penyelesaian sengketa laut cina selatan menurut …

93
PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SESUAI DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Oleh : PERDANA PUTRA 130200525 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 8 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SESUAI DENGAN PUTUSAN

MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan

memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

PERDANA PUTRA 130200525

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 8

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

i

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

ABSTRAK PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT

HUKUM INTERNASIONAL SESUAI DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL

TAHUN 2016 *Perdana Putra

** Abdul Rahman, S.H., M.H ***Arif, SH, M.Hum

Konflik di Laut Cina Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 ketika Inggris mengklaim Kepulauan Spratly, diikuti oleh China pada awal abad ke-20 dan Perancis sekitar tahun 1930-an. Di saat berkecamuknya Perang Dunia II, Jepang mengusir Perancis dan menggunakan Kepulauan Spratly sebagai basis kapal selam.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini Status wilayah Laut China Selatan menurut United Nation Conference of the Law of the Sea (Unclos).Peran Badan Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan konflik Laut China Selatan.Penyelesaian sengketa Laut China Selatan dalam Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Tahun 2016.

Jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode penelitian hukum normatif atau disebut penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka.

Status wilayah Laut China Selatan menurut United Nation Conference of the Law of the Sea (Unclos), Laut China Selatan sebagai laut setengah tertutup inilah yang sering menimbulkan sengketa atau konflik di wilayah Laut China Selatan.Banyaknya negara-negara yang mengililingi Laut China Selatan menyebabkan banyaknya kepentingan-kepentingan di wilayah Laut China Selatan. Kepentingan-kepentingan ini biasanya bertentangan antara satu negara dengan negara lain sehingga menimbulkan sengketa atau konflik. Peran yang dimainkan Mahkamah internasional dalam penyelesaian sengketa internasional adalah dengan memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional. Dalam perkembangan awalnya, hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian yaitu cara penyelesaian secara damai dan perang. Adapun yang dimaksud dari sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.Penyelesaian sengketa Laut China Selatan dalam Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Tahun 2016, Mahkamah Arbitrase PBB menyatakan China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di LCS, namun pemerintah China tidak tidak menerima putusan tersebut.

Kata Kunci :Penyelesaian Sengketa LCS, China, Hukum Internasional *Perdana Putra, Mahasiswa, FH Universitas Sumatera Utara ** Abdul Rahman, S.H., M.H, Dosen Pembimbing II ***Arif, SH, M.Hum, Dosen Pembimbing II

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

pada waktunya.Adapun penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi

persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diangkat oleh penulis adalah “

PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT

HUKUM INTERNASIONAL SESUAI DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH

ARBITRASE INTERNASIONAL TAHUN 2016”.

Dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak

menerima bimbingan dari berbagai pihak,maka dalam kesempatan ini penulis

dengan hormat mengucapkan terimakasih sebesar besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr.OK Saidin SH. M.Hum, Selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan SH.M,Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Abdul Rahman, SH, MH selaku Ketua Departemen Hukum

Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen

Pembimbing I penulis yang telah meluangkan waktu serta telah banyak

memberikan perhatian saran serta bimbingan dalam mengerjakan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

6. Bapak Arif SH.MH selaku dosen pembimbing skripsi II yang selalu

memberikan masukan dan saran terhadap penyelesaian judul skripsi ini.

7. Bapak Sunarto Ady Wibowo SH.Mhum selaku dosen pembimbing akademik

penulis.

8. Kedua orang tua penulis Ayahanda Daud Ketaren dan Ibunda Elvianaria S.Pd

selalu memberikan kasih sayang dan motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman penulis semasa kuliah Nain Chrisos Manalu SH, Suri Pratama

Bagariang, Arvin Brian SH, Budyanto SH, Bima Armando, Ary Ranjesta

Tarigan, Kadzimi Sembiring, Eldy Rizky Harahap SH, Bintara Ernando

Siahaan SH, Agung Sirait SH, Rahmad Karya SH, Kelvin SH, Andro Hartanto

SH, Basrief SH, yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10. Adik tersayang Refri Alessandro Ketaren dan Bik Uda Sri Rahayu Bangun.

11. Pacar yang selalu membantu mengerjakan skripsi ini Nurbaiti S,Pd

12. Teman teman ILSA yang penulis sayangi, terimakasih atas kegiatan yang

selama ini kita telah lakukan bersama.

13. Bapak dan Ibu staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

14. Kepada bg Dedi selaku sekretaris di Departemen Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

15. Kepada teman teman yang penulis belum sempat penulis sebutkan satu persatu

yang turut membantu dalam mengerjakan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat

jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan

saran yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi dikesempatan yang akan

dating dan penulis berharap semoga skripsi ini yang sangat sederhana ini

bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak lain yang memerlukannya.

Medan, Juli 2018 Penulis

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................ 8

D. Keaslian Penulisan ................................................................. 9

E. Tinjauan Pustaka .................................................................... 12

F. Metode Penelitian .................................................................. 16

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 18

BAB II STATUS WILAYAH LAUT CHINA SELATAN MENURUT UNITED NATION CONFERENCE OF THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) ............................................ 21

A. Sejarah konflik Laut China Selatan. ....................................... 21

B. Status Kepemilikan Wilayah Laut China Selatan ..................... 32

C. Peraturan tentang Batas Wilayah Laut menurut Konvensi Unclos 1982 .......................................................................... 35

D. Konflik dan Sengketa yang terjadi di Wilayah Laut China Selatan. ................................................................ 39

BAB III MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN ......... 48

A. Latar belakang timbulnya di Laut China Selatan ....................... 48

B. Klaim sepihak oleh China dalam Menetapkan Wilayah Batas Laut China Selatan ........................................................ 51

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

C. Inrtervensi Amerika Serikat dalam Wilayah Laut China Selatan. ................................................................. 54

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CHINA SELATAN DALAM PUTUSAN MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL TAHUN 2016 ............................................... 59

A. Penyelesaian Sengketa Filipina terhadap China Mengenai Laut Cina Selatan Melalui Mahkamah Arbitrase internasional . 59

B. Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional terhadap Sengketa Laut China Selatan ................................................................. 71

BAB V PENUTUP .................................................................................. 82

A. Kesimpulan............................................................................ 82

B. Saran .................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Konflik antar negara dapat terjadi antara lain, disebabkan masalah perbatasan,

sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain sebagianya.1 Konflik

Laut Cina Selatan merupakan salah satu konflik di kawasan Asia Timur yang timbul

karena adanya kepentingan negara akan sumber daya alam yang melimpah dikawasan

tersebut. Selama berabad-abad sejumlah negara memperebutkan wilayah ini dan

berakibat pada perselisihan yang tak kunjung selesai.Sampai saat ini, belum ada titik

temu dari negara-negara yang terlibat untuk menyelesaikan konflik.2

Konflik di Laut Cina Selatan bukanlah isu yang baru.Isu ini telah berulang kali

terjadi.Sengketa teritorial di Laut China Selatan ini diawali oleh klaim Republik Rakyat

China atas Kepulauan Spartly dan Paracel pada tahun 1974 dan 1992.Hal ini dipicu oleh

Republik Rakyat China pertama kali mengeluarkan peta yang memasukkan Kepulauan

Spartly, Paracels dan Pratas. Pada tahun yang sama Republik Rakyat China

mempertahankan keberadaan militer di kepulauan tersebut.

3

Sengketa teritorial di Laut Cina Selatan, ini diawali oleh klaim Republik Rakyat

China atas Kepulauan Spartly dan Paracel pada tahun 1974 dan 1992,

4

1 Huala Adolf. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional.Jakarta, Sinar Grafika, 2004,

hlm. 1

2Ibid 3 Evelyn Goh, Meeting the China Chlmlenge: The U.S. in Southeast Asian Regional

Security Strategies, East-West Center Washington, 2005, hlm. 31

4Ibid., hlm31.

hal ini dipicu oleh

Republik Rakyat China pertama kali mengeluarkan peta yang memasukkan kepulauan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Spartly, Paracels dan Pratas. Pada tahun yang sama Republik Rakyat China

mempertahankan keberadaan militer di kepulauan tersebut.5

Kawasan Laut Cina Selatan sepanjang dekade 90-an menjadi primadona isu

keamanan dalam hubungan internasional di pasca perang dingin. Kawasan ini merupakan

wilayah cekungan laut yang dibatasi oleh negara-negara besar dan kecil seperti China,

Vietnam, Philipina, Malaysia, Myanmar, dan Taiwan.Dalam cekungan laut ini terdapat

Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel. Pada berbagai kajian tentang konflik di Laut

Cina Selatan, Kepulauan Spratly lebih mengemuka, karena melibatkan beberapa negara

ASEAN sekaligus, sementara Kepulauan Paracel hanya melibatkan Vietnam dan China.

Tentu saja klaim tersebut

segera mendapat respon negara-negara yang perbatasannya bersinggungan di Laut Cina

Selatan, utamanya negara-negara anggota Association of South East Asia Nations

(ASEAN).Adapun negara-negara tersebut antara lain Vietnam, Brunei Darussalam,

Filipina, dan Malaysia.

6

Konflik di Laut Cina Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 ketika Inggris

mengklaim Kepulauan Spratly, diikuti oleh Republik Rakyat China pada awal abad ke-20

dan Perancis sekitar tahun 1930-an. Di saat berkecamuknya Perang Dunia II, Jepang

mengusir Perancis dan menggunakan Kepulauan Spratly sebagai basis kapal selam.

Dengan berakhirnya Perang Dunia II China dan Perancis kembali mengklaim kawasan

tersebut dan diikuti oleh Filipina yang membutuhkan sebagian kawasan tersebut sebagai

bagian dari kepentingan keamanan nasionalnya.

7

5Ibid 6 Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong terhadap

Dinamika, Realitas, dan Masa Depan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 203-204.

7Bambang Cipto .Op.Cit., hlm. 205-206.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Kawasan Laut Cina Selatan merupakan jalur strategis pelayaran yang padat dan

sibuk, Posisinya sangat signifikan dalam hal pelayaran internasional. Lebih dari 40.000

ribu kapal melewati jalur Laut Cina Selatan setiap tahunnya, setelah melewati jalur Selat

Malaka banyak kapal perniagaan yang melewati jalur di sepanjang Laut Cina Selatan juga

dikenal sebagai jalur pelayaran penting.8Jalur pelayaran ini seringkali disebut maritime

superhighway, karena merupakan salah satu jalur pelayaran internasional paling sibuk di

dunia.Lebih dari setengah lalu lintas supertanker dunia berlayar melalui jalur ini, lewat

Selat Malaka, Sunda dan Lombok. Jumlah supertanker yang berlayar melewati Selat

Malaka dan bagian barat daya Laut Cina Selatan bahkan lebih dari tiga kali yang

melewati Terusan Suez dan lebih dari lima kali lipatnya Terusan Panama.9

Konflik di Laut Cina Selatan dewasa ini terus mengalami eskalasi sehingga

menimbulkan ancaman yang laten maupun prominen terhadap negara-negara yang berada

di sekitar perairan tersebut. Penyebab utama munculnya ketegangan di Laut Cina Selatan

merupakan klaim teritori dari beberapa negara. Misalnya, Kepulauan Paracel yang terdiri

atas 115 pulau kecil diklaim oleh Cina, Taiwan, dan Vietnam, serta Kepulauan Spratly

yang diklaim oleh enam negara, yaitu Cina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan

Brunei Darussalaam.

10

Konflik inipun tidak hanya melibatkan negara anggota ASEAN, tetapi juga

negara yang memiliki pengaruh kuat dalam politik internasional, yaitu Cina dan Amerika

Serikat. Lokasi Laut Cina Selatan yang strategis sebagai jalur perdagangan antara

Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, jalur yang paling sibuk dari Asia Tenggara

8Ibid., hlm 205 9Ibid

10 J.M. Douglas dan M.J. Valencia, Pacific Ocean Boundary Problems: Status andSolutions, Martinus Nijhoff Publishers, Dordrecht, 1991, hlm 123.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

menuju Asia Timur dan sebaliknya, serta potensi minyak dan gas yang dimiliki oleh

perairan ini Laut Cina Selatan bahkan dijuluki sebagai “Teluk Persia”11

kepulauan yang mereka klaim.

di kawasan)

membuat keenam negara saling mengklaim teritori di Laut Cina Selatan dan membuat

pihak lain berperan dalam konflik ini.

Terbukanya peluang untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi kawasan Laut

Cina Selatan dengan sendirinya mendorong negara-negara yang pantainya berbatasan

langsung dengan kawasan tersebut segera melakukan klaim terhadap sebagian pulau,

kepulauan, atau karang yang masuk dalam kawasan negaranya sebagaimana ditentukan

oleh hu kum laut Internasional. Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia berlomba-lomba

mengklaim, mengirim pasukan untuk mengamankan

12

Penentuan lebar laut territorial setiap negara telah ditentukan dalam Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) tentang Hukum Laut atau

UNCLOS yaitu dalam Bab II dari mulai Pasal 2 sampai dengan pasal 32.Bab II Konvensi

Hukum Laut 1982 berjudul“Teritorial Sea and Contigous Zone”.Bahwa setiap negara

berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga batas yang tidak melebihi 12 mil laut,

didalam pengukurannya diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan

konvensi ini.

13

Meskipun UNCLOS 1982 telah memberikan pengaturan selengkap mungkin

mengenai perbatasan wilayah laut dan pembagian zona maritim, potensi konflik antar

11 South China Sea: China-Philippine deadlock in Huangyan Island area lasts,’ Global

Times (daring), http://www.globaltimes.cn/SPECIALCOVERAGE/SouthChinaSeaConflict.aspx>, diakses pada 1 Mei 2018

12Bambang Cipto, Op.Cit, .hlm. 206-207 13 Subagyo Joko, Hukum Laut Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2005, hlm. 33

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

negara mengenai hal ini tetap tidak bisa dihindarkan.Dalam kawasan tertentu secara

geografis dua negara atau lebih yang wilayahnya berdekatan pun memiliki wilayah laut

yang saling berdekatan atau saling tumpang tindih, sehingga antar negara memiliki

penafsiran dan klaim yang berbeda atas wilayah tersebut.Dalam perkembangan hukum

laut internasional modern, meskipun penyelesaian masalah sengketa perbatasan laut

tersebut diserahkan kembali kepada kesepakatan antara negara yang bersengketa namun

tetap harus sesuai dengan ketentuan dalam UNCLOS 1982, meskipun demikian, mungkin

terjadi tidak ditemukan kesepakatan antar negara yang akhirnya dapat menimbulkan

konflik yang lebih kompleks dan berlarut-larut, seperti yang terjadi di Laut China

Selatan.14

Sengketa kepemilikan atau kedaulatan teritorial di Laut Cina Selatan

sesungguhnya merujuk pada kawasan laut dan daratan di dua gugusan Kepulauan Paracel

dan Spratly.Dalam kedua gugusan kepulauan tersebut terdapat pulau yang tidak

berpenghuni, atol, atau karang.Wilayah yang menjadi ajang perebutan klaim kedaulatan

wilayah ini terbentang ratusan mil dari Selatan hingga Timur di Provinsi Hainan.Republik

Rakyat China menyatakan klaim mereka berasal dari 2000 tahun lalu, saat kawasan

Paracel dan Spratly telah menjadi bagian dari bangsa China.Menurut Pemerintah

Republik Rakyat China, pada tahun 1947, Pemerintah Republik Rakyat China

mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan Republik Rakyat China atas wilayah

Laut Cina Selatan.Keterangan Pemerintah Republik Rakyat China itu dibantah

Pemerintah Vietnam, yang juga mengklaim kedaulatan atas wilayah tersebut, dengan

mengatakan bahwa Pemerintah Republik Rakyat China tidak pernah mengklaim

kedaulatan atas Kepulauan Paracel dan Spratly sampai dasawarsa 1940.Pemerintah

14Mifta Hanifah, Penyelesaian Sengketa Gugatan Filipina Terhadap China Mengenai

Laut China Selatan Melalui Permanent Court Of Arbitration, Diponegoro Law Journal. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, hlm 3

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Vietnam kemudian menyatakan bahwa dua kepulauan itu masuk wilayah mereka, bukan

wilayah Republik Rakyat China, sejak abad ke-17, dan mereka memiliki dokumen

sebagai bukti.15

Klaim kepemilikan terhadap Laut Cina Selatan yang dilakukan oleh Vietnam,

Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam dan China telah menimbulkan sengketa

hukum internasional. Negara-negara yang terlibat dalam sengketa tersebut memiliki

persepsi masing-masing mengenai legalitas kepemilikan wilayah atas laut tersebut.Situasi

ini amat berdampak kepada stabilitas politik dan keamanan negara-negara yang berada di

sekitarnya, khususnya di wilayah Asia Tenggara.

16

Menurut UNCLOS III Laut Cina Selatan termasuk kedalam tipe laut setengah

tertutup (semi-enclosed sea)

17 dalam ketentuan Konvensi dijelaskan bahwa laut tertutup

atau laut setengah tertutup berarti suatu teluk, lembah laut (basin), atau laut yang

dikelilingi oleh dua atau lebih negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau

Samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri seluruhnya terutama dari laut

teritorial dan zona ekonomi eksklusifnya dua atau lebih negara pantai18

15 Sengketa Kepemilikan Laut China Selatan,” BBC online, 21 Juli 2011, diakses pada

tanggal 21 Mei 2018.

16 Keppres Nomor 12 Tahun 2014, tanggal 14 Maret 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967, tertanggal 28 Juni 1967, yang pada pokoknya menggantiistilah Tjina menjadi Tionghoa/Tiongkok maka digunakan istilah Laut

Tiongkok Selatan

17 Zou Keyuan, 2005, Law of The Sea In East Asia: Issues and Prospect, RoutledgeTaylor and Francis Group, New York, hlm. 43

18Pasal 122, BAB IX United Nations Convention The Law of The Sea 1982, atau dapat diakses di http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf

. Terdapat negara-

negara yang mengelilingi laut china selatan diantaranya China termasuk Taiwan,

Thailand, Filipina, Singapura, Indonesia, Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Brunei

Darussalam, selain itu kawasan ini memiliki pulau-pulau kecil dan gugus karang yaitu,

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

kepulauan Pratas, kepulauan Paracel dan kepulauan Spratly. Kawasan ini menyimpan

potensi konflik yang tinggi dikarenakan negara-negara disekitarnya mengklaim pulau-

pulau tersebut dengan dalihnya sendiri terutama klaim (klaim multilateral) atas kepulauan

Spratly dengan status pulau tidak berpenghuni yang disengketakan oleh beberapa negara

seperti China, Taiwan, dan beberapa negara anggota ASEAN yang terdiri dari Vietnam,

Brunei, Malaysia, dan Filipina serta kepulauan Paracel yang disengketakan oleh China,

Taiwan, dan Vietnam.19

I. Rumusan Masalah

Oleh karena melihat pentingnya Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan yang

akan berdampak pada Indonesia, maka dilakukan penelitian yang mengambil judul

penelitian Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan Menurut Hukum Internasional Sesuai

Dengan Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Tahun 2016.

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka dapat dirumuskan hal yang

menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini, adapun yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini :

1. Bagaimanakah status wilayah Laut China Selatan menurut United Nation Conference

of the Law of the Sea (Unclos)?

2. Bagaimanakah peran Mahkamah Arbitrase Internasional dalam menyelesaikan

konflik Laut China Selatan?

3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa Laut China Selatan dalam Putusan Mahkamah

Arbitrase Internasional Tahun 2016?

J. Tujuan dan Manfaat Penulisan

19Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Adapun hasil penelitian yang diharapkan antara lain ;

1. Untuk mengetahui status wilayah Laut China Selatan menurut United Nation

Conference of the Law of the Sea (Unclos).

2. Untuk mengetahui peran Mahkamah Arbitrase Internasional dalam menyelesaikan

konflik Laut China Selatan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa Laut China Selatan dalam Putusan

Mahkamah Arbitrase Internasional Tahun 2016.

Dalam melakukan penelitian tentu sangat diharapkan dapat memberikan manfaat

baik untuk penulis maupun pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu pengetahuan, khususnya bidang ilmu hukum internasional berkaitan dengan

penyelesaian sengketa laut cina selatan menurut hukum internasional sesuai dengan

putusan mahkamah arbitrase internasional tahun 2016.

2. Manfaat praktis

Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang hukum internasional,

khususnya berkaitan dengan penyelesaian sengketa laut cina selatan menurut hukum

internasional sesuai dengan putusan mahkamah arbitrase internasional tahun 2016.

K. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

Fakultas Hukum yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online tidak ditemukan

judul Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan Antara China Dengan Vietnam,

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Malaysia, Brunei Dan Filipina Menurut Hukum Internasional, namun ada beberapa

penelitian sebelumnya membahas berkaitan Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan,

antara lain :

Mifta Hanifah. Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro (2017), dengan judul

penelitian Penyelesaian Sengketa Gugatan Filipina Terhadap China Mengenai Laut China

Selatan Melalui Permanent Court of Arbitration. Adapun permasalahan dalam penelitian

ini

1. Gugatan Filipina terhadap China yang diajukan pada Mahkamah Arbitrase sesuai

dengan ketentuan UNCLOS 1982

2. Akibat hukum dikeluarkannya putusan Mahkamah Arbitrase atas gugatan Filipina

terhadap penyelesaian sengketa Laut China Selatan.

Muhammad Fathur, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2017),

dengan judul penelitian Peranan Badan Lembaga Permanent Court Of Arbitration Dalam

Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Kedudukan Lembaga Permanent Court of Arbitration dalam penyelesaian sengketa

2. Peranan hukum dalam menyelesaikan sengketa Internasional

3. Peranan lembaga Permanent Court of Arbitration dalam penyelesaian sengketa Laut

Cina Selatan.

Dian Ekawati, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2015),

dengan judul penelitian Resolution of Bangladesh-India Maritime Boundary Dalam

Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan. Adapun permasalahan dalam

penelitian ini adalah :

1. Mekanisme penyelesaian sengketa internasional terhadap konflik wilayah perairan

menurut Hukum Internasional

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

2. Penyelesaian sengketa dalam Resolution of Bangladesh-India Maritime Boundary.

3. Resolution of Bangladesh-India Maritime Boundary dalam model penyelesaian

sengketa terhadap Laut Cina Selatan?

Wahyudi Agung Pamungkas. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan (2016), dengan judul penelitian Tinjauan Hukum Internasional Terhadap

Reklamasi Laut China Selatan Yang Dilakukan oleh Republik Rakyat China. Adapun

permasalahan dalam penelitian ini :

1. Status dan kedudukan Laut China Selatan menurut hukum laut internasional.

2. Tindakan reklamasi Laut China Selatan oleh Republik Rakyat China menurut hukum

laut internasional.

3. Upaya-upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan terkait dengan reklamasi

Laut China Selatan yang dilakukan oleh Republik Rakyat China.

Kartika Eka Pertiwi. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

(2017) dengan judul penelitianAspek Hukum Penolakan Republik Rakyat Cina

Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional Dalam Kasus Laut Cina Selatan.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini

1. Kedudukan hukum putusan arbitrase internasional

2. Kewenangan arbitrase internasional dalam menyelesaikan sengketa wilayah dalam

hukum internasional

3. Aspek hukum penolakan Republik Rakyat China terhadap keputusan arbitrase

internasional dalam kasus Laut Cina Selatan.

Berdasarkan judul dan pembahasan dari penelitian terdahulu terdapat perbedaan

dalam penelitian yang dilakukan penulis yaitu objek penelitian dan permasalahan

penelitian.Penelitian ini didukung dengan penelitian terdahulu dan pendapat-pendapat

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

para ahli serta media elektronik, sehingga dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan

asli dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun akademis.

L. Tinjauan Pustaka

1. Penyelesaian Sengketa Internasional

Sengketa internasional merupakan sengketa yang bukan secara eksklusif

merupakan urusan dalam negeri suatu negara.Sengketa internasional juga tidak hanya

eksklusif menyangkut hubungan antar negara saja mengingat subjek-subjek hukum

internasional saat ini sudah mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak

aktor non negara. Terkait dengan sengketa internasional sangat menarik kiranya apa yang

dikemukakan oleh John Collier bahwa fungsi hukum penyelesaian sengketa internasional

manakala terjadi sengketa internasional adalah to manage, rather than to supress or to

resolve a dispute.20

2. Laut China Selatan

Laut Cina Selatan merupakan laut yang berada di antara Asia Timur dengan Asia

Tenggara. Laut ini berbatasan dengan negara Cina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei

Darussalam, Malaysia dan Indonesia. Laut Cina Selatan luasnya kurang lebih 3.500.000

km2, dan 90 persen di antaranya dilingkari oleh daratan dan pulau-pulau.Dari segi

kedalaman, Laut Cina Selatan terdiri dari dua bagian.Sebelah utara merupakan Cekungan

Laut Cina Selatan dengan kedalaman antara 4300-5016 meter dengan luas 1.775.000

km2.Daerah ini meliputi 52 persen dari Laut Cina Selatan.Di bagian inilah terletak

Kepulauan Spratly, Paracel, Maccesfield Bank, Pratas Reef, dan Reed Bank. Selebihnya,

20 Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Press .2010, hlm

322

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

yaitu 48 persen dengan luas 1.745.000 km2 merupakan Landas Kontinen Asia yang

melintang sepanjang pantai Cina sampai ke selatan.21

Kawasan Laut Cina Selatan meliputi perairan dan daratan dari gugusan

kepulauan dua pulau besar, yakni Spratly dan Paracels, serta bantaran Sungai

Macclesfield dan Karang Scarborough yang terbentang luas dari negara Singapura yang

dimulai dari Selat Malaka sampai ke Selat Taiwan, karena bentangan wilayah yang luas

ini, dan sejarah penguasaan silih berganti oleh penguasa tradisional negara-negara

terdekat, dewasa ini, beberapa negara, seperti Republik Rakyat China, Taiwan, Vietnam,

Filipina, dan Brunei Darussalam, terlibat dalam upaya konfrontatif saling klaim, atas

sebagian ataupun seluruh wilayah perairan tersebut. Indonesia, yang bukan negara

pengklaim, menjadi terlibat setelah klaim mutlak Republik Rakyat China atas perairan

Laut Cina Selatan muncul pada tahun 2012.

22

Secara geografis Laut Cina Selatan terbentang dari arah barat daya ke timur laut,

batas selatan 3° Lintang Selatan antara Sumatera Selatan dan Kalimantan (Selat

Karimata) , dan batas utara-nya adalah Selat Taiwan dari ujung utara Taiwan ke pesisir

Fujian di China daratan. Laut Cina Selatan terletak disebelah selatan Republik Rakyat

China dan Taiwan; di sebelah Barat Filipina;di sebelah barat Laut Sabah (Malaysia),

Sarawak (Malaysia), dan Brunei; di sebelah utara Indonesia ; di sebelah timur laut

Semenanjung Malaya (Malaysia) dan Singapura; dan disebelah timur Vietnam.

23

21Syamsumar Dam, Politik Kelautan, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, hlm 238

22 Poltak Partogi Nainggolan, Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya terhadap Kawasan, Jakarta, P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika, 2013, hlm 7

23 Dong Manh Ngunyen, “Settlement of Dispute Under The 1982 United Nations Convention Of The Law Of The Sea:The Case South China Sea Dispute”, University of Queensland Law Journal, Vol 25 No.1 (Queensland 2006), hlm 86

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Dasar Laut Cina Selatan dari 1,7 juta km2 landas kontinen yang mempunyai

kedalaman kurang dari 200 meter, dan 2,3 juta km2 dari dasar laut lebih dalam dari 200

meter. Dasar laut yang termasuk landas kontinen terutama terdapat di bagian barat dan

selatan (Sunda Shelf), sementara bagian yang lebih dalam di beberapa area mencapai

lebih dari 5000 meter (South China Basin), ditandai dengan berbagai kedangkalan dan

pulau-pulau karang.24

Kawasan Laut Cina Selatan juga merupakan jalur yang sangat vital bagi negara-

negara industrialisasi di Asia Timur yakni China, Jepang dan Korea Selatan.Kawasan ini

merupakan rute pelayaran internasional tersibuk kedua di dunia.Karena transportrasi laut,

terutama untuk mengangkut suplai minyak dari Timur Tengah tidak bisa lepas dari jalur

ini.Kemudian Kawasan ini juga merupakan jalur utama bagi negara industrialisasi

tersebut untuk kapal-kapal yang mengangkut barang produksinya untuk diekspor ke Asia,

Timur Tengah dan Eropa. Hal tersebut dapat diketahui, bahwa setiap tahunnya aktivitas

perlayaran lebih dari setengah lalu lintas super tanker melalui jalur perairan mulai dari

Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok menuju ke Cina, Taiwan, Jepang dan Korea

Selatan.

25

3. Hukum Internasional

Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang

sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya

24Asnani, Usman dan Rizal Sukma.Konflik Laut China Selatan : Tantangan Bagi ASEAN.

Jakarta: CSIS, 1997, hlm 1

25 Prabowo, E. E. Kebijakan Dan Strategi Pertahanan Indonesia (Studi Kasus Konflik Di Laut Cina Selatan), Jurnal Ketahanan Nasional, 2013, hlm.118

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati

secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain.26

Sebagai subjek hukum, negara memiliki personalitas internasional.Personalitas

internasional dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memiliki hak dan kewajiban

internasional.Singkatnya, fakta bahwa Negara memiliki personalitas internasional maka

negara tunduk pada ketentuan hukum internasional.Sebagai subjek hukum internasional,

negara memiliki kedaulatan yang diakui oleh hukum internasional.Kedaulatan suatu

negara dimaknai sejauh mana suatu negara memiliki kewenangan dalam menjalankan

kebijakan dan kegiatan dalam wilayah negaranya guna melaksanakan hukum

nasionalnya.

27

Dalam suatu hubungan antar subjek hukum internasional khususnya negara,

sering terjadi pertentangan yang diakibatkan oleh perbedaan kepentingan.Dan tidak

selamanya pertentangan tersebut dapat diselesaikan melalui penyelesaian

damai.Pertentangan kepentingan inilah yang sering disebut dengan konflik.Konflik antar

negara ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti; politik, ekonomi, ideologi,

strategi militer, ataupun perpaduan antara kepentingan-kepentingan tersebut.

28

M. Metode Penelitian

Jenis penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian

yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan berdasarkan ketentuan

hukum yang berlaku dan dapat juga dikatakan sebagai metode penelitian hukum

26 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2014, hlm. 3.

27 Mirza Satria Buana, Hukum Internasional: Teori dan Praktek, BanjarmasinFH Unlam Press, 2007, hlm. 2

28 Sri Setianingsih Suwardi, Penyelesaian Sengketa Internasional,Jakarta, Universitas 2006, hlm. 1

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang

ada.29

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,

yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-

norma dalam hukum positif.30 Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian

hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-

peraturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut

sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih

banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.31

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian dalan penulisan skripsi ini penelitian deskripstif analisis, yaitu

penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif)

lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu,

atau peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat.32

3. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data sekunder adalah data

yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai

literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang

29 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, 2009, hlm 22

30 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia Publishing, 2006,hlm. 295.

31 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 81

32 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2010, hlm 9.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

sering disebut bahan hukum. 33

a. Bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi

atau keputusan pengadilan. Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini antara

lain UNCLOS 1982. Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United

Nations Convention on the Law of the Sea.

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer yang dapat berupa pendapat para ahli, jurnal ilmiah,

surat kabar dan berita internet.

c. Bahan hukum tersier, yautu bahan hukum yang dapat menjelaskan baik bahan hukum

primer maupun bahan hukum sekunder, yang berupa kamus hukum, kamus Bahasa

Indonesia, dan ensiklopedia.34

4. Teknik pengumpulan data

Teknik penelitian hukum normatif atau kepustakaan.Teknik pengumpulan data

dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan

hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum

tersierdan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat

dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan maupun sekarang banyak dilakukan

bahan hukum tersebut dengan melalui media internet35

5. Analisa data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan

kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang

33 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015, hlm 156 34Ibid, hlm., 157-158 35Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

telah didapatkan sebelumnya.Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan

memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung.Menambah

atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil

penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori yang telah dikuasainya.36

N. Sistematika Penulisan

Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau untuk lebih

tepatnya penelaahan dalam penelitian tersebut, peneliti perlu menggunakan pendekatan

dalam setiap analisisnya. Pendekatan ini bahkan akan dapat menentukan nilai dari hasil

penelitian tersebut.

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang di pakai dalam melakukan

penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta

mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari skripsi ini. Keseluruhan

skripsi ini, meliputi 5 (lima) bab yang secara garis besar isi bab-bab diuraikan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan awal penelitian yang terdiri atas latar belakang, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka

dan metode penelitian serta sistematika penelitian.

BAB II STATUS WILAYAH LAUT CHINA SELATAN MENURUT UNITED

NATION CONFERENCE OF THE LAW OF THE SEA (UNCLOS)

Bab ini berisikan sejarah konflik Laut China Selatan. Status Kepemilikan

Wilayah Laut China Selatan, Peraturan tentang Batas Wilayah Laut menurut

36Ibid.,hlm 180

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Konvensi Unclos 1982 dan Konflik dan Sengketa yang terjadi di Wilayah Laut

China Selatan.

BAB III MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM

MENYELESAIKAN KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

Bab ini berisikan latar belakang timbulnya di Laut China Selatan dan Klaim

sepihak oleh China dalam Menetapkan Wilayah Batas Laut China Selatan dan

Inrtervensi Amerika Serikat dalam Wilayah Laut China Selatan.

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CHINA SELATAN DALAM

PUTUSAN MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL TAHUN 2016

Bab ini berisikan Penyelesaian Sengketa Gugatan Filipina terhadap China

Mengenai Laut China Selatan Melalui Mahkamah Arbitrase Internasional dan

putusan Mahkamah arbitrase internasional terhadap sengketa Laut China

Selatan

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan dimuat kesimpulan dari pembahasan yang ada pada

bab-bab sebelumnya dan akan diakhiri dengan saran-saran terhadap

pembahasan skripsi ini

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

26

BAB II

STATUS WILAYAH LAUT CHINA SELATAN MENURUT

UNITED NATION CONFERENCE OF THE LAW OF

THE SEA (UNCLOS)

A. Sejarah konflik Laut China Selatan

Sengketa yang terjadi di Laut Cina Selatan sangatlah kompleks karena adanya

tumpang tindih klaim antar negara pengklaim. Tumpang tindih ini terjadi karena wilayah

perbatasan teritorial satu negara pengklaim bertindihan dengan negara lain. Saat ini

terdapat dua sengketa di kawasan Laut Cina Selatan, yaitu sengketa teritorial kawasan

Kepulauan Paracel, Spratlys, dan Kepulauan lainnya (selain dua kepulauan utama

tersebut, terdapat juga kawasan kepulauan Pratas yang dikenal sebagai Dongsha, dan

Macclesfield Bank yang dikenal sebagai Quan Dao Trung Sa atau Zhongsha Qundao);

dan sengketa perbatasan kawasan laut akibat tumpang tindihnya klaim landas batas

maritim antara negara-negara di kawasan tersebut.37

Hal ini semakin jelas karena Republik Rakyat China berusaha mengukuhkan

kehadirannya di Laut Cina Selatan, secara de jure, dengan mengeluarkan Undang-Undang

tentang Laut Teritorial dan Contiguous Zone pada tanggal 25 Febuari 1992, dan telah

diloloskan Parlemen Cina yang memasukkan Kepulauan Spratly sebagai wilayahnya,

sedang de facto, Cina telah memperkuat kehadiran militernya di kawasan tersebut, serta

melakukan modernisasi kekuatan pertahanan menuju ke arah tercapainya armada

samudra.Sengketa teritorial di kawasan laut Cina Selatan khususnya sengketa atas

kepemilikan Kepulauan Spartly dan Kepulauan Paracel mempunyai perjalanan sejarah

37 Abdi Rivai Ras, Konflik Laut Cina Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik Sudut

Pandang Indonesia, (Jakarta: Yayasan Abdi Persada Siporennu Indonesia, Spers Mabes TNI AL, 2001), hlm. 53

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

konflik yang panjang. Sejarah menunjukkan bahwa, penguasaan kepulauan ini telah

melibatkan banyak negara diantaranya Inggris, Prancis, Jepang, Republik Rakyat China,

Vietnam, yang kemudian melibatkan pula Malaysia, Brunei, Filipina dan Taiwan.

Sengketa teritorial di kawasan Laut Cina Selatan bukan hanya terbatas pada masalah

kedaulatan atas kepemilikan pulau-pulau, tetapi juga bercampur dengan masalah hak

berdaulat atas Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) serta menyangkut

masalah penggunaan teknologi baru penambangan laut dalam (dasar laut) yang

menembus kedaulatan negara.38

Awal mula terjadinya konflik di Laut Cina Selatan diawali oleh pernyataan

Pemerintah Republik Rakyat China yang mengklaim hampir seluruh wilayah perairan

Laut Cina Selatan yang didasarkan pada teori Nine Dash Line.Sedangkan, pengertian

Nine Dash Line merupakan sembilan titik imajiner yang menunjukkan klaim Cina atas

hampir seluruh Laut Cina Selatan.Berdasarkan teori tersebut membuat Cina menyatakan

status pulau-pulau yang berada di kawasan Laut Cina Selatan masuk dalam wilayah

teritorialnya. Hal tersebut membuat negara-negara di sekitar kawasan tersebut seperti

Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei Darussalam dan Malaysia berang dikarenakan mereka

juga mengklaim bahwa sebagian wilayah Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Zona

Ekonomi Eksklusif mereka. Indonesia sebagai negara yang tidak terlibat dalam konflik

Laut Cina Selatan kini mulai terseret ke dalam pusaran konflik tersebut dikarenakan Cina

juga memasukkan perairan natuna di Kabupaten Natuna sebagai wilayah maritimnya

berdasarkan klaim Nine Dash Line.Hal tersebut membuat Indonesia mempertanyakan

38https://johnpau.wordpress.com/2010/11/09/91/diakses tanggal 1 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

maksud Cina yang memasukkan Perairan Kabupaten Natuna sebagai wilayah

Maritimnya.39

Kawasan Laut Cina Selatan sepanjang dekade 90-an menjadi primadona isu

keamanan dalam hubungan internasional di ASEAN pasca Perang Dingin. Kawasan ini

merupakan wilayah cekungan laut yang dibatasi oleh negara-negara besar dan kecil

seperti Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan. Dalam

cekungan laut ini terdapat Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel.Pada berbagai

kajian tentang konflik di Laut Cina Selatan, Kepulauan Spratly lebih mengemuka karena

melibatkan beberapa negara ASEAN sekaligus, sementara Kepulauan Paracel hanya

melibatkan Vietnam dan Cina.

40

Terbukanya peluang untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi kawasan Laut

Cina Selatan dengan sendirinya mendorong negara-negara yang pantainya berbatasan

langsung dengan kawasan tersebut segera melakukan klaim terhadap Sebagian pulau,

kepulauan, atau karang yang masuk dalam kawasan negaranya sebagaimana ditentukan

oleh hukum laut Internasional. Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia berlomba-lomba

mengklaim, mengirim pasukan untuk mengamankan kepulauan yang mereka klaim.

41

39 Raden Florentinus Bagus Adhi Pradana, Akibat Hukum Klaim Nine Dash Line Cina

Terhadap Hak Berdaulat Indonesia Di Perairan Kepulauan Natuna (Khususnya Kabupaten Natuna) menurut Unclos 1982, Skripsi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum,2017, hlm 4

40Bambang Cipto, Op.Cit, hlm. 203-204.

41Ibid., hlm 206-207

Sengketa antara Filipina dan Cina atas klaim kepemilikan yang bertentangan

terhadap Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011. Departemen dan juru bicara

Pemerintah Filipina mulai menyebut seluruh kawasan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

laut tersebut sebagai Laut Filipina Barat. Dalam layanan Administrasi Atmosferik,

eofisika, dan Astronomik Filipina (PAGASA), Pemerintah Filipina bersikukuh bahwa

kawasan tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Filipina. Pulau-pulau kecil yang

disengketakan di laut tersebut juga disebut dengan berbagai nama yang bertentangan,

dengan klaim kedaulatan yang bertentangan atas mereka yang sudah terjadi selama

ratusan tahun. Bangsa-bangsa Barat menyebut satu kumpulan pulau sebagai kepulauan

Spratly, namun Cina menyebutnya Kepulauan Nansha.42

Amerika Serikat belum bersedia untuk membantu Filipina.

Sebagai negara yang sudah terikat terhadap perjanjian pertahanan dengan

Amerika Serikat, Filipina merasa perlu untuk menghimpun kekuatan yang lebih besar

melalui perjanjian-perjanjian keamanan lain sekaligus meminta bantuan keamanan

kepada Amerika Serikat. Mutual Defense Treaty antara Filipina dan Amerika Serikat

yang ditandatangani kedua Negara pada tahun 1951, menjadi dasar dari terbentuknya

penguatan aliansi keamanan yang salah satunya difokuskan pada sengketa Laut Cina

Selatan.Pada awalnya, Amerika Serikat tidak memberi respon positif terhadap permintaan

Filipina untuk memberikan dukungannya dalam upaya Filipina menghadapi ancaman

Cina. Pada tahun 1995,

43

42Muhammad Eko Prasetyo, “Resolusi Potensi Konflik Regional” (Skripsi Sarjana tidak

diterbitkan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negeri Lampung), 2016 hlm. 79

43 Ralf Emmers, “The US Rebalancing Strategy: Impact on the South China Sea”, National Security College, hlm. 42

Hal ini dianggap Amerika

Serikat sebagai pemetaan kerjasama di luar dari Mutual Defense Treaty1951 bahwa

Amerika Serikat bersedia dan berkewajiban untuk memberikan segala bantuan keamanan

untuk menjaga wilayah kedaulatan Filipina. Menurut Amerika Serikat, Laut Cina Selatan

belum menjadi keputusan wilayah Filipina. Kebijakan Amerika Serikat ini akhirnya

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

berbalik arah ketika Cina melakukan sebuah aksi provokatif dan asertif di Laut Cina

Selatan, berupa Impiccable Incident pada tahun 2009.44

Pihak Republik Rakyat China mengklaim saat peta tersebut diterbitkan pertama

kali tidak ada satupun negara yang menyampaikan protes diplomatik, sehingga terus

digunakan pemerintah Republik Rakyat China, sejak setelah kemenangan Partai Komunis

1949.Meski demikian, RRC tidak pernah secara terbuka menyatakan detail klaimnya

tersebut.

45Akhirya, pada tanggal 16 November 2011, Menlu Filipina Albert Del Rosario

dan Menlu Amerika Serikat Hillary Clinton menandatangani Deklarasi Manila sebagai

strategi baru aliansi keamanan kedua Negara dan sekaligus memperingati 60 tahun

Mutual Defense Treaty 1951.46

Semenjak itu pula Cina secara rutin mengirimkan pasukannya untuk melakukan

patroli di sekitar kepulauan tersebut serta mengirimkan pula para ilmuwan untuk

melakukan penelitian kelautan.Demikian pula nelayan-nelayan dari daratan Cina secara

berkelanjutan menangkap ikan di perairan tersebut karena menganggap bahwa kawasan

itu adalah bagian dari wilayah negaranya.Menginjak tahun 1950-an, kompetisi

kepemilikan Kepulauan Spratly dan sekitarnya semakin gencar dan ramai karena

beberapa negara pantai seputar Laut Cina Selatan telah pula menyatakan serta

mempertegas bahwa mereka juga adalah pemilik sehingga berhak mengelola wilayah

tersebut. Situasi ini dipandang oleh Cina dari perspektif politik yaitu sebagai bagian

integral kebijakan politik Amerika Serikat yang berupaya membendung pengaruh Cina

44Ibid 45Basri Hasanuddin Latief, “Kasus Laut Cina Selatan dan Kepentingan Nasional Cina”,

(Paper Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin), 2013, hlm. 4-5

46Thomas Lum, “The Republic of the Philippines and the US Interests”, Congressional Research Service, 2012, hlm. 27

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

(containment policy) yang akan menyebarkan paham komunisme ke Asia

Tenggara.47Oleh sebab itu kebijakan politik Amerika Serikat ini dirasakan sebagai suatu

ancaman terhadap keamanan negaranya.Sekalipun dalam perkembangan politik

selanjutnya sejak tahun 1970-an, ketika terjadi perubahan yang dramatis dalam hubungan

antara Cina dan Amerika Serikat, klaim Cina atas Kepulauan Spratly dan perairan

ekitarnya tidak pernah berubah.Ancaman terhadap keamanan di laut khususnya di Laut

Cina Selatan semakin bertambah ketika Uni Soviet memperoleh akses di Vietnam.48

1. Cina - Filipina

Sengketa antara Filipina dan China atas klaim yang bertentangan terhadap

Kepulauan Spratly meningkat pada tahun 2011, departemen dan juru bicara pemerintah

Filipina mulai menyebut seluruh kawasan laut tersebut sebagai Laut Filipina Barat.

Dalam layanan Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan Astronomik Filipina (PAGASA)

bersikukuh bahwa kawasan tersebut akan selalu disebut sebagai Laut Filipina. Pulau-

pulau kecil yang disengketakan di laut tersebut juga disebut dengan berbagai nama yang

bertentangan, dengan klaim kedaulatan yang bertentangan atas mereka yang sudah terjadi

selama ratusan tahun. Bangsa-bangsa Barat menyebut satu kumpulan pulau sebagai

kepulauan Spratly.Cina menyebutnya Kepulauan Nansha.

Filipina menyebut Karang Scarborough sebagai Beting Panatag, Bajo de

Masinlóc atau Karburo.Cina telah menamakannya sebagai Kepulauan Huangyan sejak

tahun 1983.Pada tahun 1947, pemerintah Kuomintang dari Republik Cina menyatakan

kedaulatan atas karang tersebut dan menamakannya Minzhu Jiao atau Karang

Demokrasi.Nama Baratnya berasal dari kapal dagang Scarborough milik Perusahaan

47NNS Purbawanti, “Klonflik Laut China Selatan”, (Skripsi, Universitas Pasundan), 2016,

hlm. 49.

48Ibid., hlm 50

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Hindia Timur Britania yang tenggelam tanpa ada yang selamat setelah menabrak karang

tersebut pada tahun 1784. Filipina berusaha menyatakan kedaulatannya atas Karang

Scarborough selama setengah abad, dengan membangun sebuah menara setinggi 27,23

kaki (8,3 meter) di sana pada tahun 1965.49

Pada tahun 2012 ini, pemerintah Filipina akan melelang tiga wilayah di Laut Cina

Selatan untuk eksplorasi minyak dan gas yang juga diklaim oleh Cina.Filipina sangat

ingin mengurangi ketergantungan impor energi.Bagaimanapun, perairan yang diklaim

oleh sejumlah negara ini, memiliki sumber energi yang besar. Blok yang akan dilelang

berada di dekat Provinsi Palawan province, dekat Malampaya dan Sampaguita yang

mengandung gas alam. Wilayah ini dekat dengan Reed Bank, yang juga diklaim oleh

Cina.Seluruh wilayah yang ditawarkan berada di 200 mil zona ekonomi eksklusif Filipina

sesuai dengan UNCLOS. Upaya Filipina untuk mendapatkan hak kedaulatan ekslusif dan

otoritas untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber alam di wilayah itu diluar negara

lain. Tidak ada keraguan dan sengketa mengenai hak tersebut.Wilayah Laut Cina Selatan

yang menjadi sengketa itu mengandung minyak dan gas yang besar.Dalam beberapa

tahun terakhir, ketegangan antara sejumlah negara menajam, menyusul peningkatan

aktivitas maritim Cina di wilayah itu.

Filipina berusaha menyatakan kedaulatannya

atas Karang Scarborough selama setengah abad, dengan membangun sebuah menara

setinggi 27,23 kaki (8,3 meter) di sana pada tahun 1965.

50

49Martin sieff (2012), “Sengketa nama Laut Cina Selatan atas Kepulauan Spartly dan

Paracel ungkap konflik yang lebih dalam”,

Konflik terbaru terjadi antara Filipina dengan

http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/09/13/name-the-seadiakses tanggal 29 Mei 2018.

50 Hubungan antara Cina dan Filipina menurun menyusul sengketa wilayah di Scarborough Shoal, http://www.bbc. co.uk/ indonesia/dunia/2012/07/120731_southchinasea.shtmldiakses tanggal 29 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

China di Dangkalan Scarborough.Selain itu, Vietnam dengan Filipina pun sempat

memanas setelah kapal dari tiap kedua negara saling memicu ketegangan.51

2. Cina - Vietnam

Vietnam memiliki kumpulan nama untuk wilayah kecil di Laut Cina Selatan.

Perancis menyatakan klaim atas kepulauan Spratly dan Paracel pada tahun 1887 dan

menegaskan kembali klaim mereka pada tahun 1933. Orang Vietnam telah menyebut

kepulauan tersebut dengan Hoang Sa, atau Pasir Kuning sejak abad ke-15. Di dalam

bahasa Vietnam modern, nama tersebut dieja Hoàng Sa atau Cát Vàng. Nama-nama

tersebut memiliki makna yang sama, yaitu Pasir Kuning atau Beting Kuning. Di bawah

Kaisar Vietnam Minh Mang (1820-1841) pada abad ke-19, kepulauan Spratly disebut

sebagai Beting Sepuluh Ribu Liga.

Pada abad ke-19, Vietnam dan China menyatakan klaim atas kepulauan Spratly

dan Paracel secara bersamaan, akan tetapi tidak menyadari bahwa masing-masing

melakukan hal yang sama. Pada bulan Juli 2012, Majelis Nasional Vietnam menyetujui

undang-undang yang memperluas perbatasan laut negara tersebut dengan memasukkan

rangkaian kepulauan Spratly dan Paracel ke dalamnya.

Kapten Angkatan Laut Inggris James George Meads menyatakan klaimnya

sendiri atas kepulauan tersebut pada tahun 1870-an dan memproklamasikan negaranya

sendiri Morac-Songhrati-Meads atasnya. Menambah sedikit kelegaan terhadap

perseteruan yang rumit dan tegang atas kedua kepulauan sekarang, keturunan Meads terus

berusaha menyatakan klaim atas kuasa dan kepemilikan mereka atas kedua kepulauan

51Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

tersebut.Klaim mereka juga mencakup potensi cadangan minyak, gas, dan mineral

berharga di bawah dasar laut di sekitarnya yang mencakup radius sepanjang 200 mil.52

Republik Rakyat China yang dikuasai oleh pemerintah Kuomintang untuk waktu

yang singkat menjajah kepulauan Spratly dan Paracel dari tahun 1945 sampai 1949, tetapi

meninggalkan sebagian besar ketika merelokasi ke Taiwan setelah kemenangan komunis

pada tahun 1949 dalam Perang Sipil Cina. RRC menarik sisa pasukannya dari Pulau

Taiping pada tahun 1950, tetapi mengirim mereka kembali pada tahun 1965.

Sengketa atas pulau-pulau tersebut, terutama antara Cina dan Filipina dan

Vietnam, tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda karena sejarah yang panjang dan

rumit mengenai klaim dan klaim balasan teritorial atas wilayah laut. Sengketa ini akan

terus berlanjut dan kemungkinan akan meningkat kecuali jika bangsa-bangsa yang

bersengketa ini bekerja sama secara kolaboratif dan diplomatis untuk menyelesaikan

klaim tanpa paksaan, intimidasi, atau penggunaan kekuatan contohnya menyetujui "Kode

Etik" yang disponsor oleh ASEAN. Semua partai harus memperjelas dan melanjutkan

klaim teritorial dan maritim mereka sesuai dengan hukum internasional, seperti yang

disebutkan dalam Konvensi PBB untuk UNCLOS. Situasi yang sangat mudah berubah ini

tidak akan terselesaikan kecuali jika semua pihak menjelajah setiap kesempatan

Negara Jepang juga sempat terlibat dalam pemindahan klaim atas kepulauan

Paracel. Jepang menjajah rangkaian pulau tersebut pada tahun 1939 dan sampai tahun

1945 menyebutnya sebagai Shinnan Shoto, atau Kepulauan Baru Selatan. Di dalam

Traktat Perdamaian San Fransisco pada tahun 1951 pada akhir masa penjajahan AS,

Jepang mencabut semua klaim atas Spratly, Paracel, dan pulau-pulau lain di LCS. Cina

kemudian mengulang kembali klaim kedaulatan sebelumnya atas pulau-pulau tersebut.

52Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

diplomatis untuk mencapai sebuah penyelesaian, termasuk penggunaan arbitrasi atau

hukum internasional.53

3. Cina - Malaysia

China dan Malaysia mengklaim berdasarkan pada kedekatan geografis dan

alasan-alasan keamanan, disamping hak-hak berdaulat negara atas ZEE 200 mil

laut.54

4. Malaysia - Brunei Darussalam

Malaysia menamakan keplualuan Spratly dengan menyebut Itu Aba dan Terumbu

Layang-Layang sedangkan China menyebutnya dengan nama Nansha Quadao.Dibanding

dengan China, Vietnam, dan Filiphina, klaim Malaysia merupakan klaim yang

lemah.Malaysia merupakan pendatang baru dalam perebutan klaim di Kepulauan Spratly,

karena klaim Negara itu baru muncul pada bulan Desember tahun 1979 ketika Malaysia

menerbitkan sebuah peta laut yang di dalamnya memasukkan beberapa pulau dalam

gugusan Spratly termasuk dalam landas kontinen Malaysia. Dalam peta yang dibuat,

sangat jelas telah memasukkan beberapa pulau sebagai wilayah teritorialnya, yang nota

bene juga sudah diklaim bersama oleh Taiwan, Cina, Vietnam dan Filipina.Patut diduga

klaim Malaysia semata-mata didasarkan pada kenyataan bahwa pulau-pulau tersebut

terletak di dalam landas kontinen dan zona ekonomi eksklusifnya dan juga karena terletak

dekat ke daratan utamanya Sabah.Penerapan secara sepihak UNCLOS 1982 yang

mengatur tentang Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontinen juga menjadi dasar untuk

pembuatan peta laut yang baru.Sejak tahun 1983 Malaysia telah melaksanakan survei

keperairan sekitar Pulau Amboyna Cay yang menandakan keseriusan Malaysia untuk

mengeksplorasinya di kemudian hari.

53 http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/09/13/name-the-sea, diakses tanggal 29 Mei 2018 54Etty R. Agoes, “Masalah-Masalah Teritorial dan Judsdiksional di Laut China Selatan dan Upaya-Upaya Untuk Mengatasinya”, Pro Justitia tahun XI, Nomor 4, Oktober 1993, hlm.101

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Masuknya Brunei Darussalam ke dalam masalah Laut Cina Selatan disebabkan

adanya klaim malaysia terhadap beberapa pulau kecil di sekitar Sratly termasuk Karang

Louisa (Louisa Reef) yang letaknya berdekatan dengan wilayah Brunei,55 maka landas

kontinen dan Zona Ekonomi Ekslusif akan tumpang tindih dengan Malaysia. Lama

sebelum Brunei memperoleh kemerdekaannya dari Inggris, Pulau Louisa Reef yang

terletak di bagian selatan Kepulauan Spratly telah ditetapkan oleh Inggris pada tahun

1954 sebagai wilayahnya teritorialnya. Klaim tersebut diteruskan oleh Brunei dewasa ini

yang dalam kenyataannya ditentang keras oleh Malaysia.Dasar yang dipakai oleh Brunei

juga UNCLOS 1982, yaitu wilayah yang merupakan kelanjutan dari landas kontinen

sampai pada kedalaman 100 fathom.Sudah ada upaya antara Brunei dan Malaysia untuk

mengatasi sengketa kepemilikan atas Louisa Reef, namun karena masalahnya sangat

kompleks maka tumpang tindih klaim antar kedua negara belum terselesaikan.Pada tahun

1988 Brunei justru memperluas klaimnya dengan menunjukkan peta baru yang memuat

batas terluar landas kontinennya melampaui Rifleman Bank sampai sejauh 350 mil.Jadi

klaim baru ini adalah merupakan interpretasi dari UNCLOS 1982 tentang landas

kontinen.56

B. Status Kepemilikan Wilayah Laut China Selatan

Menurut UNCLOS III Laut Cina Selatan termasuk dalam tipe laut yang setengah

tertutup (semi-enclosed sea), dimana dalam ketentuan Konvensi dijelaskan bahwa laut

tertutup atau laut setengah tertutup berarti suatu teluk, lembah laut (basin), atau laut yang

dikelilingi oleh dua atau lebih negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau

55Ibid., hlm.101

56Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri seluruhnya terutama dari laut

teritorial dan zona ekonomi eksklusifnya dua atau lebih negara pantai.57

China merupakan negara yang pertama kali sekaligus sangat dominan dalam

mengklaim pulau-pulau kecil dan karang yang berada di kawasan Laut Cina Selatan

tersebut. Sebenarnya ada dua klaim yang dilakukan oleh China terhadap wilayah Laut

Cina Selatan, yang pertama klaim China terhadap yurisdiksi wilayah laut di kawasan Laut

Cina Selatan, kedua klaim China terhadap kedaulatan atas empat gugusan pulau yang

berbeda, yaitu, Kepulauan Paracel, Spratly, Pratas dan Macclesfield. Namun, dari klaim-

klaim yang telah disebutkan, klaim terhadap gugusan Kepulauan Spratly yang menjadi

sorotan masyarakat internasional karena memiliki implikasi yang besar bagi hubungan

internasional di kawasan tersebut.

58

Beberapa versi, peta modern China sejak 1984 memiliki 10 garis putus. Dimana

satu garis yang lain berada di timur Taiwan.

59Dari segi skup wilayah klaim terhadap Laut

Cina Selatan, tidak ada perbedaan yang signifikan antara klaim teritori dalam peta resmi

China pada tahun 1947 dengan tahun 2009.Dimana hampir keseluruhan pulau-pulau di

Laut Cina Selatan berada dalam klaim China menurut peta resminya tersebut.Bila

mengacu pada peta resmi China yang dikeluarkan pada tahun 2009, sembilan garis putus

dalam peta tersebut mencakup sekitar 2 juta km2 luas maritim di Laut Cina Selatan

(sekitar 22% dari luas China daratan).60

Kepulauan Spratly yang terletak di Laut Cina Selatan tersebut dalam konteks

sumber daya alam yang ada di daratannya sebenarnya tidak memiliki nilai ekonomis yang

57 Pasal 122, BAB IX United Nations Convention The Law of The Sea 1982 58 Chi Kin Lo, China’s policy Toward Teritorial Dispute, Routledge, New York, 1989,

hlm. 25 59 http://www.mackinderforum.org/commentaries/china2019snine-dashed-map-maritime-

sourceof-geopolitical-tension/china2019s-nine-dashed-map-maritimesource-of-geopolitical-tension, diakses tanggal 12 Mei 2018

60Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

signifikan, karena fitur-fitur utama dari pulau-pulau tersebut adalah bebatuan, terumbu

karang, pasir yang tidak sesuai untuk bercocok tanam dan tidak mampu menyokong

kehidupan serta aktifitas manusia.61

Sejak Desember 2013, Republik Rakyat China melakukan perluasan sebanyak

lebih dari 1.200 hektar di kelupauan di Laut Cina Selatan sebagian besar reklamasi

dilakukan di Kepulauan Spratly, yakni pulau-pulau di perairan antara Vietnam, Malaysia,

dan Filipina, dimana seluruh negara ini termasuk RRC, Taiwan, dan Brunei

memperebutkan klaim di wilayah tersebut. Dalam beberapa bulan terakhir, China sangat

aktif dan juga agresif dalam upayanya membentuk sebuah pulau buatan di Kepulauan

Spratly.Kepulauan itu sendiri masih dalam sengketa antara China dan beberapa negara

tetangganya.Pembentukan pulau ini adalah salah satu upaya China mengakui wilayah

tersebut sebagai miliknya. China menggunakan asas effective occupationagar wilayah

tersebut dapat diklaimnya dan memperluas wilayah tersebut dengan cara akresi yang

berupa pulau buatan.

62

Malaysia juga memiliki klaim yang berdasarkan hukum laut khususnya

continental shelf yang sama dengan Brunei Darussalam tadi.

63

61 Athanasius Aditya Nugraha, 2011, Manuver Politik China Dalam Konflik Laut China

Selatan, Jurnal Pertahanan Vol.1 No.3, Oktober 2011, hlm 34

62 Try Satria Indrawan Putra, Reklamasi Pulau Republik Rakyat Tiongkok Di Laut Cina Selatan: Suatu Analisis Terhadap Status Penambahan Wilayah dan Dampak Terhadap Jalur Pelayaran Internasional, Diponegoro Law Review, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, hlm 5-6

63 .A. Cossa, Security Implications of Conflict in the South China Sea: Ekspolring Potential Triggers of Conflict, A Pacific Forum CSIS Special Report, Honolulu, 1998, hlm 2

Klaim Malaysia ini

dilakukan pada tahun 1979 melalui publikasi peta resmi yang memperlihatkan wilayah

laut yang berada dibagian selatan dan timur Kepulauan Spartly yang diklaim oleh Cina,

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Filipina, dan Vietnam seperti Swallo Reef atau Layang Atoll. 64

C. Peraturan tentang Batas Wilayah Laut menurut Konvensi Unclos 1982

Pada kenyataannya,

Brunei Darussalam dan Malaysia mengklaim hanya sebagian dari wilayah Laut Cina

Selatan.

Bila dulu hukum laut pada pokoknya hanya mengurus kegiatan-kegiatan di atas

permukaan laut, tetapi dewasa ini perhatian juga telah diarahkan pada dasar laut dan

kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya.UNCLOS yang dulunya bersifat

unidimensional sekarang berubah menjadi pluridimensional yang sekaligus merombak

filosofi dan konsepsi hukum laut di masa lalu. Justru untuk dapat menggunakan

kekayaan-kekayaan laut itulah, hukum laut semenjak beberapa dekade terakhir telah

berupaya keras bukan saja untuk menentukan sampai berapa jauh kekuasaan suatu Negara

terhadap laut yang menggenangi pantainya, sampai sejauhmana negara-negara pantai

dapat mengambil kekayaan-kekayaan yang terdapat di dasar laut dan laut di atasnya,

tetapi juga untuk mengatur eksploitasi daerah-daerah dasar laut yang telah dinyatakan

sebagai warisan bersama umat manusia.65

UNCLOS, juga disebut Konvensi Hukum Laut atau Hukum perjanjian Laut,

merupakan perjanjian internasional yang dihasilkan dari ketiga Konferensi PBB tentang

UNCLOS III, yang berlangsung dari tahun 1973 sampai 1982.UNCLOS mendefinisikan

hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia, menetapkan pedoman

untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut.UNCLOS mulai

64 Leszek Buszynki, Maritime Claims and Energy Cooperationin the South China Sea,

ContemporarySoutheast Asia Vol. 29, No.1, Institue of Southeast Asian Studies, 2007, hlm 47

65 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2011, hlm. 304

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

berlaku pada tahun 1994, setahun setelah Guyana menjadi negara ke-60 menandatangani

perjanjian.Untuk saat ini, 161 negara dan masyarakat Eropa telah bergabung dalam

Konvensi UNCLOS.Sedangkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa

menerima instrumen ratifikasi dan akses.PBB menyediakan dukungan untuk pertemuan

pihak negara untuk Konvensi, PBB tidak memiliki peran operasional langsung dalam

pelaksanaan Konvensi. Bagaimanapun, yang berperan adalah organisasi-organisasi

seperti Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization), Komisi

Penangkapan Ikan Paus Internasional (The International Whaling Commission), dan

Otoritas Dasar Laut Internasional (International Seabed Authority, yang terakhir dibentuk

oleh Konvensi PBB). 66

UNCLOS menggantikan konsep freedom of seas yang tua dan lemah, berasal dari

abad ke-17, hak nasional terbatas pada sabuk tertentu air yang membentang dari garis

pantai suatu negara, biasanya tiga mil laut, sesuai dengan aturan 'tembakan meriam'

dikembangkan oleh para ahli hukum Belanda Cornelius Van Bynkershoek. Semua

perairan di luar batas-batas nasional dianggap perairan internasional untuk semua bangsa,

dan tidak menjadi milik satupun dari mereka (prinsip liberum kuda diumumkan oleh

Grotius).Konferensi PBB I tentang Hukum Laut tahun 1958 di Jenewa, UNCLOS I

berhasil menelorkan 4 Konvensi, tetapi masih banyak lagi masalah yang belum

diselesaikan, sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan

pesat.Konvensi-konvensi tahun 1986 bukan saja belum mengatur semua persoalan, tetapi

ketentuan-ketentuan yang adapun dalam waktu yang pendek tidak lagi memadai dan telah

ditinggalkan perkembangan teknologi. Selain itu, negara-negara yang lahir sesudah tahun

1958 yang jumlahnya tidak sedikit dan yang tidak ikut merumuskan Konvensi-konvensi

66 Yolanda Mouw, Penyelesaian Potensi Sengketa Di Wilayah Perairan South China Sea

(SCS) Antar Negara-Negara Di Kawasan Asean Dalam Perspektif Regionalisme, Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2014, hlm 18-19

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

tersebut menuntut agar dibuatnya ketentuan-ketentuan baru dan mengubah ketentuan-

ketentuan yang tidak sesuai. Demikianlah, untuk menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang

ada dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi dan menampung masalah-masalah

yang datang kemudian, Majelis Umum PBB pada tahun 1976 membentuk suatu badan

yang bernama United Nations Seabed Committee. 67

1. Ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 yang berkaitan dengan Kedaulatan Negara

Pantai atas Laut Teritorial

Sidang-sidang Komite ini kemudian dilanjutkan dengan konferensi Hukum Laut

III (UNCLOC III) yang sidang pertamanya diadakan di New York bulan September tahun

1973 dan yang 9 tahun kemudian berakhir dengan penandatanganan Konvensi PBB

tentang Hukum Laut pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica.

Berdasarkan rezim-rezim hukum laut internasional mengenai zona ekonomi eksklusif,

landas kontinen, laut lepas, dan hak pemanfaatan sumber daya alam mineral yang

terkandung di kawasan dasar laut internasional, ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 yang

berkaitan dengan kedaulatan negara pantai atas laut teritorial yang membahas beberapa

ketentuan yaitu:

2. Ketentuan-ketentuan UNLCOS 1982 Mengenai Cara-cara Penarikan Garis Pangkal

dalam Menetapkan Lebar Laut Teritorial Suatu Negara Pantai.

3. Ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 yang Berlaku bagi semua Kapal-kapal Asing.

4. Ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 yang Berlaku bagi Kapal-kapal Niaga dan

Kapal-kapal Pemerintah yang Dipergunakan untuk Maksud-maksud Perniagaan.68

Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang kedaulatan

negara atas wilayah laut merupakan salah satu ketentuan penting Konvensi PBB tentang

67Ibid, hlm 20 68 Ibid, hlm 21

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

UNCLOS 1982. Zona-zona maritim yang termasuk ke dalam kedaulatan penuh adalah

perairan pedalaman,perairan kepulauan (bagi negara kepulauan), dan laut territorial.69

1. Laut Teritorial sebagai bagian dari wilayah negara : 12 mil-laut;

Pada tanggal 31 Desember 1985 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.

17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea

(Konvensi PBB tentang Hukum Laut) untuk meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum

Laut pada tahun 1982. Menurut UNCLOS, Indonesia berhak untuk menetapkan batas-

batas terluar dari berbagai zona maritim dengan batas-batas maksimum ditetapkan

sebagai berikut:

2. Zona Tambahan dimana negara memiliki yurisdiksi khusus : 24 mil-laut;

3. Zona Ekonomi Eksklusif : 200 mil-laut, dan

4. Landas Kontinen : antara 200 – 350 mil-laut atau sampai dengan 100 mil-laut

dari isobath (kedalaman) 2.500 meter.70

Pada Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen, Indonesia memiliki hak-hak

berdaulat untuk memanfaatkan sumber kekayaan alamnya. Di samping itu, sebagai suatu

negara kepulauan Indonesia juga berhak untuk menetapkan:

1. Perairan Kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya,

2. Perairan pedalaman pada perairan kepulauannya.

Berbagai zona maritim tersebut harus diukur dari garis-garis pangkal atau garis-garis

dasar yang akan menjadi acuan dalam penarikan garis batas.

69Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional, Bandung, Refika Aditama 2014,

hlm 28 70 https://eleveners.wordpress.com/2010/01/19/dasar-hukum-pengaturan-wilayah-negara-

di-laut/diakses tanggal 1 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

D. Konflik dan Sengketa yang terjadi di Wilayah Laut China Selatan

Sengketa yang terjadi di Laut Cina Selatan bukanlah bahasan baru, akan tetapi

sudah menjadi konflik yang berkepanjangan dimana setiap negara yang bersengketa

didalamnya bersikukuh atas kehandak mereka untuk menguasai suatu

wilayah di Laut Cina Selatan secara utuh. Sementara itu, Laut Cina Selatan merupakan

laut yang termasuk dalam golongan laut semi tertutup (semi-enclosed sea) yang

berartikan Laut Cina Selatan terletak di antara negara-negara pantai. Adapun yang

berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan adalah di sebelah utara berbatasan dengan

China dan Taiwan, di barat berbatasan dengan Vietnam, di selatan berbatasan dengan

Malaysia, Indonesia dan Singapura, serta di timur berbatasan dengan Filipina. Status dan

kedudukan Laut Cina Selatan sebagai laut semi tertutup inilah yang sering kali

menyebabkan konflik dan sengketa di antara negara-negara yang berbatasan langsung

dengan Laut Cina Selatan.71

1. Laut China Selatan terdiri dari dua bagian Utara dan Selatan. Di bagian sebelah utara

merupakan cekungan laut China dengan kedalaman antara 4300-5016 meter dengan

luas 1.775.000 km

Laut China Selatan memiliki luas 648.000 mil atau setara dengan kurang lebih

3.000.000 km2 di Samudera Pasifik dan membentang dari Selat Malaka sampai ke Selat

Taiwan.

2. Daerah ini meliputi 52% dari Laut China Selatan. di bagian sebelah utara inilah

Kepulauan Spratly, Paracel, Maccesfield Bank, Pratas Reef,dan Reed Bank terletak.

Selebihnya di bagian sebelah selatan terdapat 48% wilayah dengan luas 1.745.000

71Dong Manh Ngunyen, Op.Cit., hlm. 89

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

km2merupakan Landas Kontinen Asia yang melintang sepanjang pantai China sampai

ke Selatan.72

Kawasan Laut Cina Selatan merupakan kawasan dengan potensi ekonomis dan

strategis yang dapat menjadi sumber konflik sekaligus kerjasama.

73Dari segi ekonomis,

Laut Cina Selatan merupakan laut terbesar dan salah satu yang terdalam di dunia dengan

kedalaman rata-rata 1212 km dan titik terdalamnya adalah 5567 meter. Dengan luas dan

kedalaman tersebut, kawasan Laut China Selatan merupakan lokasi dimana berbagai jenis

ikan dalam jumlah besar berkembang biak. Laut China Selatan menempati urutan ke-19

zona penangkapan ikan dunia dalam hal produksi hasil laut dengan tangkapan sebanyak 8

juta ton metric ikan pertahun..74

Selain itu, hasil penelitian geologis melaporkan kemungkinan adanya kandungan

gas alam dan minyak bumi yang sangat kaya di kawasan tersebut.Sementara dari segi

strategis, Laut Cina Selatan merupakan jalur komunikasi laut yaitu Sea Lanes of

Communication (SLOC) yang menghubungkan kawasan Eropa dan Asia, kawasan Asia

Timur dengan Smudera Hindia dan Timur Tengah. Lebih dari seperempat jalur aktivitas

perdagangan di dunia melewati kawasan Laut Cina Selatan yang mana terdapat sekita

41.000 kapal dagang yang melewati kawasan tersebut tiap tahunnya. Lebih dari 80

sampai 90 persen impor minyak Jepang dan China melewati jalur tersebut.Karenanya

Laut Cina Selatan sangat penting sebagai jalur perdagangan dunia.

75

72Syamsumar Dam. 2010. Politik Kelautan.Jakarta. Penerbit Bumi Aksara. Hlm 238

73Abd Rivai Ras, Op.Cit, hlm. 7

74Dong Manh Ngunyen, loc. Cit., hlm. 5

75 Alice D. BA, “Staking Claims and Making Waves in the South China Sea: How Troubled Are the Waters?” Contemporary Southeast Asia Vol. 33, No. 3 (2011), hlm. 280

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Konflik Laut Cina Selatan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : tidak adanya

batas-batas wilayah maritim yang jelas sebagaimana Laut Cina Selatan secara geografis

berada ditengah-tengah negara-negara di Asia Pasifik dan juga Asia Tenggara. Hal yang

mungkin terjadi adalah adanya sengketa kepemilikan atas wilayah laut sekitar negara-

negara tersebut.Hukum laut sejatinya merupakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hak dan kewenangan suatu negara atas kawasan laut yang berada dibawah yurisdiksi

nasionalnya (national jurisdiction).Bagian terbesar dari wilayah dunia terdiri dari

perairan, terutama perairan laut. Dari aspek geografi, permukaan bumi yang luas 200 juta

mil persegi, 70 % atau 140 juta mil persegi terdiri dari air. Dalam wilayah yang luas ini

terkandung berbagai sumber daya.Salah satu unsur negara adalah wilayah negara pantai

maupun negara buntu, mempunyai beberapa hak yang dijamin dalam hukum laut

internasional.

Pulau-pulau yang terdapat disekitar perairan memiliki wewenang terhadap laut

yang berada di sekitarnya dengan catatan memilki batas laut territorial.Batas laut teritorial

adalah garis khayal yang berjarak dua belas mil laut dari garis dasar ke arah laut

lepas.Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung

pulau.Jarak titik yang satu dengan lainnya tidak boleh lebih dari 200 mil laut. Jika ada

dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedang lebar lautan tersebut kurang dari

dua puluh empat mil laut, maka garis batas laut teritorialnya ditarik sama jauh dari garis

dasar masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dasar dengan garis

batas teritorial disebut “laut territorial” dan laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar

disebut “laut internal”.76

Dalam kasus konflik Laut Cina Selatan menyisakan ketegangan antar negara di

wilayah Asia Pasifik terutama China dan Negara-negara di Asia Tenggara seperti

76Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam. Konflik terbaru terjadi antara

Filipina dengan China di Dangkalan Scarborough.Disamping itu, Vietnam dengan

Filipina pun sempat memanas setelah kapal dari tiap kedua negara saling memicu

ketegangan.Dengan prinsip kedaulatan maritime, prinsip “kebebasan laut lepas” (atau

kebebasan laut terbuka) mulai dikembangkan, seperti yang dikemukakan oleh Hall, sesuai

dengan kepentingan-kepentingan bersama dan nyata dari negara-negara

maritime.Disadari bahwa demikian seringnya terjadi, dan besarnya kesulitan yang

menimpa semua negara yang mengajukan klaim-klaim yang bertentangan terhadap

bagian laut terbuka.Terlebih lagi klaim-klaim atas kedaulatan maritim hanya sedikit nilai

praktisnya kecuali pada masa perang apabila terpaksa menuntutnya dengan dukungan

angkatan laut yang tangguh.77

Kapal-kapal yang berlayar dibawah satu bendera tidak sah bertanggung jawab

terhadap penagkapan dan penyitaan oleh negara yang benderanya dikibarkan secara tidak

Kebebasan laut lepas dengan demikian harus dilihat dalam kaitannya dengan

kepentingan umum suatu negara, khususnya menyangkut kebebasan hubungan antar

bangsa. Istilah “kebebasan-kebebasan” lebih tepat dari pada “kebebasan” laut lepas,

karena selain dari kebebasan-kebebasan tidak terbatas untuk pelayaran dan penagkapan

ikan, laut pun dapat dimanfaatkan secara bebas untuk tujuan-tujuan lainya oleh semua

neagara, seperti untuk penelitian ilmiah. Terpepas dari ketentuan itu, yang secara umum

diikuti oleh sejumlah ketentuan sebagai akibatnya yang wajar, yaitu pada umumnya tidak

ada negara yang diperbolehkan untuk melaksanakan yuridiksinya di laut atas kapal-kapal

yang berlayar bukan di bawah naungan bendera negara itu, bahwa tidak ada kapal yang

boleh berlayar di bawah naungan bendera tertentu tanpa izin dari negara bendera, juga

tidak boleh ada bendera selain satu yang secara layak sah untuk dikibarkan.

77Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

sah/melawan hokum, dan kapal-kapal perang dari suatu negara boleh memerintahkan agar

kapal-kapal tersebut memperlihatkan benderanya.Apabila ada kecurigaan yang masuk

akal untuk mencurigai sebuah kapal terlibat dalam kegiatan perombakan atau perlu

perdagangan budak, kapal tersebut boleh dinaiki, dan jika perlu dilakukan

penggeledahan.78

Merunut panjang waktu yang akan dibutuhkan dalam menyelesaikan konflik di

kawasan Laut Cina Selatan, maka diperlukan suatu upaya yang mampu untuk tetap

menjaga stabilitas kawasan, keamanan hingga kondusifitas hubungan agar konflik ini

dapat terselesaikan. Upaya terbaik dalam menanggulangi sengketa wilayah laut ini adalah

dengan melakukan upaya diplomasi.Terutama menjalankan upaya diplomasi preventif.

79

78Ibid

Salah satu cara dalam diplomasi preventif Indonesia adalah dengan membangun serta

meningkatkan rasa saling percaya (confidence building measures) antara pihak-pihak

yang bertikai. Diplomasi preventif secara umum digunakan untuk mencegah keterlibatan

negara-negara adidaya yang mencoba untuk melakukan campur tangan/intervensi.Hal ini

disadari sebagai keinginan setiap negara yang sedang bertikai untuk mampu

menyelesaikan problem kenegaraannya secara independen.

Menurut Japan Foundation, Laut Cina Selatan merupakan sebuah perairan yang

terletak di kawasan Samudera Pasifik, terbentang dari Singapura dan Selat Malaka di

barat daya hingga Selat Taiwan di timur laut. Kawasan ini meliputi lebih dari 200 pulau

kecil, bebatuan dan karang yang sebagian besar berada di rangkaian kepulauan Paracel

dan Spratly.Rangkaian kepulauan inilah yang seringkali diperebutkan sehingga

menimbulkan ketegangan politik dari beberapa negara di sekitarnya.

79 http://prasetiyowahyu-hi.student.umm.ac.id/2016/01/19/konflik-laut-china-selatan-berdasarkan-hukum-laut/diakses tanggal 12 Juni 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Pada dasarnya, kawasan Laut Cina Selataan merupakan kawasan no man’s

island.Hal ini disebabkan oleh fakta yang menunjukkan bahwa kawasan ini tidak dimiliki

secara strategis oleh pihak manapun, melainkan hanya digunakan sebagai jalur

perdagangan internasional. Menurut salah satu berita yang disiarkan oleh China Outpost

disebutkan bahwa, setidaknya terdapat tiga faktor yang membuat salah satu kepulauan

yang berada di kawasan Laut Cina Selataan, Spratly dinilai strategis karena :

1. Penguasaan terhadap pulau-pulau tersebut sangat menentukan garis batas negara yang

menguasainya dan berdampak pada luas jangkauan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

yang akan dimiliki.

2. Wilayah Kepulauan Spratly merupakan bagian dari jalur lalu lintas internasional, baik

untuk kapal dagang dan kadang kapal militer, sehingga akan sangat menentukan bagi

posisi geostrategic negara tersebut. Ketiga, lautan di wilayah sekitar kepulauan ini

disinyalir mengandung cadangan minyak dan gas alam yang besar.80

Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan,

tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku

81

80Ibid 81Soerjono Soekanto,Kamus Sosiologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993, hlm.99.

. Beberapa konflik terbuka yang

pernah terjadi, terkait dengan sengketa wilayah Laut Cina Selataan. Pada tahun 1974 di

pulau Paracel dan tahun 1988 di pulau Spratly, terjadi konflik terbuka militer antara

Vietnam dan China yang lebih dikenal dengan konflik Sino-Vietnamese.Selain itu,

konflik yang melibatkan elemen militer juga terjadi pada tahun 1995, dimana China

melakukan pendudukan terhadap pulau Mischief Reef di sekitar pulau Spratly yang telah

diklaim sebagai bagian dari wilayah Filipina.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Pandangan tentang munculnya China sebagai potensi ancaman juga perlu dikaji

lebih jauh.Potensi munculnya China sebagai ancaman di kawasan Asia Tenggara bukan

tanpa alasan.China sebagai negara yang tumbuh menjadi kekuatan baru di dalam

konstelasi politik global memiliki beberapa catatan sejarah yang tidak terlalu baik di

dalam konflik Laut Cina Selataan. Sehingga hal ini patut menjadi agenda tersendiri bagi

ASEAN sebagai organisasi tunggal regional di Asia Tenggara, dengan beranggotakan

sejumlah negara lain seperti Indonesia yang tidak turut terlibat. Dengan demikian, jika

persoalan sengketa di kawasan Laut Cina Selatan selalu melibatkan elemen-elemen

militer, maka kemungkinan timbulnya pola permusuhan pada interaksi negara-negara

ASEAN dan China akan menjadi signifikan. Konflik di kawasan Laut Cina Selataan

merupakan konflik yang cukup rumit. Dengan melibatkan enam negara, beserta

kepentingan masing-masing akan menyebabkan tingkat konflik semakin tinggi. Hal ini

juga berpengaruh terhadap tingkat keamanan regional, dalam hal ini ASEAN sebagai

sebuah organisasi di kawasan Asia Tenggara akan menjadi lahan representatif bagi empat

negara anggota ASEAN yang terlibat konflik tersebut. Indonesia memiliki berbagai

pemikiran dalam menjawab tantangan persoalan di kawasan Laut Cina Selataan melalui

jalur diplomasi yaitu, “diplomasi preventif”.Sebab diplomasi menjadi tonggak penting

dalam pencapaian kepentingan nasional sebuah negara.Bagi Indonesia, dinamika politik

dunia yang dinamis harus mampu dihadapi dengan strategi dan pendekatan hubungan,

salah satunya dalam bentuk diplomasi preventif tersebut.Dengan menjaga perdamaian

dan mengubah potensi konflik menjadi potensi kerjasama melalui perundingan damai

demi terselenggaranya kerjasama yang aktif, produktif dan efektif bagi negara-negara

terkait dan tatanan dunia global.82

82 http://prasetiyowahyu-hi.student.umm.ac.id/2016/01/19/konflik-laut-china-selatan-

berdasarkan-hukum-laut/

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

50

BAB III

MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL DALA

MENYELESAIKAN KONFLIK LAUT

CHINA SELATAN

A. Latar Belakang Timbulnya di Laut China Selatan

Pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Republik Rakyat China dan

beberapa negara kepulauan lainnya mulai memperebutkan kekayaan alam yang ada di

lautan seperi minyak, sumber pangan, dan terumbu karang. Republik Rakyat China

merupakan salah satu negara yang pertama kali mengisyaratkan jika terdapat sumber

minyak di wilayah Laut China Timur.83Status-quo kepulauan-kepulauan di wilayah Laut

Cina Selatan menyebabkan tumpang-tindihnya klaim dari negara-negara Asia Timur, dan

Asia Tenggara atas kepulauan yang berada di wilayah tersebut. Kepulauan Spratly

diklaim oleh 6 (enam) negara, yakni Republik Rakyat China, Taiwan, Vietnam, Filipina,

Brunei dan Malaysia. Kepulauan Paraceldiklaim oleh Republik Rakyat China, Taiwan,

Vietnam, dan Filipina.84

Sejak tahun 1978, China telah menandatangani banyak kontrak dengan 57

perusahaan minyak asing untuk melakukan survey terhadap 8 (delapan) lokasi yang telah

di setujui di Laut China Selatan.Kebanyakan survey telah selesai dilakukan pada awal juli

83 Harrison Brown, J. William Fulbright, China Among the Nations of The Pacific. West

View Press. USA, 2012, hlm 106

84 Teuku May Rudy. Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung, Rafika Aditama, 2007, hlm. 131-132.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

tahun 1980, dan perwakilan asing diundang untuk melakukan penawaran antara akhir

1980 dan awal 1981.85

Klaim Republik Rakyat China di Laut China Selatan berawal ketika pada bulan

Agustus 1951, ketika Perdana Menteri China, Zhou Enlai, menyatakan kepemilikan

China atas Kepulauan Paracel dan Spratly. Klaim ini dilandasi pada dokumen yang

dikeluarkan oleh Guomindang, yang pada saat itu menguasai China. Di dalam dokumen

tersebut dijelaskan bahwa Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan

Sungai Macclesfield Bank merupakan bagian dari Republik Rakyat China. Klaim

Republik Rakyat China atas Laut Cina Selatan lebih ditekankan pada prinsip “historical

rights”yang sering digunakan sebagai rujukan dalam Hukum Internasional.

86

Perebutan wilayah di Laut China Selatan melibatkan klaim-klaim pulau dan

wilayah kelautan pada beberapa negara berdaulat di wilayah tersebut, yakni Brunei, RRC,

Republik China (Taiwan), Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Terdapat perebutan wilayah

yang terjadi pada kepulauan Paracel dan kepulauan Spratly, serta perbatasan wilayah

kelautan di Teluk Tonkin dan tempat-tempat lainnya.Terdapat perebutan tambahan di

perairan di dekat Kepulauan Natuna, Indonesia.Kepentingan negara-negara yang berbeda

meliputi perebutan wilayah perikanan di sekitar dua kepulauan tersebut; pengambilan

minyak bumi dangas alam di bawah perairan berbagai bagian di Laut China Selatan; dan

kontrol strategis dari jalur-jalur perkapalan penting.

87

85 Harrison Brown, J. William Fulbright., Loc.Cit. 86 Melda Erna Yanti, Keabsahan Tentang Penetapan Sembilan Garis Putus-Putus Laut

Cina Selatan Oleh Republik Rakyat Cina Menurut United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982 (UNCLOS III) , Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum, 2016, hlm 6

87https://myrepro.wordpress.com/2016/04/16/lcs1/diakses tanggal 1 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Sumber: https://myrepro.wordpress.com/2016/04/16/lcs1

Gambar 1.

Wilayah yang di klaim oleh negara yang terlibat konflik

Laut Cina Selatan

Benturan kepentingan antar negara-negara di kawasan manapun berpotensi

menyebabkan konflik dan bisa menciptakan instabilitas baik secara global maupun

regional, konflik kepentingan yang bersumber dari kepentingan ekonomi, politik, sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

apabila tidak di manage dengan baik, dapat berujung terjadinya konflik secara langsung

yang melibatkan kekuatan militer antar negara-negara tertentu yang merasa national

interest mereka terusik. Demikian halnya dengan perkembangan konflik klaim wilayah

teritori di laut China selatan yang melibatkan 6 (enam) negara, 4 (empat) negara anggota

ASEAN (Malaysia, Philipina, Vietnam, Brunei) dengan China dan Taiwan, menurut

argumennya masing–masing bahwa sebagian wilayah laut China selatan adalah wilayah

kedaulatannya, bagi Indonesia meskipun tidak termasuk Claimant state tapi ada bagian

dari pulau Natuna apabila China memaksakan klaim teritori akan masuk wilayah China,

maka konflik di Laut China Selatan akan melibatkan Indonesia juga.88

B. Klaim sepihak oleh China dalam Menetapkan Wilayah Batas Laut China Selatan

Permasalahan Laut China Selatan semakin menarik untuk dikaji selama

memasuki paruh abad ke-21.Eskalasi hingga perubahan pola konflik yang terjadi adalah

alasan utama rumitnya permasalahan di wilayah tersebut.Secara umum, klaim maritim

atas hukum internasional memang ditentukan oleh kedaulatan daratan. Jadi, sepanjang

terdapat perselisihan atas fitur daratan di Laut China Selatan, maka akan tetap ada

perselisihan atas perairan tersebut.89

Sejumlah negara bersengketa atas hak kepemilikan wilayah di Laut Cina

Selatan selama beberapa abad, namun ketegangan meningkat dalam beberapa

tahun terakhir.Cina, Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei mengklaim

88Ibid 89Gregory B. Poling.The South China Sea in Focus Clarifying the Limits of Maritime

Dispute.CSIS, 2013, hlm 221

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

kepemilikan di kawasan tersebut.Namun Cina melangkah lebih maju dengan

membangun pulau-pulau buatan serta menggelar patroli laut.90

Klaim China terhadap Laut China Selatan sebetulnya tidaklah sungguh lama

sehingga terkesan menjadi klaim yang begitu ‘kuno’.Dimana China kemudian

menjadikan klaim tersebut sebagai jusfikasi terhadap istilah historic seperti yang

seringkali dikemukakannya.Sebab ada banyak bukti empiris yang menunjukkan jika

klaim kedaulatan China adalah klaim kedaulatan yang sangat modern.Secara ringkas, isu

klaim terhadap Spratly, Paracel hingga Laut China Selatan baru nampak sebelum perang

dunia II ketika menentang okupasi Perancis setelah menguasai Vietnam.Kemudian

terlihat kembali setelah perang dunia II ketika klaim China ditentang oleh Filipina dan

Vietnam.

91

Klaim China atas sebagian wilayah Laut China Selatan ini kemudian diikuti oleh

Vietnam.Vietnam telah terlibat sengketa ini sejak sebelum bersatunya Vietnam Utara dan

Vietnam Selatan. Klaim Vietnam Selatan atas kepulauan Spratly dilakukan berdasarkan

Konfrensi San Franciscotahun 1951 yang diantaranya berisi pelepasan hak Jepang atas

kepulauan Spratly dan Paracels. Selain itu Klaim Vietnam juga didasarkan pada latar

belakang sejarah ketika Perancis tahun 1930-an masih menjajah Vietnam. Saat itu

kepulauan Spratly dan Paracel berada di bawah kontrol Perancis.Vietnam mengklaim

kepulauan Spratly sebagai daerah lepas pantai Provinsi Khanh Hoa.Klaim Vietnam

mencakup area yang cukup luas di Laut China Selatan dan Vietnam telah menduduki

sebagian Kepulauan Spratly serta Kepulauan Paracel sebagai wilayahnya.

92

90

http://www.bbc.com/indonesia/dunia-38730199, diakses tanggal 1 Mei 2018 91Teh-Kuang Chang. 1991. China’s Claim of Sovereignty over Spratly and Paracel Island:

A Historical and Legal Perspective. Volume 23.Case Western Reserve University. Int’l L.399

92Suharna, K.K. Konflik dan solusi Laut China Selatan dan dampaknya bagi ketahanan nasional.Majalah TANNAS edisi 94-2012, hlm. 36

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Salah satu sumber menyebutkan, jika China telah menemukan Kepulauan Spratly

dan Paracel lebih dari 2100 tahun yang lalu.Pendapat China tersebut didukung oleh

aktifitas kapal-kapal China pada abad ke-12 hingga pertengahan abad ke-15 yang

mendominasi perdagangan di Laut China Selatan.93

Klaim historis China modern terhadap Laut China Selatan dapat ditemukan pada

tahun 1947 ketika berada dibawah pemerintahan China Republik pimpinan Chiang Kai-

Shek. Klaim yang di dukung oleh peta resmi nasionalnya tersebut, memuat 11 garis putus

yang mencakup sebagian besar wilayah Laut China Selatan.Sedikit berbeda dengan peta

yang dikeluarkan pemerintah China pada tahun 2009, dua garis lainnya yang terletak di

Teluk Tonkin (Gulf of Tonkin) telah di hapus sejak pemerintahan Zhou Enlai.Sehingga

pada peta modern China diketahui hanya memiliki sembilan garis putus.

94

yang dikeluarkan pada tahun 2009, sembilan garis putus dalam peta tersebut cakup sekitar

2 juta km2luas maritim di Laut China selatan (sekitar 22% dari luas China daratan).

Dalam beberapa versi, peta modern China sejak 1984 memiliki 10 garis putus.

Dimana satu garis yang lain berada di timur Taiwan. Dari segi skup wilayah klaim

terhadap Laut China Selatan, tidak ada perbedaan yang signifikan antara klaim teritori

dalam peta resmi China pada tahun 1947 dengan tahun 2009.Dimana hampir keseluruhan

pulau-pulau di Laut China Selatan berada dalam klaim China menurut peta resminya

tersebut. Bila mengacu pada peta resmi China

95

93 Stein Tønnesson.The History of the Dispute. War or Peace In the South China

Sea?Denmark: NIAS Press, 2002, hlm 6

Ini

94United States Department of State Bureau of Oceans and International Environmental and Scientific Affairs. Arsip online bisa diakses pada http://www.mackinderforum.org/ commentaries/china2019s-nine-dashed-map-maritime-sourceof -geopolitical-tension/china2019s-ninedashed -ap-maritime-source-of-geopolitical-tension,diakses tanggal 1 Mei 2018

95Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

berarti wilayah klaim China mencakup seluruh pulau-pulau yang berada di area Laut

China Selatan.

Seperti Kepulauan Pratas, Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, Scarborough

Shoal dan pulau-pulau karang lainnya. Klaim tersebut meliputi hampir 80% luas Laut

China Selatan.Kebenaran klaim tersebut juga diperkuat oleh citra satelit yang merekam

berbagai aktivitas China di Laut China Selatan.Ia melakukan reklamasi yang cukup masif

diperairan tersebut. Selama kurun waktu akhir 2013 hingga 2015, telah ada beberapa titik

yang menjadi basis reklamasinya.Antara lain Fiery Cross Reef, Mischief Reef, Gaven

Reef, Subi Reef, Hughes, Johnson Sout Reef, Eldad Reef dan Cuarteron Reef.96

C. Inrtervensi Amerika Serikat dalam Wilayah Laut China Selatan.

Oppenheim Lauterpacht intervensi merupakan campur tangan secara diktator

oleh suatu Negara terhadap urusan dalam negeri lainnya dengan maksud baik untuk

memelihara dan mengubah keadaan, situasi, atau barang di negeri tersebut. Intervensi

dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai turut campurnya sebuah Negara dalam

urusan dalam negeri Negara lain atau urusan dengan Negara lain dengan menggunakan

kekuatan atau ancaman kekuatan, sedangkan intervensi kemanusiaan diartikan sebagai

intervensi yang dilakukan oleh komunitas internasional untuk mengurangi pelanggaran

hak asasi manusia dalam sebuah Negara, walaupun tindakan tersebut melanggar

kedaulatan Negara tersebut.97

96 Arsip online citra satelit yang direklamasi oleh China dapat diakses melalui

http://medium.com/satelite-image-analysis//china-s-new-military-installations-in-the-spratly-islands-satellite-image-update-1169bacc07f9#.h10hqgcppdiakses pada tanggal 1 Mei 2018

97 Bryan A Garner ed., Black Law Dictionary , Seventh Edition, Book 1, West Group, ST.Paul, Minn, 1999, hlm. 826

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Kasus Laut China Selatan, keterlibatan pihak eksternal, terutama AS, dalam

sengketa merupakan salah satu hal penting yang menjadi sorotan internasional.

Keterlibatan AS telah dimulai sejak pertengahan tahun 1990-an. AS pertama kali

mengartikulasikan kebijakannya di Laut China Selatan saat terjadi ketegangan akibat

okupasi yang dilakukan China pada Mischief Reef pada akhir tahun 1994. Pada Mei

1995, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menggarisbawahi lima poin

penting mengenai kebijakan AS di Laut China Selatan (U.S. Department of State, 1995).

Kelima poin itu adalah:

(1) penyelesaian sengketa secara damai

(2) menjaga perdamaian dan kestabilan kawasan;

(3) menjaga kebebasan bernavigasi

(4) netralitas dalam sengketa; dan

(5) menghargai prinsip-prinsip internasional dalam UNCLOS yang telah ditetapkan

pada tahun 1982.98

AS juga terlibat dalam sengketa Laut Timur Selatan dalam bentuk kerja sama

militer dengan Filipina. Di bawah Mutual Defense Treaty tahun 1951, AS menjadikan

Filipina sebagai sekutunya.Filipina merupakan negara yang bergantung pada AS,

terutama dalam keamanan eksternalnya.Kedua negara telah lama melakukan aktivitas

militer bersama untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan militer Filipina dalam

merespon ancaman keamanan serta menjaga kemampuan angkatan bersenjata Filipina

(AFP) maupun militer AS. AS mendesain Filipina sebagai sekutu utama non-NATO pada

6 Oktober 2003 untuk mendukung invasi AS di Irak dan memerangi terorisme di Asia

Tenggara: Tahun 2011 menjadi tahun pertama diadakannya dialog strategis secara

98 Arief Bakhtiar Darmawan, Keterlibatan Amerika Serikat dalam Sengketa Laut

Tiongkok Selatan pada Masa Pemerintahan Presiden Barack Obama, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 6, No. 1, April -September 2017, hlm 5

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

bilateral yang diadakan pada bulan Januari. Kurt Campbell, Asisten Menteri Luar Negeri

AS untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, meyakinkan Filipina dengan menjanjikan

penjualan peralatan pertahanan, pelatihan penjagaan pantai, dan angkatan laut, serta

menyediakan konsultasi yang lebih dalam mengenai isu strategis, politik, dan militer.

Setelah Hillary Clinton menegaskan kembali hubungan militer antara AS dan Filipina

pada tahun 2011, kerja sama militer terutama dalam segi maritim antara kedua negara

semakin dipererat. Hal tersebut juga merupakan respon dari Presiden Benigno Aquino III

atas terjadinya penyerangan kapal eksplorasi minyak dan kapal nelayan Filipina oleh

kapal perang China. Dengan pemicu tersebut, Presiden Aquino menyatakan keinginannya

untuk meningkatkan anggaran militer dan menyambut peningkatan kerja sama militer

dengan AS.99

AS mengutarakan kebijakan ‘high-profile intervention’ di Asia Pasifikdengan

alasan yang jelas, antara lain keinginan untuk kebebasan bernavigasi di wilayah Laut

Cina Selatan, mendorong penyelesaian sengketa secara damai, mengharapkan bahwa

sengketa tidak mempengaruhi perdamaian dan kestabilan kawasan, serta meminta setiap

negara yang bersengketa menghargai prinsip-prinsip internasional Kepentingan Amerika

Serikat tersebut dapat dikaitkan dengan kerangka besar untuk mengimbangi peningkatan

pengaruh dan kekuatan militer China.

100

Mengingat pentingnya peran laut baik dari sudut pandang keamanan, ekonomi,

maupun politik, maka dibutuhkan sebuah landasan yang kuat terhadap penentuan batas

maritim antar negara.Adapun landasan hukum yang digunakan dalam hal batas maritim

ini adalah UNCLOS 1982. Selain penting sebagai suatu perangkat hukum laut, UNCLOS

1982 ini juga sangat penting karena di samping mencerminkan hasil usaha masyarakat

99Ibid, hlm 6 100 Ibid., hlm 7-8

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

internasional untuk mengkodifikasikan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang

telah ada, juga menggambarkan suatu perkembangan yang progresif dalam hukum

internasional. Salah satu perkembangan yang menarik dalam percaturan politik dan

keamanan global saat ini adalah menyangkut perkembangan kawasan Asia Pasifik.Saat

ini, Laut China Selatan menjadi flash point di kawasan Asia Pasifik. Sengketa di Laut

China Selatan tidak hanya melibatkan enam negara yaitu, China, Taiwan, Vietnam,

Filipina, Brunei, dan Malaysia saja, melainkan juga menyangkut kepentingan kekuatan

besar lainnya seperti Amerika Serikat. 101

“The United States has a national interest in freedom of navigation, open access to Asia’s maritimecommons and respect for international law in the South China Sea. We share these interests not only with ASEAN members or ASEAN Regional Forum participants, but with other maritime nations and the broader international community”. Terjemahan Amerika Serikat memiliki kepentingan nasional dalam kebebasan navigasi, membuka akses ke wilayah maritim Asia dan menghormati hukum internasional di Laut Cina Selatan. Kami berbagi minat ini tidak hanya dengan anggota ASEAN atau peserta Forum Regional ASEAN, tetapi dengan negara maritim lainnya dan komunitas internasional yang lebih luas

Kepentingan dari Amerika Serikat ini pernah diungkapkan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bahwa:

102

AS tertarik ikut campur karena sekutu dan mitranya meminta bantuan dalam

meyakinkan Cina, agar tidak menggunakan kekuatan ekonomi dan militernya untuk

memaksakan kehendak atas tetangga-tetangganya, dan sebaliknya mengambil tindakan

yang sesuai hukum internasional. Amerika Serr juga ingin agar lalulintas perdagangan

dan jalur komunikasi, yang jadi prinsip kebebasan pelayaran, terjamin di wilayah laut

yang penting ini, mengingat hampir dua pertiga perdagangan dunia serta penyaluran

101Muhammad Rafi Darajat, dkk, Implikasi Hukum Atas Putusan Permanent Court Of

Arbitration Terkait Sengketa Laut China Selatan Terhadap Negara Di Sekitar Kawasan Tersebut, Jurnal Bina Mulia Hukum, Volume 2, Nomor 1, September 2017, hlm 2

102 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

energi melewati kawasan ini.AS juga ingin meyakinkan Cina bahwa di awal

keterlibatannya di panggung dunia, baik juga bagi Cina jika mematuhi hukum

internasional dalam upaya mencapai ambisinya. Washington percaya, jika Cina diizinkan

mengintimidasi negara-negara tetangganya, dan menetapkan sebuah area dominasi

geopolitis baru, itu akan membuat situasi Asia dan dunia jadi labil.103

103 http://www.dw.com/id/posisi-as-dalam-pertikaian-laut-cina-selatan/a-18629419,

diakses tanggal 1 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

61

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CHINA SELATAN DALAM

PUTUSAN MAHKAMAH ARBITRASE INTERNASIONAL

TAHUN 2016

A. Penyelesaian Sengketa Gugatan Filipina terhadap China Mengenai Laut China

Selatan Melalui Mahkamah Arbitrase Internasional

Kedaulatan atas Laut China Selatan telah banyak menarik perhatian negara

-negara sekitar, hal ini dimulai sejak berakhirnya perang dunia ke II.Pada saat itu

perjanjian Damai San Fransisco 1951 tidak menentukan secara spesifik wilayah

Kepulauan Spratly dan siapa yang berhak menerima kedaulatan pasca dilepas oleh

Jepang.Hal tersebut kemudian menimbulkan kekosongan kekuasaan geopolitik.

Disamping itu, juga menyebabkan terjadinya klaim tumpang tindih antara negara-negara

sekitar seperti Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan Republik Rakyat

China termasuk Taiwan, yang mendasarkan klaim menurut kebenaran yang dianut

masing-masing negara.104

Pengelolaan sengketa kedaulatan territorial tidak dapat serta-merta mengikuti

kehendak salah satu pihak tanpa persetujuan pihak lainnya. Dalam pengelolaan sengketa

kedaulatan territorial banyak cara yang dapat dilakukan dan sesuai dengan hukum

Internasional, salah satu penyelesaian sengketa internasional yakni melalui

Arbitrase.Arbitrase telah lama menjadi pilihan penyelesaian sengketa. Arbitrase yang

104Ayu Megawati dan Gautama Budi Arundhat.Dinamika Sikap Tiongkok Atas Putusan

Mahkamah Arbitrase Tetap Internasional Nomor 2013-19 dan Pengaruhnya terhadap Indonesia, Lentera Hukum, Volume 5 Issue 1 (2018), hlm 28

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

diajukan Filipina kepada Tribunal adalah tentang penafsiran dari pasal-pasal yang

terdapat dalam UNCLOS 1982 serta posisi Republik Rakyat China dalam melakukan

aktivitasnya di Laut Cina Selatan, akan tetapi ketika putusan tersebut keluar pada 2016

lalu, Republik Rakyat China menganggap bahwa putusan tersebut adalah batal demi

hukum.105

Hukum internasional mengenal beberapa sumber hukum yang dapat dirujuk

yakni yang ada di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional.Salah satu

sumber hukum yang erat dengan artikel ini adalah putusan badan peradilan.Putusan badan

peradilan dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional

mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas perjanjian internasional, hukum

kebiasaan, dan prinsip hukum umum.

106

Putusan badan-badan peradilan mencakup seluruh putusan badan peradilan. Jadi

tidak hanya terbatas pada putusan-putusan badan peradilan internasional saja seperti

putusan Mahkamah Internasional, putusan badan-badan arbitrase internasional maupun

putusan Mahkamah Hak Asasi Manusia dan putusan badan-badan peradilan internasional

yang lainya, melainkan termasuk pula di dalamnya, putusan badan-badan peradilan

nasional negara-negara, badan arbitrase nasional maupun badan-badan peradilan nasional

lainnya yang mungkin ada di dalam suatu negara.

107

Cina,yang mengklaim kepemilikan 90% wilayah perairan di Laut Cina

Selatan, menyatakan tidak mengakui Mahkamah Arbitrase PBB dan menolak ikut

ambil bagian. Bahkan, Cina berupaya mengajak sejumlah negara untuk enyokong

pandangannya bahwa putusan mahkamah di Den Haag seharusnya ditolak.Cina

105Ibid., hlm 29-30 106 Muhammad Rafi Darajat, dkk, Op.Cit, hlm 9-10 107Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

menyatakan sekitar 60 negara telah mendukung posisi tersebut, namun hanya

beberapa yang menyuarakannya secara umum.Cina berupaya mengajak sejumlah

negara untuk menyokong pandangannya bahwa putusan mahkamah di Den Haag

seharusnya ditolak.Cina menyatakan sekitar 60 negara telah mendukung posisi

tersebut, namun hanya beberapa yang menyuarakannya secara umum.108

Dalam hukum internasional dikenal beberapa sumber hukum yang dapat

dirujuk yakni yang ada di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah

Internasional, hukum internasional sebagai pedoman global dalam mengatur

tingkah laku dan perbuatan negara-negara, organisasi-organisasi internasional dan

sejensinya, secara tegas menyandarkan dirinya pada sumber hukum internasional.

Sumber hukum internasional dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan aktual yang

digunakan para ahli hukum internasional untuk menetapkan suatu hukum yang

berlaku pada peristiwa atau kejadian tertentu.

109

1. Pengadilan, yang berfungsi untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional,

perselisihan seperti yang disampaikan kepadanya, akan berlaku (The Court, whose

function is to decide in accordance with international law such disputes as are

submitted to it, shall apply)

Adapun sumber hukum internasional yang dimaksud di dalam pasal 38

ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah sebagai berikut:“

2. Kebaktian internasional, baik umum maupun khusus (International

conventions, whether general or particular)

108 http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160711_dunia_filipina_cina_

mahkamah_preview, diakses tan ggal 29 Mei 2018 109J.G. Starke, “Introduction to International Law”, London: Butterworth & Co., 1989,

hlm. 292

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

3. Menetapkan aturan yang secara tegas diakui oleh negara-negara peserta

kontes; (establishing rules expressly recognized by the contesting states);

4. Kebiasaan internasional, sebagai bukti praktik umum yang diterima sebagai

hukum (International custom, as evidence of a general practice accepted as

law)

5. Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh masyarakat sipil; (The general

principles of law recognized by civilizenations;)

6. Tunduk pada ketentuan Pasal 59, keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran dari

penerbit yang paling berkualitas dari berbagai negara, sebagai sarana

tambahan untuk penentuan aturan hukum (Subject to the provisions of Article

59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists

of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of

law).110

Salah satu sumber hukum yang erat dengan artikel ini adalah putusan badan

peradilan.Putusan badan peradilan dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah

hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas perjanjian

internasional, hukum kebiasaan, dan prinsip hukum umum.

111

Putusan badan-badan peradilan mencakup seluruh putusan badan peradilan. Jadi

tidak hanya terbatas pada putusan-putusan badan peradilan internasional saja seperti

putusan Mahkamah Internasional, putusan badan-badan arbitrase internasional maupun

putusan Mahkamah Hak Asasi Manusia dan putusan badan-badan peradilan internasional

yang lainya, melainkan termasuk pula di dalamnya, putusan badan-badan peradilan

110Statuta Mahkamah Internasional Pasal 38 ayat (1). 111 T. May Rudy, “Hukum Internasional 1”, Bandung: Refika Aditama, 2010, hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

nasional negara-negara, badan arbitrase nasional maupun badan-badan peradilan nasional

lainnya yang mungkin ada di dalam suatu negara.112

Akibat putusan badan peradilan internasional, ditegaskan di dalam pasal 59

Statuta Mahkamah Internasional bahwa: Tunduk pada ketentuan Pasal 59, keputusan

pengadilan dan pengajaran dari penerbit yang paling berkualitas dari berbagai negara,

sebagai sarana tambahan untuk penentuan aturan hukum. (The decision of the Court has

no binding force except between the parties and in respect of that particular case).

113

Meskipun putusan badan-badan peradilan itu hanya berlaku dan mengikat bagi

para pihak yang berperkara, namun seringkali nilai hukum yang dikandung di dalamnya

dapat berlaku menjadi hukum yang berlaku umum. Putusan badan peradilan internasional

juga ada yang merupakan pengukuhan atas norma hukum internasional baru. Isi, jiwa,

dan semangat yang terkadung di dalam putusan itu kemudian diikuti oleh negara-negara

dalam praktik dan ada pula yang diundangkan di dalam peraturan perundang-undangan

nasionalnya. Sehingga putusan badan peradilan internasional yang semula hanya berlaku

bagi para pihak yang berperkara saja, seiring dengan perkembangan zaman menjadi

norma hukum internasional yang berlaku umum.

114

112 I Wayan Parthiana, “Pengantar Hukum Internasional”, Bandung: Mandar Maju,

2003, hlm. 286.

113 Statuta Mahkamah Internasional Pasal 59 114Ibid

Oleh karena putusan badan arbitrase

internasional termasuk kedalam golongan sumber hukum ini, maka putusan dari PCA

juga merupakan suatu sumber hukum yang harus dipatuhi oleh masyarakat internasional

khususnya bagi negara yang berperkara.Khusus dalam sengketa Laut China Selatan ini,

PCA menggunakan UNCLOS 1982 di dalam menangani sengketa ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Terkait dengan implikasi hukum maka dapat melihat pasal 11 Lampiran VII

Konvensi Hukum Laut 1982 yang berbunyi: Putusan harus bersifat final dan tanpa

banding, kecuali para pihak yang bersengketa telah menyetujui sebelumnya untuk

prosedur banding. Itu harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang berselisih. (The award shall

be final and without appeal, unless the parties to the dispute have agreed in advance to

an appellate procedure. It shall be complied with by the parties to the dispute).115

bahwa putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

Hal ini berarti tidak ada upaya hukum lain terhadap putusan arbitrase yang telah

diputuskan oleh lembaga arbitrase. Selanjutnya dari pasal tersebut juga dapat dikatakan

bahwa kedua pihak baik Filipina maupun China wajib untuk menyelesaikan sengketa

secara damai dan mematuhi UNCLOS 1982 dan putusan dari PCA dalam sengketa Laut

China Selatan dengan itikad baik. Terlebih kedua negara baik Filipina maupun China

merupakan negara pihak dari UNCLOS 1982.

Di dalam pasal tersebut terdapat frasa final and without appeal yang berarti

116

If one of the parties to the dispute does not appear before the arbitral tribunal or fails to defend its case, the other party may request the tribunal to continue the proceedings and to make its award. Absence of a party or failure of a party to defend its case shall not constitute a bar to the proceedings. Before making its award, the arbitral tribunal must satisfy itself not only that it has jurisdiction over the dispute but also that the claim is well founded in fact and law. Terjemahan Jika salah satu pihak dalam sengketa tidak muncul di pengadilan arbitrase atau gagal membela kasusnya, pihak lain dapat meminta majelis untuk melanjutkan proses dan membuat putusannya. Ketiadaan partai atau kegagalan suatu pihak untuk mempertahankan kasusnya tidak akan menjadi sebuah bar bagi prosesnya.

China yang secara konsisten menolak untuk mengakui putusan PCA tersebut

maka hal tersebut dapat dibantah dengan pasal 9 Lampiran VII UNCLOS 1982 bahwa:

115 Pasal 11 Lampiran VII Konvensi Hukum Laut 1982 116Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Sebelum membuat putusannya, majelis arbitrase harus memuaskan dirinya tidak hanya bahwa ia memiliki yurisdiksi atas sengketa tetapi juga bahwa klaim tersebut berdasar pada fakta dan hukum.117

Berdasarkan penjelasan pasal di atas bahwa ketidakhadiran salah satu ihak tidak

menghalangi proses dari arbitrase tersebut asalkan arbitrase yang bersangkutan memiliki

yurisdiksi untuk memeriksa sengketa. Dalam hal ini, PCA memiliki yurisdiksi untuk

memeriksa sengketa Laut China Selatan.Suatu negara baik yang sedang bersengketa

ataukah tidak memiliki kewajiban untuk taat kepada hukum internasional.Untuk

menumbuhkan ketaatan negara pada hukum internasional, terdapat dua alternatif yang

diberikan oleh Chayes.Pertama melalui enforcement mechanism yang menerapkan

banyak sanksi seperti sanksi ekonomi, sanksi keanggotaan sampai ke sanksi

unilateral.Terhadap mekanisme pertama ini Chayes berhasil menyimpulkan bahwa

penerapan mekanisme ini tidak efektif, membutuhkan biaya tinggi, dapat menimbulkan

masalah legitimasi dan justru banyak menemui kegagalan. Alternatif kedua yang

ditawarkan Chayes merupakan management model, di mana ketaatan tidak dipacu

olehberbagai kekerasan atau sanksi tetapi melalui model kerjasama dalam ketaatan, yaitu

melalui proses interaksi dalam justification, discourse and persuasion. Kedaulatan tidak

lagi bisa ditafsirkan bebas dari intervensi eksternal, akan tetapi menjadi sebuah kebebasan

untuk melakukan hubungan internasional sebagai masyarakat internasional. Dengan

demikian kedaulatan yang baru ini tidak hanya terdiri dari kontrol wilayah atau otonomi

pemerintah tetapi juga pengakuan status sebagai anggota masyarakat bangsaangsa.

Ketaatan pada hukum internaisonal tidak lagi semata karena takut akan sanksi tetapi lebih

117Ibid, Pasal 9

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

pada kekhawatiran pengurangan status melalui hilangnya reputasi sebagai anggota

masyarakat bangsa-bangsa yang baik.118

Pelanggaran suatu negara terhadap hukum internasional ini merupakan

suatu kelalaian suatu negara yang sangat serius.Perbuatan tersebut mengurangi

kepercayaan negara-negara terhadap negara tersebut, terutama dalam hal

mengadakan perjanjian dengannya dikemudian hari.Pelanggaran seperti ini dapat

pula dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip kepastian hukumdalam

hukum internasional.

119

“The Tribunal considers it beyond dispute that both Parties are obliged to comply with the Convention, including its provisions regarding the resolution of disputes, and to respect the rights and freedoms of other States under the Convention. Neither Party contests this, and the Tribunal is therefore not persuaded that it is necessary or appropriate for it to make any further declaration” terjemahan Tribunal menganggapnya di luar perselisihan bahwa kedua Pihak berkewajiban untuk mematuhi Konvensi, termasuk ketentuannya mengenai penyelesaian sengketa, dan untuk menghormati hak dan kebebasan dari Negara lain di bawah Konvensi. Tidak ada Pihak yang menentang hal ini, dan karena itu Pengadilan tidak yakin bahwa perlu atau tepat untuk membuat pernyataan lebih lanjut.

Pematuhan terkait dengan penyelesaian sengketa juga menjadi salah satu poin putusan yang dikemukakan pihak PCA, bahwa:

120

Putusan PCA memang bersifat final and binding, akan tetapi di dalam Lampiran

VII UNCLOS 1982 tidak ada ketentuan mengenai pelaksanaan putusan, dalam kata lain

PCA tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pemaksaan sehingga akhirnya kembali

lagi ke itikad baik para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Oleh karena itu

118 Sefriani (2), “Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional

dalam Perspekti Filsafat Hukum”, Jurnal Hukum No. 3 Vol. 18(Juli 2011), hlm. 417

119 Huala Adolf , “Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional”, Bandung: Keni

Media, 2011, hlm. 219.

120The South China Sea Arbitration Award Paragraf 1201.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

terkait dengan penegakan hukum maka banyak bergantung pada Filipina, apa sekarang

siap untuk tegas terhadap China didasarkan pada tanggapan China yang menolak hasil

putusan PCA. Implikasinya dengan negara-negara yang berkepentingan di sekitar

kawasan Laut China Selatan, putusan PCA terkait sengketa Laut Cina Selatan merupakan

klarifikasi atau interpretasi PCA terhadap UNCLOS 1982 sehingga dapat menjadi sumber

hukum yang berlaku umum atau mengikat semua negara. Intrepetasi ini sebenarnya dapat

memudahkan para pihak yang bersengketa di Laut China Selatan untuk merundingkan

klaim mereka masing-masing.121

Interpretasi PCA mengenai nine dash line yang tidak memiliki dasar dan

bertentangan dengan UNCLOS 1982 dapat digunakan oleh negara-negara di sekitar

kawasan Laut China Selatan apabila China kembali melanggar kedaulatan negara lain.

Putusan PCA tersebut dapat dijadikan sarana untuk memperlemah argumen China. PCA

juga menemukan fakta bahwa tidak ada fitur laut yang diklaim oleh China yang mampu

menghasilkan apa yang disebut Zona Ekonomi Eksklusif yang memberikan negara hak

berdaulat untuk sumber daya, seperti perikanan, minyak, dan gas dalam 200 mil laut.

Pengaruhnya, negara-negara di kawasan Laut China Selatan dapat mengetahui seberapa

besar klaim wilayah mereka di kawasan tersebut.Putusan ini juga akan berguna dan

dirujuk oleh negara-negara dalam praktiknya maupun oleh putusan lembaga ajudikasi di

masa mendatang. Negara-negara di sekitar kawasan Laut China Selatan harus dapat

secara konsisten mendukung pentingnya penegakan hukum dan penggunaan cara damai,

bukan kekerasan, dalam mencari penyelesaian perselisihan maritim. Karena sifat putusan

121 Damos Dumoli Agusman, “Mengingat Putusan Tribunal atas Laut China

Selatan”,http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160817165644-21-152034/mengingat-

putusan-tribunal-atas-laut-china-selatan/, diakses pada tanggal 1 Mei2018

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

yang final dan mengikat, masyarakat interansional dapat mendorong Filipina, Malaysia,

Brunai dan China untuk mematuhi putusan PCA itu.

Pelanggaran suatu negara terhadap hukum internasional ini merupakan suatu

kelalaian suatu negara yang sangat serius.Perbuatan tersebut mengurangi kepercayaan

negara-negara terhadap negara tersebut, terutama dalam hal mengadakan perjanjian

dengannya di kemudian hari.Pelanggaran seperti ini dapat pula dikategorikan sebagai

pelanggaran terhadap prinsip pacta sunt servanda dalam hukum internasional.122

The Tribunal considers it beyond dispute that both Parties are obliged to comply with the Convention, including its provisions regarding the resolution of disputes, and to respect the rights and freedoms of other States under the Convention. Neither Party contests this, and the Tribunal is therefore not persuaded that it is necessary or appropriate for it to make any further declaration”. Terjemahan Tribunal menganggapnya di luar perselisihan bahwa kedua Pihak berkewajiban untuk mematuhi Konvensi, termasuk ketentuannya mengenai penyelesaian sengketa, dan untuk menghormati hak dan kebebasan dari Negara lain di bawah Konvensi. Tidak ada Pihak yang menentang hal ini, dan karena itu Pengadilan tidak yakin bahwa perlu atau tepat untuk membuat pernyataan lebih lanjut.

Oleh

karena itu terkait putusan PCA dalam sengketa Laut China Selatan, maka China harus

menghormati putusan tersebut karena sudah menjadi sumber hukum internasional.

Apabila suatu negara menaati hukum internasional maka masyarakat internasional akan

merasakan ketertiban, keteraturan, keadilan, dan kedamaian. Sebaliknya apabila China

tetap konsisten untuk menolak mematuhi putusan PCA dan terus melakukan agresi di

kawasan Laut China Selatan maka akan terjadi instabilitas kawasan yang bisa saja

berujung pada konflik terbuka.

Pematuhan terkait dengan penyelesaian sengketa juga menjadi salah satu poin

putusan yang dikemukakan pihak PCA, bahwa:

123

122 Muhammad Rafi Darajati, Op.Cit, hlm 11-12 123Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Mekanisme penyelesaian sengketa menurut UNCLOS 1982 terbagi menjadi 3

bagian.Pada Bagian 1 mengatur bahwa penyelesaian sengketa diselesaikan melalui

kesepakatan damai kedua belah pihak. Bagian 2 mengatur prosedur penyelesaian

sengketa yang memaksa demi menghasilkan keputusan yang mengikat, yang berlaku

apabila prosedur dalam Bagian 1 tidak memberikan jalan keluar bagi sengketa tersebut.

Bagian 3 mengatur beberapa pembatasan dan pengecualian dalam yurisdiksi untuk

prosedur yang diatur pada Bagian 2.Yurisdiksi ini ditentukan sendiri oleh Tribunal atas

permintaan dari para Pihak.124Negara pihak dalam UNCLOS 1982, pada saat meratifikasi,

menandatangai, dan mengesahkan Konvensi ini dapat memberikan pernyataan secara

tertulis mengenai prosedur penyelesaian yang dipilih sesuai dengan Pasal 287 (1). Baik

Filipina maupun China masing-masing tidak membuat pernyataan secara tertulis

mengenai pasal tersebut, sehingga menurut ayat (3) pada pasal yang sama kedua negara

tersebut harus tunduk pada prosedur arbitrase yang diatur pada Annex VII UNCLOS

tentang Arbitrase. 125

memberikan kebebasan memilih beberapa alternatif penyelesaian sengketa secara litigasi

ataupun non litigasi. Tindakan Filipina untuk membawa sengketaini ke jalur litigasi yaitu

Penyelesaian sengketa dalam Hukum Laut yaitu UNCLOS 1982 diatur tersebar

pada setiap sub bagian dalam konvensi. Namun secara umum penyelesaian sengketa

diatur pada Bab XV yaitu Penyelesaian Sengketa dimulai dari Pasal 279-299.Secara

umum setiap pihak dalam UNCLOS mempunyaikewajiban untuk menyelesaikan setiap

sengketa akibat pelaksanaan ataupun perbedaan interpretasi konvensi. Berpijak pada

aturan inilah UNCLOS

124Mifta Hanifa., Op.Cit., hlm 6 125Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

jalur hukum resmi dimungkinkan berdasarkan hukum penyelesaian sengketa

internasional.Ini adalah pilihan dalam penyelesaian sengketa antar negara. 126

Sengketa Laut China Selatan para pihak yang bersengketa telah bersepakat untuk

menyelesaikan secara damai, hal ini terbukti dengan adanya proses bernegosiasi untuk

menyelesaikan masalah, seperti pada kesepakatan penyelesaian secara damai antara

China dengan ASEAN tahun 2002 dan 2006.

127Penyelesaian sengketa Cina dan Filipiina

telah melalui jalur non litigasi yaitu perundingan (negosiasi) dengan membentuk

perjanjian bilateral diantara kedua belah pihak. Jalur negosiasi merupakan cara umum

yang paling banyak dipilih oleh negara-negara dalam penyelesaian sengketa. Negosiasi

juga dikenal sebagai penyelesaian sengketa secara damai.Negosiasi merupakan salah satu

jalan penyelesaian sengketa yang termuat juga dalam Pasal 33 Piagam PBB. Namun jalur

negosiasi ini memiliki kelemahan diantaranya negosias itidak pernah akan tercapai

apabila salah satu pihak berpendirian keras serta negosiasi menutup kemungkinan

keikutsertaan pihak ketiga, artinya kalau salah satu pihak berkedudukan lemah tidak ada

pihak yang membantu.128

B. Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Terhadap Sengketa Laut China

Selatan

Arbitrase Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan China tidak memiliki dasar

hukum untuk mengklaim wilayah perairan di Laut China Selatan.Namun pemerintah

126Starke, J.G., Op. Cit., hlm. 360.

127Dina Sunyowati dan Indah Camelia, “Jurisdictional Issues : PCA atas Kasus Laut Cina Selatan terhadap Keberlakuan UNCLOS 1982”, Prosiding Simposium Nasional “Putusan Permanent Court of Arbitration atas Sengketa Philipina dan Cina, serta Implikasi Regional yang Ditimbulkannya”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2016, hlm. 113

128Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

China tidak tidak menerima putusan tersebut.Putusan itu sesuai dengan keberatan yang

diajukan oleh Filipina.Mahkamah Arbitrase menyatakan tidak ada bukti sejarah bahwa

China menguasai dan mengendalikan sumber daya secara eksklusif di Laut China

Selatan.129

Keputusan Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of

Arbitration/PCA) yang memeriksa perkara sengketa antara Filipina melawan China telah

keluar di Den Haag, Belanda.Putusan setebal 501 halaman itu berpihak pada Filipina dan

menguntungkan posisi Indonesia kendati tidak turut terlibat dalam sengketa dalam

Mahkamah Arbitrase.Putusan tersebut mempunyai dampak cukup besar terhadap

Indonesia yakni terkait klaim Sembilan Garis Putus oleh China berdasarkan hak sejarah

(historic rights) tidak dapat dibenarkan karena tidak sesuai dengan pengaturan zona

ekonomi yang berlandaskan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

130

Putusan Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration/PCA)

atas klaim China di Laut China Selatan dibuat untuk menanggapi pengajuan keberatan

Pemerintah Filipina tahun 2013.Filipina keberatan atas aktivitas dan klaim China di Laut

China Selatan terutama klaim China terhadap hak-hak kesejarahan dan nine-dash-line.

Nine-dash-line atau sembilan garis putus-putus adalah upaya Republik Rakyat China

untuk memetakan klaim historic rights pada fitur maritim dan perairan Laut China

Selatan. Akibatnya, lebih 80 persen wilayah Laut China Selatan diklaim oleh Republik

Rakyat Indonesia.Anehnya klaim ini tidak didukung dengan data koordinat

geografis.Menurut PCA, klaim ini tak sesuai dengan hak berdaulat Zona Ekonomi

Ekslusif (ZEE) yang didasarkan pada Konvensi Internasional tentang UNCLOS.PCA

129 https://news.detik.com/internasional/3251971/ini-putusan-lengkap-mahkamah-

arbitrase-soal-laut-china-selatan, diakses tanggal 1 Mei 2018 130 http://www.gresnews.com/berita/internasional/108480-membedah-putusan-mahkamah-

arbitrase-hukum-laut-china-selatan/ diakses tanggal 1 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

menyatakan China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina dan juga menegaskan

bahwa China telah menyebabkan kerusakan lingkungan dengan membangun pulau-pulau

buatan. Putusan PCA, meskipun hal itu ditujukan pada pemeriksaan perkara antara

Filipina melawan China, memunculkan tantangan sekaligus menguji peranan ASEAN

yang selama ini menaruh perhatian besar pada isu Laut China Selatan. Hal tersebut akan

dikaji secara singkat dalam tulisan ini, dengan terlebih dahulu dikemukakan secara

sekilas bagaimana respons internasional (Filipina, China, Indonesia, dan dunia

internasional) atas putusan PCA tersebut. 131

Vietnam, yang bersama Filipina, Malaysia, dan Brunei juga bersengketa dengan

China di Laut China Selatan, menyambut baik putusan PCA.Juru Bicara Kemenlu

Vietnam, Le Hai Binh, menyebutkan Vietnam mendukung penyelesaian damai

perselisihan Laut China Selatan. Namun sejalan dengan Beijing, Pemerintah Taiwan

(yang juga mengklaim sebagian wilayah Laut China Selatan) menolak keputusan itu,

yang dinilainya akan memengaruhi hak-hak teritorial negeri itu.

132

1178.....China has aggravated the Parties’ dispute with respect to the protection and preservation of the marine environment by causing irreparable harm to the coral reef habitat at Cuarteron Reef, Fiery Cross Reef, Gaven Reef (North),

Sengketa Laut Cina Selatan atau In the Matter of South China Sea Arbitration,

PCA Case No. 2013-1912 Juli 2016, Mahkamah Arbitrase Permanen telah memutuskan

perkara ini yang walaupun perkara ini menyangkut masalah kemananan, namun salah

satu putusannya juga menyinggung masalah lingkungan hidup maritim khususnya

terumbu karang yang rusak akibat pembangunan pelabuhan di pulau dan karang Laut

Cina Selatan. Seperti dinyatakan dalam putusannya :

131 Simela Victor Muhamad, Isu Laut China Selatan Pasca-Putusan Mahkamah Arbitrase:

Tantangan Asean, Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016, hlm 5

132Ibid., hlm 6

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Johnson Reef, Hughes Reef, Subi Reef, and Mischief Reef. The Tribunal has already found that China has seriously violated its obligation to preserve and protect the marine environment in the South China Sea.......In practical terms, neither this decision nor any action that either Party may take in response can undo the permanent damage that has been done to the coral reef habitats of the South China Sea. (China telah memperparah sengketa Para Pihak sehubungan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dengan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap habitat terumbu karang di Cuarteron Reef, Reef Cross Fiery, Gaven Reef (Utara), Johnson Reef, Hughes Reef, Subi Reef, dan Mischief Reef. Tribunal telah menemukan bahwa China telah secara serius melanggar kewajibannya untuk melestarikan dan melindungi lingkungan laut di Laut Cina Selatan ....... Dalam istilah praktis, baik keputusan ini maupun tindakan apa pun yang diambil salah satu Pihak dalam menanggapi dapat membatalkannya. kerusakan permanen yang telah terjadi pada habitat terumbu karang di LCS)133

Hakim Permanent Court of Arbitration (PCA) dengan suara bulat

menerbitkan‘award’ pada tanggal 12 Juli 2016 tentang sengketa Laut China Selatan

antara Filipinadan China, yang memenangkan Filipina secara mutlak. Putusan PCA ini

sangatdinantikan oleh banyak pihak yang terkait dengan sengketa internasional tersebut

danmenarik, karena sikap China yang kontroversial selama kasus tersebut diperiksa

olehPCA. Kasus ini telah menyedot perhatian publik karena terkait dengan

perebutanwilayah Laut China Selatan yang melibatkan enam negara yaitu Filipina,

BruneiDarussalam, Taiwan, Vietnam, Malaysia, dan China dan karena salah satu

negarapihak adalah negara besar dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Kasus

inisemakin menarik tatkala China melakukan penolakan terhadap apapun

putusanMahkamah tersebut.

134

133 Andreas Pramudianto, Peradilani nternasional dan di Plomasi dalam Sengketa

lingkungan Hidup maritim, jurnal hukum lingkungan vol. 4 issue 1, september 2017, hlm 128

134 Kompas, tanggal 12 Juli 07 tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Bahkan China mengancam akanmemberikan sanksi ekonomi terhadap Filipina

sebagai balasan atas kekalahan Chinapada kasus ini. Tak pelak sikap China yang

menyangkal putusan Mahkamah Internasional inimembuat banyak pihak skeptic terhadap

kekuatan mengikat dan enforcement hukuminternasional.Banyak pihak menyangsikan

kemampuan hukum internasional dalammenyelesaikan kasus sengketa ini mengingat

China yang sangat gigih dari awal ketikakasus ini pertamakali dibawa ke PCA pada 22

Januari 2013, China sudah menyatakanpenolakannya terhadap yurisdiksi dan kewenangan

dari PCA.China mendalilkanbahwa PCA tidak punya kewenangan untuk mengadili kasus

ini.Selain itu, banyakpihak yang meragukan keberanian PCA mengadili kasus ini karena

posisi Chinasebagai negara terbesar di Asia dan merupakan anggota tetap Dewan

Keamanan PBB.135

Namun apapun sikap China, putusan PCA ini paling tidak telah

memperlihatkankeberlakuan hokum internasional sebagai hokum bagi masyarakat

internasional.Selama ini hokum internasional diklasifikasikan sebagai weak law,

hokumyang enforcementnya lemah. Bahkan golongan positivis menyatakan

hokuminternasional ini bukanlah hokum melainkan norma internasional, sejajar

dengannorma sosial dan norma agama, yang tidak mempunyai kekuatan mengikat

dankekuatan hokum sebagai daya paksa terhadap negara-negara sebagai

anggotamasyarakat internasional, dan bahkan hokum internasional tidak mempunyai

sanksiseperti halnya hokum nasional. Hal ini terjadi terutama karena negara-negara

anggotamasyarakat internasional tersebut masing-masing merupakan negara

berdaulat.Dalamkontek negara berdaulat ini, maka negara mempunyai kekuasaan penuh

mengaturdirinya sendiri, tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi diatasnya untuk

memaksanegara tunduk pada kekuasaan itu.Atas dasar kedaulatan itu juga, China dalam

135 http://handarsubhandi.blogspot.com/2016/10/hegemoni-cina-di-laut-cina-selatan.html,

diakses tanggal 1 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

kasusini menolak berpartisipasi dalam pengadilan arbitrasi internasional di PCA ini

danmendalilkan bahwa sengketa ini merupakan sengketa dua negara dan

diselesaikandengan jalur negosiasi bilateral.China juga menyatakan bahwa Filipina

telahmelanggar Deklarasi ASEAN tentang the Conduct of Parties in the South China Sea

(Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan) tahun 2002.

Terlepas dari dalil yang dilontarkan oleh China, Filipina telah

mengajukangugatannya kepada PCA.Isi gugatan Filipina terdiri dari 15 submissions,

yang padaakhirnya PCA hanya mengambil 7 submissions dalam putusannya.Atas

gugatanFilipina ini, China menyatakan PCA bukan mahkamah yang berwenang

mengadili sengketa ini.China tidak menunjuk pengacara, konsultan hokum dan wakilnya

di PCA sebagai bentuk ketidaksetujuannya.Bisa jadi China menginginkan sengketa

ini2dibawa ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice), ketika

jalurdiplomasi lewat negosiasi bilateral tidak menghasilkan solusi.Jika sengketa

inidibawa ke mahkamah internasional maka harus ada perjanjian kesepakatan dari kedua

belah pihak yangmenyatakan mengakui yurisdiksi mahkamah internasional, sebagai

persyaratan beracara di mahkamah internasional. Danpersyaratan ini mustahil bisa

ditempuh Filipina, karena China pasti tidak akanbersedia membuat perjanjian tersebut.

Sebenarnya di PCA pun juga berlaku hal yangsama, bahwa kedua negara harus

bersepakat tentang yurisdiksi dan kewenangan PCAtermasuk pemilihan arbitratornya.

Namun, PCA sebagai mahkamah arbitrasimendasarkan kewenangan mengadili pada

ketentuan Konvensi UNCLOS, ketika Chinasebagai pihak dalam sengketa menyatakan

tidak akan berpartisipasi dalam prosesperadilan di PCA. Mahkamah ini merujuk

ketentuan UNCLOS dalam memeriksa dan mengadili kasus ini.Baik China maupun

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Filipina merupakan negara peratifikasiUNCLOS, sehingga dua negara tersebut terikat

pada isi ketentuan UNCLOS.136

Dalam kasus ini masih diperdebatkan tentang perbedaan cara pandang antaradua

negara, China mendasarkan klaimnya atas dasar sejarah yaitu wilayah perairantersebut

sebagai historic waters sebagai traditional fishing ground. Namun dasar initidak diatur

dalam UNCLOS dan MI dalam kasus antara Tunisia dan Libya tahun1982 menyatakan

bahwa historic rights of waters diatur dalam hokum kebiasaaninternasional bukan

UNCLOS. Baik China maupun Filipina didukung oleh negaranegarayang lain. China

bahkan menyatakan didukung oleh sekitar 60 negara, yangmenurut China hal itu

merupakan dukungan penuh masyarakat internasional atasposisi China yang ingin

menyelesaikan sengketa ini melalui dialog atau negosiasi.

Pada 29 Oktober 2015 PCA memutuskan bahwa PCA mempunyai yurisdiksidan

kewenangan mengadili sengketa tersebut. Dasar mengadili PCA yaitu Annex

VIIUNCLOS yang menyatakan “the absence of a party or failure of a party to defend

itscase shall not constitute a bar to the proceedings” (ketiadaan pesta atau kegagalan

suatu pihak untuk mempertahankan kasusnya tidak akan menjadi sebuah bar bagi

persidangan). Sehingga atas dasar ketentuaninilah, PCA menyatakan bahwa

ketidakhadiran China tidak menghalangi PCA untukmemeriksa dan mengadili sengketa

antara Filipina dan China.Hal ini merupakanoptional exceptions atas keberlakuan

prosedur wajib yang diatur dalam pasal 298bagian 3 dari Bab XV UNCLOS tentang

sengketa wilayah laut. Sebenarnya, menurutsifatnya, beracara di PCA sebagai sebuah

mahkamah arbitrasi, maka para pihak dapatmemilih para arbitrator dan prosedurnya

sendiri, tidak seperti yang terjadi padapengadilan nasional dimana para pihak tidak dapat

memilih hakim dan prosedurpengadilannya sendiri.

136Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Filipina didukung oleh beberapa negara, termasuk AS dan Inggris.

Padapertemuan US- ASEAN Press Conference di California, Amerika Serikat tanggal

16Februari 2016, dalam pidatonya presiden Barack Obama menyatakan bahwa “and

wediscussed how any disputes between claimants in the region must be

resolvedpeacefully, through legal means, such as the upcoming arbitration ruling under

theUN Convention of the Law of the Sea, which the parties are obligated to respect

andabide by.” Jelas disini bahwa AS mendukung tindakan Filipina membawa

sengketatersebut ke badan arbitrasi internasional.Sedangkan Australia dan Selandia

barumengambil jalan tengah yaitu mengakui adanya hak untuk mencari jalan

keluarmelalui arbitrasi.137

Sengketa internasional wajib diselesaikan secara damai (peacefully means)yang

diatur dalam pasal 33 ayat 3 Piagam PBB.Dalam masyarakat internasionaldikenal

beberapa mekanisme penyelesaian sengketa internasional yang dibedakanmenjadi dua,

yaitu secara diplomatik dan secara hukum.Secara diplomatik dapatberupa negosiasi atau

konsultasi, mediasi, konsiliasi dan inquiri. Dan mekanisme3hukum yaitu para pihak dapat

membawa sengketa mereka ke depan mahkamah internasional, MI atau International

Tribunal for the Law of the Sea (mahkamahinternasional bentukan UNCLOS). Sedangkan

PCA meskipun namanya mengandungkata ‘court’, PCA bukan pengadilan, PCA

merupakan lembaga arbitrasi. Sepertihalnya MI, PCA berkedudukan di Peace Palace, di

Den Haag.Yurisdiksi dari PCA inimeliputi semua sengketa internasional yang para

pihaknya adalah negara, bagian darinegara, organisasi internasional, perusahaan multi

nasional, pihak privat atauindividu.Ini berbeda dengan MI, yang para pihak yang

bersengketa hanya mencakupnegara saja. Dengan kata lain, semua negara di dunia dapat

137Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

membawa sengketamereka baik ke MI atau PCA, apabila tahapan penyelesaian sengketa

secaradiplomatic sudah dilakukan dan tidak membuahkan hasil.

Filipina telah melampaui tahapan negosiasi melalui DeklarasiChina - ASEAN

tahun 2002, dan tampaknya sudah lebih dari satu decade belummenampakkan hasil yang

jelas atas hak berdaulatnya di wilayah perairan disekitarkepulauan Spratly. Dalam kasus

ini Filipina mengajukan gugatan tentang hak dankewajiban negara pihak menurut

UNCLOS terkait dengan klaim China ‘nine-dashline’, Filipina juga mempertanyakan

status ‘maritime features’, yang diklaim keduapihak, menurut UNCLOS, apakah

statusnya bisa disebut sebagai pulau, batu.138

Tiga status ini mempunyai konsekuensi yang berbeda terhadap pengukuran

zonawilayah laut suatu negara.Filipina juga mempertanyakan tindakan China selama

iniyang melakukan intervensi atas hak berdaulat dan kebebasan Filipina dalammengelola

sumber daya alam di wilayah perairan Filipina, dan kegiatan penangkapanikan kapal-

kapal China yang membahayakan lingkungan hidup.Filipina juga meminta keadilan atas

tindakan tertentu China, yaitu reklamasi besar-besaran danpembangunan pulau buatan di

kepulauan Spartly. Atas gugatan Filipina ini, pada 12Juli 2016 PCA telah memutuskan

bahwa klaim ‘nine-dash line’ tidak sah karena tidakmempunyai dasar hukum, dan

Scarborough Shoal merupakan traditional fishingground bagi Filipinos (bangsa Filipina),

atau dengan kata lain Filipina memenangisengketa ini dan meminta pemerintah China

mematuhi hukum internasional. Atasputusan ini, banyak negara berharap dua pihak yang

bersengketa, khususnya Chinamematuhinya.Terkait dengan putusan PCA ini hendaknya

negara-negara supportermasing-masing pihak supaya saling menahan diri untuk tidak

terlibat, dan mengingatkomplesitas sengketa dan banyaknya negara yang wilayah

138Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

perairannya over lapping,maka wilayah perairan Laut China Selatan sebaiknya ditetapkan

sebagai wilayah lautbersama yang dilindungi sehingga pengelolaannya dapat dilakukan

secara bersama-samadengan koordinasi PBB.Dengan demikian tujuan pokok dari

hokuminternasional untuk selalu menjaga dan menjamin perdamaian dan keamanan

duniadapat dicapai.139

China mengklaim gugus kepulauan di kawasan LCS berdasarkan peta sepihak

tahun 1947, di mana peta tersebut mencakup hampir seluruh kawasan termasuk

Kepulauan Spratley di dalamnya dengan ditandai garis-garis merah (the nine dash

line).Sebaliknya Filipina menyatakan bahwa kawasan yang diketahui kaya cadangan

minyak dan gas bumi itu adalah wilayahnya.Kepulauan Spratley dan perairan sekitarnya

juga berada dalam ZEE, berada dalam radius 200 mil laut sebagaimana diatur dalam

UNCLOS 1982.

Hakim di pengadilan ini mendasarkan putusan mereka pada Konvensi PBB

tentang UNCLOS, yang ditandatangani baik oleh pemerintah China maupun Filipina.

Keputusan ini bersifat mengikat, namun Mahkamah Arbitrase tak punya kekuatan untuk

menerapkannya.Perkara sengketa Laut China Selatan yang ditangani Mahkamah ini

didaftarkan secara unilateral oleh pemerintah Republik Filipina untuk menguji keabsahan

klaim China antara lain berdasarkan UNCLOS tahun 1982.

140

139

https://news.detik.com/internasional/3251971/ini-putusan-lengkap-mahkamah-arbitrase-soal-laut-china-selatan, diakses tanggal 1 Mei 2018

140Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Status wilayah Laut China Selatan menurut United Nation Conference of the Law of

the Sea (Unclos), Laut China Selatan sebagai laut setengah tertutup inilah yang sering

menimbulkan sengketa atau konflik di wilayah Laut China Selatan. Banyaknya

negara-negara yang mengililingi Laut China Selatan menyebabkan banyaknya

kepentingan-kepentingan di wilayah Laut China Selatan. Kepentingan-kepentingan

ini biasanya bertentangan antara satu negara dengan negara lain sehingga

menimbulkan sengketa atau konflik.

2. Peran yang dimainkan Mahkamah Arbitrase internasional dalam penyelesaian

sengketa internasional adalah dengan memberikan cara bagaimana para pihak yang

bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional. Dalam

perkembangan awalnya, hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian yaitu

cara penyelesaian secara damai dan perang. Adapun yang dimaksud dari sengketa

internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang

bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang

terdapat dalam perjanjian.

3. Penyelesaian sengketa Laut China Selatan dalam Putusan Mahkamah Arbitrase

Internasional Tahun 2016, Mahkamah Arbitrase Perserikatan Bangsa-bangsa

menyatakan China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

LCS, namun pemerintah China tidak tidak menerima putusan tersebut. Putusan itu

sesuai dengan keberatan yang diajukan oleh Filipina. Mahkamah Arbitrase

menyatakan tidak ada bukti sejarah bahwa China menguasai dan mengendalikan

sumber daya secara eksklusif di LCS.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran, antara lain ;

1. Laut China Selatan sebagai laut setengah tertutup sebaiknya dilakukan kerja sama di

antara negara-negara yang berbatasan dengannya dalam pengelolaan sumber daya

hayati, sehingga akan mencegah terjadinya konflik di Laut China Selatan.

2. Dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan, Indonesia seharusnya lebih sering

memasukkan dialog tentang Hukum Laut Internasional ke dalam agenda pertemuan

karena solusi yang solutif untuk masalah Laut Cina Selatan adalah semua negara

pengklaim harus kembali berpedoman kepada Hukum Internasional seperti UNCLOS

1982

3. Penciptaan forum dialog seperti south china sea coast guard forum. Hal ini dapat

menjadi pusat informasi dalam menanggapi berbagai kesempatan eksploitasi atau

pemanfaatan wilayah maritime tersebut. Hal ini juga mendorong koordinasi yang

lebih baik dan menghilangkan segala kecurigaan diantara negara di kawasan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adolf, Huala. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional.Jakarta, Sinar Grafika, 2004.

____________. “Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional”, Bandung: Keni Media, 2011.

A. Cossa, Security Implications of Conflict in the South China Sea: Ekspolring Potential Triggers of Conflict, A Pacific Forum CSIS Special Report, Honolulu, 1998.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, 2009.

Arief Bakhtiar Darmawan, Keterlibatan Amerika Serikat dalam Sengketa Laut China Selatan pada Masa Pemerintahan Presiden Barack Obama, Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 6, No. 1, April -September 2017.

Bryan A Garner ed., Black Law Dictionary , Seventh Edition, Book 1, West Group, ST.Paul, Minn, 1999.

Brown, Harrison and J. William Fulbright, China Among the Nations of The Pacific. West View Press.USA, 2012.

Asnani, Usman dan Rizal Sukma. Konflik Laut China Selatan : Tantangan Bagi ASEAN. Jakarta: CSIS, 1997.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Athanasius Aditya Nugraha, 2011, Manuver Politik China Dalam Konflik Laut China Selatan, Jurnal Pertahanan Vol.1 No.3, Oktober 2011.

Buana, Mirza Satria, Hukum Internasional: Teori dan Praktek, Banjarmasin FH Unlam Press, 2007.

Cipto, Bambang. Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007.

Dam, Syamsumar. Politik Kelautan, Jakarta, Bumi Aksara, 2010.

______________ Politik Kelautan.Jakarta. Penerbit Bumi Aksara, 2010.

Douglas, JM & M.J. Valencia, Pacific Ocean Boundary Problems: Status and Solutions, Martinus Nijhoff Publishers, Dordrecht, 1991

.

Emmers, Ralf “The US Rebalancing Strategy: Impact on the South China Sea”, National Security College, 2009

Etty R. Agoes, “Masalah-Masalah Teritorial dan Judsdiksional di Laut China Selatan dan Upaya-Upaya Untuk Mengatasinya”, Pro Justitia tahun XI, Nomor 4, Oktober 1993.

Goh, Evelyn. Meeting the China Challenge: The U.S. in Southeast Asian Regional Security Strategies, East-West Center Washington, 2005.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia Publishing, 2006.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Joko, Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2005.

Keyuan, Zou 2005, Law of The Sea In East Asia: Issues and Prospect, RoutledgeTaylor and Francis Group, New York

Lo, Chi Kin. China’s policy Toward Teritorial Dispute, Routledge, New York, 1989.

Mauna, Boer Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung, Alumni, 2011.

Muhammad Rafi Darajat, dkk, Implikasi Hukum Atas Putusan Permanent Court Of Arbitration Terkait Sengketa Laut China Selatan Terhadap Negara Di Sekitar Kawasan Tersebut, Jurnal Bina Mulia Hukum, Volume 2, Nomor 1, September 2017.

Nainggolan, Poltak Partogi. Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya terhadap Kawasan, Jakarta, P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika, 2013.

ND, Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015.

Parthiana, I Wayan “Pengantar Hukum Internasional”, Bandung: Mandar Maju, 2003.

Ras, Abdi Rivai. Konflik Laut Cina Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik Sudut Pandang Indonesia, Jakarta: Yayasan Abdi Persada Siporennu Indonesia, Spers Mabes TNI AL, 2001.

Rudy, Teuku May. Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung, Rafika Aditama, 2007.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Rudy, T. May. “Hukum Internasional 1”, Bandung: Refika Aditama, 2010.

Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Press, 2012

Sodik, Dikdik Mohamad. Hukum Laut Internasional, Bandung, Refika Aditama 2014

Soerjono Soekanto. Kamus Sosiologi, Jakarta,Raja Grafindo Persada, 1993

_______________. Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2010.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007.

Suwardi, Sri Setianingsih. Penyelesaian Sengketa Internasional,Jakarta, Universitas 2006

Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.

________. “Introduction to International Law”, London: Butterworth & Co., 1989.

Thomas Lum, “The Republic of the Philippines and the US Interests”, Congressional Research Service, 2012.

Peraturan Perundang-Undangan

UNCLOS 1982

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Keppres Nomor 12 Tahun 2014, tanggal 14 Maret 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967, tertanggal 28 Juni 1967

Jurnal/Artikel/Makalah/Skripsi

Alice D. BA, “Staking Claims and Making Waves in the South China Sea: How Troubled Are the Waters?” Contemporary Southeast Asia Vol. 33, No. 3 (2011).

Andreas Pramudianto, Peradilani nternasional dan di Plomasi dalam Sengketa lingkungan

Hidup maritim, jurnal hukum lingkungan vol. 4 issue 1, September 2017

Ayu Megawati dan Gautama Budi Arundhat.Dinamika Sikap Tiongkok Atas Putusan Mahkamah Arbitrase Tetap Internasional Nomor 2013-19 dan Pengaruhnya terhadap Indonesia, Lentera Hukum, Volume 5 Issue 1 tahun 2018

Basri Hasanuddin Latief, “Kasus Laut Cina Selatan dan Kepentingan Nasional Cina”, (Paper Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin).

Dina Sunyowati dan Indah Camelia, “Jurisdictional Issues : PCA atas Kasus Laut Cina Selatan terhadap Keberlakuan UNCLOS 1982”, Prosiding Simposium Nasional “Putusan Permanent Court of Arbitration atas Sengketa Philipina dan Cina, serta Implikasi Regional yang Ditimbulkannya”, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2016.

Dong Manh Ngunyen, “Settlement of Dispute Under The 1982 United Nations Convention Of The Law Of The Sea:The Case South China Sea Dispute”, University of Queensland Law Journal, Vol 25 No.1 (Queensland 2006)

Gregory B. Poling. 2013. The South China Sea in Focus Clarifying the Limits of Maritime Dispute.CSIS

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Leszek Buszynki, Maritime Claims and Energy Cooperationin the South China Sea, ContemporarySoutheast Asia Vol. 29, No.1, Institue of Southeast Asian Studies, 2007.

Melda Erna Yanti, Keabsahan Tentang Penetapan Sembilan Garis Putus-Putus Laut Cina Selatan Oleh Republik Rakyat Cina Menurut United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982 (UNCLOS III) , Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum, 2016.

Mifta Hanifah, Penyelesaian Sengketa Gugatan Filipina Terhadap China Mengenai Laut China Selatan Melalui Permanent Court Of Arbitration, Diponegoro Law Journal. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017,

Muhammad Eko Prasetyo, “Resolusi Potensi Konflik Regional” (Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Negeri Lampung), 2016.

NNS Purbawanti, “Klonflik Laut China Selatan”, (Skripsi, Universitas Pasundan), 2016

Prabowo, E. E. Kebijakan Dan Strategi Pertahanan Indonesia (Studi Kasus Konflik Di Laut Cina Selatan), Jurnal Ketahanan Nasional, 2013

Raden Florentinus Bagus Adhi Pradana, Akibat Hukum Klaim Nine Dash Line Cina Terhadap Hak Berdaulat Indonesia Di Perairan Kepulauan Natuna (Khususnya Kabupaten Natuna) menurut Unclos 1982, Skripsi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum,2017.

Sefriani “Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam Perspekti Filsafat Hukum”, Jurnal Hukum No. 3 Vol. 18 Juli 2011.

Simela Victor Muhamad, Isu Laut China Selatan Pasca-Putusan Mahkamah Arbitrase: Tantangan Asean, Vol. VIII, No. 13/I/P3DI/Juli/2016.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Suharna, K.K. Konflik dan solusi Laut China Selatan dan dampaknya bagi ketahanan nasional.Majalah TANNAS edisi 94-2012

Stein Tønnesson.The History of the Dispute. War or Peace In the South China Sea?Denmark: NIAS Press, 2002.

Teh-Kuang Chang. 1991. China’s Claim of Sovereignty over Spratly and Paracel Island: A Historical and Legal Perspective. Volume 23.Case Western Reserve University. Int’l L

The South China Sea Arbitration Award Paragraf 1201.

Try Satria Indrawan Putra, Reklamasi Pulau Republik Rakyat China Di Laut Cina Selatan: Suatu Analisis Terhadap Status Penambahan Wilayah dan Dampak Terhadap Jalur Pelayaran Internasional, Diponegoro Law Review, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016.

Yolanda Mouw, Penyelesaian Potensi Sengketa Di Wilayah Perairan South China Sea (SCS) Antar Negara-Negara Di Kawasan Asean Dalam Perspektif Regionalisme, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2014.

Website

Pasal 122, BAB IX United Nations Convention The Law of The Sea 1982, atau dapat diakses di http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf

Martin sieff (2012), “Sengketa nama Laut Cina Selatan atas Kepulauan Spartly dan Paracel ungkap konflik yang lebih dalam”, http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/09/13/name-the-seadiakses tanggal 29 Mei 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

Hubungan antara Cina dan Filipina menurun menyusul sengketa wilayah di Scarborough Shoal, http://www.bbc. co.uk/ indonesia/dunia/2012/07/120731_southchinasea.shtml

diakses tanggal 29 Mei 2018,

http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/09/13/name-the-sea, diakses tanggal 29 Mei 2018

http://www.mackinderforum.org/commentaries/china2019snine-dashed-map-maritime-sourceof-geopolitical-tension/china2019s-nine-dashed-map-maritimesource-of-geopolitical-tension, diakses tanggal 12 Mei 2018

https://johnpau.wordpress.com/2010/11/09/91/diakses tanggal 1 Mei 2018

https://myrepro.wordpress.com/2016/04/16/lcs1/diakses tanggal 1 Mei 2018

Damos Dumoli Agusman, “Mengingat Putusan Tribunal atas Laut China

Selatan”,http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160817165644-21-152034/mengingat-putusan-tribunal-atas-laut-china-selatan/, diakses pada tanggal 1 Mei2018

South China Sea: China-Philippine deadlock in Huangyan Island area lasts,’ Global Times (daring), http://www.globaltimes.cn/SPECIALCOVERAGE/SouthChinaSeaConflict.aspx>, diakses pada 1 Mei 2018

https://news.detik.com/internasional/3251971/ini-putusan-lengkap-mahka mah-arbitrase-soal-laut-china-selatan, diakses tanggal 1 Mei 2018

http://www.gresnews.com/berita/internasional/108480-membedah-putusan-mahka mah-arbitrase-hukum-laut-china-selatan/ diakses tanggal 1 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PENYELESAIAN SENGKETA LAUT CINA SELATAN MENURUT …

http://handarsubhandi.blogspot.com/2016/10/hegemoni-cina-di-laut-cina-selatan.html, diakses tanggal 1 Mei 2018

https://news.detik.com/internasional/3251971/ini-putusan-lengkap-mahka mah-arbitrase-soal-laut-china-selatan, diakses tanggal 1 Mei 2018

Kompas, tanggal 12 Juli 07 tahun 2016.

Sengketa Kepemilikan Laut China Selatan,” BBC online, 21 Juli 2011, diakses pada tanggal 21 Mei 2018.

United States Department of State Bureau of Oceans and International Environmental and Scientific Affairs. Arsip online bisa diakses pada http://www.mackinderforum.org/ commentaries/china2019s-nine-dashed-map-maritime-sourceof -geopolitical-tension/china2019s-ninedashed -ap-maritime-source-of-geopolitical-tension,diakses tanggal 1 Mei 2018

Arsip online citra satelit yang direklamasi oleh China dapat diakses melalui http://medium.com/satelite-image-analysis//china-s-new-military-installations-in-the-spratly-islands-satellite-image-update-1169bacc07f9#.h10hqgcppdiakses pada tanggal 1 Mei 2018

https://eleveners.wordpress.com/2010/01/19/dasar-hukum-pengaturan-wilayah-negara-di-laut/diakses tanggal 1 Mei 2018

http://www.bbc.com/indonesia/dunia-38730199, diakses tanggal 1 Mei 2018

http://www.dw.com/id/posisi-as-dalam-pertikaian-laut-cina-selatan/a-18629419, diakses tanggal 1 Mei 2018

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/07/160711_dunia_filipina_cina_ mahkamah_preview, diakses tan ggal 29 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara