rangkul kekerasan di sekolah dan madrasah

44
RANGKUL dalam Mengenali dan Merespon Tanda-Tanda Rentan Ekstremisme Kekerasan di Sekolah dan Madrasah Protokol Sekolah dan Madrasah

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

RANGKULdalam Mengenali dan Merespon Tanda-Tanda Rentan Ekstremisme

Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Protokol Sekolah dan Madrasah

Page 2: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

dalam Mengenali dan Merespon Tanda-Tanda Rentan EkstremismeKekerasan di Sekolah dan Madrasah

2019

RANGKULProtokol Sekolah dan Madrasah

Page 3: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

PROTOKOL SEKOLAH DAN MADRASAHRANGKUL: dalam Mengenali dan Merespon Tanda-Tanda Rentan Ekstremisme Kekerasan di Sekolah dan Madrasah PENANGGUNG JAWABErita Narhetali PENYUSUNErita NarhetaliRonnyAnnas Jiwa PratamaMuhammad Akhyar DESAINRonny Hak Cipta RANGKUL 2019C

Page 4: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

DAFTAR ISIPENGANTARTUJUANA. MEMAHAMI EKSTREMISME KEKERASAN

1. Definisi2. Radikalisasi Menuju Ekstremisme Kekerasan3. Media Penyebaran

B. PENTINGNYA MERESPON EKSTREMISME KEKERASAN1. Skema Hubungan Antarvariabel2. Pendekatan Social and Emotional Learning (SEL)3. Pendekatan Early Warning and Early Respon System (EWERS)

C. MENGENALI TANDA-TANDA RENTAN EKSTREMISME KEKERASAN DI SEKOLAH DAN MADRASAHD. STRATEGI PENCEGAHAN DAN MERESPON TANDA-TANDA RENTAN EKSTREMISME KEKERASAN DI SEKOLAH DAN MADRASAH

1. Kurikulum dan Pengajaran 2. Aktivitas Kesiswaan 3. Sistem Deteksi dan Respon Dini

E. RANGKUL: SISTEM DETEKSI DAN RESPON DINI1. Mengenali RANGKUL sebagai Sistem2. Prinsip–Prinsip RANGKUL3. Pelaksana dan Proses Program RANGKUL

a. Komite RANGKUL1) Tugas pokok dan fungsi2) Struktur organisasi dan uraian tugas3) Mekanisme kerja

b. Komite Gabungan1) Tugas pokok dan fungsi2) Komposisi 3) Mekanisme kerja4) Rencana intervensi5) Persetujuan partisipasi6) Monitoring dan evaluasi

123359

1111111315

19

192020212122232424242728282929303131

Page 5: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

DAFTAR ISI7) Pendanaan 8) Berbagi pengalaman

c. Jejaring Eksternald. Proses RANGKUL

Baca Lebih Lanjut Kontak dan Informasi

32323232

35

37

Page 6: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

The highest resultof education is

tolerance-Helen Keller-

Page 7: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

PENGANTAR

Topik intoleransi beragama dan radikalisme telah menjadi bahan kajian yang seriussejak lebih dari satu dekade yang lalu. Hal ini dipicu oleh berbagai peristiwaintoleransi, pelanggaran kebebasan beragama, serta berbagai aksi kekerasanterorisme yang melanda berbagai daerah di Indonesia. Sejauh ini, selain kepadakelompok agama eksternal, di Indonesia fokus utama isu intoleransi dan pelanggarankebebasan beragama yang ada adalah pada kelompok internal agama. Sedangkandalam konteks radikalisme kebanyakan yang dibicarakan adalah gagasan khilafah danpenegakan syariat Islam sebagai dasar negara, di antaranya isu tentang HTI,sementara isu ekstremisme kekerasan oleh kelompok-kelompok jihad kekerasanseperti ISIS dsb. Dari sejumlah temuan studi yang dilaksanakan antara tahun 2015hingga 2018 ini didapat gambaran bahwa intoleransi dan pelanggaran kebebasanberagama di Indonesia cukup besar, cenderung meningkat, dan juga ditemukan didunia pendidikan (pada guru maupun siswa) di semua jenjang pendidikan . Hubungan antara intoleransi dengan radikalisme dapat dilihat dari rangkaian prosesaktivitasnya. Untuk konteks Indonesia, sejauh ini dapat dilihat bahwa konflik-konflikpaham keagamaan memiliki pola yang mirip, yaitu diawali dari penyebaran kebencian,dilanjutkan tindakan penyesatan, dan diikuti kemudian oleh kekerasan massa ataukriminalisasi korban oleh aparat penegak hukum .  Hal ini mengindikasikan bahwaupaya untuk menangkal kekerasan konflik beragama mesti diawali dengan upayamencegah penyebaran kebencian. Oleh karena itu, untuk memastikan efektivitaspencegahan kekerasan berbasis ekstremisme apa pun, termasuk agama, harus dimulaidari intervensi yang mendorong sikap toleransi terhadap perbedaan sertamenghentikan arus kampanye kebencian. Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan oleh negara melalui BNPT (BadanNasional Penanggulangan Terorisme) adalah melalui program pencegahan yangdilakukan dengan menggunakan metode soft power atau pendekatan lunak dimana-

Lihat misalnya studi dari Setara Institute (2015, 2016), PPIM UIN (2017, 2018), Alvara (2017) dan LIPI (2018) Azhari, M.S., & Ghozali, M.F. (2019). Peta Kuasa Intoleransi dan Radikalisme Indonesia. Penerbit Inklusif.The Asia Foundation.

1

2

1

2

1

Page 8: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

anak muda diajak untuk berpartisipasi sebagai duta damai dunia maya dan pelibatanmantan teroris dalam upaya deradikalisasi, disamping upaya-upaya sosialisasi kepadaseluruh pemangku kepentingan, termasuk ke sekolah/madrasah dan universitas. Lebihlanjut, Kemenag bersama Kemendikbud dan BNPT menandatangani MoU Kerja samatiga lembaga negara dalam upaya mencegah dan menangani penyebaran pahamradikal dan intoleransi melalui pendidikan moderasi agama. Sejalan dengan itu, penguatan guru dan siswa sebagai individu serta sekolah danmadrasah sebagai institusi adalah prasyarat penting bagi tercapainya tujuan programpencegahan radikalisasi menuju ekstremisme kekerasan di sektor pendidikan. Upayaini juga sejalan dengan strategi peningkatan mutu pendidikan dan moderasi beragamadi sekolah dan madrasah.

lihat lebih lanjut di https://www.bnpt.go.id/?s=duta+damai lihat lebih lanjut di https://kemenag.go.id/berita/read/508158

3

4

TUJUAN

Radikalisasi dan ekstremisme kekerasan adalah masalah yang kompleks, sehinggasulit untuk menemukan satu solusi sempurna untuk mengatasinya. Namun,meningkatkan kemampuan sekolah dan madrasah mengenali dan merespon tanda-tanda kerentanan atas radikalisasi dan ekstremisme kekerasan akan dapatmengurangi dan mencegah pengaruh atas dampak paparan narasi atau potensiekstremisme terhadap siswa. Beranjak dari sini, PPIM menyusun sebuah programpencegahan ekstremisme kekerasan dalam bentuk Protokol Sekolah dan MadrasahRANGKUL ini.

Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mencegah ekstremisme kekerasandi sekolah dan madrasah, serta mengurangi dan mencegah pengaruh pesan dannarasi yang berpotensi ekstrem terhadap siswa.Sebagai bagian dari upaya pencegahan ekstremisme kekerasan dalam bentukrekomendasi Standar Operasional Prosedur (SOP) deteksi dan respon dini untuksekolah dan madrasah.

Protokol ini bertujuan untuk:1.

2.

3

4

2

Page 9: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

A. MEMAHAMIEKSTREMISME KEKERASAN

Definisi1.

Protokol ini menggunakan beberapa istilah-istilah yang digunakan dalam upayapencegahan ekstremisme kekerasan, yang diambil dari beberapa referensi daribadan dunia, jurnal akademik, kamus dan Non Government Organization (NGO). Halini dikarenakan belum ada konsensus nasional di Indonesia mengenai istilah-istilahtersebut, sementara istilah-istilah seperti radikalisme, terorisme ataupunekstremisme terkadang dipergunakan tidak tepat oleh media-media mainstreamdan negara.

IntoleransiSecara singkat Intoleransi dapat dipahami sebagai sikap tidak menerima segalasesuatu yang berbeda dengan yang individu ketahui dan yakini sebagai sebuahkebenaran. Pada umumnya disertai dengan tindakan seperti pelecehan,penghinaan, perlakuan tidak adil/ diskriminatif sampai pelarangan praktikibadah.

RadikalismePaham bahwa norma, struktur sosial, politik dan pemerintahan mesti diubahmelalui cara yang revolusioner dan mengakar. Radikalis masih memungkinkancara-cara seperti dialog atau jalur legal dalam melakukan perubahan. Namun,pada saat yang sama bisa mengarahkan partisipan radikal menggunakankekerasan. RadikalisasiProses penanaman nilai, cita-cita dan aspirasi politik, agama atau sosial yangekstrem terhadap individu atau kelompok untuk menolak status quo/ nilai-nilaikonvensional yang dianut oleh negara dan masyarakat pada umumnya

lihat https://tirto.id/sudah-tepatkah-kita-menggunakan-istilah-radikalisme-cPHG; Bötticher. A (2017). Towards Academic Consensus Definitions of Radicalism and Extremism. volume 11,issue 4

5

6

65

3

Page 10: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

EkstremismePaham anti kemapanan, jauh dari sikap dan perilaku masyarakat padaumumnya dimana tidak ada ruang bagi perbedaan. Ekstremisme ditandaidengan sikap dogmatis, intoleran, melegitimasi kekerasan sebagai caramencapai kekuasaan, tertutup, tidak menghargai kehidupan dan hak orang lain,dan segala hal yang menyimpang dari norma sosial masyarakat. Ekstremisme KekerasanTindakan mendukung, mempromosikan dan melakukan aksi-aksi kekerasansebagai jalan untuk mencapai tujuan politik, agama, ras, suku, ideologi dst.Lebih lanjut, perilaku ekstremisme kekerasan ditandai dengan tindakankekerasan terorganisir melalui pelatihan dan persiapan yang matang, danmenggunakan kekerasan bahkan jika harus mengorbankan masyarakat sipil.

Radikalisme dan ekstremisme adalah konsep yang sering disalahgunakan ataudisalahartikan. Kedua istilah ini tidak memiliki batas yang jelas antara satu denganyang lain dan secara ideologi politik dan praktik di lapanganya tidak jelas. Meskipunsebagian negara tidak memiliki definisi hukum tentang ekstrimisme atau radikalisme,namun ada banyak program pemerintah yang berhubungan dengan PencegahanEkstremisme Kekerasan (PE) dan Deradikalisasi karena keduanya dianggap berpotensiberalih ke bentuk kekerasan politik tertentu seperti terorisme. Untuk itu, Böttichermembedakan antara radikalisme dan ekstremisme sebagai berikut:

Radikalisme

Gerakan radikal cenderung menggunakankekerasan politik secara pragmatis danpada objek tertentu/spesifik. 

Radikalis memandang masa depan yangcerah bagi semua orang adalah sesuatuyang harus dicapai

Radikalisme memiliki aspek emansipatorisdan bukan anti demokrasi.

Ekstremisme

Gerakan Ekstremis memandang kekerasanterhadap lawan adalah aksi yang legal dancenderung menggunakan kekerasan secaramassif sebagai bagian dari ideologi merekaEkstremis memiliki pandanganpalingenetik atau ingin mengembalikankejayaan masa lalu dengan “melahirkankembali bangsa unggul”Secara natural, ekstremisme antidemokrasi, berusaha untuk menghapuskandemokrasi konstitusional dan aturanhukum

4

Page 11: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Radikalisme

Radikalisme tidak menentang persamaanHAM. Secara historis, radikalis progresifmemperjuangkan dan memperluas HAMkepada yang kurang mampuRadikalis menjalankan aksi yang sangatberbeda dalam hal kelangsungan statusquo, namun tidak berusaha untuk menutupmasyarakat terbuka atau mengacaukankeberagaman masyarakat seperti yangdilakukan oleh ekstremisRadikalisme sebagai oposisi yang melawankemapanan

Ekstremisme

Ekstremisme secara terbuka menentangHAM dan lembaga-lembaga yangmemperjuangkan HAM

Ekstremisme anti terhadap pemikiranterbuka dan ekstrem baik dalam hal tujuandan cara yang mereka pilih untukmencapainya

Ekstremis tidak hanya melawankemapanan, namun juga terhadap semuayang tidak mau menerima dogma ekstremmereka dalam mentransformasimasyarakat

 

Tabel 1. Perbedaan radikalisme dan ekstremisme

2. Radikalisasi Menuju Ekstremisme Kekerasan

a. Faktor penarik, faktor pendorong dan faktor pencegah

Wana Institute menyebutkan bahwa Individu terdorong untuk bergabungmenjadi anggota kelompok ekstremisme kekerasan karena adanya faktorpenarik, faktor pendorong  dan faktor kerentanan individu. Faktor ‘penarik’adalah faktor yang membuat kelompok dan ideologi ekstremisme kekerasanmemikat. Faktor ‘pendorong’ merupakan hal-hal di lingkungan yangmendukung berkembangnya paham ekstremis kekerasan, ‘faktor kerentananindividu’ adalah faktor internal individu yang mendukung berkembangannyapaham ekstremisme kekerasan, sementara ‘faktor pencegah’ adalah faktorinternal ataupun eksternal yang dapat mencegah seseorang dari prosesradikalisasi. Berikut gambaran proses faktor penarik dan pendorong untukpaham ekstremisme kekerasan di level individu dan kelompok (tabel 2).

Wana Institute .(2018). Reconceptualizing the drivers of violence extremism: an agenda for child and youthresilience : Wana Institute

7

7

5

Page 12: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Level Komunitas/ Kelompok

Perbaikan Sosial-EkonomiMengembalikkan kejayaan, dll

Idealisme terdistorsi oleh kelompokekstremisme kekerasan, seperti:

Faktor Pendorong

Kondisi sosial ekonomi yang timpang/krisisKurangnya akses PendidikanMarjinalisasi etnis/kelompok/agamaTerbatasnya akses partisipasi dalamkebijakan publik

Tabel 2. Faktor Penarik dan Pendorong Radikalisasi dimodifikasi dari Hedayah (2019)

Faktor Penarik

Faktor Pencegah

Forum publik untuk berdiskusiPendekatan partisipatif dalam resolusi konflik

Mekanisme rekonsiliasiAdanya sistem deteksi dan respon dini

Level Individu

Mendapat kebermaknaan diri dalamkelompok ekstremisme kekerasanAdanya insentif sosial-ekonomi yangdiberikan oleh ekstremisme kekerasanJanji masuk surga pasca kematianBerpetualang dan melakukan hal baru

Faktor Kerentanan Individu

Persepsi ketidakadilanKedukaan karena kehilangan orangterdekatKerabat terlibat aksi ekstremismekekerasanPandangan “aku vs mereka” yang kakuKurangnya pengalaman keberagamanTerpapar narasi ekstremisme kekerasan dilingkungan daring/luringCenderung mudah untuk menerimainformasi tanpa dikritisi terlebih dulu

Faktor Penarik

Faktor Pencegah

Literasi sosial-ekonomiKecerdasan mengolah informasi

Penghargaan terhadap orang lain (toleransi)Kebiasaan tolong menolong (prososial)

Hubungan yang erat terhadap keluarga dan lingkunganPengalaman keberagaman (Empati)

6

Page 13: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Selain level individu dan kelompok, McCauley and Moskalenko menambahkanlevel massa sebagai target radikalisasi melalui penyebaran informasi danpropaganda paham ekstremisme. 

b. Tahap dalam radikalisasi

Moskalenko, S., & McCauley, C. (2011). The psychology of lone-wolf terrorism. Counselling psychologyquarterly, 24(2), 115-126.

Radikalisasi dalam beberapa literatur diangggap sebagai proses seseorang ataukelompok mengadopsi keyakinan, emosi dan perilaku ekstremis. Proses ini dapatmengarahkan individu atau kelompok untuk menjadi radikalis yang progresif(berkemajuan) atau radikalis bahkan ekstremis yang menggunakan kekerasandalam mencapai tujuan.

Meskipun begitu, tidak selamanya perubahan perilaku dan keyakinan individubisa berjalan beriringan, dimana individu boleh jadi memiliki pandanganekstrem namun tidak tergabung dalam kelompok dan gerakan ekstremis, atau-

8

8

Individu rentan

Radikalisasi

Faktor kerentananindividu

Faktor penarik &pendorong

Aksi dan advokasi yangtoleran, diskusi dan debatpemikiran secara terbuka

Ekstremismekekerasan

Gambar 1. Tahap dalam radikalisasi

7

Page 14: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

bahkan melakukan aksi kekerasan . Secara umum, analisis ilmiah tentangbagaimana individu atau kelompok terpapar dan menjadi anggota dalamkelompok ekstremisme kekerasan ditunjukkan dalam tiga fase, yaitu alienasiatau perasaan terasing dari lingkungan sosial disertai dengan usaha untukmencari identitas baru, selanjutnya radikalisasi dan kemudian transisi dariradikalisasi ke pelaksanaan kekerasan secara masif. Dalam hal pencegahanekstremisme kekerasan, perlu dipahami  karakteristik dan faktor pada tiapfasenya. Alienasi: Perasaan terasing dapat muncul dari pengucilan, penghinaan,penganiayaan, dan prasangka terhadap individu atau kelompok tertentu olehsuatu komunitas, negara dan institusinya atau masyarakat luas. Alienasi jugabisa muncul karena ketidakadilan dalam hal mengakses pelayanan dasar danaturan hukum oleh kelompok minoritas tertentu. Pada fase ini, karakteristikhubungan antara individu atau kelompok terhadap keluarga, masyarakat dannegara seperti menarik diri, tidak taat aturan, mengeluh dan menurunkanpartisipasinya dalam hal politik dan ekonomi. Radikalisasi: Ketika frustrasi terhadap keadaan semakin meningkat, individudan kelompok mulai mencari organisasi, ideologi atau paham yang mampumenjawab frustrasinya atau menjerumuskan mereka untuk menyalahkan aktoreksternal. Dalam situasi seperti itu, radikalisasi dapat muncul melalui celahtidak memadainya sistem untuk memediasi dialog dan komunikasiantarkelompok yang lebih luas, tidak adanya toleransi dan keterbukaan dalamlingkungan sosial politik dari komunitas tertentu, ketidakmampuan untukmengenali provokator dan agen radikalisasi dan tidak adanya alternatif yanglayak dalam hal pemberdayaan baik bagi individu ataupun ruang publik. Dalamproses ini, insititusi keluarga dan komunitas memegang peranan penting. Agenradikalisasi fokus dan tertarik pada kelompok yang rentan terasing dimasyarakat dan memanipulasi perasaan frustrasi dan kemarahan mereka.Individu yang terpapar ideologi radikal jika ditangani dengan tujuan untuk -

Demant, F., Slootman, M., Buijs, F., and Tillie, J. (2008). Decline and disengagement: An analysis ofprocesses of de-radicalisation. Amsterdam: Institute for Migration and Ethnic Studies (IMES). UNDP .(2016). Preventing violence extremism through promoting inclusive development, tolerance andrespect for diversity: A development respond to addressing radicalization and violent extremism

10

10

9

9

8

Page 15: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Pertama, media (komunikasi) yang mencakup media cetak, elektronik dandaring, buletin, majalah, selebaran dan blog.Kedua, hubungan interpersonal yang dapat berupa hubungan keluarga, guru,teman/sahabat.Ketiga, ruang atau setting sosial yang meliputi kegiatan pengajian, kajian,halaqah, les, seminar dll.

sistem sebagai bentuk ekspresi atau penyaluran, maka akan menjadi aset bagimasyarakat dan menjadi agen perubahan ke arah yang lebih baik. Sementara,ekstremisme kekerasan kemudian muncul ketika perilakunya diarahkan padakekerasan dengan anggapan sebagai bentuk ekspresi atau penyaluran. Kepatuhan terhadap kekerasan: fase terakhir yang memisahkan radikalisdengan ekstremis kekerasan adalah radikalis memilih jalur advokasi yangdamai, diskusi dan debat pemikiran secara terbuka untuk mencapai tujuannya,sementara ekstremis kekerasan memilih jalur kekerasan untuk memperlihatkanpandangan mereka terhadap dunia kepada masyarakat luas. Ritual-ritualkekerasan seperti yang dilakukan menjadi sarana untuk mempromosikan danmemberikan inspirasi kolektif. Fase ini menggambarkan kegagalan sistemdeteksi dan respon dini sehubungan dengan munculnya tanda-tanda menujuekstremisme kekerasan.

3. Media Penyebaran

Menurut laporan CSRC UIN Jakarta menyebutkan bahwa ada tiga pola penyebarannarasi ekstremisme kekerasan.

Zeiger lebih menyoroti media online sebagai perangkat komunikasi dalampenyebaran narasi dan propaganda ekstremisme kekerasan . APJII pada tahun2018 mencatat 143,26 juta jiwa masyarakat Indonesia menjadi pengguna aktif -

Abubakar, I., Pranawati, R., Hemay, I., Djafar, A.M., Nuriz, M.A.L, Simun, J., Syarif, U.A. (2018). Pesan DamaiPesantren: Modul Kontra Narasi). Jakarta: CSRC UIN & KAS Zeiger S. (2019). Digital and media literacy. Regional capacity building workshop: Prevention of violenceextremism through education. Bangkok: UNDP 

11

12

11

12

9

Page 16: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Internet dapat dengan mudah disalahgunakan oleh individu atau kelompokjahat.     Siswa atau siswi dapat menyalahartikan pesan dari media daring ataupun luring.

Beberapa bentuk konten yang berpotensi merusak adalah: Ujaran kebencian, berusaha memecah belah masyarakat berdasarkan tingkatpendidikan, gender, etnis, agama, pilihan politik dll.Propaganda, berusaha meyakinkan orang lain terhadap sesuatu (pendapat,metode, barang atau jasa) dengan lebih menyoroti satu aspek dari informasiyang disampaikan.

internet dan diataranya adalah remaja usia 15-19 tahun . Lebih lanjut Zeigermengungkapkan beberapa tantangan dan masalah dalam menghadapipropaganda dan narasi ekstremisme kekerasan melalui internet:

Menentukan sesuatu adalah fakta atau bukan menjadi sulit tanpa ada sumberdari luar.

lihat lebih lanjut di https://apjii.or.id/content/read/104/398/BULETIN-APJII-EDISI-33---Januari-201913

13

10

Page 17: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

B. PENTINGNYA MERESPONEKSTREMISME KEKERASAN

Skema Hubungan Antarvariabel1.

Ekstremisme kekerasan adalah fenomena global yang telah menelan banyakkorban jiwa yang tidak bersalah dari berbagai kepercayaan, ras ataupun negara.Ekstremisme kekerasan merupakan merupakan hasil dari keadaan historis, politik,ekonomi, dan sosial, termasuk dampak dari politik regional dan global. Akarpenyebab ekstremisme kekerasan cukup kompleks, beragam, saling terkait satusama lain sebagaimana yang telah dijelaskan dengan sebelumnya. Berikutmerupakan skema yang menggambarkan hubungan antarvariabel dalam meresponekstremisme kekerasan: Hubungan antara intoleransi, radikalisasi dan ekstremisme kekerasan dapat dilihatdari rangkaian proses aktivitasnya. Untuk konteks Indonesia, sejauh ini dapatdilihat bahwa konflik-konflik paham keagamaan memiliki pola yang mirip, yaitudiawali dari penyebaran kebencian, dilanjutkan tindakan penyesatan, dan diikutikemudian oleh kekerasan massa atau kriminalisasi korban oleh aparat penegakhukum .  Hal ini mengindikasikan bahwa upaya untuk menangkal kekerasan dankonflik berbasis agama mesti diawali dengan upaya mencegah penyebarankebencian. Oleh karena itu, untuk memastikan efektivitas pencegahan kekerasan -

Toleran, kritismengolah informasidan lenting terhadapnarasi ekstremisme

kekerasan

Azhari, M.S., & Ghozali, M.F. 14

Individu rentanekstremisme kekerasan

Metode Social - Emotional Learning

Kecerdasan Mengolah Informasi

Sistem deteksi dan respon dini

Gambar 3. Skema hubungan antarvariabel

14

11

Page 18: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Identitas diri: Terbentuk dari komunitas, teman sebaya, pemerintahan, melaluiproses persepsi dan regulasi diri.Keterkaitan dengan orang lain: Menerima perbedaan pendapat sebagai halyang mendasar melalui peningkatan kepekaan sosial dan keterampilan dalamberinteraksi dengan orang lain.  Pengambilan keputusan dan perilaku yang bertanggung jawab: Memastikanbahwa keputusan-keputusan dan tingkah laku kita tidak membahayakan oranglain. 

berbasis ideologi apa pun, termasuk agama, harus dimulai dari intervensi yangmendorong sikap toleransi terhadap perbedaan serta menghentikan aruskampanye kebencian. Bagaimana cara mendorong toleransi dan menghentikankebencian? 

2. Pendekatan Social-Emotional Learning

Ada sejumlah cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan toleransi dan respekterhadap orang lain. Beberapa strategi yang paling sering digunakan adalahmendorong pengalaman berinteraksi dengan orang lain yang berbeda (hipotesiskontak). Perspektif ini melihat bahwa interaksi dengan orang yang berbeda akandapat mengurangi prasangka terhadap orang lain. Namun, proses kontak baruakan efektif bekerja dalam beberapa kondisi, terutama kesiapan manusia untukbekerja sama dengan orang lain. Social - Emotional Learning (disingkat, SEL)adalah proses belajar dimana anak dan orang dewasa secara efektif dapatmemanfaatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mengelola emosi,mencapai tujuan-tujuan positif,  berempati pada orang lain,  mempertahankanhubungan yang positif dengan orang lain, serta bertanggung jawab atas keputusanyang dia ambil. Terdapat tiga fitur utama dalam SEL yang relevan dalam upaya mendorongtoleransi dan respek terhadap orang lain:

Dalam lingkungan pendidikan seperti sekolah/madrasah, SEL dapat secara alamiahdilakukan melalui kegiatan belajar mengajar karena pada dasarnya SEL memangproses belajar.

Lihat lebih jauh tentang social emotional learning di di https://casel.org/what-is-sel/15

15

12

Page 19: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Program intervensi Pencegahan Ekstremisme Kekerasan (selanjutnya disebutPE) difokuskan pada faktor-faktor yang selama ini telah ditemukan menjadiprediktor perilaku ekstremisme kekerasan, yaitu aspek identitas dan religiusitas.Metodenya non-militeristik yang didesain sedemikian rupa untuk dapatmengantisipasi sebelum perilaku ekstremisme kekerasan tersebut terwujuddalam perilaku. Kekuatan program terletak pada ketajaman mengidentifikasitanda-tanda awal kerentanan atas ekstremisme. Dikarenakan terdapat sejumlahfaktor yang bisa dikatakan menjadi pemicu perilaku ekstremisme kekerasan ini,maka tantangan keberhasilan program ini adalah pada kesuksesan melakukanidentifikasi awal dan merespon hasil identifikasi tersebut danmenindaklanjutinya dalam program pencegahan.

3. Pendekatan Early Warning and Early Respon System (EWERS) di Sekolah/Madrasah

Ekstremisme kekerasan adalah fenomena global yang telah menelan banyakkorban jiwa yang tidak bersalah dari berbagai kepercayaan, ras ataupun negara.Ekstremisme kekerasan merupakan hasil dari keadaan historis, politik, ekonomi,dan sosial, termasuk dampak dari politik regional dan global. Akar penyebabekstremisme kekerasan cukup kompleks, beragam, saling terkait satu sama lainsebagaimana yang telah dijelaskan dengan sebelumnya. Meskipun begitu, sebagianbesar negara dan beberapa lembaga nonpemerintah memiliki program yangberhubungan dengan pencegahan ekstremisme kekerasan dan deradikalisasi. Penguatan guru dan siswa sebagai individu dan sekolah/madrasah sebagai institusiadalah prasyarat penting bagi tercapainya tujuan program pencegahanekstremisme kekerasan dan radikalisasi pada siswa. Upaya ini juga sejalan denganupaya memberdayakan lingkungan pendidikan dan moderasi beragama. Programpenguatan komunitas sekolah/madrasah sebagai bagian dari program pencegahanekstremisme kekerasan bukan saja dilakukan di Indonesia. Sejumlah negara sepertiKosovo, Uganda, Abu Dhabi, Swedia, Inggris dan sebagainya, sudah menerapkanprogram-program semacam ini.  Hal-hal yang menjadi pertimbangan adalahsebagai berikut:

13

Page 20: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Hingga kini sudah lebih dari 50 negara di dunia yang mengadopsi program PE.PE adalah solusi yang efektif untuk melengkapi kebijakan antiterorisme. Fokuskegiatannya ada pada upaya edukasi untuk mendorong kemampuan berpikirkritis dan meningkatkan literasi digital dan religiusitas, serta berbagai programdi komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan untukberinteraksi dengan kelompok dan identitas yang berbeda.  Denganmengutamakan prevensi diharapkan keberhasilan program ini dapat dirasakandalam jangka panjang dan menyeluruh.

Stephens, W., Sieckelinck, S., & Boutellier, H. (2019). Preventing Violent Extremism : A Review of theLiterature. Studies in Conflict & Terrorism, 0(0), 1–16. https://doi.org/10.1080/1057610X.2018.1543144

16

16

14

Page 21: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

C. MENGENALI TANDA-TANDARENTAN EKSTREMISME KEKERASAN

DI SEKOLAH/MADRASAH

Berikut adalah masukan-masukan teknis jika sekolah atau guru menemukan tanda-tanda kerentanan ekstremisme kekerasan pada siswa mereka secara lebih detail.Untuk memudahkan penggunaan panduan masing-masing tanda akan dimasukkan kedalam tiga indikator yaitu:  intensi melakukan kekerasan, hubungan sosial yang makinekslusif, dan tindakan melakukan kekerasan.

siswanya mengadopsi cara berpikir seperti itu. Selanjutnya guru juga bisa mengajak siswauntuk melakukan eksperimen pikiran bagaimana seandainya ia yang berada pada pihakyang akan mendapatkan kekerasan, apakah ia bisa menerima mendapatkan kekerasanpadahal ia tidak memilih untuk masuk ke dalam suatu kelompok tertentu, apakah adil jikaia mendapatkan suatu kekerasan atau kebencian karena ia adalah anggota suatu kelompoktertentu.

Indikatorterkait intensi

Guru perlu mewaspadai ketika peserta didik mulai menggunakanretorika kekerasan atau kebencian ketika menanggapi suatuperistiwa atau masalah sosial. Penggunaan retorika kekerasan dankebencian ini biasanya disertai juga dengan penggunaan teorikonspirasi tertentu. Ide dasar dari teori konspirasi adalahkepercayaan bahwa: “terdapat kelompok tertentu di luar sana yangberusaha menghancurkan kelompok saya”. Kecurigaan yang takmendasar seperti ini tentu menjadi ancaman terhadapkebersamaan. Guru harus mencoba memahami mengapa

Indikator terkaithubungan sosial

Guru juga harus mulai waspada ketika siswanya diketahuimemiliki hubungan yang renggang dengan keluarga, kontak yangterbatas dengan kelompok lain, terlibat dalam kelompokpertemanan yang terisolasi, atau mendapatkan pengaruhkelompok sosial yang negatif. Banyak kasus-kasus ekstremismekekerasan yang dimulai dari menjauhnya anak dari keluarganyakarena merasa apa yang ia pikirkan dan rasakan tidak didukung.Namun, pada beberapa kasus keterlibatan siswa dengan terorismejustru berasal dari keluarga. Sekolah dan guru dapat menjadi pihak

yang membantu anak sehingga tidak membuat ia berpaling mencari penerimaan dankenyamanan di kelompok atau gerakan intoleran dan ekstrem.

15

Page 22: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Sekolah dan guru memberikan perhatian lebih kepada siswa-siswa yang menutup diridan hanya bergaul dalam kelompok yang eksklusif. Sekolah atau guru bisa membangunkeakraban di antara siswa dengan meminta mereka mengerjakan tugas bersama tetapidengan anggota kelompok yang dipilih oleh guru sehingga setiap anak memilikikesempatan mengenal satu sama lain. Guru juga bisa melakukan pembicaraan personal dengan anak-anak yang dianggap sulitbergaul dengan yang lain. Pada pertemuan tersebut guru bisa menanyakan hal apa yangmembuat siswa menarik diri dari siswa lain dan mendiskusikan hal apa yang bisa dilakukanagar lingkar pergaulan siswa tersebut menjadi lebih besar. Dengan membangunpercakapan yang bersifat setara, guru menunjukkan bahwa mereka memang menghargaidan memperhatikan tantangan-tantangan pribadi yang dihadapi oleh para siswa merekayang memang sedang bergelut dengan isu-isu identitas dan makna.

didik dalam situasi yang dirasa aman.  Hal ini penting karena indikator-indikator ini sifatnyalebih sensitif dibanding dua indikator sebelumnya.

Indikator terkaitPerilaku

Indikator terakhir terkait dengan kompetensi melakukanekstremisme kekerasan yaitu yang dapat dilihat dari adanyaperilaku berisiko tinggi seperti penggunaan obat-obatan terlarang,perubahan mendadak dalam perilaku agama yang makin ekstrem,mengikuti pelatihan paramiliter, mempelajari keahlian-keahlianyang relevan dengan tindak ekstremisme kekerasan seperti kimia(khususnya pembuatan bom), hingga bepergian ke luar negeri,terutama dari daerah konflik. Menanggapi kondisi seperti inidibutuhkan kemampuan bertukar pikiran antara guru dan peserta 

"Jika dalam proses deteksi ditemukan indikator di lebih darisatu jenis resiko pada seorang siswa yaitu pada level Risiko

Waspada-Mengkhawatirkan, Waspada-Bahaya atauMengkhawatirkan-Bahaya, maka sangat disarankan untukditindaklanjuti ke tahap rujukan atau menghubungi pihak

yang berwenang jika dipandang perlu."

16

Page 23: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Tanda-tanda rentan ekstremisme kekerasan

Indikator Waspada Mengkhawatirkan Bahaya

Engganmendengarkanceramah di luarkelompoknya walaupengetahuan tentangagama mereka masihterbatas Menunjukkankeinginan untukmembentukkomunitas baruberbasis ideologinya Memiliki ikatanemosional yang lebihkuat dengankelompoknyadibanding dengankeluarga Menggunakanretorika kebencianatau merendahkankelompok lain yangberbeda, biasanyamenggunakan teorikonspirasi Perubahan mendadakdalam perilaku agama Suka melabel merekayang tidak sepahamsebagai sesat

Sering menunjukkanpaham mesianistik,atau kerpecayaanakan kehadiranseorang figur juruselamat Sering menunjukkanpahammillenarianisme, atauide bahwa ada zamanyang ideal yang akandatang Memiliki hubungandengan kelompokyang berideologiekstremismekekerasan Menyerangkepercayaan ataukeyakinan orang lain Menolak kedaulatanpemerintahanIndonesia karenatidak sesuai denganagama Menolak untukmenghormati simbol-simbol negara

Menganggap negarasebagai tagut danboleh diperangimenggunakankekerasan Menganggap orangselain kelompoknyahalal darahnya (bolehdiperangi ). Memutus hubungandengan teman ataulingkungan sosial,atau memutushubungan dengankeluarga Menggunakanretorika kematian(martir, syahid,kematian mulia)dalam rangkaperjuangannya Terlibat di dalamkelompok ekstremis Mengikuti pelatihanparamiliter

hubungan sosial

Perilaku

Intensi

17

Page 24: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Indikator Waspada Mengkhawatirkan Bahaya

Kepergian ke ataukedatangan dari luarnegeri, utamanyadaerah konflik Menarik diri darilingkungan yangberbeda paham Mengikuti ataumenyelenggarakankajian-kajian agamayang dilakukan secaratertutup

Mengonsumsiinformasi tentangkelompok-kelompokekstremismekekerasan Kontak yang terbatasdengan kelompok lainselain kelompokmereka sendiri Penggunaan retorikakekerasan sebagaisolusi masalah sosial

Pernah terlibat dipertempuranbersenjata di daerahkonflik Kesanggupanmenyerahkansejumlah uangkepada kelompokkendati dilakukandengan cara tidakbenar bahkankriminal Mengunggah ataumenyebarkanpropaganda promosipaham ekstrem dankekerasan, termasukujaran kebencian danhoaks

" Sebagai orang tua siswa di sekolah/madrasah, Andatentulah pihak yang paling mengetahui siswa Anda. Jika

Anda merasa bahwa indikasi-indikasi yang diberikan dipanduan ini tidak cukup relevan digunakan, percayalah

pada kemampuan profesional Anda, atau minta bantuandari kolega yang lebih berpengalaman. Sangat disarankan

untuk menggunakan PROTOKOL RANGKUL."

18

Page 25: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

D. STRATEGI PENCEGAHAN DAN MERESPONTANDA-TANDA RENTAN EKSTREMISMEKEKERASAN DI SEKOLAH/MADRASAH

Komunitas sekolah/madrasah mayoritas terdiri atas dua elemen besar yaitu siswa danguru. Mempertimbangkan fakta ini, strategi merespon tanda-tanda kerentananterpapar ekstremisme kekerasan di sekolah/madrasah tidak lepas dari pelibatankedua elemen tersebut.

lewat cara berpikir. Untuk itu, peran guru di kelas juga dapat menjadi media untukmendeteksi perubahan cara berpikir siswa. Kegiatan belajar yang merangsang siswamengeluarkan pendapat, seperti diskusi topik pro-kontra, dapat menjadi pilihan yangefektif. Di sisi lain melalui media tersebut, guru juga menyampaikan pendidikan toleransi,demokratis, tidak mudah menghakimi orang lain yang berbeda, empati dll. Selanjutnya, guru dapat lebih jauh menindaklanjuti dugaan atas kerentanan tersebutdengan cara mencari informasi lebih jauh atas dugaan kerentanan atau keterpaparan itulangsung ke siswa yang bersangkutan atau pihak lain yang relevan seperti keluarga. Gurudalam hal ini dapat melakukan upaya lebih jauh untuk memastikan apakah siswa yangbersangkutan memang terpapar ekstremisme misalnya dengan mengajak diskusi ataubentuk-bentuk konseling lainnya.   Pada tahap ini juga strategi RANGKULsekolah/madrasah juga dapat mulai dijalankan.

Kurikulum danPengajaran

Secara alamiah guru berinteraksi setiap hari dengan para siswa.Dalam proses ini, guru sangat mungkin menjadi pihak pertamayang mendapati adanya perubahan dalam tampilan, dan tingkahlaku para siswanya. Oleh karena itu, guru dapat menjadi filterdeteksi pertama dalam menakar kerentanan para siswa ataspaparan radikalisasi dan ekstremisme kekerasan. Lebih jauh, kitapahami bahwa indikator kerentanan atas paparan ideologi sepertiekstremisme kekerasan seringkali bukan sesuatu yangtermanifestasi secara kasat mata lewat tampilan fisik, melainkan

Lihat lebih lanjut Pedoman RANGKUL Guru17

17

19

Page 26: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

peningkatan keterampilan berempati dan menghargai sesama melalui kegiatan-kegiatanintrakulikuler, kokulikuler ataupun ekstrakulikuler. Fokus kegiatan siswa adalah padapeningkatan keterampilan merespon perbedaan dengan baik. Diharapkan dari sini, siswajuga mampu menjadi dukungan sosial yang positif bagi rekannya yang rentan terpapar.Keterampilan dan pemahaman akan sistem dan deteksi dini di sekolah/madrasah dapatdiajarkan pada siswa sebagai bagian dari program pencegahan.

Kegiatan Kesiswaan

Siswa adalah bagian utama dari sekolah/madrasah, sekaligus jugamerupakan sasaran dari pendidikan sekolah/madrasah itu sendiri.Upaya untuk melibatkan siswa dalam strategi deteksi dan respondini harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena tentunya tujuan dari program ini adalah mewujudkan sekolah/madrasahyang lebih aman dan nyaman bagi siswanya. Strategi deteksi danrespon dini ini tidak ditujukan untuk membuat siswa saling menjadidetektif satu sama lain. Oleh karena itu, berbeda dengan guru,penekanan pelibatan pada siswa lebih difokuskan pada

perilaku ekstremisme kekerasan dan memungkinkan ada pengembangan indikator dariyang sudah ada mengikuti pola perkembangan dan konteks ekstremisme kekerasan dariwaktu ke waktu. Sistem deteksi dan respon dini di sekolah/madrasah adalah satu kesatuanyang tidak terpisah dengan strategi pencegahan yang dilakukan oleh guru melaluipengajaran dan oleh siswa selaku agen toleransi kepada teman sebaya dan lingkungan.Salah satu strategi deteksi dan respon dini yang disusun sesuai dengan kebutuhansekolah/madasah adalah RANGKUL yang akan dijabarkan lebih lanjut pada bab berikutnya.

Sistem Deteksi danRespon Dini

Sistem deteksi dan respon dini merupak sistem yang dibentuksecara partisipatoris dengan melibatkan seluru stakeholder dalamsebuah komunitas, atau dalam hal ini stakeholdersekolah/madrasah. Sistem ini bertugas untuk mendeteksi tanda-tanda kerentanan individu terhadap ekstremisme kekerasanberdasarkan indikator-indikator intensi, perilaku dan hubungansosial yang telah dibuat, serta merespon tanda tanda tersebutberdasarkan protokol yang jelas dan sistematis. Indikator tandatanda kerentanan dibuat berdasarkan hasil penelitian terhadap

20

Page 27: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Mengenali RANGKUL Sebagai Sistem

Agenda Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme BerbasisKekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) yang saat ini sedang dalamproses penyusunan Peraturan Presiden.     UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 3:Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab.       Peraturan Presiden No 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),terutama Pasal 3: PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasiladalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran,disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangatkebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai,gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.Dalam pelaksanaannya, khusus untuk sekolah/madrasah, program PE ini dapatdilakukan sejalan dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 TentangPenguatan Pendidikan Karakter (PPK) pada Satuan Pendidikan Formal.

1.

 

Secara harfiah, rangkul dapat diartikan sebagai “mendekap” atau “memeluk”.Namun, secara filosofis, kata rangkul dalam program ini mencerminkan sebuahitikad untuk mendekatkan diri dan memberi dukungan bagi komunitassekolah/madrasah yang rentan terhadap ekstremisme kekerasan agar terhindardari radikalisasi menuju ekstremisme kekerasan. Program ini sejalan dengan:

Program ini adalah program yang didesain untuk membantu seluruh stakeholdersekolah/madrasah, mulai dari guru, siswa dan pejabat sekolah/madrasah dalammelakukan upaya deteksi dan tanggap dini atas tanda-tanda rentan ekstremismekekerasan yang mengarah pada terorisme pada seluruh komunitas sekolah dan -

E. RANGKUL: SISTEM DETEKSI  DANRESPON DINI

21

Page 28: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Dialog

madrasah, khususnya untuk siswa. Sekolah/madrasah tidak hanya berfungsisebagai tempat tumbuh kembangnya kemampuan kognitif dan perilakudemokratik; sekolah/madrasah juga menjadi tempat dimana tanda-tanda awalradikalisasi dapat terlihat dan ditangani. Oleh karena itu, keterlibatan seluruh pihakmenjadi kunci dalam kelancaran program ini.

2. Prinsip-Prinsip RANGKUL

Prinsip RANGKUL disusun berdasarkan empat prinsip:

Prinsip pertama dalam melakukan program PE di lingkungan sekolah ataumadrasah adalah berdialog dengan siswa yang sudah menunjukkan sinyal-sinyalakan, atau sudah tertarik atau terlibat dalam ide-ide atau kelompokekstremisme kekerasan. Dialog ini berguna untuk menggali motif dibalikperilaku tersebut. Sinyal-sinyal tersebut dapat terbaca melalui perkataan,tampilan luar dan perilaku siswa. Dari bukti-bukti yang ada selama ini, tidak adasatupun dari masing-masing atau kombinasi dari ketiga karakteristik tersebutyang bisa menjadi indikator pasti perilaku ekstremisme. Guru dan teman sebayasiswa memiliki peran penting dimana secara sekuensial ataupun paralel keduapihak ini mengidentifikasi dan menggali motif siswa apakah sinyal-sinyaltersebut merupakan bentuk protes atas suatu situasi yang dianggapketidakadilan, protes pada orang tua, guru atau masyarakat, atau negara? Atauini adalah bentuk ideologi tertentu yang bisa merupakan ekspresi atas klaimkebenaran tertentu yang menyalahkan pihak di luar kelompoknya, dst. Dialogseperti ini pada hakikatnya adalah dialog wajar yang biasa dilakukan oleh gurudengan siswa atau siswa dengan siswa. Bukan meletakkan posisi guru danteman sebaya siswa sebagai ‘mata-mata’, namun guru mencoba memahamiperkembangan pemikiran dan psikologis muridnya, sebagaimana sejatinyarelasi antara guru dan siswa, di sisi lain teman sebaya siswa berusaha menjaditeman yang baik dengan menunjukkan rasa kepedulian. Hal ini penting untukmenjaga rasa percaya yang dibutuhkan antara siswa dan guru agarmendapatkan kualitas komunikasi.

22

Page 29: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Praktik demokratis

Do no harm

Menghargai hak anak sesuai Undang-Undang

Prinsip kedua adalah mempelajari demokrasi dengan cara berpraktikdemokrasi, bukan hanya mempelajari konsep, bukan hanya membahaskonstitusi apalagi menghapalkan sila-sila Pancasila. Berpraktik demokrasiberarti membiasakan diri mengelola konflik, kontroversi dan menanganiperbedaan. Siswa diajak untuk mempelajari bahwa di Indonesia, perbedaanadalah fakta. Oleh karena itu, kemampuan dasar yang harus dimiliki adalahmenerima perbedaan pendapat, agama, suku, dan lain-lain, lalu menerimakonsekuensi adanya perbedaan termasuk konflik kepentingan, danberkompromi sebagai solusi atas konflik tersebut. Kemampuan-kemampuan inidapat disisipkan dalam kegiatan belajar mengajar di ruang kelas, tanpa harusmengadakan kegiatan khusus.

Prinsip ketiga adalah melaksanakan pencegahan ekstremisme kekerasan tanpaharus menggunakan cara cara negatif yang dapat memunculkan bahaya bagisiswa, guru, sekolah/madrasah, orang tua dan lingkungan. Sistem PE di sekolahdan madrasah harus didasarkan pada netratiltas dan terlepas dari prasangkatertentu terhadap perilaku yang diduga mengarah pada ekstremisme kekerasan.

Prinsip keempat menekankan sistem PE yang menjamin tumbuh, kembang danpartisipasi siswa sesuai dengan potensinya masing-masing dalam upayapencegahan ekstremisme kekerasan di sekolah/madrasah serta memastikanpemenuhan hak siswa atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demikepentingan terbaik siswa sebagai pihak yang paling rentan terhadapradikalisasi menuju ekstremisme kekerasan.

3. Pelaksana Program RANGKUL

Kunci utama lancarnya program RANGKUL adalah keterlibatan dari seluruh pihak,mulai dari pejabat sekolah/madrasah, guru, siswa, komite sekolah/madrasah,tokoh masyarakat dan agama, tenaga profesional dan pemerintah. Pelaksanaprogram RANGKUL adalah Komite RANGKUL, Komite Gabungan dan JejaringEksternal.

23

Page 30: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Wakil Kepala Sekolah/Madrasah (sebagai ketua unit)Guru BKGuru representasi ilmu sosialGuru representasi ilmu eksaktaGuru representasi pendidikan karakter/agama

Komite RANGKULKomite RANGKUL adalah unit khusus dengan struktur dan mekanismekelembagaan tingkat sekolah/madrasah sebagai pelaksana sistem deteksi danrespon dini tingkat sekolah/madrasah. Anggota Komite RANGKUL dipilihberdasarkan kompetensi serta tugas dan fungsinya di sekolah/madrasah. Untukmelaksanakan tugasnya, Komite RANGKUL harus memahami betul tatapelaksanaan sistem deteksi dan respon dini dalam RANGKUL ini. Sifat dan masakeanggotaan dapat diatur oleh sekolah/madrasah sehingga memungkinkan terjaditransfer pengetahuan dan keterampilan melaksanakan program RANGKUL ini olehkalangan pengajar sekolah/madrasah secara berkelanjutan.

Tugas pokok dan fungsi

Struktur organisasi dan uraian tugasJumlah keseluruhan anggota Komite RANGKUL ini terdiri dari 4-5 orang dengansaran keanggotaan sebagai berikut:

Tugas pokok Komite RANGKUL adalah menginisiasi,menjalankan, memonitor serta mengevaluasi pelaksanaan

dan pengembangan program RANGKUL disekolah/madrasah

Pencatatan dan inventarisasi setiap laporan dan dugaan kasus yang masuk keKomite RANGKUL        Melakukan prosedur uji sahih yang baku dan terstandar terhadap kasus yang telahdiinventarisir         Pengelolaan risiko termasuk menjaga kerahasiaan data yang berhubungan denganpara siswa dan sivitas sekolah/madrasah yang berisiko dengan potensi terorismeKoordinasi secara berkala dengan Komite Gabungan dan Jejaring Eksternal

Dalam menjalankan tugasnya, Komite RANGKUL melaksanakan fungsi:

24

Page 31: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Penanggung Jawab(Kepala Sekolah/Madrasah)

Kepala Komite RANGKUL(Wakil Kepala Sekolah/

Madrasah)

Pembina Komite RANGKUL(Pengawas dan Komite

Sekolah/Madrasah

Koordinator Analisadan Penanganan Kasus

Koordinator Inventarisasi Data

KoordinatorHubungan Masyarakat

Gambar 4. Struktur organisasi Komite RANGKUL di sekolah/madrasah

Penanggung JawabPenanggung Jawab dijabat oleh Kepala masing-masing Sekolah/Madrasah yangbertugas memastikan Komite RANGKUL bekerja menjalankan tugas danfungsinya sesuai dengan protokol, sehingga RANGKUL sebagai sistem deteksidan respon dini dapat berjalan sesuai prosedur yang berlaku. PembinaPembina dijabat oleh Pengawas dan Komite Sekolah/Madrasah yang memilikikomitmen untuk pencegahan penyebaran ekstremisme kekerasan disekolah/madrasah. Pembina berkewajiban mengayomi, memberi saran,masukan dan pembinaan terhadap Komite RANGKUL terkait deteksi dan respondini tanda-tanda rentan ekstremisme kekerasan di sekolah/madrasah. Kepala Komita RANGKULKepala Komite RANGKUL bertugas membuat perencanaan, mengarahkan,memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Komite RANGKUL secarakeseluruhan, memastikan Komite RANGKUL bekerja sesuai dengan tugas danfungsi masing-masing anggota serta secara aktif membangun dan membinahubungan baik dengan stakeholder.

25

Page 32: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Koordinator Inventarisasi DataKoordinator Inventarisasi Data bertugas untuk melakukan pencatatan,pendokumentasian dan inventarisasi data yang digali oleh anggota KomiteRANGKUL atau berdasarkan laporan yang masuk dari komunitassekolah/madrasah. Data yang masuk dapat berupa hasil observasi, wawancaraataupun temuan-temuan langsung di lapangan terkait intensi, perilaku danrelasi sosial individu yang diduga berpotensi rentan ekstremisme kekerasan.Data yang dikelola dalam bagian ini juga termasuk hasil analisis, pembahasandan penanganan kasus di internal Komite RANGKUL serta hasil proses rujukanke Komite Gabungan. Koordinator Inventarisasi Data senantiasa bekerja denganprinsip kerahasiaan data. Koordinator Analisa dan Penanganan KasusKoordinator Analisa dan Penanganan Kasus bertugas mengoordinasikan timuntuk menguji keabsahan data yang masuk, menganalisis dan membahas kasusyang terkonfirmasi keabsahannya. Bagian ini menjadi sangat krusial karena hasildari pembahasan kasus ini yang menentukan penanganan seperti apa yangcocok bagi individu yang terkonfirmasi rentan terhadap ekstremisme kekerasan.Bagian ini harus benar-benar menjunjung prinsip penghargaan terhadap hakindividu, empati, tidak menghakimi, demokratis, dan menjaga kerahasiaan data.Komite RANGKUL disiapkan untuk melakukan deteksi dan respon terhadaptanda-tanda rentan ekstremisme kekerasan dengan level “risiko standar” yaituperilaku umum yang muncul di awal-awal periode inisiasi ekstremismekekerasan. Koordinator Hubungan Masyarakat Koordinator Hubungan Masyarakat bertugas mengoordinasikan kegiatanKomite RANGKUL bersama guru pendidikan karakter/agama dalam halsosialisasi dan pendidikan terhadap komunitas sekolah/madrasah terkaitekstremisme kekerasan, utamanya terhadap siswa sebagai pihak yang palingrentan terhadap narasi ekstremisme kekerasan. Selain itu, bagian ini jugabertugas untuk berkoordinasi secara langsung kepada Komite Gabungan dalamhal penanganan kasus kategori “merah” yang tidak dapat diselesaikan dalamlingkup sekolah/madrasah karena membutuhkan kompetensi khusus untukmendapatkan asesmen dan intervensi lanjutan. Apabila dari hasil putusan -

26

Page 33: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Komite RANGKUL di sekolah/madrasah memutuskan bahwa dugaan perilakurentan tersebut tidak bersumber dari masalah ideologi ekstremisme kekerasan,namun hal lain, maka dapat dirujuk ke pihak-pihak lain yang dalam protokol inidisebut sebagai Jejaring Eksternal.

Mekanisme KerjaLangkah 1Koordinator Hubungan Masyarakat mengoordinasikan anggota KomiteRANGKUL bersama guru pendidikan karakter/agama untuk melakukansosialisasi dan pendidikan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan dayalenting (resiliensi) kepada seluruh komunitas sekolah/madrasah. Langkah 2Pelaporan kasus oleh guru, siswa ataupun komunitas sekolah/madrasah lainnyakemudian dicatat, didokumentasikan dan diinventarisasi oleh KoordinatorInventarisasi Data sesuai dengan prosedur dan prinsip kerahasiaan data. Langkah 3Atas laporan kasus yang masuk, Koordinator Analisa dan Penanganan Kasusmenguji keabsahan data yang masuk, menganalisis dan membahas kasus yangterkonfirmasi keabsahannya. Pengujian dilakukan dengan mengonfirmasipelapor, terlapor ataupun sumber-sumber lain yang diperlukan. Untuk kasusyang terkonfirmasi keabsahannya, Koordinator Analisa dan Pembahasan Kasusmemfasilitasi forum bersama anggota Komite RANGKUL untuk memutuskanrekomendasi penanganan kasus tersebut, apakah masih dapat ditangani sendirioleh sekolah/madrasah atau dirujuk ke Komite Gabungan/Jejaring Eksternal. Langkah 4Untuk kasus yang masih bisa ditangani oleh sekolah/madrasah karena masihberada dalam tahap “risiko standar”, Koordinator Analisa dan PenangananKasus berkoordinasi dengan guru pendidikan karakter/agama untukmemberikan perhatian khusus terhadap siswa yang terduga rentan terhadapekstremisme kekerasan melalui setting pengajaran (diskusi, dialog, pendidikantoleransi dsb) atau merujuk kepada pimpinan sekolah/madrasah untukberdiskusi dan berdialog jika kasus terjadi di level guru sederajat.

27

Page 34: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Langkah 5Jika kasus tidak dapat diselesaikan dalam lingkup sekolah/madrasah karenamembutuhkan kompetensi khusus untuk mendapatkan asesmen dan intervensilanjutan, maka Koordinator Hubungan Masyarakat merujuk kasus tersebut keKomite Gabungan atau dirujuk ke Jejaring Eksternal jika hasil putusan KomiteRANGKUL di sekolah/madrasah memutuskan bahwa dugaan perilaku rentantersebut tidak bersumber dari masalah ideologi ekstremisme kekerasan, namunhal lain.

Komite GabunganTugas pokok dan fungsi

Tugas Pokok dan fungsi Komite Gabungan adalahmerencanakan, menjalankan dan mengevaluasi

penanganan lanjutan atas kasus yang dirujuk oleh KomiteRANGKUL di sekolah/madrasah

Berkoordinasi berkala dengan Komite RANGKUL di sekolah dan madrasah Memastikan keterwakilan dari setiap lembaga/agensi dalam agenda-agenda KomiteGabungan        Menjaga hubungan agar koordinasi dan kerjasama antaranggota kelompoknya bisaterjalin dengan baik        Memastikan dukungan bagi Komite RANGKUL dalam proses identifikasi kasusmelalui keterlibatan tim ahli di Komite    Memastikan besaran dan dimensi dari risiko dari perilaku yang diduga sebagaibagian dari ekstremisme kekerasan akan teridentifikasi, dan bahwa yangbersangkutan akan mendapatkan tindakan intervensi yang sesuai Memastikan bahwa tindakan intervensi yang harus dilakukan diberikan dengantepat, dan bahwa persetujuan partisipan sudah didapatkan sebelumnya. Memastikan bahwa setiap individu/organisasi yang dalam Komite Gabungan akanberkontribusi sesuai peran masing-masing dalam rangka memastikan intervensiyang diberikan akan efektif.

Komite Gabungan bertanggung jawab untuk:

28

Page 35: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Komite Gabungan dapat berlokasi di salah satu agensi atau institusianggotanya, namun Ketua Komite Gabungan harus dapat memastikanadanya pertemuan berkala.Setiap laporan asesmen harus disampaikan ke seluruh anggota agarsemuanya dapat berkontribusi. Adapun mekanisme penyampaian sertapenentuan prioritas dapat disusun dengan mengacu pada Perpres tentang PEyang akan dikeluarkan kemudian. Pertemuan-pertemuan Komite Gabungan bertujuan menentukan besaranrisiko terkait apakah seseorang:   

Rentan masuk dalam kegiatan ekstremisme kekerasan, sehingga sudahlayak mendapatkan intervensi PEPerlu mendapatkan intervensi yang lain, selain PEDapat dikeluarkan dari daftar kasus yang masuk proses PE oleh KomiteGabungan

Dalam mempertimbangkan risiko ini, Komite Gabungan perlu memikirkanjuga:

Risiko yang dihadapi individu karena masuk dalam lingkaran terorismeRisiko yang dihadapi masyarakat dengan masuknya individu tersebut kedalam lingkaran terorisme

Setiap kasus diproses dengan selalu mempertimbangkan sebanyak mungkininformasi yang relevan dan tersedia agar dapat menentukan bentukintervensi yang paling tepat, tanpa melakukan diskriminasi atas agama,gender, suku atau latar belakang individu terkait.Seluruh proses, keputusan dan tindakan yang dilakukan Komite harus dicatatdengan rapi dan catatannya harus dapat diakses oleh setiap anggota. Datakasus juga harus disimpan dalam jangka waktu tertentu sepanjang kasusmasih terbuka dan beberapa waktu setelah ditutup.

KomposisiKomite Gabungan terdiri dari jejaring tiga pihak. Pertama, pihak otoritas yangberwenang dalam hal menangani isu ekstremisme kekerasan serta pihak DinasPendidikan setempat. Kedua, pihak orang tua. Ketiga, tokoh masyarakat/agamadan organisasi masyarakat serta pihak Komunitas-komunitas setempat yangberkepentingan untuk memastikan agar hak-hak anak dan sekolah tidaktercederai sepanjang pelaksanaan program ini.

Mekanisme kerja

29

Page 36: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Setiap kasus akan ditangani secara terpisah, dimana setiap individu yangdiputuskan perlu mendapat intervensi, akan menerima bantuan lengkapyang didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan yang bersangkutan sesuaihasil identifikasi risikonya. Dengan menggunakan seluruh informasi yangtersedia dan dimiliki, Komite Gabungan akan mendesain intervensi yangmenyeluruh termasuk asesmen dan mitigasi risiko yang berpotensi dihadapioleh pihak pemberi intervensi.Desain intervensi yang diberikan oleh Komite Gabungan meliputi tahap-tahap berikut:

Menyiapkan rencana bagi mitra atau organisasi yang dianggap olehKomite tepat untuk memberikan intervensi; Menyiapkan instrumen intervensi yang diperlukan sebagaimanadinyatakan dalam rencana intervensi sesuai persetujuan bersama; Melakukan review program intervensi; Merevisi atau menghentikan intervensi bilamana dianggap perlu;Menjalankan asesmen lanjutan bilamana dianggap perlu, atau ketikapersetujuan pemberian intervensi ditolak atau dibatalkan oleh penyediaintervensi

Resiko yang tercakup dalam konteks PE ini meliputi risiko bagi individu, risikobagi masyarakat, dan risiko bagi organisasi atau mitra penyedia intervensi.Komite Gabungan bertanggung jawab untuk mengelola risiko-risiko ini dalamkaitannya terhadap individu yang dianggap rentan ekstremisme kekerasan.Intervensi dukungan pencegahan ekstremisme kekerasan ini sangat mungkinmelibatkan beberapa agensi sekaligus, dimana tiap agensi akan memilikirisikonya masing-masing, dan oleh karena itu Komite Gabungan perlumengantisipasi semua risiko yang mungkin terjadi dalam desainintervensinya.Risiko utama dalam intervensi ini ada di tangan pihak kepolisian karenamereka memang bertugas dan berwenang menangani kasus terorisme dinegeri ini. Oleh karena itu, Kepolisian dan BNPT sebagai institusi negara yangkhusus menangani terorisme, menjadi bagian yang sangat penting dalamkerja Komite Gabungan.

Rencana intervensi

30

Page 37: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Keikutsertaan dalam program Intervensi PE bagi individu yang sudahterkonfirmasi “waspada”, "mengkhawatirkan" atau “bahaya” ini bersifatsukarela. Oleh karena itu, sebelum prosedur intervensi dimulai, individu(atau orang tua/wali dari individu jika belum cukup umur) diminta untukmenandatangani persetujuan intervensi sebelumnya. Setiap individu yangmendapatkan bantuan intervensi program PE ini harus menyadari bahwaprogram PE ini bertujuan mencegah individu untuk terlibat dalam aksiekstremisme kekerasan; apa tujuan program serta apa hasil yang diharapkandari program ini.Sebagai bagian dari menjaga kualitas program, segala informasi yang terkaitdengan individu terduga berisiko akan dibagikan kepada anggota KomiteGabungan dan mitra kerjanya, termasuk pihak Kepolisian. Individu (atauorangtua/wali) harus dimintai persetujuannya mengenai hal ini. Ketika persetujuan orang tua/wali tidak didapatkan, terutama ketika risikoyang dibawa oleh individu terduga rentan justru berasal dari lingkunganrumah, maka pihak Dinas Sosial setempat harus dilibatkan untukmendapatkan persetujuan ini, terutama ketika risiko yang diidentifikasimelibatkan mental, fisik, emosi, inteligensi, sosial dan perilaku.

Komite Gabungan bertanggung jawab atas pelaksanaan monitoring intervensi.Individu yang masuk dalam program intervensi harus menjalani asesmen ulangselama sekurang-kurangnya setiap tiga bulan. Bilamana diperlukan asesmendilakukan lebih sering untuk melihat efektivitas intervensi serta menjadi masukanbagi Komite dalam menentukan kelanjutan intervensi.Bilamana Komite merasa tidak puas atas intervensi yang dilakukan selama ini, yaitubahwa risiko yang dialami individu tidak berkurang, maka kasus ini dapat ditinjauulang dan rencana intervensi baru dapat dapat disusun kembali. Jika risikonyamemang diduga membesar, maka Komite Gabungan dapat mempertimbangkanapakah kasus ini memang tidak sesuai lagi ditangani oleh Komite Gabunganprogram PE, dan penangangan sepenuhnya oleh Kepolisian sudah diperlukan. Bilamana Komite Gabungan merasa puas atas hasil intervensi yang dilakukanmitra, yaitu bahwa risiko yang teridentifikasi sebelumnya telah berkurang atauhilang, maka Komite Gabungan dapat merekomendasikan agar program intervensiini dihentikan.

Persetujuan partisipasi

Monitoring dan Evaluasi

31

Page 38: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

PendanaanKomite Gabungan secara kolektif bertanggung jawab atas perancangan,pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi Intervensi, namun tidak bertanggungjawab atas pendanaan mitra yang memberikan intervensi. Hal ini sebaiknyadiatur lagi dalam Perpres PE, yaitu terkait pendanaan kerja Komite Gabungandan Mitra penyedia intervensi.

Jejaring EksternalJejaring Eksternal adalah perwakilan dari lembaga sosial, komunitas dan instansipemerintah yang fokus pada upaya pemenuhan hak-hak anak dan kesehatanmental misalnya KPAI, Dinas Sosial, BNN, HIMPSI dll. Proses RANGKULProgram “RANGKUL” selain memiliki arti mendekatkan diri, juga merupakanakronim dari tahapan deteksi dan respon dini:

Kerjasama Jejaring 

Dalam proses kerjanya, Komite Sekolah/Madrasah, Jejaring Eksternal dan KomiteGabungan akan saling bertukar informasi terkait individu yang teridentifikasi berisikorentan. Demi menjaga kredibilitas dan validitas program, proses pertukaran informasiini sebaiknya dibuat berdasarkan protokol pertukaran informasi yang disusun bersama,demi memastikan efektivitas program dan kontribusi dari tiap pihak optimal.

Respon dan Rehabilitasi

Tahap awal adalah Respon yang berarti siswa, guru dan komite RANGKUL disekolah/madrasah tanggap terhadap tanda-tanda rentan ekstremisme kekerasan yangterjadi di lingkungan sekolah/madrasah. Namun, perlu diperhatikan baik-baik bahwaresponsif tidak berarti tergesa-gesa dalam melakukan justifikasi. Empati danmengesampingkan prasangka menjadi kunci awal untuk mengenali dan merespontanda-tanda rentan ekstremisme kekerasan (lihat bagian E 3a poin 3) langkah 2) . Tahapini juga menjadi titik akhir dari proses RANGKUL yaitu dengan melakukan Rehabilitasiterhadap komunitas sekolah/madrasah yang telah mendapatkan intervensi ataupenanganan lebih lanjut oleh Komite Gabungan di luar sekolah/madrasah. Rehabilitasidimaksudkan sebagai proses pendampingan agar komunitas sekolah/madrasahtersebut mampu beradaptasi kembali dengan lingkungan sekolah/madrasah.

32

Page 39: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

AnalisisPada tahap ini, Komite RANGKUL melakukan identifikasi dan uji sahih terhadap laporantanda-tanda rentan ekstremisme kekerasan yang diterima Komite atau yang ditemukansendiri oleh anggota Komite. Komite RANGKUL menggunakan instrumen asesmenstandar berupa observasi dan wawancara kepada terduga perilaku rentan atau kepadapihak-pihak lainnya yang dianggap perlu.

NarasikanKomite RANGKUL menarasikan hasil dari asesmen awal dalam bentuk laporan deskriptifsecara lengkap mengenai status siswa yang diduga rentan.

GaliLaporan yang dirujuk ke Komite Gabungan kemudian digali lebih lanjut oleh profesionaluntuk lebih mendalami gejala spesifik dari perilaku rentan tersebut. Hasil asesmentersebut berupa konfirmasi laporan Komite RANGKUL. Jika laporan tersebutterkonfirmasi, maka laporan tersebut akan diproses lebih lanjut oleh Komite Gabungan,namun jika laporan tersebut tidak terkonfirmasi, maka kasus terbut akan dikomunikasikembali ke Komite RANGKUL atau dirujuk langsung ke Jejaring Eksternal.

Kaji UlangKomite Gabungan melakukan rapat untuk memutuskan intervensi atau penangananyang sesuai dengan tetap mempertimbangkan saran dan pandangan dari seluruh pihakyang terkait. Hal ini dimaksudkan agar intervensi atau penanganan diberikan secaraholistik dan tetap memperhatikan hak-hak siswa.

LakukanTahap terakhir dari proses RANGKUL adalah merujuk siswa yang terduga rentan ini kepihak yang dianggap akan lebih mampu memberikan intervensi yang dibutuhkan untukmencegah yang bersangkutan terlibat lebih jauh dalam ekstremisme kekerasan. Padatahap ini, intervensi atau penanganan yang diberikan sesuai dengan hasil keputusanKomite Gabungan. Komite Gabungan dan Komite RANGKUL di sekolah/madrasah harussecara aktif berkomunikasi dan secara bersama-sama memantau perkembangan hasilintervensi tersebut.

33

Page 40: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

1Respon danRehabilitasi

2Analisis

3Narasikan

4Gali

5Kaji Ulang

6Lakukan

Gambar 5. Alur proses rangkul

34

Page 41: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Awan, I. (2012). “I Am a Muslim Not an Extremist”: How the Prevent Strategy HasConstructed a “Suspect” Community. Politics & Policy, 40(6), 1158–1185.https://doi.org/10.1016/j.atherosclerosis.2008.01.010. Center for Research and Evidence on Security Threats. (2017). IntroductoryGuide: Countering Violent Extremism. Diunduh darihttp://eprints.lancs.ac.uk/88097/1/17_008_01.pdf.Center for Research and Evidence on Security Threats. (2019). Countering ViolentExtremism II: A Guide to Good Practice. Diunduh darihttps://crestresearch.ac.uk/download/6886/. Cole, J., Alison, E., Cole, B. and Alison, L. (2010) Guidance for Identifying PeopleVulnerable to Recruitment into Violent Extremism. Liverpool: University ofLiverpool, School of Psychology.Egan, V., Cole, J., Cole, B., Alison, L., Alison, E., Waring, S., & Elntib, S. (2016). Canyou identify violent    extremists using a screening checklist and open-sourceintelligence alone? Journal of Threat Assessment and Management, 3(1), 21-36.http://dx.doi.org/10.1037/tam0000058.Ministry of Education Science and Technology Kosovo. (2018). Prevention ofViolent Extremism: Teachers’ Manual. Diunduh darihttp://www.ks.undp.org/content/dam/kosovo/docs/PVE/Prevention%20of%20Violent%20Extremism%2019%2006%202018%20for%20web.pdf. Nettleton, L., Mattei, C. & Zeiger, S. (2019). Projecting the Impact of A Program onPreventing Violent Extremism Through Education in Uganda. Diunduh darihttp://www.hedayahcenter.org/Admin/Content/File-2112019155147.pdf. RAN EDU. (2016). EX POST PAPER: ‘Empowering and supporting teachers’‘Pedagogical role requires time and training’. Diunduh darihttps://ec.europa.eu/home-affairs/sites/homeaffairs/files/what-we-do/networks/radicalisation_awareness_network/about-ran/ran-edu/docs/ran_edu_empowering_and_supporting_teachers_gothenborg_24-25022016_en.pdf.RAN EDU. (2018). Transforming schools into labs for democracy: A companion topreventing violent radicalisation through education.  Diunduh darihttps://ec.europa.eu/home-affairs/sites/homeaffairs/files/what-we-do/networks/radicalisation_awareness_network/about-ran/ran-edu/docs/ran_edu_transforming_schools_into_labs_for_democracy_2018_en.pdf

Baca Lebih Lajut

35

Page 42: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Stephens, W., Sieckelinck, S., & Boutellier, H. (2019). Preventing ViolentExtremism: A Review of the Literature. Studies in Conflict & Terrorism, 1–16.https://doi.org/10.1080/1057610X.2018.1543144UNDP .(2016). Preventing violence extremism through promoting inclusivedevelopment, tolerance and respect for diversity: A development respond toaddressing radicalization and violent extremism. USA: UNDP.UNESCO. (2016). A Teacher’s Guide on the Prevention of Violent Extremism. Paris:UNESCO.UNESCO. (2017). Preventing Violent Extremism through Education: A Guide forPolicy-Makers. Paris: UNESCO.Trip S, Bora CH, Marian M, Halmajan A and Drugas MI (2019) PsychologicalMechanisms Involved in Radicalization and Extremism. A Rational EmotiveBehavioral Conceptualization. Front. Psychol. 10:437. doi:10.3389/fpsyg.2019.00437

36

Page 43: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Kontak dan Informasi PPIM Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, JakartaE-mail : [email protected]  Phone 1 : (021) 742 3543 Phone 2 : (021) 7499 272 Mobile : (021) 740 8633 Alamat : Jl. Kertamukti No. 5, Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten 15419

37

Page 44: RANGKUL Kekerasan di Sekolah dan Madrasah

Jl. Kertamukti No. 5, Pisangan Barat, Ciputat TimurTangerang Selatan, Banten 15419

[email protected]://ppim.uinjkt.ac.id