penyakit addison

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi kortisol dan aldosteron. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormone aldosteron kortikotropik (ACTH). Defisiensi corticotrophin-realising hormone (CHR) saja yang dapat menyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol, tetapi penyakit ini hanya dijumpai padsa pajanan kronik glukokortikoid farmakologik atau setelah pengangkatan adenoma adenokorteks penghasil kortisol. Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses patologik di korteks adrenal, maka penyakit ini disebut Penyakit Addison. Pasien dengan penyakit Addison memperlihatkan memperlihatkan keterlibatan ketiga zona korteks sehingga terjadi defisiensi sekresi korteks adrenal. Pasien Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang. Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison. Saat ini, dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya 1

Upload: ferdian-el-pulga

Post on 05-Jul-2015

1.177 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Addison

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi kortisol dan

aldosteron. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan

kematian. Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit

primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormone aldosteron

kortikotropik (ACTH). Defisiensi corticotrophin-realising hormone (CHR)

saja yang dapat menyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol, tetapi penyakit

ini hanya dijumpai padsa pajanan kronik glukokortikoid farmakologik atau

setelah pengangkatan adenoma adenokorteks penghasil kortisol.

Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses

patologik di korteks adrenal, maka penyakit ini disebut Penyakit Addison.

Pasien dengan penyakit Addison memperlihatkan memperlihatkan

keterlibatan ketiga zona korteks sehingga terjadi defisiensi sekresi korteks

adrenal.

Pasien Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000

orang. Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison. Saat

ini, dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkulosis

yang mengalami insufusiensi adrenal.

1.2 Tujuan

1. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran

klinik

2. Untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai penyebab timbulnya

Penyakit Addison

3. Agar dapat mendiagnosis, perjalanan timbulnya Penyakit Addison

4. Dapat mengetahui adanya tanda-tanda klinis dari Penyakit Addison

1

Page 2: Penyakit Addison

5. Mampu mengatasi dan memberikan pengobatan terhadap pasien yang

mengalami Penyakit Addison

6. Untuk memenuhi tugas kelompok mengenai Penyakit Addison

1.3 Rumusan masalah

1. Bagaimana cara mendiagnosis Penyakit Addison?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal ?

3. Bagaimana etiologi dari Penyakit Addison?

4. Bagaimana patofisiologi dari Penyakit Addison ?

5. Bagaimana manifestasi klinis dari Penyakit Addison?

6. Bagaimana diagnosis banding Penyakit Addison ?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit

Penyakit Addison ?

8. Bagaimana penatalaksaan dari Penyakit Addison?

1.5 Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan dapat sebagai pembelajaran mahasiswa

dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu mengenai Sistem Endokrin

serta berguna dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

mempelajari, mengidentifikasi masalah, menganalisa, dan mengambil satu

kesimpulan, dalam pemahaman tentang penatalaksanaan Penyakit Addison

2

Page 3: Penyakit Addison

BAB II

PEMBAHASAN PENYAKIT ADDISON

2.1 Definisi

Kegagalan kelenjar adrenal untuk memproduksi hormone dalam jumlah yang

adekuat sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh dalam menekan dan

meregulasi tekanan darah serta mengatur keseimbangan air dan garam.

2.2 Etiologi

Ada beberapa keadaan yang diperkirakan sebagai penyebab dari penyakit

Addison, diantaranya :

Adrenalitis autoimun membentuk 75 % hingga 90 % kasus penyakit

Addison di Negara berkembang. Penyakit ini dapat bersifat sporadic

atau familial. Pada separuh pasien, penyakit autoimun tampaknya

terbatas di kelenjar adrenal; pada pasien lainnya, juga terdapat

penyakit autoimun lain, seperti penyakit Hashimoto, anemia

pernisiosa, diabetes mellitus tipe 1, dan hipoparatiroidisme idiopatik.

Istilah sindrom poliglandular tipe 1 atau II pernah digunakan untuk

menamai berbagai kombinasi keterlibatan organ yang mingkin

ditemukan. Sindrom poliglandular tipe I adalah suatu penyakit resesif

autosomal yang berkaitan dengan mutasi gen regulator autoimun di

kromosom 21q. sebaliknya, sindrom poliglandular tipe II dan

adrenalitis autoimun saja adalah penyakit multifactor, dengan

keterkaitan kuat ke antigen histokompatibilitas tertentu., terutama

HLA-B8, HLA-DR3, dan HLA-DQ5. Pada pasien dengan semua

varian adrenalitis autoimun, ditemukan antibody terhadap enzim

steroid, seperti 21-hidroksilase dan 17α-hidroksilase.1

Infeksi, terutama tuberkulosis dan yang disebabkan oleh jamur, juga

dapat menyebabkan adenokorteks kronis primer. Adrenalitis

3

Page 4: Penyakit Addison

tuberkulosis, yang pernah membentuk hingga 90 % kasus penyakit

Addison, kini semakin jarang ditemukan berkat ditemukannya terapi

antituberkulosis. Pasien dengan sindrom immunodefisieinsi (AIDS)

dapat beresiko mengalami insufisiensi adrenal akibat beberapa penyulit

infeksi (sitomegalovirus, Mycrobacterium avium-intracellulare) dan

noninfeksi (sarcoma Kaposi) dari penyakit mereka.1

Neoplasma metastatic yang mengenai adrenal adalah penyebab

potensial lain insufisiensi adrenal. Adrenal merupakan tempat yang

cukup sering mengalami metastasis pada pasien dengan karsinoma

diseminata. Meskipun fungsi adrenal dipertahankan pada sebagian

besar pasien ini, pertumbuhan metastatic kadang-kadang merusak

cukup banyak korteks adrenal sehingga terjadi insufisiensi adrenal.1

2.3 Epidemiologi

Penyakit Addison sudah dikenal sejak 150 tahun lalu, yang pertama kali

dikemukakan oleh Thomas Addison pada tahun 1855. Penyakit Addison

jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua pertiga

pasien adalah perempuan. Diagnosis ditegakkan antara usia 20 sampai 50

tahun.2

Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison. Saat ini

dengan kemoterapi yang baik, hanya sedikit pasien tuberkulosis yang

mengalami penyakit Addison.

4

Page 5: Penyakit Addison

2.4 Anatomi dan Fisiologi

Kedua kelenjar adrenal (glandula suprarenalis) merupakan organ

retroperitoneal yang berwarna kekuningan pada polus superior ren. Glandula

suprarenalis ini dikelilingi oleh fascia renalis (tetapi dipisahkan oleh capsula

adiposa). Setiap glandula mempunyai cortex dan medulla yang berwarna

coklat tua. Arteri yang memperdarahi masing-masing glandula suprarenalis

ada tiga buah : (1) arteria phrenica inferior, (2) aorta, (3) arteri renalis. Sebuah

vena keluar dari hilum masing-masing glandula suprarenalis dan mengalirkan

darahnya ke vena cava inferior pada sisi kanan dan vena renalis pada sisi

kiri.4

Tiap kelenjar terdiri atas dua bagian yang berbeda, yakni medulla adrenal, dan

korteks adrenal. Medulla adrenal , yang merupakan 20 persen bagian kelenjar

terletak dipusat kelenjar, dan secara fungsional berkaitan dengan system saraf

simpatis; menyekresi hormone epinefrin dan norepinefrine sebagai respon

terhadap ransangan simpatis.

Korteks adrenal menyekresi kelompok hormone yang berbeda sama sekali,

yakni kortikosteroid. Hormon ini seluruhnya disintesis dari kolesterol steroid,

dan semuanya mempunyai rumus kimia yang sama. Akan tetapi, perbedaan

5

Page 6: Penyakit Addison

yang sedikit dalam struktur molekulnya memberikan beberapa fungsi penting

yang berbeda.5

Kortikosteroid— Mineralkortikoid, Glukokortikoid, dan Androgen. Ada

dua jenis hormone adrenokortikal yang utama, yakni mineralkortikoid dan

glukokortikoid, yang disekresikan oleh korteks adrenal. Selain hormon ini,

korteks adrenal juga menyekresi hormon kelamin, terutama hormon androgen,

yang efeknya pada tubuh hamper mirip dengan hormone kelamin pria

testosteron. 5

Sintesis dan Sekresi Hormon Adrenokortikal. Korteks adrenal memiliki

tiga lapisan yang relative berbeda.

1. Zona glomerulosa, lapisan tipis sel-sel yang terletak tepat dibawah kapsul,

membentuk sekitar 15 persen korteks adrenal, pada kelenjat adrenal, sel-

sel tersebut merupakan satu-satunya yang mnyekresi aldosteron dalam

jumlah yang berarti karena sel-sel tersebut mengandung enzim aldosteron

sintase, yang dibutuhkan untuk sintesis aldosteron. Sekresi sel-sel tersebut

diatur terutama oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium cairan ekstrasel,

yang keduanya merangsang sekresi aldosteron.

2. Zona fasikulata. Yakni lapisan tengah dan terlebar; memebentuk sekitar 75

persen korteks adrenal dan mnyekresi glukokortikoid kortisol dan

koertikosteron, dan dalam sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal.

Sekresi sel-sel tersebut diatur sebagian besar oleh sumbu hipotalamus-

hipofisis lewat hormone adenokortikotropik (ACTH).

3. Zona retikularis, yang merupakan lapisan terdalam dari korteks

menyekresi androgen adrenal dehirdroepiandosteron (DHEA) dan

andostenedion, juga sejumlah kecil estrogen dan beberapa glukokortikoid.5

Mineralkortikoid – Aldosteron

Aldosteron meningkatkan reabsorbsi natriun dan sekresi kalium di

tubulus ginjal. Bahwa aldosteron mengkatkan absorbs natrium dan secara

bersamaan meningkatkan sekresi ginjal, terutama sel mprinsipal di sel tubulus

kolektifus dan sedikit tubulus dan koligentes. Oleh karena itu, aldosteron

6

Page 7: Penyakit Addison

menyebabkan natrium disimpan cairan ektrasel sementara meningkatkan

eksresi kalium di urin.

Bila kosentrasi aldosteron dalam plasma tinggi maka keadaan ini akan

mengurangi jumlah natrium yang hilang secara sementara ked dalam urin

sedimikian kecil sehinga hanya beberapa miliekuivalen tiap hari. Pada saat

yang sama, kalium yang hilang dalam urin menigkat beberapa kali lipat. Oleh

karena itu, hasil akhir efek aldosteron dalam plasma adalah untuk

meningkatkan jumlah total natrium dalam cairan ektra sel sementara

menurunkan jumlah kalium.

Sebaliknya, tidak di sekresikan aldosteron sama sekali dapat menyebabkan

natrium yang dalam urin mencapai 10 sampai 20 gram perhari, jumlah yang

sesuai dengan sepersepuluh sampai seperlima jumlah natrium dalam tubuh.

Pada saat yang sama, kalium akan di simpan secara kuat dalam cairan ektrasel.

Aldosteron yang berlebihan meningkatkan volume cairan ektrasel dan

tekanan arteri tetapi hanya sedikit mempengaruhi kosentrasi natrium

plasma. Walaupun aldosteron mempunyai efek yang poten dalam

menurunkan kecepatan ekskresi ion natrium oleh ginjal, kosentrasi natrium di

dalam cairan ektrasel oleh gijal, kosentrasi natrium di dalam cairan ektrasel

sering kali hanya meningkat beberapa milikuivalen. Alasaanya kerena ketika

kalsium di reabsobsi oleh tubulus, secara bersamaan terjadi absorbs air dalam

jumlah yang hamper semua melalui proses osmotic. Sedikit peningkatan

kosentrasi natrium cairan ektrasel juga merangsang rasa haus dan

meningkatkan asupan air, volume cairan ektra sel meningkat hamper sama

banyak dengan natrium yang tertinggal tetapi tanpa mengubah kosentrasi

natrium.

Walaupun aldosteron di dalam tubuh merupakan hormone penahan natrium

yang kuat. Hanya sedikit natrium saja yang sementara tertahan saat natrium

tersebut di sekresikan dalam jumlah yang besar. Peningkatan volume cairan

ektrasel yang di perantai aldosteron yang berlangsung selama lebih dari 1

7

Page 8: Penyakit Addison

sampai 2 hari dapat mengarah kepada peningkatan arteri. Peningkatan arteri

kemudia meningkatkan ekresi garam dan air. Jadi setelah volume cairan

ektrasel menigkat 5 sampai 15 persen di atas normal, tekanan arteri juga

meningkat 15 sampai 25 mmHg, dan peningkatan tekanan dara

mengembalikan kekuatan garam dan air oleh ginjal kembali ke normal

walaupun ada kelebihan aldosteron.

Kembali nya ekresi ginjal dan garam kembali ke normal oleh ginjal sebagai

akibat dari natriuresis dan dieresis tekanan di sebut sebagai pelolosan

aldosteron. Setelah itu, kecepatan perolehan garam dan air oleh tubuh adalah

nol, dan keseimbangan di pertahnkan antara asupan dan keluaran garam dan

oleh air ginjal ewalupun aldosteron berlebih terus berlanjut. Tetapi, untuk

sementara waktu orang tersebut mengalai hipertensi, yang berlangsung

selama orang terpapar dengan aldosteron yang berkadar tinggi.

Sebaliknya, ketika aldosteron menjadi nol, sejumlah besar garam hilang

dalam urin, tidak hanya mengurangi jumlah natrium klorida di dalam cairan

ektrasel tetapi juga mengurangi volume cairan ekrtasel . hasilnya adalah

dehidrasi cairan ektrasel yang sengat berat dan volume dara yang rendah ,

megarah syok sirkulasi. Tanpa pengobatan, keadaan ini biasanya

menyebabkan kematian dalam beberapa hari setelah kelenjar adrenal tiba-tiba

menghentika sekresi aldosteron.

Aldosteron berlebihan menyebabkan hipokalemia dan kelemahan otot,

terlalu sedikit aldosteron menyebabkan hiperkalemi dan keracunan

jantung. Aldosteron berlebihan tidak hanya menyebabkan hilangnya ion

kalsium secara berlebihan dari cairan ektrasel ke dalam urin namun juga

merangsang pengkutan cairan ektrasel ke dalam banyak sel tubuh. Oleh kerena

itu, sekresi aldosteron berlebihan, seperti yang terjadi pada beberapa tumor

adrenal, dapat menyebabkan penurunan besar-besaran kosentrasi kalsium

plasma, kadang-kadang akan menurunkan kosentrasi kalium plasma, kadang

akan menurunkan kosentrasi tersebut dari nilai normal 4,5 mEq/L sampai

serendah 1 sampai 2 mEq/L. keadaan ini di sebuut sebagai hipokalemia. Bila

kosentrasi ion kalsium turun sampai kira-kira di bawah setengah dari nilai

8

Page 9: Penyakit Addison

normalnya, kelemahan otot yang berat sering timbulnya perubahan eksitasi

listrik membrane saraf dan membrane serabut otot, yang akan mencegah

penjalaran potensial aksi yang normal.

Sebaliknya, bila ada defesiensi aldsoteron, maka besarnya kosentrasi ion

kalsium dalam cairan ektrasel akan menigkat sampai jauh di atas nilai normal.

Bila kenaikannya mencapai 60-100 persen di atas normal, keracunan jantung

yang berat, meliputu kelemahan kontraksi jantung dan timbulnya aritmia

jantung, akan menjadi lebih jelas, kosentrasi kalium secara berangsur-angsur

meningkat lebih tinggi tidak teelakkan lagi akan menyebabkan gagal jantung.

Aldosteron berlebihan meningkatkan sekresi ion hydrogen tubulus, dan

menyebabkan alkalosis ringan. Aldosteron todak hanya menyebabkan

sekresi kalium ke dalam tubulus untuk di tukar dengam reabsorbsi natrium di

dalam sel principal tubulus kolektivus ginjal tetapi juga menyebabkan sekresi

ion hydrogen yang di tukar dengan natrium di dalam sel interkalasi tubulus

kolektivus korteks. Penurunan kosentrasi ion hydrogen dalam cairan ektrasel

ini menimbulkan alkalosis ringan.

Mekanisme selular kerja aldosteron. Walaupun selama bertahun-tahun kita

telah mengetahui seluruh efek mineralortikoid terhadap tubuh, namun dasar

kerja aldosteron terhadap sel-sel tubular untuk menigkatkan pengangkutan

natrium tidak sepenuhnya di pahami. Akan tetapi, rangkaian peristiwa yang

menimbulkan penigkatan reabsorbsi natrium tampaknya sebagai berikut.

Pertama, oleh karena sifat membran sel yang mudah larut di dalam lemak,

aldosteron mudah berdifusi ke dalam sel epitel tubulus.

Kedua, dalam sitoplasma sel-sel tubulus, aldosteron akan berkaitan dengan

protein reseptor sitoplasma yang sangat spesifik, yaitu protein yang

mempunyai konfigurasi stereomolekular yang hanya membolehkan aldosteron

atau senyawa yang sangat mirip denga aldosteron berikatan dengan protein

reseptor tersebut.

Ketiga, kompleks reseptor aldosteron atau produk dari kompleks ini berdifusi

ke dalam inti sel yang mengadakan perubahan selanjutnya, dan akhir

9

Page 10: Penyakit Addison

menginduksi satu atau lebih gugus spesifik DNA untuk membentuk satu atau

beberapa jenis RNA mesenger yang berkaitan dengan proses pengkutan

kalium dan natrium

Keempat, RNA mesenger berdifusi kembali ke dalam sioplasma, yaitu saat

RNA mesenger bekerja sama dengan natrium bekerja bersama dangan

ribosom dan menyebabkan terbentuknya protein . protein yang terbentuk

merupakan cairan dari (1) satu atau lebih enzim (2) protein transpor

membran, yang kerja samanya dibutuhkan untuk tranpor natrium dan kalium

dan hidrogen melalui membran sel, salah satu enzim yang terutama di

tingkatkan adalah natrium kalium adenosin trifosfetasi, yang bekerja sebagai

bagian utama dari pompa pertukaran kalium dan natrium pada membran

basolateral sel tubulus ginjal. Protein lain yang sama pentingnya , merupakan

suatu protein kanal natrium epitel yang di masukkan ke dalam membran

luminal dari sel tubulus ginjal yang sama sehingga membuat ion natrium dapat

berdifusi dengan cepat dari lumen tubulus masuk ke dalam sel, kemudian

natrium selanjutnya di pompa natrium kalium yang terletak di dalam membran

basolateral sel.

Jadi, sebenarnya aldsteron tidak mempunyai efek yang cepat pada

pengangkutan natrium, namun, pengaruh ini harus menunggu timbulnya

rangkaian peristiwa yang menyebabkan terbentuknya bahan-bahan spesifik

intrasel yang di butuhkan waktu kira-kira 30 menit lamanya sebelum RNA

yang baru muncul, di butuhkan waktu kira-kira 45 menit sebelum pengkutan

natrium melaui meningkat efek maksimunya akan tercapai hanya dalam waktu

beberapa jam sesudahnya.

Kemungkinan kerja nongenomik aldosteron dan hormon steroid lainya.

penilitian terkini menduga bahwa banyak steroid, termasuk aldosteron,

menimbulkan tidak hanya perkembangan eek genomik yang lambat, yang

mempunyai latensi 60 sampai 90 menit dan membutuhkan trankripsi gen dan

sintesis protein, nanmun efek nongenomik yang berlangsung dalam hitungan

beberapa detik sampai menit.

10

Page 11: Penyakit Addison

Kerja nongenomik tersebut di yakini di perantai oleh peningkatan steroid ke

reseptor membran sel yang bergandengan dengan sistem secon

mesengger,mirpip yang di gunakan untuk transduksi sinyal hormon peptida.

Contohnya, aldosteron telah menujukkan dapat eningkatkan peningkatan

pembentukan cAMP di el otot polos pembuluh dara dan sel epitel tubulus

kolektivus ginjal waktu kurang dari 2 menit, waktu yang sangat sngkat

trinkripsi gen dan sntesis protein yang baru. Pada jenis sel lainya aldosteron

telah menunjukkan dapat meningkatkan sistem second messenger

fofadilinosital secara cepat. Namun, strultur tepat dari reseptor yang

bertanggung jawab pada efek aldosteron yang cepat belum di tentukan, dan

kepentingan fisiologis kerja non genmik dari steroid juga tidak di mengerti

secara jelas.

Pengaturan sekresi aldosteron. Pengaturan aldosteron sangat berkaitan

dengan pengaturan besarnya kosentrasi elektrolit dalam cairan ektrasel,

volume cairan ektra sel, volume darah, tekanan arteri, dan banyak aspek

khusus dari fungsi ginjal sehingga sulit untuk membicarakan pengaturan

sekresi aldosteron tanpa mengait-ngaitkan faktordi atas.

Pengaturan sekresi aldosteron oleh sel-sel zona glomerulosa hampir sama

sekali tidak berhubungan dengan hormon kortisol dan androgen oleh zona

fesikulata dan zona retikularis

Di kenal empat faktor yang memainkan peranan penting dalam pengaturan

aldosteron. Menurut urutan manfaatnya, keempat faktor tersebut sebagai

berikut :

1. Penigkatan kosentrasi ion kalsium di dalam cairan diektrasel yang sangat

mengingkatkan sekresi aldosteron

2. Peningkatan aktifitas sistem renin-angiotensinogen juga sangat

menigkatkan sekresi aldosteron

3. Penigkatan kosentrasi ion natrium di dalam cairan ektrasel sangat sedikit

menurukan sekresi aldosteron

4. ACTH dari kelenjar hipofisis anterior di perlukan untuk sekresi aldosteron

tetapi mempunyai efek yang kecil dalam mengatur kecepatan sekresi

11

Page 12: Penyakit Addison

Dari faktor-faktor tersebut, kosentrasi ion kalium dan sistem renin

angiotensinogen sejauh ini merupakan faktor yang paling kuat dalam

mengatur sekresi aldosteron. Sedikt pengkatan persentasi kosentrasi kalium

dapat menyebakan beberapa kali peningkatan sekresi aldosteron. Selain itu,

aktifitas renin angiotensinoge, biasanya sebagai respon terhadap berkurangnya

aliran darah ke ginjal atau karena kehilangan natrium, dapat menyebabkan

peningkatan sekresi aldosteron beberapa kali lipat. Selanjutnya, aldosteron

akan bekerja pada ginjal dengan membantu ginjal mengeluarkan kelebihan ion

kalium dan meningkatkan volume darah dan tekanan areteri, jadi

mengembalikkan sitem renin angiotensinogen ke kadar aktifitas normal.

Mekanisme pengaturan umpan balik ini penting untuk mempertahankan

kehidupan.

Efek terhadap kosentrasi aldosteron plasma yang di sebabkan oleh

penghambatan pembentukan angiotensinogen II oleh inhibator angiotensin

coverting enzim setelah diet rendah natrium setelah beberapa minggu yang

meningkatkan kosentrasi aldosteron plasma beberpa kali lipat. Penghambatan

pembentukan angiotensinogen II secara bermakna akan menurunkan

kosentrasi aldosteron dalam plasma tanpa mengubah kosentrasi kortisol secara

nyata, hal ini menunjukkan bahwa angiotensinogen II berperan penting dalam

merangsang sekresi aldosteron ketika asupan natrium dan volume cairan

ektrasel di turunkan.

Sebaliknya, efek kosentrasi ion natrium senata ACTH dalam megatur sekresi

aldosteron biasanya kecil. Walaupun demikian, penurunan kosentrasi ion

natrium cairan ektraselular sebesar 10 sampai 20 persen, seperti yang terjadi

pada kasus yang jarang, mungkin dapat mengandakan sekresi aldosteron.

Mengenai ACTH, bila terdapat bahkan sejumlah kecil ACTH di sekresikan

oleh kelanjar hipofisis anterior, biasanya jumlah tersebut cukup untuk

membuat kerja adrenal menyekresikan beberapa pun jumlah aldosteron yang

di butuhkan, tetapi tidak adanya ACTH secara menyeluruh dapat mengurangi

aldosteron secara bermakna.

12

Page 13: Penyakit Addison

Glukokortikoid – Kortisol

Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat

Perangsangan glukoneogenesis. Sejauh ini efek metabolik yang paling

terkenal dari kortisol dan glukokortikoid lainnya terhadap metabolisme adalah

kemampuan kedua hormon ini untuk merangsang proses glukoneogenesis

( pembentukan karbohidrat dari protein beberapa zat lain ) oleh hati, sering

meningkatkan kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat.

Keadaan ini terutama disebabkan oleh dua efek kortisol.

1. Kortisol meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk mengubah

asam-asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati. Hal ini dihasilkan

dari efek glukokortikoid untuk mengaktifkan transkripsi DNA di dalam

inti sel hati dengan cara yang sama seperti fungsi aldosteron didalam sel-

sel tubulus ginjal, disertai dengan pembentukan RNA messenger yang

selanjutnya dapat dipakai untuk menyusun enzim-enzim yang dibutuhkan

dalam proses glukoneogenesis.

2. Kortisol menyebabkan pengangkutan asam-asam amino dari jaringan

ekstrahepatik, terutama dari otot. Akibatnya, semakin banyak asam

aminotersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis

di hati dan oleh karena itu akan meningkatkan pembentukan glukosa.

Salah satu efek peningkatan glukoneogenesis adalah sangat meningkatnya

jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati. Pengaruh kortisol

tersebut membuat hormon glikolitik lain, seperti epinefrin dan glukagon

memobilisasi glukosa pada saat diperlukan nanti, seperti pada keadaan di

antara makan.

Penurunan pemakaian glukosa oleh sel. Kortisol juga menyebabkan penurunan

kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Walaupun penyebab

penurunan ini tidak diketahui, sebagian besar ahli fisiologi percaya bahwa pada

suatu tempat yang terletak diantara tempat masuknya glukosa ke dalam sel dan

tempat pecah nya yang terakhir, kortisol secara langsung memperlambat

kecepatan pemakaian glukosa. Dugaan mekanisme ini didasarkan pada

pengamatan yang menunjukkan bahwa glukokortikoid menekan proses

13

Page 14: Penyakit Addison

oksidasi nikotinamid-adenin-dinukloetida (NADH) untuk bentuk NAD+.

Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat

berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa oleh sel.

Peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah dan diabetes adrenal.

Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan berkurangnya kecepatan

pemakaian glukosa oleh sel-sel dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.

Peningktan glukosa darah selanjutnya merangsang sekresi insulin. Peningkatan

kadar plasma insulin, walau demikian, menjadi tidak efektif dalam menjaga

glukosa plasma seperti ketika dalam kondisi normal. Karena alasan yang belum

sepenuhnya jelas, tinggi nya kadar glukokortikoid menurunkan senstiivitas

banyak banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap

efek rangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa. Satu penjelasan

yang mungkin adalah bahwa kadar asam lemak yang tinggi, disebabkan

pengaruh glukokortikoid memobalisasi lipid dari simpanan lemak, dapat

merusak kerja insulin pada jaringan. Dengan cara ini, sekresi glukokortikoid

berlebihan dapat menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat dengan cara

yang sama, yang ditemukan pada pasien dengan kadar hormon pertumbuhan

berlebih.

Peningkatan konsentrasi gula darah kadangkala cukup besar (50 persen atau

lebih diatas normal) ayng merupakan suatu keadaan yang disebut diabetes

adrenal. Pada diabets adrenal, pemberian hanya sedikit menurunkan tingginya

konsentrasi glukosa darah- tidak sebanyak pada diabetes pankreatik-karena

jaringan bersifat resisten terhadap pengaruh insulin.

Efek Kortisol Terhadap Metabolisme Protein

Pengurangan Protein Sel. Salah satu efek utama kortisol terhadap sistem

metabolisme tubuh adalah kemampuannya untuk mengurangi penyimpanan

protein di seluruh sel tubuh kecuali protein dalam hati. Keadaan ini disebabkan

oleh berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya katabolisme protein yang

sudah ada di dalam sel. Kedua efek ini mungkin sebagai akibat dari

berkurangnyapengangkutan asam amino ke dalam jaringan ekstrahepatik,

14

Page 15: Penyakit Addison

seperti yang akan dibicarakan nanti; keadaan ini mungkin bukan merupakan

satu-satunya penyebab, oleh karena kortisol juga menekan pembentukan RNA

dan sintesis protein selanjutnya di sebagian besar jaringan ekstrahepatik,

terutama di otot dan jaringan limfoid. Bila kelebihan kortisol sangat banyak,

otot dapat menjadi begitu lemah sehingga orang tersebut tidak dapat berdiri

dari posisi jongkok dan fungsi imunitas dari jaringan limfoid dapat diturunkan

hingga sedikit kurang dari normal.

Kortisol Meningkatkan Protein Hati dan Protein Plasma. Bersamaan dengan

berkurangnya protein di seluruh tubuh, ternyata protein di dalam hati justru

meningkat. Selanjutnya, protein plasma (yang dihasilkan oleh hati dan

kemudian dilepaskan ke dalam darah)juga akan meningkat. Peningkatan ini

merupakan pengecualian untuk pengurangan protein yang terjadi di bagian

tubuh yang lain. Diyakini bahwa perbedaan ini dihasilkan oleh suatu efek

kemungkinan dari kortisol dalam meningkatkan pengangkutan asam amino ke

dalam sel-sel hati (tetapi bukan ke dalam sebagian besar sel-sel lain) dan dalam

meningkatkan jumlah enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk sintesis

protein.

Peningkatan Asam Amino Darah, Berkurangnya Pengangkutan Asam Amino

ke Sel-Sel Ekstrahepatik, dan Peningkatan Pengangkutan Asom Amino ke Sel-

Sel Hati. Penelitian terkini pada jaringan yang diisolasi menunjukkan bahwa

kortisol menekan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel otot dan mungkin

juga ke sel-sel ekstrahepatik lainnya. berkurangnya asam amino yang diangkut

ke sel-sel ekstrahepatik akan mengurangi konsentrasi asam amino intrasel dan

akibatnya akan mengurangi sintesis protein. Namun proses katabolisme protein

yang terjadi di dalam sel terus melepaskan asam amino dari protein yang sudah

ada, dan asam amino ini akan berdifusi keluar dari sel-sel untuk meningkatkan

konsentrasi asam amino dalam plasma. Oleh karena itu, kortisol memobilisasi

asam amimo dari jaringan-jaringan nonhepatik akan mengurangi simpanan

protein di dalam jaringan.

Konsentrasi asam amino yang meningkat dalam plasma peningkatan

pengangkutan asam amino oleh kortisol ke dalam sel-sel hati dapatjuga

15

Page 16: Penyakit Addison

berperan dalam meningkatkan pemakaian asam amino oleh hati yang

menyebabkan timbulnya pengaruh seperti (1) peningkatan kecepatan deaminasi

asam amino oleh hati, (2) peningkatan sintesis protein dalam hati, (3)

peningkatan pembentukan protein plasma oleh hati, dan (4) peningkatan

perubahan asam amino menjadi glukosa-yaitu, meningkatkan glukoneogenesis.

Jadi, mungkin sebagian besar efek kortisol terhadap sistem metabolisme tubuh

terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari

jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim

hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.

Efek Kortisol Terhadap Metabolisme Lemak

Mobilisasi Asam Lemak. Dengan pola yang sangat mirip dengan pola yang

dipakai oleh kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam amino dari otot,

kortisol juga meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak.

Peristiwa ini akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di dalam

plasma, yang juga akan meningkatkan pemakaiannya untuk energi. Kortisol

tampaknyajuga memiliki efek langsung untuk meningkatkan oksidasi asam

lemak di dalam sel.

Mekanisme apa yang dipakai oleh kortisol untuk meningkatkan mobilisasi

asam lemak masih belum sepenuhnya diketahui. Akan tetapi, sebagian efek itu

mungkin dihasilkan dari berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel

lemak. Ingatlah bahwa a-gliserofosfat, yang berasal dari glukosa, dibutuhkan

untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida di dalam sel-sel

lemak, dan bila bahan ini tidak ada maka sel-sel lemak itu akan mulai

melepaskan asam-asam lemaknya. Peningkatan mobilisasi lemak oleh kortisol,

digabungkan dengan peningkatan oksidasi asam lemak di dalam sel, membantu

menggeser sistem metabolisme sel dari penggunaan glukosa untuk energi

menjadi penggunaan asam lemak. Akan tetapi, mekanisme kortisol ini

membutuhkan waktu beberapa jam untuk bekerja penuh-tidak secepat atau

sekuat efek pergeseran yang disebabkan oleh penurunan insulin,. Walaupun

demikian, peningkatan penggunaan asam lemak untuk energi metabolisme

16

Page 17: Penyakit Addison

merupakan faktor yang penting untuk penyimpanan glukosa tubuh dan

glikogen jangka panjang.

Obesitas Akibat Kortisol Berlebihan. Walaupun kortisol dapat menyebabkan

timbulnya mobilisasi asam lemak secukupnya dari jaringan lemak, banyak

pasien yang kelebihan sekresi kortisol sering kali menderita kegemukan yang

khas, dengan penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan di daerah

kepalanya, sehingga badannya seperti sapi dan wajah bulat "moonface."

Walaupun penyebabnya tidak diketahui, ada pendapat yang mengatakan bahwa

kegemukan ini disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara

berlebihan, disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang

berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya.

Mekanisme Selular dari Kerja Kortisol. Kortisol, sepeti hormon steroid

lainnya membawa pengaruhnya dengan pertama kali berinteraksi dengan

reseptor intrasel pada sel target. Karena kortisol larut lemak, kortisol dapat

dengan mudah berdifusi melalui membran sel. Setelah berada di dalam sel,

kortisol berikatan dengan reseptor protein di dalam sitoplasma, dan kompleks

hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengan urutan DNA pengatur spesifik,

yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau

menekan transkripsi gen. Protein lain di dalam sel, disebut faktor transkripsi,

juga diperlukan agar kompleks hormon-reseptor dapat berinteraksi secara

benar.dengan elemen respons glukokortikoid.

Glukokortikoid meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk

memengaruhi sintesis mRNA untuk protein yang memerantarai berbagai

pengaruh fisiologis. Jadi, banyak efek metabolik kortisol yang tidak

berlangsung segera namun membutuhkan waktu 45 sampai 60 menit untuk

disintesis, dan sampai beberapa jam atau berhari-hari untuk sepenuhnya

terbentuk. Bukti terkini mengindikasikan bahwa glukokortikoid, terutama pada

konsentrasi tinggi, dapat juga memiliki beberapa efek non-genomik yang cepat

pada transpor ion membran sel yang dapat menambah kegunaan terapi.

17

Page 18: Penyakit Addison

Pengaturan Sekresi Kortisol oleh Hormon Adrenokortikotropik dari

Kelenjar Hipofisis

ACTH Merangsang Sekresi Kortisol. Tidak seperti sekresi aldosteron oleh

zona glomerulosa, yang terutama diatur oleh kalium dan angiotensin yang

bekerja secara langsung terhadap sel-sel adrenokortikal, ternyata hampir tidak

ada rangsangan yang mempunyai efek langsung Ierhadap sel-sel adrenal yang

menyekresi kortisol. Sebaliknya, sekresi kortisol hampir seluruhnya diatur oleh

ACTH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Hormon ini, yang

disebut juga sebagai kortikotropin atau adrenokortikotropin,juga meningkatkan

produksi androgen adrenal.

Sifat Kimia ACTH. ACTH sudah dapat diisolasi dalam bentuk yang murni

dari kelenjar hipofisis anterior. Bahan ini rnerupakan polipeptida besar, yang

mempunyai panjang 39 rantai asam amino. Suatu polipeptida yang iebih kecil,

produk pencernaan ACTH yang mempunyai panjang 24 rantai asam amino,

mempunyai semua efek molekul seluruhnya.

Sekresi ACTH Diatur oleh Faktor Pelepas-Kortikotropin dari

Hipotalomus. Seperti hormon hipofisis lain yang sekresinya diatur oleh faktor

pelepas dari hipotalamus, sekresi ACTH juga diatur oleh suatu faktor pelepas

yang penting. Faktor pelepas ini disebut faktor pelepas kortikotropin (CRF).

Faktor pelepas kortikotropin disekresikan ke dalam pleksus kapiler utama dari

sistem portal hipofisis di eminensia mediana hipotalamus dan kemudian

dibawa ke kelenjar hipofisis anterior, tempat faktor pelepas kortikotropin akan

merangsang sekresi ACTH. CRF merupakan suatu peptida yang terdiri dari 41

asam amino. Badan sel neuron yang menyekresi CRF terutama terletak di

nukleus paraventrikular hipotalamus. Nukleus ini selanjutnya menerima

banyak hubungan saraf dari sistem limbik dan batang otak bagian bawah.

Bila tidak ada CRF, maka kelenjar hipofisis anterior ini hanya dapat

menyekresi sedikit ACTH. Sebaliknya, sebagian besar kondisi yang

menyebabkan tingginya kecepatan sekresi ACTH, mengawali sekresi ini

18

Page 19: Penyakit Addison

melalui sinyal yang dimulai di daerah basal otak, termasuk hipotalamus, dan

kemudian dihantarkan oleh CRF ke kelenjar hipotalamus anterior.

ACTH Mengaktifkan Sel Adrenokortikol untuk Memproduksi Steroid

Melalui Peningkatan Siklik Adenosin Monofosfat (cAMP). Efek utama

ACTH terhadap sel-sel adrenokortikal adalah mengaktifkan adenilil siklase

dalam membran sel. Adenilil siklase ini selanjutnya akan meginduksi

pembentukan cAMP dalanr sitoplasma sel, mencapai efek maksimumnya

dalam waktu kira-kira 3 menit. cAMP ini selanjutnya akan mengaktifkan

enzim-enzim intrasel yang menyebabkan terbentuknya hormon adrenokortikal.

Hal ini merupakan contoh lain cAMP yang bekeda sebagai sistem sinyal

second messenger.

Langkah yang paling penting dari ACTH yang sudah dirangsang dalam

mengatur sekresi adrenokortikal adalah mengaktifkan enzim protein kinase

A,yang menyebabkan perubahan awal dari kolesterol menjadi pregnenolon.

Perubahan awal ini adalah langkah "pembatasan kecepatan" untuk semua

hornon adrenokortikal, yang akan menjelaskan mengapa untuk pembentukan

hormon adrenokortikal secara nonnal dibutuhkan ACTH. Perangsangan dalam

jangka waktu panjang pada korteks adrenal oleh ACTH tidak hanya akan

meningkatkan aktivitas sekretoriknya. namun juga menyebabkan hipertrofi dan

proliferasi selsel adrenokortikal, khususnya pada zona fasikulata dan

retikularis, tempat kortisol dan androgen disekresikan.

Stres Fisiologis Meningkatkan Sekresi ACTH dan Sekresi Adrenokortikal.

Pada bagian awal bab ini telah dinyatakan, bahwa hampir setiap jenis stres fisik

atau stres mental dalam waktu beberapa menit saja sudah dapat sangat

meningkatkan sekresi ACTH dan akibatnya sekresi kortisol juga akan sangat

meningkat, sering kali meningkat sampai 20 kali lipat. Efek ini digambarkan

oleh respons sekresi adrenokortikal yang cepat dan kuat setelah trauma.

Rangsangan sakit yang disebabkan oleh jenis stres fisik atau kerusakan

jaringan pertama-tama dihantarkan ke atas melalui batang otak dan akhirnya ke

eminensia mediana hipotalamus. Di sini, CRF disekresikan ke dalam sistem

portal hipofisis. Dalam beberapa menit, seluruh rangkaian pengaturan

19

Page 20: Penyakit Addison

mengarah kepada sejumlah besar kortisol di dalam darah. Stress mental dapat

menyebabkan peningkatan secara cepat sekresi ACTH yang sebanding.

Keadaan ini dianggap sebagai akibat dari naiknya aktivitas dalam sistem

limbik, khususnya dalam regio amigdala dan hipokampus, yang kemudian

menjalarkan sinyal ke bagian posterior medial hipotalamus.

Efek Penghambat Kortisol Terhadap Hipotalamus dan kelenjar Hipofisis

Anterior yang Menurunkan Sekresi ACTH. Kortisol mempunyai efek

umpan balik negatif langsung terhadap (l) hipotalamus unfuk menurunkan

pembentukan CRF dan (2) kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan

pembentukan ACTH. Kedua umpan balik ini membantu mengatur konsentrasi

kortisol dalam plasma. Jadi, bila konsentrasi kortisol menjadi sangat tinggi,

maka umpan balik ini secara otomatis akan mengurangi jumlah ACTH

sehingga kembali lagi ke nilai normalnya.

2.5 Patofisiologi

Defisiensi Mineralkortikoid. Kurangnya sekresi aldosteron sangat

menurunkan reabsorpsi natrium tubukus ginjal dan akibatnya akan

menyebabkan hilangnya banyak ion natrium, ion klorida, dan air kedalam

urin. Hasil akhirnya sangat berkurangnya volume cairan ekstrasel. Selanjutnya

pasien akan mengalami hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis ringan akibat

gagalnya sekresi ion kalium dan hidrogen guna menggantikan reabsorpsi

natrium.

Desfisiensi Glukortikoid. Hilangnya sekresi kortisol akan menyebabkan

pasien penyakit Addison tidak dapat mempertahankan konsentrasi normal

glukosa darah diantara waktu makan, sebab pasien tidak dapat mensintesis

glukosa dalam jumlah yang cukup melalui glukoneogenesis. Selanjutnya,

kurangnya kortisol akan mengurangi mobilisasi protein dan lemak dari

jaringan, sehingga akan menekan banyak fungsi metabolisme lain dari tubuh.

Kelambanan mobilisasi sewaktu tidak ada kortisol ini merupakan salah satu

efek yang sangat menggangu akibat kurangnya glukokortikoid.

20

Page 21: Penyakit Addison

2.6 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis Penyakit Addison terjadi akibat kurangnya kortisol,

aldosteron, dan androgen.

Insufisiensi kortisol menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis,

penurunan glikogen hati, dan peningkatan kepekaan jaringan perifer

terhadap insulin. Kombinasi dari berbagai perubahan dalam metabolisme

karbohidrat ini dapar menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan

kadar glukosa darah yang normal sehingga terjadi hipoglikemia pada saat

puasa. Karena rendahnya kandungan glikogen di hati, maka pasien

insufiensi adrenal tidak tahan dengan kekurangan makanan yang lama.

Peningkatan kepekaan terhadap insulin akibat defisiensi kortisol mungkin

menjadi masalah dengan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 2

yang memerlukan insulin yang juga mengalami insufisiensi korteks

adrenal. Para pasien ini mungkin mengetahui bahwa dosis insulin yang

dahulu sudah dapat mengontrol kadar gula darah sekarang menyebabkan

hipoglikemia.2

Konsekuensi lain dari defisiensi kortisol adalah peningkatan

umpan balik negative dalam sekresi peptide yang berasal dari

propiomelanokortin (POMC), termasuk ACTH dan melanocyte-

stimulating hormone -α dan –β. Konsekuensi klinis adalah

hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi dibagian distal ekstremitas didaerah

yang terpajan matahari walaupun dapat juga mengenai daerah yang dalam

keadaan normal tidak terpajan matahari. Daerah- daerah ini mencakup

puting payudara, permukaan ekstensor ekstremitas, genitalia, mukosa pipi,

lidah, lipatan ditelapak tangan, dan buku jari.2

Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respon normal

terhadap stres, maka pasien dengan defisiensi kortisol tidak dapat menahan

stress bedah, anastesi, trauma, infeksi, dan penyakit demam lainnya. Pada

keadaan ini pasien mungkin mengalami insufisiensi adrenal akut yang

mengancam nyawa. 2

21

Page 22: Penyakit Addison

Defisiensi Aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran

natrium dan reabsorpsi kalium diginjal. Deplesi garam menyebabkan

berkurangnya air dan volume plasma. Menurunnya volume plasma

menimbulkan hipotensi postural. Pasien dengan penyakit Addison

mungkin memiliki tekanan darah yang normal saat berbaring tetapi

mengalami hipotensi mencolok dan takikardia saat berdiri beberapa menit.

Berdasarkan definisi , hipotensi postural terjadi apabila tekanan sistolik

dan diastolik turun lebih dari 20 mmHg saat pasien mengambil posisi

tegak. Takikardia postural terjadi apabila kecepatan nadi meningkat lebih

dari 20 denyut permenit (bpm) pada keadaan seperti diatas. Berkurangnya

tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi biasanya menetap lebih

dari 3 menit setelah perubahan posisi. Dengan demikian, pasien penyakit

Addison mungkin memiliki tekanan darah 120/80 mmHg saat berbaring,

tetapi tekanan darah tersebut turun menjadi 60/40 mmHg setelah pasien

berdiri. Demikian juga kecepatan nadi dapat meningkat dari 80 menjadi

140 bpm dengan perubahan posisi tersebut. 2

Berkurangnya volume intravascular dan tekanan arteroil aferen

ginjal merangsang pelepasan rennin dan meningkatkan pembentukan

angiotensin II. Namun, Karena korteks adrenal rusak, maka angiotensin II

tidak dapat merangsang produksi aldosteron dan memulihkan kadarnya ke

kadar basal. Kadar rennin yang tinggi dan aldosteron yang rendah

merupakan cirri defisiensi aldosteron primer. 2

Defisiensi Androgen dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan

pubis. Efek ini tertutupi pada laki-laki, yang memiliki androgen testis

untuk menimbulkan efek metabolic androgenic. Pada perempuan

insufisiensi adrenal menyebabkan hilangnya rambut ketiak dan pubis serta

berkurangnya rambut di ekstremitas. 2

22

Page 23: Penyakit Addison

2.7 Diagnosis

Diagnosis penyakit Addison sudah dapat diperkirakan berdasarkan gambaran

klinis defisiensi kortisol, aldosteron, dan androgen. Diagnosis dipastikan

dengan pemeriksaan laboratorium yang sesuai.

Apabila gejala timbul dalam beberapa minggu atau bulan, maka

diagnosisnya adalah insufisiensi adrenal kronik. Sebaiknya, gejala dapat

timbul secara cepat dan mengarah pada diagnosis insufisiensi adrenal akut

atau krisis addisonian. Penyakit ini dapat terjadi apabila diagnosis dan

pengobatan tertunda dan gejala bertambah parah atau saat pasien dengan

diagnosis yang sudah jelas mengalami penyakit akut yang tidak dicakup oleh

dosis steroid untuk stress. Infusiensi adrenal akut adalah kedaruratan medis.

Pasien dating dengan muntah, dehidrasi, hipotensi, dan hipoglikemia.

Diagnosis insufisiensi adrenal ditegakkan dengan pemeriksaan

laboratorium spesifik. Pasien dengan infusiensi adrenal primer

memperlihatkan penurunan kadar kortisol dan aldosteron tetapi peningkatan

kadar ACTHdan renin.2

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Perlu diperhatikan prosedur berikut untuk memastikan diagnosis dan

penanganannya. Sampel darah harus diambil untuk pemeriksaan kortisol

darah. Kemudian diberikan NaCl 0,9 % intravena 1 liter / jam dan pada setiap

liter ditambahkan deksametason sodium fosfat 4 mg dan aqueos tetrosuctin

200 mg. Setelah 1 jam, ulangi pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan

kortisol darah. Cara ini efektif dan pemeriksaan kortisol darah dapat

memastikan diagnosis klinis dan pemeriksaan respon adrenal. 3

Pemeriksaan penunjang dan penegakan diagnosis pada Penyakit Addison

Tes hormon Metode Hasil

kortisol plasma basal diukur kadar kortisol pk

08.00 -09.00 serta pk

normal : 6-24 microg/dl

insufisiensi adrenal : ≤3

23

Page 24: Penyakit Addison

17.00 mcg/dl

bukan insufisiensi adrenal :

≥ 19 mcg/dl

tes stimulasi ACTH

pendek (tes synacten)

kortisol darah/urin

diukur sebelum dan

sesudah pemberian

injeksi ACTH sintetik.

tes pendek : ukur kadar

kortisol sebelum dan

30-60 menit sesudah

injeksi

kadar kortisol rendah atau

tidak naik sama sekali

sesudah injeksi

tes stimulasi ACTH

panjang

pemberian injeksi

ACTH sintetik selama

48-72 jam

tidak ada peningkatan kadar

kortisol pada insufisiensi

primer (Addison)

tes autoantibodi imunoflouresensi

indirek

ditemukan antibodi

menunjukan adanya

insufisiensi adrenal primer

autoimun.

2.9 Penatalaksanaan

Terapi untuk penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya

20 sampai 30 mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron, 9-

alfa-fluorokortisol. Apabila dosis steroid-steroid ini sudah di sesuaikan

dengan benar, maka status metabolik pasien kembali ke normal dan ia

mampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfa-

fluorokortisol perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress

(misalnya, penyakit demam, pembedahan, trauma), karena apabila tidak,

maka pasien dapat mengalami insufisiensi adrenal akut. Terapi pada

insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan penggantian dengan kortisol

terapi. Pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi aldosteronnya

normal.2

24

Page 25: Penyakit Addison

2.10 Prognosis

Kecuali risiko krisis adrenal, kesehatan dan usia pasien biasanya normal,

sedangkan pigmentasi dapat menetap.3

25

Page 26: Penyakit Addison

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat insufisiensi korteks

adrenal berupa defisiensi kortisol,aldosteron, dan androgen. Penyakit ini

jarang ditemukan dan lebih sering ditemukan pada wanita dari pada pria.

Indikasi diagnostic dari penyakit ini diantaranya; (1) menurunnya kortisol

serum (2) meningkatnya ACTH (3) hiponatrenia, hiperkalsemia dan asidosis

metabolic (4) tingginya rennin serum, dan (5) rendahnya aldosteron serum.

Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi kortisol, yang apabila

penatalaksaan dan pemberian dosis sudah disesuaikan dengan benar, maka

status metabolic pasien kembali normal dan ia mampu menjalani hidup secara

normal.

26

Page 27: Penyakit Addison

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robins and Cotran Pathologic Basis of

Disease. 7th Edition. Elsevier Saunders : China; 2005, p.835-836.

2. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC: 1254-1257

3. Persatuan Ahli Penyakit Dalam. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi 2. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI: 1986.

4. Snell, S. Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.

Edisi 6. Jakarta : EGC : 256

5. Guyton, A.C & Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi

11. Jakarta: EGC: 804-808.

27

Page 28: Penyakit Addison

LAMPIRAN

28

Page 29: Penyakit Addison

29