perekonomian indonesia
DESCRIPTION
Perekonomian IndonesiaAnalisis Kebijakan FiskalTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................11.1 Latar Belakang......................................................................................................................11.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................11.3 Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................22.1 Analisa Tujuan Pembangunan...............................................................................................2
2.1.1 Tujuan Masyarakat Makmur.................................................................................................22.1.2 Tujuan Masyarakat Adil.......................................................................................................6
2.2 Strategi Pencapaian Tujuan Pembangunan..........................................................................102.3 Sistem Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Indonesia.......................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................................133.1 Kesimpulan.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKondisi perekonomian suatu Negara menentukan nasib dari Negara tersebut. setiap Negara pasti
menginginkan masyarakatnya sejahtera (mengalami tingkat perekonomian yang tinggi). semakin
tinggi perekonomian tersebut maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan rakyatnya dan
pembangunan perekonomiannya. untuk mencapai keinginan tersebut maka diperlukan yang
namanya strategi pembangunan ekonomi. setiap strategi harus disesuaikan dengan kondisi
Negara tersebut. strategi pembangunan ekonomi merupakan salah satu konsep penting yang
harus diperhatikan dalam mengamati perekonomian ekonomi suatu Negara. strategi yang tepat
dapat membuat dampak yang positive untuk negara begitupun sebaliknya. strategi yang salah
akan berakibat fatal. untuk itu dibutuhkan sajian materi khusus yang memaparkan jelas tentang
strategi pembangunan ekonomi.
1.2 Rumusan MasalahDari uraian latar belakang di atas, dapat ditarik perumusan masalah antara lain sebagai berikut.1. Apa saja tujuan pembangunan ekonomi?2. Apa saja strategi pembangunan ekonomi?3. Apa saja sistem pelaksanaan pembangunan ekonomi ?
1.3 TujuanDari uraian latar belakang serta rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.1. Agar mahasiswa dapat menganalisis tujuan pembangunan ekonomi2. Agar mahasiswa dapat menganalisis strategi pembangunan ekonomi 3. Agar mahasiswa dapat menganalisis sitem pelaksanaan pembangunan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisa Pola Penerimaan NegaraKebijakan fiskal pada umumnya terdiri dari kebijaksanaan penerimaan, dan pengeluaran
negara atau pemerintah. Penerimaan pemerintah Indonesia dibedakan menjadi :
1. Penerimaan Dalam Negeri, yang tidak lain dari pada seluruh penerimaan baik
yang berupa pajak ataupun penerimaan bukan pajak, dan
2. Hibah, yang merupakan bantuan pihak ketiga atau yang tidak mengikat kepada
pemerintah baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Anggaran untuk dua
komponen ini dari 2002 – 2007 (dalam miliar rupiah) adalah sebagai berikut :
Data mengenai penerimaan dalam negeri dan hibah disajikan dalam bentuk yang lebih
rinci pada tabel 2.1 dimana ternyata bahwa jumlah penerimaan negara dari tahun 2002
selalu mengalami kenaikan dari Rp298.605 miliar menjadi Rp694.088 miliar pada tahun
2007, atau telah menjadi 2 kali lipat dalam enam tahun atau rata – rata keniakan sebesar
50%. Dari jumlah ini, hanya sebagian kecil atau kurang dari 1% merupakan hibah yang
ternyata mengalami kenaikan pada 3 tahun pertama untuk kemudian mengalami
penurunan pada dua periode terakhir.
Tabel 2.1 : Anggaran Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah, 2002 – 2007
Tahun Penerimaan Dalam Negeri Hibah Jumlah
Miliar Rp. Persen Miliar Rp Persen
2002 298.528 0,9997 78 0,0003 298.605
2003 340.929 0,9986 468 0,0014 341.396
2004 349.300 0,9982 634 0,0018 349.934
2005 532.671 0,9862 7.455 0,0138 540.126
2006 654.882 0,9936 4.233 0,0064 659.115
2007 690.265 0,9945 3.823 0,0055 694.088
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI 2007
2
Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi :
1. Penerimaan dari perpajakan (baik pajak langsung maupun tidak langsung, baik
didalam negeri maupun pajak dari perdagangan internasional), dan
2. Penerimaan bukan pajak (PNBP), semua penerimaan negara yang bukan pajak
seperti halnya uang sekolah (SPP), penerimaan dari penjualan bibit oleh departemen
yang membuat pembibitan untuk rakyat, aset milik pemerintah yang dijual kepada rakyat
seperti misalnya rumah dinas, mobil dinas dan lain sebagainya. Anggaran untuk dua
komponen ini untuk 2002 – 2007 (dalam miliar rupiah) adalah seperti pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 : Anggaran Penerimaan Dari Pajak dan Bukan Pajak, 2002 -2007
Tahun Dari Pajak Dari Bukan Pajak Jumlah
Miliar Rp Proporsi Miliar Rp Proporsi Miliar Rp
2002 210.088 0,7037 88.440 0,2963 298.528
2003 242.048 0,7099 98.880 0,2901 340.929
2004 272.175 0,7790 77.125 0,2210 349.300
2005 351.974 0,6608 180.697 0,3392 532.671
2006 425.053 0,6491 229.829 0,3509 654.882
2007 492.011 0,7128 198.254 0,2872 690.265
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI 2007.
Dari angka – angka dalam tabel 2.2 ternyata bahwa baik anggaran penerimaan negara
dari perpajakan maupun bukan pajak telah mengalami kenaikan lebih dari 2 kali lipat
dalam kurun waktu 6 tahun dari 2002 – 2007, yakni untuk penerimaan negara dari
perpajakan telah menjadi 2,34 kali dari jumlah tahun 2002, sedangkan dari sumber bukan
pajak telah menjadi 2,24 dari jumlah tahun 2002. Ini berarti usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi penagihan pajak dan bukan pajak telah membuahkan hasil, meskipun tidak
tertutup kemungkinan perbaikan di masa akan datang.
Dari sudut jumlah penerimaan pajak , telah terjadi kenaikan yang terus menerus dari
tahun 2002 sejumlah RP210.088 miliar menjadi Rp 492.001 miliar pada tahun 2007,
sedangkan angka – angka untuk bukan pajak juga terus mengalami peningkatan dari
Rp88.440 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp198.254 miliar pada tahun 2007.
Perbandingan diantara keduanya adalah sekitar duapertiga untuk pajak dan sisa sepertiga
dari sumber bukan pajak.
Selanjutnya penerimaan negara dari pajak dibedakan menjadi :
3
1. Pajak dalam negeri, yang terdiri dari komponen : pajak penghasilan (PPH) dari
migas, dan non migas, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB),
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya, dan
2. Pajak dari perdagangan internasional, pajak impor dan pungutan administrasi
ekspor.
Untuk periode 2002 sampai dengan 2007 anggaran penerimaan pemerintah dari pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional ditunjukkan oleh tabel 2.3, dimana
ternyata bahwa lebih dari sembilan puluh lima persen merupakan pajak dari dalam negeri
dan sisanya kurang dari lima persen berasal dari pajak perdagangan internasional.
Anggaran Pendapatan dari Perpajakan dalam negeri untuk 2002 – 2007 ditunjukkan
sekitar 50 persen dari pajak dalam negeri datang dari pajak penghasilan perorangan dan
perusahaan, dari jumlah mana sebagian besar berasal dari pajak atas migas.
Table 2.3 : Anggaran penerimaan dari pajak, 2002-2007
TahunPajak dalam Negeri
Pajak Perdagangan
InternasionalJumlah
Miliar Rp. Proporsi Miliar Rp. Proporsi Miliar Rp.
2002 199.512 0,9497 10.575 0,0503 210.088
2003 230.934 0,9541 11.114 0,0459 242.048
2004 260.224 0,9561 11.951 0,0439 272.175
2005 334.403 0,9501 17.570 0,0499 351.974
2006 410.226 0,9651 14.827 0,0349 425.053
2007 474.551 0,9545 17.460 0,0355 492.011
Sumber : BPS seperti pada BI. LPI 2008
Pajak pertambahan nilai juga memberikan kontribusi yang cukup besar, yakni
sekitar 33 persen dari jumlah penerimaan pajak dalam negeri, kemudian diikuti oleh
cukai (sekitar 12 persen). Sisanya sekitar 5 persen merupakan kontribusi dari pajak bumi
dan bangunan (sekitar 3 persen) dan Bea perolehan atas tanah dan bangunan dan pajak
lainnya.
Sedangkan pajak dari perdagangan internasional adalah sebagai berikut, dimana
sebagian besar karena bea masuk untuk impor, sedangkan pajak ekspornya hanyalah
sekedar bea administrasi ekspor seperti terlihat pada tabel 2.4 berikut:
4
Tabel 2.4: Anggaran Pendapatan dari Pajak perdagangan internasional, 2002-2007
(miliar Rp.)
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pajak Perdagangan Internasional10.575
11.11
411.951
17.57
014.827 17.460
- Bea Masuk10.344
10.88
511.636
16.59
113.853 14.418
- Pajak Ekspor 231 230 315 980 1.244 3.042
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
Komponen penerimaan negara dari bukan pajak beserta jumlah (dalam miliar
rupiah) dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini. Dari tabel tersebut kelihatan bahwa
komponen penerimaan negara bukan pajak yang paling besar adalah dari sumber daya
alam, dimana minyak bumi mempunyai pangsa lebih dari 60 persen, kemudian diikuti
oleh gas alam sekitar 20 persen dari total sumbangan sumber daya alam. Komponen lain
dari penerimaan bukan pajak, selain dari penerimaan dari SDA , adalah bagian laba
BUMN, surplus bank indonesia, dan PNBP lainnya.
Tabel 2.5: Anggaran Pendapatan dair bukan pajak (Rp. Miliar), 2002-2007
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Penerimaan Bukan Pajak 88.44
098.880 77.125
180.69
7229.829 198.254
- Penerimaan dari SDA 64.75
567.739 47.241
144.36
1165.695 115.053
Minyak Bumi 47.68
648.871 28.248
102.19
6122.964 78.235
Gas Alam 12.32
512.631 15.754 36.364 36.825 29.484
SDA Lainnya 4.744 6.238 3.238 5.801 5.906 7.334
- Bagian Laba BUMN 9.760 12.833 11.454 12.000 20.800 21.800
- Surplus Bank Indonesia - - - - - 13.669
- PNBP lainnya 13.92
518.308 18.430 24.336 43.334 47.731
Sumber: BPS seperti pada BI.LPI 2007
5
2.2 Analisa Pola Pengeluaran PemerintahAnggaran belanja negara atau pemerintah terdiri dari anggaran untuk pemerintahan pusat
dan anggaran untuk pemerintahan daerah, di mana anggaran untuk pemerintahan pusat
sekitar dua kali dari anggaran untuk pemerintahan daerah. Dalam kurun waktu enam
tahun pemerintah telah mampu meningkatkan anggaran belanjanya lebih dari dua kali
lipat dari sebesar Rp 322 triliun pada tahun 2002 menjadi lebih dari Rp 752 triliun pada
tahun 2007. Kelipatan ini juga berlaku baik untuk belanja pemerintah pusat maupun
untuk pemerintah daerah.
Anggaran Belanja Pemerintah, 2002-2007 (Miliar Rupiah)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-PBelanja Negara
322.180 376.506 374.351 565.070 699.099 758.373
Pemerintah Pusat
223.976 256.309 255.309 411.667 478.250 498.172
Pemerintah Daerah
98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
Sumber : BPS seperti pada LI.LPI 2007
Anggaran belanja untuk pemerintahan pusat, demikian juga keadaannya untuk
Pemerintah Daerah, dibedakan menjadi untuk pengeluaran rutin (administrasi
pemerintahan) dan untuk pengeluaran pembangunan. Anggaran rutin pemerintah pusat
relative tetap untuk 2002, 2003, dan 2004, sekitar 180-an triliun rupiah kemudian
melonjak tajam ke tahun 2005-P (perubahan yang telah disetuji DPR) menjadi di atas
325 triliun rupiah dan pada anggaran 2007-P menjadi 426 triliun rupiah. Perubahan
dengan kecepatan yang hamper sama juga terjadi pada anggaran belanja untuk
pembangunannya.
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2002-2007 (Miliar Rupiah)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-PAnggaran Belanja Pusat
223.976 256.191 255.309 411.667 478.250 498.172
- Rutin 186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.488- Pembangunan
37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684
Sumber : BPS seperti pada PI.LPI 2007
Rincian anggaran belanja rutin pemerintah pusat ditunjukkan pada table
“anggaran belanja pengeluaran rutin”. Hal yang perlu mendapat perhatian di sini adalah
anggaran rutin untuk pembayaran bunga hutang dalam dan uar negeri. Jumlah
6
pembayaran bunga hutang ini sekitar 90 triliun rupiah dari anggaran rutin sejumlah 186
triliun pada tahun 2002, mengalami penurunan untuk tiga tahun beerturut-turut (2003,
2004, dan 2005) menjadi sekitar 60an triliun rupiah dari anggaran Rutin 2005-P sekitar
326 triliun untuk kemudian meningkat ke level semula untuk tahun 2007-P, menjadi
lebih dari 83 triliun rupiah. Terjadi perubahan pembayaran bunga hutang dari untuk
hutang luar negeri (makin menurun) diganti dengan untuk hutang dalam negeri (makin
meningkat).
Komponen lain yang perlu mendapat perhatian dalam anggaran rutin Pemerintah
Pusat adalah untuk pembayaran subsidi (BBM dan Non BBM) yang selalu mengalami
peningkatan dari sekitar 44 triliun rupiah pada anggaran 2002 menjadi sekitar 120 triliun
rupiah untuk anggaran 2005-P dan terus berada di atas 100 triliun sampai 2007-P.
Anggaran untuk pembayaran bunga hutang dan untuk subsidi menelan sebagian besar
anggaran rutin. Katakanlah untuk anggaran 2002, anggaran untuk dua komponen ini
lebih dari 130 triliun rupiah dari anggaran rutin yang jumlahnya hanya 186 triliun rupiah,
dan untuk anggaran rutin sebesar 326 triliun. Jumlah ini berada juah di atas anggaran
untuk pembayaran gaji pegawai, yang untuk anggaran 2005-P hanya berjumlah 61
triliun, dan untuk anggaran 2007-P berjumlah 98 triliun.
Anggaran Belanja Pengeluaran Rutin (Miliar Rupiah)
200 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-PPengeluaran Rutin
186.651 186.944 184.438 326.924 408.470 426.488
- Belanja Pegawai
39.480 47.662 56.738 61.167 79.075 97.983
- Belanja Barang
12.777 14.992 17.280 42.312 55.992 61.824
- Pembayaan Bunga
87.667 65.351 65.651 60.982 82.495 83.555
Utang Dalam Negeri
25.406 46.356 41.276 42.307 58.155 58.803
Utang Luar Negeri
62.621 18.995 24.375 18.675 24.340 24.752
- Subsidi 43.628 43.899 26.362 119.089 107.628 105.073BBM 31.162 30.038 14.527 89.194 80.609 55.604Non BBM 12.466 9.901 10.995 26.643 21.367 49.469
- Pajak Ditanggung Pemerintah
- 3.960 840 6.253 5.651 0
7
- Bantuan Sosial
- - - - 41.018 52.272
- Pengeluaran Rutin Lainnya
3.099 15.042 18.407 43.374 42.262 25.781
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran pembangunan untuk pemerintah pusat yang terdiri dari pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek (dana luar negeri).
Anggaran Belanja Pengeluaran Pembangunan, 2002-2007 (miliar rupiah)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-PPengeluaran Pembangunan
37.325 69.247 70.871 84.743 69.780 71.684
Pembiayaan Rupiah
25.608 47.510 50.500 54.747 55.258 70.826
Pembiayaan Proyek
11.717 21.737 20.371 29.997 25.475 23.305
Sumber : BPS seperti pada BI.LPI 2007
Anggaran belanja negara untuk pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari Dana
Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil,
dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Anggaran untuk pembiayaan Pemerintah
Daerah untuk 2002-2007-P secara rinci ditunjukkan pada table dibawah ini.
Anggaran Belanja Untuk Pemerintah Daerah(miliar rupiah)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-PAnggaran Belanja Daerah
98.204 120.314 119.042 153.402 220.850 254.201
Dana Perimbangan
94.657 111.070 112.187 146.160 216.798 244.608
- Dana Bagi Hasil
24.884 31.370 26.928 52.567 59.564 62.726
- Dana Alokasi Umum
69.159 76.978 82.131 88.766 145.664 164.787
- Dana Alokasi Khusus
613 2.723 3.128 4.828 11.570 17.094
Dana Otonomi Khusus dan Perimbangan
3.548 9.244 6.855 7.243 4.052 9.593
Sumber : BPS seperti pad BI.LPI 2007
8
Anggaran Belanja negara untuk pembiayaan pemerintah daerah diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antar pemerintah pusat dan daerah. Pembiayaan ini dibicarakan dengan rinci pada pasal
10 sampai pasal 42, yang pada prinsipnya menjelaskan bahwa dana perimbangan terdiri
dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Data mengenai
anggaran belanja daerah untuk tahun 2002-2007 disajikan pada table diatas, di mana
dana alokasi umum menempati posisi terbesar yang diikuti oleh dana bagi hasil dan
terakhir dana lokasi khusus.
2.3 Analisa Kebijakan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah
Sebagaimana kita ketahui bahwa anggaran belanja pemerintah(dan anggaran untuk
lembaga sosial)berbeda dengan anggaran belanja rumah tangga pribadi.Kalau dalam
anggaran untuk rumah tangga pribadi pertama-tama ditentukan penerimaan rumah
tangga tersebut sebagai dasar untuk menentukan anggaran pengeluarannya, maka
keadaan sebaliknya berlaku untuk anggaran rumah tangga pemerintah dan lembaga
sosial, di mana pertama-tama ditentukan jumlah pengeluaran yang diperlukan sebagai
dasar untuk menentukan berapa besar dan dari mana saja beban belanja tersebut
bersumber. Dari sejak awal, katakanlah pada jaman raja-raja dahulu, setelah
menentukan(kalau dibuat anggaran) jumlah pengeluaran pemerintah, sumber pertama
yang terbayang adalah dari pajak. Hanya setelah pemerintahan modern, baru
terpikirkan sumber dana lain, seperti dari mencetak uang, dari pinjaman dalam negeri,
dari pinjaman luar negeri dan sebagainya. Dalam tulisan ini, sebagaimana biasa
dijumpai dalam literatur ekonomi makro, diumpamakan bahwa dana yang bersumber
dari pajak cukup, dan hanya cukup, tidak lebih dan tidak kurang, untuk beban
pengeluaran pemerintah. Dengan kata lain diumpamakan terjadi anggaran belanja
seimbang. Baik pengeluaran pemerintah maupun pajak,keduanya mempunyai pengaruh
terhadap penghasilan nasional.
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Penghasilan nasional. Pengeluaran
pemerintah rutin dan pembangunan dibayarkan kepada masyarakat(pegawai dan
pelaksana pembangunan). Mereka menerima tambahan pendapatan. Dari tambahan
pendapatan tersebut mereka cenderung untuk melakukan tambahan konsumsi dan
9
tambahan tabungan. Kecenderungan tambahan konsumsinya disebut MPC(marginal
propensity to consume) dan kecenderungan tambahan untuk menabung disebut MPS
(marginal propresity to save). MPC biasanya dinyatakan dalam proporsi terhadap
penghasilan (Y), demikian juga MPS dinyatakan dalam proporsi terhadap penghasilan
(Y), sehingga MPC+MPS=1 kalibesarnya penghasilan. Tambahan konsumsi yang
dilakukan oleh orang pertama tadi diterima oleh orang lain kepada siapa konsumsi
tersebut dilakukan(orang ke dua). Orang kedua ini,karena menerima tambahan
pendapatan,juga cenderung melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan.
Tambahan konsumsinya merupakan tambahan pendapatan bagi yang
menerimanya(orang ketiga), yang karena ada tambahan pendapatan, juga cenderung
untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Begitu selanjutnya
proses berjalan sampai jumlah yang tidak terhingga. Jumlah kenaikan penghasilan
masyarakat sebagai akibat dari adanya pengeluaran pemerintah adalah jumlah
pengeluaran pemerintah itu dikalikan dengan faktor pengganda. Dengan
mengumpamakan bahwa MPC dan MPS untuk setiap orang yang dikatakan di atas
sama(orang ke 1, 2, 3,...),maka dengan memakai manipulasi alabar dasar diperoleh
faktor pengganda sebesar k=1/MPS.Kalau setiap orang yang menerima tambahan
penghasilan mempunyai kecenderungan untuk menabung sebesar 20 persen dari
tambahan penghasilannya, maka 1/0,20=5.
Pengaruh Pajak terhadap Penghasilan Nasional. Untuk membiayai pengeluarannya,
pemerintah menarik pajak dari rakyat. Pajak ini mempunyai sifat mengurangi
pendapatan dari mereka yang membayar pajak itu(orang 1). Karena pendapatannya
berkurang, mereka cenderung mengurangi konsumsi(sebesar MPC kali berkurangnya
penghasilan), dan mereka cenderung untuk mengurangi menabung(sebesar MPS kali
berkurangnya penghasilan),yang mempunyai akibat lanjutan terhadap mereka yang
terkena pengurangan penghasilan. Demikian prosesnya berjalan, sama seperti logika
pada pengeluaran pemerintah, sampai pada orang yang ke tidak terhingga, jumlah
penghasilan masyarakat berkurang karena ada pajak adalah sebesar pajak itu dikalikan
dengan faktor pengganda. Dengan perumpamaan yang sama seperti pada pengeluaran
pemerintah, faktor penggandanya dapat diperoleh denganmanipulasi aljabar dasar
sebesar k= -(1/MPS-1). Kalau setiap orang yang penghasilan berkurang sebesar
10
tambahan pajak,mempunyai kecenderungan untuk mengurangi menabung sebesar 20
persen dari jumlah pengurangan penghasilannya,maka k untuk pajak = -(1/0,20-1)= -4.
Pengganda untuk Angaran Berimbang. Oleh karena dalam anggaran berimbang,contoh
kita di atas, jumlah pengeluaran pemerinntah sama dengan jumlah pajak, maka akibat
dari anggata belanja yang seimbang terhadap penghasilan nasional adalah: (Jumlah
kenaikan penghasilan nasional karena pengeluaran pemerintah) dikurangi (Jumlah
pengurangan penghasilan karena adanya pajak).Karena yang pertama adalah sebesar
(1/MPS) kali jumlah pengeluaran pemerintah, dan yang disebut belakangan adalah -
(1/MPS - 1), maka tambahan penghasilan neto karena anggaran seimbang
adalah(1/MPS)-(1/MPS - 1) = 1 kali anggaran berimbang tersebut.Dengan kata lain
faktor pengganda untuk anggaran berimbang adalah(+1).
Tabungan Pemerintah dan Pembangunan Ekonomi. Pembangunan ekonomi satu negara
dapat dibiayai oleh sumber-sumber dari dalam negeri dan dari luar negeri. Sumber
pembiayaan pembangunan ekonomi dari dalam negeri dapat berupa tabungan
perseorangan, tabungan perusahaan, dan tabungan pemerintah, sedangkan yang
bersumber dari luar negeri bisa berupa bantuan dan pinjaman luar negeri, penanaman
modal langsung dari luarnegeri ataupenanaman modal tidak langsung dari luar negeri
Yang dimaksud dengan tabungan pemerintah adalah semua penerimaan dari dalam
negeri dikurangi dengan semua pengeluaran rutin.Namun untuk Indonesia masih
dikurangi lagidengan anggaran belanja untuk daerah yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah Pusat tiap tahun(bersifat rutin). Tabungan pemerintahuntuk tahun 2002-
2007 disajikan pada Tabel 9.15, yang ternyata terus mengalami peningkatan dari hanya
13,6 triliun rupiah pada tahun 2002 sampai mencapai 52,3 triliun rupiah pada tahun
2005 dan kembali mengalami penurunan menjadi hanya 25,5 triliun pada tahun 2006
dan pada tahun 2007 hanya menjadi 9,6 triliun. Jadi pemerintah telah menyisakan
penerimaan dalam negerinya untuk sebagian ditabung. Dalam persentase jumlah
tabungan pemerintahan ini berkisar dari sedikit di bawah 5 persen pada tahun 2002,
terus mengalami peningkatan sampai menjadi 13 persen pada tahun 2004, lalu
mengalami penurunan menjadi hanya 1,3 persen dari total penerimaan dalam
negerinya.Kalau kita bandingkan jumlah tabungan pemerintah ini dengan jumlah
pembiayaan rupiah dalam rencana pembangunan tahunannya, ternyata,seperti terlihat
11
pada Tabel 9.15, jumlah tabungan pemerintah ini selalu lebih kecil. Ini berarti bahwa
tiap tahun(dari 2002 sampai 2007) pemerintah harus menggali sumber-sumber
pembiayaan dalam negeri untuk menanggulangi pembiayaan rupiah dari rencana
pembangunannya, yang mungkin berupa pinjaman dari Bank Indonesia atau pinjaman
jangka pendek yang biasa disebut Treasury Bill.
Tabel 9.15 Tabungan Pemerintah Indonesia 2002- 2007 (miliar Rp)
2002 2003 2004 2005-P 2006-P 2007-P
1 Penerimaan dalam negeri 298,528 340,929 349,300 532,671 654,882 690,265
2 Pengeluaran rutin 186,651 186,944 184,438 326,924 408,470 426,488
3 Anggaran belanja untuk daerah 98,204 120,314 119,042 153,402 220,850 254,201
4 2+3 284,855 307,258 303,480 480,326 629,320 680,689
5 Tabungan (1-4)-miliar Rp. 13,673 33,671 45,820 52,345 25,562 9,576
% dari penerimaan dalam negeri 4.58% 9.88% 13.12% 9.83% 3.90% 1.39%
6 Pengeluaran Pembngunan 37,325 69,247 70,871 84,743 69,780 71,684
7 5:6X 100% 36.63% 48.62% 64.65% 61.77% 36.63% 13.36%
8 Pembiayaan Rupiah 25,608 47,510 50,500 54,747 55,258 70,826
Pembiayaan Proyek 11,717 21,737 20,371 29,997 25,475 23,205
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil penjabaran pembahasan tadi, maka kami menarik kesimpulan bahwa
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi mempunyai keterikatan.
Keterikatan yang dimaksud yaitu pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan
ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan
ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi, setiap Negara harus mampu mengelolanya
dengan baik agar tidak menimbulkan dampak negatif untuk Negara itu sendiri. Untuk
melakukan pembangunan ekonomi maka suatu Negara membutuhkan yang namanya
strategi pembangunan ekonomi Negara termasuk Indonesia juga. Strategi
pembangunan merupakan suatu cara untuk mencapai Visi dan Misi yang di
rumusankan dalam bentuk strategi sehingga dapat meningkatan kinerja pembangunan
ekonomi. Strategi mempunyai beberapa macam strategi yaitu strategi pertumbuhan,
strategi dengan pembangunan pemerataan, strategi ketergantungan, strategi yang
berwawasan ruang dan strategi kebutuhan pokok. Dari macam-macam strategi yang
ada, menurut kami strategi yang paling cocok untuk Indonesia adalah strategi
kebutuhan pokok karena dengan menggunakan strategi kebutuhan pokok maka
tingkat pengangguran akan berkurang dan dapat meningkatkan kebutuhan pokok
masyarakatnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar: UUP Bab 1
14