pengendalian-bising

24
TUGAS K 3 ARTIKEL TENTANG KEBISINGAN OLEH : NAMA : FADYAH YULITA A. NO : 09 KELAS : MS – 3B

Upload: fayuang

Post on 01-Feb-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bising kebisingan

TRANSCRIPT

Page 1: Pengendalian-bising

TUGAS K 3

ARTIKEL TENTANG KEBISINGAN

OLEH :

NAMA : FADYAH YULITA A.

NO : 09

KELAS : MS – 3B

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2015

Page 2: Pengendalian-bising

ARTIKEL TENTANG KEBISINGAN

1. Pengertian Kebisingan

Pengertian kebisingan menurut beberapa ahli, antara lain:

Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan,

pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis

merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber

getar yang sampai ke gendang telinga.”

Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak

sesuai dengan tempat dan waktunya.”

Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu

Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak

dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996

definisi bising adalah “bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat

dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan

lingkungan.”

Kebisingan dapat juga diartikan bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya,

sehingga secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan manusia dan

lingkungan. Bising dikategorikan pada polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi

efeknya cukup besar. Kebisingan adalah bahaya yang umum di tempat kerja.

2. Sifat dan Sumber Bising

a. Sifat Bising

Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):

Kadarnya berbeda;

Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula;

Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.

b. Sumber Bising

Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan industri,

kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan kebisingan lalu

lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap, dan alat-alat.

Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):

Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin;

Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan lain.

Page 3: Pengendalian-bising

Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:

Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara)

Tingkat tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari:

- Kecepatan lalu lintas;

- Kecepatan kendaraan;

- Kondisi permukaan jalan.

Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan

- Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, blower, kompresor, kipas dan pompa;

- Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, fan dan katup ketel uap.

Bidang jasa gedung: ventilasi, pembangkit pendingin ruangan, pompa pemanas,

plambing dan elevator;

Bidang domestik: kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin cuci, dan pemotong

rumput;

Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.

Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi kebisingan dianggap istimewa

dalam hal (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):

[1] Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat menentukan untuk mengenali suara

sebagai pencemaran kebisingan atau tidak. Terdapat kesulitan dalam menempatkan

kebisingan antara tingkat penilaian subjektif seorang individu yang menangkapnya

sebagai "kebisingan" dan tingkat fisik yang dapat diukur secara obyektif

[2] Kerusakannya setempat dan sporadis dibandingkan dengan pencemaran air dan

pencemaran udara (bising pesawat udara merupakan pengecualian).

Tidak ada perbedaan jelas antara siapa agresornya dan siapa korbannya, sebagaimana

yang sering terjadi ada korban-korban dari kebisingan akibat piano dan karaoke.

Meskipun jumlah keluhan yang terdaftar di kota-kota besar selama beberapa tahun

terakhir ini telah berkurang, kebisingan masih merupakan bagian besar dari keluhan-

keluhan masyarakat.

3. Jenis-Jenis Bising

Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:

1. Bising terus menerus (continuous noise)

Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti, misalnya

blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan peralatan pemprosesan

(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Page 4: Pengendalian-bising

Bising terus-menerus (Prabu,Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi dari

intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi

2 (dua) yaitu:

Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising ini relatif

tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti

suara kipas angin, suara mesin tenun.

Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai

frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup

gas.

2. Bising terputus-putus (intermittent noise)

Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan turun dengan cepat, seperti lalu lintas

dan suara kapal terbang di lapangan udara (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung

secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas,

kendaraan, kapal terbang, kereta api (Prabu,Putra, 2009).

3. Bising tiba-tiba (impulsive noise)

Merupakan kebisingan dengan kejadian yang singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya

menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin

pemancang, pukulan, tembakan bedil atau meriam, ledakan dan dari suara tembakan

senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki

perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya

mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam

(Prabu,Putra, 2009).

4. Bising berpola (tones in noise)

Merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang

ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya disebabkan oleh

putaran bagian mesin seperti motor, kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara

subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif dengan analisis frekuensi

(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

5. Bising frekuensi rendah (low frequency noise)

Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz. Bising

jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal dan pabrik,

dimana bising jenis ini sukar ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah dan

dapat didengar sejauh bermil-mil (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

6. Bising impulsif berulang

Page 5: Pengendalian-bising

Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa (Prabu,Putra, 2009).

Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra, 2009):

1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).

Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.

2. Bising yang menutupi (Masking noise)

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini

akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat

tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)

Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini akan

merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

4. Efek Kebisingan

Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu:

1. Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak (Freddy Hernawan, 2008);

2. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat

menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non

pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan

tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah (Dian

Anggraeni, 2006);

3. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan gangguan

pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja di industri kompor

dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001);

4. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan

kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);

5. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan terhadap

kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi dan

kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);

6. Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus

atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10

mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan

kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Page 6: Pengendalian-bising

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini

disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam

yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak

nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,

kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,

dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan

penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi

pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan

terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak

mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung

membahayakan keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau

melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)

atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran,

yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum

dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan

pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan

tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan

tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian

makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya

digunakan untuk percakapan.

7. Penurunan daya dengar.

Penurunan daya dengar dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

1. Trauma Akustik

Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras

seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai

struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan

Page 7: Pengendalian-bising

rusaknya membran thympani, putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ

spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap

perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan

oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas

yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara

ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang

pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).

2. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara

Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan

ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan

bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor

pendengaran yang disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui

batas tertentu. Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna.

Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung

setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira,

Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan

intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya

sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja

diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali

(Prabu,Putra, 2009).

3. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen

Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible

sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf

pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek

kumulatif paparan terhadap bising yang berulang-ulang selama bertahun (Goembira,

Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Fase-fase perkembangan kurangnya pendengaran akibat bising tetap menurut Parmeggiani

(dikutip dalam Rozita E.,Wahyuni T, 2005) adalah:

a. Fase I

Terjadi pada 10-20 hari pertama pemaparan bising. Pada saat sudah bekerja, telinga

penderita terasa penuh, mendenging, sakit kepala ringan, pusing, dan merasa lelah.

b. Fase II

Page 8: Pengendalian-bising

Terjadi pada jangka waktu pemaparan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada fase

ini semua gejala subjektif hilang, kecuali telinga yang mendenging secara intermitten.

Gejala lain tergantung dari sifat bising, lama waktu pemaparan, dan prediposisi

individual.

c. Fase III

Terjadi sebagai lanjutan fase II. Pada kondisi ini penderita merasa pendengarannya tidak

normal lagi. Penderita tidak dapat lagi mendengar pembicaraan-pembicaraan terutama jika

terdapat bising latar belakang.

d. Fase IV

Pada fase ini, diikuti oleh tinnitus yang tetap (terus menerus) yang menunjukan bahwa

terjadi kerusakan pada struktur syaraf dari cochlea. Hal ini tidak hanya mengganggu

pendengaran, tetapi juga mengganggu istirahat, tidur, dll.

Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia

Bunyi (dBA)Pengaruh terhadap Manusia

39-40 Tidak mengganggu

55-65 Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan frekuensi denyut jantung

70 Kontinu akan berdampak penyakit jantung

80 Kelelahan mental dan fisik, psikomatis dan perasaan jengkel

90 Kerusakan alat pendengaran dan penurunan daya pendengaran

100Kontinu dapat kehilangan pendengaran secara permanen dan pada waktu

singkat dapat mengurangi daya dengar

120 Rasa nyeri dan sakit

150 Kehilangan pendengaran pada saat itu juga

Sumber: Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003

a. Pengendalian Bising

Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen, (Goembira, Fadjar, Vera

S Bachtiar, 2003), yaitu:

1. Sumber radiasi;

2. Jalur tempuh radiasi;

3. Penerima (telinga).

Page 9: Pengendalian-bising

Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.

Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif

(active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control).

A. Active Noise Control

1. Kontrol Sumber

Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi sumber, yaitu

penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin supaya kebisingan yang

ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik supaya mesin tetap

terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya mengurangi faktor gesekan dan kebocoran

suara, memperkecil dan mengisolasi elemen getar, melengkapi peredam pada mesin, serta

pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan

umumnya juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005):

Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan  tingkat kebisingan yang

lebih rendah

Mengganti “jenis proses” mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah)

dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sbg

penggantian proses riveting.

 Sumber: Tambunan, 2005

 Modifikasi “tempat” mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan material-

material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi

Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja

Page 10: Pengendalian-bising

 

Gambar 2.1 Hanging baffles (Tambunan, 2005)

Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit harga

terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol lingkungan. Pada

area kerja dengan kebisingan > 100 dB A, kontrol sumber berupa kontrol rekayasa mesin

adalah hal yang mutlak dilakukan menurut Standard Basic Requirement OSHA.

Cladding

Cladding adalah salah satu jenis pengendali bising untuk mengurangi pancaran bising

dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara

dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang

bervariasi.

Silencer, Attenuator, Muffler

Silencer (ditunjukkan pada Gambar 2.2), attenuator, muffler digunakan untuk

mereduksi bising fluida dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida.

Gambar 2.2 Silencer

(Sumber: Rozita, 2005)

2. Kontrol Lingkungan

Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik. Beberapa

industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih alat baru, namun

terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain yang dapat dilakukan antara

lain yaitu dengan pengendalian pada medium perambatan. Sebenarnya upaya

pengendalian ini memiliki tujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber suara

Page 11: Pengendalian-bising

yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound

barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil

jika sound barrier tidak ikut bergetar saat tertimpa gelombang yang merambat (tidak

beresonansi). Faktor terpenting yang akan mempengaruhi keberhasilan sound barrier

adalah bahan dimensi. Pengendalian kebisingan pada medium rambat terpaut pada:

Pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik;

Menggunakan material yang memiliki daya serap suara;

Pembuatan barrier. Barrier digunakan untuk menghalangi paparan bising dari sumber

ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima;

Memasang panel dan penghalang;

Memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.

3. Proteksi Personal

Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs.

Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Pada kenyataannya,

earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs.

Namun, pengalaman menunjukkan bahwa over proteksi juga dapat mengurangi efektifitas

proses.

1. Earmuffs

Earmuffs terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk intensitas

tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya bisa disesuaikan untuk

berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan walaupun terjadi infeksi pada telinga alat

tetap dapat dipakai. Kekurangannya, penggunaan earmuffs menimbulkan

ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal, sukar dipasang

pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala dan kurang praktis karena

ukurannya besar. Earmuffs lebih protektif daripada earplugs jika digunakan dengan

tepat, tapi kurang efektif jika penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan

kaca mata.

Gambar 2.3 Earmuff (Tambunan, 2005)

2. Earplugs

Page 12: Pengendalian-bising

Earplugs lebih nyaman dari earmuffs, berlaku untuk tingkat kebisingan sedang (80-95

dB) untuk waktu paparan 8 jam. Jenis earplugs ada bermacam-macam: padat dan

berongga. Bahannya terbuat dari karet lunak, karet keras, lilin, plastik atau kombinasi

dari bahan-bahan tersebut.

Gambar 2.4 Earplug (Tambunan, 2005)

Keuntungan dari ear plug adalah: mudah dibawa karen akecil, lebih nyaman bila

digunakan pada tempat yang panas, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah

daripada ear muff, lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm.

Sedangkan kekurangan dari ear plug yaitu atenuasi lebih kecil, sukar mengontrol atau

Gambar 2.5 Earplug

(Sumber: Defi P,Iferta Inafalia, 2005)

diawasi, saluran telingan lebih mudah terkena infeksi dan apabila sakit ear plug tidak

dapat dipakai.

B. Passive Noise Control

Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase 180o dari sumber

bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang merambat dengan gelombang

p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti bising p2 dengan komponen amplitudo dan

frekuensi yang sama dengan gelombang p1, dan berbeda fasa 180o, maka super posisi kedua

gelombang akan saling meniadakan.

C. Antisipasi Lain

Page 13: Pengendalian-bising

Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja. Salah satu

tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja, pendidikan/pelatihan dan

penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric biasanya dilakukan oleh ahli THT

secara medis.

5. Pengukuran Kebisingan

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita

lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai

jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala

desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti

kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume

suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.

Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara

berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan

tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:

a. Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan;

b. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk

menganalisis dampak paparan pada pekerja.

Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound

level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan

bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup banyak

memberikan informasi.

Sound Level Meter (SLM)

SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan.

SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan

perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi

sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam

pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam

sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi

lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi,

ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut

berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.

Page 14: Pengendalian-bising

Gambar 2.4 Sound Level Meter

(Sumber: Defi P,Wahyuni T, 2005)

Octave Band Analyzer (OBA)

Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang

berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu

saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi,

maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf

dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan

tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400,

2400-4800, dan 4800-9600 Hz.

b. Standar Kebisingan

Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut

dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh

berbagai pihak.

1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang

batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.

2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE 01/MEN/1978

“Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah

intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja

tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus

menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu”

“NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A)”

Tabel 2.3 Nilai Ambang KebisinganMenurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999

Waktu Pemaparan per hari Intensitas (dB A)

8421

Jam

85889194

Page 15: Pengendalian-bising

30157,53,751,880,94

Menit

97100103106109112

28,1214,067,033,521,750,880,440,220,11

Detik

11511812112412713133136139

Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999

3. Department of Labor (DOL) OSHA CFR 1910.95

Tabel 2.4 Kriteria Kebisingan

Menurut DOL OSHA

Waktu (jam/hari) Tingkat Kebisingan (dB A)

86432

1,51

0,5<0,25

90929597100102105110115

Sumber: Barry H. Kartowitz (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang

kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan

Tabel 2.6 Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

No Zona

Tingkat Kebisingan (dB A)

Maksimum yang dianjurkan

Maksimum yang diperbolehkan

1 A 35 45

2 B 45 55

3 C 50 60

4 D 60 70

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Men/Kes/Per/XI/1987

Keterangan:

Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb;

Page 16: Pengendalian-bising

Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;

Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;

Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

Formula ACGIH dan NIOSH untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan

bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak

aman adalah sebagai berikut:

di mana:

T = waktu maksimum di mana pekerja boleh berhadapan dengan tingkat

kebisingan (dalam menit)

L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya

3 = exchange rate

5. ACGIH dan NIOSH

Tabel 2.5 Kriteria Kebisingan Menurut ACGIH dan NIOSH

DBWaktu Paparan yang diperbolehkan (jam)

DBWaktu Paparan yang diperbolehkan(jam)

8081828384858687888990919293949596979899100101102103

25,420,16

1612,710,08

86,355,04

43,172,52

21,591,26

10,790,630,50,40,310,250,20,160,13

106107108109110111112113114115116117118119120121122123124125126127128129

37,52,982,361,881,491,180,940,740,590,470,370,30,230,190,150,120,090,070,060,050,040,030,020,02

Page 17: Pengendalian-bising

104105

0,10,08

130 0,01

Sumber: Draft Document (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)