sejarah perekonomian islam

18
Oleh: Fitri Himatul Khasanah Ayu Rahmawati SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DENPASAR PRODI EKONOMI SYARI’AH SEMESTER III ABU UBAID BIN SALAM

Upload: ayurahma04

Post on 28-Jul-2015

82 views

Category:

Economy & Finance


1 download

TRANSCRIPT

Oleh:

Fitri Himatul KhasanahAyu Rahmawati

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DENPASAR

PRODI EKONOMI SYARI’AHSEMESTER III

ABU UBAID BIN SALAM

Riwayat Hidup Abu Ubaid

Nama : Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al- Harawi Al-Azadi Al-Baghdadi

TTL :150 H di kota Harrah, Khurasan, sebelah barat laut Afghanistan.

•Abu Ubaid pergi berkelana untuk menuntut ilmu ke berbagai kota, seperti Kufah, Basrah, Baghdad. • Ilmu-ilmu yang dipelajarinnya antara lain mencakup

ilmu tata bahasa Arab, qira’at, tafsir, hadis, dan fiqih.

•Pada tahun 192 H, Tsabit ibn Nasr ibn Malik, Gubernur Thugur di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rashid, mengangkat Abu Ubaid sebagai qadi (hakim) di Tarsus hingga tahun 210 H.•Setelah itu, penulis kitab al-Amwal ini tinggal di Baghdad

selama 10 tahun. Pada tahun 219 H, setelah berhaji, ia menetap di Mekkah sampai wafatnya 224 H.•Selama menjabat qadi di Tarsus, ia sering menangani

berbagai kasus pertahanan dan perpajakan serta menyelesaikannya dengan baik.•Pandangan-pandangan Abu Ubaid mengedepankan

dominasi intlektualitas islam yang berakar dari pendekatannya yang bersifat holistic dan teologis terhadap kehidupan manusia di dunia dan akhirat, baik yang bersifat individual maupun sosial.

• Pandangan-pandangan Abu Ubaid mengedepankan dominasi intlektualitas islam yang berakar dari pendekatannya yang bersifat holistic dan teologis terhadap kehidupan manusia di dunia dan akhirat, baik yang bersifat individual maupun sosial.

• Hasil karyanya ada sekitar 20, baik dalam bidang ilmu Nahwu, Qawaidah, Fiqh, Syair dan lain-lain. Yang terbesar dan terkenal adalah Kitab Al-Amwal dalam bidang Fikih.

Apa saja isi kitab Al-

Amwal?

Tiga bagian pertama dari kitab Al-Amwal meliputi beberapa bab yang membahas penerimaan fai. Dalam hal ini, walaupun menurut Abu Ubaid juga mencakup

pendapatan negara yang berasal dari jizyah, kharaj dan ushr, tetapi ushr dibahas dalam bab shadaqah. Sebaliknya, ghanimah (harta rampasan perang) dan fidyah

(tebusan untuk tawaran perang), yang tidak termasuk dalam definisi tersebut, dibahas bersama dengan fai.

Pada bagian keempat, sesuai dengan perluasan wilayah Islam di masa klasik, kitab al-Amwal berisi pembahasan mengenai pertahanan, administrasi, hukum

internasional, dan hukum perang.

Bagian kelima membahas tentang distribusi pendapatan fai’

bagian keenam kitab tersebut membahas tentang iqta, ihya al-mawat, dan hima.

Al-Amwal membahas tentang keuangan publik/kebijakan fiskal

secara komperhensif.

Dibahas secara mendalam tentang hak dan kewajiban negara, pengumpulan dan

penyaluran zakat,khums, kharaj, faidan sebagai sumber penerima negara yang lain.

The point of Kitab Al-Amwal……

menekankan mengenai perpajakan dan hukum pertanahan serta hukum administrasi dan hukum internasional.

Pemikiran Ekonomi Abu

Ubaid1. Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomi

Jika isi kitab al-Amwal dievaluasi dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Bagi Abu Ubaid, pengimplementasian dari prinsip ini akan membawa kesejahtraan ekonomi dan keselarasan sosial.

Abu Ubaid menyatakan : Zakat tabungan dapat diberikan kepada negara ataupun langsung kepada

para penerimanya Zakat komoditas harus diberikan kepada pemerintah dan jika tidak, maka

kewajiban agama diasumsikan tidak ditunaikan Perbendaharaan negara tidak boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh

penguasa untuk kepentingan pribadinya

Pentingnya keseimbangan antara kekuatan finansial penduduk non-Muslim yang dalam terminologi finansial modern disebut sebagai capacity to pay dengan kepentingan dari golongan Muslim yang berhak menerimanya. Kaum Muslimin dilarang menarik pajak terhadap tanah penduduk non-Muslim melebihi dari apa yang diperbolehkan dalam perjanjian perdamaian.

Abu Ubaid menekankan kepada petugas pengumpul kharaj, jizyah, ushur, atau zakat untuk tidak menyiksa masyarakat, dan di lain sisi masyarakat agar memenuhi kewajiban finansialnya secara teratur dan sepantasnya. Dengan perkataan lain, Abu Ubaid berupaya untuk menghentikan terjadinya diskriminasi

2. Dikotomi Badui-Urban

Abu ubaid menegaskan bahwa, kaum badui bertentangan dengan kaum urban (perkotaan). Demikianlah adalah apa–apa yang dilakukan oleh kaum urban:l ) ikut terhadap keberlangsungan Negara dengan berbagi kewajiban

administrasi dari semua muslim.2) memelihara dan memperkuat pertahanan sipil melalui mobilisasi

jiwa dan harta mereka3) menggalakkan pendidikan dan pengajaran melalui pembelajaran

dan pengajaran al-Qur’an dan sunnah dengan penyebaran) keunggulan kualitas isinya

4) melakukan kontribusi terhadap keselarasan sosial melalui pembelajaran dan penerimaan hudud (prescribed finalties).

5) memberikan contoh universalisme Islam dengan shalat berjamaah pada waktu Jum'at dan Id.

Disamping keadilan, Abu Ubaid juga mengembangkan suatu negara Islam yang berdasarkan administrasi pertahanan, pendidikan, hukum dan cinta. Karakteristik tersebut hanya diberikan oleh Allah kepada kaum Urban, kaum Badui biasanya tidak meyumbang pada kewajiban publik sebagaimana kewajiban kaum urban

tidak dapat menerima manfaat pendapatan fai seperti kaum urban, mereka memiliki hak klaim sementara terhadap penerimaan. fai hanya pada saat terjadi tiga kondisi krisis seperti saat invasi atau penyerangan rnusuh, kekeringan yang dahsyat, dan kerusuhan sipil

Abu Ubaid mengakui adanya hak dari para budak perkotaan terhadap jatah yang bukan tunjangan.

Namun, mekanisme yang disebut di atas membuat kultur perkotaan unggul dan dominan dibanding kehidupan nomaden.

Dari apa yang dibahas sejauh ini dapat terbukti bahwa Abu Ubaid selalu memelihara keseimbangan antara hak-hak dengan kewajiban-kewajiban warganegara.

3. Kepemilikan dalam Konteks Kebijakan Perbaikan Pertanian

Menurutnya, kebijakan pemerintahan terhadap tanah gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan

individual dari tanah tandus atau tanah yang sedang diusahakan kesuburannya atau diperbaiki untuk

meningkatkan produksi pertanian, maka tanah yang diberikan dengan persyaratan untuk ditanami dibebaskan

dari kewajiban membayar pajak.

Hukum pertanahan yang dikemukakan oleh Abu Ubaid

Ihya' al-Mawat

tanah yang diberikan oleh kepala negara kepada seorang rakyat untuk menguasai sebidang tanah dengan

mengabaikan yang lainnyaIqtha'

Hima

menghidupkan kembali tanah yang mati, tandus, tidak terurus, tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan dengan membersihkannya, mengairi, mendirikan bangunan dan menanam kembali benih – benih kehidupan pada tanah tersebut. Dalam hal ini negara berhak menguasai tanah tersebut dengan menjadikannya milik umum dan manfaatnya diserahkan untuk kemaslahatan umat.

lahan yang tidak berpenduduk yang dilindungi negara untuk tempat mengembala hewan-hewan ternak.

4. Reformasi distribusi zakat

Kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan setatus zakat, yaitu:

a. Kalangan kaya yang terkena wajib zakatb. Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi

juga tidak berhak menerima zakat.c. Kalangan menerima zakat

“bagi setiap orang adalah sesuai dengan haknya”.

Perinsip distribusi zakat Abu Ubaid:

5. Fungsi Uang

Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagi standar nilai pertukaran (standard of exchange value) dan

media pertukaran (medium of exchange)

KesimpulanPandangan-pandangan Abu Ubaid mengedepankan dominasi intlektualitas islam yang berakar dari pendekatannya yang bersifat holistic dan teologis terhadap kehidupan manusia di dunia dan akhirat, baik yang bersifat individual maupun sosial.

Pemikiran Ekonomi Abu ubaid meliputi:a. Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomib. Dikotomi Badui-Urbanc. Kepemilikan dalam Konteks Kebijakan Perbaikan

Pertaniand. Reformasi distribusi zakate. Fungsi Uang