analisis putusan perkara sengketa ekonomi...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS PUTUSAN PERKARA
SENGKETA EKONOMI SYARIAH NOMOR
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg TENTANG WANPRESTASI
AKAD MUSYARAKAH NOMOR : 105/MSA/IV/07 DI
PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
WAHYU GUMELAR
NIM : 214 – 12 – 027
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
F A K U L T A S S Y A R I A H
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : WAHYU GUMELAR
NIM : 214-12-027
Jurusan : S1-Hukum Ekonomi Syariah (HES)
Fakultas : Syariah
Menyetakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli hasil
karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalum penelitian ini dan disebutkan dalam acuan daftar
pustaka.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 11 Februari 2017 M
14 Jumadil Awwal 1438 H
Penulis
WAHYU GUMELAR
NIM. 214-12-027
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar Salatiga, 2 Februari 2017
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada :
Yth. Dekan Fakultas Syariah
di Salatiga
السالم عليكن ورحمة اهلل وبركاته
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan
perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara :
Nama : WAHYU GUMELAR
NIM : 214-12-027
Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah
Nomor 0310/ Pdt.G/ 2014/ PA.Pbg Tentang
Wanprestasi Akad Musyarakah Nomor: 105/ MSA/
IV/07 di Pengadilan Agama Purbalingga
dapat diajukan dalam sidang munaqasyah.
Demikian untuk menjadikan periksa.
والسالم عليكن ورحمة اهلل وبركاته
Pembimbing
Sukron Ma’mun, S.H.I., M.Si
NIP. 19790416 200912 1001
iv
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS PUTUSAN PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
NOMOR 0310/ PDT.G/ 2014/ PA.PBG TENTANG WANPRESTASI
AKAD MUSYARAKAH NOMOR: 105/ MSA/ IV/07
DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
DISUSUN OLEH
WAHYU GUMELAR
214 -12 – 027
Telah dipertahankan di depan Dewan Panitia Penguji Skripsi Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin tanggal 20
Maret 2017 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Hukum Islam.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Transliterasi huruf-huruf Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif Tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا
Bā‟ B Be ة
Tā‟ T Te ت
Sa‟ Ṡ es (dengan titik diatas) ث
JῙm J Je ج
Hā‟ Ḥ ha (dengan titik dibawah) ح
Khā Kh ka dan ha خ
Dāl D De د
Zāl Ż zet (dengan titik diatas) ذ
Rā‟ R Er ز
Zai Z Zet ش
Sin S Es س
Syin Sy es dan ye ش
Sād Ṣ es (dengan titik dibawah) ص
Dād Ḍ de (dengan titik dibawah) ض
Tā‟ Ṭ te (dengan titik dibawah) ط
Zā‟ Ẓ zet (dengan titik dibawah) ظ
ain „ kma terbalik diatas„ ع
Gain G Ge غ
Fā‟ F Ef ف
Qāf Q Qi ق
vi
Kāf K Ka ك
Lām L „el ل
MῙ M „em و
Nūn N „en
Wāwū W W و
hā‟ H Ha هـ
Hamzah „ Aprostrof ء
yā‟ Y Ye
B. Konsonan Rangkap karena syaddah ditulis rangkap
Ditulis Muta‟addidah يتعددة
Ditulis „iddah عدة
C. Ta’marbutoh diakhir kata
1. Bila dimatikan ditulis “h”
Ditulis Ḥikmah حكة
Ditulis „illah عهة
(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah
terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, sakat, dan sebagainya,
kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
2. Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah maka
ditulis dengan “h”.
‟Ditulis Karāmah al-auliyā كساية األونيبء
3. Bila ta‟ marbutoh hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah
ditulis “t” atau “h”.
Ditulis Zakāh al-fiṭr زكبة انفطس
D. Vocal Pendek
----- fatḥaḥ ditulis A
vii
ditulis Fa‟ala فعم
----- Kasrah
ditulis I
ditulis Ẓukira ذكس
----- Ḍammah
ditulis U
ditulis Yaẓhabu يرهت
E. Vocal Panjang
1. Fatḥaḥ + alif ditulis Ᾱ
ditulis Jāhiliyyah جبههية
2. Fatḥaḥ + ya‟ mati ditulis Ᾱ
ditulis Tansā تسي
3. Kasrah + ya‟ mati ditulis Ῑ
ditulis karῙm كسيى
4. Ḍammah + wawu mati ditulis Ū
ditulis furūḍ فسوض
F. Vocal Rangkap
1. Fatḥaḥ + ya‟ mati ditulis Ai
ditulis Bainakum ثيكى
2. Fatḥaḥ + wawu mati ditulis Au
ditulis Qoul قول
G. Vocal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
apostrof
Ditulis a‟antum أأتى
Ditulis u‟idḋat أعدت
Ditulis la‟insyaktum نئ شكستى
H. Kata sandang alif + lam
1. Bila diikuti huruf Qomariyyah ditulis dengan “l”.
Ditulis Al-Qur‟ān انقسآ
viii
Ditulis Al-Qiyās انقيبس
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis menggunakan huruf Syamsiyyah yang
mengikutinya, serta dihilangkan huruf l (el)nya.
Ditulis As-Samā‟
Ditulis Asy-syams
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat
Ditulis menurut penulisannya
Ditulis ŻawῙ al-furūḍ ذوى انفسوض
Ditulis Ahlas-Sunnah أهم انسة
ix
MOTTO
Jadilah Orang Yang Pernah Hidup Dan Berguna,
Jangan Hanya Jadi Orang Yang Pernah Hidup
Sitek-sitek Odjo Dipikiri…!!! Gitu Adja Kok Repot
x
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Almamaterku Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Salatiga
Ayahanda Muhadi dan Ibunda Dasiyem
Yang tidak henti-hentinya selalu mendo’akan, membimbing dan mendukungku.
Adik-adikku yang selalu menyemangati dan
mendukung dalam setiap langkah: Widharyanto, Wiwit Rukmana, Wury Sayekti, Widharsih &
Wiyanto asy-Syafi’i Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
angkatan 2012 Dan rekan-rekanita di PAC IPNU- IPPNU
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, Sahabat-sahabat di PAC GP ANSOR Dan BANSER
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Yang selalu memberi motivasi kepada ananda
xi
ABSTRAK
Gumelar, Wahyu. (2017). Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah
Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah
Nomor : 105/MSA/IV/07 di Pengadilan Agama Purbalingga. Skripsi.
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Syukron Ma‟mun, S.H.I.,
M.Si
Kata Kunci : Penyelesaian, Sengketa, Ekonomi Syariah, Wanprestasi,
Musyarakah
Perkara sengketa ekonomi syariah nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. yang
didaftarkan di Pengadilan Agama Purbalingga pada tanggal 18 Februari 2014 di
Kepaniteraan menerima gugatan tentang pemenuhan kewajiban akad pembiayaan
musyarakah dengan nomor perkara 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg, yang diajukan oleh
PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan
hukum di Jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H.
Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukannya selaku direktur utama PT.
BPRS Buana Mitra Perwira. Disini mereka menggugat Ruswondo dan Sri
Budiastuti selaku nasabah. Namun Majelis Hakim yang memutus perkara ini
hanya mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan
menolak selebihnya. Gugatan Pihak Penggugat yang dikabulkan oleh Hakim
hanya pengembalian modal kepada Pihak Penggugat.
Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan penelitian di Pengadilan
Agama Purbalingga terhadap Putusan Nomor 0310/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg., untuk
menganalisis dan mengkaji sumber hukum yang menjadi dasar pertimbangan
yang digunakan Majelis Hakim dan meninjau dari segi pandangan Hukum Islam
terhadap Putusan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara sengketa ekonomi
syariah nomor 0310/Pdt.G/2014/ PA.Pbg.
Pendekatan yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis
putusan dengan pendekatan yuridis, yaitu suatu cara pendekatan terhadap masalah
yang diteliti dengan berdasarkan tata aturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Penulis juga menggunakan pendekatan normative yaitu suatu
pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan mengkaji dengan berdasarkan
aturan yang terdapat dalam al-Qur‟an dan al-Hadits yang berhubungan dengan
permasalahan sengketa ekonomi syariah.
Hasil analisis yang dilakukan penulis dapat disimpulkan, bahwa dasar
hukum pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor 310/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg,
adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
xii
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan agama yang memuat mengenai
wewenang absolut Pengadilan Agama. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas memuat mengenai organ perusahaan yang bertanggungjawab
dalam kepentingan perusahaan di dalalam maupun luar pengadilan. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) memuat mengenai akad atau perjanjian dan
Herzien Inlandsch Reglement (HIR) memuat mengenai putusan verstek dan
pembebanan biaya perkara oleh Tergugat.
Pandangan hukum Islam terhadap putusan hakim atas perkara Nomor
310/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg, mengenai pembayaran kerugian materiil oleh Para
Tergugat kepada Penggugat. Pertama, adanya unsur kesengajaan yang dilakukan
oleh Para Tergugat untuk tidak melaksanakan isi akad musyarakah, maka Para
Tergugat wajib membayar kerugian Materiil tersebut. Islam menekankan pada
umatnya untuk memenuhi akad-akadnya yang berdasarkan pada al-Qur‟an surat
al-Maidah (5) ayat 1. Kedua, terbukti terjadinya pailit (at-taflis) atau bangkrut
usaha yang dilakukan oleh Para Tegugat maka ia tidak boleh ditagih atau
memberikan keringanan atau jangka waktu untuk membayar hutang, sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Baqarah (2) ayat 280. Keputusan majelis dalam menolak
tuntutan ganti rugi immateriil ini secara meteriil sudah benar karena sudah
berdasarkan hukum yang ada yaitu Fatwa DSN NO.43/DSN-MUI/VIII/2004
Tentang Ganti Rugi (Ta‟widh). Tuntutan ganti rugi immateriil (Ta‟widh) yang
dipintakan oleh kreditur (Bank) yang nasabahnya melakukan wanprestasi boleh
dimintakan. Karena memang itu merupakan kerugian yang ditanggung oleh Bank
ketika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh nasabahnya. Hanya saja islam
memiliki kaidah bahwasanya antara kreditur dan debitur tidak boleh saling
merugikan “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
mebahayakan orang lain”.
xiii
KATA PENGANTAR
بسن اهلل الزمحي الزحنوأح . الذي أح اإلسالم بعلىم العلوـاء.وبه ستعني على أهىر الدا والدي. هنيـمحدهلل رب العالـال
الصالة والسالم على . أشـــهد أى الإلـــه إال اهلل وأشـــــهد أى حمودا رسىل هلل. األهت بهضت العلوـاء.اهابعد. سد ا حمود و على أله وصحبه أمجعني. هز سلنيـأشزف األبـــاء و ال
Alhamdulillahirobbil`alamin, segala puji bagi Allah yang telah
memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini. Berkat
qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian
yang berjudul Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah Nomor :
105/MSA/IV/07 di Pengadilan Agama Purbalingga.
Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul
anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari
gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.
Banyak pihak yang telah banyak memberikan konstribusi dalam
penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terima kasih yang tulus kepada
mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES),
yang telah mengizinkan penulis untuk membahas judul skripsi ini.
4. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si, selaku pembimbing yang selalu
memberikan saran dan masukan kepada penulis.
5. Para staf administrasi yang begitu sabar mengurusi segala macam kepentingan
dalam skripsi ini.
xiv
6. Bapak H. Hasanudin, S.H.,M.H., selaku Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga.
7. Bapak Drs. H. Mahmud HD., M.H., selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga yang sekaligus memberikan data dan penjelasan mengenai skripsi
ini.
8. Bapak dan Ibu Hakim dan Panitera Pengadilan Agama Purbalingga.
9. Bapak dan Ibu Pegawai Struktural Pengadilan Agama Purbalingga.
10. Ayahanda Muhadi, Ibunda Dasiyem tercinta dan adik-adikku serta keluarga
besar saya yang telah mengorbankan segalanya dengan tulus dan ikhlas dan
kebesaran jiwa
11. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012, rekan-
rekanita keluarga besar Pengurus Anak Cabang IPNU-IPPNU Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga yang selalu memberi inspirasi, semangat dan warna-
warni dalam kehidupanku.
12. Sahabat-sahabat GP Ansor dan Banser Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semaran yang telah memberikan semangat kepadaku.
13. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian ini
yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.
Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah disuguhkan dapat
bermanfaat bagi semua orang khususnya kami selaku penulis. Walaupun jauh dari
kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga Allah SWT
ridha dengan apa yang kita lakukan. Amin.
م الطزقوق أىلإإ هىفق ـواهلل ال
Salatiga, 11 Februari 2017 M
14 Jumadil Awwal 1438 H
Penulis
xv
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ........................................... v
MOTTO ............................................................................................................ ix
PERSEMBAHAN ............................................................................................ x
ABSTRAK ........................................................................................................ xi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................... 8
D. Penegasan Istilah .................................................................................... 10
E. Kajian Pustaka ....................................................................................... 11
F. Kerangka Teoritik .................................................................................. 14
G. Metode Penelitian .................................................................................. 11
H. Sistematika Penulisan ............................................................................ 19
BAB II PEMBAHASAN TEORITIK
A. Putusan Hakim ....................................................................................... 20
1. Peran Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara ................. 20
2. Dasar Hukum Putusan Hakim .......................................................... 21
3. Bentuk, Isi dan Susunan Putusan Hakim ......................................... 22
4. Macam-Macam Putusan ................................................................... 25
5. Kekuatan Putusan ............................................................................. 26
B. Wanprestasi ............................................................................................ 28
1. Pengertian Wanprestasi .................................................................... 28
2. Bentuk Wanprestasi ......................................................................... 28
3. Wanprestasi dan Kaitannya Kesalahan Debitur ............................... 29
4. Hak Kreditur Terhadap Debitur Yang Wanprestasi ......................... 30
5. Pembatalan Perjanjian ...................................................................... 30
6. Ganti Rugi ........................................................................................ 31
C. Akad Pembiayaan Musyarakah .............................................................. 33
1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah ............................................... 33
xvi
2. Dasar Hukum Syariah Pembiayaan Musyarakah ............................. 33
3. Struktur Akad Syirkah al-„Inan ........................................................ 34
4. Macam-Macam Musyarakah ............................................................ 37
5. Hukum Tentang Berhentinya Musyarakah ...................................... 41
6. Konsekuensi Hukum Akad Musyarakah ......................................... 42
BAB III PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA DAN KASUS-
KASUS PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Purbalingga ............................... 44
1. Sejarah .............................................................................................. 44
2. Visi dan Misi .................................................................................... 62
3. Tugas dan Fungsi ............................................................................. 64
4. Wilayah Hukum ............................................................................... 69
5. Struktur Organisasi .......................................................................... 70
B. Daftar Peneliti Kasus-Kasus Perkara Sengketa Ekonomi Syariah di
Pengadilan Agama Purbalingga .............................................................. 71
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PERKARA SENGKETA EKONOMI
SYARIAH NOMOR 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg DI PENGADILAN
AGAMA PURBALINGGA
A. Deskripsi Putusan Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang
Wanprestasi akad Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/07 ...................... 74
B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga Dalam Memutus
Perkara Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg ............................................. 77
C. Analisis Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama
Purbalingga Nomor 0310/Pdt.G/2014/ PA.Pbg .................................... 85
D. Pandangan Hukum Islam Putusan Hakim Pengadilan Agama
Purbalingga Nomor 0310/Pdt.G/2014/ PA.Pbg ..................................... 89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 93
B. Saran-saran ............................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 97
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 100
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
NO LAMPIRAN
1. Salinan Putusan Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg
2. Surat Keterangan Observasi
3. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi
4. Surat Permohonan Izin Penelitian
5. Lembar Konsultasi Skripsi
6. Daftar Nilai SKK
7. Curriculum Vitae
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama Allah SWT, yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW kemudian diteruskan kepada para sahabat, dengan dua
perwujudan yaitu al-Quran dan al-Hadits (Muzadi, 2006: 21). Islam adalah
agama yang rāhmatallilalamin-Nya itu rahmat bagi semesta alam. Agama
Islam memberikan kedamaian bagi seluruh ummat manusia termasuk ummat
muslim yang didalamnya terdapat pula masalah peradilan dan urusan negara.
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam (Q.S. al-Anbiya‟ (21) : 107).
Peradilan Agama, merupakan conditio sine qua non, yaitu sesuatu
yang mutlak adanya bagi ummat Islam Indonesia. Sepanjang ada ummat
Islam, sepanjang itu pula Peradilan Agama ada, meskipun pada awalnya masih
dalam bentuk dan corak yang sederhana dan nama yang berbeda-beda. Karena
itu, dalam dinamika perjalanan sejarah Indonesia, keberadaan Peradilan
Agama bukan sesuatu yang baru. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka,
yaitu sejak masa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, Peradilan Agama telah
menjalankan fungsinya yang tidak hanya terbatas pada perkara-perkara
keperdataan, tetapi juga perkara pidana.
2
Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Pengadilan Agama adalah
lahirnya Undang-Undang[1]
Nomor 3 Tahun 2006 amandemen atas UU
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. UU Nomor 3 Tahun 2006 ini
memberikan perubahan yang sangat signifikan terutama soal kewenangan
absolute Peradilan Agama tersebut. Sebelumnya, Pengadilan Agama
berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1989 hanya berwewenang menyelesaikan
sengketa perkawinan, waris, wasiat, hibah wakaf, zakat, infak dan sedekah.
Dengan lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006, Peradilan Agama tidak lagi
mempunyai kewenangan sebatas menyelesaikan perdata perkawinan dan waris
akan tetapi telah diperluas dengan kewenangan dalam keperdataan lainnya
(Hudiata: 24).
Ada tiga kewenangan yang terbilang masih baru dalam kewenangan
Peradilan Agama yaitu zakat, infak dan ekonomi syari'ah. Namun yang
menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kewenangan Peradilan Agama
dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Lahirnya UU Nomor 3
Tahun 2006 ini telah membawa perubahan besar bagi kompetensi Peradilan
Agama. Peradilan Agama diberi kewenangan kompetensi ekonomi syariah.
Perluasan kompetensi Peradilan Agama tersebut merupakan respon terhadap
perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat muslim sebagaimana dalam pasal 49 UU Nomor 3 tahun 2006 di
atas.
1 Pada pembahasan selanjutnya disingkat dengan UU
3
Perkembangan kegiatan perbankan syariah di Indonesia sangat
terkait erat dengan masyarakat Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim.
Masyarakat tersebut ingin menerapkan prinsip syariah secara komprehensif
dalam setiap kegiatan yang dilakukannya, termasuk dalam kegiatan perbankan
syariah. Salah satu hal yang menjadi problematika dalam praktik perbankan
syariah adalah mengenai penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perbankan
syariah, hal ini tercermin dengan adanya Putusan MK Nomor 93/PUU-
X?2012 Tentang Uji Materi UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah (Hudiata: 67).
Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi
masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut adalah pengembangan
sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (syariah) dengan mengangkat
prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip syariah
berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan
keuniversalan (rahmatan lil „alamin). Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam
pengaturan perbankan yang didasarkan pada prinsip syariah yang disebut
perbankan syariah.
Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem Perbankan Nasional
memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan
kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah
satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang memadai
dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya
dituangkan dalam UU Perbankan Syariah. Pembentukan UU Perbankan
4
Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan bagi berkembangnya lembaga
tersebut. Pengaturan mengenai perbankan syariah dalam UU Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi
karakteristik operasional perbankan syariah, dimana, di sisi lain
pertumbuhan dan volume usaha bank syariah berkembang cukup pesat.
Setelah mengalami perjalanan yang panjang, UU Nomor 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syariah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 dengan
terdiri dari 13 bab dan 70 pasal. Secara garis besar UU ini memberikan
kepastian hukum Bank Syariah di Indonesia, penyebutan kata “syariah”
memberikan identitas yang jelas bagi Bank Syariah dan bertanggung jawab
terhadap syariah (shariah complience). Bank Syariah menjalankan fungsi
sosial dan juga menyebutkan dukungan terhadap konversi dan perubahan
Bank Konvensional menjadi Bank Syariah dan tidak sebaliknya.
Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan
sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan
produk dan jasa Bank Syariah, dalam UU Perbankan Syariah ini diatur
jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran
dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan
bagian dari bank umum konvensional. Sementara itu, untuk memberikan
keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan
operasional perbankan syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang
5
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang
tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.
Dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah ada
satu bab khusus mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah.
Pengertian “menyelesaikan” bagi sebuah peradilan adalah menerima,
memeriksa, menyelesaikan dan memutus, hingga melaksanakan eksekusi
putusan berkaitan dengan perbankan syariah yang tidak dilaksanakan oleh
para pihak yang berperkara. Dalam pasal 55 UU Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah dijelaskan bahwa ayat (1) penyelesaian sengketa
perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama; (2) dalam hal perkara pihak telah memperjanjikan penyelesaian
sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian dilakukan
sesuai isi akad; (3) penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah (Hudiata: 76-77).
Ketentuan Pasal 55 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2008 menjelaskan
bahwa lembaga yang berwewenang menyelesaikan sengketa perbankan
syariah adalah Peradilan Agama. Hal ini memperkuat atau sejalan dengan
ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama bahwa “Pengadilan Agama bertugas, berwewenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang:…(i) ekonomi syariah” (Hudiata: 77).
Pengadilan Agama Purbalingga pada tanggal 18 Februari 2014 di
Kepaniteraan menerima gugatan tentang pemenuhan kewajiban akad
6
pembiayaan musyarakah dengan nomor perkara 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg,
yang diajukan oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah[2]
Buana Mitra
Perwira, yang berkedudukan hukum di Jalan MT Haryono No. 267
Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H. Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam
kedudukannya selaku direktur utama PT. BPRS Buana Mitra Perwira. Disini
mereka menggugat Ruswondo dan Sri Budiastuti selaku nasabah.
Berdasarkan Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor : 105/MSA/
IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang ditandatangani oleh Bank dan Nasabah
yang di waarmerking oleh Agung Diharto, SH, Notaris di Purbalingga
Nomor: 163/w/2007 tertanggal 7 Mei 2007, Bank dan Nasabah masing-
masing akan menyediakan sejumlah uang sebagai penyertaan modal, yaitu
Bank sebesar Rp. 20.000.000,- dan nasabah sebesar Rp. 18.800.000,- yang
masing-masing dan berturut-turut merupakan 51,5% dan 48,5% dari sejumlah
modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha berupa usaha dagang kelapa
dan gula merah.
Dalam kasus ini, setelah jatuh tempo Para Tergugat belum juga bisa
melunasi kewajibannya. Para Tergugat diberi jangka waktu (masa)
penggunaan modal tersebut oleh berlangsung selama 36 (tiga puluh enam)
bulan. Kemudian Penggugat melakukan pengecekan terhadap pengelolaan
usaha yang dilakukan oleh Para Tergugat, ternyata ditemukan bahwa Para
Tergugat lalai tidak pernah melaksanakan bagi hasil (Syirkah) pada tiap-tiap
2 Pada pembahasan selanjutnya disingkat dengan nama BPRS
7
tanggal realiasasi pada tiap bulannya dan Para Tergugat lalai tidak
mengembalikan modal sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah dalam Pasal 21
huruf (b) bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah atau menepati janji,
setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan
yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar
dari cidera-janji.
……
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad3 itu ….. (Q.S. al-
Maaidah (5) : 1)
Akhirnya pihak Penggugat menganggap bahwa Para Tergugat telah
melakukan perbuatan wanprestasi tersebut Penggugat merasa dirugikan secara
materiil. Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, peringatan
maupun pendekatan secara kekeluargaan kepada para Tergugat akan tetapi
para Tergugat tetap tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban-
kewajibannya, oleh karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan
Gugatan Sengketa Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun
2006 Tentang Amandemen UU Peradilan Agama jo. Pasal 55 ayat (1) UU No.
21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Dari latar belakang diatas maka kami penulis ingin mencoba meneliti
dari permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul “Analisis
3 Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang
dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
8
Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah Nomor : 105/MSA/IV/07 di
Pengadilan Agama Purbalingga”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka skripsi ini akan mengacu
pada permasalahan pokok yaitu
1. Apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan Hakim Pengadilan
Agama Purbalingga dalam memutus perkara nomor 0310/Pdt.G/
2014/PA.Pbg?
2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap putusan Hakim
Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara nomor 0310/
Pdt.G/2014/PA.Pbg?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Objektif
Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim Pengadilan
Agama Purbalingga dalam memutus perkara sengketa ekonomi syariah
dengan nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg.
Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap putusan
Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara
sengketa ekonomi syariah dengan nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg.
9
b. Tujuan Subjektif
Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan
penulis dibidang hukum ekonomi syariah atau muamalat dan guna
memenuhi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar S1 dalam
bidang Hukum Ekonomi Syariah atau Muamalat di Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan ilmu pengetahuan di bidang hukum ekonomi syariah
atau muamalat dan dapat memperkaya referensi dan literature
kepustakaan terkait dengan kajian mengenai Hukum Acara Peradilan
Agama khususnya mengenai putusan Peradilan Agama dalam perkara
ekonomi syariah dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
b. Kegunaan Praktis
Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan
penulisserta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.
10
D. Penegasan Istilah
Penegasan judul ini dimaksud untuk menghindari adanya
interprestasi lain yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam
memahaminya. Adapun pengertian istilah judul tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Ekonomi Syariah berdasarkan penjelasan huruf (i) Pasal 49 UU Nomor 3
Tahun 2006 adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syariah.
2. Akad atau Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara
seseorang atau beberapa orang lainnya untuk melakukan sesuatu perbuatan
tertentu (Pasaribu dan K Lubis, 1996: 1).
3. Musyarakah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah
usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara
bersama (Ghazaly, 2010: 127)
4. Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini
berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu
perjanjian.
11
E. Kajian Pustaka
Permasalahan mengenai putusan hakim mengenai sengketa ekonomi
syariah antara lain yaitu skripsi karya Pratami Wahyudya Ningsih
(www.dgilib.uns.ac.id., diakses pada 7 Agustus 2016) “ Analisis Terhadap
Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan Pemenuhan Kewajiban Akad
Pembiayaan al-Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi
Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), skripsi termasuk jenis
penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, karena penelitian ini
adalah suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari sisi. Dari hasil penelitiannya adalah dasar
pertimbangan yang digunakan hakim yang tertuang dalam Putusan nomor :
1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tersebut diantarannya adalah Tergugat tidak pernah
hadir di persidangan, maka sengketa diputus dengan verstek, Tergugat telah
memenuhi unsur-unsur wanprestasi sesuai dengan ketentuan hukum positif
dan dalil-dalil syar‟i sehingga Tergugat menjadi pihak yang kalah.
Kemudian skripsi karya Ikhsan Al Hakim (www. lib.unnes.ac.id,
diakses pada 7 Agustus 2016) “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di
Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang – Undang Nomor
3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama Oleh Pengadilan Agama
Purbalingga” Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Perluasan kewenangan Pengadilan Agama dalam
menyelesaikan kasus sengketa ekonomi syariah di Purbalingga telah
12
dilaksanakan. Berdasarkan Putusan-putusan Pengadilan Agama Purbalingga
telah menyelesaikan 9 (Sembilan) sengketa ekonomi syariah.
Skripsi dengan judul “Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Di
Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Surakarta)” karya Annisa Mar‟atus Sholikhah (www.eprints.ums.ac.id,
diakses pada 7 Agustus 2016), Merupakan penelitian ini merupakan jenis
penelitian hukum yuridis bersifat normatif. Dengan hasil penelitian bahwa
Penggugat telah berhasil membuktikan bukti gugatannya, oleh karena itu
gugatan pada perkara tersebut dikabulkan sebagian, yakni menyatakan
Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan wanprestasi/ingkar janji.
Skripsi karya Yunita Naryanti yang berjudul “Gugatan Wanprestasi
Yang Diajukan Oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad
Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi Terhadap Putusan Pengadilan
Agama Purbalingga Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)” skripsi ini
menggunakan Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah
studi pustaka. Metode analisis yang digunakan adalah metode normatif
kualitatif. Dengan hasil penelitiannya adalah Pertimbangan hukum Hakim
dalam memutus perkara tentang gugatan wanprestasi yang diajukan oleh PT
BPR Syariah Buana Mitra Perwira adalah dengan mendasarkan pada alat bukti
otentik berupa akad perjanjian pembiayaan al musyarokah, yang nilai
pembuktiannya kuat (www. fh.unsoed.ac.id., diakses 7 Agustus 2016).
Tesis karya Martina Purnanisa (www.idr.iain-antasari.ac.id., diakses
pada 7 Agustus 2016) yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan terhadap
13
Penyelesaian Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus Putusan PA Madiun
No.0403/Pdt.G/2004.pa.Mn)” mengenai sengketa perbankan syariah yang
melibatkan antara pihak bank sebagai tergugat dengan nasabah yang
memberikan kuasa kepada LPKNI (Lembaga Perlindungan Konsumen
Nasional Indonesia) sebagai penggugat berdasarkan Legal Standing Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 46 ayat
1 huruf ( c) UUPK di beri hak gugat organisasi Legal Standing lus Standi.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research) yang
bersifat deskriptif analitis, serta menggunakan pendekatan normatif yuridis.
Hasil penelitiannya adalah bahwa putusan majelis hakim PA Madiun telah
memutus perkara tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yaitu: tidak menerapkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan; Tidak mencantumkan posita gugat berkenaan
Legal Standing LPKNI yang menyebabkan formulasi putusan tidak sesuai
dengan Pasal 184 ayat (1) HIR dari Pasal 195 RBG.
Dalam pengamatan penulis, analisis atau kajian terhadap putusan
hakim sudah banyak namun sepengetahuan penulis sejauh ini belum ada yang
mengkaji atau menganalisis terhadap putusan hakim dalam kasus sengketa
ekonomi syariah nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg mengenai wanprestasi akad
pembiayaan musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga. Berdasarkan
itulah, penelitian ini baru dan belum ada yang menelitinya.
14
F. Kerangka Teoritik
Putusan adalah kesimpulan akhir yang diambil oleh majelis hakim
yang diberi wewenang untuk itu didalam menyelesaikan atau mengakhiri
suatu sengketa atau perkara, yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
kemudian diucapkan oleh hakim dalam persidangan yang terbuka untuk
umum.4
Metode interprestasi dalam hukum Islam disebut juga dengan ijtihad
tathbiqi. Ijtihad tathbiqi ini merupakan upaya untuk menetapkan hasil ijtihad
istinbathi kedalam perbuat-perbuatan mukalaf atau peristiwa-peristiwa
konkret yang bersifat kasuistik (Fanami, 2009: 179).
Tugas pokok bagi pengadilan sebagaimana ditentukan dalam UU
Pokok Kekuasaan Kehakiman, menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan perkara yang diajukan kepada pengadilan. Salah satu tugas
pokok pengadilan adalah mengadili perkara-perkara yang diajukan atas
kepentingan para pihak berperkara adalah merupakan tindakan mewujudkan
hasil pemeriksaan dalam suatu putusan pengadilan, yang oleh para pihak
berperkara sangat diharapkan dapat memberikan rasa keadilan.
Rasa keadilan yang tercermin dalam putusan pengadilan itu adalah
bukan semata-semata menyangkut isi putusan pengadilan yang didasarkan
pada keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak terbatas yang
menyangkut pelaksanaan hukum materiil, tetapi juga menyangkut dalam
beracara di persidangan.
4 Buku Pedoman Kerja Hakim dan Panitera Pengadilan Agama se-Wilayah Pengadilan
Tinggi Agama Makasar. hlm. 59
15
Sikap dan perilaku pengadilan dalam beracara dalam sidang juga
diharapkan mencerminkan keadilan tidak saja menyangkut tata cara
pengadilan beracara, akan tetapi menyangkut sikap adil pengadilan terhadap
pihak-pihak berperkara, tidak memihak dan tidak membeda-bedakan
kedudukan yang satu dengan lainnya, menghormati kesetaraan pihak
berperkara yang satu dengan yang lain.
Para pihak yang berperkara menghendaki kedudukannya dihadapan
pengadilan harus dianggap dan diperlakukan sama, tidak dibeda-bedakan
antara yang satu dengan yang lain, diperlakukan secara adil, sebagaimana
makna Pasal 5 Ayat (1) UU nomor 14 Tahun 1970 yang menentukan para
pihak berperkara harus diberikan kesempatan yang sama untuk memberi
pendapatnya sebagai disebutkan dalam azas audite et alteram partem.
Tetapi kadangkala dalam menegambil putusan di luar hadir salah
satu pihak, tindakan pengadilan ini seolah-olah dianggap telah bertindak
mengabaikan azas audite et alteram partem di atas, karena pengadilan telah
menjatuhkan putusan dengan menabaikan kepentingan pihak yang tidak hadir.
Pendapat seperti itu adalah tidak rasional, karena pengadilan dalam
menjalankan tugas pokok juga memiliki kewajiban harus memperhatikan
kepentingan pihak yang telah bersusah payah tetap hadir di persidangan.
Namun meskipun demikian, pengadilan tidak dapat dikatakan
melakukan suatu pengabaikan terhadap kepentingan pihak yang tidak hadir,
sebab pengadilan tetap menghormati kedudukan pihak yang tidak hadir itu
mengenai hak-hak hukumnya, tetap mendapat perlindungan hukum secara
16
utuh seperti sebelum dijatuhkannya putusan pengadilan yaitu dengan
memerintahkan menyampaikan bunyi putusan pengadilan tersebut kepada
yang bersangkutan.
Demikian juga halnya putusan gugur yang diucapkan di luar hadir
penggugat, hak penggugatm tetap mendapat perlindungan yaitu penggugat
tetap memiliki hak untuk mengajukan gugatan kembali, ataupun dalam hal
dijatuhkannya putusan verstek yang diucapkan di luar hadir tergugat, pihak
tergugat tetap mendapat perlindungan tersebut. Pada pokoknya putusan
pengadilan yang sangat didambakan oleh para pihak berperkara itu, adalah
putusan akhir, yang telah dinyatakan pengadilan sesudah melakukan
perjalanan sidang yang dikatakan panjang.
Dengan putusan akhir tersebut harus dapat dinyatakan bahwa
pemeriksaan yang dilakukan pengadilan sudah berakhir, sehingga diharapkan
dengan putusan itu, dapat mengakhiri sengketa para pihak berperkara. Putusan
akhir dapat merupakan putusan kondemnatoir, atau putusan konstitutif,
putusan deklatoir, tetapi putusan pengadilan itu lebih banyak merupakan
kumulasi ketiga macam putusan diatas (Syahlani, 2007: 61-62).
Selain itu, UU Nomor 48 Tahun 2008 telah mempertegaskan
kedudukan kehakiman, kedudukan panitera, panitera pengganti, dan juru sita
sebagai pejabat peradilan, dan bahkan memuat regulasi mengenai pelaksanaan
putusan pengadilan, bantuan hokum, dan badan-badan lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman (Hasan: 61-62). Namun kadang-
kadang dalam persidangan yang tidak terlalu lama, bahkan mungkin saja dapat
17
dikategorikan singkat, pengadilan juga dapat menjatuhkan putusan akhir yang
disebut putusan gugur, verstek atau perdamaian.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah penelitian analisa putusan (Maslikhah: 2013) dalam hal ini yang
menjadi objek kajian penelitiannya adalah putusan nomor: 0310/Pdt.G/
2014/PA.Pbg tentang perkara gugatan sengketa ekonomi syariah.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam skripsi ini penulis melakukan pencarian data dengan cara
terjun langsung kelapangan berinteraksi dengan informan, dalam hal ini
menempatkan diri sebagai peneliti. Sehingga akan memudahkan penulis
dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara akurat langsung
dari narasumbernya.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelilitian ini yaitu sumber data primer adalah
data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama) yaitu
dengan cara interaksi langsung dengan hakim dan pejabat strukturan di
Pengadilan Agama Purbalingga, sementara data sekunder adalah data yang
diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada seperti dari literatur atau
penelitian sebelumnya (www.teorionline.wordpress.com. Diakses pada 7
Agustus 2016).
18
4. Teknik Pengumpulan data
Penelitian ini dalam pengumpulan data melalui tiga metode yang
saling melengkapi yaitu sebagai berikut;
a. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan para Hakim dan pejabat
struktural Pengadilan Agama Purbalingga dan akademisisi di
bidangnya, dengan harapan dapat memberikan kemudahan dalam
menganalisis putusan nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg tentang perkara
sengketa ekonomi syariah.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara untuk mengumpulkan data
dengan menyalin dari sumber-sumber yang ada, sebagai bahan
identifikasi gabungan antara bahan hokum primer dan hasil dari studi
kepustakaan.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul kemudian
mengolah, menganalisis dan mengambil kesimpulan dari proses analisis
yuridis dari hokum yang ada pada Putusan Nomor: 0310/Pdt.G/
2014/PA.Pbg, dengan tujuan untuk menyempitkan dan membatasi
penemuan-penemuan sehingga menjadi data yang teratur dan tersusun
dengan baik.
19
H. Sistematika Penulisan
Sebagai gambaran-gambaran umum dalam skripsi ini, penulis akan
paparkan sekilas tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan
menggunakan system sebagai berikut :
Bab I: merupakan bab pendahuluan yang menguraikan gambaran
singkat dari penelitian ini, bab I ini terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan
pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: merupakan bab pembahasan teoritik yang didalamnya akan
diuraikan mengenai tinjauan umum terhadap putusan, wanprestasi dan akad
musyarakah.
Bab III: pada bab ini akan di paparkan mengenai gambaran umum
tentang Pengadilan Agama Purbalingga dan kasus-kasus perkara sengketa
ekonomi syariah di Pengadilan Agama Purbalingga.
Bab IV: pada bab ini akan diuraikan mengenai diskripsi putusan dan
pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara
nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg, serta analisis pertimbangan Hakim dan
pandangan hukum Islam terhadap putusan dalam memutus perkara nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg.
Bab V: merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari
pembahasan penelitian dan saran penulis.
20
BAB II
PEMBAHASAN TEORITIK
A. PUTUSAN HAKIM
1. Peran Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara
Seorang hakim di dalam memeriksa dan memutus suatu perkara
perdata, harus memenuhi peraturan-peraturan yang telah ditentukan.
Selain itu seorang hakim harus juga mempunyai keyakinan tentang
kebenaran dan kepastian peristiwa yang dijadikan dasar bagi suatu
tuntutan hak.
Menurut Suddikno Mertokusumo didalam bukunya “Hukum Acara
Perdata Indonesia”, menyatakan bahwa apabila kepada hakim diajukan
suatu perkara, maka tugas seorang hakim adalah:
a. Mengkonstatir benar dan tidaknya peristiwa yang diajukan.
b. Mengkwalifisir peristiwa tersebut.
c. Mengkonstituir peristiwa, yang berarti menetapkan dan menerapkan
hukum terhadap peristiwa yang telah dikwalifisir, atau memberikan
keadaan dengan suatu putusan hakim.
Suatu putusan hakim dijatuhkan dengan tujuan untuk
menyelesaikan sengketa perdata yang terjadi antara pihak penggugat dan
tergugat. Oleh karena itu hakim harus berusaha agar isi atau inti putusan
dapat memenuhi rasa keadilan, khususnya bagi pihak penggugat dan
tergugat, serta pada masyarakat pada umumnya.
21
Seseorang hakim perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum
yang harus dipenuhi di dalam memutus suatu perkara perdata, di samping
syarat bahwa seorang hakim harus mempunyai wibawa, tegas dan
bertanggungjawab (Nurhaida, 2013: 89-90).
2. Dasar Hukum Putusan Hakim
Menurut Sudikno Mertokusumo di dalam bukunya “Hukum Acara
Perdata Indonesia”, menyatakan bahwa beberapa sumber untuk
menemukan hukum ialah:
a. Perundang-undangan
b. Hukum yang tidak tertulis
c. Putusan desa
d. Yurisprudensi
e. Ilmu pengetahuan
Di dalam perundang-undangan, putusan hakim selain diatur di
dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement), juga diatur di dalam UU
Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman.
Di dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement), putusan hakim di
dalam pasal 178 sampai dengan 187, yang mengatur:
a. Setiap bagian dari tuntutan atau petitum harus diadili (Pasal 178 ayat
1).
b. Seorang hakim dilarang memberikan putusan lebih dari yang dituntut
(Pasal 178 ayat 3).
22
c. Apabila ada pihak yang tidak hadir pada waktu putusan hakim
dijutuhkan, maka putusan tersebut harus diberitahukan kepada pihak
yang tidak hadir tersebut (Pasal 179 ayat 2).
d. Putusan hakim yang dapat dijatuhkan lebih dulu, meskipun ada upaya
hukum banding/kasasi, dengan syarat-syarat tertentu, putusan ini
disebut OVB (Uitvoerbaar bij Vorraad).
e. Pasal 181 dan 182 mengharuskan untuk mencantumkan jumlah biaya
perkara yang harus dibayar.
f. Pasal 184 mengatur mengenai pembuatan ringkasan dai tuntutan,
jawaban dan sebagainya.
g. Para pihak diperbolehkan meminta salinan putusan hakim dengan
biaya tertentu (Pasal 185 ayat 2).
h. Penandatanganan putusan diatur didalam pasal 187 (Nurhaida, 2013:
90-91).
3. Bentuk, Isi Dan Susunan Putusan Hakim
Putusan Hakim berbentuk suatu akta autentik, yaitu akta yang
dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwewenang. Pada dasarnya
putusan hakim berisi dan tersusun sebagai berikut:
a. Kepala putusan
- Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
- Bismillahirrahmanirrahim
b. Identitas para pihak
- Yaitu nama, alamat penggugat dan tergugat
23
c. Duduk perkara yang berisi
- Ringkasan gugatan
- Ringkasan jawab jinawab antara penggugat dan tergugat
- Ala-alat bukti yang diajukan, baik oleh penggugat maupun tergugat
- Cara-cara pemeriksaan perkara dilangsungkan
d. Tentang hukumnya yang berisi
- Pokok perkara yang disengketakan
- Hal-hal yang diakui maupun yang tidak diakui oleh penggugat dan
tergugat
- Hal-hal yang dapat dibuktikan dan yang tidak dapat dibuktikan
- Pertimbangan hukum yang dapat diterapkan dalam perkara
tersebut, beserta alasan yang dipergunakan untuk menetapkan
pertimbangan hakim.
- Setiap bagian dari tuntutan atau petitum harus diputus satu-persatu.
Tetapi tidak melebihi dari segala sesuatu yang dituntut dan yang
tercantum didalam petitum.
e. Tentang dicantum atau Amar Putusan yang berisi:
- Segala sesuatu yang dituntut oleh penggugat, apa yang diputuskan
oleh hakim. Jadi dicatum putusan hakim berhubungan erat dengan
isi petitum penggugat. Amar Putusan Hakim dapat berisi beberapa
kemungkinan, yaitu:
Seluruh tuntutan dari gugatan penggugat diterima atau
dikabulkan
24
Sebagian tuntutan diterima dan sebahagian yang lain ditolak
Seluruh gugatan ditolak
Seluruh gugatan tidak diterima
- Apabila ternyata gugatan diterima dan sebelumnya telah
dilaksanakan sita jaminan, maka sita jaminan tersebut harus
dinyatakan sah dan berharga. Sebaliknya jika gugatan ditolak,
maka sita jaminan harus diperintahkan untuk diangkat.
- Ketentuan tentang pihak yang dijatuhi hukuman untuk membayar
biaya perkara, serta jumlah besarnya biaya perkara tersebut.
- Keterangan tentang hadir atau tidaknya pihak penggugat pada
waktu putusan hakim dijatuhkan.
- Penyebutan tanggal, bulan, tahun, kapan putusan Hakim
dijatuhkan.
f. Akhirnya suatu putusan hakim harus ditanda tangani oleh hakim dan
panitera yang melaksanakan pemeriksaaan perkara (Pasal 184 ayat 3
HIR).
Berdasarkan SEMA No 5 Tahun 1959 tanggal 20 April 1959 dan
SEMA no 1 Tahun1962 tanggal 7 Maret 1962, diinstruksikan agar supaya
pada waktu putusan hakim dijatuhkan, konsep putusan dan konsep berita
acara telah selesai, sehingga tidak memerlukan banyak waktu untuk
meminulir perkara (Nurhaida, 2013: 91-93).
25
4. Macam-Macam Putusan Hakim
Menurut Pasal 185 HIR putusan hakim dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Putusan sela atau bukan putusan akhir
Yaitu putusan hakim yang mengenai pokok perkara dan bertujuan
untuk mempermudah putusan akhir. Putusan ini harus diucapkan oeh
hakim dan dimuat dalam Berita Acara.
Macam putusan sela yaitu:
1) Putusan Praeparatoir (Preparatoir Vonis)
Yaitu putusan hakim yang bertujuan untuk mempersiapkan
pemeriksaan perkara dan memperlancar putusan akhir.
2) Putusan Interlocutoir (Interlocutoir Vonis)
Yaitu putusan hakim yang berisi perintah untuk mengadakan suatu
pemeriksaan yang dapat mempengaruhi putusan akhir
3) Putusan Provisionil (Provision Vonis)
Putusan hakim yang menetapkan tindakan pendahuluan yang
bersifat sementara bagi kepentingan salah satu pihak yang
berperkara
4) Putusan Insidentil (Insidentil Vonis)
Putusan hakim atas suatu perkara perselisihan yang tidak ada
hubungan langsung dengan pokok perkara.
26
b. Putusan akhir
Yaitu putusan hakim mengenai pokok perkara dan bertujuan untuk
menyelesaikan pokok sengketa perdata yang timbul. Macam putusan
akhir sebagi berikut:
- Putusan Deklaratoir (Deklaratoir Vonis)
Yaitu putusan hakim yang menetapkan keadaan hakim
- Putusan Konstitutif (Constitutif Vonis)
Yaitu putusan hakim yang menimbulkan atau meniadakan suatu
keadaan hukum (Nurhaida, 2013: 93-94).
5. Kekuatan Putusan Hakim
Suatu putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau
pasti (in kracht van gewijsde) mempunyai tiga macam kekuatan, yaitu:
a. Kekuatan mengikat
Artinya putusan hakim mengikat kedua belah pihak yang
berperkara, yaitu penggugat dan tergugat. Mereka tidak dapat
mengingkari isi dari putusan hakim. Apabila dikemudian hari salah
satu pihak tidak puas terhadapa isi putusan, maka tidak dapat
mengajukan gugatan baru mengenai hal yang sama. Jika tidak gugatan
baru tersebut dapat dinyatakan nebis in idem yaitu untuk perkara yang
sama dengan hal yang sama dan dengan pihak-pihak yang sama, tidak
dapat diperiksa dan diputus lagi. Segala sesuatu yang telah diputus
diantara para pihak dianggap benar, atau dengan kata lain apa yang
27
telah diputus oleh hakim harus dianggap benar (res yudicata
proveritate habetur).
b. Kekuatan pembuktian
Putusan hakim mempunyai kekuatan pembuktian baik bagi
para pihak maupun pihak ketiga, meskipun bagi pihak ketiga tersebut
tidak mempunyai kekuatan mengikat.
c. Kekuatan untuk dilaksanakan
Putusan hakim mempunyai kekuatan untuk dapat dilaksanakan
secara paksa, apabila atas permohonan pihak yang dimenangkan, pihak
yang kalah mau melaksanakan putusan hakim. Paksaan tersebut dapat
dilaksanakan dengan bantuan alat negara (Nurhaida, 2013: 94-95).
28
B. WANPRESTASI
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi atau cidera janji adalah suatu kondisi dimana debitur
tidak melaksanakan kewajiban yang ditentukan didalam perikatan,
khususnya perjanjian (kewajiaban kontraktual). Wanprestasi dalam hukum
perjanjian mempunyai makna yaitu debitor tidak melaksanakan kewajiban
prestasinya atau tidak memperoleh apa yang dijanjikan oleh pihak lawan.
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“wanprestatie”. Wan berarti buruk atau jelek dan prestatie berarti
kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Jadi
wanprestasi adalah prestasi yang buruk atau jelek. Secara umum artinya
tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik
perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul
karena undang-undang (Khairandy, 2013: 278-279).
2. Bentuk Wanprestasi
Bentuk-bentuk wanprestasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Debitur Sama Sekali Tidak Berprestasi
Dalam hal ini debitor sama sekali tidak memberikan
prestasinya. Hal itu bisa disebabkan karena debitor memang tidak mau
berprestasi atau bisa juga disebabkan karena memang kreditor objektif
tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya
lagi untuk berprestasi. Pada peristiwa yang pertama memang kreditor
tidak bisa lagi berprestasi, sekalipun ia mau.
29
b. Debitur Keliru Berprestasi
Disini debitor memang dalam pemikirannya telah memberikan
prestasinya, tetapi dalam kenyataannya. yang diterima kreditor lain
daripada yang diperjanjikan. Kreditor membeli bawang putih, ternyata
yang dikirim bawang merah. Dalam hal demikian kita tetap
beranggapan bahwa debitor tidak berprestasi. Jadi dalam kelompok ini
(tidak berprestasi) termasuk “penyerahan yang tidak sebagaimana
mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Debitur Terlambat Berprestasi
Di sini debitor berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak
sebagaimana diperjanjikan. Sebagimana sudah disebutkan diatas,
debitor digolongkan ke dalam kelompok “terlambat berprestasi” kalau
objek prestasinya masih berguna bagi kreditur. Orang yang terlambat
berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau mora (Khairandy, 2013:
280-281).
3. Wanprestasi dan Kaitannya Kesalahan Debitor
Timbulnya wanprestasi berasal dari kesalahan (schuld) debitor.
yakni tidak melaksanakan kewajibannya konraktual yang seharusnya
ditunaikan. Kesalahan tersebut adalah dalam arti luas, yakni berupa
kesengajaan (opzet) atau kealfaan (onachtzaamheid). Dalam arti sempit
kesalahan hanya bermakna kesengajaan.
Kesalahan dalam wanprestasi adalah kesalahan yang menimbulkan
kerugian bagi kreditur. Perbuatan berupa wanprestasi tersebut
30
menimbulkan kerugian terhadap kreditur, dan perbuatan itu harus dapat
dipersalahkan kepada debitur.
Kerugian tersebut harus dapat dipersalahkan kepada debitor. Jika
unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang menimbulkan
kerugian pada diri kreditor dan dapat dipertanggungjawabkan pada
debitor. Kerugian yang diderta kreditor tersebut dapat berupa biaya-biaya
(ongkos-ongkos) yang telah dikeluarkan kreditor, kerugian yang menimpa
harta benda milik kreditor, atau hilangnya keuntungan yang diharapkan
(Khairandy, 2013: 281).
4. Hak Kreditor terhadap Debitor Yang Wanprestasi
Dalam Pasal 1267 KUHPerdata dapat disimpulkan apabila seorang
kreditor yang menderita kerugian karena debitor melakukan wanprestasi,
kreditur memiliki alternatif untuk melakukan upaya hukum atau hak
sebagi berikut:
a. Meminta pelaksanaan perjanjian; atau
b. meminta ganti rugi; atau
c. meminta pelaksanaan perjanjian sekaligus meminta ganti rugi; atau
d. dalam perjanjian timbal balik, dapat diminta pembatalan perjanjian
sekaligus meminta ganti rugi (Khairandy, 2013: 282).
5. Pembatalan Perjanjian Karena Wanprestasi
Apabila kreditor yang dirugikan akibat tindakan debitor tersebut,
maka kreditor harus membuktikan kesalahan debitor (yakni kesalahan
tidak berprestasi) kerugian yang diderita, dan hubungan kausal antara
31
kerugian dan wanprestasi. Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian
atau wanprestasi telah diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata. Pasal 1266
ayat (1) menentukan bahwa syarat batal selalu dicantumkan dalam
perjanjian, jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Pembatalan perjanjian harus diminta kepada hakim, tidak mungkin
perjanjian sudah batal dengan sendirinya pada waktu debitor nyata-nyata
melalaikan kewajibannya, kalau itu mungkin, permintaan pembatalan
kepada hakim tidak ada artinya. Disebutkan juga oleh ayat 2 bahwa
perjanjian itu tidak batal demi hukum.
Dengan demikian, hakim seharusnya tidak hanya berpegang pada
asas keabsahan berkontrak, konsensualisme, dan kekuatan mengikat
kontrak, tetapi seharusnya hakim harus memegang teguh asas itikad baik.
Inti itikad baik adalah keadilan. Keadilan adalah tujuan tertinggi hukum.
Jadi kalau ada debitor yang keberatan terhadap pembatalan dimaksud dan
melakukan gugatan dimaksud, hakim harus menolak pengesampingan
tersebut, hakim atau pengadilan lah yang memutuskan pembatalan tersebut
dengan mempertimbangkan asas itikad baik (Khairandy, 2013: 282-285).
6. Ganti Rugi
Apabila seorang debitur telah diperingatkan atau sudah dengan
tegas ditagih janjinya, maka jika ia tetap tidak melaksanakan prestainya ia
berada dalam keadaan lalai. Terhadap debitur yang demikian, kreditur
dapat menjatuhkan sanksinya kepada debitor. Salah satu sanksi tersebut
adalah ganti rugi.
32
Pasal 1243 KUHPerdata memerinci ganti rugi yang mencakup
biaya (konsten), kerugian (schade), dan bunga (intresten). Dimana biaya
adalah semua pengeluaran atau ongkos yang telah yang secara riil
dikeluarkan oleh pihak dalam perjanjian. Adapun kerugian yang dimaksud
di sini adalah kerugian yang secara nyata derita yang menimpa harta benda
kreditur. Kerugian terhadap harta benda tersebut terjadi akibat kelalaian
debitor. Dan yang dimaksud dengan bunga adalah kerugian terhadap
hilangnya keuntungan yang diharapkan (winstderving) andai debitor tidak
wanprestasi (Khairandy, 2013: 287-288).
33
C. AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Secara etimologi, syirkah adalah bercampur. Terminologi syirkah
secara umum adalah sebuah kontrak kerjasama kemitraan untuk
meningkatkan niat asset yang dimiliki setiap mitra dengan memadukan
modal dan sumber daya (Tim Laskar Pelangi, 2013: 194).
2. Dasar Hukum Syariah Pembiayaan Musyarakah
Dasar hukum akad musyarakah, Berdasarkan Fatwa Dewan
Syari‟ah Nasional Nomor : 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Musyarakah. adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur‟an
…
…..
Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
…( Q.S. Sad (38): 24).
….
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu….( Q.S. al-
Maidaah (5): 1).
… …
Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu ....( Q.S. An-Nisaa‟
(4): 12)
34
b. Al-Hadits
عن أب ىريـرة رفـعو قال إن اهلل يـقول أنا ثالث الشريكي مال يـحن (رواه اب داود)أحدهـا صاحبو، فإذا خانو خرجت من بـينهمـا
Dari Abu Harairah dan ia merafa‟kannya (memarfu‟kannya). Ia
berkata: sesungguhnya Allah berfirman, Aku adalah pihak ketiga dari
dua orang yang bersekutu, selama tidak ada salah seorang diantara
mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia telah
mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduannya. (HR. Abu
Dawud).
c. Kaidah Ushul Fiqh
باحة إل أن يدل دليل على تـحريـمها .الصل ف الـمعاملت ال
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
3. Struktur Akad Syirkah al-‘Inan
Struktur akad syirkah al-„inan terdiri dari tiga rukun, yaitu sebagai
berikut (Tim Laskar Pelangi, 2013: 199-202):
a. Shighah
Shighah atau bahasa transaksi dalam akad syirkah meliputi ijab
dan qobul dari seluruh mitra, yang menunjukkan makna izin tasaruf
terhadap modal syirkah dalam perniagaan (tijaroh), baik secara ekplisit
(sharih) atau implicit (kinayah). Sebab, modal yang bersifat gabungan
(musytarak) tidak bisa ditasarufkan tanpa izin dari pemiliknya.
b. „Aqidain
„Aqidain adalah dua pelaku syirkah atau lebih (syuraka) yang
mengadakan kontrak kerjasama kemitraan dengan modalnya masing-
35
masing. „Aqidain disyaratkan harus memenuhi kriteria sah
mengadakan akad wakalah. Sebab, setiap mitra dalam akad syirkah,
masing-masing berperaan sebagai wakil sekaligus muwakkil bagi mitra
lainnya.
c. Ma‟qud „Alaih
Ma‟qud „Alaih adalah modal yang disyirkahkan agar profit
yang dihasilkan juga bersifat (isytirak). Syarat-syarat ma‟qud „alaih
meliputi:
1) Syuyu‟
Dalam Madzab Syafi‟iyah, akad syirkah termasuk akad
yang memiliki keserasian antara makna dengan praktek,
sebagaimana akad salam. Karena itu, untuk mewujudkan atau
merealisasikan makna syirkah, sebelum akad syirkah
dilangsungkan, disyaratkan kepemilikan setiap mitra terhadap
modal (ma‟qud „alaih) harus bersifat prosentase (syuyu‟). Yakni
hak milik yang tidak bisa dibedakan secara fisik, melainkan secara
nilai persenan, seperti milik A 50%, milik B 30%, dan milik C
20% dari total modal syirkah.
2) Margin Profit
Syarat berikutnya yang berkaitan dengan ma‟qud „alaih
adalah margin profit atau nisbah laba (ribhu) dari akad syirkah
harus disesuakan dengan besaran nilai (qimah) modal setiap mitra,
bukan disesuaikan dengan kinerja („amal) setiap mitra. Sebab,
36
profit (ribhu) merupakan perkembangan atau produktifitas
(tsamrah) dari modal, sehingga yang menjadi rujukan adalah
besaran nilai modal, bukan kinerja. Disamping itu, apabila margin
profit disesuaikan dengan kinerja setiap mitra, maka akan rancu
antara akad syirkah dengan akad qiradl.
Karena itu, akad syirkah batal apabila dalam syirkah yang
dijadikan acuan margin profit adalah kinerja. Misalnya, nilai modal
antar mitra sama, namun mitra yang menjalankan kinerja bisnis
secara intensif mendapatkan margin profit lebih besar disbanding
mitra lain. Demikian juga batal apabila margin profit tidak sesuai
dengan besaran nilai modal antar mitra, seperti nisbah laba 50:50
dari prosentase modal 40:60, atau sebaliknya, sebab kontradiktif
dengan esensi akad syirkah.
Kendati akad syiirkah batal, setiap mitra –menurut qoul
ashah- masih diperbolehkan menjalankan bisnis menggunakan
modal syirkah, sebab masih terdapat muatan izin yang bersifat
umum, sesuai kaidah fiqh:
إذا ب ل الـ و ىل يـبـقى العمو فيو خل Ketika aspek khusus batal, apakah masih menyisakan aspek
umum? Disini terdapat perbedaan pendapat
Hanya saja, setiap mita berhak menuntut upah kepada mitra
lain atas kinerja yang ia lakukan, dan margin profit tetap sesuai
dengan besaran nilai modalnya.
37
3) Margin Kerugian
Disamping margin profit (ribhu), margin kerugian
(khusran) juga harus disesuaikan dengan nilai modal setiap mitra.
Artinya, ketika dalam perjalanan bisnis mengalami kerugian, maka
ditanggung setiap mitra sesuai dengan presentase nilai modalnya
masing-masing.
4. Macam-macam Musyarakah
a. Syirkah al-„Inan
Syirkah al-„Inana adalah kontrak kerjasama kemitaan antara
dua orang atau lenih yang menetapkan persekutuan hak bisnis
(tasharruf) dalam suatu modal (mal) secara presentase (syuyu‟) dengan
system keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Maksud
presentase (syuyu‟) adalah, hak tasaruf setiap mitra atas modal tidak
bisa ditentukan secara fisik, melainkan secara nilai persenan.
Misalnya, 50% dari total modal.
Secara hukum, akad syirkah al-„inan legalitasnya disepakati
ulama, sebab disamping berdasarkan dalil naql, desakan kebutuhan
(hajah) perdagangan dalam skala raksasa, mustahil tanpa melibatkan
banyak investor sebagai pemilik modal. Lebih dri satu, subtansi akad
syirkah saling mewakili secara gratis pada mitranya dalam meniagakan
modalnya, untuk mendapatkan keuntungan bersama (Tim Laskar
Pelangi, 2013: 194-195).
38
b. Syirkah al-„Abdan
Syirkah al-„abdan adalah akad kontrak kerjasama kemitraan
(isytirak) antara dua orang atau lebih untuk mengerjakan (‟amal) suatu
proyek dengan sistem keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan.
syirkah al-„abdan hanya melibatkan („amal), dan tidak melibatkan
modal harta (mal).
Contoh, A adalah ahli arsitek, B adalah ahli kontuksi bangunan,
dan C adalah ahli instalasi. Kemudian ketiganya mengadakan
kerjasama kemitraan (syirkah) dalam menggarap atau mengerjakan
proyek pembangunan sebuah gedung.
Secara hukum, legalitas akad syirkah al-„abdan diperselisihkan
ulama. Menurut Abu Hanifah diperbolehkan secara mutlak, dan
menurut Imam Malik diperbolehkan apabila pekerjaannya tunggal,
melalui analogi dengan konsep syirkah dalam rampasan perang
(ghanimah). Sedangkan menurut Syafi‟iyah tidak diperbolehkan secara
mutlak, sebab tidak ada istilah syirkah dalam pekerjaan („amal).
Artinya, pekerjaan setiap mitra bisa dibedakan dengan mitra lain,
sehingga juga tidak ada syirkah dalam profit (ribhu) dari pekerjaannya,
dan setiap profit tetap milik masing-masing mitra secara khusus (Tim
Laskar Pelangi, 2013: 195-196).
39
c. Syirkah al-Mufawadhah
Syirkah al-Mufawadhah adalah kontrak kerjasama kemitraan
(isytirak) antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha tertentu yang
melibatkan pekerjaan („amal) dan modal (mal), dengan sistem profit
dan resiko apapun ditanggung bersama. Syirkah al-mufawadhah
merupakan kombinasi dari akah syirkah al‟abdan dan syirkah al-„inan.
Secara legalitas hukum, syirkah al-mufawadhah diperselisihkan
ulama. Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, sah. Sebab dalam akad
syirkah al-mufawadhah terdapat muatan bai‟ dan wakalah. Yakni,
setiap mitra menjual asset modalnya ke mitra yang lain, dan
melimpahkan managemen pengelolaan (nadhar) asset yang berada
dibawah tangannya. Sedangkan menurut Syafi‟iyah tidak sah, karena
dua alas an mendasar.
Pertama, legalitas akad syirkah harus dibangun atas dasar
penggabungan (ikhtilath) modal secara presentase (syuyu‟), sehingga
memungkinkan terjadinya penggabungan (isytirak) dalam profit.
Sebab profit adalah cabangan (furu‟) dari akar pokok (ushul) berupa
modal. Dalam akad syirkah al-mufawadhah tidak terjadi
penggabungan modal (ushul), sehingga penggabungan profit (furu‟)
hukumnya tidak sah.
Kedua, membebankan ganti rugi (dlaman) terhadap mitra atas
risiko yang diluar tanggungjawabnya (Tim Laskar Pelangi, 2013: 196-
197).
40
d. Syirkah al-Wujuh
Syirkah al-wujuh adalah kotrak kerjasama kemitraan antara dua
orang atau lebih yang memiliki popularitas atau ketokohan (wajih)
yang bisa mendongkrak nilai jual komoditi. Yang dikehendaki dengan
popularitas atau ketokohan disini adalah, pihak yang telah
mendapatkan kepercayaan publik (konsumen atau produsen) dalam
dunia bisnis, karena prestasi, managemen, atau profesionalitas
kerjanya.
Dari definisi demikian, akad syirkah al-wujuh mencakup tiga
gambaran praktek.
1) Kotrak antara seorang yang memiliki popularitas (wajih) dengan
seorang yang tidak memiliki popularitas (khamil). Seperti A
(wajih) mengadakan pembelian barang secara kredit (mu‟ajjal),
yang lantaran ketokohannya bisa mendapatkan barang dengan
harga murah. Lalu memasrahkan kepada B (khamil) untuk menjual
barang tersebut kepada C, dengan keuntungan dibagi bersama.
2) Kontrak antara seorang yang memiliki popularitas (wajih) dengan
seorang yang tidak memiliki popularitas (khamil). Seperti A
(wajih) menjual barang yang telah dibeli oleh B (khamil) kepada C,
yang lantaran ketokohannya bisa mendongkrak harga, dengan
keuntungan dibagi bersama. Atau, B (khamil) menyerahkan modal
kepada A (wajih) untuk mengadakan pembelian barang sekaligus
menjualnya kepada C, dengan keuntungan dibagi bersama.
41
3) Kontrak antara dua pihak yang sama-sama memiliki popularitas
(wajih) yang bisa mendongkrak harga komoditi. Seperti A dan B
yang keduanya memiliki popularitas (wajihani), mengadakan
pembelian secara kredit (mu‟ajjal), yang lantaran ketokohan
keduanya, bisa mendapatkan barang dengan harga murah. Lalu
keduanya menjual kepada C, dengan keuntungan dibagi bersama.
Secara hukum, akad syirkah al-wujuh diperselisihkan ulama.
Menurut Hanafiyah dan Hambaliah diperbolehkan, dengan dua
argumentasi. Pertama, berdasarkan pada prinsip asal bahwa, setiap
aktivitas mu‟amalah dilegalkan hingga terdapat dalil yang
melarangnya, dan dalam akad syirkah al-wujuh, tidak ditemukan dalil
yang melarang. Kedua, faktor hajah yang mendesak, dan masih
memungkinkan melegalkan akad syirkah al-wujuh melalui pendekatan
konsep perwakilan implisit (wakalah dlimni).
Sedangkan menurut Malikiyah dan Syafi‟iyah, tidak
diperbolehkan, sebab tidak terdapat syirkah dalam modal, dan faktor-
faktor spekulasi lain (Tim Laskar Pelangi, 2013: 197-198).
5. Hukum Tentang Berhentinya Musyarakah
Secara umum, berakhirnya syirkah karena beberapa hal sebagai
berikut:
a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan yang
lainnya.
b. Salah satu pihak kehilangan kecakapan mengelola harta.
42
c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika anggota syirkah lebih
dari dua, yang batal hanya yang meninggal dunia.
d. Salah satu pihak berada dibawah pengampunan.
e. Jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang
menjadi saham syirkah.
Mayoritas ulama, kecuali madzab Maliki, berpendapat bahwa
musyarakah adalah salah satu bentuk kontrak yang dibolehkan. Maka,
tiap mitra berhak menghentikannya kapan saja ia inginkan, sama halnya
dalam kontrak perwakilan. Ketika salah stu mitra meninggal, salah satu
ahli warisnya yang balig dan berakal sehat dapat menggatikan posisi mitra
yang meninggal tersebut. Namun, hal ini memerlukan persetujuan ahli
waris lain dan mitra musyarakah. Hal demikian juga berlaku jika salah
satu mitra kehilangan kompetensi hukumnya (Nawawi, 2012: 158).
6. Konsekuensi Hukum Akad Musyarakah
Setelah akad syirkah al-„inan terpenuhi rukun dan syarat-
syaratnya, selanjutnya akan menetapkan konsekuensi hukum, sebagai
berikut (Tim Laskar Pelangi, 2013: 203-204):
a. Status Akad
Status akad syirkah al-„inan termasuk akad ja‟iz dari kedua
belah pihak. Sehingga konsekuensinya, setiap mitra bisa
menmbatalkan akad syirkah sewaktu-waktu secara sepihak. Demikian
juga akad syirkah bisa menjadi batal ketika mitra mengalami kondisi
gila, pingsan, atau dibekukan tasarufnya karena faktor safih.
43
b. Tasaruf
Dengan disepakatinya akad syirkah, setiap mitra berhak
menjalankan bisnis (tasharuf) menggunakan modal syirkah,
berdasarkan prinsip maslahat sebagaimana prinsip tasaruf wakil.
Karena itu, setiap mitra dilarang mentasarufkan modal syirkah dengan
cara-cara yang tidak maslahat bagi mitra lain. Seperti menjual barang
dengan harga standar di saat ada konsumen dengan tawaran yang lebih
tinggi. Atau dengan cara yang merugikan (dlarar), seperti menjual
dengan harga dibawah standar, atau cara-cara berisiko (khatar), seperti
membawa modal syirkah dalam perjalanan berbahaya,dll.
c. Otoritas
Otoritas setiap mitra dalam membawa modal syirkah bersifat
amanah (yadd al-amanah) sebagaimana wakil. Artinya, setiap mitra
memiliki kekuasan menjalankan bisnis modalmitra lain atas dasar
kepercayaan, sehingga tidak harus bertanggungjawab (dlaman) atas
kerusakan barang atau modal (talaf), kecuali ada motif ceroboh
(taqshir). Konsekuensi lain seorang dengan otoritas amanah adalah
dalam konteks persengketaan, sumpah bisa dibenarkan dalam
memberikan klaim (da‟wa) mengembalikan modal, klaim kerusakan
modal yang tidak diketahui sebabnya, atau disebabkan oleh hal-hal
misterius (khafi) seperti pencurian. Demikian juga bisa dibenarkan
klaimnya terkait jumlah keuntungan atau kerugian dari bisnis yang ia
jalankan.
44
BAB III
PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA DAN KASUS-KASUS
PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
A. GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
1. Sejarah
Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga penegak hukum
di Indonesia, telah ada semenjak masuknya agama Islam di Nusantara
pada abad ke-VII Masehi yang dibawa langsung oleh para saudagar dari
Makkah dan Madinah.
Perkembangan dari awal keberadaan sampai saat ini telah
mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan masa-masa yang ada pada
zaman yang selalu berjalan, yakni masa sebelum penjajahan, kemudian
keadaan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, dan berlanjut pada
masa kemerdekaan, bahkan pada tahun 2009 mengalami kemapanan
dalam hal kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
Namun demikian tidak mudah untuk melacak keberadaan
Pengadilan Agama Purbalingga sejak masuknya Islam di Purbalingga
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016).
a. Masa Sebelum Penjajahan.
Kabupaten Purbalingga berdiri pada tanggal 18 Desember
1831. Setelah kerajaan Pajang runtuh maka Kabupaten Purbalingga
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram.
45
Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-VII Masehi
dibawa langsung oleh para saudagar dari Makkah dan Madinah.
Kemudian masyarakat mulai melaksanakan aturan-aturan agama
Islam, dan hal ini membawa pengaruh kepada tata hukum pada waktu
itu.
Sultan Agung raja Mataram yang pertama kali mengadakan
perubahan di dalam tata hukum di bawah pengaruh agama Islam.
Perubahan tersebut pertama-tama diwujudkan khusus dalam norma
Pengadilan, semula bernama Pengadilan Pradata diganti dengan nama
Pengadilan Serambi. Begitu juga dengan tempat yang semula di
sitihinggil dan dilaksanakan oleh raja, kemudian dialihkan ke serambi
Masjid Agung dan dilaksanakan oleh para Penghulu dan dibantu oleh
para Alim Ulama.
Sebagai bagian dari pemerintahan umum pada kerajaan
Mataram, terdapat jabatan keagamaan di tingkat desa yang disebut
Kaum, Amil, Modin, Kayim, Lebai dan sebagainya, selalu ada di
tingkat desa. Pada tingkat kecamatan atau kawedanan selalu ada
jabatan Penghulu Naib. Pada tingkat kabupaten seorang Bupati
didampingi oleh seorang Patih untuk bidang kepemerintahan umum
dan seorang penghulu kabupaten untuk bidang keagamaan. Pada
tingkat pusat Kerajaan Mataram dijumpai jabatan Kanjeng Penghulu
atau Penghulu Ageng. Penghulu Ageng dan Penghulu Kabupaten
berfungsi pula sebagai Hakim pada Majlis Pengadilan Agama yang
46
ada pada waktu itu dengan pola masyarakat kerajaan Mataram. Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa di Kabupaten Purbalingga ini telah
ada pula Pengadilan Agama yang melaksanakan tugas untuk
menyelesaikan sengketa antara umat Islam di bidang perkara-perkara
tertentu dan yang bertindak sebagai Hakim adalah Penghulu
Kabupaten. Pada perkembangan berikutnya yakni pada masa akhir
pemerintahan Mataram muncul 3 (tiga) macam peradilan, yaitu
Pengadilan Agama, Pengadilan Drigama dan Pengadilan Cilaga.
Pengadilan Agama mengadili perkara atas dasar hukum
Islam, Pengadilan Drigama mengadili perkara berdasarkan hukum
Jawa Kuno yang telah disesuaikan dengan adat setempat. Sedangkan
Pengadilan Cilaga adalah semacam Pengadilan Wasit, khusus
mengenai sengketa perniagaan. Keadaan hal ini berlangsung sampai
VOC masuk ke Indonesia (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada
22 Agustus 2016).
b. Masa Penjajahan Belanda
Pengadilan Agama sebagai lembaga penegak hukum
mempunyai kedudukan yang kuat dalam masyarakat, hal ini terbukti
dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam di wilayah nusantara
dengan melaksanakan hukum Islam dan melembagakan sistem
peradilan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan keseluruhan
sistem pemerintahan di wilayah kekuasaannya.
47
Pengadilan Agama Purbalingga yang wilayah hukumnya
meliputi wilayah Kabupaten Purbalingga, termasuk di wilayah tanah
Jawa kemudian menjadi daerah jajahan Belanda.
Berdasarkan Statsblad Tahun 1882 Nomor 152 tentang
Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura dinyatakan
mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1882. Pembentukan tersebut
merupakan legitimasi terhadap Pengadilan Agama yang memang
sudah ada semenjak sebelum kedatangan penjajah Belanda.
Dengan terbitnya Statsblad Tahun 1882 Nomor 152 tersebut
maka secara resmi Pengadilan Agama diakui sebagai Pengadilan yang
sah di wilayah jajahan Belanda. Ketika itu pimpinan Pengadilan
Agama dijabat oleh seorang ketua yang dirangkap oleh seorang pejabat
Adviseur Bij De Landrad atau yang populer dengan sebutan Penghulu
Landrad. Mahkamah Islam Tinggi berdiri sejak tanggal 1 Januari 1937
berdasarkan surat Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 12
Nopember 1937 Nomor 18 dan mengadakan sidang pertama kali pada
tanggal 7 Maret 1938.
Daerah yurisdiksi Mahkamah Islam Tinggi berdasarkan
Statsblad Tahun 1882 Nomor 152 adalah meliputi Pengadilan Agama
di seluruh Jawa dan Madura. Sedangkan daerah luar Jawa dan Madura
untuk daerah sekitar Banjarmasin dan Kalimantan Selatan adalah
dengan nama Kerapatan Qadi bagi Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar‟iyah untuk tingkat pertama, dan Kerapatan Qadi Besar bagi
48
Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar‟iyah Propinsi untuk tingkat
Banding.
Kemudian berdasarkan Statsblad tahun 1937 Nomor116
kekuasaan dan kewenangan Pengadlan Agama yang sebelumnya juga
meliputi masalah kewarisan dan kebendaan yang berkaitan dengan
perkawinan telah dikurangi. Kekuasaan dan kewenangan Pengadilan
Agama terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
1) Memeriksa perselisihan-perselisihan antara suami istri yang
beragama Islam.
2) Memeriksa perkara-perkara lain tentang Nikah, Talak, Rujuk dan
Percerian antara orang yang beragama Islam.
3) Memeriksa dan memutus perceraian dan menyatakan bahwa syarat
untuk jatuh talak sudah ada atau memenuhi syarat.
4) Memeriksa dan memutus gugatan nafkah dan mas kawin yang
belum dibayar serta hak-hak bekas istri yang diceraikan seperti
nafkah dan mut‟ah.
Di samping adanya pengurangan wewenang Pengadilan
Agama tersebut, Pemerintah Hindia Belanda juga menghapus
kedudukan Ketua Pengadilan Agama sebagai Penasehat Landraad
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016).
c. Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang Pengadilan Agama tetap
dipertahankan, meskipun pada waktu itu Mahkamah Islam Tinggi pada
49
tanggal 7 Maret 1942 harus ditutup dan tidak diperbolehkan untuk
melaksanakan persidangan dan kantor disegel. Baru dapat dibuka
kembali pada tanggal 18 April 1942 dengan nama Koikyoo Kaatoo
Hooin, sedangkan Pengadilan Agama diberi nama Sooryo Hooin.
Berdasarkan Peraturan Peralihan pasal 3 Undang-undang bala
tentara Jepang (Osamu Soire) Nomor 1 tanggal 7 Maret 1942,
Pengadilan Agama masuk dalam Kementerian Kehakiman (Shihobu)
dengan nama Soooryo Hooin tersebut (www.pa-purbalingga.go.id.,
diakses pada 22 Agustus 2016).
d. Masa Kemerdekaan
Pada saat permulaan Indonesia Merdeka, Pengadilan Agama
berada di bawah Kementerian Kehakiman. Setelah berdiri
Kementerian Agama pada tanggal 3 Januari 1946, maka berdasarkan
Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 Maret 1946,
Pengadilan Agama dipindahkan dari Kementerian Kehakiman dan
masuk Kementerian Agama.
Peraturan yang mengatur Pengadilan Agama di Jawa dan
Madura yakni Peraturan Sementara yang tercantum dalam Verordering
tanggal 8 Nopember 1946, dan Pengadilan Agama di Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Timur tetap tunduk kepada peraturan lama
yaitu Statsblad 1937 Nomor 610, sedangkan Mahkamah Islam Tinggi
(Hoof Voor Islamtische Zaken) baru mulai lagi melaksanakan tugas
persidangan.
50
Pada tahun 1948 keluarlah Undang-undang Nomor 19 Tahun
1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Kehakiman dan Kejaksaan.
Dalam Undang-undang ini kedudukan dan kewenangan Pangadilan
Agama dimasukkan dalam Pengadilan Umum secara istimewa yang
diatur dalam pasal 33, 35 ayat (2) dan pasal 75.
Undang-undang ini bermaksud untuk mengatur tentang
peradilan dan sekaligus menyempurnakan isi Undang-undang Nomor 7
Tahun 1947 tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung dan
Kejaksaan yang mulai berlaku tanggal 3 Maret 1947.Lahirnya
Undang-undang ini mendapat reaksi dari berbagai pihak terutama dari
para Ulama Sumatra seperti Aceh, Sumatra Barat dan Sumatra Selatan,
sepakat menolak kehadiran Undang-undang tersebut dan mengusulkan
agar Mahkamah Syar‟iyah yang sudah ada tetap berjalan.
Pada tahun 1951 di dalam lingkungan peradilan diadakan
perubahan penting dengan diundangkannya Undang-Undang Darurat
Nomor 1 Tahun 1951. Undang-undang ini berisi antara lain tentang
kelanjutan Peradilan Agama dan Peradilan Desa.
Dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 24 Undang-undang
Dasar 1945 pada tahun 1964 keluarlah Undang-undang Nomor 19
Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman yang kemudian diganti dan disempurnakan dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970. Pasal 10 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 menentukan bahwa kekuasaan Kehakiman
51
dilaksanakan oleh 4 (empat) lingkungan peradilan yaitu : Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara.
Mengenai keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga
memang jauh sebelum masa kemerdekan bahkan seiring dengan
masuknya agama Islam di Purbalingga sudah berjalan. Namun baru
dapat diketahui keberadaan tersebut secara struktural mulai tahun
1947, yakni pada masa Ketua Pengadilan Agama Purbalingga dijabat
oleh KH Iskandar dengan Hakim Anggota terdiri dari : KH Abdul
Muin, KH Ahmad Bahori, KH Sobrowi, KH Taftazani, KH Syahri,
KH M. Hisyam Karimullah, KH Baidlowi dan KH Ahmad Danun.
Pada waktu itu masih berkantor di rumah pribadi KH
Iskandar Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 65 Purbalingga dan pada
tahun 1979 baru pindah di gedung Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 117
Purbalingga. Semenjak itu secara periodik Pengadilan Agama
Purbalingga dipimpin oleh Ketua secara berturut-turut : KH Iskandar
(1947 - 1960); KH Siradj Chazin (1960 - 1970); Drs. Solihin (1970 -
1981); Drs. Amir Hasan Asy - Plt. 4 th. (1981 - 1987); Drs. H. Agus
Salim, S.H (1987 - 1992); Drs. H. Muhaimin MS., S.H. (1992 - 2003);
Drs. H. Nawawi Kholil, S.H. (2003 - 2005); Dra. Hj. Siti Muniroh,
S.H. – Plt. (2005 - 2007); Drs. H. Syadzali Musthofa, S.H. (2007 -
2010); Drs. H. Noor Kholil, MH. (2010 - 2012) dan H. Hasanuddin,
SH., MH. (2012 - Sekarang).
52
Sedangkan untuk jabatan Wakil Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga baru dapat diketahui sejak KH A. Miftah Idris. Semenjak
itu secara pereodik Wakil Ketua dijabat secara berturut-turut : KH. A.
Miftah Idris (1984 – 2000); Dra. Hj. Siti Muniroh, S.H. (2000 - 2007);
Drs. H. Sudarmadi, S.H (2007 - 2010); Drs, Abd. Rozaq, MH. (2010 -
2013) dan Drs. H. Mahmud Hd. MH. (2013 - sekarang) (www.pa-
purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016).
e. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Pada tanggal 2 Januari 1974 telah disahkan dan diundangkan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Setelah
Undang-undang tersebut berlaku secara efektif dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, maka tugas-tugas
Pengadilan Agama Purbalingga semakin besar, karena perkara
perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada istri yakni cerai talak
yang selama itu tidak harus dilakukan di muka sidang Pengadilan
Agama menjadi harus dilakukan di muka sidang Pengadilan Agama.
Demikian pula perkara-perkara lain seperti izin poligami, dispensasi
kawin, gugat cerai dari istri terhadap suami.
Perkembangan berikut sehubungan dengan peranan
Pengadilan Agama dalam pereode 1974 itu lahirlah Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Apabila terjadi sengketa perwakafan tanah milik maka Pengadilan
53
Agama diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili sengketa
tersebut (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 agustus 2016).
f. Masa berlaku Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, sesuai pasal 106 disebutkan bahwa semua
Badan Peradilan Agama yang telah ada dinyatakan sebagai Badan
Peradilan Agama menurut Undang-undang tersebut. Oleh karena itu
Pengadilan Agama pada umumnya dan Pengadilan Agama
Purbalingga khususnya menjadi Pengadilan mandiri dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Hukum Acara dilaksanakan dengan baik dan benar.
2) Tertib dalam melaksanakan administrasi perkara.
3) Putusan dilaksanakan sendiri dan tanpa ada lagi pengukuhan
terhadap putusan yang telah dijatuhkan.
Pada masa itu pula lahir Undang-undang Nomor 35 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman. Dalam
Undang-undang tersebut ditentukan :
1) Badan-badan Peradilan secara organisatoris, administrativ, dan
finansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Ini berarti
kekuasaan Depatemen Agama terhadap PeradilanAgama dalam
bidang-bidang tersebut, yang sudah berjalan sejak proklamasi,
beralih ke Mahkamah Agung.
54
2) Peralihan organisasi dan finansial dari lingkungan-lingkungan :
Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara ke Mahkamah Agung dan ketentuan pengalihan untuk
masing-masing lingkungan peradilan diatur lebih lanjut dengan
Undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan
masing-masing serta dilaksanakan secara bertahap selambat-
lambatnya selama 5 (lima) tahun. Sedangkan bagi lingkungan
Peradilan Agama waktunya tidak ditentukan.
3) Ketentuan mengenai tata cara peralihan secara bertahap tersebut
ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Selama rentang waktu 5
(lima) tahun itu Mahkamah Agung membentuk Tim Kerja, untuk
mempersiapkan segala sesuatunya termasuk perangkat peraturan
perundang-undangan yang akan mengatur lebih lanjut tentang
peralihan organisasi, administrasi dan finansial Badan Peradilan
ke Mahkamah Agung (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada
22 Agustus 2016).
g. Masa Berlaku Undang-undang Nomr 4 Tahun 2004.
Setelah selama rentang waktu 5 (lima) tahun, Mahkamah
Agung membentuk tim kerja untuk mempersiapkan segala sesuatunya
termasuk perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur
lebih lanjut tentang peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung
maka Pengadilan Agama saat itu sedang proses memerankan eksistensi
55
yang lebih mapan menuju keberadaan dalam satu atap di bawah
Mahkamah Agung.
Begitu disahkan dan diundangkannya Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, secara tegas sesuai pasal
2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan kekuasan kehakiman dimaksud dalam pasal 1
Undang-undang tersebut dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pada tahun 2004 itu pelaksanaan pengalihan organisasi,
administrasi dan finansial badan-badan peradilan ke Mahkamah
Agung dilakukan. Sebagaimana disebutkan pada pasal 2 ayat (2)
Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 maka terhitung sejak
tanggal 30 Juni 2004 Pengadilan Agama dialihkan dari Departemen
Agama ke Mahkamah Agung (www.pa-purbalingga.go.id., diakses
pada 22 Agustus 2016).
h. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.
Pada tanggal 29 Oktober 2009 telah disahkan Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dengan disahkannya Undang-undang ini maka Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi kecuali semua
ketentuan yang merupakan pelaksanaan yang berkaitan dengan
56
kekuasaan kehakiman dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini. Padadasarnya Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman sudah
sesuai denganperubahan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, namun Undang-undang tersebut belum
mengatur secara komprehensif tentang penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman, yang merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan
oleh Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan Peradilan Umum, limgkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan Militer, lingkungan peradilan Tata Usaha
Negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Selain pengaturan secara komprehensif, Undang-Undang ini
juga untuk memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
005/PUU/2006, yang salah satu amarnya telah membatalkan Pasal 34
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga telah membatalkan
ketentuan yang terkait dengan pengawasan hakim dalam Undang-
undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai upaya untuk
memperkuat penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan mewujudkan
sistem peradilan terpadu (integrated justice system), maka Undang-
57
undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai
dasar penyelenggaraan kekuasaan kehakiman perlu diganti.
Hal - hal penting dalam Undang-Undang ini antara lain
sebagai berikut:
1) Mereformasi sistematika Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman terkait dengan pengaturan secara
komprehensif dalam Undang-Undang ini, misalnya adanya bab
tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
2) Pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim
konstitusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
3) Pengaturan umum mengenai pengangkatan dan pemberhentian
hakim dan hakim konstitusi.
4) Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara
tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkunganbadan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung.
5) Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan
memiliki keahlian serta pengalaman di bidang tertentu untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara.
6) Pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan.
58
7) Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan
yang tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum
pada setiap pengadilan.
8) Pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan
hakim dan hakim konstitusi (www.pa-purbalingga.go.id., diakses
pada 22 Agustus 2016).
i. Masa Berlaku Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Pada tanggal 20 Maret 2006 telah disahkan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dengan telah disahkannya
Undang-undang tersebut terjadilah perubahan-perubahan mendasar
yakni memperkuat dan memperluas kewenangan Peradilan Agama,
antara lain :
1) Pembinaan tehnis peradilan, organisasi dan finansial Pengadilan
Agama dilakukan oleh Mahkamah Agung.
2) Apabila terjadi sengketa hak milik yang subyeknya antara orang-
orang yang beragama Islam, obyek tersebut diputus oleh
Pengadilan Agama bersama-sama perkara yang sedang
diperiksanya.
3) Ketentuan adanya pilihan hukum bagi para pihak berperkara yang
selama ini masih berlaku, dinyatakan dihapus.
4) Pengadilan Agama berwenang untuk menetapkan tentang
pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam.
59
5) Sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
khususnya masyarakat muslim, Pengadilan Agama selain
berwenang menangani perkara-perkara dalam bidang Perkawinan,
Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infak, Shadaqah juga
berwenang menangani perkara dalam bidang Ekonomi Syariah
yang meliputi antara lain tentang sengketa dalam : Perbankan
Syari‟ah, Lembaga Keuangan Mikro Syari‟ah, Asuransi Syari‟ah,
Reasuransi Syari‟ah, Reksa Dana Syari‟ah, Obligasi Syari‟ah,
Surat Berjangka Menengah Syari‟ah, Sekuritas Syari‟ah,
Pembiayaan Syari‟ah, Pegadaian Syari‟ah, Dana Pensiun Lembaga
Keuangan Syari‟ah, Bisnis Syari‟ah.
6) Pengertian antara orang-orang yang beragama Islam pasal 49
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 diperluas termasuk orang
atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri
dengan suka rela kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Setelah Pengadilan Agama diberikan kewenangan mengadili
sengketa ekonomi syari‟ah berdasarkan pasal 49 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006, sampai tahun 2008 Pengadilan Agama
Purbalingga telah mengadili dan menyelesaikan perkara sengketa
perbankan. Dari 4 (empat) perkara sengketa perbankan yang
didaftarkan di Pengadilan Agama Purbalingga telah dapat diselesaikan
secara damai 1 ( satu ) perkara, 2 ( dua ) perkara dicabut dan 1 (satu)
60
perkara sudah diputus dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap
bahkan telah diselesaikan sampai tingkat eksekusi yakni dengan
pelaksanan lelang terhadap obyek sengketa melalui Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang Purwokerto (www.pa-
purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016).
j. Masa Berlaku Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dilatarbelakangi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
:005/PUU.IV/2006, dimana dalam putusan tersebut menyatakan bahwa
Pasal 34 ayat 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman dan ketentuan-ketentuan pasal-pasal yang
menyangkut mengenai pengawasan hakim dalam Undang-undang
Nomor : 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial bertentangan dengan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1945 dan karenanya tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Perubahan kedua Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989, tentang Peradilan Agama telah
meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan mengenai Peradilan
Agama, pengawasan tertinggi baik menyangkut teknis yudisial
maupun non yudisial, yaitu urusan organisasi, administrasi dan
funansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung, sedangkan
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim, pengawasan eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial.
61
Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dimaksudkan untuk memperkuat prinsip dasar dalam
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yaitu agar prinsip
kemandirian peradilan dan prinsip kebebasan hakim dapat berjalan
paralel dengan prinsip integritas dan akuntabilitas hakim.
Perubahan penting lainnya atas Undang-undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama antara
lain sebagai berikut :
1) Penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh
Mahkamah Agung maupun pengawasan eksternal atas perilaku
hakim yang dilakukan oleh Komosi Yudisial dalam menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabatserta perilaku hakim.
2) Memperketat persyaratan pengangkatan hakim. Baik hakim pada
pengadilan agama maupun hakimpada pengadilan tinggi
agama,antara lain melalui proses seleksi hakim yang dilakukan
secara secara transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus
melalui proses atau lulus pendidikan hakim.
3) Pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc.
4) Pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian hakim.
5) Keamanan dan kesejahteraan hakim.
6) Transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan.
62
7) Transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban biaya perkara.
8) Bantuan hukum, dan
9) Majelis Kehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Perubahan secara umum atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama padadasarnya untukmewujudkan penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta
berwibawa,yang dilakukan melaluipenataan sistem peradilan yang
terpadu (integratedjustice system), terlebih peradilan agama secara
konstitusional merupakan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016).
2. Visi dan Misi
VISI : “ Terwujudnya Pengadilan Agama Purbalingga Yang Agung Dan
Profesional”
Visi Pengadilan Agama Purbalingga tersebut merupakan kondisi
atau gambaran keadaan masa depan yang ingin diwujudkan dan
diharapkan dapat memotivasi seluruh fungsionaris Pengadilan Agama
Purbalingga dalam melakukan aktivitasnya.
63
Pernyataan visi Pengadilan Agama Purbalingga mengandung
beberapa pengertian sebagai berikut :Peradilan Agama Purbalingga
mengandung arti secara kelembagaan dan secara organisasional.
Pengertian secara kelembagaan: Pengadilan Agama Purbalingga
adalah merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang berkedudukan di
ibukota Kabupaten Purbalingga yang daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten Purbalingga.
Pengertian secara organisasional: Pengadilan Agama Purbalingga
adalah Pengadilan Agama Purbalingga yang susunannya terdiri dari unsur
Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim, Panitera/Sekretaris, Seluruh
pejabat Kepaniteraan dan Kesekretariatan, Jurusita serta seluruh staf
(pejabat struktural/Fungsional/Non Struktural), sekaligus kinerja masing-
masing fungsionaris tersebut.
Agung maksudnya berwibawa mengandung arti, kekuasaannya
diakui dan ditaati serta ada pembawaan untuk dapat menguasai dan
mempengaruhi, dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang
mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.
Profesional artinya dalam melakukan tugas dan fungsi untuk
menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara, senantiasa
dilakukan dengan penuh tanggungjawab, jujur, tidak memihak,
berdasarkan hukum dan keadilan, dengan cara cermat, efektif dan efisien
(sederhana), cepat dan biaya ringan serta mampu memenuhi harapan
64
pencari keadilan, dengan didukung pengawasan yang efektif terhadap
perilaku, administrasi dan jalannya peradilan.
MISI:
1) Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari
campur tangan pihak lain,
2) Meningkatkan profesionalisme aparatur Pengadilan Agama
Purbalingga dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan.
3) Mewujudkan manajemen Pengadilan Agama Purbalingga yang
modern, kredibel dan transparan.
4) Meningkatkan kualitas sistem administrasi perkara berbasis Teknologi
Informasi Terpadu (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22
Agustus 2016).
3. Tugas dan Fungsi
Pengadilan Agama Purbalingga melaksanakan tugasnya sesuai
dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq,
Shadaqah, Ekonomi syari'ah.
Penjelasan:
65
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal -hal yang
diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan
yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain:
1) izin beristri lebih dari seorang;
2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orangyangbelum berusia
21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga
dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3) dispensasi kawin;
4) pencegahan perkawinan;
5) penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6) pembatalan perkawinan;
7) gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8) perceraian karena talak;
9) gugatan perceraian;
10) penyelesaian harta bersama;
11) penguasaan anak-anak;
12) ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
mematuhinya;
13) penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14) putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15) putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
66
16) pencabutan kekuasaan wali;
17) penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang walldicabut;
18) penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cult-
up umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19) pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak
yang ada di bawah kekuasaannya;
20) penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
21) putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk
melakukan perkawinan campuran;
22) pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain.
Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan
bagian masing- masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta
peninggalap tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan
seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
bagian masing-masing ahli waris.
Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang
memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau
67
lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut
meninggal dunia.
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pembe gan suatu benda
secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum
kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Yang dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau
sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.
Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh
orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.
Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik
berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia),
atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas,
dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
Yang dimaksud dengan "shadaqah" adalah perbuatar; seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara
spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan
mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
68
Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah.
Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama
mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut :
1) Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide : Pasal 49
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
2) Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan
petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya,
baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun
administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan
pembangunan. (vide : Pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor No. 3
Tahun 2006 jo. KMANomor KMA/080/VIII/2006).
3) Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas
pelaksanaan tugas dantingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris,
Panitera Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah
jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan
sewajarnya (vide : Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor
No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum
kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor
KMA/080/VIII/2006).
69
4) Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangandan nasehat tentang
hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
diminta. (vide : Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun
2006).
5) Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan
(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian,
keuangan,dan umum/perlengakapan) (vide : KMA Nomor KMA/080/
VIII/2006).
Dalam Undang undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama
yang merupakan Pengadilan tingkat Pertama mempunyai susunan
Organisasi Pengadilan Agama yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua,
Hakim, Panitera/Sekretaris, Wakil Panitera, Wakil Sekretaris,Panitera
Muda Gugatan, Panitera Muda Permohonan, Panitera Muda Hukum,
Kasubbag Umum, Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Keuangan, Panitera
Pengganti dan Jurusita /Jurusita Pengganti (www.pa-purbalingga.go.id.,
diakses pada 22 agustus 2016).
4. Wilayah Hukum
Wilayah hukum Pengadilan Agama Purbalingga mewilayahi
daerah Kabupaten Purbalingga terdiri dari,
a. Kecamatan :18
b. Desa :224
c. Kelurahan :15
d. Batas Wilayah :
70
- Sebelah Utara : Kab. Pemalang
- Sebelah Timur : Kab. Banjarnegara
- Sebelah Selatan : Kab. Banyumas
- Sebelah Barat : Kab. Brebes
e. Letak Geografis : 109° 11' BT - 109° 35' BT7° 10' LS - 7° 29' LS
f. Luas Wilayah : 77.764,122 ha / 777,64 Km2
g. Jumlah Penduduk : 848.952 Jiwa, Tahun 2010 (www.pa-
purbalingga.go.id di akses pada 22 Agustus 2016).
5. Struktur Organisasi
(www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016
71
B. DAFTAR PENELITI KASUS-KASUS PERKARA SENGKETA
EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
No Nama Asal Perguruan
Tinggi Tahun Judul Skripsi/Penelitian
1.
Iman
Hendri
NIM :
204044103
033
Fakultas Syariah
UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta
2008
Penyelesaian Sengketa
Ekonomi
Syariah/Murabahah di
Pengadilan Agama
Purbalingga
2.
Sulistiani
NIM :
105044201
468
Fakultas Syariah
UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta
2008
Studi Putusan Terhadap
Putusan No:
1047/Pdt.G/PA.Pbg/2006
tentang Penyelesaian
perkara Ekonomi Syariah
di Pengadilan Agama
Purbalingga
3.
Rizka
Kirana
Putri
NIM :
130200502
2
Fakultas Hukum
Universitas
YARSI Jakarta
2009
Kewenangan Peradilan
Agama Dalam
Penyelesaian Sengketa
Syariah Yang Dalam
Perjanjiannya Mengunakan
Klausula Arbitrase
4.
Kasyful
Anwar
NIM :
081200557
Fakultas Hukum
UNISSULA
Semarang
2009
Konsentrasi Ekonomi
Syariah Magister Hukum
5.
Sofyan
Zefri
NIM :
07235435
Program
Pascasarjana
UIN Sunan
Kalijaga
Yogyakarta
2009
Analisis Yuridis Penyebab
Sengketa dalam
Pembiayaan Musyarakah
di BPR Syariah Buana
Mitra Perwira Kabupaten
Purbalingga
6.
Yiyin
Octaria
NIM :
E1A00422
3
Fakultas Hukum
UNSOED
Purwokerto
2009
Kewenangan Pengadilan
Agama dalam
Permasalahan Ekonomi
Syariah
72
7.
Cuhandi,
SH.,MH.
NIM :
06.32.525/
S3
Program
Pascasarjana
UIN Sunan
Kalijaga
Yogyakarta
2010
Penyelesaian Sengketa
Akad Pembiayaan Bank
Syariah pada
Peradilan Agama di
Indonesia
8.
Waluyo
NIM :
07913265
Program
Pascasarjana
Magister Studi
Islam
UII Yogyakarta
2010
Penyelesaian Sengketa
Ekonomi Syariah Melalui
Mediasi di Pengadilan
Agama Purbalingga
9.
Aksamawa
nti
Rakit,
Banjarnega
ra
Fakultas
Syariah/Hukum
Islam, UNSIQ –
Jawa Tengah
2010
Sengketa Ekonomi Islam di
Pengdilan Agama
Purbalingga
10.
Lina
Noviana
NIM :
091001003
3
Fakultas Hukum
Universitas
Muhamadiyah
Purwokerto
2011
Kewenangan Pengadilan
Agama dalam
Menyelesaikan Sengketa
Ekonomi Syariah
11.
Saiful
Anwar
NIM :
071001002
4
Fakultas Hukum
Universitas
Muhamadiyah
Purwokerto
2010/
2011
Wanprestasi dalam Akad
Al-Musyarakah pada Bank
Perkreditan Rakyat Syariah
12.
Mukharom
, SHI
NIM :
134400910
3
Program
Pascasarjana
Progdi Magister
Ilmu Hukum
UNDIP
Semarang
2011
Peranan Pengadilan Agama
dalam Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syariah
(Studi Kasus di Pengadilan
Agama Purbalingga)
13.
Hakimatun
Siti
'Azizah
Universitas
Diponegoro
Semarang
Perkara Ekonomi Syariah
14. Jamalludin STAIN
Purwokerto
Berkas Ekonomi Syariah
15.
Dessy
Sunarsi,SH
,MM
Fakultas Hukum
Universitas
SAHID Jakarta
2011
Penelitian Sumber Daya
Peradilan Agama di
Indonesia Dalam
Penyelesaian Sengketa
73
Ekonomi Syariah
16.
Farah Lisa
Adnan,SH,
MH
2011
Penelitian Sumber Daya
Peradilan Agama di
Indonesia Dalam
Penyelesaian Sengketa
Ekonomi Syariah
17.
Agus
Ridwan,SE
,MM,PhD,
Cand
2011
Penelitian Sumber Daya
Peradilan Agama di
Indonesia Dalam
Penyelesaian Sengketa
Ekonomi Syariah
Sementara ini lembaga keuangan yang di tangani oleh Pengadilan
Agama Purbalingga yakni BPR Syariah Buana Mitra Perwira Kabupaten
Purbalingga (www.pa-purbalingga.go.id., di akses pada 17 Oktober 2016).
74
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
NOMOR 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg DI PENGADILAN AGAMA
PURBALINGGA
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian dengan metode
yuridis normatif, yaitu penulisan yang menekankan pada ilmu hukum yang
mempunyai korelasi dengan kompetensi Peradilan Agama dalam memeriksa dan
memutus sengketa ekonomi syariah “Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi
Syariah Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah
Nomor : 105/MSA/IV/07 di Pengadilan Agama Purbalingga” dan upaya untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dengan mengkajinya dilihat dari
sisi norma hukumnya yang cakupannya meliputi asas-asas hukum, sistematika
hukum, taraf singkronisasi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.
A. Diskripsi Putusan Nomor: 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi
Akad Musyarakah Nomor : 105/MSA/IV/07
Pengajuan gugatan perkara wanprestasi pada pembiayaan akad
Musyarakah yang diteliti penulis ini terjadi di Pengadilan Agama Purbalingga
dengan register perkara yang telah terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan
Agama Purbalingga dengan nomor perkara 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg tentang
sengketa Ekonomi Syariah.
Untuk lebih memperjelas pembahasan, penulis mencoba
menguraikan kasus posisi dalam putusan nomor perkara 0310/Pdt.G/2014/
75
PA.Pbg. Duduk perkara terjadinya sengketa ekonomi syariah ini bermula
adanya akad pembiayaan Musyarakah Nomor: 105/MSA/ IV/07 tertanggal 17
April 2007 yang ditandatangani oleh Penggugat dengan Para Para Tergugat
yang di waarmerking oleh Agung Diharto, SH, Notaris di Purbalingga
Nomor: 163/w/2007 tertanggal 7 Mei 2007, Bank dan Nasabah masing-
masing akan menyediakan sejumlah uang sebagai penyertaan modal, yaitu
Bank sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan nasabah sebesar
Rp. 18.800.000,-(delapan belas juta delapan ratus ribu rupiah) yang masing-
masing dan berturut-turut merupakan 51,5% (lima puluh satu koma lima
persen) dan 48,5% (empat puluh delapan koma lima persen) dari sejumlah
modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha berupa usaha dagang kelapa
dan gula merah yang terletak di Desa Rajawana RT. 011 / RW. 004
Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga.
Setelah melakukan pertimbangan dan survey akhirnya Pihak
Penggugat menyetujui permohonan pembiayaan tersebut. Pihak Penggugat
dan Tergugat bersepakat melakukan sebuah perjanjian pembiayaan dengan
akad Musyarakah. Namun setelah dana dicairkan kepada Pihak Tergugat dan
sesuai dengan ketentuan akad Pasal 6 ayat 2 Perjanjian Pembiayaan
Musyarakah Nomor: 105/MSA/ IV/07, bahwa Para Tergugat lalai tidak
pernah melaksanakan bagi hasil (Syirkah) pada tiap-tiap tanggal realiasasi
pada tiap bulannya. Kemudian terdapat dalam ketentuan akad Pasal 8 ayat 1
bahwa Para Tergugat lalai tidak mengembalikan modal sesuai dengan jadwal
yang telah ditetapkan.
76
Karena hal tersebut Pihak Penggugat merasa bahwa Pihak Tergugat
telah melakukan wanprestasi karena sampai waktu jatuh tempo yang telah
disepakati dalam perjanjian Pihak Tergugat belum juga membayar
kewajibannya kepada Penggugat. Bahkan sampai pada perkara ini diajukan ke
Pengadilan Agama Purbalingga pada tanggal 18 Februari 2014 Pihak
Tergugat belum juga ada membayar kewajibannya tersebut.
Perincian jumlah kewajiban Pihak Tergugat yang digugatkan ke
pengadilan oleh Penggugat terhitung mulai tanggal 17 April 2007 (tanggal
melakukan perjanjian) hingga gugatan diajukan yang perinciannya per 31
Januari 2014 sebagai berikut:
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.- +
Total kewajiban Para Para Tergugat : Rp. 53.732.715.-
Pada tenggang waktu wanprestasi tersebut Penggugat telah
melakukan upaya persuasif (kekeluargaan) sebagai bentuk usaha penyelesaian
masalah pembiayaan Musyarakah ini baik dengan cara penagihan-penagihan
maupun dengan memberikan surat-surat peringatan (somasi) kepada Pihak
Tergugat, namun upaya-upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Dengan adanya tindakan wanprestasi atau cidera janji dari Pihak
Tergugat tersebut, Pihak Bank atau Pihak Penggugat telah sangat dirugikan.
77
Sehingga selain Pihak Penggugat menuntut uang ganti rugi materiil
(kewajiban pokok beserta nisbah bagi hasilnya) sebesar Rp. 53.732.715.-
(lima puluh tiga juta tujuh ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus lima belas
rupiah).
Akhirnya perkara ini pun diperiksa sesuai dengan prosedur
persidangan hingga di capai sebuah putusan akhir pada 27 Juni 2014 Majelis
Hakim pun menyatakan benar bahwa para pihak mengikatkan diri dalam akad
Musyarakah, yaitu syirkah „inan (serikat modal). Mengabulkan gugatan
Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan menolak selebihnya. Selain itu
juga dalam hal gugatan, Majelis Hakim mengabulkan gugatan ganti rugi
materiil (hutang pokok yang wajib dibayar beserta nisbah bagi hasilnya
(Berkas Putusan Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg).
B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga Dalam Memutus
Perkara Nomor: 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Hakim Pengadilan Agama Purbalingga yang ditunjuk sebagai majlis
dalam menyelesaikan sengketa ini memiliki beberapa pertimbangan sebelum
memberikan putusan akhir dalam perkara wanprestasi ini. Beberapa
pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini antara lain sebagai berikut :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana diuraikan dalam duduk perkaranya;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Akad Pembiayaan
Musyarokah yang ditandatangani Penggugat dan Para Tergugat bahwa alamat
78
Para Tergugat merupakan alamat tetap, yakni di wilayah hukum Penggadilan
Agama Purbalingga dan juga sesuai bukti P.1 H. Aman Waliyudin, SE., MSI.,
dalam kedudukannya selaku Direktur Utama Perseroan berdomisili di wilayah
hukum Pengadilan Agama Purbalingga, oleh karena itu perkara ini menjadi
wewenang relatif Pengadilan Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Pasal 16 tentang
Penyelesaian Perselisihan, para pihak sepakat bahwa penyelesaian perselisihan
para pihak melalui Pengadilan Agama Purbalingga, sehingga oleh karenanya
sesuai dengan Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, perkara ini menjadi
wewenang absolut Pengadilan Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Para Tergugat meskipun
telah dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, dan tidak ternyata,
bahwa tidak datangnya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah, Para
Tergugat harus dinyatakan tidak hadir, maka perkara ini diperiksa dan diadili
tanpa hadirnya Para Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4, yang berupa Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan
Terbatas Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah Buana Mitra Perwira Nomor : 05
tanggal 14 Juli 2011, telah menetapkan dan mengangkat H. Aman Waliyudin,
SE., MSI., sebagai Direktur Utama Perseroan;
79
Menimbang, bahwa Pasal 1 huruf 4 Undang Undang Nomor : 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Direksi adalah
organ perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroaan baik di
dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas H.
Aman Waliyudin, SE., MSI., Selaku Direktur Utama Bank Pembiayaan
Rakyat Syari‟ah Buana Mitra Perwira mempunyai kedudukan hukum (legal
standing) untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Pasal 10 diperjanjikan
adanya jaminan yang berupa sebidang tanah berdasarkan buku tanah hak milik
nomor 1118, bukti mana diperkuat oleh bukti P.6 yang berupa Sertifikat Hak
Milik dan P.7 yang berupa Sertifikat Hak Tanggungan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut serta keterangan
Penggugat di persidangan, ternyata barang yang dimohonkan untuk
dilaksanakan sita jaminan ( Conservatoir Beslaag ), telah dijadikan sebagai
Hak tanggungan yang pemegangnya adalah PT. Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) Buana Mitra Perwira dan untuk permohonan sita jaminan
tersebut Penggugat tidak menyertainya dengan bukti permulaan sehingga tidak
ada alasan dan tanda-tanda atau kekawatiran barang tersebut akan dialihkan
oleh Para Tergugat ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
Majelis Hakim telah memberikan Penetapan Nomor : 310/Pdt.G/2014/PA.
80
Pbg tanggal 8 Mei 2014, bahwa permohonan Penggugat dalam hal sita
jaminan ditolak ;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan Penggugat adalah
bahwa Para Tergugat telah cidera janji/ingkar janji/wanprestasi yang
akibatnya Penggugat merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan
Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April
2007 yang perinciannya per 31 Januari 2014 sebagai berikut:-
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.- +
Total kewajiban Para Para Tergugat : Rp. 53.732.715.-
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis mempertimbangkan terlebih
dahulu hal-hal yang berkaitan dengan akad, sesuai pasal 20 angka 1 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari‟ah bahwa akad adalah kesepakatan dalam suatu
perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan
perbuatan hukum tertentu;
Menimbang, bahwa pasal 20 angka 3 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah menyebutkan bahwa syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau
lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha
tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati
oleh pihak-pihak yang berserikat.
81
Menimbang, bahwa sesuai pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah bahwa rukun akad terdiri dari Pihak-pihak yang berakad, Obyek
akad, Tujuan pokok akad, dan Kesepakatan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 yang berupa Akad
Pembiayaan Musyarakah No. 105/MSA/IV/07, ternyatalah bahwa akad
tersebut telah dibuat dan di waarmerking oleh Agung Diharto, SH, Notaris di
Purbalingga serta ditandatangani oleh para pihak antara PT. Bank Pembiayaan
Rakyat Syari‟ah Buana Mitra Perwira yang diwakili oleh H. Aman Waliyudin,
SE., MSI., selaku direktur utama dengan Ruswondo;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut telah terbukti
bahwa PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah (BPRS) Buana Mitra Perwira
telah mengadakan akad Pembiayaan Musyarakah untuk keperluan modal yang
dibutuhkan untuk menjalankan usaha berupa usaha dagang kelapa dan gula
merah, dengan kesepakatan-kesepakatan dalam akadnya, oleh karena itu akad
dimaksud telah memenuhi syarat dan rukun akad, sehingga akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor : 105/MSA/ IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang dibuat
Penggugat dengan Para Tergugat harus dinyatakan sah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan akad yang dibuat oleh Penggugat
dan Para Tergugat bahwa jangka kerjasama usaha antara Penggugat dan Para
Tergugat berlangsung untuk jangka waktu selama 36 ( tiga puluh enam) bulan
yaitu sejak sejak mulai tanggal penandatanganan perjanjian ini yaitu tanggal
17 April 2007 sampai dengan 17 April 2010, dengan ketentuan kewajiban
Para Tergugat sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Akad Pembiayaan
82
Musyarakah Nomor : 105/MSA/ IV/07 tersebut, namun ternyata Para
Tergugat telah lalai tidak pernah melaksanakan bagi hasil (Syirkah) pada tiap-
tiap tanggal realiasasi pada tiap bulannya sesuai dengan ketentuan Akad Pasal
6 ayat 2 dan Para Tergugat lalai tidak mengembalikan modal sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan Akad Pasal 8 ayat 1
dan untuk hal tersebut Penggugat telah menyampaikan beberapa kali somasi
(bukti P.8, P.9 dan P.10), namun sampai gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan
Para Tergugat belum memenuhi kewajibannya tersebut;
Menimbang, bahwa sesuai pasal pasal 44 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah bahwa semua akad yang dibentuk secara sah berlaku nash
syari‟ah bagi mereka yang mengadakan akad, demikian juga pasal 46
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah menyebutkan bahwa suatu akad hanya
berlaku antara pihak-pihak yang mengadakan akad;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 21 huruf (b) Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah/menepati
janji, setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan
kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama
terhindar dari cidera-janji;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim juga mendasarkan kepada firman
Allah dalam surat Al Maidah ayat 1 yang berbunyi :
Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu
83
Dan hadits riwayat Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni yang
berbunyi:
مسلمون على شروطهمـال Orang-orang islam terikat pada akad perjanjian yang mereka buat
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka harus
dinyatakan terbukti Para Tergugat telah tidak melaksanakan isi perjanjian
untuk membayar pokok pembiayaan sebesar Rp. 16.275.200.- (enam belas
juta dua ratus tujuh puluh lima ribu dua ratus rupiah) dan tunggagakan bagi
hasil sebesar Rp. 21.117.515.- (dua puluh satu juta seratus tujuh belas ribu
lima ratus lima belas rupiah) sampai batas waktu yang perjanjikan yaitu
tanggal 17 April 2010, sehingga oleh karenanya harus dinyatakan Para
Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi
terhadap Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor : 105/MSA/ IV/07 tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 9 Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor 105/MSA/ IV/07 tersebut Para Tergugat patut dihukum
untuk membayar denda keterlambatan sesuai dengan peraturan perusahaan
(bank) yang ditetapkan sebesar Rp. 10.890.000.- (sepuluh juta delapan ratus
sembilan puluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 9 ayat 2 Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor 105/MSA/ IV/07 yang dibuat antara Penggugat dengan
Para Tergugat telah disepakati bahwa dalam hal nasabah ingkar janji sehingga
bank memerlukan jasa penasehat hukum dan jasa penagihan dan jasa-jasa
lainnya maka biaya jasa-jasa tersebut ditanggung oleh nasabah ;
84
Menimbang, bahwa Penggugat dalam perkara ini telah menggunakan
jasa kuasa hukum, sebesar Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah), serta biaya
kunjungan sebesar Rp. 450.000.- (empat ratus lima puluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut
di atas, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat telah mengalami kerugian
Material berupa :
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.- +
Total : Rp. 53.732.715.-
Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya Para Tergugat ingkar
janji/cidera tidak melaksanakan akad pembiayaan musyarakah tersebut, maka
para Tergugat dihukum untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.
53.732.715.- (lima puluh tiga juta tujuh ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus
lima belas rupiah dengan perincian sebagai berikut ;
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.-
85
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut
di atas, maka berdasarkan pasal 125 HIR gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek sebagian dan ditolak selebihnya ;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat adalah pihak yang
kalah, makaberdasarkan pasal 181 HIR biaya yang timbul dalam perkara ini
dibebankan kepada Para Tergugat;
Memperhatikan segala ketentuan Perundang- undangan dan dalil
syar'i yang berkaitan dengan perkara ini (Berkas Putusan Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg).
C. Analisis Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama
Purbalingga Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga
mengenai sengketa ekonomi syariah dengan Nomor Perkara
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg tentang wanprestasi akad pembiayaan musyarakah
Nomor : 105/MSA/IV/07. Mengenai putusan hakim sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 25 UU nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
sebagai berikut:
(1). Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar
putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
(2). Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim
yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.
(3). Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara
pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan
panitera sidang.
86
Para Tergugat meskipun telah dipanggil dengan patut tidak datang
menghadap, dan tidak ternyata, bahwa tidak datangnya itu disebabkan oleh
sesuatu halangan yang sah, Para Tergugat harus dinyatakan tidak hadir, maka
perkara ini diperiksa dan diadili tanpa hadirnya Para Tergugat. Maka
berdasarkan Pasal 125 HIR putusan perkara dijatuhkan dengan verstek.
Para Tergugat telah melakukan wanprestasi, yaitu dengan terbuktinya
Para Tergugat tidak menjalakan apa yang telah diperjanjikan di dalam akad
Musyarakah. Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik
kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak. Suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik”,
Penggugat dalam surat gugatannya mohon agar Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007 dibatalkan,
namun penggugat mohon agar pokok pembiayaan dikembalikan kepadanya.
Maka berkaitan dengan akad, sesuai pasal 20 angka 1 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah (KHES) bahwa akad adalah kesepakatan dalam suatu
perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan
perbuatan hukum tertentu. Pasal 20 angka 3 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah (KHES) menyebutkan bahwa syirkah adalah kerjasama antara dua
orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam
usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang
87
disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat. Kemudian dalam DSN MUI
Nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah Pasal 2
huruf (d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk
melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah (BPRS) Buana Mitra Perwira
telah mengadakan akad Pembiayaan Musyarakah untuk keperluan modal yang
dibutuhkan untuk menjalankan usaha berupa usaha dagang kelapa dan gula
merah, dengan kesepakatan-kesepakatan dalam akadnya, oleh karena itu akad
dimaksud telah memenuhi syarat dan rukun akad, sehingga akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor : 105/MSA/ IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang dibuat
Penggugat dengan Para Tergugat harus dinyatakan sah. Berdasarkan Pasal 22
KHES mengenai Rukun dan Syarat Akad terdiri dari: pihak-pihak yang
berakad; obyek akad; tujuan-pokok akad; dan kesepakatan.
Para Tergugat terbuktinya ingkar janji/cidera tidak melaksanakan akad
pembiayaan musyarakah tersebut, maka para Tergugat dihukum untuk
membayar kerugian materiil. Yaitu dengan membayar ganti rugi yang
berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata yang mencakup ganti rugi biaya,
kerugian, dan bunga. Para Tergugat terbukti telah melakukan perbuatan
wanprestasi, yang seharusnya Para Tergugat membayarkan keuntungan atau
bagi hasil dari usahanya tapi tidak melaksanakan kewajiban. Ini berseberangan
dengan peraturan DSN MUI 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
88
Musyarakah Pasal 3 huruf c nomor (2) Setiap keuntungan mitra harus
dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada
jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
Keputusan majelis dalam menolak tuntutan ganti rugi immateriil ini
secara meteriil sudah benar karena sudah berdasarkan hukum yang ada yaitu
Fatwa DSN NO.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta‟widh)
bagian pertama angka 4 yang berbunyi :
Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real
loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan
kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya
peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i‟ah)
Berkaitan dengan conservatoir besslag Majelis Hakim memutuskan
tidak mengabulkan gugatan Pihak Penggugat terkait dengan sita jaminan agar
supaya barang-barang yang dijatuhi sita jaminan tidak dapat diuangkan atau
dijual oleh salah satu pihak yang bersengketa. Berdasarkan Pasal 227 Ayat 1
HIR:
“Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang,
selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang
mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan
menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap
maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari
penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang
berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah,
supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan
permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan
menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama sesudah itu
untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.“
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
dasar hukum pertimbangan Hakim dalam putusan nomor Nomor
89
310/Pdt.G/2014/PA.Pbg, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Peradilan agama yang memuat mengenai wewenang absolut Pengadilan
Agama. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
memuat mengenai organ perusahaan yang bertanggungjawab dalam
kepentingan perusahaan di dalalam maupun luar pengadilan. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) memuat mengenai akad atau perjanjian
dan HIR (Herzien Inlandsch Reglement) memuat mengenai putusan verstek
dan pembebanan biaya perkara oleh Tergugat.
D. Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama
Purbalingga Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg
Dalam sebuah usaha bisnis secara mandiri atau secara kerjasama tidak
selamanya dapat mencapai keberhasilan, tapi kadang mengalami kebangkrutan
atau pailit atau secara islam dinamakan dengan at-Taflis. Termasuk dalam
masalah penyelesaian sengketa ekonomi syariah berkaitan dengan masalah
kepailitan. Pailit (at-taflis) adalah seseorang yang mempunyai hutang,
sedangkan seluruh kekayaannya habis hingga tidak tersisa sedikitpun untuk
membayar hutangnya (Nawawi, 2012: 158).
Terkait dengan putusan hakim mengenai pembayaran kerugian materiil
oleh Para Tergugat kepada Penggugat. Pertama, adanya unsur kesengajaan
90
yang dilakukan oleh Para Tergugat untuk tidak melaksanakan isi akad
musyarakah. Padahal dalam Islam ditekankan untuk memenuhi setiap akad
atau perjanjian yang telah dibuat, ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al
Maidah ayat 1 yang berbunyi :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya.
Maka majelis Hakim dalam hal ini dalam memutus sudah sesuai
dengan al-Qur‟an, karena Para Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan
cidera janji/ ingkar janji/wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan Musyarakah
Nomor : 105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007, dan Para Penggugat wajib
membayar ganti rugi materiil tersebut.
Kedua, terbukti terjadinya pailit atau bangkrut usaha yang dilakukan
oleh Para Tegugat. At-taflis (pailit) dimana barang siapa terbukti mengalami
kesulitan keuangan, dalam arti tidak mempunyai kekayaan yang bisa dijual
untuk melunasi utangnya, ia tidak boleh ditagih, karena Allah SWT berfirman
(Nawawi, 2012: 158):
91
Dan Jika (Orang Yang Berhutang Itu) Dalam Kesukaran, Maka Berilah
Tangguh Sampai Dia Berkelapangan. Dan Menyedekahkan (Sebagian Atau
Semua Utang) Itu, Lebih Baik Bagimu, Jika Kamu Mengetahui (Q.S. al-
Baqarah (2): 280).
Ayat di atas dalam Kitab Tafsir Munir Juz 2 (2013), dijelaskan bahwa makna
﴾وإن ان ﴿ jika orang yang berhutang ditemukan ﴿ ذعسرةة﴾ dalam kesempitan
karena tidak memiliki harta atau barang dagangannya tidak laku ﴿ فـن رة﴾
menangguhkannya, maksudya, maka berilah ia waktu tenggang dan
menunggunya ﴿ ميسرةة﴾ keadaan lapang قـوا﴿ dan jika kalian ﴾وأن ت د
bersedekah kepada pengutang yang baru dalam keadaan sulit dengan cara
membebaskan hutangnya jika kalian mengetahui bahwa ﴾إن ن م تـعلمون ﴿
itu lebih baik, maka lakukanlah.
Islam melarang umatnya untuk berbuat dzalim kepada sesama dalam
pemenuhan hak, sebagaimana tindakan wanprestasi yang dilakukan nasabah
dalam kasus ini. Alasan majelis adalah karena dalam Islam kerugian yang
bersifat immateriil tidak dapat dipintakan. Selain itu juga karena pihak
Penggugat tidak mampu membuktikan dan merinci adanya kerugian
immateriil tersebut. Dalam al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 29 yang berbunyi :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
92
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Tuntutan ganti rugi immateriil yang dipintakan oleh kreditur (Bank)
yang nasabahnya melakukan wanprestasi boleh dimintakan. Karena memang
itu merupakan kerugian yang ditanggung oleh Bank ketika terjadi wanprestasi
yang dilakukan oleh nasabahnya. Hanya saja islam memiliki kaidah
bahwasanya antara kreditur dan debitur tidak boleh saling merugikan.
ل رر ول رار
Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh mebahayakan orang
lain.
Pendapat penulis berkenaan dalam hal memberikan putusan terhadap
gugatan ganti rugi immateriil, selain harus lebih bijaksana perlu kiranya
Majelis lebih terbuka untuk melihat peraturan atau ketentuan lain yang
mengatur pokok permasalahan yang sama seperti KUHPerdata sebagai
pertimbangan dalam memutuskan perkara.
93
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Dasar hukum pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor 310/Pdt.G/
2014/PA.Pbg, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan
agama yang memuat mengenai wewenang absolut Pengadilan Agama.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memuat
mengenai organ perusahaan yang bertanggungjawab dalam kepentingan
perusahaan di dalalam maupun luar pengadilan. Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah (KHES) memuat mengenai akad atau perjanjian dan
Herzien Inlandsch Reglement (HIR) memuat mengenai putusan verstek
dan pembebanan biaya perkara oleh Tergugat.
2. Pandangan hukum Islam terhadap putusan hakim atas perkara Nomor
310/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg, mengenai pembayaran kerugian materiil oleh
Para Tergugat kepada Penggugat. Pertama, adanya unsur kesengajaan
yang dilakukan oleh Para Tergugat untuk tidak melaksanakan isi akad
musyarakah, maka Para Tergugat wajib membayar kerugian Materiil
94
tersebut. Islam menekankan pada umatnya untuk memenuhi akad-akadnya
yang berdasarkan pada al-Qur‟an surat al-Maidah (5) ayat 1. Kedua,
terbukti terjadinya pailit (at-taflis) atau bangkrut usaha yang dilakukan
oleh Para Tegugat maka ia tidak boleh ditagih atau memberikan
keringanan atau jangka waktu untuk membayar hutang, sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Baqarah (2) ayat 280:
Dan Jika (Orang Yang Berhutang Itu) Dalam Kesukaran, Maka Berilah
Tangguh Sampai Dia Berkelapangan. Dan Menyedekahkan (Sebagian
Atau Semua Utang) Itu, Lebih Baik Bagimu, Jika Kamu Mengetahui (Q.S.
al-Baqarah (2): 280).
Makna kata ﴿ ذعسرةة﴾ dalam kesempitan karena tidak memiliki harta atau
barang dagangannya tidak laku, maka pihak kreditir diharapakan dapat
menangguhkannya, maksudya, memberikan ia waktu tenggang dan
menunggunya keadaannya lapang.
Keputusan majelis dalam menolak tuntutan ganti rugi immateriil
ini secara meteriil sudah benar karena sudah berdasarkan hukum yang ada
yaitu Fatwa DSN NO.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi
(Ta‟widh) bagian pertama angka 4 yang berbunyi :
Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil
(real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut
dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss)
karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-
furshah al-dha-i‟ah)
95
Tuntutan ganti rugi immateriil (Ta‟widh) yang dipintakan oleh
kreditur (Bank) yang nasabahnya melakukan wanprestasi boleh
dimintakan. Karena memang itu merupakan kerugian yang ditanggung
oleh Bank ketika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh nasabahnya.
Hanya saja islam memiliki kaidah bahwasanya antara kreditur dan debitur
tidak boleh saling merugikan “Tidak boleh membahayakan diri sendiri
dan tidak boleh mebahayakan orang lain”.
B. Saran-saran
1. Pengadilan Agama Purbalingga
Untuk para Bapak/ Ibu Hakim dan Pejabat Pengadilan Agama
Purbalingga agar lebih memperkaya pengetahuan tentang Ekonomi
Syari‟ah untuk memperkuat pengetahuan pribadi dan kasus ekonomi
Syari‟ah yang berbeda dengan sebelumnya. Sehingga Pengadilan
Agama Purbalingga menjadi Peradilan rujukan dan contoh bagi
peradilan lainnya. Pengadilan Agama Purbalingga kedepan agar
membentuk tim khusus yang ahli dalam hukum ekonomi syariah yaitu
mengenai permasalahan sengketa ekonomi syariah, supaya dalam
pelaksanaan putusan lebih maksimal.
Seyogyanya Hakim dalam memutus perkara menggunakan Undang-
Undang terbaru.
96
2. Pihak Bank
Untuk selalu mengawal permasalahan perkara sengketa ekonomi
syariah yang diajukan di pengadilan. Agar selalu menerapakan hukum
yang telah dibuat baik melalui peraturan perundang-undangan dan fatwa
MUI berkaitan dengan produk-produk perbankan syariah.
3. Masyarakat/ Konsumen/ Nasabah
Masyarakat diharapkan dapat mengawasi pada perbankan syariah
yang menyalahi hukum yang berlaku dan ikut mengawal peraturan yang
dibuat oleh pemerintah baik melalui peraturan perundang-undangan dan
fatwa MUI.
97
DAFTAR PUSTAKA
,Buku Pedoman Kerja Hakim dan Panitera Pengadilan Agama se-Wilayah
Pengadilan Tinggi Agama Makasar.
Al Hakim, Ikhsan. 2013. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan
Agama Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 3
Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama Oleh Pengadilan Agama
Purbalingga). Skripsi. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang. www. lib.unnes.ac.id, diakses pada 7 agustus 2016
Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al-Munir (Diterjemahkan oleh Abdul Hayyie
Al-Kattani. dkk) Jilid 2 (Juz 3-4). Jakarta: Gema Insani.
Fanami, Muhyar. 2009. Fiqh Madani Kontruksi Hukum Islam di Dunia Modern.
Yogyakarta: Lkis
Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Prenada Media Group.
Hasan, Hasbi. Kompetisi Peradilan Agama dalam Menyelesaikan perkara
Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramata.
Hudiata, Edi. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan MK
Nomor 93/PUU-X/2012: Litigasi dan Non Litigasi. Yogyakarta: UII Press.
Khairandy, Ridwan. 2013. Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif
Perbandingan (Bagian Pertama). Yogyakarta: FH UII Press.
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta : Trust Media.
Muzadi, Abdul Muchith. 2006. Mengenal Nahdlatul Ulama. Surabaya: Khalista
Naryanti, Yunita. 2010. Gugatan Wanprestasi Yang Diajukan Oleh Pt Bpr
Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad Perjanjian Pembiayaan
Al Musyarokah (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Agama Purbalingga
Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg). Skripsi. Purwokerto: Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman. www. fh.unsoed.ac.id diakses pada 7
Agustus 2016
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia.
98
Ningsih, Pratami Wahyudya. 2010. Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam
Perkara Gugatan Pemenuhan Kewajiban Akad Pembiayaan al-
Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Terhadap Putusan
Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg). Skripsi. Surakarta: Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. www.dgilib.uns.ac.id diakses pada 7
agustus 2016.
Nurhaida, Heni Satar. 2013. Teori dan Praktek Hukum Acara Perdata. Salatiga:
STAIN Press.
Pasaribu, Chairuman & Suhrawadi K Lubis. 1996. Hukum Perjanjian dalam
Islam. Jakarta :Sinar Grafika Offset.
Pelangi, Tim Laskar. 2013. Metodologi Fiqih Muamalah Diskursus Metodologis
Konsep Interaksi Sosial-Ekonomi. Lirboyo Kediri: Lirboyo Press.
Pengadilan Agama Purbalingga, Berkas Putusan Perkara Sengketa Ekonomi
Syariah 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg.
Purnanisa, Martina. 2016. Analisis Putusan Pengadilan terhadap Penyelesaian
Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus Putusan PA Madiun
No.0403/Pdt.G/2004.pa.Mn). Tesis . Banjarmasin: Pascasarjana Progdi
hukum Ekonomi Syariah IAIN Antasari Banjarmasin. www.idr.iain-
antasari.ac.id. diakses pada 7 agustus 2016.
Sholikhah, Annisa Mar‟atus. 2015. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di
Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan
Negeri Surakarta). Skripsi. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta . www.eprints.ums.ac.id, Diakses Pada 7
Agustus 2016
Syahlani, Hensyah. 2007. Pembuktian Dalam Beracara Perdata dan Teknis
Penyusunan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama.
www.dsnmui.or.id Peraturan DSN-MUI Nomor: 08/DSN-MUI/IV/ 2000 Tentang
Pembiayaan Musyarakah
www.hukum.unsrat.ac.id/uu/bw1.htm Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata)
www.hukumonline.com Herzien Inlandsch Reglement (HIR)
99
www.pa-purbalingga.go.id. di akses pada7 Agustus 2016
www.pa-sumbawabesar.go.id Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
www.teorionline.wordpress.com. diakses 7 Agustus 2016
www.unsrat.ac.id/uu/uu_1_95.htm Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
1
PUTUSAN
Nomor 310/Pdt.G/2014/PA.Pbg
BISMILLAHIRRAMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Purbalingga yang memeriksa dan mengadili perkara
perdata tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut
dalam perkara Gugatan pihak-pihak antara ;
PT BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH ( BPRS ) Buana Mitra
Perwira, yang berkedudukan hukum di Jalan MT Haryono
No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H. Aman
Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukannya selaku direktur
utama PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Buana
Mitra Perwira, yang dalam hal ini memberi kuasa kepada H.
Sugeng SH., MSI., advokat yang beralamat di Jl. DI.
Panjaitan No.111, Purbalingga, yang selanjutnya disebut
sebagai Penggugat ;
MELAWAN
I. RUSWONDO, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan sopir, bertempat
kediaman di RT.011 RW. 004 Desa Rajawana, Kecamatan
Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, yang selanjutnya
disebut sebagai Tergugat I;
II. SRI BUDIASTUTI, Umur 39 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta,
bertempat kediaman di RT.011 RW. 004 Desa Rajawana,
Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, yang
selanjutnya disebut sebagai Tergugat II;
Tergugat I dan II selanjutnya disebut sebagai Para Tergugat.
Pengadilan Agama tersebut ;
- Setelah membaca surat-surat perkara;
- Setelah mendengar keterangan Penggugat dan saksi-saksi ;
2
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 18
Februari 2014 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Purbalingga
pada tanggal 18 Februari 2014 Nomor 310/Pdt.G/2014/PA.Pbg, telah mengajukan
alasan-alasan sebagai berikut ;
1. Bahwa berdasarkan Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor : 105/MSA/
IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang ditandatangani oleh Penggugat dengan
Para Para Tergugat yang di waarmerking oleh Agung Diharto, SH, Notaris di
Purbalingga Nomor : 163/w/2007 tertanggal 7 Mei 2007, Bank dan Nasabah
masing-masing akan menyediakan sejumlah uang sebagai penyertaan modal,
yaitu Bank sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan nasabah
sebesar Rp. 18.800.000,-(delapan belas juta delapan ratus ribu rupiah) yang
masing-masing dan berturut-turut merupakan 51,5% (lima puluh satu koma
lima persen) dan 48,5% (empat puluh delapan koma lima persen) dari
sejumlah modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha berupa usaha
dagang kelapa dan gula merah yang terletak di Desa Rajawana RT. 011 / RW.
004 Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga ;
2. Bahwa jangka waktu (masa) penggunaan modal tersebut oleh Para Tergugat
berlangsung selama 36 (tiga puluh enam) bulan, terhitung sejak mulai tanggal
penandatanganan perjanjian ini yaitu tanggal 17 April 2007 sampai dengan 17
April 2010 ;
3. Bahwa ternyata dalam perjalanannya Para Tergugat telah menunggak
angsuran, kemudian Penggugat melayangkan beberapa kali Surat Peringatan;
4. Bahwa Penggugat sebenarnya telah memberikan kesempatan lagi kepada Para
Tergugat namun sampai gugatan ini diajukan Para Tergugat tidak dapat
menyelesaikan kewajibannya kepada Penggugat ;
5. Bahwa atas kejadian tersebut, kemudian Penggugat melakukan pengecekan
terhadap pengelolaan usaha yang dilakukan oleh Para Tergugat, ternyata
ditemukan hal-hal sebagai berikut:-
a. Bahwa Para Tergugat lalai tidak pernah melaksanakan bagi hasil
(Syirkah) pada tiap-tiap tanggal realiasasi pada tiap bulannya (Akad
Pasal 6 ayat 2 ) ;
b. Bahwa Para Tergugat lalai tidak mengembalikan modal sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan ( Akad Pasal 8 ayat 1 ) ;
6. Bahwa atas kelalaian dan pelanggaran Para Tergugat tersebut pada posita 5,
maka Penggugat berhak untuk menuntut dan menagih pembayaran atas
seluruh jumlah modal dan pembagian keuntungan kepada Para Tergugat
secara seketika dan sekaligus ;
3
7. Bahwa berdasarkan apa yang termuat dalam posita 6, maka Para Tergugat
telah dianggap melakukan perbuatan cidera janji / ingkar janji / wanprestasi
yang sangat merugikan Penggugat ;
8. Bahwa akibat perbuatan cidera janji / ingkar janji / wanprestasi tersebut
Penggugat merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad
Pembiayaan Musyarakah Nomor : 105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007,
yang perinciannya per 31 Januari 2014 sebagai berikut:-
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.-
Total kewajiban Para Para Tergugat : Rp. 53.732.715.-
9. Bahwa karena Para Tergugat telah wanprestasi maka Penggugat
melayangkan Surat Peringatan, dan atas Surat Peringatan tersebut Para
Tergugat tidak pernah menanggapi ;
10. Bahwa untuk menjamin gugatannya, Penggugat mohon kepada Ketua
Pengadilan Agama Purbalingga berkenan kiranya meletakan Sita Jaminan
(conservatoir beslaag) atas barang-barang milik Para Tergugat yang dalam
hal ini barang tetap milik Para Tergugat yang telah diikat Hak Tanggungan
Nomor : 00358/2008, yaitu sebagai berikut :
• Tanah pekarangan Hak Milik Nomor: 1118 , Luas 270 M2, terletak di
Desa Rajawana, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga,
Provinsi Jawa Tengah, sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur Nomor :
G.S.No. 1118/1974, Sertifikat tertanggal 13 Mei 1974, tertulis atas nama
SRI BUDIASTUTI, dengan batas-batas :
- Sebelah Utara : tanah milik Undianto
- Sebelah Timur : tanah milik H. Mulya
- Sebelah Selatan : jalan setapak
- Sebelah Barat : tanah milik Teguh
11. Bahwa Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, Peringatan
maupun pendekatan secara kekeluargaan kepada Para Tergugat akan tetapi
Para Tergugat tetap tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban-
kewajibannya, oleh karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan
Gugatan Sengketa Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU No.3
Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama jo.
Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Penggugat mohon kepada
Ketua Pengadilan Agama Purbalingga berkenan kiranya memanggil para pihak,
4
memeriksa dan mengadili perkara ini selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai
berikut :
PRIMAIR :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan ( Conservatoir Beslaag ) atas
barang tetap milik Para Tergugat yang diletakan oleh Pengadilan Agama
Purbalingga yaitu berupa:
• Tanah pekarangan Hak Milik Nomor: 118 , Luas 270 M2, terletak di
Desa Rajawana, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga,
Provinsi Jawa Tengah, sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur Nomor :
G.S.No. 1118/1974, Sertifikat tertanggal 13 Mei 1974, tertulis atas nama
SRI BUDIASTUTI, dengan batas-batas :
- Sebelah Utara : tanah milik Undianto
- Sebelah Timur : tanah milik H. Mulya
- Sebelah Selatan : jalan setapak
- Sebelah Barat : tanah milik Teguh
3. Menyatakan sah secara hukum Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor :
105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang dibuat antara Penggugat
dengan Para Tergugat ;
4. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor :
105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007, yang sangat merugikan Penggugat,
yaitu berupa kerugian materiil sebesar Rp. 53.732.715.- (lima puluh tiga juta
tujuh ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah) ;
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar
Rp. 53.732.715.- ( lima puluh tiga juta tujuh ratus tiga puluh dua ribu tujuh
ratus lima belas rupiah) kepada Penggugat langsung seketika setelah putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap ;
6. Menghukum Para Tergugat untuk membayar semua biaya yang timbul dalam
perkara ini.
Atau apabila Pengadilan Agama Purbalingga berpendapat lain, maka:
SUBSIDAIR :
Dalam peradilan yang baik, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, Penggugat
hadir di persidangan, sedangkan Para Tergugat tidak datang menghadap di
persidangan dan tidak pula mengutus orang lain untuk datang menghadap sebagai
kuasanya yang sah meskipun menurut berita acara surat panggilan yang
dibacakan di persidangan Para Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut,
dan tidak ternyata bahwa tidak datangnya itu disebabkan oleh suatu halangan
yang sah;
5
Menimbang, bahwa selanjutnya dibacakan surat permohonan Penggugat
yang isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil gugatannya, Penggugat
mengajukan bukti- bukti sebagai berikut :
A. Bukti surat :
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk No. 3303010602650001 tanggal 26
Agustus 2012 atas nama H. Aman Waliyudin, SE.,MSI., yang aslinya
dikeluarkan oleh Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.1;
2. Fotokopi Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor C-02375 HT.01.01.TH.2004 tentang
Pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, yang setelah dicocokkan
dengan aslinya diberi tanda P.2;
3. Fotokopi Akta Pernyataan Keputusan rapat Umum Pemegang Saham No
2 tanggal 7 Juni 2009, yang aslinya dibuat dihadapan Agung Diharto SH,
notaris Kabupaten Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan aslinya
diberi tanda P.3;
4. Fotokopi Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang saham
Luar Biasa Perseroan terbatas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana
Mitra Perwira No 05 tanggal 14 Juli 2011, yang aslinya dibuat dihadapan
Dyah Saraswati SH, notaris Kabupaten Purbalingga, yang setelah
dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.4;
5. Fotokopi Akad Pembiayaan Musyarakah No. 105/MSA/IV/07 tanggal 17
April 2007 antara BPRS Buana Mitra Perwira dengan Ruswondo, yang
diwaarmerking oleh Agung Diharto, SH. Notaris di Purbalingga, yang
setelah dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.5;
6. Fotokopi Sertifikat Tanah Pekarangan Hak Milik Nomor: 1118, luas 270
M2 sesuai surat ukur nomor: G.S.No 1118/1974, sertifikat atas nama Sri
Budiastuti, yang aslinya dikeluarkan oleh Kantor Sub Direktorat Agraria
Kabupaten Purbalingga, yang setelah dicocokkan dengan aslinya diberi
tanda P.6;
7. Fotokopi Hak Tanggungan Nomor: 00358/2008; yang aslinya
dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purbalingga, yang
setelah dicocokkan dengan aslinya diberi tanda P.7;
8. Fotokopi tembusan Surat Peringatan ( SP I ) yang dilayangkan oleh PT
BPRS Buana Mitra Perwira kepada Ruswondo tanggal 08 November
2007;
9. Fotokopi tembusan Surat Peringatan ( SP II ) yang dilayangkan oleh PT
BPRS Buana Mitra Perwira kepada Ruswondo tanggal 06 Desember
2007;
6
10. Fotokopi tembusan Surat Peringatan ( SP III ) yang dilayangkan oleh PT
BPRS Buana Mitra Perwira kepada Ruswondo tanggal 04 Pebruari 2008;
11. Fotokopi Kuitansi biaya kuasa hukum yang dikeluarkan oleh Kantor
Advokat H. Sugeng, SH., MSI. & Rekan tanggal 31 Januari 2014;
12. Fotokopi Perincian Kewajiban Pembiayaan atas nama Ruswondo tanggal
31 Januari 2014;
Menimbang, bahwa selanjutnya untuk mempersingkat uraian putusan ini
ditunjuk kepada hal-hal sebagaimana tercantum dalam berita acara persidangan
perkara ini;
Menimbang, bahwa selanjutnya Penggugat menyatakan tidak ada lagi
yang akan disampaikan dan telah menyampaikan kesimpulannya dan akhirnya
mohon putusan ;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana diuraikan dalam duduk perkaranya;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Akad Pembiayaan
Musyarokah yang ditandatangani Penggugat dan Para Tergugat bahwa alamat
Para Tergugat merupakan alamat tetap, yakni di wilayah hukum Penggadilan
Agama Purbalingga dan juga sesuai bukti P.1 H. Aman Waliyudin, SE., MSI.,
dalam kedudukannya selaku Direktur Utama Perseroan berdomisili di wilayah
hukum Pengadilan Agama Purbalingga, oleh karena itu perkara ini menjadi
wewenang relatif Pengadilan Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Pasal 16 tentang Penyelesaian
Perselisihan, para pihak sepakat bahwa penyelesaian perselisihan para pihak
melalui Pengadilan Agama Purbalingga, sehingga oleh karenanya sesuai dengan
Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009, perkara ini menjadi wewenang absolut Pengadilan
Agama Purbalingga;
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata Para Tergugat meskipun telah
dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, dan tidak ternyata, bahwa tidak
datangnya itu disebabkan oleh sesuatu halangan yang sah, Para Tergugat harus
dinyatakan tidak hadir, maka perkara ini diperiksa dan diadili tanpa hadirnya Para
Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.4, yang berupa Akta Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan Terbatas Bank
Pembiayaan Rakyat Syari‟ah Buana Mitra Perwira Nomor : 05 tanggal 14 Juli
7
2011, telah menetapkan dan mengangkat H. Aman Waliyudin, SE., MSI., sebagai
Direktur Utama Perseroan;
Menimbang, bahwa Pasal 1 huruf 4 Undang Undang Nomor : 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Direksi adalah organ
perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroaan baik di dalam
maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas H. Aman
Waliyudin, SE., MSI., Selaku Direktur Utama Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah
Buana Mitra Perwira mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan gugatan dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 Pasal 10 diperjanjikan adanya
jaminan yang berupa sebidang tanah berdasarkan buku tanah hak milik nomor
1118, bukti mana diperkuat oleh bukti P.6 yang berupa Sertifikat Hak Milik dan
P.7 yang berupa Sertifikat Hak Tanggungan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut serta keterangan
Penggugat di persidangan, ternyata barang yang dimohonkan untuk dilaksanakan
sita jaminan ( Conservatoir Beslaag ), telah dijadikan sebagai Hak tanggungan
yang pemegangnya adalah PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Buana
Mitra Perwira dan untuk permohonan sita jaminan tersebut Penggugat tidak
menyertainya dengan bukti permulaan sehingga tidak ada alasan dan tanda-tanda
atau kekawatiran barang tersebut akan dialihkan oleh Para Tergugat ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis
Hakim telah memberikan Penetapan Nomor : 310/Pdt.G/2014/PA. Pbg tanggal 8
Mei 2014, bahwa permohonan Penggugat dalam hal sita jaminan ditolak ;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan Penggugat adalah
bahwa Para Tergugat telah cidera janji/ingkar janji/wanprestasi yang akibatnya
Penggugat merasa dirugikan secara materiil yaitu sesuai dengan Akad
Pembiayaan Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang
perinciannya per 31 Januari 2014 sebagai berikut:-
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.-
Total kewajiban Para Para Tergugat : Rp. 53.732.715.-
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis mempertimbangkan terlebih
dahulu hal-hal yang berkaitan dengan akad, sesuai pasal 20 angka 1 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari‟ah bahwa akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian
8
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan
hukum tertentu;
Menimbang, bahwa pasal 20 angka 3 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah menyebutkan bahwa syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau
lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-
pihak yang berserikat.
Menimbang, bahwa sesuai pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah
bahwa rukun akad terdiri dari Pihak-pihak yang berakad, Obyek akad, Tujuan
pokok akad, dan Kesepakatan;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5 yang berupa Akad
Pembiayaan Musyarakah No. 105/MSA/IV/07, ternyatalah bahwa akad tersebut
telah dibuat dan di waarmerking oleh Agung Diharto, SH, Notaris di Purbalingga
serta ditandatangani oleh para pihak antara PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah
Buana Mitra Perwira yang diwakili oleh H. Aman Waliyudin, SE., MSI., selaku
direktur utama dengan Ruswondo;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut telah terbukti
bahwa PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah (BPRS) Buana Mitra Perwira telah
mengadakan akad Pembiayaan Musyarakah untuk keperluan modal yang
dibutuhkan untuk menjalankan usaha berupa usaha dagang kelapa dan gula
merah, dengan kesepakatan-kesepakatan dalam akadnya, oleh karena itu akad
dimaksud telah memenuhi syarat dan rukun akad, sehingga akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor : 105/MSA/ IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang dibuat
Penggugat dengan Para Tergugat harus dinyatakan sah;
Menimbang, bahwa sesuai dengan akad yang dibuat oleh Penggugat dan
Para Tergugat bahwa jangka kerjasama usaha antara Penggugat dan Para Tergugat
berlangsung untuk jangka waktu selama 36 ( tiga puluh enam) bulan yaitu sejak
sejak mulai tanggal penandatanganan perjanjian ini yaitu tanggal 17 April 2007
sampai dengan 17 April 2010, dengan ketentuan kewajiban Para Tergugat
sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor :
105/MSA/ IV/07 tersebut, namun ternyata Para Tergugat telah lalai tidak pernah
melaksanakan bagi hasil (Syirkah) pada tiap-tiap tanggal realiasasi pada tiap
bulannya sesuai dengan ketentuan Akad Pasal 6 ayat 2 dan Para Tergugat lalai
tidak mengembalikan modal sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sesuai
dengan ketentuan Akad Pasal 8 ayat 1 dan untuk hal tersebut Penggugat telah
menyampaikan beberapa kali somasi (bukti P.8, P.9 dan P.10), namun sampai
gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan Para Tergugat belum memenuhi
kewajibannya tersebut;
Menimbang, bahwa sesuai pasal pasal 44 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah bahwa semua akad yang dibentuk secara sah berlaku nash syari‟ah bagi
9
mereka yang mengadakan akad, demikian juga pasal 46 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah menyebutkan bahwa suatu akad hanya berlaku antara pihak-
pihak yang mengadakan akad;
Menimbang, bahwa sesuai pasal 21 huruf (b) Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari‟ah bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah/menepati
janji, setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan
yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari
cidera-janji;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim juga mendasarkan kepada firman
Allah dalam surat Al Maidah ayat 1 yang berbunyi :
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”;
Dan hadits riwayat Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi dan Daruqutni yang berbunyi :
مسلمون على شروطهمـال Artinya; “ orang-orang Islam terikat pada akad perjanjian yang mereka
buat”;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka harus
dinyatakan terbukti Para Tergugat telah tidak melaksanakan isi perjanjian untuk
membayar pokok pembiayaan sebesar Rp. 16.275.200.- (enam belas juta dua ratus
tujuh puluh lima ribu dua ratus rupiah) dan tunggagakan bagi hasil sebesar Rp.
21.117.515.- (dua puluh satu juta seratus tujuh belas ribu lima ratus lima belas
rupiah) sampai batas waktu yang perjanjikan yaitu tanggal 17 April 2010,
sehingga oleh karenanya harus dinyatakan Para Tergugat telah melakukan
perbuatan cidera janji/ingkar janji/wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor : 105/MSA/ IV/07 tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 9 Akad Pembiayaan Musyarakah
Nomor 105/MSA/ IV/07 tersebut Para Tergugat patut dihukum untuk membayar
denda keterlambatan sesuai dengan peraturan perusahaan (bank) yang ditetapkan
sebesar Rp. 10.890.000.- (sepuluh juta delapan ratus sembilan puluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 9 ayat 2 Akad Pembiayaan
Musyarakah Nomor 105/MSA/ IV/07 yang dibuat antara Penggugat dengan Para
Tergugat telah disepakati bahwa dalam hal nasabah ingkar janji sehingga bank
memerlukan jasa penasehat hukum dan jasa penagihan dan jasa-jasa lainnya maka
biaya jasa-jasa tersebut ditanggung oleh nasabah ;
10
Menimbang, bahwa Penggugat dalam perkara ini telah menggunakan
jasa kuasa hukum, sebesar Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah), serta biaya
kunjungan sebesar Rp. 450.000.- (empat ratus lima puluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut di
atas, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat telah mengalami kerugian
Material berupa :
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.-
Total : Rp. 53.732.715.-
Menimbang, bahwa dengan telah terbuktinya Para Tergugat ingkar
janji/cidera tidak melaksanakan akad pembiayaan musyarakah tersebut, maka para
Tergugat dihukum untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp. 53.732.715.-
(lima puluh tiga juta tujuh ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah
dengan perincian sebagai berikut ;
Pokok Pembiayaan : Rp. 16.275.200.-
Tunggakan bagi hasil ( Akad Pasal 6 ) : Rp. 21.117.515.-
Denda ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 10.890.000.-
Biaya Kunjungan : Rp. 450.000.-
Biaya Kuasa Hukum ( Akad Pasal 9 ayat 2 ) : Rp. 5.000.000.-
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut di
atas, maka berdasarkan pasal 125 HIR gugatan Penggugat dapat dikabulkan
dengan verstek sebagian dan ditolak selebihnya ;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Tergugat adalah pihak yang kalah,
makaberdasarkan pasal 181 HIR biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan
kepada Para Tergugat;
Memperhatikan segala ketentuan Perundang- undangan dan dalil syar'i
yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI
1. Menyatakan Para Tergugat yang telah dipanggil secara sah dan patut untuk
datang menghadap di persidangan, tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan menolak
selebihnya;
3. Menyatakan sah secara hukum Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor :
105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang dibuat antara Penggugat
dengan Para Tergugat ;
11
4. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan cidera janji/ ingkar
janji/wanprestasi terhadap Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor :
105/MSA/IV/07 tertanggal 17 April 2007, yang sangat merugikan Penggugat,
yaitu berupa kerugian materiil sebesar Rp. 53.732.715.- (lima puluh tiga juta
tujuh ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah) ;
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar sebesar
Rp. 53.732.715.- (lima puluh tiga juta tujuh ratus tiga puluh dua ribu tujuh
ratus lima belas rupiah) kepada Penggugat;
6. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara ini yang hingga
kini dihitung sebesar Rp. 1.401.000,- ( Satu juta empat ratus satu ribu rupiah);
Demikian putusan ini dijatuhkan di Purbalingga pada hari Kamis, tanggal
5 Juni 2014 M, bertepatan dengan tanggal 6 Sya‟ban 1435 Hijriyah, oleh Kami
Drs. H. Mahmud HD., MH. sebagai Hakim Ketua Majelis, Dra. Hj. Muli‟ah Sirry
dan Drs. Syamsul Falah, MH sebagai Hakim Anggota. Putusan mana diucapkan
oleh Hakim Ketua Majelis tersebut dalam sidang terbuka untuk umum pada hari
itu juga, dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan Rosiful, S. Ag
sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri pula oleh Penggugat tanpa hadirnya Para
Tergugat ;
Hakim Ketua
TTD
Drs. H. Mahmud HD., MH.
Hakim Anggota I Hakim Anggota II
TTD TTD
Dra. Hj. Muli’ah Sirry Drs. Syamsul Falah, MH
Panitera Pengganti
TTD
Rosiful, S. Ag
12
Perincian Biaya :
1. Pendaftaran Rp 30.000,-
2. Biaya Proses Rp 50.000,-
3. Panggilan sidang Rp 1.310.000,-
4. Redaksi Rp 5.000,-
5 Materai Rp. 6.000,-
J u m l a h Rp.1.401.000,-
(Satu juta empat ratus satu ribu rupiah)
Untuk salinan yang sama bunyinya oleh :
PANITERA PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA
Drs. H. AKHSIN MUNTHOHAR
Putusan ini berkekuatan hukum tetap tanggal 27 Juni 2014
1
2
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Nomor : B-587/In.21/D1.2/PP.05.02/08/2016 26 Agustus 2016
Lamp : Proposal Skripsi
Hal : Penunjukan Pembimbing Skripsi
Kepada
Yth. Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
Di – Tempat
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Dalam rangka penulisan Skripsi Mahasiswa Program Sarjana (S.1) Saudara
ditunjuk sebagai Dosen Pembimbing mahasiswa:
Nama : Wahyu Gumelar
NIM : 214-12-027
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah
Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi
Akad Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan
Agama Purbalingga
Apabila dipandang perlu Saudara diminta mengkoreksi tema Skripsi daiatas.
Demikian surat ini kami sampaikan, untuk diketahui dan dilaksanakan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
an-Dekan Fakultas Syariah
Wakil Dekan Bidang Akademik
Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.
NIP. 19740104 200003 1 003
3
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Nomor : B-774/In.21/D1.2/PP.05.02/08/2016 04 Agustus 2016
Lamp : -
Hal : Permohonan Izin Penelitian
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Agama Purbalingga
Di – Tempat
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Dengan ini kami menerangkan bahwa mahasiswa Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga berikut:
Nama : Wahyu Gumelar
NIM : 214-12-027
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Dalam rangka penyelesaian studi Program S.1 di IAIN Salatiga, diwajibkan
memenuhi salah satu persyaratan yang berupa pembuatan Skripsi.
Adapun judul yang diambil adalah:
“Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi Akad Musyarakah
Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan Agama Purbalingga”
Dosen Pembimbing : Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
untuk menyelesaikan Skripsi tersebut, kami mohon Bapak memberi izin
kepada mahasiswa tersebut untuk mengadakan penelitian di Pengadilan
Agama Purbalingga, guna memperoleh data atau keterangan dan bahan yang
diperlukan.
Kemudian atas pemberian izin Bapak, kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
an-Dekan Fakultas Syariah
Wakil Dekan Bidang Akademik
Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.
NIP. 19740104 200003 1 003
4
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI*
Nama : WAHYU GUMELAR
Jurusan : HUKUM EKONOMI SYARIAH
Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi Akad
Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan Agama
Purbalingga
Pembimbing : Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
No Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf
1.
2.
12 Oktober
2016
17 Oktober
2016
Bab I/
Proposal
Bab I
-
-
-
- Pengecekan keabsahan data
dihilangkan karena hanya untuk
penelitian kuantitatif
- Kata-kata asing dicetak miring
- Pada kerangka teoritik tidak
dijelaskan metode skripsi yang
sudah ada
*) Lembar konsultasi ini harus dibawa setiap berkonsultasi dengan pembimbing
Salatiga,
Pembimbing
Sukron Ma’mun, S.H.I., M.Si
NIP. 19790416 200912 1001
5
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI*
Nama : WAHYU GUMELAR
Jurusan : HUKUM EKONOMI SYARIAH
Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi Akad
Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan Agama
Purbalingga
Pembimbing : Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
No Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf
3.
4.
27 Desember
2016
27 Desember
2016
Bab III
Bab II
-
-
-
-
-
-
*) Lembar konsultasi ini harus dibawa setiap berkonsultasi dengan pembimbing
Salatiga,
Pembimbing
Sukron Ma’mun, S.H.I., M.Si
NIP. 19790416 200912 1001
6
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI*
Nama : WAHYU GUMELAR
Jurusan : HUKUM EKONOMI SYARIAH
Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi Akad
Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan Agama
Purbalingga
Pembimbing : Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
No Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf
5. 17 Januari
2017
Bab III -
-
-
-
*) Lembar konsultasi ini harus dibawa setiap berkonsultasi dengan pembimbing
Salatiga,
Pembimbing
Sukron Ma’mun, S.H.I., M.Si
NIP. 19790416 200912 1001
7
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI*
Nama : WAHYU GUMELAR
Jurusan : HUKUM EKONOMI SYARIAH
Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi Akad
Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan Agama
Purbalingga
Pembimbing : Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
No Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf
6. 23 Januari
2017
BAB IV
*) Lembar konsultasi ini harus dibawa setiap berkonsultasi dengan pembimbing
Salatiga,
Pembimbing
Sukron Ma’mun, S.H.I., M.Si
NIP. 19790416 200912 1001
8
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI*
Nama : WAHYU GUMELAR
Jurusan : HUKUM EKONOMI SYARIAH
Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi Akad
Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan Agama
Purbalingga
Pembimbing : Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
No Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf
7.
8.
24 Januari
2017
24 Januari
2017
Abstrak
BAB V
-
-
-
-
*) Lembar konsultasi ini harus dibawa setiap berkonsultasi dengan pembimbing
Salatiga,
Pembimbing
Sukron Ma’mun, S.H.I., M.Si
NIP. 19790416 200912 1001
9
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI*
Nama : WAHYU GUMELAR
Jurusan : HUKUM EKONOMI SYARIAH
Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor
0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. mengenai Wanprestasi Akad
Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/7 di Pengadilan Agama
Purbalingga
Pembimbing : Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si.
No Hari/Tanggal Isi Konsultasi Catatan Pembimbing Paraf
9. Rabu, 25
Januari 2017
ACC
Penyusunan - Dicek ulang sebelum mendaftar
munaqasyah
*) Lembar konsultasi ini harus dibawa setiap berkonsultasi dengan pembimbing
Salatiga,
Pembimbing
Sukron Ma’mun, S.H.I., M.Si
NIP. 19790416 200912 1001
10
DAFTAR SKK
Nama : Wahyu Gumelar Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Nim : 214-12-027 Fakultas : Syariah
No Nama Kegiatan Tanggal Status Nilai
1.
OPAK STAIN Salatiga 2012 dengan tema
“Progresifitas Kaum Muda Kunci
Perubahan Indonesia”
5-7
September
2012
Peserta 3
2.
Orientasi Mahasiswa Syariah (ORMAS)
2012 dengan tema “Membangun Pribadi
Mahasiswa Melalui Analisa Sosial Ke-
Syari‟ah-an”
8-9
September
2012
Peserta 3
3.
Orientasi Dasar Keislaman (ODK) dengan
tema “Membangun Karakter Keislaman
Bertaraf Internasional di Era Globalisasi
Bahasa”
10
September
2012
Peserta 2
4.
Seminar Entrepreneurship dan
Perkoperasian 2012 dengan tema
“Ekplore Your Entrepreneurship Talent”
11
September
2012
Peserta 2
5. Achievment Motivation Training “Dengan
AMT, Bangun Karakter Raih Prestasi”
12
September
2012
Peserta 2
6. Library User Education (Pendidikan
Pemakai Perpustakaan)
13
September
2012
Peserta 2
7.
Seminar Nasional Mahasiswa dengan
tema “Urgensi Mahasiswa Dalam
Pergulatan Politik”
29
September
2012
Peserta 6
8
Kegiatan semalam sehati dengan tema
“Satu Malam Meningkatkan Integritas
Mahasiswa Syariah”
13-14
Oktober
2012
Peserta 3
9.
Dialog Publik dan Silaturrahim Nasional,
dengan tema “Kemanakah Arah
Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi
BBM Untuk Rakyat”
10
Nopember
2012
Peserta 8
10.
Seminar Nasional dengan tema ”Peran
Lembaga Perbankan Syariah dengan
Adanya Otoritas Jasa Keuangan (UU No.
29
November
2012
Peserta 8
11
21 Tahun 2011 Tentang OJK)”
11.
Seminar Nasional dengan tema
“Kepemimpinan Dan Masa Depan
Bangsa”
23 Februari
2013 Peserta 6
12.
Seminar Nasional dengan tema
“Ahlussunnah Waljamaah dalam
Perspektif Islam Indonesia”
26 Maret
2013 Peserta 6
13.
Seminar Nasional “Perjuangan Kaum
Perempuan dalam Kesetaraan Hukum
Islam di Indonesia”
30
April 2013 Peserta 6
14. Tafsir Tematik dengan tema “Sihir dalam
perspektif Al-Qur‟an dan Hukum Negara” 4 Mei 2013 Peserta 2
15.
Seminar Nasional Sharia Economic
Festival “Indonesia Will Grow an Shine
With Sharia Ekonomics”
4
Juni
2013
Peserta 8
16.
Seminar Nasional Politik dengan tema
“Peran Nyata Mahasiswa Dalam
Menyikapi Perpolitikan Indonesia”
13
Juni
2013
Peserta 6
17.
Seminar Nasional, dengan tema
“Mengawal Pengendalian BBM
Bersubsidi, Kebijakan BLSM Yang Tepat
Sasaran Serta Pengendalian Inflasi Dalam
Negeri Sebagai Dampak Kenaikan Harga
BBM Bersubsidi”
8
Juli
2013
Peserta 8
18
Sosialisasi dan Silaturahim Nasional,
dengan tema“Sosialisasi UU No.1 TH
2013 Peran Serta Fungsi OJK dan Peran
Pemerintah Dalam Pengawasan LKM
(Lembaga Keuangan Mikro)”
30
September
2013
Peserta 8
19.
Seminar Nasional “Sosialisasi Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun
1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika”
24
Oktober
2013
Peserta 6
20.
Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dan
Seminar Nasional “4 Pilar Kebangsaan
Untuk Mempertegas Karakter Ke-
Indonesiaan”
24
Oktober
2013
Peserta 6
21.
Pendidikan Dasar Perkoperasian, dengan
tema“Menumbuhkan Jiwa Berwirausaha
Melalui Koperasi Mahasiswa”
27-29
Desember
2013
Peserta 3
22. Bahstul Masa‟il Kubro Pondok Pesantren 28 Peserta 2
12
al-Mas‟udiyyah Blater Januari
2014
23.
Seminar Nasional “Pemasyarakatan
Pemahaman Koperasi Melalui Gerakan
Kewirausahaan Nasional”
25
Maret
2014
Peserta 8
24.
Surat Keterangan Tenaga Bantu
Keamanan Masjid al-Atiiq Kauman
Salatiga Nomor: 04/PMT-AT/VI/2014
04
Juni
2014
Tenaga
Bantu 3
25.
Surat Keputusan Taman Pendidikan Al-
Qur‟an (TPQ) Mubarrok Sinoman
Salatiga Nomor: 003/SK/TPQ-M?IX/2014
1
September
2014
Pengaja
r 3
26.
.
Tabligh Akbar Dengan Bertema
“Membangun Karakter Mahasiswa
Islamic Entrepreneurship”
14
Oktober
2014
Panitia 2
27.
Seminar Nasional Yang Bertema
“Optimalisasi Sumber Daya Insani
Terhadap Lembaga keuangan Syariah”
14
Oktober
2014
Panitia 8
28. Training and Toelf Test
8-9
November
2014
Peserta 3
29.
Diklat Ekonomi Syariah (DEI) KSEI
STAIN Salatiga dengan Tema
“Menciptakan Generasi Yang Berpegang
Teguh Prinsip Ekonomi Syariah Untuk
Kemajuan Perekonomian Indonesia”
22-23
November
2014
Panitia 3
30. Pesantren Kilat 1436 H di SMPN 1 Kota
Salatiga
7-8
Juli 2015
Pemate
ri 3
31. Seminar Nasional dengan tema
“Kesehatan Islami”
10 Agustus
2015 Peserta 6
32.
Surat Keputusan Jam‟iyyah Quro‟ wal
Huffadz Masjid Kauman Salatiga Nomor:
001/MJQH/2016
2 Oktober
2016
Pembin
a 3
33.
Kegiatan Semaan al-Qur‟an Mantab dan
Dzikrul Ghofilin Jam‟iyyah Quro‟ wal
Huffadz Masjid al-Atiiq Kauman Salatiga
27
November
2016
Panitia 2
34.
Kegiatan Rebana Keliling Group Rebana
Al-Banjari “Sinar Rembulan” Jam‟iyyah
Quro‟ wal Huffadz Masjid Kauman
Salatiga
12 Februari
2016 Panitia 2
35. Kuliah Umum Fakultas Syariah IAIN 2 Peserta 2
13
Salatiga oleh Prof. Noorhaidi Hasan, MA.,
M.Phil., Ph.D., dengan tema “Gerakan
Revivalis Islam Modern dan
Perkembangan Hukum di Indonesia”
Juni
2016
36.
Kegiatan Gurah dalam rangka Maulid
Nabi Muhammad SAW JQH Masjid
Kauman Salatiga
11
Desember
2016
Panitia 2
37.
Kegiatan Wisata Religi Ziarah Walisongo
Jam‟iyyah Quro‟ Wal Huffadz Masjid
Kauman Salatiga
12
Januari
2017
Panitia 2
TOTAL 158
Salatiga, 13 Februari 2017
Mengetahui,
Dr. Ilyya Muhsin, S.H.I.,M.S.i
NIP. 19790930 200312 1 001
14
CURRICULUM VITAE
NAMA : WAHYU GUMELAR
TEMPAT, TGL
LAHIR
: BOYOLALI, 12 FEBRUARI 1994
ALAMAT : Kendelban 9/2, Kendel, Kemusu,
Boyolali, Jateng
DOMISILI : Jl. K.H. Wahid Hasyim No 02
Kauman Salatiga
NAMA AYAH : Muhadi
NAMA IBU : Dasiyem
PENDIDIKAN
1. SD Negeri 1 Kendel (2006)
2. MTs Islamiyah Kendel (2009)
3. SMK Diponegoro Salatiga (2012)
4. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga (2017)
ORGANISASI
1. Ketua Umum FS SKI Kota Salatiga (2011-2012)
2. Bendahara PAC IPNU Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
(2010-2012; 2012-2014; 2014-2016)
3. PC IPNU Kota Salatiga (2014-2016)
4. Pengurus GP Ansor Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang (2016-2020).
5. Anggota BANSER Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang (2016-2020).
Salatiga, 11 Februari 2017 M
14 Jumadil Awwal 1438 H
Hormat Saya,
WAHYU GUMELAR