pemberdayaan perempuan perikanan

198

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 2: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KEMATANGAN GENDER

KELOMPOK USAHA PERIKANAN

Page 3: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 4: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

C.01/11.2020

Penerbit IPB PressJalan Taman Kencana, No. 3

Kota Bogor - Indonesia

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KEMATANGAN GENDER

KELOMPOK USAHA PERIKANAN

Editor:Armen Zulham | Hikmah | Nensyana Shafitri | Christina Yuliaty

Page 5: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Judul Buku:Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Penulis:Armen Zulham | Tikkyrino Kurniawan | Riesti Triyanti | Nurlaili Nensyana Shafitri | Hikmah | Permana Ari Soejarwo | Risna Yusuf Sapto Adi Pranowo | Retno Widihastuti

Editor:Armen Zulham | Hikmah | Nensyana Shafitri | Christina Yuliaty

Penyunting Bahasa:Nopionna Dwi Andari

Desain Sampul & Penata Isi:Muhamad Ade Nurdiansyah

Korektor:Dwi M Nastiti

Jumlah Halaman: 184 + xii Halaman Romawi

Edisi/Cetakan:Cetakan 1, November 2020

PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPI No. 193/JBA/2010Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected]

ISBN: 978-623-256-417-6

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2020, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANGDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Tahun Terbit Elektronik: 2020

eISBN: 978-623-256-418-3

Page 6: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

KATA PENGANTAR KEPALA BALAI BESAR

RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Selaku Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), saya mengapresiasi kerja tim editor buku bunga rampai “Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan”. Tim Editor telah bekerja sesuai jadwal yang direncanakan sehingga buku ini dapat diterbitkan. Isi buku telah dikemas oleh tim editor sesuai dengan judul buku sehingga informasi yang disampaikan semakin jelas dan lengkap.

Proses editorial sangat baik karena dukungan para penulis yang berkontribusi di dalam buku bunga rampai ini. Saya menilai penulis telah memperkaya tulisan pemberdayaan perempuan dan gender dari hasil penelitian pada kelompok usaha perikanan di berbagai sentra produksi perikanan. Tulisan-tulisan tersebut memberi pemahaman tentang potret gender pada kelompok usaha perikanan serta upaya pencapaian kesetaraan dan keadilan gender yang telah dilaksanakan.

Buku bunga rampai ini bagi BBRSEKP memiliki arti penting karena menghimpun pengetahuan gender yang dimiliki dan dikuasai oleh tim peneliti; menjadi indikator penelitian gender yang telah dikerjakan serta menjadi dasar perencanaan kajian gender dengan topik terkini lainnya. Hasil kajian gender tersebut informasinya diharapkan mendukung pembangunan kelautan dan perikanan. Selain itu, buku ini merupakan salah satu output kinerja unit kerja BBRSEKP.

Perlu diketahui, unit kerja BBRSEKP merupakan salah satu unit kerja yang mendukung pencapaian kinerja gender pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang didasarkan atas Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000.

Page 7: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

vi

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

INPRES tersebut substansinya adalah memerintahkan seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk mengintegrasikan gender pada setiap tahapan proses pembangunan. Dengan demikian, buku bunga rampai “Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan” ini merupakan buku penting yang berkontribusi terhadap knowledge pencapaian pengarusutamaan gender dalam pembangunan perikanan.

Sebagai pimpinan saya mengharapkan agar peneliti BBRSEKP dapat menulis dan menerbitkan buku gender dengan topik yang berbeda, namun tetap dalam koridor mendukung pembangunan kelautan dan perikanan.

Buku ini tentu terbit atas bantuan berbagai pihak, dan saya mengharapkan buku bunga rampai ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dalam merancang implementasi pembangunan perikanan, para peneliti dan mahasiswa, serta para praktisi pembangunan perikanan yang tertarik dengan dinamika gender dalam pembangunan perikanan.

Jakarta, September 2020

Kepala BBRSEKP

Dr Rudi Alek Wahyudin

Page 8: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

KATA PENGANTAR EDITOR

Buku ini merupakan hasil kajian pemberdayaan perempuan pada beberapa kelompok usaha perikanan di Jakarta Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan Sumba Timur, serta Bengkulu Utara yang dilakukan pada tahun yang berbeda. Seluruh naskah di dalam buku telah melalui proses editorial. Tim editor membingkainya dalam bentuk bunga rampai yang alurnya terdiri dari empat bagian.

Bagian pertama merupakan prolog, menguraikan dinamika peran perempuan dalam pembangunan di Indonesia. Prolog menggali informasi tentang posisi perempuan dalam program pembangunan di pedesaan yang dirancang pemerintah Indonesia. Pada bagian ini, memberi informasi munculnya kelompok usaha perikanan sebagai program pemberdayaan perempuan pada Sektor Kelautan dan Perikanan. Kelompok usaha perikanan tersebut dapat dipastikan merupakan replikasi bentuk kelompok pemberdayaan perempuan yang pernah ada di pedesaan.

Bagian kedua merupakan analisis pengarusutamaan gender pada Sektor Kelautan dan Perikanan. Ulasan didasarkan pada upaya Pemerintah dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengikutsertakan perempuan dalam pembangunan melalui kelompok usaha perikanan. Dua tulisan di dalam buku ini menunjukkan pengarusutamaan gender di dalam masyarakat didorong melalui kebijakan pemerintah membentuk kelompok-kelompok usaha perikanan. Kelompok usaha tersebut adalah Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar), Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR), Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP).

Bagian ketiga merupakan tulisan-tulisan tentang potret gender pada kelompok usaha perikanan yang dibentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kelompok usaha perikanan tersebut berada pada pusat produksi perikanan di Jakarta Utara, Kabupaten Kendal, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bengkulu Utara. Tulisan-tulisan pada bagian ini banyak memberi informasi tentang potret gender pada rumah tangga anggota kelompok serta pada

Page 9: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

viii

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

kelompok usaha perikanan itu sendiri. Selain itu, di dalamnya terdapat informasi penting yang berguna untuk memperbaiki kinerja kelompok usaha perikanan tersebut.

Bagian keempat merupakan epilog dari seluruh tulisan pada bagian ketiga. Epilog ini melakukan analisis kematangan gender kelompok usaha perikanan tersebut secara umum. Konsep kematangan gender ini merupakan teknik analisis baru yang diharapkan dapat dikembangkan untuk mengukur efektivitas pengarusutamaan gender dari suatu kebijakan, kelembagaan atau organisasi.

Tim editor telah bekerja sebaik mungkin untuk membingkai semua tulisan menjadi sebuah pengetahuan yang dapat digunakan untuk memperkuat kebijakan pemberdayaan perempuan di Sektor Kelautan dan Perikanan maupun untuk kepentingan lain yang terkait dengan pembangunan ekonomi masyarakat perikanan.

Buku bunga rampai “Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan” ini dipersiapkan sejak April sampai September 2020. Namun, tim editor menyadari buku ini masih memerlukan penyempurnaan sehingga kami sangat mengharapkan saran untuk perbaikan penerbitan berikutnya.

Jakarta, September 2020

Tim Editor

Page 10: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

KATA PENGANTAR PENERBIT

Buku ini adalah salah satu buku yang diterbitkan oleh PT Penerbit IPB Press. Penerbit menilai informasi yang ada di dalam buku ini merupakan kumpulan ilmu pengetahuan mengenai pemberdayaan perempuan pada kelompok usaha perikanan yang dibentuk pemerintah. Informasi tersebut merupakan sumbangsih pemikiran terkait dengan pemberdayaan perempuan dan gender dalam pembangunan perikanan. Oleh karena itu, buku bunga rampai ini menjadi sumber pengetahuan baru bagi pembaca dan pemangku kepentingan yang peduli dengan pembangunan perikanan dan kajian gender.

Buku bunga rampai disusun dalam empat bagian, pembahasannya disajikan secara berjenjang dengan alur yang menarik. Bahasan diawali dengan perhatian pemerintah terhadap perempuan dalam pembangunan ekonomi, strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan perikanan, analisis gender pada program pemberdayaan masyarakat perikanan, dan ditutup dengan gagasan untuk menilai tingkat kematangan gender terhadap kelompok usaha perikanan yang dibentuk pemerintah. Buku ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga pembaca dapat memperoleh inti dari permasalahan gender, aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pemberdayaan perempuan dan gender, serta teknik analisis gender.

Sejatinya peran gender dalam pembangunan perikanan pada beberapa tulisan di dalam buku ini perlu diperhatikan. Jika peran perempuan diabaikan dalam pembangunan perikanan maka akan timbul kesenjangan sosial yang lebar pada masyarakat itu. Fenomena ini sudah pernah terjadi dan disebut sebagai ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender.

Upaya menuju keadilan dan kesetaraan gender adalah strategi yang dirancang di dalam beberapa tulisan pada buku ini sehingga konsepnya dapat memberi wawasan pada pembaca tentang implementasi gender yang harus dilakukan dalam pembangunan perikanan.

Page 11: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

x

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Oleh sebab itu, buku ini sangat penting bagi mahasiswa, peneliti sosial ekonomi, pelaksana program pembangunan perikanan, dan para pengambil kebijakan perikanan di Indonesia. Penerbit mengharapkan isi buku ini dapat dimanfaatkan untuk penyempurnaan program pembangunan perikanan agar responsif gender.

Bogor, Oktober 2020

Penerbit

Page 12: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KEPALA BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN ..................................................................... v

KATA PENGANTAR EDITOR ...................................................................... vii

KATA PENGANTAR PENERBIT ................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

BAGIAN PERTAMA. MENELUSURI UPAYA MEMPERKUAT PERAN PEREMPUAN

PROLOG: PERAN PEREMPUAN DAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PERIKANAN ......................................................3Armen Zulham

BAGIAN KEDUA. STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER

KINERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN .................................................21 Tikkyrino Kurniawan, Riesti Triyanti, dan Nurlaili

PENGARUSUTAMAAN GENDER PADA KOMUNITAS PERIKANAN SKALA KECIL ............................................................................................ 41 Nensyana Shafitri, Riesti Triyanti, dan Armen Zulham

BAGIAN KETIGA. PERAN GENDER PADA KOMUNITAS PERIKANAN

GENDER PADA KELOMPOK RUMAH TANGGA PENGOLAH HASIL PERIKANAN ............................................................................................. 63 Riesti Triyanti, Nensyana Shafitri, dan Tikkyrino Kurniawan

ANALISIS GENDER PADA RUMAH TANGGA NELAYAN DI DESA CITUIS KABUPATEN TANGERANG .............................................87 Hikmah, Nurlaili, dan Permana Ari Soejarwo

POTRET GENDER PADA USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN SUMBA TIMUR .............................................................103 Permana Ari Soejarwo, Risna Yusuf, Hikmah dan Sapto Adi Pranowo

Page 13: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

xii

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

GENDER PADA PROGRAM BANTUAN PERIKANAN DI KECAMATAN PADANG JAYA - BENGKULU UTARA .......................................................121 Retno Widihastuti, Hikmah, dan Permana Ari Soejarwo

GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA MASYARAKAT PESISIR .................................................................137 Nurlaili, Nensyana Shafitri, Tikkyrino Kurniawan, dan Retno Widihastuti

BAGIAN EMPAT. MENUJU KEMATANGAN GENDER

EPILOG: MENGUKUR KEMATANGAN GENDER KELOMPOK USAHA PERIKANAN ...........................................................159 Armen Zulham

PROFIL EDITOR DAN PENULIS ...............................................................171

INDEKS .................................................................................................. 179

Page 14: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

BagianPertama

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KEMATANGAN GENDER KELOMPOK USAHA PERIKANAN

Menelusuri Upaya Memperkuat Peran Perempuan

Page 15: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 16: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

PROLOG: PERAN PEREMPUAN DAN GENDER

DALAM PEMBANGUNAN PERIKANAN

Armen Zulham

Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Gedung BRSDM KP I Lt. 4. Jl. Pasir Putih 1 - Ancol Timur,

Jakarta Utara 14430 email: [email protected]

PendahuluanPerhatian terhadap peran perempuan dan gender berkembang searah dengan kemajuan perekonomian. Pada negara berkembang sebelum tahun 1970, di mana taraf hidup masyarakat masih rendah dan infrastruktur kurang memadai maka perhatian pemerintah terhadap peran perempuan dalam pembangunan ekonomi masih sangat terbatas. Padahal, seperti di Indonesia hasil sensus penduduk tahun 1961 dan 1971 menunjukkan jumlah penduduk perempuan sebesar 50,7% dari 97.018.829 jiwa (1961) dan 50,8% dari 118.459.845 jiwa (1971) sehingga penduduk perempuan merupakan potensi yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan ekonomi pada tahun 1970-an (Biro Pusat Statistik 1970). Pembangunan yang tidak mempertimbangkan perempuan dapat mendorong terjadi ketimpangan sosial yang luas dalam masyarakat. Oleh sebab itu, keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan harus dibangun dengan memperhatikan dimensi ekonomi, teknologi, ekologi, sosial, budaya dan politik, seperti yang pernah ditulis Sajogyo (1983).

Pada berbagai negara berkembang termasuk Indonesia sebelum tahun 1970-an, program pembangunan di pedesaan dirancang hanya mempertimbangkan dimensi ekonomi dan teknologi, harapannya kedua

Page 17: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

44

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

dimensi itu dapat menopang kehidupan masyarakat dalam menyediakan lapangan kerja, peningkatan produksi, peningkatan pendapatan masyarakat, serta mengurangi jumlah penduduk miskin (Anriquez & Stamoulis 2007). Namun, kenyataannya pada tahun 1970-an, program revolusi hijau yang dilaksanakan pemerintah Indonesia karena tidak mempertimbangkan dimensi sosial, budaya, politik maupun ekologi, menyebabkan perempuan tidak memperoleh manfaat dari program tersebut (Sofiani 2009). Contoh lain adalah program tambak inti rakyat di Pantura Jawa pada tahun 1980-an, program tersebut mengonversi hutan bakau menjadi tambak. Padahal kawasan hutan bakau tersebut merupakan lokasi perempuan mencari kerang, kepiting dan berbagai hasil perikanan, akibatnya sumber mata pencaharian perempuan hilang. Fenomena ini kerap terjadi, karena:

Kebijakan dan arah program peningkatan produksi perikanan 1. hanya mempertimbangkan dimensi ekonomi dan teknologi, serta mengabaikan dimensi sosial, budaya, politik maupun ekologi yang berkaitan dengan perempuan.

Hak kepemilikan aset perikanan dipegang laki-laki, akibatnya akses 2. perempuan terhadap kredit sebagai potensi modal usaha sulit diperoleh. Demikian juga dengan peluang pelatihan serta berbagai potensi pasar.

Keterampilan perempuan pada masyarakat perikanan sulit 3. ditingkatkan, karena tidak semua perempuan memperoleh akses pendidikan, apalagi sarana fisik pendidikan dan kesempatan pendidikan tidak merata, serta pendidikan yang disediakan tidak sesuai dengan yang diperlukan perempuan (Mulyana & Hasanah 2017).

Pada negara-negara berkembang perhatian terhadap potensi perempuan dalam pembangunan mendapat perhatian setelah tahun 1970 (Booth & Proteis 1999). Pemerintah pada negara-negara tersebut dengan bantuan lembaga donor internasional mulai mencoba menempatkan perempuan sebagai subjek pembangunan sehingga mereka dapat memperoleh manfaat dari hasil pembangunan. Upaya ini tidak mudah, karena peran perempuan pada kegiatan produktif dipengaruhi oleh beberapa persoalan.

Page 18: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

5

Prolog: Peran Perempuan dan Gender dalam Pembangunan Perikanan

5

Di Indonesia, terutama di Jawa peran perempuan dipengaruhi oleh persoalan sejarah kepemilikan lahan (Onghokham 2008; Kano 2008). Politik kepemilikan lahan masyarakat Jawa diatur oleh penguasa dan elit desa sehingga membuat keluarga penggarap lahan (termasuk perempuan) bekerja untuk menggarap lahan milik elit desa dan umumnya tidak dibayar. Beberapa elit desa memelihara anak penggarap lahan sebagai anak angkat. Hal ini ini terjadi karena elit desa merupakan simbol status sosial tinggi yang sangat dihormati dalam masyarakat Jawa dan berfungsi sebagai pelindung (Dunham 2008).

Pada tahun 1970-an, Indonesia mulai melakukan program revolusi hijau di pedesaan, tujuannya untuk swasembada beras. Perempuan di pedesaan seperti dilaporkan oleh Winarno (2003) tidak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan pertanian tersebut. Program revolusi hijau untuk swasembada beras dan perbaikan infrastruktur itu menyebabkan kesenjangan sosial yang sangat lebar di Jawa (Dunham 2008). Saat itu di pedesaan perempuan dilaporkan oleh Newberry (2013) & Billah et al. (2008) menjadi penganggur karena peran mereka tergeser dengan penggunaan inovasi baru. Akhirnya perempuan menjadi pekerja tidak dibayar (unpaid worker) pada usaha pertanian milik keluarga (pertanian maupun perikanan) atau bekerja sebagai tenaga kerja upah rendah (low paid) pada berbagai kegiatan di pedesaan. Pada desa-desa nelayan seperti di Sorkam - Tapanuli Tengah serta di berbagai lokasi di Sumatera sampai dengan tahun 1980-an, peran perempuan tergantung dari hubungan patron-client antara pemilik modal dengan nelayan (laki-laki), akibatnya perempuan di daerah itu lebih berperan pada urusan domestik dan saat tertentu hanya membantu membongkar ikan agar mendapat upah dalam bentuk ikan.

Upaya pembangunan pedesaan yang dilakukan pemerintah Indonesia saat itu, seperti yang bahas Dunham (2008), Nurberry (2013) membuat peran perempuan tergeser dari aktivitas perekonomian yang sering dilakukannya, karena program pembangunan tidak mempertimbangkan kebutuhan perempuan. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia melakukan perbaikan strategi pembangunan di pedesaan (Winarno 2003), dengan membentuk kelembagaan/organisasi untuk mensukseskan program pembangunan. Kelembagaan tersebut diharapkan menjadi wadah agar perempuan di pedesaan berkontribusi dalam pembangunan serta memperoleh manfaat dari hasil pembangunan itu.

Page 19: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

66

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Di Afrika seperti di Ghana, walaupun peran perempuan relatif lebih baik, namun karena data terpilah gender yang tidak memadai membuat upaya peningkatan peran perempuan terhambat sehingga terjadi diskriminasi terhadap hak perempuan terkait dengan kepemilikan aset, akses terhadap sumber pembiayaan dan kesempatan kerja (Ofosu-Baadu 2012). Padahal, undang-undang dan peraturan telah disiapkan pemerintah untuk melaksanakan berbagai ratifikasi internasional peningkatan partisipasi perempuan dalam kegiatan perekonomian di negara itu melalui program tanaman pangan (hortikultura dan umbi-umbian), dan perbaikan pendidikan pedesaan.

Tulisan ini merupakan pengantar (prolog) buku “Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan”. Tujuan tulisan ini adalah mempelajari upaya pemerintah dalam pemberdayaan perempuan serta mencoba memberi pemahaman tentang peran gender di dalam masyarakat perikanan di Indonesia. Buku bunga rampai ini terdiri dari 4 bagian, yaitu: menelusuri upaya memperkuat peran perempuan, strategi pengarusutamaan gender, gender pada komunitas perikanan, dan mencari terobosan menuju kematangan gender. Data dan informasi pada tulisan ini berasal dari berbagai referensi dan tulisan di dalam buku ini. Informasi juga diperoleh dari hasil pengamatan lapangan.

Pemberdayaan Masyarakat Perikanan melalui Organisasi Sebelum Pemerintah Orde Baru melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I) 1969/1970–1974/1975, perempuan di Indonesia (termasuk pada desa-desa perikanan) terkotak-kotak dalam berbagai organisasi yang beraliansi dengan partai politik, akibatnya kaum perempuan ikut dalam berbagai pergerakan politik dan tidak berminat dalam aktivitas pembangunan ekonomi (Winarno 2003).

Belajar dari pengalaman tersebut dan hasil revolusi hijau, maka pemerintah Indonesia membentuk organisasi untuk memobilisasi potensi perempuan di pedesaan sehingga mereka ikut berkontribusi dalam program pembangunan. Pembentukan organisasi Pembinaan

Page 20: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

7

Prolog: Peran Perempuan dan Gender dalam Pembangunan Perikanan

7

Kesejahteraan Keluarga (PKK), yang dimulai tahun 1973, tujuannya adalah untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan ekonomi nasional (Dunham 2003; Newberry 2013).

PKK yang terdapat di desa-desa mempunyai 10 program. Hasil kajian Suryani (2018) menunjukkan perempuan di pedesaan tidak memahami maksud organisasi dan 10 program PKK tersebut. Namun, pemerintah berpendapat melalui PKK perempuan di pedesaan Indonesia dapat berkontribusi dan memanfaatkan hasil pembangunan.

Sejak tahun 1973, Pemerintah Indonesia membentuk 3 organisasi pemberdayaan perempuan (Soetrisno 1990). Organisasi tersebut menjadi wadah agar perempuan di Indonesia mendukung program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Tiga organisasi itu adalah: Dharma Wanita, Dharma Pertiwi dan Organisasi PKK. Dharma Wanita merupakan wadah organisasi istri pegawai negeri sipil; Dharma Pertiwi adalah wadah organisasi istri anggota angkatan bersenjata untuk berkontribusi dalam pembangunan. Pada setiap desa pemerintah membentuk organisasi PKK anggotanya adalah perempuan di desa yang bukan istri pegawai negeri dan istri anggota angkatan bersenjata. Organisasi tersebut tercatat sebagai organisasi perempuan dalam GBHN 1983 yang dibentuk untuk mendukung pembangunan nasional (Katjasungkana 1989).

Efektivitas organisasi perempuan yang dibentuk oleh pemerintah Orde Baru dipelajari oleh Soetrisno (1990) dan Sofiani (2009). Perspektif sosiologi organisasi perempuan yang dilakukan oleh Soetrisno (1990) menyimpulkan organisasi tersebut kurang berfungsi sebagai kekuatan advocacy berbagai pemasalahan perempuan dalam pembangunan di Indonesia, seperti permasalahan Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri, hak tenaga kerja perempuan sebagai pekerja industri, serta tingkat upah pekerja perempuan. Organisasi tersebut dibentuk tidak untuk memprovokasi kebijakan pemerintah terkait dengan perempuan, seperti kebijakan penempatan Tenaga Kerja Wanita maupun hak tenaga kerja perempuan (Tabel 1).

Organisasi PKK menjadi wadah pelaksana 10 program PKK yang dirancang pemerintah sehingga perempuan di desa menjadi pekerja produktif di luar rumah yang kreatif dan menciptakan nilai baru. Sementara pekerjaan reproduksi yang bersifat repetitif tetap dilakukan perempuan agar nilai-

Page 21: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

88

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

nilai dan kelangsungan hidup keluarga dapat dipertahankan (Saptari & Holzner 1997). Pekerjaan repetitif perempuan dalam konsep Edholm et al. (1978) terdiri dari tiga konsep yaitu human or biological reproduction, reproduksi sosial dan reproduksi tenaga kerja. Konsep pertama terkait dengan peran perempuan melahirkan anak; konsep kedua mempelajari relasi antara produksi dan perluasan struktur sosial untuk dilestarikan dan konsep ketiga mempelajari peran perempuan dalam mengasuh dan mempersiapkan tenaga kerja di dalam rumah tangga.

Program PKK menjadi pilihan pemerintah, karena keluarga merupakan relasi terkecil laki-laki dan perempuan serta merupakan tempat yang paling aman untuk: menyampaikan berbagai rencana, kegagalan maupun capaian kegiatan ekonomi, mendapat pedoman moral, dan menerima “bekal” dalam memelihara nilai-nilai, sikap dan tata laku untuk mengenal dan memelihara budaya yang melekat dalam kehidupannya (Sajogyo 2003).

Pada desa-desa perikanan saat ini, selain organisasi PKK terdapat juga organisasi lain, seperti: Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar), Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR), dan Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP). Organisasi pemberdayaan perempuan berbasis perikanan ini dibahas pada beberapa tulisan dalam buku ini. Pada desa tertentu terdapat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang di bentuk oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang ikut berperan dalam pemberdayaan perempuan pada desa-desa perikanan yang memiliki potensi wisata bahari.

Keanggotaan KUB, Polahsar, KUGAR, Pokdakan, dan KMP terdiri dari laki-laki atau perempuan saja, atau laki-laki dan perempuan. Jumlah anggota kelompok minimal 10 orang per kelompok. Jumlah organisasi/kelompok itu, dalam satu desa berkisar antara 1 sampai 3 kelompok. Artinya, tidak semua perempuan atau masyarakat desa di desa tersebut menjadi anggota kelompok.

Kelompok tersebut akan menerima paket bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dikelola berkelompok sehingga akan muncul entrepreneur perikanan baru di pedesaan. Organisasi tersebut memang tidak dibentuk untuk mengadvokasi permasalahan eksternal perempuan,

Page 22: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

9

Prolog: Peran Perempuan dan Gender dalam Pembangunan Perikanan

9

seperti: tidak adilnya distribusi program bantuan kepada perempuan di desa, kegagalan entrepreneur perempuan mengakses potensi sumber daya, serta permasalahan yang dihadapi perempuan pedesaan lainnya seperti tingkat upah dan sistem upah yang tidak adil di pedesaan. Dengan kata lain KUB, Polahsar, KUGAR, dan Pokdakan atau KMP dibentuk agar perempuan yang terdapat di dalam kelompok-kelompok usaha tersebut dapat bekerja pada kegiatan produktif di luar kegiatan domestik sehingga keadilan dan kesetaraan gender dapat diwujudkan.

Penelitian di Desa Eretan Wetan dan Eretan Kulon Kabupaten Indramayu Jawa Barat 2012–2015 menunjukkan anggota kelompok tersebut terdiri dari perempuan yang merupakan kerabat perangkat desa. Ketika kelompok itu menerima bantuan (modal) dari pemerintah, terjadi friksi antara perempuan di dalam kelompok dengan perempuan di luar kelompok di desa itu. Di Eretan Wetan pada 2012–2015 muncul kelompok “sempalan” yang memprovokasi berbagai kebijakan desa. Di Eretan Kulon walaupun tidak muncul kelompok “tandingan”, tetapi bantuan untuk kelompok-kelompok tersebut tidak efektif karena dikelola Koperasi Mina Eretan Kulon.

Analisis organisasi/kelompok terkait dengan peran perempuan seperti yang diuraikan di atas dapat dipelajari pada Tabel 1. KUB, Poklahsar, Pokdakan, KUGAR, serta KMP adalah wadah program pemberdayaan masyarakat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Peran kelompok-kelompok tersebut didominasi oleh peran ketua kelompok yang berupaya membangun kesadaran gender pada anggota dalam mengelola bantuan. Pengamatan lapangan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Indramayu 2012–2015 menunjukkan kelompok-kelompok tersebut tidak responsif terhadap isu gender yang terkait dengan akses potensi kredit, pelatihan, magang, dan mendukung keberlanjutan usaha termasuk kesempatan kerja di desa. Kelompok-kelompok di desa itu menjadi kelompok dengan tingkat partisipasi pasif dan insentif (Pretty 1995). Artinya, untuk melaksanaan kegiatan kelompok, perempuan anggota kelompok itu mengharapkan bayaran (insentif) dan mereka hanya mengikuti petunjuk yang disampaikan pelaksana program (pasif), namun setelah kegiatan itu selesai maka program tersebut tidak dilanjutkan oleh mereka dengan berbagai alasan.

Page 23: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

1010

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tabel 1 Analisis peran organisasi/kelompok dalam perspektif gender, 2020

Kelompok /organisasi

Anggota kelompok

Struktur organisasi

Peran kelompok / organisasi

Peran organisasi/kelompok dalam perspektif gender

Internal Eksternal

Dharma Wanita

Istri Pegawai Negeri Sipil

Terstruktur sampai tingkat nasional

Pemberdayaan perempuan pendukung program nasional

Membangun kesadaran gender anggota mendukung program pemerintah

Tidak responsif terhadap berbagai isu gender di luar organisasi, seperti kebijakan TKW, upah perempuan pada sektor industri dan sektor informal.

Dharma Pertiwi

Istri anggota Angkatan Bersenjata

Terstruktur sampai tingkat nasional

Pemberdayaan perempuan pendukung program nasional

Membangun kesadaran gender anggota mendukung program pemerintah

Tidak responsif terhadap berbagai isu gender di luar organisasi, seperti kebijakan TKW, upah perempuan pada sektor industri dan sektor informal.

PKKPerempuan di desa

Terstruktur sampai tingkat nasional

Pemberdayaan perempuan pendukung program nasional

Membangun kesadaran gender pada perempuan di desa dalam pelaksanaan 10 program PKK

Tidak responsif dengan isu gender pada kebijakan tentang potensi kredit, pelatihan maupun magang serta penganguran.

KUB

Umumnya laki-laki, beberapa KUB terdapat perempuan, per kelompok minimal 10 orang

Terstruktur pada tingkat kelompok

Pemberdayaan •masyarakat (perempuan)Wadah pelaksana •program perikanan untuk masyarakat perikanan tangkap

Membangun kesadaran gender pada anggota dalam mengelola bantuan

Tidak responsif dengan isu gender tentang kebijakan kredit, pengangguran di desa serta keberlanjutan usaha, maupun kesempatan kerja di desa.

Page 24: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

11

Prolog: Peran Perempuan dan Gender dalam Pembangunan Perikanan

11

Kelompok /organisasi

Anggota kelompok

Struktur organisasi

Peran kelompok / organisasi

Peran organisasi/kelompok dalam perspektif gender

Internal Eksternal

Poklahsar

Umumnya perempuan jumlah kelompok per desa terbatas dan jumlah anggota 10 orang

Terstruktur pada tingkat kelompok

Pemberdayaan •masyarakat (perempuan)Wadah pelaksana •program perikanan untuk masyarakat pengolah dan pemasar hasil perikanan

Membangun kesadaran gender pada anggota dalam mengelola bantuan

Tidak responsif dengan isu gender tentang kebijakan kredit, pengangguran di desa serta keberlanjutan usaha, maupun kesempatan kerja di desa.

Pokdakan

Umumnya laki-laki dan beberapa Pokdakan terdapat perempuan sebagai anggota

Terstruktur pada tingkat kelompok

Pemberdayaan •masyarakat (perempuan)Wadah pelaksana •program perikanan untuk masyarakat pembudidaya perikanan

Membangun kesadaran gender pada anggota dalam mengelola bantuan

Tidak responsif dengan isu gender tentang kebijakan kredit, pengangguran di desa serta keberlanjutan usaha, maupun kesempatan kerja di desa.

KUGAR

Umumnya laki-laki dan beberapa perempuan jumlah anggota per kelompok minimal 10 orang

Terstruktur pada tingkat kelompok

Pemberdayaan •masyarakat (perempuan)Wadah pelaksana •program masyarakat petambak garam

Membangun kesadaran gender pada anggota dalam mengelola bantuan

Tidak responsif dengan isu gender tentang kebijakan kredit, pengangguran di desa serta keberlanjutan usaha, maupun kesempatan kerja di desa.

KMP

Umumnya laki-laki dan beberapa perempuan jumlah anggota per kelompok minimal 10 orang

Terstruktur pada tingkat kelompok

Pemberdayaan •masyarakat (perempuan)Wadah pelaksana •program untuk masyarakat pesisir

Membangun kesadaran gender tentang output program pada anggota

Bias gender terhadap pemanfaatan hasil dari program atau kegiatan pembangunan

Tabel 1 Analisis peran organisasi/kelompok dalam perspektif gender, 2020 (lanjutan)

Page 25: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

1212

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Internalisasi Peran Gender pada Masyarakat PerikananInternalisasi peran perempuan pada pembangunan seperti yang diuraikan di atas telah lama dilakukan, namun dampaknya kurang efektif. Pendekatan internalisasi peran perempuan dalam pembangunan semakin terarah dan terus berkembang dimulai dari pendekatan Women in Development - merupakan desain strategi pembangunan yang dibangun para egaliter agar mengurangi kerugian perempuan di sektor produktif dan mengakhiri diskriminasi karena modernisasi (Boserup 1997); Women and Development - mempelajari relasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. Revolusi hijau yang memperkenalkan padi unggul yang tumbuh lebih rendah sehingga tidak memungkinkan lagi perempuan memanen dengan ani-ani, akibatnya terjadi marjinalisasi terhadap perempuan. Women and Development tersebut kurang responsif terhadap perempuan dan mendorong terjadi kemiskinan terhadap perempuan; dan Gender and Development (GAD) - merupakan kontruksi sosial gender terkait dengan peran spesifik, tanggung jawab dan harapan terhadap perempuan dan laki-laki (Rathgeber 1989; Razavi & Miller 1995). Pendekatan GAD menempatkan perempuan sebagai agen perubahan bukan sebagai objek yang pasif dalam pembangunan.

Di Indonesia, implementasi Gender and Development dilakukan melalui Pengarusutamaam Gender (PUG). Strategi pembangunan ini dipilih untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia melalui Intruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Beberapa produk hukum lain yang mendukung kesetaraan gender adalah UU Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga; dan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun, terkait dengan PUG respons Pemerintah Daerah terhadap Instruksi Presiden tersebut tidak seperti yang diharapkan, karena prioritas utama pembangunan daerah belum mempertimbangkan PUG.

Page 26: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

13

Prolog: Peran Perempuan dan Gender dalam Pembangunan Perikanan

13

Meskipun demikian, pada berbagai kabupaten/kota di Indonesia implementasi PUG Sektor Kelautan dan Perikanan dengan perspektif GAD dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui kegiatan: KUB, Pokdakan, Poklahsar, KMP, KUGAR. Kegiatan pada kelompok-kelompok tersebut dilaksanakan dalam rangka:

Merintis komitmen agar perhatian terhadap perempuan dalam 1. pembangunan kelautan dan perikanan dijadikan prioritas oleh Pemerintah Daerah.

Mendorong agar perempuan dijadikan subjek pembangunan, tidak 2. lagi sebagai objek pembangunan.

Memperluas skala kelompok agar kesetaraan dan keadilan gender 3. dapat diwujudkan dalam pelaksanaan pembangunan.

Kegiatan kelompok tersebut menjadi dasar untuk menyiapkan data 4. terpilah gender yang berguna untuk perencanaan dan implemetasi gender pada pembangunan perikanan dalam skala yang lebih luas.

Kelompok tersebut menjadi contoh bahwa diskriminasi terhadap 5. perempuan dalam program pembangunan tidak perlu terjadi. Perempuan dapat berperan efektif dalam kegiatan produktif dan kegiatan reproduktif.

Lima alasan tersebut tercermin dalam berbagai tulisan yang terdapat pada bagian kedua dan ketiga buku ini. Bagian kedua terdiri dari: a). Kinerja Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan; b). Pengarusutamaan Gender pada komunitas perikanan skala kecil. Bagian ketiga mencakup: a). Gender pada kelompok rumah tangga pengolah hasil perikanan. b). Analisis Gender pada rumah tangga nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang. c). Potret gender pada usaha budi daya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur; d). Potret gender pada program bantuan perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara; dan e). Gender dan pemberdayaan perempuan pada masyarakat pesisir.

PUG merupakan upaya Pemerintah Pusat mendorong semua kegiatan dalam program pembangunan mengintegrasikan gender pada setiap tahapan proses pembangunan sehingga dapat dicapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan, program, dan kegiatan yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan serta permasalahan laki-laki dan perempuan.

Page 27: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

1414

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

PUG menjadi salah satu strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam mengakses, memanfaatkan, berpartisipasi, dan mengontrol proses pembangunan. Landasan hukum PUG adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJM Nasional Tahun 2020–2024.

Pada kenyataannya, pelaksanaan PUG seolah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, sedangkan Pemerintah Daerah sulit merancang program-program yang terkait dengan pelasanaan strategi tersebut. Sebagian Pemerintah Daerah merancang implementasi PUG melalui Gender Budget Statement, namun strategi tersebut tidak efektif meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kelembagaan yang menopang strategi PUG secara formal telah dirancang sangat baik oleh Pemerintah Pusat pada tingkat kementerian. Namun, dampak implementasi tersebut pada masyarakat pengaruhnya sangat kecil karena dilaksanakan melalui kelompok kecil yang anggotanya minimal 10 orang, sehingga kurang efektif mempercepat terwujudnya kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam skala luas. Akibatnya, data terpilah gender yang yang tersedia untuk analisis strategi pencapaian kesetaraan laki-laki dan perempuan sangat terbatas. Analisis PUG pada dua tulisan dalam bagian kedua buku ini menunjukkan upaya Sektor Kelautan dan Perikanan dalam implementasi strategi PUG.

Fokus gender yang diuraikan pada bagian ketiga buku ini, terkait dengan relasi laki-laki dan perempuan pada aktivitas produksi, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Analisis yang dilakukan cakupannya terkait kesenjangan gender karena akses, kontrol, partisipasi dan manfaat pada program pembangunan yang dilakukan pada kelompok yang dipelajari. Akses adalah kesempatan bagi laki-laki dan perempuan memperoleh manfaat program bantuan; partisipasi merupakan keikutsertaan laki-laki dan perempuan dalam kelompok; sedangkan kontrol menunjukkan peran laki-laki dan perempuan dalam menjalankan fungsi pengendalian dan pengambilan keputusan dalam kegiatan kelompok; serta manfaat adalah peran laki-laki dan perempuan dalam memanfaatkan output dari aktivitas

Page 28: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

15

Prolog: Peran Perempuan dan Gender dalam Pembangunan Perikanan

15

kelompok tersebut. Tulisan-tulisan tersebut mempelajari gender pada beberapa kelompok usaha perikanan di Kabupaten Kendal, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Tangerang, Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara.

Menurut pandangan Soetrisno (1990), kelompok-kelompok tersebut kurang peduli dengan isu gender di luar kelompok. Pada desa yang masyarakatnya homogen, ketika satu kelompok menerima bantuan paket program, akan muncul friksi di dalam masyarakat itu karena banyak masyarakat atau kelompok lain mengharapkan menerima paket bantuan juga. Friksi ini menunjukkan isu gender di luar kelompok harus dipetakan, agar kesetaraan dan keadilan gender itu dapat juga diwujudkan di luar kelompok.

KesimpulanPeran perempuan dalam pembangunan di Sektor Kelautan dan Perikanan harus diperhitungkan, apalagi komposisi laki-laki dan perempuan di Indonesia dapat dikatakan seimbang, termasuk pada sentra industri perikanan. Program pembangunan perikanan yang mengabaikan peran perempuan berpotensi mendorong kesenjangan sosial dalam masyarakat. Hal ini dibuktikan saat Indonesia melaksanakan program revolusi hijau.

Internalisasi peran perempuan dalam pembangunan nasional diperkuat Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan, serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJM Nasional Tahun 2020–2024. Namun, internalisasi gender di dalam program Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum terlihat. Program di Kabupaten/Kota yang responsif gender merupakan program Pemerintah Pusat dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan melalui program pemberdayaan. Program Kementerian Kelautan dan Perikanan disebut Program Nasional Pemberdayaan Mandiri melalui kegiatan yang dilaksanakan pada organisasi KUB, Pokdakan, Poklahsar, KUGAR, dan KMP. Pada desa-desa pesisir terdapat program pemberdayaan masyarakat seperti Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata).

Page 29: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

1616

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Skala organisasi KUB. Pokdakan, Poklahsar, KUGAR, KMP yang dilakukan di desa-desa perikanan relatif kecil sehingga organisasi itu belum dapat dikatakan sebagai gerakan pembangunan desa karena hanya melakukan kegiatan pemberdayaan pada kelompok masyarakat tertentu di desa. Anggota kelompok itu di beberapa desa merupakan kerabat perangkat desa dan hal ini luput dari pengamatan peneliti-peneliti gender. Akibatnya, kelompok-kelompok tersebut hanya responsif terhadap permasalahan gender di dalam kelompok dan kurang peduli dengan permasalahan peran perempuan dan gender di luar kelompok. Pada desa-desa yang kelompok-kelompoknya melaksanakan kegiatan yang terkait PUG, sering terjadi friksi sosial antara kelompok itu dengan masyarakat (termasuk perempuan), terutama jika kelompok penerima paket bantuan atau saat melaksanakan kegiatan.

Analisis gender yang dibahas pada berbagai tulisan dalam buku ini lebih banyak membahas kesenjangan gender dari aspek akses, partisipasi, kontrol dan manfaat, sehingga analisis gender yang dibahas perspektifnya hanya internal kelompok.

Tulisan ini mengusulkan internalisasi gender dalam program pembangunan nasional pada berbagai desa perikanan dilakukan sebagai sebuah gerakan pembangunan perempuan desa sehingga tidak lagi dilaksanakan melalui kelompok-kelompok kecil. Langkah ini dapat mengurangi friksi sosial di dalam masyarakat yang menjadi potensi konflik sosial di dalam desa.

Daftar PustakaAnriquez G, Stamoulis K. 2007. Rural development and poverty reduction:

is agriculture still the key? J. of Agriculture & Development Economics. 4(1): 5–46.

Biro Pusat Statistik. 1971. Statistik Indonesia 1970. Jakarta.

Billah MM, L Widjajanto, A Kristyanto. 2008. Segi Penguasaan Tanah dan Dinamika Sosial di Pedesaan Jawa Tengah, S.M.P. Tjondronegoro & G. Wiradi (eds). Dua Abad Penguasaan Tanah Pola Penguasaan Tanah di Jawa dari Masa ke Masa. 302–345.

Page 30: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

17

Prolog: Peran Perempuan dan Gender dalam Pembangunan Perikanan

17

Booth JG, MJ Proteis. 1999. The Economic Role of Women in Agricultural Development and Rural Development: Promoting Income – Generating Activities. (summary report of a seminar). Held 18–22 October 1999. Technical Centre for Agricultural and Rural Cooperation, Wageningen.

Boserup E. 1997. Women’s Role in Economic Development. London: Earthscan.

Dunham SA. 2008. Revolusi Hijau dan Masalah Kesenjangan Sosial dalam Pendekar Pendekar Besi Nusantara. Penerbit Mizan. pp: 70–75.

Edholm F, O Harris, K Young. 1978. Conceptualising women. Critique of Antropology. 3 (9–10): 101–130.

Kano H. 2008. Sistem Pemilikan Tanah dan Masyarakat Desa di Jawa Abad XIX, dalam S.M.P. Tjondronegoro & G. Wiradi (eds). Dua Abad Penguasaan Tanah Pola Penguasaan Tanah di Jawa dari Masa ke Masa. 31–10.

Katjasungkana N. 1989. Domestikasi Perempuan dalam Karier. Berkala Pasantren. 6(2).

Mulyana N, DAS Hasanah. 2017. Pemberdayaan Perempuan Melalui Program Keluarga Berencana. Prosiding KS: Riset & PKM UNPAD. 4(1): 93–103. DOI: 10.24198/jppm.v4i1.14216.

Newberry J. 2013. Back Door Java: Negara, Rumah Tangga dan Kampung di Keluarga Jawa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. pp. 284.

Ofosu-Baadu B. 2012. Women in Rural Ghana. 4th Global Forum on Gender Statistics. Dead Sea Jordan. 2012 March 25–29.

Onghokham. 2008. Perubahan Sosial di Madiun selama Abad XIX: Pajak dan Pengaruhnya terhadap Penguasaan Tanah. Dalam S.M.P. Tjondronegoro & G. Wiradi (eds). Dua Abad Penguasaan Tanah Pola Penguasaan Tanah di Jawa dari Masa ke Masa. hal: 1–30.

Pretty J. 1995. Regenerative Agriculture Policy and Practices for Sustainability and Self Resilience. London. Earthscan. In R. Ramirez (1995). Participatory Learning and Communication Approaches for Managing Pluralism.

Page 31: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

1818

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Ratgheber EM. 1989. WID, WAD, GAD: Trends Research and Practice. International Development Research Centre. Ottawa. 26 pages.

Razavi S, C Miller. 1995. From WID to GAD: Conceptual Shifts in the Women and Development Discourse. Occasional Paper February 1995. United Nations Research Institute for Social Development United Nations Development Programme.

Soetrisno L. 1990. Peranan wanita dalam pembangunan: suatu perspektif sosiologis. Populasi. 1(1): 13–21.

Sofiani T. 2009. Membuka ruang partisipasi perempuan dalam pembangunan. Muwazah 1(1): 63–71.

Suryani AJ. 2018. Book review back door java: negara, rumah tangga, dan kampung di keluarga Jawa. by Jan Newberry. Jakarta: KPG, 2013. Kawalu: Journal of Local Culture. 5(1): 82–84.

Sajogyo P. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta: CV. Rajawali. pp 379.

Saptari R, B Holzer. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Sebuah Pengatar Studi Perempuan. Yayasan Kalyanamitra. pp 505.

Winarno B. 2003. Komparasi Organisasi Pedesaan dalam Pembangunan: Indonesia vis-à-vis Taiwan, Thailand dan Filipina. Media Pressindo. pp: 264.

Page 32: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

BagianKedua

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KEMATANGAN GENDER KELOMPOK USAHA PERIKANAN

Strategi Pengarusutamaan Gender

Page 33: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 34: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

KINERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER DI SEKTOR KELAUTAN DAN

PERIKANAN

Tikkyrino Kurniawan, Riesti Triyanti, dan NurlailiBalai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM 1 Lt. 4, Jl. Pasir Putih 1 - Ancol Timur. Jakarta Utara 14430

email: [email protected]

PendahuluanInstruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 mendorong agar setiap Kementerian /Lembaga (K/L) melakukan Pengarusutamaan Gender (PUG) mulai dari perencanaan hingga evaluasi program (Anonim 2013; Hasanah & Musyafak 2018; Qoriah & Sumarti 2008). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempunyai beberapa kegiatan yang terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG) yang dilaksanakan mulai tahun 2012 hingga sekarang. PUG adalah strategi pembangunan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam tahapan pembangunan sehingga dapat mewarnai pembangunan nasional (Hasanah & Musyafak 2018; Lestari & Dewi 2010; Marhaeni 2012; Sudarta 2012; Yuwono 2013). Pelaksanaan PUG bertujuan untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata yang berkesetaraan gender bagi seluruh penduduk Indonesia yang sesuai dengan Perpres no. 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020–2024, Inpres No. 9/2000 dan PMK No. 94/2017 (Anonim 2013; Hasanah & Musyafak 2018; Qoriah & Sumarti 2008).

Pada Tahun 2018, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memberikan predikat mentor kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, atas upaya mendorong implementasi

Page 35: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

22

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

kesetaraan dan keadilan gender di dalam berbagai kebijakan KKP (Wiwik 2020). Predikat ini terus diupayakan untuk dipertahankan KKP dengan meningkatkan implementasi dan sinergi pelaksanaaan PUG dalam berbagai kebijakan agar tercapai kesetaraan peran, hak, tanggung jawab dan partisipasi laki-laki dan perempuan di dalam berbagai kegiatan dan program pembangunan kelautan dan perikanan. Bentuk kegiatan responsif gender yang dilaksanakan di dalam program KKP diwujudkan dalam bentuk diversifikasi usaha pelaku usaha perikanan (nelayan, pembudidaya, dan pengolah hasil perikanan). Kegiatan tersebut mengikutsertakan stakeholder perikanan atau keluarga mereka (istri maupun anak-anaknya) (Anonim 2013; Wiwik 2020; Yuwono 2013). Pada sisi yang lain, tidak semua kegiatan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun tersebut awalnya didesain sebagai kegiatan responsif gender, namun kegiatan ini dinilai sebagai kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan responsif gender.

Tujuan tulisan ini adalah menganalisis kinerja pelaksanaan implementasi PUG yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal di Lingkup KKP terhadap kelompok penerima program, permasalahan dan kendala, alternatif solusi menyelesaikan permasalahan, serta strategi implementasi PUG tersebut. Tulisan ini merupakan hasil penelitian tahun 2019 di Kabupaten Kendal, Kotamadya Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor. Responden penelitian adalah penerima program program bantuan yang berusia antara umur 15 tahun hingga umur 35 tahun (Tjiptoherijanto 2001).

Jumlah responden adalah 14 orang di Kabupaten Kendal, 22 orang di Kabupaten Bogor dan 8 orang di DKI Jakarta. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan instrumen penelitian yang kemudian ditampilkan dalam tabel dan dianalisis secara deskriptif (Agung 2011; Akbarini Gumilar & Grandiosa 2012; Firdaus & Rahadian 2015; Marshall & Rossman 2011; Sutisna 2014; Wawansyah, Gumilar, Taofiqurohman 2012). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Goal-Free Evaluation Approach yang dikemukakan oleh Scriven (Ananda & Rafida 2017). Keunggulan dari pendekatan ini adalah tujuan program tidak perlu diperhatikan pada saat mengevaluasi, tetapi kinerja positif atau negatif program tersebut dapat diketahui.

Page 36: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

23

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

Strategi PUG di Sektor Kelautan dan PerikananStrategi PUG yang dilaksanakan oleh KKP adalah melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat perikanan yang dilakukan pada Pokdakan, Poklahsar, KUB, atau KMP. Selain itu dalam bentuk internalisasi gender pada peraturan dan kebijakan pembangunan Sektor Kelauatan dan Perikanan.

Permasalahan utama di Sektor Kelautan dan Perikanan adalah upah dan harga hasil produksi mempengaruhi pendapatan rumah tangga nelayan dan pembudidaya sehingga ikut berperan terhadap implementasi strategi tersebut di dalam masyarakat (Akbarini et al. 2012; Azizi et al. 2012; Ekadianti 2014; Firdaus & Rahadian 2015; Hasanah & Musyafak 2018; Malau 2015; Marhaeni 2012; Paulus & Sobang 2017; Qoriah & Sumarti 2008; Saleha et al. 2008; Setyaningtyas et al. 2012; Sudarta 2012; Wawansyah et al. 2012; Yuwono 2013). Permasalahan tersebut mempengaruhi akses,kontrol, manfaat serta partisipasi laki-laki dan perempuan terhadap kebelanjutan kegiatan yang dilaksanakan pada Poklahsar, Pokdakan ataupun KUB.

Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam pelaksanaan kegiatan pada kelompok tersebut, berupaya meningkatkan nilai tambah hasil perikanan melalui pelatihan dengan sasaran istri dan keluarga nelayan dan pembudidaya sehingga dapat dihasilkan produk yang bernilai tambah tinggi, serta dapat memperbaiki besaran upah dan sistem upah di dalam masyarakat tersebut (Anonim 2013).

Perempuan adalah target peserta kegiatan, karena selama ini pengertian gender terkait dengan perempuan (Lestari & Dewi 2010). Kegiatan pemberdayaan yang dimulai tahun 2018 dengan mengikutsertakan laki- laki yang sudah memiliki usaha sehingga strategi PUG sudah mulai terinternalisasi di dalam masyarakat perikanan.

Namun, tidak semua kegiatan pemberdayaan di Sektor Kelautan dan Perikanan dilaksanakan dan dibiayai oleh KKP. Kegiatan pemberdayaan di Kabupaten Bogor, misalnya merupakan proyek kerja sama antara program Fisheries and Aquaculture for Food Security in Indonesia (FAFI) Belanda dengan Direktorat Jenderal Peningkatan Daya Saing Produk

Page 37: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

24

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Kelautan dan Perikanan (DJPDSPKP) tahun 2018. Begitu pula dengan kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan di Jakarta Utara dibiayai oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

Perencanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat di setiap lokasi selalu didasarkan pada informasi kebutuhan bantuan, teknologi dan peralatan dari calon penerima program. Informasi kebutuhan tersebut didapatkan melalui penyuluh dan hasilnya diteruskan dan diproses menjadi program oleh masing-masing direktorat jenderal atau pemerintah daerah setempat. Setelah diproses, kemudian dilakukan verifikasi lapangan. Jika kelompok letaknya berjauhan di dalam satu kabupaten maka hasilnya tidak optimal dan berpotensi tidak direalisasikan (Hastuti 2010; Sutisna 2014).

Syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti kegiatan ini adalah sudah memiliki pekerjaan sebagai penjual ikan atau sebagai pengolah hasil perikanan. Pada umumnya istri pelaku usaha perikanan turut berperan sebagai pencari nafkah tambahan, juga membantu pekerjaan suami, seperti berperan sebagai penjual ikan hasil produksi suami, mencari Bahan Bakar Minyak (BBM), dan kebutuhan lainnya untuk usaha suaminya.

Peserta kegiatan PUG pada setiap lokasi sudah mendapatkan pelatihan 2 jenis produk hingga 10 jenis produk. Jenis pekerjaan utama dan sampingan peserta penerima program pelatihan di 3 lokasi tersebut dapat dipelajari pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis pekerjaan utama dan sampingan peserta pelatihan PUG di lokasi penelitian, Tahun 2019

No Jenis pekerjaanPersentase

Kendal Bogor DKI JakartaA Utama1 Pedagang ikan 64,3 - 25,02 Pedagang non ikan 14,3 - 25,03 Pengolah ikan 7,1 26,1 12,54 Pengolah non ikan 7,1 - -5 Guru 7,1 - -6 Pegawai swasta - 4,3 -7 Ibu rumah tangga - 47,8 -

Page 38: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

25

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

No Jenis pekerjaanPersentase

Kendal Bogor DKI Jakarta8 Pedagang eceran - 4,3 -9 Tukang bangunan - 4,3 -

10 Perawat - - 12,511 Kreditan barang - - 12,512 PKK/pengurus desa - - 12,513 Tidak menjawab - 13,0 -B Sampingan1 Pengolah ikan 78,6 65,2 -2 Pengrajin kerang 21,4 - -3 Buruh - 8,7 -4 Mengajar di PAUD dan posyandu - 8,7 -5 Peneliti - 4,3 -6 Menimbang ikan - - 37,57 Pembuat kue basah - - 25,08 Administrasi pencatatan - - 25,09 Pengurus arisan - - 12,5

10 Tidak menjawab - 13,0 -Keterangan: Jumlah responden di Kabupaten Kendal adalah 14 orang, di Kabupaten

Bogor adalah 22 orang dan di DKI Jakarta adalah 8 orang

Sumber: BBRSEKP 2019 (diolah)

Tabel 1 memberi informasi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan dari responden. Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang alokasi waktunya paling banyak jika dibandingkan dengan alokasi waktu lainnya di atas 6 jam. Sementara pekerjaan sampingan adalah pekerjaan yang alokasi waktu di bawah 6 jam.

Tabel 1 menunjukkan bahwa 28,6% responden di Kabupaten Kendal, 73,9% responden di Kabupaten Bogor, dan 62,5% responden di DKI Jakarta mempunyai pekerjaan utama di luar sektor perikanan. Mayoritas responden di DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor bekerja sebagai pedagang non perikanan, perawat, pemilik kredit barang, pengurus PKK/desa, serta ibu rumah tangga. Responden di Kabupaten Kendal sebagian besar berprofesi sebagai pedagang ikan.

Tabel 1 Jenis pekerjaan utama dan sampingan peserta pelatihan PUG di lokasi penelitian, Tahun 2019 (lanjutan)

Page 39: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

26

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Sementara untuk pekerjaan sampingan, 100% responden di Kabupaten Kendal bekerja di sektor perikanan, 65,2% responden di Kabupaten Bogor bekerja di sektor perikanan, dan 62,5% responden di DKI Jakarta bekerja di non perikanan. Hanya 37,5% responden di DKI Jakarta yang bekerja di sektor perikanan sebagai penimbang ikan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa istri nelayan dan pembudidaya perikanan hanya bekerja sebagai pekerjaan sampingan di Sektor Kelautan dan Perikanan.

Kinerja Pelaksanaan Strategi PUG KKPKinerja di Kabupaten KendalStrategi PUG Di Kabupaten Kendal dilaksanakan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada tahun 2011–2018 terdapat di Dukuh Randu Sari, Desa Gempolsewu Kecamatan Rowosari. Kegiatan di Kabupaten Kendal sasarannya adalah kelompok istri nelayan yang sudah memiliki usaha perikanan maupun non perikanan. Anggota kelompok di Kabupaten Kendal 71,4% merupakan responden yang berjualan ikan hasil tangkapan suaminya, dan membantu menyiapkan kebutuhan melaut, seperti: mengantri BBM di SPBU, mencari perbekalan lainnya mulai dari sore hingga malam. Selain itu, masing-masing 14,3% anggota kelompok menjual hasil olahan berupa siomay dan 14,3% anggota kelompok membuat hasil olahan perikanan untuk kebutuhan keluarganya saja. Strategi tersebut dilakukan melalui pelatihan: ikan cabut duri, presto bandeng, dendeng ikan asin, rengginang, sumping, abon ikan, kerajinan kulit kerang, otak-otak bandeng, kerupuk ikan, serta membuat kerajian berbahan dasar kerang.

Berdasarkan analisis goal free evaluation kinerja pada proses pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat Kabupaten Kendal (Tabel 2), menunjukkan bahwa peserta yang tidak melanjutkan hasil pelatihan tersebut karena alasan enggan bersaing dengan tetangga/anggota kelompoknya (42,9%), peserta tidak berhasil membuat suatu produk atau resepnya tidak bisa diaplikasikan sehingga tidak dapat menghasilkan suatu produk (21,4%), serta terdapat peserta yang tidak berhasil memasarkan hasil produksinya (28,6%). Sebagai contoh produk rangginang dengan rasa ikan, cumi, dan ikan asin, produk tersebut diproduksi oleh 7,1% peserta dan

Page 40: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

27

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

dipasarkan lokal (dalam desa) dengan harga Rp13.000/bungkus kemasan 250 ons. Pemasaran masih terbatas pada pasar lokal karena terbatasnya akses pasar. Peningkatan produksi ikan hasil olahan terhambat oleh infrastruktur, kurangnya quality control (QC) terhadap hasil pelatihan, tidak ada pendampingan manajemen usaha dan pemasaran.

Tabel 2 Goal free evaluation pelatihan usaha perikanan di Kab. Kendal Tahun, 2019

Aspek Konten Input Proses Output

Objek (sasaran)

Permasalahan pelatihan

SDM berasal dari keluarga nelayan yang beragam profesinya.

Pelatihan berbentuk pengolahan hasil ikan dan pelatihan kekerangan.

Kegiatan pelatihan dilakukan selama satu hari.

Memprediksi kebutuhan dan peluang usaha masyarakat

Informasi kebutuhan pelatihan berasal dari masyarakat perikanan.

Keputusan pelaksanaan pelatihan berasal dari pemberi pelatihan.

Pelatihan yang berlanjut di daerah Kab. Kendal.

Metode

Kondisi pelaku pelatihan

Pelaku usaha membantu keluarga untuk mendapatkan pendapatan tambahan.

Pelatihan dilaksanakan di lokasi dengan beberapa bantuan peralatan utama.

Pelaku usaha yang masih menerapkan pelatihan untuk pendapatan di Kab. Kendal. Namun ada yang enggan bersaing dengan peserta lain sehingga belum terlaksana.

Pelaksanaan kegiatan

Pemilihan peserta dari penyuluh yang diverifikasi oleh pelaksana pelatihan.

Pelatihan pengolahan selama satu hari.

Penerapan pengetahuan dalam bentuk usaha. Ada yang masih konvensional melaksanakan usaha yang lama.

Page 41: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

28

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Aspek Konten Input Proses OutputMengetahui penyebab terlaksana atau tidak kegiatan

Masukan kegiatan dari peserta ke penyuluh dan naik kepada peminta data.

Peminta data menyesuaikan dengan anggaran sehingga yang turun sesuai dengan anggaran yang ada.

Kegiatan yang masih berlanjut menjadi usaha karena bisa diterapkan dan sesuai dengan kebutuhan. Sementara yang tidak karena waktu untuk penerapan yang tidak ada.

Hubungan pengambilan keputusan dengan proses perubahan

Peluang dan tantangan

Bahan kebutuhan usaha harus didapat dengan menyebrangi sungai.

SOP pembuatan produk masih harus di bukukan agar bisa diulang kembali.

Namun ada yang enggan bersaing dengan peserta lain sehingga belum terlaksana dan

Sumber: BBRSEKP 2019 (diolah)

Tantangan kegiatan produksi, antara lain: waktu berkumpul dan mendiskusikan permasalahan anggota kurang; bentuk hasil produksi kurang menarik dan tidak sesuai dengan hasil pelatihan; produk yang mudah hancur; serta produksi membutuhkan biaya dan waktu.

Kinerja di Kabupaten BogorStrategi PUG di Kabupaten Bogor dilakukan melalui proyek FAFI yang dilaksanakan di Desa Cibeteum Utama Kecamatan Ciseeng (abon lele), di Desa Jampang Kecamatan Kemang (lele bumbu kuning), di Desa Cihideng Hilir Kecamatan Ciampea (stik keju lele) dan di Kecamatan Cibinong Kelurahan Paguaran (kerupuk ikan tulang tuna). Lokasi kegiatan di Kabupaten Bogor satu dengan lainnya sangat berjauhan.

Tabel 2 Goal free evaluation pelatihan usaha perikanan di Kab. Kendal Tahun, 2019 (lanjutan)

Page 42: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

29

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

Kelompok pengolah di Kabupaten Bogor memiliki karakteristik yang sama yaitu mempunyai kegiatan sosial sebagai kader program Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang mempunyai kegiatan posyandu, guru di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Peserta kegiatan ini adalah kelompok istri pembudidaya dan pelatihan produk kerupuk tulang ikan tuna dilaksanakan kepada istri pembudidaya yang merupakan kader P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan).

Paket kegiatan di kabupaten ini mulai dari aktivitas produksi (hulu) hingga ke hilir (penjualan). Paket mencakup perizinan usaha, pelatihan pengolahan, peningkatan manajemen usaha, bantuan pengemasan, bantuan sertifikasi halal. Dengan demikian, produsen tidak menemui kendala perizinan sehingga dapat memasarkan produk olahan hasil perikanan. Program tersebut dilakukan untuk membantu UMKM mengisi pangsa pasar lokal.

Berdasarkan hasil analisis goal free evaluation di Kabupaten Bogor pada Tabel 3 mengindikasikan bahwa kelompok sudah terbentuk sebelum adanya program pengarusutamaam gender (PUG). Keterbatasan waktu karena melakukan pekerjaan rumah, kegiatan sosial dan juga usaha, menyebabkan kegiatan pengolahan dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB atau pukul 10.00 Waktu Indonesia Barat (WIB) hingga pukul 15.00 WIB. Aktivitas kelompok-kelompok ini sudah berjalan baik, namun masih memerlukan pembinaan secara berkala oleh penyuluh agar kuantitas dan kualitas produksi dapat terus ditingkatkan. Hasil produksi dipasarkan oleh pedagang keliling, toko minapolitan, dan pameran.

Permasalahan kegiatan di Kabupaten Bogor adalah pasar belum terbentuk sehingga pemasarannya masih belum stabil dan efektif; pelatihan pemasaran masih belum diberikan dengan mendalam sehingga peserta pelatihan berupaya untuk melakukan pemasaran dengan cara mereka sendiri; pelaku usaha yang menitipkan barang di Toko Minapolitan Kabupaten Bogor harus bersiap dengan modal yang tertahan sebanyak jumlah barang yang dititipkan, sedangkan pencairan tergantung pada jumlah barang yang habis terjual.

Page 43: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

30

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tabel 3 Goal free evaluation pelatihan usaha perikanan di Kab. Bogor Tahun, 2019

Aspek Konten Input Proses Output

Objek (sasaran)

Permasalahan pelatihan

SDM berasal dari keluarga nelayan yang beragam profesinya.

Pelatihan berbentuk pengolahan hasil ikan

Kegiatan pelatihan dilakukan selama satu hari.

Memprediksi kebutuhan dan peluang usaha masyarakat

Informasi kebutuhan pelatihan berasal dari masyarakat perikanan.

Keputusan pelaksanaan pelatihan berasal dari pemberi pelatihan.

Pelatihan yang berlanjut di daerah Kab. Bogor.

Metode

Kondisi pelaku pelatihan

Pelaku usaha membantu keluarga untuk mendapatkan pendapatan tambahan.

Pelatihan dilaksanakan di lokasi dengan beberapa bantuan peralatan, termasuk sebagian dari modal bangunan.

Pelaku usaha yang masih menerapkan pelatihan untuk pendapatan di Kab. Bogor, namun masih mencari pasar untuk membesarkan usaha.

Pelaksanaan kegiatan

Pemilihan peserta dari penyuluh yang diverifikasi oleh pelaksana pelatihan.

Pelatihan pengolahan selama satu hari.

Penerapan pengetahuan dalam bentuk usaha dan berusaha menaikkan pemasaran.

Mengetahui penyebab terlaksana atau tidak kegiatan

Masukan kegiatan dari peserta ke penyuluh dan naik kepada peminta data.

Kegiatan yang masih berlanjut menjadi usaha dengan waktu kerja setelah pekerjaan utama sebelum pelatihan dan urusan domestik.

Kegiatan yang masih berlanjut dengan kendala masih berusaha memperluas pemasaran.

Page 44: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

31

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

Aspek Konten Input Proses Output

Hubungan pengambilan keputusan dengan proses perubahan

Peluang dan tantangan

Peserta sesuai dengan usaha perikanan sebelumnya.

SOP sudah dibukukan sehingga bisa dilaksanakan untuk produksi yang sesuai standar.

Produksi bisa ditingkatkan dan pemasaran beberapa produk sudah lancar, selain itu masih berusaha terus memperlebar pasar.

Sumber: BBRSEKP 2019 (diolah)

Kinerja di DKI JakartaStrategi implementasi PUG pada masyarakat perikanan di DKI Jakarta dilaksanakan di Kecamatan Cilincing, dengan sasaran kelompok yang beranggotakan istri nelayan. Para istri nelayan berprofesi sebagai pedagang ikan, pemilik warung, dan pemilik toko kelontong. Kelompok tersebut sudah dibentuk untuk melaksanakan kegiatan, namun kelompok tersebut tidak berfungsi seperti yang diharapkan.

Berdasarkan hasil analisis goal free evaluation pada Tabel 4 menunjukkan kegiatan pemberdayaan masyarakat perikanan di DKI Jakarta yang dilakukan melalui pelatihan pengolahan ikan belum berjalan dengan efektif dan tidak berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena tidak lengkapnya peralatan seperti mixer (peralatan tersebut pada saat ini tidak mampu dibeli oleh responden; bentuk olahan ikan dari hasil pelatihan tidak menarik jika dibandingkan dengan produk olahan dari pabrik yang dijual di pasaran; harga jual produk olahan peserta pelatihan tidak bisa bersaing dengan harga produk olahan dari pabrik yang dijual di pasaran; pembelian bahan praktik secara swadaya menyebabkan beberapa responden harus menanggung biaya pembelian untuk praktik kelompok, akibatnya anggota merasa kelompok tersebut tidak berkontribusi dalam kegiatan tersebut.

Pada musim paceklik, tidak ada ikan yang dapat digunakan untuk pengolahan hasil perikanan sehingga responden tidak bisa melaksanakan kegiatan pengolahan. Di samping itu, para istri nelayan tidak cukup waktu untuk melaksanakan hasil pelatihan karena mereka harus mengurus

Tabel 3 Goal free evaluation pelatihan usaha perikanan di Kab. Bogor Tahun, 2019 (lanjutan)

Page 45: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

32

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

rumah tangga, mempersiapkan kebutuhan melaut, dan menjual hasil tangkapan ikan dari suami mereka. Fenomena yang sama juga terjadi pada responden pemilik toko kelontong.

Tabel 4 Goal free evaluation pelatihan usaha perikanan di DKI Jakarta, Tahun 2019

Aspek Konten Input Proses Output

Objek (sasaran)

Permasalahan pelatihan

SDM berasal dari keluarga nelayan yang beragam profesinya.

Pelatihan berbentuk pengolahan hasil ikan dan pelatihan kekerangan.

Kegiatan pelatihan dilakukan selama satu hari.

Memprediksi kebutuhan dan peluang usaha masyarakat

Informasi kebutuhan pelatihan berasal dari masyarakat perikanan.

Keputusan pelaksanaan pelatihan berasal dari pemberi pelatihan.

Pelatihan tidak berlanjut di DKI Jakarta karena tidak sesuai dengan kebutuhan.

Metode

Kondisi peserta pelatihan

Pelaku usaha membantu keluarga untuk mendapatkan pendapatan tambahan.

Pelatihan dilaksanakan dengan memberikan bantuan kompor untuk kelompok.

Pelaku usaha tidak banyak berubah karena tidak menerapkan hasil pelatihan.

Pelaksanaan kegiatan

Pemilihan peserta dari penyuluh yang diverifikasi oleh pelaksana pelatihan.

Pelatihan pengolahan selama satu hari.

Penerapan usaha masih yang lama, belum menerapkan hasil pelatihan.

Mengetahui penyebab terlaksana atau tidak kegiatan

Masukan kegiatan dari peserta ke penyuluh dan naik kepada peminta data.

Penetapan jenis pelatihan oleh pemberi bantuan tidak sesuai dengan kebutuhan.

Waktu untuk penerapan yang tidak ada habis untuk usaha mereka dan ketidak mampuan bersaing dengan produk pabrik.

Page 46: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

33

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

Aspek Konten Input Proses OutputHubungan pengambilan keputusan dengan proses perubahan

Peluang dan tantangan

Penghimpunan kebutuhan dari keluarga nelayan melalui penyuluh.

Pelatihan masih bersifat top-down

Kebutuhan lebih kepada penanganan ikan dan pemasaran

Sumber: BBRSEKP 2019 (diolah)

Solusi Permasalahan dan Strategi Implementasi PUGPermasalahan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut memerlukan penyelesaian oleh unit kerja KKP maupun instansi lain yang mempunyai tupoksi membina UKM dan industri. Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah salah satu instansi yang penting untuk menciptakan pasar produk sehingga pembeli dan penjual dapat bertransaksi (Sari 2017).

Alternatif solusi terhadap fenomena itu adalah KKP harus bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat agar dapat meningkatkan peran peserta pelatihan mengakses pasar. Keterbatasan anggaran mensyaratkan koordinasi kegiatan akan mempermudah unit kerja pusat mengimplementasikan kegiatan pelatihan (Lestari and Dewi 2010).

Langkah-langkah dalam implementasi kegiatan pelatihan pada 3 lokasi penelitian:

Langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten 1. Kendal adalah: fokus pada produk yang mudah diproduksi dan dengan bahan baku yang berasal dari lokasi sekitarnya terutama rengginang rasa udang, cumi, ikan dan kerang; melakukan pertemuan kelompok membahas SOP tentang proses produksi, kontrol kualitas dan penanggung jawab agar semua produk olahan mengikuti standar; melakukan pembukuan dari usaha yang sudah berhasil membuat hasil olahan; membuat kesepakatan dalam satu kelompok untuk

Tabel 4 Goal free evaluation pelatihan usaha perikanan di DKI Jakarta, Tahun 2019 (lanjutan)

Page 47: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

34

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

memproduksi dengan SOP yang sama dan menjual dengan satu pintu dengan satu merek dari kelompok; pembuatan tim Qualiy Control (QC) yang memastikan rasa dan kualitas barang yang dihasilkan sama; memfasilitasi kebutuhan pengolah secara berkelompok sehingga efisien; serta melakukan pembinaan dan pelatian secara berkala agar mereka dapat dipantau perkembangannya.

Langkah yang harus dilakukan di Kabupaten Bogor, antara lain: 2. melakukan pembinaan dan pelatihan untuk pembuatan kemasan dan pemasaran secara berkala; evaluasi kemasan dan pemasaran; mengadakan pameran untuk memperkenalkan produk; membuat pusat oleh-oleh khas bogor di pusat kota dan menempatkan produk mereka di salah satu standnya.

Langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah: 3. melakukan pembinaan dan pelatihan untuk penanganan ikan yang baik dan benar; melakukan pembinaan dan pelatihan untuk pemasaran ikan; mengadakan pameran untuk memperkenalkan produk; memfasilitasi nelayan dengan perusahaan pengolah ikan agar nelayan dapat meningkatkan kualitas tangkapan dan bisa diserap oleh perusahaan; menfasilitasi nelayan dengan pasar ikan higienis agar ikan yang dijual mempunyai harga yang lebih tinggi; serta membuat pusat oleh-oleh khas Jakarta dan menempatkan produk olahan tersebut pada display yang disediakan.

KesimpulanStrategi PUG yang diimplementasikan KKP melalui berbagai Direktorat Jenderal dengan sasaran dan target penerima kegiatan adalah para istri nelayan dan pembudidaya sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pelatihan pengolahan hasil produk perikanan dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah hasil perikanan.

Jenis pelatihan di lokasi sasaran dirancang sesuai masukan peserta serta pelaksanaan pelatihan mengikutsertakan penyuluh setempat. Pada beberapa tempat kegiatan pelatihan ditentukan oleh pelaksana program. Pelaksanaan kegiatan di lokasi mencakup kegiatan produksi, pelaksanaan pelatihan, dan transfer teknologi.

Page 48: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

35

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

Pada beberapa lokasi teridentifikasi anggota kelompok tidak memiliki jiwa entrepreneur, tidak memanfaatkan teknologi hasil pelatihan karena alokasi waktu untuk pekerjaan domestik cukup tinggi; kegiatan yang dilatih tidak sesuai dengan kebutuhan penerima program walaupun telah diusulkan oleh masyarakat.

Langkah-langkah untuk mengantisipasi permasalahan tersebut adalah kerja sama dengan penyuluh dan Dinas Koperasi serta Usaha Kecil dan Menengah untuk melakukan pengembangan kelompok. Pelaksana kegiatan berkerja sama dengan Dinas perindustrian dan perdagangan melakukan kegiatan lanjutan tentang penanganan produksi, pengemasan, pemasaran, dan managemen usaha; melakukan pelatihan pemasaran atau membangun jaringan pasar dengan peserta; melakukan pelatihan dan pendampingan; serta membuat pusat oleh-oleh khas daerah setempat dan menempatkan produk mereka di salah satu etalasi pusat penjualan tersebut.

Ucapan Terima kasihUcapan terima kasih disampaikan kepada Penanggung jawab kegiatan Gender Gender dalam Perspektif Pencapaian Target SDGs: Strategi Mencapai Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan di Sektor Kelautan dan Perikanan, Tim Gender lokasi Kabupaten Kendal, Tim Gender lokasi Kabupaten Bogor, dan Tim Gender lokasi Cilincing tahun 2019 atas kerja samannya. Peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Siti Nurhayati dan Heni Lestari atas bantuan support literatur yang dibutuhkan untuk penulisan ini. Selain itu, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi masukan terhadap tulisan ini.

Pernyataan Kontribusi PenulisDengan ini kami menyatakan bahwa kontribusi masing-masing terhadap pembuatan karya tulis sebagai berikut: Tikkyrino Kurniawan sebagai kontributor utama. Riesti Triyanti dan Nurlaili sebagai kontributor anggota.

Page 49: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

36

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Daftar Pustaka Agung IGN. 2011. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi

(Revisi). Rajawali Press.

Akbarini TU, I Gumilar, R Grandiosa. 2012. Kontribusi ekonomi produktif wanita nelayan terhadap pendapatan keluarga nelayan di Pangandaran, Kabupaten Ciamis. Jurnal Perikanan Kelautan, 3(3), 127–136. http://jurnal.unpad.ac.id/jpk/article/view/1421.

Ananda R, T Rafida. 2017. Pengantar Evaluasi Program (C. Wijaya (ed.); First Edit). Perdana Publishing. http://repository.uinsu.ac.id/ 2842/1/Eva luasi Program Pendidikan.pdf.

Anonim. 2013. Pelaksanaan Program/Kegiatan Pengarusutamaan Gender (PUG) Pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/kkp/DATA KKP/PUG/Preview PUG.pdf.

Anonim. 2019. Dasboard Kusuka : “Jumlah Nelayan.” Kementerian Kelautan Dan Perikanan. https://satudata.kkp.go.id/dashboard_kusuka.

Azizi A, Hikmah, S A Pranowo. 2012. Peran gender dalam pengambilan keputusan rumah tangga nelayan di Kota Semarang Utara. Jurnal Sosek Kelautan dan Perikanan.

BBRSEKP. 2019. Laporan Akhir Analisis Kebijakan Antisipatif TA. 2019: Gender dan Strategi Pencapaian Target SDGs : Strategi Mencapai Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan di Sektor Kelautan dan Perikanan. Laporan Teknis Kegiatan Penelitian BBRSEKP TA. 2019.

Ekadianti M. 2014. Analisis Pendapatan Istri Nelayan Dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Keluarga di Desa TasikAgung, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang [Universitas Diponegoro, Semarang]. https://core.ac.uk/download/pdf/76921496.pdf/

Page 50: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

37

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

Firdaus M, R Rahadian. 2015. Peran istri nelayan dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga (studi kasus di Desa Penjajab, Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas). Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan. 10(2): 241–249. https://doi.org/10.15578/jsekp.v10i2.1263.

Hasanah U, N Musyafak 2018. Gender and politics: keterlibatan perempuan dalam pembangunan politik. Sawwa: Jurnal Studi Gender. 12(3): 409–432.

Hastuti D. 2010. Evaluasi Anggaran Responsif Gender Studi Alokasi Anggaran Responsif Gender Dalam Anggaran Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2008-2010 [Universitas Sebelas Maret]. https://pdfs.semanticscholar.org/1113/0edb6f08a4859598212cc46ee9c8998fb7e7.pdf.

Lestari P, MA Dewi 2010. Model komunikasi dalam sosialisasi pengarusutamaan gender dan anggaran responsif gender di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi Terakreditasi. 8(2): 191–203. http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/art icle/download/80/75

Malau W. 2015. Pengarusutamaan gender dalam program pembangunan. UPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. 6(2, 1 2015). https://doi.org/10.24114/JUPIIS.V6I2.2292.

Marhaeni AAIN. 2012. Perkembangan studi perempuan, kritik, dan gagasan sebuah perspektif untuk studi gender ke depan. Jurnal Piramida.https://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/vie w/2979.

Marshall C, GB Rossman. 2011. Designing Qualitative Research (5th ed.). Sage Publications.

Qoriah SN, T Sumarti. 2008. Analisis gender dalam program desa mandiri pangan (studi kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Klaten-Jawa Tengah). Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan. https://doi.org/10.22500/sodality.v2i2.5884.

Page 51: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

38

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Paulus CA, YUL Sobang. 2017. Alternative livelihood strategy to improve social resilience of fisher households: a case study in Nembrala Village of Rote Ndao Regency. ECSOFiM (Economic and Social of Fisheries and Marine). 5,(1, 10 2017). https://doi.org/10.21776/UB.ECSOFIM.2017.005.01.02.

Setyaningtyas WNT, MP Astuti, SDW Prajanti. 2012. Peran dan potensi wanita dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga nelayan. Journal of Educational Social Studies. 1(2): 106–111. http://journal.unnes.ac.id /sju/index.php/ jess/article/view/739.

Saleha Q, H Hartoyo, D Hastuti. 2008. Manajemen sumberdaya keluarga: suatu analisis gender dalam kehidupan keluarga nelayan di pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen. 1(2): 118–130. https://doi.org/10.24156/jikk.2008.1.2.118.

Sari BWP. 2017. Pelaksanaan Pasal 14 Huruf F Peraturan Walikota Pasuruan Nomor 60 Tahun 2011 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan. (Studi Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagan. Universitas Brawijaya.

Sudarta W. 2012. Peranan wanita dalam pembangunan berwawasan gender. Jurnal Studi Jender SRIKANDI. 3(1): 1–12. https://ojs.unud.ac.id/index.php/srikandi/article/view/2758.

Sutisna A. 2014. Model pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan gender melalui layanan pendidikan masyarakat pada pusat kegiatan belajar masyarakat. Jurnal Cakrawala Pendidikan. 3. https://doi.org/10.21831/cp.v3i3.1634

Tjiptoherijanto P. 2001. Proyeksi penduduk, angkatan kerja, tenaga kerja dan peran serikat pekerja dalam peningkatan kesejahteraan. Majalah Perencanaan Pembangunan, Edisi 23.

Wawansyah H, I Gumilar, A Taofiqurohman. 2012. Kontribusi ekonomi produktif wanita nelayan terhadap pendapatan keluarga nelayan. Jurnal Perikanan Kelautan. 3(3): 95–106.

Page 52: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

39

Kinerja Program Pengarusutamaan Gender di Sektor Kelautan dan Perikanan

Wiwik. 2020. DJPT Dukung Capaian dan Implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) di Lingkup KKP. Website KKP.

Yuwono DM. 2013. Pengarusutamaan gender dalam pembangunan pertanian: kasus pada pelaksanaan program FEATI di Kabupaten Magelang. Jurnal SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis. 10(1).

Page 53: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 54: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

PENGARUSUTAMAAN GENDER PADA KOMUNITAS PERIKANAN SKALA KECIL

Nensyana Shafitri, Riesti Triyanti, dan Armen Zulham Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM KP I Lt. 4. Jl. Pasir Putih 1 - Ancol Timur, Jakarta Utara 14430

email: [email protected]

PendahuluanSustainable Development Goals (SDG’s) merupakan rencana aksi global untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan berkelanjutan pada dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi (Ishartono & Raharjo 2016). SDG’s dimulai pada tahun 2015 dan merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDG’s) yang telah dideklarasikan pada tahun 2000. Gender menjadi salah satu target capaian SDG’s, yaitu kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Prinsip kesetaraan telah tertuang pada Mukaddimah Piagam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Wahyuningsih 2008; Sapardjaya et al. 2006). Dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia, pemerintah melalui Instruksi Presiden (INPRES) No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional telah menginstruksikan seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah mengintegrasikan gender pada setiap tahapan proses pembangunan.

Pengarusutamaan Gender (PUG) menjadi salah satu strategi pembangunan nasional untuk mendorong kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam mengakses, memanfaatkan, berpartisipasi, dan mengontrol proses pembangunan (Bappenas 2013). Berdasarkan data BPS (2017) jumlah penduduk Indonesia tahun 2017 mencapai 261,89 juta jiwa yang terdiri dari 130,31 juta laki-laki dan 131,58 juta perempuan. Komposisi penduduk

Page 55: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

42

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

yang demikian menunjukkan perempuan tidak dapat diabaikan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan (Murpratomo 1999).

Kontribusi perempuan dalam perekonomian menjadi kekuatan penting pembangunan. Kekuatan tersebut dapat dipelajari dari kontribusi perempuan dalam berbagai aktivitas ekonomi informal Sektor Kelautan dan Perikanan, seperti pada kegiatan: pengolah hasil perikanan, pemasar hasil perikanan, tenaga kerja (buruh), serta pada berbagai kegiatan yang terkait dengan perikanan skala kecil (Koralagama, Gupta, Pouw 2017). Dengan demikian, keadilan dan kesetaraan gender dapat memberdayakan dan memberikan peluang kepada perempuan untuk berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam kegiatan ekonomi produktif yang dapat mempengaruhi program pembangunan (Bertham, Ganefianti, Andani 2011). Selain itu, partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan dapat menanggulangi kemiskinan secara mandiri (Amrizal, Wisadirana, Kanto 2016).

Pada beberapa lokasi kesenjangan gender masih terjadi karena tingkat partisipasi perempuan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan program pembangunan perikanan masih rendah (Nunan & Cepic 2019; Riniwati, Fitriawati, Susilo 2015). Torre et al. (2019) menguraikan kesenjangan gender yang terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara disebabkan oleh norma sosial dan budaya yang menjadi pembatas perempuan berkontribusi, menarik diri dari aktivitas produktif, konsultatif dan pengambilan keputusan. Kesenjangan gender itu terjadi juga dalam proses politik serta legislasi terhadap kelompok masyarakat perikanan (Torre et al. 2019). Pembangunan infrastruktur, akses terhadap sumber daya, akses pasar dan investasi mempengaruhi kekuatan dan relasi gender di pusat produksi perikanan. Namun menurut Fakih (2008), rendahnya partisipasi perempuan berperan dalam pembangunan pada pusat produksi perikanan itu disebabkan oleh kebijakan pemerintah, konstruksi sosial dan kultural, serta penafsiran agama dalam masyarakat. Oleh sebab itu, relasi gender yang dibangun melalui kebijakan pemerintah merupakan faktor penting mewujudkan keberhasilan pembangunan berkelanjutan dan menghilangkan diskriminasi gender pada lingkungan kerja, aksesibilitas terhadap berbagai potensi ekonomi dan hubungan kekuasaan.

Page 56: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

43

Kajian ini menggunakan informasi hasil penelitian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan pada bulan Juni tahun 2019. Analisis tersebut dilengkapi dengan studi literatur terkait dengan relasi gender pada Sektor Kelautan Dan Perikanan. Lokasi kegiatan yang dianalisis adalah Kabupaten Kendal, lokasi ini merupakan salah satu lokasi contoh komunitas perikanan skala kecil dari program KKP berbasis gender. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan informan kunci yang mencakup informasi mengenai pembagian peran dalam kegiatan usaha perikanan tangkap dan pengolahan hasil perikanan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Oleh sebab itu, tujuan tulisan ini adalah untuk melakukan analisis permasalahan kesenjangan gender pada perikanan skala kecil terkait dengan kebijakan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Kebijakan PUG di Sektor Kelautan dan PerikananKementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah salah satu penerima Anugerah Parahita Ekapraya (APE) tahun 2018 karena berhasil menginternalisasi strategi PUG dalam berbagai kebijakan kementerian selama periode 2014–2018. Kebijakan KKP yang responsif gender itu adalah:

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 4/PERMEN-KP/2014 1. tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Kementerian Kelautan dan Perikanan;

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28/PERMEN-KP/ 2. 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi PUG di KKP;

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 51/PERMEN-KP/2016 3. tentang Pedoman Pemetaan PUG di daerah Sektor Kelautan dan Perikanan;

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 67/KEPMEN-4. KP/2016 tentang Roadmap Pemetaan Pelaksanaan Pengarus Utamaan Gender di Lingkungan KKP; serta

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 49/Kepmen-KP/5. SJ/2018 tentang Kelompok Kerja Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Lingkungan KKP Tahun 2018.

Page 57: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

44

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pada lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan strategi PUG dituangkan dalam rencana kerja tahun 2015–2019. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa pembangunan kelautan perikanan yang terkait pengarusutamaan gender dan pembangunan lintas bidang mencakup pembangunan kewilayahan, adaptasi perubahan iklim dan tata kelola pemerintahan yang baik. Strategi PUG di bidang kelautan dan perikanan dilaksanakan melalui: peningkatan peran, akses, kontrol dan manfaat gender dalam pembangunan kelautan dan perikanan. Operasionalisasi PUG dilakukan melalui: (a) penerapan perencanaan dan penggangaran responsif gender (PPRG), (b) penguatan kelembagaan PUG di KKP, (c) Penyiapan Roadmap PUG, (d) penyusunan data terpilah, (e) Pengembangan Statistik Gender, (f) Pengembangan model pelaksanaan PUG terintegrasi antar unit eselon I di KKP dan antarpusat-daerah.

Upaya implementasi PUG di KKP dimulai sejak tahun 2010 yang disebut sebagai tahap pembelajaran. Pada tahun 2012 yang ditetapkan sebagai tahun kegiatan sosialisasi PUG serta pembelajaran program responsive gender. Pada tahun 2014 terjadi momentum penting terkait dengan komitmen implementasi PUG dan pelembagaannya mengacu pada INPRES No. 9/2000. Implementasi itu diwujudkan dalam seminar PUG dengan peserta eselon I KKP dan pembentukan tim koordinasi dan kelompok kerja PUG di KKP. Kelompok Kerja PUG ini melakukan sosialisasi konsep PUG di tingkat pusat maupun daerah pada tahun 2015. Selain itu dilakukan penyusunan panduan PUG, melalukan Training of Trainer (ToT) dan memasukkan PUG dalam rencana strategis KKP.

Implementasi PUG dalam proses perencanaan di KKP dilakukan pada tahun 2016 mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 119 Tahun 2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja, Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2010; melakukan kegiatan sosialisasi & workshop PPRG; penyusunan Panduan PPRG; workshop penyusunan Gender Analysis Pathway (GAP), Gender Budget Statement (GBS) dan Term of Reference (TOR); Penyusunan Panduan Kegiatan oleh Eselon 1 dan Sosialisasi PPRG Pusat dan Daerah. Setelah tahun 2016 dilanjutkan dengan implementasi PUG berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Penguatan kelembagaan PUG melalui

Page 58: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

45

kerja sama lintas institusi, proyek industri rumahan, penyempurnaan kebijakan pemberdayaan responsif gender dan monitoring evaluasi pada tahun 2018.

Gender dalam Masyarakat PerikananHubeis (2010) menjelaskan terdapat 3 peran gender di dalam masyarakat, yaitu peran domestik, peran produktif, dan peran masyarakat (sosial). Peran domestik adalah peran yang terkait dengan kegiatan di dalam rumah tangga bersifat rutin serta tidak dibayar (unpaid work), sedangkan peran produktif berkaitan dengan kegiatan memproduksi barang dan jasa yang diperjualbelikan untuk mendapatkan uang, serta peran masyarakat (sosial) yaitu peran dalam kegiatan jasa (seperti relawan dan partisipasi dalam masyarakat) maupun peran politik yang terkait status dan kekuasaan perempuan di organisasi.

Pada kelompok perikanan skala kecil di Indonesia, pembagian kerja berdasarkan gender masih mengacu pada aspek seksual, subjek maskulin, dan subjek feminin (Kusnadi et al. 2006; Gustavsson & Riley 2018). Pembagian kerja yang demikian membuat pekerjaan di laut menjadi ranah kaum laki-laki dan wilayah darat menjadi ranah kaum perempuan. Pekerjaan di laut membutuhkan kekuatan fisik dan memiliki risiko tinggi, sementara pekerjaan di darat seperti mengurus pekerjaan domestik, aktivitas sosial, budaya dan ekonomi risikonya tidak seperti di laut. Fenomena ini dapat diamati pada masyarakat nelayan yang menetap (Indrawasih 2004).

Di Kabupaten Kendal misalnya, pekerjaan di darat yang menjadi dominasi perempuan meliputi persiapan operasional melaut, pemasaran, dan pengolahan hasil perikanan. Di Desa Gempolsari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, laki-laki beraktivitas sebagai penangkapan ikan sejak pagi hingga sore hari, sedangkan tugas perempuan mempersiapkan perbekalan melaut, seperti membeli BBM serta ransum, menjual ikan hasil tangkapan pada sore hari dalam bentuk ikan segar. Perempuan di Desa Gempolsari juga bekerja sebagai pengolah hasil perikanan yang menghasilkan ikan asin dan rengginang ikan. Pola kerja laki-laki dan perempuan pada masyarakat nelayan di Kabupaten Kendal ini unik karena

Page 59: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

46

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

perempuan berperan besar dalam pembelian BBM di SPBU. Pola kerja ini tidak ditemukan pada komunitas nelayan skala kecil di Natuna atau di pantai Barat Sumatera.

Hasil penelitian Bhatta & Rao (2003); Indrawasih (2004); Handajani, Relawati, Handayanto (2015) menunjukkan aktivitas para penangkapan ikan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan; kegiatan penangkapan ikan di dominasi oleh laki-laki, sedangkan pada aktivitas pengolahan dan pemasaran adalah dominasi perempuan.

Subtansi relasi gender penelitian Torre et al. (2019) terhadap usaha penangkapan ikan pada Gambar 1, membagi relasi laki-laki dan perempuan pada simpul pra produksi, produksi, dan pasca produksi penangkapan ikan. Peran istri nelayan dominan pada simpul pra produksi, seperti memperbaiki jaring alat tangkap ikan. Pada simpul pasca produksi, istri nelayan melakukan pemilahan, pembersihan, pengolahan, penjualan, dan pemasaran ikan termasuk juga perbaikan jaring. Dominasi peran suami tergambar pada kegiatan produksi penangkapan ikan. Dengan demikian secara umum pada usaha penangkapan ikan, perempuan pesisir terlibat pada simpul pra dan pasca produksi. Fenomena tersebut menunjukkan partisipasi perempuan pesisir (istri nelayan) sangat penting pada aktivitas ekonomi di kawasan pesisir (Gustavsson & Riley 2018).

35

Sumber : Torre, et al., 2019

Gambar 1. Pembagian peran produktif laki-laki dan perempuan pada usaha perikanan tangkap

Perempuan pesisir selain melakukan pekerjaan produktif, juga melakukan pekerjaan

domestik mengurus keluarga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah dan mengurus

anak. Curahan waktu untuk pekerjaan domestik ini cukup besar. Hasil penelitian Nugraheni

(2012) menunjukkan, curahan waktu kegiatan domestik istri nelayan di Kabupaten Demak

mencapai 14,60 jam/hari. Sulistyaningsih dalam Parwadi (2005) menyatakan peran ganda

perempuan menyebabkan curahan jam kerja perempuan mencapai 90 jam/minggu dan melebihi

standar jam kerja pabrik (35-40 jam/minggu) yang terdapat di desa itu. Pada desa yang terdapat

pabrik disekitarnya seperti di Kabupaten Sukabumi, maka kesempatan kerja yang tersedia di

pabrik menjadi pull factor yang yang menjadi pilihan perempuan keluar dari urusan domestik.

Namun, pada kawasan pedesaan yang dekat dengan perkotaan seperti di Kalabahi Kabupaten Alor,

maka potensi perdagangan ikan di pasar merupakan pull factor dan menjadi alternatif aktivitas

perempuan keluar dari pekerjaan domestik. Implikasinya kontribusi pendapatan perempuan

menjadi penting untuk menopang ekonomi keluarga, dan mengurangi peran mereka dalam

menjaga nilai-nilai keluarga.

Pada sisi lain menurut Karnaen & Amanah (2013), curahan jam kerja perempuan dan laki-

laki pada rumah tangga nelayan umumnya timpang, sehingga membuat pembagian peran laki-laki

dan perempuan menjadi tidak seimbang atau bias gender. Fenomena ini memperkuat pendapat

laki-laki lebih berperan dibandingkan dengan perempuan.

Bias gender berperan terhadap akses, kontrol, manfaat dan pengambilan keputusan dalam

aktivitas produktif maupun aktivitas domestik. Pada aktivitas produktif, istri berkontribusi

terhadap tambahan pendapatan rumah tangga yang bersumber dari kegiatan pengolah maupun

pemasar hasil perikanan atau pekerjaan di sektor non perikanan. Namun dalam kenyaataannya

Sumber: Torre et al. (2019)

Gambar 1 Pembagian peran produktif laki-laki dan perempuan pada usaha perikanan tangkap

Perempuan pesisir selain melakukan pekerjaan produktif, juga melakukan pekerjaan domestik mengurus keluarga, seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan mengurus anak. Curahan waktu untuk

Page 60: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

47

pekerjaan domestik ini cukup besar. Hasil penelitian Nugraheni (2012) menunjukkan bahwa curahan waktu kegiatan domestik istri nelayan di Kabupaten Demak mencapai 14,60 jam/hari. Sulistyaningsih dalam Parwadi (2005) menyatakan peran ganda perempuan menyebabkan curahan jam kerja perempuan mencapai 90 jam/minggu dan melebihi standar jam kerja pabrik (35–40 jam/minggu) yang terdapat di desa itu. Pada desa yang terdapat pabrik di sekitarnya seperti di Kabupaten Sukabumi, kesempatan kerja yang tersedia di pabrik menjadi pull factor yang yang menjadi pilihan perempuan keluar dari urusan domestik. Namun, pada kawasan pedesaan yang dekat dengan perkotaan, seperti di Kalabahi Kabupaten Alor maka potensi perdagangan ikan di pasar merupakan pull factor dan menjadi alternatif aktivitas perempuan keluar dari pekerjaan domestik. Implikasinya, kontribusi pendapatan perempuan menjadi penting untuk menopang ekonomi keluarga dan mengurangi peran mereka dalam menjaga nilai-nilai keluarga.

Pada sisi lain menurut Karnaen & Amanah (2013), curahan jam kerja perempuan dan laki-laki pada rumah tangga nelayan umumnya timpang sehingga membuat pembagian peran laki-laki dan perempuan menjadi tidak seimbang atau bias gender. Fenomena ini memperkuat pendapat laki-laki lebih berperan dibandingkan dengan perempuan.

Bias gender berperan terhadap akses, kontrol, manfaat dan pengambilan keputusan dalam aktivitas produktif maupun aktivitas domestik. Pada aktivitas produktif, istri berkontribusi terhadap tambahan pendapatan rumah tangga yang bersumber dari kegiatan pengolah maupun pemasar hasil perikanan atau pekerjaan di sektor non perikanan. Namun dalam kenyaataannya masih terjadi ketimpangan gender dalam mengakses sumber daya perairan, modal, informasi maupun teknologi. Anggraini & Agus (2018) serta Istiana (2014) menunjukkan aksesbilitas, kontrol, dan manfaat terhadap sumber modal, informasi, pelatihan dan teknologi di dominasi oleh laki-laki dan sulit diakses perempuan karena kendala aturan.

Ketimpangan gender juga terjadi pada pengambilan keputusan di sektor produktif maupun domestik. Partisipasi perempuan tidak berbanding lurus dengan wewenang yang dimiliki perempuan sehingga dampak dari keputusan tersebut dapat mempengaruhi ekonomi rumah tangga.

Page 61: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

48

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pengambilan keputusan peminjaman modal yang dilakukan suami untuk pemasaran hasil produksi melalui TPI dampaknya lebih luas, dibandingkan dengan istri yang keputusannya terbatas pada urusan rumah tangga (Anggraini & Agus 2018). Keputusan yang tidak setara ini menunjukkan terjadi kekeliruan gender yang akhirnya terjadilah keputusan yang tidak setara gender (Karnaen & Amanah 2013) sehingga disebut perempuan menjadi sub-ordinat laki-laki. Padahal kala musim paceklik penangkapan ikan, perempuan punya peran menyumbang pendapatan dalam rumah tangga (Gustavsson & Riley 2018). Pada sisi lain, perempuan punya tanggung jawab terhadap pendidikan anak; kesejahteraan dan kesehatan keluarga dan kesehatan nelayan sendiri (Kilpatrick, King, Willis 2015; Gustavsson & Riley 2018). Jika demikian halnya, perempuan menjadi titik sentral dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan, kesejahteraan dan advokasi pembangunan masyarakat pada suatu komunitas (Kilpatrick, King, Willis 2015).

Pemberdayaan Perempuan melalui PUG Pemberdayaan bertujuan meningkatkan kemampuan kelompok perempuan dan menyadarkan mereka mempunyai ragam pilihan dalam kegiatan pembangunan (Ife & Tesoriere 2006; Zubaedi 2013). Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat dapat dimaknai sebagai membangun kemandirian sosial, ekonomi dan politik secara terencana, sistematik dan berkesinambungan untuk mengelola potensi sumberdaya sehingga dapat mencapai kesejahteraan (Kusnadi 2009).

Ragam pilihan untuk mencapai kesejahteraan tersebut dapat dipelajari pada Tabel 1. Ragam ruang partisipasi perempuan pesisir yang disediakan melalui program pemerintah adalah: perikanan tangkap, perikanan budi daya; penguatan daya saing; pengelolaan ruang laut; kredit usaha; dan pelatihan serta magang. Pada ruang partisipasi tersebut perempuan diberikan akses, dan manfaat yang sama dengan laki-laki karena mereka hidup pada kawasan yang rentan terhadap perubahan alam, intervensi aktivitas manusia (Farida & Kartikowati 2018). Implementasi PUG melalui pemberdayaan dilakukan KKP melalui perikanan tangkap, perikanan budi daya, penguatan daya saing, pengelolaan ruang laut, kredit usaha, pelatihan dan magang dapat dipelajari pada Tabel 1.

Page 62: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

49

Berdasarkan Tabel 1. Ruang partisipasi pada perikanan tangkap dilakukan dalam bentuk diversifikasi usaha perikanan melalui pelatihan pengolahan hasil perikanan yang mayoritas diikuti oleh istri nelayan. Sebagai bentuk perlindungan kepada nelayan, ruang partisipasi perikanan tangkap memberikan asuransi nelayan sebagai jaminan perlindungan untuk menghindari risiko di masa yang akan datang.

Ruang partisipasi pada perikanan budi daya diberikan dalam bentuk asuransi untuk pembudidaya ikan kecil di 46 kabupaten/kota. Pembudidaya juga dapat berpartisipasi dalam bimbingan teknis untuk budi daya ikan lele sistem bioflok. Untuk meningkatkan produksi ikan air tawar dan peningkatan kapasitas kelembagaan, perikanan budi daya memberikan ruang untuk pelaku usaha budi daya ikan dalam bantuan sarana budi daya minapadi. Sarana bantuan tersebut berupa benih nila, pakan, prasarana dan peralatan operasional.

Penguatan daya saing produk perikanan melalui program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) menyediakan ruang partisipasi dalam bentuk pameran GEMARIKAN. Program lainnya dalam ruang peningkatan nilai tambah produk perikanan, yaitu pemberdayaan kepada perempuan dilakukan dengan pelatihan pengembangan produk kelautan dan perikanan. Pelatihan ini ditujukan bagi usaha pengolahan ikan yang berskala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Di lain pihak, ruang partisipasi pengelolaan ruang laut diwujudkan dalam pengembangan kawasan pesisir tangguh (PKPT). Program ini sasarannya adalah masyarakat di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tujuan peningkatan ekonomi masyarakat dengan memberikan ruang partisipasi bagi masyarakat secara bottom up.

Salah satu faktor dalam pengembangan usaha perikanan adalah dukungan pembiayaan kredit usaha. Ruang partisipasi kredit usaha diberikan oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP). LPMUKP memberikan skema kredit khusus kepada pelaku usaha perikanan di 107 kabupaten/kota. Bantuan kredit permodalan LPUMKP ini telah diterima oleh 48 kelompok perempuan. Sementara itu, ruang partisipasi riset dan sumber manusia kelautan dan perikanan (SDM KP) diwujudkan dalam kegiatan magang atau pelatihan usaha perikanan. Magang atau pelatihan dapat dilakukan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan

Page 63: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

50

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

dan Perikanan (P2MKP). P2MKP adalah lembaga pelatihan yang dikelola oleh pelaku utama dan/atau pelaku usaha perorangan maupun kelompok. Pelatihan yang diberikan salah satunya adalah pelatihan diversifikasi usaha pengolahan hasil perikanan.

Tabel 1 Ruang partisipasi masyarakat kelautan dan perikanan dalam rangka PUG

Ruang partisipasi Program Keterangan

Perikanan Tangkap

Diversifikasi usaha perikanan tingkat rumah tangga

Kab. Bangka Tengah, Lampung Timur, Banyuwangi, Kendal, Rembang, Pekalongan, Natuna dan Ternate

Asuransi nelayan Asuransi untuk nelayan laki-laki dan perempuan

Perikanan Budi Daya

Asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil (APPIK)

Penerima asuransi adalah pembudidaya ikan kecil dengan teknologi sederhana, dengan luas lahan budi daya air tawar maksimal 2 (dua) ha dan air payau maksimal 5 (lima) ha

Bantuan bioflok 46 Kabupaten – 17 Provinsi

Bantuan sarana budi daya minapadi

8 Kabupaten/Kota yaitu Pasaman Barat, Bungo, Pangandaran, Sukabumi, Tasikmalaya, Banyumas, Tabanan, Minahasa Tenggara

Page 64: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

51

Ruang partisipasi Program Keterangan

Penguatan Daya Saing Produk

Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN)

Pameran Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Ke-XI Tahun 2018Pameran dan Gelar Dagang Pada Hari Keluarga Nasional di ManadoCar Free Day JakartaKOWANI FAIR Jakarta

Pemberdayaan pengolah produk perikanan perempuan - Bimtek pengembangan produk KP bagi UPI skala UMKM

Peningkatan nilai tambah produk perikanan

Pengelolaan Ruang Laut

Pengembangan Kawasan Pesisir Tangguh (PKPT)

17 Provinsi – 22 Kabupaten/Kota

29 Kecamatan, 61 Desa/ 5 Kelurahan

LPMUKP

Skim kredit khusus bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha KP skala mikro dan kecil adalah amanat Undang-Undang

107 Kota/Kabupaten •(sampai dengan 31 Agustus 2018)

48 kelompok perempuan •penerima LPMUKP

Riset dan SDM KP

Pelatihan pengolahan hasil perikanan

Program pelatihan magang di P2MKP

Sumber: Disarikan dari Biro Perencanaan-Sekjen KKP (2018)

Pemberdayaan melalui PUG terkait dengan jaminan perlindungan asuransi diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Asuransi perikanan diberikan kepada nelayan (kecil)

Tabel 1 Ruang partisipasi masyarakat kelautan dan perikanan dalam rangka PUG (lanjutan)

Page 65: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

52

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

dan pembudidaya ikan (kecil) untuk pertanggungan risiko penangkapan ikan atau pembudidayaan ikan, sedangkan asuransi pergaraman ditujukan untuk pertanggungan risiko usaha penggaraman.

Asuransi yang diberikan kepada pelaku usaha perikanan didominasi oleh kaum laki-laki. Namun, terdapat nelayan perempuan di Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Demak yang telah menerima asuransi nelayan (Biro Perencanaan KKP 2018). Untuk memperoleh pengakuan identitas nelayan maka perempuan memerlukan proses yang panjang. Hal ini disebabkan karena terdapat stereotipe keraguan terhadap kemampuan perempuan yang dapat bekerja sebagai nelayan. Pengakuan identitas sebagai nelayan memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mendapat beragam fasilitas seperti perlindungan hukum; socio legal; akses pendidikan dan kesehatan terhadap keluarga (Pujirahayu et al. 2018).

Di sisi lain masih terdapat kelompok yang belum tersentuh oleh program asuransi, yaitu kelompok pengolah dan pemasaran hasil perikanan. Sebagai contoh di Provinsi Jawa Timur (Tabel 2), menunjukkan dominasi tenaga kerja perempuan pada usaha pemasaran dan pengolahan hasil perikanan. Perempuan pesisir tersebut bekerja untuk menopang kebutuhan rumah tangga (Indrawasih 2015). Pada usaha pengolahan 74% tenaga kerja adalah perempuan dan 26% adalah tenaga kerja laki-laki. Perbandingan jumlah tenaga kerja laki-laki dan perempuan pada beberapa kegiatan pengolahan, seperti pembekuan, penanganan produk segar dan pengolahan lainnya hampir seimbang. Hal ini dimungkinkan karena untuk jenis tersebut membutuhkan keterampilan khusus dan tenaga fisik yang kuat. Mayoritas pekerja perempuan di pengolahan perikanan bekerja sebagai buruh dan tidak mempunyai kesempatan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, sepatutnya pekerja di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan juga mendapatkan perlindungan atau pertanggungan atas risiko usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

Perempuan pesisir tidak hanya berpartisipasi dalam bidang usaha perikanan, tetapi juga berpartsipasi dalam kelestarian lingkungan. Sebagai contoh dalam pengembangan konservasi mangrove di Kabupaten Rembang (Prastiti, Saksono, & Suadi 2018), laki-laki dan perempuan mempunyai pengetahuan yang sama tentang manfaat mangrove. Namun, ditemukan perbedaan persepsi antara laki-laki dan perempuan dalam pemanfaatan

Page 66: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

53

hutan mangrove. Salah satunya laki-laki menebang mangrove yang sudah tua untuk dijadikan patok dan kayu bakar sementara perempuan hanya mengambil ranting yang sudah kering untuk kayu bakar. Berdasarkan penjelasan di atas, pemberdayaan masyarakat pesisir akan berhasil, jika melibatkan pelaku utama (nelayan, pembudidaya pantai, pembudidaya laut, dan petambak pengolah hasil perikanan) dan kelompok penunjang, seperti pemilik sarana input produksi, pengusaha transportasi dan tenaga kerja buruh (Kusnadi 2009).

40

perempuan hanya mengambil ranting yang sudah kering untuk kayu bakar. Berdasarkan penjelasan

diatas, pemberdayaan masyarakat pesisir akan berhasil, jika melibatkan pelaku utama (nelayan,

pembudidaya pantai, pembudidaya laut,dan petambak pengolah hasil perikanan) dan kelompok

penunjang (pemilik sarana input produksi, pengusaha transportasi dan tenaga kerja buruh)

(Kusnadi, 2009).

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur 2016 (Diolah)

Gambar 2. Sebaran Jumlah Tenaga Kerja Unit Pengolahan Ikan Menurut Jenis Pengolahan

Perikanan dan Jenis Kelamin di Jawa Timur, Tahun 2015

Kesimpulan

Perempuan dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan memberikan kontribusi

yang signifikan dalam pembangunan. Perempuan berperan ganda pada sektor domestik dan

produktif, sehingga perempuan dapat dijadikan sebagai titik sentral pembangunan untuk

peningkatan ekonomi, kesehatan, pendidikan dan pelestarian lingkungan melalui program

pemberdayaan masyarakat.

Peran perempuan dalam pembangunan yang responsif gender dalam sektor kelautan

perikanan (KP) dilakukan melalui kebijakan pewujudan persamaan akses, partisipasi, kontrol, dan

manfaat bagi laki-laki dan perempuan. Pengakuan identitas atas pekerjaan perempuan disektor KP

0102030405060708090

100

Pers

en

Jenis Kegiatan Pengolahan Perikanan

Tenaga Kerja Laki-Laki Tenaga Kerja Perempuan

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur 2016 (Diolah)

Gambar 2 Sebaran jumlah tenaga kerja unit pengolahan ikan menurut jenis pengolahan perikanan dan jenis kelamin di Jawa Timur, Tahun 2015

KesimpulanPerempuan dalam pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan. Perempuan berperan ganda pada sektor domestik dan produktif sehingga perempuan dapat dijadikan sebagai titik sentral pembangunan untuk peningkatan ekonomi, kesehatan, pendidikan dan pelestarian lingkungan melalui program pemberdayaan masyarakat.

Page 67: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

54

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Peran perempuan dalam pembangunan yang responsif gender pada Sektor Kelautan Perikanan (KP) dilakukan melalui kebijakan pewujudan persamaan akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat bagi laki-laki dan perempuan. Pengakuan identitas atas pekerjaan perempuan disektor KP menjadi penting sehingga mendapatkan ragam akses seperti permodalan/keuangan ataupun akses untuk pendidikan perempuan dan anak serta akses pelayanan kesehatan keluarga. Selain itu, perempuan pekerja di sektor perikanan mendapatkan perlindungan atas risiko pekerjaan atau risiko usaha kelautan dan perikanan yang dijalankan.

Masyarakat perikanan dilibatkan pada sektor publik untuk menyuarakan dan mengawal pembangunan KP. Kebijakan responsif gender KKP, perlu melibatkan kelompok termarjinal dan disabilitas sehingga serangkaian proses pembangunan KP mampu mewujudkan pembangunan yang setara dan berkeadilan bagi perempuan dan keluarga masyarakat pesisir.

Oleh sebab itu, diperlukan langkah-langkah lanjutan untuk mewujudkan PUG dalam masyarakat perikanan:

Pada Kementerian Kelautan dan Perikanan:1.

Dalam menyusun program harus memperhatikan aspek sosial a. dan budaya relasi laki-laki dan perempuan terhadap kebijakan yang akan diimplementasikan.

Pengakuan identitas perempuan pada kebijakan yang ditujukan b. pada masyarakat perikanan sehingga mereka dapat mengakses fasilitas perlindungan hukum, permodalan, informasi, teknologi, pendidikan, dan kesehatan.

Pendampingan, advokasi terhadap program pemberdayaan c. perempuan harus ditingkatkan serta melakukan evaluasi terhadap hasil monitoring evaluasi terhadap kelompok-kelompok penerima program pemberdayaan.

Bermitra dengan berbagai pemangku kepentingan untuk d. mengembangkan keadilan gender terhadap perempuan melalui media dan dimengerti secara lokal.

Page 68: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

55

Pada Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota):2.

Penyusunan program di daerah harus memperhatikan aspek a. sosial relasi laki-laki dan perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program.

Membangun kerja sama antarsatuan kerja perangkat daerah b. untuk melaksanakan kebijakan yang adil gender dalam program pemberdayaan masyarakat terhadap kelompok-kelompok penerima program bantuan.

Menyiapkan fasilitator untuk mewujudkan kebijakan yang c. adil gender terhadap kelompok-kelompok penerima program bantuan.

Pelaku Usaha Perikanan:3.

Ikut berpartipasi aktif dalam setiap program berbasis gender, a. baik dari gender dari perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi program.

Penerima maanfaat dari program pemberdayaan berbasis gender b. sehingga dapat meningkatkan status sosial dan menciptakan ruang partispasi.

Pemangku kepentingan lainnya (PT/LSM):4.

Bermitra dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah a. memberikan pendampingan dan bimbingan teknis tentang implementasi kebijakan yang setara gender.

Membantu menyusun materi kesetaran gender terhadap b. program pemberdayaan masyarakat yang dirancang pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar dapat diimplementasikan.

Ucapan Terima KasihPenulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan atas bantuan dana untuk Riset Analisis Kebijakan dan Kelautan “Gender dan Strategi Pencapaian Target SDGs: Strategi Mencapai Kesetaraan Gender dan Keberdayaan Perempuan di Sektor Kelautan dan Perikanan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk kerja sama dari Tim Riset

Page 69: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

56

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Gender 2019 yaitu: Nurlaili, Tikkyrino Kurniawan, Christina Yuliaty, Retno Widihastuti. Selain itu, penulis menyampaikan terima kasih atas kesediaan diskusi, saran dan masukan dari Riesti Triyanti terkait pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan berbasis gender. Terima kasih kepada Dr. Armen Zulham yang membimbing subtansi Karya Tulis Ilmiah ini.

Pernyataan Kontribusi PenulisDengan ini kami menyatakan bahwa kontribusi masing-masing terhadap pembuatan karya tulis sebagai berikut: Nensyana Shafitri sebagai kontributor utama. Riesti Triyanti dan Armen Zulham sebagai kontributor anggota.

Daftar PustakaAmrizal MH, Wisadirana D, Kanto S. 2016. Partisipasi Perempuan dalam

Penanggulangan Kemiskinan pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan di Kabupaten Pasuruan (Studi Kasus di Desa Gajahbendo, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan). 9(2): 95–102. DOI: https://doi.org/10.21107/pamator.v9i2.3373.

Anggraini O, Agus M. 2018. Penguatan modal sosial berbasis kelembagaan lokal masyarakat pesisir perspektif gender di Kabupaten Bantul. Jurnal of Social and Agricultural Economics. 11(2): 11–24. https://doi.org/10.19184/jsep.v11i2.6889.

Apridar, Karim M, Suhana. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. 2018. Perempuan dan Laki-Laki di Indonesia 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bertham YH, Ganefianti DW, Andani A. 2011. Peran perempuan dalam perekonomian keluarga dengan memanfaatkan sumberdaya pertanian. Jurnal Agrisep. 10(1): 139–153. DOI: https://doi.org/10.31186/agrisep.10.1.138-153.

Bhatta R, Rao KA. 2003. Women’s livehood in fisheries in Coastal Karnakata, India. Indian Journal of Gender Studies. 10(2): 261–278. DOI: 10.1177/097152150301000204.

Page 70: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

57

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. 2016. Laporan Tahunan Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Tahun 2015. Surabaya: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur.

Fakih M. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSIST Press.

Farida L, Kartikowati S. 2018. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Gender Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Kecamatan pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir. Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2018 (pp. 370-386). Pekanbaru: Program Pasasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Riau (PSIL UNRI) dan Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) LPPM UNRI.

Gustavsson M, Riley M. 2018. Women, capital and fishing lives: exploring gendered dynamics in the Ltyn Peninsula small-scale fisheries (Wales, UK). Maritime Studies. 17: 223–231. https://doi.org/10.1007 /s40152-018-0102-z.

Handajani H, Relawati R, Handayanto E. 2015. Peran gender dalam keluarga nelayan tradisional dan implikasinya pada model pemberdayaan perempuan di kawasan pesisir Malang Selatan. Jurnal Perempuan dan Anak. 1(1): 1–21. DOI: https://doi.org/10.22219/jpa.v1i1.2745.

Hubeis AV. 2010. Pemberdayaan Perempuan Dari Masa ke Masa. Bogor: IPB Press.

Ife J, Tesoriere F. 2006. Community Development: Community-Based Alternatives in An Age of Globalisasion (3rd ed.). Australia: Pearson Education.

Indrawasih R. 2004. Pembagian kerja secara gender pada masyarakat nelayan di Indonesia. Jurnal Masyarakat dan Budaya. 6(2): 71–86. DOI: https://doi.org/10.14203/jmb.v6i2.205.

Indrawasih R. 2015. Peran produktif perempuan dalam beberapa komunitas nelayan di Indonesia. Masyarakat dan Budaya. 17(2): 249–264. DOI: 10.14203/jmb.v17i2.286.

Instruksi Presiden Republik Indonesia. No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. 19 Desember 2000. Jakarta.

Page 71: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

58

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Ishartono, Raharjo ST. 2016. Sustainable development goals (SDGs) dan pengentasan kemiskinan. Social Work Jurnal. 6(2): 154–272. DOI: https://doi.org/10.24198/share.v6i2.

Istiana. 2014. Akes Perempuan Nelayan dalam Kegiatan Produktif (Studi Kasus di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten). Buletin Riset Sosek Kelautan dan Perikanan. 9(1): 1–7.

Karnaen SM, Amanah S. 2013. Peranan gender dalam rumah tangga perikanan di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Solidaty: Jurnal Sosiologi Pedesaan. 1(2): 152–164.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Pelaksanaan Program/Kegiatan Pengarusutamaan Gender (PUG) Pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Power Point Slides. 13 November 2018.

Kementerian PPN/Bappenas K. 2013. Pembangunan Kesetaraan Gender, Background Study RPJMN III (2015-2019). Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian.

Kilpatrick S, King TJ, Willis K. 2015. Not just a fishermen’s wife : women’s contribution to health and weelbeing in commercial fishing. The Australia Journal of Rural Health. 23: 62–66. DOI: 10.1111/ajr.12129.

Koralagama D, Gupta J, Pouw N. 2017. Inclusive development from a gender perspective in small scale fisheries. Current Opinion in Environmental Sustainability. 24: 1–6. http://dx.doi.org/10.1016/j.cosust.2016.09.002.

Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Kusnadi, Sulistiyowati H, Sumarjono, Prasodjo A. 2006. Perempuan Pesisir. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

Murpratomo AS. 1999. Pembangunan Yang Berwawasan Kemitrasejajaran di Dalam Cagar Wanita Dalam Pandangan Para Tokoh Dunia. (Bainar, & A. Halik, Eds.) Jakarta: Pustaka Cidesindo.

Nugraheni W. 2012. Peran dan potensi wanita dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga nelayan. Journal of Educational Social Studies. 1(12): 104–111.

Page 72: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Pengarusutamaan Gender pada Komunitas Perikanan Skala Kecil

59

Nunan F, Cepic D. 2019. Women and fisheries co-management: Limits to participation on Lake Victoria. Fisheries Research. 224: 1–8. https://doi.org/10.1016/j.fishres.2019.105454.

Parwadi R. 2005. Peranan istri dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga nelayan di Kalimantan Barat. Populasi. 16(2): 171–194. https://doi.org/10.22146/jp.11902.

Pinto Z. 2015. Kajian perilaku masyarakat pesisir yang mengakibatkan kerusakan lingkungan (Studi Kasus di Pantai Kuwaru, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY). Jurnal Wilayah Dan Lingkungan. 3(3): 163–174. https://doi.org/10.14710/jwl.3.3.163-174.

Prastiti C, Saksono, H, Suadi. 2018. Partisipasi perempuan dalam konservasi mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Jurnal Perikanan. 14(1): 32–45.

Pujirahayu EW, Sulaiman, Wijaningsih D, Rahayu DP, Untoro. 2018. Perlindungan hukum terhadap nelayan perempuan : studi kasus di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Masalah-Masalah Hukum. 47(2): 157–166. DOI: 10.14710/mmh.47.2.2018.157-166.

Riniwati H, Fitriawati R, Susilo E. 2015. www.academia.edu. Retrieved September 8, 2019, from www.academia.edu: https://www.academia.edu/25500151/Gender_Dan_Pembangunan_Studi_Kasus_Pada_Pembangunan_Pelabuhan_Perikanan_Pantai_Mayangan_Probolinggo_Gender_And_Development_A_Case_Study_On_Development_Of_Fishing_Harbor_Beach_Mayangan_Probolinggo.

Sapardjaya KE, Sahala S, Subiastuti N, Aini N, Soedewo S, Munti RB. 2006. Laporan Akhir Kompedium Tentang Hak-Hak Perempuan. Departemen Hukum dan HAM. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM.

Sastrawidjadja. 2002. Nelayan Nusantara. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

Satria A. 2009. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor: IPB Press.

Page 73: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

60

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Torre AR, Nightingale M, Kaewnuratchadasorn P, Sornkliang J, Clissold R, Mortensen S. 2019. Opportunities for gender equality in fisheries and coastal resource management in South. Stockholm Environment Institute. doi: 10.2307/resrep22994.

Wahyuningsih. 2008. Prinsip kesetaraan gender dan non diskriminasi dalam kovenan ICESCR dan ICCPR. Jurnal Hukum Prioris. 2(1): 19–27.

Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat: Wacana dan Praktik (1 ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Page 74: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

BagianKetiga

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KEMATANGAN GENDER KELOMPOK USAHA PERIKANAN

Peran Gender Pada Komunitas Perikanan

Page 75: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 76: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

GENDER PADA KELOMPOK RUMAH TANGGA PENGOLAH HASIL

PERIKANAN

Riesti Triyanti, Nensyana Shafitri, dan Tikkyrino KurniawanBalai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM 1 Lt. 4, Jl. Pasir Putih 1- Ancol Timur. Jakarta Utara 14430Email: [email protected]

PendahuluanPermasalahan ketimpangan gender merupakan isu pembangunan perempuan di seluruh dunia. Masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan masih jauh dari harapan (Swastuti 2012). Namun, yang terjadi di Indonesia pencapaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) pada tahun 2018 menunjukkan nilai yang tinggi, yaitu 90,99 dan 72,10 (BPS 2018). Hal ini menunjukkan kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia semakin kecil, dan perempuan semakin menunjukkan perannya dalam pembangunan.

Namun pada masyarakat perikanan, kesenjangan laki-laki dan perempuan masih terjadi, tidak seperti yang digambarkan IPG dan IDG tersebut. Perempuan dihadapkan pada tuntutan berperan ganda sebagai pengurus rumah tangga dan membantu suaminya mencari nafkah untuk menambah pendapatan rumah tangga (Weeratunge et al. 2010; Kusumo et al. 2013). Permasalahan yang demikian dapat ditemui pada usaha pengolahan hasil perikanan, banyak perempuan pesisir yang menerima pekerjaan di rumah, bukan ditempat yang memberi pekerjaan dan tetap mendapat upah untuk menghasilkan suatu produk atau jasa disepakati dengan pemberi pekerjaan (ILO 1996; Seruan dalam Azizi 2012; Tebay et

Page 77: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

64

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

al. 2017; Anggaunitakiranantika 2018; Istiqomah 2018). Menurut Harper et al. (2013), hal ini menunjukkan perempuan memiliki peran penting dalam manajemen pengembangan usaha, pengentasan kemiskinan, serta kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan.

Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan salah satu strategi pembangunan di Sektor Kelautan dan Perikanan untuk mengatasi permasalahan ketidaksetaraan gender pada masyarakat perikanan. Implementasi PUG di KKP melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan oleh satuan kerja lingkup KKP adalah diversifikasi usaha perikanan tingkat rumah tangga. Strategi PUG ini dilakukan dengan meningkatkan peran, akses, kontrol dan manfaat perempuan dan laki-laki dalam pembangunan kelautan dan perikanan (KKP 2016).

Tulisan ini menganalisis aspek gender di dalam kehidupan masyarakat pesisir Kabupaten Kendal. Aspek yang dipelajari terkait karakteristik dan peran perempuan pada kelompok pengolah hasil perikanan di Kendal sebagai salah satu strategi PUG KKP. Di Kabupaten Kendal persentase penduduk perempuan dan laki-laki yaitu 50,46% laki-laki dan 49,54% perempuan dari total penduduk sebanyak 991.886 jiwa (BPS Kendal 2019). Angka perbandingan tersebut tidak dapat diartikan kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat di Kendal telah terwujud. Isu ketidaksetaraan gender pada pengolah hasil perikanan di pesisir Kabupaten Kendal tercermin dalam kegiatan penyiapan bahan baku, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pemasaran produk hasil olahan. Pemahaman isu kesetaraan gender pada kegiatan tersebut mempunyai arti penting, baik dalam menyukseskan maupun mengevaluasi strategi PUG untuk menghindari bias gender dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga nelayan. Oleh karena itu, tujuan tulisan ini adalah menganalisis gender gap pada kelompok pengolah hasil perikanan di Kabupaten Kendal.

Penelitian dilakukan di Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal pada bulan Juni 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur dan mendalam, studi pustaka, dan observasi. Responden penelitian adalah peserta pelatihan diversifikasi usaha perikanan tingkat

Page 78: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

65

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

rumah tangga, sebanyak 21 orang. Data dianalisis secara deskriptif, analisis gender model harvard, dan analisis biaya manfaat yang dilengkapi dengan uraian verbal, tabel silang dan perhitungan matematis sederhana.

Tulisan ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama mempelajari karakteristik sosial ekonomi perempuan pada kelompok pengolah hasil perikanan. Bagian kedua mempelajari peran perempuan terkait akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat pada rumah tangga pengolah hasil perikanan. Bagian ketiga membahas strategi pengarusutamaan gender dalam kegiatan diversifikasi usaha perikanan di Kabupaten Kendal.

Karakteristik Perempuan Pengolah Hasil Perikanan di Kabupaten KendalSebagian besar responden perempuan di Kabupaten Kendal adalah mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Mereka bekerja di luar negeri karena besarnya kebutuhan ekonomi rumah tangga serta kesempatan kerja di Kendal sangat terbatas. Sementara tawaran kerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga selalu ada. Jumaiyah et al. (2017) mengungkapkan fenomena TKW merupakan ketimpangan gender pada masyarakat pesisir di Kendal karena beban ganda perempuan dalam kehidupan. Dampak psikologis yang terjadi adalah ketika mereka pulang ke Indonesia, mereka dihadapkan pada perubahan pekerjaan dari pekerjaan lama sebagai pekerja di rumah majikan menjadi pekerja yang pada berbagai kegiatan perikanan.

Di Indonesia, perempuan pesisir mantan TKW Kabupaten Kendal mulai berperan menyiapkan perbekalan melaut, menjadi pedagang ikan, dan melakukan usaha pengolahan hasil perikanan, dan membeli bahan baku ikan. Pembagian kerja dalam perspektif gender tersebut, menurut Hubeis (2000) dalam Hikmah et al. (2009) mengacu pada cara–cara di mana semua jenis-jenis pekerjaan (reproduktif, produktif dan sosial) dibagi antara laki-laki dan perempuan serta bagaimana pekerjaan tersebut dinilai dan dihargai secara kultural dalam masyarakat itu. Di Kabupaten Kendal, perubahan dalam pekerjaan domestik pada rumah tangga mantan

Page 79: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

66

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

TKW sudah terjadi. Pekerjaan yang melibatkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan domestik adalah membersihkan rumah dan mengasuh anak. Setelah pekerjaan domestik diselesaikan, alokasi waktu perempuan digunakan untuk kegiatan pengolahan hasil perikanan. Kegiatan produktif tersebut dikerjakan pada tempat ketua kelompok pengolah dan pemasar hasil perikanan (Poklahsar) pada desa yang sama.

Karakteristik sosial ekonomi komunitas pengolah hasil perikanan dikelompokkan berdasarkan usia, pendidikan, jenis pekerjaan dan pengalaman usaha, dan pendapatan usaha, secara lengkap diuraikan sebagai berikut:

Usia RespondenPada kelompok usia kerja, usia kerja adalah usia ketika seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu (15 tahun sampai 60 tahun). Menurut Simanjuntak (1998) dalam Wardihan (2015), usia mempunyai hubungan positif terhadap penawaran tenaga kerja, semakin meningkat umur seseorang semakin besar penawaran pekerjaan. Hal ini berarti selama masih dalam usia produktif, semakin tinggi usia perempuan maka semakin besar tawaran untuk melakukan kegiatan mengolah hasil perikanan. Namun, pada usia tertentu penawaran pekerjaan itu akan menurun seiring bertambahnya usia (> 60 tahun).

Karakteristik usia perempuan pesisir di Kabupaten Kendal dengan pekerjaan sebagai pengolah hasil perikanan berdasarkan usia kerja dapat dilihat pada Tabel 1. Perempuan pesisir yang bekerja sebagai pengolah ikan berada dalam usia produktif dengan kisaran usia 46–60 tahun sebesar 19%, dan sangat produktif dengan kisaran usia 15–45 tahun sebesar 81%. Tingginya partisipasi responden pada kelompok usia 15–45 tahun merupakan upaya menjaga stabilitas ekonomi dalam rumah tangga dengan aktif melakukan pencarian nafkah. Perempuan melakukan beban ganda di samping pekerjaan domestik. Hal ini senada dengan penelitian Karnaen dan Amanah (2013). Menurut Moser (1993), salah satu peranan

Page 80: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

67

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

gender adalah peranan produktif. Peranan produktif merujuk pada peran perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai dan sejenisnya pada sektor formal maupun informal.

Tabel 1 Distribusi usia responden pengolah hasil perikanan berdasarkan usia kerja di Kabupaten Kendal, Tahun 2019

No. Kategori usia kerja Usia (Tahun)Jumlah

responden (Orang)

%

1. Usia kurang produktif < 15 dan > 60 - -2. Usia sangat produktif 15–45 17 813. Usia produktif 46–60 4 19

Jumlah 21 100Sumber: Data primer diolah, 2019

Pendidikan RespondenTingkat pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan suatu usaha. Pendidikan formal merupakan modal yang sangat berharga untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang layak. Pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan pada setiap individu, baik cara berfikir, cara pengambilan keputusan, dan cara bersikap.

Pendidikan formal responden sangat beragam dari tamat SD hingga tamat S-1 (Tabel 2), dengan mayoritas (42%) berpendidikan SD, sedangkan tamatan SLTP dan SLTA masing-masing 24%, dan tamatan S-1 paling rendah sebesar 10%. Rendahnya tingkat pendidikan responden di Kabupaten Kendal karena keterbatasan ekonomi keluarga. Ketidakmampuan kedua orang tua mereka untuk menyekolahkan anak-anak, mengharuskan mereka berhenti sekolah dan membantu orang tua. Di sisi lain, masih adanya sebagian orang tua yang memiliki persepsi bahwa anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi dengan alasan bahwa wanita lebih penting mengerjakan kegiatan domestik seperti mengurus keluarga dan rumah.

Page 81: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

68

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tabel 2 Distribusi tingkat pendidikan formal responden pengolah hasil perikanan di Kabupaten Kendal, Tahun 2019

No. Pendidikan Jumlah responden (Orang) %1. Tamat SD 9 42

2. Tamat SLTP 5 243. Tamat SLTA 5 244. Tamat S1 2 10

Jumlah 21 100Sumber: Data primer diolah, 2019

Tingkat pendidikan yang rendah menggambarkan tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu masalah yang dihadapi di lingkungan keluarga dan di tempat kerja masih sangat rendah. Rendahnya tingkat pendidikan juga menggambarkan rendahnya kesetaraan gender di bidang pendidikan.

Pendidikan yang rendah pada perempuan menyebabkan mereka banyak terkonsentrasi pada pekerjaan informal dengan upah rendah. Menurut Fitriyanti dan Habibullah (2012), pandangan stereotip gender masyarakat bahwa pendidikan perempuan dinomorduakan melahirkan ketidakadilan gender. Namun, untuk mengimbangi pendidikan formal, perempuan pengolah hasil perikanan memiliki semangat yang tinggi dalam menempuh pendidikan non formal seperti pelatihan dan bimbingan teknis sehingga wawasan mereka akan teknologi pengolahan ikan semakin meningkat.

Jenis Pekerjaan dan Pengalaman Usaha RespondenJenis pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan pesisir tidak terlepas dari potensi dan kondisi sumber daya di wilayah pesisir dan lautan (Djunaidah dan Nurmalia 2018). Sebanyak 66% responden perempuan melakukan pekerjaan menjadi pedagang ikan, karena tersedianya hasil tangkapan ikan yang dihasilkan oleh nelayan (suami responden). Oleh karena itu, perempuan di Pesisir Kendal selain melakukan aktivitas domestik, juga bertindak sebagai pemasar hasil tangkapan. Jumlah pendapatan sebagai pedagang ikan tergolong cukup tinggi, yaitu > Rp5.000.000 per bulan. Beban ganda pada perempuan pesisir merupakan situasi di mana perempuan

Page 82: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

69

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

bekerja dalam kegiatan reproduktif dan produktif dengan curahan waktu yang lama (Sumilat dan Wahyuni 2020). Gambar 1 memperlihatkan bahwa dalam kegiatan pemasaran ikan, peran perempuan cukup besar dalam pengambilan keputusan usaha pemasaran ikan, mulai dari pembelian ikan, negosiasi harga, transaksi jual beli ikan, sampai pada pemasaran. Peran laki-laki hanya sebatas membantu pekerjaan yang berat saja yang memerlukan tenaga yang kuat, seperti pengangkutan ikan dari kapal, pengangkutan ikan ke kendaraan pembeli, maupun pengangkutan ikan ke pasar. Untuk memasarkan ikan, perempuan lebih luwes daripada laki-laki dalam tawar menawar harga ikan (Handajani et al. 2015; Gude et al. 2017).

51

ikan, perempuan memberikan keterlibatan dan peran yang besar dalam pengambilan keputusan

dalam usaha pemasaran ikan, mulai dari pembelian ikan, negosiasi harga, transaksi jual beli ikan,

sampai pada pemasaran. Peran laki-laki hanya sebatas membantu pekerjaan yang berat saja yang

memerlukan tenaga yang kuat, seperti pengangkutan ikan dari kapal, pengangkutan ikan ke

kendaraan pembeli, maupun pengangkutan ikan ke pasar. Untuk memasarkan ikan perempuan

lebih luwes daripada laki-laki dalam tawar menawar harga ikan (Handajani et al., 2015; Gude et

al., 2017).

Sumber: Dokumentasi tim riset, 2019 Gambar 1. Pekerjaan Utama Perempuan Pesisir di Kabupaten Kendal sebagai Pedagang Ikan

Jenis pekerjaan utama responden di Kabupaten Kendal, mayoritas sebagai pedagang, baik

sebagai pedagang ikan maupun pedagang non ikan, yang masing-masing mencapai 66% dan

14%. Aktivitas sebagai guru dan pengolah non ikan masing-masing mencapai 10% dari

keseluruhan pekerjaan utama yang dilakukan oleh responden. Hal ini sesuai dengan penelitian

Indrawasih (2015), bahwa tenaga kerja wanita pada aktivitas pengolahan maupun pemasaran

hasil perikanan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Berbagai

jenis pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di Pesisir Kendal sesuai dengan pendidikan,

keterampilan, kesempatan dan peluangnya.

Pekerjaan sampingan merupakan mata pencaharian baru setelah mendapat pelatihan

pengolahan ikan dari KKP. Responden mengembangkan keterampilan baru untuk memulai usaha

di bidang pengolahan ikan, sesuai jenis pelatihan yang diterima. Jenis pekerjaan sampingan

responden mayoritas sebagai pengolah ikan mencapai 81%, kemudian pengrajin kerang sebesar

Sumber: Dokumentasi tim riset, 2019

Gambar 1 Pekerjaan utama perempuan pesisir di Kabupaten Kendal sebagai pedagang ikan

Jenis pekerjaan utama responden di Kabupaten Kendal, mayoritas sebagai pedagang, baik sebagai pedagang, terutama pedagang ikan maupun pedagang non ikan yang masing-masing mencapai 66% dan 14%. Aktivitas sebagai guru dan pengolah non ikan masing-masing mencapai 10% dari keseluruhan pekerjaan utama yang dilakukan oleh responden. Hal ini sesuai dengan penelitian Indrawasih (2015) bahwa tenaga kerja wanita pada aktivitas pengolahan maupun pemasaran hasil perikanan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di Pesisir Kendal sesuai dengan pendidikan, keterampilan, kesempatan dan peluangnya.

Page 83: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

70

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pekerjaan sampingan merupakan mata pencaharian baru setelah mendapat pelatihan pengolahan ikan dari KKP. Responden mengembangkan keterampilan baru untuk memulai usaha di bidang pengolahan ikan, sesuai jenis pelatihan yang diterima. Jenis pekerjaan sampingan responden mayoritas sebagai pengolah ikan mencapai 81%, kemudian pengrajin kerang sebesar 19%. Aktivitas membuat kerajinan kerang memerlukan kreativitas dan keterampilan khusus sehingga sebagian besar responden kurang berminat untuk mengembangkan usaha ini, sedangkan kegiatan pengolahan ikan tidak terlepas dari aktivitas di dapur dan responden sudah memiliki skill memasak. Jenis pekerjaan perempuan pesisir di Kabupaten Kendal secara lengkap disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis pekerjaan responden di pesisir Kabupaten Kendal, Tahun 2019

No. Jenis pekerjaan utama

Jumlah responden

(Orang)% No. Jenis pekerjaan

sampingan

Jumlah responden

(Orang)%

1. Pedagang ikan 14 66 1. Pengrajin kerang 3 192. Pedagang non ikan 3 14

2. Pengolah ikan 18 813. Pengolah non ikan 2 104. Guru 2 10

Jumlah 21 100 Jumlah 21 100Sumber: Data primer diolah, 2019

Pengalaman usaha perempuan pesisir pengolah hasil perikanan dapat diartikan bahwa pengalaman seseorang dalam menjalankan usaha pengolahan hasil perikanan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan mengelola usaha, antara lain: tingkat pendidikan, lama menjalankan usaha, dan latar belakang keluarga pengusaha. Pengalaman dalam menjalankan usaha merupakan prediktor terbaik bagi keberhasilan usaha, terutama bila bisnis baru yang berkaitan dengan pengalaman bisnis sebelumnya (Riyanti 2003). Pengalaman berusaha juga mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan mereka dalam menerapkan teknologi baru.

Pengalaman usaha responden dominan berkisar kurang dari 5 tahun sebesar 76%, kemudian lebih dari 10 tahun sebesar 14%, dan sekitar 6–10 tahun sebesar 10% (Tabel 4). Rendahnya pengalaman usaha

Page 84: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

71

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

responden (< 5 tahun) dalam pengolahan hasil perikanan disebabkan kurangnya pengetahuan dalam mengolah ikan menjadi produk bernilai tambah, kurang percaya diri, tidak memiliki jiwa kompetitor, pesimis terhadap pemasaran produk olahan, dan kurangnya modal usaha. Pengalaman usaha perempuan pada pengolahan hasil perikanan yang rendah disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah (hanya tamat SD) yang mengakibatkan kesetaraan gender rendah. Perempuan dalam stereotip masyarakat pesisir hanya sebagai ‘pembantu’ suaminya yang bekerja sebagai nelayan. Selain mengurus pekerjaan domestik, istri hanya sebagai pemasar hasil tangkapan suami yang sudah lelah dalam melaut. Pengolahan hasil perikanan merupakan teknologi baru bagi perempuan pesisir di Kabupaten Kendal untuk meningkatkan nilai tambah ikan sehingga membutuhkan keterampilan yang dapat diperoleh perempuan melalui pendidikan informal. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk olahan, diperlukan pengalaman usaha pengolahan hasil perikanan yang lebih lama. Untuk responden dengan pengalaman usaha yang lebih lama (6 – > 10 tahun) adalah responden yang telah merintis usaha pengolahan hasil perikanan dengan proses pengolahan yang tidak rumit, seperti ikan asin.

Tabel 4 Distribusi pengalaman usaha responden pengolah hasil perikanan di Kabupaten Kendal, Tahun 2019

No. Pengalaman usaha (Tahun) Jumlah responden (Orang) %1. 1–5 16 762. 6–10 2 103. > 10 3 14

Jumlah 21 100Sumber: Data primer diolah, 2019

Pendapatan UsahaPerempuan pesisir di Kabupaten Kendal melakukan kegiatan pengolahan secara berkelompok, dan memperoleh penerimaan usaha bersih setelah dikurangi dengan biaya operasional pengolahan ikan. Modal usaha dari kegiatan pengolahan ikan, diperoleh saat ada pelatihan pengolahan ikan dari KKP. Beberapa kelompok pengolah ikan, membagikan penerimaan

Page 85: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

72

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

kelompok secara harian maupun bulanan, namun ada juga kelompok yang tidak membagikannya kepada anggota kelompok karena penerimaan usaha digunakan sebagai modal untuk mengembangkan usahanya.

Jumlah pendapatan bulanan yang diperoleh oleh responden dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan berkisar kurang dari Rp1.000.000 hingga lebih dari Rp3.000.000. Mayoritas responden mendapatkan pendapatan per bulan sebesar Rp1.000.000–Rp2.000.000 mencapai 47% dari jumlah responden, kemudian 33% responden mendapatkan pendapatan bulanan lebih dari Rp3.000.000, sedangkan responden dengan jumlah pendapatan kurang dari Rp1.000.000 dan berkisar Rp2.000.000– Rp3.000.000 masing-masing sebesar 10% (Tabel 5). Rendahnya pendapatan responden, karena kapasitas produksi masih sedikit dan belum mendapatkan akses pemasaran, selain itu juga curahan waktu untuk kegiatan pengolahan hasil perikanan hanya sekitar 3–4 jam per hari (5 hari dalam seminggu) karena harus berbagi dengan kegiatan domestik. Hal ini membutuhkan perhatian untuk pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Kendal, seperti promosi, label yang menarik, harga yang kompetitif, maupun kualitas produk olahan tersebut.

Rendahnya pendapatan yang diterima oleh responden hanya dapat digunakan sebagai tambahan pendapatan (additional income) keluarga. Masih kurangnya akses dalam pencarian nafkah bagi perempuan, mengakibatkan banyaknya rumah tangga yang hanya mengandalkan pendapatan laki-laki sehingga kebutuhan keluarga sulit tercukupi. Ketidaksetaraan semacam ini, berdampak buruk terhadap kemampuan perempuan untuk berkontribusi dalam meningkatkan taraf hidup rumah tangga.

Pendapatan yang diperoleh oleh responden digunakan sebagai tambahan untuk membeli kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah anak-anak. Pendapatan responden, jika dikaitkan dengan upah minimum Kabupaten Kendal sebagian besar masih di bawah UMK Kendal (Rp2.084.393 per bulan). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari usaha pengolahan hasil perikanan tergolong kecil. Menurut World Bank (2002), perempuan pada segmentasi jenis kelamin dan angkatan kerja terkonsentrasi dalam sejumlah kecil sektor perekonomian, umumnya dalam pekerjaan-pekerjaan berstatus rendah dengan bayaran rendah, mobilitas terbatas dan tingkat keamanan yang rendah.

Page 86: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

73

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

Tabel 5 Distribusi jumlah pendapatan responden pengolah hasil perikanan di Kabupaten Kendal, Tahun 2019

No. Pendapatan usaha (Rp/bulan) Jumlah responden (Orang) %1. < Rp1.000.000 2 102. Rp1.000.000 – Rp2.000.000 10 473. Rp2.000.001 – Rp3.000.000 2 104. > Rp3.000.000 7 33

Jumlah 21 100Sumber: Data primer diolah, 2019

Gender pada Kelompok Pengolahan Hasil PerikananGender merupakan relasi laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab. Relasi ini dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat (Puspitawati 2012). Kesetaraan gender memberi kesempatan perempuan dan laki-laki mendapatkan porsi yang seimbang, baik dalam hal potensi, kompetensi, maupun kesempatan dalam memanfaatkan hasil pembangunan (Siscawati 2019). Kenyataan yang ada dalam masyarakat adalah terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan di antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dari hasil-hasil pembangunan. Kesenjangan gender tersebut dipengaruhi oleh nilai sosial budaya patriarki, produk dan peraturan perundang-undangan yang masih bias gender, pemahaman agama yang tidak komprehensif dan cenderung parsial, serta rendahnya kemauan dan tekad perempuan itu sendiri (Swastuti 2012).

Perempuan dalam Sektor Kelautan dan Perikanan cenderung berperan pada kegiatan penunjang. Menurut Frocklin et al. (2013) karena perempuan kurang memiliki akses terhadap: potensi sumber permodalan, ikan berkualitas tinggi, dan akses pasar yang menguntungkan sehingga pendapatan mereka rendah, seperti pada perempuan pengolah hasil perikanan (Karnaen & Amanah 2013).

Page 87: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

74

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tingkat kesetaraan gender dapat diukur melalui pembagian kerja, akses, kontrol dan manfaat yang dirasakan, baik laki-laki maupun perempuan dan tidak dapat dilihat dari satu sisi saja (Nadhira 2017). Untuk melakukan analisis gender perlu diperhatikan 4 (empat) faktor utama untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender, yaitu: akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat.

Akses dan KontrolAkses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya, seperti input produksi, sarana prasarana, modal usaha, tenaga kerja, pemasaran, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi, atau manfaat tertentu. Sementara kontrol adalah penguasaan, wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan terhadap sumber daya atau manfaat (Puspitawati 2012). Sumarti dan Fuah (2015) mengungkapkan bahwa akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat, dominan dikuasai laki-laki.

Namun, hasil penelitian ini menunjukkan pada pengolah hasil perikanan di Kabupaten Kendal tidak demikian. Akses perempuan pada kelompok pengolah hasil perikanan terhadap sumber daya (bahan baku, pinjaman usaha, tenaga kerja, pemasaran, dan pelatihan) cenderung tinggi > 65% (Tabel 6). Untuk akses terhadap bahan baku diperoleh dari hasil tangkapan suaminya maupun sumber lain. Saat ini permodalan usaha dan teknologi pengolahan diperoleh dari bantuan pelatihan dari KKP sehingga aksesnya cenderung mudah, sedangkan untuk pinjaman ke bank belum diperlukan karena usaha pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Kendal baru berdiri. Keterlibatan laki-laki secara dominan adalah pada distribusi dan pemasaran hasil olahan saat mengirim hasil olahan kota, karena harus menyeberang dengan menggunakan rakit dan memerlukan waktu yang lama (Gambar 2). Hal ini dilakukan karena laki-laki dapat mengoperasikan perahu dan mempunyai tenaga yang lebih besar.

Tingkat kesetaraan gender tentang akses terhadap sumber daya pada rumah tangga responden menunjukkan: perempuan memiliki akses penuh terhadap pekerjaan pengolahan hasil perikanan dan dominan terhadap sumber daya pelatihan, permodalan pembelian bahan baku, dan

Page 88: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

75

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

teknologi pengolahan; sementara laki-laki memiliki akses dalam distribusi dan pemasaran hasil olahan. Hal ini berarti, peluang perempuan dalam mengambil keputusan terhadap kegiatan pengolahan ikan cukup tinggi.

Mayoritas (> 90%) kontrol terhadap sumber daya rumah tangga responden masuk dalam kategori rendah karena didominasi oleh salah satu pihak saja. Kontrol tersebut meliputi: penyiapan input produksi, modal usaha, tenaga kerja, pemasaran, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia (ilmu pengetahuan dan teknologi/pengetahuan) (Tabel 6). Perempuan sepenuhnya memiliki kontrol terhadap segala aktivitas pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, sedangkan distribusi didominasi oleh laki-laki saja (Tabel 6).

Temuan hasil penelitian ini, menunjukkan terdapat kecenderungan terjadi kesetaraan gender terjadi pada semua sub kegiatan pengolahan hasil perikanan, kecuali dalam akses dan kontrol terhadap teknologi pengolahan ikan, walaupun tingkat kesetaraannya masih rendah. Responden di Kabupaten Kendal dalam pembelian bahan baku dapat dikatakan yang paling tinggi kesetaraan gendernya (18,75%), dikarenakan keputusan pembelian tersebut diambil melalui kompromi antara laki-laki dan perempuan. Tulisan ini menyebut sebagai keterlekatan gender yang rapuh/lemah (weak gender equality) begitu juga pada kegiatan pelatihan pengolahan, permodalan, distribusi, dan pemasaran yang hanya memiliki kompromi dalam pengambilan keputusan antara laki-laki dan perempuan sebesar 6,25%. Keterlekatan gender yang solid (strong gender equality) dalam akses dan kontrol terjadi jika pengambilan keputusan dilakukan 100% antara laki-laki dan perempuan (setara), namun hal ini tidak terjadi pada kegiatan pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Kendal.

Tabel 6 Akses dan kontrol responden pengolah hasil perikanan terhadap usaha perikanan di Kabupaten Kendal, Tahun 2019

No. Kegiatan dalam usaha perikanan

Akses Kontrol

Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

1. Pelatihan pengolahan 0 93,75 6,25 0 93,75 6,25

2. Permodalan 0 93,75 6,25 0 93,75 6,25

3. Pembelian bahan baku 6,25 68,75 18,75 6,25 93,75 0

Page 89: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

76

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

No. Kegiatan dalam usaha perikanan

Akses Kontrol

Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

4. Teknologi pengolahan 0 100 0 0 100 0

5. Distribusi 93,75 6,25 0 93,75 0 6,25

6. Pemasaran 93,75 0 6,25 0 93,75 6,25

Sumber: Data primer diolah, 2019

57

No. Kegiatan dalam Usaha Perikanan

Akses Kontrol Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

3. Pembelian bahan baku 6,25 68,75 18,75 6,25 93,75 0 4. Teknologi pengolahan 0 100 0 0 100 0 5. Distribusi 93,75 6,25 0 93,75 0 6,25 6. Pemasaran 93,75 0 6,25 0 93,75 6,25

Sumber: Data primer diolah, 2019

Gambar 2. Aksesibilitas menuju ke Kota menggunakan Transportasi Rakit

Sumber: Dokumentasi tim riset, 2019 Partisipasi dan Manfaat

Partisipasi terhadap kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan didominasi oleh

perempuan, baik pada sub kegiatan pelatihan pengolahan, permodalan, pembelian bahan baku,

teknologi pengolahan, dan pemasaran hasil olahan produk perikanan, dengan nilai persentase

sebaran cenderung tinggi (> 90%). Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat kesetaraan gender dalam

partisipasi masih dirasakan oleh salah satu pihak saja, kecuali dalam hal partisipasi pembelian

bahan baku. Keputusan responden dalam partisipasi pembelian bahan baku 68,75% melalui

kompromi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dipandang lebih kuat dari perempuan,

sehingga terkadang mengambil alih dalam pembelian bahan baku. Partisipasi dalam kegiatan

pengolahan hasil perikanan mengalami kecenderungan menuju kesetaraan gender dengan tingkat

kesetaraan cenderung rendah (6,25%-68,75%). Tulisan ini menyebutnya sebagai keterlekatan

gender yang lemah/rapuh (weak gender equality).

Manfaat yang dapat diperoleh perempuan kelompok pengolahan hasil perikanan adalah

pertambahan pendapatan harian. Manfaat lain, adalah sebagai anggota kelompok pengolah dan

Gambar 2 Aksesibilitas ke kota menggunakan transportasi rakit, Tahun 2020

Sumber: Dokumentasi tim riset, 2019

Partisipasi dan ManfaatPartisipasi terhadap kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan didominasi oleh perempuan, baik pada sub kegiatan pelatihan pengolahan, permodalan, pembelian bahan baku, teknologi pengolahan, dan pemasaran hasil olahan produk perikanan, dengan nilai persentase sebaran cenderung tinggi (> 90%). Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat kesetaraan gender dalam partisipasi masih dirasakan oleh salah satu pihak saja, kecuali dalam hal partisipasi pembelian bahan baku. Keputusan responden dalam partisipasi pembelian bahan baku 68,75% melalui

Tabel 6 Akses dan kontrol responden pengolah hasil perikanan terhadap usaha perikanan di Kabupaten Kendal, Tahun 2019 (lanjutan)

Page 90: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

77

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

kompromi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dipandang lebih kuat dari perempuan sehingga terkadang mengambil alih dalam pembelian bahan baku. Partisipasi dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan mengalami kecenderungan menuju kesetaraan gender dengan tingkat kesetaraan cenderung rendah (6,25%–68,75%). Tulisan ini menyebutnya sebagai keterlekatan gender yang lemah/rapuh (weak gender equality).

Manfaat yang dapat diperoleh perempuan kelompok pengolahan hasil perikanan adalah pertambahan pendapatan harian. Manfaat lain adalah sebagai anggota kelompok pengolah dan pemasar, mereka dapat memperoleh pengetahuan dan informasi peningkatan kapasitas mereka selama di dalam kelompok tersebut. Manfaat yang paling dirasakan oleh keluarga nelayan adalah perubahan pola pikir perempuan, tidak perlu mencari pekerjaan ke luar negeri untuk menambah pendapatan rumah tangga mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, manfaat kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan didominasi oleh perempuan (93,75–100%).

Menurut responden, laki-laki tidak perlu mendapatkan manfaat dari kegiatan teknologi pengolahan karena tidak pernah memasak atau mengolah produk perikanan. Perempuan tidak ingin membebani laki-laki karena kegiatan melaut dirasa sudah berat.

Manfaat kegiatan pengolahan hasil perikanan mengalami kecenderungan menuju kesetaraan gender dengan tingkat kesetaraan cenderung rendah (6,25%). Tulisan ini menyebutnya sebagai kesetaraan gender yang lemah/rapuh (weak gender equality). Namun, sub kegiatan distribusi dengan nilai 93,75% dinilai memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki (Tabel 7). Tulisan ini menyebutnya sebagai kesetaraan gender yang kuat/solid (strong gender equality). Sub kegiatan distribusi tergolong dalam kesetaraan gender yang lemah/rapuh dalam hal akses, kontrol, dan partisipasi, namun dalam hal manfaat tergolong dalam kesetaraan gender yang kuat/solid.

Page 91: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

78

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tabel 7. Partisipasi dan manfaat responden pengolah hasil perikanan pada usaha perikanan di Kabupaten Kendal, Tahun 2019

No. Kegiatan dalam usaha perikanan

Partisipasi Manfaat

Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

Dominan laki-laki

(%)

Dominan perempuan

(%)

Setara (%)

1. Pelatihan pengolahan 0 93,75 6,25 0 93,75 6,25

2. Permodalan 0 93,75 6,25 0 93,75 6,25

3. Pembelian bahan baku 6,25 68,75 18,75 6,25 93,75 0

4. Teknologi pengolahan 0 100 0 0 100 0

5. Distribusi 93,75 0 6,25 6,25 0 93,75

6. Pemasaran 0 93,75 6,25 0 93,75 6,25

Sumber: Data primer diolah, 2019

Profil Kelompok Pengolah dan Pemasar Kelompok pengolah dan pemasar hasil perikanan (poklahsar) di Kabupaten Kendal yang menjadi penerima manfaat program diversifikasi usaha perikanan dari KKP ada lima kelompok. Namun satu kelompok hanya menjual ikan segar (pedagang ikan) dan tidak melakukan usaha pengolahan ikan. Kelompok yang tidak melakukan usaha pengolahan hasil perikanan merasa bahwa pendapatan sebagai pedagang ikan lebih tinggi daripada menjadi pengolah hasil perikanan, selain itu pekerjaan menjadi pedagang ikan tidak rumit.

Anggota poklahsar di Kecamatan Rowosari ini merupakan pengusaha perikanan maupun non perikanan. Sebesar 78% dari anggota kelompok berjualan ikan hasil tangkapan suaminya dan juga membantu untuk menyiapkan kebutuhan melautnya, 11% dari anggota menjual hasil olahan perikanan, 11% lainnya hanya membuat hasil olahan perikanan untuk kebutuhan keluarganya saja. Profil Poklahsar di Kecamatan Rowosari disajikan pada Tabel 8.

Page 92: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

79

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

Tabel 8 Profil kelompok pengolah dan pemasar hasil perikanan di Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal, 2019

No. Nama kelompok

Jenis produk olahan

Jumlah anggota

Jumlah anggota

aktif

Waktu kerja

Pemasaran produk

1. Sekar Wilujeng

Kerupuk ikan, ikan krispi 20 orang 5 orang

5 hari dalam seminggu

Pasar Desa - RandusariSemarang- D.I. Yogyakarta-

2. Nimas Manunggal

Rengginang ikan dan cumi, ikan asin

20 orang 3 orang5 hari dalam seminggu

Lokal Kendal - (Rowosari, Weleri)

3. Azzahra Rengginang cumi 20 orang 6 orang

5 hari dalam seminggu

Lokal Kendal-

4. PINK Kerajinan dari kerang 19 orang 6 orang

5 hari dalam seminggu

Lokal Kendal-

5. Berkah LautPedagang/pemasar ikan segar

25 orang 25 orang6 hari dalam seminggu

Lokal dan luar - Kendal

Sumber: Data primer diolah, 2019

Indikator yang dipelajari dalam menganalisis manfaat sosial yang dirasakan oleh penerima manfaat kegiatan diversifikasi usaha perikanan adalah kapasitas (pengetahuan dan keterampilan sumberdaya manusia), pola pikir dan motivasi berusaha, alternatif mata pencaharian, dan penyerapan tenaga kerja. Hasil wawancara menunjukkan kapasitas sumberdaya manusia termasuk dalam kategori sedang karena jumlah pelatihan yang diikuti sebanyak 1–4 kali, penambahan varian produk olahan (minimal 1 produk), produk bersertifikat PIRT, dan pengemasan produk hanya menggunakan plastik. Indikator kedua adalah pola pikir dan motivasi berusaha termasuk kategori sedang karena memiliki cukup keinginan untuk mengaktualisasi diri (usaha, pengetahuan, pemasaran). Indikator manfaat sosial selanjutnya adalah alternatif mata pencaharian termasuk dalam kategori tinggi karena perubahan dan penambahan mata pencaharian (pedagang ikan merangkap pengolah). Selain itu, indikator terakhir adalah penyerapan tenaga kerja yang termasuk kategori rendah tidak ada peningkatan tenaga kerja dan jumlah pengolah yang melanjutkan usaha (< 40%).

Page 93: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

80

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

KesimpulanKesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan ini adalah pentingnya relasi gender antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Kendal. Kegagalan relasi gender menyebabkan ketidaksetaraan gender (gender inequality) pada perempuan yang tercermin dalam usia kerja, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan pengalaman usaha perempuan, sedangkan dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan tercermin dalam seluruh sub kegiatan yang ada (pelatihan pengolahan, permodalan, pembelian bahan baku, teknologi pengolahan, distribusi, dan pemasaran hasil olahan produk perikanan). Kegagalan relasi gender juga disebabkan perbedaan keadilan gender (gender equality) dalam bentuk disparitas gender terhadap pengambilan keputusan di dalam seluruh sub kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang disebabkan oleh kendala sosial, ekonomi, dan budaya yang menghambat akses, kontrol, dan partisipasi perempuan pada seluruh sub kegiatan yang ada. Namun dalam hal manfaat, sub kegiatan distribusi menunjukkan kesetaraan gender tergolong kuat/solid.

Kesetaraan gender dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan merupakan kesempatan yang besar untuk meningkatkan akses, kontrol, dan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pembangunan ekonomi pada sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Kendal. Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal yang melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah diharapkan dapat membuat kegiatan pelatihan berbasis industri pengolahan perikanan skala kecil dan menengah sebagai tindak lanjut strategi PUG KKP yang menampung istri nelayan sebagai tenaga kerja dengan memberikan upah yang adil, dengan memperluas akses pasar dan pembekalan manajemen keuangan sehingga memberikan multiplier effect di sektor tenaga kerja. Selain itu juga membangun akses dan distribusi hasil olahan dalam suatu kegiatan pemberdayaan ekonomi perempuan ke pusat kabupaten sehingga relasi gender yang yang terbentuk menghasilkan keadilan gender.

Strategi pengarusutamaan gender KKP dalam bentuk kegiatan diversifikasi usaha perikanan memiliki permasalahan terkait elemen sosial maupun non sosial, namun juga memiliki manfaat sosial dan ekonomi bagi penerima

Page 94: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

81

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

manfaat. Strategi terus ditingkatkan dengan memperbaiki permasalahan yang ada, agar manfaat sosial ekonomi makin dirasakan oleh komunitas pengolah hasil perikanan khususnya, maupun perempuan pesisir pada umumnya.

Oleh sebab itu, kebijakan yang perlu dilakukan untuk memperkuat komunitas pengolahan hasil perikanan dan memperbaiki strategi tersebut, yaitu:

Perencanaan strategi PUG dan penganggaran berbasis gender sesuai 1. tupoksi Eselon 1;

Penyuluh harus diikutsertakan mulai dari kegiatan perencanaan 2. hingga monitoring dan evaluasi program PUG;

Pemilihan penerima manfaat melalui data terpilah, untuk menghindari 3. bias gender;

Kriteria penerima manfaat ditetapkan berdasarkan mata pencaharian 4. utama di sektor kelautan dan perikanan (pelaku usaha pengolahan hasil perikanan);

Peningkatan kapasitas penerima manfaat (pengolah hasil perikanan) 5. dalam hal teknologi pengolahan, manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan usaha;

Pendampingan yang berkesinambungan oleh penyuluh perikanan;6.

Kegiatan pelatihan harus dimonitoring dan dievaluasi setelah 7. dilaksanakan;

Standar Operasional Prosedur (SOP) strategi PUG harus disusun mulai 8. level mikro hingga makro.

Untuk menjalankan langkah kebijakan di atas, diperlukan koordinasi antara Biro Perencanaan sebagai koordinator utama implementasi strategi PUG dengan Tim Kelompok Kerja (Pokja) dari Direktorat Teknis KKP dengan melibatkan Bappenas dan KPPPA. Langkah kebijakan di atas perlu dipertimbangkan agar predikat mentor Anugerah Parahita Ekapraya (APE) dapat dipertahankan, dan tujuan PUG KKP dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dapat tercapai.

Page 95: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

82

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Ucapan Terima KasihPenulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan atas kesempatan dan bantuan dana riset, juga kepada Nurlaili, Tikkyrino Kurniawan, Christina Yuliaty, Retno Widihastuti yang telah bersama-sama menyusun proposal riset, mengumpulkan data di lokasi penelitian dan mengkaji hasil yang telah diperoleh dalam riset Analisis Kebijakan Kelautan dan Perikanan: Gender dan Strategi Pencapaian Target SDGs: Strategi Mencapai Kesetaraan Gender dan Keberdayaan Perempuan di Sektor Kelautan dan Perikanan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Nensyana Shafitri atas diskusi dan koreksi terhadap penulisan karya tulis ilmiah ini. Tulisan ini menjadi lebih baik setelah mendapat bimbingan dari Dr. Armen Zulham sekalu Ketua Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan.

Kontribusi PenulisKontribusi utama dalam karya tulis ilmiah ini adalah Riesti Triyanti dalam melakukan elaborasi masalah di lokasi penelitian, melakukan pengolahan data, dan analisis data, serta menulis manuskrip. Nensyana Shafitri dan Tikkyrino Kurniawan sebagai kontributor anggota, melakukan koreksi dan memberikan masukan terhadap karya tulis ilmiah ini.

Page 96: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

83

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

Daftar PustakaAnggaunitakiranantika. 2018. Konstruksi sosial pekerja perempuan dan

anak pada industri perikanan. SAWWA: J. Studi Gender. 13(1): 45-66.

Azizi A, Hikmah, SA Pranowo. 2012. Peran gender dalam pengambilan keputusan rumah tangga nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah. J. Sosek Kelautan dan Perikanan. 7(1): 113–125.

Badan Pusat Statistik. 2018. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Menurut Provinsi, 2010–2017 [Online].https://www.bps.go.id/dyn amictable/2018/08/15/1573/-idg-indeks-pemberdayaangender-idg-menurut-provinsi-2010-2017.html. Download 01 April 2020.

Badan Pusat Statistik. 2018. Indeks Pembangunan Gender (IPG), 2010– 2017 [Online] https://www.bps.go.iddynamictable/2018/08/15/1 569/-ipg-indeks-pembangunan-gender-ipg-2010-2017.html. Downl oad 01 April 2020.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kendal. 2019. Kabupaten Kendal Dalam Angka 2019. [Online]. https://kendalkab.bps.go.id/publication/down load.html. Download 16 April 2020.

Djunaidah IS, Nurmala N. 2018. Peran produktif wanita pesisir dalam menunjang usaha perikanan di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. J. Sosek Kelautan dan Perikanan. 13(2): 229–237.

Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: UGM. Press. Fitriyanti R dan Habibullah. (2012). Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan; studi pada perempuan di Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang. Sosiokonsepsia. 17(01): 85–100.

Fröcklin S, de la Torre-Castro M, Lindström L, Jiddawi NS. 2013. Fish traders as key actors in fisheries: gender and adaptive management. AMB IO. (42): 951–962. https://doi.org/10.1007/s13280-013-0451-1.

Gude L, Pangemanan JF, Lumenta V. 2017. Analisis peranan perempuan pada rantai nilai pemasaran tuna cakalang di tempat pelelangan ikan (TPI) Aertembaga, Kota Bitung. Akulturasi. 5(9): 635–644.

Page 97: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

84

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Handajani H, Relawati R, Handayanto E. 2015. Peran gender dalam keluarga nelayan tradisional dan implikasinya pada model pemberdayaan perempuan di kawasan pesisir Malang Selatan. J. Perempuan dan Anak. 1(1): 1–21.

Harper S, Zeller D, Hauzer M, Pauly D, Sumaila UR. 2013. Women and fisheries: contribution to food security and local economies. Marine Policy. (39): 56–63.

Hikmah, Yulisti M, dan Nasution Z. 2009. Pola pembagian kerja dan kontribusi gender terhadap pendapatan keluarga: studi kasus rumah tangga nelayan di Desa Batanjung Kabupaten Kapuas. J. Kebijak. dan Riset Sosek KP. 4(1): 93–103.

Indrawasih R. 2015. Peran Produktif Perempuan dalam beberapa komunitas nelayan di Indonesia. J. Masyarakat dan Budaya. 17(2): 249–264.

Istiqomah T. 2018. Analisis gender peran wanita sebagai stimulator ekonomi keluarga nelayan di pesisir Kabupaten Sidoarjo. Fish Scientiae. J. Ilmu-ilmu Perikanan dan Kelautan. 8 (1). ISSN: 1693-3710.

Jumaiyah, Wahidullah, M Fauzi. 2017. Menggagas semangat kewirausahaan berbasis partisipasi perempuan ex TKW di Kabupaten Kendal. J. Politeknik Tegal. 6(1): 1–6.

Karnaen SMN, Amanah S. 2013. Peranan gender dalam rumah tangga perikanan di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan. 1(2): 152–164.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Road Map Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG). Jakarta: KKP.

Kusumo RAB, Charina A, Mukti GW. 2013. Analisis gender dalam kehidupan keluarga nelayan di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. J. Social Economic of Agriculture. 2(1): 42–53.

Page 98: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

85

Gender pada Kelompok Rumah Tangga Pengolah Hasil Perikanan

Nadhira VF. 2017. Analisis Gender dalam Usaha Ternak dan Hubungannya dengan Pendapatan Rumah Tangga Peternak Sapi Perah. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press.

Riyanti BPD. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Grasindo.

Siscawati M. 2019. Isu Gender dalam Berbagai Bidang Pembangunan di Indonesia. Program Studi Kajian Gender Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. Jakarta.

Sumarti T, Fuah AM. 2015. Women, Gender Equality in Livestock Development: Case Study from Papua and Central Java. Sustainable Animal Production for Better Human Welfare and Environment in International Seminar on Animal Industry, (pp. 396–399). Bogor, Indonesia: Faculty of Animal Science, IPB.

Sumilat DE, Wahyuni ES. 2020. Analisis gender rumah tangga tenaga kerja perempuan dalam sektor industri garmen dengan sistem putting out (kasus: Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). J. Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. 4 (2): 167–180. https://doi.org/10.29 244/jskpm.4.2.167-180.

Swastuti E. 2012. Strategi Pengarusutamaan gender sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan millenium di Kabupaten Banjarnegara. Media Ekonomi dan Manajemen. 25 (1): 72–82.

Tebay S, Leiwakabessy J, Wambrauw ET. 2018. Contribution income of women’s coastal business group in processing of fishery products in Manokwari. J. Sumberdaya Akuatik Indopasifik, (S.l). 153–164. ISSN 2550-0929.

Wardihan F. 2015. Analisis penawaran tenaga kerja wanita nikah sektor informal di Kota Makassar. J. Ekonomi. 4(1). ISSN 0853-9049. https://feb.unhas.ac.id/jurnal/ index.php/JE/article/view/11/6.

Page 99: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

86

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Weeratunge N, Snyder KA, Sze CP. 2010. Gleaner, fisher, trader, processor: understanding gendered employment in fisheries and aquaculture. Fish and Fisheries. 11: 405–420. https://doi.org/10.1111/j.1467-297 9.2010.00368.x.

World Bank. 2002. Pembangunan berspektif engineering development melalui perspektif gender dalam hak sumberdaya dan aspirasi. Jakarta: Laporan Penelitian Bank Dunia. Dian Rakyat.

Page 100: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

ANALISIS GENDER PADA RUMAH TANGGA NELAYAN DI DESA CITUIS

KABUPATEN TANGERANG

Hikmah, Nurlaili, dan Permana Ari SoejarwoBalai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM 1 Lt. 4, Jl. Pasir Putih 1- Ancol Timur. Jakarta Utara 14430Email: [email protected]

PendahuluanIndonesia merupakan salah satu negara berpenduduk padat dengan komposisi jumlah penduduk perempuan terpaut sangat kecil dari penduduk laki-laki, bahkan ada kecenderungan perempuan lebih banyak dari laki-laki. Data BPS (2015) menunjukkan jumlah penduduk laki-laki mencapai 128,1 juta jiwa, sedangkan perempuan sebanyak 126,8 juta jiwa. Ironisnya dalam banyak hal terjadi ketimpangan gender, seolah penduduk perempuan tidak memberikan kontribusi dalam ekonomi. Peran gender merupakan relasi laki-laki dan perempuan yang dirumuskan oleh masyarakat berdasarkan tipe seksual maskulin dan feminitasnya (Melis 2017). Selanjutnya Melis mencontohkan peran laki-laki ditempatkan sebagai pemimpin dan pencari nafkah karena dikaitkan dengan anggapan bahwa laki-laki adalah makhluk yang lebih kuat, dan identik dengan sifat-sifatnya yang super dibandingkan dengan perempuan. Sementara pengambilan keputusan perempuan lebih banyak pada ranah domestik (Karnaen dan Amanah 2013). Hal ini terkait dengan sistem dan struktur sosial masyarakat yang melakukan dikotomi gender (Rachmania 2009).

Berbagai hasil penelitian mengenai peran gender dalam rumah tangga nelayan menunjukkan terdapat kesenjangan gender (Sitorus 1994; Hikmah 2009; Azizi 2012; Sakila 2015; Aswiyati 2016; Karnaen et al. 2013).

Page 101: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

88

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Kesenjangan gender pada akhirnya melemahkan kaum perempuan pada kegiatan yang melibatkan kaum perempuan, hal ini terjadi pada rumah tangga perikanan.

Menurut Fakih (1996), ketidakadilan gender memunculkan ketimpangan gender pada struktur sosial yang patriarki, dengan pandangan-pandangan di dalam masyarakat yang menyebabkan ketidakadilan pada salah satu jenis kelamin. Faktor ketidakadilan gender, antara lain: (1) stereotipe, merupakan pelabelan yang diberikan kepada seseorang atau kelompok berdasarkan anggapan masyarakat; (2) subordinasi/penomorduaan, merupakan pemberian perlakuan yang berbeda terhadap sesuatu atau salah satu jenis kelamin; (3) marginalisasi, merupakan proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang menyebabkan kemiskinan; (4) kekerasan, merupakan penyalahgunaan kekuatan fisik/non fisik yang menimbulkan bahaya/ancaman bagi orang/ kelompok lain sehingga tidak berdaya; dan (5) beban ganda, merupakan beban pekerjaan yang diterima oleh perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki dan sebaliknya.

Sampai saat ini, isu gender dalam rumah tangga perikanan merupakan permasalahan yang belum tuntas dipecahkan. Keadaan perekonomian yang semakin tidak menentu, kesempatan kerja semakin terbatas karena persaingan yang semakin ketat, harga-harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat, pendapatan keluarga yang cenderung tidak meningkat berakibat pada terganggunya stabilitas perekonomian keluarga.

Tulisan ini bertujuan menganalisis persepsi rumah tangga nelayan di Desa Cituis Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang tentang gender, kontribusi gender terhadap pendapatan rumah tangga dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga nelayan. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Juni tahun 2018. Metode pengambilan data dilakukan secara acak sederhana dengan jumlah responden 35 rumah tangga nelayan. Data yang dikumpulkan dianalsis menggunakan metode analisis deskriptif.

Page 102: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Analisis Gender pada Rumah Tangga Nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang

89

Persepsi dan Nilai Gender pada Rumah Tangga Nelayan Robbins (2001) memberikan pengertian persepsi adalah proses individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Jadi persepsi merupakan suatu proses individu untuk mengenali lingkungan dengan interpretasi mereka yang mungkin akan berbeda antar individu lainnya. Dari berbagai defenisi yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pemberian arti atau makna terhadap suatu objek yang ada pada lingkungan. Dengan demikian, setiap orang mempunyai persepsi sendiri-sendiri karena perbedaan kemampuan inderanya dalam menangkap stimuli (objek).

Menurut Sigit (2003), nilai ialah keyakinan yang bertahan lama mengenai sesuatu yang dianggap berharga (wortwhile), penting. (importance), mempunyai arti (meaningfull), diinginkan (desirable), dan diprioritaskan (preferable). Robbins (2001) menyatakan bahwa nilai adalah suatu modus perilaku atau keadaan akhir dari eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada suatu modus perilaku atau keadaan yang berlawanan. Dengan demikian, nilai dapat diartikan sesuatu yang diinginkan, penting dan memiliki arti sehingga diperjuangkan untuk direalisasikan. Nilai adalah keyakinan dasar bahwa suatu cara tingkah laku khas lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada cara tingkah laku yang sebaliknya.

Dalam konteks persepsi dan nilai gender pada rumah tangga nelayan di Desa Cituis, Tabel 1 sebesar 40% nelayan mengemukakan bahwa istri adalah makhluk yang lebih lemah secara fisik dan mental dari suami sehingga wajar berada dalam posisi sosial yang lebih rendah dalam keluarga. Selain itu 31,43% nelayan mengemukakan istri mampu memberi kontribusi tetapi tidak lebih dari suami dalam menghidupi keluarga. Di sisi lain, sebesar 40% istri nelayan mengemukakan bahwa istri mampu memberi kontribusi tetapi tidak lebih dari suami dalam menghidupi keluarga. Kemudian 28,57% istri nelayan menyatakan bahwa istri dan suami menyadari perbedaan jenis kelamin tidak harus dipertentangkan dalam menghidupi keluarga, tetapi justru bersifat saling mendukung dan

Page 103: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

90

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

melengkapi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pada rumah tangga nelayan di Kabupaten Tangerang persepsi kontribusi perempuan dalam menghidupi keluarga sebagai sub-ordinat suami. Persepsi istri ini juga sejalan dengan persepsi suami yang mengakui kontribusi istri, namun masih dianggap tidak lebih dari suami dalam kontribusi keluarga. Selanjutnya, masih ditemukan adanya persepsi stereotipe terhadap perempuan di mana istri adalah makhluk yang lebih lemah secara fisik dan mental dari suami sehingga perempuan dianggap wajar berada dalam posisi sosial yang lebih rendah dalam keluarga.

Dari persepsi para suami dan istri tersebut menunjukkan stereotipe dan subordinat dalam pandangan rumah tangga nelayan terhadap kaum perempuan, sehingga ini menimbulkan ketimpangan gender dalam rumah tangga nelayan (Fakih 1996).

Tabel 1 Persepsi gender dalam rumah tangga nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang, Tahun 2018

Persepsi tentang genderSebaran

responden Persentase (%)

Suami Istri Suami Istri

1. Istri adalah makhluk yang lebih lemah secara fisik dan mental dari suami sehingga wajar berada dalam posisi sosial yang lebih rendah dalam keluarga.

14 5 40,00 14,29

2. Istri mampu memberi kontribusi tetapi tidak lebih dari suami dalam menghidupi keluarga. 11 14 31,43 40,00

3. Istri tidak lebih lemah dari suami sehingga wajar bila berkedudukan sejajar dalam mengatur keluarga.

1 3 2,86 8,57

4. Istri mampu memberi kontribusi lebih dari suami dalam menghidupi keluarga dan layak untuk mengelola keluarga.

0 3 - 8,57

5. Istri dan suami menyadari bahwa perbedaan jenis kelamin tidak harus dipertentangkan dalam menghidupi keluarga, tetapi justru bersifat saling mendukung dan melengkapi.

9 10 25,71 28,57

Keterangan: N= 35 Responden

Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2018

Page 104: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Analisis Gender pada Rumah Tangga Nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang

91

Persepsi tentang gender ini berkorelasi dengan nilai gender yang tercermin dari jawaban para responden yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai gender menurut sebagian besar (85,71%) suami menganggap bahwa tugas istri adalah mengurus rumah tangga saja, tugas suami adalah mencari nafkah bagi keluarga.

Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat nelayan yang memiliki pola pembagian kerja secara seksual yang sangat kuat pengaruhnya secara kultural, yaitu laut adalah wilayah laki–laki, sedangkan darat adalah wilayah perempuan. Namun demikian, berdasarkan alasan ekonomi, yaitu penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga maka umum terjadi dalam masyarakat nelayan istri harus bekerja untuk ikut menambah penghasilan keluarga (Kusnadi 2001).

Tabel 2 Nilai gender dalam rumah tangga nelayan di Kabupaten Tangerang, Tahun 2018

Nilai genderSebaran

responden Persentase (%)

Suami Istri Suami Istri1. Tugas istri adalah mengurus rumah

tangga saja, tugas suami adalah mencari nafkah bagi keuarga

30 2 85,71 5,71

2. Tugas utama istri adalah mengurus rumah tangga tetapi boleh membantu tugas suami dalam mencari nafkah sedangkan tanggung jawab mencari nafkah utama tetap tugas suami

3 28 8,57 80,00

3. Tugas istri mengurus rumah tangga boleh digantikan orang lain bila ia mampu mencari nafkah untuk keluarga dalam jumlah yang besar

0 0 0 0

4. Tugas suami tidak hanya mencari nafkah bagi keluarga, tetapi juga harus mau membantu atau berbagi tugas dengan istri mengurus rumah tangga

0 0 0 0

5. Tugas utama istri mengurus rumah tangga dan tugas utama suami mencari nafkah bagi keluarga boleh bertukar apabila ekonomi memang menguntungkan

2 5 5,71 14,29

Keterangan: N=35 Responden

Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2018

Page 105: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

92

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Kondisi tersebut di atas sesuai pula dengan pernyataan sebagian besar (80%) istri nelayan mengemukakan bahwa tugas utama istri adalah mengurus rumah tangga, tetapi boleh membantu tugas suami dalam mencari nafkah, sedangkan tanggung jawab mencari nafkah utama tetap tugas suami. Keterlibatan perempuan dalam sektor domestik memang dianggap sebagai peran kodrati sebagai ibu rumah tangga dan keterlibatan mereka di sektor publik disebut sebagai peran ganda. Pada setiap kebudayaan, perempuan dan laki-laki diberi peran dan pola tingkah laku yang berbeda untuk saling melengkapi, perbedaan kodrati dari kedua makhluk ini. Winarti et al. (2008) berpendapat bahwa bergesernya perubahan peran atau tepatnya nilai-nilai sosial budaya yang berkembang di masyarakat menjadikan perempuan memiliki tanggung jawab tidak hanya pada sektor domestik, tetapi juga pada sektor publik. Hal ini dipertajam dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja perempuan yang kemudian memunculkan peran ganda bagi perempuan itu sendiri.

Kesenjangan dalam Pendapatan Rumah TanggaSeperti yang telah diuraikan di atas bahwa persepsi dan nilai tentang gender pada masyarakat nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang tugas istri adalah mengurus rumah tangga saja. Istri boleh membantu suami mencari nafkah, tetapi tugas utamanya tetap pada ranah domesik, sementara tugas suami adalah mencari nafkah bagi keluarga. Namun pada praktiknya, dalam sistem pembagian kerja secara seksual pada masyarakat nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang, istri nelayan mengambil peranan dalam kegiatan sosial dan ekonomi di darat, sedangkan laki-laki berperan di laut untuk mencari nafkah dengan menangkap ikan. Dampak dari sistem pembagian kerja tersebut memberikan ruang bagi kaum perempuan nelayan untuk terlibat dalam kegiatan publik, yaitu mencari nafkah keluarga sebagai antisipasi jika suami mereka tidak memperoleh penghasilan. Hal ini disebabkan karena sistem kerja nelayan yang tidak ada kepastian penghasilan setiap hari sehingga perempuan menjadi penyangga kebutuhan hidup rumah tangga.

Page 106: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Analisis Gender pada Rumah Tangga Nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang

93

Di Desa Cituis, istri nelayan membantu ekonomi keluarga dengan bekerja pada rumah pengolahan ikan sebagai pembersih ikan dan rajungan. Pekerjaan ini biasaya dilakukan istri nelayan setelah aktivitas domestik sudah selesai. Selain itu ada pula istri nelayan yang memiliki usaha pengolahan ikan sebagai pedagang. Hal ini sejalan dengan penemuan Sitorus (1994) dalam Sulistyo (2008) yang menunjukkan bahwa perempuan istri nelayan, meskipun mempunyai peran dominan pada kegiatan reproduksi, tetapi terlibat pula dalam kegiatan produksi. Saruan (2000) menegaskan hal yang sama yaitu wanita nelayan dominan bekerja dalam bidang industri pengolahan hasil laut, perdagangan hasil laut dan persiapan operasi penangkapan, sedangkan laki–laki bekerja dalam bidang operasi penangkapan. Penghasilan tambahan dari aktivitas ekonomi perempuan dapat membantu mengentaskan kemiskinan runah tangga (Rahardjo 1995).

Di samping itu, istri nelayan memiliki relasi yang luas dan terlibat aktif dalam keanggotaan kelompok istri nelayan dan anggota koperasi perikanan. Kelompok ini dibina Koperasi Mina yang membina istri nelayan melakukan usaha. Istri nelayan memiliki akses terhadap pinjaman modal dan tabungan ke koperasi yang suatu saat apabila membutuhkan, baik untuk kebutuhan modal usaha maupun untuk pendidikan anak dapat diambil. Sayangnya, istri nelayan lebih banyak mengakses permodalan untuk kebutuhan modal usaha penagkapan ikan suaminya melaut dibanding untuk kebutuhan modal usahanya. Hal ini tidak terlepas dari pandangan stereotipe dan subordinat yang melekat pada rumah tangga nelayan.

Gambar 1 menunjukkan kontribusi gender terhadap pendapatan rumah tangga nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang. Dari gambar tersebut memperlihatkan bahwa istri nelayan memberikan kontribusi pendapatan pada keseluruhan musim dalam satu tahun. Rata-rata kontribusi pendapatan istri pada musim panceklik sebesar Rp480.457 pada musim peralihan Rp498.571 dan pada musim puncak Rp518.000 per bulan. Sementara rata-rata kontribusi pendapatan suami pada musim panceklik Rp1.804.286 per bulan, pada musim peralihan Rp1.820.571 dan musim puncak Rp3.637.143 per bulan.

Page 107: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

94

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Meskipun dilihat secara nilai, kontribusi pendapatan istri lebih kecil dibandingkan pendapatan suami, namun curahan waktu istri nelayan dalam aktivitas ekonomi cukup menyita waktu dan tenaganya di sela-sela aktivitas domestik, terutama pada saat musim panceklik. Istri nelayan di Desa Cituis juga terlibat dalam aktivitas publik kelompok istri nelayan dan menjadi anggota koperasi perempuan pesisir. Di samping bertujuan untuk mengembangkan usahanya, istri nelayan juga membantu suaminya meminjam modal ke koperasi manakala suaminya membutuhkan permodalan operasional melaut. Hal ini sejalan dengan pendapat Istiqomah (2015); Rahardjo (1995), istri nelayan memiliki peran yang sangat penting dalam ekonomi rumah tangga perikanan. Terbukti istri nelayan mampu menggerakkan perekonomian keluarga dengan mengolah serta memberikan nilai tambah pada sumberdaya perikanan dan menambah pendapatan keluarga sehingga pendapatan istri dapat membantu perekonomian keluarganya. Kusnadi (2001) mengemukakan bahwa istri-istri nelayan bekerja sebagai pedagang dan pengolah mempunyai akses dan kontrol yang penuh terhadap sumber daya keluarga. Studi lain peran istri yang bekerja sebagai pedagang dalam pengambilan keputusan keluarga (Karsanto 2007) menunjukkan bahwa kontribusi wanita dalam sektor finansial untuk keluarga sangat besar karena penghasilan yang diperoleh mampu menutupi biaya kebutuhan keluarganya.

Perempuan yang bekerja tidak hanya untuk mengisi waktu luang, namun juga mereka ingin meningkatkan taraf kehidupannya sendiri maupun keluarganya. Menurut Aswiyati (2016), perempuan di pedesaan bekerja bukan semata-mata untuk mengisi waktu luang atau mengembangkan karir, tetapi untuk mencari nafkah karena pendapatan suaminya dikatakan kurang mencukupi kebutuhan sehingga banyak perempuan atau ibu rumah tangga yang bekerja. Kondisi inilah yang menyebabkan ibu rumah tangga yang tadinya hanya di sektor domestik pada akhirnya turut dalam sektor publik (Karnaen dan Amanah 2017).

Page 108: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Analisis Gender pada Rumah Tangga Nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang

95

72

Gambar 1. Gender Gap dalam pendapatan rumah tangga nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang, Tahun 2018

Peran gender dalam pengambilan keputusan

Peran gender dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh norma yang ada di dalam

masyarakat dimana laki-laki atau suami harus lebih dominan dibandingkan istri dalam

pengambilan keputusan. Hal ini terkait dengan peran suami sebagai pencari nafkah utama,

menjadikan suami paling menguasai sumber daya keluarga. Sehingga dalam pola hubungan yang

tradisional, maka suami yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan keluarga

(Setiawati et al., 2017).

Pada kenyataannya, terdapat berbagai variasi tentang soal pengambilan keputusan dalam

keluarga. Adakalanya perempuan/istri tidak diikutsertakan, namun adakalanya justru perempuan

yang menentukan dalam pengambilan keputusan. Banyak pula keputusan dalam keluarga

dilakukan bersama-sama antara suami dan istri. Pada kasus keluarga nelayan di Desa Cituis

Kabupaten Tangerang kontribusi isteri dalam perekonomian keluarga secara langsung atau tidak

tersebut, meningkatkan posisi tawar isteri dalam pengambilan keputusan di keluarganya.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan dalam rumah tangga nelayan

pada kegiatan domestik untuk penyediaan makanan 54,29 % dominan diputuskan istri tapi masih

ada campur tangan suami, keputsan utuk pendidikan anak 48, 57 % diputuskan bersama-sama

antara suami dan istri, keputusan untuk kesehatan keluarga 37,14 % diputuskan bersama-sama,

keputusan untuk tabungan 42,86 % diputskan bersama-sama, dan keputusan untuk membeli

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

Musim Puncak Musim peralihan Musim Paceklik

Rp

per b

ulan

Musim ikan

Suami Istri

Gambar 1 Gender gap dalam pendapatan rumah tangga nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang, Tahun 2018

Peran Gender dalam Pengambilan KeputusanPeran gender dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh norma yang ada di dalam masyarakat di mana laki-laki atau suami harus lebih dominan dibandingkan istri dalam pengambilan keputusan. Hal ini terkait dengan peran suami sebagai pencari nafkah utama, menjadikan suami paling menguasai sumber daya keluarga. Oleh karena itu dalam pola hubungan yang tradisional, suami yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan keluarga (Setiawati et al. 2017).

Pada kenyataannya, terdapat berbagai variasi tentang soal pengambilan keputusan dalam keluarga. Adakalanya perempuan/istri tidak diikutsertakan, namun adakalanya justru perempuan yang menentukan dalam pengambilan keputusan. Banyak pula keputusan dalam keluarga dilakukan bersama-sama antara suami dan istri. Pada kasus keluarga nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang kontribusi istri dalam perekonomian keluarga secara langsung atau tidak, dapat meningkatkan posisi tawar istri dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga.

Page 109: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

96

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tabel 3 memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan dalam rumah tangga nelayan pada kegiatan domestik untuk penyediaan makanan 54,29% dominan diputuskan istri tapi masih ada campur tangan suami, keputusan untuk pendidikan anak 48,57% diputuskan bersama-sama antara suami dan istri, keputusan untuk kesehatan keluarga 37,14% diputuskan bersama-sama, keputusan untuk tabungan 42,86% diputuskan bersama-sama, dan keputusan untuk membeli peralatan rumah tangga 48,57% diputuskan secara bersama-sama. Pada kegiatan ekonomi keputusan meminjam modal, 66,67% diputuskan bersama-sama, untuk menambah modal atau mengurangi modal 45,71% keputusan dilakukan bersama-sama dan 31,43% dominan diputuskan istri dengan campur tangan suami. Keputusan memilih komoditas ikan yang di tangkap 22,86% diputuskan mutlak oleh suami, sebanyak 31,43% dominan diputuskan istri tapi masih ada campur tangan suami, sebanyak 20,00% keputusan dibuat bersama-sama. Keputusan untuk perbaikan alat tangkap 25,71% diputuskan bersama-sama, 37,14% keputusan dominan dilakukan istri tapi masih ada campur tangan suami, 14,29% keputusan mutlak dilakukan laki-laki. Penetapan waktu penangkapan 28,57% keputusan dilakukan bersama-sama, 42,86% di keputusan dominan dilakukan istri dengan campur tangan suami, 20,00% keputusan mutlak dilakukan oleh suami. Untuk pemilihan sistem pemasaran 22,86% diputuskan bersama-sama, 57,14% keputusan dominan dibuat istri dengan campur tangan suami, 14,29% keputusan mutlak dilakukan oleh suami. Untuk pemilihan sistem pembayaran 22,86% keputusan dilakukan bersama-sama, 48,57% keputusan dilakukan dominan istri dengan campur tangan suami. Keputusan untuk usaha pengolahan hasil perikanan, memilih jenis pengolahan 11,43% diputuskan mutlak oleh istri, 51,43% keputusan dominan dilakukan istri dengan campur tangan suami, 11,30% keputusan mutlak dilakukan oleh suami.

Untuk penetapan skala usaha 40% dilakukan bersama-sama, 57,14% keputusan dominan dilakukan oleh istri dengan campur tangan suami, 2,86% keputusan mutlak dilakukan istri. Untuk pemilihan sistem pemasaran hasil olahan keputusan 5,75% keputusan dilakukan mutlak oleh istri, 57,14% keputusan dominan dilakukan istri dengan campur tangan suami, 37,00% keputusan dilakukan dominan oleh suami namun masih ada campur tangan istri. Untuk usaha non perikanan, pemilihan

Page 110: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Analisis Gender pada Rumah Tangga Nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang

97

jenis usaha 25,71% keputusan dilakukan bersama-sama dan 74,29% dominan keputusan dilakukan istri dengan campur tangan suami. Sementara keputusan pelaksanaan usaha 71,43% diputuskan mutlak oleh suami, 25,71% diputuskan bersama-sama. Untuk aktivitas sosial, 82,36% keputusan dilakukan bersama-sama.

Berdasarkan uraian di atas, keputusan dalam rumah tangga nelayan untuk aktivitas domestik lebih dominan diputuskan istri nelayan dengan pertimbangan dari suami, atau diputuskan secara bersama antara istri dan suami. Kegiatan tersebut dimulai dari penyediaan makanan, pendidikan anak, kesehatan anggota keluarga, menabung, dan pengadaan peralatan rumah tangga.

Sementara untuk kegiatan yang berkaitan dengan bidang ekonomi lebih banyak dilakukan oleh istri nelayan dengan pertimbangan dari suami, atau diputuskan secara bersama antara istri dan suami. Kegiatan tersebut dimulai dari keputusan terkait investasi/modal usaha perikanan, pengelolaan usaha perikanan, pengelolaan usaha pengolahan dan keputusan berusaha di bidang non perikanan. Sejalan dengan hasil penelitian Lestari & Agusta (2013) yang menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan dalam kegiatan peminjaman dan pengelolaan usaha lebih didominasi oleh perempuan. Hal ini menandakan bahwa perempuan mempunyai kontrol atau kekuasaan terhadap aktivitas rumah tangga meskipun dalam alokasi waktu perempuan lebih banyak di ranah domestik dibanding aktivitas publik.

Tabel 3 Peran gender dalam pengambilan keputusan di Cituis Kabupaten Tangerang, Tahun 2018

Jenis keputusanPersentase keputusan*)

1 2 3 4 5

Kegiatan domestik

1. Penyediaan makanan 37,14 2,86 54,29 - 5,71

2. Pendidikan anak 20 8,57 20 2,86 48,57

3. Kesehatan anggota keluarga 17,14 14,29 20 11,43 37,14

4. Tabungan 34,28 2,86 42,86 2,86 17,14

5. Pengadaan peralatan rumah tangga

2,86 11,00 48,57 9,00 28,57

Page 111: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

98

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Jenis keputusanPersentase keputusan*)

1 2 3 4 5

Kegiatan ekonomi

1. Investasi/modal usaha perikanan x x x x x

- Menambah/mengurangi modal 5,71 11,43 31,43 5,71 45,71

- Meminjam modal 20,0 3,33 10,00 - 66,67

2. Pengelolaan usaha perikanan x x x x x

- Memilih jenis komoditi ikan 11,43 22,86 31,43 14,29 20,00

- Perbaikan alat 14,29 14,29 37,14 8,57 25,71

- Penetapan waktu pemanenan 2,86 20,00 42,86 5,71 28,57

- Penetapan harga - 17,14 45,71 11,43 25,71

- Pemilihan sistem pemasaran - 14,29 57,14 5,71 22,86

- Pemilihan sistem pembayaran - 17,14 48,57 11,43 22,86

3. Pengelolaan usaha pengolahan x x x x x

- Memilih jenis pengolahan 11,43 0 51,43 8,57 28,57

- Menentukan skala usaha 2,86 0 57,14 - 40

- Memilih sistem pemasaran 5,75 0 57,25 37,00 0

4. Usaha non perikanan x x x x x

- Pemilihan jenis usaha - 0 74,29 - 25,71

- Penetapan skala usaha 2,86 77,14 - - 20

- Keputusan pelaksanaan usaha 2,86 71,43 - - 25,71

Sosial kemasyarakatanPengajian, gotong royong, PKK, lainnya

5,71 11,43 - - 82,86

Sumber: Data Primer diolah, tahun 2018

Keterangan: *) 1= Keputusan dibuat mutlak oleh istri 2= Keputusan dibuat mutlak oleh suami 3= Keputusan dibuat dominan istri tetapi masih ada campur tangan suami 4= Keputusan dibuat dominan suami tetapi masih ada campur tangan istri 5= Keputusan dibuat bersama (seimbang) oleh suami dan istri

Tabel 3 Peran gender dalam pengambilan keputusan di Cituis Kabupaten Tangerang, Tahun 2018 (lanjutan)

Page 112: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Analisis Gender pada Rumah Tangga Nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang

99

KesimpulanMasih terdapat stereotipe dan subordinat terhadap kaum perempuan dalam pandangan rumah tangga nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang, Banten tentang gender dan nilai gender. Pelabelan terhadap perempuan sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya hanya mengurus rumah tangga masih melekat pada istri nelayan, dan subordinat bahwa istri boleh membantu mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya tapi tidak melebihi suami.

Peran suami terhadap pendapatan rumah tangga nelayan lebih besar dibanding istri. Namun peran istri terhadap pendapatan rumah tangga sangat membantu perekonomian ketika musim panceklik. Istri juga berperan sebagai pencari pinjaman modal untuk suami melalui kelompok istri nelayan.

Pengambilan keputusan rumah tangga nelayan, baik pada kegiatan domestik dan publik terutama dalam aktivitas ekonomi lebih banyak dilakukan oleh istri nelayan dengan pertimbangan dari suami, atau diputuskan secara bersama antara istri dan suami. Hal ini disebabkan karena adanya peran istri dalam mencari nafkah dan mengusahakan permodalan usaha bagi suaminya sehingga meningkatkan posisi tawar istri dalam pengambilan keputusan.

Dalam upaya meningkatkan pengarusutamaan gender, program-program pemerintah diperlukan, di antaranya:

Pemerintah Kabupaten Tangerang perlu memberikan pelatihan terkait 1. kewirausahaan sebagai bekal istri nelayan untuk memanfaatkan akses permodalan yang mereka dapatkan dari kelompok atau program tertentu.

Pemerintah Kabupaten Tangerang perlu memberikan pelatihan 2. keterampilan terkait pengelolaan keuangan usaha bagi istri nelayan sehingga mereka dapat mengelola keuangan usaha dan rumah tangganya.

Page 113: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

100

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Ucapan Terima KasihPenulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Alm. Prof. Dr. Zahri Nasution sebagai Penanggung Jawab Riset Analisis Kebijakan Kelautan dan Perikanan: Kontribusi Gender dalam rumah tangga Kelautan dan Perikanan yang telah bersama-sama mengumpulkan data di lokasi penelitian dan mengkaji hasil yang telah diperoleh.

Pernyataan Kontribusi PenulisDengan ini kami menyatakan bahwa kontribusi masing-masing terhadap pembuatan karya tulis, sebagai berikut: Hikmah sebagai kontributor utama. Nurlaili dan Permana Ari Soejarwo sebagai kontributor anggota.

Daftar PustakaAswiyati I. 2016. Peran wanita dalam menunjang perekonomian rumah

tangga petani tradisional untuk penanggulangan kemiskinan di Desa Kuwil Kecamatan Kalawat. J. Holistik. (17): 2–17.

Azizi A, Hikmah, Pranowo SA. 2012. Peran gender dalam pengambilan keputusan rumah tangga nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah. J. Sosek KP. (7): 113–125.

BPS. 2015. Statistik Kependudukan Indonesia. Badan Pusat Statsitik.

Fakih M. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. p 186.

Hikmah, Z Nasution, M Yulisti. 2009. Pola pembagian kerja dan kontribusi gender terhadap pendapatan keluarga: studi kasus rumah tangga nelayan di Desa Batanjung Kabupaten Kapuas. J. Kebijakan & Riset Sosek KP. (4): l 93–103.

Istiqomah T. 2013. Analisis gender peran wanita sebagai stimulator ekonomi keluarga nelayan di Pesisir Kabupaten Sidoarjo. Fish Scientiae. (8): 25-37.

Karnaen SMN, S Amanah. 2013. Peranan gender dalam rumah tangga perikanan di desa tanjung pasir, kecamatan teluknaga, kabupaten tangerang. Sodality: J. Sosiologi Pedesaan. (1): 152–164.

Page 114: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Analisis Gender pada Rumah Tangga Nelayan di Desa Cituis Kabupaten Tangerang

101

Karsanto. 2007. Peran Istri yang bekerja Sebagai Pedagang dalam Pengambilan Keputusan Keluarga (Studi Kasus). http://adln.lib. u nair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-karsantoar-7073&PHP SESSID= 95e6b9a4c5 1c6ec1dea8db956f62c0e8.

Kusnadi. 2001. Pangamba Kaum Perempuan Fenomenal (p237). Pelopor dan Penggerak Perekonomian Masyarakat Nelayan. Bandung: Humaniora Utama Press.

Lestari NI, I Agusta. 2013. Analisis gender dalam program simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). Solidarity: J. Sosiologi Pedesaan. (1): 112–130.

Melis. 2017. Relevansi peran gender dan kontribusi ekonomi perempuan untuk mencapai falah dalam rumah tangga. An- Nisa’a: J. Kajian Gender & Anak. (12): 65–74.

Rachmania D. 2009. Fenomena kesetaraan gender dalam kredit. J. Agrisbisnis & Ekonomi Pertanian. (3): 1–18.

Rahardjo D. 1995. Program-Program Aksi untuk Mengatasi Kemiskinan dan Kesejahteraan Pada PJP II dalam awan Setya Dewanta et al. (editor). Kemiskinandan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.

Robbins SP. 2001. Perilaku Organisasi, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Prenallindo.

Sakila H. 2015. Kesetaraan Gender dalam Rumah Tangga Nelayan (Studi di Desa Pasalae Kecamatan Gentuma Raya Kabupaten Gorontalo Utara). http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIS/article/ view/ 7052/6 945#. Diakses tanggal 17 Desember 2018.

Saruan. 2000. Studi Gender Pada Rumah Tangga Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya pesisir dan Lautan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.

Setiawati E, E Malihah, S Komariah. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan berpendidikan tinggi berperan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga di Kelurahan Isola. J. Sosietas. (7): 329–334.

Page 115: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

102

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Sigit S. 2003. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Sitorus MTF. 1994. Peranan wanita dalam rumahtangga nelayan miskin di pedesaan Indonesia. Dalam Mimbar Sosek. J. Sosial Ekonomi Pertanian IPB. (21), 11–17. dalam Sulistyo, B. 2008. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Industri Kecil Kerupuk di Kabupaten Demak: Studi Kasus Desa Ngaluran dan Desa Karangasem. [Tesis]. Bogor: Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sumekar S, U Haryadi. 2016. Sosialisasi Sustainable Development Goals (SDG’s): Implemnetasi di Perpustakaan. Bahan Presentasi yang disampaikan pada 1 Desember 2016. Gedung Teater Perpusnas. Jakarta.

Winarti et al. 2008. Pemberdayaan Perempuan Pada Sektor Industri Kecil dalam Mengatasi Ekonomi Keluarga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Yulisti M, Z Nasution. 2009. Produktivitas Istri dalam Penguatan Ekonomi Rumah Tangga Nelayan dalam Nasution dan Hikmah (editor) Dinamika Peran Gender dan Diseminasi Inovasi. pp 9-17. Jakarta. [ID]. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.

Page 116: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

POTRET GENDER PADA USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT

DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

Permana Ari Soejarwo, Risna Yusuf, Hikmah, dan Sapto Adi PranowoBalai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM 1 Lt. 4, Jl. Pasir Putih 1- Ancol Timur. Jakarta Utara 14430email: [email protected]

PendahuluanPeran gender adalah peran yang dilakukan laki-laki dan perempuan sesuai dengan status lingkungan, budaya dan struktur masyarakat. Peran tersebut mempunyai fungsi dan tanggung jawab sebagai konstruksi sosial buatan manusia, dapat berubah menurut waktu dan budaya. Sementara itu, dalam konteks pemanfaatan sumber daya alam peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan ditelusuri dari akses, kepemilikan dan kontrol yang akan menentukan kesetaraan gender relasi laki-laki dan perempuan dalam suatu komunitas (Makalle 2012).

Pengarusutamaan gender dalam pengelolaan sumber daya alam implementasinya masih teori dan pengetahuan (Jonsson 2014). Implementasi pengarusutamaan gender dalam pengelolaan sumber daya alam mencakup proses pengambilan keputusan pada berbagai hierarki sehingga dampaknya komprehensif dan produktif (Castro et al. 2017). Relasi laki-laki dan perempuan telah menjadi perdebatan sehingga masuk dalam agenda tujuan pembangunan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-5 tentang kesetaraan gender (Alfirdaus 2018).

Sektor budi daya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu sektor unggulan di bidang kelautan dan perikanan. Sentra penghasil rumput laut terdapat di Kecamatan Pahunga Lodu, Kecamatan Rindi,

Page 117: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

104

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Kecamatan Wula Waijelu dan Kecamatan Umalulu. Namun demikian, pada sektor tersebut masih terdapat gender gap dalam hal peran laki-laki dan perempuan, baik pada tahap pra produksi, produksi dan pasca produksi budi daya rumput laut. Pada tahap pra produksi, gender gap terlihat pada proses pembelian bibit rumput laut dan penentuan metode tanam. Sementara itu pada tahap produksi terlihat pada proses pemeliharaan rumput laut, sedangkan pada tahap pasca produksi terlihat pada proses pemanenan rumput laut. Gender gap yang terjadi pada proses tersebut adalah peran laki-laki yang lebih dominan daripada perempuan. Akan tetapi pada proses lain, seperti modal usaha rumput laut, pengikatan bibit rumput laut dan pengeringan rumput laut di Sumba Timur sudah terdapat kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui peran gender pada usaha budi daya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur yang berperan penting dalam mendukung peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli Tahun 2018 di Kabupaten Sumba Timur. Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan dan wawancara pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Timur. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan pembudidaya rumput laut di 4 Kecamatan dengan total responden sebanyak 40 orang. Responden ditentukan berdasarkan purposive sampling dengan memilih secara sengaja berdasarkan kedekatan tujuan penelitian, karena sampel ini dianggap memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat memperkaya data peneliti (Pratiwi 2015). Data terpilah gender yang dikumpulkan adalah data pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Timur, Koperasi rumput laut, PT ASTIL, serta publikasi dan laporan ilmiah dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Hasil analisis data diuraikan secara deskriptif.

Gambaran Umum Peran Gender Pada Usaha Budi Daya Rumput LautBerdasarkan hasil lapang diperoleh 40 sampel responden yang tersebar di empat kecamatan penghasil rumput laut ditampilkan pada Tabel 1. Hasil lapang tersebut menggambarkan bahwa karakteristik masyarakat pada mata pencaharian budi daya rumput laut tidak memandang

Page 118: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

105

perbedaan jenis kelamin dan usia (Sitaniapessy 2018). Berdasarkan faktor usia, baik laki-laki maupun perempuan di keempat Kecamatan tersebut mayoritas berada pada kategori usia produktif yaitu 25 tahun hingga 45 tahun. Pada Kecamatan Pahunga Lodu, responden perempuan mayoritas berada pada usia produktif. Sementara itu, range usia responden laki-laki di kecamatan ini tersebar cukup merata yaitu < 25 tahun, usia produktif dan > 45 tahun. Selanjutnya di Kecamatan Rindi, baik responden perempuan dan laki-laki mayoritas berada pada usia produktif. Pada Kecamatan Wula Waejelu dan Umalulu, mayoritas respoden laki-laki dan perempuan juga terdapat pada usia produktif. Dan sisanya berusia > 45 tahun. Lebih lanjut secara umum pada Kecamatan Pahunga Lodu, Rindi dan Wula Waejelu, jumlah responden perempuan yang berada pada usia produktif lebih tinggi daripada laki-laki. Sementara di Kecamatan Umalulu responden laki-laki pada usia produktif lebih tinggi daripada perempuan.

Secara umum tingkat pendidikan di keempat kecamatan penghasil rumput laut, mayoritas adalah lulusan SD (Sekolah Dasar). Pada Kecamatan Pahunga Lodu dan Wula Waejelu, seluruh responden perempuan adalah lulusan SD, responden laki-laki mayoritas lulusan SD dan sisanya lulusan SMP dan SMA. Hal tersebut berlawanan dengan tingkat pendidikan responden di Kecamatan Rindi yang terdapat seluruh responden laki-laki adalah lulusan SD, sementara mayoritas responden perempuan lulusan SD dan sisanya lulusan SMP. Selanjutnya pada Kecamatan Umalulu, responden laki-laki dan perempuan mayoritas lulusan SD dan sisanya adalah lulusan SMP. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden laki-laki dan perempuan di seluruh Kecamatan memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik. Tingkat pendidikan sangat berhubungan erat dengan peningkatan umum dan pemahaman terhadap lingkungan kehidupan manusia serta proses pengembangan pengetahuan, kecakapan/keterampilan, pikiran, watak, dan karakter (Pakpahan 2014).

Pengalaman kerja di sektor budi daya rumput laut pekerja laki-laki dan perempuan mayoritas memiliki pengalaman kerja kurang dari 10 tahun, namun terdapat responden yang memiliki pengalaman kerja antara 10–20 tahun dan > 20 tahun. Keempat Kecamatan, seluruh responden perempuan memiliki pengalaman kerja < 10 tahun. Sementara itu, responden laki-laki memiliki pengalaman kerja yang bervariasi. Hal tersebut disebabkan laki-laki memiliki akses pekerjaan yang lebih besar karena stigma laki-laki adalah tulang punggung keluarga.

Page 119: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

106

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha PerikananTa

bel 1

Se

bara

n ka

rakt

eristi

k re

spon

den

di K

ecam

atan

Pah

unga

Lod

u, R

indi

, Wul

a W

aeje

lu d

an U

mal

ulu,

Tah

un

2018

Para

met

erPa

hung

a Lo

duRi

ndi

Wul

a W

aeje

luU

mal

ulu

Laki

-Lak

iPe

rem

puan

Laki

-Lak

iPe

rem

puan

Laki

-Lak

iPe

rem

puan

Laki

-Lak

iPe

rem

puan

Jum

lah

Resp

onde

n5

55

55

56

4U

siaXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

Xa.

< 2

5 Ta

hun

11

11

00

00

b. 2

5–45

Tah

un2

43

43

43

2c.

> 4

5 Ta

hun

20

10

21

32

Pend

idik

anXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XSD

a.

35

54

35

43

SMP

b.

10

01

10

21

SMA

c.

10

00

10

00

Peng

alam

an K

erja

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

XXX

a. <

10

Tahu

n3

53

52

54

4b.

10–

20 T

ahun

20

10

30

10

c. >

20

Tahu

n0

01

00

01

0Su

mbe

r : Y

usuf

et a

l. (2

018)

Page 120: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

107

Gender gap peran laki-laki dan perempuan dalam usaha budi daya rumput laut terlihat pada masing-masing tahapan proses pra produksi, produksi dan pasca produksi (Gambar 1). Pada tahapan pra produksi, peran laki-laki lebih dominan daripada perempuan dalam proses pembelian bibit rumput laut. Sebaliknya pada proses pengikatan bibit rumput laut, peran perempuan lebih dominan daripada laki-laki. Sementara itu pada tahap produksi peran laki-laki pada seluruh prosesnya lebih dominan daripada perempuan, yaitu pada proses metode budi daya dan proses pemeliharaan rumput laut. Selanjutnya pada tahap pasca produksi peran laki-laki lebih dominan daripada perempuan yaitu pada proses pemanenan dan pemasaran, akan tetapi pada proses pengeringan peran perempuan lebih dominan daripada laki-laki.

81

memiliki pengalaman kerja yang bervariasi. Hal tersebut disebabkan laki-laki memiliki akses

pekerjaan yang lebih besar karena stigma laki-laki adalah tulang punggung keluarga.

Tabel 1. Sebaran karakteristik responden di Kecamatan Pahunga Lodu, Rindi, Wula Waejelu dan Umalulu, Tahun 2018

Parameter Pahunga Lodu Rindi WulaWaejelu Umalulu

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Jumlah Responden 5 5 5 5 5 5 6 4

Usia XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

a. < 25 Tahun 1 1 1 1 0 0 0 0

b. 25 – 45 Tahun 2 4 3 4 3 4 3 2

c. > 45 Tahun 2 0 1 0 2 1 3 2

Pendidikan XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

a. SD 3 5 5 4 3 5 4 3

b. SMP 1 0 0 1 1 0 2 1

c. SMA 1 0 0 0 1 0 0 0

Pengalaman Kerja XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

a. < 10 Tahun 3 5 3 5 2 5 4 4

b. 10 – 20 Tahun 2 0 1 0 3 0 1 0

c. > 20 Tahun 0 0 1 0 0 0 1 0

Sumber : Yusuf et al., 2018

Gender gap peran laki-laki dan perempuan dalam usaha budidaya rumput laut terlihat

pada masing-masing tahapan proses pra produksi, produksi dan pasca produksi (Gambar 1). Pada

tahapan pra produksi, peran laki-laki lebih dominan daripada perempuan dalam proses pembelian

bibit rumput laut. Sebaliknya pada proses pengikatan bibit rumput laut, peran perempuan lebih

dominan daripada laki-laki. Sementara itu pada tahap produksi peran laki-laki pada seluruh

prosesnya lebih dominan daripada perempuan, yaitu pada proses metode budidaya dan proses

pemeliharaan rumput laut. Selanjutnya pada tahap pasca produksi peran laki-laki lebih dominan

daripada perempuan yaitu pada proses pemanenan dan pemasaran, akan tetapi pada proses

pengeringan peran perempuan lebih dominan daripada laki-laki.

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 1 Aktivitas gender pada tahapan budi daya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur

Kronen et al. (2010) menyebutkan bahwa gender memiliki peran penting dalam kegiatan budi daya rumput laut yang mempunyai hubungan yang linier secara statistik antara jumlah keterlibatan pekerja laki-laki dan perempuan dengan pendapatan tahunan yang diperoleh. Lebih lanjut, pembahasan gender gap pada masing-masing tahapan dijelaskan sebagai berikut:

Page 121: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

108

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tahap Pra Produksi Usaha Budi Daya Rumput Laut

a. Permodalan UsahaPada tahap persiapan usaha budi daya rumput laut, pembudidaya minimal harus menyiapkan dana sekitar Rp5.000.000–Rp7.000.000. Sumber modal yang digunakan dalam usaha budi daya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur mayoritas diperoleh dari modal pribadi, melalui pinjaman koperasi dan pinjaman keluarga dekat. Gambar 2 memperlihatkan bahwa dari sisi permodalan usaha budi daya rumput laut perempuan mempunyai akses dan kontrol yang cukup seimbang dengan laki-laki yaitu perempuan sebesar 55% dan laki-laki sebesar 45%.

82

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 1. Aktivitas gender pada tahapan budidaya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur

Kronen et al. (2010) menyebutkan gender memiliki peran penting dalam kegiatan budi

daya rumput laut, yang mempunyai hubungan yang linier secara statistik antara jumlah

keterlibatan pekerja laki-laki dan perempuan dengan pendapatan tahunan yang diperoleh. Lebih

lanjut, pembahasan gender gap pada masing-masing tahapan dijelaskan sebagai berikut:

Tahap Pra Produksi Usaha Budidaya Rumput Laut

a. Permodalan Usaha

Pada tahap persiapan usaha budi daya rumput laut, pembudi daya minimal harus

menyiapkan dana sekitar Rp 5.000.000 – Rp 7.000.000. Sumber modal yang digunakan dalam

usaha budi daya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur mayoritas diperoleh dari modal pribadi,

melalui pinjaman koperasi dan pinjaman keluarga dekat. Gambar 2 memperlihatkan bahwa dari

sisi permodalan usaha budi daya rumput laut perempuan mempunyai akses dan kontrol yang

cukup seimbang dengan laki-laki yaitu perempuan sebesar 55% dan laki-laki sebesar 45%.

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 2. Peran gender dalam permodalan rumput laut di Kabupaten Sumba Timur, 2018

Rozaki (2012) menyatakan perempuan di Kabupaten Sumba Timur cukup memiliki

kedudukan yang strategis dalam mempengaruhi kebijakan pembangunan di desa dan

45%55% Laki-laki

Perempuan

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 2 Peran gender dalam permodalan rumput laut di Kabupaten Sumba Timur, 2018

Rozaki (2012) menyatakan perempuan di Kabupaten Sumba Timur cukup memiliki kedudukan yang strategis dalam mempengaruhi kebijakan pembangunan di desa dan berpartisipasi langsung dalam proses pemberdayaan masyarakat. Mulai dari isu lingkungan, seperti ketahanan

Page 122: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

109

pangan, permodalan usaha ataupun pendidikan anak. Apabila dibandingkan dengan laki-laki, perempuan di Kabupaten Sumba Timur mempunyai pertimbangan yang cukup tinggi dalam mengatur dana untuk berbagai keperluan keluarga terutama keperluan sehari-hari, seperti keperluan pangan, keperluan sekolah dan keperluan adat. Hal tersebut juga berlaku pada proses pinjaman untuk modal usaha budi daya rumput laut, di mana perempuan memiliki peran yang lebih besar dalam mengambil keputusan saat melakukan pinjaman modal.

Lebih lanjut laki-laki lebih berperan dalam penggunaan modal pinjaman, namun keputusan penggunaan modal pinjaman usaha budi daya rumput laut tersebut harus mengikutsertakan persetujuan dari perempuan dalam satu keluarga. Oleh karena itu, penggunaan dana pinjaman atau dana pribadi harus sesuai dengan apa yang sudah diputuskan bersama di dalam keluarga.

b. Pembelian dan Pengikatan Bibit Rumput LautDalam pembelian bibit rumput laut, peran laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Gambar 3 terlihat bahwa 70% laki-laki berperan dalam pembelian bibit rumput laut di Kabupaten Sumba Timur. Hal tersebut disebabkan laki-laki memiliki jaringan jual beli bibit rumput laut yang lebih luas daripada perempuan serta memiliki pengalaman penilaian kualitas bibit yang lebih tinggi daripada perempuan. Keahlian laki-laki di Sumba Timur dalam membangun jaringan pembelian bibit rumput laut dipengaruhi oleh pengalaman dalam usaha budi daya rumput laut yang lebih lama daripada perempuan. Pada umumnya pembudidaya laki-laki di Sumba Timur memiliki pengalaman >10 tahun (Yusuf et al. 2018) sehingga dalam jangka waktu tersebut, diprediksi bahwa pembudidaya laki-laki telah memiliki jejaring yang lebih luas baik dari dalam maupun dari luar Sumba Timur.

Page 123: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

110

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

84

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 3. Peran gender dalam pembelian bibit rumput laut di Sumba Timur, 2018

Akses dan kontrol dalam aktivitas pengikatan bibit rumput laut yang dilakukan baik oleh

kaum perempuan dan laki-laki pada tahap pra produksi merupakan salah satu kegiatan ekonomi

yang sangat penting bagi masyarakat pesisir (Msuya, 2011). Pola tersebut terkonstruksi oleh

karena tradisi maupun dinamika lingkungan sosial dan ekonomi (Astanty & Arief, 2014).

Menurut Soejarwo (2016) satu petak lahan budi daya rumput laut seluas 0,5 Ha dapat menyerap

tenaga kerja sebanyak 5 – 10 orang baik laki-laki maupun perempuan. Pada tahap pengikatan

rumput laut, peran perempuan lebih besar daripada peran laki-laki. Gambar 4 menunjukkan

bahwa 60% pengikatan bibit rumput laut dilakukan oleh perempuan dan 40% dilakukan oleh

laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan lebih cekatan, sabar dan tekun dalam mengikat

bibit rumput laut. Pekerja perempuan membutuhkan curahan waktu yang lebih cepat dan hasil

ikat yang lebih banyak dalam proses pengikatan per hari daripada laki-laki. Menurut Neish

(2013) pada posisi ini, perempuan memainkan peran penting dalam budidaya rumput laut

sebagai sumber penghasilan, sehingga hal ini dapat mendukung kesetaraan gender dan hak-hak

masyarakat adat antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu pekerja laki-laki cenderung

kurang tekun dan cepat bosan untuk menyelesaikan proses pengikatan. Mereka cenderung

memiliki banyak pilihan pekerjaan atau kegiatan lain seperti mencari ikan dan buruh harian.

Upah harian pengikatan rumput laut antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan, dimana

besar kecilnya upah tergantung dari hasil akhir jumlah ikat per hari.

70%

30%

Laki-lakiPerempuan

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 3 Peran gender dalam pembelian bibit rumput laut di Sumba Timur, 2018

Akses dan kontrol dalam aktivitas pengikatan bibit rumput laut yang dilakukan, baik oleh kaum perempuan dan laki-laki pada tahap pra produksi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat pesisir (Msuya 2011). Pola tersebut terkonstruksi oleh karena tradisi maupun dinamika lingkungan sosial dan ekonomi (Astanty & Arief 2014). Menurut Soejarwo (2016), satu petak lahan budi daya rumput laut seluas 0,5 ha dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 5–10 orang baik laki-laki maupun perempuan. Pada tahap pengikatan rumput laut, peran perempuan lebih besar daripada peran laki-laki. Gambar 4 menunjukkan bahwa 60% pengikatan bibit rumput laut dilakukan oleh perempuan dan 40% dilakukan oleh laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan lebih cekatan, sabar, dan tekun dalam mengikat bibit rumput laut. Pekerja perempuan membutuhkan curahan waktu yang lebih cepat dan hasil ikat yang lebih banyak dalam proses pengikatan per hari daripada laki-laki. Menurut Neish (2013), pada posisi ini perempuan memainkan peran penting dalam budi daya rumput laut sebagai sumber penghasilan sehingga hal ini dapat mendukung kesetaraan gender dan hak-hak masyarakat adat antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu, pekerja

Page 124: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

111

laki-laki cenderung kurang tekun dan cepat bosan untuk menyelesaikan proses pengikatan. Mereka cenderung memiliki banyak pilihan pekerjaan atau kegiatan lain seperti mencari ikan dan buruh harian. Upah harian pengikatan rumput laut antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan, di mana besar kecilnya upah tergantung dari hasil akhir jumlah ikat per hari.

85

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 4. Peran gender dalam mengikat bibit rumput laut di Kabupaten Sumba Timur, 2018

Berdasarkan kedua proses di atas terlihat bahwa laki-laki dan perempuan memiliki

dominasi peran yang berbeda pada masing-masing proses dan fungsi yang saling mendukung

serta menguatkan sesuai dengan keterampilan masing-masing. Menurut Aming (2004) bahwa

dalam masyarakat pesisir laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan sebagai anggota

keluarga memiliki peranan yang saling mendukung dalam pengambilan keputusan baik dalam

rumah tangga maupun budi daya. Sehingga hasil yang diperoleh dari masing – masing peran baik

laki-laki maupun peran perempuan dalam usaha budidaya rumput laut dapat dinikmati oleh

seluruh keluarga.

Tahap Produksi Usaha Budi Daya Rumput Laut

a. Metode budi daya rumput laut

Karakteristik lingkungan perairan dapat mempengaruhi kesesuaian metode budi daya

rumput laut. Peran laki-laki dalam menentukan metoda budi daya rumput laut baik akses maupun

kontrol lebih dominan daripada perempuan. Hal ini disebabkan adanya pengalaman turun

temurun dalam menentukan metoda tanam yang hanya dilakukan oleh laki-laki. Sementara itu

perempuan tidak ikut serta dalam proses penentuan metode budi daya rumput laut karena

curahan waktunya lebih banyak digunakan untuk melakukan tahapan pra produksi dan pasca

produksi budidaya rumput laut. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.

40%

60%Laki-laki

Perempuan

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 4 Peran gender dalam mengikat bibit rumput laut di Kabupaten Sumba Timur, 2018

Berdasarkan kedua proses di atas terlihat bahwa laki-laki dan perempuan memiliki dominasi peran yang berbeda pada masing-masing proses dan fungsi yang saling mendukung serta menguatkan sesuai dengan keterampilan masing-masing. Menurut Aming (2004), dalam masyarakat pesisir laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan sebagai anggota keluarga memiliki peranan yang saling mendukung dalam pengambilan keputusan, baik dalam rumah tangga maupun budi daya. Oleh karena itu hasil yang diperoleh dari masing-masing peran, baik laki-laki maupun peran perempuan dalam usaha budi daya rumput laut dapat dinikmati oleh seluruh keluarga.

Page 125: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

112

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tahap Produksi Usaha Budi Daya Rumput Laut

a. Metode Budi Daya Rumput LautKarakteristik lingkungan perairan dapat mempengaruhi kesesuaian metode budi daya rumput laut. Peran laki-laki dalam menentukan metoda budi daya rumput laut baik akses maupun kontrol lebih dominan daripada perempuan. Hal ini disebabkan adanya pengalaman turun-temurun dalam menentukan metoda tanam yang hanya dilakukan oleh laki-laki. Sementara itu, perempuan tidak ikut serta dalam proses penentuan metode budi daya rumput laut karena curahan waktunya lebih banyak digunakan untuk melakukan tahapan pra produksi dan pasca produksi budi daya rumput laut. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.

86

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 5. Peran gender dalam penentuan metode tanam di Kabupaten Sumba Timur, 2018

b. Pemeliharaan rumput laut

Kegiatan budi daya rumput laut merupakan usaha yang sebagian besar pemeliharaannya

sangat tergantung dengan kondisi lingkungan. Keberhasilan atau kegagalan dalam usaha budi

daya rumput laut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sehingga harus dilakukan pemeliharaan

rumput laut secara berkala. Pada tahap pemeliharaan rumput laut, peran laki-laki lebih dominan

daripada perempuan. Pada Gambar 6. dapat dijelaskan bahwa pemeliharaan rumput laut lebih

didominasi oleh laki-laki daripada perempuan.

Proses pemeliharaan rumput laut merupakan proses yang cukup berat sehingga lebih

membutuhkan kekuatan fisik yang digunakan untuk perjalanan menuju lokasi budidaya kurang

lebih 1 km dari tepi pantai, pemantauan kondisi ikatan bibit pada lahan seluas rata-rata 0.5 Ha

dan proses penggoyangan masing-masing tali ikat untuk memastikan kekuatan ikat dan

menghindari dari berbagai gangguan hama, penyakit dan predator (Valderrama et al., 2013).

Laki-laki memiliki kekuatan fisik yang lebih besar daripada perempuan sehingga proses

pemeliharan di atas lebih didominasi oleh laki-laki. Sementara perempuan lebih banyak terlibat

pada proses pra dan pasca produksi rumput laut.

100%

Laki-laki

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 5 Peran gender dalam penentuan metode tanam di Kabupaten Sumba Timur, 2018

Page 126: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

113

b. Pemeliharaan Rumput LautKegiatan budi daya rumput laut merupakan usaha yang sebagian besar pemeliharaannya sangat tergantung dengan kondisi lingkungan. Keberhasilan atau kegagalan dalam usaha budi daya rumput laut dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga harus dilakukan pemeliharaan rumput laut secara berkala. Pada tahap pemeliharaan rumput laut, peran laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Pada Gambar 6 dapat dijelaskan bahwa pemeliharaan rumput laut lebih didominasi oleh laki-laki daripada perempuan.

Proses pemeliharaan rumput laut merupakan proses yang cukup berat sehingga lebih membutuhkan kekuatan fisik yang digunakan untuk perjalanan menuju lokasi budi daya kurang lebih 1 km dari tepi pantai, pemantauan kondisi ikatan bibit pada lahan seluas rata-rata 0,5 ha dan proses penggoyangan masing-masing tali ikat untuk memastikan kekuatan ikat dan menghindari dari berbagai gangguan hama, penyakit dan predator (Valderrama et al. 2013). Laki-laki memiliki kekuatan fisik yang lebih besar daripada perempuan sehingga proses pemeliharan di atas lebih didominasi oleh laki-laki. Sementara perempuan lebih banyak terlibat pada proses pra dan pasca produksi rumput laut.

87

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 6. Peran gender dalam pemeliharan rumput laut di Sumba Timur, 2018

Tahap Pasca Produksi Rumput Laut

Kegiatan pasca produksi merupakan bagian penting berikutnya dari tahapan usaha budi

daya rumput laut. Pasca produksi harus memperhatikan beberapa ketentuan yang ada di pasaran

sehingga produksi dapat memperoleh hasil yang maksimal.

a. Pemanenan dan Pengeringan

Pemanenan rumput laut dilakukan setelah 45 hari tanam. Proses pemanenan rumput laut

di laut sebanyak 70% dilakukan oleh laki-laki baik dewasa maupun anak-anak. Sementara itu

proses pengangkatan rumput laut dari tepi pantai hingga ke lokasi pengeringan atau para-para

sebanyak 30% dilakukan oleh perempuan. Hal tersebut diperlihatkan pada Gambar 7. Laki-laki

memiliki peran yang lebih dominan pada tahapan pemanenan di laut karena proses tersebut

merupakan pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik yang lebih banyak dilakukan oleh laki-

laki daripada perempuan. Peran perempuan lebih diperlukan di tepi pantai yaitu untuk menerima

hasil panen dan membawa ke tempat pengeringan. Pekerjaan tersebut juga membutuhkan

kekuatan fisik yang cukup besar namun tidak sebesar kekuatan fisik untuk melakukan

pemanenan di laut. Sehingga pekerja perempuan juga dapat berpartisipasi aktif dalam proses

tersebut.

80%

20%Laki-laki

Perempuan

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 6 Peran gender dalam pemeliharan rumput laut di Sumba Timur, 2018

Page 127: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

114

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tahap Pasca Produksi Rumput LautKegiatan pasca produksi merupakan bagian penting berikutnya dari tahapan usaha budi daya rumput laut. Pasca produksi harus memperhatikan beberapa ketentuan yang ada di pasaran sehingga produksi dapat memperoleh hasil yang maksimal.

a. Pemanenan dan PengeringanPemanenan rumput laut dilakukan setelah 45 hari tanam. Proses pemanenan rumput laut di laut sebanyak 70% dilakukan oleh laki-laki baik dewasa maupun anak-anak. Sementara itu proses pengangkatan rumput laut dari tepi pantai hingga ke lokasi pengeringan atau para-para sebanyak 30% dilakukan oleh perempuan. Hal tersebut diperlihatkan pada Gambar 7. Laki-laki memiliki peran yang lebih dominan pada tahapan pemanenan di laut karena proses tersebut merupakan pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki daripada perempuan. Peran perempuan lebih diperlukan di tepi pantai yaitu untuk menerima hasil panen dan membawa ke tempat pengeringan. Pekerjaan tersebut juga membutuhkan kekuatan fisik yang cukup besar, namun tidak sebesar kekuatan fisik untuk melakukan pemanenan di laut sehingga pekerja perempuan juga dapat berpartisipasi aktif dalam proses tersebut.

88

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 7. Peran gender dalam panen rumput laut di Sumba Timur, 2018

Sementara itu pada tahap pengeringan rumput laut, pekerja perempuan lebih berperan

daripada pekerja laki-laki. Gambar 8. terlihat bahwa proses pengeringan rumput laut dilakukan

60% oleh pekerja perempuan sementara keterlibatan laki-laki dalam proses ini sebesar 40%. Hal

tersebut disebabkan karena proses pengeringan membutuhkan ketelitian dan keuletan tinggi

sehingga akses pekerja perempuan lebih besar daripada laki-laki. Pada proses pengeringan

tersebut terdapat proses sortir terhadap kotoran dan pasir yang terbawa dari perairan. Selain itu

proses pengeringan harus dilakukan dengan teliti karena pasar internasional membutuhkan

produk rumput laut kering dengan kadar air tertentu dan standar tinggi dalam hal kebersihan

(Michel de San, 2012).

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 8. Peran Gender pengeringan rumput laut di Sumba Timur, 2018

70%

30%Laki-laki

Perempuan

40%

60%

Laki-laki

Perempuan

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 7 Peran gender dalam panen rumput laut di Sumba Timur, 2018

Page 128: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

115

Sementara itu pada tahap pengeringan rumput laut, pekerja perempuan lebih berperan daripada pekerja laki-laki. Gambar 8 terlihat bahwa proses pengeringan rumput laut dilakukan 60% oleh pekerja perempuan, sedangkan keterlibatan laki-laki dalam proses ini sebesar 40%. Hal tersebut disebabkan karena proses pengeringan membutuhkan ketelitian dan keuletan tinggi sehingga akses pekerja perempuan lebih besar daripada laki-laki. Pada proses pengeringan tersebut terdapat proses sortir terhadap kotoran dan pasir yang terbawa dari perairan. Selain itu, proses pengeringan harus dilakukan dengan teliti karena pasar internasional membutuhkan produk rumput laut kering dengan kadar air tertentu dan standar kebersihan yang tinggi (Michel de San 2012).

88

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 7. Peran gender dalam panen rumput laut di Sumba Timur, 2018

Sementara itu pada tahap pengeringan rumput laut, pekerja perempuan lebih berperan

daripada pekerja laki-laki. Gambar 8. terlihat bahwa proses pengeringan rumput laut dilakukan

60% oleh pekerja perempuan sementara keterlibatan laki-laki dalam proses ini sebesar 40%. Hal

tersebut disebabkan karena proses pengeringan membutuhkan ketelitian dan keuletan tinggi

sehingga akses pekerja perempuan lebih besar daripada laki-laki. Pada proses pengeringan

tersebut terdapat proses sortir terhadap kotoran dan pasir yang terbawa dari perairan. Selain itu

proses pengeringan harus dilakukan dengan teliti karena pasar internasional membutuhkan

produk rumput laut kering dengan kadar air tertentu dan standar tinggi dalam hal kebersihan

(Michel de San, 2012).

Sumber : Data primer diolah, 2020

Gambar 8. Peran Gender pengeringan rumput laut di Sumba Timur, 2018

70%

30%Laki-laki

Perempuan

40%

60%

Laki-laki

Perempuan

Sumber: Data primer diolah, 2020

Gambar 8 Peran gender pada pengeringan rumput laut di Sumba Timur, 2018

b. PemasaranSecara umum pemasaran rumput laut di Kabupaten Sumba Timur dimulai dari pembudidaya rumput laut di Kabupaten Sumba Timur di mana pembudidaya laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang cukup seimbang yaitu sebanyak 60% adalah laki-laki dan 40% adalah perempuan. Sementara itu dari pembudidaya tersebut, sebanyak 60% pembudidaya

Page 129: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

116

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

laki-laki dan 40% pembudidaya perempuan terdaftar sebagai anggota koperasi. Tidak hanya pembudidaya laki-laki, pembudidaya perempuan sebagai anggota koperasi memiliki akses dan kontrol yang cukup sama dalam memasarkan hasil panen rumput laut melalui koperasi. Menurut Soejarwo & Yusuf (2018), sebanyak 80% sistem pemasaran rumput laut di Sumba Timur dilakukan melalui koperasi untuk kemudian dijual ke PT ASTIL. Sementara itu 20% sistem pemasaran rumput laut dilakukan di luar koperasi oleh pedagang/pengepul dan didominasi oleh pembudidaya laki-laki. Hal tersebut disebabkan mayoritas pedagang/pengepul merupakan pendatang dari luar Sumba Timur yang mempunyai pergerakan yang lebih dinamis dibandingkan perempuan.

KesimpulanBerdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran gender dalam usaha budi daya rumput laut pada masing-masing tahapan proses budi daya memiliki dominasi akses dan kontrol yang berbeda (pada tahapan pra produksi, tahap produksi, dan tahap pasca produksi). Dominasi akses dan kontrol pada laki-laki dan perempuan disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya pengalaman kerja dan jejaring yang lebih luas, ketelitian, kesabaran dan keuletan serta kekuatan fisik yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan peran gender dalam usaha budi daya rumput laut di Sumba Timur merupakan salah satu kegiatan saling kerja sama, yang lebih berorientasi terutama untuk mendapatkan manfaat lebih bagi keluarga masyarakat pesisir.

Dalam upaya mendukung peran gender pada usaha budi daya rumput laut, Pemerintah Kabupaten Sumba Timur perlu melakukan langkah-langkah strategis sebagai berikut:

Melakukan pelatihan dan pendampingan yang mengikutsertakan 1. kaum perempuan dalam hal pemilihan bibit rumput laut yang berkualitas tinggi.

Mengikutsertakan kaum perempuan dalam pelatihan dan 2. pendampingan secara berkala guna meningkatkan metode tanam rumput laut.

Page 130: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

117

Melakukan sosialisasi dan pendampingan berkala terhadap laki-3. laki dan perempuan dalam pengelolaan keuangan yaitu dalam hal menjalankan usaha budi daya rumput serta mengelola keuangan hasil usaha budi daya rumput laut.

Memfungsikan peran penyuluh keuangan dalam mendukung program 4. manajemen keuangan masyarakat pesisir Kabupaten Sumba Timur.

Ucapan Terima KasihTerima kasih diucapkan kepada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi KP- Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah membiayai kegiatan penelitian Model Integrasi Ekonomi dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan di Lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Sumba Timur pada Tahun Anggaran 2018. Terima kasih juga disampaikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Timur yang membantu dalam hal koordinasi dan bantuan di lapang selama penelitian ini berlangsung. Serta kepada Direktur PT ASTIL Bapak Ir. Maxon M Pekuwali, M.Si atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian ini berlangsung.

Pernyataan Kontribusi PenulisKontribusi utama karya tulis ilmiah ini adalah Permana Ari Soejarwo dalam melakukan elaborasi masalah di lokasi penelitian, melakukan pengolahan data, dan analisis data, serta menulis manuskrip. Risna Yusuf, Hikmah, dan Sapto Adi Pranowo sebagai kontributor anggota, melakukan koreksi dan memberikan masukan terhadap Karya Tulis Ilmiah ini.

Daftar PustakaAlfirdaus LK. 2018. Menajamkan perspsektif gender, memberdayakan

perempuan dan mencapai SDGs (Sustainable Development Goals). EGALITA: J. Kesetaraan dan Keadilan Gender. 13(1).

Aming, Nuruddin A. 2004. Participation of Filipino muslim women in seaweed farming in Sitangkai, Tawi-Tawi, Philippines. [PhD dissertation] University of the Philippines in Los Banos, Laguna, Philippines. 129 pp.

Page 131: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

118

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Astanty WF, Arief AA. 2014. Analisis peran kapasitas perempuan pesisir dalam aktivitas budi daya rumpu laut (Eucheuma cottonii) di Kabupaten Takalar (studi kasus di Desa Punaga Kec. Mangarabombang). J. Galung Tropika. 3(3): 149–158.

Castro M de la T, Frocklin S, Borjesson S, Okupnik J, Jiddawi NS. 2017. Gender analysis for better coastal management – increasing our understanding of social-ecological seascapes. Marine Policy. 83: 62–74.

Jonsson SA. 2014. Forty years of gender research and environmental policy: where do we stand? Women’s Stud. Int. Forum. 47: 295–308.

Kronen M, Ponia B, Pickering T, Teitelbaum A, Meloti A, Kama J, Ngwaerobo J. 2010. Socio-economic dimensions of seaweed farming in Solomon Islands. Central Marine Fisheries Research Institute. 1–98.

Makalle AMP. 2012. Gender relations in environmental entitlements: case of coastal natural resources in Tanzania. Environment and Natural Resources Research. 2(4).

Michel De San. 2012. The Farming of Seaweed-Implementation of a Regional Fisheries Strategy For The Eastern-Southern Africa and India Ocean Region. Report/Rapport 10th European Development Fund.

Msuya FE. 2011. The impact of seaweed farming on the socioeconomic status of coastal communities in Zanzibar, Tanzania. World Aquaculture. 42(3): 45–48.

Neish IC. 2013. Socio-economic dimensions of seaweed farming in Indonesia – full version. Monograph No. SATOUMI_SED_20 SEP 13.

Pakpahan ES. 2014. Pengaruh Pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja pegawai pada badan kepegawaian daerah Kota Malang. Jurnal Administrasi Publik (JAP). 2(1): 116–121.

Pratiwi S. 2015. Pengembangan Model Konseptual Penerapan Pupuk Organik pada Pertanian dalam Skema Pengelolaan Sampah Terdesentralisasi dengan Pendekatan Whole System. [Tesis]. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Page 132: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Potret Gender pada Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumba Timur

119

Rozaki A. 2012. Inovasi kaum perempuan dari kawasan Indonesia Timur. WELFARE. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial. 1(2).

Sitaniapessy DA. 2018. Profil perempuan pembudidaya rumput laut (studi pada perempuan pembudidaya rumput laut di Desa Tanamanang Kec. Pahunga Lodu Kab. Sumba Timur). J. Akrab Juara. 3(2): 104–112.

Soejarwo PA. 2016. Penerapan rapfish dalam penilaian keberlanjutan budi daya rumput laut di Kawasan Pesisir Pulau Panjang Serang, Banten. [Tesis]. Bogor: Institut Teknologi Bandung 839/S2-TL/(Mei), 261.https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780199595686.013.0001.

Soejarwo PA, Yusuf R. 2018. Saluran pemasaran rumput laut (Euscheuma cotonii) di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 4(2): 45–51.

Valderrama D, Cai J, Hishamunda N, Ridler N. 2013. Social and economic dimensions of carrageenan seaweed farming. Fisheries and Aquaculture Technical Paper. 580: 204.

Yusuf R, Soejarwo PA, M Rizky, Maulana F, Zulham A, Miftakhulhuda H, Pranowo SA, Erlina MD. 2018. Riset Model Integrasi Ekonomi Dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan di Lokasi SKPT Kabupaten Sumba Timur. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan-Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan.

Page 133: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 134: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

GENDER PADA PROGRAM BANTUAN PERIKANAN DI KECAMATAN

PADANG JAYA - BENGKULU UTARA

Retno Widihastuti, Hikmah, dan Permana Ari SoejarwoBalai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM 1 Lt. 4, Jl. Pasir Putih 1- Ancol Timur. Jakarta Utara 14430Email: [email protected]

PendahuluanGender merupakan variabel sosial untuk menganalisis perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran dan tanggung jawab (Haspels & Suriyasarn 2005). Gender juga dapat diartikan sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih 2008).

Ideologi gender adalah segala aturan, nilai-nilai stereotipe yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki, melalui pembentukan identitas feminin dan maskulin. Ideologi gender mengakibatkan ketidaksetaraan peran, di mana posisi perempuan berada pada titik terlemah. Maskulin adalah sifat yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ciri-ciri yang ideal bagi laki-laki, sedangkan feminin merupakan ciri atau sifat yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi perempuan. Feminitas dan maskulinitas berkaitan dengan stereotipe peran gender yang dihasilkan dari pengkategorisasian antara perempuan dan laki-laki yang merupakan suatu representasi sosial yang ada dalam struktur kognisi masyarakat (Saptari 1997).

Page 135: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

122

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Peran gender merupakan norma-norma sosial dan perilaku yang umumnya dianggap sesuai untuk laki-laki atau perempuan dalam hubungan sosial atau interpersonal. Peran gender menjadi sebuah preskripsi yang berakar pada kultur terhadap tingkah laku kaun laki-laki dan perempuan (Saks & Krupat 1998 dalam Krilia 2016).

Proses kehidupan manusia sering kali menyebabkan banyak terjadinya perubahan peran dan status di antara keduanya. Ketimpangan gender banyak ditemukan pada negara-negara berkembang dibandingkan dengan negara-negara maju (Wafi & Sarwoprasoedjo 2018).

Peran perempuan di sektor perikanan tidak dapat disangsikan lagi karena memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Meskipun perannya sangat strategis, posisi perempuan masih dan cenderung terus termarginalkan terutama dalam akses dan kontrol dan manfaat, seperti: kredit, teknologi, informasi dan kesempatan menambah pengetahuan. Kondisi ini diperburuk dengan kebijakan pemerintah dalam berbagai kegiatan pertanian yang belum memperhitungkan perempuan (Suhaeti & Basuno 2006).

Program Usaha Mina Pedesaan (PUMP) perikanan budi daya merupakan salah satu program Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ditujukan untuk mendorong peningkatan produksi, nilai tambah, serta meningkatkan pendapatan, menumbuhkan wirausaha, serta meningkatkan fungsi kelembagaan kelompok pembudidaya ikan.

Pada tahun 2014, program tersebut dilaksanakan pada kelompok pembudidaya di Kecamatan Padang Jaya yang berada pada Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bengkulu Utara. Peran laki-laki sebagai pembudidaya ikan nila dan lele dalam program tersebut terlihat mulai dari mengelola uang bantuan untuk mengadakan bibit, pakan, serta alat penangkapan ikan hingga melakukan penebaran bibit, pemberian makan, penangkapan hasil panen, serta penjualan hasil panen. Sejak Bengkulu Utara ditetapkan sebagai kawasan minapolitan, jumlah perikanan budi daya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat bahwa berdasarkan Data KKP (2014), produksi pada tahun 2012 mencapai 4.648 ton, tahun 2013 meningkat menjadi 6.322 ton dan pada tahun

Page 136: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender pada Program Bantuan Perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara

123

2014 mencapai 6,951 ton. Total produksi ikan air tawar Provinsi Bengkulu pada tahun 2014, kontribusi Kabupaten Bengkulu Utara mencapai 40% (Rohmawati et al. 2017).

Permasalahan utama dalam usaha budi daya pada program PUMP ini adalah pada pemasaran hasil produksi. Berdasarkan permasalahan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan melaksanakan program PUMP pengolahan pada tahun 2015 terhadap kelompok istri pembudidaya. Program tersebut ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk perikanan budi daya melalui upaya pemberdayaan istri pembudidaya. Namun demikian, PUMP budi daya yang telah dikeluarkan oleh KKP pada tahun 2014 dilengkapi dengan PUMP pengolahan tahun 2015 dengan harapan hasil produksi budi daya dapat diolah untuk meningkatkan nilai tambah.

Dengan mengaitkan permasalahan yang muncul dari program bantuan PUMP budi daya pada tahun 2014 dan upaya pemberian program bantuan PUMP pengolahan pada tahun 2015, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis a) peran gender dalam mendorong keberhasilan program PUMP sektor perikanan; b) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi suami dan istri dalam mendorong program (PUMP) budi daya dan pengolahan hasil perikanan; c) indikator keberhasilan program bantuan perikanan menuju kesejahteraan rumah tangga perikanan; d) keberhasilan program perikanan dari perspektif gender; serta e) menyusun masukan perbaikan program bantuan pengolahan.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara. Penelitian dilakukan bulan Juli 2016. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bengkulu Utara, sedangkan data primer diperoleh dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) dan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD). Analisis digunakan secara deskriptif kualitatif serta tabel statistik sederhana. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang subjek penelitian, seperti perilaku, motivasi, serta tindakan dan disampaikan dalam bentuk deskripsi atau kata-kata pada suatu konteks khusus (Meleong 2005).

Page 137: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

124

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Peran Gender dalam Mendorong Program Bantuan PerikananKarakteristik masyarakat perikanan di Kecamatan Padang Jaya pada umumnya melakukan usaha pembesaran ikan. Pengetahuan tentang usaha budi daya pembesaran ikan didapatkan dari orang tua secara turun-temurun. Keterampilan tersebut diperoleh melalui mempersiapkan lahan kolam, penebaran benih ikan, pemberian jadwal makan ikan, sampai panen hingga mampu melakukan usaha sendiri. Para pembudidaya ikan di Kecamatan Padang Jaya membentuk kelompok usaha pembudidaya ikan yang bertujuan untuk berbagi informasi seputar usaha budi daya ikan di Kecamatan Padang Jaya. Pada tahun 2014, kelompok pembudidaya mendapat penilaian positif dari KKP sehingga diluncurkan bantuan PUMP budi daya. Dalam menjalankan usaha budi daya pembesaran ikan nila dan lele cukup berhasil. Permasalahan dan kendala yang dihadapi para pembudidaya adalah ketika tidak mampu melakukan pemasaran hasil panen secara optimal.

Masyarakat perikanan di Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara, sebelum ada program PUMP KKP membatasi perempuan berpartisipasi pada lapangan kerja produktif. Mereka hanya dibatasi pada bagian pekerjaan domestik. Perempuan dianggap tidak pantas untuk melakukan pekerjaan yang bersifat produktif. Mereka kerap dikaitkan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan sumur, kasur, dan dapur. Peran istri pembudidaya meliputi pekerjaan rumah, membersihkan rumah, memasak, mencuci, mengasuh anak, serta segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Perempuan dianggap sebagai kaum yang tidak layak melakukan pekerjaan di luar rumah. Sementara pekerjaan di luar rumah seperti dalam aktivitas produktif dianggap sebagai pekerjaan yang hanya dapat dilakukan kaum laki-laki. Di samping itu, suami yang bekerja sebagai pembudidaya ikan juga merasa tidak memiliki kemampuan yang lebih baik dari istrinya untuk menjaga anak dan rumah. Oleh karenanya, mereka menempatkan dan mempercayakan istri untuk melakukan aktivitas pada sekitar rumah. Pekerjaan di luar rumah perbedaan peran yang diletakkan pada laki-laki, salah satunya adalah terkait pekerjaan mencari nafkah (Sayogyo 1983).

Page 138: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender pada Program Bantuan Perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara

125

Peran istri pada aktivitas publik mulai terbuka ketika KKP meluncurkan program pemberdayaan terhadap kaum perempuan. Pada tahun 2016, KKP memberikan bantuan PUMP Pengolahan kepada para istri pembudidaya di Kecamatan Padang Jaya. Program bantuan dimulai dengan melibatkan mereka dalam diskusi mengenai peluang kegiatan produktif sampai dengan belajar menekuni usaha melalui pelatihan teknologi pengolahan berbahan baku ikan, serta cara pemasarannya. Para istri pembudidaya yang sebelumnya belum mengenal teknologi pengolahan, kini telah mampu melakukan pengolahan ikan dari hasil budi daya yang dijalankan oleh suaminya. Pelatihan yang diberikan adalah pengolahan berbahan baku ikan, antara lain pengolahan ikan asap dan krispi ikan. Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele dan nila yang diperoleh dengan cara membeli dari suami mereka yang bekerja sebagai pembudidaya di Kecamatan Padang Jaya. Beberapa proses yang dipelajari oleh para istri pembudidaya dalam pengasapan ikan adalah cara untuk menimbang ikan, membersihkan, mencuci, serta melakukan proses pengasapan. Sementara untuk pembuatan krispi adalah mempelajari paduan komposisi bahan baku, proses penyiapan bahan baku, penggorengan, penurunan kadar minyak serta pengemasan. Cara pengambilan keuntungan dan pengelolaan keuangan dari sebuah usaha pengolahan ikan asap, juga dipelajari mereka dalam pelatihan. Pemasaran dilakukan dengan cara mempromosikan hasil olahan secara sederhana dari rumah ke rumah serta melalui pedagang pasar. Diseminasi teknologi pengolahan yang sama sekali belum dikenal, kini ditekuni istri pembudidaya secara bersama dengan tergabung dalam kelompok pengolah di Kecamatan Padang Jaya.

Setelah mengikuti pelatihan pengolahan ikan, pembudidaya sebagai kepala keluarga semakin terbuka mengenai pentingnya peran dari istri dalam mendukung usahanya. Mereka memberikan kesempatan kepada istri pembudidaya untuk ikut berpartisipasi dalam mencari nafkah melalui pengolahan ikan. Pada praktiknya, pembudidaya yang memiliki peran dari penyiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, hingga penangkapan hasil panen dan penjualan hasil panen. Sementara untuk hasil grading dengan mengumpulkan ikan lele dan nila yang memiliki ukuran yang tidak ideal, atau hasil panen yang tidak terjual akan diberikan istrinya yang tergabung dalam kelompok ikan untuk dilakukan pengolahan ikan.

Page 139: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

126

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pengolahan yang dijalankan dimulai dari pemenuhan pesanan-pesanan lokal yang selanjutnya berkembang pada pesanan di lingkungan pasar, serta luar kota. Proses pengolahan dibagi dalam beberapa tahap dan disesuaikan dengan kemampuan waktu serta keahlian dari masing-masing anggota kelompok. Secara perlahan, kelompok perempuan memiliki konsumen tetap meskipun dalam jumlah yang belum terlalu besar yaitu sekitar 5–7 pelanggan tetap yang disuplai setiap dua bulan sekali. Pembelian dalam jumlah besar terjadi ketika suasana puasa dan lebaran. Meningkatnya jumlah pesanan dari konsumen, tidak menjadikan kendala bagi para anggota kelompok.

Suami telah membuat jadwal pengadaan bahan baku ikan lele dan nila dari jadwal hasil panen. Oleh karena itu, para istri yang tergabung dalam kelompok pengolahan, berupaya memenuhi seluruh pesanan. Hal ini mereka lakukan agar pekerjaan produktif serta domestik dapat berjalan sebagaimana mestinya. Peran suami telah ditunjukkan sebagai pembudidaya yang mendorong peningkatan produksi. Sementara peran istri pembudidaya digambarkan dengan kemampuan dalam mengatur waktu yang tersedia untuk menfokuskan pada pekerjaan sebagai ibu rumah tangga serta pengolahan ikan dalam mendukung peningkatan nilai daya saing hasil perikanan.

Keterlibatan tersebut menjadi pembuka akses antara perempuan di Kecamatan Padang Jaya dengan pemerintah yang telah menfasilitasi kegiatan pemberdayaan perempuan. Pada saat itulah, menjadi awal terbukanya akses dan partisipasi bagi para istri pembudidaya di Kecamatan Padang Jaya. Upaya ini menjadi awal dari perubahan yang merupakan tanda dukungan dari kelembagaan yang memberikan jaminan keikutsertaan perempuan (Abdullah 2001). Perempuan mengalami perubahan pola pikir dalam mendukung kesejahteraan melalui perannya sehingga tercipta pola relasi gender pada rumah tangga pembudidaya ikan, di mana suami berperan dalam usaha budi daya ikan nila dan lele sebagai produsen ikan pada sisi hulu, sedangkan istri berperan dalam usaha pengolahan hasil produksi perikanan budi daya. Pola relasi ini terjalin ketika PUMP budi daya disinergikan dengan program PUMP pengolahan. Dalam hal ini, peran istri dan dukungan suami merupakan wujud dari keadilan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh kesempatan dan hak yang sama untuk berpartisipasi dalam mendukung keberhasilan program (Nugroho 2008).

Page 140: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender pada Program Bantuan Perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara

127

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Gender dalam Program PUMPMotivasi merupakan suatu kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik pada kegiatan tertentu (Elliott et al. 2000). Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal maupun eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan melalui hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan (Uno 2007). Motivasi menjadi sesuatu yang memberikan pengaruh pada perilaku manusia. Motivasi terjadi karena adanya suatu dorongan, keinginan, atau dukungan yang membuat seseorang bertindak dengan cara-cara yang sifatnya positif. Motivasi menurut Hasibuan (2009), yaitu sesuatu yang mengarahkan daya potensi bawahan agar mau bekerja sama produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Pembudidaya yang berperan sebagai kepala keluarga pada akhirnya memberikan akses dan peran kepada istri dalam usaha perikanan. Sementara istri pembudidaya yang awalnya melakukan pekerjaan domestik serta adanya batasan kuat terkait mitos dan budaya, telah bergeser dengan membuka aksesnya dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dalam hal ini, kelompok pengolah yang dijalankan oleh para istri pembudidaya telah dikendalikan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi bekerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi, antara lain kebutuhan fisiologis dan aktualisasi. Berikut adalah faktor-faktor yang mendorong pembudidaya dan istrinya di Kecamatan Padang Jaya:

Kebutuhan fisiologis (1. Physiological needs)

Kebutuhan fisiologis disesuaikan dengan tuntutan dalam mempertahankan hidup. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin bertambah, namun tidak didukung dengan peningkatan pendapatan, memotivasi istri pembudidaya menggunakan perannya melalui akses produktif sebagai pengolah ikan asap di Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara. Motivasi dari istri pembudidaya ini didorong kondisi hasil pasca produksi perikanan dari para suami yang memunculkan terdesaknya kebutuhan keluarga.

Page 141: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

128

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Kondisi tersebut cenderung mendorong pembudidaya sebagai kepala keluarga untuk mempraktikkan hasil pelatihan yang diperoleh dari program bantuan. Sementara istri pembudidaya memilih untuk melakukan pekerjaan di luar rumah sebagai pengolah untuk memperoleh pendapatan yang dapat meringankan beban keluarga. Kegiatan pemberdayaan perempuan melalui sosialisasi teknologi diversifikasi menjadi peluang terbuka bagi istri pembudidaya di Kecamatan Padang Jaya. Ketika para istri pembudidaya memerlukan adanya peluang memperoleh pendapatan untuk membantu perekonomian rumah tangga, program pemberdayaan menawarkan akses produktif. Tindakan motivasi dapat berhasil jika sebuah tujuan kegiatan jelas dan sesuai dengan kebutuhan dari orang yang dimotivasi (Hasibuan 2009).

Program bantuan yang memberikan bantuan budi daya sebelumnya 2. dan bantuan pengolahan hasil perikanan untuk istrinya telah memberikan tantangan kepada para penerima bantuan, agar dapat menjadi contoh keberhasilan program bagi penerima bantuan di daerah lain. Tantangan berupa pengakuan “jika mampu menjalankan usaha pembesaran budi daya ikan dan pengolahan secara berkelanjutan, kelompok perempuan pengolah Kecamatan Padang Jaya dapat menjadi contoh bagi daerah lain yang belum berhasil menjalankan program bantuan”. Pengakuan yang menjadi tantangan tersebut mampu menjadi sebuah faktor munculnya motivasi seseorang; dan ketiga adalah tanggung Jawab. Tanggung jawab menjadi salah satu faktor motivasi pembudidaya dan istri pembudidaya untuk menjalankan usaha perikanan. Adanya sarana prasarana dan pengetahuan yang diperoleh setidaknya seseorang akan memberikan kompensasi berupa keberhasilan dalam menjalankan program bantuan (Sunyoto 2013).

Keberhasilan Progam Bantuan Perikanan dari Perspektif GenderPemberdayaan menurut Parsons et al. (1994), menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain

Page 142: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender pada Program Bantuan Perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara

129

yang menjadi perhatiannya. Program bantuan KKP yang awalnya hanya melibatkan peran kaum laki-laki, mampu melibatkan peran perempuan dalam usaha perikanan di Kecamatan Padang Jaya. Program yang diawali dengan melibatkan kaum perempuan dalam diskusi mengenai pentingnya upaya dalam meningkatkan keterampilan disambut baik oleh motivasi mereka. Pada diskusi tersebut, perempuan mendapatkan ruang untuk menyampaikan harapannya sebagai ibu rumah tangga serta kepedulian terhadap dukungan pembangunan kelautan dan perikanan. Dalam konteks ini, suami telah memberikan akses dan partisipasi.

Sebuah diskusi yang pada umumnya hanya melibatkan pembudidaya sebagai kepala keluarga, nyatanya mampu menjadikan motivasi istri pembudidaya di Kecamatan Padang Jaya menyumbangkan pendapatnya. Perubahan pola pikir yang awalnya hanya direkam pada pribadi, mulai muncul dengan cara menyampaikan keinginan dan harapan sebagai ibu rumah tangga yang mampu membantu suaminya bekerja, tanpa mengganggu pekerjaan utama. Kondisi semakin mendesaknya kebutuhan rumah tangga, menjadikan motivasi mereka untuk dapat mencari nilai dari waktu yang tersisa di dalam rumah. Mereka berharap adanya satu perhatian dari pemerintah yang mampu mengangkat martabat perempuan melalui sebuah pelatihan. Kondisi dan modal sosial dari masyarakat tersebut menjadi dinilai sesuai dengan tujuan dari program KKP yaitu PUMP Pengolahan.

Program PUMP budi daya telah diberikan kepada pembudidaya, nyatanya memerlukan peran istri atau kaum perempuan dalam keberhasilannya. PUMP Pengolahan yang memberikan pelatihan mengenai diversifikasi pengolahan menjadi sarana mendukung kerberhasilan program bantuan melalui kegiatan yang diminati oleh para istri pembudidaya di Kecamatan Padang Jaya. Dengan berbekal pengalaman memasak dalam rumah tangga, setidaknya untuk memahami sebuah teknologi pengasapan ikan bukan menjadi sesuatu yang sulit bagi mereka. Setelah melakukan 2 (dua) hari pelatihan, dan selanjutnya 1 (satu) hari mempelajari mengenai managemen usaha serta pemasaran maka mereka melanjutkan untuk membuat kelompok. Bertahap dari 5 orang dalam 1 (satu) kelompok, bertambah hingga menjadi 10 (sepuluh) orang. Kelompok ini memiliki anggota yang seluruhnya adalah pemula untuk usaha pengasapan ikan. Namun dengan modal keyakinan dan keterampilan yang diperoleh,

Page 143: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

130

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

saat ini mereka mampu melayani konsumen lokal, pasar lokal, serta mengembangkan usaha olahan rengginang. Mereka menjadi merasa memiliki nilai dari hasil usaha pengolahan melalui kontribusi pendapatan ke dalam rumah tangga. Salah satu motivasi perempuan bekerja adalah adanya keinginan mengaktualisasikan diri serta berperan dalam ekonomi keluarga (Handayani & Artini 2009).

Keberhasilan suatu program tidak saja dilihat dari konteks indikator output saja seperti terlaksananya tujuan program bantuan, namun dari aspek gender. Kaum maskulinitas mampu memberikan arahan kepada istrinya sebagai kaum feminitas. Kaum feminitas menjadi sebuah objek yang mampu diarahkan pada peningkatan nilai dan kapasitasnya. Peran pembudidaya yang awalnya menemui kendala belum optimalnya pemasaran hasil perikanan, kini mampu mempertahankan peningkatan produksi dengan pemasaran hasil budi daya secara optimal. Peran pengolah dalam meningkatkan nilai secara pribadi yaitu dari yang belum mampu menguasai proses teknologi pengasapan ikan dan akhirnya menguasai proses teknologi pengasapan tersebut. Dalam hal ini, tingkat kepercayaan perempuan menjadi lebih tinggi dan memiliki nilai lebih. Di samping itu, peran lain adalah memberikan kontribusi terhadap rumah tangga. Meskipun jika menjadi pengolah yang merupakan pemula, tentunya belum memberikan pendapatan yang besar, namun kontribusi tersebut dinilai memberikan indikator adanya peningkatan pada tingkat pendapatan rumah tangga. Selanjutnya dengan komitmen, kerja sama istri pembudidaya dan suaminya, perlahan usaha tersebut menjadi usaha yang lebih menjanjikan. Potret keberhasilan ini terhitung masih kecil, namun akan menjadi besar ketika seluruh perempuan ibu rumah tangga memiliki motivasi dan peran aktif. Kelautan dan Perikanan menjadi kuat dengan dukungan masyarakat melalui upaya peningkatan keterampilan dan perbaikan perekonomian seperti ini.

Kelompok usaha pengolahan ikan yang terdiri dari perempuan dan suami yang tergabung dalam usaha budi daya ikan, di Kecamatan Padang Jaya, merasa yakin dengan bekal pelatihan tersebut dapat memberikan dampak positif dalam mendorong pembangunan perikanan, melalui peningkatan produksi serta peningkatan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan. Dampak positif yang langsung dirasakan oleh suami istri adalah peningkatan

Page 144: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender pada Program Bantuan Perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara

131

kapasitas mereka sebagai perempuan serta mampu membantu menambah pendapatan keluarga melalui usaha pengolahan. Pada proses berjalannya waktu, para istri pembudidaya melalui kelompok, bersepakat dan mampu menunjukkan komitmennya. Bahwa usaha pengolahan yang dikerjakan tidak akan mengurangi waktu dalam menjalankan tugas domestik atau kegiatan rumah tangga.

Sesuai dengan beberapa faktor-faktor yang mendorong motivasi gender dalam menunjang keberhasilan program bantuan perikanan, diperlukan upaya yaitu: a) melibatkan calon penerima bantuan dalam proses perencanaan untuk menjalankan kegiatan bantuan. Hal ini dilakukan pada penanggung jawab progam bantuan di lokasi penerima bantuan atau dinas perikanan setempat; b) menganalisis faktor-faktor yang mampu mendorong keberlanjutan program bantuan. Calon penerima bantuan merupakan objek yang ditargetkan oleh pemerintah dalam menjalankan program yang akan dijalankan. Mereka menjadi aktor penting dalam memperoleh informasi yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan program dalam suatu lokasi. Partisipasi perempuan di sini menjadi indikator bahwa keterlibatan mereka, menjadi penting bagi pemerintah yang menjadi leader pelaksanaan program, dalam hal ini adalah KKP. Partisipasi merupakan peran serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta suatu kegiatan, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), partisipasi menjadi sebuah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam proses kegiatan. Dengan melibatkan partisipasi calon penerima bantuan, pengambil kebijakan akan memperoleh informasi mengenai harapan maupun perkiraan kendala yang akan dihadapi oleh calon penerima bantuan. Hasil ini menjadi bahan analisis pemilik kebijakan dalam menentukan alternatif lain yang memudahkan pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan program bantuan.

Analisis faktor-faktor yang mendorong keberlanjutan program adalah salah satu upaya dalam menemukan strategi dalam mempermudah, memperlancar, serta menciptakan keberhasilan program yaitu melakukan peningkatan nilai daya saing produksi perikanan melalui pemberdayaan perempuan. Seperti halnya pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa

Page 145: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

132

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

faktor-faktor yang mendorong motivasi adalah menjadi faktor yang mendorong keberlanjutan program bantuan. Analisis tersebut dapat diketahui sebelum pelaksanaan program bantuan di suatu wilayah.

KesimpulanPeran laki-laki dan perempuan yang saling mendukung, menjadi objek penting dalam keberhasilan sebuah program pemberdayaan perempuan. Dalam hal ini, peran suami dalam membuka akses dan partisipasi kepada istrinya. Kekuatan perempuan dipetik dari motivasi, peran, serta harapan positif yang diperoleh dari suami. Komitmen dalam rumah tangga menjadi jaminan tidak terganggunya pekerjaan utama sebagai ibu rumah tangga. Tumbuhnya motivasi dari seorang perempuan adalah karena adanya sebuah tantangan, dan tanggung jawab. Peran menjadi sebuah respons dalam mengaktualisasikan diri setelah mendapatkan kesempatan. Dukungan menjadi suatu jalan memudahkan peran perempuan menjalankan kinerja produktif. Laki-laki dalam hal ini suami menjadi orang yang berpengaruh (significant people) bagi perempuan atau istrinya. Sikap direfleksikan dalam bentuk dukungan yang diterima istri untuk melakukan suatu peran.

Baik motivasi, peran, harapan dan dukungan tidak mampu dibentuk dalam sebuah program. Namun, baik motivasi, peran, harapan dan dukungan muncul dari hati nurani maupun kesadaran diri manusia. Program bantuan hasil perikanan menjadi salah satu fasilitator yang memberikan kesempatan kepada perempuan untuk menjadi lebih memiliki nilai baik bagi dirinya sendiri, suami, serta masyarakat dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan. Kekuatan yang muncul dari manusia akan menjadi lebih kuat untuk bertahan dalam sebuah usaha. Program tersebut sifatnya dinamis, dalam hal ini tidak selalu diberikan pada objek atau sasaran yang sama, tentunya dapat diinterpretasikan oleh banyak objek. Peran laki-laki diperlukan dalam memahami pentingnya peran istri dalam dukungan usaha. Peran perempuan mandiri cukup diberikan sebuah stimulasi singkat. Selanjutnya, mengembangkan adalah salah satunya upaya menjadi mandiri. Seperti halnya dalam kelompok usaha yang dijalankan dari kelompok perempuan di Kecamatan Padang Jaya, berawal menjalankan usaha pengasapan ikan dan krispi ikan, dapat

Page 146: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender pada Program Bantuan Perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara

133

mengembangkan usaha olahan rengginang. Ini menjadi indikator dari keberhasilan sebuah program pemberdayaan perempuan melalui PUMP KKP perlu didukung adanya keterlibatan partisipasi calon penerima bantuan.

Pemerintah hendaknya sudah mulai memiliki kepatuhan dalam menjalankan kegiatan yang senantiasa responsif gender. Responsif gender tidak hanya diarahkan pada kaum laki-laki, namun perempuan memiliki hak yang sama dalam meraih akses dan partisipasi.

Saran tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah KKP dengan menyusun kuesioner pra pelaksanaan program pada wilayah yang akan menjadi calon lokasi penerima bantuan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggandeng unit kerja yang mengkapasitasi aspek sosial ekonomi kelautan dan perikanan. Hal ini menjadi sangat penting karena faktor keberlanjutan dari suatu program akan terdeskripsikan melalui analisis aspek sosial dan ekonomi dari masyarakat sebagai calon penerima bantuan. Di samping itu juga melibatkan partisipasi calon penerima bantuan pada proses pra pelaksanaan kegiatan sebagai bahan masukan bagi pemerintah, yang dapat difasilitasi oleh Dinas Perikanan setempat. Pada proses diskusi diperoleh gambaran mikro mengenai kondisi masyarakat calon penerima bantuan serta respons terhadap pemerintah, ketika diskusi yang berjalan. Kedua hal ini menjadi penting karena jika tidak dilaksanakan, permasalahan mengenai ketidakberlanjutan program akan terulang lagi, dan sarana prasarana pemerintah yang sudah mengalokasikan anggaran cukup besar akan menjadi tidak bermanfaat optimal. Di samping itu juga kecenderungan masyarakat yang semakin tanggap terhadap program pemerintah menjadi pertimbangan. Masyarakat sudah semakin memilih program pemerintah yang tepat bagi mereka.

Ucapan Terima kasihUcapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Rudi Alek, M.Si sebagai Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Dr. Armen Zulham sebagai Kakelti Sosial dan Kelembagaan serta sebagai penanggung jawab Buku Gender 2020, serta tim penelitian Gender dari Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

Page 147: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

134

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pernyataan Kontribusi PenulisDengan ini kami menyatakan bahwa kontribusi masing-masing terhadap pembuatan karya tulis sebagai berikut: Retno Widihastuti sebagai kontributor utama. Hikmah dan Permana Ari Soejarwo sebagai kontributor anggota.

Daftar Pustaka

Abdullah I. 2001. Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan, Yogyakarta: Terawang Press.

Elliott SN, TR Kratochwill, JL Cook, JF Travers. 2000. Educational Psycology: Effective Teaching, Effective Learning.3rd Edition. United States of America: McGraw Hill Book Companies.

Fakih M. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Handayani MTh, NWP Artini. 2009. Kontribusi pendapatan ibu rumah tangga pembuat makanan olahan terhadap pendapatan keluarga. Jurnal Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Univ. Udayana. 5(1): 9–15.

Haspels N, B Suriyasarn. 2005. Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak. Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional.

Hasibuan M. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Meleong LJ. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nugroho R. 2008. Gender dan Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Parsons RJ, JD Jorgensen, SH Hernandez. 1994. The Integration of Social Work Practice. California: Brooke/Cole.

Page 148: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender pada Program Bantuan Perikanan di Kecamatan Padang Jaya - Bengkulu Utara

135

Rohmawati E, MM Arwani, A Topan. 2017. Peranan toke dalam usaha budi daya perikanan petani plasma (studi kasus di Desa Tambak Rejo, Kec. Padang Jaya, Kab. Bengkulu Utara). Jurnal Sosiologi Nusantara. 3(2): 71–84.

Saks MJ, E Krupat. 1998. Social Psycology & It’s Application. New York: Harper & Row Pub., dalam Krilia, S.P. (2016). Pengaruh Tingkat Penerimaan Diri dan Gender Role Terhadap Intensi Menggunakan Make Up. [Skripsi].

Saptari R, BM Holzner. 1997. Perempuan, Kerja, Dan Perubahan Sosial.: Sebuah Pengantar Studi Perempuan, Vol.1. Jakarta [ID]: Pustaka Utama Grafiti.

Sayogyo P. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Yayasan Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali.

Suhaeti RN, E Basuno. 2006. Integrasi gender dalam penguatan ekonomi masyarakat pesisir. Jurnal SOCA. 6(1): 29–37.

Sunyoto D. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit CAPS.

Uno H. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Wafi AF, S Sarwoprasodjo. 2018. Analisis Gender Dalam Rumah Tangga Nelayan Di Pulau Kelapa Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM]. 2(3): 403–414.

Page 149: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 150: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA MASYARAKAT

PESISIR

Nurlaili, Nensyana Shafitri, Tikkyrino Kurniawan, dan Retno Widihastuti Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM 1 Lt. 4, Jl. Pasir Putih 1- Ancol Timur. Jakarta Utara 14430Email: [email protected]

Pendahuluan Gender merupakan sebuah konsep sosial budaya yang merujuk pada nilai, norma, harapan budaya suatu masyarakat mengenai pembeda peran, status, kedudukan, tanggung jawab, hak dan kewajiban, wewenang, pembagian kerja, relasi atau hubungan sosial dan perbedaan perilaku (behavioral differences) antara perempuan dan laki-laki yang didasarkan pada konstruksi sosial melalui proses sosial dan kultural yang panjang serta dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, agama, kepercayaan, politik, dan ekonomi (Raharjo 2019; Siscawati 2019; Fakih 1996). Pembeda peran laki-laki dan perempuan tersebut merujuk pada norma gender yang hidup di dalam masyarakat tertentu, di mana norma gender tersebut berisi sehimpunan keyakinan dan praktik seputar gagasan ideal tentang apa artinya menjadi perempuan atau menjadi laki-laki. Dampak dari adanya norma gender, antara lain adanya ketidakadilan gender seperti sub-ordinasi (penomorduaan), marginalisasi (peminggiran), beban ganda, beban beragam (multiple-burdens), kekerasan, pemberian label (stereotyping) (Siscawati 2019).

Page 151: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

138

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) merupakan sebuah strategi untuk mewujudkan kesetaraan gender di dalam masyarakat. Dua jalur pengarusutamaan gender yaitu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Kesetaraan gender (gender equality) mengacu pada persamaan dalam memperoleh kesempatan, hak serta tanggung jawab dan peluang bagi perempuan dan laki-laki agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam pembangunan (Fakih 2008; Raharjo 2019). Laki-laki dan perempuan memiliki akses, partisipasi, dan kontrol serta manfaat dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan (Rahayu 2016). Konsep pemberdayaan perempuan merupakan usaha memperbaiki ketertinggalan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan atau pembangunan.

INPRES No. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender (PUG) menetapkan strategi untuk kesetaraan gender melalui kebijakan publik dan semua sektor harus turut berpartisipasi menerjemahkan konsep gender ke dalam program atau rencana tindak. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan juga menjadi isu penting dalam paradigma pembangunan berkelanjutan (SDGs) untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. INPRES No. 9 Tahun 2000 memberikan konsekuensi kepada semua sektor untuk turut berpartisipasi menerjemahkan konsep gender ke dalam program atau rencana tindak (Bappenas 2002). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengupayakan pengarusutamaan gender (PUG) untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan kelautan dan perikanan bagi laki-laki dan perempuan melalui regulasi dan implementasi program (KKP 2017). Pada tataran regulasi, KKP telah mengeluarkan tiga aturan terkait kesetaraan gender, di antaranya Permen KP nomor 28 Tahun 2016 tentang Pedoman

Page 152: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

139

Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Program/Kegiatan Responsif Gender KKP, Permen KP nomor 51 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemetaan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Kelautan dan Perikanan di Daerah, serta Kepmen KP nomor 67 Tahun 2016 tentang Roadmap Pemetaan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Lingkungan KKP.

Selain regulasi, sejak tahun 2018, KKP telah melakukan komitmen dalam mendukung PUG. Komitmen ini meliputi dukungan anggaran dan dukungan kebijakan. Beberapa kegiatan yang dilakukan KKP untuk mengupayakan pengarusutamaan gender pada tahun 2018, di antaranya diversifikasi produk, bersih pantai, gemarikan, pengolahan hasil perikanan, budi daya rumput laut, budi daya lele, pelatihan polsus dan penyidik pegawai negeri sipil, sertifikasi dan kompetensi masyarakat, pelatihan, penyuluhan, pengawas perikanan, dan bina mutu hasil perikanan.

Hingga saat ini, manfaat berbagai strategi pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan pada masyarakat pesisir masih belum dirasakan oleh masyarakat. Beberapa kendala dalam program pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan, antara lain sumber daya manusia (SDM), anggaran dan waktu pelaksanaan, keterbatasan perencana program baik dari aspek koordinasi dan mentoring. Berbagai kendala tersebut mengakibatkan secara umum program pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan yang telah dilakukan tidak berlanjut di masyarakat. Tindak lanjut program setelah kegiatan pelatihan dari agen lokal seperti instansi dinas setempat dan lembaga masyarakat lokal menjadi sangat penting. Kedudukan lembaga masyarakat lokal juga menjadi cukup strategis di dalam mendorong kesetaraan gender, khususnya terkait dengan norma gender yang mendukung upaya pengarusutamaan gender di masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran pentingnya penguatan lembaga masyarakat lokal dalam upaya mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan pada masyarakat pesisir. Lembaga masyarakat lokal yang dimaksud dalam tulisan ini adalah agen atau aktor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pesisir.

Page 153: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

140

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Profil Gender, Kesetaraan, dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat PesisirGambaran pelaku usaha pada Sektor Kelautan dan Perikanan berdasarkan gender dapat dilihat pada Tabel 1. Data yang ditampilkan pada Tabel 1 berdasarkan pencatatan kartu pelaku usaha pada tahun 2014.

Tabel 1 Jumlah pelaku usaha Sektor Kelautan dan Perikanan berdasarkan jenis kelamin, Tahun 2014

Pelaku usahaJumlah Persentase perbandingan

jumlah pelaku usaha perempuan terhadap laki-lakiLaki-Laki Perempuan

Pembudidaya 72.013 9.604 13,3%Nelayan 1.120.771 21.925 2,0%Pengolah 37.723 64.380 170,7%Pemasar 2.652.234 3.718 0,1%Petambak garam 11.410 1.346 11,8%Jumlah 3.894.151 100.973 3%

Sumber: KKP, Tahun 2014

Berdasarkan One Data KKP tahun 2014, secara umum jumlah laki-laki yang menjadi pelaku usaha di Sektor Kelautan dan Perikanan lebih banyak dibandingkan jumlah perempuan. Jumlah laki-laki yang menjadi pelaku usaha perikanan adalah 3.894.151 jiwa, sedangkan jumlah perempuan 100.973 jiwa atau 3% dari total pelaku usaha laki-laki. Namun, untuk jenis usaha pengolahan, jumlah perempuan dua kali lipat lebih besar dibandingkan laki-laki yaitu 64.380 jiwa pelaku usaha perempuan, sedangkan laki-laki berjumlah 37.723 jiwa, atau persentase perbandingan sebesar 170,7%. Persentase perbandingan pelaku usaha perempuan terhadap laki-laki pada jenis usaha budi daya adalah 13,3%. Usaha budi daya masih didominasi oleh laki-laki. Hal yang sama untuk usaha perikanan tangkap, pemasar, dan petambak garam. Masing-masing persentase perbandingannya yaitu 2%, 0,1% dan 11,8%.

Page 154: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

141

Kontribusi perempuan cukup besar dalam usaha kelautan dan perikanan, walaupun secara umum jumlah perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Kontribusi perempuan pada umumnya dapat dilihat pada tahap persiapan dan pasca produksi. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya, baik laki-laki dan perempuan telah memiliki akses pada usaha di sektor Kelautan dan Perikanan.

Hasil penelitian Nurlaili et al. (2019) menunjukkan bahwa perempuan memiliki tugas, peran, dan curahan waktu yang cukup besar dalam usaha perikanan, baik pada perikanan tangkap, pengolahan, maupun pemasaran. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pembagian tugas dan curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam usaha perikanan, di mana akses laki-laki dan perempuan dalam usaha perikanan sudah sama bahkan cenderung didominasi oleh perempuan untuk bidang pasca produksi. Sebagai contoh pada usaha pemindangan ikan di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah di mana perempuan memiliki tugas mempersiapkan peralatan pemindangan, mencuci ikan, memberi garam pada ikan, membungkus ikan, menata ikan di dalam wajan merebus ikan, mengangkat ikan, mencuci peralatan, dan memasarkan ikan. Total alokasi waktu yang diberikan perempuan pada usaha pemindangan ikan adalah 4 jam ditambah waktu pemasaran ikan yang terkadang tidak menentu. Tugas laki-laki dalam usaha pemindangan ikan yaitu belanja bahan baku ikan dan memasarkan ikan. Total alokasi waktu laki-laki pada usaha pemindangan ikan adalah 3 jam ditambah waktu pemasaran ikan yang terkadang tidak menentu.

Hal yang sama juga ditunjukkan pada usaha perikanan tangkap dan pemasaran di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Hasil penelitian Nurlaili et al. (2019) menunjukkan bahwa alokasi waktu perempuan pada usaha perikanan tangkap mulai dari pukul 03.00 pagi hari sampai pukul 15.00 WIB. Jumlah alokasi waktu laki-laki pada usaha perikanan tangkap 5–7 jam, antara pukul 05.00 pagi sampai pukul 10.00 wib atau sejak pukul 15.00 sore hari sampai pukul 22.00 WIB.

Secara eksisting, baik laki-laki dan perempuan telah memiliki akses terhadap mata pencaharian di sektor kelautan dan perikanan, dan keduanya baik laki-laki maupun perempuan dapat dikatakan telah ikut berpartisipasi di dalam pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan. Pertanyaannya adalah apakah kesetaraan gender dan pemberdayaan

Page 155: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

142

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

perempuan sudah terwujud pada masyarakat pesisir? INPRES No.9 Tahun 2000 telah memberikan konsekuensi kepada semua sektor untuk turut berpartisipasi menerjemahkan konsep gender ke dalam program dan KKP telah mengupayakan keadilan dan kesetaraan gender melalui sebuah strategi pengarusutamaan gender (PUG). Sejak tahun 2018, KKP telah meraih Anugrah Parahita Ekapraya (APE) untuk kategori Mentor selama dua kali berturut-turut atas program-programnya.

Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan sebuah strategi untuk mengatasi perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan kelautan dan perikanan bagi laki-laki dan perempuan sehingga diharapkan kesenjangan gender dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi (KKP 2017). PUG diharapkan mempengaruhi sasaran strategis, seperti kebijakan pembangunan yang efisien, tata kelola sumber daya KP yang adil, serta pengendalian dan pengawasan sumber daya yang partisipatif.

Sejak tahun 2018, KKP telah melakukan tagging yaitu komitmen Kementerian/Lembaga dalam mendukung PUG. Komitmen ini meliputi dukungan anggaran dan dukungan kebijakan, sedangkan keadilan dan kesetaraan gender meliputi pengambilan keputusan, akses usaha, dan pelatihan. Di dalam PUG KKP terdapat tim pokja yang ada di masing-masing eselon 1 KKP.

Beberapa program dan kegiatan responsif gender yang telah dilaksanakan oleh KKP, antara lain bimbingan teknis dan bantuan pengembangan diversifikasi usaha bagi perempuan nelayan, bantuan sarana produksi peralatan pembuatan abon ikan bagi perempuan nelayan, praktik olahan hasil perikanan bagi perempuan nelayan, bimbingan teknis pengembangan diversifikasi usaha bagi perempuan nelayan; peningkatan akses permodalan khusus untuk perempuan di wilayah pesisir melalui grameen bank, peningkatan wirausahawan muda di kawasan pesisir bagi perempuan nelayan, dan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengembangan usaha (regenerasi nelayan). KKP juga memiliki 420 Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan (P2MKP) di berbagai daerah untuk memberdayakan perempuan nelayan.

Page 156: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

143

Program bimbingan teknis (bimtek) terkait diversifikasi produk olahan kepada perempuan nelayan juga sudah dilakukan melibatkan PKK di kabupaten. Tujuan lainnya dari bimtek diversifikasi produk olahan adalah menciptakan produk baru perikanan yang dapat dijadikan menu di atas meja rumah tangga pesisir untuk peningkatan konsumsi ikan keluarga sehingga dapat mencegah kelaparan dan stunting. Program diversifikasi produk olahan di Provinsi Jawa Tengah sebagai contoh dilakukan di wilayah yang termasuk ke dalam peta merah untuk menanggulangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Di samping itu, upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di pesisir adalah dengan melibatkan para perempuan pesisir ke dalam organisasi kelompok usaha, dengan harapan perempuan pesisir tidak hanya mengurus kegiatan domestik, namun juga memiliki potensi dan kemampuan untuk memunculkan diri dan berubah menjadi lebih baik. Program yang telah dilaksanakan ini dengan maksud dan tujuan untuk mengatasi permasalahan rendahnya rasa percaya diri perempuan pesisir, rasa malu jika suaminya bekerja sebagai nelayan, rendahnya tingkat pengambilan keputusan, daya tawar rendah, kurang berpikir kritis, dan pola pikir atau mind set yang selama ini dilekatkan pada perempuan pesisir.

Pada program diversifikasi produk olahan, antara lain diselenggarakan kegiatan pelatihan yang dilakukan di daerah pesisir. Dalam program juga dilakukan fasilitasi untuk UKM yang belum mempunyai izin, seperti sertifikasi PIRT, Halal, serta mengambil sampel produk yang mempunyai izin lengkap untuk dibantu pemasaran dengan melakukan pameran event dan IKM award tingkat provinsi maupun nasional. Secara umum, UMKM pada usaha perikanan banyak didominasi oleh perempuan yang umumnya sudah ibu-ibu. Pemerintah juga telah memfasilitasi permodalan terkait UMKM yang bersumber melalui lembaga pembiayaan/perbankan. Pelatihan terkait dengan manajemen keuangan sudah mulai dilakukan untuk para pelaku usaha (KKP 2018).

Salah satu indikator manfaat program PUG bagi penyelenggara adalah jumlah peserta yang menindaklanjuti program kegiatan yang dilakukan. Harapan setelah menindaklanjuti program kegiatan tersebut adalah terjadi peningkatan skala usaha, penambahan diversifikasi produk dan

Page 157: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

144

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

peningkatan produksi. Indikator manfaat program PUG bagi penerima manfaat adalah terjadinya peningkatan skala usaha (produksi), peningkatan aset produksi, peningkatan jumlah pasar, diversifikasi produk perikanan, dan sertifikasi produk perikanan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dan Cilincing, Jakarta Utara dapat terlihat beberapa kendala dalam pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan yaitu Sumber daya manusia (SDM), anggaran dan waktu. Kendala lainnya keterbatasan perencana program baik dari aspek koordinasi dan monitoring. Indikator manfaat PUG baik bagi penyelenggara yaitu jumlah peserta yang menindaklanjuti kegiatan yang dilakukan, maupun terjadinya peningkatan skala usaha bagi penerima manfaat masih belum tercapai.

Kendala-kendala teknis yang telah disebutkan dalam upaya pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan semakin diperkuat dengan adanya faktor internal dari dalam masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 dan 2019, dapat diidentifikasi faktor penyebab belum optimalnya pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan pada masyarakat pesisir, antara lain terbatasnya alokasi waktu karena perempuan juga memiliki tugas domestik (pekerjaan rumah tangga) dan izin dari suami. Hal lainnya yang juga sangat penting adanya persepsi dan nilai yang dimiliki masyarakat bahwa tugas mencari nafkah adalah tugas suami, perempuan hanya sebatas membantu. Oleh sebab itu, dalam hasil penelitiannya Sunito, Siscawati & Iswari (2019) menyebutkan bahwa sangat penting untuk mengetahui pemaknaan perempuan dan laki-laki tentang ruang hidup dan berbagai komponen di dalamnya yang menjadi sumber kehidupan dan penghidupan di tingkat individu, keluarga inti, keluarga besar, dan komunitas. Lebih lanjut disebutkan bahwa data dan pengetahuan terkait ruang hidup dan penghidupan dengan perspektif kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI) akan menjadi basis utama dalam menghasilkan sebuah perencanaan kegiatan maupun hal lain terkait ruang hidup dan penghidupan yang responsif GESI di berbagai wilayah (Sunito, Siscawati & Iswari 2019).

Page 158: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

145

Konsep gender sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, memiliki konsep yang beragam di dalam masyarakat. Tiap masyarakat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang berbeda tentunya karena faktor sosial, budaya, agama, kepercayaan, politik dan ekonominya yang berbeda pula. Norma dan nilai tentang gender juga akan berbeda dan menjadi sangat penting karena sebagai rujukan bagi tiap anggota masyarakat. Norma dan nilai tentang gender sangat kuat tertanam di dalam masyarakat karena melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan dalam upaya mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di masyarakat.

Norma dan nilai gender yang ada di dalam masyarakat berfungsi mengatur manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam kehidupan bersama. Norma dan nilai ini merupakan bagian dari apa yang disebut dengan lembaga kemasyarakatan atau social institution. Soemarjan (1964), Soekanto (1997), dan Koentjaraningrat (1964) telah mendefinisikan tentang lembaga kemasyarakatan sebagai terjemahan dari social institution, yaitu himpunan atau kumpulan norma dan peraturan tertentu atau suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan yang berpola yang berdasarkan pada suatu kebutuhan pokok manusia yang mengatur manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam kehidupan bersama. Lembaga kemasyarakatan tentang gender di masyarakat menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam setiap upaya mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan karena mengatur segala tindakan manusia guna memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Norma dan nilai gender pada masyarakat pesisir secara umum sudah tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat serta diwariskan secara turun-temurun pada anggota masyarakatnya. Pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang ada dalam masyarakat tersebut berkorelasi dengan konstruksi sosial yang dihasilkan melalui proses sosial dan kultural yang panjang sehingga laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda. Pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat merujuk kepada bagaimana relasi perempuan dan laki-laki yang lebih harmonis, seimbang, dan menghargai hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak, melindungi, dan saling menghormati, dari berbagai aspek, baik secara personal, interpersonal, maupun profesional (Fakih 1996).

Page 159: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

146

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Upaya pencapaian kesetaraan gender mengacu pada persamaan dalam memperoleh kesempatan, hak serta tanggung jawab dan peluang bagi perempuan dan laki-laki agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai bidang termasuk bidang kelautan dan perikanan. Tidak hanya kesetaraan tetapi juga keadilan gender yaitu situasi di mana semua orang, perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dinilai setara, serta dapat berbagi secara setara dan adil dalam distribusi kekuasaan, pengetahuan dan sumberdaya, dalam hal ini sumberdaya kelautan dan perikanan.

Upaya Pemerintah dalam Mencapai Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan PerempuanPeran pemerintah di berbagai sektor sangat menentukan terwujudnya pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan. Pihak yang juga memainkan peran penting di dalam pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di masyarakat adalah agen lokal baik dari pemerintah daerah dan anggota masyarakat. Elemen pemerintah daerah yang memiliki peran strategis tersebut antara lain tenaga penyuluh yang ada di masing-masing lokasi. Penyuluh perikanan di seluruh Kabupaten atau kota di Indonesia menjadi bagian dari pemerintah di mana memiliki peran yang strategis. Secara teknis, sinergitas kinerja seluruh penyuluh dari instansi dan tokoh masyarakat terkait pemberdayaan masyarakat pesisir merupakan langkah strategis sebagai ujung tombak dengan kelompok perikanan (KUB, Pokdakan, Poklahsar). Selama ini, tindak lanjut setelah pelatihan dari agen lokal seperti instansi dinas setempat juga masih kurang sehingga penting untuk memperkuat peran dari agen lokal atau lembaga lokal yang ada di daerah. Penguatan lembaga lokal termasuk di dalamnya tokoh masyarakat dapat mempercepat terwujudnya kesetaraan gender di masyarakat. Hal ini dikarenakan tokoh masyarakat memiliki kewenangan dan menjadi panutan di dalam mensosialisasikan norma dan nilai kesetaraan gender di masyarakat.

Page 160: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

147

Kesetaraan gender sebagaimana definisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengacu pada persamaan dalam memperoleh kesempatan, hak-hak serta tanggung jawab dan peluang bagi perempuan dan laki-laki agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam pembangunan (Raharjo 2019). Aspek sosial budaya menjadi salah satu aspek yang penting karena gender adalah konsep sosial budaya yang merujuk pada nilai, norma, harapan suatu masyarakat budaya tentang bagaimana menjadi perempuan dan bagaimana menjadi laki-laki. Gender merupakan hasil sosialisasi budaya dan lingkungan di mana ia hidup dan dibesarkan, mengatur hubungan sosial, peran, status, kedudukan, tanggung jawab, hak dan kewajiban, wewenang, pembagian kerja bagi perempuan dan bagi laki-laki.

Sejak 1985, isu kesetaraan gender disuarakan yang menginginkan pentingnya partisipasi perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan. Pada tahun 1995, review capaian dasawarsa perempuan di Beijing telah menyetujui melaksanakan gender mainstreaming atau pengarusutamaan gender. Pada tahun 2000, Indonesia melalui INPRES No. 9 Tahun 2000 telah menyepakati PUG. Sejak tahun 2000, pemerintah melalui INPRES No. 9 telah menetapkan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan gender dengan Program Pengarusutamaan Gender (PUG). PUG bertujuan untuk memastikan perempuan dan laki-laki menikmati manfaat pembangunan secara adil dan merata. Penerapan PUG di berbagai bidang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan, sekaligus menjamin mutu kehidupan seluruh anggota masyarakat (Leimona et al. 2013). Manfaat menyelenggarakan PUG adalah memperoleh akses yang sama tehadap sumber daya pembangunan, berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan, memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan, memiliki kontrol yang sama atas sumber daya pembangunan (KPPPA 2018).

Selama 19 tahun, perjalanan PUG memiliki kemajuan dan tantangan. Kemajuan yang dapat dilihat adalah dalam bidang regulasi, sedangkan tantangan yang dihadapi adalah dalam pemahaman dan implementasi (Raharjo 2019). Kentalnya persepsi stereotipe gender di kalangan penentu dan pelaksana program serta masyarakat pada peran domestik menjadikan kegiatan-kegiatan PUG cenderung dominan untuk memenuhi kebutuhan praktis, namun masih minim dalam upaya pemahaman kesetaraan gender.

Page 161: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

148

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengupayakan kesetaraan gender melalui kebijakan PUG untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan kelautan dan perikanan bagi laki-laki dan perempuan, yaitu dengan mengeluarkan regulasi dan implementasi program. Hal ini bertujuan agar kesenjangan gender dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi (KKP 2017). Pentingnya kesetaraan gender dalam sektor kelautan dan perikanan didasari oleh lebih dari 45 juta penduduk dunia bergerak di sektor kelautan dan perikanan baik sebagai pekerja tetap maupun sambilan, dan dari 86 negara, 5,4 juta perempuan bekerja di sektor kelautan dan perikanan, bahkan di Cina dan India, jumlah perempuan nelayan mencapai 24% lebih, dan dari 60% hasil perikanan dipasarkan oleh perempuan nelayan (FAO 2012 dalam Anggraini et al. 2018).

Hasil kajian Anggraini et al. (2018) menunjukkan bahwa dalam proses pemberdayaan pada masyarakat pesisir yang telah dilakukan masih belum diikuti penguatan lembaga lokal yang memberi ruang partisipasi lebih luas bagi perempuan nelayan sehingga proses peningkatan kapasitas belum banyak dinikmati oleh anggota. Hasil kajian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan pada tahun 2019 juga telah menemukan bahwa PUG pada sektor kelautan dan perikanan masih belum memberikan manfaat secara optimal kepada para perempuan pesisir. Berbagai kendala masih ditemukan antara lain terkait dengan pemahaman kesetaraan gender yang masih terbatas di dalam masyarakat. Dalam kegiatan ekonomi, perempuan masih memposisikan diri mereka sebagai pemeran pembantu sehingga mereka masih tidak tercatat sebagai pemilik usaha, meskipun kontribusi perempuan tidak sedikit di dalam usaha. Alokasi waktu untuk menyelesaikan tugas domestik yang menjadi tugas utama perempuan juga masih menjadi kendala di dalam tindak lanjut pengarusutamaan gender pada masyarakat pesisir.

Pentingnya Penguatan Lembaga Masyarakat Lokal Lembaga masyarakat lokal yang dimaksud dalam tulisan ini adalah agen atau aktor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pesisir. Mereka antara lain stakeholder di daerah yang meliputi: dinas terkait

Page 162: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

149

dan penyuluh yang berlokasi di wilayah tertentu, kelompok usaha, tokoh masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Pentingnya penguatan lembaga masyarakat lokal dalam upaya mencapai kesetaraan gender bertujuan untuk meminimalisasi berbagai kendala yang berasal dari masyarakat dan mengoptimalkan manfaat berbagai program dalam pengarusutamaan gender yang telah dilakukan di masyarakat. Berbagai pengalaman program menunjukkan bahwa pelaksanaan berbagai kegiatan pengarusutamaan gender di masyarakat masih kurang bersinergi dengan lembaga pelaksana lokal sehingga terhenti ketika pendamping kegiatan tidak lagi berada di tengah masyarakat. Hal ini menjadi salah satu penyebab masih belum optimalnya manfaat berbagai kegiatan pengarusutamaan gender yang telah dilakukan. Keberhasilan sebuah program sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas lembaga pelaksana dan sumberdaya manusia yang mengelolanya. Penguatan Lembaga masyarakat lokal juga menjadi penting untuk memberikan pemahaman mengenai kesetaraan gender sehingga upaya pencapaian kesetaraan gender di masyarakat tidak kontra produktif dengan norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat sehingga isu kesetaraan gender dapat diterima di masyarakat.

Norma dan nilai berperan penting dalam kehidupan masyarakat pesisir sebagai pedoman hidup dan menjadi rujukan dari segala tindakan. Sekumpulan norma dan nilai atau disebut social institution merupakan suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan yang berpola guna memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam kehidupan bersama. Sistem norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat terlebih dahulu harus mendukung upaya pencapaian kesetaraan gender pada masyarakat pesisir. Hal ini dapat dilakukan melalui strategi penguatan lembaga masyarakat di pesisir untuk mencapai kesetaraan gender dalam Sektor Kelautan dan Perikanan.

Salah satu model penguatan lembaga masyarakat lokal pada masyarakat pesisir untuk mewujudkan kesetaraan gender salah satunya dapat dilakukan melalui optimalisasi dan penguatan peran P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan). P2MKP diharapkan dapat memberikan layanan berbasis komunitas di dalam kesetaraan gender. KKP memiliki 420 Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan (P2MKP) di berbagai daerah untuk memberdayakan perempuan nelayan. Strategi ini

Page 163: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

150

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

merupakan pendekatan kebudayaan yang dapat memberikan dampak bagi perubahan pengetahuan dan persepsi terkait kesetaraan gender di dalam masyarakat.

Lembaga masyarakat merupakan salah satu komponen yang penting dan strategis di dalam kerangka sinergi kesetaraan gender. Lembaga masyarakat berperan penting dalam membangun pemahaman masyarakat tentang apa itu kesetaraan gender karena gender merupakan konsep sosial budaya yang didapat dengan cara belajar, dinamis, bergantung pada masyarakat dan budayanya.

Permasalahan dalam PUG saat ini lebih pada faktor sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Faktor sosial budaya meliputi pengetahuan, persepsi, dan pemahaman mengenai kesetaraan gender. Tiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Perbedaan kebudayaan tersebut mengakibatkan perbedaan pengetahuan, persepsi dan pemahaman tentang konsep kesetaraan gender. Perbedaan ketiga hal tersebut pada akhirnya menghasilkan perbedaan kondisi kesetaraan gender di masyarakat.

Kebudayaan merupakan pedoman masyarakat dalam bersikap dan berperilaku (Goodenough 1971; Spradley 1972; Geertz 1973; dan Suparlan 1986). Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat lain. Kebudayaan merupakan sebuah sistem pengetahuan, gagasan, dan ide yang dijadikan landasan pijak dan pedoman bagi suatu kelompok masyarakat dalam bersikap dan berperilaku, baik di dalam lingkungan alam maupun lingkungan sosial mereka (Goodenough 1971; Spradley 1972; dan Geertz 1973 dalam Thohir 1999). Pendekatan kebudayaan digunakan untuk menguasai situasi yaitu memotret, menggambarkan situasi dan kondisi suatu masyarakat untuk menjadi bahan perencanaan. Unit pemeriksaan dan analisisnya berlapis dilihat dari unit terkecil sampai besar, dimulai dari kasur sumur dapur lembur, individu-keluarga inti-keluarga luas-kelompok-komunitasnya.

Pengetahuan, persepsi, dan pemahaman tentang gender yang terdapat di masyarakat relatif sulit untuk diubah karena sudah diwariskan secara turun-temurun, namun bukan berarti tidak bisa berubah. Persepsi tentang gender yang dimiliki oleh masyarakat dibentuk melalui proses kebudayaan.

Page 164: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

151

Untuk mengubah pengetahuan, persepsi, dan pemahaman tersebut maka harus melalui pendekatan kebudayaan. Pelaksana program tidak boleh mengabaikan faktor sosial budaya karena faktor tersebut sangat berperan dalam pembentukan konsep kesetaraan gender. Pendekatan yang dapat dilakukan antara lain melalui lembaga masyarakat dan tokoh masyarakat setempat.

Strategi pendekatan kebudayaan merupakan pendekatan kepada masyarakat melalui nilai, norma dan budaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Pendekatan budaya dapat dilakukan melalui lembaga masyarakat lokal untuk melembagakan kesetaraan gender karena gender dikonstruksi berdasarkan harapan suatu masyarakat dan merujuk pada nilai dan norma. Kebudayaan suatu masyarakat menjadi penting di dalam kebijakan pengarusutamaan gender. Para pembuat kebijakan serta aparat pelaksananya terkadang menganggap bahwa kebudayaan suatu masyarakat bukanlah hal yang penting untuk diperhatikan sehingga tidak jarang banyak kebijakan yang sudah terencana dengan baik dan matang, namun kurang memberikan hasil yang optimal. Sebagai contoh kebijakan yang terlihat baik tidak mendapat dukungan dari masyarakat yang bersangkutan hanya karena dinilai tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan yang dimiliki masyarakatnya. Pemahaman tentang kesetaraan gender merupakan suatu bagian dari produk kebudayaan. Pemahaman masyarakat dibentuk oleh kebudayaan masyarakatnya.

Faktor sosial budaya terkait konstruksi gender yang ada di masyarakat saat ini masih banyak yang belum mewujudkan kesetaraan gender. Sosialisasi harus dilakukan melalui peningkatan pemahaman tentang kesetaraaan gender pada tingkat masyarakat dengan mengoptimalkan lembaga masyarakat pesisir.

KesimpulanImplementasi pengarusutamaan gender (PUG) untuk mencapai kesetaraan gender dalam masyarakat pesisir masih memiliki kendala yang menyebabkan belum optimalnya strategi pengarusutamaan gender di sektor kelautan dan perikanan. Salah satu faktor yang menyebabkan belum optimalnya upaya untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan

Page 165: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

152

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

perempuan di sektor kelautan dan perikanan adalah belum adanya pemahaman tentang kesetaraan gender yang dilatarbelakangi oleh faktor sosial, budaya, ekonomi, politik dan pemahaman agama.

Lembaga masyarakat lokal pada masyarakat pesisir berperan penting dalam kehidupan masyarakat sehingga penting untuk mengoptimalkan dan memperkuat peranannya di dalam proses pengupayaan kesetaraan gender. Lembaga masyarakat pesisir berfungsi untuk memelihara hubungan serta pola-pola relasi gender sesuai dengan kepentingan individu dan kelompoknya. Oleh sebab itu, diperlukan strategi yaitu penguatan lembaga masyarakat pesisir untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Oleh sebab itu, salah satu strategi mencapai kesetaraan gender dalam Sektor Kelautan dan Perikanan, antara lain dilakukan melalui penguatan lembaga masyarakat lokal pada masyarakat pesisir. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan Pengarusutamaan gender (PUG) yang telah dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Upaya penguatan Lembaga masyarakat lokal di dalam masyarakat dilakukan dengan cara membuat struktur organisasi yang melibatkan lembaga masyarakat lokal serta melibatkan secara penuh peranan mereka pada seluruh tahap pengarusutamaan gender, mulai dari perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi.

P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan) atau lembaga masyarakat lokal lainnya merupakan contoh konkret yang dapat dilibatkan dalam PUG pada masyarakat pesisir. Strategi ini merupakan pendekatan kebudayaan yang dapat memberikan dampak bagi perubahan pengetahuan dan persepsi terkait kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di masyarakat pesisir.

Ucapan Terima KasihUcapan terima kasih penulis sampaikan kepada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan yang telah mendanai kegiatan riset terkait gender. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Almarhum Prof. Dr. Zahri Nasution yang telah membimbing penulis sebagai peneliti di Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Terima kasih

Page 166: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

153

juga saya ucapkan untuk seluruh tim kegiatan penelitian gender pada tahun 2018 dan 2019, Yayan Hikmayani, Hikmah, Christina Yuliaty, Tikkyrino Kurniawan, Sapto Adi pranowo, Nensyana Shafitri, Riesty Triyanti, Retno Widihastuti, dan Nurma Yunita.

Pernyataan Kontribusi PenulisDengan ini kami menyatakan bahwa kontribusi masing-masing terhadap pembuatan karya tulis sebagai berikut: Nurlaili sebagai kontributor utama. Nensyana Shafitri, Tikkyrino Kurniawan dan Retno Widihastuti sebagai kontributor anggota.

Daftar PustakaAbdulkadir-sunito M, M Siscawati, P Iswari. 2019. Kerangka Analisis Ruang

Hidup dan Penghidupan dengan Perspektif Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial: Sebuah Panduan. Bogor, Indonesia. The Samdhana Institute.

Anggraini O, Muhammad A. 2018. Penguatan modal sosial berbasis kelembagaan lokal masyarakat pesisir perspektif gender di Kabupaten Bantul. JSEP. 11(2).

Bappenas. 2001. Analisis Gender dalam Pembangunan Hukum : Aplikasi Gender Analysis Pathway (GAP). Bappenas bekerja sama dengan Development Planning Assistance (DPA) Project ll - Canadian International Development Agency (CIDA).

Bappenas. 2002. Analisis Gender dalam Pembangunan lingkungan Hidup: Aplikasi Gender Analysis Pathway (GAP) dan Berbagi Pengalaman. Bappenas bekerja sama dengan Development Planning Assistance (DPA) Project ll - Canadian International Development Agency (CIDA).

Fakih M. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Fakih M. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSISTPress.

Page 167: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

154

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Geertz C. 1973. The Interpretation of Culture. Selected Essays. New York: Basic Books, Inc., Puhlishers dalam Thohir, M. (1999). Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran. Bendera : Semarang.

KKP. 2017. Implementasi Pengarusutamaan Gender (PUG) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta: KKP.

KKP. 2018. Peran Gender dalam Ekonomi Rumah Tangga Perikanan. Bahan Pemaparan FGD Peran Gender dalam Ekonomi Rumah Tangga Perikanan, Jakarta 28 Mei 2018. Roren. Unpublished.

KKP. 2018. Program Dit. Perizinan & Kenelayanan terkait Peran Gender dalam Ekonomi Rumah Tangga Perikanan. Bahan Pemaparan FGD Peran Gender dalam Ekonomi Rumah Tangga Perikanan, Jakarta 28 Mei 2018. DJPT. Unpublished.

Koentjaraningrat. 1964. Pengantar Antropologi. Jakarta : Djakarta dalam Thohir, M. (1999). Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran. Bendera: Semarang.

KPPPA. 2018. Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan. Bahan Pemaparan FGD Peran Gender dalam Ekonomi Rumah Tangga Perikanan, Jakarta 28 Mei 2018. Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Ekonomi. Unpublished.

Leimona B, Siti Amanah, Rachman Pasha, Chandra I Wijaya. 2013. Gender dalam skema Imbal Jasa Lingkungan: Studi kasus di Singkarak, Sumberjaya, dan Sesaot. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program, The Indonesian Institute for Forest and Environment (RMI) dan Pusat Kajian Gender dan Anak (d/h Program Studi Wanita/PSW-Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Nurlaili et.al. 2019. Gender dan Strategi Pencapaian Target SDGs :Strategi Mencapai Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan di Sektor Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Unpublished.

Raharjo Y. 2019. Apa dan Mengapa Gender? Materi Sosialisasi Gender Pusat Penelitian Kependudukan LIPI. 23 Juli 2019. Unpublished.

Page 168: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Masyarakat Pesisir

155

Rahayu WK. 2016. Analisis pengarusutamaan gender dalam kebijakan publik (studi kasus di BP3AKB Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Analisis dan Pelayanan Publik. 2(1).

Siscawati M. 2019. Gender dan Inklusi Sosial : Sebuah Pengantar. Program Studi Kajian Gender. Sekolah Kajian Stratejik dan Global. Universitas Indonesia. Materi Diskusi dengan Peneliti BBRSEKP. Unpublished.

Soekanto S. 1997. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soemardjan S. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi: Buku Bacaan untuk Kuliah Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Spradley J. 1972. Culture and Cognition: Rules, Maps and Plans. San Francisco: Chandler dalam Thohir, M. (1999). Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran. Bendera: Semarang.

Suparlan P. 1986. Kebudayaan dan pembangunan. Media IKA. 14: 2–19.

Page 169: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 170: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

BagianKeempat

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KEMATANGAN GENDER KELOMPOK USAHA PERIKANAN

Menuju Kematangan Gender

Page 171: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 172: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

EPILOG: MENGUKUR KEMATANGAN GENDER

KELOMPOK USAHA PERIKANAN

Armen ZulhamBalai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Gedung BRSDM KP I Lt. 4. Jl. Pasir Putih 1 - Ancol Timur, Jakarta Utara 14430

Email: [email protected]

PendahuluanKematangan gender (gender maturity framework) merupakan konsep yang digunakan untuk menilai suatu kebijakan, kelembagaan atau organisasi di dalam masyarakat responsif gender. Teknik ini dirancang untuk mengukur kapasitas dari kebijakan, kelembagaan atau organisasi berperan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Implementasi kesetaraan dan keadilan gender yang dilakukan Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat saat ini adalah melalui berbagai kegiatan pada organisasi/kelembagaan atau kelompok. Organisasi/kelembagaan disebut mencapai kematangan gender jika kegiatan yang dilaksanakan responsif gender. International Trade Center (2020) mendefinisikan 3 tingkat kematangan gender yaitu: tingkat kematangan gender terbatas (limited gender maturity), tingkat kematangan gender berkembang (evolving gender maturity), dan tingkat kematangan gender maju (advanced gender maturity).

Jika demikian halnya maka pengukuran kematangan gender dapat dilakukan terhadap program pemberdayaan masyarakat pada Sektor Kelautan dan Perikanan, seperti: Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar), Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan), Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR), Kelompok

Page 173: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

160

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Masyarakat Pesisir (KMP) atau terhadap suatu kebijakan. Pada konsep ini, relasi laki-laki dan perempuan di dalam kelompok usaha perikanan atau kebijakan diukur dalam skala nol, setengah, dan satu tentang status dan perannya dalam masyarakat, komunitas dan keluarga (Barclay et al. 2019; Ponthieux & Dominique 2015).

Kelompok usaha perikanan di atas adalah wadah pemberdayaan perempuan yang dibentuk pemerintah agar pekerjaan produktif perempuan (istri pelaku usaha perikanan) menghasilkan pendapatan, serta perempuan yang ikut program pembangunan memiliki kegiatan produktif di luar kegiatan domestik. Kelompok yang demikian, dibentuk pada berbagai pusat aktivitas usaha perikanan. Pada satu desa perikanan, dibentuk lebih dari satu kelompok usaha perikanan dengan struktur dan aturan yang relatif seragam. Efektivitas kelompok usaha perikanan tersebut mencapai kematangan gender (gender maturity) menarik dipelajari karena tujuan pembentukan kelompok usaha perikanan itu adalah untuk kepentingan distribusi program bantuan serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan.

Pertanyaannya, apakah kelompok-kelompok usaha perikanan tersebut mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui kegiatan pemberdayaan perempuan? Analisis aspek sosiologi tentang kelompok pemberdayaan perempuan pernah dilakukan Soetrisno (1990) dan Sofiani (2009), hasilnya menunjukkan kemampuan organisasi pemberdayaan perempuan di pedesaan dalam advocacy kesetaraan dan keadilan gender masih lemah. Hal ini disebabkan karena organisasi seperti itu tidak dikontruksikan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Sementara analisis Suradisatra (2006) tentang kelompok/kelembagaan yang dibangun dengan pendekatan koersif (kelembagaan yang dipaksakan – top down) kemampuannya tidak efektif, apalagi anggota kelompok/kelembagaan tersebut merupakan kerabat perangkat desa atau ketua kelompok.

Pada masa yang akan datang, kelompok usaha perikanan seperti yang disebutkan di atas harus mampu berperan dalam mengatasi permasalahan gender di sentra produksi perikanan serta pembangunan kelautan dan perikanan secara nasional. Kelompok usaha perikanan harus dikembangkan dalam skala luas sehingga menjadi lembaga pemberdayaan ekonomi

Page 174: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

161

Epilog: Mengukur Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

perempuan yang digagas secara nasional. Jika hal itu dapat direalisasikan maka gender mainstraiming implementasinya terjadi dalam skala luas pada pembangunan perikanan di Indonesia.

Peran kelompok usaha perikanan tersebut harus dipahami dari aspek proses dan tujuan (Yustika 2012). Dari sisi proses kelompok usaha perikanan merupakan upaya mendesain pola interaksi antar pelaku usaha (di dalam kelompok dan di luar kelompok) agar transaksi/kesepakatan dapat terjadi dan berjalan lancar sehingga terwujud kesetaraan dan keadilan gender. Sementara dari aspek tujuan maka kelompok usaha itu adalah upaya menciptakan efisiensi ekonomi yang adil dan setara gender berdasarkan struktur kekuasaan ekonomi, politik dan sosial antar pelaku usaha. Interaksi antar pelaku usaha pada kelompok usaha perikanan itu hanya akan terjadi antara pelaku usaha yang efisien secara ekonomi. Jika pemberdayaan perempuan menurut proses dan tujuan tersebut berfungsi seperti yang diuraikan di atas, kematangan gender kelompok usaha perikanan tersebut telah terjadi.

Oleh sebab itu, tujuan tulisan ini adalah melakukan assessment tingkat kematangan gender kelompok usaha perikanan yang disebutkan di atas. Assessment tersebut memanfaatkan informasi hasil survei tahun 2014 dan 2019 yang terkait dengan kelompok-kelompok pemberdayaan perempuan yang disebutkan pada berbagai tulisan dalam buku ini.

Tingkat Kematangan GenderPengukuran tingkat responsif gender kelompok usaha perikanan: KUB, Poklahsar, Pokdakan, KUGAR, dan KMP didasarkan pada pendekatan yang dikembangkan oleh International Trade Center (2020). Pendekatan tersebut disebut sebagai kerangka kematangan gender (gender maturity framework). Kematangan gender menunjukkan kapasitas kelompok usaha perikanan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender pada kelompoknya, komunitas dan masyarakat dalam perekonomian. Pada konsep ini kelompok tersebut merupakan organisasi yang memiliki aturan atau kesepakatan sehingga karakter kelompok dapat dijadikan dasar untuk menilai kemampuan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (Syahyuti 2004).

Page 175: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

162

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tulisan ini mempelajari karakter kelompok usaha perikanan yang dibentuk pada berbagai daerah dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui pemberdayaan perempuan. Karakter kelompok usaha perikanan itu terdiri dari tiga perspektif, yaitu: perspektif dimensional, benchmarking, dan diagnostik. Karakter pertama mempelajari kapasitas dan kegiatan kelompok usaha perikanan dari aspek sosial, ekonomi dan budaya terkait dengan perannya dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Karakter kedua, terkait dengan kapasitas dan kegiatan kelompok usaha perikanan mencapai standar akses potensi ekonomi (seperti kredit, sumber bantuan lainnya), tingkat pendapatan dan tingkat upah serta kesempatan kerja perempuan. Sementara perspektif diagnostik menilai kemampuan negosiasi yang harus dimiliki oleh kelompok usaha perikanan agar dapat mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, seperti kemampuan negosiasi perbaikan upah, kondisi kerja, dan waktu kerja.

Pedekatan di atas dianalisis secara deskriptif dengan memanfaatkan informasi dari hasil-hasil penelitian yang telah tersedia. Variabel disusun dari 3 perspektif di atas dengan mempertimbangkan karakteristik perspektif tersebut. Penilaian variabel dilakukan melalui skoring (tingkat responsif gender terbatas dengan nilai nol; tingkat responsif gender berkembang dengan nilai 0,5; dan tingkat responsif gender maju dengan nilai 1).

Berdasarkan nilai skoring tersebut, ditentukan tingkat kematangan gender dari kelompok usaha perikanan yang telah diuraikan pada berbagai tulisan dalam buku ini. Menurut kategori International Trade Center (2020), kelompok usaha perikanan disebut tingkat kematangan gender terbatas (limited gender maturity) jika nilai skor ≤ 33%; tingkat kematangan gender berkembang (evolving gender maturity) jika skor > 33% sampai ≤ 66%; dan tingkat kematangan gender maju (advanced gender maturity) jika skor > 66%–100%.

Pendekatan kematangan gender dikembangkan juga oleh Fesenko, Shakhov & Fesenko (2017), pendekatan tersebut digunakan untuk evaluasi pencapaian kematangan gender dari proyek (Project Management Organization - PMO). Penilaian dirancang dalam 8 level kematangan

Page 176: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

163

Epilog: Mengukur Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

gender. Setiap level terdiri dari berbagai variabel terkait manajemen PMO serta variabel teknis dari PMO. Pendekatan ini menggunakan nilai skoring dalam interval nilai 0 dan 1 terhadap berbagai variabel pada 8 level.

Dengan demikian, tingkat kematangan gender merupakan identitas individu, organisasi (termasuk kelompok usaha perikanan) terkait dengan kemampuan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender pada lingkungannya (Moskowitz 2014).

Assessment Tingkat Kematangan GenderTingkat kematangan gender dianalisis terhadap kelompok usaha perikanan: KUB, Poklahsar, Pokdakan, KUGAR dan KMP yang tersebar di Kecamatan Cilincing - Jakarta Utara; Kecamatan Rowosari - Kabupaten Kendal; Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Kemang, Kecamatan Ciampea, Kecamatan Cibinong - Kabupaten Bogor; Kecamatan Pakuhaji - Kabupaten Tangerang; Kecamatan Pahunga Lodu, Kecamatan Rindi, Kecamatan Wula Waijelu dan Kecamatan Umalulu - Kabupaten Sumba Timur; Kecamatan Padang Jaya - Kabupaten Bengkulu Utara.

Analisis kesetaraan dan keadilan gender (responsif gender) dilakukan menurut perspektif dimensional, untuk menilai kapabilitas dan aksi kelompok usaha perikanan dari: aspek sosial yang mencakup pengendalian friksi sosial dan konflik sosial; aspek ekonomi terdiri dari skill perempuan dalam aktivitas ekonomi, mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan dalam masyarakat; serta aspek budaya yang meliputi kesiapan mempertahankan budaya dan menerima perubahan.

Sementara menurut perspektif benchmarking yang dinilai adalah kemampuan kelompok usaha perikanan memanfaatkan standar (aturan) yang ada untuk mengakses sumber modal, penentuan jenis teknologi, penentuan tingkat upah dan kesempatan kerja perempuan. Penilaian dari perspektif diagnostik mencakup kemampuan perempuan bernegosiasi mendapat bantuan modal, memilih dan membeli teknologi, perbaikan upah, kondisi kerja dan waktu kerja.

Page 177: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

164

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Tabel 1 memberi gambaran skor tingkat responsif gender berbagai kelompok usaha perikanan dari perspektif dimensional, benchmarking dan diagnostik yang terkait dengan pemberdayaan perempuan (istri pelaku usaha perikanan). Analisis mengunakan 7 variabel dimensional, 4 variabel benchmarking, dan 5 variabel perspektif diagnostik (Tabel 1).

Kelompok usaha perikanan disebut berada pada tingkat responsif gender terbatas (limited gender responsiveness), jika kapabilitas dan kegiatannya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender hanya efektif pada kelompok tersebut saja; tingkat responsif gender berkembang (evolving gender responsiveness) jika kemampuan kelompok mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam komunitas mengikuti peraturan/kesepakatan untuk mengakses berbagai potensi ekonomi; dan disebut tingkat responsif gender maju (advanced gender responsiveness) jika kelompok usaha tersebut mempunyai kemampuan negosiasi dalam implementasi kesetaraan dan keadilan gender dalam perekonomian.

Tabel 1 memberi informasi gabungan tentang tingkat responsif gender pada kelembagaan KUB, Poklahsar, Pokdakan, KUGAR dan KMP di Kecamatan Cilincing - Jakarta Utara; di Kecamatan Rowosari - Kabupaten Kendal; Kecamatan Kemang, Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibinong, Kecamatan Ciseeng - Kabupaten Bogor; Kecamatan Pakuhaji - Kabupaten Tangerang; Kecamatan Pahunga Lodu, Kecamatan Rindi, Kecamatan Wula Waijelu dan Kecamatan Umalulu - Kabupaten Sumba Timur; Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara.

Informasi pada Tabel 1, secara umum menunjukkan tingkat responsif gender kelompok usaha perikanan pada berbagai lokasi yang disebutkan di atas masih pada tingkat responsif terbatas. Artinya kesetaraan dan keadilan gender hanya terjadi di dalam kelompok itu saja. Implementasi kesetaraan dan keadilan gender di luar kelompok perikanan hanya terjadi untuk variabel peningkatan skill, kemampuan menerima perubahan, penentuan jenis teknologi dan penentuan tingkat upah. Sementara variabel tingkat kesiapan mempertahankan budaya pada kelompok usaha perikanan masuk pada kategori tingkat responsif gender maju. Variabel budaya ini adalah untuk memajukan perekonomian sehingga dapat dinegosiasikan dengan tokoh adat atau tokoh masyarakat pada lokasi

Page 178: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

165

Epilog: Mengukur Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

kelompok usaha perikanan tersebut, tujuannya agar kegiatan ekonomi yang dikembangkan dapat berfungsi sesuai dengan perilaku/budaya pada lokasi tersebut.

Tabel 1 Tingkat responsif gender kelompok usaha perikanan pada berbagai lokasi penelitian, 2014–2019

VariabelNilai tingkat responsif gendera)

Terbatas Berkembang MajuPerspektif dimensional

Pengendalian friksi sosial1. 0 - -Pengendalian konflik sosial2. 0 - -Peningkatan 3. skill - 0,5 -Kesejahteraan masyarakat4. 0 - -Pemerataan pendapatan 5. dalam masyarakat 0 - -

Kesiapan mempertahankan 6. budaya - - 1

Kemampuan menerima 7. perubahan - 0.5 -

Perspektif benchmarkingAkses sumber modal8. 0 - -Penentuan jenis teknologi9. - 0,5 -Penentuan tingkat upah10. - 0,5 -Kesempatan kerja 11. perempuan dalam perekonomian

0 - -

Perspektif diagnostikKemampuan negosiasi 12. mendapat bantuan modal 0 - -

Memilih dan membeli 13. teknologi untuk usaha 0 - -

Negosiasi perbaikan upah14. 0 - -Negosiasi kondisi kerja15. 0 - -Negosiasi waktu kerja16. - 0,5 -

Keterangan: a) Nilai skor 0 adalah tingkat responsif gender terbatas. Nilai skor 0,5 tingkat responsif gender berkembang. Nilai skor 1 tingkat responsif gender maju.

Page 179: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

166

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

International Trade Center (2020) menyusun skala tingkat kematangan gender dari nilai skor tingkat responsif gender pada Tabel 1 dalam 3 kategori, yaitu:

Tingkat kematangan gender terbatas (1. limited gender maturity) dengan nilai ≤ 33,33%

Tingkat kematangan gender berkembang (2. evolving gender maturity) dengan nilai

> 33,33% sampai dengan ≤ 66,66%3.

Tingkat kematangan gender maju (4. advanced gender maturity) > 66,66% sampai dengan 100%.

Nilai tingkat kematangan gender (gender maturity) kelembagaan/kelompok usaha KUB, Poklahsar, Pokdakan, KUGAR, dan KMP dari tulisan-tulisan dalam buku ini hanya mencapai 12,5%. Angka ini menunjukkan kapasitas implementasi kesetaraan dan keadilan gender dari kelompok usaha perikanan hanya terjadi di dalam kelompok saja. Angka ini memberi indikasi internalisasi pengarusutamaan gender di dalam masyarakat perikanan memerlukan suatu terobosan kebijakan.

Kesetaraan Gender pada Kelompok Usaha PerikananNilai tingkat kematangan gender kelompok usaha perikanan (12,5%) tersebut mempunyai arti strategis dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Pada tingkat kematangan gender terbatas itu, kelompok usaha perikanan di Indonesia perlu dikonsolidasi agar fungsi kelembagaan dan jenis kegiatan dapat berperan menjadi fungsi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

Sementara pada kelompok usaha perikanan dengan tingkat kematangan gender berkembang dan maju maka yang diperlukan adalah koreksi atau penyempurnaan kegiatan kelompok usaha sesuai dengan perkembangan perekonomian, apalagi fungsi kelembagaan telah terwujud dan mengikat semua anggotanya.

Page 180: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

167

Epilog: Mengukur Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pada kelompok usaha dengan tingkat kematangan gender terbatas, fungsi kelembagaan dan kegiatan harus diperbaiki sehingga kelompok usaha perikanan mampu mencapai kategori tingkat kematangan gender berkembang dan maju. Fungsi kelembagaan kelompok usaha perikanan itu harus bergeser dari:

Kelompok penerima bantuan untuk memenuhi kebutuhan kelompok 1. dan pelaksana program (objek pembangunan), menjadi kelompok yang berfungsi sebagai subjek pembangunan berorientasi pasar.

Sebagai objek pembangunan kelompok usaha tersebut menyebabkan timbulnya friksi sosial pada lingkungannya bahkan konflik sosial dalam masyarakat. Friksi sosial terjadi ketika kelompok itu menerima bantuan atau melaksanakan kegiatan pelatihan hanya untuk kelompok itu saja. Hal ini terjadi karena anggota kelompok terdiri dari orang-orang yang memiliki skill yang sama, bahkan anggotanya merupakan kerabat ketua kelompok. Ikatan horizontal tersebut mendorong kelompok usaha perikanan tersebut tidak responsif gender.

Sebagai subjek pembangunan, anggota kelembagaan memiliki skill yang berbeda, ikatan vertikal harus dikembangkan dengan kelembagaan atau kelompok lain untuk mengoptimalkan bantuan yang diberikan pemerintah serta memanfaatkan berbagai potensi ekonomi di luar kelompok. Kelompok usaha perikanan sebagai subjek pembangunan dapat menjadi pelopor peningkatan skill dalam masyarakat, serta pemerataan pendapatan sehingga menjadi motor pencapaian kesetaraan dan keadilan gender. Kelompok usaha yang demikian dapat disebut sebagai agen perubahan yang dapat berfungsi sebagai wadah mempertahankan budaya, dan mampu membangun sosial kapital masyarakat.

Sasaran kerja kelompok yang semula berorientasi internal kelompok 2. dan tergantung pada bantuan dan advokasi bantuan pemerintah, menjadi lembaga yang berorientasi masyarakat yang mampu mengakses modal, teknologi, mampu memberi kesempatan kerja pada perempuan serta mempengaruhi kebijakan upah.

Kelompok yang statis dan pasif hanya menunggu dan berharap dari 3. pemerintah menjadi lembaga yang dinamis dengan berbagai kegiatan sehingga mampu melakukan negosiasi untuk mengakses sumber

Page 181: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

168

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

permodalan, sumber teknologi, kondisi kerja dan waktu kerja, serta perbaikan upah. Kemampuan negosiasi tersebut merupakan salah satu strategi untuk mengatasi ketidakadilan dan tidak setara gender pada perekonomian.

Sifat kegiatan kelompok usaha perikanan harus diubah dari yang berorientasi pasif, menunggu pelaksanaan kegiatan untuk dilatih atau ikut magang yang direncanakan pemerintah atau stakeholder lain, menjadi kelompok usaha yang menawarkan berbagai materi pelatihan atau sebagai tempat pelatihan/magang untuk kelompok usaha perikanan yang lain. Kegiatan ini hanya dapat dilakukan oleh kelompok yang memiliki jaringan kerja yang luas dengan berbagai kepakaran sehingga implementasi pengarusutamaan gender telah berjalan dengan baik.

Demikian juga dari kegiatan yang bersifat pasif yang mengacu pada konsep “trickle down effect”, di mana yang dilatih dapat melanjutkan hasil latihan kepada kelompok lain. Namun, trickle down effect tersebut efektivitasnya terbatas karena anggota yang telah dilatih tidak dapat memberikan hasil pelatihan kepada anggota kelompok atau kelompok lain karena berbagai kendala, terutama tingkat pendidikan anggota kelompok yang rendah serta alokasi waktu kerja domestik cukup besar dibandingkan kerja produktif.

KesimpulanKonsep kematangan gender adalah pendekatan yang digunakan untuk mengetahui kapasitas kelompok usaha perikanan dalam implementasi strategi pengarusutamaan gender pada masyarakat perikanan. Tingkat kematangan gender terkait erat dengan tingkat responsif gender kelompok usaha perikanan. Kelompok usaha perikanan yang dibentuk oleh pemerintah cenderung berada pada kategori tingkat kematangan gender terbatas karena kelompok usaha perikanan tersebut dibentuk dengan struktur kelembagaan serta persyaratan yang seragam. Pengaruh kelompok usaha perikanan tersebut pada komunitas di desa atau masyarakat luas sangat terbatas.

Kelompok usaha perikanan yang terdapat di desa tersebut cenderung memicu friksi sosial, antara anggota kelompok dengan anggota masyarakat karena anggota kelompok usaha perikanan tersebut umumnya adalah

Page 182: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

169

Epilog: Mengukur Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

kerabat dekat dari ketua kelompok. Fenomena kelompok usaha perikanan tersebut membuat tingkat sensitif gender kelompok tersebut sangat terbatas.

Kesetaraan dan keadilan gender dalam desa mensyaratkan kelembagaan kelompok usaha perikanan yang dibentuk cakupannya seluruh masyarakat desa. Jika demikian maka diperlukan desain kelembagaan kelompok usaha perikanan menjadi sebuah gerakan desa. Gerakan ini dapat memperkuat tingkat responsif gender di dalam desa sehingga kesetaraan gender dan keadilan gender dapat diwujudkan melalui kepedulian kelompok usaha tersebut terhadap ketersediaan kesempatan kerja laki-laki dan perempuan, serta upah yang adil dan sesuai.

Kelembagaan kelompok usaha perikanan skala desa anggotanya heterogen. Kelembagaan yang demikian memerlukan tokoh entrepreneur desa yang dapat mendukung peningkatan produksi hasil perikanan, memperluas kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha untuk laki-laki dan perempuan sehingga friksi sosial di dalam masyarakat desa dapat dikendalikan.

Dengan demikian dalam konsepsi pengarusutamaan gender, kelompok usaha dengan skala desa menjadi titik sentral di dalam mewujudkan kematangan gender pada masyarakat perikanan. Gerakan kelompok usaha perikanan skala desa, menjadikan desa sebagai kawasan bisnis penting yang menjadi penopang hidup masyarakat pedesaan dan perkotaan.

Daftar PustakaBarclay K, Leduc B, Mangubhai S, Vunisea A, Namakin B, Teimarane M,

Leweniqila L. 2019. Module 1: Introduction. In: Barclay K., Leduc B., Mangubhai S. and Donato-Hunt C. (eds.). Pacific Handbook for Gender Equity and Social Inclusion in Coastal Fisheries and Aquaculture. Pacific Community (SPC), Noumea, New Caledonia. 20 p.

Fesenko T, A Shakhov, G Fesenko. 2017. Modeling of maturity of gender-oriented project management office. Eastern-European Journal of Enterprise Technologies. 5(3): 89. DOI: 10.15587/1729-4061.2017.110286.

Page 183: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

170

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

International Trade Centre. 2020. Mainstreaming Gender in Free Trade Agreements. Geneva: ITC.

Moskowitz M. 2014. Gender, maturity, and “going out into the world”: self-referent term choice at Ogasawara Middle School. U.S. Japan Women’s Journal. 47: 73–99. DOI: 10.1353/jwj.2015.0002.

Ponthieux S, Dominique M. 2015. Gender inequality. Handbook of Income Distribution. Chapter 12. 2: 981–1146.

Syahyuti. 2004. Model Kelembagaan Penunjang Pengembangan Pertanian di Lahan Lebak. Workshop Nasional Pengembangan Lahan Rawa Lebak, Balittra Tanggal 11–12 Oktober 2004 di Banjarbaru Dan Kandangan, Kalimantan Selatan.

Suradisastra K. 2006. Revitalisasi kelembagaan untuk percepatan pembangunan sektor pertanian dalam otonomi daerah. Analisis Kebijakan Pertanian. 4(4): 281–314.

Soetrisno L. 1990. Peranan wanita dalam pembangunan: suatu perspektif sosiologis. Populasi. 1(1): 13–21.

Sofiani T. 2009. Membuka ruang partisipasi perempuan dalam pembangunan. Muwazah. 1(1): 63–71.

Yustika AE. 2012. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori dan Kebijakan. Jakarta: Penerbit Erlangga. 303 p.

Page 184: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

PROFIL EDITOR DAN PENULIS

Armen Zulham, lahir di Banda Aceh 10 Desember 1960. Saat ini adalah Peneliti Ahli Utama Bidang Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Karier peneliti dimulai sejak tahun 1985 pada Pusat Agro Ekonomi (sekarang Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Kementerian Pertanian di Bogor. Setelah

menyelesaikan Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana – Institut Pertanian Bogor, menjadi Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di Provinsi Aceh - Badan Litbang Pertanian (2006–2007). Pada Februari 2007, bergabung sebagai peneliti merangkap Kepala Bidang Tata Operasional Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jabatan Kepala Bidang Tata Operasional berakhir pada awal tahun 2015. Tahun 2019 dipilih sebagai Ketua Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Saat ini bergabung sebagai anggota organisasi profesi HIMPENINDO, IMFISERN, PERHEPI, dan AFS. Aktif melakukan penelitian aspek sosial ekonomi kelautan dan perikanan dan menulis berbagai buku dan artikel ilmiah, serta ikut serta sebagai pemakalah pada beberapa seminar nasional dan internasional. Pada tahun 2011 menggagas kegiatan pemberdayaan masyarakat perikanan melalui Klinik IPTEK Mina Bisnis (KIMBis). Selama tahun 2011–2014 diberi tanggung jawab menjadi koordinator program KIMBis pada 14 lokasi di seluruh Indonesia oleh Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan-Jakarta. Sejak 2014 sampai 2017 banyak melakukan penelitian tentang dinamika masyarakat perikanan di Teluk Jakarta. Penelitian pengembangan perikanan tangkap laut di WPP 711 – khusus Laut Natuna Utara, WPP 715 – khususnya pada Kota Ternate, dan WPP 714 – khususnya pada kawasan Teluk Kendari dan Laut Banda. Pada tahun 2018 dan 2019 melakukan berbagai penelitian terkait dengan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Sebatik dan Sumba Timur, Penelitian Kemitraan Pembiayaan dan Pemasaran Perikanan serta Penelitian Budaya Bahari.

46

TENTANG PENULIS BUKU INI

Armen Zulham, lahir di Banda Aceh 10 Desember 1960. Saat ini adalah Peneliti Ahli Utama Bidang Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Karier peneliti dimulai sejak tahun 1985 pada Pusat Agro Ekonomi (sekarang Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Kementerian Pertanian di Bogor. Setelah menyelesaikan Program Doktor pada Sekolah Pasca Sarjana – Institut Pertaninan Bogor, menjadi Kepala Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian di Provinsi Aceh - Badan Litbang Pertanian (2006 – 2007). Pada Pebruari 2007, bergabung sebagai peneliti merangkap Kepala Bidang Tata Operasional Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jabatan Kepala Bidang Tata Operasional berakhir pada awal tahun 2015. Tahun 2019 dipilih sebagai Ketua Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Saat ini bergabung sebagai anggota organisasi profesi HIMPENINDO, IMFISERN, PERHEPI dan AFS. Aktif melakukan penelitian aspek sosial ekonomi kelautan dan perikanan dan menulis berbagai buku dan artikel ilmiah, serta ikut serta sebagai pemakalah pada beberapa seminar nasional dan internasional. Pada tahun 2011 menggagas kegiatan pemberdayaan masyarakat perikanan melalui Klinik IPTEK Mina Bisnis (KIMBis). Selama tahun 2011 – 2014 diberi tanggung jawab menjadi koordinator program KIMBis pada 14 lokasi diseluruh Indonesia oleh Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan-Jakarta. Sejak 2014 sampai 2017 banyak melakukan penelitian tentang dinamika masyarakat perikanan di Teluk Jakarta. Penelitian pengembangan perikanan tangkap laut di WPP 711 – khusus Laut Natuna Utara, WPP 715 – khususnya pada Kota Ternate, dan WPP 714 – khususnya pada kawasan Teluk Kendari dan Laut Banda. Pada tahun 2018 dan 2019 melakukan berbagai penelitian terkait dengan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Sebatik dan Sumba Timur, Penelitian Kemitraan Pembiayaan dan Pemasaran Perikanan serta Penelitian Budaya Bahari.

Christina Yuliaty, lahir di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1979. Menyelesaikan Pendidikan Formal sebagai Sarjana dan Pascasarjana dari Departemen Antropologi, Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Bergabung sejak tahun 2009 pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset Sumberdaya Manusia

Page 185: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

172

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Christina Yuliaty, lahir di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1979. Menyelesaikan Pendidikan Formal sebagai Sarjana dan Pascasarjana dari Departemen Antropologi, Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Bergabung sejak tahun 2009 pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai peneliti dan bergabung dengan

kelompok peneliti Sosial dan Kelembagaan. Penulis terlibat dalam berbagai penelitian khususnya di bidang antropologi. Penulis banyak terlibat pada penelitian yang bertema budaya dan kearifan lokal pada masyarakat Kelautan dan Perikanan. Organisasi profesi yang diikuti adalah Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN), dan Asian Fisheries Society (AFS).

Hikmah adalah Peneliti Madya bidang Sosial Budaya dan Kelembagaan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penulis dilahirkan di Anjir Serapat (Kuala Kapuas), Kalimantan tengah, pada tanggal 16 Februari 1976. Pendidikan formal sebagai Sarjana Perikanan bidang Manajemen

Sumberdaya Perikanan ditempuh pada Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya (UNPAR), lulus 1999. Lulus S-2 Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan (SPL) IPB Bogor tahun 2002. Sejak tahun 2002 memulai karir sebagai staf peneliti di Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Sejak 2005 hingga saat ini bertugas sebagai peneliti pada Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan pada BBPSEKP. Hingga saat ini telah menghasilkan karya tulis ilmiah, baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah yang diseminarkan. Publikasi yang diterbitkan, antara lain Analisis Indeks

46

TENTANG PENULIS BUKU INI

Armen Zulham, lahir di Banda Aceh 10 Desember 1960. Saat ini adalah Peneliti Ahli Utama Bidang Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan di Jakarta. Karier peneliti dimulai sejak tahun 1985 pada Pusat Agro Ekonomi (sekarang Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Kementerian Pertanian di Bogor. Setelah menyelesaikan Program Doktor pada Sekolah Pasca Sarjana – Institut Pertaninan Bogor, menjadi Kepala Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian di Provinsi Aceh - Badan Litbang Pertanian (2006 – 2007). Pada Pebruari 2007, bergabung sebagai peneliti merangkap Kepala Bidang Tata Operasional Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jabatan Kepala Bidang Tata Operasional berakhir pada awal tahun 2015. Tahun 2019 dipilih sebagai Ketua Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Saat ini bergabung sebagai anggota organisasi profesi HIMPENINDO, IMFISERN, PERHEPI dan AFS. Aktif melakukan penelitian aspek sosial ekonomi kelautan dan perikanan dan menulis berbagai buku dan artikel ilmiah, serta ikut serta sebagai pemakalah pada beberapa seminar nasional dan internasional. Pada tahun 2011 menggagas kegiatan pemberdayaan masyarakat perikanan melalui Klinik IPTEK Mina Bisnis (KIMBis). Selama tahun 2011 – 2014 diberi tanggung jawab menjadi koordinator program KIMBis pada 14 lokasi diseluruh Indonesia oleh Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan-Jakarta. Sejak 2014 sampai 2017 banyak melakukan penelitian tentang dinamika masyarakat perikanan di Teluk Jakarta. Penelitian pengembangan perikanan tangkap laut di WPP 711 – khusus Laut Natuna Utara, WPP 715 – khususnya pada Kota Ternate, dan WPP 714 – khususnya pada kawasan Teluk Kendari dan Laut Banda. Pada tahun 2018 dan 2019 melakukan berbagai penelitian terkait dengan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Sebatik dan Sumba Timur, Penelitian Kemitraan Pembiayaan dan Pemasaran Perikanan serta Penelitian Budaya Bahari.

Christina Yuliaty, lahir di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1979. Menyelesaikan Pendidikan Formal sebagai Sarjana dan Pascasarjana dari Departemen Antropologi, Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Bergabung sejak tahun 2009 pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset Sumberdaya Manusia

47

Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sebagai peneliti dan bergabung dengan kelompok peneliti Sosial dan Kelembagaan. Penulis terlibat dalam berbagai penelitian khususnya dibidang antropologi. Penulis banyak terlibat pada penelitian yang bertema budaya dan kearifan lokal pada masyarakat Kelautan dan Perikanan. Organisasi profesi yang diikuti adalah Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN), dan Asian Fisheries Society (AFS).

Hikmah adalah Peneliti Madya bidang Sosial Budaya dan Kelembagaan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penulis dilahirkan di Anjir Serapat (Kuala Kapuas), Kalimantan tengah, pada tanggal 16 Februari 1976. Pendidikan formal sebagai Sarjana Perikanan bidang Manajemen Sumberdaya Perikanan ditempuh pada Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya (UNPAR), lulus 1999. Lulus S2 Program Studi Ilmu

Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan (SPL) IPB Bogor tahun 2002. Sejak tahun 2002 memulai karir sebagai staf peneliti di Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Sejak 2005 hingga saat ini bertugas sebagai peneliti pada Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan pada BBPSEKP. Hingga saat ini telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah yang diseminarkan. Publikasi yang diterbitkan antara lain Analisis Indeks Dan Status Keberlanjutan Peran Serta Wanita Dalam Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan, Pola Pembagian Kerja Dan Kontribusi Gender Terhadap Pendapatan Keluarga: Studi Kasus Rumah Tangga Nelayan Di Desa Batanjung Kabupaten Kapuas, Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah, Buku: Peran Gender dalam Rumah Tangga Nelayan, Bunga Rampai: Dinamika Peran Gender.

Nensyana Shafitri dilahirkan di Klaten Jawa Tengah. Lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung dan menyelesaikan pendidikan S2 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada Sekolah Pascasarjana Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan. Penulis bergabung pada Balai Besar

Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2008 dan terlibat aktif dalam Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Sosial dan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Topik penelitian yang pernah dilakukan terkait minapolitan perikanan budidaya, panel kelautan dan perikanan, model integrasi sosial ekonomi di pulau-pulau terluar, gender di perikanan serta diseminasi kelautan dan perikanan. Saat ini penulis tergabung dalam organisasi profesi Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Asian Fisheries Society (AFS), dan Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN). Karya – karya ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain telah diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, prosiding.

Page 186: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

173

Profil Editor dan Penulis

dan Status Keberlanjutan Peran Serta Wanita dalam Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan, Pola Pembagian Kerja dan Kontribusi Gender terhadap Pendapatan Keluarga: Studi Kasus Rumah Tangga Nelayan di Desa Batanjung Kabupaten Kapuas, Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah, Buku: Peran Gender dalam Rumah Tangga Nelayan, Bunga Rampai: Dinamika Peran Gender.

Nensyana Shafitri dilahirkan di Klaten Jawa Tengah. Lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung dan menyelesaikan pendidikan S-2 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada Sekolah Pascasarjana Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan. Penulis bergabung pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2008 dan terlibat aktif dalam Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan

Sosial dan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Topik penelitian yang pernah dilakukan terkait minapolitan perikanan budi daya, panel kelautan dan perikanan, model integrasi sosial ekonomi di pulau-pulau terluar, gender di perikanan serta diseminasi kelautan dan perikanan. Saat ini penulis tergabung dalam organisasi profesi Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Asian Fisheries Society (AFS), dan Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN). Karya-karya ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain telah diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, prosiding.

Permana Ari Soejarwo peneliti muda Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan – Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan - Kementerian Kelautan dan Perikanan bertugas sejak tahun 2008 hingga saat ini. Fokus bidang keilmuan penulis yaitu Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Perikanan dan Lingkungan Pesisir Pulau-pulau Kecil. Latar belakang pendidikan penulis, lulusan S-1 jurusan Oseanografi Universitas

47

Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sebagai peneliti dan bergabung dengan kelompok peneliti Sosial dan Kelembagaan. Penulis terlibat dalam berbagai penelitian khususnya dibidang antropologi. Penulis banyak terlibat pada penelitian yang bertema budaya dan kearifan lokal pada masyarakat Kelautan dan Perikanan. Organisasi profesi yang diikuti adalah Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN), dan Asian Fisheries Society (AFS).

Hikmah adalah Peneliti Madya bidang Sosial Budaya dan Kelembagaan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penulis dilahirkan di Anjir Serapat (Kuala Kapuas), Kalimantan tengah, pada tanggal 16 Februari 1976. Pendidikan formal sebagai Sarjana Perikanan bidang Manajemen Sumberdaya Perikanan ditempuh pada Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya (UNPAR), lulus 1999. Lulus S2 Program Studi Ilmu

Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan (SPL) IPB Bogor tahun 2002. Sejak tahun 2002 memulai karir sebagai staf peneliti di Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Sejak 2005 hingga saat ini bertugas sebagai peneliti pada Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan pada BBPSEKP. Hingga saat ini telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah yang diseminarkan. Publikasi yang diterbitkan antara lain Analisis Indeks Dan Status Keberlanjutan Peran Serta Wanita Dalam Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan, Pola Pembagian Kerja Dan Kontribusi Gender Terhadap Pendapatan Keluarga: Studi Kasus Rumah Tangga Nelayan Di Desa Batanjung Kabupaten Kapuas, Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah, Buku: Peran Gender dalam Rumah Tangga Nelayan, Bunga Rampai: Dinamika Peran Gender.

Nensyana Shafitri dilahirkan di Klaten Jawa Tengah. Lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung dan menyelesaikan pendidikan S2 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada Sekolah Pascasarjana Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan. Penulis bergabung pada Balai Besar

Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2008 dan terlibat aktif dalam Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Sosial dan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Topik penelitian yang pernah dilakukan terkait minapolitan perikanan budidaya, panel kelautan dan perikanan, model integrasi sosial ekonomi di pulau-pulau terluar, gender di perikanan serta diseminasi kelautan dan perikanan. Saat ini penulis tergabung dalam organisasi profesi Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Asian Fisheries Society (AFS), dan Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN). Karya – karya ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain telah diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, prosiding.

48

Permana Ari Soejarwo peneliti muda Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan – Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan - Kementerian Kelautan dan Perikanan bertugas sejak tahun 2008 hingga saat ini. Fokus bidang keilmuan penulis yaitu Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Perikanan dan Lingkungan Pesisir Pulau-Pulau Kecil. Latar belakang pendidikan penulis, lulusan S1 jurusan Oseanografi Universitas Diponegoro pada tahun 2006 kemudian melanjutkan ke jenjang S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jurusan Teknik

Lingkungan lulus pada tahun 2016. Pengalaman penulis dalam kegiatan penelitian diantaranya pada tahun 2016 tergabung dalam tim penelitian “Valuasi Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan di Lokasi Rehabilitasi Dan Wisata Bahari”; Pada tahun 2017 menjadi anggota peneliti dalam riset “Model Integrasi Ekonomi Dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan Nasional”; Tahun 2018 tergabung dalam penelitian “Model Integrasi Ekonomi Dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan di Lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Kabupaten Sumba Timur”; Tahun 2019 tergabung dalam tim “Model Penerapan Kegiatan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Bahari Dan Kearifan Lokal Dalam Percepatan Nilai Tambah Wisata Bahari”. Penulis juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelatihan dan seminar baik nasional maupun internasional diantaranya pada tahun 2011 mengikuti pelatihan di Wageningen University and Research, Netherlands dengan tema “Sustainable Marine Developmet”, Pada Tahun 2017 menjadi pemakalah oral dalam seminar “International Symposium On Marine And Fisheries “di UGM Yogyakarta. Tahun 2018 menjadi pemakalah oral dalam “Seminar Nasional Perikanan di UGM Yogyakarta. Tahun 2019 penulis terpilih menjadi peserta “Training on Economic Tools for Marine Conservation & Policy” di Bali Indonesia. Hingga saat ini, penulis telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal nasional, dan prosiding internasional. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected]

Riesti Triyanti, lahir di Banyuwangi, 26 April 1983. Penulis menyelesaikan pendidikan formal sebagai Sarjana Sains dari Universitas Brawijaya, Malang (2006), pada tahun 2016 berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Magister Ilmu Lingkungan di Universitas Diponegoro dan lulus tahun 2018. Penulis bergabung pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang pada Kelompok Peneliti Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Penulis ditetapkan sebagai Peneliti Muda pada tahun 2014. Topik penelitian yang dilakukan seputar

Economic Valuation, Panel Data, Social Ecologycal System, Value Chain, Coastal Management, dan Gender in Fisheries. Pada tahun 2013 dan 2015, penulis berkesempatan mengikuti International Course dengan beasiswa dari Pemerintah Belanda di Wageningen University and Research dengan topik pelatihan Market Access for Sustainable Development: towards pro poor and smallholder inclusive market development dan Ecosystem Approach to Fisheries. Organisasi

Page 187: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

174

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Diponegoro pada tahun 2006 kemudian melanjutkan ke jenjang S-2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jurusan Teknik Lingkungan lulus pada tahun 2016. Pengalaman penulis dalam kegiatan penelitian, di antaranya pada tahun 2016 tergabung dalam tim penelitian “Valuasi Ekonomi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan di Lokasi Rehabilitasi dan Wisata Bahari”; Pada tahun 2017 menjadi anggota peneliti dalam riset “Model Integrasi Ekonomi Dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan Nasional”; Tahun 2018 tergabung dalam penelitian “Model Integrasi Ekonomi dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan di Lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Kabupaten Sumba Timur”; Tahun 2019 tergabung dalam tim “Model Penerapan Kegiatan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Bahari dan Kearifan Lokal dalam Percepatan Nilai Tambah Wisata Bahari”. Penulis juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelatihan dan seminar baik nasional maupun internasional, di antaranya pada tahun 2011 mengikuti pelatihan di Wageningen University and Research, Netherlands dengan tema “Sustainable Marine Developmet”. Pada Tahun 2017 menjadi pemakalah oral dalam seminar “International Symposium On Marine And Fisheries” di UGM Yogyakarta. Tahun 2018 menjadi pemakalah oral dalam “Seminar Nasional Perikanan di UGM Yogyakarta. Tahun 2019 penulis terpilih menjadi peserta “Training on Economic Tools for Marine Conservation & Policy” di Bali Indonesia. Hingga saat ini, penulis telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal nasional, dan prosiding internasional. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected].

Riesti Triyanti, lahir di Banyuwangi, 26 April 1983. Penulis menyelesaikan pendidikan formal sebagai Sarjana Sains dari Universitas Brawijaya, Malang (2006), pada tahun 2016 berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Magister Ilmu Lingkungan di Universitas Diponegoro dan lulus tahun 2018. Penulis bergabung pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang pada

48

Permana Ari Soejarwo peneliti muda Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan – Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan - Kementerian Kelautan dan Perikanan bertugas sejak tahun 2008 hingga saat ini. Fokus bidang keilmuan penulis yaitu Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Perikanan dan Lingkungan Pesisir Pulau-Pulau Kecil. Latar belakang pendidikan penulis, lulusan S1 jurusan Oseanografi Universitas Diponegoro pada tahun 2006 kemudian melanjutkan ke jenjang S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jurusan Teknik

Lingkungan lulus pada tahun 2016. Pengalaman penulis dalam kegiatan penelitian diantaranya pada tahun 2016 tergabung dalam tim penelitian “Valuasi Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan di Lokasi Rehabilitasi Dan Wisata Bahari”; Pada tahun 2017 menjadi anggota peneliti dalam riset “Model Integrasi Ekonomi Dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan Nasional”; Tahun 2018 tergabung dalam penelitian “Model Integrasi Ekonomi Dalam Mendukung Percepatan Industrialisasi Perikanan di Lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Kabupaten Sumba Timur”; Tahun 2019 tergabung dalam tim “Model Penerapan Kegiatan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Bahari Dan Kearifan Lokal Dalam Percepatan Nilai Tambah Wisata Bahari”. Penulis juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelatihan dan seminar baik nasional maupun internasional diantaranya pada tahun 2011 mengikuti pelatihan di Wageningen University and Research, Netherlands dengan tema “Sustainable Marine Developmet”, Pada Tahun 2017 menjadi pemakalah oral dalam seminar “International Symposium On Marine And Fisheries “di UGM Yogyakarta. Tahun 2018 menjadi pemakalah oral dalam “Seminar Nasional Perikanan di UGM Yogyakarta. Tahun 2019 penulis terpilih menjadi peserta “Training on Economic Tools for Marine Conservation & Policy” di Bali Indonesia. Hingga saat ini, penulis telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal nasional, dan prosiding internasional. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected]

Riesti Triyanti, lahir di Banyuwangi, 26 April 1983. Penulis menyelesaikan pendidikan formal sebagai Sarjana Sains dari Universitas Brawijaya, Malang (2006), pada tahun 2016 berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Magister Ilmu Lingkungan di Universitas Diponegoro dan lulus tahun 2018. Penulis bergabung pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang pada Kelompok Peneliti Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Penulis ditetapkan sebagai Peneliti Muda pada tahun 2014. Topik penelitian yang dilakukan seputar

Economic Valuation, Panel Data, Social Ecologycal System, Value Chain, Coastal Management, dan Gender in Fisheries. Pada tahun 2013 dan 2015, penulis berkesempatan mengikuti International Course dengan beasiswa dari Pemerintah Belanda di Wageningen University and Research dengan topik pelatihan Market Access for Sustainable Development: towards pro poor and smallholder inclusive market development dan Ecosystem Approach to Fisheries. Organisasi

Page 188: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

175

Profil Editor dan Penulis

Kelompok Peneliti Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Penulis ditetapkan sebagai Peneliti Muda pada tahun 2014. Topik penelitian yang dilakukan seputar Economic Valuation, Panel Data, Social Ecologycal System, Value Chain, Coastal Management, dan Gender in Fisheries. Pada tahun 2013 dan 2015, penulis berkesempatan mengikuti International Course dengan beasiswa dari Pemerintah Belanda di Wageningen University and Research dengan topik pelatihan Market Access for Sustainable Development: towards pro poor and smallholder inclusive market development dan Ecosystem Approach to Fisheries. Organisasi profesi yang diikuti adalah Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Asian Fisheries Society (AFS), dan Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN). Hingga saat ini, penulis telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku dan jurnal nasional, dan prosiding internasional. Penulis bisa dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected].

Tikkyrino Kurniawan, lahir di Jakarta, 22 Maret 1980. Pendidikan formal sebagai Sarjana Arsitektur ditempuh pada Faktultas Teknik arsitektur Universitas Diponegoro. Penulis menempuh S-2 program Dual degree Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan dari Universitas Indonesia (UI) dan Internasional Development Economics dari Australia National University (ANU). Penulis adalah peneliti madya bidang Sistem Usaha, Pemasaran,

dan Perdagangan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sejak memulai karir sebagai peneliti di BBRSEKP tahun 2009 sampai dengan sekarang pada Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Penulis ditetapkan sebagai Peneliti Madya pada tahun 2017. Topik penelitian yang dilakukan terkait topik Minapolitan, Value Chain, Climate Change, Salt Production dan Gender in Fisheries. Penulis juga telah mengikuti training Tahun 2016 di Bali Indonesia dengan tema “Training on Economic Tools for Marine Conservation & Policy” dan tahun 2019 “INDEF School of Political Economy (ISPE) Jakarta Batch XXV”.

49

profesi yang diikuti adalah Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Asian Fisheries Society (AFS), dan Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN). Hingga saat ini, penulis telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku dan jurnal nasional, dan prosiding internasional. Penulis bisa dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected]

Tikkyrino Kurniawan, lahir di Jakarta, 22 Maret 1980. Pendidikan formal sebagai Sarjana Arsitektur ditempuh pada Faktultas Teknik arsitektur Universitas Diponegoro. Penulis menempuh S2 program Dual degree Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan dari Universitas Indonesia (UI) dan Internasional Development Economics dari Australia National University (ANU). Penulis adalah peneliti madya bidang Sistem Usaha,Pemasaran, dan Perdagangan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sejak memulai karir sebagai peneliti di BBRSEKP

tahun 2009 sampai dengan sekarang pada Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Penulis ditetapkan sebagai Peneliti Madya pada tahun 2017. Topik penelitian yang dilakukan terkait topik Minapolitan, Value Chain, Climate Change, Salt Production dan Gender in Fisheries. Penulis juga telah mengikuti training Tahun 2016 di Bali Indonesia dengan tema “Training on Economic Tools for Marine Conservation & Policy” dan tahun 2019 “INDEF School of Political Economy (ISPE) Jakarta Batch XXV”. Hingga saat ini telah menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, bulletin (berbahasa Indonesia dan berbahasa inggris) dan makalah yang diseminarkan. Email: [email protected].

Risna Yusuf, lahir di Gorontalo, 25 September 1973. Pendidikan formal sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat ditempuh pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), lulus 1994. Penulis lulus S2 Program Studi Ilmu manajemen dengan konsentrasi pada Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Depok tahun 2004. Penulis merupakan Peneliti Madya bidang Sistem Usaha, Pemasaran, dan Perdagangan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Kementerian Kelautan

dan Perikanan (KKP). Penulis memulai karir sebagai peneliti di Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP) sejak tahun 2005 hingga saat ini dan berkesempatan melaksanakan penelitian di bidang Sistem Usaha dan Pemasaran Kelautan dan Perikanan di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 2005-2009, penulis terlibat dalam kegiatan penelitian dengan topik peran sektor Kelautan dan Perikanan dalam Perikanan Nasional. tahun 2019-2013 terlibat dalam kegiatan penelitian Minapolitan dan Industrialisasi Perikanan. Sejak tahun 2014 hingga saat ini telah terlibat dalam kegiatan penelitian terkait strategi pemasaran hasil perikanan Indonesia, sistem logistik hasil perikanan dan kajian terkait Sentra

Page 189: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

176

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Hingga saat ini telah menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, bulletin (berbahasa Indonesia dan berbahasa inggris) dan makalah yang diseminarkan. Email: [email protected].

Risna Yusuf, lahir di Gorontalo, 25 September 1973. Pendidikan formal sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat ditempuh pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), lulus 1994. Penulis lulus S-2 Program Studi Ilmu manajemen dengan konsentrasi pada Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Depok tahun 2004. Penulis merupakan Peneliti Madya bidang Sistem Usaha, Pemasaran, dan Perdagangan

pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penulis memulai karir sebagai peneliti di Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP) sejak tahun 2005 hingga saat ini dan berkesempatan melaksanakan penelitian di bidang Sistem Usaha dan Pemasaran Kelautan dan Perikanan di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 2005–2009, penulis terlibat dalam kegiatan penelitian dengan topik peran sektor Kelautan dan Perikanan dalam Perikanan Nasional. tahun 2019–2013 terlibat dalam kegiatan penelitian Minapolitan dan Industrialisasi Perikanan. Sejak tahun 2014 hingga saat ini telah terlibat dalam kegiatan penelitian terkait strategi pemasaran hasil perikanan Indonesia, sistem logistik hasil perikanan dan kajian terkait Sentra Kelautan dan Perikanan (SKPT). Hingga saat ini telah menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah, baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah yang diseminarkan. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected]. 49

profesi yang diikuti adalah Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Asian Fisheries Society (AFS), dan Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Reasearch Network (IMFISERN). Hingga saat ini, penulis telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku dan jurnal nasional, dan prosiding internasional. Penulis bisa dihubungi melalui email: [email protected] atau [email protected]

Tikkyrino Kurniawan, lahir di Jakarta, 22 Maret 1980. Pendidikan formal sebagai Sarjana Arsitektur ditempuh pada Faktultas Teknik arsitektur Universitas Diponegoro. Penulis menempuh S2 program Dual degree Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan dari Universitas Indonesia (UI) dan Internasional Development Economics dari Australia National University (ANU). Penulis adalah peneliti madya bidang Sistem Usaha,Pemasaran, dan Perdagangan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sejak memulai karir sebagai peneliti di BBRSEKP

tahun 2009 sampai dengan sekarang pada Kelompok Peneliti Sosial dan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Penulis ditetapkan sebagai Peneliti Madya pada tahun 2017. Topik penelitian yang dilakukan terkait topik Minapolitan, Value Chain, Climate Change, Salt Production dan Gender in Fisheries. Penulis juga telah mengikuti training Tahun 2016 di Bali Indonesia dengan tema “Training on Economic Tools for Marine Conservation & Policy” dan tahun 2019 “INDEF School of Political Economy (ISPE) Jakarta Batch XXV”. Hingga saat ini telah menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, bulletin (berbahasa Indonesia dan berbahasa inggris) dan makalah yang diseminarkan. Email: [email protected].

Risna Yusuf, lahir di Gorontalo, 25 September 1973. Pendidikan formal sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat ditempuh pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), lulus 1994. Penulis lulus S2 Program Studi Ilmu manajemen dengan konsentrasi pada Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Depok tahun 2004. Penulis merupakan Peneliti Madya bidang Sistem Usaha, Pemasaran, dan Perdagangan pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Kementerian Kelautan

dan Perikanan (KKP). Penulis memulai karir sebagai peneliti di Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP) sejak tahun 2005 hingga saat ini dan berkesempatan melaksanakan penelitian di bidang Sistem Usaha dan Pemasaran Kelautan dan Perikanan di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 2005-2009, penulis terlibat dalam kegiatan penelitian dengan topik peran sektor Kelautan dan Perikanan dalam Perikanan Nasional. tahun 2019-2013 terlibat dalam kegiatan penelitian Minapolitan dan Industrialisasi Perikanan. Sejak tahun 2014 hingga saat ini telah terlibat dalam kegiatan penelitian terkait strategi pemasaran hasil perikanan Indonesia, sistem logistik hasil perikanan dan kajian terkait Sentra

Page 190: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

177

Profil Editor dan Penulis

Sapto Adi Pranowo, lahir di Malang Jawa Timur 28 Juni 1961 merupakan alumni tahun 1988 Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 1990–2000 penulis bertugas di Kementerian Pertanian. Selanjutnya pada Tahun 2003–2019 penulis bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan – Balai Besar Riset Sosial

Ekonomi Kelautan dan perikanan pengalaman penulis di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Anggaran, Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi serta jabatan terakhir penulis yaitu sebagai peneliti Madya Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan yang tergabung dalam kelompok peneliti Sosial dan Kelembagaan. Pada Tahun 2007 penulis mendapatkan tanda jasa Satya Lancana Karya Satya X dan Pada Tahun 2011 penulis mendapatkan tanda jasa Satya Lancana Karya Satya XX Sebagai peneliti penulis aktif dalam kegiatan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah dan seminar/lokakarya. Saat ini penulis telah menjalani masa purnabakti, Hasil Karya Tulis Ini merupakan bentuk kecintaan penulis sebagai peneliti dengan harapan dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca.

Retno Widihastuti, Peneliti muda pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Lahir di Kebumen, 23 Maret 1977. Latar belakang pendidikan ilmu sosial dengan spesialisasi kesejahteraan sosial, menyelesaikan program master kesejahteraan sosial di Universitas Indonesia tahun 2012. Mengawali karir sebagai peneliti konsultan lingkungan hidup pada PMA, serta memiliki pengalaman pada lingkungan

birokrasi yang menuntun ketertarikan dan keterlibatan pada bidang penelitian sosial. Meniti karir sebagai peneliti pada tahun 2016. Saat ini telah menghasilkan beberapa karya tulis ilmiah baik sebagai penulis pertama maupun kedua dan seterusnya dalam bentuk prosiding, jurnal, maupun buku, serta makalah yang diseminarkan pada event nasional dan internasional.

50

Kelautan dan Perikanan (SKPT) . Hingga saat ini telah menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah yang diseminarkan. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected].

Sapto Adi Pranowo, lahir di Malang Jawa Timur 28 Juni 1961 merupakan alumni tahun 1988 Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 1990 – 2000 penulis bertugas di Kementerian Pertanian. Selanjutnya pada Tahun 2003-2019 penulis bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan – Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan perikanan pengalaman penulis diantaranya pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Anggaran, Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi serta jabatan terakhir penulis yaitu sebagai

peneliti Madya Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan yang tergabung dalam kelompok peneliti Sosial dan Kelembagaan. Pada Tahun 2007 penulis mendapatkan tanda jasa Satya Lancana Karya Satya X dan Pada Tahun 2011 penulis mendapatkan tanda jasa Satya

Lancana Karya Satya XX Sebagai peneliti penulis aktif dalam kegiatan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah dan seminar /lokarya. Saat ini penulis telah menjalani masa purnabakti, Hasil Karya Tulis Ini merupakan bentuk kecintaan penulis sebagai peneliti dengan harapan dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca. Retno Widihastuti, Peneliti muda pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan. Lahir di Kebumen, 23 Maret 1977. Latar belakang pendidikan ilmu sosial dengan spesialisasi kesejahteraan sosial, menyelesaikan program master kesejahteraan sosial di Universitas Indonesia tahun 2012. Mengawali karir sebagai peneliti konsultan lingkungan hidup pada PMA, serta memiliki pengalaman pada lingkungan birokrasi yang menuntun ketertarikan dan keterlibatan pada bidang penelitian sosial. Meniti karir sebagai peneliti pada tahun 2016. Saat ini telah menghasilkan beberapa karya tulis ilmiah baik sebagai penulis pertama maupun kedua dan seterusnya dalam bentuk prosiding, jurnal, maupun buku, serta makalah yang diseminarkan pada event nasional dan internasional.

Nurlaili, Magister Antropologi Universitas Indonesia. Peneliti Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sejak menjadi peneliti tahun 2009, tertarik mengkaji dan menulis tentang perempuan pada bidang kelautan dan perikanan. Publikasi antara lain berjudul Peran Perempuan Bajo di Wuring, Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur dalam Perikanan Tangkap; Etos Kerja Perempuan Pembudidaya

Rumput Laut di Nusa Penida, Bali; Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Perikanan di Teluk Jakarta; Pembicara Kunci dalam Kegiatan Miniworkshop Gender yang diselenggarakan pada

50

Kelautan dan Perikanan (SKPT) . Hingga saat ini telah menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah yang diseminarkan. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected].

Sapto Adi Pranowo, lahir di Malang Jawa Timur 28 Juni 1961 merupakan alumni tahun 1988 Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 1990 – 2000 penulis bertugas di Kementerian Pertanian. Selanjutnya pada Tahun 2003-2019 penulis bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan – Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan perikanan pengalaman penulis diantaranya pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Anggaran, Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi serta jabatan terakhir penulis yaitu sebagai

peneliti Madya Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan yang tergabung dalam kelompok peneliti Sosial dan Kelembagaan. Pada Tahun 2007 penulis mendapatkan tanda jasa Satya Lancana Karya Satya X dan Pada Tahun 2011 penulis mendapatkan tanda jasa Satya

Lancana Karya Satya XX Sebagai peneliti penulis aktif dalam kegiatan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah dan seminar /lokarya. Saat ini penulis telah menjalani masa purnabakti, Hasil Karya Tulis Ini merupakan bentuk kecintaan penulis sebagai peneliti dengan harapan dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca. Retno Widihastuti, Peneliti muda pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan. Lahir di Kebumen, 23 Maret 1977. Latar belakang pendidikan ilmu sosial dengan spesialisasi kesejahteraan sosial, menyelesaikan program master kesejahteraan sosial di Universitas Indonesia tahun 2012. Mengawali karir sebagai peneliti konsultan lingkungan hidup pada PMA, serta memiliki pengalaman pada lingkungan birokrasi yang menuntun ketertarikan dan keterlibatan pada bidang penelitian sosial. Meniti karir sebagai peneliti pada tahun 2016. Saat ini telah menghasilkan beberapa karya tulis ilmiah baik sebagai penulis pertama maupun kedua dan seterusnya dalam bentuk prosiding, jurnal, maupun buku, serta makalah yang diseminarkan pada event nasional dan internasional.

Nurlaili, Magister Antropologi Universitas Indonesia. Peneliti Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sejak menjadi peneliti tahun 2009, tertarik mengkaji dan menulis tentang perempuan pada bidang kelautan dan perikanan. Publikasi antara lain berjudul Peran Perempuan Bajo di Wuring, Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur dalam Perikanan Tangkap; Etos Kerja Perempuan Pembudidaya

Rumput Laut di Nusa Penida, Bali; Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Perikanan di Teluk Jakarta; Pembicara Kunci dalam Kegiatan Miniworkshop Gender yang diselenggarakan pada

Page 191: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

178

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Nurlaili, Magister Antropologi Universitas Indonesia. Peneliti Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sejak menjadi peneliti tahun 2009, tertarik mengkaji dan menulis tentang perempuan pada bidang kelautan dan perikanan. Publikasi antara lain berjudul Peran Perempuan Bajo di Wuring, Maumere, Flores, Nusa Tenggara

Timur dalam Perikanan Tangkap; Etos Kerja Perempuan Pembudidaya Rumput Laut di Nusa Penida, Bali; Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Perikanan di Teluk Jakarta; Pembicara Kunci dalam Kegiatan Miniworkshop Gender yang diselenggarakan pada bulan Oktober 2019 di Kementerian Kelautan dan Perikanan; Menjadi Narasumber UNDP dalam kegiatan FGD terkait gender.

50

Kelautan dan Perikanan (SKPT) . Hingga saat ini telah menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah yang diseminarkan. Penulis dapat dihubungi melalui email: [email protected].

Sapto Adi Pranowo, lahir di Malang Jawa Timur 28 Juni 1961 merupakan alumni tahun 1988 Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 1990 – 2000 penulis bertugas di Kementerian Pertanian. Selanjutnya pada Tahun 2003-2019 penulis bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama bertugas di Kementerian Kelautan dan Perikanan – Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan perikanan pengalaman penulis diantaranya pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Anggaran, Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi serta jabatan terakhir penulis yaitu sebagai

peneliti Madya Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan yang tergabung dalam kelompok peneliti Sosial dan Kelembagaan. Pada Tahun 2007 penulis mendapatkan tanda jasa Satya Lancana Karya Satya X dan Pada Tahun 2011 penulis mendapatkan tanda jasa Satya

Lancana Karya Satya XX Sebagai peneliti penulis aktif dalam kegiatan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah dan seminar /lokarya. Saat ini penulis telah menjalani masa purnabakti, Hasil Karya Tulis Ini merupakan bentuk kecintaan penulis sebagai peneliti dengan harapan dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca. Retno Widihastuti, Peneliti muda pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi

Kelautan dan Perikanan. Lahir di Kebumen, 23 Maret 1977. Latar belakang pendidikan ilmu sosial dengan spesialisasi kesejahteraan sosial, menyelesaikan program master kesejahteraan sosial di Universitas Indonesia tahun 2012. Mengawali karir sebagai peneliti konsultan lingkungan hidup pada PMA, serta memiliki pengalaman pada lingkungan birokrasi yang menuntun ketertarikan dan keterlibatan pada bidang penelitian sosial. Meniti karir sebagai peneliti pada tahun 2016. Saat ini telah menghasilkan beberapa karya tulis ilmiah baik sebagai penulis pertama maupun kedua dan seterusnya dalam bentuk prosiding, jurnal, maupun buku, serta makalah yang diseminarkan pada event nasional dan internasional.

Nurlaili, Magister Antropologi Universitas Indonesia. Peneliti Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sejak menjadi peneliti tahun 2009, tertarik mengkaji dan menulis tentang perempuan pada bidang kelautan dan perikanan. Publikasi antara lain berjudul Peran Perempuan Bajo di Wuring, Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur dalam Perikanan Tangkap; Etos Kerja Perempuan Pembudidaya

Rumput Laut di Nusa Penida, Bali; Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Perikanan di Teluk Jakarta; Pembicara Kunci dalam Kegiatan Miniworkshop Gender yang diselenggarakan pada

Page 192: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

INDEKS

A

Advocacy 7, 160Advokasi 48, 54, 167Agen lokal 139, 146Akses 4, 6, 9, 14, 16, 27, 42, 44, 47, 48, 52, 54, 64, 65, 72, 73, 74, 75, 77,

80, 93, 94, 99, 103, 105, 108, 112, 115, 116, 122, 126, 127, 128, 129, 132, 133, 138, 141, 142, 147, 148, 162

Ani-ani 12Anugerah Parahita Ekapraya 43, 81Asuransi 49, 50, 51, 52

B

Beban ganda 65, 66, 88, 137Bias gender 47, 64, 73, 81Bioflok 49, 50Bottom up 49Budaya 3, 4, 8, 23, 42, 45, 54, 73, 80, 92, 103, 121, 127, 137, 145, 147,

150, 151, 152, 162, 163, 164, 165, 167

D

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 41Dharma Pertiwi 7, 10Dharma Wanita 7, 10Dimensi ekonomi 3, 4Dimensi sosial 4Diseminasi teknologi 125Diskriminasi 6, 12, 13, 42Diversifikasi 22, 49, 50, 64, 65, 78, 79, 80, 128, 129, 139, 142, 143, 144Domestik 5, 9, 30, 35, 45, 46, 47, 53, 65, 66, 67, 68, 71, 72, 87, 92, 93,

94, 96, 97, 99, 124, 126, 127, 131, 143, 144, 147, 148, 160, 168

Page 193: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

180

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

E

Ekologi 3, 4Elit desa 5

F

FAFI 23, 28Fasilitator 55, 132Feminin 45, 121

G

GEMARIKAN 49, 51Gender Budget Statement 14, 44GESI 144Goal-Free Evaluation Approach 22Grading 125Grameen bank 142

H

Hak dan kewajiban 137, 145, 147Hak kepemilikan 4Hak perempuan 6

I

Identitas 52, 54, 121, 163Ideologi gender 121Interpersonal 122, 145

K

Keadilan dan kesetaraan gender 3, 9, 13, 42, 142Kematangan gender 1, 19, 61, 157, 159, 161Kepemilikan lahan 5Kesenjangan gender 14, 16, 42, 43, 74, 87, 142, 148Kesenjangan sosial 5, 15Kesetaraan gender 3, 9, 12, 13, 41, 42, 64, 68, 71, 74, 75, 76, 77, 80, 103,

110, 138, 139, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 169

Keterampilan perempuan 4

Page 194: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

181

Indeks

Ketidakadilan gender 63, 68, 88, 137Konservasi 52Konstruksi sosial 42, 103, 137, 145Kontribusi 35, 42, 47, 53, 56, 87, 88, 89, 90, 93, 94, 95, 100, 122, 123,

130, 134, 148, 153Kontribusi perempuan 42, 141Kontrol 14, 16, 33, 44, 47, 54, 64, 65, 73, 74, 75, 76, 77, 80, 94, 97, 103,

108, 110, 112, 116, 122, 138, 142, 147, 148Kredit 4, 9, 10, 11, 25, 48, 49, 51, 122, 162

L

Leader 131Lembaga masyarakat lokal 139, 149, 151, 152Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan 49Low paid 5

M

Manfaat 4, 5, 14, 16, 44, 47, 48, 52, 54, 64, 65, 73, 74, 77, 78, 79, 80, 81, 116, 122, 138, 139, 142, 143, 144, 147, 148, 149

Mangrove 52, 53Marginalisasi 88, 137Maskulin 45, 87, 121Millenium Development Goals 41Motivasi 79, 123, 127, 128, 129, 130, 131, 132

N

Nilai Gender 89, 91Norma gender 137, 139

O

One Data 140Orde Baru 6, 7

P

P2MKP 29, 50, 51, 142, 149, 152Partisipatif 142Pasca produksi 46, 104, 107, 112, 113, 114, 116, 127, 141PAUD 25, 29

Page 195: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

182

Pemberdayaan Perempuan dan Kematangan Gender Kelompok Usaha Perikanan

Pekerjaan domestik 35, 45, 46, 47, 65, 66, 71, 124, 127Pekerjaan reproduksi 7Pelatihan PUG 24, 25Pembagian kerja 45, 74, 91, 92, 137, 147Pembangunan berkelanjutan 41, 42, 138Pemberdayaan perempuan 7, 8, 13, 54, 126, 128, 131, 132, 133, 138,

139, 141, 143, 144, 145, 146, 143, 151, 138, 139, 141, 144, 145, 146, 151, 152, 160, 161, 162, 164

Pengasapan 125, 129, 130, 132Pengembangan kawasan pesisir tangguh 49Peran gender 87, 95, 97, 98, 103, 108, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 122Peran perempuan 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 15, 16, 64, 65, 67, 69, 107, 110,

111, 129, 132Perbedaan perilaku 137Pergerakan politik 6Persepsi gender 90Physiological needs 127Piagam Persatuan Bangsa-Bangsa 41PKK 7, 8, 10, 25, 29, 98, 143Pokja 142Politik 3, 4, 6, 42, 45, 48, 137, 145, 152, 161Potensi perempuan 4, 6Preskripsi 122Proaktif 131Proses sosial dan kultural 137, 145PUG 12, 13, 14, 16, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 31, 33, 34, 35, 41, 43,

44, 48, 50, 51, 54, 64, 79, 80, 81, 138, 139, 142, 143, 144, 147, 148, 150, 151, 152

Pull factor 47

Q

Quality Control (QC) 27

R

Regulasi 138, 139, 147, 148Relasi gender 42, 43, 46, 80, 126, 152Representasi sosial 121Reproduksi sosial 8

Page 196: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN

183

Indeks

Reproduksi tenaga kerja 8Responsif gender 15, 22, 43, 44, 45, 54, 133, 142, 159, 161, 162, 163,

164, 165, 166, 167, 168, 169Revolusi hijau 4, 5, 6

S

SDGs 35, 55, 82, 103, 138Social institution 145, 149Sosial budaya 73, 92, 137, 147, 150, 151Standar Operasional Prosedur (SOP) 81, 131Statistik gender 44Stereotipe 52, 88, 90, 93, 99, 121, 147Stereotyping 137Strategi pengarusutamaan gender 6, 142Stunting 143Sub-ordinasi 88, 137Sustainable Development Goals 41, 103

T

Tagging 142Tambak Inti Rakyat 4Teknologi 3, 4, 24, 34, 35, 47, 50, 54, 68, 70, 71, 74, 75, 76, 77, 80, 81,

122, 125, 128, 129, 130, 163, 164, 165, 167, 168, 171Tenaga Kerja Wanita 7, 65Training of Trainer 44Tugas domestik 131, 144, 148

U

Unpaid worker 5Urusan domestik 5, 30, 47Usaha mikro kecil dan menengah 49

W

Wewenang 47, 74, 137, 138, 147

Page 197: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN
Page 198: PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERIKANAN