biografi ibnu sina.docx

35
BIOGRAFI IBNU SINA Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina,yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu. Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 1

Upload: ariya-tama

Post on 10-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BIOGRAFI IBNU SINA

Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina,yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya...

Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu. Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah.Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah. Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi.Latar BelakangIbnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dokter dan penulis aktif yang lahir di zaman keemasan Peradaban Islam. Pada zaman tersebut ilmuwan-ilmuwan muslim banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks Yunani dari zaman Plato, sesudahnya hingga zaman Aristoteles secara intensif banyak diterjemahkan dan dikembangkan lebih maju oleh para ilmuwan Islam. Pengembangan ini terutama dilakukan oleh perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan di masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar, Trigonometri, dan ilmu pengobatan. Pada zaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di zaman Dinasti Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam. Ilmu ilmu lain seperti studi tentang Al-Quran dan Hadist berkembang dengan perkembangan dengan suasana perkembangan ilmiah. Ilmu lainya seperti ilmu filsafat, Ilmu Fikih, Ilmu Kalam sangat berkembang dengan pesat. Pada masa itu Al-Razi dan Al-Farabi menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu pengobatan dan filsafat. Pada masa itu Ibnu Sina memiliki akses untuk belajar di perpustakaan besar di wilayah Balkh, Khwarezmia, Gorgan, Kota Ray, Kota Isfahan dan Hamedan. Selain fasilitas perpustakaan besar yang memiliki banyak koleksi buku, pada masa itu hidup pula beberapa ilmuwan muslim seperti Abu Raihan Al-Biruni seorang astronom terkenal, Aruzi Samarqandi, Abu Nashr Mansur seorang matematikawan terkenal dan sangat teliti, Abu al-Khayr Khammar seorang fisikawan dan ilmuwan terkenal lainya.

Pemikiran Filsafat Ibnu Sina

1. Filsafat Wujud Ketuhanan.

Dalam paham Ibnu Sina,essensi terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujud-lah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Kombinasi essensi dan wujud dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

Essensi yang tak dapat mempunyai wujud (mumtanial-wujud) yaitu sesuatu yang mustahil berwujud (impossible being). Contohnya rasa sakit. Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud (mumkin al-wujud) yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada. Essensi yang tak boleh dan tidak mesti mempunyai wujud (wijib al-wujud). Disini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu kesatuan. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi ini mesti dan wajib mempunyai wujud selama lamanya. Wajib al wujud inilah yang mewujudkan mumkin al wujud.

Dalam pembagian wujud wajib dan mumkin, Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun antara lain: baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim). Karena dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada hadits dan qadim sehingga, setiap orang yang ada selain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman. Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada waktu lain.Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak mesti wajib. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina telah menyatakan sejak awal bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan baharu. Pernyataan ini akan membawa kepada iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.

Dari pendapat tersebut terdapat perbedaan antara pemikiran para mutakallimin dengan pemikiran Ibnu Sina. Dimana para mutakallimin antara qadim dan baharu lebih sesuai dengan ajaran agama tentang Tuhan yang menjadikan alam menurut kehendak-Nya, sedangkan dalil Ibnu Sina dalam dirinya terkandung pemikiran Yunani bahwa Tuhan yang tunduk dibawah kemestian, sehingga perbuatan-Nya telah ada sekaligus sejak qadim.Perbuatan Ilahi dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan dalam 4 catatan sebagai berikut :

Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi mutajaddid) yaitu perbuatan yang telah selesai sebelum zaman dan tidak ada lagi yang baharu. Dalam kitab An-Najat (hal. 372) dijelaskan bahwaadanyawajib wujud (Tuhan) itu adalah keseharusan dari segala segi, sehingga tidak terlambat wujud lain, dan semua yang mungkin menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada tabiat yang baru, tidak ada ilmu yang baru dan tidak ada suatu sifat dzat-Nya yang baru.Perbuatan Allah telah selesai sejak qadim, tidak ada sesuatu yang baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah-olah alam ini tidak perlu lagi kepada Allah sesudah diciptakan.

Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak mempunyai tujuan apapun. Sehingga adanya alam merupakan perbuatan mekanis belaka atas adanya wajib al-wujud.

Ketiga, jika perbuatan Ilahi telah selesai dan tidak mengandung sesuatu maksud, maka akan terbentuk hukum kemestian, seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak bebas.

Keempat, perbuatan itu hanyalah memberi wujud dalam bentuk tertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan beberapa nama, seperti: shudur (keluar), faidh (melimpah), luzum (mesti), wujub anhu (wajib darinya). Hal ini digunakan oleh Ibnu Sina untuk membebaskan diri dari pikiran Penciptaan Agamawi, karena ia berada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep Tuhan sebagai sebab pembuat (Illah failah) seperti ajaran agama dengan konsep Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang berperan sebagai pemberi kepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara gradual untuk memperoleh kesempurnaan.

2. Filsafat Jiwa

Ibnu Sina memberikan perhatian yang khusus terhadap pembahasan tentang jiwa, Memang tidak sukar untuk mencari unsur-unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran-pikiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran-pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai konsep sendiri dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.

Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika dia lebih mendekati pendapat-pendapat filosof modern. Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah filsafatnya tentang jiwa.Sebagaimana Al-Farabi,iajuga menganut faham emanasi (pancaran). Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.

Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat: sifat wajib wujud-nya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujud-nya jika ditinjau dari hakekat dirinya. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran: Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang Tuhan timbul akal-akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujud-nya timbul jiwa-jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujud-nya timbul di langit.

Secara garis besar Jiwa dapat dibagi menjadi dua segi yaitu: Segi fisika yang membicarakan tentang macam-macamnya jiwa (jiwa tumbuhan, jiwa hewan dan jiwa manusia).

Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian :

Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai daya:Makan (nutrition), Tumbuh (growth), Berkembang biak (reproduction) Jiwa binatangmempunyai daya:Gerak (locomotion), Menangkap (perception) dengan dua bagian :a) Menangkap dari luar dengan panca indera. Terdiri dari lima unsur; sentuh, perasa, pencium, penglihatan, pendengaran.b)Menangkap dari dalam dengan indera-indera dalam. Terdiri dari lima indera; indra al-hiss al-musytarakberfungsi menerima segala yang ditangkap oleh indera luar, indra al-khayyalberfungsi menyimpan apa yang ditangkap indera bersama, indera al-mutakhayyilatberfungsi menyusun apa yang disimpan oleh khayyal, indera estimasi berfungsi menangkap hal-hal yang abstrak. Seperti menghindari sesuatu yang dibenci oleh hewan tersebut, dan indera rekoleksi berfungsi menyimpan hal-hal abstrak yang diterima dari estimasi.

Jiwa manusia mempunyai daya :Daya Praktis berhubungan dengan badan dan daya Teoritis berhubungan dengan hal-hal abstrak.Daya teoritis mempunyai tingkatan:Akal materiil yang semata-mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.Akal al-malakat, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal-hal abstrak.Akal aktual, yang telah dapat berfikir tentang hal-hal abstrak.Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal-hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.

Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud jiwa dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa.

Ada empat dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Sina untuk membuktikan adanya jiwa yaitu:

Dalil Alam KejiwaanPada diri kita ada peristiwa yang tidak mungkin di tafsirkan kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa- peristiwa tersebut adalah gerak dan pengenalan.Gerak ada dua macam yaitu : Gerak paksaan (harakah qahriah) yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar dan yang menimpa sesuatu benda kemudian menggerakkannya. Gerak bukan paksaan, dan gerak ini terbagi menjadi dua yaitu :

Gerak sesuai dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya sesuatu dari atas ke bawah. Gerak diam benda yang terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia yang berjalan di bumi, sedang berat badan seharusnya menyebabkan ia diam, atau seperti burung yang terbang di udara, seharusnya jatuh atau tetap di sarangnya di atas bumi. Gerak yang berlawanan dengan ketentuan alam tersebut menghendaki adanya penggerak khusus yang melebihi unsur-unsur benda yang bergerak. Penggerak tersebut adalah jiwa.

Pengenalan tidak dimiliki oleh semua mahluk, tetapi hanya di miliki oleh sebagiannya. Yang memiliki pengenalan ini menunjukkan adanya kekuatan-kekuatan lain yang tidak terdapat pada lainnya. Begitulah isi dalil natural-psikologi dari Ibnu Sina yang didasarkan atas buku De Anima (Jiwa) dan Physics, kedua-duanya dari Aristoteles. Namun dalil Ibnu Sina tersebut banyak berisi kelemahan-kelemahan antara lain bahwa natural (physic) pada dalil tersebut dihalalkan. Dalil tersebut baru mempunyai nilai kalau sekurangnya benda-benda tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur yang satu macam, sedang benda-benda tersebut sebenarnya berbeda susunannya (unsur-unsurnya).

Oleh karena itu maka tidak ada keberatannya untuk mengatakan bahwa benda-benda yang bergerakmelawan ketentuan alam berjalan sesuai dengan tabiatnya yang khas dan berisi unsur-unsur yang memungkinkan ia bergerak. Sekarang ini banyak alat-alat (mesin ) yang bergerak dengan gerak yyang berlawanan dengan hukum alam, namun seorang pun tidak mengira bahwa alat-alat (mesin-mesin) tersebut berisi jiwa atau kekuatan lain yang tidak terlihat dan yang menggerakkannya. Ibnu Sina sendiri menyadari kelemahan dalil tersebut. Oleh karena itu dalam kitab-kitab yang dikarang, seperti al-syifa dan al-Isyarat, dalil tersebut disebutkan sambil lalu saja, dan ia lebih mengutamakan dalil-dalil yang didasarkan atas segi-segi pikiran dan jiwa.

3. Dalil Aku dan Kesatuan Gejala Kejiwaan.

Menurut Ibnu Sina apabila seorang sedang membicarakan tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain, maka yang dimaksudkan ialah jiwanya, bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan saya keluar atau saya tidur , maka bukan gerak kaki, atau pemejaman mata yang dimaksudkan, tetapi hakikat kita dan seluruh pribadi kita.

4. Dalil Kelangsungan (kontinuitas).

Dalil ini mengatakan bahwa masa sekarang mempunyai hubungan dengan masa lampau dan masa depan. Kehidupan ruh pada pagi ini ada hubungannya dengan kehidupan ruh yang kemarin, bahkan kehidupan yang terjadi sekarang ada hubungannya dengan kehidupan yang terjadi beberapa tahun yang telah lewat. Perubahan tersebut saling berhubungan karena adanya jiwa.Ibnu Sina dengan dalil kelangsungan tersebut telah membuka ciri kehidupan pikiran yang paling khas dan mencerminkan penyelidikan dan pembahasannya yang mendalam.

5. Hukum Orang Terbang atau Tergantung di Udara.

Dalil ini adalah yang paling jelas menunjukkan intelektualitas Ibnu Sina. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan dan khayalan. Dalil tersebut sebagai berikut: jika ada seseorang yang bisa menggantungkan dirinya di udara dan tidak merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau perlawanan.Kemudian ia menutup matanya dan tidak melihat sama sekali apa yang ada di sekelilingnya. Maka orang tersebut akan menyadari bahwa dirinya itu ada.Jika ia memikirkan tentang wujud adanya tangan dan kakinya, berarti wujud penggambaran dirinya membuktikan bahwa eksistensi jiwa dalam organ itu ada.

Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.

6. Falsafat Wahyu dan Nabi

Gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang dibangun dalam empat tingkatan: intelektual, imajinatif, keajaiban, dan sosio-politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan. Perbedaan antara nabi dan filosof yang telah dijelaskan oleh Sirajuddin bahwa seorang nabi adalah manusia pertama, manusia pilihan Tuhan dan tidak peluang bagi filosof untuk menjadi nabi. Sedangkan filosof adalah menusia kedua, manusia yang mempunyai intelektual yang tinggi dan tidak bisa menjadi nabi.

Dari yang telah dijelaskan sebelumnya, akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil dan tingkatan akal yang terberat adalah akal mustafad. Kebenaran filosof didapat melalui akal mustafad karena perolehan ilham yang merupakan sebuah perjuangan dan latihan yang keras. Sedangkan kebenaran nabi didapat dari malaikat Jibril yang berhubungan dengan nabi melalui akal materiil yang disebut hads (kekuatan suci). Kebenaran nabi itulah yang dinamakan wahyu.

Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi-nabi.

Karya Ibnu Sina Hidup Ibnu Sina penuh dengan kesibukan bekerja dan mengarang, serta penuh dengan kesenangan dan kepahitan hidup bersama-sama. Boleh jadi, keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa penyakit yang tidak bisa diobati pada tahun 428 H (1037 M) dan meniggal dunia di Hamadzan, pada usia 58 tahunIbnu Sina tidak pernah mengalami ketenangan, dan usianya pun tidak panjang. Beliau banyak disibukan dengan urusan politik, sehingga tidak banyak mempunyai kesempatan untuk mengarang. Walaupun demikian, beliau telah berhasil meninggalkan berpuluh-puluh karangan. Adapun karangan yang telah dibuat Ibnu Sina adalah 1. Asy-Syifa. Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar Ibnu Sina, dan terdiri dari empat bagian. yaitu logik, fisika, matematika dan metafisika (ketuhanan). Buku tersebut mempunyai beberapa naskah yang tersebar di berbagai perpustakaan di Barat dan Timur.Kitab As-Syifa terdiri dari 10 jilid: 1. Pada jilid pertama, pembahasan difokuskan pada persoalan metafisika/Ilahiyyat. Bab pertama dari jilid pertama membahas tentang Ilmu filsafat dibagi menjadi dua bagian: pertama; teoritis dan kedua; praktis. Yang teoritis terbagi 3: a. fisika, b. matematika, c. metafisika. yang praktis terbagi dua: Etika dan politik. 2. Jilid kedua membahas tentang Matematika: yang meliputi sub bab pembahasan tentang; a) Geomitri, b) Musik, c) Aritmatik3.Jilid ketiga masih pembahasan Matematika meliputi pembahasan Astronomi4.Jilid ke empat,kelima dan keenam tentang Fisika/at Thabiiat; di jilid ke empat berisi pembahasan tentang ; Fisika Dasar/at-Thabiiaat5.Jilid kelima berisi 6 sub bab yang terkait dengan Fisika: a). kosmologi/as Sama wa al Alam, b). Perubahan/al kaun wa al Fasad, c). aksi-reaksi/al Ifal wa al Infiaalaat, d). Psikologi/an Nafsu, e). mineorologi/ al miaad wa al-atsarr al Ulumiyyah, f). Botani/an Nabaat Pada jilid kelima ini yang penulis pelajari adalah tentang psikologi/An Nafsu. Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian: a. Jiwa Tumbuh-tumbuhan (an Nafsu an Nabaathiyah) dengan daya-daya sebagai berikut: Makan, tumbuh dan berkembang Biak.b Jiwa binatang (an Nafsu al Hayawaaniyah) daya-daya di sini tidak hanya sebatas bisa makan, tumbuh dan dan berkembang biak tetapi sudah bisa bergerak, kemudian dengan indra yang ada bisa menangkap/perception. Baik menangkap dari luar dengan panca indra atau dari dalam dengan indra-indra di dalam. Jiwa manusia (an Nafsu an Naathiqah) , memiliki dua daya:(1). Daya praktis: yang berhubungan dengan badan(2). Daya teoritis: yang hubungannya dengan hal-hal yang abstrak. Daya di sini juga masih mempunyai beberapa tingkatan: a. akal materil. b. intellectus in habitu c. akal actual. d. akal intellect/mustafad[footnoteRef:1] [1: ]

6.Jilid ke enam berisi pembahasan tentang; Zoologi/al hayawaan7.Jilid ke tujuh, delapan, Sembilan dan sepuluh membahas tentang; Logika/mantiq. Jilid ke tujuh berisi tiga bab yang membahas tentang; a). al Mad khol. b). kategori/al maqulaat. c). al Ibaraat8. Jilid ke delapan hanya berisi satu bab yaitu pembahasan tentang; al qiyas9.Jilid ke sembilan ada dua bab; a). demonstrasi/al burhan. b). debat/al jadaal10.Jilid ke sepuluh berisi tiga bab yang meliputi pembahasan; a). kerancuan berpikir/al safsathoh, b). retorika/al khitobah, c). as syiierRingkasnya tengtang pembahasan logika Ibnu Sina membagi Logika menjadi Sembilan bagian, yaitu:(a). pengantar logika yang membhasa tentang lafadh-lafadh dan makna-makna, (b). pembasan mengenai kategori yang sepuluh, (c). al-ibarat yang membahas tentang proposisi, (d). analogi atau qiyas,(e). Demonstrasi atau al-burhan,(f). Dialektika atau aljadal, (g). Retorika atau alkhitabah, (h). puisi/poetika atau As syiri, (i). Buah pikiran yang rancu atau safsathah/ sophistika. kategori yang dimaksud oleh ibnu Sina adalah tidak jauh berbeda dengan sang guru yaitu Aristoteles, di antaranya: 1. SubstansiSubstansiialahsegalasesuatuyangberdiri sendiri, berada di dalam esensinya serta tidakmemerlukansesuatuyanglainuntukberada.Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti :manusia,atau yang berhubungan dengan warna seperti putih, merah, kuning dan sebagainya. Sembilan kategori berikutnya adalah merupakan aksiden yaitu sesuatu yang tidak bisa berdiri sendiri selalu bergantung pada yang namanya substansi, di antaranya:

2. KuantitasKuantitasmenunjukkanbesaransesuatudandaursuatuperistiwa atau jumlah dari sesuatu yang ada seperti:ukuran panjangataubilangan-bilangan.

3. KualitasKualitasadalahsifatsesuatu,bentuknyadankondisinya.Segalasesuatuakan dikenaipertanyaan:Bagaimana?.Iaberkaitandengankualitaskualitasindrawi darisegalasesuatu,seperti:warnanya,rasanya,baunya,panasdandinginnya,kekeringandan kelembabannya,danjugaberkaitandenganjenis-jeniswatakdankondisi kondisi emosionalmanusia,seperti:keterusteranganatauperasaanmalu.4. RelasiIstilahrelasimenunjukkanhubunganantaraduahalataubenda,sepertihubungan antaramajikandanpekerjanyaataulebihumumlagi,hubunganantarasesuatudengansemuaobjeklainnya.Tidakakanadasesuatuitu,kecualidihubungkandenganyang lainnya. Seperti hubungan sang ayah dengan anaknya, 5. Tempat(Place)Kategoriinimenunjukkantempattertentudimanasesuatuituada atau merupakan jawaban dari pertanyaan dimana?/Aina? misalnya:di Jakarta, Kampus ICAS dan sebagainya.6. Waktu(Time)Kategoriwaktuinimerupakanjawabandaripertanyaan:kapan?,misalnya:kapanterjadinyaanginpuing beliun? Maka jawabannya bisa minggu lalu, bisakemarin,tadimalam,dan sebagainya.7. PosisiatauSituasiKategoriinimenunjukkanpostursuatubendaataukeadaansesuatubenda,seperti: duduk, berbaring, berdiri, berjalan dan sebagainya.8. Kepemilikan (Posession)Kategorimilikseringdisebutjiddahataulahu(diamemiliki),ataumempunyai(zu)ialahsesuatuselaluadabersamapemiliknyakemanapuniapergi,misalnya:pakaian atausepatuyangdipakaiolehseseorang.

9. Aksi(Perbuatan)Perbuatandalampengertiankhususiniberartimempengaruhisesuatuyangmenerimaakibatnya,misalnya:memanaskan,memotong,pengaruhkhatibpada jamaahnya,pengaruhpendidikpadaanakdidiknya,pengaruhdokterpada penyembuhannya.10. Fasifitas (Infial)Kategoripasif(Passion,Affection)merupakansesuatuyangmenerima pengaruhdariaksi,misalnya:aksimemanaskan,sementarakeinginanakanterpanaskanjuga.Kategoripasifinimerupakanhubungansubstansisampaipadasifat-sifatyangadadidalamnya. Pada dasarnya masih banyak hal-hal yang mungkin juga sangat penting untuk di sampaikan pada pembahasan mengenai kitab as Syifa karya Ibnu Sina ini, akan tetapi karena keterbatasan penulis terlebih dalam bahasa arab, karena tulisan ini juga banyak merujuk ke sumber aslinya yang berbahasa arab. Sehingga hanya demikian tulisan ini dengan harapan akan ada yang bisa lebih dalam membahas karya Ibnu Sina ini.

2. An-NajatBuku ini merupakan keringkasan buku Asy-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku Al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.

3. Al-Isyart wa TanbihatBuku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Kemudian, diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr. Sulaiman Dunia.I. Sekelumit tentang al-Isyrat wa al-TanbihtSalah satu karya besar tersebut menjadi subjek utama makalah singkat ini, yakni al-Isyrat wa al-Tanbiht (Isyarat dan Peringatan).Kitab al-Isyrat wa al-Tanbiht disusun Ibnu Sn di Persia setelah masa kejatuhan Imperium Sassanid Persia, kemudian tampaknya diselesaikan setelah di Isfahan. Kitab ini adalah sebuah karya yang disusun di masa-masa akhir hidupnya. Salah satu versi mengatakan bahwa al-Isyrat wa al-Tanbiht disusun di awal tahun 1030an. Akan tetapi, tetapi waktu pasti penulisan kitab ini tidak diketahui, selain bahwa ia merupakan karya belakangan Ibnu Sn. Oleh karena itu, salah satu kelebihan kitab ini lebih menggambarkan kematangan berpikir Ibnu Sndibandingkan karya-karya sebelumnya. Yang menarik adalah, pada karya ini Ibnu Sn sejak awal menegaskan bahwa ini tidak diperuntukkan kepada sembarang pembaca. Ia berpesan bahwa hanya pembaca yang cerdas yang dapat memeroleh kebenaran-kebenaran yang tersebunyi di balik karya tersebut. Lalu mengapa Ibn Sntidak menghadirkan kebenaran hakiki itu secara terang-terangan? Alasan Ibnu Sn adalah, upaya untuk membuat pembaca biasa memahami kebenaran terdalam pada karya itu hanya akan sia-sia karena mereka tidak memiliki instrumen pemahaman yang memadai. Akibatnya, karena ketidakmampuan tersebut sangat mungkin terjadi kesalahpahaman yang pada akhirnya mendistorsi kebenaran tersebut. Oleh karena itu, jalan terbaik adalah dengan menyembunyikan kebenaran-kebenaran yang dimaksud. Kitab ini merupakan sebuah ensiklopedia filosofis yang memberikan premis-premis kunci dan kesimpulan-kesimpulan utama pandangan filosofisnya. Ia disusun ke dalam empat jilid dan memulai bahasannya dari ilmu logika pada jilid pertama. Tiga jilid berikutnya secara berurut antara lain fisika, metafisika, dan sufisme atau tasawwuf. Dari urutan penjilidan tersebut, terang terlihat bahwa untuk memahami disiplin ilmu yang bahkan melampaui dunia fisik, Ibn Sn mengantarkan para pembacanya melalui gerbang logika. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jika kembali kepada pertanyaan awal pada pembuka tulisan ini ditujukan pada Ibnu Sn, Dari mana memulai mempelajari filsafat?, tentu Syaikh al-Ris akan lugas menjawab, Dari logika.

4. Al-Hikmat Al-Masyriqiiyyah

Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih memuat bagian logika. Menurut Carlos Nallino, buku ini berisi filsafat Timur sebagai imbangan dari filsafat Baratnya

5. Al-Qanun atau Canon of Medicine,Buku ini pernah di terjemahkan dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke tujuh belas Masehi. Buku tersebut pernah diterbitkan di Roma tahun 1593 M, dan India tahun 1323 H. Risalah-risalaj lain yang banyak jumlahnya dalam lapangan filsafat, etika, logika dan fsikologi.Kitab ini menggabungkan pengalaman peribadi Ibnu Sina, perubatan Islam pada Zaman Pertengahan, penulisan doktor Rom Kuno Galen, doktor Ayurveda India dan perubatan Parsi kuno, dengan tambahan aspek materia medika negeri China. Kitab Kanun Perubatan dikarang dalam bahasa Arab dan kemudian di diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa lain, termasuk bahasa Parsi, Latin, Cina, Ibrani, Jerman, Perancis dan Inggeris. Kanun dianggap salah satu buku termasyhur dalam sejarah perubatan. Juga dikenali dengan nama sengkatan Kanun ataupun Qanun (yang bermaksud "hukum" dalam bahasa Arab dan Parsi), Kanun Perubatan kekal berwibawa dalam bidang perubatan sehingga kurun ke-18 M. dan awal kurun ke-19. Ia meletakkan piawai bagi perubatan di Eropah dan dunia Islam, dan merupakan karya bertulis termasyhur Ibu Sina bersama dengan Kitab Penyembuhannya. Kanun digunakan di banyak sekolah perubatan misalnya di University Montpellier, Perancis, selewat tahun 1650. Kebanyakan bukunya turut diterjemahkan ke dalam bahasa Cina sebagai Huihui Yaofang oleh orang Hui pada zaman China Yuan. Kanun juga menjadi asas perubatan Unani, suatu bentuk perubatan tradisional yang diamalkan di India.Prinsip-prinsip perubatan yang diterangkan dalam Kanun yang dihasilkan sepuluh abad lalu masih diajar, antara lain, di Universiti California dan Universiti Yale di Amerika Syarikat, sebagai sebahagian sejarah perubatan.

15