penyakit graves
TRANSCRIPT
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 1/13
Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari pada pria.
Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan
hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai
oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.(1,2,3)Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian, diduga
faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui secara pasti
meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves
dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap
reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar
bervariasi.(1,2)
2.1 Definisi
Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu
penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada
kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala
tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata
menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.(1,4,5,6)
2.2 Etiologi
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita
mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari
keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini
ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur.
Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.(2,6)
2.3 Patogenesis
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam
kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen
tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid
sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya
antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhanpenyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya
hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal
peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64
kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses
terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves.
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 2/13
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh
sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC
kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T.
Gambar 1 : Patogenesis Penyakit Graves
Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan HLA-DR3 pada ras
Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-B17 pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan
juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang
menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid,
diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia
enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang denganotoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan
TSH-R antibody pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan
yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik
sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid otoimun. Dosis terapeutik dari
lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi
fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid otoimun. Faktor stres juga
diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum ada hipotesis
yang memperkuat dugaan tersebut.
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang
terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast,
otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi
fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan
diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast
didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans .
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin, seperti takhikardi,
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 3/13
tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan
karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung.(2)
2.4 Gambaran Klinis
A. Gejala dan Tanda
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang
keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan
hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa
manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar,
tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun
nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi
ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah.
Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura
palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan
mata) dan kegagalan konvergensi. (3) Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tritunggal hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus. (5)
Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid Association diklasifikasikan
sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :
Kelas Uraian
0 Tidak ada gejala dan tanda
1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag)
2 Perubahan jaringan lunak orbita
3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)
4 Keterlibatan otot-otot ekstra ocular
5 Perubahan pada kornea (keratitis)
6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)
Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai keadaan awal tirotoksikosis Graves
yang dapat sembuh spontan bila keadaan tirotoksikosisnya diobati secara adekuat.
Pada Kelas 2-6 terjadi proses infiltratif pada otot-otot dan jaringan orbita.
Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai edema periorbita, kongesti dan
pembengkakan dari konjungtiva (khemosis).
Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi dengan Hertel exophthalmometer.
Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses infiltratif terutama pada musculus
rectus inferior yang akan menyebabkan kesukaran menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai
musculus rectus medialis, maka akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola mata kesamping.
Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 4/13
Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus opticus, yang akan menyebabkan kebutaan.
Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler disertai dengan reaksi
inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan otot-otot
ekstraokuler akan menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-
otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran otot-otot bola mata dapat diketahui dengan
pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila pembengkakan otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi
penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan kebutaan.
Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum ditemukan antara lain palpitasi,
nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, berkeringat banyak, tidak tahan panas dan lebih senang
cuaca dingin. Pada wanita muda gejala utama penyakit graves dapat berupa amenore atau infertilitas.
Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses pematangan tulang.
Sedangkan pada penderita usia tua ( > 60 tahun ), manifestasi klinis yang lebih mencolok terutama
adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati, ditandai dengan adanya palpitasi , dyspnea d’effort,
tremor, nervous dan penurunan berat badan. (1,2)
Pada neonatus, hipertiroidisme merupakan kelainan klinik yang relatif jarang ditemukan, diperkirakanangka kejadian hanya 1 dari 25.000 kehamilan. Kebanyakan pasien dilahirkan dari ibu yang menderita
penyakit graves aktif tetapi dapat juga terjadi pada ibu dengan keadaan hipotiroid atau eutiroid karena
tiroiditis autoimun, pengobatan ablasi iodine radioaktif atau karena pembedahan. (8)
Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat dilihat atau ditentukan
dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai berikut :
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 5/13
B. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun tiroiditis
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 6/13
Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna pada
pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis
dan laboratorium yang jelas. (2)
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya,
perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar
tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-
3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4
rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka
produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid,
menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid
menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga
kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi
kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut
TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4). (1,2,3)
C. Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan diagnosis
penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin. (1)
D. Diagnosis Banding
Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga diagnosis kadang-kadang sulit
didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan pada miopati akibat penyakit Graves, namun harus
dibedakan dengan kelainan neurologik primer.
Pada sindrom yang dikenal dengan “ familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia “ dapat ditemukan
protein yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam serum yang dapat berikatan dengan T4
tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi
free T4, T3 dan TSH normal. Disamping tidak ditemukan adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar
T3 dan TSH serum yang normal pada sindrom ini dapat membedakannya dengan penyakit Graves.
Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita laki-laki etnik Asia dapat terjadi secara
tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai hipokalemi.
Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat dicegah dengan pemberian suplementasi kalium
dan beta bloker. Keadaan ini dapat disembuhkan dengan pengobatan tirotoksikosis yang adekuat.
Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-gejala kelainan jantung, dapat
berupa :
- Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian digoksin
- High-output heart failure
Sekitar 50% pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung sebelumnya, dan gangguan fungsi
jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan terhadap tirotoksikosisnya.
Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala berupa penurunan berat badan, struma yang
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 7/13
kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang berat, tanpa adanya gambaran klinis dari manifestasi peningkatan
aktivitas katekolamin yang jelas. Keadaan ini dikenal dengan “apathetic hyperthyroidism”. (2)
E. Komplikasi
Krisis tiroid (Thyroid storm)
Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat sehingga dapat mengancam
kehidupan penderita.
Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :
- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain
- Terapi yodium radioaktif
- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara adekuat.
- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi obat yang berat
atau infark miokard.
Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa tanda-tanda hipermetabolisme berat dan respons
adrenergik yang hebat, yaitu meliputi :- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38°C sampai mencapai 41°C disertai dengan flushing dan
hiperhidrosis.
- Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung.
- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.
- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.
Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari simpanan hormon tiroid didalam kelenjar
tiroid. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar T4 dan T3 didalam serum penderita
dengan krisis tiroid tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada penderita tirotoksikosis tanpa
krisis tiroid.
Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat peningkatan produksi triiodothyronine
yang hebat. Dari beberapa studi terbukti bahwa pada krisis tiroid terjadi peningkatan jumlah reseptor
terhadap katekolamin, sehingga jantung dan jaringan syaraf lebih sensitif terhadap katekolamin yang ada
didalam sirkulasi. (2)
Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh kehamilan dan jika tidak
terkontrol dengan baik dapat memicu terjadinya krisis tirotoksikosis, kelahiran prematur atau kematian
intrauterin. Selain itu hipertiroidisme dapat juga menimbulkan preeklampsi pada kehamilan, gagal
tumbuh janin, kegagalan jantung kongestif, tirotoksikosis pada neonatus dan bayi dengan berat badan
lahir rendah serta peningkatan angka kematian perinatal. (8)
PENGELOLAAN PENYAKIT GRAVES
Walaupun mekanisme otoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya
sindrom penyakit Graves, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol keadaan
hipertiroidisme.
Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu :
Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif.
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien,
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 8/13
besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain
yang menyertainya. (1,2)
3.1 Obat – obatan
a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama
propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan
tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama
ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi
dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat
konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan
menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukanpenurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan
biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu pengobatan yang
optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan
methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan
sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan
dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil
diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8
minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4
menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit
Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari.
Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan
klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai
dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis
dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih
dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan
dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai
dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien
minum obat, aktivitas fisis dan psikis. (1)
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 9/13
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu agranulositosis
(metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like
syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan
efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan
dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai
dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid antara
lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk
mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan
laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan
memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain
seperti 131I atau operasi. (1,2)
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan obat jenis yang
lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya. (1)Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah penyakit autoimun
yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan
sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya.
Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan
eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan
keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang
menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila
ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3 toksikosis), karena hormon-
hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak
terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang
dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.
b. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan
manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi
panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta
ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-
4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih panjang,
yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40
mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang dapat terjadi
antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 10/13
kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini
dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan
oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan
pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin oksidase.
c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium perklorat dan
litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan
sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada
keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran kelenjar yang kecil
dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan
relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih
lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah
pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadaryodium yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi, dimana yang
paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.
3.2 Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin
Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT dan tiroksin
eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu hanya
1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin.,
dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi methimazole.
Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :
Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg perhari
ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3
tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa
tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi
kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan
dengan OAT akan merangsang pelepasan molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada
gilirannya akan merangsang pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan
mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan produksi
TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi antigen.
Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT
untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila digunakan OAT dosis
tinggi.
3.3 Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar. Sebelum
operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 11/13
minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5
tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah
operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn
harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves yang
progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan
terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan
kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit
Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi pembedahan yang
dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
3.4 Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang lalu.
Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta dengan penetrasikurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada
jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan
waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat tergantung
pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin
dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun.
Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat
pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan
ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak
ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium
radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui. Pada pasien wanita usia
produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak
hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium
radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat bahwa
pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien hipertiroidisme anak dan dewasa
muda, karena pada kelompok ini seringkali kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh. Reaksi alergi terhadap
yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat
kecil, hanya 1 mikrogram.
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang. Selama
menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan / atau OAT.
Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan
beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-
hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme. Kejadian
hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis; makin besar dosis yang diberikan makin cepat
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 12/13
dan makin tinggi angka kejadian hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan tiroid, didapatkan angka kejadian
hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.
Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :
- memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen tiroid dan peningkatan
kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah dengan pemberian kortikosteroid sebelum
pemberian I131
- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang terjadi)
- gastritis radiasi (jarang terjadi)
- eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak (leakage) pasca pengobatan
yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama
pada pasien tua dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung.
Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan pertama;
setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu
untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme. (2)
3.5 Pengobatan oftalmopati Graves
Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam menangani oftalmopati
Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau
lubricating ointments, untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah
dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu, penggunaan
kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk mengurangi edema periorbital.
Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi
dapat digunakan seperti kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid.
Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot
ekstraokuler dan operasi kelopak mata.
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien yang eutiroid; pada
keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody antireseptor TSH dalam serum dapat
membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab kelainan orbita lainnya.
3.6 Pengobatan krisis tiroid
Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat produksi hormon,
menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid,
penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit dan
kalori) dan mengatasi faktor pemicu.
3.7 Penyakit Graves Dengan Kehamilan
Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan hipertiroidisme-nya diobati
dengan adekuat, karena angka kematian janin pada hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila
ternyata hamil juga dengan status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid
5/11/2018 Penyakit Graves - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/penyakit-graves-55a0cb71ad556 13/13
dengan dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi atau tepat di
atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita hamil dengan hipertiroidisme,
karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi
dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping
karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester ketiga. Pada periode
tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-
Ab dan peningkatan kadar thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi
spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang masih
memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman. (1)