referat tht r medikamentosa

28
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul “RHINITIS MEDIKAMENTOSA” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian THT RSU dr. Slamet Garut. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. dr. H. W. Gunawan Kurnaedi, SpTHT-KL selaku kepala SMF dan konsulenTHT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun. 2. dr. Elananda Mahendrajaya, SpTHT-KL selaku Konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun. 3. dr. Sofyan, SpTHT dosen Ilmu Kedokteran THT FK Universitas YARSI yang telah memberi bimbingan serta pengajaran kepada penyusun selama ini. 4. Para perawat di poliklinik THT yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan klinik sehari-hari. 5. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan dan memberi dukungan kepada penyusun. 6. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungannya. 1

Upload: reza-mardany

Post on 12-Nov-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rhinitis medikamentosa

TRANSCRIPT

KATA PENGANTARAssalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul RHINITIS MEDIKAMENTOSA yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian THT RSU dr. Slamet Garut. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. dr. H. W. Gunawan Kurnaedi, SpTHT-KL selaku kepala SMF dan konsulenTHT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.1. dr. Elananda Mahendrajaya, SpTHT-KL selaku Konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.1. dr. Sofyan, SpTHT dosen Ilmu Kedokteran THT FK Universitas YARSI yang telah memberi bimbingan serta pengajaran kepada penyusun selama ini.1. Para perawat di poliklinik THT yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan klinik sehari-hari.1. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan dan memberi dukungan kepada penyusun. 1. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungannya.Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun mengharapkan kritik serta saran.Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb Garut, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HalamanKATAPENGANTAR .........................................................................................................1DAFTARISI.......................................................................................................................2BABIPENDAHULUAN.....................................................................................................3BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................42.1 Anatomi dan Fisiologi........................................................................................42.2 Definisi .......................................................................................................82.3 Etiologi ......................................................................................................92.4 Patofisiologi ........................................................................................102.5 Manifestasi Klinis...........................................................................................102.6 Diagnosis ..................................................................................................112.7 Diagnosis Banding..................................................................................122.8 Penatalaksanaan...............................................................................................122.9 Komplikasi....................................................................................................142.10 Prognosis.............................................................................................14BAB III KESIMPULAN .......................................................................................16DAFTARPUSTAKA...................................................................................................17

BAB IPENDAHULUAN

Rinitis adalah keadaan dimana inflamasi pada membran mukosa hidung sehingga timbul gejala menyerupai flu seperti bersin-bersin, hidung gatal, tersumbat dan berair. Berdasarkan penyebabnya rinitis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu rinitis alergi dan rinitis non-alergi. Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu tertentu yang bukan merupakan allergen. Rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis vasomotor, rinitis medikamentosa dan rinitis struktural. Rinitis medikamentosa dikenal juga denganreboundrhinitis atau rinitis kimia karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis -adrenoreseptor oral,inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara vasokontriktorhidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah rinitis medikamentosa hanya digunakan untuk rinitis yang disebabkan oleh penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug-induced rhinitis). Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan sehingga dalam penggunaan vasokontriktor topikal harus berhati-hati. Vasokontriktor hidung diisolasi pertama kali pada tahun 1887 darima-huangyaitu tanaman yang mengandung ephedrin dan digunakan sebagaivasokontriktor topikal pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi, minyak, semprot dan tetes. Vasokontriktor topikal yang digunakan sebaiknya yang isotonik dengan sekret yang normal, pH antara 6,3 sampai 6,5 serta pemakaiannya tidak lebih dari satu minggu sehingga rinitis medikamentosa dapat dicegah. Rinitis medikamentosa merupakan salah satu kelainan hidung non alergi yang dapat mengganggu dan membuat penderita datang berobat ke dokter.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi HidungUntuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung perlu diketahui dulu tentang anatomi hidung. Hidung terdiri dari hidung bagian luar (nares eksternus) dan rongga hidung dengan perdarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya:1. Pangkal hidung (bridge)2. Dorsum nasi3. Puncak hidung4. Ala nasi5. Kolumela6. Lubang hidungNares eksternus memiliki ujung yang bebas dan direkatkan dengan dilekatkan ke dahi dengan melalui radix nasi. Lubang luar hidung adalah kedua nares. Setiap nares dibatasi secara lateral oleh ala nasi dan di medial oleh septum nasi. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang rawan yaitu kartilago nasi superior, inferior, dan kartilago septum nasi yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri dan lubang belakang disebut nares posterior atau koana yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring. Cavum nasi terletak dari nares anterior sampai koana. Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.

Gambar-1: Anatomi Cavum Nasi

Tiap cavum nasi yang mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding lateral, medial, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh osteokartilago yang dibungkus mukosa. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid pada bagian atas dan vomer pada bagian posterionya, Bagian tulang rawan adalah kartilago septum. Pada dinding lateral terdapat 3 buah konka yaitu konka superior, media, dan inferior. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Dibagian bawah dan lateral konka superior terdapat meatus nasi superior dimana terdapat muara sinus edmoidalis posterior. Di bagian bawah dan lateral konka media terdapat meatus nasi media dimana terdapat muara sinus maksilaris, sinus frontalis dan dinus edmoidalis anterior. Sedangkan di bagian bawah dan lateral konka inferior terdapat meatus nasi inferior dimana terdapat muara duktus nasolakrimalis.Bagian dasar cavum nasi dibentuk oleh prosesus palatines maksila dan lamina horisotalis os palatine (permukaan atas palatum durum). Bagian atap cavum nasi dibentuk oleh os. Sfenoidalis, os. Frontale, os. Nasalis, kartilgo nasi dan lamina kribrosa os edmoidalis.2.1.1 Pendarahan HidungBagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmikus, sedangkan a.oftalmikus berasal dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksila interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari a.fasialis. Pada bagian septum anterior terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidalis anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach. Pleksus kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.Membran mukosa hidung kaya akan pembuluh darah resistensi yang masuk ke dalam venus sinusoid. Pembuluh darah resistensi berupa arteri kecil, arteriol dan anastomosis arterionenosis. Pembuluh darah kapasitansi (venous sinusoid) diinervasi oleh saraf simpatis. Stimulasi saraf simpatis menyebabkan aktivasi reseptor 1 dan 2 pada dinding pembuluh darah yang dapat menyebabkan penurunan aliran darah dan konstriksi venous sinusoid menyebabkan dekongesti hidung. Stimulasi parasimpatis menyebabkan lepasnya asetilkolin yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung.2.1.2 Persarafan HidungBagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari N.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris yang berasal dari N.oftalmikus (N.V-I). Rongga hidung lainnya sebahagian besar mendapat persarafan sensoris dari N.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. 1 Nervus untuk penghidu berasal dari N. Olfaktorius yang naik ke atas melalui lamina kribrosa mencapai bulbus olfaktorius.

Gambar-2: Persarafan Hidung

2.1.3 Histologi Secara histologik dan fungsional, rongga hidung dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Mukosa penghidu terterdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified collumner non ciliated epithelium). Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanked) pada permukaannya. Dibawah epitel tunika propia banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan tersusun secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada anyaman kapiler perigladuler dan subepitel. Pembuluh aferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringann elastis dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid memiliki spinkter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa yang erektil, yang mudah mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom.2.1.4 FisiologiBerdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah: 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humikifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanise inunologik lokal; 2) fungsi pengidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran tuara sendiri melalui kondukdi tulang; 4) fungsi static dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal. Fungsi respirasiUdara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem repirasi melalui nares anterior, lalu naik ke atas stinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kearah nasorafing. Aliran udara di hidung ini benbentuk lingkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan menglami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hamper jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat celcius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh: a) rambut (vibrissae) pada vesti bulum nasi, b) silis, c) palut lender. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lender dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Fungsi penghiduHidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pencecep dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu indra pencecep adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan asam jawa. Fungsi fonetikResonasi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan bernyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonasi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu pembentukkan konsonan nasal (m, n, ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara. 2.2 DefinisiIstilah rhinitis medikamentosa merupakan rhinitis non alergi dimana terdapat kelainan hidung berupa respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).Rhinitis medikamentosa juga dikenal sebagai rebound rhinitis atau chemical rhinitis, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan hidung tersumbat tanpa rhinore atau bersin, yang dipicu oleh penggunaan obat topikal vasokonstriksi yang mengandung fenilefrin dan oxymethazoline selama lebih dari 4-6 hari untuk meredakan peradangan pada mukosa hidung dan hipertrofi konka inferior pada pasien dengan penyalahgunaan obat dekongestan topikal.Rhinitis medikamentosa juga digunakan dalam beberapa literatur untuk menggambarkan hidung tersumbat karena obat selain dekongestan topikal, seperti kontrasepsi oral, obat-obatan psikotropika, dan obat-obatan antihipertensi, meskipun terjadi mekanisme yang berbeda. Untuk membedakan antara kondisi yang sama, keadaan ini disebut drug-induced rhinitis.2.3 EtiologiPenyalahgunaan obat vasokonstriksi hidung topikal adalah satu-satunya penyebab terjadinya rhinitis medikamentosa. Ada 2 kelas dekongestan nasal yaitu amina simpatomimetik dan imidazolines. Amina simpatomimetik termasuk kafein, benzedrine, amfetamin, mescaline, phenylpropanolamine (tidak lagi digunakan di Amerika Serikat), pseudoephedrine, phenylephrine, dan efedrin. Imidazolines nasal termasuk oxymetazoline, naphazoline, xylometazoline, dan clonidine. Nasal dekongestan digunakan untuk mengurangi hidung tersumbat pada pasien dengan rhinitis alergi, rhinitis nonallergi, sinusitis akut atau kronis, poliposis hidung, rhinitis pada kehamilan, atau rhinitis karena deviasi septum hidung atau obstruksi. Sering juga digunakan pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas.

4

2.4 PatofisiologiMukosa hidung merupakan organ yang amat peka terhadap rangsangan atau iritan sehingga harus berhati hati dalam mengkonsumsi obat vasokonstriksi topikal dari golongan simptomatik yang dapat mengakibatkan terganggunya siklus nasal dan akan berfungsi kembali dengan menghentikan pemakaian obat. Pemakaian vasokonstriktor topikal yang berulang dalam waktu lama, akan mengakibatkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi, sehingga menimbulkan terjadinya obstruksi atau penyumbatan. Dengan adanya gejala obstruksi hidung ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut sehingga efek vasokonstriksi berkurang, pH hidung berubah dan aktivitas silia terganggu, sedangkan efek balik akan menyebabkan obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan sebelumnya. Bila pemakaian obat diteruskan akan menyebabkan dilatasi dan kongesti jaringan. Kemudian terjadi pertambahan mukosa jaringan dan rangsangan selsel mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan produksi sekret yang berlebihan. Selain itu, terdapat juga hipotesis bahwa rhinitis medikamentosa terjadi sebagai akibat berkurangnya produksi nor-epinefrin simpatetik endogen menerusi jalur umpan balik negatif. Dengan penggunaan dekongestan dalam jangka waktu yang lama, saraf simpatetik tidak bisa berfungsi untuk mempertahankan vasokonstriksi karena pelepasan nor-epinefrin yang ditekan. 2.5 Manifestasi KlinisGejala terbatas pada hidung dan terdiri dari kongesti hidung kronis tanpa rhinore signifikan atau bersin dan keluhan lain berupa : Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Gejala tidak berubah berdasarkan musim atau saat pasien di dalam ruangan atau di luar ruangan. Pasien tidak mempunyai pengetahuan tentang penggunaan dekongestan sebelumnya. Dalam upaya untuk mengontrol gejala, pasien sering mencoba untuk meningkatkan baik dosis dan frekuensi dekongestan topikal, yang menyebabkan ketergantungan. Gejala timbul akibat penggunaan semprot hidung atau nasal dekongestan. Mencari tahu frekuensi dan durasi penggunaan semprot hidung. Penghentian dekongestan yang diikuti oleh hidung tersumbat beberapa jam kemudian menggunakan lebih banyak dekongestan. Semakin banyak dekongestan yang digunakan, semakin pendek periode lega. Hal ini akhirnya mengarah pada pasien yang mencari perawatan medis. Tidak ada alergen tertentu yang teridentifikasi. Pasien dengan rhinitis medikamentosa sering mendengkur, sleep apnea, dan sering bernapas dengan mulut sehingga mengakibatkan sakit tenggorokan dan mulut kering. 2.6 DiagnosisKriteria pertama untuk diagnosis rhinitis medikamentosa berupa riwayat pengobatan hidung yang lama, obstruksi hidung konstan dan penebalan mukosa hidung pada pemeriksaan. Selain itu, hasil studi untuk mengidentifikasi onset tidak dapat disimpulkan. Sebagai contoh, beberapa studi menunjukkan bahwa rebound kongesti tidak berkembang bila penggunaan dekongestan topikal mencapai 8 minggu sementara yang lain telah menyarankan bahwa timbulnya rhinitis medikamentosa terjadi setelah penggunaan simpatomimetik topikal 3 sampai 10 hari.2.6.1 Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik, temuan terbatas pada rongga hidung. Pemeriksaan yang dilakukan berupa rhinoskopi anterior. Pada pemeriksaan tampak edema konka dengan sekret hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang. Membran mukosa hidung dapat bengkak dan memerah (beefy-red) dapat berdarah, granular, mukosa sering kemerahan karena iritasi mukosa kadang mukosa pucat. Rhinitis vasomotor dapat dibedakan dari sekret purulen dan krusta yang terdapat pada rhinitis infektif.2.6.2 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium seperti smear hidung, IgE total, CBC, laju endap darah (LED), tes kulit alergi, dan CT scan sinus dapat membantu dalam mengidentifikasi kondisi yang mendasarinya.Pemeriksaan radiologi tidak membantu dalam mendiagnosis rhinitis, tetapi untuk mengidentifikasi komplikasi seperti sinusitis kronis, infeksi, polip hidung, dan sinus fluid level.Rhinomanometri digunakan untuk mengukur aliran udara di hidung, tes provokasi hidung dengan histamin dan melihat secara mikrskopik spesimen mukus hidung yang berguna untuk mencari tahu penyebab lainnya. Dapat mengetahui seberapa baik bernapas melalu hidung dan mengevaluasi pengobatan yang pernah diresepkan. Metode pengobatannya disebut metode rhinostat dimana bergantung pada kerja rinomanometri. Tujuannya untuk menurunkan secara bertahap pengobatan pasien dengan mempertahankan aliran inspirasi hidung normal, dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan metode lain dan tidak dapat menghirup udara dengan baik antara 4-7 hari pertama.Rhinostereometri merupakan metode yang tepat untuk mendeteksi perubahan mukosa hidung yang mengalami udema, dimana mukosa hidung diamati melalui mikroskop (surgical mikroskop) Rhinostereometri telah dipakai pada beberapa penelitian rhinitis medikamentosa dan penggunaan benzalkonium chloride. Dengan rhinostereometri dapat menunjukan penggunaan benzalkonium chloride (BKC) dalam oxymetazolin yang berlangsung lama.2.7 Diagnosis BandingDiagnosis banding untuk Rinitis Medikamentosa adalah : Rinitis Alergi Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Rhinitis Polip Nasi Rhinosinusitis2.8 PenatalaksanaanSetelah rhinitis medikamentosa diidentifikasi, penggunaan dekongestan topikal harus dihentikan sesegera mungkin. Tujuan pertama dalam pengobatan rhinitis medikamentosa adalah penghentian langsung dari dekongestan hidung. Pasien harus dididik tentang kondisi mereka dan menawarkan metode pengobatan lain.2.8.1 KortikosteroidKortikosteroid hidung membantu mengurangi peradangan lokal tanpa efek sistemik, dengan mengurangi hidung tersumbat lebih cepat. Kortikosteroid memiliki sifat anti-inflamasi dan imunosupresif, dan menyebabkan efek metabolik yang bervariasi. Kortikosteroid oral jarang diperlukan tapi disarankan dalam terapi pada orang dewasa (misalnya, prednison 20-40 mg / hari untuk rata-rata berat badan orang dewasa, selama 7-10 hari). Beberapa steroid hidung antara lain termasuk budesonide, ciclesonide, flutikason propionat, fluticasone furoate, mometasone, beklometason, flunisolide, dan triamcinolone.Beberapa penelitian mengkonfirmasi kemanjuran kortikosteroid hidung dalam pengobatan dan pencegahan rhinitis medikamentosa. Pasien ditawarkan untuk menggunakan kortikosteroid hidung ketika sedang menghentikan penggunaan dekongestan topikal. Dekongestan hidung dapat diturunkan secara bertahap, dimana pasien menggunakan semprotan pada malam hari di satu lubang hidung saja secara bergantian. Pada penelitian lain diberikan glukokortikosteroid intranasal pada 4 subjek dengan pemberian 2 semprotan deksametason sodium fosfat di setiap hidung 3 kali sehari selama 5 hari. Semua subjek mampu menghentikan penggunaan dekongestan hidung. Baik propionat flutikason dan kelompok plasebo melaporkan terjadi penurunan hidung tersumbat, namun timbulnya lega terjadi pada hari ke-4 pada kelompok flutikason dibandingkan kelompok kontrol pada hari ke-7.Budesonide inhalasi (Rhinocort, Rhinocort AQ), mengurangi tingkat peradangan di saluran napas dengan menghambat beberapa jenis sel inflamasi dan penurunan produksi sitokin dan mediator lain yang terlibat. Dapat dipakai untuk mengobati rhinitis medikamentosa pada anak-anak. Keamanan obat sama seperti ketika digunakan untuk rhinitis alergi.Flutikason (Flonase), memiliki vasokonstriksi sangat ampuh dan aktivitas anti-inflamasi. Memiliki daya hambat yang lemah terhadap axis hipotalamus-hipofisis-adrenocortical ketika digunakan. Berisi 50 mcg per aktuasi.Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tapering off) dengan menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari (misalnya hari 1: 40 mg, hari 2 : 35 mg dan seterusnya).Kombinasi antihistamin / dekongestan oral (antihistamin spesifik / dekongestan tidak dijelaskan dalam studi) bersama dengan intranasal deksametason juga telah direkomendasikan. Dalam penelitian tersebut, 22 subyek menggunakan antihistamin oral / dekongestan oral selama 4 minggu dalam kombinasi dengan intranasal deksametason yang di tapering off. Semua subjek berhenti memnggunakan dekongestan hidung dalam 2 minggu pengobatan. Hanya 1 kasus yang menggunakan kortikosteroid oral.Kortikosteroid oral jangka pendek efektif untuk memecahkan penggunaan siklik vasokonstriktor topikal. Kortikosteroid oral sering digunakan selama 5-10 hari. Dapat juga dengan pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung. Obat dekongestan oral juga dapat diberikan (biasanya mengandung pseudoefedrin).

2.8.2 Dekongestan sistemik Pseudoephedrine (Sudafed) adalah satu dari banyak dekongestan sistemik yang dapat digunakan. Merangsang vasokonstriksi dengan langsung mengaktifkan reseptor alpha-adrenergik dari mukosa pernapasan. Menginduksi relaksasi bronkial dan meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas dengan menstimulasi reseptor beta-adrenergik.2.8.3 Larutan salineTambahan larutan salin buffer seperti Cromolin, sedatif/hipnotik, semprotan hidung yang menggunakan larutan saline untuk irigasi hidung selain sebagai pelembab mukosa hidung juga sebagai dekongestan non-adiksi. Dapat disimpan dalam waktu yang lama dan sebagai pencegahan bila kembali menggunakan dekongestan topikal.2.8.4 Tindakan BedahPembedahan tidak dianjurkan kecuali terdapat polip atau deviasi septum. Reduksi konka hidung tidak dilakukan dalam kasus sederhana. Jika dilakukan, pengurangan ini menghasilkan efek yang singkat dengan kembalinya kongesti jika nasal dekongestan tidak dihentikan. Dengan penghentian dekongestan, kondisi ini dapat teratasi dengan sendirinya. Dalam kasus refrakter terhadap pemberhentian pengobatan, pasien rawat jalan dapat diberikan laser dioda konka inferior reduksi hiperplastik. Cara ini merupakan pilihan pengobatan yang sangat efektif, aman, dan ditoleransi dengan baik dan pemulihan tahan lama dan meningkatkan aliran udara hidung dan menghentikan kecanduan dekongestan hidung.2.9 KomplikasiHampir semua pasien pada akhirnya bisa menghentikan penggunaan obat tetes hidung dengan penyembuhan sempurna. Pada pasien yang tidak bisa menghentikan penggunaannya, menurut penelitian dapat terjadi hiperplasia menetap yang memerlukan intervensi yang bervariasi dari elektrokauter submukosa atau kryoterapi untuk mengurangkan destruksi turbinasi melalui penggunaan laser dan reseksi bedah. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah seperti perforasi septum, rinitis atropi dan infeksi sinus. 2.10 PrognosisPenelitian menunjukkan bahwa hampir semua pasien bisa menghentikan penggunaan obat tetes hidung dan akhirnya menunjukkan penyembuhan yang sempurna. Bagi yang tetap menggunakan obat tersebut, fenomena kongesti rebound ini akan tetap berlangsung selagi pasien tidak menghentikan pengobatan tersebut.

BAB IIIKESIMPULAN

Rhinitis medikamentosa merupakan rhinitis non alergi dimana terdapat kelainan hidung berupa respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Penyalahgunaan obat vasokonstriksi hidung topikal adalah satu-satunya penyebab terjadinya rhinitis medikamentosa. Ada 2 kelas dekongestan nasal yaitu amina simpatomimetik dan imidazolines. Obat-obatan dekongestan topikal tersebut meniru kerja sistem saraf simpatik sehingga menyebabkan vasokonstriksi. Bila pemakaiannya sering dan dalam waktu lama maka hidung akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga aliran darah hidung meningkat. Pembengkakan pembuluh darah menyebabkan hidung tersumbat dan obstruksi hidung (rebound phenomena). Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut. Biasanya pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan tampak edema / konka dengan secret hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.Tujuan pertama dalam pengobatan rhinitis medikamentosa adalah penghentian langsung dari dekongestan hidung. Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap Dapat juga dengan pemberian kortikosteroid topikal untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boies L.R, Adams G.L. Rhinitis Medikamentosa, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam. Jakarta: EGC: 1997 : 219-2202. Ramer J.T, Bailen E, Lockey R.F. Rhinitis Medikamentosa, Allergy Clinical Immunology Journal, Volume 16(3), 2006 : 148-155.3. Efiaty A.S, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna D.R, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI ; 2007 : 137-139.4. Chang Christopher. Rhinitis Medicamentosa (Nasal Decongestant Spray Addiction):[online] [cited 2015 April 25]. Available from: URL : http://www.fauquierent.net/afrin.htm5. Snell RS.Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6. Jakarta: EGC; 2006.6. Michael J, Burton S. Rhinitis, Allergy Clinical Immunology Journal, Volume 108 Number 5, 2006 : 171- 1967. Mcquay R.M, Sandler A.S. Rhinitis Medicamentosa [ online ] 2009. [ cited 2015 April 25 ]. Available from URL: http://www.rhinostat.com8. Schalch Paul. Rhinitis Medicamentosa: management with buffered saline irrigation.[online]2013.[cited 2015 April 25];available from: http://www.neilmed.com/neilmedblog/2013/09/rhinitis-medicamentosa-management-with-buffered-saline-irrigation/