hadits dan ulumul hadits

30
Hadits dan Ulumul Hadits 1. Pengertian 1. Definisi: Hadits adalah semua yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw, baik perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat baginda, juga dinisbatkan kepada sahabat dan tabi’in. 1. Sinonimitas Hadits Ada juga yang membedakan antara hadits, sunah, khabar dan atsar. - Khabar: adalah berita. Kebanyakan ulama menyamakan antara hadits dan khabar. - Atsar: lebih diidentikan dengan apa yang diterima dari sahabat. - Sunnah: secara umum adalah segala apa yang disandarkan kepada Nabi artinaya sinonim dengan hadits, tetapi yang membedakan adalah: Ahli Hadits: sunnah adalah sabda, perkataan, ketetapan, sifat atau tingkah laku Nabi SAW. Ulama Fiqih: sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi SAW baik ucapan maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib diikuti pekerjaannya. 1. Sumber Hadits - Rasulullah : Hadits Marfu’ Contoh hadits marfu’ حه: ي ح ص ي ف اري خ ي لم ا ما الإ ال ق

Upload: bahrudin-muhammad

Post on 29-Jun-2015

521 views

Category:

Documents


37 download

TRANSCRIPT

Hadits dan Ulumul Hadits

1. Pengertian

1. Definisi:

Hadits adalah semua yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw, baik perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat baginda, juga dinisbatkan kepada sahabat dan tabi’in.

1. Sinonimitas Hadits

Ada juga yang membedakan antara hadits, sunah, khabar dan atsar.

-         Khabar: adalah berita. Kebanyakan ulama menyamakan antara hadits dan khabar.

-         Atsar: lebih diidentikan dengan apa yang diterima dari sahabat.

-         Sunnah: secara umum adalah segala apa yang disandarkan kepada Nabi artinaya sinonim dengan hadits, tetapi yang membedakan adalah:

Ahli Hadits: sunnah adalah sabda, perkataan, ketetapan, sifat atau tingkah laku Nabi SAW.

Ulama Fiqih: sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi SAW baik ucapan maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib diikuti pekerjaannya.

1. Sumber Hadits

-         Rasulullah     : Hadits Marfu’

Contoh hadits marfu’

: صحيحه في البخاري اإلمام قال

سعيد بن يحيى حدثنا قال سفيان حدثنا قال الزبير بن الله عبد الحميدي حدثناالليثي وقاص بن عقلمة سمع أنه التيمي إبراهيم بن محمد أخبرني قال األنصاريقال المنبر على عنه الله رضي الخطاب بن عمر سمعت يقول الليثي سمعت يقول

يقول وسلم عليه الله صلى الله رسول :سمعت إلى أو يصيبها دنيا إلى هجرته كان فمن نوى ما امرئ لكل وإنما بالنيات األعمال إنما

إليه هاجر ما إلى فهجرته ينكحها .امرأة

-         Sahabat         : Hadits Mauquf

: صحيحه في البخاري اإلمام قال

عن مسلم قيسبن العميسأخبرنا أبو حدثنا عون بن جعفر سمع الصباح بن الحسن حدثناعن شهاب الخطاب طارق بن في عمر آية المؤمنين أمير يا له قال اليهود من رجال أن

اليوم قال آية أي قال عيدا اليوم ذلك تخذنا ال نزلت اليهود معشر لوعلينا تقرءونها كتابكمذلك عرفنا قد عمر قال دينا اإلسالم لكم ورضيت تعمتي عليكم وأتممت دينكم لكم أكملت

جمعة يوم بعرقة قائم وهو وسلم عليه الله صلى النبي على فيه نزلت الذي والمكان ]اليوم1 ]

Shahih Bukhori, hadits no 43

-         Tabi’in                       : Hadits Maqtu’

: صحيحه في البخاري اإلمام قال

: فطلعها أخته معقل زوج قال الحسن يونسعن حدثنا الوهاب عبد أخبرنا محمد حدثني [ 2 ]تطليقة

Shahih Bukhori, hadits no: 4914

KEDUDUKAN

Posisi Hadits dalam Penetapan Hukum

Ø Menjadi kesepakatan umat Islam bahwa hadits merupakan sumber kedua hukum Islam.

Ø Kedua sumber tersebut saling terkait satu sama lain dan saling membutuhkan. Ø Al-Qur’an membutuhkan sunnah sebagai penjelas dan peraturan

pelaksanaannya, dan sunnah membutuhkan legalitas dari al-Qur’an. Ø Beberapa orang/kelompok ada yang mengingkari posisi ini, mereka

digolongkan sebagai inkar hadits atau inkar sunnah dan menolak sebagian wahyu, karena sunnah termasuk wahyu.

Posisi Hadits dalam al-Qur’an

Ø Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menjadi landasan untuk memposisikan hadits sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an.

Ø Sedangkan fungsi sunnah atau nabi adalah:

: النحل ) يتفكرون ولعلهم إليهم نزل للناسما لتبين الذكر إليك (44وأنزلنا

“Dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”

Ø Wajib meneladani Nabi SAW.

كثيرا الله وذكر اآلخر واليوم الله يرجو كان لمن حسنة أسوة الله رسول في لكم كان لقد) األحزاب)

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Ø Adanya wewenang Nabi untuk membuat peraturan

يأمرهم واإلنجيل التوراة في مكتوباعندهم يجدونه الذي األمي النبي الرسول يتبعون الذينإصراهم لهم ويضع الخبائث عليهم ويحرم الطيبات لهم ويحل المنكر عن وينهاهم بالمعروفمعه أنزل الذي النور واتبعوا ونصروه وعزروه به آمنوا فالذين عليهم كانت التي واألعالل

)( السماوات ملك له الذي جميعا إليكم الله رسول إني الناس أيها يا قل المفلحون هم أولئكوكلماته بالله يؤمن الذي األمي النبي ورسوله بالله فأمنوا ويميت يحي هو إال اله واألرضال

تهتدون لعلكم واتبعوه

Yaitu orang-orang yang mengikuti rasul, nabi yang ummi yang namanya mereka dapati tertulis di dalam taurat dan injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya)al-Qur’an(, mereka itulah orang yang beruntung.

Katakanlah:”hai manusia sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan )yang berhak disembah( selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasulnya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatnya )kitab-kitabnya(dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.

]1[ Hadits di atas bersumber dari Umar bin Khotob, yang merupakan seorang sahabat. Wafat tahun 23 H.

]2[ Hadits di atas bersumber dari Hasan al-Bashri yang merupakan seorang Tabi’in, wafat tahun 110 H.

PENGANTAR ILMU   HADIST

Posted on Desember 1, 2009 by Harfa

PENGANTAR ILMU HADIST

)Penjelasan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam muqaddimah Kitabnya Bulughul Maram (

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan istilah Shahihain adalah kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Setiap hadits yang diketengahkan oleh keduanya secara bersama melalui seorang sahabat disebut Muttafaq Alaih.

Mengenai istilah Ushuulus Sittah atau dikenal dengan Sittah adalah Shahihain Sunan Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam An-Nasa-i, dan Imam Ibnu Majah. Mulai dari Abu Dawud hingga Ibnu Majah dikenal dengan istilah Arba’ah yang masing masing memiliki kitab Sunan. Akan tetapi, ada sebagian ulama yang tidak memasukan Imam Ibnu Majah kedalam Arba’ah dan menggantinya dengan Al-Muwaththa’ atau dengan Musnad Ad-Darimi.

Sab’ah terdiri dari Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Sittah terdiri dari Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah.

Khamsah terdiri dari Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah. Arba’ah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah. Tsalaatsah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Muttafaq ‘Alaih terdiri dari Imam Bukhari dan Muslim.

ISTILAH ISTILAH HADITS

Matan =materi hadits yang berakhir dengan sanad.

Sanad =para perawi yang menyampaikan kepada matan.

Isnad = rentetan sanad hingga sampai ke matan, sebagai contoh ialah

“Dari Muhammad Ibnu Ibrahim, dari Alqamah ibnu Waqqash, dari Umar Ibnu Khaththab bahwa Rasullullah saw pernah bersabda: Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing masing.”

Sabda Nabi saw yang mengatakan: ”Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing” disebut matan, sedangkan diri para perawi disebut sanad, dan yang mengisahkan sanad disebut isnad.

Musnad = hadits yang isnadnya mulai dari permulaan hingga akhir berhubungan, dan kitab yang menghimpun hadits hadits setiap perawi secara tersendiri, seperti kitab Musnad Imam Ahmad.

Musnid =orang yang meriwayatkan hadits berikut isnadnya.

Al Muhaddits = orang yang ahli dalam bidang hadits dan menekuninya secara riwayat dan dirayah )pengetahuan(.

Al-Haafizh =orang yang hafal seratus ribu buah hadits baik secara matan maupun isnad.

Al-Hujjah = orang yang hafal tiga ratus ribu hadits.

Al-Haakim = orang yang menguasai sunnah tetapi tidak memfatwakannya melainkan sedikit.

PEMBAGIAN HADITS

1. Hadits bila ditinjau dari segi thuruq )jalur periwayatannya( terbagi menjadi muttawatir dan ahad.

a. Hadits Muttawatir = hadits yang memenuhi empat syarat , yaitu :

= diriwayatkan oleh segolongan orang yang banyak jumlahnya.

= menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat dalam kedustaan.

= mereka meriwayatkannya melalui orang yang semisal mulai dari permulaan hingga akhir.

= hendaknya musnad terakhir dari para perawi berpredikat hasan )baik(.

Hadits muttawatir dapat memberikan faedah ilmu yang bersifat dharuri, atau dengan kata lain ilmu yang tidak dapat ditolak lagi kebenarannya. Contoh hadits muttawatir adalah hadits yang mengatakan :

“Barang siapa yang berdusta terhadapku atau atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia bersiap siap menempati tempat duduknya dari api neraka.”

b. Hadits Ahad = hadits yang di dalamnya terdapat cacat pada salah satu syarat muttawatirnya. Hadits ahad dapat memberikan faedah yang bersifat zhan dan adakalanya dapat memberikan ilmu yang bersifat nazhari )teori( apabila dibarengi dengan bukti yang menunjukkan kepadanya.

Pembagian hadits ahad ada tiga yaitu :

1. Hadits Sahih = hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, memiliki hafalan yang sempurna sanad nya muttashil )berhubungan dengan yang lainnya( lagi tidak mu’allal )tercela( dan tidak pula syadz )menyendiri(.

Istilah adil yang dimaksud ialah adil riwayatnya, yakni seorang muslim yang telah aqil baliq, bertaqwa dan menjauhi semua dosa dosa besar. Pengertian adil ini mencakup laki-laki, wanita, orang merdeka dan budak belian.

Istilah dhabth ialah hafalan. Ada dua macam dhabth yaitu :

· dhabth shard ialah orang yang bersangkutan hafal semua hadits yang diriwayatkannya di luar kepala dengan baik.

· dhabth kitab yaitu orang yang bersangkutan memelihara pokok hadits yang dia terima dari gurunya dari perubahan perubahan )atau dengan kata lain text-book(.

Mu’allal = hadits yang dimasuki oleh suatu ‘illat )cela( yang tersembunyi hingga mengharuskannya di mauqufkan )diteliti lebih mendalam(.

Syadz =hadits yang orang tsiqah )yang dipercaya( nya berbeda dengan orang yang lebih tsiqah darinya.

2. Hadits Hasan = hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil. hafalannya kurang sempurna tetapi sanad nya muttashil lagi tidak mu’allal dan tidak pula syadz. Apabila hadits hasan ini kuat karena didukung oleh satu jalur atau dua jalur periwayatan lainnya, maka predikatnya naik menjadi shahih lighairihi.

3. Hadits Dha’if =hadits yang peringkatnya dibawah hadits hasan dengan pengertian karena didalamnya terdapat cela pada salah satu syarat hasan. Apabila hadits dha’if menjadi kuat karena didukung oleh jalur periwayatan lainnya atau sanad lainnya maka predikatnya naik menjadi hasan lighairihi.

Shahih dan hasan keduanya dapat diterima. Dha’if ditolak maka tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali dalam masalah keutamaan beramal tetapi dengan syarat predikat dha’ifnya tidak terlalu parah dan subyek yang diketengahkan masih termasuk ke dalam pokok syariat, serta tidak berkeyakinan ketika mengamalkannya sebagai hal yang telah ditetapkan melainkan tujuan dari pengamalannya hanyalah untuk bersikap hati-hati dalam beramal.

2. Hadits bila ditinjau dari perawinya terbagi menjadi :

a. Hadits Masyhur = hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi masih belum memenuhi syarat muttawatir. Terkadang diucapkan pula terhadap hadits yang telah terkenal hingga menjadi buah bibir, sekali pun hal itu maudhu’ )palsu(.

b. Hadits ‘Aziz = hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi saja, sekalipun masih dalam satu thabaqah )tingkatan( karena sesungguhnya jumlah perawi yang sedikit pada mayoritasnya dapat dijadikan pegangan dalam bidang ilmu ini.

c. Hadits Gharib =hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi sekalipun dalam salah satu thabaqah.

Hadits gharib terbagi menjadi dua macam yaitu :

· gharib muthlaq yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri dalam pokok sanadnya.

· gharib nisbi yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri pada sanad selanjutnya.

3. Hadits terbagi pula menjadi dua bagian lainnya yaitu maqbul dan mardud :

a. Hadits Maqbul =hadits yang dapat dijadikan hujjah yang didalamnya terpenuhi syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan. Hadits maqbul terbagi menjadi empat yaitu :

- shahih lidzatihi yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna hafalannya, muttashil sanadnya, tidak mu’allal dan tidak pula syadz. Shahih lidzatihi ini berbeda beda peringkatnya menurut perbedaan sifat yang telah disebutkan tadi.

- shahih lighairihi yaitu hadits yang mengandung sebagian sifat yang ada pada hadits maqbul, paling sedikit. Akan tetapi dapat ditemukan hal hal yang dapat menyempurnakan kekurangannya itu, seumpamanya ada hadits yang sama diriwayatkan melalui satu atau banyak jalur lainnya.

- hasan lidzatihi yaitu hadits yang dinukil oleh seseorang yang adil, ringan hafalannya )kurang sempurna( muttashil sanadnya, melalui orang yang semisal dengannya, hanya tidak mu’allal dan tidak pula syadz.

- hasan lighairihi yaitu hadits yang masih ditangguhkan penerimaannya tetapi telah ditemukan di dalamnya hal hal yang menguatkan segi penerimaannya. Contohnya ialah hadits yang didalam sanadnya terdapat orang yang keadaannya masih belum diketahui atau orang yang buruk hafalannya.

Hadits Maqbul pun terbagi menjadi :

1.Muhkam yaitu hadits yang tidak ada hadits lain yang menentangnya.

2.Mukhtalaf yaitu haidts yang didapatkan ada hadits lain yang menentangnya tetapi masih dapat digabungkan diantara keduanya.

3.Nasikh yaitu hadits yang datang kemudian isinya menentang hadits yang semisal.

4.Rajih yaitu hadits yang dapat diterima, kandungannya menentang hadits yang semisal yang mendahuluinya karena adanya penyebab yang mengharuskan demikian, sedangkan menggabungkan keduanya tidak mungkin, lawan dari rajah ialah marjuh.

b. Hadits Mardud= hadits yang didalamnya tidak terpenuhi syarat-syarat shahih dan hasan . Hadits mardud ini tidak dapat dijadikan hujjah dan terbagi pula menjadi dua bagian yaitu :

¨. mardud yang disebabkan adanya keguguran dalam isnad )sanad(nya, terbagi menjadi lima macam :

a. Mu’allaq yaitu hadits yang dari awal sanadnya gugur seorang perawi, dan termasuk ke dalam hadits mu’allaq ialah hadits yang semua sanadnya dibuang.

b. Mursal yaitu hadits yang dinisbatkan oleh seorang tabi’in kepada Nabi saw.

c. Mu’adhdhal yaitu hadits yang gugur darinya dua orang perawi secara berturut turut.

d. Munqathi yaitu haidts yang gugur darinya seorang atau dua orang perawi, tetapi tidak berturut turut.

e. Mudallas yaitu hadits yang terdapat keguguran didalamnya tetapi tersembunyi, sedangkan ungkapan periwayatnya memakai istilah ‘an )dari(. Contohnya dia menggugurkan nama gurunya, lalu menukil dari orang yang lebih atas daripada gurunya dengan memakai ungkapan yang memberikan pengertian kepada si pendengar bahwa hal itu dinukilnya secara langsung, contoh ini dinamakan mudallas isnad.

Adakalanya, nama gurunya tidak digugurkan, tetapi gurunya itu digambarkan dengan sifat yang tidak dikenal, contoh seperti ini dinamakan mudallas syuyukh. Adakalanya, dia menggugurkan seorang perawi dha’if di antara dua orang perawi yang tsiqah, contoh ini dinamakan mudallas taswiyah.

¨. mardud karena adanya cela terbagi menjadi empat macam :

a. maudhu’ yaitu hadits yang perawinya dusta mengenainya.

b. matruk yaitu hadits yang celanya disebabkan perawi dicurigai sebagai orang yang dusta.

c. munkar yaitu hadits yang celanya karena kebodohan siperawinya atau karena kefasikannya.

d. mu’allal yaitu hadits yang celanya karena aib yang tersembunyi, tetapi lahiriahnya selamat, tidak tampak aib.

Termasuk kedalam kategori tercela ialah yang disebabkan idraj )kemasukan(. Jenis ini ada dua macam :

· Mudraj matan ialah hadits yang didalamnya ditambahkan sebagian dari lafazh perawi, baik pada permulaan, tengah-tengah atau bagian akhirnya. Adakalanya untuk menafsirkan lafazh yang gharib )sulit( seperti yatahannatsu )yata’abbadu( yang artinya beribadah.

· Mudraj isnad ialah hadits yang didalamnya ditambahkan isnadnya seperti menghimpun beberapa sanad dalam satu sanad tanpa penjelasan.

Termasuk kedalam pengertian tha’n )cacat( ialah qalb, yaitu hadits yang maqlub )terbalik( disebabkan seorang perawi bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat darinya karena mendahulukan atau mengakhirkan sanad atau matan. Termasuk pula kedalam pengertian tha’n ialah idhthirab yakni hadits yang mudhtharib yaitu hadits yang perawinya bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat dari padanya dalam sanad, matan atau dalam kedua-duanya, padahal tidak ada murajjih )yang menentukan mana yang lebih kuat dari pada keduanya( sedangkan menggabungkan keduanya merupakan hal yang tidak dapat dilakukan.

Termasuk kedalam pengertian tha’n ialah tashhif yaitu hadits mushahhaf dan tahrif )hadits muharraf(.

Hadits mushahhaf ialah cela yang ada padanya disebabkan seorang perawi bertentangan dengan perawi lain nya yang lebih kuat dalam hal titik. Jika ada pertentangan itu dalam hal harakat, maka dinamakan hadits muharraf. Termasuk kedalam pengertian tha’n ialah jahalah, juga disebut ibham )misteri(, bid’ah, syudzudz, dan ikhtilath.

· hadits mubham ialah hadits yang didalamnya ada seorang perawi atau lebih yang tidak disebutkan namanya.

· hadits mubtadi’ ialah jika bid’ahnya mendatangkan kekufuran, maka perawinya tidak dapat diterima, jika bid’ahnya menimbulkan kefasikan, sedangkan perawinya orang yang adil dan tidak menyeru kepada bid’ah tersebut, maka haditsnya dapat diterima.

· hadits syadz ialah hadits yang seorang perawi tsiqahnya bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqah darinya. Lawan kata dari hadits syadz ialah hadits mahfuzh, yaitu hadits yang seorang perawi tsiqahnya bertentangan dengan hadits perawi lainnya yang tsiqahnya masih berada di bawah dia.

· hadits mukhtalath ialah hadits yang perawinya terkena penyakit buruk hafalan disebabkan otaknya terganggu, misalnya akibat pengaruh usia yang telah lanjut )pikun(. Hukum haditsnya dapat diterima sebelum akalnya terganggu oleh buruk hafalannya, adapun sesudah terganggu tidak dapat diterima.

Jika tidak dapat dibedakan antara zaman sebelum terganggudan zaman sesudahnya, maka senuanya ditolak.

4. Hadits bila dipandang dari segi matan dan sanad terbagi menjadi :

a.Hadits marfu’ ialah hadits yang disandarkan kepada Rasullullah saw baik secara terang terangan maupun secara hukum.

b.Hadits Mauquf ialah hadits yang sanadnya terhenti sampai kepada seorang sahabat tanpa adanya tanda tanda yang menunjukan marfu’, baik secara ucapan maupun perbuatan.

c.Hadits Maqthu’ ialah hadits yang isnad )sanad( nya terhenti sampai kepada seorang tabi’in.

d.Hadits Muthlaq ialah hadits yang bilangan perawinya sedikit bila dibandingkan dengan sanad lainnya dan sanad sampai kepada Rasullullah saw. Lawan dari al-muthlaq ialah hadits nazil muthlaq.

e.Hadits al Nasabi ialah hadits yang perawinya sedikit bila dibandingkan dengan sanad lainnya dan berakhir sampai kepada seorang Imam terkenal seperti Imam Malik, Imam Syafi’ie, Imam Bukhari dan Imam Muslim.

f.Hadits Nazil Nasabi ialah lawan haidts al nasabi. Hadits al nasabi lebih ke shahih karena kekeliruannya sedikit. Hadits nazil nasabi ini tidak disukai kecuali karena keistimewaan khusus yang ada padanya.

BERBAGAI JENIS RIWAYAT

Ada berbagai jenis riwayat yaitu riwayat Aqran, Akabir ‘an Ashaghir, Ashaghir ‘an Akabir, Musalsal, Muttafiq dan Muftariq, Mu’talif dan Mukhtalif, Mutasyabih, Muhmal, serta Sabiq dan Lahiq.

Riwayat Aqran = riwayat yang dilakukan oleh salah seorang perawi diantara dua orang perawi yang berteman dari perawi lainnya. Dua orang teman ialah teman yang berdekatan umur atau isnadnya, atau kedua duanya. Berdekatan dalam hal isnad artinya berdekatan dalam berteman dan mengambil dari guru. Riwayat Aqran ini terdiri dari :

1. Mudabbaj yaitu riwayat dari masing masing dua perawi yang berteman lagi sama umur dan isnadnya dari perawi lainnya.

2. Ghairu Mudabbaj yaitu riwayat dari salah seorang dua perawi yang berteman, sedangkan keduanya sama dalam hal umur dan isnadnya.

Riwayat Akabir ‘an Ashaghir Þ seseorang meriwayatkan suatu hadits dari orang yang lebih rendah darinya dalam hal umur atau dalam bersua )berteman(. Termasuk kedalam pengertian ini ialah riwayat para orang tua dari anak anak Nya dan riwayat para sahabat dari para tabi’in, jenis ini jarang didapat. Kebalikannya memang banyak, yaitu riwayat Ashaghir ‘an Akabir atau riwayat yang dilakukan oleh anak dari orang tuanya atau tabi’in dari sahabat, jenis ini banyak didapat.

Hadits Musalsal = hadits yang para perawinya sepakat terhadap kondisi qauli atau fi’li , seperti lafazh haddatsani dan anba’ani dan seterusnya.

Hadits Muttafaq dan Muftaraq = hadits yang semua nama perawinya telah disepakati secara lafazh dan tulisan, tetapi madlul atau pengertiannya berbeda beda.

Hadits Mu’talaf dan Mukhtalaf = hadits yang sebagian nama perawinya disepakati secara tulisan, tetapi secara ucapan berbeda, seperti lafazh Zabir dan Zubair.

Hadits Mutasyabih = hadits yang nama sebagian perawinya disepakati, tetapi nama orang tua mereka masih diperselisihkan, seperti Sa’ad ibnu Mu’adz dan Sa’ad ibnu Ubadah.

Hadits Muhmal = hadits yang diriwayatkan dari dua orang perawi yang bersesuaian dalam nama hingga tidak dapat dibedakan. Apabila keduanya merupakan dua orang tsiqah )terpercaya(, maka tidak ada bahayanya, seperti nama Sufyan, tetapi apakah Sufyan Ats-Tsauri ataukah Sufyan ibnu Uyainah. Jika keduanya bukan orang orang tsiqah maka berbahaya.

Hadits Sabiq dan Lahiq = suatu hadits yang didalamnya tergabung suatu riwayat yang dilakukan oleh dua orang perawi dari gurunya masing masing, tetapi salah seorang diantara keduanya telah wafat lebih dahulu jauh sebelum yang lainnya, sedangkan jarak antara matinya orang pertama dengan orang kedua cukup lama.

Ungkapan penyampaian hadits yang terkuat ialah memakai kalimat sami’tu )aku telah mendengar( dan haddatsani )telah menceritakan sebuah hadits kepadaku(. Setelah itu memakai lafazh qara’tu ‘alaihi )aku belajar darinya(, kemudian memakai lafazh quri-a ‘alaihi )diajarkan kepadanya(, sedangkan aku mendengarkannya, kemudian memakai lafazh anba-ani )dia telah memberatkan kepadaku(, kemudian memakai lafazh nawalani ijazatan )dia telah memberikan hadits ini kepadaku secara ijazah(, kemudian memakai lafazh kutiba ilayya )dikirimkan kepadaku melalui tulisan atau surat(, kemudian memakai lafazh wajadtu bikhaththihi )aku menemukan pada tulisannya(,

Adapun hadits mu’an’an seperti ‘an fulaanin )dari si fulan(, maka hadits ini dikategorikan kedalam hadits yang diterima melalui mendengarkannya dari orang yang sezaman, tetapi tidak mudallas.

PENUTUP

Adil riwayat =seorang muslim yang akil baliq, menjauhi dosa dosa besar dan memelihara diri dari dosa dosa kecil pada sebagian besar waktunya, tetapi tidak disyaratkan laki laki dan merdeka. Oleh karena itu, riwayat yang dilakukan oleh wanita dan budak belian dapat diterima. Riwayat yang dilakukan oleh ahli bid’ah jika dia orang yang adil lagi tidak menyerukan orang lain kepada bid’ahnya dan bid’ahnya tidak sampai kepada tingkatan kekufuran )bid’ah munkarah( diterima pula.

EMPAT PERINGKAT URUTAN ADIL

1. Si Fulan orang yang sangat terpercaya, dapat dijadikan sebagai rujukan, sangat handal untuk dijadikan hujjah, dapat dijadikan rujukan dan hujjah, hafalannya dapat dijadikan hujjah.

2. Si Fulan orang yang terpercaya, atau dapat dijadikan hujjah, atau orang yang hafizh, atau orang yang dapat

menjadi rujukan, atau orang yang dhabith, atau orang yang mutqin )mendalami(.

Kebaikan kedua peringkat diatas ialah bahwa hadits mereka dapat ditulis untuk dijadikan hujjah, pelajaran dan

saksi )bukti( karena lafazhnya menunjukan pengertian yang mengandung makna adil dan dhabith.

3. Si Fulan orang yang jujur, atau orang yang terpilih, atau orang yang dapat dipercaya, atau boleh diambil haditsnya, atau tidak ada celanya. Orang yang menduduki peringkat ini haditsnya boleh ditulis, tetapi masih harus di pertimbangkan karena lafazhnya tidak memberikan pengertian dhabith. Sekalipun demikian, hadits mereka dapat dianggap setelah mendapat persetujuan dari orng orang yang dhabith.

4. Si Fulan menjadi sumber mereka dalam mengambil riwayat, atau haditsnya pantas dinilai jujur, atau si Fulan mendekati kejujuran, guru yang bersifat adil, haditsnya saleh, atau jayyid, atau baik, atau cukup baik, aku berharap semoga dia tidak ada celanya, dia orang jujur Insya Alloh. Orang orang yang menduduki peringkat ini haditsnya boleh ditulis, tetapi hanya sebagai penjelasan.

LIMA PERINGKAT URUTAN TAJRIH (CELA)

1. Si Fulan berdusta, hal ini merupakan tajrih )celaan( yang paling buruk, misalnya dengan kata kata dia pendusta, tukang membuat buat hadits, tukang membual lagi pendusta.

2. Si Fulan orang yang rendah, atau orang yang binasa, orang yang ngaco, omongannya perlu dipertimbangkan, tertuduh sebagai orang dusta, atau membuat buat hadits. Dia

orang yang ditinggalkan haditsnya, tidak dianggap tidak dianggap haditsnya, tidak dipercaya, tidak dapat dipegang, atau mereka tidak memberikan komentar mengenainya.

3. Si Fulan ditolak haditsnya, dia tertolak, mereka menolak haditsnya, lemah haditsnya, lemparkan haditsnya, hadits nya dilemparkan, mereka melemparkan haditsnya, lemah sekali, tidak ada apa apanya, tidak dianggap sesuatu, atau tidak ada harganya sama sekali.

Hadits orang yang menduduki ketiga peringkat ini tidak dianggap, baik untuk hujjah maupun untuk pelajaran.

4. Si Fulan munkar haditsnya, lemah haditsnya, kacau haditsnya, atau lemah sekali dan mereka menganggapnya dha’if serta tidak dapat dijadikan hujjah.

5. Si Fulan masih ada lemahnya, atau masih ada celanya atau lemahnya, buruk hafalannya, lemah haditsnya, dekat kepada lemah, mereka membicarakan tentangnya, bukan orang yang dapat menguasai, bukan orang yang kuat, bukan orang yang dapat dijadikan hujjah, bukan orang yang dapat dipegang, atau bukan orang yang memuaskan karena mereka telah mencelanya dan mereka berselisih pendapat mengenai dirinya. Si Fulan dikenal tetapi di ingkari.

Hadits orang yang menduduki peringkat keempat dan kelima ini dapat diketengahkan sebagai pelajaran dan saksi.

)bukti(

BAB I

PENDAHULUAN

Ulumul Qur’an merupakan salah satu mata kuliah yang dituntut kepada mahasiswa PAI mulai dari semester II. Mata kuliahi Ulumul Qur’an PAI dibedakan menurut tingkatan semester, diantaranya Ulumul Qur’an I dan Ulumul Qur’an II.

Pada semester II kami telah mempelajari Ulumul Qur’an I. Dimana dalam mata kuliah tersebut terdapat materi-materi mengenai al-Qur’an, Seperti: Pengertian dari Al-Qur’an, Asababunnuzul Al-Qur’an dan ilmu-ilmu lain mengenai Al-Qur’an.

Pada semester III ini kami mempelajari Ilmu-ilmu Qur’an II. Yang mana pada mata kuliah ilmu-ilmu Qur’an II ini kita dituntut untuk memahami berbagai materi. Diantaranya ilmu I’jaz Al-Qur’an, ilmu Nasakh Al-Qur’an, ilmu Amstal Al-Qur’an, ilmu Aqsam al-Qur’an, ilmu metode dan corak tafsir dan ilmu-ilmu lain mengenai Al-Qur’an.

 

 

__________________________________________________________________

BAB II

I’JAZ AL-QUR’AN

 

1.  Pengertian I’jaz dan Mukjizat:

1. Pengertian I’jaz

Menurut bahasa:

Kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-I’jazan yang mempunyai arti “ketidak berdayaan dan keluputan”.

Secara istilah:

Penampakan kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. dalam ketidakmampuan orang Arab untuk menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu Al-qur’an.

1. Pengertian Mukjizat.

Mukjizat adalah sebuah perkara luar biasa yang disertai tantangan, yangselamat, dari penging karan, dan muncul pada diri seorang yang mengaku nabi sebagi penguat dan penyesuai dakwahnya. Syarat disebutnya mukjizat diantaranya :

Hal yang diluar kebiasaan. Disertai tantangan untuk meniru, agar mereka yang di tantang mrasa tidak mampu

untuk kemudan mengakui bahwa itu dari Alah.

2.  Pembagian Jenis Mukjizat

1. Mu’jizat Indrawi ) kekuatan yang muncul dari fisik (

Ini yang sering terdapat pada diri nabi, kekuatan yang timbul atau disebut kesaktian.

1. Mukjizat Rasionalis )lebih banya ditopang oleh kemampuan intelektual(

Kemampuan intelektual yang rasional.

3.  Seg-segi Mukjiza Al-Qur’an.

1. Al-Qur’an memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergaulan pemikiran ilmu pengetahuan. Segi bahasa dan susunan redaksinya

2. segi isyarat ilmiah diantaranya :

1(      stimulus A-quran kepada manusia untuk selalu berfikir atas didrinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.

2(      Al-quran dalam mengemukakan dali-dalil argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyatakan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagiannya baru terungkap.

1. Segi sejarah dan pemberitaan yang ghaib.diantaranya :

1(      Sejarah/keghaiban masa lampau

2(      Keghaiban masa kini

3(      Ramalan kejadian masa yang akan datang

1. Segi petunjuk penetapan hukum

Diantara produk hukum Al-quran yang menakjubkan dan penuh hikmah antara lain :

1(      Hukum hudud bagi pelaku zina, pencurian dsb.

2(      Hukum qishas bagi pembunuhan

3(      Hukum waris yang detil

4(      Hukum perang dan perdamaian.

4.  Pendapat Para Ulama.

Al-Baqillani dalam jaz Al-Qur’an menyebutkan tiga mukjizat dalam Al-Qur’an. Yakni, pemberitaan tentang perkara ghaib, penuturan kisah umat terdahulu dan keserasian yang menakjubkan.

5.  Faedah Kajian Mukjizat Al-Qur’an.

Al-Qur’an sebagai sosok kitab mukjizat yang didalamnya terdapat ilmu-ilmu yang menjdai pedoman bagi kaum muslim.

 

 

__________________________________________________________________

BAB III

NASAKH AL-QUR’AN

 

1.  Pengertian Nasakh

1. Pengertian nasakh )secara bahasa( diantaranya :

1(      Menghapus, memindahkan, atau menghilangkannya.

2(      Menyalin, mengutif, ) mengutif tulisan dari suatu buku kedalam buku lain dengan tetap adanya persamaan (

3(      Mengubah dan membatalakan sesuatu dengan ) menempatkan sesuatu yang lain sebagai penggantinya (

1. Nasakh menurut istilah adalah mengubah ketentuan hukum /peraturan dengan cara membatalkan hukum peraturan yang pertama diganti dengan yang baru, yang lain ketentuannya.

2.  Syarat-Syarat Nasakh

1. hukum yang di nasakh harus berupa hukum syarak bukan hukum lain.

2. Dalil yang menghapuskan hukum syarak itu harus berupa dalil syarak.3. Adanya dalil baru yang menghapus itu setelah ada tenggang waktu dalil yang

pertama.

3.  Cara Mengetahui Nasakh :

Dalam salah satu dalil nasakhnya harus ada yangmenentukan datangnya lebih belakangan dari dalilyang lain.

Harus ada kesepakatan para imam dalam suatu masa dari bsepanjang waktu yang menetapkan bahwa salah satu dari dua dalil itu datang lebih dahulu dan yang lain datang kemudian.

Harus ada riwayat yang shahih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dari kedua dalil yang saling bertentangan.

4.  Macam-Macam Nasakh Dalam Al-Quran

1. Menasakh bacaan ayat dan hukumnya sekaligus2. Menasakh hukumnya tanpa menasakh bacaanya.

Jenis-Jenis Nasakh

Nasakh Al-quran dengan Al-quran ) nasakh ini telah di sepakati oleh seluruh ulama (

Nasakh Al-quran dengan sunnah, nasakh seperti ini boleh baik scunnah yang ahad, atau mutawatir. ) tetapi nasakh dengan sunnah ahad tidak boleh oleh jumhur ulama (

Nasakh sunnah dengan Al-quran nasakh ini menghapuskan hukum yang ditetapkan berdasarkan sunnah dig anti dengan hukum yang didasarkan zdengan Al-quran ) jumhur ulama memperbolehkannya. (

Nasakh sunnah dengan sunnah yaitu hukum yang didasarkan dalil sunnah dan di nasakh denga dalil sunnah pula. Dengan syarat :

Nasakh sunnah mutawatir dengan yang mutawatir Nasakh sunnah ahad dengan yang ahad Nasakh sunnah yang ahad dengan yang mutawatir Nasakh sunnah yang mutawatir dengan yang ahad.

5.  Macam-macam

a. Nasakh bacaan dan hukum.

b. Nasakh hukum sedang tilawahnya tetap.

c. Nasakh tilawah sedang hukumnya tidak.

 

6.  Perbedaan Ulama Tentang Nasakh.

Ada yang berpendapat boleh dan ada juga yang berpendapat menolak nasakh, yang menolak: Syekh Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridho, Ust.Ahmad Hasan. Sedang yang membolehkan, Imam Syafi’I dan para mufassirin.

7.  Urgensi kajian Nasakh.

1. Memelihara kepentingan hamba.2. Perkembangan tasyri’ menuju timgkat kesempurnaan.3. Cobaam dan ujian bagi umat mukallaf.

8.  Mansukh

Mansukh menurut bahasa adalah sesuatu yang dihapus / dihilangkan / dipindah / dinukil. Sedang menurut istilah adalah hukum syarak yang di ambil dari dalil syarak yang pertama.

Atau juga berarti ketentuan hukum syarak yang pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum tadi.

 

 

__________________________________________________________________

BAB IV

AMSTAL AL-QUR’AN

 

1.  Pengertian

Secara bahasa Amtsal adalah bentuk jama’ dari matsal yang artinya sama atau serupa, perumpamaan, sesuatu yang menyerupai dan bandingan.

Sedangkan secara terminologi, Amtsal adalah suatu ungkapan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapakan.

2.  Rukun Amtsal

Rukun Amtsal ada 4, yaitu :

1. Wajjah syabbah ; yaitu pengertian yang bersama-sama yang ada pada musyabbah dan musyabbah bih

2. Alat Tasybih ; yaitu kaf, mitsil, kaana, dan semua lapadz yag mengandung makna perseruan.

3. Musybbah ; yaitu sesuatu yang diserupakan )menyerupai( musybbah bih.4. Musybbah bihi ; yaitu sesuatu yang diserupakan oleh musyabbah.

3.  Macam-macamnya

Amtsal dalam Al-quran terbagi dalam tiga macam : amtsal musarrahah, amtsal kaminah, dan amtsal mursalah.

1. Amtsal musarrahah

Amtsal musarrahah adalah amtsal yang menjelaskan lafadz matsal atau sesuatu yang menunjukan tasbih.

Contoh dari matsal ini terdapat dalam QS A-lbaqarah : 17 dan QS Ar-rad : 17.

1. Amtsal kaminah

Amtsal kaminah adalah amtsal yang tidak secara jelas menyebutkan pemisalan, tetapi ia hanya menunjukan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksi, serta mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan, kepada yang serupa dengannya. Contoh dari amtsal ini terdapat pada QS Al-baqarah : 68. tamsil ini juga dapat berbicara tentang nafkah, shalat, infak, dsb.

Contohnya : QS Al-furqan : 67, QS A-isra :17 dan 29 , QS Al-baqarah 260 dan QS An-nisa : 123.

1. Amtsal mursalah

Amtsal mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasbih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu tetap berlaku sebagai matsal.

Contoh matsal ini dintaranya : QS Hud :81, )“bukankah subuh itu sudah dekat”(, QS Fathir : 43 )“rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri”( dsb.

4.  Cirri-Ciri Amtsal

Amtsal mengandung penjelasan atas makana yang samar atau abstark sehingga menjadi jelas, kongkret, dan berkesan.

Amtsal memiliki kesejajaran antara situasi dan kondisi perumpamaan yang dimaksud dan padannannya.

Ada keseimbangan ) tawazun ( antara perumpamaan dan keadaan yang dianalogiakan.

 

 

__________________________________________________________________

BAB V

AQSAM AL-QUR’AN

 

1.  Pengertian dan Shighat Qasam Al-Qur’an.

Kata sumpah berasal dari bahasa Arab )Al-Qasamu(, yang bermakna )Al-Yamiin( yaitu menguatkan sesuatu.

Shighat asli qasambersal dari fi’il “aqsama” yang ditransitifkan dengan ba untuk sampai kepada muqsam bih )sesuatu yang digunakan untuk bersumpah(, disusul dengan muqsam ‘alaih )sesuatu yang karena smpah diucapkan( ini dinamakan jawab qasam. Untuk tujuan itu. Huruf-huruf yang biasa digunakan dalam qasam diantaranya : wau, ba, dan ta.

2.  Unsur-unsur shigat Aqsam

Unsur shigat Aqsam ada tiga jenis : fi’il Qasam, muqasam bihi, dan muqasam alaih, tentang muqasam bihi al-quran memuat sekitrar 99 muqasam bihi, termasuk bentuk yang diungkap secara berulang-ulang.

 

3.  Perbedaan Qasam Allah dengan Manusia.

Sumpah Allah adalah  menguatkan berita dari allah melalui firmannya dengan menggunakan unsur-unsur sumpah.

Sedangkan manusia tidak sama dengan sumpah allah, karena manusia dilarang bersumpah kepada selain allah dan bersumpah kepada selaian Allah merupakan dosa besar.

4.  Macam-macam Qasam

1. Zahir adalah sumpah yang didalamnya terdapat fi’il qasam dan qasam bih.

2. Mudmar adalah Yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan muqsam bih, tetapi ada lam taihid.

5.  Tujuan Qasam.

1. Untuk memastikan akan terjadinya hari kiamat2. Bermaksud untuk mengubah I’tikad bagi orang yang disesatkan.3. Agar manusia berfikir.

 

 

__________________________________________________________________

BAB VI

METODE DAN CORAK TAFSIR

 

1.  Metode Klasik

Terbagi atas :

1. Metode Bil Ma’tsur atau Birriwayah : Berdasarkan nash Al-qur’an, hadits Nabi, Aqwal sahabat, aqwal Tabi’in.

2. Metode Tafsir Bil Ray’i atau Bir-Dirayah : Menafsirkan al-qur’an dengan ijtihad para mufassir dengan menggunakan logika.

3. Metode Tafsir Bil Isyarah : Tafsir oarang Sufi berdasar nalar yang mereka milki.

2.  Metode Tafsir Modern

Terbagi atas :

1. Metode Tafsir Ijmaly

Yakni penafiran al-Qur’an secara singkat dan global, maknanyapun sesuai dengan yang dikehendaki dalam ayat.

1. Metode Tahlily

Yakni penafsiran Al-qur’an secara analitis dengan memaparkan ayat segala aspek dalam  ayat Al-Qur’an secara tertib.

1. Metode Maudhu’i

Yakni metode yang ditempuh seorang mufassir untuk menjelaskan konsep ayat Al-Qur’an dengan tema yang diambil.

1. Metode Muqaran

Yakni dengan membandingkan antar ayat, hadits satu dengan yang lain dan mengambil kesimpulan dari hasil kesepakatan.

1. Corak Fiqhi

Yakni penafsiran yang lebih banyak menyoroti masalah-masalah fiqhi.

1. Corak Lughawi

Yakni yang lebih mengutamakan bahasa dalam penafsirannya.

1. Corak Ilmy

Yakni penafsiran ayat Al-Qur’an yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan modern.

1. Corak Falsafi

Yakni tafsir yang dalam penjelasannya menggunakan pendekatan filsafat termasuk tafsir yang bercorak ilmu kalam

1. Corak Adab Ijtima’i

Yakni tafsir yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

1. Corak Sufi

Yakni tafsir para sufi.