penguatan hak tanah timbul dalam rangka pemberdayaan usaha mikro dan kecil

25
1 MAKALAH PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL OLEH CPNS KELOMPOK 7 TAHUN 2008 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Upload: poes

Post on 08-Jun-2015

1.966 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Makalah ini dibuat oleh Kelompok VII CPNS BPN RI.

TRANSCRIPT

Page 1: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

I. PENDAHULUAN

1

MAKALAH

PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

OLEH CPNS KELOMPOK 7 TAHUN 2008

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Page 2: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

I.1. Latar Belakang

Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan lembaga

pemerintah yang menangani pertanahan di Indonesia. Tanah

merupakan aset fisik Usaha Mikro Kecil (UMK) pada bidang pertanian,

industri dan jasa. Tanah juga merupakan aset yang dapat dijaminkan

untuk permodalan yang dapat digunakan untuk keberlangsungan dan

pengembangan usaha.

Pentingnya aset tanah tersebut bagi UMK mendorong dibuatnya

kesepakatan bersama Kepala BPN, Menteri Negara Koperasi dan UKM

dan Menteri Dalam Negeri tahun 2007 tentang kebijakan percepatan

pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UKM. Ini dilakukan untuk

meningkatkan akses permodalan UMKM terkait pelaksanaan program

pemberdayaan UMKM. Tugas dan tanggung jawab BPN dalam

kesepakatan bersama tersebut adalah :

Melaksanakan percepatan sertipikasi hak atas tanah sebagai

program prioritas

Menyusun petunjuk teknis percepatan penyelesaian hak atas tanah

Memfasilitasi bantuan biaya sertipikasi sesuai DIPA

Menginstruksikan Kepala Kantor Wilayah (KaKanWil) BPN dan Kepala

Kantor Pertanahan (KaKanTah) Kabupaten/Kota untuk melaksanakan

percepatan program.

Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto, PhD menegaskan

bahwa aset-aset yang dimiliki oleh masyarakat akan tidak berarti

kecuali dilegalkan sehingga aset ini dapat digunakan secara penuh dan

efektif. Apabila aset tidak memiliki legalitas di mata hukum maka UMK

tidak dapat menggunakan aset-aset tersebut sebagai agunan dalam

mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan bisnis. Jika tidak punya

2

Page 3: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

cukup dana untuk pengembangan bisnis, maka dapat dipastikan tidak

akan ada kontribusi  yang dapat diharapkan dari mereka untuk

pembangunan negara. (Ira, 2007)

Hak milik kaum miskin dan pengusaha lemah masih sedikit diakui

oleh pemerintah, sehingga mereka tetap ’terkunci’ di dalam kegiatan

ekonomi informal. Bahkan banyak dari mereka yang tidak memiliki

legalitas yang diperlukan untuk mengubah asetnya menjadi kapital.

(Prasetyawan, W., 2006)

Berdasarkan data dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM,

perkembangan jumlah UKM periode 2005-2006 mengalami

peningkatan sebesar 3,88% yaitu dari 47.102.744 unit pada tahun

2005 menjadi 48.929.636 unit pada tahun 2006. Sektor ekonomi UKM

yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor (1) Pertanian,

Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan

Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Jasa-jasa; serta (5)

Pengangkutan dan Komunikasi dengan perkembangan masing-masing

sektor tercatat sebesar 53,57%, 27,19%, 6,58%, 6,06% dan 5,52%.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UKM pada tahun 2005

tercatat sebesar 83.233.793 orang atau 96,28% dari total penyerapan

tenaga kerja yang ada, kontribusi UK tercatat sebanyak 78.994.872

orang atau 91,38% dan UM sebanyak 4.238.921 orang atau 4,90%.

(www.menkop.go.id, 2007)

Data diatas memperlihatkan besarnya kontribusi usaha kecil

terhadap perekonomian nasional. Namun UMK pada umumnya

merupakan masyarakat kecil yang memanfaatkan sumberdaya yang

ada antara lain tanah timbul. Tanah sebagai aset memiliki potensi

untuk dimanfaatkan oleh UMK. Tanah timbul belum memiliki status

hukum yang jelas bagi UMK untuk disertipikatkan sebagai akses

permodalan bagi usaha UMK itu sendiri. 3

Page 4: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

II.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya pemanfaatan tanah timbul oleh UMK?

2. Apa saja masalah-masalah pemanfaatan tanah timbul yang

mempengaruhi pemberdayaan UMK?

3. Apa saja masalah-masalah yang dihadapi UMK untuk mensertipikasi

tanah timbul?

4. Apa saja upaya untuk memecahkan persoalan pemanfaatan dan

sertipikasi tanah timbul?

II.3 Manfaat dan Tujuan

1. Mengetahui pemanfaatan tanah timbul oleh UMK.

2. Mengetahui masalah-masalah pemanfaatan tanah timbul yang

mempengaruhi pemberdayaan UMK.

3. Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi UMK untuk

mensertipikasi tanah timbul.

4. Mengetahui upaya untuk memecahkan persoalan pemanfaatan dan

sertipikasi tanah timbul.

5. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

4

Page 5: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

II LANDASAN TEORI

Usaha mikro dan usaha kecil menurut Kementerian Negara Koperasi

dan Usaha Kecil dan Menengah adalah suatu badan usaha milik WNI baik

perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak

termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp. 200 juta dan atau

mempunyai omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun

sebanyak-banyaknya Rp. 1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri.

(Lembaga Penelitian Smeru dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan,

2003)

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan

menengah Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri

b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan

berkeadilan

c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar

sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara

terpadu.

Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam UU No

20 tahun 2008 yaitu:

a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,

berkembang, dan berkeadilan

b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri

5

Page 6: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam

pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan

pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari

kemiskinan.

Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2008 tentang petunjuk teknis

program pemberdayaan usaha mikro dan kecil melalui kegiatan sertipikasi

hak atas tanah untuk peningkatan akses permodalan. Program

pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui Kegiatan Sertipikasi Hak

Atas Tanah adalah kegiatan yang meliputi sosialisasi, identifikasi, seleksi,

verifikasi subjek (Usaha Mikro dan Kecil) sebagai peserta program dan objek

dalam hal ini tanah, proses pengurusan sertipikasi hak atas tanah untuk

peningkatan akses permodalan guna pengembangan usaha, dengan biaya

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia.

Program ini bertujuan memberikan kepastian hukum hak atas tanah

Usaha Mikro dan Kecil untuk meningkatkan akses permodalan berupa

peningkatan kemampuan jaminan kredit/pembiayaan pada perbankan atau

koperasi dalam rangka pengembangan usaha. Sasaran program adalah

usaha mikro dan kecil ,calon dan/atau debitur Bank atau Koperasi yang

membutuhkan tambahan plafon kredit/pembiayaan yang secara teknis

dinyatakan layak (feasible) akan tetapi jaminan hak atas tanahnya belum

terdaftar atau belum bersertipikat.

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) memuat ketentuan

akan adanya jaminan bagi setiap warga negara untuk memiliki tanah serta

mendapat manfaat dari hasilnya (pasal 9 ayat 2). Jika mengacu pada

ketentuan itu dan juga merujuk pada PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran

Tanah (terutama pasal 2). Badan Pertanahan Nasional (BPN) semestinya

dapat menerbitkan dokumen legal (sertipikat) yang dibutuhkan oleh setiap

warga negara dengan mekanisme yang mudah; terlebih lagi jika warga

6

Page 7: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

negara yang bersangkutan sebelumnya telah memiliki bukti lama atas hak

tanah mereka (petok, leter C, girik, kikitir, dll). (www.dauzsy.wordpress.com,

2007)

UUPA mengamanatkan bahwa suatu bidang tanah harus didaftar dan

mendapat sertipikat hak atas tanah bagi yang telah didaftar. Sertipikat hak

atas yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan merupakan bukti kepemilikan

atas tanah dengan sesuatu hak yang dilindungi oleh Undang-Undang. Oleh

karena itu, tanah yang bersertipikat (hak atas tanah) memberikan rasa aman

bagi pemilik tanah yang namanya tercantum dalam sertipikat tersebut.

Tanah yang telah bersertipikat mempunyai nilai jual yang lebih tinggi

daripada nilai jual tanah yang belum bersertipikat hak atas tanah. Selain itu,

tanah yang bersertipikat dapat diagunkan bila pemilik tanah meminjam uang

dari bank umpamanya. (Ali, T. H ,2002 ).

Tanah timbul adalah tanah yang timbul akibat sedimentasi di perairan.

Tanah timbul tersebut merupakan tanah negara yang belum dibebani hak,

walaupun sudah terdapat pemanfaatan tanah timbul oleh masyarakat untuk

kegiatan pertanian maupun jasa (Wibowo,T. H,2006).

Tanah timbul banyak muncul di kawasan-kawasan pantai yang

berdekatan

dengan muara sungai besar. Karena air sungai banyak membawa lumpur

sejak dari hulu, maka di sekitar muara menjadi mengendap dan pada

gilirannya menjadi "tanah timbul". Munculnya "tanah timbul" tersebut sering

menjadi pemicu sengketa antar

warga yang mengincar dan ingin memiliki tanah tersebut. Bahkan tidak

jarang,

kawasan yang masih berupa pantai dan masih tergenang sebagai kawasan

laut pun sudah dipatok dan dikavling oleh warga karena diyakini suatu saat

akan berubah menjadi daratan. (www.yahoo.com, 2004)

7

Page 8: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

Menurut Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional No. 410-1293 tanggal 9 Mei 1996 tentang Penertiban

Status Tanah Timbul dan Tanah Reklamasi, Tanah-tanah timbul secara alami

seperti delta, tanah pantai, tepi danau/situ, endapan tepi sungai, pulau

timbul dan tanah timbul secara alami lainnya dinyatakan sebagai tanah yang

langsung dikuasai oleh negara. Selanjutnya penguasaan/pemilikan serta

penggunaannya diatur oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Usaha mikro dan kecil di Indonesia telah memberikan kontribusi yang

signifikan kepada perekonomian nasional. Sebagai gambaran, pada tahun

2000 tenaga kerja yang diserap industri rumah tangga (salah satu bagian

dari usaha mikro sektor perindustrian) dan industri kecil mencapai 65,38%

dari tenaga kerja yang diserap sektor perindustrian nasional. Pada tahun

yang sama sumbangan usaha kecil terhadap total Produk Domestik Bruto

mencapai 39,93% (BPS, 2001). (Lembaga Penelitian Smeru dan Kementerian

Pemberdayaan Perempuan, 2003)

Usaha mikro bersama usaha kecil juga mampu bertahan menghadapi

goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun

1997. Indikatornya antara lain, serapan tenaga kerja antara kurun waktu

sebelum krisis dan ketika krisis berlangsung tidak banyak berubah, dan

pengaruh negatif krisis terhadap pertumbuhan jumlah usaha mikro dan kecil

lebih rendah dibanding pengaruhnya pada usaha menengah dan besar.

Lebih jauh lagi, usaha mikro dan usaha kecil telah berperan sebagai

penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety valve) dalam upaya

mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menyediakan alternatif lapangan

pekerjaan bagi para pekerja sektor formal yang terkena dampak krisis.

(Lembaga Penelitian Smeru dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan,

2003)

8

Page 9: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

III. PEMBAHASAN

III.1 Pemanfaatan Tanah Timbul oleh UMK

Tanah timbul merupakan tanah negara yang belum dibebani hak

dan tanah ini berasal dari sedimentasi perairan dan kondisi fisiknya

sudah tidak lagi berair. Tanah timbul memiliki potensi untuk

dikembangkan sebagai lahan usaha di bidang pertanian dan non

pertanian.

Terdapat 4 contoh kasus pemanfaatan tanah timbul yang

dibahas. Contoh kasus yang pertama diambil Wawasan Digital 2008

yaitu pemanfaatan tanah timbul di bidang pertanian yang berada di

sepanjang alur sungai Serayu, Desa Karangrena, Kecamatan Maos,

Cilacap, Jawa Tengah. Masyarakat pinggir Sungai Serayu

memanfaatkan tanah hasil endapan lumpur tersebut untuk bercocok

tanam. Misalnya ditanami padi dan palawija. Banyak warga yang telah

memanfaatkan tanah timbul untuk lahan pertanian dan pada

umumnya mereka bekerja sebagai petani penggarap. Solidaritas

Warga Wetan Serayu (SWWS) meminta Badan Pertanahan Nasional

(BPN) Kabupaten Cilacap untuk segera melakukan sertipikasi terhadap

puluhan hektar tanah timbul di Desa Karangrena, Maos. Sebab, selama

ini tanah itu dibiarkan tanpa status kepemilikan, dan ini dinilai

membuka peluang konflik antar warga.

Contoh kasus kedua terjadi di Laguna Sagara Anakan, Cilacap.

Tanah timbul di Laguna Sagara Anakan berasal dari fenomena

perubahan bentang alam akibat sedimentasi dan pendangkalan yang

terus-menerus, sebagian besar areal Sagara Anakan kini sudah nyaris

menjadi daratan atau dipenuhi tanah timbul. Tanah timbul itu

kemudian mulai dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kampung

9

Page 10: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

Laut yang hidup di sekitar Sagara Anakan untuk menetap dan bertani.

Mayoritas Masyarakat Kampung Laut adalah masyarakat nelayan

namun mereka kehilangan sebagian besar sumber nafkah seiring

dengan laut yang menjadi sandaran hidup mereka semakin dangkal

dan menyempit. Karena itulah banyak masyarakat beralih profesi

menjadi petani di tanah timbul. Beralih profesi menjadi petani adalah

cara yang dipandang paling logis (dan paling mungkin) untuk

dilakukan agar mereka bisa melanjutkan kelangsungan hidupnya.

Data dari CilacapMedia.com merupakan contoh kasus ketiga.

Tanah timbul di kasus ini akibat sedimentasi Sungai Citandui, di Desa

Rawaapu, Kecamatan Patimuan, yang berbatasan langsung dengan

pantai selatan Cilacap. Terdapat penambahan daratan seluas 742

hektar dan Perhutani mengklaim secara sepihak tanah tersebut meski

sebagian besar tanah telah dimanfaatkan warga untuk pertanian.

Sengketa tanah timbul di Desa Rawaapu telah terjadi sejak 1998.

Warga Rawaapu telah mengajukan permohonan agar tanah

tersebut dialihkan sebagai areal hak milik sebab cocok sebagai areal

pertanian padi. Warga tidak setuju dengan langkah Perhutani

menguasai tanah tersebut karena areal ini tidak cocok untuk tanaman

keras. Perhutani sendiri pernah memanfaatkan tanah timbul itu untuk

perkebunan kayu putih. Namun, tanaman kayu putih banyak yang mati

karena di musim penghujan areal tersebut menjadi persawahan.

Pada Bulan Mei 2007, permohonan warga mendapat dukungan

dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap. Bupati Cilacap, Probo

Yulastoro, setuju tanah tersebut menjadi milik warga sebab tanah

tersebut di luar areal peta lahan yang dikelola Perhutani. Bahkan

Pemkab Cilacap mengaku sudah menyurati Presiden dan Menteri

Kehutanan. Intinya, meminta daratan baru tersebut diberikan kepada

warga setempat atau Pemkab Cilacap.

10

Page 11: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

Pemanfaatan lain tanah timbul di bidang non pertanian antara

lain untuk usaha perbengkelan dan kerajinan tangan. Contoh kasus

keempat adalah di Desa Kismoyoso, Ngemplak, Boyolali dan terdapat

tanah timbul seluas ± 2.000 m2 kemudian yang sudah dimanfaatkan

oleh UMK seluas ± 1.000 m2. Berikut denah lokasi UMK di bantaran

Sungai Kismoyoso.

Terda

11

Jalan Kampung

JembatanSungai

Jalan Desa

Jalan Kecamatan

SertipikatUMK

Tan ah timbul

Page 12: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

Terdapat 5 unit UMK yang memanfaatkan tanah timbul tersebut

dan mengusahakan perbengkelan, kerajinan mebel, kios ponsel dan

warung makan. Tanah timbul di daerah ini merupakan hasil endapan

Sungai Kismoyoso dan unit UMK tersebut membayar uang sewa ke

Kantor Desa Kismoyoso.

III.2 Masalah - masalah Pemanfaatan Tanah Timbul yang

Mempengaruhi Pemberdayaan UMK

UMK erat hubungannya dengan pertumbuhan perekonomian

nasional. UMK memiliki peran yang signifikan terhadap penyerapan

tenaga kerja. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan

usaha kecil pada 2007 menyerap 78 juta tenaga kerja di Indonesia.

Pemberdayaan UMK akan memajukan perekonomian dan

menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran yang

pada akhirnya bermuara pada peningkatan taraf hidup rakyat

Indonesia. UMK yang berada di atas tanah timbul dan tanah absentee

memiliki potensi pengembangan usaha. Namun terdapat

permasalahan tanah timbul dan tanah absentee yang mempengaruhi

pemberdayaan UMK.

Tanah timbul memiliki masalah dalam penguatan hak atas tanah

untuk dapat menjadi aset bagi UMK. Masalah itu antara lain tanah

timbul yang tidak dimanfaatkan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) dapat sewaktu-waktu dialihfungsikan atau diambil alih oleh

pemerintah. Pada kasus di Kampung Laut, Pemerintah yaitu Badan

Pengelola Konservasi Sagara Anakan (BPKSA) memanfaatkan tanah

timbul tersebut untuk konservasi Hutan Mangrove. Kondisi ini

menyebabkan konflik antara rakyat dengan pemerintah.

12

Page 13: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

Permasalahan lain dari tanah timbul bagi UMK adalah tidak

jelasnya status kepemilikan tanah dan ini membuka peluang konflik

antar warga atau antara warga dengan lembaga pemerintah dan

BUMN. Pada kasus di Kampung Laut, tanah timbul menyebabkan

sengketa dengan lembaga pemerintah maupun BUMN yang

berkepentingan pada tanah timbul itu. Selain masyarakat, paling tidak

di sana ada LP Nusakambangan, Perhutani, dan Badan Pengelola

Konservasi Sagara Anakan (BPKSA) yang memanfaatkan tanah timbul

tersebut. Pada kasus Rawaapu, Cilacap juga terdapat sengketa atas

kepemilikan tanah timbul antara masyarakat dengan Perhutani.

III.3 Masalah-masalah Yang Dihadapi UMK Untuk Mensertipikasi

Tanah Timbul

Sertipikasi terhadap kepemilikan tanah mampu berkontribusi

dalam penurunan kemiskinan dan keberlangsungan pembangunan

terutama di daerah pedesaan. Selain itu, keberadaan UMK, yang

jumlahnya diperkirakan sekitar 95% dari total unit ekonomi di negara

ini, juga mengharapkan adanya reformasi sistem kepemilikan tanah

ini. Sebab, salah satu masalah utama yang dihadapi oleh sektor UMK

adalah akses kepada pinjaman bank. Pinjaman bank biasanya

menggunakan agunan tanah, maka tidak heran jika dalam hal ini isu

sertipikasi tanah menjadi penting.

Tanah timbul muncul karena fenomena alam yang sebelumnya

tidak ada maka bukti-bukti alas hak atas tanah tidak lengkap, tidak

jelas dan bahkan tidak ada. Karena itulah Pemerintah mengatur

penguasaan tanah timbul pada PP No. 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah. Pada pasal 12 peraturan tersebut dinyatakan

bahwa tanah timbul adalah tanah yang dikuasai oleh Negara.

13

Page 14: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

Melihat contoh kasus di atas, tanah timbul mempunyai potensi

untuk dimanfaatkan UMK di bidang pertanian maupun non pertanian.

Untuk memperkuat modal, unit UMK memerlukan jaminan hukum atas

status tanah timbul tersebut. Untuk mengkonversi status tanah timbul

dari tanah Negara menjadi tanah milik UMK membutuhkan proses dan

waktu yang lama.

Untuk memenuhi syarat tanah negara menjadi hak milik yaitu

harus dikuasai dan diusahakan sekurang-kurangnya 20 tahun atau

lebih secara terus menerus (pasal 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah). Tanah timbul umumnya belum dikuasai UMK dalam waktu

yang cukup lama dan ini menjadi halangan bagi UMK untuk

mensertipikasinya.

Sertipikasi tanah timbul harus sesuai dengan RTRW daerah

setempat. Tanah timbul kebanyakan muncul akibat sedimentasi

sungai, danau dan laut. Karena itulah sebagian tanah timbul penting

sebagai areal konservasi laut (pencegahan abrasi dengan penanaman

mangrove) dan daerah resapan air yang penting mencegah banjir.

Karena itu, sertipikasi tanah timbul yang dimanfaatkan oleh UMK

memerlukan kajian mendalam sehingga membutuhkan waktu yang

lama.

III.4 Upaya Untuk Memecahkan Persoalan Pemanfaatan dan

Sertipikasi Tanah Timbul

Untuk memecahkan persoalan pemanfaatan tanah timbul,

Pemerintah sebagai pemilik tanah timbul sebaiknya melakukan

penyuluhan ke masyarakat (UMK) yang mengusahakan tanah timbul.

Penyuluhan penting agar UMK mengusahakan tanah timbul sesuai

dengan RTRW sehingga tidak menyebabkan kerusakan ekosistem atau

14

Page 15: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

lingkungan dan merugikan masyarakat lain. Pemerintah juga perlu

melakukan pendampingan dan sosialisasi kepada UMK mengenai cara

sertipikasi tanah timbul.

Tanah timbul dapat disertipikasi dengan memperhatikan RTRW.

Selama penggunaannya sesuai dengan RTRW hal tersebut dapat

diusahakan sesuai peraturan yang berlaku. Mengingat peraturan yang

khusus mengatur tentang tanah timbul belum ada maka digunakan PP

No 8 Tahun 1953 yang mengatur tentang pengusahaan tanah-tanah

Negara. Pada pasal 9 dinyatakan bahwa Kementerian, Jawatan dan

Daerah Swatantra, sebelum dapat menggunakan tanah-tanah Negara

yang penguasaannya diserahkan kepadanya itu menurut

peruntukannya, dapat memberi izin kepada pihak lain untuk memakai

tanah itu dalam waktu yang pendek.

Melihat potensi dan usaha yang ada maka pemerintah daerah

dengan kebijakannya dapat mempertimbangkan untuk memberikan

hak baik hak milik, hak guna usaha maupun hak guna bangunan yang

dapat dijadikan jaminan utang.

15

Page 16: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

IV PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN

1. Terdapat pemanfaatan tanah timbul oleh UMK di bidang pertanian

dan non pertanian.

2. Masalah-masalah tanah timbul yang mempengaruhi pemberdayaan

UMK adalah ketidaksesuaian tempat usaha UMK dengan RTRW;

status kepemilikan tanah UMK atas tanah timbul yang tidak jelas,

bukti-bukti alas hak atas tanah tidak lengkap, tidak jelas dan bahkan

tidak ada; potensi konflik antar warga atau warga dengan instansi

pemerintah dan BUMN.

3. Masalah-masalah yang dihadapi UMK untuk mensertipikasi tanah

timbul adalah status tanah timbul sebagai tanah Negara; diperlukan

waktu yang lama untuk status tanah timbul dari tanah Negara

menjadi tanah hak milik.

4. Upaya untuk memecahkan masalah pemanfaatan dan sertipikasi

tanah timbul adalah kesesuaian pemanfaatan tanah timbul oleh

UMK dengan RTRW; penyuluhan, sosialisasi dan pendampingan UMK

dalam rangka pemanfaatan dan sertipikasi tanah timbul.

IV.2. SARAN

1. Diperlukan pendataan dan penilaian untuk mengetahui besarnya

potensi tanah timbul .

2. Adanya regulasi yang mengatur pemanfaatan tanah timbul.

16

Page 17: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

3. Sosialisasi dan penyuluhan kepada UMK tentang pemanfaatan dan

cara sertipikasi tanah timbul.

4. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan sebaiknya

membuat juknis tentang UMK yang berusaha di tanah timbul

maupun tanah-tanah bermasalah.

5. Pemerintah Daerah perlu membuat Peraturan Daerah mengenai

pengaturan Tanah Timbul.

17

Page 18: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

DAFTAR PUSTAKA

Ali,T.H.2002. CapitaSelekta: Perkotaan,Pertanahan,Komputerisasi. Badan Pertanahan Nasional, Jakarta.

Ama, KK, 2008. Waduk Tilong: Inspirasi Pembangunan Pertanian Terpadu NTT. Koran Kompas, NTT

Harsono,Budi .2007.Hukum Agraria Indonesia. Djambatan, Jakarta.

Ira, 2007. Resep Kaya Ala De Soto. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Jakarta.

Lembaga Penelitian Smeru dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, 2003. Buku I : Peta Upaya Penguatan Usaha Mikro/Kecil di Tingkat Pusat Tahun 1997-2003. Jakarta.

Lembaga Penelitian Smeru dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2003. Buku II: Upaya Penguatan Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan (Sukabumi, Bantul, Kebumen, Padang, Surabaya, Makassar). Jakarta.

Prasetyawan, W., 2006. Hernando De Soto: Mengentaskan Kemiskinan Melalui Mekanisme Pasar. Koran Tempo, Jakarta.

Supriadi, 2008. Hukum Agraria. Sinar Grafika, Jakarta.

Wibowo,H.T. 2006. Evaluasi Aspek Fiskal Tanah Timbul Dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM . Departemen Geodesi FTSL-ITB, Bandung.

www.CilacapMedia.com. Suparyo Y., 2008. Warga Rawaapu Tolak Klaim Perhutani Atas Tanah Timbul.

www.dauzsy.wordpress.com. Firdaus M.S., 2007. Bom Waktu Sengketa Agraria.

www.menkop.go.id, 2007. Revitalisasi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sebagai Solusi Mengatasi Pengangguran dan Kemiskinan.

www.yahoo.com, 2004. Untuk Atasi Konflik di Brebes Perlu Perda "Tanah Timbul"

18

Page 19: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

19

Page 20: PENGUATAN HAK TANAH TIMBUL DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL

Satu studi yang dilakukan oleh Bank Dunia (2006) menunjukkan bahwa

salah satu masalah paling penting yang dihadapi oleh pengusaha UKM ialah

sulitnya akses atas kredit formal. Singkatnya, para pengusaha tersebut tidak

memiliki akses untuk mendapatkan modal dari bank-bank atau lembaga

keuangan formal lainnya. Walaupun studi tersebut tidak berusaha menjawab

kenapa gejala tersebut muncul, dengan dapat disimpulkan bahwa para

pengusaha UKM tersebut tidak memiliki legalitas atas usahanya. Akibatnya,

mereka tidak mampu menjaminkan aset-asetnya kepada bank untuk

mendapatkan pinjaman modal guna membesarkan usahanya.

20