penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi …
TRANSCRIPT
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MELALUI MEDIASI DI
PENGADILAN AGAMA KELAS IA JAMBI
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam
Ilmu Syariah
Oleh :
Siti Maryam
NIM: SHE. 162085
PEMBIMBING
Rasito SH., M. Hum
Dr. Maryani, S.Ag, M.Ag
KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1440 H / 2019 M
i
ii
MOTTO
“ Jika di antara orang-orang beriman terjadi perselisihan/ bertengkar/ bersengketa,
maka damaikanlah mereka, sesungguhnya Allah mencintai orang yang berlaku adil.
(QS. Al-Hujurat : 9)”
iii
iv
v
Bimillahhirrohmannirrahim,
PERSEMBAHAN
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta). Di
tambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis- habisnya (dituliskan) kalimat Allah, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi
maha bijaksana”. (Q.S. Al Luqman: 27)
Yaa Allah....
Terima kasih atas nikmat dan rahmatmu- MU yang agung ini, hari ini hamba bahagia.
Sebuah perjalanan panjang dan gelap... telah kau berikan secercah cahaya terang
meskipun hari esok penuh teka-teki dan tanda tanya yang aku sendiri belum tahu pasti
jawabannya.
Syukur Alhamdulillah...
Kini aku tersenyum dalam iradat-Mu kini baru kumengerti arti kesabaran dalam
penantian... sungguh tak kusangka yaa Allah, Kau menyimpan sejuta makna dan
rahasia, sungguh berarti hikmah yang kau beri.
Teruntuk Ibunda Hj Siti Nuhari dan Ayahanda H Syamsuddin Tercinta...
Inilah kata-kata yang mewakili seluruh rasa, sungguh aku tak mampu menggantikan
kasihmu dengan apapun, tiada yang dapat kuberikan agar setara dengan
pengorbananmu padaku, kasih sayangmu tak pernah bertepi, cintamu tak pernah
berujung... tiada kasih seindah kasihmu, tiada cinta semurni cintamu, kepadamu
ananda persembahkan salam yang harumnya melebihi kasturi, yang sejuknya melebihi
embun pagi, hangatnya seperti mentari di waktu Dhuha, salam suci sesuci air telaga
Kautsar yang jika diteguk akan meghilangkan dahaga selalu menjadi penghormatan
kasih dan cinta yang tidak pernah pudar dan berubah dalam segala musim dan
peristiwa...
Kini sambutlah anakmu di depan pintu tempat dimana dulu aku mencium tanganmu dan
terimalah keberhasilan berwujud gelar persembahanku sebagai bukti cinta dan
kasihku..
vi
Untuk Adik ku tersayang, Wahyudi Terimakasih atas canda tawa, do’a dan
dukungan dan kontribusimu selama ini. Terimakasih telah menjadi saudara
terbaikku...
Semua keluarga besarku, terimakasih atas do’a dan dukungannya selama ini...
Teruntuk Sahabat dan sahabati, terimakasih atas support dan bantuannya selama
ini…
Sahabat-sahabat dan teman-teman,
Khususnya kuucapkan terimakasih kepada teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah (HES) Konsentrasi Hukum Bisnis Islam angkatan 2016 yang penulis
banggakan dan sayangi, dan untuk teman- teman Posko 08 Desa Teluk Rendah
terimakasih telah menjadi bagian dari hidupku juga bagian dari sejarah
pendidikanku…
Untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan
Tak lupa kuucapkan terimakasih buat sahabat yang selalu kompak, kalian selalu
ada baik dikala senang maupun susah yang dialamiku, terimakasih telah menjadi
bagian dari perjalanan hidupku yang singkat ini, semoga kita bisa selalu bersama.. .
Untuk seluruh pihak yang telah membantu, memberikan doa, memberikan semangat,
semua untuk penulis dalam menyelesaikan perkuliahan maupun dalam penulisan
hukum skripsi ini semoga Allah SWT membalas segala kebaikan Kaliaan semua.
Aamiin.
vii
ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan ekonomi syariah, kemudian muncul sengketa. Dasar
hukum Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008,
kewenangan mengadili sengketa ekonomi syariah diselesaikan di Pengadilan Agama
Berdasarkan arsip putusan Pengadilan Agama Kota Jambi telah menyelesaika sengketa
ekonomi syariah Sedangkan Pengadilan Agama dilingkup Eks belum pernah menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Mediasi Di Pengadilan Agam Kelas IA
Jambi 2) Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonmi Syariah Melalui Mediasi Di Pengadilan
Agama Kelas IA Jambi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dengan pendekatan yuridis
sosiologis.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumen. ]enis
data yang digunakan adalah primer dan sekunder. Guna keabsahan data dalam penelitian ini
menggunakan tehnik triangulasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Perluasan kewenangan Pengadilan Agama dalam
menyelesaikan kasus sengketa ekonomi syariah di Kota Jambi telah dilaksanakan.
Berdasarkan Putusan putusan Pengadilan Agama Kota Jambi telah menyelesaikan 7 (Tujuh)
sengketa ekonomi syariah. Faktor yang mempengaruhi tingginya penyelesaian sengketa
ekonomi syariah adalah sumber daya manusia Pengadilan Agama Kota Jambi yang konsisten
dalam mengaplikasikan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006.Para Hakim telah
memperkaya diri dengan mengikuti pelatihan ekonomi syariah, melanjutkan belajar di
perguruan tinggi, dan membaca buku. Selain itu dukungan dari lembaga peradilan diwilayah
hukum kota jambi. Serta dari masyarakat dan lembaga perbankan syariah yang
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kota Jambi.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa keberadaan Pengadilan Agama Kota Jambi
sangat konsisten menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.Faktor yang mendukung tingginya
sengketa di Pengadilan Agama Kota Jambi adalah faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yaitu Sumber daya Manusia Pengadilan Agama Kota Jambi, kesiapan hakim dalam
menangani perkara ekonomi syariah.Serta faktor eksternal yaitu subjek hukum ekonomi
syariah yang mendukung pelaksanaan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Kata Kunci : Penyelesaian, Sengketa, Mediasi, Ekonomi Syariah
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan segala kerendahan hati, izinkan penulis memanjatkan rasa syukur yang
mendalam kepada Allah SWT yang senantiasa membukakan pikiran dan hati untuk
terus berjuang dalam menegakkan agama-Nya serta skripsi yang membahas tentang
“PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MELALUI MEDIASI
DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA JAMBI”, dapat penulis selesaikan.
Shalawat serta salam tidak pernah putus kita sampaikan kepada pimpinan sekaligus
guru peradaban dunia Nabi Muhammad SAW yang banyak memberikan keteladanan
dalam berfikir dan bertindak.
Kemudian dalam penyusunan skripsi ini, penulis akui, tidak sedikit hambatan
dan rintangan yang penulis temui baik dalam pengumpulan data maupun dalam
penyusunannya, dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, terutama bantuan
dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah
kata terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini,
terutama sekali Yang Terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
2. Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
3. Bapak Hermanto Harun, Lc, M.HI selaku Wakil Dekan I bidang Akademik
FakultasSyariahIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
ix
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,M.HI selaku Wakil Dekan II bidang
Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Syariah IAIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI selaku Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan dan
Kerjasama Fakultas Syariah UAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Ibu Dr. Maryani, M.HI selaku Ketua Jurusan dan Ibu Pidayan Sasnifa, SH.,M.Sy
selaku Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi
7. Bapak Rasito, SH., M. Hum selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Maryani,
M.HI selaku Dosen Pembimbing II skripsi ini yang telah membimbing,
memberikan pemikiran, arahan, koreksi serta saran hingga penulisan skripsi ini
selesai.
8. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen, dan seluruh karyawan dan karyawati
Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
9. Semua pihak yang ikut serta membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat
penulis tuliskan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan.Maka dari itu, kepada para pembaca dan para pakar di mohon saran dan
kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan guna meningkatkan kualitas
dari skripsi ini.
x
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan bangsa.
Wasssalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jambi,08 Oktober 2019
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN .................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .............................. ii
NOTA DINAS............................................................................................... iii
MOTTO ........................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN ........................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Batasan Masaah ................................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
E. Kerangka Teori .................................................................................. 7
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 31
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 34
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 34
C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 34
D. Teknik Pengumpulan data .................................................................. 35
E. Metode Analisis Data ......................................................................... 36
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 39
G. Jadwal Penelitian ............................................................................... 40
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Kota Jambi ................................ 43
B. Visi, Misi & Motto ............................................................................. 44
C. Struktur Organisasi ............................................................................ 45
D. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi ................. 45
xii
BAB IV PEMBAHASAN
A. Proses Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Mediasi di Pengadilan
Agama Kelas IA Jambi
B. Efektifitas Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Mediasi di Pengadilan
Agama Kelas IA Jambi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 66
B. Saran .................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRUCULUM VITAE
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ASN : Aparatur Sipil Negara
SAW : SallaAllahu „alaihi Wa sallam
STS : Sulthan Thaha Saifudin Jambi
SWT : Subhanahu Wa Ta‟ala
UUITE : Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik
UUPK : Undang-Undang Perlndungan Konsumen
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam hubungan ekonomi baik konvensional maupun syariah, tidak selamanya
berjalan seperti yang diharapkan, banyak terjadi perselisihan atau sengketa di kemudian
hari. Guna mengatasi perselisihan atau sengketa dapat dilakukan maka para pihak dapat
melakukan secara musyawarah mufakat. Apabila ternyata tidak berhasil juga, maka dapat
diselesaikan sesuai dengan yang perjanjian atau kesepakatan bersama.
Upaya penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat dilakukan melalui pengadilan
atau lazim disebut litigasi. Namun, penyelesaian sengketa bersifat litigasi melalui
pengadilan memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Beberapa kelemahan dari proses
litigasi antara lain:
1. Penyelesaian sengketa lambat;
2. Biaya perkara mahal;
3. Peradilan tidak tanggap (unresponsive);
4. Pulusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah;
5. Putusan pengadilan membingungkan;
6. Putusan pengadilan tidak memberi kepastian hukum;
7. Kemampuan para hakim bercorak generalis.1
1 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
dan Putusan Pengadilan, Cetakan keenam, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 233-235
2
Penyelesaian sengketa litigasi juga menimbulkan permasalahan baru, yakni
hubungan antara kedua belah pihak menjadi retak. Hal seperti itu tentu menjadi
kontraproduktif dengan tujuan penyelesaian sengketa itu sendiri. Keteratakan hubungan
antara para pihak dalam sengketa bisnis misalnya, tentu menjadi kontraproduktif jika
dilihat dari aspek bisnis yang hendaknya saling menguntungkan dan berkesinambungan.
Berpangkal tolak dari beberapa kelemahan yang ditemukan dalam pola
penyelesaian secara litigasi, orang mulai melirik metode non litigasi yang dianggap akan
lebih mendatangkan keuntungan kepada kedua belah pihak, baik secara material maupun
immaterial. Bentuk penyelesaian sengketa yang bersifat non litigasi2 saat ini mulai
dikembangkan sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang lebih dianjurkan bagi
mereka yang sedang terlibat sengketa. Salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa
tersebut adalah mediasi.
Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2
Tahun 2003 yang kemudian diubah/direvisi menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor
1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Latar belakang mengapa
Mahkamah Agung RI mewajibkan para pihak menempuh mediasi dalam proses perkara di
Pengadilan didasari atas beberapa alasan sebagai berikut.
Pertama, proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan
perkara. Jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh
2 Selain penyelesaian sengketa bersifat litigasi, secara umum bentuk-bentuk penyelesaian sengketa
bersifat non litigasi terdiri dari Arbitrase, Early Neutral Evaluation (Ene), Mediasi, Negosiasi, dan Pencarian
Fakta (Fact Finding). Buku Tanya Jawab Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, hlm. 17.
3
hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula. Jika
sengketa dapat diselesaikan melalui perdamaian dalam bentuk mediasi, para pihak tidak
akan menempuh upaya hukum kasasi karena perdamaian merupakan hasil dari kehendak
bersama para pihak, sehingga mereka tidak akan mengajukan upaya hukum. Sebaliknya,
jika perkara diputus oleh hakim, maka putusan merupakan hasil dari pandangan dan
penilaian hakim terhadap fakta dan kedudukan hukum para pihak. Pandangan dan
penilaian hakim belum tentu sejalan dengan pandangan para pihak, terutama pihak yang
kalah, sehingga pihak yang kalah selalu menempuh upaya hukum banding dan kasasi.
Pada akhirnya semua perkara bermuara ke Mahkamah Agung yang mengakibatkan
terjadinya penumpukan perkara.
Kedua, proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih
cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. Di Indonesia memang belum ada
penelitian yang membuktikan asumsi bahwa mediasi merupakan proses yang cepat dan
murah dibandingkan proses litigasi. Akan tetapi, jika didasarkan pada logika seperti yang
telah diuraikan pada alasan pertama bahwa jika perkara diputus, pihak yang kalah
seringkali mengajukan upaya hukum, banding maupun kasasi, sehingga membuat
penyelesaian atas perkara yang bersangkutan dapat memakan waktu bertahun-tahun, dari
sejak pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama hingga pemeriksaan tingkat kasasi
Mahkamah Agung. Sebaliknya, jika perkara dapat diselesaikan dengan perdamaian, maka
para pihak dengan sendirinya dapat menerima hasil akhir karena merupakan hasil kerja
4
mereka yang mencerminkan kehendak bersama para pihak. Selain logika seperti yang
telah diuraikan sebelumnya, literatur memang sering menyebutkan bahwa penggunaan
mediasi atau bentuk-bentuk penyelesaian yang termasuk ke dalam pengertian alternative
dispute resolution (ADR) merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan
murah dibandingkan proses litigasi.
Ketiga, pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak
untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa keadilan tidak hanya dapat diperoleh melalui
proses litigasi, tetapi juga melalui proses musyawarah mufakat oleh para pihak. Dengan
diberlakukannya mediasi ke dalam sistem peradilan formal, masyarakat pencari keadilan
pada umumnya dan para pihak yang bersengketa pada khususnya dapat terlebih dahulu
mengupayakan penyelesaian atas sengketa mereka melalui pendekatan musyawarah
mufakat yang dibantu oleh seorang penengah yang disebut mediator. Meskipun jika pada
kenyataannya mereka telah menempuh proses musyawarah mufakat sebelum salah satu
pihak membawa sengketa ke Pengadilan, Mahkamah Agung tetap menganggap perlu
untuk mewajibkan para pihak menempuh upaya perdamaian yang dibantu oleh mediator,
tidak saja karena ketentuan hukum acara yang berlaku, yaitu HIR dan Rbg, mewajibkan
hakim untuk terlebih dahulu mendamaikan para pihak sebelum proses memutus dimulai,
tetapi juga karena pandangan, bahwa penyelesaian yang lebih baik dan memuaskan
adalah proses penyelesaian yang memberikan peluang bagi para pihak untuk bersama-
sama mencari dan menemukan hasil akhir.
5
Keempat, institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat
memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian
sengketa. Jika pada masa-masa lalu fungsi lembaga pengadilan yang lebih menonjol
adalah fungsi memutus, dengan diberlakukannya PERMA tentang Mediasi diharapkan
fungsi mendamaikan atau memediasi dapat berjalan seiring dan seimbang dengan fungsi
memutus. PERMA tentang Mediasi diharapkan dapat mendorong perubahan cara pandang
para pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat, bahwa lembaga
pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan.3
Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih
dahulu diupayakan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.4 Demikian halnya
dengan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
Seharusnya semua perkara sengketa ekonomi syariah yang diajukan ke Pengadilan
Agama Kelas IA Jambi berhasil didamaikan melalui upaya mediasi, namun dalam
kenyataannya, sebagian besar perkara gagal mencapai kesepakatan bersama setelah
menempuh upaya mediasi. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan,
sebagian besar mediasi yang dilaksanakan di pengadilan tersebut, gagal. Berdasarkan
studi pendahuluan (pra riset) yang penulis lakukan dari 7 (tujuh) perkara sengketa
3http://pn-surakarta.go.id/webpnska/index.php/publikasi/mediasi/prosedur-mediasi, diakses tanggal 25
Juli 2018.
4 Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyebutkan bahwa semua perkara yang
diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persainagn Usaha, semua
sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan melalui
perdamaian dengan bantuan mediator.
6
ekonomi syariah yang masuk ke Pengadilan Agama Kelas IA Jambi, tidak ada satu pun
yang berhasil didamaikan melalui upaya mediasi di pengadilan.5
Rendahnya tingkat keberhasilan upaya mediasi dalam penyelesaian perkara
sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi tersebut mengandung
permasalahan yang sangat penting untuk diteliti lebih lanjut. Permasalahan tersebut
penting untuk diteliti dengan alasan sebagai berikut. Pertama, Pengadilan Agama Kelas
IA Jambi mengadili perkara bagi mereka yang beragama Islam dengan menerapkan
hukum Islam. Baik kalangan akademisi maupun praktisi hukum Islam telah mengakui
bahwa substansi mediasi tersebut adalah berasal dan milik hukum Islam. Namun
kenyataannya masih jauh dari harapan. Kedua, jumlah perkara yang masuk ke Pengadilan
Agama (termasuk sengketa ekonomi syariah) dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penyelesaian sengketa ekonomi
syariah melalui mediasi di Pengadilan Agama Kelas 1A Jambi.
B. Rumusan Masalah
Proses atau prosedur mediasi dapat mempengaruhi keberhasilan mediasi dalam
sengketa ekonomi syariah. Mediasi yang hanya formalitas tentu hasilnya bisa berbeda
dengan yang dilakukan secara efektif melalui berbagai strategi atau kiat yang diupayakan
oleh mediator melalui kepiawaiannya.
5Wawancara dengan Bapak Drs. Syahrial Anas, S.H. Wakil Ketua Pengadilan Agama Jambi, pada hari
Kamis tanggal 6 September 2018.
7
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi?
2. Bagaimana efektivitas penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas dan agar tidak terjadi perluasan permasalahan,
maka dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan penyelesaian sengketa ekonomi
syariah akad pembiayaan al-musyarakah di pengadilan agama kelas IA Jambi.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
2. Menganalisis efektivitas penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
8
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian yang diperoleh diantaranya:
A. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan terkait
penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di Pengadilan Agama;
B. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan rujukan yang penting
terkait penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di Pengadilan Agama;
C. Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan sarjana strata 1 (S1) pada
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
F. Kerangka Teori
1. Pengertian Mediasi
Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa Latin mediare yang
berarti “berada di tengah” karena seorang yang melakukan mediasi (mediator) harus
berada di tengah orang yang bertikai.6 Dari segi terminologi (istilah) terdapat banyak
pendapat yang memberikan penekanan yang berbeda tentang mediasi. Meski banyak
yang memperdebatkan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan mediasi,
namun setidaknya ada beberapa batasan atau definisi yang bisa dijadikan acuan. Salah
satu diantaranya adalah definisi yang diberikan oleh the National Alternative Dispute
Resolution Advisory Council yang mendefinisikan mediasi sebagai berikut:
6 Spencer, David. Michael Brogan dalam Muslih MZ, Mediasi: Pengantar Teori dan Praktek, http://wmc-
iainws.com/artikel/16-mediasi-pengantar-teori-dan-praktek
9
Mediation is a process in which the parties to a dispute, with the assistance of a
dispute resolution practitioner (the mediator), identify the disputed issues, develop
options, consider alternatives and endeavour to reach an agreement. The mediator
has no advisory or determinative role in regard to the content of the dispute or the
outcome of its resolution, but may advise on or determine the process of mediation
whereby resolution is attempted. (Mediasi merupakan sebuah proses dimana pihak-
pihak yang bertikai, dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian
(mediator) mengidentifikasi isu-isu yang dipersengketakan, mengembangkan opsi-
opsi, mempertimbangkan alternatif-alternatif dan upaya untuk mencapai sebuah
kesepakatan. Dalam hal ini sang mediator tidak memiliki peran menentukan dalam
kaitannya dengan isi/materi persengketaan atau hasil dari resolusi persengketaan
tersebut, tetapi ia (mediator) dapat memberi saran atau menentukan sebuah proses
mediasi untuk mengupayakan sebuah resolusi/penyelesaian).7
Jadi, secara singkat bisa digambarkan bahwa mediasi merupakan suatu proses
penyelesaian pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai penyelesaian yang
memuaskan melalui pihak ketiga yang netral (mediator).
Keberhasilan mediasi bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kualitas
mediator (training dan profesionalitas), usaha-usaha yang dilakukan oleh kedua pihak
yang sedang bertikai, serta kepercayaan dari kedua pihak terhadap proses mediasi,
kepercayaan terhadap mediator, kepercayaan terhadap masing-masing pihak. Seorang
7 Ibid.
10
mediator yang baik dalam melakukan tugasnya akan merasa sangat senang untuk
membantu orang lain mengatasi masalah mereka sendiri, ia akan berindak netral
seperti seorang ayah yang penuh kasih, meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan, mempunyai metode yang harmonis, mempunyai kemampuan dan sikap,
memiliki integritas dalam menjalankan proses mediasi serta dapat dipercaya dan
berorientasi pada pelayanan. Beberapa sikap dasar yang harus dimiliki oleh mediator
adalah: bersikap terbuka, mandiri, netral, percaya diri, menghormati orang lain,
seimbang, mempunyai komitmen, fleksibel, bisa memimpin proses mediasi dengan
baik, percaya pada orang lain dan bisa dipecaya oleh orang lain serta berorientasi pada
pelayanan. Dengan kata lain, ketika membantu menyelesaikan konflik, seorang
mediator/penengah harus:
1) Fokus pada persoalan, bukan terhadap kesalahan orang lain.
2) Mengerti dan menghormati terhadap setiap perbedaan pandangan.
3) Memiliki keinginan berbagi dan merasakan.
4) Bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.
2. Model-Model Mediasi8
Ada beberapa model mediasi yang perlu diperhatikan oleh pelajar dan praktisi
mediasi. Lawrence Boulle, professor of law dan associate director of the Dispute
Resolution Center, Bond University mengemukakan bahwa model-model ini
didasarkan pada model klasik tetapi berbeda dalam hal tujuan yang hendak dicapai
8 Ibid.
11
dan cara sang mediator melihat posisi dan peran mereka. Boulle menyebutkan ada
empat model mediasi, yaitu: settlement mediation, facilitative mediation,
transformative mediation, dan evaluative mediation.
Settlement mediation yang juga dikenal sebagai mediasi kompromi merupakan
mediasi yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong terwujudnya kompromi dari
tuntutan kedua belah pihak yang sedang bertikai. Dalam mediasi model ini tipe
mediator yang dikehendaki adalah yang berstatus tinggi sekalipun tidak terlalu ahli di
dalam proses dan teknik-teknik mediasi. Adapun peran yang bisa dimainkan oleh
mediator adalah menentukan “bottom lines” dari disputants dan secara persuasif
mendorong disputants untuk sama-sama menurunkan posisi mereka ke titik
kompromi.
Facilitative mediation yang juga disebut sebagai mediasi yang berbasis
kepentingan (interest-based) dan problem solving merupakan mediasi yang bertujuan
untuk menghindarkan disputants dari posisi mereka dan menegosasikan kebutuhan
dan kepentingan para disputants dari pada hak-hak legal mereka secara kaku. Dalam
model ini sang mediator harus ahli dalam proses dan harus menguasi teknik-teknik
mediasi, meskipun penguasaan terhadap materi tentang hal-hal yang dipersengketakan
tidak terlalu penting. Dalam hal ini sang mediator harus dapat memimpin proses
mediasi dan mengupayakan dialog yang konstruktif di antara disputants, serta
meningkatkan upaya-upaya negosiasi dan mengupayakan kesepakatan.
12
Transformative mediation yang juga dikenal sebagai mediasi terapi dan
rekonsiliasi, merupakan mediasi yang menekankan untuk mencari penyebab yang
mendasari munculnya permasalahan di antara disputants, dengan pertimbagan untuk
meningkatkan hubungan di antara mereka melalui pengakuan dan pemberdayaan
sebagai dasar dari resolusi (jalan keluar) dari pertikaian yang ada. Dalam model ini
sang mediator harus dapat menggunakan terapi dan teknik professional sebelum dan
selama proses mediasi serta mengangkat isu relasi/hubungan melalui pemberdayaan
dan pengakuan.
Sedangkan evaluative mediation yang juga dikenal sebagai mediasi normatif
merupakan model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasarkan
pada hak-hak legal dari para disputans dalam wilayah yang diantisipasi oleh
pengadilan. Dalam hal ini sang mediator haruslah seorang yang ahli dan menguasai
bidang-bidang yang dipersengketakan meskipun tidak ahli dalam teknik-teknik
mediasi. Peran yang bisa dijalankan oleh mediator dalam hal ini ialah memberikan
informasi dan saran serta persuasi kepada para disputans, dan memberikan prediksi
tentang hasil-hasil yang akan didapatkan.9
3. Prinsip-Prinsip Mediasi10
Dalam mediasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelajar dan
praktisi, yakni hal-hal yang dasar filosofis diadakannya mediasi. Ruth Charlton,
9 Ibid.
10 Ibid.
13
sebagaimana dikutip oleh David Spencer dan Michael Brogan11
menyebutnya sebagai
“the five basic philosophies of mediation”, yakni: confidentiality, voluntariness,
empowerment, neutrality, a unique solution.
Prinsip pertama dari mediasi, sebagaimana dikemukakan oleh Charlton, adalah
confidentiality (kerahasiaan), yaitu bahwasannya segala sesuatu yang terjadi di dalam
pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan disputants (pihak-pihak yang
bertikai) bersifat rahasia dan tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh
masing-masing pihak. Demikian juga sang mediator harus menjaga kerahasiaan dari
isi mediasi tersebut serta sebaiknya menghancurkan semua catatannya di akhir sesi
mediasi yang ia lakukan. Mediator juga tidak bisa dipanggil sebagai saksi dalam kasus
yang dilakukan penyelesaiannya di dalam mediasi yang ia prakarsai apabila kasus
tersebut dibawa ke forum yang lain, seperti pengadilan. Masing-masing pihak yang
bertikai (disputants) disarankan untuk saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu
dan kepentingan dari masing-masing pihak. Jaminan kerahasiaan ini harus diberikan
supaya masing-masing pihak dapat mengungkapkan masalah dan kebutuhannya
secara langsung dan terbuka.
Prinsip kedua, voluntariness (kesukarelaan). Yakni masing-masing pihak yang
bertikai (disputants) datang ke mediasi atas kemauan diri sendiri secara suka rela dan
tidak ada paksaan dari pihak luar. Prinsip kesukarelaan ini dibangun atas dasar bahwa
11
Ibid.
14
orang akan mau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari persengketaan
mereka bila mereka datang ke tempat perundingan atas pilihan mereka sendiri.
Prinsip ketiga, empowerment (pemberdayaan). Hal ini didasarkan pada asumsi
bahwa orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang
mereka inginkan. Kemampuan mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai, oleh
karena itu setiap solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakan dari luar
tetapi harus muncul dari pemberdayaan terhadap masing-masing pihak (disputants)
karena hal itu akan lebih memungkin bagi keduanya untuk menerimanya.
Prinsip keempat, neutrality (netralitas). Di dalam mediasi peran seorang
meditor hanyalah memfasilitasi prosesnya saja dan isinya tetap menjadi milik
disputans (pihak yang bertikai), sedangkan mediator hanya mengontrol proses. Di
dalam mediasi seorang mediator tidak bertindak layaknya seorang hakim atau juri
yang memutuskan salah benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapat dari
salah satunya, atau memaksakan pendapat dan jalan keluar/penyelesaian kepada kedua
belah pihak.
Prinsip kelima, a uniqe solution (solusi yang unik). Bahwasanya solusi yang
dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan standar legal, tetapi
dihasilkan dari proses kreatifitas dan oleh karenanya hasilnya mungkin akan lebih
15
banyak. Hal ini berkaitan erat dengan konsep pemberdayaan terhadap masing-masing
pihak.
4. Tahap-Tahap Mediasi12
Dalam melakukan mediasi ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan,
yaitu:
Tahap I: Setuju untuk menengahi (Agree to mediate)
Pada tahap ini persiapan yang harus dilakukan oleh seorang mediator adalah:
1) Meraih dan menemukan kesadaran diri melalui pikiran, perasaan, dan harapan.
2) Menentukan waktu yang tepat untuk membahas konflik dari pihak-pihak yang
bertikai.
3) Menciptakan suasana yang positif bagi kedua belah pihak yang sedang bertikai.
Tahap II: Menghimpun sudut pandang (Gather points of view)
Pada tahap ini persiapan yang bisa yang harus dilakukan oleh mediator adalah:
1) Melakukan penuturan cerita (story-telling), dan membiarkan pihak-pihak yang
sedang bertikai untuk menuturkan cerita mereka tanpa diinterupsi.
2) Menggunakan keterampilan berkomunikasi secara efektif.
Tahap III: Memusatkan perhatian pada kebutuhan (Focus on interest)
Pada tahap ini persiapan yang bisa dilakukan oleh mediator adalah: Menggali lebih dalam
mengenai kebutuhan (interest) dari masing-masing pihak yang sedang bertikai dengan
12
Ibid.
16
mengajak mereka berdialog untuk menggali pokok permasalahan dan kebutuhan mereka.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara:
1) Melihat apa yang ada di bawah batas posisi dan kebutuhan masing-masing pihak yang
bertikai, dan setelah itu meditor mengklarifikasi pokok permasalahan tersebut,
sehingga mediator dapat memahami situasinya dengan baik.
2) Merangkum dengan baik permasalahan maupun kebutuhan dari masing-masing pihak
yang sedang bertikai.
Tahap IV: Menciptakan pilihan terbaik (Create win-win options)
Pada tahap ini mediator membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mencarikan solusi
bagi permasalahan mereka dengan cara memberikan beberapa ide/gagasan (brainstorm
solutions). Untuk mencapai hal tersebut mediator harus:
1) Sebisa mungkin mendapatkan ide-ide untuk solusi menang/menang.
2) Bersikap kreatif dan jangan menyalahkan ide-ide yang disampaikan oleh masing-
masaing pihak yang bertikai selama proses penyampaian ide.
3) Melakukan evaluasi terhadap solusi yang ditawarkan oleh masing-masing pihak yang
bertikai untuk dipelajari lebih lanjut sehingga akan ditemukan solusi mana yang
paling tepat untuk penyelesaian suatu konflik. Jika tidak ada solusi yang didapat maka
mediator harus mengulangi lagi proses penyelesaian konflik dan mempelajari kembali
langkah-langkah dari awal.
17
4) Memilih solusi yang disetujui oleh para pihak yang sedang berkonflik. Jika tidak ada
solusi yang disepakati maka mediator harus meneruskan brainstorming, atau
mengulangi langkah-langkah penyelesaian dari awal (hal ini bisa mungkin terjadi
karena mediator belum sampai ke permasalahan yang sebenarnya).
Tahap V: Mengevaluasi pilihan (Evaluate options)
Jika opsi telah ditemukan, maka mediator harus memeriksa kembali opsi tersebut untuk
memastikan bahwa konflik tersebut benar-benar telah diselesaikan atau ditemukan
penyelesaiannya.
Tahap VI: Menciptakan kesepakatan (Create an agreement)
Pada tahap ini mediator harus mampu merumuskan solusi/resolusi dari suatu konflik
dalam rumusan yang jelas dengan cara:
1) Membuat solusi dalam rumusan yang sejelas mungkin (mengenai siapa, apa, kapan,
dan bagaimana).
2) Membicarakan kondisi “Bagaimana jika”. Mediator bisa meminta pihak-pihak yang
bertikai untuk mengatakan apa yang akan mereka lakukan jika mereka tidak dapat
memenuhi kesepakatan yang mereka buat tersebut.
3) Mengakui keberhasilan pihak-pihak yang bertikai dalam mencapai kesepakatan.
Mediator harus mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang bertikai atas
kesediaan mereka bekerja sama melakukan semuanya.
5. Teknik Mediasi
18
Dalam kaitannya dengan teknik mediasi ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dari seorang mediator agar proses mediasi dapat berjalan lancar dan
memperoleh hasil yang maksimal. Beberapa hal tersebut di antaranya adalah bahwa
seorang mediator perlu untuk bersikap “SOLER” dalam melakukan praktek mediasi.
Yang dimaksud dengan ungkapan “SOLER” di sini adalah:
S (squarely). Seorang mediator ketika sedang duduk dan berbicara dengan pihak
yang bertikai (disputans), janganlah sambil berdiri, tetapi sebaiknya tetaplah dalam
posisi duduk agar bisa berhadapan langsung dengan pihak yang berkonflik ketika
mereka sedang berbicara.
O (open stance). Agar selalu terlihat memperhatikan kepada pihak yang bertikai
(disputants) dan tidak menunjukkan sikap acuh, sebaiknya mediator jangan pernah
menyilangkan tangannya di dada, tetapi lebih baik tangan tetap di bawah.
L (lean forward). Ketika sedang bicara dengan pihak yang bertikai (disputants),
mediator sebaiknya sedikit membungkukkan badannya ke arah pembicara agar terlihat
bahwa mediator memberikan perhatian penuh.
E (eye contact). Dalam melakukan tugasnya mediator harus melakukan kontak
mata dengan pihak yang bertikai (disputants). Hal ini penting sebagai bagian dari
bahasa tubuh, sebagai tanda bahwa mediator memperhatikan pembicaraan mereka.
19
R (relax). Mediator harus senantiasa bersikap rileks dan santai serta tidak perlu
tegang sehingga akan memudahkan komunikasi dengan pihak-pihak yang bertikai.13
6. Para Pihak Dalam Mediasi
Telah dipaparkanmengenai pengertian dari mediasi di atas, dari pengertian-pengertian
yang dipaparkan tersebut maka dapat kita tarik suatu kesimpulan mengenai para pihak
yang terlibat dalam proses mediasi yaitu.14
a. Para Pihak Yang Bersengketa
Yang dimaksud dengan para pihak yang bersengketayaitu orang-orang atau
organisasi atau perusahaan bahkan dapat berupa suatu Negara yang mempunyai
masalah atau sengketa antara satu pihak yang tertentangan dengan pihak lain
b. Mediator
Dari uraian mengenai pengertian mediasi dapat juga disimpulkan mengenai
mediator dalam usaha penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Mediator adalah
pihak ketiga netral yang dipercayakan oleh para pihak yangyang bersengketa
untuk membantumenyelesaikan sengketanya.
7. Macam-macam Mediator
Jika kita ikuti ketentuan dalam pasal 6 ayat 4 Undang-undan No 30 Tahun 1999, dapat
kita katakana bahwa undang-undang membedakan mediator kedalam atau menjadi
dua, yaitu:15
13
Ibid. 14
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, Hlm. 90
20
a. Mediator yang ditujuk oleh para pihak secara bersama (pasal 6 ayat 3 Undang-
undang No.30 Tahun 1999).
b. Mediator yang ditunjukkan oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternative
penyelesaian sengketa yang ditunjukkan oleh para pihak (pasl 6 ayat 4 Undang-
ndang No. 30 Tahun 1999).
Sedangkan Moore membedakan mediator menjadi tiga golongan yaitu:16
a. Social Network Mediators
Social network mediator yaitu mediator berperan dalam sebuah sengketa atas
dasar adanya hubungan sosial antara meditor dan para pihak yang bersengketa,
misalnya bila terjadi sengketa antara teman kerja dan teman usaha, mediator yang
bala dari tokoh agama termasuk dalam golongan ini
b. Authoritative Mediators
Authoritative Mediators yaitu mereka-mereka yang berusaha membantu pihak-
pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan dan memiliki
posisi yang kuat sehingga mereka memiliki potensi atau kapasitas untuk
mempengaruhi hasil akhirdari sebuah proses mediasi
c. Independent
Independent yaitu mediator dapat menjaga jarak antar pihak maupun terhadap
persoalan yang tengah dihadapi, dan tipe yang seperti ini sering di ketemukan
15
Ibid 16
Suyud Margono, ADR (Alternatif Dispute Resolution and Arbitrase) Proses Palembagaan dan Aspek
Hukum. Ghalia Indonesia: Jakarta, 2000. Hlm 61-62
21
ditengah masyarakat. Budaya yang mengembangkan tradisi kemandirian akan
menghasilkan mediator-mediator yang professional, model mediasi yang seperti
ini mulai dipraktekkan dan berkembang di amerika utara. Dan satu hal ini dapat
kita lihat dari lahir dan berkembangnya para mediator seperti halnya profesi
pengacara, dokter, akuntan dan lain sebagainya.
8. Peran dan Fungsi Mediator
Dalam pembahasan mengenai peran dan fungsi dari mediator kita dapatmengutip
pendaat dari seorang pakar. Peran mediator dapat dibedakan sebagai sebuah garis
rentang dari sisi peran yang terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanakan
peran sebagai berikut:
9. Mediasi di Pengadilan
a. Dasar Hukum Mediasi
HIR pasal 130 dan Rbg pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian.
Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum
perkaranya diperiksa. HIR pasal 130 dan Rbg pasal 154 tidak memberikan aturan
secara rinci mengenai prosedur perdamaian tersebut, sehingga hakim pemeriksa
perkara hanya memberikan saran, ruang dan kesempatan kepada para pihak untuk
berdamai, misalnya dengan menunda persidangan selama satu minggu untuk
memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menempuh perdamaian. Dengan
22
tidak adanya petunjuk pelaksanaan yang jelas dari proses perdamaian maka
menimbulkan rendahnya tingkat keberhasilan yang dicapai.
Kekosongan hukum dalam prosedur perdamaian sebagaimana diatur HIR
pasal 130 dan Rbg pasal 154, diantisipasi dengan dikeluarkan SEMA No. 1 Tahun
2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapakan Lembaga
Damai (eks pasal 130 HIR/154 Rbg). Ternyata SEMA No. 1 Tahun 2002 tidak
mampu memberikan solusi yang memuaskan, karena secara substansial hanya
berisi himbauan atau petunjuk saja. Oleh karena itu, kemudian Mahkamah Agung
mengeluarkan PERMA No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan. Peraturan Mahkamah Agung ini pun dinilai tidak efektif, maka
kemudian di keluarkan PERMA No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.17
. Menurut peraturan Mahkamah Agung tersebut, setelah dilakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan prosedur mediasi di Pengadilan berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 ternyata
ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari peraturan Mahkamah
Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2
Tahun 2003 direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang
terkait dengan proses berperkara di Pengadilan. Oleh karena Peraturan Mahkamah
Agung No. 2 Tahun 2003 diubah menjadi Peraturan Mahkamah Agung No. 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
17
D.Y. Witanto, op. cit. hlm. 52 – 56.
23
b. Prosedur Mediasi
1) Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua,
kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya
dilaksanakan mediasi.
2) Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada
mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
3) Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara
supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi
kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
4) Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak
pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan
penetapan.
c. Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses
perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.18
Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1) Netral
2) Membantu para pihak
3) Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
18
Pasal 1 butir 6 Perma No. 1 Tahun 2008
24
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak
memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah
selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak.
d. Tugas-tugas Mediator
1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para
pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam
proses mediasi.
3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan
terpisah selama proses mediasi berlangsung.
4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik
bagi para pihak.19
e. Daftar Mediator
Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka
berhak untuk memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan
menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5 (lima) nama
dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para
mediator.
19
Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008
25
2) Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki
sertifikat dalam daftar mediator.
3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan
hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan
dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
4) Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan
kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator
pada pengadilan yang bersangkutan
5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan
menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
6) Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
7) Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar
mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas,
berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas
pedoman perilaku.
f. Honorarium Mediator
1) Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
2) Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan para pihak.
g. Beberapa Poin Mediasi/Perdamaian
26
1) Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di persidangan,
hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan kedua
belah pihak yang berperkara tidak terbatas pada hari sidang pertama saja,
melainkan dapat dilakukan dalam sidang sidang berikutnya meskipun taraf
pemeriksaan lebih lanjut (Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg).
2) Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuat akta perdamaian, yang harus
dibacakan terlebih dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim
menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi
perdamaian tersebut. 3. Akta/ putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang
sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak
dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan yang
bersangkutan.
3) Akta/ putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi
dan peninjauan kembali.
4) Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal tersebut harus dicatat dalam berita
acara persidangan, selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan
membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika
perlu dengan menggunakan penterjemah (Pasal 131 HIR/Pasal 155 RBg).
27
5) Khusus untuk gugatan perceraian, Hakim wajib mendamaikan kedua belah
pihak yang bersengketa, yang sedapat mungkin dihadiri sendiri oleh suami-istri
tersebut.
6) Apabila usaha perdamaian berhasil, maka gugatan penceraian tersebut harus
dicabut, apabila usaha perdamaian gagal maka gugatan perceraian diperiksa
dalam sidang yang tertutup untuk umum.
7) Dalam mengupayakan perdamaian digunakan PERMA Nomor 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan agar semua perkara
yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk diselesaikan melalui
perdamaian dengan bantuan mediator (Pasal 2 ayat (3) PERMA).
10. Mediasi dalam Perspektif Hukum Islam
Mediasi dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah islah. Dalam termonologi
Islam secara umum, ishlah dapat diartikan suatuaktifitas yang ingin membawa
perubahan dari keadaan buruk menjadi keadaan baik. Sementara menurut ulama fikih,
kata ishlah diartikan sebagai perdamaian, yakni suatu perjanijian yang ditetapkan
untuk menghilangkan persengketaan diantara manusia yang bertikai, baik individu
maupun kelompok.20
Pada dasarnya, peraktih ishlah sudah dilakukan pada masa Rasulullah SAW
dengan berbagai bentuk, baik untuk mendamaikan suami istri yang sedang bertengkar,
20
Abu Muhammad Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni, al-Bidayah fi Syarh al-hidayah, (Beirut: Dar al-
Fikr, t.t), Jilid 9, hlm. 3
28
maupun penyelesaian perselisihan antara umat Islam dengan kaum kafir dan antara
satu pihak dengan pihak yang lain. Ishlah menjadi metode untuk mendamaikan
dengan kerelaan masing-masing pihak yang sedang berselisih tanpa melalui proses
peradilan di hadapan hakim. Tujuannya agar para pihak ang berselisih dapat
menemukan jalan keluar atas konflik yang terjadi dengan dasar kerelaan semua pihak.
Ishlah merupakan ajaran Islam yang bermakna lebih menonjolkan metode
penyelesaian perselisihan atau konflik secara damai dengan mengenyampingkan
perbedaan-perbedaab yang menjadi akar perselisihan. Intinya bahwa pihak yang
berselisih diperintahkan untuk mengikhlaskan kesalahan masing-masing dan saling
memaafkan. Dalam perkembangannya, penggunaan istilah ini dipakai secara luas di
kalangan masyarakat Islam, baik untuk menyelesaikan snegketa atau perselesihan,
berupa perceraian, kasus-kasus bisnis, ekonomi dan lain-lain.21
dalam Al-Qur‟an, kata ishlah tercantum dalam beberapa ayat, yaitu:
1. Ishlah antar sesama muslim yang bertikai dan antara pemberontak (muslim) dan
pemerintah (muslim) yang adil.
(QS. Al-Hujarat ayat 9-10)
Referensi: https://tafsirweb.com/9779-surat-al-hujurat-ayat-9.html
2. Ishlah antara suami-istri yang di ambang perceraian dengan mengutus al-hakam
(juru runding) dari kedua belah pihak. (QS. Al-Nisa ayat 35)
21
Loc.cit.
29
3. Ishlah memiliki nilai yang sangat luhur dalam pandangan Allah, yaitu pelakunya
memperoleh pahala yang besar (QS. Al-Nisa ayat 114)
4. Ishlah itu baik, terutama ishlah dalam sengketa rumah tangga (QS. Al-Nisa ayat
128)
Merujuk pada surah al-Nisa ayat 128 dan al-Hujarat ayat 9, Islam mengajarkan agar
pihak-pihak yang bersengketa melakukan perdamaian. Perdamaian dilakukan dengan
car musyawarah dan negosiasi oleh pihak-pihak yang bersengketa (langsung atau
tidak langsung) untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka.22
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil penelusuran bahan-bahan kepustakaan, penulis menemukan
beberapa karya ilmiah yang membahas tentang mediasi. Beberapa diantaranya dapat
penulis kemukakan sebagai berikut.
Annisa Syarifah, meneliti tentang mediasi dengan judul Efektivitas Mediasi Dalam
Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Bangko.23
Persamaannya dengan penelitian ini
adalah sama-sama meneliti mediasi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi
penelitian dan obyek sengketa perkara yang diteliti, Annisa Syarifah meneliti mediasi
dalam perkara perceraian, sementara penelitian ini meneliti mediasi dalam penyelesaian
sengketa ekonomi syariah. Disamping itu, ada beberapa karya ilmiah berupa buku yang
sebagian merupakan hasil penelitian yang dibukukan, di antaranya adalah sebagai berikut.
22
Mustika Dian, “Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama
Jambi” Jurnal Al Risalah Vol.15, No 2, Desember 2015 23
Annisa Syarifah, Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Bangko,
Skripsi Fakultas Syariah UIN STS Jambi, 2017 tidak diterbitkan.
30
D. Y. Witanto berjudul Hukum Acara Mediasi: Dalam Perkara Perdata di
Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Tulisan tersebut ditulis berdasarkan hasil
penelitian dan pengalaman serta kebutuhan sebagai seorang hakim yang sering kali
ditunjuk sebagai mediator.24
Karya D. Y. Witanto ini membahas tentang mediasi sebagai
alternatif penyelesaian sengketa; ruang lingkup peraturan Mahkamah Agung tentang
mediasi; peran dan fungsi mediator; proses mediasi; dan eksekusi akta perdamaian.
Dibandingkan dengan karya Jimmy Joses Sembiring di atas, karya D.Y. Witanto
lebih spesifik, yakni lebih fokus pada mediasi khususnya di pengadilan dalam perkara
perdata di lingkungan peradilan umum dan peradilan agama. Hal yang membedakan
dengan penelitian ini, karya Witanto mengkaji mediasi di pengadilan secara umum,
penelitian ini mengkaji mediasi di peradilan agama dengan fokus pada penyelesaian
sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
Edi As‟Adi melakukan kajian tentang Hukum Acara Perdata dalam Perspektif
Mediasi di Indonesia. Hasil kajian Edi As‟Adi menyimpulkan bahwa pada dasarnya setiap
permasalahan perdata, atau konflik perdata atau sengketa perdata dapat diselesaikan
melalui dua cara yaitu mediasi dan pemeriksaan perkara di persidangan pengadilan oleh
majelis hakim. Jika konflik perdata dapat diselesaikan secara mediasi atau perdamaian
akan dapat diperoleh beberapa keuntungan diantaranya yaitu masih terjalinnya hubungan
24
D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi: Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan
Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Alfabeta,
Bandung, 2011. Hlm. Viii.
31
baik antara kedua pihak, dan kedua belah pihak memiliki hak keadilan yang seimbang,
tidak ada yang kalah atau menang. Mediasi sebagai lembaga penyelesaian konflik perdata
sangat sesuai dengan konsep-konsep negara hukum, konsep negara kesejahteraan, dan
konsep negara hukum Pancasila di Indonesia.25
Karya Edi As‟Adi mengkaji mediasi
dalam sengketa perdata khsususnya dalam bidang lingkungan hidup di lingkungan
peradilan umum, sedangkan penelitian ini mengkaji penyelesaian sengketa ekonomi
syariah melalui mediasi di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi
I Made Sukadana mengkaji tentang Mediasi Peradilan: Mediasi dalam Sistem
Peradilan Perdata Indonesia dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan yang
Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan. Penelitian ini membahas permasalahan apakah yang
menjadi esensi mediasi dalam penyyelesaian sengketa perdata melalui lembaga peradilan?
Bagaimanakah integrasi mediasi dalam penyeleasian sengketa perdata yang diajukan ke
lembaga peradilan? Jenis penelitian tersebut adalah penelitian hukum normatif, dengan
pendekatan perundang-undangan, konseptual, sejarah hukum, perbandingan hukum,
dengan menggunakan penalaran deduktif. Hasil penelitian menyimpulkan, pertama,
esensi mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata yang terintegrasikan ke acara
peradilan adalah “keadilan”, memenuhi keinginan kedua belah pihak, tidak ada yang
merasa dikalahkan apalagi direndahkan. Esensi mediasi sesuai dengan asas musyawarah
untuk mufakat yang merupakan cita hukum Indonesia untuk menuju harmonisasi sosial.
25
Edi As‟Adi, Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi di Indonesia, Ghaha Ilmu, Yogyakarta,
2012. Hlm. 187.
32
Kedua, mediasi memiliki keunggulan spesifik yaitu mampu menghasilkan putusan tanpa
menyisakan masalah, bersifat final dan mengikat, bertitel eksekutorial, mewujudkan
proses peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, sehingga akan mengurangi
derasnya laju perkara ke pengadilan khususnya ke Mahkamah Agung.26
Perbedaan
dengan penelitian ini antara lain pada permasalahan penelitian yang dikaji mediasi di
pengadilan secara umum, sedangkan penelitian ini fokus pada penyelesaian sengketa
ekonomi syariah melalui mediasi di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
Dian Mustika yang berjudul Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara
Perceraian di Pengadilan Agama Jambi. Penelitian ini membahas tentang bagaimana
pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jambi? Bagaimana mediasi menyelesaikan
perkara perceraian di Pengadilan Agama Jambi?. Hasil penelitian menyimpulkan,
pertama, Implementasi mediasi dinilai belum efiktif dalam menyelesaikan perkara
perceraian di Pengadilan Agama Jambi. Kedua, rendahnya tingkat keberhasilan mediasi di
Pengadilan Agama Jambi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : factor perkara,
ketidakhadiran para pihak dalam persidangan, sehingga sebagaian besar perkara diperiksa
dan diputus secara verstek, kurangnya kemampuan mediator dalam memediasi perkara.
Perbedaan dengan penelitian ini antara lain pada permasalahan penelitian yang dikaji
mediasi di pengadilan agama jambi secara umum, sedangkan penelitian ini fokus pada
26
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan: Mediasi dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia dalam
Rangka Mewujudkan Proses Peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan, Prestasi Pustaka, Jakarta,
2012, hlm. 224.
33
penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di Pengadilan Agama Kelas IA
Jambi.
34
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi, beralamat di Jl.
Jakarta, Kota Baru, Jambi. Yurisdiksi atau daerah kerja pengadilan ini meliputi seluruh
wilayah Kota Jambi.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui mediasi di Pengadilan
Agama Kelas IA Jambi ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Data yang
terkumpul dianalisis berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Mediasi di
pengadilan juga merupakan implementasi atau perwujudan hukum dalam masyarakat
secara empiris, oleh karena itu penelitian ini juga merupakan penelitian sosiologis.
Dengan demikian maka penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis.
C. Jenis dan Sumber Data
a) Jenis data
Secara umum jenis data dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu data primer
dan data sekunder.
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dengan cara melakukan studi
lapangan, dengan cara melakukan observasi dan wawancara. Wawancara secara
35
terstruktur dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah disiapkan
yang berkaitan dengan masalah penelitian. Permasalahan yang diteliti berupa
data, fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dilapangan mengenai
permasalahan yang diteliti.
2. Data Sekunder
Data Sekunder ialah data yang diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan
yakni melakukan serangkaian kegiatan membaca, mengutip, dan mencatat buku-buku,
menelaah perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.27
b) Sumber Data
1. Sumber Data Primer: adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau
diwawancara, pencatatan sumber data utama melalui pengamatan atau observasi dan
wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan
bertanya yang dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh
informasi yang diperlukan. Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui
wawancara dengan hakim, mediator dan para pihak yang berperkara di Pengadilan
Agama kelas 1A Jambi. Disamping itu, juga melalui observasi yakni proses jalannya
mediasi dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Kelas
1A Jambi. Mengingat penyelesaian sengketa ekonomi syariah tidak setiap hari ada,
27
Ishaq, Metode penelitian Hukum Dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (STAIN Kerinci Press, Kerinci, 2015), hal. 155-156
36
jika ketiaka penelitian ini dilakukan ternyata tidak ada perkara sengketa ekonomi
syariah maka observasi sifat tentatif atau bisa berubah/bisa tidak digunakan.
2. Sumber Data Skunder: sebagai pelengkap atau pendukung data primer. Data ini
bersumber dari literature yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen
perkara/putusan pengadilan, dokumen mediasi, laporan bulanan di Pengadilan Agama
Jambi.
D. Instrumen Pengumpulan Data
1. Observasi
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan observasi, yakni
dengan mengamati proses jalannya mediasi di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi dalam
penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Mengingat proses yang diamati demikian
kompleks, observasi dilakukan dengan panduan observasi (check list) sehingga
memudahkan peneliti baik dalam melakukan observasi maupun menganalisis data.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan terwawancara.28
Instrument ini digunakan untuk
mendapatkan data mentah dari informasi,sehingga dapat ditemukan data baru yang tidak
terdapatkan dalam dokumen. Data mentah ini adalah data dalam penelitian ini yang
diperoleh oleh peneliti secara langsung dari informasi yang bermanfaat untuk menjawab
28
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 186
37
persoalan peneliti.29
Wawancara dilakukan dengan pihak yang mengajukan perkara,
mediator, dan hakim yang menangani perkara.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cacatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada
masa yang lampau baik berupa gambaran maupun yang bersifat cacatan. Dalam sebuah
penelitian, semua dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan
perlu dicatat sebagai sumber informasi.30
Penelusuran data melalui studi dokumentasi
dimulai dari dokumen berupa dokumen mediasi, surat gugatan dan putusan pengadilan.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian menjelaskan tentang alat-alat analisi, perspektif dan
model analisis. Kerangka teoritis yang dibangun harus dijadikan sebagai dasar untuk
model analisis.31
Bogdan dan Biklen menyatakan bahwa anlisi data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.32
Berdasarkan hal tersebut maka data-data yang
diperoleh dalam penelitian ini akan di analisis dengan mengunakan beberapa teknis
29
Fakultas Syarian UIN STS Jambi, Pedoman..,hlm. 34. 30
W. Gulo, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT. Gasindo, 2007), hlm. 123 31
Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Pedoman…, hlm. 51-52 32
Lexy J, Moleong, Metodeologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 248
38
analisis yang dapat membantu dalam menguraikan data-data yang didapat dalam
penelitian, adapun analisis yang digunakan, yaitu :
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya apabila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan, seperti
computer, notebook, dan lain sebagainya,
Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan
dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu,
apabila peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang
dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki ola, justru itulah yang harus dijadikan
perhatian peneliti dalam melakukan reduksi dat
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang memerlukan
kecerdasan, keleluasaan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang
masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan dengan teman atau
orang lain yang dipandang cukup menguasai permasalahan yang diteliti. Melalui
39
diskusi itu, wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data
yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.33
2. Display Data (Penyajian Data)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, dan sejenisnya. Menurut Miles dan Huberman, yang paling seringdigunakan
untuk menyajikan data dala penelitian kulitati adalah dengan teks yang bersifat
naratif.
Dengan adanya penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa
yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami tersebut.
3. Penariakan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang atau bahkan gelap, sehingga setelah
diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
maupun hipotesis atau teori.34
33
http://www.ssbelajar.net/2012/11/pengolahan-data-kualitatif.html 34
Ibid
40
F. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan berisi mengenai garis besar skripsi ini, yang dimaksudkan
untuk mempermudah pemahaman tentang garis besar isi penelitian ini secara keseluruhan.
Skripsi ini terbagi dalam beberapa bab, yaitu :
BAB I : Bab ini membahas mengenai pendahuluan yang mencakup latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, batasan masalah, serta tujuan pustaka.
BAB II : Bab ini membahas mengenai Metode Penelitoan yang didalam bab ini mencakup,
jenis dan sumber data, instrument pengumpulan data, teknik analisis data serta sistematika
penulisan.
BAB III : Bab ini membahas mengenai gambaran umum tempat penelitian yang
menjelaskn mengenai tempat dimana penulis akan melakukan penelitian.
BAB IV : Bab ini membahas mengenai pembahasan dan hasil dari penelitian yang
mencakup kontribusi Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi
BAB V : Bab ini adalaha bab penutup yang didalamnya berisi kesimpulan dari hasil
penelitian, saran dan ucapan terima kasih kepada pihak yang telat turut andil dalam
penyelesaian skripsi ini.
41
BAB III
GAMBARAN UMUM
PENGADILAN AGAMA KOTA JAMBI
A. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Kota Jambi
Jauh sebelumnya Negara Republik Indonesia merdeka, Bahkan pulau Sumatera dan
kususnya wilayah Jambi masih dikuasai oleh penjajahan Bangsa Belanda yang
kemudian dilanjutkan dengan kekuasaan penjajah bangsa Jepang. Wilayah Jambi yang
kala itu, masih berbentuk kesultanan Jambi dan dipimpin oleh seorang Sulthan yang
bernama Sultan Thaha Syaifuddin, ternyata sudah ada Lembaga Peradilan Agama,
meskipun peran dan tugasnya masih terbatas pada bidang Agama Islam saja, yaitu
terkait dengan perkara Nikah, Talak, Rujuk dan lain-lain, terutama yang berhubungan
masalah agama. Semua untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dilakukan
oleh seorang Qadi.
Seorang Qadi diangkat oleh Sulthan Thaha Saifuddin sebagai seorang Sultan yang
saat itu sedang berkuasa untuk wilayah Jambi. Setiap keputusan-keputusan Qadi tidak
dapat diganggu gugat, karena merupakan keputusan akhir. Sedangkan keputusan-
keputusan seorang Hakim Agama di WILAYAH-WILAYAH Marga (setingkat
Kelurahan/Desa) dapat dimintakan banding pada rapat para Qadi.
Menurut catatan sejarah, Qadi pertama yang diangkat oleh Sultahn Jambi Tahun
1874 M/1292 H; H.M. Thaib, Qadi kedua, H. Abdul Ghani tahun 1878-1888 M/1306
42
H, Qadi ketiga, H.A. Daim tahun 1888-189 M, dan yang terakhir diangkat oleh Sultha
pada tahun 1893-1905 M/1323 H, adalah Qadi H. Nasaruddin. Namun pada tahun
1905 M/1323 H, H. Nasaruddin diberhentikan sebagai Qadi Daerah Jambi oleh
pemerintah Belanda. Kemudian masih dalam waktu yang bersamaaan, istilah jabatan
Qadi diganti menjadi Hafanghulu
Jabatan terhormat sebagai Hafanghulu itu oleh pemerintah Belanda dipercayakan
kepada H. Abd Shomad, yang sebelumnya pernah menjadi Qadi dan karena beliau
juga baru pulang dari tanah suci Mekkah. Akan tetapi, belum lagi menjabat sebagai
Hafanghulu, beliau meninggal dunia.
Sepeninggalannya H. Abd Shomad, terjadi perubahan kekuasaan pemerintahan
dari Kolonial Belanda beralih kekuasaan ditangan penjajahan Jepang. Meskipun
demikian, untuk orang-orang pribumi, untuk menduduki jabatan Hafanghulu masih
diberi kesempatan, antara lain Hafanghulu yang diangkat pada tahun 1943-1945
adalah K.H. Abd Majid bin Abd Hasan. Kemudian K.H. Abd Majid bin Abd Hasan
digantikan oleh H. Moh Ja‟far pada tahun 1945 dan bertugas sampai tahun 1957.
Pada tahun 1957 barulah nama Lembaga Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iyah
dikenal oleh masyarakat Jambi, dengan Perangkat Hukum PP Nomor 45 tahun 1957,
tentang pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‟iyah di luar Jawa dan
Madura. Setelah itu keluar lagi Peraturan Menteri Agama RI Nomor 58 Tahun 1957
tanggal 13 November 1957, tentang pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah
43
Syar‟iyah di Sumatera, dan di dalamnya termasuk terbentuknya Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar‟iyah Jambi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 berdirinya Pengadilan
Agama Kelas IA Jambi pada tahun 1958. Ketua yang pertama kali adalah KH. A
Majid Goffar berdasarkan keputusan menteri agama nomor : /I/32/1622 tanggal 31
Agustus 1958, wakil ketua belum ada namun seiring dengan itu diangkat 4 orang
pegawai dengan surat keputusan menteri agama nomor : C/VI/5/1634 yaitu Ahmad
Abdullah sebagai panitera, Hasan Bafadhal sebagai panitera, Yahya Nawawi, dan
Muhammad Said sebagai tata usaha. Gedung yang ditempati ada waktu itu adalah
bekas kantor kodim di belakang kantor walikota lama jambi di depan rumah sakit
polisi jalan Raden Mattaher Kota Jambi, kemudian pernah menempati gedung di
samping kantor dapertemen Agama dan menempati gedung Pengadilan Agama Jambi
yang dibangun dengan biaya PELITA tahun anggaran 1977/1978 di jalan Ade Irma
Suryani di belakang Kantor Wilayah Depertemen Agama Jambidi Komplek
Telanaipura. Terakhir sejak tahun 1998 pindah di gedung Pengadilan Agama Jambi di
Kota Baru Jambi. Selanjtnya Pengadilan Agama Jambi mendapat dana melalui DIPA
Pengadilan Agama Jambi untuk membangun kantor dengan luas tanah 3500 M2 lantai
dua.
Pengadilan Agama yang baru mandiri baru terbentuk pada tahun 1970 yaitu
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan
44
Keukasaan Kehakiman yang antara lain isinya menetapkan bahwa Pengadilan Agama
adalah satu lingkungan Badan Peradilan Negara di samping tiga Baadan Peradilan
lainnya (Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara). Dengan
mengacu pada landasan hukum :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman
3. Undang-Undang Nomor 3 perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia
4. Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
5. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentng Peradilan Agama
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomir 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasu public
8. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RJB)
9. PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor I Tahun
1974 Tentang Perkawinan
10. PP Nomor 53 Tahun 2008 Tentang PNBP di ingkungan Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan
45
11. Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor I Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam
12. Keputusan MA.RI No.KMA/001/SK/1991 Tentang Pola Pelaksanaan dan
Pengendalian Admistrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama
13. Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. KMA/004/SK/II/1992
Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan pengadilan Agama
14. Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 144 Tahun 2007
Keterbukaan Informasi Publik
15. Surat edaran Kementrian Negara Pendayagunaan Aaratur tanggal 31 November.
Dengan demikian peradilan Agama telah berdiri sejajar dengan badan peradilan lainnya,
begitu pula perubahan lainnya yaitu dihapuskannya sistem “fiet eksekusi” oleh peradilan
umum atas putusan peradilan agama
B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jambi
Pengadilan Agama dalam pelaksanaan tugas sebagai pelayanan public di bidang
hukum dan keadilan, harus mendukung terwujudnya cita-cita visi dan misi lembaga
peradilan yang sesuai engan KMA/080/SK/VII/2006 tanggal 24 Agustus 2006 dalam
pengertian umum.
Visi Pengadilan Agama Kota Jamb adalah “Terwujudnya badan Peradilan
Indonesia Yang Agung.
46
Begitu pula misi Pengadilan Agama Kota Jambi adalah :
1. Melaksanakan Manajemen Pengadilan secara Transparan dan akuntabel
2. Terwujudnya Pelayanan Hukum yang berkeadilan kepada Pencari keadilan
3. Terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Pengadilan yang professional.
Untuk terlaksananya visi dan misi tersebut tentunya dikehendaki sumber daya manusia
yang handal, sarana dan prasarana yang memadai serta meningkatkan pelayanan
terhadap masyarakat pencari keadilan dan membudayakan sikap dan prilaku yang sopan,
ramah dan bijaksana untuk meminimalisir perasaan tidak puas masyarakat.35
C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kota Jambi
Terorganisasinya suatu pemerintahan merupakan salah satu factor berjalannya
roda pemerintahan dengan baik, serta berhasilnya suatu kepemimpinan sebagaimana
yang diharapkan. Selain merupakan peraturan pemerintahan bahwa suatu organisasi
harus ada susunan pemerintahan atau pengurus yang jelas dan sistematis, hal ini juga
merupakan ujung tombak dari keberhasilan.36
Untuk melaksanakan peradilan sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah
sudah tentu harus ada bidang-bidang pembagian tugas masing-masing.
35
Wawancara dengan Bapak Drs. H. Efrizal, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Agama Jambi, pada hari Selasa tanggal 14 Mei 2019
36 Skripsi Siti Saleha, Mahasiswi Jurusan Hukum Pidana Islam IAIN STS JAMBI Tahun 2014,
Implementasi Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Terhadap Korban Perkosaan Negeri Jambi, hlm. 8
47
48
Bentuk organisasi pengadilan agama terdiri dari pimpinan, hakim, anggota, panitera,
sekretaris, dan jurusita :
1 Pimpinan di pengadilan agama terdiri dari
a. Ketua bertugas memimpin Pengadilan Agama Kelas IA Jambi. Mengambil
kebijakan untuk tercapainya visi dan misi Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.
Di samping itu juga memimpin persidangan sebagai ketua majelis.
b. Wakil ketua bertugas membantu ketua dalam memimpin Pengadilan Agama
Kelas IA Jambi. Menggantikan ketua secara penuh apabila ketua berhalangan
atau tidak berada ditempat. Wakil ketua juga bertugas sebagai koordinator
pengawasan, untuk mengkoordinasi Hakim-Hakim pengawas bidang dalam
melakukan pengawasan. Di samping itu juga memimpin siding sebagai ketua
majelis
2 Kepaniteraan pengadilan agama terdiri dari
Panitera/sekretaris bertugas memimpin kepaniteraan dan kesekretariatan agar
terlaksana fungsi administrasi dengan baik, baik di bidang kepaniteraan maupun
bidang kesekretariatan. Panitera atau sekretaris juga berfungsi sebaga kuasa
pengguna anggaran yang bertugas memimpin sebagai pelaksanaan anggaran yang
tercantum dalam DIPA Pengadilan Agama Kelas IA Jambi. Di samping itu bertugas
sebai pemimpin administrasi pengadilan baik perkara maupun kesekretariatan, juga
49
bertugas mendampingi ketua majelis untuk melaksanakan siding sebagai panitera
sidang.
D. Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Kota Jambi
Kekuasaan atau kompetensi absolut artinya kekuasaan Pengadilan yang berhubungan
dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkatan Pengadilan, dlam perbedaanya
dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau tingkatan Pengadilan lainnya, misalnya :
Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beragama Islam,
sedangkan bagi yang selain beragama Islam menjadi kekuasaan Peradilan Umum.
Pengadilan Agamalah yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara tingkat
pertama, tidak boleh langsung berperkara di Pengadilan Tinggi Agama atau di Mahkamah
Agung. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama memiliki kekuasaan memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat
tertentu, yaitu orang-orang beragama Islam.37
Adapun kekuasaan absolut Peradilan Agama sebagaimana disebutkan di dalam pasal
49 dan 50 UU Nomor 7 tahun 1989, yang berbunyi :
Pasal 49 :
a) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Kewarisan, wasiat dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
37
Jaih Mubarak, Peradilan Agam di Indonesia, (Bandung; Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 13
50
c. Wakaf dan shadaqah
b) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, ialah hal-hal
yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang
berlaku.
a. Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b, ialah
penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli warsi, penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan
pembagian harta peninggalan tersebut.38
Akan tetapi, setelah di Undangkan UU No. 3 Tahun 2006, pasal 49 UU No. 7
Tahun 1989 tersebut mengalami perubahan. Di mana kompetensi absolut Peradilan
Agama mendapatkan penambahan. Selengkapnya pasal 49 UU No. 3 Th. 2006 ini
berbunyi sebaga berikut : “Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam, dibidang : Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shadaqah dan ekonomi syari‟ah39
Dengan demikian, penambahan kompetensi absolut
Peradilan Agama terdapat pada perkara nfaq, zakat dan ekonomi syari‟ah. Dengan
bertambahnya kewengan ini menunjukkan bahwa Peradilan Agama sebagai pelaku
kekuasaan Kehakiman telah diakui oleh Negara dan masyarakat.40
38
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, hlm. 29 39
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. 40
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jambi Tahun 2013, hlm. 1.
51
E. Tugas Pokok Dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi
1. Tugas pokok Pengadilan Agama
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh
pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama yang berpuncak pada mahkamah
agung. Pengadilan agama Jambi sebagai badan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman adalah merupakan pengadilan tingkat pertama dari lingkungan peradilan
agama yang berpuncak ke mahkamah agung. Peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum badan peradilan agama adalah undang-undang Nomr 7 Tahun
1989 yang telah mengalami perubahan sebanyak dua kali melalui undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009
Berdasarkan pasal 49 undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 peradilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama adalah orang yang beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Sedekah
52
h. Ekonomi Syariah
Pengadilan tingkat pertama di mana lagi para pihak yang tidak puas terhadap
putusan hakim yang dijatuhkan oleh majelis hakim pengadilan agama dengan
persyaratan tertentu atau mengajukan upaya hukum ke pengadilan tinggi agama dan
mahkamah agung RI
2. Fungsi :
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi sebagai Pengdilan Agama tingkat pertama
mempunyai fungsi utama lembaga yaitu :
a. F ungsi Peradilan
1) Sebagai Pengadilan Agama lingkat pertama bagi orang-orang yang beragama
Islam.
2) Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu
sebagai mana dimaksud dalam undangundang.
3) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
4) Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membedakan orang.
5) Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeraskerasnya
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat dan ringan.
53
b. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan secara internal dilakukan oleh ketua pengadilan
sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
yang menerangkan Ketua Pengadian mengadakan pengawasan atas pelaksanaan
tugas hakim, panitera, sekretaris, dan jurusita di wilayahnya hukumnya.
c. Fungsi Mendamaikan
1) Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor l Tahun 2008
menerangkan bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian
sengketa yang cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih
besar kepada para pihak menemukan penyelesaikan yang memuaskan dan
memenuhi rasa keadilan, dan pengintegrasian mediasi dalam proses beracara
di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah
penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat fungsi lembaga
pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang
bersifat memutus.
2) Selama perkara belum diputus, maka usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan.
3) Selama perkara belum diputus, maka usaha memdamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan.
54
d. Fungsi Administratif
Pengadilan agama Klas 1A Jambi telah mengelola uang pihak ketiga yang
menyangkut tentang proses penyelesaian perkara, dan pengelolahan uang
Penyetoran Negara Bukan Pajak yang di dasarkan kepada Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2008, di samping itu pengadilan juga mengelola biaya proses
sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Biaya
Proses Penyelesaian Perkara dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya. Kelas
Pengadilan Agama dapat mengajukan pengusulan kelas pengadilan kepada
Mahkamah Agung melaui ketua Pengadilan Tinggi Agama.
e. Fungsi Nasihat
Ketua pengadilan dapat memberikan pertimbangan dan nasihat tentang Hukum
Islam kepada Instasi Pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.
f. Fungsi Lain-lain
Selain tugas pokok menerima, memeriksa dan mengadili scrla menyelesaikan
setiap perkara yang di ajukan kepadanya, berdasarkan undang-undang pengadilan
agama dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-
undang. Pengadilan Agama memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam
penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.
55
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Proses Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Mediasi di Pengadilan
Agama Kelas IA Jambi.
Dasar hukum pelaksanaan mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah
Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan yang merupakan
hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 (PERMA No. 2 Th.
2003), dimana dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 masih terdapat banyak kelemahan-
kelemahan Normatif yang membuat PERMA tersebut tidak mencapai sasaran
maksimal yang diinginkan, dan juga berbagai masukan dari kalangan hakim tentang
permasalahan dalam PERMA tersebut.
Latar Belakang mengapa Mahkamah Agung RI (MA-RI) mewajibkan para
pihak menempuh mediasi sebelum perkara diputuskan oleh hakim ialah kebijakan
MA-RI memberlakukan mediasi ke dalam proses perkara di pengadilan didasari atas
beberapa alas an sebagai berikut :
Pertama, proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukkan perkara.
Jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim,
jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula. Jika sengketa
dapa diselesaikan melalui perdamaian, para pihak tidak akan menempuh upaya hukum
kasasi karena perdamaian merupakan hasil dari kehendak bersama para pihak,
56
sehingga mereka tidak akan mengajukan upaya hukum. Sebaliknya, jika perkara
diputus oleh hakim, maka putusan merupakan hasil dari pandangan dan penilaian
hakim terhadap fakta dan kedudukan hukum para pihak. Pandangan dan penilaian
hakim belum tentu sejalan dengan pandangan para pihak, terutama pihak yang kalah,
sehingga pihak yang kalah selalu menempuh upaya hukum banding dan kasasi. Pada
akhirya semua perkara bermuara ke Mahkamah Agung yang mengakibatkan
terjadinya penumpukkan perkara.
Kedua, proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih.
Cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. Di Indinesia memang belum
ada penelitian yang membuktikan asumsi baha mediasi merupakan proses yang cepat
dan murah dibandingkan proses litigasi. Akan tetapi, jika didasarkan pada logika
seperti yang telah diuraikan pada alasan pertama bahwa jika perkara diputus, pihak
yang kalah seringkali mengajukan upaya hukum, banding maupun kasasi, sehingga
membuat penyelesaian atas perkara yang bersangkutan dapat memakan waktu
bertahun-tahun, dari sejak pemeriksaan tingkat kasasi Mahkamah Agung. Sebaliknya,
jika perkara dapat diselesaikandengan perdamaian, maka para pihak dengan
sendirinya dapat menerima hasil akhir karena merupakan hasil kerja mereka yang
mencerminkan kehendak bersama para pihak. Selain logika seperi yang telah
diuraikan sebelumnya, literature memang sering menyebutkan bahwa penggunaan
mediasi atau bentuk-bentuk penyelesaian yang termasuk ke dalam pengertian
57
alternative dispute resolution (ADR) merupakan proses penyelesaian sengketa yang
lebih cepat dan murah dibandingkan proses litigasi.
Ketiga, pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak
untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa keadilan tidak hanya dapat diperoleh melalui
proses litigasi, tetapi juga melalui proses musyawarah mufakat oleh para pihak.
Dengan diberlakukannya mediasi ke dalam sistem peradilan formal, masyarakat
pencari keadilan pada umumnya dan para pihak yang bersengketa pada khususnya
dapat terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian atas sengketa mereka melalui
pendekatan musyawarah mufakat yang dibantu oleh seorang penengah yang disebut
mediator. Meskipun jika pada kenyataannya mereka telah menempuh proses
musyawarah mufakat sebelum salah satu pihak membawa sengketa ke Pengadilan,
Mahkamah Agung tetap menganggap perlu untuk mewajibkan para pihak menempuh
upaya perdamaian yang dibantu oleh mediator, tidak saja karena ketentuan hukum
acara yang berlaku, yaitu HIR dan Rbg, mewajibkan hakim untuk terlebih dahulu
mendamaikan para pihak sebelum proses memutus dimulai, tetapi juga karena
pandangan, bahwa penyelesaian yang memberikan peluang bagi para pihak untuk
bersama-sama mencari dan menemukan hasil akhir.
Keempat, institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat
memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian
sengketa. Jika pada masa-masa lalu fungsi lembaga pengadilan yang lebih menonjol
58
adalah fungsi memutus, dengan memberlakukan PERMA tentang mediasi diharapkan
fungsi mendamaikan atau memediasi dapat berjalan seiring dan seimbang dengan
fungsi memutus. PERMA tentang mediasi diharapkan dapat mendorong perubahan
cara pandang para pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat,
bahwa lembaga pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan. PERMA
tentang mediasi memberikan panduan untuk dicapainya perdamaian.
Adapun Prosedur Mediasi :
1. Setelah perkaa dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian
majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
2. Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada
mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
3. Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya
ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-
masing pihak yang berperkara.
4. Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada
hari 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan.
Penetapan Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa mengunakan cara
59
memutuskan atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator
adalah :
1. Netral
2. Membantu para pihak
3. Tanpa mengunkan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus
atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses
mediasi berlangsung.
B. Efektifitas Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Mediasi di
Pengadilan Agama Kelas IA Jambi
Berdasarkan teori efektifitas Hukum yang dikemukana oleh Soejono
Soekanto.41
Efektif tidaknya suatu Hukum ditentukan oleh 5 faktor, faktor-faktor
tersebut mempunya arti yang netral, sehiggat dampak positif dan negatifnya
tergantung dari faktor faktor itu sendiri. Yang pertama adalah faktor Hukumnya itu.
Yang kedua adalah faktor penegak Hukum Yang ketiga adalah faktor sarana atau
fasilitas yang mendukung penegakan Hukum Yang keempat adalah faktor masyarakat.
Dan yang kelima adalah faktor
41
Soejono Soekanto, factor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta : Rajagrafindo
2007). Hlm 7
60
Penerapan teori efektifitas yang terjadi di lapangan tidak semudah teori semata karna
banyak faktor yang menyebabkan proses perdamaian Melalui jalur mediasi tidak
berjalan dengan efektif.
Berdasarkan teori efektifitas Hukum yang dikemukana oleh Soejono Soekanto. Faktor
yang akan penulis kaitakan dengan teori efektifas hukum ini adalah :
a. Faktor Yang penama adalah faktor Hukumnya itu sendiri penulis
mengkaitkanya dengan PERMA No 1 tahun 2016 tentang prosedur
mediasi di pengadilan
b. Faktor Yang kedua adalah faktor penegak Hukum yakni para pegawai
Hukum di lingkungan Pengadilan Agama Kota Jambi
c. Faktor Yang ketiga adalah faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan Hukum dalam hal ini kantor serta sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh pengadilan agamaKota Jambi yang menunjang
proses mediasi itu sendiri.
d. Faktor Yang keempat adalah faktor masyarakat. yakni lingkungan di
mana Hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kepatuhan Hukum
tmsyarakat sangat dipengaruhi oleh ketiga faktor sebelumya. yaitu
Hukum. penegak Hukum. dan sarana atau fasilitas.
e. Faktor yang kelima adalah faktor kebudayaa Dalam hal Mediasi di
Pengadilan Agama yang kita ketahui para pencari keadilan disana
61
adalah umat Islam. nilai nilai Islam menjadi sarat akan pedoman
karena telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Muslim.
Berdasarkan 5 (lima) faktor tersebut. Penulis menemukan penyebab tidak
efektifnya mediasi di Pegadilan Agama Dompu, berdasarkan hasil wawancara
Dengan Narasumber.
Adapun faktor tersebut adalah :
1. Faktor Hukumnya sendiri.
Lembaga peradilan sebagai penjelmaan dari kekuasaan kehakiman
(kekuasaan yudikatif) adalah kekuasaan yang bebas dan merdeka (the
independen! of judicimy)42
Indepedensi lembaga peradilan mengandung pengertian bahwa hakim bebas
dari campur tangan kekuasaan ekstra yudisial. baik kekuasaan eksekutif
legislative maupun kekuasaan ektra yudisial lainya. Pasal l8 undang undang
nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menyebutkan bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum.peradilan agama.
peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkamah
konstitusi.
42
Lihat pasal 24 Undang-undang dasar 1945 hasil amandemen menyebutkan bahwa kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan keadilan
62
Mahkamah Agung sebagai sebagai Lembaga tertinggi yang memegang
kekuasaan kehakiman pada empat lingkungan peradilan dibawahnya, salah
satu fungsi tersebut adalah megisi kekosongan kekosongan Hukum dalam
undang undang dengan membuat peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
yang akan menjadiaturan teknis dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
menegakan Hukum secara adil dan bijaksana.43
Beberapa aturan yang pernah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung antara lain
Ketentuan mengenai Mediasi didalam Pengadilan (court annexed
mediation) mulai berlaku di Indonesia mulai sejak diterbitkannya Ketentuan
Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Th. 2003 mengenai Prosedur Mediasi di
Pengadilan. PERMA ini mempunyai tujuan menyempurnakan Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) No l Th. 2002
Namun penerapan mediasi dalam PERMA No 2 tahun 2003 masih
ditemukan kekurangan yang menyebakan penerapan mediasi masih tidak
efektif.
Maka dalam hal ini Mahkamah Agung sebagai pembuat aturan.
mengeluarkan peraturan baru penganti PERMA N0 2 tahun 2003, yaitu
PERMA No 1 tahun 2008 yang membendakan PERMA No 1 tahun 2008
43 D.Y. WITANTO. S.H. hukum acara mediasi dalam perkara perdata di lingkungan peradilan umum
dan peradilan agama. (Bandung: Alfabeta cv) 2010, hlm 53
63
dengan yang baru. Beberapa perubahan dalam PERMA No l tahun 2008
antara lain :
1. Tentang batas waktu pelaksaan mediasi
2. Tentang ancaman “batal demi Hukum ” terhadap persidangan tampa
menempuh mediasi terlebih dahulu
3. Tentang pengecualian perkara yang dapat dimediasi
4. Tentang kemungkinan hakim yang memeriksa perkara menjadi
mediator
5. Tentang Mediasi dilakukan pada pengadilan tingkat pertama, banding,
kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara tersebut belum
diputus (Pasal 21)
6. Tentang Dimungkinkan bagi para pihak untuk melakukan mediasi
secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi (Pasal 13 Ayat
6)
7. Tentang pedoman perilaku mediator. honorium dan insentif.
Namun pada praktiknya selama ini prosedur mediasi di Pengadilan belum
menghasilkan tingkat keberhasilan mediasi yang baik. Berdasarkan hal
tersebut Mahkamah Agung mengeluarkan Perma Nomor I Tahun 2016
untuk mencabut Perma Nomor l Tahun 2008. dengan harapan kenaikan
tingkat keberhasilan dalam mediasi.
64
Adapun yang menjadi PERMA No 1 tahun 2016 ini berbeda antara lain
adalah
b. Jangka waktu mediasi yang awalnya 40 hari dipersingkat menjadi 30
hari.
c. Adanya kewajiban bagi para pihak untuk menghadiri secara langsung
pertemuan mediasi dengan/tampa didampingi oleh kuasa Hukumkeculi
terdapat alasan yang sah.
d. Adanya adanya pengakuan mengenai kesepakatan sebagai pihak
(partial settlement) yang terlibat didalam sengketa atau kesepaktakan
sebagai objek sengketanya.
e. Pengaturan Baru Mengenai ltikad Baik Para Pihak dalam Proses
Mediasi” Ketentuan mengenai ltikad Baik para pihak yang menempuh
mediasi diatur dalam Pasal 7 PERMA No 1 Tahun 2016. Berbeda
dengan PERMA sebelumya, PERMA No l Tahun 2016 ini
mengkualifikasikan beberapa hal yang menyebabkan salah satu pihak
atau para pihak dan/atau kuasa Hukumnya dapat dinyatakan tidak
beritikad Baik (Pasal 7 Ayat (2) PERMA No 1 Tahun 2016). yaitu:
65
1) Ketidakhadiran salah satu pihak atau para pihak setelah dipanggil
secara palu 2 (dua) kali berturut turut dalam pertemuan Mediasi
tanpa alasan sah;
2) Menghadiri pertemuan mediasi pertama. tetapi tidak pernah hadir
pada penemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2
(dua) kali benurut turut tanpa alasan yang sah;
3) Ketidakhadiran bemlang ulang yang mengganggu jadwal
penemuan Mediasi tanpa alasan yang sah;
4) Menghadiri penemuan mediasi. tetapi tidak mengajukan dan/atau
tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
5) Tidak menandatangani konsep kesepakatan Perdamaian yang telah
disepakati tanpa alasan sah.
Akibat Hukum salah satu pihak atau para pihak beritikad tidak baik dalam
proses mediasi adalah pengenaan kewajiban pembayaran biaya mediasi.
Namun. apabila pihak yang beritikad tidak baik itu merupakan pihak
penggugal. maka gugatannya juga akan dinyatakan tidak dapat diterima oleh
Hakim Pemeriksa Perkara (Pasal 22-23PERMA No 1 Tahun 2016). Lebih
lanjut, terhadap putusan yang menyatakan gugatan dapat diterima serta
penetapan pengenaan kewajiban pembayaran biaya mediasi tidak dapat
66
dilakukan upaya Hukum lebih lanjut (Pasal 35 Ayat (2) PERMA No l Tahun
2016).
Akibat Hukum tidak dapat diterimanya gugatan penggugat pada dasarnya
mrupakan salah satu upaya yang diterapkan dalam PERMA No 1 Tahun 2016
untuk memicu keseriusan penggugat menyelesaikan perkara walaupun masih
di tahapan mediasi.
2. Faktor penegak Hukum (Kualifikasi mediator)
Mediator memiliki peran menentukan dalam suatu proses mediasi. Gagal
tidaknya mediasi juga sangat ditentukan oleh peran yang dilampilakan
mediator. Ia berperan aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antara
para pihak. mendesain pertemuan. menjaga keseimbangan proses mediasi
dan menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan mempakan peran
utama yang harus dimainkan oleh mediator agar mediasi dapat berjalan
sesuai dengan PERMA No l tahun 2016 tentang prosedur mediasi
dipengadilan.
Dalam Pasal l9 Ayat (1) para pihak dapat memilih mediator yang telah
tercatat dalam daftar mediator pengadilan. ketua pengadilan lah yang
67
megatur dahar mediator dan dalam daftar mediator tersebut juga dijelaskan
latar belakang Pendidikan serta profil mediator tersebut44
Penulis dalam hal ini beraggapan bahwa efektifnya suatu mediasi sangat di
pengaruhi oleh mediator itu sendiri, adapun beberapah hal yang haus
diperbaiki dalam kualifikasi mediator adalah :
a. Pengadilan Agama Jambi harus menyediakan mediator bersertifikat di
luar pengadilan,
b. Sudah seharusnya hakim yang belum memiliki sertifikat untuk segera
memperoleh sertifiikat. sehingga para hakim yang ditetapkan menjadi
mediator mendapatkan pendidikan dan pelatihan .dalam hal Mahkamah
Agung harus harus menjadi inisiator agar para hakim mendapatkan
senivikat. guna berhasilnya mediasi.
c. Para hakim harus lebih professional dalam hal memaksimalkan peran
mediasi dalam menyekesaian suatu perkara. jangan hanya sekedar
menjadi formalitas belaka. Karna pada dasarnya perdamaian lebih
banyak maslahatnya.
d. Pemberian reward/penghargaan bagi mediator yang berhasil dimediasi.
Berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) PERMA No 1 tahun 2008 Mahkamah Agung
memberikan insenlif kepada hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediasi.
44
Wawancara dengan Mediator Pengadilan Agama Kota Jambi, Pada Tanggal 21 Agustus 2019
68
namun pada PERMA No l tahun 2016 pemberian inxemif tersebut dihapuskan,
padahal pemberian insentif/penghargaan tersebut bukan dalam bentuk uang
atau barang bisa saja dalam hal penempatan ( promosi mutasi) dalam
jabatanya . menjadi penimbangan dalam penempatan posisi dia. Adapun
tujuannya adalah untuk memotifasi agar Hakim mediator dapat meningkatkan
kinerjanya dalam keberhasilan melakukan mediasi.
3. Faktor Sarana atau fasilitas
Ruangan mediasi di Pengadilan Dompu hanya ada l (satu) mangan sederhana.
yang berukuran 3 meter x 3 meter dan didalamnya hanya berisi 2 (dua) bangku dan l
(satu) meja berbentuk oval.
Pada dasarnya mangan yang di pakai dalam prose mediasi adalah mangan kosong
yang tidak terpakai Di lingkungan Pengadilan Agama Jambi. lalu di gunakan untuk
melakukan mediasi dan fasilitas yang adala dalam mangan tersebut bias dikatakan
tidak ideal untuk melakukan proses mediasi, walaupun Mahkamah Agung sendiri
tidak memberikan standar mengenai ruang mediasi yang ideal tapi sudah seharusnya
Pengadilan Agama Jambi menyediakan fasilitas yang memadai guna lancarnya
pelaksanaan mediasi, dengan ruanganya yang nyaman akan membuat para pihak lebih
betah.
69
Dalam sebuah mangan mendiasi. diupayakan harus memiliki sarana sebagaia
berikut
a. Pada ruangan yang digunakan untuk penemuan Bersama harus memiliki satu set
meja dan kursi berbentuk ovak ukuran besar.
b. Pada ruangan yang digunakan untuk penemuan sepihak atau kaukus harus
memilik satu sel meja dan kursi berbentuk oval ukuran sedang
c. Pada ruang tunggu harus memilik satu set meja dan kursi berbentuk bulat kecil.
d. Pada ruangan mediasi harus ada dua unit daftar mediator
e. Harus ada papan petunjuk yang bertuliskan “ruang tunggu”, “ruang mediasi",
“ruang kaukus”
f. Harus ada papan alur medmst pada setiap mangan mediast.
g. Pada mangan mediasi harus ada satu unti computer dan printer. lemari dan tak
buku. buku register dan satu unit pendingin mangan jika diperlukan
h. Selain itu juga diperlukan alat untuk penemuan jarak jauh (teleconference) jika
diperlukan.
Namun dibalik segala kekurangan itu Pengadilan Agama Jambi selalu berusaha
memberikan pelayanan terbaik walaupun masih banyak kekurangan dan berusaha
memperbaiki diri dalam hal faslitas dan sarana.
70
4. kepatuhan masyarakat
Mengenai kepatuhan masyarakat, penulis memfokuskan pada prilaku dan
sikap para pihak selama proses mediasi, adapun yang mempengaruhi kepatuhan para
pihak selama proses mediasi, sebagai berikut :45
1. Egoisme dari para pihak yang tidak mau mengalah, merasa dialah pihak yang
paling benar sehingga mediator sangat sulit dalam mencari pokok permasalahan
dan membuat mediasi tidak berjalan dengan baik.
2. Adanya salah satu pihak yang tidak mau koorperatif atau tidak mau bekerja sama
dengan mediator. menyebabkan proses menjadi alot.
3. Pengunaan Bahasa daerah yang menyebabkan mediator tidak mengerti apa yang
di bicarakan oleh para pihak, dikarenakan mediator banyak yang bukan berasal
dari daerah Jambi sehingga menyebabkan sering terjadi misskomunikasi antara
mediator dan para pihak. Sudah tidak adanya keinginan untuk rujuk.
menyebabkan proses mediasi hanya menjadi formalitas belaka.
4. Adanya pihak yang tidak terbuka ketika mediator menayakan perihal tertentu.
sehingga mediator kesulitan dalam menemukan pokok perumalahan utama dan
mencapai kesepakatan damai.
45
Wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama Kelas IA Jambi, Pada Tanggal 14 mei 2019
71
5. Kebudayaan
Berkaitan dengan kebudayaan. penulis menafsirkan dengan budaya masyakrakat
Muslim Jambi yang berperkara di Pengadilan Jambi. Karna sesuai dengan
Undang undang No 7 tahun 1989 Pasal 1 butir (1)
“Peradilan Agama adalah peradilan bagi arang-orang yang beragama Islam "
Dalam bunyi Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dapat berperakara di
pengadilan Agama adalah orang yang beragama Islam dan dalam hal ini yang
diamati adalah Kebudayaan Masyarakat Jambi yang beragama Islam yang
berperkara di Pengadilan Agama Jambi
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Keberadaan Pengadilan Agama Jambi Sudah konsisten dalam mengaplikasikan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama di perkuat
dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dan Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 8 Tahun 2008 dalam menyelesaikan sengketa Ekonomi Syari‟ah. Hal itu
dibuktikan dengan kurun waktu 7 (Tujuh) Tahun Pengadilan Agama Jambia telah
menyelesaikan 7 perkara sengketa ekonomi Syari‟ah.
2. Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Jambi
tidak efektif karena dari 7 perkara tidak ada satu pun yang berhasil didamaikan
B. Saran
Berdasarkan Simpulan di atas maka peneliti memberikan saran untuk:
1. Pengadilan Agama Jambi, khususnya para Hakim dan Pejabat lebih memperkaya
pengetahuan tentang Ekonomi Syari‟ah dan Lingkup Peradilan Syari‟ah untuk
memperkuat pengetahuan pribadi dan kasus ekonomi Syari‟ah yang berbedadengan
sebelumnya. Caranya dengan melanjutkan belajar, membaca buku dan diskusi
sesame hakim Pengadilan Agama Jambi maupun se.Eks-
2. Pemerintah untuk mendukung dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat
supaya sadar akan keberadaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Pengadilan agama, khususnya di wilayah Hukum Eks.
73
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Depertemen Agama : Jakarta, 1 Maret 1971
Abu Muhammad Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni, al-Bidayah fi Syarh al-hidayah,
(Beirut: Dar al-Fikr, t.t)
D. Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi, Bandung, Alfabeta, 2011.
Edi As‟Adi, Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi di Indonesia, Ghaha Ilmu,
Yogyakarta, 2012.
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan: Mediasi dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia
dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2012
Ishaq, Metode penelitian Hukum Dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (STAIN
Kerinci Press, Kerinci, 2015)
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cetakan keenam, Sinar Grafika, Jakarta,
2007.
Mahkamah Agung RI, Buku Tanya Jawab Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun
2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan.
Mahkamah Agung RI, PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan
74
Spencer, David. Michael Brogan dalam Muslih MZ, Mediasi: Pengantar Teori dan
Praktek, http://wmc-iainws.com/artikel/16-mediasi-pengantar-teori-dan-praktek
Sukadana, I Made. Mediasi Peradilan: Mediasi dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia
dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan yang Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2012.
B. Peraturan Perundan-undangan
Pasal 1 butir 6 Perma No. 1 Tahun 2008
Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008
Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyebutkan bahwa
semua perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan
hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persainagn Usaha, semua
sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu
diupayakan melalui perdamaian dengan bantuan mediator
C. Jurnal, Skripsi, dan karya Ilmiah
Mustika, Dian. “Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di
Pengadilan Agama Jambi” Jurnal Al Risalah Vol.15, No 2, Desember 2015
Syarifah Annisa, Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan
Agama Bangko, Skripsi Fakultas Syariah UIN STS Jambi, tidak diterbitkan, 2017
75
D. Internet
http://pn-surakarta.go.id/webpnska/index.php/publikasi/mediasi/prosedur-mediasi,
diakses tanggal 25 Juli 2018.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto Bersama Bapak Drs. H. Efrizal, S.H.,M.H Sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama
Kelas IA Jambi
CURRUCULUM VITAE
C. Identitas Diri
Nama : Siti Maryam
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tgl.Lahir : Mendahara/ 17 Februari 1997
NIM : SHE162085
Alamat
1. Alamat Asal : Mendahara Tengah
2. Alamat Sekarang : Simpang Rimbo
No.Telp/HP : 0813-6747-7479
Nama Ayah : H. Syamsuddin
Nama Ibu : Hj. Siti Nuhari
D. Riwayat Pendidikan
1. SDN 62/X Mendahara Tengah
Tahun 2001- 2009
2. MTS Al-Baqiatush Shalihat Kuala Tungkal
Tahun 2009-2012
3. MA Al-Baqiatush Shalihat Kuala Tungkal
Tahun 2012-2016