pemahaman tematik terhadap hadits-hadits nabi  · web viewkajian terhadap hadits-hadits do’a...

23
PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI Kajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud Oleh : M. Nawawi A. Pendahuluan Ketentuan mengenai do’a yang dibaca ketika seorang Mushalli sedang melakukan ruku’ atau sujud dalam shalat, diriwayatkan dalam bentuk yang beragam, dan jumlahnya sangat banyak. Didalam Sunan an-Nasa’i saja, tidak kurang dari lima belas riwayat. Belum lagi dalam kitab sunan yang lain dan kitab shahih. Hal ini mengundang munculnya berbagai macam pemikiran dan interpretasi dikalangan para ulama’. Bacaan mana yang paling absah diantara sekian riwayat-riwayat tersebut, yang dapat dipergunakan sebagai do’a yang dianggap paling sesuai dengan sunnah Nabi. Sebagian kalangan mencoba melakukan tarjih terhadap berbagai riwayat, kemudian mengamalkan do’a/bacaan yang dianggapnya sebagai paling rajih, dengan menyampingkan do’a/bacaan yang lain. Bahkan ada sebagian orang berani menilai bahwa sebagian do’a yang terdapat dalam riwayat kitab-kitab hadits tersebut sebagai bid’ah yang harus dijauhi. Namun pada saat yang sama, terdapat pemikiran lain 1

Upload: phungkien

Post on 11-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABIKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud

Oleh : M. Nawawi

A. Pendahuluan

Ketentuan mengenai do’a yang dibaca ketika seorang Mushalli

sedang melakukan ruku’ atau sujud dalam shalat, diriwayatkan dalam

bentuk yang beragam, dan jumlahnya sangat banyak. Didalam Sunan an-

Nasa’i saja, tidak kurang dari lima belas riwayat. Belum lagi dalam kitab

sunan yang lain dan kitab shahih. Hal ini mengundang munculnya

berbagai macam pemikiran dan interpretasi dikalangan para ulama’.

Bacaan mana yang paling absah diantara sekian riwayat-riwayat tersebut,

yang dapat dipergunakan sebagai do’a yang dianggap paling sesuai dengan

sunnah Nabi.

Sebagian kalangan mencoba melakukan tarjih terhadap berbagai

riwayat, kemudian mengamalkan do’a/bacaan yang dianggapnya sebagai

paling rajih, dengan menyampingkan do’a/bacaan yang lain. Bahkan ada

sebagian orang berani menilai bahwa sebagian do’a yang terdapat dalam

riwayat kitab-kitab hadits tersebut sebagai bid’ah yang harus dijauhi.

Namun pada saat yang sama, terdapat pemikiran lain yang berbeda dengan

dua pemikiran terdahulu. Pemikiran ini mencoba memberikan pemahaman

yang adil terhadap berbagai riwayat, dan berusaha mengakomodir semua

riwayat yang secara harfiah, memang berbeda antara yang satu dengan

lainnya. Pemahaman yang terakhir ini lazim disebut sebagai pemahaman

tematik (maudhu’i). Tulisan ini disusun dengan tujuan ingin mencoba

memaparkan uraian tentang pemahaman tematik terhadap berbagai

riwayat mengenai do’a dalam ruku’ dan sujud, sebagaiamana disebutkan

dalam berbagai kitab hadits.

1

Page 2: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

B. Berbagai Bentuk Do’a Dalam Ruku’ Dan Sujud

Sebagaiaman disebutkan dalam berbagai riwayat kitab hadits,

bentuk do’a tersebut sangat beragam. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Hadits riwayat Imam Muslim dari A’isyah RA.1

2. Hadits riwayat Imam Muslim dari A’isyah RA.2

3. Hadits riwayat Imam Muslim dari Mutharrif bin Abdillah bin al-

Syakhir.3

4. Hadits riwayat Imam Abu Dawud dari Uqbah bin ‘Amir.4

5. Hadits riwayat Abu Dawud dari Uqbah bin ‘Amir dengan redaksi yang

agak berbeda sebagai berikut.5

6. Hadits riwayat al-Nasa’i dari Auf bin Malik.6

2

Page 3: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

7. Hadits riwayat an-Nasa’i dari Ali bin Abi Thalib.7

8. Hadits riwayat al-Nasa’i dan Abu Dawud.8

9. Hadits riwayat Imam Muslim dan Abu Dawud.9

10. Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah.10

11. Hadits riwayat al-Nasa’i dari Ali bin Abi Thalib.11

12. Hadits riwayat al-Nasa’i dari Auf bin Malik.12

3

Page 4: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

Secara lengkap hadits sebagaimana disebut di atas, selanjutnya dapat

dilihat pada lampiran makalah ini. Kemudian sebagai kelengkapan,

dicantumkan pula beberapa hadits pendukung sebagai syahid atas berbegai

riwayat mengenai do’a sebagaimana telah disebut pada nomor-nomor di

atas. Hal ini dimaksudkan sebagai petunjuk, bahwa do’a atau bacaan

dalam ruku’ dan sujud dengan berbegai bentuknya yang beragam sangat

populer dikalangan para ulama’.

C. Pemahaman Maudhu’i

Pemahaman maudhu’i, dibidang hadits, sebenarnya merupakan

istilah baru bila dibandingkan dengan pemahaman dibidang tafsir. Hal ini

bisa diperhatikan dari perkembangan buku-buku yang membahas

mengenai ilmu hadits. Sampai saat ini belum dijumpai tulisan yang secara

khusus membahas tentang methode pemahaman maudhu’i dibidang hadits.

Tidak seperti dalam tafsir. Dibidang ini sudah banyak ditemukan buku-

buku ilmu tefasir yang membahas methode tersebut, seperti buku al-

Bidayah fi Tafsir al-Maudhu’i yang disusun oleh Dr. Abd. Hayyi al-

Farmawi dan lain-lain. Jadi istilah ini (maudhu’i dibidang hadits)

merupakan pinjaman dari tafsir. Namun apabila kita perhatikan secara

seksama terhadap buku-buku ilmu hadits, akan kita jumpai bahwa para

ulama’ dahulu telah melakukan pemahaman sebagaimana model

pemahaman maudhu’i tersebut. Hanya saja istilah yang dipakainya tidak

menggunakan maudhu’i.

Salah satu contohnya adalah methode penyelesaian hadits-hadits

mukhtalif. Salah satu methode yang dipergunakan adalah “al-Jam’u wa al-

Taufiq” : methode kompromi. Metode ini berusaha mencari titik temu

kandungan makna masing-masing hadits yang mukhtalif tersebut dengan

4

Page 5: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

maksud supaya diperoleh pemahaman yang tepat, sehingga masing-

masing hadits tersebut dapat diamalkan sesuai dengan tuntutannya.13

Imam al-Syafi’i dalam buku Ikhtilaf al-Hadits, misalnya telah

banyak melakukan upaya pemahaman melalui pendekatan al-Jam’u ketika

menghadapi hadits-hadits yang secara tekstual berbeda. Telah

diriwayatkan bahwa Nabi SAW. -menurut laporan Ibnu Abbas- melakukan

wudhu’ dengan membasuh sebanyak satu kali. Namun menurut laporan

Himran, mantan budak Utsman bin Affan, dinyatakan bahwa Nabi

membasuh sebanyak tiga kali. Menhadapi dua riwayat yang berbeda

tersebut Imam Syafi’i berusaha mengkompromikan kedua riwayat

tersebut. Kedua model yang dicontohkan Nabi tentang cara membasuh

anggota wudhu’ tersebut adalah merupakan sunnah Nabi. Satu kali

basuhan sebagaimana dicontohkan Nabi di atas merupakan batas minimal.

Sedangkan basuhan tiga kali merupakan bentuk kesempurnaan.14

Model pemahaman sebagaimana dilakukan al-Syafi’i di atas adalah

merupakan salah satu bentuk dari pemahaman maudhu’i. Hal ini bisa

dibandingkan dengan penjelasan Dr. Abd. Hayyi al-Farmawi dalam buku

al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’iy. Dikatakan bahwa salah satu macam

dari bentuk tafsir maudhu’iy adalah mempelajari ayat-ayat dengan cara

menghimpun yang serupa, kemudian mengkompromikan antara yang ‘Am

dengan yang Khas, antara yang Mutlaq dengan yang Muqayyad serta

mensingkronkan yang secara lahiriyah tampak kontradiktif, sehingga ayat-

ayat tersebut bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan.15

Memperhatikan pernyataan al-Farmawi di atas, maka pemahaman

hadits secara maudhu’iy adalah memahami suatu topik persoalan dengan

cara menghimpun hadits-hadits yang berkaitan (berbicara) dengan topik

tersebut, kemudian dikaitkan satu sama lain, sehingga pada akhirnya

5

Page 6: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut

pandangan yang ada pada hadits-hadits.16

D. Do’a Dan Bacaan Pada Ruku’ dan Sujud Dalam Konteks Pemaha man Maudhu’iy.

Sebelum sampai pada kesimpulan secara maudhu’iy terhadap

hadits-hadits yang menjelaskan mengenai bacaan/do’a dalam ruku’ dan

sujud, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu penjelasan para ulama’

tentang hal tersebut.

Ibnu Rusd dalam kita Bidaya al-Mujtahid menjelaskan bahwa

jumhur ulama’ telah sepakat melarang membaca ayat al-Qur’an dalam

waktu ruku’ dan sujud. Ketentuan ini diambil berdasar keterangan riwayat

dari Nabi melalui Ibnu Abbas, sebagaiaman tersebut dalam hadits nomor

delapan di atas.17 Lebih lanjut as-Syaukani dalam Nailul Authar

menegaskan bahwa hukum membaca ayat dalam ruku’ dan sujud itu

haram. Namun diperselisihkan apakah perbuatan tersebut membatalkan

shalat atau tidak.18

Ruku’ dan sujud adalah suatu tahap peribadatan, dimana seorang

sedang dalam puncak ketundukan dan khusu’ dihadapan Tuhan, kata al-

Khaththabi. Oleh karena itu ia (ruku’ dan sujud) husus digunakan untuk

berdzikir dan mensucikan asma’ Allah.19

Maka atas dasar itulah, para ulama’ mamahami mengapa membaca

ayat al-Qur’an tidak diperkanankan pada saat melakukan ruku’ dan sujud.

Sebaliknya bacaan dzikir dan mengagungkan Tuhan dianjurkan. Bahkan

menurut Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan Dawud ad-Dhahiri

hukumnya wajib.20 Oleh karena itu apabila seorang sengaja

meninggalkannya, maka shalatnya dinyatakan batal. Hal ini didasarkan

6

Page 7: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

hadits Nabi yang artinya “Shalatlah kamu semua sebagaimana engkau

melihat aku shalat”.

Persoalan yang menjadi perselisihan dikalangan para ulama’

adalah mengenai bacaan yang boleh dibaca dalam waktu ruku’ dan suju.

Sebagian besar para ulama’ berpendapat bahwa bacaan dzikir dan

pengagungan kepada Tuhan yang boleh dibaca adalah bersifat husus

sebagaimana yang dicontohkan Rasulallah SAW. Namun menurut

sebagian ulama’, bacaan itu tidak bersifat khusus, yang penting isinya

(intinya) memuji dan mengagungkan asma Allah.21

Hal lain lagi yang diperselisihkan adalah membaca do’a dalam

ruku’. Sebagian besar para ulama’ melarang membaca do’a dalam ruku’.

Tetapi sebagian lain memperbolehkannya. Demikian pula mereka juga

berselisih mengenai lafad (redaksi) doa’ yang boleh dibaca dalam sujud.

Apakah do’a itu sifatnya khusus, atau boleh berdo’a apa saja sesuai

dengan kepentingan yang sedang diperlukan mushalli (orang yang sedang

melaksanakan shalat).22

Untuk menjawab berbagai persoalan sebagaimana tergambar di

atas melalui pemahaman tematik (maudhu’iy), maka perlu pengkajian

yang komprehensip, tidak saja hanya memperhatikan keterangan hadits-

hadits yang terkait, tetapi perlu juga diperhatikan keterangan al-Qur’an.

Dijelaskan dalam hadits riwayat an-Nasa’i dan Abu Dawud

sebagaimana tersebut dalam nomor delapan di atas, bahwa Nabi SAW.

dilarang membaca ayat al-Qur’an disaat ruku’ dan sujud. Sebaliknya Ia

memerintahkan supaya ruku’ itu diisi dengan ucapan (bacaan) yang

sifatnya mengagungkan Tuhan. Sedangkan pada saat sujud, Nabi

memerintahkan supaya dipergunakan untuk berdo’a secara sungguh-

sungguh.

7

Page 8: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

Berdasarkan riwayat di atas, maka disepakati bahwa ruku’ itu

merupakan tempat membaca tasbih.23 Lalu bagaimana hukumnya ?.

Apakah merupakan kewajiban, atau hanya sebagai anjuran.

Sebagaimana di jelaskan di atas, persoalan ini adalah ikhtilaf.

Namun bila kita perhatikan berbagai riwayat sebagaiaman tercantum

1

Catatan Akhir :

? Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, Jilid I, (Bairut : Dar al-Fikr, 1992), hal. 222

2 Ibid, hal. 2233 Ibid,4 Abu Dawud Sulaiman bin Ats-Ats, Sunan Abu Dawud, Jilid I,

(Indonesia : Maktabah Dahlan, tth), hal. 230.5Ibid,

8

Page 9: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

dalam poin B di atas, maka membaca tasbih dalam ruku’ adalah

merupakan sunnah Nabi yang selalu dikerjakannya. Maka atas dasar ini

membaca tasbih sebagai ungkapan pengagungan kepada Tuhan, disaat

seorang mushalli sedang ruku’, adalah perbuatan yang harus dicontoh

serta diikuti oleh segenap kaum muslimin. Lalu apakah tindakan

mencontoh Nabi itu sampai pada tingkatan wajib ?. Dalam hal ini penulis

cenderung membagi kedalam dua kategori.

6 Al-Hafid Jalaluddin al-Suyuthi, Syarah Sunan an-Nasa’i, (Kairo : Dar al-Hadits, 1978) Juz I, hal. 191

7Ibid, hal. 192 8 Ibid, hal, 189 dan 217, Bandingkan dengan Abu Dawud, Op Cit,

hal. 2329 Muslim bin al-Hajjaj, Op Cit, hal. 221. Bandingkan dengan Abu

Dawud, Ibid, hal. 23110 Muslim bin al-Hajjaj, Ibid, hal. 22111 Jalaluddin al-Syuyuthi, Syarah Muslim, Juz I, hal. 22112 Ibid, hal. 22313 Dr. Edi Safri, Imam al-Syafi’i : Methode Penyelesaian Hadits-

Hadits Mukhtalif, Desertasi Doktor, Tidak Diterbitkan, IAIN Jakarta, 1990, hal. 151

14 Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Ikhtilaf al-Hadits, Tahqiq Muhammad Abd. Aziz, (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986) hal. 41-42

15 Dr. Abd. Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu’iy, (terjamahan), Jakarta : LSIK, 1994, hal. 46

16 Bandingkan dengan penjelasan Dr. Quraish Shihab dalam buku Membumikan al-Qur’an, tentang tafsir maudhu’iy pada halaman 114.

17 Muhammad bin Ahmad bin Rusdy al-Qurthubi, Bidayah al-Mujtahid, Juz I (Mesir : Musthafa al-Babi al-Halabi, 1960), hal. 128. Dalam buku ini al-Bukhori dinyatakan memperbolehkan membaca ayat al-Qur’an dalam ruku’ dan sujud.

18 Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nailul Authar, Juz II, (Bairut : Dar al Kutub al-Ilmiah, tth), hal. 249

19 Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq, Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dar al-Fikr, 1978) juz III, hal. 129.

20 Ibid, hal. 12321 Ibnu Rusydi, Bidayah al-Mujtahid, hal. 12822 Ibid, hal. 12923 Al-Hafid Ahmad bin Ali Hajar al-’Asqalaniy, Fath al-Bari bi

Syarhi Shahih al-Bukhariy, (Bairut : Dar al-Fikr, 1993) juz II, hal. 537

9

Page 10: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

Bagi kaum muslimin yang terpelajar, atau sudah cukup lama

sebagai seorang muslim dan mempunyai kemampuan mempelajari agama

secara lebih baik, maka membaca tasbih dalam ruku’ adalah wajib

hukumnya. Oleh karena itu apabila sengaja meninggalkan, maka shalatnya

tidak sah. Ketentuan ini diambil berdasarkan perintah Nabi sebagaimana

tersebut pada nomor delapan dan nomor empat tersebut pada poin B di

atas :

Sebaliknya, bagi kaum muslimin yang masih awwam, atau secara

fisik dan psikologis tidak mempunyai kemampuan memperdalam ilmu

agama, maka baginya hanya merupakan anjuran (mustahab). Hal ini

didasarkan riwayat an-Nasa’i dari Rifa’ah bin Rafi’. Katanya “Ketika

kami sedang bersama Rasulallah, ada seorang masuk masjid kemudian

melakukan shalat. (pada saat itu Rasul selalu memperhatikan shalatnya,

tetapi orang tersebut tidak merasa). Beberapa saat kemudian ia

menyelesaikan shalatnya, lalu menghadap kepada Rasul dengan

mengucapkan salam. Sesudah menjawab salam orang tersebut, Rasul

memerintahkan supaya orang tersebut mengulangi shalatnya. Lalu orang

tersebut meminta kepada Nabi untuk mengajari bagaimana cara shalat

yang benar. Maka Nabi SAW bersabda :24

Selanjutnya, mengenai bentuk bacaan tasbih. Apakah sifatnya

khusus, artinya bacaan itu sudah ditentukan lafadz dan redaksinya atau

tidak ?. Dalam hal ini penulis cenderung berpendapat bahwa bacaan

24 Jalaluddin as-Syuyuthi, Sarah Sunan an-Nasa’i, juz I, hal. 193

10

Page 11: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

tersebut bentunya tidak khusus dan tertentu. Yang penting inti dari bacaan

itu merupakan tasbih pengagungan kepada Tuhan. Hal ini diambil atas

dasar sebagai berikut :

Seperti tersebut pada hadits nomor 4 (empat), bahwa perintah Nabi

supaya dalam ruku’ dibaca adalah dilatar belakangi

perintah Allah maka dapat dipahami bahwa perintah itu

intinya supaya orang yang sedang ruku’ bertasbih kepada Tuhan Yang

Agung. Sementara itu asma (nama) Tuhan disebut dalam al-Qur’an

sebanyak 99 macam. Maka atas dasar pemikiran ini dapat dipahami

mengapa bacaan tasbih yang dipanjatkan oleh Nabi SAW. ketika sedang

ruku’ banyak macam dan bentuknya. Oleh karena itu bacaan yang mana

saja yang telah dicontohkan Nabi bisa dipakainya. Bahkan redaksi tasbih

yang agak berbeda dengan contoh dari Nabi-pun, (apabila intinya

merupakan pengagungan terhadap Asma Tuhan), maka sudah dianggap

memenuhi syarat. Itulah sebabnya mengapa Imam al-Hadi dan Ja’far al-

Shadiq membaca (……………………………) dalam waktu ruku’.25

Demikian pula dapat kita fahami mengapa Abu Dawud meriwayatkan

hadits (yang menurutnya hadits tersebut memperoleh tambahan yang

dianggap kurang dapat dipercaya) bahwa ucapan itu berbunyi dengan

tambahan (………………………………).26 Walaupun ada sebagian

ulama’ tidak suka memakainya, tetapi bila dipahami dalam konteks

pemahaman ini, bacaan ( ) tersebut, tidak

bisa dianggap menyimpang dari sunnah Nabi, sebab terdapat riwayat yang

menuturkan bahwa ucapan dan do’a yang berbunyi

(………………………………), sebagaimana tercantum pada nomor 1

(satu) di atas, dilatar belakangi oleh perintah al-Qur’an

yang terdapat dalam surat al_Asr.27

25 Al-Syaukani, Nailul Authar, juz II, hal. 245-246.26 Sulaiman bin Ats-Ats, Sunan Abu Dawud, ...., hal. 23027 Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fathul Bari, ..., hal. 560

11

Page 12: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

Berdasarkan riwayat di atas, maka tambahan merupakan

implementasi dari perintah . Bahkan secara tekstual Nabi

sudah memberi contoh yang mencantumkan tahmid tersebut dalam do’a di

atas.

Atas dasar penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

bacaan dalam ruku’ yang sesuai dengan sunnah Nabi adalah berupa

“tasbih dan tahmid” terhadap Allah SWT. Sedangkan mengenai bentuknya

tidak bersifat khusus dan tertentu. Namun yang afdhal tentunya

mencontoh bacaan (tasbih dan tahmid) dari Rasul. Berbagai bentuk yang

telah dipraktikkan Rasulallah bisa dipilih secara mana suka sesuai dengan

situasi yang diperlukan oleh mushalli. Bahkan berbagai ragam bacaan

Rasul itu bisa digabung. Dalam konteks ini, Imam Syafi’i berkata : “Saya

senang memulai ruku’ dengan ucapan (

) sebanyak 3 kali, kemudian ditambah dengan ucapan (tasbih)

lainnya yang dicontohkan oleh Rasul, Sebagaimana saya riwayatkan”.28

Bagaimana dengan ucapan do’a dalam ruku’ ?. Dalam hal ini,

apabila do’a itu merupakan tambahan dari “tasbih dan tahmid” kepada

Tuhan, maka menurut penulis tidak dilarang. Sebab Rasulallah,

sebagaimana diriwayatkan pada hadits nomor 1 (satu) di atas telah

mencontohkan ucapan tasbih dan tahmid, yang juga mengandung do’a,

sebagai berikut :

hanya saja intensitas do’a disaat ruku’ tidak seperti ketika dalam keadaan

sujud. Perintah berdo’a ketika sedang sujud amat ditekankan, sebagaimana

dijelaskan dalam hadits Nabi yang terekam pada riwayat an-Nasa’i dan

Abu Dawud, serta Imam Muslim yang tertulis dalam pembahasan poin B

di atas (tepatnya pada hadits nomor 8 dan 9). Dalam hadist bersangkutan

Nabi SAW. menjelaskan bahwa disaat sedang sujud itulah seorang hamba

sedang berada pada posisi paling dekat dengan Tuhan. Oleh karena itu

28 Muhammad bin Idris as-Syafi’i, al-Um, juz I, (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth), hal. 218

12

Page 13: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

Nabi sangat menekankan supaya dipergunakan berdo’a memohon kepada

Tuhan sebanyak mungkin, dan Nabi sendiri telah memperaktikkannya

sebagai contoh untuk ummatnya.29

Yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah mengenai lafadz dan

formatnya. Apakah do’a itu besifat husus atau tidak, dalam arti lafadz dan

isinya tertentu atau tidak.

Menurut riwayat al-A’masy, bentuk do’a disini adalah bersifat

khusus, yaitu sebagaimana dicontohkan dalam do’a-do’a Nabi SAW yang

telah dipraktikkan ketika sedangg sujud.30 Namun menurut pendapat yang

lebih kuat, do’a itu sifatnya umum. Artinya mushalli (dalam sujud) bisa

memohon apa saja sesuai dengan kepentingan (hajat)nya, baik bersifat

duniawi maupun ukhrowi. Do’a ini bisa berupa pemberian atau

perlindungan.31

Penulis sependapat dengan pemikiran yang kedua, dengan alasan

sebagai berikut :

1. Do’a yang dipergunakan oleh Nabi SAW banyak ragam dan

bentuknya. Hal ini memberi petunjuk bahwa do’a yang dimaksud tidak

hanya terikat dengan satu bentuk.

2. Sebagaimana dijelaskan di atas (pada hadits A’isyah yang tertera

dalam hadits nomor 1) bahwa do’a yang dipanjatkan Nabi SAW

merupakan hasil pemahaman (ta’wil) dari perintah berdo’a yang

terdapat dalam al-Qur’an. Dan sebagai kita maklumi bahwa al-Qur’an

tidak melarang ummat Islam untuk meminta kebaikan hidup di dunia.

29 Bandingan dengan al-Syaukani, Nailul Authar, ..., hal. 247-249. Lihat pula pada Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, ..., hal. 560

30 Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fathul Bari, ..., hal. 56031 Ibid, hal. 561. Bandingkan dengan Muhammad bin Isma’il al-

Shan’aniy, Subulus Salam, (Indonesia : Dahlan, tth), juz II hal. 178.

13

Page 14: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

3. Abu Dawud dari A’isyah meriwayatkan hadits yang menjelaskan

bahwa Nabi berdo’a (dalam shalat) juga memohon agar diselamatkan

dari fitnah kehidupan di dunia.32

Persoalan lain yang diperdebatkan adalah apakah do’a itu harus

menggunakan bahasa (lafadz) al-Qur’an atau bisa dengan bahasa lainnya.

Dalam hal ini menurut Imam Malik dan Syafi’i bisa menggunakan bahasa

lainnya.33

E. Penutup

Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ketika

sedang melakukan ruku’ dan sujud, seorang mushalli dilarang membaca

ayat-ayat al-Qur’an, sebab pada saat itu ia sedang berada dalam keadaan

menundukkan diri dengan husyu’ di hadapan Tuhan. Oleh karena itu ia

diharuskan memanjatkan puja dan puji serta do’a kehadirat Tuhan (Allah).

Adapun bentuk dan format pemujaan itu essensinya merupakan

pengagungan dan pensucian terhadap Tuhan. Sedangkan redaksinya tidak

harus terikat dengan satu bentuk tertentu, namun bisa menggunakan salah

satu dari Asma’ul Husnah yang jumlahnya 99 (sembilan puluh sembilan).

Sungguhpun demikian yang afdhal adalah menggunakan redaksi tasbih

dan tahmid yang telah digunakan Rasulallah. Dalam hal ini bisa memilih

32 Muhammad Syamsu al-Haq al-Adhim Abadiy, Aunul Ma’bud, ..., hal. 133-134.

33 Ibnu Rusydi, Bidayah al-Mujtahid, ..., hal. 129

14

Page 15: PEMAHAMAN TEMATIK TERHADAP HADITS-HADITS NABI  · Web viewKajian Terhadap Hadits-Hadits Do’a Ruku’ Dan Sujud. Oleh : M. Nawawi . A. Pendahuluan. Ketentuan mengenai do’a yang

salah satu dari berbagai bentuk yang telah dicontohkan, atau

menggabungkannya.

Kemudian berhubngan dengan do’a, bisa dipanjatkan baik ketika

ruku’ maupun sujud. Namun do’a dalam sujud intensitasnya lebih serius

dan maksimal dari pada ketika sedang ruku’. Hal ini terjadi karena dalam

sujud, seorang mushalli sedang berada dalam keadaan terdekat dengan

Tuhan. Itulah sebabnya Rasulallah sangat menekankan supaya ummatnya

memperbanyak do’a saat itu.

Isi do’a yang dipanjatkan bisa serupa apa saja yang positif, baik

menyangkut hajat duniawi maupun ukhrowi, sesuai dengan kepentingan

yang diharapkan.

Satu catatan yang perlu dikaji lebih mendalam adalah menganai

do’a yang dilafadzkan dengan menggunakan bahasa ajam (non Arab). Hal

ini perlu penulis sampaikan karena Imam Abu Hanifah melarangnya

dengan alasan bahwa yang demikian itu termasuk kalam (perkataan). Dan

pembicaraan (kalam) dalam shalat itu dilarang.

15