tahun 2014 paling rendah yaitu hanya sebesar 1,48 dibandingkan pulau lainnya yangrata-rata pertumbuhannya mencapai 6,17%. Artinya kalimantan masih punya pekerjaan rumahyang masih banyak untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai dalam RPJMN 2015-2019.Berdasarkan sasaran pertumbuhan ekonomi per wilayah tahun 2019 dalam RPJMN 2015-2019

adalah sebesar 7,6%.

Page 12: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 12/18

 

Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi Masing Provinsi di Pulau Kalimantan 

Optimasi Pengembangan Wilayah Rendah Karbon

Kerangka utama pembanguan wilayah yang menjadi acuan dalam kajian ini adalahpembangunan yang memperhatikan pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan ekologi(ecology). Ketiga aspek pembangunan ini juga menjadi arah dalam dokumen perencanaanpembangunan di Indonesia. Dua aspek yang pertama, pertumbuhan dan pemerataan, tercantumsecara eksplisit dalam dukumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Sedangkan aspeklingkungan, selain dibahas secara umum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, juga

dibahas secara khusus dalam dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) dan Rencana Aksi Daerah(RAD) emisi gas rumah kaca, atau yang biasa dikenal dengan RAN/RAD GRK.

Untuk mendapatkan hasil yang komprehensif, model optimasi menggunakan beberapa skenario

yang menunjukkan prioritas dalam pembangunan. Skenario model optimasi disusun denganmelakukan kombinasi prioritas antar tujuan pembangunan (pertumbuhan, pengangguran danemisi). Dengan demikian diperoleh 6 (enam) skenario dalam model optimasi, yaitu :

•  Skenario 1, dengan urutan prioritas pertumbuhan, pengangguran dan emisi

•  Skenario 2, dengan urutan prioritas pertumbuhan, emisi dan pengangguran

•  Skenario 3, dengan urutan prioritas pengangguran, pertumbuhan dan emisi

•  Skenario 4, dengan urutan prioritas pengangguran, emisi dan pertumbuhan

•  Skenario 5, dengan urutan prioritas emisi, pertumbuhan dan pengangguran

•  Skenario 6, dengan urutan prioritas emisi, pengangguran dan pertumbuhan

Model optimasi yang telah ditetapkan dalam metodologi belum mampu menghasilkan strukturekonomi yang bisa mengakomodir seluruh target pembangunan wilayah yang telah ditetapkan.Tingkat pengangguran terbuka yang dihasilkan oleh model optimasi masih lebih tinggidibandingkan target dalam RPJMN. Oleh sebab itu perlu dilakukan penyesuaian model optimasiuntuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Berdasarkan hasil model optimasi, diperoleh nilai emisi

yang masih jauh di bawah target, sehingga masih terdapat peluang untuk memperbaiki modeloptimasi dengan “melonggarkan” target pencapaian emisi. Dengan pemikiran ini, maka persamaan

koefisien emisi yang pada awalnya menjadi “goal” direvisi menjadi fungsi kendala. Namun untukmengontrol jumlah emosi, ditambahkan satu fungsi kendala lagi yang terkait dengan produksi kayu

pada sektor kehutanan. Produksi kayu disumsikan tidak mengalami banyak perubahan pada tahun2020. Untuk membedakan dengan model sebelumnya, maka model optimasi ini disebut sebagaiModel Optimasi Akhir.

Page 13: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 13/18

 

Hasil Model Optimasi Akhir

Indikator TargetHasil

OptimasiSelisih

PDRB (Triliun Rp) 1361.47 1361.30 -0.17

Tenaga Kerja (ribu orang) 5286.37 5286.31 -0.06

Emisi (juta ton CO2eq) 3332.64 3333.74 1.10

Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi per th (%) 6.51 6.51 0.00

Pengangguran (%) 3.80 3.80 0.00

Model Optimasi Akhir menunjukkan hasil yang lebih baik. Hampir seluruh target dapat dipenuhi.

Kalaupun terjadi perbedaan capaian, nilainya sangat kecil, sehingga tidak berpengaruh banyakpada tingkat capaian. Sehingga target rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun dan target tingkatpengangguran masih dapat dicapai. Begitu pula dengan target pengurangan emisi.

Model Optimasi Akhir menghasilkan struktur output yang berbeda dengan struktur output pada

tahun 2014. Sama seperti model optimasi sebelumnya, struktur output hasil model optimasi akhirmenunjukkan struktur output optimal yang telah memperhatikan penciptaan nilai tambah,

penyerapan tenaga kerja dan pengeluaran emisi karbon. Struktur output optimal menunjukkansektor jasa sebagai penghasil output terbesar. Kontribusi output sektor jasa yang pada awalnya

sebesar 10,39 persen, meningkat menjadi 20,57 persen. Peningkatan ini dipengaruhi oleh tingkatpertumbuhan output yang cukup besar, yaitu sebesar 18,18 persen per tahun. Sektor lain yang

 juga memiliki pertumbuhan tinggi adalah industri pengilangan minyak. Dengan tingkatpertumbuhan output sebesar 29,93 persen, kontribusi output industri pengilangan minyakmeningkat dari 3,16 persen menjadi 11,05 persen.

Sektor yang juga memiliki rata-rata pertumbuhan output di atas 6,51 persen adalah pertanian padi,dengan tingkat pertumbuhan 22,81 persen per tahun. Kontribusi output sektor ini juga meningkatdari 0,52 persen menjadi 1,30 persen. Pertanian padi dikenal sebagai sektor yang penyerapantenaga kerjanya tinggi. Pertumbuhan yang tinggi di sektor ini tentunya akan menyerap tenaga kerjayang cukup besar. Hal ini pula yang menyebabkan target pengangguran dapat dicapai.

Sektor yang mengalami pertumbuhan output paling tinggi adalah sektor kelistrikan, dengan tingkatpertumbuhan 110,59 persen per tahun. Namun dengan nilai output awal yang sangat kecil,pertumbuhan yang sangat tinggi ini belum mampu membuat sektor kelistrikan sebagai sektordominan sebagai penghasil output. Kontribusi sektor listrik dalam model optimasi akhir adalah 2,71

persen.

Perbandingan antara struktur output tahun 2014 dengan hasil model optimasi akhir menunjukkanperbedaan pertumbuhan pada masing-masing sektor. Selain sektor-sektor yang mengalami

pertumbuhan tinggi, juga ditemui sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan negatif, yangmenggambarkan terjadinya penurunan output. Namun besarnya penurunan output tersebuttidaklah terlalu besar, sehingga output yang dihasilkan nilainya hampir sama dengan kondisi pada

tahun 2014.

Penetapan Strategi Pengembangan Wilayah Berbasis Ekonomi Rendah Karbon

Strategi pengembangan wilayah berbasis ekonomi rendah karbon di Pulau Kalimantandilakukan dengan mempertimbangkan 3 aspek utama, yaitu pertumbuhan ekonomi yang dilihat

Page 14: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 14/18

dari nilai PDRB, kesejahteraan dilihat dari serapan tenaga kerja dan aspek lingkungan yang dinilaidari pengurangan emisi karbon.

Selama ini banyak yang beranggapan bahwa usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi efek

gas rumah kaca bertentangan dengan usaha pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhanekonomi dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu dalam konteks pengembangan wilayahberbasis ekonomi rendah karbon perlu dibuat strategi yang bisa secara optimal memenuhi ketiga

aspek pengembangan wilayah tersebut di atas. Pemahaman dan analisis terkait optimasi 3 faktortersebut untuk Pulau Kalimantan dapat dilakukan dengan menggabungkan faktor ekonomi,

kesejahteraan dan pengurangan emisi karbon dalam suatu model optimasi dengan goals tercapainya target-target sesuai yang termaktub dalam dokumen RPJM masing-masing provinsi di

Pulau Kalimantan.

Strategi pengembangan wilayah berbasis rendah karbon dilaksanakan dengan mempertimbangkanhal sebagai berikut:

•  Mendorong pengembangan wilayah dengan sektor unggulan ber emisi rendah

• 

Melakukan mitigasi dan alternatif untuk wilayah dengan sektor unggulan beremisi tinggi

Mendorong pengembangan wilayah dengan sektor unggulan beremisi rendah

Model optimasi merekomendasikan agar mengembangkan kegiatan ekonomi yang terkaitdengan pertanian padi, industri pengilangan minyak, listrik dan jasa. Mengacu pada sebarankegiatan ekonomi unggulan, dapat ditentukan daerah-daerah yang memiliki keunggulan untuk

masing-masing kegiatan ekonomi tersebut. Penentuan daerah unggulan yang mengacu pada hasilanalisis sebelumnya menunjukkan bahwa pertanian padi dapat dikembangkan di Bengkayang,

Sekadau, Kuburaya, Kotawaringin Timur, Seruyam, Pulang Pisau, Gunung Mas, Kota Baru, BaritoKuala, Bulungan, Tapin. Industri pengilangan minyak dapat dikembangkan di Provinsi KalimantanTimur, Kota Balikpapan, Bontang. Sektor listrik dikembangkan di Melawi, Banjarbaru, Malinau,Tarakan. Sektor jasa dikembangkan di Kuburaya, Kotawaringin Barat, Palangkaraya, Kotabaru,Banjarmasin, Banjarbaru, Tarakan.

Strategi pengembangan wilayah berbasis kegiatan ekonomi yang terkait dengan pertanianpadi, industri pengilangan minyak, listrik dan jasa harus dilakukan dengan tetap berorientasi padaaktivitas ekonomi rendah karbon, diantaranya sebagai berikut:

•  Mengembangkan budidaya tanaman pangan di lahan bukan hutan

•  Mendorong pengembangan industri ramah lingkungan

•  Mendorong Pengembangan wilayah untuk ekowisata/jasa lingkungan

•  Mendorong peningkatan pemanfaatan sumber energi yang terbarukan

Melakukan mitigasi dan alternatif untuk wilayah dengan sektor unggulan beremisi tinggiTabel input output menghasilkan beberapa sektor yang memiliki indeks daya penyebaran

(backward linkage) dan indeks derajat kepekaan (forward linkage) yang tinggi. Sektor dengankarakteristik seperti ini dikenal dengan sektor kunci (key sector ) dalam pembangunan wilayah.

Berdasarkan Tabel input output Pulau Kalimantan, yang menjadi sektor kunci adalah kelapa sawit,batubara, industri barang lainnya, perdagangan dan transportasi. Perbandingan dengan model

optimasi akhir menunjukkan bahwa tidak satupun dari sektor kunci tersebut yangdirekomendasikan pengembangannya oleh model optimasi. Sektor perkebunan khususnyaperkebunan kelapa sawit dan sektor pertambangan batu bara keduanya merupakan sektorunggulan dengan tingkat emisi tinggi. Di sisi lain sektor perdagangan dan transportasimenghasilkan serapan tenaga kerja yang rendah dan nilai tambah yang kecil.

Sebagai bagian dari strategi pengembangan wilayah dengan sektor unggulan beremisi tinggi,

pilihan pada 2 sektor terkait untuk didorong pengembangannya yaitu kelapa sawit dan batubara

Page 15: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 15/18

yang memiliki keterkaitan ke depan dan belakang yang kuat pada sektor lain harus didasarkan

pada strategi:

•  Pengembangan pertambangan batubara ramah lingkungan dan

• 

Pengembangan perkebunan kelapa sawit pada lahan non-hutan dan non-gambut..

Mekanisme dan Alat Bantu Monitoringdan Evaluasi berdasarkan RTR PulauKalimantan

Formulasi mekanisme dan alat bantu monitoring dan evaluasi berdasarkan RTR Pulau Kalimantanyang sudah mempertimbangkan pembangunan wilayah dengan emisi rendah karbon ditujukan

pada pemantauan emisi karbon berbasis lahan. Sedangkan monitoring terhadap emisi karbon darisektor energi dan limbah tidak termasuk pada sektor yang dipantau berdasarkan RTR PulauKalimantan.

Beberapa hal yang harus ditetapkan dalam kaitan monev ini adalah:

1.  Indikator Monev

2.  Mekanisme dan Pelaksana Monev3.   Alat Bantu Monev

Indikator Monev

Indikator pemantauan emisi karbon berbasis lahan yang paling memungkinkan adalah pemantauanperkembangan perubahan tutupan/penggunaan lahan yang dihubungkan dengan pola ruang RTRPulau Kalimantan. Tutupan lahan menunjukkan kondisi aktual lahan sedangkan pola ruang RTRPulau Kalimantan menunjukkan kondisi tutupan lahan pada kurun waktu 20 tahun yang akan

datang. Luas perubahan tutupan lahan Pulau Kalimantan dihitung untuk minimal 2 titik tahunsehinngga didapatkan pola perubahan tutupan lahan pada 2 titik tahun tersebut. Tipe tutupan lahan

hutan merupakan tipe tutupan yang memiliki pangsa yang terbesar terhadap emisi jika berubahmenjadi tutupan lahan yang lainnya. Khusus untuk Pulau Kalimantan selain perubahan tutupanlahan, jenis tanah gambut juga memiliki pangsa yang sangat besar terhadap peningkatan emisi jika

mengalami oksidasi yang terjadi dikarenakan pembukaan lahan gambut. Jadi indikator kunci yangdapat dipertimbangkan sebagai target monitoring dan evaluasi adalah

•  perubahan jenis tutupan lahan hutan, dan

•  pembukaan lahan gambut.

Rencana Pola Ruang Pulau Kalimantan menjadi pembatas yang menjadi acuan tindakan/kebijakan

yang diambil dalam mengantisipasi perubahan pada dua indikator kunci tersebut di atas. Jikaperubahan tersebut sesuai/konsisten dengan rencana pola ruang maka perlu ada kebijakan terkait

mitigasi untuk menurunkan dampak perubahan tersebut. Sedangkan jika perubahan tersebutbertentangan dengan rencana pola ruang Pulau Kalimantan maka perlu diambil kebijakan berupa

penertiban/penegakan hukum.

Mekanisme Monitoring dan Evaluasi

Mekanisme monitoring dan evaluasi dalam inventarisasi GRK Nasioanal sudah terbangun dengansistem yang berjenjang dari mulai tingkat daerah kabupaten/kota, provinsi, dankementrian/lembaga di tingkat Nasional. Model pendekatan pelaporannya di tingkat nasional

menganut sistem referensi (top down) dan sekotral (bottom up) untuk di tingkat daerah (Boer

Page 16: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 16/18

et.al.,2012). Secara ringkas proses pelaporan inventarisasi dari K/L dan dari daerah ke Kem-LHyang menggambarkan pendekatan Top Down dan Buttom Up dapat dilihat pada gambar berikut.

Disisi lain, dalam penyelenggaraan penataan ruang yang diwujudkan dalam bentuk rencana tata

ruang, didalamnya mengandung pola dan struktur ruang, rencana pemanfaatan ruang danpengendaliannya diimplementasikan sesuai dengan jenjang cakupan wilayah perencanaannyaseperti RTRWN, RTR Pulau, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota serta RTR kawasan-

kawasan tertentu. Proses monitoring dan evaluasi pelaksanaan RTRW juga sudah terbangundengan sistem baku yang sudah berjalan selama ini.

Mekanisme monitoring dan evaluasi berdasarkan RTR Pulau Kalimantan yang sudah

mempertimbangkan pembangunan wilayah dengan emisi rendah karbon bisa diadaptasi denganmenggabungkan/mensinkronkan mekanisme monev dalam proses inventarisasi GRK khususnya di

bidang AFOLU (pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya) dengan mekanismemonitoring dan evaluasi pelaksanaan tata ruang.

Gambar 7. Sistem Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dari pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota ke Pemerintah Pusat (Boer et.al.,2012) 

Page 17: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 17/18

 

Gambar 8. Kombinasi Aliran informasi inventarisasi GRK dan Pengembangan Wilayah berbasis ekonomirendah karbon Pulau Kalimantan (adaptasi dari Boer et. al., 2012) 

Alat Bantu Monev

Potensi penggunaan citra penginderaan jauh untuk kepentingan klasifikasi penutupan lahanpada area penelitian yang sangat luas telah banyak diteliti, dan crop phenology menjadi basis

dalam pemetaan penutupan lahan (Zheng 2015). Pemanfaatan citra penginderaan jauh berupadata optik diantaranya dapat berupa Landsat, ALOS, MODIS, dan sebagainya. Data MODIS (The

Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan salah satu citra penginderaan jauhyang memiliki potensi dan kemampuan yang tinggi untuk memantau dan memetakan tutupan lahan

bahkan tanaman di muka bumi dalam skala luas. Hal ini dikarenakan citra MODIS memiliki resolusitemporal yang sangat tinggi dan resolusi spasial yang tergolong sedang. Penggunaan data MODISuntuk pemetaan penutupan lahan di tingkat wilayah (regional) telah banyak diimplementasikan danditeliti oleh para peneliti(Vintrou, 2012). Pada kajian ini, citra MODIS dipilih untuk memantaupenutupan lahan Pulu Kalimantan (skala pulau) karena mampu memberikan informasi dan data

tutupan lahan pada bentang lahan yang luas secara berkala dan cepat.

Pada kajian ini, untuk menguji efektivitas pemanfaatan Citra MODIS sebagai alat bantuMONEV maka diperbandingkan hasilnya dengan penggunaan Citra Satelit Landsat yang selama ini

telah dikenal sebagai salah satu citra satelit penginderaan jauh yang sering dimanfaatkan untukpemantauan kondisi tutupan lahan dengan skala yang lebih detil terutama di bidang kehutanan.

Klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra MODIS dilakukan pada tahun 2005,2010, dan 2015, sedangkan klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra Landsat KLHKdiekstrak dari data tahun 2006, 2011, dan 2014. Perbandingan penggunaan lahan hasil klasifikasiantara MODIS dan Landsat dapat dilihat pada Gambar 1. Secara umum, ditemukan perbedaaanluas yang signifikan pada penggunaan lahan hasil klasifikasi MODIS dan Landsat KLHK terutamapada penggunaan lahan hutan (forest land), lahan pertanian (crop land), padang rumput (grass

land), dan penggunaan lahan lain (other land). Faktor yang menyebabkan adanya perbedaaan luasyang signifikan pada forest, cropland, dan grass land   adalah resolusi spasial MODIS yangtergolong rendah sehingga menyebabkan kenampakan ketiga penggunaan lahan tersebut terlihathampir sama dari segi rona, warna, dan teksturnya saat spektral red, nir, blue dikombinasikanuntuk menampilkan kenampakan bentang lahan di Pulau Kalimantan. Kondisi ini menyebabkan

sulitnya proses penentuan sampling test dan testing site untuk keperluan klasifikasi penggunaan

RTR

PULA

U

Kementrian

ATR

LAPAN MODIS/LANDSA

T

Perubahan

Tutupan/Pengguna

an Lahan dan

Page 18: Ringkasan Eksekutif Kalimantan

8/17/2019 Ringkasan Eksekutif Kalimantan

http://slidepdf.com/reader/full/ringkasan-eksekutif-kalimantan 18/18

lahan menggunakan citra MODIS. Selanjutnya, untuk tipe penggunaan lahan lainnya (other land) hasil klasifikasi MODIS dan Landsat KLHK juga mengalami perbedaan luas yang signifikan. Hal ini

disebabkan oleh dominasi tutupan awan yang menyebar hampir di seluruh Pulau kalimantan dansebaran awan tersebut mengalami perubahan lokasi di setiap tahunnya, sehingga mempengaruhi

luasan penggunaan lahan yang lainnya. Perlu kajianlebih lanjut terkait pemanfaatan Citra MODISsebagai aat bantu monev.