pemikiran ibnu rusyd
TRANSCRIPT
PEMIKIRAN IBNU RUSYD
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Sang pemberi karunia
ilmu yang tidak satu ilmupun yang kita miliki melainkan yang telah Ia
berikan kepada kita, Ialah Allohu Samiun 'alim. Sholawat serta salam
semoga tercurah dan terlimpah kepada sang pemimpin ilmu, pembawa
cahaya ilmu, pengangkat derajat para penuntut ilmu ialah Nabi Besar
Muhammad SAW juga beserta keluarga, sahabatnya, dan moga kita juga
mendapatkan cucuran rahmat dari ilmu beliau. Amien.
Dalam makalah ini kami menyajikan berbagai permasalahan dalam
ruang lingkup pembahasan FILSAFAT IBNU RUSYD serta sejarah
singkat IBNU RUSYD. Dan kami sangat berharap makalah yang kami buat
ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi pembaca sekalian dan
menjadi konstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam itu
sendiri.
Kami mengucapkan mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam
pengeditan atau salah dalam penggunaan bahasa, semua tidak lepas dari
kodrat kami sebagai manusia yang selalu belajar dari kesalahan-kesalahan
untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik.
Demi kesempurnaan makalah yang kami buat, kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak.
DAFTAR ISI
Kata pengantar.............................................................................................. I
Daftar isi ..................................................................................................... II
BAB I
Pendahuluan................................................................................................. 1
BAB II
Sejarah Singkat Ibnu Rusyd......................................................................... 2
Pemikiran Ibnu Rusyd.................................................................................. 3
Filsafat Ibnu rusyd ...................................................................................... 5
BAB III
Kesimpulan ................................................................................................. 9
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan
pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk
mengabdi sebagai “Qadi” (hakim) dan fisikawan. Beliau adalah seorang
yang sangat cerdas dan menguasai perbagai ilmu pengetahuan. di bidang
Fiqh, Tauhid dan ilmu keislaman lainnya, sehingga beliau menjadi rujukan
bagi orang-orang untuk menanyakan mengkonsultasikan masalah
kedokteran atau masalah-masalah hukum dan permasalahan-permasalahan
lain.
Secara garis besar Ibnu Rusyd diketahui adalah sebagai ahli Kedokteran
dengan karyanya yang masyhur di kalangan cendekiawan maupun pelajar
muslim yaitu “Al-Kulliyatu Fi Al-Thibb”.
Banyak orang belum mengenal siapa itu IBNU RUSYD, bagaimana
pemikiran-pemikiran beliau, filsafat-filsafat beliau. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis merasa penting membahas tentang IBNU RUSYD dari
perspektif Theologi.
RUMUSAN MASALAH
Dengan mempelajari IBNU RUSYD, kita dapat memahami tentang :
A. Sejarah IBNU RUSYD
B. Pemikirannya
C. Filsafat-filsafatnya
Pemikiran Ibnu Rusyd :
1. Pluralisme dalam ijtihad.
2. Kebebasan dan tradisi kritik
3. Dialog Antar agama
4. Kontrol atas Kebijakan Politik
Adapun filsafat Ibnu Rusyd adalah :
1. Agama dan Filsafat
2. Tingkat Kemampuan Manusia
3. Kebahagiaan
4. Akal dan Jiwa manusia
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Singkat
Ibnu Rusyd, nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad Ibnu
Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Rusyd. Lahir di Kordova,
Andalus pada tahun 520 H. bertepatan dengan tahun 1126 M. Ia dibesarkan
dalam lingkungan ahli fiqh (hukum Islam). Ayahnya seorang hakim
(qadhi). sedang kakeknya seorang Hakim Agung (qadhi al-Qudhah) di
Andalus. Kota ini menyimpan banyak kenangan dan kebanggaan. Kejayaan
kota tersebut dapat disejajarkan dengan kota metropolitan lainnya, seperti
Baghdad, Athena, Alexandria dan Roma. Salah satu keistemawaan
Cordoba adalah perhatian yang cukup besar terhadap kebudayan dan ilmu
pengetahuan.
Ibnu khaldun pernah mengungkapkan, al-Muntashir Billah (julukan
ibnu rusyd) merupakan seorang pemimpin yang mempunyai perhatian
besar terhadap kepustakaan. Buktinya, ia mengirimkan dana cukup besar
untuk kepentingan belanja buku, baik dari pengarangnya langsung maupun
melalui para ajudannya. Sedangkan Ibnu Zahar, teman dekat Ibnu Rusyd
mengisahkan, apabila sorang penduduk Sevilla meninggal dunia dan ingin
menjual buku-buku peninggalannya hendaklah pergi ke Cordoba.
Sedangkan jika pemusik asal Cordoba meninggal dunia dan ingin menjual
alat-alat musiknya hendaklah pergi ke Sevilla. Kisah ini hendak hendak
menyatakan bahwa Cordoba merupakan salah satu kota ilmu, sedang
Sevilla adalah kita seni, terutama seni musik yang memang ketika itu
berkembang cukup pesat. Kondisi objektif kota kebudayaan tersebut telah
memacu minat ibnu Rusyd terhadap ilmu pengetahuan. Ayah dan kakek
Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil
sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta.
Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan
filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu
Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan
pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk
mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu
Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat
Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan,
termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang
mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan
masalah hukum.
Pemikiran Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih
dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-
karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani
(Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak
ada.
Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang
dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan dan filsafat Ibnu Rusyd
tentang akidah dan sikap keberagamaannya. Disamping itu, buah
pemikiran Ibnu Rusyd. Sejak delapan abad lalu, Ibnu Rusyd sedah
mengingatkan kita tentang pentingnya filsafat. Sebagai seorang filsuf,
tabib, dan ulama, Ibnu Rusyd sebenarnya telah memberikan jalan kepada
kita untuk menjadi sorang Muslim Progresif. Menurutnya, seorang muslim
yang baik adalah yang bias merepresentasikan zaman, di saat dan dimana
ia hidup. Seorang muslim harus menggunakan akalnya agar tidak
terbelakang. Karena itu tak heran jika pandangan-pandangan Ibnu Rusyd
senantiasa menyegarkan dan mendewasakan wawasan keagamaan kita,
sebagaimana tercermin dalam beberapa hal berikut:
1) Pluralisme dalam ijtihad.
Ibnu Rusyd adalah seorang hakim agama (qadhy) di Sevilla (1169) dan
Kepala Hakim Agama di Cordoba (1182). Dalam kapasitasnya sebagai
pemilik otoritas dalam masalah keagamaan, Ibnu Rusyd tidak serta merta
menggunakan otoritas tersebut sebagai tangan besi untuk menyimpulkan
sebuah hukum secara hitam-putih. Dalam ranah hukum Islam (fiqh), ia
seringkali menekankan pentingnya keragaman ijtihad. Ibnu Rusyd
sebenarnya ingin memberikan pelajaran berharga, bahwa elemen terpenting
dalam fikih ialah menguraikan dimensi moral etik di balik hukum dan
memahami proses ijtihad. Artinya, setiap hukum yang akan difatwakan
sejatinya dapat dipertimbangkan kemaslahatan umum.
2) Kebebasan dan tradisi kritik
Ibnu Rusyd hidup di masa kegelapan dan terpasungnya kebebasan berpikir.
Saat itu, filsafat dikubur hidup-hidup, terutama setelah difatwa sesat
(kafir’) dan rancu (muthafit) oleh Imam al-Ghazali dalam Thahafut al-
Falasifah. Karena itu, langkah Ibnu Rusyd kemudian adalah mengkritisi
sejumlah kitab yang selama ini mengharamkan filsafat dengan menulis
kitab bertajuk Tahafut at-Tahafut seraya mengeluarkan fatwa “pentingnya
berpikir dan berfilsafat”, sebagaimana ditulis secara satir di kitab Fashi al-
Maqal fi ma bayna al-Hikmah wa asy-Syari’ah min al-Ittishal.
Menurutnya. Ibnu Rusyd menambahkan, persoalan kalam (teologi)
semestinya tidak melulu didekati dengan pendekatan tekstual, melainkan
juga dengan filsafat, yaitu melalui mekanisme takwil yang berlandaskan
analogi demonstrative (al-qiyas al-burhany). Atas dasar itu, Ibnu Rusyd
menolak pengkafiran terhadap kaum filsuf, karena filsafat dan pikir
merupakan ajaran Islam yang otentik.
Ibnu Rusyd kerapkali melancarkan kritik terhadap para ulama, baik yang
hidup pada masa sebelumnya maupun yang semasa dengannya. Kritiknya
ini dilancarkan bukan demi menjatuhkan lawan, seperti dilakukan kaum
sofis dalam tradisi yunani atau kaum teolog (mutakallimun) dalam tradisi
Islam. Kritik Ibnu Rusyd ialah dalam rangka meluruskan paradigma
berpikir. Ketika mengkritik kalangan Asy’arinyah misalnya, Ibnu Rusyd
amat meyangkan penggunaan inderawi terhadap sesuatu yang abstrak.
Paradigma seperti ini, bagi Ibnu Rusyd, sama sekali tidak bisa dibenarkan,
karena hal-hal transenden
tidak bisa disentuh dengan indera manusia. Dalam banyak hal kalangan
Asy’ariyah telah terjebak dalam kekeliruan paradigmatic.
3) Dialog Antaragama
Ibnu Rusyd menghendaki agar filsafat dijadikan jembatan untuk menerima
kebenaran dari pihak lain, bahkan yang berbeda sekalipun. Di kitab Fashl
al Maqal fi ma bayna al-Hikmah wa asy-Syariah min al-Ittisal Ibnu Rusyd
menulis, “jika kita menemukan kebenaran dari mereka yang berbeda
agama, kita mesti menerima dan menghormatinya”. Ibnu Rusyd
memandang bahwa perbedaan agama tidaklah menjadi penghalang untuk
membangun jembatan dialog.
Kunci dari keterbukaan Ibnu Rusyd untuk melakukan dialog dengan umat-
umat lain adalah kecenderungannya pada filsafat. Karena filsafat baginya
merupakan salah satu pintu menuju kearifan dan kemuliaan hidup.
4) Kontrol atas kebijakan politik
Hal penting yang mendarah daging dalam karakter Ibnu Rusyd adalah
control terhadap kebijakan peguasa. Menurutnya, otoritarianisme
berpotensi membunuh kepentingan kolektif. Karena itu, ia selalu berbeda
pendapat dengan khalifah, bahkan tak jarang memanggil sang khalifah
dengan “wahai saudaraku”. Dan sikap seperti inilah yang menjadi satu dari
beberapa sebab kenapa ibnu Rusyd mengalami inkuisi (mihnah fikriyah)
dan diasingkan oleh khalifah Lucena, kepulauan Atlantik, 1195. Dari sini,
catatan terpenting adalah perlunya control terhadap penguasa.
Ibnu Rusyd mempunyai harapan agar politik tidak hanya menjadi ajang
perebutan kekuasaan. Perebutan kekuasaan bukanlah fenomena asing pada
waktu itu. System politik umat Islam yang dibangun di atas system klan
telah memunculkan perebutan kekuasaan yang amat dahsyat. Sementara
itu, umat Islam tidak mempunyai filsafat politik yang baik untuk menjawab
masalah-masalah tersebut. Ketika para ulama terseret untuk hanya focus
belajar ilmu-ilmu agama, maka ilmu-ilmu social yang berkaitan dengan
ilmu tata masyarakat cenderung diabaikan.
Filsafat Ibnu Rusyd
Sebagai komentator Aristoteles tidak mengherankan jika pemikiran Ibnu
Rusyd sangat dipengaruhi oleh filosof Yunani kuno. Ibnu Rusyd
menghabiskan waktunya untuk membuat syarah atau komentar atas karya-
karya Aristoteles dan berusaha mengembalikan pemikiran Aristoteles
dalam bentuk aslinya. Di Eropa latin, Ibnu Rusyd terkenal dengan nama
Explainer (asy-Syarih) atau juru tafsir Aristoteles. Sebagai juru tafsir
martabatnya tak lebih rendah dari Alexandre d’Aphrodise (filosof yang
menafsirkan filsafat Aristoteles abad ke-2 Masehi) dan Thamestius.
Dalam beberapa hal Ibnu Rusyd tidak sependapat dengan tokoh-tokoh
filosof muslim sebelumnya, seperti al-Farabi dan Ibnu Sina dalam
memahami filsafat Aristoteles walaupun dalam beberapa persoalan filsafat
ia tidak bisa lepas dari pendapat dari kedua filosof muslim tersebut.
Menurutnya pemikiran Aristoteles telah bercampur baur dengan unsur-
unsur Platonisme yang dibawa komentator-komentator Alexandria. Oleh
karena itu, Ibnu Rusyd dianggap berjasa besar dalam memurnikan kembali
filsafat Aristoteles.
Atas saran gurunya, Ibnu Thufail yang memintanya untuk menerjemahkan
fikiran-fikiran Aristoteles pada masa dinasti Muwahhidun tahun 557-559
H. Namun demikian, walaupun Ibnu Rusyd sangat mengagumi Aristoteles
bukan berarti dalam berfilsafat ia selalu mengekor dan menjiplak filsafat
Aristoteles. Ibnu Rusyd juga memiliki pandangan tersendiri dalam tema-
tema filsafat yang menjadikannya sebagai filosof Muslim besar dan
terkenal pada masa klasik hingga sekarang.
1) Agama dan Filsafat
Ibnu Rusyd adalah tokoh yang ingin mengharmoniskan agama dan filsafat.
Diantaranya tidak terdapat dua kebenaran yang kontradiktif, tetapi sebuah
kebenaran tunggal yang dihadirkan dalam bentuk agama, dan melalui
takwil, menghasilkan pengetahuan filsafat. Agama adalah bagi setiap
orang, sedangkan filsafat hanya bagi mereka yang memiliki kemampuan-
kemampuan intelektual yang memadai. Meskipun demikian, kebenaran
yang dijangkau suatu kelompok tidaklah bertentangan dengan kebenaran
yang ditemukan kelompok lain.
Seperti al-Kindi, Ibnu Rusyd juga berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah
memperoleh pengetahuan yang benar dan berbuat benar. Dalam hal ini,
filsafat sesuai dengan agama. Sebab tujuan agama-pun tidak lain adalah
untuk menjamin pengetahuan yang benar bagi umat manusia dan
menunjukkan jalan yang benar bagi kehidupan yang praktis. Agama dan
filsafat adalah sejalan dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
mencapai pengetahuan yang benar. Dengan demikian, berfilsafat secara
benar dengan menggunakan metode ilmu mantiq yang benar pula, akan
didapat pengetahuan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
2. Tingkat Kemampuan manusia
Dalam hal ini Ibnu Rusyd membuat perbedaan tingkat kapasitas dan
kemampuan manusia dalam menerima kebenaran menjadi tiga kelompok.
Mereka adalah kelompok yang menggunakan metode retorik (khathabi),
metode dialektik (jadali) dan metode demonstratif (burhani). Metode yang
pertama dan kedua dipakai oleh manusia awam, sedangkan metode yang
ketiga merupakan pengkhususan yang diperuntukkan bagi kelompok
manusia yang tingkat intelektual dan daya kemampuan berfikirnya tinggi.
Tingkat kemampuan manusia ini terkait dengan masalah pembenaran atau
pembuktian atas sesuatu yang dipengaruhi oleh kapasitas intelektualnya.
Ibnu Rusyd menjelaskan, bagi manusia, adanya tingkatan pembuktian
kebenaran secara burhani, jadali dan khatabi, karena kemampuan manusia
dalam menerima kebenaran itu berbedabeda dan beragam. Pengelompokan
ini, menurut Ibnu Rusyd sesuai dengan semangat al- Qur’an yang
mengajarkan umat Islam untuk mengajak manusia kepada kebenaran
dengan jalan hikmah, pelajaran yang baik dan debat yang argumentatif.
Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan cara hikmah, pengajaran yang
baik dan ajak bicaralah (debat) mereka dengan cara yang baik pula.
Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat di jalan-Nya
dan Ia juga lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk. (al-Nahl: 125)
3. Kebahagiaan
Mengenai konsep kebahagiaan, Ibnu Rusyd sejalan dengan ide al-Farabi
dan Ibnu Sina bahwa ilmu pengetahuan adalah jalan pencapaian dan
kebahagiaan spiritual. Derajat kesempurnaan tertinggi ialah jika seseorang
menembus tabir dan melihat dirinya aspek demi aspek di hadapan realitas-
realitas. Ibnu Rusyd menolak jika kesederhanaan dan kejumudan orang-
orang tasawuf merupakan sarana untuk menyendiri dan berhubungan
dengan Tuhan. Dengan demikian ia tidak bisa menerima anggapan kaum
sufi bahwa kebahagiaan seseorang dapat dicapai tanpa ilmu pengetahuan.
Ibnu Rusyd percaya bahwa konsep kebahagiaan hanya dapat dicapai
melalui akal aktual dan ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa sejak bayi
dilahirkan, ia sudah membawa kesiapan untuk menerima pengetahuan-
pengetahuan umum sehingga jika ia mulai belajar, maka kesiapan ini
berubah menjadi akal aktual. Akal ini selalu berkembang dan meningkat
sampai ia bisa berhubungan dengan akal yang tidak ada pada benda dan
daripadanya mengambil pancaran ilham. Akal yang sudah sampai kepada
tahap menerima pancaran ilham merupakan kesempurnaan tertinggi.
Sedangkan jalan yang akan menuntun untuk mencapainya, ialah
perkembangan segala pengetahuan dan peningkatan persepsi manusia.
Karena ilmu pengetahuan semata-mata adalah jalan kebahagiaan dan
hubungan dengan alam akal dan alam ruh.
4. Akal dan Jiwa Manusia
Manusia menurut Ibnu Rusyd, mempunyai dua gambaran yang dalam
bahasa Arab disebut ma’ani . Kedua gambaran itu dinamakan percept
(perasaan) dan concept (pikiran). Perasaan adalah gambaran khusus yang
dapat diperoleh dengan pengalaman yang berasal dari materi. Ibnu Rusyd
memberi perbedaan antara perasaan dan akal. Pemisahan ini
memperlihatkan kecenderungan Ibnu Rusyd dalam memisahkan antara
pengetahuan akali (aqli) dengan pengetahuan inderawi (naqli). Dengan
sendirinya kedua pengetahuan ini berbeda dalam hal cara manusia
memperolehnya. Pengetahuan inderawi diperoleh dengan percept
(perasaan), sedangkan pengetahuan aqli diperoleh lewat akal,
pemahamannnya dilakukan dengan penalaran atau pikiran. Akal sendiri
dibagi menjadi dua jenis, yang pertama disebut akal praktis dan yang kedua
adalah akal teoritis. Akal praktis memiliki fungsi sensasi, di mana akal ini
dimiliki oleh semua manusia. Di samping memiliki fungsi sensasi, akal
praktis juga memiliki pengalaman dan ingatan. Sedangkan akal teoritis
mempunyai tugas untuk memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat
universal
BAB 3
KESIMPULAN
Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun
520
Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim
terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang
mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti
kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami
filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan
pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk
mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu
Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat
Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan,
termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang
mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan
masalah hukum.
Pemikiran Ibnu Rusyd :
1. Pluralisme dalam ijtihad.
2. Kebebasan dan tradisi kritik
3. Dialog Antar agama
4. Kontrol atas Kebijakan Politik
Adapun filsafat Ibnu Rusyd adalah :
1. Agama dan Filsafat
2. Tingkat Kemampuan Manusia
3. Kebahagiaan
4. Akal dan Jiwa manusia
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairi Misrawi, Ibnu Rusyd “Gerbang Pencerahan Timur dan Barat”,
PPPM : Jakarta,2007
Ibnu Rusyd, Kaitan Filsafat Dengan Syari’at, judul asli, Fashl al-Maqal fi
ma baina al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal, terj. Ahmad Shodiq
Noor, Pustaka Firdaus,Jakarta, 1996
Ahmad Fuad al-Ahwani, Filsafat Islam, Pustaka Firdaus, cetakan
kedelapan, Jakarta,1997
Seyyed Hossein Nasr, Intelektual Islam, terj. Suharsono & Djamaluddin
M.Z., Pustakapelajar, Yogyakarta, 1996:Oliver Leaman, Pengantar Filsafat
Islam, terj. Amin Abdullah, Rajawali, Jakarta, 1989Miska Muhammad
Amin, Epistemologi Islam, UI-Press, Jakarta, 1983
http://id.wikipedia.org/wiki/b Ibnu_Rusyd
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1996