kekerasan pada anak

28
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK “KEKERASAN PADA ANAK” DI SUSUN OLEH : BUDI SARI DEWI P27220011 166 DIII BERLANJUT DIV KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA

Upload: sarii

Post on 29-Nov-2015

482 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah kekerasan pada anak -anak

TRANSCRIPT

Page 1: KEKERASAN PADA ANAK

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“KEKERASAN PADA ANAK”

DI SUSUN OLEH :

BUDI SARI DEWI

P27220011 166

DIII BERLANJUT DIV KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2012/2013

Page 2: KEKERASAN PADA ANAK

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, taufiq

serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul

“kekerasan pada anak” untuk memenuhi tugas Mata kuliah keperawatan anak.

Kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak khususnya yang terhormat beliau

ibu asrining s selaku Dosen pengampu Mata kuliah keperawatan anak yang telah memberikan

petunjuk dan bimbingan selama penyusunan makalah ini, juga kepada rekan-rekan mahasiswa

yang mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Pada dasarnya kami menyadari bahwa dalam isi makalah ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.Dan

kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semua tentang

kekerasan pada anak . Sekian dan terimaksih

Surakarta, maret 2012

Penulis

Page 3: KEKERASAN PADA ANAK

DAFTAR ISI

I. HalamanJudul............................................................................................................... 1

II. Kata Pengantar............................................................................................................. 2

III. Bab I Pendahuluan:

A. Latar Belakang....................................................................................................... 4

B. Perumusan Masalah............................................................................................... 4

C. Manfaat penulisan………………………………………………………………. 5

IV. Bab II Pembahahasan Masalah

A. Aspek –aspek kekerasan pada anak....................................................................... 6

B. Suber – sumber penicu kekerasan pada anak........................................................ 6

C. Kekeraran pada anak menurut UU perlindungan anak.......................................... 7

D. Kekerasan menurut pandangan islam.................................................................... 9

E. Kekerasan dalam peninjauan psikologi................................................................. 11

V. Bab IIIPenutup:

a. Kesimpulan..................................................................................................... 12

b. Kritik dan saran............................................................................................... 12

VI. Daftar Pustaka............................................................................................................. 13

VII. Lampiran...................................................................................................................... 14

Page 4: KEKERASAN PADA ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik dari segi

fisik, emosi, pola pikir, maupun perlakuan terhadap anak membutuhkan spesialisasi perlakuan

khusus dan emosi yang stabil.

Pada anak tertumpu tanggungjawab yang besar. Anak harapan masa depan bangsa dan agama

disandarkan. Anak adalah bapak masa depan, penerus cita-cita dan pewaris keturunan. Bahwa

anak adalah tunas bangsa, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki

peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensial

bangsa dan negara pada masa depan. 

Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang mengutamakan

kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih bersifat afektif. Ada pula yang

menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan dan

pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih sebagai cara untuk

mengubah perilaku anak dan membentuk perilaku yang diharapkan..

Kasus kekerasan pada anak adalah kasus yang sangat pelik. Dimana jenis kasusnya yang

beragam, interprestasi mengenai kekerasan pun masih penuh dengan perdebatan. Sebagian orang

menganggap bahwa kasus kekerasan digunakan sebagai hak otonominya, dan bersifat pribadi,

dan orang lain tidak boleh mengetahuinya karena terhasuk aib yang harus ditutupi. Dengan

alasan ini, sehingga banyak kasus-kasus kekerasan tidak bisa diungkap.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat di temukan rumuskan masalah di antaranya:

Page 5: KEKERASAN PADA ANAK

C. MAKSUD DAN TUJUAN

Makalah ini bermaksud untuk menyadarkan dan mengubah pola pikir orangtua dan pengasuh

terhadap anak dengan tujuan untuk memperbaiki pola interaksi dengan anak, menghindari tindak

kekerasan pada anak karena alasan apapun, mengubah pola pendidikan yang hanya berorientasi

pada nilai akademik dengan mengesampingkan akhlak aplikatif, melindungi anak dalam segala

hal, dan menciptakan lingkungan anak yang sehat secara psikologis, untuk mempersiapkan

mereka sebagai pemegang estafet pembangunan, agar menjadi generasi muslim yang benar-

benar berkepribadian yang islami

.

Page 6: KEKERASAN PADA ANAK

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak

Kelahiran anak (bayi) karena perkawinan sedikit banyaknya menyebabkan hal-hal tertentu

dalam pelbagai kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Secara hukum kelahiran tersebut

mempunyai/menimbulkan akibat hukum. Dalam lapangan hukum perdata akibat hukum ini

berpokok kepada anak dan kewajiban seperti : kekuasaan orang tua, pengakuan sahnya anak dan

penyangkalan sahnya anak, perwalian, pendewasaan, dan pengangkatan anak.

Anak dalam masyarakat yang bagaimanapun bentuk dan coraknya, merupakan pembawa

bahagia. Tidak heran bila dalam upacara pernikahan pengantar dua insan ke gelanggan rumah

tangga di antar petuah serta doa restu, orang tua-tua selalu berpesan, semoga kedua mempelai

diberkati keturunan bukan satu, bukan dua, tetapi banyak. Pasal 91 (4) KUHP memberikan

penjelasan tentang anak adalah orang yang ada dibawah kekuasaan yang sama dengan kekuasaan

orang tuanya.

Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dijelaskan bahwa

yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan.

Sedangkan dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1979 pasal 1 ayat 2 dijelaskan tentang pengertian

anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun atau belum pernah kawin. Batasan 21

tahun ini ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha sosial, tahap

kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia

21 tahun.

Sedangkan pengertian anak menurut pasal 45 KUHP adalah orang yang belum cukup

umur, dengan belum cukup umur dimaksudkan adalah mereka yang melakukan perbuatan

sebelum umur 16  tahun.

Page 7: KEKERASAN PADA ANAK

Dalam Konvensi Hak Anak menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah

seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun, sedangkan dalam KUHP menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 17 tahun.

Dari beberapa pengertian anak di atas dapat di bedakan beberapa pengertian tentang anak, yaitu

(1) Anak kandung;

(2) Anak terlantar,

(3) Anak yang menyandang cacat,

(4) Anak yang memiliki keunggulan, dan

(5) Anak angkat, serta

(6) Anak asuh.

Yang dimaksud dengan anak kandung adalah anak yang dilahirkan dari dalam rahim

seorang ibu; sedangkan anak terlantar adalah anak yang tidak terpelihara kebutuhannya  secara

wajar, baik fisik, mental, spritual, maupun sosial; anak yang menyandang cacat adalah anak yang

mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan

perkembangannya secara wajar; anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai

kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan bakat istimewa; anak angkat adalah anak yang

haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain

yang  bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam

lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan; anak

asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan,

pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang

tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembangnya anak secara wajar.

B. Konsep dan Batasan anak dibawah umur

Berbicara mengenai konsep dan batasan anak di bawah umur, penulis bertolak pada KUHP

dan konvensi Hak-Hak Anak (KHA), dimana dalam KUHP tersebut memberikan batasan anak di

bawah umur adalah lima belas tahun, sedangkan dalam KHA memberikan batasan anak di bawah

umur adalah delapan belas tahun. secara fakta psikologi anak usia 17 tahun masih labil sehingga

batasan umur dalam KHA dirasa lebih tepat.

Page 8: KEKERASAN PADA ANAK

Sedangkan dalam hukum Islam batasan anak di bawah umur terdapat perbedaan penentuan.

Menurut hukum Islam batasan itu tidak berdasarkan hitungan usia, tetapi sejak ada tanda-tanda

perubahan badania baik bagi di anak laki-laki, demikian pula  bagi anak perempuan. Sedangkan

dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, ditetapkan batasan umur  16 tahun

atau 18 tahun ataupun usia tertentu yang menurut perhitungan pada usia itulah si anak bukan lagi

tergolong anak  di bawah umur, tetapi sudah dewasa.

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak disebutkan bahwa

anak sampai batas usia sebelum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin masih

tergolong anak di bawah umur. sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan memberikan batasan usia anak di bawah kekuasaan orang tua atau dibawah

perwalian sebelum mencapai 18 tahun masih tergolong anak di bawah umur. dalam Undang-

Undang pemilu yang dikatakan anak di bawah umur adalah belum mencapai usia 17 tahun,

sedangkan dalam konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak memberikan batasan anak di bawah

umur adalah di bawah umur 18 tahun.

C. Kewajiban dan Tanggung Jawab Anak

Sebelum penulis menjelaskan tentang kewajiban seorang anak terlebih dahulu akan di

jelaskan tentang pengertian  kewajiban itu sendiri. Kewajiban adalah segala yang harus kita

penuhi sebelum kita menuntut hak. seorang anak selain memiliki kewajiban, juga memiliki

tanggung jawab baik itu terhadap dirinya, keluarganya, masyarakat, bangsa dan negaranya.

Dalam Undang-Undang perlindungan anak pasal 19 dijelaskan tentang kewajiban seorang anak,

yaitu :

(1) Menghormati orang tua, wali, dan guru;

(2) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

(3) mencintai tanah air, bangsa dan negara;

(4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya;

(5) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Page 9: KEKERASAN PADA ANAK

Sedangkan tanggung jawab seorang anak adalah tanggung jawab terhadap dirinya sendiri

seperti memelihara diri dari segala gangguan yang mungkin membahayakan keselamatannya.

Tanggung jawab terhadap kedua orang tuanya seperti menghormati dan menghargai kedua orang

tuanya, guru, keluarga, masyarakat. Sedangkan tanggung jawab terhadap bangsa, negara dan

agamanya adalah menghargai para pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan bangsa

dan negara Indonesia, sedangkan tanggung jawab untuk agamanya adalah seorang anak harus

betul-betul mempelajari ajaran agama agar supaya mereka dapat memahami dan mengamalkan

ajaran agamanya. Tanggung jawab lain seorang anak terhadap agamanya dalam bentuk

melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, berakhlak dan beretika baik

D. Aspek-Aspek Kekerasan Pada Anak

Kekerasan yang terjadi pada anak bermacam-macam jenis kasusnya, sehingga perlu

pembatasan mengenai dan jenis-jenis kekerasan.

Kekerasan terhadap anak dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu kekerasan fisik, kekerasan

seksual, kekerasan karena diabaikan dan kekerasan emosi. Kekerasan fisik adalah apabila anak-

anak disiksa secara fisik dan terdapat cedera yang terlihat pada badan anak akibat adanya

kekerasan itu. Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak. Kekerasan seksual

adalah apabila anak disiksa/diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau

melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu

yang bertujuan mengeksploitasi seks dimana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang

lain. Kekerasan karena diabaikan menurut Akta Perlindungan Anak sebagai kegagalan ibu

bapak untuk memenuhi keperluan utama anak seperti pemberian makan, pakaian, kediaman,

perawatan, bimbingan, atau penjagaan anak dari gangguan penjahat atau bahaya moral dan tidak

melindungi mereka dari bahaya sehingga anak terpaksa menjaga diri sendiri dan menjadi

pengemis. Kekerasan emosi adalah sekiranya terdapat gangguan yang keterlaluan yang terlihat

pada fungsi mental atau tingkah laku, termasuk keresahan, murung, menyendiri, tingkah laku

agresif atau mal development.

Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa kekerasan adalah segala tindakan yang

dilakukan terhadap anak baik fisik maupun psikis yang merugikan anak, ataupun karena

diabaikan.

Page 10: KEKERASAN PADA ANAK

E. Sumber-Sumber Pemicu Kekerasan pada Anak

Faktor-faktor penyebab yang menjadi stimulus kekerasan (bullying) adalah feodalisme

(senior/yunior), pubertas pada masa remaja (pencarian jati diri), krisis identitas, kekerasan dalam

rumah tangga (KDRT), ataupun kekerasan disekolah. Sumber-sumber pemicu kekerasan

terhadap anak bermacam-macam factor pencetusnya. Diantaranya:

1) Kemiskinan

Kemiskinan adalah salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak. Dengan

keadaan ekonomi yang memprihatinkan, banyak kebutuhan-kebutuhan anak menjadi tidak bisa

terpenuhi. Sehingga anak terpaksa atau dipaksa berkerja untuk mencari nafkah. Kemiskinan,

menurut kajian KPAID, adalah juga akar dari masalah trafficking (dalam Hadi Supeno, 2007).

Karena kemiskinan, banyak orang tua memaksa anaknya bekerja. Lebih ironis lagi, menjadikan

anak sebagai pekerja seks komersial.

Pernikahan anak dibawah umur, yang akhir-akhir ini, banyak terdengar, juga disinyalir

bermula dari keadaan ekonomi. Pernikahan dilakukan dengan iming-iming akan memberikan

sesuatu bagi keluarga (orang tua) si anak.

Kemiskinan kemungkinan mempunyai korelasi dengan intensitas perlakuan kekerasan.

Asumsi ini diperkuat dengan fakta dilapangan bahwa sejak krisis ekonomi melanda Indonesia,

angka kekerasan kepada anak juga meningkat. Data yang perlu dicatat pula bahwa, jumlah anak

yang masuk ke Panti Asuhan, dan anak jalanan semakin meningkat pula. Anak-anak yang tinggal

dipanti asuhan dan yang hidup dijalanan sudah dapat dipastikan adalah korban kekerasan.

Pekerja anak dibawah umur, anak-anak yang dipekerjakan sebagai PSK dan kasus pedofilia,

biasanya berasal dari keluarga miskin, atau tidak memiliki keluarga. Bisa juga karena anak dari

hasil hubungan gelap yang tidak diakui oleh orang tua mereka, dibuang begitu saja oleh orang

tuanya dengan maksud menghindar dari tanggung jawab moral dan hukum. Ada sebagian dari

anak ini yang mengalami cacat fisik, karena sejak dalam kandungan anak ini tidak diharapkan,

sehingga orang tuanya berupaya segala cara untuk menggugurkannya.

2) Stres

Banyak teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan dapat terjadi, salah satu di

antaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga (family stress) (dalam Indra

Sugiarno). Stres dalam keluarga bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu.

Page 11: KEKERASAN PADA ANAK

1. Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang

terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan

penyakit kronis atau menahun juga merupakan salah satu penyebab stres.

2. Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan jiwa (psikosis atau

neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua terlampau perfek

dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin.

3. Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau

pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar.

3) Pengetahuan orang tua/pengasuh yang kurang

Pengatahuan atau skill orang tua/pengasuh sangat berpengaruh pada bagaimana cara

berinteraksi dengan anak. Kebanyakan kasus kekerasan kepada anak banyak disebabkan karena

ketidak tahuan orangtua/pengasuh. Orangtua yang tidak mengetahui bagaimana cara pengasuhan

yang baik, kemungkinan menganggap bahwa, hukuman fisik, ataupun psikis yang kelewatan, itu

biasa-biasa saja.

Orangtua kadang tidak mengerti batas-batas kekerasan yang dilakukan terhadap anaknya

yang bisa ditolerir. Bagaimanapun juga, usia anak adalah usia imitasi yang sangat dominan.

Dengan perlakuan orangtua/pengasuh yang salah, dia akan mengidentifikasikan dirinya sesuai

dengan objek imitasi yang dilihatnya.

4) Dororongan Seksual yang tidak terkendali

Kekerasan terhadap anak yang sangat memprihatinkan adalah kekerasan seksual. Kekerasan

seksual ini akan mengakibatkan trauma yang mendalam. Biasanya anak yang mengalami trauma

kekerasan seksual, akan menjadi pelaku kekerasan seksual, ini merupakan sebuah mata rantai

yang harus diputus demi keselamatan generasi. Kekerasan seksual ini lebih banyak dilakukan

oleh orang-orang dekat anak. Kasus-kasus terakhir, lebih banyak dilakukan incest oleh orangtua

kepada anaknya, ataupun orangtua kepada anak tirinya, paman, kakek, kakak ataupun yang lain,

mempunyai hubungan dekat dengan anak. Kekerasan seksual kepada anak ini semakin

meningkat, seperti yang dilaporkan pada kejadian di Amerika (Oprah, Metro TV, Tanggal 11

April 2009, jam 11 WIB). Kasus yang terungkap hanya sebagian kecil dari kasus yang

Page 12: KEKERASAN PADA ANAK

sebenarnya (fenomena gunung es), bahkan pemunculan kasus baru melebihi jumlah kasus yang

bisa ditangani.

5) Keberadaan anak yang tidak diinginkan

Anak yang tidak diinginkan oleh orangtuanya, adalah salah satu dari korban kekerasan.

Orangtua yang tidak mengharapkan kehamilannya, sejak masih dalam kehamilan, akan

melakukan segala cara untuk melenyapkan si anak. Fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah

penghuni panti asuhan kebanyakan adalah anak yang tidak diketahui keberadaan orangtuanya.

F. Kekerasan Pada Anak Menurut UU Perlindungan Anak

Defenisi anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002;

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan.

Defenisi undang-undang ini mencakup janin, bayi, anak-anak sampai berumur 18 tahun.

Undang-undang ini juga mengatur tanggung jawab sosial anak dan tanggung jawab anak dimuka

hukum.

Kekerasan (Bullying) menurut Komisi Perlindungan Anak (KPA) adalah kekerasan fisik dan

psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang

tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti

orang atau membuat orang tertekan, trauma/depresi dan tidak berdaya.

Batas-batas kekerasan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002

ini, Tindakan yang bisa melukai secara fisik maupun psikis yang berakibat lama, dimana akan

menyebabkan trauma pada anak atau kecacatan fisik akibat dari perlakuan itu. Dengan mengacu

pada defenisi, segala tindakan apapun seakan-akan harus dibatasi, dan anak harus dibiarkan

berkembang sesuai dengan hak-hak yang dimilikinya (Hak Asasi Anak). Hak anak untuk

menentukan nasib sendiri tanpa intervensi dari orang lain

.

Page 13: KEKERASAN PADA ANAK

G. Kekerasan Pada Anak Menurut Pandangan Islam

Dalam Islam, batas usia seorang anak adalah setelah dia mendapat tanda-tanda baligh

(mumayyiz). Jika tanda-tanda ini mendatangi seorang anak, maka dia sudah beralih ke masa

dewasa, yang kepadanya sudah dibebankan tanggungjawab (dunia dan akhirat).

Dalam Islam, penanaman nilai-nilai moralitas pada anak adalah hal yang sangat sentral.

Moral/akhlak, adalah ukuran baik buruknya atau sehat menyimpangnya perilaku seseorang.

Moral/akhlak menentukan seseorang bergaul dengan lingkungannya. Penanaman nilai-nilai yang

positif pada anak ini tidak langsung begitu saja tetapi melalui waktu yang panjang,

dari mulai seorang anak lahir bahkan sebelum lahir. Orang tua atau pengasuh memegang

peranan penting untuk perkembangan perilaku/akhlak/moral anak. Pada usia anak adalah usia

imitasi yang paling dominan.

H. Kekerasan dalam Tinjauan Psikologi

Kekerasan adalah salah satu bentuk agresi, dimana korban (anak) adalah objek

kekerasan/agresi itu. Perbuatan agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan

maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain (Mayers, 1996).

Berbicara mengenai kekerasan anak, akan ditemukan, bahwa anak bisa menjadi

subjek/pelaku maupun objek kekerasan. Anak sebagai pelaku kekerasan/subjek, biasanya

dikarenakan ia memiliki pengalaman sebagai objek kekerasan itu sendiri. Anak berperilaku

seperti itu sebagai bagian dari imitasi atupun pengekspresian pengalaman-pengalaman mereka,

entah itu disadari ataupun tidak.

Anak selalu menjadi korban kekerasan, karena secara fisik, dia tidak dapat mempertahankan

dirinya. Kekerasan ini dapat terjadi dimana saja, dirumah, sekolah, maupun lingkungan

sosialnya. Rumah, seyogianya menjadi tameng dan benteng pertahanan si anak untuk terhindar

dari kekerasan ini, tapi kekerasan kepada anak lebih banyak terjadi dirumah. Sekolah sebagai

suatu lembaga pendidikan yang akan memanusiakan anak secara utuh sebagai persiapan untuk

kehidupannya kelak, justru menjadi suatu momok yang menakutkan dan menimbulkan trauma

yang mendalam. Kekerasan yang terjadi bukan hanya kekerasan fisik, tetapi yang lebih

menyedihkan adalah kekerasan psikis yang akan mempengaruhi kepribadiannya.

Page 14: KEKERASAN PADA ANAK

Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan kita terhadap anak. Pola

asuh anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak. Pola asuh ini menentukan bagaimana

anak berinteraksi dengan orangtuanya. Hurlock (1998 : 30), membagi pola asuh menjadi tiga:

a. Pola asuh otoriter, orang tua memberi peraturan yang dan memaksa untuk bertingkah laku sesuai

dengan kehendak orang tua, tidak ada komunikasi timbal balik, hukuman diberikan tanpa ada

alasan dan jarang memberi imbalan.

b. Pola asuh demokrasi, orang tua memberikan peraturan yang luwes serta memberikan penjelasan

tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut.

c. Pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak tentang langkah

apa yang dilakukan anak, tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan kepada anak

tentang yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh ini hampir tidak ada komunikasi orang

tua dan anak, serta hampir tidak ada hukuman dan selalu mengijinkan segala keinginan anak.

Sikap otoriter sering dipertahankan oleh orang tua dengan dalih untuk menanamkan disiplin

pada anak. Sebagai akibat dari sikap otoriter ini, anak menunjukkan sikap pasif (hanya

menunggu saja), dan menyerahkan segalanya kepada orang tua. Di samping itu, menurut

Watson, sikap otoriter, sering menimbulkan pula gejala-gejala kecemasan, mudah putus asa,

tidak dapat merencanakan sesuatu, juga penolakan terhadap orang lain, lemah hati atau mudah

berprasangka. Tingkah laku yang tidak dikehendaki pada diri anak dapat merupakan gambaran

dari keadaan di dalam keluarga.

Kebanyakan orang tua yang menganut paham otoriter, menganggap anak bodoh sehingga apa

yang dikerjakannya memerlukan perintah yang tegas darinya. Ini akan membungkam kreativitas

anak.

Perlakuan orang tua ataupun pengasuh kepada anak sangat mempengaruhi kepribadian anak.

Masa kanak-kanak adalah masa dimana anak menunjukkan ekspresi dan eksistensinya sebagai

seorang manusia yang utuh. Kegagalan dalam masa ini, menurut Freud, akan terpendam dan

menjadi pengalaman bawah sadar anak, yang menjadikan pengalaman anak sebagai referensi

dalam menjadi hidupnya.

Menurut Freud, tingkah laku dan kepribadian seseorang tergantung pada fase-fase masa kecil

anak (gold age). Dia membagi fase itu kedalam lima tahap: Fase Oral (0 – 1,5 tahun), Fase Anal

(1,5 – 3 tahun), Fase Phallic (3 – 6 tahun), Fase Latency (6 - pubertas) dan Fase genital.

(Dewasa).

Page 15: KEKERASAN PADA ANAK

Freud membagi masa kanak-kanak kedalam lima tahapan sesuai dengan objek pemuasan

(libido) pada anak (psikoseksual). Freud menganalisis kepribadian seseorang sesuai pengalaman

masa kecilnya, yang lebih mengutamakan pada pemuasan (libido) pada tiap-tiap tahap

perkembangan. Apabila pada salah satu tahap mengalami hambatan, atau tidak/kurang

mengalami pemuasan maka akan berefek pada kepribadiannya kelak.

Keluarga bertanggung jawab mengasuh anak dan merupakan tempat pertama kali anak

belajar berinteraksi dengan dunia luar (Wilson, 2000:44). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa

tindakan kekerasan terhadap anak merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap

pembentukan konsep diri anak. Semakin tinggi tindakan kekerasan terhadap anak, maka semakin

negatif konsep diri yang dimiliki oleh anak. Kekerasan pada anak dalam keluarga, biasanya

tergantung dari pola asuh orang tuanya/pengasuhnya. Jika anak selalu diancam, dimarahi, bahkan

disakiti secara fisik, dia akan ragu-ragu dalam bertindak karena takut salah, akibatnya dia akan

ragu-ragu dalam mengambil suatu inisiatif. Ataupun anak akan mengalami poor emotion,

kegagalan dalam bergaul dengan orang lain, tidak mengerti perasaan orang, pendiam tapi agresif

dalam menanggapi respon yang datang.

Anak-anak yang dalam perkembangannya mengalami kekerasan, akan mengalami

kekurangan afeksi (kasih sayang orang tua mereka). Padahal dari sisi psikologis, anak sangat

membutuhkan afeksi ini (attachment) untuk mengekplorasi lingkungan mereka. Attachment

adalah suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan

melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. Keterikatan (attachment) mereka

dengan orangtua/pengasuh akan menimbulkan rasa aman dan percaya diri anak. Keterikatan ini

adalah suatu ikatan emosional yang kuat antara anak dan orangtuanya/pengasuhnya. Bagimana

mungkin dapat diciptakan suatu relasi yang harmonis antara anak dan orang tuanya jika anak itu

adalah selalu menjadi korban kekerasan.

Misalnya saja pada anak korban perceraian. Anak korban perceraian akan merasa tidak

dicintai, menyangkal akan kenyataan yang dialami, sedih, ketakutan, marah, dan merasa

bersalah. Anak ini akan mengalami efek-efek yang merugikan terhadap harga dirinya sehingga

mereka mengangap dirinya anak ‘nakal’ yang telah menyebabkan perceraian orang tua mereka.

Anak korban perceraian akan menyesuaikan kembali kehidupannya dimana mereka harus

menghadapi perubahan-perubahan praktis yang memerlukan banyak penyesuaian, seperti pindah

Page 16: KEKERASAN PADA ANAK

sekolah, pindah rumah baru pekerjaan rumah tangga yang lebih banyak dan penyesuaian dengan

pola pengasuhan anak yang baru.

Ini akan menyebabkan stress pada anak. Anak kemungkinan menarik diri dari pergaulan

sosialnya, lebih introvert, dan penyesalan yang mendalam akan nasib yang dialaminya. Menurut

Purwandari (2004 : 227) Pengalaman traumatik mempengaruhi keseluruhan keseluruhan pribadi

anak. Bagaimana anak berpikir, belajar, mengingat, mengembangkan perasaan diri sendiri

tentang orang lain, juga bagaimana ia memahami dunia, semuanya tidak dapat dilepaskan dari

pengalaman traumatiknya.

Keadaan ini akan mempengaruhi kepribadian anak kelak. Pengalaman-pengalaman masa

kecilnya adalah pengalaman yang paling berharga dalam hidupnya. Dan pengalaman ini akan

dijadikan referensi dalam mengatasi problem-problem hidup ketika mereka dewasa kelak. Anak

akan selalu merasa bersalah sehingga memiliki self-concept yang salah.

Orang tua/pengasuh ataupun orang-orang yang terkait dalam hal ini dalam suatu keluarga

adalah sumber keamanan bagi perkembangan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri

sebagai makhluk sosial. Segala sesuatu yang dibuat anak mempengaruhi keluarganya, begitu

pula sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan

pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola

tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat. Di samping keluarga sebagai tempat

awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan

mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional telah dimiliki bayi

yang baru lahir.

Bowlby (dalam Haditono dkk,1994) menyatakan bahwa hubungan antara orangtua/pengasuh

(attachment) akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan

kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

kehangatan dan afeksi yang diberikan ibu pada anak akan berpengaruh pada perkembangan anak

selanjutnya (Ampuni, 2002).

Dengan kelekatan ini, anak merasa nyaman dan aman dengan objek lekatnya (ibu/pengasuh).

Keadaan ini akan menjamin seorang anak untuk megeksplorasi lingkungannya dengan baik.

Seorang anak yang tidak mendapat objek kelekatan yang memadai, misalnya anak yang

mengalami kekerasan akan terlihat apatis dengan lingkungannya, selalu merasa curiga, dan

celakanya anak dapat mengalami gejala miskin emosi (poor emotion).

Page 17: KEKERASAN PADA ANAK

Jadi, syarat utama lingkungan yang sehat secara psikologi adalah lingkungan yang bisa

memberikan rasa aman bagi anak. Faktor ini bisa faktor aman secara internal (orang

tua/pengsuh) maupun eksternal (lingkungan sosial). Keamanan secara internal adalah keamanan

dalam membangun relasi yang sehat dengan orang-orang disekitarnya. Keamanan eksternal lebih

pada keamanan dari lingkungan yang lebih besar. Tanpa ada jaminan keamanan bagi anak, ia

akan selalu merasa cemas dan menjadi pendiam.

Kaitan antara berbagai faktor keluarga dengan prilaku yang anti sosial menurut penelitian

Sula Wolff (1985), ia mendapatkan factor-faktor berikut secara statistik berkaitan dengan

gangguan perilaku (dalam Dr. John. Pearce, hal 120):

a. Tiadanya seorang ayah

b. Kehilangan orang tua lebih karena perceraian bukan karena kematian

c. Ibu yang depresif

d. Orang tua yang mudah marah

e. Ketidakcocokan dalam perkawinan

f. Keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan

g. Banyak anak

Perlakuan yang salah terhadap anak, akan mendapat respon yang sama dari anak. Kebanyan

orang tua pelaku kekerasan terhadap anak adalah karena dimasa kecilnya diperlakukan sama oleh

orang tuanya. Perlakuan ini akan masuk di alam bawah sadar, sehingga menjadi pola pengasuhan

kelak. Jika hal ini tidak diberikan pemahanan yang benar tentang pengasuhan anak yang sehat,

kemungkinan hal ini akan berlanjut seterusnya. Pengasuhan anak membutuhkan suatu

keterampilan khusus, berhubungan dengan mereka membutuhkan kondisi emosi yang stabil.

Page 18: KEKERASAN PADA ANAK

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Masa depan anak dan generasi, kesuksesan maupun kegagalan banyak dipengaruhi oleh

peranan orang tua dan pengasuh di masa kecil anak. Orang tua ataupun pengasuh yang efektif

dalam pengasuhan anak untuk pemberian aspek afeksi bagi anak sangat diperlukan. Komunikasi

yang dibina dengan semaksimal mungkin akan memberikan dasar terpenting dalam pendidikan

anak.

Kekerasan Terhadap Anak, Keefektifan pendidikan dan pengasuhan anak akan berhasil

membentuk generasi muslim yang dapat diandalkan, jika:

1. Kehidupan dalam keluarga muslim menerapkan prinsip-prinsip keluarga yang islami

2. Orang tua atau pengasuh mempuyai pengetahuan yang memadai tentang perkembangan

anak.

3. Stimulasi lingkungan yang positif.

4. Orangtua atau pengasuh dapat menjadi teladan yang baik.

5. Sumber informasi yang mudah didapat oleh orang tua atau pengasuh.

6. Peraturan perundang-undangan yang mendukung.

Page 19: KEKERASAN PADA ANAK

REFERENSI

Ampuni, S., (2002). Hubungan antara Ekspresi afek Ibu dengan Kompetensi Sosial Anak Prasekolah.

Tesis. Yogyakarta: Program Studi Psikologi Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Elfia Desi & Vivik Shofiah.2007.Hubungan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak (Child Abuse) dengan

Konsep Diri. Fakultas Psikologi UIN Suska Riau: Jurnal Psikologi, Vol.3 No. 2.

Haditono, S.R., dkk, (1994). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hurlock, B. Elizabeth.1998. ”Perkembangan Psikologi Anak”. Jakarta: Erlangga

Kasmini Kassim.1998.Penderaaan Emosi Kanak-Kanak (Trauma Terselindung).Universitas

Kebangsaan Malaysia.

Www.google.com