referat aspek medikolegal bayi tabung

29
BAB I PENDAHULUAN Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan biomedis telah membuka jalan untuk potensi keuntungan yang sangat besar bagi pengobatan dan bagi manusia pada umumnya. Seiring dengan perkembangan ini, telah muncul banyak isu etik dan legal yang pada awalnya belum terpikirkan. Salah satu perkembangan teknologi yang cukup banyak mengundang isu etik dan legal di dalamnya adalah teknologi dalam bidang reproduksi. Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami- istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun. Menurut WHO dari seluruh dunia sekitar 50-80 juta pasangan suami istri mempunyai masalah dengan infertilitasnya, dan diperkirakan sekitar duajuta pasangan infertil baru akan muncul tiap tahunnya dan terus meningkat. Terdapat kenyataan bahwa kira-kira 10% dari pasangan suami istri tidak dikaruniai keturunan (infertil), sedangkan cara adopsi yang digunakan untuk mengatasi persoalan tersebut makin diperkecil kemungkinannya. Penyebab infertilitas ini, kira-kira 40% karena kelainan

Upload: dvnasns

Post on 02-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Aspek Medikolegal Bayi Tabung

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan biomedis telah

membuka jalan untuk potensi keuntungan yang sangat besar bagi pengobatan dan

bagi manusia pada umumnya. Seiring dengan perkembangan ini, telah muncul

banyak isu etik dan legal yang pada awalnya belum terpikirkan. Salah satu

perkembangan teknologi yang cukup banyak mengundang isu etik dan legal di

dalamnya adalah teknologi dalam bidang reproduksi.

Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami-istri belum mampu

memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali

seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi

dalam bentuk apapun.  Menurut WHO dari seluruh dunia sekitar 50-80 juta pasangan

suami istri mempunyai masalah dengan infertilitasnya, dan diperkirakan sekitar

duajuta pasangan infertil baru akan muncul tiap tahunnya dan terus meningkat.

Terdapat kenyataan bahwa kira-kira 10% dari pasangan suami istri tidak

dikaruniai keturunan (infertil), sedangkan cara adopsi yang digunakan untuk

mengatasi persoalan tersebut makin diperkecil kemungkinannya. Penyebab infertilitas

ini, kira-kira 40% karena kelainan pada pria, 15% karena kelainan pada leher rahim,

10% karena kelainan pada rahim, 30% karena kelainan pada saluran telur dan

kelainan peritoneal, 20% karena kelainan pada ovarium dan 5% karena hal lain, dan

kejadian totalnya melebihi 100%, karena pada kira-kira 35% pasangan suami istri

terdapat kelainan yang multipel.1

Dengan makin berkembang dan majunya ilmu dan teknologi kedokteran,

sebagian penyebab infertilitas tersebut dapat diatasi dengan pengobatan maupun

operasi, sedang infertilitas yang disebabkan kegagalan inseminasi, pembuahan,

fertilisasi, kehamilan, persalinan dan kelahiran hidup normal, ternyata dapat diatasi

dengan cara buatan (artifisial). Cara-cara tersebut antara lain artificial insemination,

artificial conception, in vitro fertilization/IVF, dan embryo transfer/embryo

transplant.

Page 2: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

Oleh karena hampir belum ada peraturan yang universal, beberapa masalah

hukum dapat muncul dari teknologi reproduksi yang telah disebutkan diatas,

diantaranya menyangkut pelaksananya (dokter, peneliti, ilmuwan), suami, istri, donor

sperma, donor ovum, ibu pengganti (surrogate mother), dan bayi yang dilahirkan

melalui proses tersebut.

Dengan mengetahui aspek-aspek medikolegal yang terkait dengan inseminasi

buatan, diharapkan tenaga medis khususnya pada bidang forensik mampu mengaitkan

suatu masalah di bidang medis dengan aspek hukum yang berlaku di Indonesia.

Adanya keterkaitan ini dapat membantu membuat suatu kausalitas forensik yang

mendukung kesimpulan forensik yang diperlukan dalam penegakan hukum.

Page 3: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bayi Tabung dalam Sudut Pandang Medis

2.1.1 Definisi

Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization

(IVF) merupakan suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan

mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus. Pada

kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba rahim.

Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan

dilaksanakan oleh tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan

ditanamkan ke dalam rahim wanita yang mengikuti program bayi tabung

tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku

(cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung

merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang

memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur

yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju

saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang

akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam bayi tabung proses ini

terjadi dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan yaitu berupa embrio,

maka segera diiplementasikan ke rahim wanita tersebut dan akan terjadi

kehamilan seperti kehamilan normal.

Dari segi teknik, karena prosedur konsepsi buatan ini sangat menegangkan,

tingkat keberhasilannya belum begitu tinggi, dan biayanya sangat mahal,

maka pasangan suami istri (pasutri) yang diterima untuk program ini harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.

2. Terdapat indikasi yang sangat jelas.

3. Memahami seluk beluk prosedur konsepsi buatan secara umum.

4. Mampu membiayai prosedur bayi tabung ini

Page 4: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

2.1.2 Prosedur Bayi Tabung

2.1.2.1. Prosedur FIV ( Fertilisasi in Vitro )

Beberapa tahap pelaksanaan prosedur FIV (fertilisasi in vitro) adalah

sebagai berikut:

1. Pemeriksaan penyaring pasutri dimana disini akan dilakukan melalui

peninjauan kembali catatan medis pengelolaan infertilitas, untuk

meyakinkan bahwa pengelolaan infertilitas telah dilakukan

selengkapnya.

2. Pemilihan protokol stimulasi

a. Tanpa stimulasi : siklus haid normal + hCG ( human chorionic

gonadotropin)

b. Clomiphene Citrat ( CC ) + hCG

c. hMG ( human Menopausal Gonadotropin ) + hCG

d. CC + hMG + hCG

e. FSH ( follicle stimulating hormone ) Murni

+ hCG

+ hMG + hCG

+ CC + hCG

+ hMG + CC + hCG

f. GnRHa ( Gonadotropin releasing hormone analogue ) + hMG + hCG

3. GnRH (Gonadotropin releasing hormone ) + hCG

4. Stimulasi indung telur yang dijadwalkan

Page 5: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

Tujuan stimulasi indung telur adalah untuk menstimulasi

perkembangan folikel yang mengandung oosit matang sebanyak

mungkin agar mudah diaspirasi pada saat sebelum terjadi ovulasi.

5. Pemantauan perkembangan folikel

Walaupun sebagian besar proses konsepsi buatan memakai kombinasi

pemeriksaan USG, kadar E2 dan LH (luteinizing hormone) untuk

memantau perkembangan folikel, bahkan dengan pemeriksaan mukus

serviks, namun belum terdapat konsensus tentang apa yang dianggap

stimulasi dan pemantauan folikel yang baik. Kalau tentang stimulasi

yang kurang baik terdapat lebih banyak kesepakatan, seperti kadar E2

yang rendah atau yang kadarnya meningkat lambat, terlampau sedikit

folikel yang terbentuk atau hanya terdapat satu folikel yang dominan,

turunnya kadar E2 sebelum atau sesudah suntikan hCG, puncak LH

yang premature, dan kalau timbul keluhan akibat pengobatan, seperti

demam atau gatal-gatal, merupakan indikasi untuk menghentikan

stimulasi.

6. Pengambilan Ovum ( PO )

Pada pertama kalinya dilakukan melalui laparoskopi dengan 2 atau 3

tusukan. Jarum aspirasi dimasukan melalui alat laparoskop atau

melalui tusukan khusus. Berbagai alat pengisap oosit telah dipakai,

spuit 50 dan alat pengisap dengan tekanan 150 mmHg. Kini

pengambilan ovum dapat dilakukan lebih mudah secara transvaginal

dengan bimbingan USG.

7. Persiapan dan prosedur laboratorium

Seluruh prosedur laboratorium konsepsi buatan perlu dipersiapkan

seoptimal mungkin. laboratorium yang letaknya bersebelahan dengan

kamar pengambilan ovum tempat akan memudahkan transportasi

embrio. Beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah

air radiator yang digunakan, inkubator CO2, laminar air flow,

Page 6: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

mikroskop, alat habis pakai, sistem fertilisasi, dan aliran listrik

haruslah dalam keadaan prima.

Cairan pungsi harus segera dibawa ke laboratorium dan pencairan

oosit di bawah mikroskop segera dilakukan. Kalau cairan folikel itu

jernih, dengan mata telanjang akan tampak mukus sebagai gumpalan

putih yang mungkin berisikan oosit. Oosit dibersihkan dari gumpalan

darah lalu dimasukkan ke dalam medium biakan dalam cawan petri.

Semua oosit yang diperoleh segera dimasukkan kedalam inkubator

CO2 , setelah terlebih dahulu dinilai tingkat kematangannya. Penilaian

tingkat kematangan ini perlu untuk menentukan saat inseminasi yang

tepat. Oosit yang matang, antara lain ditandai dengan cumulus yang

menyebar dan koronanya padat. Berbagai jenis medium yang akan

dipakai, harus terlebih dahulu diuji, Baik parameter fisiknya, (pH,

osmolaritas, suhu), maupun efek biologiknya (perkembangan embrio

tikus percobaan, uji ketahanan sperma).

Saat inseminasi ditentukan menurut tingkat kematangan oosit. Untuk

oosit yang matang, inseminasi dilakukan 5-6 jam setelah oosit

diinkubasikan, yang terlalu matang setelah 3 jam, dan yang belum

matang setelah 24-36 jam. Teknik pengolahan sperma dapat dilakukan

dengan berbagai cara dari yang paling sederhana seperti swim-up,

sampai yang paling canggih seperti pemisahan sperma dengan

berbagai konsentrasi larutan percoll, yang semuanya bertujuan untuk

memperoleh sperma motil yang terbaik. Umumnya inseminasi

dilakukan dengan sperma yang telah diolah dengan konsentrasi 50.000

– 100.000/ml.

8. Perkembangan dalam media biakan

Terjadinya fertilisasi dimulai 18-20 jam setelah inseminasi. Fertilisasi

yang normal ditandai dengan adanya 2 inti (pronukleus), yang harus

Page 7: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

dibedakan secara cermat dari fertilisasi yang abnormal

(polispermia) yang ditandai dengan adanya lebih dari 2 pronukleus.

Oosit yang sudah dibuahi (zigot) dipindahkan ke dalam medium segar,

kemudian segera diinkubasikan dalam inkubator CO2, terjadinya

fertilisasi tergantung dari banyaknya hal, yang terpenting adalah

kualitas dan kuantitas oosit serta sperma. Tingkat fertilisasi 60% dapat

dikatakan cukup baik. Kira-kira sekitar 24 jam sekitar inseminasi, oosit

yang sudah dibuahi itu dikeluarkan dari inkubator yang biasanya sudah

mencapai stadium embrio dengan tingkat pembuahan 2-6 sel. Dari

semua embrio itu dipilih 4 embrio yang terbaik yang ditentukan

berdasarkan morfologinya. Embrio yang terpilih kemudian

dimasukkan kedalam medium biakan segar dengan suplemen protein

9. Pemindahan Embrio

Dilakukan 42-44 jam setelah inseminasi, pada waktu embrio telah

mencapai stadium 2-6 sel. Pada umumnya pemindahan embrio

dilakukan dengan istri dalam posisi litotomi, didampingi oleh

suaminya. Tim yang lain melakukan dalam sikap litotomi kalau

seterusnya intervensi dan dalam sikap dengkul-dada (knee-chest)

sedangkan kalau uterusnya retroverni pemindahan embrio dilakukan

dengan memakai kateter Teflon halus. Kadang-kadang diperlukan

bantuan kanula logam untuk membimbing kateter masuk kedalam

rongga uterus.

10. Pemantauan fase luteal

Kebanyakan proses konsepsi buatan memberikan suntikan atau

progesteron dalam fase luteal. Tidak cukup bukti untuk mendukung

pengobatan ini, karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

pengeluaran progesteron akan berlangsung normal setelah dilakukan

aspirasi ovum. Namun ada juga yang melaporkan terjadinya fase luteal

pendek setelah dilakukan protokol superovulasi.

Page 8: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

11. Diagnosis kehamilan

Jika terjadi kehamilan, uji β-hCG akan memberikan hasil yang positif.

Tingkat keberhasilan kehamilan berbeda-beda diantara berbagai proses

konsepsi buatan. Pada umumnya sekitar 20% pasutri akan mengalami

kehamilan setelah dilakukan pemindahan embrio. Walaupun demikian,

keberhasilan lebih tergantung dari banyaknya oosit yang berhasil

diaspirasi, dan banyaknya embrio yang dipindahkan.

12. Analisa sebab kegagalan

a. Ovulasi prematur atau ovum gagal untuk dibuahi.

b. Oosit belum matang atau tidak normal. Inseminasi dilakukan pada

saat yang kurang tepat.

c. Keadaan hormonal/kesehatan istri kurang menguntungkan oosit.

d. Parameter stimulasi mungkin tidak sebaik yang diharapkan.

e. Embrio yang dipindahkan gagal untuk berimplantasi. Hal ini

merupakan satu-satunya masalah terbesar yang dialami oleh

semua program konsepsi buatan pada masa kini.

f. Spermatozoa kurang baik kualitasnya.

g. Perkembangan endometrium kurang baik atau tidak sinkron untuk

terjadinya implantasi yang baik.

13. Perawatan

Kalau konsepsi buatan berhasil, pelayanan obstetriknya tidak jauh

berbeda dengan konsepsi alamiah. Konsepsi buatan bukan merupakan

indikasi untuk dilakukan amniosintesis atau tindakan-tindakan

obstetric lainnya.

14. Pertimbangan Psikologik

Bagian terpenting dari program konsepsi buatan adalah konseling

pasca konsepsi buatan yang gagal, karena kira-kira 80% pasutri akan

mengalaminya. Konseling ini bertujuan untuk meringankan pasutri

Page 9: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

dari segala kekecewaan dan kesedihan karena kegagalan yang baru

saja dialaminya .Reaksi kesedihan pasutri dapat disamakan dengan

kesedihan setelah mengalami keguguran atau kematian anak yang

sangat diinginkannya.

2.1.2.2. Prosedur ZIFT

ZIFT (zygote intra fallopian transfer), yaitu memindahkan atau

menempatkan hasil fertilisasi tingkat zigot kedalam tuba yang terbuka

melalui laparoskopi. Dengan demikian, prosedur ZIFT hanya dapat

dilakukan pada istri dengan salah satu atau kedua tubanya terbuka dan

berfungsi normal. Jika oosit istri berhasil dibuahi oleh sperma suami,

maka hasil fertilisasi dalam tingkat zigot dipindahkan atau ditempatkan

kedalam tuba istri melalui laparoskopi. Pada perut istri dibuat 3 sayatan

kecil satu dibawah pusat dan dua lainnya dikiri dan kanan atas tulang

kemaluan. Laparoskopi untuk mengamati proses pemindahan zigot

kedalam tuba dimasukkan melalui sayatan dibawah pusat. Kateter halus

untuk menempatkan zigot ke dalam tuba dan alat pemegang tuba

masing-masing dimasukkan melalui salah satu sayatan yang terletak di

kiri dan kanan atas tulang kemaluan. Tiga atau empat zigot yang terbaik

dipindahkan kedalam tuba. Karena prosedur ZIFT itu berlangsung lebih

alamiah dari pada FIV-PE maka kemungkinan keberhasilannya

diharapkan lebih besar dibandingkan dengan FIV-PE. Kemungkinan

kehamilan dapat mencapai 25-30%.

2.1.2.3. Prosedur GIFT

GIFT (gamete intrafallopian tube transfer) telah dikembangkan oleh

Ricardo Asch di San Antonio, Texas, sebagai suatu alternatif terhadap

FIV, khusus untuk istri dengan salah satu atau kedua tubanya terbuka.

Dalam teknik ini, simulasi ovulasi, laporoskopi, dan pengambilan ovum

dilakukan sama seperti prosedur FIV.

Page 10: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

2.1.3 Risiko

Beberapa risiko dalam proses konsepsi buatan antara lain sebagai berikut :

Folikel tidak berkembang atau kadar hormon estrogen istri tidak

meningkat pada siklus pengobatan sehingga oosit istri tidak dapat

diambil (siklus pengobatan gagal).

Kadang-kadang terjadi stimulasi berlebihan berlebihan dari obat-obat

stimulasi indung telur yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi

isteri.

Oosit istri tidak berhasil dibuahi oleh sperma suami sehingga dengan

sendirinya tidak akan terjadi fertilisasi (zigot) yang akan dipindahkan

kedalam istri.

Penyulit-penyulit pada saat pengambilan oosit istri.

Penyulit-penyulit pada saat laparoskopi.

2.1.4 Kelemahan dan Keuntungan Bayi Tabung

Adapun kelemahan dari prosedur bayi tabung adalah sebagai berikut :

1. Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma,

berlomba membuahi 1 sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku

teori seleksi alamiah dari Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat

dan sehat adalah yang menang. Sementara dalam inseminasi buatan,

sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau petugas laboratorium.

Jadi bukan dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para

petugas laboratorium dapat memisahkan mana sel sperma yang

kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika

umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu, risiko kerusakan

sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.

2. Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak

sehat, para ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan

yang menentukan. Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan

Page 11: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

salah satu faktor kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang

sudah dilengkapi enzim bernama akrosom berfungsi sebagai pengebor

lapisan pelindung sel telur. Dalam proses pembuahan secara alamiah,

hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke dalam inti sel telur.

Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan injeksi sperma,

enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk ke

dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka

pembuahan akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma

memiliki risiko melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada

pembelahan sel dan pembagian kromosom.

3. Keberhasilan masih belum mencapai 100 %, Di Rumah Sakit Harapan

Kita, tingkat keberhasilannya 50 %, sedangkan di RSCM sebesar 30-

40 %.

4. Memerlukan waktu yang cukup lama.

5. Biaya mahal, berkisar antara 34-60 juta rupiah.

6. Tidak bisa sekali melakukan proses langsung jadi, tetapi besar

kemungkinan untuk di lakukan pengulangan.

Adapun keuntungan prosedur bayi tabung adalah memberikan peluang

kehamilan kepada pasangan suami istri yang sebelumnya mengalami

infertilitas.

Faktor- faktor yang sering menyebabkan kegagalan bayi tabung yaitu:

1. Sel Telur yang tumbuh tidak ada / tidak mencukupi.

2. Tidak terjadi pembuahan

3. Embrio tidak menempel dinding rahim

4. Keguguran.

2.2. Kerangka Hukum dan Kebijakan yang Mengatur Bayi Tabung

Page 12: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

1. UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya

kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami

istri yang sah dengan ketentuan:

a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan

ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

b) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu;

c) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

2. Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang

Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan

umum, perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan

Ketentuan Penutup.

Etika Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam

Buku Kode Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam addendum 1, dalam buku

tersebut di atas terdapat penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Kodeki

Hasil Mukernas Etik Kedokteran III, April 2002.

2.3 Aspek Hukum Perdata Yang Mengatur Bayi Tabung di Indonesia

Aspek hukum perdata tentang bayi tabung dapat ditinjau dari berbagai aspek,

antara lain aspek pelaksana, peserta (meliputi suami istri dan pihak lainnya),

pelaksanaan, dan status anak yang dihasilkan melalui proses bayi tabung ini.

1. Pelaksana

Pelaksana prosedur bayi tabung telah ditentukan oleh hukum di Indonesiayaitu

Permenkes RI nomor 39/Menkes/SK/I/2010 pasal 3, dimana penyelenggaraan

Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu hanya dapat dilaksanakan pada

fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan antara lain ketenagaan,

meliputi pimpinan, tenaga pelaksana, dan tenaga laboratorium; persyaratan

sarana dan prasarana Unit Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu dan

Laboratorium Embriologi; serta persyaratan peralatan meliputi peralatan medis

Page 13: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

dan non medis. Persyaratan lainnya telah diuraikan dalam lengkap dalam

Permenkes tersebut. Fasilitas kesehatan yang telah memenuhi persyaratan untuk

melakukan prosedur bayi tabung di Indonesia sudah berkembang pesat dan

tersedia luas di seluruh Indonesia.

2. Peserta

Dalam Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 16

menyebutkan:

(1) Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir

untuk membantu suami istri mendapat keturunan.

(2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan

ketentuan :

a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan,

ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu;

c. pada sarana kesehatan tertentu.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar cara

alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan

Peraturan Pemerintah.

Selain UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, dibawahnya terdapat

Permenkes No. 39 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi

Reproduksi Berbantu, yang menyebutkan dalam pasal 2 ayat 3 bahwa Pelayanan

Teknologi Reproduksi Berbantu hanya dapat diberikan kepada pasangan suami

istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya akhir untuk

memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu indikasi medik.

Dalam kedua peraturan tersebut, disebutkan bahwa pelaksanaan inseminasi

buatan diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu

menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut yang kemudian

embrionya ditanam dalam rahim istri dari mana sel telur itu berasal. Pernyataan

Page 14: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

tersebut menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dilakukannya pendonoran

embrio, dimana jika mengacu pada kedua peraturan tersebut, upaya pendonoran

tidak dapat dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut

sebagai anak sah dari pasangan suami isteri tersebut.

Surrogate Mother

Surrogate mother adalah seorang wanita yang mengadakan perjanjian

(gestational agreement) dengan pasangan suami isteri dimana dalam perjanjian

tersebut si wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami isteri infertil

tersebut dengan suatu imbalan tertentu. Di Indonesia, peraturan mengenai bayi

tabung diatur secara umum dalam pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 72 / Menkes / Per / II / 1999

tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan yang telah dijelaskan di

atas. Dari kedua peraturan tersebut dengan jelas dikatakan bahwa praktek

surrogacy dilarang pelaksanaannya di Indonesia. Hal ini dipertegas dengan

adanya sanksi pidana yang dapat dikenakan bagi yang melakukan prosedur

tersebut seperti yang diatur dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

pasal 82 ayat 2a, yang menyebutkan, “Barang siapa yang dengan sengaja

melakukan upaya kehamilan di luar cara alami yang tidak sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 2, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Akan tetapi, jika si pasangan suami isteri

melakukan prosedur surrogacy di luar negeri yang mengizinkan praktek tersebut

dan kemudian anak yang lahir dari prosedur surrogacy tersebut dibawa ke

Indonesia, maka akan menimbulkan permasalahan hukum mengenai status anak

tersebut. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai

status anak yang lahir dari prosedur surrogacy, dan tidak ada peraturan yang

dapat mengakomodasi apabila terjadi konflik.

3. Pelaksanaan

Page 15: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

Untuk teknis pelaksanaannya, telah dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di

Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Departemen

Kesehatan RI tahun 2000, yang menyatakan bahwa:

1. Pelayanan teknik reproduksi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel

sperma dan sel telur pasangan suami istri yang bersangkutan.

2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,

sehingga kerangka pelayanannya merupakan bagian dari pengelolaan

pelayanan infertilitas secara keseluruhan.

3. Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3,

boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:

a) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.

b) Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya

dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.

c) Istri berumur lebih dari 35 tahun.

4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.

5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ovum, atau embrio.

6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian.

Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan

apabila tujuannya telah dirumuskan dengan sangat jelas

7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan

usia lebih dari 14 hari setelah fertilisasi.

8. Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan

in vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku).

9.  Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan

sel ovum, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ovum atau

spermatozoa itu berasal.

10. Dilarang melakukan fertilisasi trans spesies, kecuali fertilisasi trans spesies

tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas

pada manusia. Setiap hibrid yang terjadi akibat fretilisasi trans spesies harus

diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel.

Page 16: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

4. Status Anak Hasil Bayi Tabung

Penetapan seorang anak sebagai anak sah adalah berdasarkan pada pasal 42

UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Untuk membuktikan secara hukum

bahwa seorang anak adalah anak sah dari pasangan suami isteri, yang

dibutuhkan adalah sebuah akta kelahiran dari anak tersebut. Akta tersebut

berisi nama, hari, tanggal, kota anak tersebut lahir dan nama kedua orang tua

dari anak tersebut. Karena anak hasil inseminasi buatan merupakan anak sah,

maka hak dan kewajiban dari anak yang dilahirkan dengan menggunakan

program inseminasi buatan sama dengan anak yang tidak menggunakan

program inseminasi buatan. Sehingga anak hasil inseminasi buatan dalam

hukum waris termasuk kedalam ahli waris golongan I yang diatur dalam pasal

852 KUH Perdata.

Menurut situasinya, tinjauan dari segi hukum perdata terhadap bayi

tabung di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Jika benihnya berasal dari suami istri

Jika benihnya berasal dari suami istri, maka dilakukan proses fertilisasi invitro

transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim istri maka anak tersebut

baik secara biologis maupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah dari

pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan

keperdataan lainnya.

Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya

telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari

perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun

jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas

suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas

suami ibunya. Dasar hukumnya adalah pasal 255 KUHPer.

Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain (surrogate

mother) yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah

dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar

hukumnya adalah pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUHPer. Dalam hal

Page 17: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

ini suami dari istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak

sahnya melalui tes golongan darah atau tes DNA. Biasanya dilakukan

perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai

sah secara perdata, sesuai dengan pasal 1320 dan 1338 KUHPer.

b. Jika salah satu benihnya berasal dari donor

Jika suami mandul dan istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi invitro

dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur istri akan dibuahi dengan

sperma dari donor di dalam cawan petri dan setelah terjadi pembuahan

diimplantasikan ke dalam rahim istri. Anak yang dilahirkan memiliki status

anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya

sepanjang si suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan

darah atau tes DNA. Dasar hukumnya adalah pasal 250 KUHPer.

Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain (surrogate

mother) yang bersuami, maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari

pasangan penghamil tersebut. Dasar hukumnya adalah pasal 42 UU No.

1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

c. Jika semua benihnya dari donor

Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada

perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang

terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah

dari pasangan suami istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan

yang terikat dalam perkawinan yang sah.

Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut

memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat

perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya

secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya

maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.

Page 18: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF)

merupakan suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel

sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus. Kerangka hukum dan kebijakan yang

mengatur bayi tabung telah diatur dalam UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127

dan Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang

Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum,

perizinan, pembinaan, dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Aspek hukum perdata tentang bayi tabung dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara

lain aspek pelaksana, peserta (meliputi suami istri dan pihak lainnya), pelaksanaan,

dan status anak yang dihasilkan melalui proses bayi tabung ini. Dasar hukum yang

ada di Indonesia hanya mengatur prosedur bayi tabung yang dilakukan oleh pasangan

suami dan istri, sedangkan prosedur pendonoran sperma atau ovum dan prosedur

surogasi masih dilarang. Status hukum anak hasil bayi tabung dalam perkawinan

yang sah telah ditetapkan sebagai anak sah secara biologis dan yuridis. Sedangkan,

anak hasil prosedur pendonoran dan surogasi masih belum diatur dalam undang-

undang.

3.2. Saran

1. Bagi profesi dokter agar mengetahui prosedur bayi tabung yang sesuai dengan

perundang-undangan Indonesia yang berguna dalam memberikan

pertimbangan pada calon orang tua bayi tabung tidak hanya dari segi medis

melainkan juga dari aspek hukum.

2. Bagi calon orang tua bayi tabung agar mengetahui dan memahami syarat,

prosedur, manfaat dan risiko dari prosedur bayi tabung dari aspek medis dan

hukum secara menyeluruh sehingga pelaksanaan dan status anak hasil bayi

tabung nantinya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Page 19: Referat Aspek Medikolegal Bayi Tabung

3. Bagi Pemerintah, hendaknya membuat peraturan perundang-undangan yang

mengatur status anak hasil prosedur surogasi dan pendonoran agar memiliki

status yang sah di mata hukum.