nasihat bagi penuntut ilmu.pdf
DESCRIPTION
nasihat bagi penuntut ilmuTRANSCRIPT
Nasihat Bagi Penuntut Ilmu
O l e h
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir
Jawas
Disampaikan di salah satu dauroh 3 hari di Qatar
27-30 Januari 2010 H / 23-26 Safar 1423 H
www.assunnah-qatar.com
1 | H a l a m a n
Beberapa faedah dari salah satu dauroh Ustadz Yazid
bin Abdul Qadir Jawas di Qatar.
Beliau memberikan beberapa poin penting berupa
nasihat dari para ulama Ahlussunnah yang harus
diperhatikan oleh para penuntut ilmu:
1. Ikhlas
Kita diperintahkan untuk ikhlas kepada Alloh
subhanahu wata‟aala dalam segala hal; dalam
menuntut ilmu, dalam beribadah, dalam bekerja, dalam
berdakwah dan dalam aktifitas lainnya, agar amal kita
diterima oleh Alloh subhanahu wata‟aala.
Firman Alloh „azza wajalla dalam surat Al-bayyinah:5
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…
2 | H a l a m a n
Ikhlas merupakan asas amal, seluruh amal yg
dilakukan tanpa keikhlasan tidak akan diterima oleh
Alloh subhanahu wata‟aala.
Dan Allah subhanahu wata‟aala menuntut kemurnian
dalam penyembahan, fa’budillaha mukhlishan
lahudin
Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al
Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya.(QS 39: 2).
Maka ketika Al-Fudhail bin „Iyadh menafsirkan firman
Allah „Azza wa Jalla:
لا ع أحس أى و ب
“…untuk menguji siapa di antara kamu yang paling
baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)
Beliau berkata, “Yakni, yang paling ikhlas dan paling
benar. Sesungguhnya amal itu apabila ikhlas tapi tidak
benar maka tidak akan diterima; dan apabila benar
tetapi tidak ikhlas juga tidak akan diterima. Jadi harus
ikhlas dan benar.
3 | H a l a m a n
Suatu amalan dikatakan ikhlas apabila dilakukan
karena Allah, dan yang benar itu apabila sesuai Sunnah
Rasulullah sholallohu‟alaihi wasallam.” (Kitab Jami‟
Al „Ulum wa Al Hikam I/36).
Ikhlas ini mahal dan berat, makanya para sahabat
dahulu berusaha bagaimana supaya ikhlas. Maka
sebagaimana perkataan Imam Ats-sauri :”tidak ada
yang lebih sulit bagi diriku kecuali niatku”
(mengikhlaskan niat).
Kalaulah imam yang besar seperti imam ats-sauri
mengeluh atas susahnya ikhlas lalu bagaimana dengan
kita-kita yang awam?
Sampai menuntut ilmu saja kalau tidak karena
mengharapkan ganjaran Alloh „azzawajalla, tidak akan
mencium bau surga sebagaimana hadits dari Abu
Hurairoh Rasulullah sholallohu‟alaihi wasallam
bersabda : "Barangsiapa yang menuntut ilmu
yang seharusnya hanya ditujukan untuk mencari wajah
Allah 'Azza wa Jalla tetapi dia justru berniat untuk
meraih bagian kehidupan dunia maka dia tidak akan
mencium bau surga pada hari kiamat" (HR. Imam
Ahmad, Abu Dawud dishahihkan oleh Al-Hakim)
4 | H a l a m a n
Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di
dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan
belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan
sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga
orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah
orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan
karena Allah?
Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena
Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah
akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya
amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk
perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya
kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang
artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An
Nisa : 48)
Imam Adzahabi dalam kitabnya Kitab Siyar A'lam An-
Nubala (Perjalanan Hidup Orang-orang Mulia)
menceritakan Seorang yang alim yang mengatakan “
5 | H a l a m a n
aku belum pernah mengatakan aku menuntut ilmu ini
semata-mata karena Alloh”, karena takutnya akan jatuh
ria. Dan beliau Azahabi berkomentar „Wallohi wala
anaa‟. Demi Alloh, aku pun juga demikian…
Hal ini menggambarkan akan beratnya para ulama
berusaha untuk berbuat ikhlas.
Dalam Hadits Qudsi :
ع صهى للاه ، لبي: لبي رسي للاه ع للاه زة رض ز أب ع
سه
” ع زن؛ اش زوبء ع تعبى: أب أغى اش تببرن لبي للاه
لا زي)ع ع غ شزو ١أشزن ف ”.(، تزوت
را س )وذه اب بج )
Diriwayatkan dari Abi Hurairah radiyallohu‟anhu,
beliau berkata, Telah bersabda Rasulullah
Sholallohu‟alaihi wasallam, “Telah berfirman Allah
tabaraka wa ta‟ala (Yang Maha Suci dan Maha
Luhur), Aku adalah Dzat Yang Maha Mandiri, Yang
Paling tidak membutuhkan sekutu; Barang siapa
beramal sebuah amal menyekutukan Aku dalam
amalan itu(*), maka Aku meninggalkannya dan
sekutunya”
6 | H a l a m a n
Diriwayatkan oleh Muslim (dan begitu juga oleh Ibnu
Majah)
*). Adalah juga termasuk syirik jika seseorang beramal
dengan amalan disamping ditujukan kepada Allah SWT
juga ditujukan kepada yang selain-Nya.
Maka Ikhlas merupakan asas dalam beramal. Seorang
hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan
bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Sang Khalik
kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh
amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting
bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang
dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan
seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan
di antara hal-hal tersebut adalah dengan banyak
berdo’a.
Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan
adalah doa:
تمبهلا لا ع رسلاب طباب، ب بفعاب، ا أسأه ع ه إ اه
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu
yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang
diterima.” (HR Ibnu As-Sunni dalam „Amalul Yaum
7 | H a l a m a n
wal Lailah, no. 54, dan Ibnu Majah n0. 925. Isnadnya
hasan menurut Abdul Qadir dan Syu‟aib al-Arna‟uth
dalam taqiq Zad Al-Maad 2/375).
Dzikir ini dibaca setiap selesai sholat subuh.
2. Terus Menuntut Ilmu dan bersungguh-
sungguh
Rasulullah bersabda Shallallahu „alaihi wa sallam:
طب اع فزضت عى و س
Artinya : mencari ilmu wajib hukumnya atas setiap
muslim (HR: Ibnu Majah I/81). (Penafsiran hadits ini
mengindikasikan seorang muslimah pun wajib).
Kita ini masih tholabul „ilmi, masih ribuan kitab yang
belum kita baca tetapi kita disibukan oleh banyak
kegiatan. Semakin banyak kita belajar, maka kita akan
merasa semakin bodoh.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam
sarahnya di Riyadhussalihin menjelaskan sebuah hadits
yang disebutkan oleh Imam Nawawi (diantaranya :
hadits Abdullah bin Amru bin Al-Ash bawasanya
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda.
8 | H a l a m a n
“Artinya : Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti
fulan, dahulu ia shalat malam lalu ia tidak
mengerjakan lagi”
Kata-kata fulan adalah kata “kinayah” tentang seorang
manusia (seorang lelaki). Sedangkan perempuan
dikatakan “fulanah”, dan kata fulan dalam hadits ini
bisa terjadi adalah perkataan Rasulullah Shallallahu
„alaihi wa sallam, Bahwasanya Rasulullah Shallallahu
„alaihi wa sallam tidak menyebutkan namanya kepada
Abdullah bin Amru untuk menutupi keadaannya,
karena maksud dari perkara itu tanpa pelakunya, dan
mungkin juga Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam
menyebutkan nama lelaki itu tetapi disamarkan
namanya oleh Abdullah bin Amru.
Dari dua kemungkinan diatas, inti dan pokoknya
adalah amal. Dan perkaranya adalah seorang lelaki,
dahulunya mengerjakan shalat malam, lalu setelah itu
tidak menjaganya (mengekalkannya), padahal
mengerjakan shalat malam hukum pokoknya adalah
sunnah, kalaulah manusia tidak melakukannya maka
tidaklah ia dicela, dan tidak dikatakan kepadanya :
“Mengapa kamu tidak mengerjakan shalat malam?”.
Karena shalat malam adalah sunnah, akan tetapi
9 | H a l a m a n
keadaannya yang mana ia mengerjakan shalat malam
lalu tidak mengerjakannya, inilah keadaan yang
menyebabkan ia dicela. Oleh karena itu Rasulullah
Shallallahu „alaihi wa sallam bersabdaa : “Janganlah
kamu seperti si fulan, dahulu ia shalat malam lalu ia
tidak mengerjakannya lagi”.
Hal yang lain, dan ini merupakan yang terpenting,
hendaknya seseorang memulai untuk menuntut ilmu
syar‟i, tatkala Allah membukakan baginya kenikmatan
ia tinggalkan amalnya (menuntut ilmu syar‟i), maka
sesungguhnya hal ini adalah kufur terhadap nikmat
yang Allah berikan padanya. Maka jika engkau
memulai menuntut ilmu teruslah menuntut ilmu
kecuali sesuatu yang sangat darurat menyibukanmu,
dan kalau tidak ada penghalang maka teruslah
menuntut ilmu. Jangan Menganggap diri kita alim.
Contohlah para sahabat yang langsung menimba ilmu
dari Nabi shalallohu‟alaihi wasallam. Sepeninggal
Rasulullah, mereka terus belajar menimba ilmu dari
sahabat lain yang lebih alim seperti Abu Hurariroh dan
Abdullah bin Mas‟ud.
Ingatlah! “Berdirinya para sahabat sesaat lebih baik
dari pada amal kita selama 40 tahun”.
10 | H a l a m a n
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
" Ibnu Abbas berkata : 'Janganlah kalian mencaci
maki atau menghina para shahabat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya
kedudukan salah seorang dari mereka bersama
Rasulullah sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari
kalian selama 40 (empat puluh) tahun". (Hadits
Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih)
Mereka pun tidak berani berfatwa hingga
memberikannya kepada siapa yang lebih alim. Seperti
terjadi pada zaman Abdullah ibnu Mas‟ud di Kuffah,
ketika orang-orang berkumpul di masjid membuat
halaqoh dzikir bersama dan datang Abu Musa Al-
as‟ary. Maka Abu Musa tidak langsung berfatwa,
tetapi mendatangi Ibnu Mas‟ud yang lebih alim.
Hingga Ibnu Mas‟ud menanyakan “Apa yang kalian
lakukan?” mereka menjawab “kami hanya berdzikir ya
Ibnu Mas‟ud dengan batu kerikil”, maka seketika
beliau menjawab “Hitunglah kesalahan kamu!”, karena
ini tidak dicontohkan oleh Rasulullah dan sahabat
masih hidup, kenapa kalian tidak mencontoh sahabat?
Dan mereka pun menjawab “Kami hanya melakukan
yang baik-baik saja”. Ibnu Mas‟ud menjawab:” betapa
11 | H a l a m a n
banyak orang-orang yang niatnya baik, tetapi tidak
sesuai dengan contoh dari Rasul”.
Hikmah yang dapat diambil dari sepenggal kisah di
atas adalah:
1. Kita tidak boleh memberikan fatwa sekehendak
kita tanpa ilmu.
2. Adab Salafusshalih selalu memberikannya
kepada yang lebih berilmu.
3. Bahwasanya parameter ibadah bukan dari nilai
sisi baiknya, tetapi harus sesuai contoh
Rasulullah.
4. Teruslah menuntut ilmu sampai ajal menjemput
kita, tidak boleh merasa „alim.
Isilah waktu kita dengan membaca dan menuntut ilmu,
siapkan bekal dan waktu khusus untuk mendatangi
ulama.
Kesungguhan dan berusaha dalam memahami
ilmu.
Kesungguhan merupakan syarat mutlak seorang
penuntut ilmu.Kalo kita tidak sungguh-sungguh kita
tidak akan mendapatkan apa-apa.
12 | H a l a m a n
Hal yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut
ilmu adalah ilmu dan pemahaman. Nikmat yang
terbesar yang kita peroleh setelah nikmat Islam adalah
nikmat ilmu dan pemahaman.
Alloh „azzawajalla berfirman dalam surat An-
Nisa:113:
“Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan
hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu
apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia
Allah sangat besar atasmu.”
Ibnul Qayyim dalam Miftah Darussa‟adah mengatakan
bahwa nikmat ilmu adalah nikmat yang paling besar,
sebab ilmu itu adalah nur, cahaya dan hidayah. Yang
dapat menjauhkan kita dari syirik, bid‟ah dan
maksiyat. Maka siapa yang mendapat ilmu, berarti dia
telah mendapatkan hidayah.
Setelah berilmu, kita harus paham. Ibnul qayyim dalam
kitabnya I‟lamul Muwaqi‟in menyebutkan bahwa
nikmat pemahaman adalah nikmat yang paling besar,
betapa banyak orang yang menuntut ilmu tetapi tidak
pernah paham. Jika seorang telah paham akan ilmunya,
pertanda bahwa Alloh „azzawajalla telah menghendaki
13 | H a l a m a n
kebaikan bagi dia. Sebagaimana Disebutkan dalam
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim hadits dari
Muawiyah radhiallahu‟anhu yang berkata, aku
mendengar Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam
bersabda
”Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah,
maka Allah akan membuatnya paham dalam
agamanya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan, bahwa barangsiapa tidak
dikondisikan Allah Ta‟ala mengerti agama, maka
Allah tidak menghendaki kebaikan padanya,
barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah maka Dia
membuatnya memahami agama. Tapi, jika yang
dimaksud dengan pemahaman adalah ilmu semata, itu
tidak menunjukkan bahwa orang yang telah memahami
agama berarti telah dikehendaki baik oleh Allah,
karena pemahaman menuntut munculnya keinginan
untuk berbuat baik (Buah Ilmu, Ibnul Qoyyim Al-
Jauziyyah).
Berkata Al Imam Asy Syafi‟i rahimahullahu dalam
sebuah syairnya:
14 | H a l a m a n
Wahai saudaraku, kalian tidak akan mungkin
mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara, saya akan
kabarkan dengan terperinci beserta penjelasannya:
Kepintaran, semangat, kesungguhan, kecukupan
materi (ada uang untuk membeli kitab atau sarana
belajar walaupun sedikit), dengan guru, dan
panjangnya masa dalam menuntut ilmu."
Manusia memiliki segala keterbatasan, karena itu
Rasulullah shalallohu‟alaihi wasallam menyuruh kita
untuk mencatat ilmu yang didapat: “ikatlah ilmu
dengan tulisan”(Imam Ibnu 'Abdil-Barr di dalam
kitabnya Jami' Bayan al-'Ilmi wa Fadhlihi). Hal ini
juga merupakan adab bagi seorang pemuntut ilmu,
selain juga harus tenang, memperhatikan dan berusaha
memahami apa yang disampaikan guru.
Selain itu kita harus berguru kepada orang-orang yang
tahu benar akan pemahaman Al-Quran dan Hadits
sesuai dengan pemahaman Salaful ummah.
Imam Abdullah bin Al-Mubarak meriwayatkan dengan
sanadnya dari Abi Umayyah Al-Jamhi Radhiyallahu
„anhu bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda.
15 | H a l a m a n
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda telah dekatnya
hari kiamat itu ada tiga, salah satunya ialah akan
dituntutnya ilmu dari Al-Ashaghir (orang-orang
kecil)” [Kitab Az-Zuhud karya Ibnul Mubarak,
halaman 20-21, hadits no. 61 dengan tahqiq Habibur
Rahman Al-A‟zhami, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, Al-
Albani berkata, Sahih. Periksa : Shahih Al-Jami‟ush-
Shaghir 2 : 243, hadits no. 2203. Dan Al-Hafizd Ibnu
Hajar menjadikannya syahid dalam Fathul Bari 1/ 143]
Imam Abdullah bin Al-Mubarak ditanya tentang Al-
Ashagir (orang-orang kecil) itu, lalu beliau menjawab,
“Yaitu orang-orang yang berkata menurut pendapatnya
sendiri saja (tanpa mengacu pada Kitabullah dan
Sunnah Rasul), adapun anak muda yang orang-orang
tua meriwayatkan darinya bukanlah yang dimaksud
dengan shagir (kecil)”. Dan beliau berkata juga “Ilmu
datang kepada mereka dari orang-orang kecil (rendah)
mereka, yakni ahli bid‟ah.” [Hasyiyah Kitab Az-
Zuhud, hal.31, dengan tahqiq dan ta‟liq Habibur
Rahman Al-A‟zhami]
Muhammad Ibnu sirin rahimahullah mengatakan “Ilmu
ini adalah agama, maka hendaklah kamu lihat kepada
siapa kamu belajar”. Islam ini agama rahmah, jangan
16 | H a l a m a n
berlebih-lebihan… hendaklah saling menasihati di
antara penuntut ilmu dengan cara yang lemah lembut.
Menuntut ilmu syar‟i merupakan barometer ketaqwaan
kita kepada Alloh „azzawajalla, semakin banyak ilmu
maka semakin takut dia kepada Alloh.
Alloh ta‟aala berfirman:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Fatir:28)
Maka dari itu, marilah kita menjadi seorang ulama
yang dengannya menjadikan kita semakin bertaqwa
dan semakin takut akan adzab Alloh „azzawajalla.
Imam Ahmad bin hambal mengatakan „ilmu itu adalah
takut kepada Alloh”.
3. Beramal sholeh
Ilmu adalah imamul amal. Maka setelah orang berilmu,
dia harus mengamalkan ilmunya. Seseorang akan
17 | H a l a m a n
masuk surga karena amalnya, bukan ilmunya. Maka,
meskipun seseorang ilmunya banyak tetapi tidak
mengamalkan ilmunya maka tidak akan bermanfaat
bagi dirinya.
Alloh „azzawajalla berfirman:
“Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan
apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-A‟raf [7] :
43. Ayat semisal terdapat juga dalam QS. Az-Zukhruf
[43] : 72)
Abdullah bin Mas‟ud: “Belajarlah kalian, belajarlah
kalian kalo sudah berilmu, kalian amalkan”.
Sehingga seorang yang berilmu akan semakin tambah
baik akhlaknya, semakin berbakti kepada orang
tuanya dan semakin lembut hatinya.
Untuk melembutkan hatinya harus dengan amal
dengan syarat benar dan ikhlas. Fastabiqul khoirat…
berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.
Imam muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
18 | H a l a m a n
“Bersegeralah melakukan amal shalih sebelum
datangnya fitnah-fitnah seperti potongan-potongan
malam yang gelap gulita. Pagi-pagi seseorang masih
ber¬iman, tetapi pada sore harinya sudah menjadi
kafir; dan pada sore hari sese¬orang masih beriman,
kemudian pada pagi harinya sudah menjadi kafir. Dia
menjual agamanya untuk memperoleh kekayaan
dunia.”
(Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Al-Hatstsi „Ala
Al-Mubadaroh Bi Al-A „mal Qabla TahzaahurAl-Fitan
2:133).
Jangan bangga dengan amal kita, karena kita tidak tahu
apakah akan diterima amal kita atau tidak. Cukup
berusaha untuk selalu beramal dan berdo‟a agar amal
kita diterima.
Syaikh Abdurrahman bin nasir as sa‟adi dalam
tafsirnya Taysir Karimurahman fi Tafsir Kalamul-
Mannan ketika menafsirkan surat Al-Fath ayat 28:
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-
Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah
sebagai saksi.
19 | H a l a m a n
Menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-huda
(petunjuk) adalah ilmu yang bermanfaat dan waddinil
hak (agama yang hak) adalah amal sholeh.
Artinya izzahnya Islam hanya dengan ilmu dan amal
sholeh.
4. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an a’ala
fahmissalafilummah.
Nabi shallallahu 'alahi wa sallam pernah bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup
diantara kalian akan melihat perselisihan yang banyak
maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah Khulafa' rasyidin setelahku,
pegang dan gigit dengan gigi-gigi geraham.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4607), Tirmidzi
(2676), dan Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah(43,44))
Sungguh para Shahabat telah melihat perselisihan
tersebut dan tidaklah mereka itu selamat melainkan
karena berpegang teguh dengan kaidah-kaidah yang
diajarkan Rasulullah Shallallahu „alaihi wa Sallam dan
Khulafa‟ rasyidin setelahnya.
20 | H a l a m a n
Maka seruan sebagian orang -yang belum paham-
untuk meninggalkan manhaj para sahabat dengan
alasan sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan
jaman yang ada, atau dengan alasan mereka sudah
tinggal kenangan saja, sungguh merupakan penghinaan
kepada al-Qur‟an dan hadits-hadits Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam. Tidakkah kita ingat bagaimana
pembelaan Allah kepada para sahabat ketika orang-
orang munafik mengatakan bahwa mereka –para
sahabat- adalah orang-orang yang dungu [?!]. Allah
ta‟ala berfirman (yang artinya), “Apabila dikatakan
kepada mereka (orang munafik), Berimanlah
sebagaimana orang-orang itu –para sahabat-
beriman. Maka mereka menjawab, Akankah kami
beriman sebagaimana orang-orang dungu itu
beriman? Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah –
orang munafik- orang-orang yang dungu…” (QS. al-
Baqarah: 13).
Para penuntut ilmu sekalian –semoga Allah
meneguhkan kaki kita di atas kebenaran-
sesungguhnya mengikuti jalan hidup para sahabat
adalah perjuangan yang akan selalu digembosi oleh
musuh-musuh Sunnah. Mereka tahu bahwa apabila
kaum muslimin kembali kepada pemahaman para
sahabat maka makar mereka untuk memporak-
21 | H a l a m a n
porandakan barisan kaum muslimin akan menjadi sia-
sia. Tidakkah kita ingat ucapan emas dari Imam Malik
rahimahullah, “Tidak akan baik generasi akhir umat
ini kecuali dengan sesuatu yang memperbaiki generasi
awalnya.” Mereka –musuh-musuh Sunnah- sangat
takut apabila kaum muslimin kembali kepada Sunnah
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam dan Sunnah para
sahabatnya.
Harus ada kitab rujukan sebagai pegangan kita dalam
melangkah, banyak ulama salaf yang telah menulisnya
antara lain syarah usul I‟tiqod ahlussunnah waljama‟ah
karya Al-Lalika`i, Al-Ibanah, aqidah thohawiyah,
Syarhus Sunnah karya Imam al-Barbahary
Rahimahullah dan banyak lagi kitab lainnya.
Berdakwah harus dilandasi dengan ilmu. Kita tidak
boleh mengajarkan ilmu, sebelum kita paham betul
akan prinsip-prinsip dasar aqidah ahlussunnah
waljama‟ah. Kalo tidak, maka kejelekannya akan lebih
banyak dari pada kebaikannya.
Alloh „azzawajalla berfirman:
"Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah
22 | H a l a m a n
dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Q.S,
Yusuf : 108)".
Manhaj salaf merupakan manhaj yang haq, kalo ada
individu-individu yang salah maka jangan salahkan
Manhaj Salafnya, tetapi individunya, karena tidak ada
manusia yang sempurna. Hatta, para sahabat pun ada
yang salah. Tugas kita hanyalah saling mengingatkan
dengan cara yang baik.
Jika mereka berpaling maka orang-orang yang
menyimpang dari manhaj salaf akan dibiarkan leluasa
dalam kesesatannya.
Alloh „azzawajalla berfirman:
Allah Ta‟ala berfirman, “Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesesatan
yang telah dikuasinya itu dan Kami masukakan ia ke
dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” (An-Nissa‟: 115).
23 | H a l a m a n
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para
ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah
(di atas): „Sesungguhnya yang dimaksud dengan
orang-orang mukmin disini adalah para sahabat
Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam dan generasi
pertama dari umat ini, karena mereka merupakan
orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa
yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa
yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik
pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu „Alaihi
Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban
terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang
sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban
dan keterangan Rasulullah Shallallahu „Alaihi
Wasallam tersebut, memahaminya, mengamalkannya
dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan
menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka
benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas
kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa
tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu „Alaihi
Wasallam, juga dengan Allah Ta'ala.‟” (Al Marqat fii
Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
24 | H a l a m a n
5. Berakhlak dengan Akhlak yang Mulia.
Islam adalah agama yang mengajarkan Ilmu, amal dan
Akhlak.
Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda
melalui sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu „anhu,
ات صبح ) ف ر ) األخلق ىبر ب بعثت ألت إه
“Sesungguhnya aku (Nabi shollallahu „alaihi was
sallam) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia (dalam riwayat yang lain dengan lafadz untuk
memperbaiki akhlak)” (HR. Bukhori dalam Adabul
Mufrod no. 273, dan lainnya, beliau rohimahullah
mengatakan hadits ini shohih sebagaimana syarat
Muslim dan disetujui oleh Adz Dzahabiy, hadist ini
dimasukkan oleh Al Albaniy rohimahullah dalam Ash
Shohihah no. 45, Syaikh Salim Al Hilaliy
hafidzahullah setelah mentakhrij hadits ini dalam kitab
beliau Manhajul Anbinya’ fi Tazkyatin Nafusi hal.
22-23 menyimpulkan hadits ini sanadnya shohih
dengan syawahid.)
Akhlak mempunyai kedudukan yg tinggi dalam Islam,
hingga orang yang paling banyak dimasukkan ke
25 | H a l a m a n
dalam surga disebabkan oleh dua hal, yaitu Taqwa
kepada Alloh „azza wajalla dan akhlak yang mulia.
Sedangkan yang paling banyak masuk ke dalam neraka
disebabkan dua hal yaitu mulut dan kemaluan.
Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda:
“Yang paling banyak menyebabkan manusia masuk
surga adalah ketaqwaan kepada Allah swt dan akhlak
yang baik, sementara yang paling banyak
menyebabkan manusia masuk neraka adalah mulut
dan kemaluan.” (hadits hasan, diriwayatkan oleh
Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, lihat: Silsilah
Hadits Shahih, hadits no. 977)
Akhlak juga menjadikan timbangan amal kita di
akhirat menjadi berat, maka sungguh beruntung orang
yang dikaruniai akhlak yang baik.
Beliau Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:
ء ب ش ه " إ خك حس ت مب ا ؤ ا شا ف أثم
بذيء." فبحش ا بغض ا للاه“Tidak ada sesuatu apapun yang paling berat di dalam
timbangan seorang mukmin pada hari kiamat nanti
26 | H a l a m a n
daripada akhlak yang mulia. Sesungguhnya Allah
sungguh membenci orang yang berkata kotor lagi
jahat.” (Shahih, diriwayatkan oleh Imam At-Tirmdzi
(4/2002) dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albany
dalam kitab Shahiih Al Jaami‟ no. 5632 dari Abu
Darda radiallahu 'anhu.)
Akhlak secara istilah berarti: Tatacara pergaulan
seorang hamba terhadap Allah Subhanahu wa Ta‟ala
dan para manusia lainnya.
Berakhlak Mulia Terhadap Allah Subhanahu wa
Ta’ala
Yang dimaksud dengan berakhlak mulia terhadap
Allah Subhanahu wa Ta‟ala adalah berserah diri hanya
kepada-Nya, bersabar, ridho terhadap hukum-Nya baik
dalam masalah syariat maupun takdir, dan tidak
berkeluh kesah terhadap hukum syariat dan takdir-Nya.
Berakhlak Mulia Terhadap Para Manusia
Yang dimaksud dengan berakhlak mulia terhadap para
manusia adalah tidak menyakiti mereka dengan lisan
dan anggota badan, tersenyum di hadapan mereka,
menahan amarah, sabar terhadap gangguan mereka,
rendah hati, jujur, amanah, dan lain sebagainya…
27 | H a l a m a n
Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi wa Sallam telah
memerintahkan kita untuk bergaul dengan manusia
dengan akhlak yang mulia, beliau Shallallahu „Alaihi
wa Sallam bersabda:
خبك اه ب ح حست ت أتبع اسهئت ا ت ب و ث ح بص "اتهك للاه
". بخك حس“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu
berada! Iringilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya
dia akan menghapuskannya! Pergaulilah manusia
dengan akhlak yang mulia!” (Hasan, diriwayatkan oleh
Imam At-Tirmdzi (4/1987) dan dihasankan oleh
Syeikh Al Albany dalam kitab Shahiih Al Jaami‟ no.
97 dari Abu Dzar radiallahu 'anhu.)
Maka sebagai penuntut ilmu harus dapat dijadikan
sebagai teladan dalam menerapkan akhlak yang mulia,
terutama kepada orang tua, meskipun mereka jahil atau
selalu berbuat bid‟ah. Tidak akan bermanfaat jika
seorang penuntut ilmu tidak baik akhlaknya terhadap
orang tua.
Demikian juga akhlak terhadap isterinya kemuliaan
akhlak menunjukkan kesempurnaan iman. Rasulullah
bersabda, “Orang-orang beriman yang paling
sempurna keimanannya adalah yang paling baik
28 | H a l a m a n
akhlaknya, dan manusia yang paling baik di antara
kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya.”
(hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At-
Tirmidzi, lihat: Silsilah Hadits Shahih, hadits no. 284)
Pergaulan yang baik juga bukan hanya sebatas hanya
kepada keluarga dekat saja, tetapi juga kepada manusia
lain secara umum, meskipun kepada orang kafir. Inilah
kebaikan akhlak yang ada pada Islam.
Milikilah Sifat Malu
Selain hal tersebut di atas, kita juga harus berakhlak
dengan memiliki sifat “MALU”.
Beliau Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan
akhlak Islam adalah malu.” [Shahîh: HR.Ibnu Mâjah
(no. 4181) dan ath-Thabrâni dalam al-Mu‟jâmush
Shaghîr (I/13-14) dari Shahabat Anas bin Malik. Lihat
Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 940)]
Malu adalah perangai yang mencegah makhluk untuk
berbuat maksiat kepada Alloh. Dan perangai yang
mendorong orang untuk memenuhi hak manusia.
29 | H a l a m a n
Dengnannya ia mampu mengontrol segala tindak
tanduknya. Maka nabi adalah orang yang paling malu,
lebih dari wanita yang dipingit.
Ingatlah akan sabda Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa
Sallam:
Dari Abu Mas‟ûd „Uqbah bin „Amr al-Anshârî al-
Badri radhiyallâhu „anhu ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, „Sesungguhnya
salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia
dari kalimat kenabian terdahulu adalah, „Jika engkau
tidak malu, berbuatlah sesukamu.‟” (Hadits ini shahîh
diriwayatkan oleh: Al-Bukhâri (no. 3483, 3484, 6120)
dan lainnya).
6. Saling menasihati dengan kebaikan,
kebenaran kesabaran dan kasih saying.
Nasihati seseorang dengan sabar dan sayang, karena
orang yang menyayangi manusia akan disayang Alloh
„azzawajalla.
Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:
30 | H a l a m a n
Siapa gerangan yang tidak menyayang maka dia tidak
akan disayang.(HR. Bukhari)
Siapa yang tidak menyayang apa yang ada di bumi
maka dia tidak akan disayang oleh Siapa yang ada di
langit (HR. Thabrani).
Jadi, cara dan upaya yang bisa dilakukan untuk
mendapatkan kasih sayang yang hakiki adalah dengan
mengeluarkan modal berupa menyayangi siapa pun
yang ada di bumi ketika hidup. Hadis di atas
memposisikan diri sebagai hukum sebab akibat.
Artinya, ketika seseorang tidak memiliki dan tidak
mengusahakan menyayang ketika di bumi, maka
jangan berharap dirinya akan mendapatkan kasih
sayang di kehidupan berikutnya. Sebaliknya, siapapun
yang telah mengusahakan dan menabur benih kasih
sayang ketika hdupnya di dunia, maka patut dia
berharap mendapatkan kasih sayang yang sejati di
akhirat kelak.
7. Sabar dalam segala hal.
Sabar dalam menuntut ilmu, sabar dalam berdakwah,
sabar dalam taat, sabar dalam menjauhi maksiat.
31 | H a l a m a n
Adanya celaan, tantangan dalam berdakwah semua
harus diatasi dengan sabar bukan dengan membalas.
Jangan terpengaruh dengan omongan orang.
Allho ta‟aala berfirman:
Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan
dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. (Al-
muzammil:10)
8. Manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya
Jangan tertipu dengan dunia, manfaatkan waktu
dengan amal sholeh. Masih banyak yang belum kita
amalkan.
Ingatlah Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari di dalam kitab Shahih-nya, dan juga Imam
Turmudzi di dalam Sunan-nya. Hadits itu diriwayatkan
oleh „Abdullah bin „Umar radiyallohu‟anhu.
Redaksinya sebagai berikut:
Dari Ibn „Umar, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
32 | H a l a m a n
„Alaihi wa Sallam pernah memegang pundakku, dan
bersabda:
„Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing, atau
orang yang sedang melalui jalan, dan hitunglah
dirimu sebagai bagian penghuni kubur .‟Ibn „Umar
pernah berkata, “Jika engkau berada pada waktu sore
hari maka janganlah engkau menunggu datangnya
waktu pagi hari, dan jika berada pada waktu pagi hari
maka janganlah engkau menunggu datangnya waktu
sore hari. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum masa
sakitmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”
Makna hadits secara umum adalah Rasulullah
Shallallahu „Alaihi wa Sallam memberikan nasihat
kepada Ibn „Umar dan yang lainnya agar tidak percaya
kepada dunia dan terbuai dengannya. Karena, dunia
bukanlah tempat abadi. Melainkan tempat yang akan
sirna. Dunia tidak ubahnya seperti sebuah tahap
persiapan bagi manusia untuk berjumpa dengan Rabb-
nya. Yaitu pada hari di mana harta dan keturunan tidak
mendatangkan manfaat, kecuali orang yang datang
kepada Allah dengan hati yang tulus. Oleh karena itu
Rasulullah mengatakan hal yang sama kepada Ibn
„Umar.
33 | H a l a m a n
Sebagian ulama juga berkata,
“Jadilah engkau di dunia ini seperti seorang yang
asing yang hendak menunaikan keperluannya. Di
mana setelah menyelesaikan keperluannya dia pun
segera kembali ke kampung halamannya. Bahkan
jadilah engkau di dunia ini seperti orang yang sedang
menyusuri suatu jalan, di mana tidak belama-lama
menyusurinya, melainkan melaluinya hanya sekadar
untuk sampai kepada tempat tujuan. Janganlah engkau
lupa bahwa dirimu itu adalah mayat. Engkau tidak
mengetahui kapan ajal itu menjemputmu. Dan tidaklah
suatu diri mengetahui apa yang akan dihusahakannya
esok hari, dan juga tidaklah suatu diri mengetahui di
bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah
Mahamengetahui. Oleh karena itu, hitunglah dirimu
dalam barisan orang-orang yang mati.”
Maksud utama dari nasihat Rasulullah Shallallahu
„Alaihi wa Sallam itu adalah anjuran untuk bersegera
mengerjakan amal-amal saleh dan ibadah-ibadah
kepada Allah subhanahu wa ta‟ala, sebagai persiapan
untuk hari akhirat. Karena, akhirat itulah yang
merupakan tempat abadi. Oleh karena itu, di dalam al-