perdagangan di wilayah perbatasan pulau sebatik

16
Pengembangan Pusat Perdagangan di Wilayah Perbatasan Negara di Pulau Sebatik Provinsi Kalimantan Utara Oleh : Nugroho Eko Putro* *Dosen Pascasarjana Program Studi Pendidikan IPS (S-2) Universitas Kanjuruhan Malang A. PENDAHULUAN Kawasan perbatasan negara meliputi perbatasan darat dan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar. Pengertian kawasan perbatasan negara menurut UU 26/2007 dan PP 26/2008 adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas. Demikian pula menurut UU 43/2008, kawasan perbatasan negara adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. Berdasarkan UU 26 tahun 2007 (Penataan Ruang), kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan yang diprioritaskan penataan ruangnya. Pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengubah arah kebijakan dari orientasi ke dalam (inward looking) sebagai wilayah pertahanan, menjadi ke luar (outward looking), yang menempatkan kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan dan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian. Kawasan perbatasan sesungguhnya memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut pandang pertahanan keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan budaya.

Upload: eko-nugroho

Post on 08-Jul-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

My Journal

TRANSCRIPT

Page 1: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

Pengembangan Pusat Perdagangan di Wilayah Perbatasan Negara di Pulau Sebatik Provinsi Kalimantan Utara

Oleh : Nugroho Eko Putro*

*Dosen Pascasarjana Program Studi Pendidikan IPS (S-2) Universitas Kanjuruhan Malang

A. PENDAHULUAN

Kawasan perbatasan negara meliputi perbatasan darat dan laut termasuk pulau-

pulau kecil terluar. Pengertian kawasan perbatasan negara menurut UU 26/2007 dan PP

26/2008 adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan

langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas. Demikian pula menurut UU 43/2008,

kawasan perbatasan negara adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi

dalam batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di

darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara

tetangga.

Berdasarkan UU 26 tahun 2007 (Penataan Ruang), kawasan perbatasan merupakan

kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan yang diprioritaskan penataan

ruangnya. Pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengubah arah kebijakan

dari orientasi ke dalam (inward looking) sebagai wilayah pertahanan, menjadi ke luar

(outward looking), yang menempatkan kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan

dan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian. Kawasan perbatasan sesungguhnya

memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut pandang pertahanan

keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan budaya.

Sementara dalam UU No 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang menegaskan orientasi pengembangan wilayah

perbatasan dari inward looking menjadi outward looking sebagai pintu gerbang ekonomi

dan perdagangan. Termasuk pendekatan kesejahteraan untuk pulaupulau di wilayah

perbatasan. Selanjutnya disebutkan bahwa pengamanan kedaulatan dan negara kedepan

meliputi peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah.

Pengembangan kawasan perbatasan dengan menggabungkan kedua pendekatan

tersebut sebagai unit yang saling mengisi. Unit kabupaten/kota perbatasan di arahkan pada

aspek pengembangan ekonomi yang mencakup wilayah yang lebih luas dan borderless

dengan orientasi sebagai pusat pertumbuhan wilayah sekitarnya dan di fokuskan di 26

Page 2: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional). Sementara unit kecamatan perbatasan di

arahkan pada penguatan sabuk pertahanan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat yang

didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar serta pemberdayaan

masyarakat yang difokuskan pada kecamatan perbatasan di 38 kabupaten/kota prioritas.

Pulau Sebatik berada pada 03o15’00” LU dan 155o33’00” LS dan 4o09’24.9” LU,

117o47’45.1”BT. Luas wilayah pulau ini sekitar 24,6 ribu Ha, berbatasan langsung dengan

negara Malaysia Timur (Tawau, Sabah) dan terletak di ujung utara Pulau Kalimantan.

Pulau ini terbagi dua, yaitu di wilayah utara seluas sekitar 187,2 Km2, milik Malaysia,

sedang wilayah bagian selatan seluas 246 Km2 adalah milik Indonesia. Sebagian besar

pemasaran produk pertanian (seperti ikan, sawit, coklat, pisang) yang dilakukan

masyarakat adalah ke negara tetangga yaitu Malaysia. Sehingga secara ekonomi

masyarakat di kawasan ini sangat bergantung kepada Malaysia khususnya ke Tawau.

Sebaliknya sebagian kebutuhan sehari-hari masyarakat Sebatik dibeli dari Tawau,

Malaysia.

Hasil penelitian Puslitbang Usaha Kesejahteraan Sosial (Puslitbang UKS, 2005)

menyebutkan bahwa berbagai permasalahan sosial yang dihadapi Kabupaten Nunukan

sebagai daerah yang berbatasan dengan Malaysia, antara lain: masih terisolirnya sejumlah

masyarakat yang tinggal di pedalaman dan perbatasan, sehingga sulit atau jauh dari

sentuhan program pembangunan; masih terdapatnya pulau-pulau kecil di wilayah

Kabupaten Nunukan yang belum dimanfaatkan atau belum punya nama; dan masih

rendahnya taraf hidup masyarakat terutama bila dibandingkan dengan taraf kehidupan

warga Malaysia di perbatasan. Perbedaan kebudayaan pada masing-masing komuniti akan

mempengaruhi cara pandangnya terhadap sesuatu. Perbedaan tindakan dan tingkah laku

dalam menanggapi obyek yang sama dapat menimbulkan suatu masalah antara satu

komuniti dengan komuniti lainnya, dan ini merupakan suatu dampak dari adanya masalah

sosial yang terwujud sebagai tindakan kebudayaan. Oleh karena itu, secara umum

kesejahteraan sosial dari masing-masing komuniti akan berbeda, begitu juga dengan

pendefinisian terhadap kesejahteraan dan masalah sosial. Menurut konsep sosial budaya,

masalah sosial hanya dapat diidentifikasi menurut cara pandang komuniti, yakni

bagaimana komuniti tersebut memberikan makna pada gejala yang ada sebagai masalah

sosial atau tidak. Dengan demikian, masalah sosial pada masyarakat tertentu belum tentu

dianggap sebagai masalah sosial oleh masyarakat yang lainnya (Rudito, 2003).

Page 3: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

B. METODE

Mengawali hasil penelitian dari Abdul Rahim dan Muszafarshah (2010) yang

mengkaji tentang permasalahan perbatasan antara Thailand dan Malaysia dengan fokus

kepada perbatasan Sadao-Bukit Kayu Hitam. Selain itu peneliti lain juga melakukan kajian

tentang masalah perbatasan antara Thailand-Malaysia, aktivitas ekonomi di wilayah

perbatasan di Indonesia dan Malaysia yang diteliti oleh Husnaidi (2006) Dendy (2009),

Nurul, Lau dan Shazali (2004), Robert (2004), Kasim dan Mori (2008), Ramli dan Ahmad

(2007), Yekti (t.t). Thirunaukarasu, Evelyn dan Sivachandralingam (2013), Abd Hair

Awang et al. (2013), Noor Rahmah (2012), Endi dan Ratnawati (2012), Saru (2012), Ramli

Dollah dan Ahmad (2007), CB Herman (2007) dan Abdul Rahim et al. (2013).

Dalam penelitian tersebut lebih banyak mengkaji pada aspek potensi pembangunan

di kawasan perbatasan berdampingan dengan negara tetangga untuk meningkatkan

pertubuhan ekonomi wilayah masing-masing yang masih rendah, terutamanya di kawasan

perbatasan yang mana objekt keamanan dan pertahanan di kawasan perbatasan lebih

dikedepankan daripada pembangunan.

Dasar dari penulisan artikel ini lebih bersifat deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta dalam

rangka pembahasan masalah dalam tulisan ini adalah menggunakan penelitian kepustakaan

(library research) yang berupa buku-buku, literature, kamus, artikel-artikel dalam majalah,

jurnal ilmiah, bulletin dan juga dokumentasi atas pengelolaan kawasan perbatasan yang

didapat dari akses internet. Untuk teknik analisis data digunakan teknik analisis data

kualitatif yaitu sebuah analisa yang menggambarkan sebuah persoalan berdasarkan fakta-

fakta yang ada. Untuk kemudian di susun ke dalam satuan-satuan kategori dan langkah

terakhir adalah menafsirkan atau memberikan makna terhadap data-data yang peneliti

sedang teliti. Dalam artikel ini penulis berusaha menggambarkan “Pengembangan Pusat

Perdagangan di Wilayah Perbatasan Negara di Pulau Sebatik Provinsi Kalimantan Utara”

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kawasan perbatasan merupakan suatu manifestasi bagi kedaulatan wilayah sebuah

negara. Penanganan masalah perbatasan selama ini memang belum dapat diatasi secara

optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antara

berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertical. dan lebih memprihatinkan

lagi keadaan masyarakat sekitar daerah perbatasan negara, seperti lepas dari perhatian.

Page 4: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

Sebagai contoh adalah wilayah perbatasan di Indonesia tepatnya di provinsi Kalimantan

Utara Kabupaten Nunukan khususnya di Pulau Sebatik yang pembangunan sosial-ekonomi

belum memadai jika di bandingkan dengan pembangunan di wilayah perbatasan negara

tetangga Malaysia tepatnya yang berbatasan langsung dengan wilayah Sebatik yaitu

Tawau.

1. Gambaran Pulau Sebatik

Pulau Sebatik merupakan salah satu pulau di Provinsi Kalimantan Utara yang

letaknya paling utara. Pulau ini terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian selatan

merupakan wilayah Negara Republik Indonesia dan bagian utara merupakan wilayah

Negara Malaysia Timur (Sabah). Pulau Sebatik yang sejak tahun 2006 dimekarkan

menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Sebatik dan Kecamatan Sebatik Barat, secara

administratif adalah bagian dari wilayah Kabupaten Nunukan, beribukota Nunukan

yang berada di Pulau Nunukan. Selat Sebatik yang memisahkan Pulau Nunukan dan

Pulau Sebatik lebarnya kurang lebih 3 sampai 4 kilometer.

Sebatik Indonesia pada mulanya terdiri dari dua buah desa induk, yaitu Desa

Setabu dan Desa Sungai Pancang. Perkembangan wilayah Desa Sungai Pancang relatif

lebih maju dibandingkan Desa Setabu. Hal ini karena Sungai Pancang mempunyai

akses yang lebih mudah dengan negara tetangga (Malaysia). Sementara itu, Desa

Setabu yang letaknya di bagian barat menghadap Pulau Nunukan dan Daratan

Kalimantan, memiliki infrastruktur transportasi ke Nunukan atau daratan Kalimantan

relatif yang kurang memadai. Oleh karena itu, dari segi kemajuan wilayah Desa

Setabu menjadi lebih lambat.

Kecamatan Sebatik Barat yang berpusat di Desa Setabu terdiri dari empat desa,

yakni Desa Setabu, Desa Binalawan, Desa Liang Bunyu, dan Desa Aji Kuning

(letaknya berbatasan dengan Malaysia Timur). Desa Aji Kuning ini berbatasan dengan

Desa Sungai Pancang (Sebatik Timur), dan karena itu desa ini merupakan desa di

wilayah Sebatik Barat yang termasuk paling maju. Kecamatan Sebatik Timur yang

semula merupakan induk Desa Sungai Pancang terdiri dari empat desa, yakni Desa

Tanjung Karang, Sungai Pancang, Sungai Nyamuk, dan Desa Tanjung Aru.

Kecamatan Sebatik memiliki kegiatan ekonomi masyarakat yang lebih

berkembang dan dinamis dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten

Nunukan. Setelah Kecamatan Nunukan yang berada di Pulau Nunukan sebagai pusat

pemerintahan Kabupaten Nunukan, Kecamatan Sebatik tumbuh menjadi pusat

Page 5: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

pertumbuhan ekonomi berikutnya di kabupaten ini. Lembaga-lembaga keuangan untuk

memfasilitasi dinamika ekonomi warga Sebatik pun bermunculan dengan hadirnya 2

(dua) bank pemerintah yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Negara Indonesia serta

Kantor Pegadaian. Selain itu, Kecamatan Sebatik sudah dilengkapi dengan 3(tiga) unit

hotel kelas melati, 2(dua) unit penginapan, 1(satu) unit mini market, 20 unit restoran,

15 unit warung/kedai makan, 130 unit toko/kelontong (Bappeda Kabupaten Nunukan,

2010: 85), dan 1(unit) stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). (Robert Siburian,

2012)

2. Permasalahan daerah perbatasan di Pulau Sebatik

Permasalahan yang dihadapi oleh Propinsi Kalimantan Utara khususnya daerah

di wilayah perbatasan di Pulau Sebatik adalah masalah Ketertinggalan, Masalah

Keterbatasan Infrastruktur, Masalah Pontensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial.

(Sutaat, 2006). selain itu permasalahan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat yang

berdampak pada tingginya tingkat kesenjangan wilayah dibandingkan dengan kawasan

perbatasan Negara Tetangga, terbatasnya sarana dan prasarana dasar, transportasi dan

telekomunikasi yang berdampak pada rendahnya tingkat aksesibilitas serta

keterisolasian dari wilayah sekitarnya, globalisasi ekonomi dan sistem perdagangan

bebas menyebabkan produk-produk lokal kurang mampu bersaing dengan produk-

produk wilayah lainnya., derajat kesehatan, pendidikan dan keterampilan penduduk

umumnya masih rendah, pemekaran wilayah belum diikuti dengan dukungan sarana

dan prasarana serta aparatnya, rawan terhadap disintegrasi bangsa dan pencurian

sumberdaya alam yang berdampak pada kerusakan ekosistem alam dan hilangnya

keanekaragaman hayati, terancam akan berkurangnya luas wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. (M. Tarno Seman dan Sumanto, 2005).

Banyak faktor yang membuat pembangunan sosial-ekonomi di wilayah

perbatasan Indonesia di Sebatik tidak berkembang pesat seperti pembangunan di

wilayah perbatasan negara tetangga Malaysia di negara bagian Tawau. Faktor seperti

sumber daya manusia, letak geografis serta kebijakan yang di ambil oleh pemerintah

yang kemudian hanya menjadi sebuah implementasi tanpa sebuah praktek yang nyata

adalah hal-hal yang memang membuat pembangunan sosial-ekonomi di wilayah

perbatasan negara Indonesia semakin tertinggal dengan negara tetangganya ini. Dari

faktor sumber daya manusianya, dapat dilihat bahwa masyarakat yang ada di wilayah

perbatasan masih kurang akan rasa nasionalisme yang mereka miliki serta pendidikan

Page 6: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

yang kurang sehingga dapat dengan mudah mendapat pengaruh-pengaruh dari luar.

Hal ini dapat dilihat dari apa yang mereka lakukan sehari-hari seperti, meraka lebih

suka jika harus berbelanja kebutuhan pokok atau melakukan sebagian kegiatan mereka

seperti bersekolah, berdagang serta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di

wilayah negara tetangga daripada harus melakukannya di wilayah negara sendiri. (Ary

Setiawan, 2013).

3. Aspek strategis

Mengingat Malaysia juga mulai berkonsentrasi di daerah perbatasan dengan kita

Pulau Sebatik (Malaysia) yang berdekatan dengan Tawau yang direncanakan dijadikan

Pusat Perdagangan Sempadan. Ia adalah sebagai salah satu strategi untuk

membangunk ekonomi sempadan Tawau-Nunukan melanjutkan banjir produk dan

rantai aktivitas ekonomi. Pusat Perdagangan Sempadan termasuk CIQ itu akan

dibangun di Tanjung Arang, Pulau Sebatik (Malaysia) dengan keluasan 100 hektar. Di

Pulau Sebatik (Indonesia), Pusat Perdagangan Sempadan sedang dibangun di

Lamijung. Tanjung Arang-Lamijung adalah pekan yang aktif dengan perdagangan

sempadan kerana Nunukan mempunyai pangsa pasar dengan jumlah penduduk

penduduk sekitar 150.000 orang dan merupakan get laluan kepada Tarakan, Celebes

dan Java (Muammar, 2006)

Pada bulan Maret 2007, Kerajaan Kerajaan Malaysia merencakan Tawau

dijadikan sebagai zon perdagangan bebas kerana kedudukan strategiknya dalam

perdagangan antarabangsa dan berdekatan dengan Kalimantan Timur dan Filipina

Selatan (Tawau To Be Made, 2007). Sehubungan itu, Tawau berpotensi untuk

dibangunkan sebagai hab perdagangan sempadan antarabangsa Malaysia-Indonesia

berikutan cadangan penubuhan zon perdagangan bebas (Tawau Berpotensi Jadi,

2012).

4. Pengembangan Pusat Perdagangan di Pulau Sebatik

BAPPENAS menawarkan 5 model pengembangan wilayah perbatasan yang

dapat menjadi rujukan (Bappenas. 2003), yaitu : Pertama, Model Pusat Pertumbuhan;

Penerapan model ini mengharuskan ditetapkannya terlebih dahulu suatu lokasi

strategis sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, sehingga berimplikasi terhadap

pengembangan beberapa kawasan khusus, dengan pelbagai insentif sarana/prasarana

penunjang, pembiayaan, kelembagaan dan SDM. Beberapa kawasan khusus yang

Page 7: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

dibutuhkan adalah pos pemeriksaan lintas batas (PPLB), kawasan berikat, kawasan

industri, welcome plaza dan kawasan pemukiman. Penyediaan beberapa fasilitas

kawasan khusus tadi berdasarkan teori gravitasi yang dikembangkan oleh Carey dan

Ravenstein (Robinson Tarigan, 2009); dapat diprediksi besarnya daya tarik suatu

potensi kawasan, sehingga mampu menarik sektor/ kegiatan lainnya untuk masuk ke

wilayah tersebut. Daya tarik potensi dapat terjadi karena faktor alami (given) maupun

faktor buatan, sehingga dilihat dari aspek perencanaan wilayah dalam kaitannya

dengan penerapan model pusat pertumbuhan, maka penetapan  wilayah pertumbuhan

sudah  memperhitungkan  ketersediaan potensi ekonomi dan eksistensi fasilitas yang

ada saat ini, untuk pengembangan lebih lanjut penyediaan fasilitas  kawasan  khusus. 

Kedua, Model Transito; penerapan model ini tidak membutuhkan penyediaan

fasilitas  kawasan  khusus  yang cukup  kompleks  sebagaimana  halnya

model pusat pertumbuhan, kecuali fasilitas PPLB. Ini mengingat bahwa  wilayah

bersangkutan hanya sebagai transit pergerakan orang lintas antar Negara. Intensitas

pergerakan orang lintas antar negara yang cukup tinggi berpeluang untuk

disediakannya fasilitas welcome plaza.

Ketiga, Model Station Riset dan Wisata Lingkungan; Apabila suatu wilayah

memiliki potensi sumber daya alam berupa keindahan alamiah flora yang eksotik,

keindahan lingkungan yang menantang jiwa petualangan (ovunturir), fauna endimik

local dan budaya khas etnik setempat, maka berpeluang besar untuk menerapkan

model ini. Konsekwensinya adalah keharusan untuk melengkapi fasilitas riset biologi

(station research), terutama bersifat outdoor serta menyatu dengan pemukiman dan

budaya penduduk setempat. Fasilitas lainnya adalah kawasan wisata lingkungan,

dengan penetapan obyek wisata yang dapat dijangkau; menggunakan rute-rute

perjalanan yang menjamin keselamatan wisatawan, disamping ketersediaan fasilitas

penginapan bagi para wisatawan. Terakhir, berupa fasilitas PPLB. Penerapan model

ini lebih efektif, apabila ada sarana/prasarana transportasi yang terkoneksi antar

Negara.

Keempat, Model Kawasan Agropolitan; Diterapkannya model ini diawali oleh

adanya kesepakatan antar Negara untuk memanfaatkan lahan pertanian lintas Negara.

Agropolitan menerapkan sistem manajemen dalam suatu wilayah  yang telah

ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sektor pertanian

(agrobisnis/agroindustri). Sesuai dengan teori gravitasi, maka  perkembangan pusat

Page 8: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

pertumbuhan (agropolitan)  akan mendorong tumbuhnya kegiatan pertanian di

wilayah sekitarnya (hinterland), baik berupa; (a) Sub sektor agrobisnis hulu; berupa

penyediaan pembibitan, mesin dan peralatan pertanian serta pupuk, pestisida, dan

obat/vaksin ternak; (b) Sub sektor agrobisnis hilir; berupa industri pengolahan

pertanian dan usaha perdagangannya; dan (c) Sub sektor usaha tani, mencakup

tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

Demikian pula sektor lainnya yang terkait (off farm agrobisnis) dalam wilayah

tersebut akan ikut mengalami perkembangan, seperti perkreditan dan usaha angkutan.

Ketersediaan fasilitas utama berupa infrastruktur transportasi sangat diperlukan, untuk

menciptakan  koneksitas antara wilayah agropolitan dengan wilayah hinterland.

Kelima, Kawasan Perbatasan Laut; Model ini terbentuk dari cluster kegiatan

ekonomi yang memanfaatkan ketersediaan potensi sumber daya laut dan pesisir di

sekitarnya sebagai keunggulan wilayah, sehingga fasilitas yang dibutuhkan

berorientasi pada pemenuhan fasilitas pengawetan dan pengolahan hasil budidaya

laut/pesisir (aquaculture) bernilai ekonomis. Fasilitas yang selayaknya disediakan

adalah kawasan berikat, kawasan industri, kawasan aquakultur dan kawasan wisata

pantai, termasuk fasilitas PPLB.

Pertanyaannya; dari kelima model pengembangan diatas, model mana yang

relevan untuk diterapkan di wilayah (Kecamatan) perbatasan Kabupaten Nunukan,

khususnya di Pulau Sebatik; sejalan dengan rencana BNPP yang menetapkan Sebatik

sebagai wilayah pengembangan agroindustri dan jasa maritim.

Sebatik yang semula hanya terdiri 2 wilayah administrasi Kecamatan, yaitu

Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat; Saat ini, berdasarkan hasil pemekaran, sudah

menjadi 5 Kecamatan, yaitu Sebatik, Sebatik Tengah, Sebatik Barat, Sebatik Timur

dan Sebatik Utara. Dari aspek pemerintahan, khususnya jumlah Kecamatan yang ada,

maka peluang untuk ditingkatkan statusnya Sebatik menjadi "Kota" dimungkinkan,

dengan harapan kedepan bahwa kelengkapan infrastruktur perkotaan yang harus

disediakan, dapat mengimbangi pembangunan Kota Tawao (Sabah). Sejalan dengan

rencana menjadikan Sebatik sebagai wilayah pengembangan agrobisnis dan jasa

maritim. Konsekwensinya, Pemerintah Kabupaten Nunukan perlu untuk membenahi

kekurangan infrastruktur ekonomi, sosial, pemerintahan dan fisik yang ada.

Diperlukan pembiayaan relatif besar, sejalan dengan dinamika perkembangan

penduduk Sebatik.

Page 9: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

Pendekatan pengembangan pusat perdagangan bisa dilakukan dengan tiga aspek,

yaitu : (CB Herman Edyanto, 2007)

Pendekatan Kesejahteraan; dimana pendekatan yang dilakukan berdasarkan

pengembangan kegiatan ekonomi untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat di

wilayah perbatasan.

Pendekatan Lingkungan; yaitu pendekatan yang mempertimbangkan keberlanjutan

lingkungan dan meminimasi dampak yang akan ditimbulkann oleh kegiatan

pembangunan.

Pendekatan Keamanan, yaitu pendekatan yang memandang perbatasan sebagai

kawasan yang bersebelahan langsung dengan negara lain sehingga perlu

pengawasan terhadap keamanan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia

Di Sebatik, area cakupannya adalah Sei Pancang dan sekitarnya. Pemahaman

"dan sekitarnya" ini dapat diterjemahkan termasuk 4 Kecamatan lainnya, mengingat

saat ini di Sebatik ada 5 kecamatan, dimana Sei Pancang merupakan ibukota

Kecamatan Sebatik Utara. Pos Lintas Batas di Nunukan-Tawao yang saat ini cukup

intens pemanfaatannya oleh penduduk terutama para TKI yang akan menuju wilayah

Malaysia lainnya melalui Tawao, perlu untuk dikaji keberadaan area cakupan-nya

(area of acces), karena dikaitkan dengan ketentuan BTA Tahun 1970 maka area

dimaksud dapat diberlakukan ketentuan perdagangan lintas batas, dimana dengan

jumlah penduduk ± 65.881 jiwa (sensus 2010) akan berdampak besar terhadap

akumulatif nilai perdagangan lintas batas. Sementara pasokan produksi barang olahan

dalam negeri (nasional), khususnya bahan kebutuhan pokok ke Nunukan relatif lancar,

sehingga pemanfaatan perdagangan lintas batas ini lebih menonjol unsur

komersialnya, dibandinghkan dengan hakekat sebenarnya diberlakukan ketentuan

BTA, yaitu membantu penduduk setempat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

Peningkatan nilai perdagangan lintas batas melalui PLB Nunukan-Tawao, sejalan

dengan perkembangan penduduk di Nunukan dan wilayah sekitarnya merupakan suatu

keniscayaan; Bahkan, tidak menutup kemungkinan nilai perdagangan tersebut sudah

seharusnya dikategorikan sebagai impor, sehingga sudah sewajarnya diberlakukan

sebagai perdagangan bebas lintas batas.

D. SIMPULAN

Page 10: Perdagangan Di Wilayah Perbatasan Pulau Sebatik

Pengembangan pusat perdagangan di Pulau Sebatik Provinsi Kalimantan Utara

merupakan jawaban dari permasalahan di wilayah perbatasan khususnya di Pulau Sebatik.

Dengan menjadikan Pulau sebatik sebagai pusat perdagangan, maka kegiatan ekonomi

masyarakat akan meningkat, dan tentu saja memaksa semua pihak terutama Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan untuk melakukan semua yang

diperlukan guna memacu kemajuan kehidupan masyarakat Sebatik, diperlukan upaya

perbaikan dan peningkatan infrastruktur yang ada, terutama sarana pendidikan,

komunikasi, dan transportasi/perhubungan dalam pulau dan antar pulau. Diharapkan

dengan mudahnya akses pendidikan dan transportasi/perhubungan bagi penduduk akan

mempunyai dampak terhadap peningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial

masyarakat.

Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengembangan pusat perdagangan di

Wilayah Perbatasan Negara di Pulau Sebatik Provinsi Kalimantan Utara, agar dalam

pengambilan kebijakan bisa lebih akurat dan komprehensip.