penyakit bulai pada tanaman jagung dan...
TRANSCRIPT
1
PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA
Meningkatnya populasi OPT akibat perubahan iklim menuntut adanya varietas jagung yang
adaptif terhadap perkembangan dinamika hama dan penyakit di lapangan. Penyakit Bulai
misalnya, merupakan penyakit utama pada tanaman jagung yang apabila tidak tertangani
dengan baik akan menyebabkan kehilangan hasil sampai 100%. Peningkatan suhu dan
kelembaban akhir-akhir ini diperkirakan akan semakin mempercepat perkembangbiakan dan
penyebaran spora bulai melalui media udara, tanah ataupun benih. Ciri umum yang ditimbulkan
dari serangan bulai adalah munculnya butiran putih pada daun yang merupakan spora
cendawan pathogen tersebut. Penyakit ini menyerang pada tanaman jagung varietas rentan
hama penyakit dan umur muda (1-2 MST) maka kehilangan hasil akibat infeksi penyakit ini
dapat mencapai 100% (Puso). Masa kritis tanaman jagung terserang bulai berlangsung sejak
benih ditanam hingga usia 40 hari.
Sejumlah daerah di Indonesia seperti Bengkayang, Kalimantan Barat, Kediri Jawa Timur dan
Sumatera Utara dilaporkan telah menjadi daerah endemic bulai. Upaya pencegahan yang
dilakukan petani melalui perlakuan benih dengan fungisida berbahan aktif metalaksil dilaporkan
tidak membawa hasil karena adanya efek resistensi atau kekebalan terhadap bahan aktif
tersebut. Selain penyakit, serangan hama utama jagung seperti penggerek batang dan
kumbang bubuk. Kerusakan biji oleh kumbang bubuk dapat mencapai 85% dengan penyusutan
bobot biji 17%. Siklus hidup berkisar antara 30-45 hari pada suhu optimum 37oC, kadar air biji
14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila kadar air biji jagung
yang disimpan di atas 15%.
Gejala
Gejala khas bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang daun dengan batas
yang jelas antara daun sehat. Pada daun permukaan atas dan bawah terdapat warna putih
seperti tepung dan ini sangat jelas pada pagi hari. Selanjutnya pertumbuhan tanaman jagung
akan terhambat, termasuk pembentukan tongkol, bahkan tongkol tidak terbentuk, daun-daun
menggulung dan terpuntir serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan
(Gambar 1).
2
Penyebab dan penyebarannya
Penyebab penyakit bulai di Indonesia ada tiga jenis spesis yaitu Peronosclerospora
maydis, P. phillipinensis dan P. sorghi (Gambar 2). Lokasi penyebaran dan identifikasi sepsis
Peronosclerospora spp. telah diketahui di 20 Kabupaten dan kota di Indonesia (Tabel 1). P.
maydid umumnya menyerang tanaman jagung di Pulau Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah
dan DIY. P.philipinensis banyak menyerang tanaman jagung di Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan sampai Sulawesi Utara, sedangkan p. sorghi banyak ditemukan di Tanah Karo
Sumatera Utara dan Bati-Malang.
Gambar 2. Bentuk konidia Cendawan (a) P. maydis, (b) P.Sorgi dan (c) P.hillipinensis
Tabel 1.Penyebaran tiga jenis cendawan Peronosclerospora spp. di beberapa lokasi di
Indonesia berdasarkan bentuk konidia.
No. Kabupaten Bentuk Konidia
Spesis No. Kabupaten Bentuk konidia
Spesis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tanah Laut Yoykarta Bogor Pemalang Purwokerto Pekalongan Bone Gowa Takalar Lampung
Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong
P.philipinenss P. Maydis P. Maydis P. Maydis P.Maydis P.Maydis P.Maydis P.Maydis P. phillipinensis P. phillipinensis
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Maros Enrekang Gorontalo Tomohon Wajo Minahasa Soppeng Sidrap Malang-Batu T. Karo (Brastagi)
Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Bulat telur Bulat telur
P.Phillipinensis P.phillipinensis P.phillipinensis P.phillipinensis P.phillipinensis P.phillipinensis P.phillipinensis P.phillipinensis P. Sorghi P. Sorghi
Siklus penyakit
Proses infeksi cendawan Peronosclrospora spp. dimulai dari konidia jatuh dan tumbuh
dipermukaan daun jagung serta berkembang membentuk appressoria lalu masuk kedalam
jaringan tanaman muda melalui stomata, selanjutnya terjadi lesion local dan berkembang
sampai ketitik tumbuh, menyebabkan infeksi sistemik sehingga terbentuk gejala bulai (Gambar
3).
3
Gambar 3. Siklus infeksi penyakit bulai pada tanaman jagung dilapang
Inang alternative
Beberapa jenis inang alternatif penyakit bulai selain tanaman jagung diantaranya adalah
Avena sativa, Digitaria spp., Euchlaena spp., Heteropogon contartus, Panicum spp., Setaria
spp., Saccharum spp., Sorghum spp., Pennisetum spp. dan Zea mays.
Pengendalian
Untuk menanggulangi OPT jagung telah dilakukan pencarian gen-gen yang tahan
terhadap hama dan penyakit. Karakterisasi molekuler berbasis marka SSR (Single Sequence
Repeats) dan SNP (Single Nucleotide Polymorphisms) untuk perakitan varietas jagung toleran
cekaman abiotik telah dilakukan melalui sejumlah proses genotyping dan sequencing. Sejak 3
tahun terakhir skrining ketahanan hama penyakit telah mengidentifikasi sejumlah galur dengan
ketahanan spesifik terhadap penyakit dan hama jagung seperti disajikan pada Tabel 3.
4
Tabel 3. Varitas dan galur toleran OPT jagung
No Varietas/Galur Toleran hama/penyakit Hasil (t/ha)
1 Bima 3 Bantimurung (Hibrida) Bulai 10
2 Lagaligo (Komposit) Bulai 7,5
3 G10104428, G101044-46, Mal
01-2, Mal 04-1, dan G-193-1
Bulai 8-9
Gambar 4 . FIngerprint untuk mencari gen tahan bulai dan proses skrining bulai di lapangan
Dibawah ini sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit bulai di
lapangan:
1. Penggunaan varietas tahan seperti jagung hibrida varietas Bima-1, Bima-3, Bima-9, Bima-
14 dan Bima-15 serta jagung komposit varietas Lagaligo dan Lamuru.
2. Periode bebas tanaman jagung hal ini dikhususkan kepada daerah-daerah endemik bulai
dimana jagung ditanam tidak serempak, sehingga terjadi variasi umur yang menyebabkan
keberadaan bulai dilapangan selalu ada, sehingga menjadi sumber inokulum untuk
pertanaman jagung berikutnya.
3. Sanitasi lingkungan pertanaman jagung sangat perlu dilakukan oleh karena berbagai jenis
rumput-rumputan dapat menjadi inang bulai sehingga menjadi sumber inokulum
pertanaman berikutnya.
4. Rotasi tanaman dengan tujuan untuk memutus ketersediaan inokulum bulai dengan
menanam tanaman dari bukan sereal.
5. Eradikasi tanaman yang terserang bulai.
6. Penggunaan fungisida (b.a. Metalaksil) sebagai perlakuan benih (seed treatment) untuk
mencegah terjadinya infeksi bulai lebih awal dengan dosis 2,5 -5,0 g/kg benih.
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Serealia