multimedia saintifik tematik integratif seni...

102
101 MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARI Gusyanti Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya Yogyakarta Email: [email protected] Abstrak: Pengembangan ini bertujuan untuk mewujudkan multimedia saintifik tematik integratif seni tari yang dapat membantu tugas guru sekolah dasar dalam pembelajaran tematik integratif seni tari. Pendekatan yang digunakan dalam pembuatan multimedia pembelajaran saintifik seni tari adalah proses pengembangan produk yang melibatkan partisipasi fungsi inti. Partisipasi fungsi inti artinya penerapan urutan langkah yang harus dilakukan. Urutan langkah tersebut yaitu perencanaan, pengembangan konsep, perancangan, perancangan detail, pengujian dan perbaikan, dan produksi awal. Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas V SD Kanisius Kalasan Sleman. Teknik analisis data menggunakan analisis kualtitatif. Produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah multimedia saintifik seni tari, guna membantu pembelajaran di sekolah dasar. Pemanfaatan multimedia saintifik akan sangat berarti dalam membantu pelaksanaan pembelajaran seni budaya dan keterampilan (seni tari). Artinya dengan penggunaan multimedia saintifik pecapaian tujuan pembelajaran seni tari yang mengedepankan kreativitas akan dapat dilakukan guru kelas sekolah dasar. Kata kunci: multimedia, pendekatan pembelajaran saintifik, seni tari Pendahuluan Budaya yang ada di Indonesia sangat beragam, artinya berbagai daerah yang ada memiliki budaya yang tumbuh berkembang bersama kehidupan masyarakatnya. Perkembangan budaya beriring dengan berkembangnya pendidikan, pendidikan bagian dari budaya. Pembelajaran seni tari di sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan. Pembeajaran seni tari dapat dikatakan belum maksimal. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya yaitu kurangnya sumber daya manusia yang kompeten terhadap seni tari (data, 2013), kurangnya daya dukung berbagai pihak baik dari sekolah sendiri maupun pihak-pihak terkait, kurangnya sarana yang mendukung pembelajaran tersebut. Pendidikan formal adalah sarana pendidikan yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan perkembangan kepribadian anak didik di segala lapisan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut pembelajaran seni

Upload: buinhan

Post on 03-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

101

MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARI

Gusyanti

Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstrak: Pengembangan ini bertujuan untuk mewujudkan multimedia saintifik tematik integratif seni tari yang dapat membantu tugas guru sekolah dasar dalam pembelajaran tematik integratif seni tari. Pendekatan yang digunakan dalam pembuatan multimedia pembelajaran saintifik seni tari adalah proses pengembangan produk yang melibatkan partisipasi fungsi inti. Partisipasi fungsi inti artinya penerapan urutan langkah yang harus dilakukan. Urutan langkah tersebut yaitu perencanaan, pengembangan konsep, perancangan, perancangan detail, pengujian dan perbaikan, dan produksi awal. Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas V SD Kanisius Kalasan Sleman. Teknik analisis data menggunakan analisis kualtitatif. Produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah multimedia saintifik seni tari, guna membantu pembelajaran di sekolah dasar. Pemanfaatan multimedia saintifik akan sangat berarti dalam membantu pelaksanaan pembelajaran seni budaya dan keterampilan (seni tari). Artinya dengan penggunaan multimedia saintifik pecapaian tujuan pembelajaran seni tari yang mengedepankan kreativitas akan dapat dilakukan guru kelas sekolah dasar.

Kata kunci: multimedia, pendekatan pembelajaran saintifik, seni tari

Pendahuluan

Budaya yang ada di Indonesia sangat beragam, artinya berbagai daerah yang ada memiliki budaya yang tumbuh berkembang bersama kehidupan masyarakatnya. Perkembangan budaya beriring dengan berkembangnya pendidikan, pendidikan bagian dari budaya. Pembelajaran seni tari di sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan. Pembeajaran seni tari dapat dikatakan belum maksimal. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi,

diantaranya yaitu kurangnya sumber daya manusia yang kompeten terhadap seni tari (data, 2013), kurangnya daya dukung berbagai pihak baik dari sekolah sendiri maupun pihak-pihak terkait, kurangnya sarana yang mendukung pembelajaran tersebut.

Pendidikan formal adalah sarana pendidikan yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan perkembangan kepribadian anak didik di segala lapisan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut pembelajaran seni

Page 2: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

102

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

tari yang merupakan bagian dari pendidikan seni budaya dan prakarya akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan anak didik di sekolah.

Pengembangan pendidikan seni (2006), esensi pembelajaran seni budaya di sekolah mencakup tiga hal, yaitu apresiasi, kreativitas, dan sensitivitas. Sesuai dengan esensi tersebut, pembelajaran seni tari memiliki urgensi penting dalam meningkatkan kepribadian anak yang perlu dikembangkan. Harapannya sesuai dengan multiple inteligensi bahwa dengan berkembangnya kemampuan seni dalam pribadi anak maka akan meningkat pula kemampuan intelektual di berbagai bidang yang dimiliknya.

Upaya pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah sudah banyak dilakukan. Salah satunya yaitu dengan meningkatkan kompetensi guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan tersebut. Kurikulum merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil monitoring evaluasi 2013 yang telah dilakukan, masih banyak kekurangan yang harus dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan sosialisasi yang telah dilakukan. Berikut beberapa hal yang ditemukan: Bbuku guru dan buku siswa yang penggunaan bahasanya sulit dimengerti karena bahasanya terlalu tinggi, materi pembelajaran yang tidak sinkron di kedua buku tersebut, penjelasan dari fasilitator mengenai konsep kurikulum yang kurang jelas, serta pemahaman guru tentang konsep kurikulum yang kurang dimengerti.

Beberapa hal yang menjadikan pembelajaran khususnya seni tari belum maksimal dilaksanakan yaitu 1) guru seni tari di sekolah dasar adalah guru kelas; 2) kurangnya pemahaman guru tentang pembelajaran seni tari sesuai dengan konsep kurikulum; 3) kurangnya daya dukung terhadap pembelajaran seni tari di sekolah; 4) kurangnya daya dukung terhadap pembelajaran seni tari dari pihak-pihak terkait; 5) kurangnya sarana prasarana, termasuk media pembelajaran untuk mendukung pembelajaran Seni tersebut.

Pelaksanaan pembelajaran seni tari di sekolah dasar sangat kompleks. maka agar penelitian ini lebih fokus, mendalam, dan memiliki daya guna yang maksimal maka penelitian ini dikhususkan pada permasalahan nomor 5, yaitu kurangnya sarana prasarana termasuk media pembelajaran untuk mendukung pembelajaran seni tari di sekolah. Artinya perlu media pembelajaran untuk mempermudah tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Konsep Mutimedia PembelajaranMedia pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsanng pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan atau keterampilan pembelajar sehingga dapat mendorong proses tejadinya kegiatan belajar mengajar. Menurut Briggs (1970) arti dari media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/ materi pembelajaran diantaranya yaitu buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan menurut National

Page 3: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

103

Education Assosiation menterjemahkan media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar termasuk perengkat keras.

Berbagai definisi mengenai media pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan pembelajar untuk membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pembuatan media pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara. 6 fase proses pengembangan produk (Karl T.Urlich, Steven D. Eppinger, 2001:15) yaitu 1) perencanaan, 2) pengembangan konsep, 3) perancangan tingkat sistem, 4) perancangan detail, 5) pengujian dan perbaikan, 6) produk.

Kegunaan Media dalam Pembelajaran

Yusuf Hadi Miarso (2004) menyatakan kegunaan media dalam pembelajaran yaitu 1) media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak, sehingga otak kita berfungsi secara optimal; 2) media dapat mengatasi keterbatasan pengelaman yang dimiliki oleh para mahasiswa; 3) media dapat melampaui ruang kelas; 4) media memungkinkan adanya interaksi langsung antara mahasiswa dan lingkungannya; 5) media menghasilkan keseragaman pengamatan; 6) media membangkitkan keinginan dan minat baru; 7) media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar; 8) media memberikan pengelaman yang integral menyeluruh dari yang konkrit maupun abstrak; 9) media memberikan kesempatan kepada mahasiswa

untuk belajar secara mandiri; 10) media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru; 11) media mampu meningkatkan efek sosialsasi; dan 12) media dapat meningkalkan kemampuan ekspresi.

Penjelasan pendapat tersebut mengandung makna yang luas mengenai kebermaknaan media pembelajaran. Dengan media yang representatif, tugas guru dapat menyampaikan materi secara detail untuk menunjang pembelajaran. Proses pembelajaran yang komunikatif dan menyenangkan menjadikan indikasi bahwa tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Pemanfaatan lingkungan merupakan media yang sangat efektif untuk dilibatkan dalan pembuatan media pembelajaran bagi anak sekolah dasar. Dengan demikian, apabila pembelajaran dapat mengakomodir hal tersebut dalam proses belajar mengajar maka dapat dipastikan peserta didik memiliki pemahaman yang bagus tentang materi yang disampaikan. Namun dengan berbagai kendala yang ada, melibatkan lingkungan secara langsung tidak dapat dilakukan. Mengingat hal tersebut, pembuatan media pembelajaran secara audio visual dengan melibatkan lingkungan dapat digunakan sebagai alternatif yang sangat efektif. Artinya dengan media ini pembelajaran seakan diajak dalam situasi lingkungan anak, dapat disesuaikan mana materi yang dibutuhkan atau dapat diputar ulang sesuai yang dibutuhkan.

Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik

Page 4: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

104

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Seni Budaya dan Prakarya Sekolah DasarPembelajaran seni budaya dan

prakarya di sekolah termasuk salah satu pelajaran wajib dalam kurikulum 2013. Orientasi utama pembelajaran seni antara lain untuk menanamkan nilai-nilai yang dapat menumbuhkan sensitivitas rasa yang tercermin dalam nilai-nilai kehidupan yang terungkap dalam sikap sehari-hari pada diri peserta didik. Soedarso (1988: 16-17) menjelaskan bahwa kata seni berasal dari kata sani dalam bahasa sansekerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, atau pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi lain berkembang menjadi cilpacastra yang berarti segala macam kekriyaan (hasil keterampilan tangan) yang artistik. Maksudnya yaitu dengan penerapan pembelajaran seni yang intinya pengekspresian diri sehingga mampu mendorong perkembangan intelegensi visual dan intelegensi auditori. Pembelajaran seni budaya dan prakarya diri di desain secara tematik integratif, artinya pengembangan materi dihubungkan dengan mata pelajaran yang lain dengan mengaitkan tema. Sesuai dengan Permendikbud, semua mata pelajaran di buat dengan 4 kompetensi inti dan dijabarkan menjadi beberapa Kompetensi Dasar. Secara garis besar kompetensi inti tersebut berisi tentang nilai ketuhanan, kemanusiaan, pengetahuan, dan keterampilan.

Agung Suryahadi dalam Pengembangan Seni menyatakan proses pembelajaran seni budaya dan prakarya lebih menekankan pada esensi pendidikan

seni yang meliputi, sensitivitas, apresiasi, dan kreativitas. Secara konkrit pada proses mengembangkan kepekaan estetik/keindahan/kehalusan rasa, mengembangkan kemampuan kreatif/berpikir divergent dan mengembangkan kemampuan apresiatif/apresiasi terhadap hasil seni budaya.

Pembelajaran seni budaya dan prakarya diupayakan dilaksanakan secara terpadu dan kolaboratif antar cabang seni sebagai suatu keutuhan. Konsep tematik integratif yang dikembangkan pada mata pelajaran di sekolah dasar dimaksudkan agar pola pikir peserta didik di usia tersebut dapat secara menyatu saling berkaitan dalam pola pemikirannya. Berdasarkan hal tersebut diharapkan tujuan pembelajaran yang secara integratif tersebut akan lebih mudah dapat di implementasikan dalam kehidupan.

Pembelajaran seni budaya dan prakarya mengembangkan daya kreativitas peserta didik, dengan tetap mengedepankan aspek moral, etika, dan estetika sebagai wujud seni sebagai fungsi pendidikan. Selain itu sebagai apresiasi, dalam pembelajarannya ada upaya untuk mengenal dan mengembangkan seni daerah lain di nusantara, sebagai wujud menjunjung tinggi budaya bangsa upaya untuk mencintai bangsa secara nyata.

Pembelajaran Seni Tari Tematik Integratif

Permendikbud menyatakan bahwa materi pembelajaran seni tari bagian dari mata pelajaran seni budaya dan prakarya pada kompetensi isi (3), penjabarannya pada Kompetensi Dasar. Berikut ini isi pada kompetensi dasar pada tiap-tiap kelas. Kelas I, mengenal unsur-unsur gerak, bagian-bagian gerak anggota tubuh dan level. Kelas II, memahami gerak sehari-hari dengan tempo. Kelas III, memahami gerakan kuat dan lemah dengan musik sebagai iringan. Kelas

Page 5: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

105

IV, mengenal tari-tarian daerah dan keunikan geraknya. Kelas V, memahami properti yang digunakan. Kelas VI, mengenal estetika gerak dan komposisi gerak dalam kelompok tari.

Pelaksanaan pembelajaran seni budaya dan prakarya, seni tari merupakan bagian dari pembelajaran tersebut menerapkan pembelajaran tematik integratif. Artinya tema dalam semua mata pelajaran sama, materi tiap mata pelajaran disesuaikan dengan tema tersebut. Sesuai dengan Permendikbud tema-tema tersebut yaitu 1) Diriku, 2) Kegemaranku, 3) Kegiatanku, 4) Keluargaku, dan 5) Lingkungan Sehat dan Bersih.

Pembelajaran seni tari di jenjang sekolah dasar menggunakan pola imitatif. Artinya tema materi yang dapat dikembangkan merupakan hasil meniru lingkungan yang ada di sekitar kehidupan. Lingkungan sekitar yang dapat ditiru yaitu perilaku manusia, hewan, kehidupan tumbuhan, dan keadaan alam (hujan, angin, ombak, dan sebagainya).

Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Sekolah Dasar

Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar secara menyeluruh. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut, termasuk matapelajaran seni budaya dan prakarya. Pelajaran seni budaya dan prakarya khususnya seni tari dirancang sebagai pembelajaran yang memiliki output peserta didik yang memiliki sikap sesuai dengan pencanangan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Kemendiknas,

tahun?: 10), pembelajaran karakter bangsa, terdiri antara lain yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, dan sebagainya. Selain itu pembelajaran tersebut sebagai sarana untuk mengenalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam karya seni, untuk membentuk sikap apresiasif terhadap karya seni budaya, dalam hal ini membekali pengetahuan bidang seni budaya. Praktik berkarya seni, mengeksplorasi lingkungan, dan mewujudkan gagasan dalam bentuk karya seni merupakan proses mengasah kompetensi keterampilan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (saintifik appoach) dalam pembelajaran semua mata ajar meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata ajar, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural.

Ada lima langkah pembelajaran saintifik, yaitu (1). Observing (mengamati), (2). Questioning (menanya), (3). Associating (menalar), (4). Experimenting (mencoba), (5). Networking (membentuk jejaring/ mengkomunikasikan). Langkah pertama, mengamati. Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati

Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik

Page 6: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

106

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, dan fokus pada pengamatan yang berkaitan dengan materi ajar. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah yaitu 1) menentukan objek apa yang akan diobservasi; 2) membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi; 3) menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder; 3) merencanakan tempat objek yang akan diobservasi; 4) menentukan strategi observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar; 5) menentukan cara mencatat/merekam hasil observasi dengan menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Pada kegiatan ini peraga dikondisikan untuk melakukan gerak yang berawal dari gerak bebas kemudian disetting menjadi gerak indah yang dapat dijadikan menjadi gerak tari. Tema sudah ditentukan awal agar gerak peraga tidak keluar dari koridor yang direncanakan (proses shooting).

Langkah kedua yaitu menaya.

Menanya merupakan tanggapan verbal siswa dalam pembelajaran yang berfungsi untuk 1) membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang suatu tema atau topik pembelajaran; 2) mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; 3) mendiagnosis/

mencari tau kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya; 4) melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

Kriteria Pertanyaan yang baik yaitu 1) singkat dan jelas, 2) menginspirasi jawaban, 3) memiliki fokus, 3) bersifat problem atau divergen, 4) bersifat validatif atau penguatan, 5) memberi kesempatan siswa untuk berpikir ulang, 6) merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif, 7) merangsang proses interaksi. Pada langkah ini kelas dikondisikan aktif untuk berdiskusi mengenai tema yang sudah ditentukan. Antara pengajar dan peserta didik terlibat komunikasi verbal yang aktif (kegiatan shooting).

Langkah ketiga, menalar. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Pada langkah ini pengajar memberikan pancingan kepada

Page 7: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

107

peserta didik agar melakukan gerak sesuai dengan tema yang direncanakan. Di sini terjadi komunikasi gerak yang terjadi antar peserta didik, pesert didik dengan pengajar, ataupun peserta didik dengan lingkungan sebagai arahan eksplorasi (proses shooting).

Langkah keempat, mencoba. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, siswa harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini yaitu 1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; 2) mengetahui cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; 3) mengetahui dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; 4) melakukan dan mengamati percobaan; 5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; 6). menarik simpulan atas hasil percobaan; dan 7) membuat laporan dan mengomunikasikan hasil percobaan. Pada langkah ini peserta didik aktif melakukan eksplorasi gerak sesuai dengan konsep gerak yang dibuatnya. Berbagai desain estetik tari yang sudah disampaikan dilakukan untuk membuat gerak yang estetik. Semua peserta didik diharapkan dapat melakukan gerak dengan konsep yang sudah dipersiapkan( proses shooting).

Langkah kelima jejaring. Jejaring pembelajaran disebut juga pembelajaran

kolaboratif yang merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan siswa, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan siswa menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesama, mendorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.

Pada kelas kolaboratif siswa dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi, serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari siswa lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul keseragaman di dalam heterogenitas siswa. (http://akhmadsudrajat.files.

wordpress.com). Pada tahap ini guru sebagai mediator motivator, peserta didik melakukan gerak dan menyusunnya sehingga menjadi karya yang inovatif. Dalam hal ini keluwesan tidak menjadi tujuan utama tetapi bagaimana peserta didik dapat melakukan proses kreatif secara tidak tertekan. Hasil dari pembelajaran ini merupakan produk dari konsep gerak yang dibuat mulai langkah

Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik

Page 8: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

108

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

awal sampai akhir. Kreativitas peserta didik akan sangat beragam tergantung daya kreatif dan motivasi (proses shooting).

MetodePendekatan yang digunakan dalam

pembuatan multimedia pembelajaran saintifik seni tari yaitu proses pengembangan produk yang melibatkan partisipasi fungsi inti (Karl T.Urlich, Steven D. Eppinger, 2001: 15). Beberapa fungsi inti maksudnya beberapa langkah dalam pembuatan produk memegang peran yang sangat penting dan tidak boleh ada yang ditinggalkan. Bahkan langkah demi langkah harus dilakukan secara berurutan. Hal ini dilakukan agar kualitas dari produk ini benar-benar terjamin mutunya.

Langkah-langkah pembuatan multimedia pembelajaran saintifik seni tari meliputi 5 hal yaitu pertama perencanaan. Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai “zerofase” karena fase ini mendahului persetujuan dan proses pengembangan. Pada penelitian ini pembuatan media interaktif harus dengan persetujuan beberapa pihak agar kebermanfaatannya dapat maksimal. Hal ini dilakukan karena dari berbagai hal harus ada kontribusi dari proses perencanaan hingga terselesainya VCD saintifik seni tari tersebut. Kedua, pengembangan konsep. Pada fase ini mengidentifikasi kebutuhan dan mengevaluasi alternatif konsep yang dibutuhkan. Pada penelitian ini proses identifikasi keperluan media dalam pembelajaran seni tari. Dalam hal ini sangat diperlukannya media interaktif

sebagai media yang sangat diperlukan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran dalam menyampaikan materi tari. Ketiga, perancangan. Pada fase ini mencakup definisi produk, uraian produk menjadi subsistem dan komponen-komponen. Pada fase perancangan pada penelitian ini merancang media saintifik seni tari merupakan media yang dapat digunakan untuk membantu menyampaikan materi seni tari di sekolah dasar. Materi ini merupakan kompetensi yang harus dimiliki guru tari yang semestinya disampaikan kepada peserta didik dengan jelas. Keempat perancangan detail. Pada fase ini mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan identifikasi seluruh komponen. Pada penelitian ini perancangan detail fokus pada perancangan VCD saintifik seni tari merupakan sarana penunjang dalam pembelajaran seni tari. Media yang dapat diputar pada komputer dapat memberikan gambaran jelas mengenai proses gerak dan macam desain gerak tari. Kelima, pengujian dan perbaikan. Pada fase ini melibatkan konstruksi dan evaluasi. Diperlukan pembuatan prototype untuk mengetahui atau menjawab mengenai kinerja dan kendala yang ada selama proses yang sesungguhnya. Harapannya dengan langkah ini prosedur penggunaan media ini akan terkontrol mengenai kekurangan dan mungkin kesulitan yang dialami dalam penggunaannya. Materi seni tari dapat dilihat secara rinci dan jelas dalam tayangan. Materi tertentu dapat dibuka ulang atau membuka materi gerak tertentu yang dirasa butuh pemahaman. Keenam, produksi

Page 9: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

109

awal. Pada fase ini pembuatan produk yang sesungguhnya dilaksanakan dengan penuh pertimbangan dan berusaha mengeliminir kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang terjadi. Keseluruhan penelitian ini merupakan pembuatan media audio visual saintifik seni tari dengan langkah-langkah yang terorganisasi, mulai dari pemilihan peraga, proses pelatihan gerak, penentuan tema, analisis, pengurutan gerak, sampai pembuatan produk multimedia terwujud. Dengan langkah yang sudah teruji tersebut serta sudah direvisi, maka produksi media yang secara fix dapat dilakukan.

Berdasarkan data yang didapat dari angket dan investigasi guru-guru pengampu pendidikan seni tari di SD Kanisius Yogyakarta dan siswa kelas V, maka multimedia saintifik seni tari dapat membantu tugas guru. Bahkan guru yang tidak memiliki latar belakang keilmuan seni tari dapat terbantu dengan adanya media multimedia saintifik seni tari seperti ini.

HasilPembelajaran seni tari dengan

konsep kurikulum 2013 di sekolah dasar membutuhkan media yang representatif. Multimedia pembelajaran seni tari yang representatif masih sangat kurang. Multimedia pembelajaran seni tari tema indahnya kebersamaan secara saintifik sangat dibutuhkan pengajar, guna mempermudah penyampaian materi. Dihasilkannya multmedia saintifik sebagai suplemen pembelajaran seni tari di sekolah dasar sesuai dengan konsep kurikulum 2013 menjadi

harapan banyak guru guna menunjang kinerjanya mengajar pembelajaran seni tari. Media pembelajaran yang representatif sangat menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran.

Penerapan multimedia saintifik seni tari memberikan kontribusi terhadap pembelajaran Seni Tari. Media ini dapat dimanfaatkan oleh guru sekolah dasar yang notabene bukan guru yang memiliki kompetensi latar belakang seni. Namun dengan media multimedia seperti ini dapat dimanfaatkan oleh semua guru sekolah dasar.

SimpulanPenelitian pengembangan media

pembelajaran saintifik dihasilkan produk media yang inovatif untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pembelajaran. Pembelajaran seni tari dengan konsep kurikulum 2013 di sekolah dasar membutuhkan media yang representatif.

Multimedia saintifik sebagai suplemen pembelajaran seni tari di sekolah dasar sesuai dengan konsep kurikulum 2013. Multimedia saintifik seni tari dengan tema indahnya kebersamaan merupakan media yang sangat efektif untuk memberikan apresiasi terhadap ragam budaya nusantara, yang akhirnya dapat dibuat ragam gerak tari sederhana berdasarkan ragam budaya tersebut.

Gusyanti - Multimedia Saintifik Tematik

Page 10: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

110

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Daftar Rujukan

Agung, Suryahadi. 2009. Pengembangan Seni. Yogyakarta: PPPPTK Seni dan Budaya.

Briggs, Leslie J. 1970. Handbooks of Procedures for the Design of Instruction. Pitsburg; American Institute of Reseach.

de Porter, Bobby dan Mark Readon dan Sarah Singer-Nourie. 2000. Quantum Theaching: Mempraktekan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa.

Gay, L.R. 1991. Educational Evaluation and Measurement: Competencies for Analysis and Application. Second edition. New York: Macmillan Publishing Company.

http// Estetika dalam koreografi/artikel kesenian. 8:10. Robby Hidayat

http//kesenian-artikel/ kesenian dalam koreografi.8:20/

http:// ahmadsudrajat.file.wordpress

http: / /a inamulyana.blogspot .co. id/2014/09/d o w n l o a d - p e r m e n d i k b u d -no-57-58-59-61-62.html. Diakses tanggal 15 Desember 2015

ht tp : / / l i tbang .kemdikbud .go . id / index .php/p e r m e n d i k b u d - t e n t a n g - k u r i k u l u m -tahun-2013. Diakses tanggal 15 Desember2015

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Reneka Cipta.

Purwanto, Ngalim. 1984. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soedarso,Sp. 1988. Trilogi Seni, Penciptaan, Eksistensi dan Kegunaan Seni. Yogyakarta: ISI.

Urlich, Karl T, Steven D. Eppinger (Messachussetts Institute of Technology). 2001. Perancangan Pengembangan Produk. Jakarta: Salemba Teknika.

Wardhana, RM Wisnoe. 1990. Pendidikan Seni Tari . Jakarta. Departemen pendidikan dan Kebudayaan.

Yusufhadi, Miarso. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakart: Kencana.

Page 11: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

111

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM)

PADA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Legiman LPMP D.I. Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstrak: Pendidikan dan Pelatihan (diklat) merupakan kegiatan pembelajaran dimana terjadi interaksi antara peserta diklat dengan widyaiswara/pelatih. Dalam pendidikan dan pelatihan peserta didik adalah orang dewasa yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman. Agar materi diklat yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta diklat, widyaiswara harus dapat memilih strategi, metode, dan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam diklat yaitu model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta diklat untuk belajar. Penggunaan pembelajaran berbasis masalah mengarahkan peserta diklat bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata.

Kata kunci: model pembelajaran, masalah, diklat.

Pendahuluan

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan salah satu cara pengembangan pengetahuan dan keterampilan pegawai. Dengan adanya diklat diharapkan pegawai mempunyai kompetensi yang memadai untuk melaksanakan tugasnya atau memenuhi syarat untuk menduduki jabatan tertentu yang diberikan. Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang benar-benar dapat diaplikasikan di lingkungan kerja peserta diklat. Tujuan diklat tersebut dapat tercapai apabila pelaksanaan diklat dikelola dengan baik, terutama dalam kegiatan pembelajaran.

Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua pihak

yang keduanya berperan sebagai subyek, yaitu siswa/peserta diklat sebagai pembelajar dan guru/dosen/widyaiswara sebagai pengajar. Pembelajar melakukan kegiatan belajar, sedangkan pengajar melakukan kegiatan mengajar. Kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik apabila terjadi interaktif antara pembelajar dan pengajar, atau dapat dikatakan proses yang terjadi berjalan secara dua arah. Pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan melibatkan orang dewasa yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman, sehingga pembelajaran yang diberikan harus dapat mengakomodir pengetahuan dan pengalaman peserta tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut, aktifitas peserta diklat dalam pembelajaran

Page 12: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

112

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

mutlak diperlukan. Dalam membentuk pembelajaran yang aktif, kemampuan widyaiswara dalam merencanakan suatu kegiatan pembelajaran sangat menentukan. Widyaiswara yang mampu memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan peserta maupun materi diklat akan menjamin berlangsungnya pembelajaran yang aktif. Di samping itu, dalam menyampaikan materi pembelajaran, widyaiswara dituntut untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa dan menjalin interaksi yang baik dengan peserta diklat.

Kenyataan yang yang terjadi selama ini masih banyak widyaiswara yang belum memilih model pembelajaran dengan tepat, hanya menggunakan metode ceramah dalam melaksanakan pembelajaran, dan masih menganggap peserta diklat sebagai obyek penerima informasi. Hal ini menyebabkan peserta diklat kurang antusias dan tidak mempunyai motivasi dalam mengikuti pembelajaran, sehingga hasil belajar peserta diklat tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, widyaiswara perlu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dalam diklat atau pembelajaran orang dewasa. Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran untuk menyelesaian permasalahan tersebut yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Base Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan dalam

rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah peserta diklat dilatih untuk memecahkan suatu masalah yang nyata atau kontektual, sehingga akan merasakan hasilnya secara langsung.

PermasalahanPermasalahan yang menjadi fokus

dalam pengkajian ini yaitu 1) Apa hakikat pendidikan dan pelatihan (diklat)?; 2) Bagaimana pembelajaran untuk orang dewasa?; dan 3) Bagaimana model pembelajaran berbasis masalah dalam diklat?

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Pendidikan dan pelatihan merupakan dua terminologi yang hampir sama baik dari makna maupun pelaksanaannya. Namun secara ruang lingkup, karakteristik, dan tujuan pelaksanaannya dapat dibedakan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dimaksud dengan diklat yaitu proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Dalam peraturan ini sasaran diklat yaitu terwujudnya PNS yang mempunyai kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Dalam Peraturam Pemerintah Nomor 101 Tahun 2001 membagi diklat menjadi dua jenis diklat, yaitu diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan.

Diklat prajabatan yaitu diklat yang diselenggarakan untuk membentuk

Page 13: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

113

PNS yang profesional yaitu PNS yang karakternya dibentuk oleh nilai-nilai dasar profesi PNS, sikap dan perilaku disiplin PNS, dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam kesatuan negara Republik Indonesia sehingga mampu melaksanakan tugas dan perannya secara professional sebagai pelayan masyarakat. Diklat prajabatan ini merupakan persyaratan CPNS menjadi PNS.

Diklat dalam jabatan terdiri dari 3 jenis diklat yaitu diklat kepemimpinan, diklat fungsional, dan diklat teknis. Diklat kepemimpinan dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Sedangkan diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai kompetensi teknis yang diperlukan untuk melaksanakan tugas PNS.

Menurut Oemar Hamalik (1999:2), pendidikan diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama. Pengertian tersebut dapat pula diartikan sebagai usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk mendorong, membantu serta membimbing seseorang dalam mengembangkan segala potensinya dan kualitas yang satu ke kualitas yang lebih tinggi. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan atau proses untuk membentuk sikap dan perilaku peserta didik sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan pendidikan diharapkan peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalankan pekerjaan dan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya.

Menurut Peratutan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, pendidikan pengajaran dan pelatihan (dikjartih) adalah proses belajar mengajar dalam diklat baik secara klasikal dan/atau non klasikal. Sedangkan menurut Kamil (2007:3), pelatihan merupakan terjemahan dari kata training dalam bahasa Inggris. Arti kata training adalah 1) memberi pelajaran dan praktik, 2) menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki, 3) persiapan, dan 4) praktik. Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004:226), pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk melaksanakan pekerjaan

Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran

Page 14: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

114

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.

Dari berbagai pengertian di atas dapat dikatakan bahwa diklat merupakan kegiatan pembelajaran bagi orang dewasa atau pegawai yang bertujuan untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku sehingga mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional sebagai pelayan masyarakat.

Pembelajaran Orang Dewasa (Androgogi)Belajar merupakan salah satu

kebutuhan manusia yang sangat penting dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Teknologi dan ilmu pengetahuan selalu berkembang dan saat ini perkembangannya sangat pesat, sehingga menimbulkan berbagai perubahan pada segala aspek kehidupan manusia. Tanpa belajar manusia akan mengalami kesulitan dalam mengadapi dan menyesuaikan diri dari perubahan perubahan tersebut. Dengan demikian belajar merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia sejak lahir hingga akhir hayat. Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk keterampilan, pengetahuan, maupun sikap. Dalam belajar terjadi proses interaksi antara orang yang melakukan kegiatan belajar, yaitu warga belajar dengan sumber belajar.

Menurut Oemar Hamalik (2001:37), ”Belajar (learning) merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan”. Perubahan tingkah laku dalam hal ini yaitu perubahan tingkah laku yang dapat diamati, dapat diukur dan bersifat spesifik. Perubahan tingkah laku itu berlangsung dalam suatu proses, yakni dalam urutan usaha yang membutuhkan waktu tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengalaman yaitu pengalaman yang direncanakan, dilaksanakan dan dibimbing. Pada dasarnya setiap pengalaman merupakan berkat interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan latihan adalah prosedur yang ditempuh, yakni suatu proses pengulangan secara sistematik dan berencana guna mencapai tujuan tertentu.

Menurut W. H. Burton, 1984 dalam Moh. Uzer Usman danLilis Setiawan (1993:4): “Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang (Nana Sudjana, 1996: 5). Seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun dalam sikap.

Dari beberapa pengertian belajar diatas dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi yang

Page 15: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

115

dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dan/atau lingkungannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang disertai dengan perubahan tingkah laku. Dengan belajar orang akan menemukan hal-hal baru atau menemukan solusi permasalahan yang dihadapi.

Proses belajar orang dewasa berbeda dengan proses belajar bagi anak-anak. Belajar bagi anak-anak bersifat untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Sedangkan bagi orang dewasa lebih menekankan untuk apa ia belajar. Konsep diri pada seorang anak yaitu bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Ketika ia beranjak menuju dewasa, ketergantungan kepada orang lain mulai berkurang dan ia merasa dapat mengambil keputusan sendiri. Selanjutnya sebagai orang dewasa, ia memandang dirinya sudah mampu sepenuhnya mengatur diri sendiri. Orang dewasa menghendaki kemandirian dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, misalnya ia diberi ceramah oleh orang lain tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila orang dewasa dibawa pada situasi belajar yang memperlakukan dirinya dengan penuh penghargaan, maka ia akan melakukan proses belajar dengan penuh penghargaan pula. Ia akan melakukan proses belajar dengan pelibatan dirinya secara mendalam. Situasi tersebut menunjukkan orang dewasa mempunyai kemauan sendiri untuk belajar. Perbedaan belajar anak-anak dengan orang dewasa, disebabkan perbedaan kematangan

psikologis. Orang dewasa memiliki kematangan yang lebih dibandingkan dengan anak-anak. Perbedaan psikologis ini dapat diamati dari sikap dan perilaku dalam berpendapat, berbicara, menyelesaikan tugas, dan mengambil keputusan (Sugema, 2006).

Dalam pembelajaran orang dewasa diasumsikan bahwa widyaiswara atau penatar itu tidak dapat “mengajar” dalam arti membuat seseorang belajar, tetapi hanya dapat membantu orang lain untuk belajar, sehingga widyaiswara atau penatar harus memperhatikan beberapa hal yang terkait dengan kondisi orang dewasa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu 1) Terciptanya proses belajar merupakan suatu proses pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap orang dewasa. Dalam hal ini pembelajaran orang dewasa harus dapat memotivasi untuk mencari pengalaman atau pengetahuan yang lebih tinggi; 2) Orang dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan keperluannya; 3) Kadang-kadang pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini disebabkan karena belajar hanya diorientasikan pada perubahan tingkah laku, sedangkan perubahan perilaku saja tidak cukup kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa, di samping metode berfikir tradisional yang sukar berubah; 4) Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk mempelajari dan menemukan pemecahan masalah yang

Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran

Page 16: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

116

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

dihadapi dalam pembelajaran tersebut; 5) Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat; 6) Belajar adalah suatu transformasi ilmu pengetahuan dan juga merupakan proses pengembangan intelektualitas seseorang. Pemaksimalan hasil belajar dapat dicapai apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pembelajaran yang dirancang agar peserta pendidikan mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontektual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahannya oleh peserta didik (Kemdikbud, 2013).

Model Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran

yang menyajikan kepada peserta diklat masalah-masalah otentik dan bermakna yang mendorong mereka untuk menemukan solusi pemecahan masalah dengan menggunakan metode ilmiah terkait konsep yang dipelajari. Landasan teoritik bertumpu pada psikologi kognitif dan pandangan konstruktivis. Tujuan hasil belajar bukan untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya tetapi mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan intelektual. Pembelajaran berbasis masalah dilakukan dalam lima fase, meliputi 1) orientasi peserta kepada masalah; 2) mengorganisasikan peserta untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan mengevaluasi.

Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah ini mengkondisikan peserta didik bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan digunakan untuk mengikat peserta didik akan rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Ada lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) yaitu: 1) Permasalahan sebagai kajian, 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman, 3) Permasalahan sebagai contoh, 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses, 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.

Page 17: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

117

Peran widyaiswara dalam PBM yaitu sebagai pelatih, sedangkan peserta diklat akan berperan sebagai pemecah masalah atau pemberi solusi atas masalah yang menjadi fokus pembelajaran, sedang masalah yang diambil harus berperan sebagai tantangan awal dan motivasi untuk belajar. Peran widyaiswara, peserta diklat, dan masalah dalam PBM dapat dilihat pada Tabel 1.

Pembelajaran berbasis masalah ini bertujuan untuk membentuk keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Penggunaan model pembelajaran ini sebagai pemodelan peranan seseorang dalam mengatasi masalah nyata. Dalam pembelajaran berbasis masalah peserta diklat harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan widyaiswara.

Penerapan PBL dalam diklat dirasa sangat sesuai dengan karakteristik orang dewasa, dimana orang dewasa cenderung merasa tertantang untuk belajar apabila apa yang dipelajari dapat bermanfaat terutama

bagi dirinya, orang dewasa sudah mempunyai pengetahuan dan pengalaman. PBM memberikan keluasan bagi peserta untuk menentukan masalah sekaligus memberikan solusi dalam mengatasi masalah tersebut. Dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah yang diambil harus benar-benar masalah nyata yang terjadi di lingkungan. Selain itu masalah yang diambil merupakan masalah yang baru. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta diklat. Langkah-langkah atau tahap-tahap PBM dalam diklat terdiri dari lima tahap. Tahap pertama, orientasi peserta diklat kepada masalah. Dalam tahap 1 ini widyaiswara/pelatih melaksanakan kegiatan yaitu memberikan penjelasan tujuan pembelajaran, menjelaskan kebutuhan yang diperlukan dan memotivasi peserta diklat terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Sedangkan peserta diklat melakukan kegiatan berupa menginventarisasi dan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta diklat berada dalam kelompok yang telah ditetapkan. Kedua, mengorganisasi peserta diklat untuk

Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran

Page 18: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

118

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

belajar. Kegiatan widyaiswara/pelatih yang dilakukan yaitu membantu peserta diklat mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Sedangkan kegiatan peserta diklat yaitu membatasi permasalahannya yang akan dikaji. Masalah yang dipilih merupakan masalah yang otentik, dan terjadi di lingkungan/masyarakat saat ini. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Kegiatan yang dilakukan widyaiswara/pelatih yaitu mendorong peserta diklat untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Sedangkan kegiatan peserta diklat yaitu melakukan inkuiri, investigasi, dan bertanya untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Dalam hal ini widyaiswara/pelatih membantu peserta diklat dalam merencanakan dan menyiapkan laporan serta membantu siswa untuk berbagai tugas dalam kelompoknya. Kegiatan peserta diklat menyusun laporan dalam kelompok dan menyajikannya dan berdiskusi dalam kelas. Tahap kelima menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap kelima ini merupakan tahap terakhir dalam PBM. Dalam tahap ini widyaiswara/pelatih membantu peserta diklat untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan, sedangkan peserta diklat mengikuti tes/evaluasi dan menyerahkan tugas-tugas sebagai bahan evaluasi proses

belajar. Melihat tahapan proses pembelajaran dengan model PBM di atas kita dapat memahami bahwa pembelajaran model PBM sangat sesuai dipakai dalam diklat atau pendidikan orang dewasa. Dalam hal ini peserta diklat diberi kesempatan untuk menginventaris dan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan secara kelompok. Peserta dapat berdiskusi dengan teman atau anggota kelompok membicarakan kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran yang akan diikuti. Di samping itu, dengan adanya penjelasan tujuan dan motivasi dari widyaiswara/pelatih, peserta akan lebih bersemangat dan dapat menyiapkan diri dalam pembelajaran dengan lebih baik. Pembelajaran berbasis masalah memberi pengalaman peserta diklat untuk menentukan masalah sendiri, sesuai dengan permasalahan nyata yang dihadapi dan terjadi di lingkungan/masyarakat saat ini. Karena permasalahan yang diambil merupakan permasalahan yang dipilih sendiri oleh peserta diklat dan bersifat otentik, maka peserta akan dengan senang hati melakukan kegiatan inkuiri, investigasi, dan bertanya. Sebagai pertanggungjawaban kegiatan peserta diklat diharapkan menyusun laporan baik secara terlulis dan lisan dalam bentuk presentasi dan diskusi. Dalam kegiatan pelaporan dan presentasi ini diharapkan terjadi tukar pendapat untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang lebih baik. Di samping itu dengan adanya presentasi dan diskusi dapat menciptakan sikap dan perilaku saling menghargai. Untuk mengetahui keberhasilan

Page 19: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

119

kegiatan pembelajaran, dilakukan evaluasi dan peserta dimohon mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan.

Keunggulan Model PBMPenerapan model PBM dalam diklat

menunjukkan bahwa orang dewasa atau peserta diklat ditempatkan dan dihargai sebagai orang yang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan sehingga dapat memecahan masalah sendiri. Kondisi yang demikian menjadikan peserta diklat dapat nyaman dan menikmati kegiatan diklat yang diikuti. Di samping itu peserta diklat merasa diklat yang diikuti benar-benar bermanfaat dan bermakna untuk menunjang keberhasilan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk mendukung proses pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah, widyaiswara perlu memilih materi yang memiliki permasalahan. Materi tidak hanya terdapat pada buku-buku teks tetapi dapat mengambil dari sumber-sumber dari lingkungan seperti peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

Melihat tahapan atau langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah, diharapkan pembelajaran dapat diterima oleh peserta diklat dengan baik, dan merasa diperlakukan sebagai teman sejawat yang mempunyai kebebasan berdiskusi dalam pembelajaran. PBL memiliki beberapa manfaat dan keunggulan dibanding model pembelajaran yang lain. Manfaat pembelajaran berbasis masalah yaitu 1) Menjadi lebih mudah ingat terhadap materi yang dipelajari. Hal ini terjadi karena pembelajaran berbasis

masalah mengambil masalah yang terkait dengan materi secara kontektual, masalah diambil dari permasalahan nyata yang ada dilingkungan dan kegiatan pembelajaran menuntun peserta untuk mengajukan pertanyaan dan melakukan penyelidikan. Dengan demikian peserta akan selalu ingat apa yang dipelajarai atau dilakukan dalam pembelajaran; 2) Pembelajaran berbasis masalah mengambil permasalahan yang terjadi di lingkungan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian peserta diklat merasakan manfaatnya secara langsung dari kegiatan yang dilakukan dan akan meningkatkan fokus pengetahuan yang relevan; 3) PBL mendorong peserta diklat untuk mempertanyakan, mengkritisi, dan mereflesikan pembelajaran yang diikuti, sehingga dapat menjadikan peserta diklat untuk berfikir; 4) PBL dikerjakan dalam bentuk kelompok, maka pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dapat membangun kerja tim, kepemimpinan, dan kerja social; 5) dengan struktur masalah yang agak mengambang dan merumuskannya serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan, PBL dapat membangun kecakapan belajar peserta diklat dengan baik; dan 6) dengan PBL terdapat peluang untuk membangkitkan minat dalam diri peserta diklat, karena masalah disesuaikan dengan konteks pekerjaan yang dilakukan. Hal ini menjadikan peserta diklat tertantang dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Keunggulan PBL dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang ingin

Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran

Page 20: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

120

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

memecahkan atau memberi solusi terhadap permasalahan yang ada. Keunggulan PBL tersebut antara lain 1) pemecahan masalah merupakan teknik yang baik untuk memahami isi bacaan; 2) menantang kemampuan peserta diklat untuk menemukan penngetahuan baru; 3) meningkatkan aktivitas pembelajaran; 4) membantu peserta diklat mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah; 5) membantu mengembangkan pengetahuan dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan; 6) memperlihatkan kepada peserta bahwa setiap materi diklat, pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang harus dimengerti; 7) lebih menyenangkan dan disukai peserta diklat; 8) dapat mengembangkan kemampuan peserta diklat untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru; 9) memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; 10) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir

Dengan melihat manfaat dan keunggulan pembelajaran berbasis masalah di atas, maka pembelajaran berbasis masalah sangat sesuai diterapkan dalam kegiatan diklat untuk materi diklat yang berkaitan dengan kebutuhan, pekerjaan, dan masalah terbaru di masyarakat.

Kelemahan Model PBMSetiap model pembelajaran memiliki

sisi unggul dan sisi lemahnya, tidak ada

model pembelajaran yang sempurna untuk semua materi dan kondisi peserta diklat. Begitu pula dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan keunggulannya namun masih punya beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan model pembelajaran berbasis masalah tersebut adalah: 1) ketika peserta diklat tidak memiliki minat dan keyakinan bahwa masalah yang diambil merupakan masalah yang sulit dan penting untuk segera diselesaikan, maka peserta diklat akan enggan untuk mencoba; 2) pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu persiapan yang cukup lama; 3) tanpa pemahaman mengapa peserta diklat berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

SimpulanDiklat merupakan kegiatan

pembelajaran bagi orang dewasa atau pegawai yang bertujuan untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku sehingga mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional sebagai pelayan masyarakat.

Orang dewasa memandang dirinya sudah mampu mengatur diri sendiri, sudah mempunyai banyak pengalaman dan ilmu pengetahuan. Dalam diklat widyaiswara/pelatih perlu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dan dapat diterima orang dewasa. Salah satu Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam diklat yaitu model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

Page 21: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

121

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta diklat untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah peserta diklat dilatih untuk dapat menemukan suatu masalah sekaligus menemukan alternatif solusi pemecahannya. Masalah yang dijadikan fokus dalam pembelajaran merupakan masalah nyata atau kontektual, sehingga peserta diklat dapat merasakan hasilnya secara langsung.

Langkah-langkah dalam pembelajaran PBM yaitu 1) orientasi peserta diklat pada masalah; 2) mengorganisasikan peserta diklat untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan 5) menganalisis dan menevaluasi proses pemecahan masalah.

Daftar RujukanSugema, Bambang dan Sugiyanti S. 2006.

Psikologi Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

h t t p : / / m t s n s l a w i . w o r d p r e s s .c o m / 2 0 1 3 / 0 2 / 2 5 / p e n g e r t i a n -efektivitas-pembelajaran, diunduh hari Selasa, 10 September 2016 Pukul 19.59.

Kamil, Mustofa, 2007. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Kemdikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs-IPA. Jakarta: BPSDMPK dan PMP Kemdikbud.

Legiman. 2013. Pembelajaran Orang Dewasa. http://lpmpjogja.org/index.php/ artikel dan karyailmiah.

Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan

Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.

Rivai, Veithxzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: dari Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Legiman - Penggunaan Model Pembelajaran

Page 22: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

122

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

OPTIMALISASI SUPERVISI AKADEMIK MELALUI PEER OBSERVATION

Reni HerawatiDinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga D.I. Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstrak: Penelitian tindakan sekolah ini bertujuan mengoptimalkan supervisi akademik berbasis evaluasi diri guru secara kolaboratif yang dilakukan melalui peer observation. Indikator keberhasilan ditentukan oleh tingkat keprofesian guru dalam melaksanakan peer observation dilihat dari dua dimensi yaitu persepsi guru dan keprofesian guru. Hasil penelitian menunjukkan bukti bahwa peer observa-tion memberikan hasil positif yaitu perbaikan persepsi guru pada supervisi. Im-plementasi peer observation juga memberikan perbaikan pada keprofesian guru dalam melaksanakan peer observation diukur dari empat indikator: 1) aspek ‘pa-ham bagaimana melakukan’ mengalami kenaikan sebesar 33,3%; 2) aspek ‘dapat melakukan’ sebesar 58,1%; 3) aspek ‘mau melakukan’ memberi konstribusi sebe-sar 36,1%; 4); dan aspek ‘mau mengembangkan’ meningkat sebesar 50%. Hasi penelitian menunjukkan bahwa peer observation memberikan hasil positif untuk mengoptimalkan supervisi akademik.

Kata Kunci: supervisi akademik, evaluasi diri guru, peer observation

Pendahuluan

Quality control untuk mengawasi jalannya proses pendidikan merupakan hal yang hakiki sehingga pemerintah menetap-kan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 12 Tahun 2007 ten-tang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang berisi standar kualifikasi dan kompe-tensi pengawas sekolah/madrasah. Salah satu dari enam kompetensi yang dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tang-gung jawabnya yaitu kompetensi supervisi akademik.

Supervisi akademik dapat dilakukan secara kelompok atau individual. Teknik in-dividual yang paling sering dilakukan oleh

pengawas yaitu observasi kelas. Namun dalam observasi kelas muncul permasala-han yaitu banyak guru yang memberikan reaksi negatif ketika pengawas melakukan observasi di kelas. Observasi sering diiden-tifikasikan sebagai penilaian, akibatnya guru merasa tidak nyaman. Hal ini diungkapkan William (2009:86) yaitu:

Some of the problem of traditional classroom observations: The teacher did not like it. It was threatening, frightening, and regarded as an ordeal. It was prescriptive. The check-list focused on too much at once. The teach-ers had no responsibility for the assessment. It was observer-centered.

Kutipan tersebut menggambarkan bahwa banyak masalah dalam observasi ke-las. Observasi kelas yang bersifat tradisional

Page 23: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

123

mengakibatkan guru tidak menyukainya. Observasi membuat guru merasa terancam, takut, dan bahkan tersiksa. Observasi juga bersifat menentukan. Instrumen checklist memfokuskan pada banyak aspek dalam waktu yang sama. Guru tidak memiliki tang-gung jawab penilaian karena observasi ber-pusat pada observer.

Ungkapan William (2009) tersebut juga terjadi di sekolah-sekolah di wilayah kota Yogyakarta pada tahun 2014/2015 di-antaranya di SMA Negeri 10, SMA Muham-madiyah 6, dan SMA Sultan Agung Yogya-karta. Menurut hasil penjaringan opini yang dilakukan pada awal bulan Februari 2015 di-peroleh hasil persepsi guru tentang supervisi yang dialami sebelumnya belum optimal karena 1) guru merasa kurang nyaman disu-pervisi oleh pengawas; 2) supervisi pembe-lajaran kurang memberikan kebebasan guru untuk menentukan langkah-langkah dalam perbaikan pembelajaran; 3) guru masih merasa sebagai ‘objek’ supervisi sehingga belum memiliki kemauan untuk memanfaat-kan hasil supervisi; 4) guru belum dilibatkan dalam melakukan perencanaan supervisi; 5) analisis dilakukan tanpa melibatkan guru; 6) guru belum terbuka dan kurang termotivasi dalam menghadapi supervisi.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pendampingan pengawas pada kepala sekolah terkait supervisi aka-demik yang dapat memberikan rasa nya-man bagi guru serta dapat memberdayakan guru dalam menentukan perencanaan dan analisis hasil supervisi, sehingga diharapkan

dapat meningkatkan keterbukaan dan moti-vasi dalam menghadapi supervisi akademik. Oleh karena itu, pengawas perlu melakukan pendampingan supervisi akademik berbasis evaluasi diri guru sebagai tindakan refleksi yang profesional untuk mengetahui kekua-tan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Evaluasi diri dapat dilakukan oleh guru itu sendiri atau secara kolaboratif bersama den-gan kepala sekolah, pengawas, atau teman sejawat.

Sebagai tindak lanjut diputuskan melakukan pendampingan pada kepala seko-lah dalam pelaksanaan supervisi akademik bagi peningkatkan kualitas pembelajaran dengan menempatkan guru sebagai ‘subjek’ bukan sebagai ‘objek’ supervisi. Dengan po-sisi sebagai ‘subjek’ guru diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan perencanaan dan analisis hasil supervisi. Guru perlu diberi motivasi agar mau terbu-ka dalam menghadapi supervisi akademik. Guru akan bisa memanfaatkan hasil super-visi dengan baik apabila ada keterbukaan, memiliki motivasi, dan merasa dilibatkan dalam kegiatan supervisi. Berdasarkan per-masalahan tersebut, maka dilaksanakan su-pervisi akademik dengan memberdayakan guru yaitu dengan evaluasi diri guru (self evaluation).

Agar evaluasi diri guru memberikan hasil yang objektif dan detil maka dilakukan evaluasi diri secara kolaboratif yaitu dengan observasi teman sejawat (peer observation) untuk menemukan kekuatan guru yang perlu dipertahankan ataupun kekurangan yang ha-

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 24: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

124

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

rus diperbaiki. Evaluasi diri secara kolabo-ratif melalui peer observation diharapkan bisa memperbaiki kompetensi guru dalam pembelajaran. Evaluasi diri guru (EDG) merupakan salah satu teknik supervisi yang dilakukan dengan memberdayakan guru. Agar evaluasi diri guru memberikan ha-sil yang objektif dan detil maka dilakukan evaluasi diri secara kolaboratif yaitu dengan observasi teman sejawat (peer observation) untuk menemukan kekuatan guru yang perlu dipertahankan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Evaluasi diri secara kolaboratif melalui peer observation diharapkan bisa memperbaiki kompetensi guru dalam pem-belajaran.

Prinsip peer observation yang dipak-ai dalam penelitian ini mengacu pada teori J.C. Richard (2000). Teori tersebut mem-berikan rambu-rambu dalam melakukan ob-servasi teman sejawat yaitu 1) harus mem-punyai fokus; 2) observer menggunakan prosedur yang pasti; 3) observer tetap se-bagai observer sehingga tidak menginter-vensi jalannnya proses belajar-mengajar. Selanjutnya disarankan prosedur observasi teman sejawat diawali dengan mengatur pertemuan sebelum observasi. Sebelum mu-lai observasi, observer dan guru yang dia-mati melakukan diskusi tentang kelas, ma-teri, pendekatan mengajar yang digunakan, kondisi siswa, rencana pembelajara dan se-bagainya. Selanjutnya dilakukan identifikasi fokus observasi, menentukan prosedur yang digunakan oleh observer, melaksanakan ob-servasi, dan diakhiri dengan melakukan per-temuan setelah observasi.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan sekolah (PTS) mengacu pada teori Kemmis and McTaggart (1994) yang dilaku-kan pada tiga sekolah yaitu SMA Negeri 10 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 6 Yogya-karta, dan SMA Sultan Agung Yogyakarta sebagai tempat penelitian yang didasarkan pada pertimbangan bahwa supervisi aka-demik pada tiga sekolah tersebut belum op-timal. Oleh karena itu kepala sekolah pada tiga sekolah tersebut memerlukan pembimb-ingan pengawas dalam melakukan supervisi akademik.

Penelitian tindakan sekolah ini dilak-sanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2015. Penentuan waktu berdasar-kan pertimbangan bahwa pada bulan Agus-tus, September, Oktober merupakan saat-saat yang efektif untuk melakukan supervisi pembelajaran. Hasil dari supervisi pembe-lajaran diharapkan dapat berdampak positif pada waktu selanjutnya. Bulan November untuk melaksanakan pengumpulan data dan analisis data, sedangkan bulan Desember di-pergunakan untuk menyelesaikan laporan.

Untuk memperoleh hasil data dan hasil refleksi yang tajam dan aku-rat dipergunakan beberapa hasil data yang diperoleh yaitu hasil angket persepsi guru terhadap supervisi, hasil observasi teman sejawat, hasil evaluasi diri guru, hasil waw-ancara, rekaman video (video recording) pembelajaran, dokumentasi. Teknik peng-umpulan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi, wawancara, dan kuesioner.

Page 25: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

125

Validasi data dilakukan dengan triangula-tion method dengan langkah-langkah seb-agai berikut 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang di-katakan secara pribadi; 3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situ-asi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Jadi setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian data hasil dari penelitian digabungkan sehingga saling melengkapi.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara merefleksi hasil observasi terhadap proses pembelajaran reflektif yang dilaksanakan guru. Adapun langkah-langkah analisis data yaitu 1) me-nyeleksi dan mengelompokkan data sesuai rumusan masalah; 2) mengolah dan mendis-kripsikan data agar bermakna dalam bentuk narasi, grafik, maupun tabel; 3) menyim-pulkan dalam pernyataan singkat dan ber-makna sesuai kriteria/indikator kinerja yang telah ditentukan. Kesimpulan dalam pene-litian kualitatif yang diharapkan yaitu suatu temuan berupa deskripsi hasil penelitian.

Kriteria keberhasilan dari penelitian tindakan ini yaitu pelaksanaan supervisi yang lebih optimal. Supervisi menjadi optimal apabila guru memenuhi indikator peningkatan keprofesian dalam melaksanakan evaluasi diri melalui ’peer

observation’. Keberhasilan tindakan dilihat dari 2 dimensi yaitudimensi persepsi guru terhadap supervisi akademik dan dimensi keprofesian guru dalam melaksanakan peer observation.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Deskripsi Kondisi Awal

Kondisi awal pelaksanaan supervisi di sekolah-sekolah binaan di SMA Negeri 10 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 6 Yogya-karta, dan SMA Sultan Agung Yogyakarta sudah cukup baik namun belum optimal. Menurut hasil penjaringan opini yang di-lakukan sebelum penelitian diperoleh hasil persepsi guru tentang supervisi yang dialami sebelumnya sebagaimana dapat dicermati pada Tabel 1.

Model supervisi dirasakan oleh guru belum demokratis karena belum melibatkan guru untuk ikut serta dalam menyusun ob-servasi pembelajaran. Terkadang guru yang disupervisi tidak tahu instrumen supervisi yang digunakan oleh supervisor sehingga ti-dak bisa mempersiapkan dengan lebih baik. Supervisi cenderung dilakukan untuk tujuan pengawasan dan penilaian, namun belum sepenuhnya dilakukanuntuk perbaikan pem-belajaran.

Tidak semua supervisor mengadakan perte-muan untuk berdiskusi tentang karakteristik kelas dan mata pelajaran sebelum pelaksa-naan observasi. Perencanaan supervisi meru-pakan dominasi supervisor. Selama pelaksa-naan supervisi, hampir semua guru merasa

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 26: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

126

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

tegang dan tidak nyaman. Setelah selesai su-pervisi tidak semua supervisor memberikan feedback berdasarkan data observasi yang objektif. Tidak semua memberikan hasil ter-tulis namun hasil dipakai untuk keperluan supervisor dan dokumen sekolah saja.

Deskripsi Siklus I

Tahap awal pada siklus I yaitu tahap peren-canaan, dilakukan skenario yang dinamakan “overview”. Agar supervisi akademik ber-hasil maka dilakukan komunikasi antara pengawas/kepala sekolah dan guru yang efektif agar guru benar-benar menerima su-pervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, pengawas dan kepala sekolah menjelaskan informasi

mengenai hakikat dan tujuan supervisi aka-demik secara efektif. Motivasi juga diberi-kan kepada guru-guru untuk menghilangkan persepsi negatif tentang supervisi akademik.

Selanjutnya guru bersama pengawas dan kepala sekolah melakukan identifikasi per-masalahan, penentuan fokus peer observa-tion, penentuan teknik peer observation, penentuan ‘aturan main’ yang akan dipakai dalam pelaksanaan peer observation, dan penyusunan instrumen peer observation. Hasil identifikasi permasalahan yaitu evalu-asi diri guru yang perlu dilakukan secara kolaboratif untuk mendapatkan hasil yang lebih objektif dan bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran.

Page 27: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

127

Fokus peer observation yaitu teacher performance (kinerja guru) dalam pembela-jaran, bukan hal yang bersifat pribadi dan ti-dak menitikberatkan pada administrasi. Hal ini meliputi proses pembelajaran (kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup) dan keter-ampilan guru yang meliputi keterampilan bertanya (questioning skill), keterampilan memberi penguatan (enforcing skill), ket-erampilan menjelaskan (explaining skill), keterampilan membimbing siswa (guiding skill), dan penggunaan media. Untuk men-gukur aspek-aspek tersebut maka disusun instrumen secara bersama-sama oleh guru didampingi oleh pengawas. Peer observa-tion dilakukan 4(empat) kali terdiri dari 1 kali pada pertemuan pertama siklus I, 1 kali pada pertemuan kedua siklus I, 1 kali pada pertemuan pertama siklus II, dan 1 kali pada pertemuan kedua siklus II.

Instumen observasi pembelajaran yang digunakan merupakan instrumen yang disu-sun bersama oleh observer dan guru yang diobservasi. Penyusunan instrumen didam-pingi oleh pengawas dan kepala sekolah. Guru yang diobservasi diberikan hak untuk berpartisipasi dalam penyusunan instrumen peer observation agar pelaksanakan supervi-si akademik bersifat demokratis dan meng-hindari sifat otoriter. Selain itu diperlukan suatu ‘aturan main’ yang berlaku bagi ob-server maupun guru yang diobservasi untuk kelancaran peer observation. Penyusunan ‘aturan main’ dilakukan oleh observer dan guru yang diobservasi agar supervisi aka-demik bersifat demokratis. Pengawas dan kepala sekolah mendampingi dan membantu

penyusunan ‘aturan main’.

Dalam tahap overview ini dilakukan penentuan jadwal peer observation. Kegiatan selanjutnya guru yang akan diobservasi me-lalukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Observer menyediakan waktu untuk guru-guru yang akan melaku-kan konsultasi RPP. Tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan dan pengamatan. Sesuai dengan skenario peer observation yang dirancang, tahap ini disebut sebagai tahap ‘observa-tion’. Pada tahap ini dilakukan kegiatan inti dari peer observation. Ketika observasi pembelajaran berlangsung dilakukan penga-matan jalannya peer observation bersama kolaborator. Tahap ini dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Gambaran pelaksanaan dan deskripsi pembelajaran sebagai berikut.

Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 21 dan 26 Oktober 2015 di SMA Sultan Agung, 24 Oktober 2015 di SMA Muhammadiyah 6, dan 28 Oktober 2015 di SMA Negeri 10 Yogyakarta. Dalam pelak-sanaan tugas peneliti yaitu mendampingi, membimbing, dan mengamati jalannya peer observation. Kepala sekolah memfasilitasi, mengkoordinir, dan memantau jalannya peer observation. Guru observer melakukan pengamatan pembelajaran, sedangkan guru model melakukan pembelajaran.

Proses peer observation mengikuti skenario yang sudah disepakati. Sehari se-belum pelaksanaan peer observation guru menyerahkan RPP dan menjelaskan tentang materi dan karakteristik kelas yang akan di-gunakan dalam pelaksanaan pembelajaran.

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 28: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

128

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Guru juga memberitahu siswa tentang ren-cana kunjungan guru lain ke kelasnya serta meminta siswa untuk belajar dengan baik namun tetap wajar dan tidak merasa tergang-gu meskipun ada pemotretan atau rekaman video. Peer observation atau observasi oleh teman sejawat mata pelajaran Sosiologi di-lakukan pada hari Rabu, tanggal 21 Oktober 2015 pada kelas XI. Karena tidak terdapat guru pengampu bidang studi yang sama, maka yang bertindak sebagai observer yaitu guru Bahasa Jawa. Observasi diawali den-gan penjelasan guru kepada observer ten-tang materi dan strategi pembelajaran yang akan dipergunakan. Kelas terdiri dari siswa yang memerlukan perhatian. Karena kurang motivasi maka sangat sulit bagi guru untuk mengkondisikan siswa secara psikis untuk mengikuti pembelajaran. Namun, guru me-miliki kekuatan dalam keterampilan pedago-gi yaitu penyabar dan santun sehingga akh-irnya siswa bisa dikondisikan. Penyampaian materi mudah diterima siswa. Guru juga me-mahami karakteristik siswa.

Di SMA Muhammadiyah 6 Yogya-karta pembelajaran Sosiologi berlangsung pada kelas XI IPS yang hanya terdiri dari 8 siswa. Meskipun hanya sedikit siswa, na-mun kelas cukup sulit dikendalikan, guru be-lum begitu berhasil mengelola kelas dengan baik. Di SMA Negeri 10 Yogyakarta guru mata pelajaran Bahasa Perancis melaku-kan pembelajaran dengan sangat baik. Guru mengaku baru pertama kali diobservasi dan sedikit grogi namun hal itu tidak nampak di mata observer. Guru sangat komunikatif dalam pembelajaran dengan menggunakan

metode demonstrasi. Meskipun tidak meng-gunakan alat bantu media, namun guru bisa mengaktifkan siswa. Teknik pembimbingan yang dilakukan guru berhasil mendorong siswa untuk belajar dengan antusias.

Guru SMA Negeri 10 Yogyakarta dengan mata pelajaran Sosiologi meskipun tergolong guru muda namun dapat melaku-kan pembelajaran dengan baik. Motivasi dari kepala sekolah dan observer berhasil mendorong guru untuk bersifat terbuka se-hingga menghadapi observasi dengan ten-ang dan baik. Guru tidak menggunakan media namun berhasil mengaktifkan siswa. Siswa berhasil menemukan nilai-nilai sosial dan mengkomunikasikan di depan kelas.

Pada pertemuan kedua di SMA Sul-tan Agung, peer observation atau observasi pembelajaran oleh teman sejawat untuk pembelajaran Bahasa Jawa dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 28 Oktober 2015. Observasi dilakukan dengan lancar oleh ob-server sesuai aturan main yang telah ditetap-kan. Pada awal pembelajaran guru mata pelajaran Bahasa Jawa mengawali dengan menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik. Beberapa siswa masih berada di luar kelas sehingga guru dengan baik mengin-gatkan siswa untuk memasuki kelas. Tidak mudah bagi guru untuk membuat siswa me-masuki kelas dengan tepat waktu. Namun berkat kesabaran guru akhirnya semua siswa mau masuk kelas. Guru kemudian meng-kondisikan kelas dengan menyuruh siswa memimpin berdoa. Penjelasan akan adanya kehadiran guru lain sebagai observer dilaku-

Page 29: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

129

kan. Tidak lupa guru menghimbau siswa untuk tetap belajar dengan nyaman tanpa merasa terganggu. Tujuan pembelajaran serta cakupan materi juga disampaikan guru. Guru mendorong siswa fokus pada materi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Beberapa siswa aktif menjawab namun ada juga siswa yang menjawab asal dan di luar konteks. Nampak kesabaran guru yang luar biasa menghadapi siswa-siswa yang ter-golong rendah motivasinya.

Pada kegiatan inti siswa mulai terli-bat aktif dalam pembelajaran. Guru meng-gunakan permainan scrable dan puzzle yang sangat menarik. Siswa yang semula tidak fokus menjadi terlibat aktif dalam pembe-lajaran. Guru sangat kreatif dalam melak-sanakan pembelajaran. Pemilihan teknik permainan scrable dan puzzle ternyata san-gat efektif. Setelah siswa merangkai kata-kata, mereka kemudian mencoba memaknai arti dari kata-kata tersebut serta menyebut-kan pesan moral. Pembelajaran diakhiri se-cara baik yaitu dengan memberikan tugas dan memberikan informasi tentang mata pe-lajaran yang akan datang. Peer observation untuk pembelajaran Sosiologi di SMA Sul-tan Agung berlangsung cukup baik. Siswa hanya berjumlah 8 orang namun cukup sulit dikendalikan. Guru sabar memberikan moti-vasi dan akhirnya kelas bisa dikelola dengan baik. Penguasaan materi guru sangat bagus namun terkadang lupa ‘blocking’ ketika menjelaskan.

Peer observation untuk pembelaja-ran Bahasa Perancis di SMA Negeri 10 Yog-

yakarta pada hari Rabu tanggal 4 November 2015 terlaksana dengan baik. Sebelum mu-lai pembelajaran guru menyampaikan pada observer Rencana Pelaksanaan Pembelaja-ran (RPP). Guru menjelaskan bahwa perte-muan ini merupakan kelanjutan dari perte-muan pertama dengan tema Se Presenter (se pronominal. –er. Etre et avoir) namun guru menggunakan strategi yang berbeda. Guru memilih menggunakan kartu, hal ini dilaku-kan sebagai tindak lanjut hasil refleksi per-temuan pertama. Pada pertemuan pertama guru belum menggunakan media sehingga kurang optimal. Pada pertemuan ini guru menggunakan kartu yang bertuliskan subjek dan kata kerja.

Pembelajaran diawali dengan salam yang ramah oleh guru. Salah satu siwa di-persilahkan memimpin berdoa menggunak-an bahasa Perancis. Setelah kehadiran siswa dicek, dilakukan review pelajaran minggu lalu. Dalam kegiatan inti, kartu dibagikan dan siswa dipersilahkan memperhatikan kartu yang mereka terima dan menanyakan jenis kata serta penggunaannya. Melalui per-mainan yang menarik, siswa dipersilahkan mencari pasangan kata dan merangkainya. Siswa sangat senang dan dapat fokus pada pembelajaran serta terlibat aktif. Tidak ada siswa yang tidak fokus karena pelajaran menyenangkan. Interaksi guru dan usaha memotivasi siswa sangat baik. Guru meli-batkan semua siswa dengan cara berjalan mendekati siswa dan berkomunikasi sesuai dengan yang ditugaskan pada siswa. Pembe-lajaran dengan memanfaatkan kartu buatan guru sangat efektif. Siswa secara berulang-

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 30: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

130

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

ulang menyusun kalimat. Teknik ini mem-bantu siswa memahami dan menerapkan penggunaan subjek dan kata kerja dengan benar.

Penampilan guru rapi, me-narik, ramah, dan nampak bersemangat/bergairah dalam melaksanakan pembelaja-ran. Volume suara guru jelas terdengar oleh semua siswa. Kekurangan yang dilakukan guru yaitu pengaruh dialek sehingga pen-gucapan kata ill dan elle susah dibedakan. Selain itu guru juga belum mempersilahkan siswa bertanya sampai pada menit yang ke 70 (tujuh puluh).

Dari sisi pelaksanan, observasi oleh teman sejawat dilakukan dengan baik dan sesuai dengan prosedur dan aturan yang telah disepakati. Guru sangat terbuka dan siap menghadapi observasi ini. Dampak bagus dari observasi sangat nampak bagi perbaikan pembelajaran. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang lebih baik membuat pembelajaran menarik sehingga siswa senang dan terlibat aktif. “Peer ob-servation” pada pembelajaran Sosiologi di SMA Negeri 10 Yogyakarta pada hari Rabu, 4 November 2015 berlangsung baik. Di-awali dengan memberikan RPP pada guru observer, guru menjelaskan materi yang akan disampaikan dan metode yang akan dipergunakan. Guru mempersilahkan ob-server menempati kursi yang disediakan di belakang siswa. Materi pembelajaran melan-jutkan materi minggu lalu. Guru memulai pembelajaran dengan menyiapkan fisik dan mental siswa. Pelajaran yang terjadwal jam

ke 5 dan 6 setelah siswa mengikuti mata pe-lajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan menyebabkan siswa terburu-buru dalam mempersiapkan diri. Kondisi udara sangat panas dan siswa cukup lelah setelah olahraga, namun dengan sabar guru meny-iapkan fisik dan mental siswa. Guru mengin-gatkan siswa untuk disiplin waktu.

Pembelajaran diawali dengan aper-sepsi dan me-review pelajaran sebelumnya, penyampaian tujuan pembelajaran serta cak-upan materi yang akan dipelajari. Dijelaskan pula kegiatan yang akan dilakukan yaitu pa-paran hasil diskusi kelompok tentang norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kegiatan inti diwarnai dengan penayan-gan video tentang norma dan nilai. Siswa mengamati video dan memaknai nilai dan norma yang terdapat dalam video. Selanjut-nya secara berkelompok siswa memaparkan hasil diskusi. Pembelajaran kooperatif dan menarik terjadi. Siswa menampilkan hasil diskusi dengan berbagai strategi mulai dari pemaparan dengan ceramah sampai pada role-playing. Guru memfasilitasi pelaksa-naan diskusi, membimbing pelaksanaan diskusi, dan mengambil nilai pengamatan. Dengan rubrik pengamatan yang telah di-siapkan sesuai RPP guru menilai. Konfirma-si dilakukan guru menjelang akhir pembela-jaran. Guru melakukan penguatan terhadap hasil diskusi siswa agar konsep keilmuannya benar. Pada kegiatan penutup guru mengin-formasikan tentang materi pembelajaran minggu berikutnya. Observer dengan tekun mengamati jalannya pembelajaran mulai awal hingga berakhirnya pembelajaran dan

Page 31: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

131

mencatat semua yang diperoleh dalam pen-gamatan tanpa mengganggu jalannya pem-belajaran. Observer juga mendokumentasi-kan kegiatan dengan kamera foto dan video.

Pada tahap akhir siklus I dilakukan refleksi. Pada tahap refleksi ini, analisis di-lakukan bersama dengan kolaborator seka-ligus memaknai hasil perlakuan tindakan pada Siklus I. Setelah diadakan perlakuan tindakan dengan pendampingan pelaksa-naan supervisi berbasis evaluasi diri guru secara kolaboratif melalui peer observation, guru bersama-sama kepala sekolah serta kolaborator melakukan refleksi. Dalam re-fleksi ditemukan beberapa hal yang menjadi temuan baik sisi positif maupun kekurangan yang perlu diperbaiki.

Pada pertemuan pertama semua guru mengakui bahwa mereka belum terbiasa di-observasi bahkan ada yang mengatakan baru pertama kali diobservasi sehingga merasa kurang percaya diri. Namun setelah pembe-lajaran berjalan, guru dapat melaksanakan pembelajaran sewajarnya. Guru merasa sangat senang dan terbantu sekali dengan adanya teman sejawat yang hadir di dalam kelas karena selama guru kurang mengerti kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Guru termotivasi untuk mengundang guru lain mengunjungi kelasnya terutama di kelas yang pengelolaannya sulit.

Pada pertemuan pertama observer menemukan kekurangan yang menonjol hampir pada semua guru yaitu penggu-naan media. Meskipun demikian observer menemukan pembelajaran berjalan dengan

baik dan siswa antusias. Satu guru masih melakukan blocking ketika menulis di pa-pan tulis. Semua guru telah melalui tahapan kegiatan pembelajaran yang benar meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Keterlibatan guru menyusun instrumen ob-servasi pembelajaran secara bersama-sama pada tahap pelaksanaan sangat membantu guru memahami langkah-langkah pembela-jaran yang baik. Guru berhasil melakukan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dengan cukup baik. Guru juga melakukan penutup dengan benar.

Pertemuan kedua menunjukkan ha-sil yang bagus. Guru berusaha memperbaiki pembelajaran berdasarkan hasil observasi pada pertemuan pertama. Semua guru me-manfaatkan media pembelajaran yang mem-bantu menciptakan pembelajaran yang efek-tif misalnya scrabble, kartu kata, dan power point slides.Ada beberapa hal yang perlu di-perbaiki misalnya keterampilan memberikan penguatan (reinforcement). Belum semua guru memberikan penguatan secara jelas dan efektif. Guru belum menggunakan jenis pen-guatan yang bervariasi. Selain itu terdapat kekurangan yang dilakukan guru yaitu pen-garuh dialek sehingga pengucapan kata ill dan elle susah dibedakan. Guru belum mem-persilahkan siswa bertanya sampai menit yang ke 70 (tujuh puluh). Guru akan lebih baik jika mengecek kehadiran siswa sambil berdiri agar ada interaksi seawal mungkin antara guru dan siswa.

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 32: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

132

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Deskripi Siklus II

Seperti yang dilakukan dalam siklus I, siklus II juga diawali dengan tahap peren-canaan. Pada tahap perencanaan, pengawas bersama kepala sekolah sebagai subjek, dan guru sebagai sasaran melakukan overview. Dalam tahap ini,overview dilakukan dengan lebih sederhana karena hal yang mendasar sudah dilakukan pada siklus I. Motivasi diberikan kepada guru-guru untuk melan-jutkan peer observation dengan lebih baik. Guru mempersiapkan perencanaan pembe-lajaran dengan teknik yang berbeda dengan sebelumnya. Hasil identifikasi permasalahan yaitu guru perlu lebih kreatif dalam menggu-nakan media agar pembelajaran lebih men-arik dan menyenangkan. Hasil refleksi pada siklus 1 dipergunakan sebagai bahan perbai-kan.

Fokus peer observation tetap sep-erti pada kesepakatan siklus 1 yaitu teacher performance (kinerja guru) dalam pembe-lajaran bukan hal yang bersifat pribadi dan tidak menitikberatkan pada administrasi. Hal ini meliputi: proses pembelajaran (ke-giatan pendahuluan, inti, dan penutup) dan keterampilan guru meliputi keterampilan bertanya (questioning skill), keterampilan memberi penguatan (enforcing skill), ket-erampilan menjelaskan (explaining skill), keterampilan membimbing siswa (guiding skill), dan penggunaan media. Observer menggunakan instrumen pengamatan un-tuk mengukur aspek-aspek tersebut. Pelak-sanaan peer observation siklus 1 dilakukan 1 kali pada pertama dan 1 kali pertemuan

kedua. Instrumen observasi pembelajaran yang digunakan yaitu instrumen yang telah disusun bersama oleh observer dan guru yang diobservasi pada siklus 1. Pada siklus ini ‘aturan main’ yang telah ditetapkan sebe-lumnya tetap berlaku bagi observer maupun guru yang diobservasi.

Tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan dan observasi. Tahap ini dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Pembelajaran oleh semua guru pada pertemuan pertama diawali den-gan menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembela-jaran. Sebagai tindak lanjut pemanfaatan hasil refleksi siklus sebelumnya, maka guru berusaha menyiapkan peserta didik dengan lebih baik. Kemudian guru mengajukan per-tanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pen-getahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. Namun masih ada satu guru yang lupa menyampaikan tujuan pembelaja-ran. Guru telah berhasil dalam memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru sehingga sebagian siswa nampak aktif terlibat dalam pembelajaran.

Guru memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan ko-laboratif. Guru menfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok. Kegiatan ini memberi kesempatan peserta didik melakukan keg-iatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri. Kelemahan yang masih perlu diperbaiki guru adalah dalam penutup.

Page 33: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

133

Rata-rata guru terkesan terburu-buru dalam tahap penutup sehingga tidak semua bisa memberikan penilaian.

Pada pertemuan kedua, semua guru melakukan pembelajaran dengan baik. Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada pertemuan-pertemuan sebelumnya telah diperbaiki. Penguasaan materi guru telah meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan be-berapa indikator yaitu menjelaskan materi pembelajaran dengan percaya diri, men-jawab pertanyaan peserta didik dengan te-pat, mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sesuai dengan materi yang diajarkan, mengaitkan materi pelajaran dengan kehidu-pan sehari-hari.

Teknik bertanya yang dilakukan guru lebih baik dari sebelumnya. Dalam melaku-kan penguatan guru melakukan dengan jelas kepada siapa ditujukan, yaitu dengan cara menyebutkan namanya, supaya penguatan jelas dan efektif. Kompetensi penggunaan media telah meningkat. Keterampilan ko-munikasi guru meningkat sangat signifikan. Penampilan guru lebih rileks dari pertemuan sebelumnya membuat kelas menjadi lebih nyaman.

Implementasi supervisi akademik yang dilakukan dengan memberdayakan guru melakukan evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation bagi peningkat-kan kualitas pembelajaran dilakukan dengan menempatkan guru sebagai ‘subjek’ bukan sebagai ‘objek’ supervisi. Dengan posisi sebagai ‘subjek’, guru diberi kesempatan berpartisipasi aktif dalam melakukan per-

encanaan dan analisis hasil supervisi. Guru termotivasi dan mau terbuka dalam mengha-dapi supervisi akademik. Guru memanfaat-kan hasil supervisi dengan baik karena ada keterbukaan, memiliki motivasi, dan merasa dilibatkan dalam kegiatan supervisi. Evalu-asi diri guru memberikan hasil yang objektif dan detil karena dilakukan secara kolaboratif yaitu dengan observasi teman sejawat (peer observation) untuk menemukan kekuatan guru yang perlu dipertahankan dan kekuran-gan yang harus diperbaiki. Evaluasi diri se-cara kolaboratif melalui peer observation bisa memperbaiki kompetensi guru dalam pembelajaran.

Keberhasilan penelitian ini dapat ditunjukkan dalam indikator peningkatan keprofesian dalam melaksanakan evaluasi diri guru melalui ’peer observation’ dari 2 dimensi, yaitu 1) dimensi sikap guru terhadap supervisi akademik; 2) dimensi peningkatan keprofesian dalam melakukan peer observation. Pada dimensi sikap guru terhadap supervisi akademik, pandangan umum guru tentang peer observation yaitu bahwa sebagian besar guru memandang supervisi akademik itu penting dan bermanfaat. Sebagian guru tidak lagi memandang supervisi akademik lebih bersifat formalitas dan untuk memenuhi tuntutan regulasi. Pandangan umum guru tentang objektifitas peer observation diketahui bahwa mayoritas guru memandang supervisi sudah dilakukan dengan kriteria yang ilmiah dan objekstif. Supervisor mengevaluasi dan mengukur aktivitas kelas secara objektif karena supervisor mengamati

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 34: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

134

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

secara keseluruhan proses pembelajaran. Hasil supervisi juga dianggap oleh 77,78 % guru telah membantu pemecahan masalah pembelajaran. Pandangan umum guru tentang mod-el supervisi memberikan respon dari seba-gian besar guru memberikan pemahaman tentang respon positif terhadap supervisi be-basis evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation. Guru tidak merasakan supervi-si sebagai evaluasi dan inspeksi. Mayoritas guru mengalami supervisi bersifat demokra-tis sehingga guru tidak merasa tegang. Se-dangkan persepsi guru terhadap kontribusi supervisi kolaboratif melalui peer observa-tion terhadap peningkatan keprofesian guru menunjukkan bahwa supervisi bebasis eval-uasi diri kolaboratif melalui peer observa-tion ini cukup berhasil dan mencapai tujuan yaitu membantu menyelesaikan masalah pembelajaran, membantu guru menemu-kan kekurangannya. Bahkan peer observa-tion dirasakan dapat meningkatkan motivasi guru.

Persepsi guru tentang proses sebelum peer observation bahwa agar supervisi efek-tif dan menjadi nilai pedagogis, pertemuan pertama sebelum kunjungan kelas sangat penting untuk memastikan kerjasama, par-tisipasi, dan kesepemahaman maka semua supervisor memulai kegiatan dengan men-gadakan pertemuan awal. Suasana hangat dan ramah tercipta bagi kedua belah pihak membahas isu-isu yang berkaitan dengan kualitas.

Persepsi guru tentang proses selama

dan sesudah peer observation yaitu may-oritas guru merasa nyaman dalam pelaksa-naan peer observation. Semua supervisor memberikan feed-back yang bermanfaat bagi guru. Semua supervisor mengajak guru menganalisis hasil observasi dan memberi-kan hasil secara tertulis. Bagi guru, peer ob-servation tidak sekedar dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan tugas supervisor saja, sehingga memberikan manfaat yang cukup bagi peningkatan keprofesian guru.

Pada dimensi peningkatan keprofesian guru, digunakan tolok ukur keberhasilan dengan merujuk pada teori Glickman (2007) yaitu adanya peningkatan keprofesian yang ditan-dai dengan meningkatnya empat aspek sub-stansi: know how to do, can do, will do, will grow dengan penjelasan sebagai berikut: 1) aspek know how to do berarti guru mengeta-hui bagaimana mengerjakan tugas-tugasnya dalam melaksanakan ‘peer observation’; 2) aspek can do berarti guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahaman-nya; 3) selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasar-kan kemampuan yang dimilikinya. Dalam penelitian ini aspek will do diukur dengan indikator, yaitu 1) mau mengundang guru lain berkunjung ke kelas; 2) merasa nya-man apabila rekan sejawat berkunjung dan melakukan observasi di kelas; 3) mau me-minta saran dan pendapat kepala sekolah, pengawas, dan atau rekan sejawat; 4) akh-irnya kepala sekolah dan guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri. Indikator aspek will grow terdiri yaitu memanfaatkan hasil observasi

Page 35: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

135

bagi perbaikan pembelajaran dan mau men-ciptakan iklim akademik.

Peningkatan keprofesian guru diukur me-lalui instrumen evaluasi diri guru tentang peer observation dan analisis hasil super-visi yang meliputi analisis kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Proses Belajar Mengajar, dan Hasil Belajar Siswa. Adapun hasil instrumen evaluasi diri guru tentang peer observation dapat dilihat Gambar 1.

Peer observation memberikan kes-empatan bagi guru pemula untuk melihat apa yang dilakukan oleh kolega yang lebih berpengalaman. Sebaliknya guru yang ber-pengalaman dapat juga mendapatkan keun-tungan dari pengalaman observasi karena memberikan kesempatan untuk melihat ko-

lega menyelesaikan masalah pembelajaran. Seorang guru dapat menemukan koleganya memiliki strategi yang efektif yang belum pernah dilakukan observer. Mengamati guru lain juga mendorong refleksi tentang pem-belajaran yang dilakukan guru lain. Bagi guru yang diobservasi, observer bisa mem-berikan pandangan objektif tentang proses pembelajaran dan mengumpulkan informa-si-informasi yang tidak bisa dilakukan oleh guru itu sendiri. Bagi guru dan observer peer observation memberikan keuntungan sosial. Kebersamaan antara guru yang jarang di-lakukan tercipta melalui peer observation. Kesempatan berinteraksi, diskusi, dan tukar pendapat dapat dilakukan baik. Pemberian feedback oleh observer memungkinkan guru menjadi semakin terbuka dan mau melaku-kan perubahan dan perkembangan.

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 36: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

136

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Sebagian catatan, refleksi guru di atas menunjukkan bahwa guru merasa senang di-observasi dan merasakan manfaat dari feed-back yang diberikan oleh observer. Guru menjadi sadar pentingnya ‘sepasang mata’ di kelas yang bisa membantu melihat proses pembelajaran dengan lebih baik. Peer ob-servation terbukti efektif karena guru seo-lah dihadapkan pada cermin yang meman-carkan gambaran objektif tentang proses pembelajaran. Refleksi yang dilakukan telah memberikan wawasan yang bernilai bagi guru secara individual. Pengamatan dapat memberikan masukan pada guru tentang proses pembelajaran secara detil dan cermat, memberikan gambaran tentang volume su-ara guru, penampilan, dan partisipasi siswa secara lengkap. Dampak positif peer obser-vation sangat bermanfaat yaitu 1) mening-katkan motivasi dan keterbukaan guru untuk melakukan evaluasi diri sebagai tindakan re-flektif; 2) mendorong guru melakukan pen-ingkatan kompetensi dalam pembelajaran; 3) meningkatkan kualitas pembelajaran.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat di-tarik kesimpulan yaitu implementasi evalu-asi diri guru secara kolaboratif melalui ‘peer observation’ dapat mengoptimalisasi pelak-sanaan supervisi akademik di SMA Negeri 10 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 6 Yogyakarta, dan SMA Sultan Agung Yog-yakarta. Implementasi evaluasi diri kolabo-ratif melalui peer observation menciptakan persepsi positif terhadap supervisi. Dengan implementasi peer observation guru men-

jadi sadar tentang permasalahan pembela-jaran yang dimiliki dan mendapat masukan bagaimana menyelesaikannya. Evaluasi diri kolaboratif melalui peer observation sangat efektif untuk peningkatan kualitas pembe-lajaran dan persepsi positif guru terhadap supervisi akademik yang dilakukan melalui peer observation, yaitu 1) guru merasa nya-man saat diobservasi; 2) guru menjadi ter-dorong untuk menentukan langkah-langkah dalam perbaikan pembelajaran berdasarkan hasil observasi teman sejawat; 3) guru men-jadi ‘subjek’ supervisi dan bukan ‘objek’ se-hingga tumbuh kemauan untuk memanfaat-kan hasil supervisi; 4) guru dilibatkan dalam melakukan perencanaan; 5) guru terlibat dalam analisis hasil supervisi; 6) guru men-jadi terbuka dan termotivasi dalam mengha-dapi supervisi; 7) kualitas pembelajaran me-ningkat; 8) kolegialitas di sekolah terbangun karena peer observation memberikan kes-empatan mendapatkan feedback dari kolega.

Implementasi peer observation terbukti meningkatkan keprofesian. Peningkatan keprofesian yang diukur dari indikator know how to do, can do, will do, dan will grow den-gan hasil yaitu aspek know how to do berarti guru mengetahui bagaimana mengerjakan tugas-tugasnya dalam melaksanakan ‘peer observation’yang mengalami peningkatan 33,3%dari 66,7% menjadi 100%. Aspek can do berarti guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya yang men-galami kenaikan sebesar 58,3% dari 33,3% menjadi 91,7%. Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya

Page 37: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

137

juga mengalami peningkatan sebesar 36,1% dari 59,7% menjadi 95,8%. Akhirnya kepala sekolah dan guru harus mau mengembang-kan (will grow) kemampuan dirinya sendiri dengan peningkatan sebesar 50% dari 44,4% menjadi 94.4%.

Daftar Rujukan

Glickman, C.D., Gordon, S.P., & Gordon, J.M.R. 2007. Supervision and Instruc-tional Leadership: a Developmen-tal Approach. Seventh Edition. New York: Pearson Education.

Kemmis and McTaggart. 1994. The Action Research Planner. Dekain University.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Seko-lah/Madrasah.

Richards, J.C. and Charles, L. 2000. Reflec-tive Teaching in Second Language Classrooms. Cambridge: Cambridge University Press.

Williams, K. 2009. Introducing Management a Development Guide. New York: El-sevier Ltd.

Reni Herawati - Optimalisasi Supervisi Akademik

Page 38: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

138

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

BIMBINGAN KELOMPOK DISKUSI SHARING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU TK MENGELOLA PEMBELAJARAN MENGENALKAN

TULISAN

Siti BadariyahDinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo

Email: [email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian tindakan sekolah iniuntuk menemukan model bimbingan kelompok dalam rangka membantu guru meningkatkan kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran mengenal tulisan pada peserta didik TK. Subyek penelitian tindakan sekolah meliputi 15 guru binaan dari 5 sekolah yang berada di gugus I Kecamatan Panjatan Kulon Progo. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan,dilaksanakan dalam tiga siklus dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian tindakan sekolah menunjukkan; 1) Hasil penilaian kemampuan guru pada siklus 1 menunjukkan skor 2,93, pada siklus 2 menjadi 3,18, dan 3,54 pada siklus 3. 2) Klasifikasi kemampuan guru berubah dari 60% guru termasuk klasifikasi berkemampuan sedang pada siklus 1 menjadi 53,3% termasuk klasifikasi berkemampuan baik pada siklus 2, dan 67% klasifikasi sangat baik pada siklus 3. 3) Terjadi peningkatan kesadaran guru untuk melakukan pembelajaran yang dipersiapkan, dan memanfaatkan alat bantu pembelajaran.

Kata kunci : mengenalkan tulisan, pengelolaan pembelajaran, sharing

Pendahuluan

Peningkatan kompetensi guru merupakan suatu hal sangat penting, Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai, salah satunya melalui proses pembelajaran yang baik. Ini dapat terjadi kalau guru yang bertugas mengelola pembelajaran memiliki kompetensi yang baik. Mendiknas Muhammad Nuh (Harian Jogja, 25 Juni 2012: 19) mengingatkan guru harus memiliki kompetensi yang baik, karena guru yang kompetensinya kurang baik dapat melakukan malpraktik dalam pendidikan.

Bila hal ini terjadi dampaknya akan sangat merugikan bagi perkembangan jiwa dan kehidupan peserta didik. Bila kekeliruan semacam terjadi secara masif akhirnya akan terasa dampaknya terutama pada generasi mendatang.

Guru harus profesional dan harus memiliki kompetensi yang baik. Ini merupakan keharusan agar proses pembelajaran di kelas terlaksana dengan baik. Dalam teori produksi proses baik menjamin hasil produk baik. Begitu pula proses pembelajaran di kelas baik memberi

Page 39: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

139

jaminan mutu hasil pendidikan di sekolah baik pula.

Hasil pengamatan dan penilaian terhadap kemampuan guru TK dalam melaksanakan pembelajaran, di Gugus 1 Kecamatan Panjatan, masih perlu perbaikan. Dari 15 orang guru, 9 orang atau 60% masih mendapatkan hasil penilaian yang termasuk dalam kategori kemampuan sedang. Idealnya semua guru harus mempunyai kompentesi minimal baik. Akan lebih sempurna kalau lebih dari 70% guru termasuk dalam kategori amat baik. Berarti dibutuhkan suatu upaya perbaikan.

Ada tuntutan dari orang tua peserta didik TK yang menghendaki agar guru mengajar membaca dan menulis kepada anak mereka. Kondisi ini mempertegas perlunya ada perubahan dalam pembelajaran di TK. Dicoba mengatasi kondisi tersebut dengan penelitian tindakan sekolah yang merupakan satu alternatif pilihan dalam menelusuri masalah yang muncul dengan memilih bimbingan kelompok. Karena jumlah guru yang ditangani cukup banyak tindakan yang paling tepat bimbingan kelompok dengan diskusi sharing. Menurut http: //delipiterlase.wordpres.com/2015/07/21_penelitian_tindakan_sekolah penelitian tindakan sekolah memiliki makna untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di sekolah- sekolah yang berada dalam binaan pengawas sekolah sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan.

Metode diskusi merupakan interaksi antara peserta dengan peserta atau peserta dengan pelatih untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan permasalahan tertentu (Yamin, 2003). Menurut Bahan Pelatihan Supervisi Akademik (1999) dengan diskusi dapat diperoleh pemikiran yang lebih baik setelah melalui berbagai perdebatan dan argumentasi. Selanjutnya“sharing” merupakan sebuah kata bahasa Inggris yang artinya berbagi. Menurut sumber yang sama melalui sharing dapat diperoleh berbagai pengalaman dari rekan. Melalui sharing pula peserta dapat memperoleh berbagai variasi kegiatan pembelajaran dengan cara mengadopsi atau meniru apa yang telah dilakukan oleh rekan peserta lain. Hal ini cocok untuk membimbing guru, karena diskusi sharing, disamping memecahkan masalah, juga membuka kemungkinan berkembangnya wawasan guru dan bertambahnya pengalaman guru dalam menerapkan berbagai macam variasi kegiatan pembelajaran.

Guru harus profesional dan kompeten. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 menuntut guru harus memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, akademik, paedagogik, dan sosial. Pada kompetensi paedagogik, guru dituntut harus memiliki kompetensi untuk: (1) Menguasai karakteristik peserta didik; (2). Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik; (3) Melakukan pengembangan kurikulum; (4) Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mendidik; (5)

Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi

Page 40: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

140

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Mengupayakan pengembangan potensi peserta didik; (6) Membangun komunikasi dengan peserta didik; dan (7) Melakukan penilaian dan evaluasi.

Indikator kemampuan guru dalam kompetensi kegiatan pembelajaran menurut Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru, yaitu (1) Melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun secara lengkap dan pelaksanaan aktivitas tersebut mengindikasikan guru mengerti tentang tujuannya; (2) Melaksanakan aktivitas pembelajaran yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik; (3) Mengkomunikasikan informasi baru sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik; (4) Menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata-mata kesalahan yang harus dikoreksi; (5) Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan mengkaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik; (6) Melakukan aktivitas pembelajaran secara bervariasi dengan waktu yang cukup untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan perhatian peserta didik; (7). Mengelola kelas dengan efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar semua waktu peserta didik termanfaatkan secara produktif, (8) Mampu menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas; (9) Memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, mempraktekkan

dan berinteraksi dengan peserta didik lain; (10) Mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran secara sistematis untuk membantu proses belajar peserta didik; dan (11) Menggunakan alat bantu mengajar untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan.

Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010, yang dikutip dalam Buku Kerja Pengawas Sekolah, pengawas sekolah mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pengawas akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Tugas tersebut meliputi: (1) Penyusunan program pengawasan; (2) Pelaksanaan pembinaan; (3) Penilaian; (4) Pembimbingan dan pelatihan professional guru; (5) Evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan; dan (6) Pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.

Berkaitan dengan tugas pembimbingan, pengawas sekolah harus menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional guru di KKG/MGMP dan/ atau sejenisnya, melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru, serta mengevaluasi pembimbingan dan pelatihan profesional guru tersebut.

Pembimbingan guru dapat dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu: bimbingan individual dan bimbingan kelompok. Bimbingan individual diberikan kepada guru secara perorangan. Bimbingan kelompok diberikan kepada beberapa orang

Page 41: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

141

guru secara bersamaan.

Bahan Pelatihan Supervisi Akademik menjelaskan agar berhasil bimbingan kelompok harus mengikuti prinsip-prinsip: (1) kelompok terdiri dari guru yang berjumlah dua atau lebih dengan permasalahan sama; (2) ada kerja sama dan saling pengertian antar anggota kelompok; (3) pertemuan teratur dengan frekwensi memadai; (4) ada narasumber yang kompeten; (5) ada pengaturan dan kepemimpinan. Lebih lanjut sumber yang sama menjelaskan bahwa dalam melaksanakan bimbingan kelompok Pengawas Sekolah harus menguasai teknik-teknik: (1) materi yang dibahas berasal dari dan menyentuh permasalahan kelompok; (2) partisipasi anggota harus nyata; (3) memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan anggota; (4) jumlah anggota kelompok yang wajar; (5) pertemuan menyenangkan dalam suasana seinformal mungkin; (6) tempat dan waktu pertemuan disepakati; (7) ada masukan dari anggota dan menghasilkan rancangan action; (8) arahan menuju perbaikan.

Teknik bimbingan kelompok dengan diskusi sharing sebagai teknik pemberian bimbingan mulai dikembangkan. Dengan kegiatan diskusi guru yang dibimbing dapat bertukar pikiran, mengemukakan pendapat dan berargumentasi mengenai kelebihan dan kekurangan suatu model pembelajaran, Dengan sharing guru berbagi pengalaman menerapkan suatu model/teknik/pembelajaran. Dengan demikian

dapat membawa perbaikan kemampuan, wawasan dan pengalaman guru.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan. Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus. Kegiatan dilaksanakan di Gugus I Kecamatan Panjatan semester 1 Tahun 2014/ 2015, mulai bulan Juli sampai dengan November 2014.

Sasaran penelitian guru TK di Gugus I Kecamatan Panjatan yang berjumlah 15 orang. Pengawas TK selaku pengawas wilayah, sekaligus peneliti. Dalam kegiatan diskusi yang bersangkutan bertindak sebagai pemandu, pengarah, dan bila perlu sebagai narasumber. Untuk kegiatan di kelas yang bersangkutan bertindak sebagai pengamat atau observer.

Rencana penelitian dipersiapkan bulan Juli 2014, meliputi kegiatan: (1) pembuatan proposal, penentuan jadwal pelaksanaan dan persiapan lainnya; (2) penyusunan rencana kegiatan meliputi penentuan tahapan kegiatan, penetapan strategi, serta penentuan materi kegiatan; (3) penyiapan perlengkapan yang dibutuhkan; dan (4) penyiapan instrumen yang diperlukan.

Setiap siklus selalu diawali dengan diskusi sharing yang dipandu dan mendapatkan pengarahan dari pengawas sekolah. Dari banyak informasi yang tergali selama diskusi diarahkan dapat disepakati tindakan yang akan dilakukan guru di kelas, termasuk segala kelengkapannya.

Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi

Page 42: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

142

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Pelaksanaan diskusi sharing dan tindakan di kelas bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2014, meliputi kegiatan: (1) Siklus I , yaitu tahap diskusi sharing untuk mengungkapkan apa yang dilakukan setiap guru di kelasnya; (2) Siklus II, yaitu tahap membahas apa yang dilakukan rekan guru yang dianggap baik, dan mempelajari pedoman pembelajaran serta mecoba mempraktekkannya di kelas; (3). Siklus III, yaitu tahap membahas dan mencoba menemukan model dari perpaduan apa yang dilakukan beberapa orang guru.

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, meliputi kegiatan (1) mengamati pelaksanaan yang direncanakan dalam RPP; (2) mengamati kejadian yang timbul selama kegiatan; (3) mengamati perilaku guru mengelola pembelajaran. Seluruh data penelitian dikumpulkan menggunakan instrumen lembar observasi/lembar pengamatan dan catatan harian/ catatan lapangan

Refleksi pada setiap siklus dilaksanakan untuk melakukan penilaian terhadap proses yang terjadi, mengidentifikasi masalah yang muncul selama pengenaan tindakan, dan untuk mengevaluasi dan merumuskan perencanaan tindakan berikutnya. Refleksi pada akhir penelitian dilaksanakan untuk memaknai hasil analisis, menafsirkan dan mengambil kesimpulan berhasil tidaknya pengenaan tindakan yang dilakukan, mengambil manfaat dari keberhasilan yang dicapai dan mengeleminasi serta memperbaiki

kekurangan-kekurangan yang ada.

Analisa data menggunakan pendekatan deskriptif fenomenalogis. Pendekatan ini menekankan pengungkapan hal yang esensial dan bernilai. Analisa data menggunakan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif deskriptif statistik dipergu-nakan pada analisis data numerik atau yang berupa angka.

Untuk menentukan peningkatan kemampuan guru mengemas kegiatan bermain dalam pembelajaran mengenalkan tulisan digunakan lembar evaluasi tugas guru. Ada sebelas aspek kemampuan guru yang diamati, diantaranya: (1) Kesesuaian aktivitas pembelajaran dengan rancangan; (2) Aktivitas pembelajaran yang membantu proses belajar peserta didik; (3) Pengkomunikasian informasi baru; (4) Penyikapan kesalahan peserta didik sebagai proses belajar; (5) Kesesuaian pembelajaran dengan isi kurikulum; (6) Variasi aktivitas pembelajaran; (7) Efektivitas pengelolaan kelas; (8) Kesesuaian dengan kondisi kelas; (9) Memotivasi peserta didik; (10) Pengaturan pelaksanaan pembelajaran secara sistematis; dan (11) Penggunaan alat bantu pembelajaran

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berikut paparan hasil penelitian tindakan yang dilaksanakan dari awal siklus I sampai dengan akhir siklus III.

Page 43: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

143

Siklus I

Diskusi sharing bertempat di TK Negeri Pembina Panjatan. Pada kegiatan ini setiap guru memaparkan apa yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran mengenalkan tulisan, dihadiri oleh 13 orang guru.

Berdasar hasil diskusi terungkap bahwa rata-rata guru melakukan: (1) memberi warna huruf atau alfabet tertentu, termasuk huruf hijaiyah; (2) bernyanyi sambil bermain kartu huruf; dan (3) bermain kartu dan tebak huruf , ini dilakukan oleh banyak guru

Diskusi mencatat hal-hal diantaranya: guru jujur dan terbuka apa adanya yang mereka lakukan di kelas, guru kurang menguasai berbagai variasi pembelajaran mengenalkan tulisan, guru mengungkapkan secara jujur mereka mengajar tanpa direncana dan dirancang

secara baik, mereka belum pernah membaca buku Pedoman Pembelajaran Persiapan Membaca dan Menulis Melalui Permainan yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan TK/ SD Depdiknas.

Disepakati setiap guru akan mempraktekkan mengajar di kelas masing-masing seperti apa yang mereka sampaikan dan paparkan dalam diskusi

Hasil observasi tercatat nilai tertinggi kemampuan mengajar guru sebesar 3,45 (klasifikasi sangat baik), terendah 2,54 (klasifikasi sedang), rerata 2,93 (klasifikasi baik). Dari 15 guru peserta, 9 orang guru (60%) termasuk klasifikasi berkemampuan sedang, 3 orang guru (20%) klasifikasi baik, dan 3 guru lagi (20%) berkemampuan sangat baik.

Hasil penilaian kemampuan guru melaksanakan pembelajaran pada siklus 1 dapat dicermati pada Tabel 1, sedangkan

Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi

Page 44: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

144

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

klasifikasi kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus I dapat dilihat pada

Keterangan:

1). Nomor urut 1 – 11 pada Indikator Aspek yang Dinilai yaitu nomor urut sebagaimana tercantum pada Lembar Observasi dengan kop Evaluasi Tugas Guru.

2). Klasifikasi nilai

Persentase lebih dari 85,00% skore 38–44 nilai 3,40–4,00 klasifikasi sangat baik, 72,00 % skore 32-37 nilai 2,88-3,39 klasifikasi baik, 56,005-71,99 skore 25-31 nilai 2,24-2,87 klasifikasi sedang, 40,00%-55,99% skore 18-24 nilai 1,60-2,23 klasifikasi kurang, dan kurang 39,99% skore 0-17 nilai 0,00-1,59 termasuk klasifikasi sangat kurang.

Dari refleksi akhir siklus menujukkan bahwa (1) untuk perencanaan pembelajaran, guru dengan pengalaman mengajar lebih lama lebih baik kemampuan dan kesiapaannya; (2) sebagian besar guru masih lemah dalam penyiapan alat bantu pembelajaran; (3) guru muda dengan jam terbang mengajar terbatas masih perlu menimba pengalaman guru yang lain yang lebih dewasa; (4) guru dengan latar belakang Pendidikan Anak Usia Dini memiliki pengetahuan lebih mapan dan lebih cepat menyesuaikan diri.

Siklus II

Pertemuan diskusi sharing siklus 2 mempelajari beberapa contoh kegiatan pembelajaran persiapan membaca dan menulis melalui permainan. Guru membahas kembali apa yang telah mereka lakukan dalam kegiatan mengelola pembelajaran mengenalkan tulisan. Kegiatan dihadiri oleh 11 orang guru. Mereka sepakat untuk mencoba pengelolaan pembelajaran berdasar contoh yang ada. Mereka juga sepakat untuk mencoba yang dilakukan guru lain yang dipandang bagus.

Dari hasil diskusi sharing, guru-guru menyadari bahwa (1) yang telah mereka lakukan masih perlu perbaikan; (2) banyak variasi permainan untuk pembelajaran mengenalkan tulisan; (3) keinginan mencoba yang dilakukan guru lain dan yang dalam buku pedoman; (4) perlu memulai kegiatan pembelajaran dengan perencanaan dan rancangan yang dipersiapkan dengan baik.

Hal yang perlu dicatat dari diskusi ini yaitu (1) adanya keinginan untuk memperbaiki pembelajaran mengenalkan tulisan; (2) adanya semangat untuk mencoba beberapa variasi pembelajaran dan kesiapan mereka untuk dikunjungi dan dilihat oleh

Page 45: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

145

rekan guru yang lain; (3) adanya tekat bulat untuk mengajar dengan rencana dan rancangan yang matang berupa RPP/RKH; (4) adanya semangat untuk mempergunakan alat bantu pembelajaran yang baik.

Disepakati setiap guru mencoba mempraktikkan mengajar di kelas masing-masing dengan model pembelajaran yang mereka pilih sendiri, dengan RPP/ RKH

dan alat bantu pembelajaran yang mereka persiapkan. Hasil observasi dan pengamatan terhadap kemampuan guru terlihat nilai kemampuan guru melaksanakan pembelajaran terendah 2, 82 (kemampuan sedang), tertinggi 3,63 (kemampuan sangat baik), dengan rerata 3,18 (kemampuan baik). Sementara klasifikasi guru 4 orang guru (26,67%) termasuk klasifikasi

Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi

Page 46: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

146

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

berkemampuan sedang, 8 orang (53,33%) termasuk klasifikasi baik, dan 3 orang (20%) termasuk klasifikasi sangat baik. Hasil observasi ini dapat dicermati pada Tabel 3 dan 4.

Refleksi akhir siklus mengindikasikan: (1) Guru dengan perencanaan pembelajaran mengajar lebih terarah dan lebih baik; (2) Kemauan guru menyiapkan alat bantu pembelajaran ternyata bagus dan berpengaruh pada kelancaran pelaksanaan pembelajaran; (3) Guru muda perlu belajar lebih dalam melakukan perencanaan pembelajaran; (4) Guru dengan latar belakang setingkat SLTA (SPG) agak lambat dalam menyesuaikan diri.

Siklus III

Pertemuan diskusi sharing siklus 3 mendiskusikan kegiatan pembelajaran mengenal tulisan dengan memadukan beberapa model atau variasi kegiatan pembelajaran dengan kegiatan bermain yang lebih menantang bagi peserta didik. Guru berupaya menemukan model yang paling cocok dengan kondisi peserta didik, keadaan kelas dan situasi lingkungan sekolahnya.

Guru mengadaptasi beberapa variasi yang telah dilakukan guru guru TK di Gugus I dalam kegiatan pada siklus 1 dan 2 dan mencoba model yang terbaik baginya. Cara guru lain melaksanakan pembelajaran mengenalkan tulisan menjadi rujukan model pembelajaran yang mereka rancang.

Page 47: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

147

Kegiatan kali ini dihadiri oleh 12 orang guru. Akhirnya mereka sepakat untuk mencoba mempratekkan pembelajaran yang mereka rancang.

Dari hasil diskusi sharing diperoleh (1) Adanya semangat untuk menentukan sendiri apa yang cocok untuk kelas dan peserta didik mereka; (2) Adanya kesadaran setiap guru harus berani dan dapat menentukan sendiri permainan untuk pembelajaran yang paling baik untuk kelasnya; (3) Adanya keinginan untuk menemukan cara pengelolaan pembelajaran yang merangsang peserta didik untuk senang dan mau berpartisipasi; (4) Semakin disadarinya arti penting perencanaan pembelajaran bagi keberhasilan pembelajaran.

Hasil penilaian kemampuan guru melaksanakan pembelajaran siklus III dapat dicermati pada Tabel 5, sedangkan klasifikasi kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus III dapat dilihat pada Tabel 6.

Hal yang perlu dicatat dari hasil diskusi yaitu (1) semakin disadari perlunya mengelola pembelajaran secara terencana; (2) semangat untuk merancang pembelajaaran sendiri dengan adaptasi

menunjukkan kesiapan guru untuk selalu berusaha melakukan perbaikan; (3) adanya peluang untuk mendorong guru untuk mempelajari bidang-bidang pengembangan, dan akhirnya menyusun RPP/RKH; (4) kesadaran guru untuk mempergunakan alat bantu pembelajaran memungkinkan pembelajaran yang lebih baik; (5) pengalaman merancang sendiri kegiatan pembelajaran memberi inspirasi untuk dapat merancang pembelajaran untuk bidang pengembangan yang lain.

Selanjutnya guru mempraktekkan mengajar di kelas dengan model pembelajaran yang mereka rancang sendiri. Hasil observasi dan pengamatan terhadap kemampuan guru melaksanakan pembelajaran pada siklus 3 terangkum nilai terendah 2,91 (berkemampuan baik), nilai tertinggi 3,73 (kemampuan sangat baik), rerata 3,56 (sangat baik). Dengan klasifikasi 5 orang (33,33%) termasuk klasifikasi baik, dan 10 orang (66,67%) termasuk klasifikasi sangat baik. Hasil observasi ini dapat dicermati pada Tabel 7.

Pada tahap refleksi akhir diperoleh hasil (1) Ada guru yang mencoba pembelajaran dengan memanfaatkan gambar

Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi

Page 48: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

148

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

gambar yang diakses dari computer untuk pembelajaran. Pembelajaran berbasis TI memang menarik. Peserta didik TK senang sekali dengan komputer, tetapi gambar yang bisa diakses lebih banyak alat elektronik, dan berkaitan dengan media, sehingga hanya bisa dipergunakan secara terbatas; (2) Kemauan guru menyiapkan alat bantu pembelajaran tak diragukan. Tapi tercatat ada peristiwa unik di salah satu TK, guru mempersiapkan lembar kertas dengan sejumlah gambar bertulisan nama benda di bawahnya. Peserta didik diminta mewarnai gambar kemudian menulis ulang tulisan dibawah gambar tersebut. Ada peserta didik ngambek tidak mau mengerjakan karena gambar SAWI yang ada menurut dia sebenarnya gambar tulang; (3) Guru lain memiliki pengalaman yang berbeda lagi. Guru mengemas

pembelajaran dengan meminta peserta didik menggambar bebas. Kemudian meminta mereka menuliskan kata gambar apa yang mereka buat. Ada hal unik yaitu ada peserta didik yang menggambar orang, kemudian diberi tulisan BAPAK GALAK. Pada kesempatan terpisah guru bertanya bapak siapa yang galak. Jawabnya ya bapak dia. Menurut dia bapaknya suka memaksa dia melakukan hal yang dia tidak suka. Tidak mau makan ya harus makan. Kalau tidak diikuti marah. Ternyata secara sederhana peserta didik mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka melalui gambar dan tulisan; (4) Guru berhasil membangun rasa percaya diri dalam mengelola pembelajaran.

Bimbingan kelompok diskusi sharing telah membawa perubahan pada perilaku dan kemampuan guru melaksanakan

Page 49: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

149

pembelajaran. Guru sadar perlunya perencanaan pembelajaran, penentuan tujuan pembelajaran, penguasaan variasi kegiatan pembelajaran, dan pemanfaatan alat bantu pembelajaran, Sementara peningkatan kemampuan guru terlihat dari angka keberhasilan sebagaimana dapat dicermati pada Tabel 8. Peningkatan kemampuan yang diperoleh, nlai terendah siklus 1 sebesar 2,54; siklus 2 sebesar 2,82; dan siklus 3 sebesar 2,91. Nilai tertinggi siklus 1 3,45, siklus 2 3,63, dan siklus 3 3,72. Secara rata-rata menunjukkan: siklus 1 2,93, siklus 2 3,18, siklus 3 3,56. Kemampuan guru melaksaanakan pembelajaran juga mengalami perubahan. Ini terlihat dari klasifikasi guru : siklus 1 60% guru termasuk klasifikasi berkemampuan Sedang;, siklus 2 53,3% guru klasifikasi Baik; siklus tiga 67% guru klasifikasi Sangat Baik. Ada peningkatan kemampuan guru melaksanakan pembelajaran mengenalkan tulisan pada peserta didik TK.

Simpulan

Berdasar paparan di atas diambil simpulan bahwa bimbingan kelompok diskusi sharing yang dirancang untuk

membimbing guru meningkatkan kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran mengenalkan tulisan kepada peserta didik TK terbukti merupakan pilihan tindakan yang tepat. Akhir pengenaan tindakan terlihat adanya peningkatan prestasi kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran . Secara rata-rata pada siklus I skor 2,93, siklus II menjadi 3,18, dan 3,54 pada akhir siklus III. Juga terjadi perubahan positif pada klasifikasi guru, pada siklus I 60% termasuk klasifikasi berkemampuan Sedang, siklus 2 53,3% termasuk klasifikasi Baik, dan pada siklus III 67% termasuk klasifikasi Sangat Baik.

Kesadaran guru untuk memperbaiki pembelajaran menunjukkan gejala sangat positif. Ada perkembangan kesadaran guru untuk mengelola pembelajaran dengan perencanaan yang baik, dan memanfaatkan alat bantu pembelajaran untuk mendukung keberhasilan pembelajaran. Guru juga mau aktif menambah pengetahuan, memperluas wawasan, memperkaya pengalaman, serta berani mencoba hal-hal baru untuk perbaikan pembelajaran.

Siti Badariyah - Bimbingan Kelompok Diskusi

Page 50: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

150

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Daftar Rujukan

Depdiknas. 2007. Pedoman Pembelajaran Persiapan Membaca dan Menulis Melalui Permainan di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat Pembinaan TK/ SD. Depdiknas.

-------------. 1999. Supervisi Akademik. Materi Pelatihan Pengawas SLTP dan SMU, Jakarta: Pusat Pengujian.

-------------. 1997. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Jakarta: Depdiknas.

-------------. 2007. Kumpulan Permendiknas tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Panduan KTSP. Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

-------------. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Athfal. Jakarta: Depdiknas.

-------------. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang.

Undang-undang RI Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang.

Kemdiknas. 2011. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru). Jakarta: Kemendiknas.

Sujana, Nana. dkk. 2011. Buku Kerja Pengawas Sekolah, Jakarta: Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan PSDM dan PMP Kemendiknas

Yamin, Martinis. 2003. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.

h t t p : / / d e l i p i t e r l a s e . w o r d p r e s .com/2014/07/21penelitian_tindakan_sekolah

Page 51: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

151

PENERAPAN METODE “DISPORTASI” (DISKUSI, PELAPORAN, PRESENTASI) UNTUK MENINGKATKAN

MINAT EKSPLORASI SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA SMK

Edi MarsanaSMKN 1 Depok Sleman

Email: [email protected]

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini yang bertujuan untuk: 1) Meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi dalam pembelajaran IPA, 2) Memperoleh gambaran minat siswa untuk eksplorasi dalam proses pembelajaran IPA. Penelitian ini dilaksanakan bulan September sampai Nopember 2015, subyek penelitian siswa klas XII AK2 SMK Negeri 1 Depok sejumlah 31 siswa. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Metode “Disportasi” meningkatkan minat eksplorasi dari 68,82 % pada siklus I menjadi 94,62 % pada siklus II, ada peningkatan 25,80 %. 2) Metode “Disportasi” meningkatkan partisipasi siswa dari 70,97 % menjadi 90,32 % dari siklus I ke siklus II, ada peningkatan 19,35 %. 3) Siswa termotivasi dan aktif dalam pembelajaran karena ditantang untuk mencari hal-hal baru sesuai tujuan minat eksplorasi.

Kata Kunci : Metode Disportasi, Minat Eksplorasi, IPA SMK

PendahuluanIlmu Pengetahuan Alam (IPA)

berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untukmempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi. Penerapan IPA perlu dilakukan secara

bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Mata pelajaran IPA diharapkan menekankan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk menerapkan konse IPA secara bijaksana (Depdiknas, 2007:1).

Menurut Finch (dalam Mulyasa, 2003) kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Secara khusus, kompetensi untuk pembelajaran kejuruan dan tugas-tugas, keterampilan, sikap, nilai, dan apresiasi yang dianggap kritis untuk keberhasilan belajar. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat

Page 52: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

152

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

dilihat pada hasil belajar, yang mencakup ujian, tugas-tugas dan pengamatan. Implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi yaitu perlunya peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill.

Ruang lingkup kajian IPA terbatas pada hal-hal yang terjangkau oleh pengalaman manusia. Objek dalam IPA tersusun atas kumpulan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang satu dengan lainnya saling terkait dengan sangat kompleks. IPA pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Pengetahuan IPA terdiri konsep dan prinsip yang pada umumnya bersifat abstrak. IPA merupakan mata pelajaran yang menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian besar siswa mengalami kesulitan mempelajarinya. Kesulitan yang dihadapi oleh sebagian besar siswa yaitu dalam menginterpretasi berbagai konsep dan prinsip IPA sebab mereka dituntut harus mampu menginterpretasi pengetahuan IPA tersebut secara tepat.

Keadaan pada pembelajaran IPA kelas XII di SMK Negeri 1 Depok Sleman menunjukkan bahwa metode pembelajaran cenderung bersifat informatif sehingga pembelajaran IPA menjadi kurang efektif. Siswa tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam pemecahan masalah karena siswa tidak mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari untuk memecahkan persoalan IPA yang dihadapi.

Siswa akan dapat belajar dengan lebih mudah tentang konsep-konsep yang bersifat nyata dan dapat diamati melalui pancainderanya. Pengalaman yang konkret akan sangat efektif dalam membantu proses belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu, kreativitas, dan imajinasi. Oleh karena itu, dalam belajar IPA siswa harus dapat merasakan bahwa nilai-nilai ini sebagai bagian dari pengalamannya.

IPA berhubungan dengan bagaimana memahami alam secara sistematis, juga merupakan wahana bagi peserta didik untuk memahami diri dan alam sekitar, serta bagaimana memperlakukan alam sekitar guna menjaga kelestariannya. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran adaptif, yang bertujuan membekali peserta didik dasar pengetahuan tentang hukum-hukum kealaman serta makhluk hidup dan tidak hidup yang menjadi dasar sekaligus syarat kemampuan, yang berfungsi mengantarkan peserta didik guna mencapai kompetensi program keahliannya. Di samping itu mata pelajaran IPA mempersiapkan kemampuan peserta didik agar dapat mengembangkan program keahliannya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Untuk mencapai keberhasilan siswa maka perlu adanya keterlibatan aktif pada siswa terhadap proses pembelajaran. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajar IPA antara lain (1) dalam memahami konsep-konsep IPA kurang sesuai dengan konsep yang sebenarnya (miskonsepsi); (2) kemampuan dalam menyelesaikan secara kuantitatif masih

Page 53: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

153

rendah; (3) kemampuan logika berpikir belum menyeluruh; (4) belum mampu menafsirkan gejala alam yang abstrak secara nyata. Mata pelajaran IPA berisi substansi materi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan materi abstrak yang hanya dipelajari konsep-konsep dan persamaan hukum-hukum IPA. Untuk mencapai hal yang abstrak tersebut diperlukan keaktifan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode Disportasi, diharapkan dengan metode disportasi akan dapat (1) menumbuhkan minat bagi siswa untuk lebih menekuni materi yang disajikan; (2) dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran; (3) dapat menemukan hal-hal baru pelajaran yang lalu dan kelanjutannya.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan minat untuk eksplorasi siswa dalam pembelajaran IPA dengan metode disportasi; (2) memperoleh gambaran tentang peningkatan minat siswa untuk eksplorasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi.

Minat Beberapa ahli pendidikan berpendapat tentang minat. Menurut Slameto (1991:57) minat adalah kecenderungan hati terhadap sesuatu, sedangkan Pasaribu dan Simanjuntak (1983:52) berpendapat minat sebagai suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan sesuatu yang menariknya. Pendapat lain tentang minat dari Sardiman (1988:76) minat adalah sesuatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara

situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang terhadap suatu obyek atau kegiatan yang menarik dengan perasaan senang dan aktif melakukan sesuatu.

EksplorasiEksplorasi adalah kegiatan untuk

memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. Secara harafiah, dalam KBBI eksplorasi berarti (1) penyelidikan; penjajakan; penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama sumber sumber alam yg terdapat di tempat itu; (2) kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru (2008:379). Kaitan dengan pembelajaran, eksplorasi merupakan tahapan pembelajaran dimana siswa diminta aktif menelaah dan mencaritemukan informasi suatu pengetahuan/konsep ilmu baru, tekhnik baru, metode dan rumus baru, atau menyelidiki pola hubungan antar unsur konsep ilmu, sambil berusaha memahaminya. Inti kegiatan eksplorasi yaitu pelibatan siswa dalam menelaah sesuatu hal baru, entah berhubungan dengan materi pelajaran sebelumnya maupun yang benar-benar baru bagi siswa.

Perwujudan kegiatan eksplorasi dalam kelas antara lain (1) menelaah materi dalam buku pelajaran dengan cara membaca pemahaman; (2) membuat praktikum/

Edi Marsana - Penerapan Metode “Disportasi”

Page 54: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

154

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

peragaan/melakukan ujicoba di lapangan atau laboratorium; (3) mengamati benda dan gejala-gejala alam (misalnya tumbuhan, anatomi tubuh, resapan air pada kertas) dan mencatat hasil pengamatan sebagai laporan.

PartisipasiMenurut Keith Davis (2002:279)

partisipasi didefinisikan sebagai “Partisipation is defined as a mental and emotional involved at a person in a group situasion which encourager then contribut to group goal and share responsibility in them”. (Partisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya). Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya yaitu keterlibatan mental dan emosi.

Adapun konsep partisipasi menurut ensiklopedi pendidikan adalah sebagai berikut: Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan. Dalam penelitian ini partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi siswa yaitu keikutsertaan atau keterlibatan dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi serta pisik peserta didik dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang

dilaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam partisipasi terdapat unsur-unsur yaitu 1) keterlibatan peserta didik dalam segala kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar; 2) kemauan peserta didik untuk merespon dan berkreasi dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.

Partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan dapat dicapai semaksimal mungkin. Tidak ada proses belajar tanpa partisipasi dan keaktifan anak didik yang belajar. Setiap anak didik pasti aktif dalam belajar, hanya yang membedakannya yaitu kadar/bobot keaktifan anak didik dalam belajar. Ada keaktifan itu dengan kategori rendah, sedang dan tinggi. Di sini perlu kreativitas guru dalam mengajar agar siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Penggunaan strategi dan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif karena siswa lebih berperan serta lebih terbuka dan sensitif dalam kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran partisipatif yaitu ingin menempatkan peserta didik sebagai pemain utama dalam setiap proses pembelajaran.

Page 55: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

155

Artinya, peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk mencari informasi sendiri, menemukan fakta atau data sendiri serta memecahkan persoalan yang menjadi kajian dalam suatu topik pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditafsirkan bahwa peserta didik yang menjadi peran utama diberikan ilmu pengetahuan dan mampu melaksanakan dengan metode yang diterapkan untuk mencapai peranan yang sangat penting dalam proses belajar yang dilakukan dalam menyajikan bahan pelajaran untuk mencari hasil belajar yang baik.

Menurut Sudjana (2005:155), ”Pembelajaran partisipatif dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran partisipatif mengandung arti ikut sertanya peserta didik didalam program pembelajaran Partisipatif”. Pembelajaran partispatif adalah kegiatan pembelajaran di mana semua pihak, termasuk pendidik dan peserta didik, terlibat secara akhtif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Keikutsertaan peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu tahap perencanaan program (program planning), pelaksanaan (program implementation), dan penilaian (program evaluation) kegiatan pembelajaran.

Menurut Sudjana (2001:1), ”Pembelajaran partisipatif merupakan fenomena yang sedang tumbuh dalam pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan di luar sekolah. ”Kegiatan

pembelajaran partisipatif sebagai pendekatan baru dalam proses pendidikan dan memiliki sifat keluwesan dan terbuka untuk berupaya mengembangkan prinsip, metode dan teknik yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran partisipatif. Menurut Sudjana (2001:53) keikutsertaan peserta didik dapat diwujudnyatakan dalam ketiga tahapan kegiatan pembelajaran tersebut yaitu perencanaan program, pelaksanaan program, dan penilaian kegiatan pembelajaran.

Metode DiskusiDiskusi adalah aktivitas dari

sekelompok siswa, berbicara saling bertukar informasi maupun pendapat tentang sebuah topik atau masalah, dimana setiap anak ingin mencari jawaban/penyelesaian problem dari segala segi dan kemungkinan yang ada (Depdikbud, 1994).

Diskusi merupakan suatu kegiatan kelompok untuk memecahkan suatu masalah dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk menyelesaikan keputusan bersama. Dalam diskusi tiap orang diharapkan memberikan sumbangan sehingga seluruh kelompok kembali dengan pemahaman yang sama dalam suatu keputusan atau kesimpulan. (Soetomo, 1993).

Metode diskusi pada dasarnya yaitu “ Suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah” (Maidar,

Edi Marsana - Penerapan Metode “Disportasi”

Page 56: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

156

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

2010). Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah, yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain: 2006). Metode diskusi adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui sarana pertukaran pikiran untuk memecahkan persoalan yang dihadapai (Semiwan, 9990:76). Sedangkan menurut Suryosubroto (1997:179) mengemukakan metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pengajaran dengan guru memberikan kesempatan kepada siswa atau kelompok-kelompok untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun ke berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Soetomo (1993:153) menyebutkan bahwa “metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran dimana mana guru memberikan suatu persoalan (masalah) kepada murid, dan para murid diberi kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan masalah itu dengan teman-temannya”. Dalam kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang permasalahan yang sedang dibahas. Perbedaan pendapat sering terjadi. Semakin banyak yang beda pendapat, maka keadaan diskusi akan semakin hidup.

Slameto (1991:101) menyebutkan bahwa “diskusi kelompok ialah per-cakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang siswa atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin”. Percakapan diartikan sebagai

adanya pendapat dari masing-masing anggota kelompok dalam ikut memberikan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan pikirannya masing-masing.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa metode diskusi memiliki ciri-ciri (1) terdiri dari beberapa orang, bisa lebih dari tiga orang; (2) ada permasalahan yang sedang dicarikan solusi pemecahannya; (3) ada yang menjadi pemimpin; (4) ada proses tukar pendapat atau informasi; dan (5) menghasilkan rumusan alternatif pemecahan masalah.

Kelebihan metode diskusi (1) merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah; (2) mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain; (3) memperluas wawasan; (4) membina untuk terbiasa musyawarah untuk memperkuat dalam memecahkan masalah. Adapun kelemahan metode diskusi, yaitu (1) kadang-kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang dipecahkan, bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang; (2) dalam diskusi menghendaki pembuktian logis, yang tidak terlepas dari fakta-fakta dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan atau coba-coba saja; (3) tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar; (4) biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal; (5) kadang-kadang ada siswa yang memonopoli pembicaraan, dan ada pula siswa yang pasif.

Page 57: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

157

Pembuatan LaporanPengertian laporan adalah suatu

bentuk penyampaian informasi, data, atau berita baik secara lisan maupun tertulis. Di dalam laporan terdapat kegiatan pencatatan, pengumpulan, pemeriksaan, pengetikan dan pengolahan data. Secara umum laporan dapat diartikan sebagai bentuk penyampaian berita, keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggung jawaban baik secara lisan maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang dan tanggung jawab yang ada diantara mereka. Salah satu cara pelaksanaan komunikasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya. Fungsi laporan yaitu sebagai bahan pertanggungjawaban (1) alat menyampaikan informasi, (2) alat pengawasan, (3) bahan penilaian, (4) bahan pengambilan keputusan.

Pengertian dan contoh teks laporan merupakan suatu bentuk hasil dari sebuah pengamatan yang dilakukan dan bertujuan untuk menginformasikan hasil yang diperoleh tersebut kepada para orang banyak. Berdasarkan pengertian tersebut, teks laporan yaitu sebuah bentuk tulisan yang memaparkan suatu fenomena hasil dari pengamatan kepada para pembacanya. Teks laporan juga sering disebut dengan teks klasifikasi. Hal ini dikarenakan teks ini mengklasifikasikan sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Teks ini hampir sama dengan teks deskripsi namun yang membedakan adalah sifatnya. Jika teks deskripsi membicarakan hal-hal khusus, teks laporan membicarakan fenomena atau hal

umum yang lebih luas.

Presentasi Menurut Muhammad Jafar (2015:2)

presentasi adalah penyajian materi secara lisan oleh pembicara dengan menggunakan ide dan pemikiran yang terorganisasi. Presentasi biasa dilakukan dalam kelas kecil maupun kelas besar. Dalam metode ini peserta dikondisikan untuk menerima penjelasan dalam waktu tertentu. Kelebihan metode presentasi yaitu pembicara dapat menjelaskan secara sistematis seluruh materi yang akan disampaikan, tidak memerlukan banyak sarana pembelajaran sehingga dikatakan dapat dilakukan sangat sederhana, dan pembicara bebas berekspresi karena kelas sepenuhnya dikuasai oleh pembicara.

Kerangka BerfikirMetode disportasi merupakan metode

modifikasi dari metode diskusi, pelaporan dan presentasi dipilih untuk meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi pada prose pembelajaran IPA, memiliki berbagai alasan yang kuat. Pola pikir yang mendasari yakni metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran dimana guru memberikan suatu persoalan kepada siswa, dan para siswa diberi kesempatan secara bersama-sama untuk memecahkan masalah itu dengan teman-temannya. Dalam kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang permasalahan yang sedang dibahas. Perbedaan pendapat sering terjadi, semakin banyak beda pendapat, maka keadaan diskusi akan semakin hidup. Dalam tukar

Edi Marsana - Penerapan Metode “Disportasi”

Page 58: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

158

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

informasi inilah mempengaruhi minat siswa melakukan eksplorasi pengetahuan.

Demikian juga pada pada kegiatan pelaporan dan presentasi, bentuk penyampaian informasi, data atau berita baik secara lisan maupun tertulis. Dalam penyampaian informasi ini minat siswa untuk eksplorasi akan muncul karena dalam penyampaian materi, data, informasi, berita baik membutuhkan hal-hal baru yang terorganisasikan dalam bentuk ide dan gagasan. Melalui metode disportasi ini sangat besar kemungkinan minat siswa untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA dapat meningkat.

Metode PenelitianPenelitian dilaksanakan di kelas

XII AK2 SMK Negeri 1 Depok Sleman semester 1 tahun pelajaran 2015/2016 sejumlah 32 siswa sebagai upaya perbaikan pembelajaran IPA agar terdapat peningkatan minat eksplorasi siswa. Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan pada bulan September-

Nopember 2015 mata pelajaran IPA SMK dilakukan dalam dua (2) siklus.

Prosedur penelitian tindakan kelas yang dilakukan meliputi 4 tahap, Wardani (2002: 24) menyatakan bahwa langkah-langkah penelitian tindakan kelas, yaitu 1) merencanakan, 2) melakukan tindakan, 3) mengamati, dan 4) refleksi.

Prosedur penelitian dapat digambarkan dengan bagan Gambar 1.

Penelitian Tindakan Kelas meliputi (1) perencanaan, meliputi menyiapkan skenario pembelajaran yang tertuang dalam RPP, menyiapkan instrumen yang digunakan untuk pengambilan data penelitian (terlampir), menyiapkan alat dan bahan yang digunakan misalnya laptop, teks, buku, alat foto, dan melakukan diskusi dengan kolaborator tentang rencana tindakan yang akan dilakukan serta langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas; (2) pelaksanaan, terdiri 2 siklus masing-masing dilaksanakan dengan 2 kali pertemuan dengan menggunakan metode disportasi

Page 59: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

159

(diskusi, pelaporan, presentasi), yang terbagi pada kegiatan tatap muka pertama pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan pelaporan. Sedangkan pada pertemuan kedua kegiatan menggunakan presentasi; (3) pengamatan, dilakukan dengan menggunakan lembar observasi oleh kolaborator dan peneliti. Penggunaan kuesioner ditujukan untuk mengetahui minat siswa melakukan eksplorasi. Dokumentasi dilakukan untuk mengambil gambar kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi; (4) refleksi, untuk mengetahui ketercapaian dari indikator keberhasilan tindakan proses pembelajaran pada siklus I dengan tindakan penelitian didalamnya yakni penggunaan metode disportasi. Peneliti melakukan pengolahan data dari kuesioner yang yang diisi siswa tentang minat melakukan eksplorasi. Hasil pengolahan data melalui kuesioner dan hasil pengamatan pada proses pembelajaran sebagai bahan refleksi peneliti. Keberhasilan pencapaian indikator pada siklus I , merupakan pijakan untuk melanjutkan pada siklus II.

Teknik pengumpulan data menggunakan 1) observasi; 2) kuesioner; 3) wawancara; 4) dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang penerapan metode disportasi terutama dilakukan oleh peneliti dan kolaburator. Lembar observasi yang digunakan menyangkut LOS (lembar observasi siswa) dan LOG (lembar observasi guru). Kuesioner digunakan untuk mengungkap data minat eksplorasi dan partisipasi. Wawancara digunakan untuk mengecek

kejelasan jawaban siswa. Sedangkan metode dokumentasi digunakan untuk merekam kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode diportasi.

Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menganalisis ketercapaian indikator secara kualitatif. Sedangkan ketercapaian peningkatan jumlah siswa yang meningkat minat melakukan eksplorasi menggunakan analisis deskriptif kuantitatif melalui persentase (%).

Keberhasilan penelitian menggunakan indikator ketercapaian yang meliputi ketercapaian peningkatan minat siswa untuk eksplorasi. Sedangkan penelitian tindakan kelas dinyatakan berhasil apabila ada peningkatan minat untuk eksplorasi mencapai mencapai 80 % dengan kategori baik.

Hasil PenelitianPenelitian tindakan kelas pada mata

pelajaran IPA dengan menggunakan model disportasi untuk meningkatkan minat siswa eksplorasi dapat disajikan dalam deskripsi siklus I dan siklus II.

Deskripsi Siklus I Pada siklus I peneliti sebagai guru melakukan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang dituangkan dalam RPP. Siklus I dilaksanakan pada tanggal Oktober 2015, kegiatan pembelajaran diawali dengan pembagian kelompok (kelas dibagi menjadi 8 kelompok dengan anggota masing-masing 4

Edi Marsana - Penerapan Metode “Disportasi”

Page 60: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

160

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

siswa). Kemudian dibagi materi tentang “Ekosistem”. Siswa berdiskusi sesuai dengan topik yang telah diterima kelompok. Selanjutnya siswa melakukan pembuatan laporan hasil diskusi yang ditulis pada kertas dan dikumpulkan. Kegiatan terakhir pada pembelajaran ini yaitu presentasi, siswa melakukan presentasi hasil diskusi dan dilakukan setiap kelompok secara bergantian. Pada kegiaan pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi ini antuiasme siswa nampak, dan minat eksplorasi untuk mengetahui hal-hal baru muncul. Hasil pengambilan data tentang peningkatan minat untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA di klas XII AK2 dapat disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan data tentang minat eksplorasi siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan metode disportasi (diskusi,pelaporan, presentasi). Pada siklus I hasil capaian indikator minat eksplorasi pada kegiatan diskusi mencapai 70,97%, pada kegiatan pembuatan laporan minat siswa untuk eksplorasi mencapai 74,19%. Dan pada kegiatan presentasi minat siswa untuk eksplorasi mencapai 70,97%. Setelah proses pembelajaran berlangsung pada akhir siklus I, dilakukan kegiatan refleksi dengan tujuan

untuk mengetahui pencapaian indikator keberhasilan tindakan penelitian. Sedangkan indikator yang ditetapkan sebagai patokan adalah 80 % siswa dapat meningkat minat untuk melakukan eksplorasi.

Data hasil pengamatan yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung oleh peneliti bersama kolaborator dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi diri untuk menentukan keberhasilan penelitian dan merencanakan tindakan berikutnya. Minat siswa untuk eksplorasi pada yang diperoleh dalam siklus I masih di bawah indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 80%, sedang yang dicapai baru 70,94% yang memenuhi kriteria. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan selanjutnya dalam siklus II. Peneliti dan kolaborator melanjutkan kegiatan penelitian siklus II dengan menyusun rencana tindakan, tindakan yang akan dilakukan sama yakni penerapan metode disportasi meningkatkan minat siswa untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA.

Deskripsi Siklus II Pada siklus II peneliti dan kolaborator

menyusun rencana tindakan baru yakni pembelajaran IPA dengan menerapkan

Page 61: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

161

metode disportasi. Sebagai guru melakukan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang dituangkan dalam RPP. Siklus II dilaksanakan pada tanggal Oktober 2015, kegiatan pembelajaran diawali dengan pembagian kelompok (kelas dibagi menjadi 8 kelompok dengan anggota masing-masing 4 siswa). Kemudian dibagi materi tentang “Interaksi antar komponen dalam ekosistem”. Siswa berdiskusi sesuai dengan topik yang telah diterima kelompok sama seperti halnya pada siklus I. Selanjutnya siswa melakukan pembuatan laporan hasil diskusi yang ditulis pada kertas dan dikumpulkan. Kegiatan terakhir pada pembelajaran ini yaitu presentasi, siswa melakukan presentasi hasil diskusi dan dilakukan setiap kelompok secara bergantian. Pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode disportasi ini partisipasi siswa nampak, dan minat eksplorasi untuk mengetahui hal-hal baru muncul. Hasil pengambilan data tentang peningkatan minat untuk melakukan eksplorasi pada pembelajaran IPA di klas XII2 dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 menunjukkan data tentang minat eksplorasi siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan metode disportasi (diskusi, pelaporan,

presentasi). Pada siklus I hasil capaian indikator minat eksplorasi pada kegiatan diskusi mencapai 96,77%, pada kegiatan pembuatan laporan minat siswa untuk eksplorasi mencapai 93,55 %. Pada kegiatan presentasi minat siswa untuk eksplorasi mencapai 93,55%.

Setelah proses pembelajaran berlangsung pada akhir siklus I dilakukan kegiatan refleksi dengan tujuan untuk mengetahui pencapaian indikator keberhasilan tindakan penelitian. Sedangkan indikator yang ditetapkan sebagai patokan yaitu 80 % siswa dapat meningkat minatnya untuk melakukan eksplorasi.

Hasil penelitian yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung oleh peneliti bersama kolaborator dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi diri untuk menentukan keberhasilan penelitian dan merencanakan tindakan berikutnya. Minat siswa untuk eksplorasi yang diperoleh dalam siklus I masih di bawah indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 80% memenuhi kriteria, sedang yang dicapai 94, 62% memenuhi kriteria. Data peningkatan minat telah melampaui kriteria yang ditetapkan maka

Edi Marsana - Penerapan Metode “Disportasi”

Page 62: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

162

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan kelas telah mencapai indikator keberhasilan sehingga siklus dihentikan, dan penelitian tindakan kelas dinyatakan telah selesai.

Hasil pelaksanaan tindakan mulai dari siklus I sampai II menunjukkan adanya peningkatan minat siswa untuk eksplorasi dalam pembelajaran dengan penerapan metode disportasi. Secara rinci perbandingan hasil antar siklus dideskripsikan pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa siklus I capaian indikator keberhasilan pada aspek minat untuk eksplorasi mencapai 68,82 %, jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan penelitian yakni 80%, maka

capaian tersebut belum memenuhi kriteria. Setelah dilakukan tindakan lagi pada siklus II dengan metode yang sama yakni metode disportasi, terdapat kenaikan pada peningkatan minat siswa untuk eksplorasi yakni menjadi 94,62%. Siswa masih mengalami penyesuaian dengan metode baru, masih belum terbiasa sehingga waktu yang tersedia banyak yang terbuang untuk kegiatan yang kurang optimal.

Pada pembelajaran siklus II peningkatan minat mencapai 94,62%, hal ini menunjukkan bahwa metode disportasi memiliki peran untuk meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi. Pada kegiatan

Page 63: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

163

diskusi, pelaporan, dan presentasi menuntut siswa memiliki wawasan yang cukup dan informasi-informasi baru sehingga memberikan pengalaman baru bagi siswa. Kenaikan yang Hasil observasi juga mengalami peningkatan.

Sebagian besar siswa telah bekerja sama dengan baik, menampilkan hasil diskusi dengan baik, banyak yang mau bertanya dan menjawab pertanyaan saat pembelajaran. Melihat hasil ini dapat dikatakan penelitian tindakan kelas ini telah berhasil, terbukti dari partisipasi siswa dalam pembelajaran yang diperoleh telah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Keberhasilan ini juga diperkuat dari hasil observasi selama proses pembelajaran. Simpulan

Hasil penelitian tindakan kelas tentang penerapan metode disportasi meningkatkan minat siswa untuk eksplorasi dalam pembelajaran IPA pada kelas XII AK 2 SMKN 1 Depok Sleman tahun pelajaran 2015/2016 dapat disimpulkan, yaitu 1) Penerapan metode pembelajaran DISPORTASI dapat meningkatkan minat eksplorasi pada pembelajaran IPA dari 68,82 % pada siklus I menjadi 94,62 % aktif pada siklus II. Sehingga ada peningkatan 25,80 %; (2) Penerapan metode DISPORTASI dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran siswa dari 70,97 % menjadi 90,32 % dari siklus I ke II, sehigga ada peningkatan 19,35 %; (3) Siswa termotivasi dan aktif dalam pembelajaran karena ditantang untuk mencari hal-hal baru sesuai dengan tujuan minat eksplorasi; (4)

metode DISPORTASI merupakan metode pembelajaran yang aktif, inovatif, dan menyenangkan yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat dan partisipasi siswa.

Bagi guru dapat melilih metode-metode lain yang menarik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan keterampilan siswa dalam menyampaikan ide. Penelitian ini dapat ditindaklanjuti untuk memperoleh kontribusi penggunaan metode terhadap hasil belajar siswa. Saran?

Daftar Rujukan

Arsjad, Maidar G. dan Mukti. 2010. Metode Pembelajaran. http://idb4.wikispaces.com/file/view/dv4013. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015

B. Suryobroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

B. Suryosubroto. 1996. Pross Belajar Mengajar di sekalah. Jakarta: Rineka Cipta.

Echols, John M. dan Hasan Shadily. 1995. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Finch, Curtis R., et al.1939. Curriculum Development in Vocational and Technical Education. Atlantic Avenue, Boston, Massachusetts: Allyn and Bacon Inc.

http://www.kelasindonesia.com/2015/04/pengertian-dan-contoh-teks-laporan-lengkap.html

Jafar, Muhammad. 2015. Metode Pembelajaran yang Menyenangkan. Bahan ajar Diklat. Jakarta: Kementerian Keuangan RI.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya.

Edi Marsana - Penerapan Metode “Disportasi”

Page 64: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

164

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Quantum Teaching.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Usaha Nasional.

Sudjana, D. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

Wardani, IGAK, dkk., 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

Zuhairini. 2010. Metode Diskusi. http://idb4.wikispaces.com/ file/ view/dv4013. Diakses tanggal 3 Oktober 2015.

Page 65: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

165

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR MATA PELAJARAN PKn

DENGAN MENGGUNAKAN PERMAINAN ULAR TANGGA

SuparyatunSMP Negeri 1 Sedayu Bantul

E-mail: [email protected]

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar PKn siswa kelas VIIIG SMP Negeri 1 Sedayu pada tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian merupakan kelas VIIIG terdiri atas 32 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dengan menggunakan model Staphen Kemmis dan Roben Mc Tagart. Masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengambilan data melalui pengamatan, angket, dan dokumentasi. Data penelitian dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif. Kesimpulan menunjukkan bahwa penerapan permainan ular tangga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh perbandingan minat belajar antara sebelum dan sesudah tindakan siklus I dan II dengan permainan ular tangga terdapat peningkatan minat belajar. Sebelum tindakan minat belajar 48.95% , meningkat menjadi 90.85% pada siklus I dan menjadi 95.54% pada siklus II.

Kata kunci : minat belajar, permainan ular tangga

Pendahuluan

PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan PKn yaitu untuk memberikan kompetensi-kompetensi: 1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) Berpartisipasi secara bermutu dan

bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara; 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Departemen Pendidikan Nasional, 2005: 34)

Pembelajaran PKn selama ini kurang

Page 66: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

166

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

menarik di mata siswa. Hal ini terlihat dari kurang bersemangatnya siswa saat proses pembelajaran. Predikat tersebut akan terus melekat, jika guru PKn melaksanakan pembelajaran hanya dengan cara yang biasa-biasa saja tanpa ada upaya untuk melakukan tindakan merubah kebiasaan berceramah dan siswa mendengarkan (guru centris),

Hal senada dikemukakan oleh Sunarti (Bernas, Jumat 27 Agustus 2004) bahwa beberapa penelitian dalam kelas yang dilakukan 2 dasa warsa terakhir ini mengungkapkan bahwa guru lebih mendominasi pembicaraan di dalam kelas. Akibat dari proses belajar-mengajar yang hanya didominasi oleh guru dengan ceramah yang menjemukan, siswa menjadi pasif, yang berkembang pada diri siswa hanya kognitifnya saja dan itupun daya endapnya tidak bertahan lama. Sementara sisi afektif maupun psikomotoriknya juga terabaikan.

Demikian juga dalam pembelajaran PKn yang menjadi membosankan dan tidak menyenangkan, padahal pembelajaran PKn sangat penting artinya bagi generasi penerus bangsa. Dengan PKn maka nilai-nilai nasionalisme akan dapat ditanamkan untuk generasi yang akan datang. Mengingat begitu pentingnya peranan pembelajaran PKn sebagai pembentuk karakter bangsa, maka pembelajaran perlu disajikan dalam bentuk joyful learning atau pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang aktif, efektif, efisien, menyenangkan dan bermakna bagi siswa sangat dibutuhkan karena pembelajaran akan lebih berhasil apabila melibatkan potensi siswa.

Pembelajaran seperti ini tidak tampak di kelas VIII G SMP 1 Sedayu Bantul tahun pelajaran 2013/2014 . Hal ini berdasarkan refleksi terhadap hasil observasi awal kelas ini yang menunjukkan siswa mengikuti pembelajaran PKn secara tidak antusias, umumnya siswa pasif, kurang aktif dalam kegiatan diskusi, apalagi jika hanya dengan ceramah beberapa siswa ada yang mengantuk, bicara dengan temannya, tidak ada minat belajar, dan kelihatan tidak gembira. Namun begitu siswa terlihat gembira dan semangat saat jam istirahat, siswa memanfaatkan komputer kelas yang ada di meja guru untuk bermain game, bahkan di antara mereka ada yang tidak langsung pulang saat pelajaran selesai hanya untuk melanjutkan permainan yang ada di komputer.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut penelitian dibatasi pada upaya meningkatkan minat belajar siswa, karena dalam belajar unsur minat sangat penting. Jika siswa mempunyai minat tinggi maka pembelajaran akan menyenangkan, siswa aktif, penuh perhatian, berani untuk bertanya, menjawab ataupun mengemukakan pendapat secara lisan, sehingga hasil belajar juga meningkat.

Untuk mengatasi masalah di atas penting unuk dilakukan tindakan kelas. Tindakan kelas yang dilakukan yaitu dengan belajar sambil bermain menggunakan permainan ular tangga.

Menurut kamus Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih.

Page 67: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

167

Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah “tangga” atau “ular” yang menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada tahun 1870. Permainan ular tangga adalah variasi dari board games. Menurut Mike Scorviano (2010) dalam Sejarah Board Game dan Psikologi Permainan, sebagaimana dikutip Johan Novtira Jamal (2013), Board game atau permainan papan adalah jenis permainan dimana alat-alat atau bagian-bagian permainan ditempatkan, dipindahkan, atau digerakan pada permukaan yang telah ditandai atau dibagi-bagi menurut seperangkat aturan

Tidak ada papan permainan standar dalam ular tangga. Setiap orang dapat menciptakan papan mereka sendiri dengan jumlah kotak, ular dan tangga yang berlainan. Setiap pemain mulai dengan bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul. Bila pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung pergi ke ujung tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain pertama yang mencapai kotak terakhir. Biasanya bila seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka mendapat giliran sekali lagi. Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya.

Pada penelitian ini papan permainan

dibuat sendiri oleh guru demikian juga aturan permainannya,yaitu yang umum seperti di atas. Aturan permainan yang ditambahkan guna menunjang pembelajaran PKn adalah dengan disediakan seperangkat kartu pertanyaan yang harus dijawab setelah pemain menjalankan bidaknya. Jika pemain tidak dapat menjawabnya maka akan ada sanksi baginya yaitu menyanyikan lagu nasional. Selanjutnya pertanyaan itu akan dijawab bersama dalam kelompok bermainnya. Setiap pemain wajib membuat rangkuman jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah dijawab dalam kelompok bermainnya.

Slameto (2010:2) memberikan definisi belajar sebagai berikut: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Slavin (1991:98), “Learning is usually defined as achange in individual caused by experience”. Yang artinya bahwa belajar sering didefinisikan sebagai perubahan dalam individu yang disebabkan oleh pengalaman.

Menurut Hilgard (Slameto, 2010:57), “Interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activity or content”. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Pendapat senada disampaikan Ulrich

Suparyatun - Meningkatkan Minat Belajar

Page 68: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

168

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Schiefele (1991:302), “Individual interest as a latent characteristic. Individual interest is interpreted here as the relatively long-term orientation of an individual toward a type of object, in activity, or an area of knowledge”. Minat individu sebagai karakteristik laten. Minat individu di sini ditafsirkan sebagai orientasi relatif jangka panjang dari individu terhadap jenis objek, aktivitas , atau bidang pengetahuan.

Salah satu cara untuk menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan dalam pembelajaran yaitu dengan bermain. Permainan ular tangga dapat dikreasi menjadi permainan edukatif. Dengan adanya permainan edukatif seperti ini, anak-anak menjadi senang belajar khususnya untuk pelajaran PKn yang pada umumnya dianggap sebagai pelajaran yang membosankan. Selain itu, dalam permainan ini juga terjadi interaksi atau komunikasi antar pemain. Permainan ular tangga melatih jiwa sosial siswa, disiplin aturan, dan menghargai teman, serta melatih kesabaran para pemainnya dalam menunggu giliran.

Rumusan masalah pada penelitian ini, bagaimana penerapan permainan ular tangga dapat meningkatkan minat belajar PKN pada siswa kelas VIII G tahun pelajaran 2013/2014?

Metodologi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sedayu yang beralamat di Panggang Argomulyo Sedayu Bantul. Sekolah ini memiliki 21 kelas dengan kapasitas rata-rata kelas 30 siswa. Sebagian besar siswa berasal

dari desa dengan latar belakang pekerjaan orang tua sebagai petani, buruh, pedagang, sebagian kecil sebagai PNS, POLRI dan TNI. Jumlah guru ada 43 orang dengan latar belakang pendidikan sebagian besar sarjana.

Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VIII G SMP Negeri 1 Sedayu tahun pelajaran 2013/2014 semester genap. Jumlah siswa 32 orang, terdiri atas 12 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa perempuan. Alasan pemilihan subjek penelitian pada kelas VIII G karena berdasarkan hasil observasi awal ditemukan bahwa permasalahan di kelas ini selama proses belajar-mengajar PKn diantaranya siswa tidak antusias dalam pembelajaran PKN, tidak gembira belajar PKn. Hal ini terlihat pada sikap mereka yang tidak peduli, pada saat pelajaran siswa banyak yang mengantuk, berbicara sendiri dengan temannya ada juga yang bermain-main saat dijelaskan oleh guru. Tetapi begitu istirahat siswa-siswa kelas ini dengan segera menuju meja guru dimana disana terdapat komputer. Siswa menghidupkan komputer bukan untuk mengerjakan tugas melainkan bermain game. Sementara siswa yang lainnya ada yang bermain keluar kelas. Wajah mereka begitu riang berbeda dengan saat harus belajar, sehingga persoalan ini menuntut guru untuk segera mengambil tindakan pemecahan.

Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian tindakan kelas mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan tindakan dan observasi, refleksi dan pelaporan selama 10 minggu, yaitu dari minggu pertama bulan Januari 2014 sampai

Page 69: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

169

dengan minggu terakhir bulan Maret 2014. Jenis kegiatannya meliputi : penyusunan proposal, pembuatan perangkat PBM dan instrumen, pelaksanaan siklus I dan II, penyusunan hasil penelitian dan pelaporan.

Langkah- langkah penelitian tindakan kelas menurut Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart (dalam I Wayan Sukaryana, 2002) adalah sebagai berikut: rencana tindakan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: angket minat dan lembar observasi, dokumentasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa menggunakan teknik deskriptif kuntitatif dengan persentase. Penelitian tindakan kelas ini dianggap berhasil apabila :diperoleh rata-rata persentase minat belajar dalam kategori “ tinggi”. Persentase 85 %-100% termasuk dalam kategori sangat tinggi, 70 % - 84 % kategori tinggi, 55 % - 69 % sedang, dan < 55 % termasuk dalam kategori rendah.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dari pengumpulan data diperoleh hasil empat aspek yaitu aspek belajar dengan gembira, aspek tidak ada yang mengantuk, terlibat aktif dalam pembelajaran, aspek semangat dalam belajar, aspek disiplin, menaati aturan permainan. Pada aspek belajar dengan gembira, suasana pembelajaran yang menggembirakan dari sebelum tindakan sampai dengan siklus II menunjukkan peningkatan yang sangat baik. Siswa belajar dengan gembira sebelum tindakan ada 10 siswa (31,25% ), siklus I ada 29 dan pada siklus II terdapat 30 siswa. Dengan demikian

dari sebelum tindakan sampai dengan Siklus II terdapat kenaikan yang sangat mencolok.

Pada aspek tidak ada yang mengantuk, terlibat aktif dalam pembelajaran. Aspek tidak ada siswa yang mengantuk, terlibat aktif dalam pembelajaran dari sebelum tindakan sampai dengan siklus II menunjukkan peningkatan yang “sangat baik”. Hal ini menunjukkan kalau pembelajaran menjadi sangat menyenangkan. Siswa yang tidak mengantuk dan terlibat aktif dalam pembelajaran dari 15 siswa saat sebelum tindakan meningkat menjadi 31 siswa (96,87%) pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 32 siswa (100%) pada siklus II. Dengan demikian dari sebelum tindakan sampai dengan Siklus II terdapat kenaikan yang “sangat baik”.

Aspek selanjutnya yaitu aspek semangat dalam belajar. Pada aspek semangat siswa dalam belajar menunjukkan peningkatan yang “Sangat Baik”. Ini menunjukkan pembelajaran menjadi menyenangkan. Siswa yang bersemangat dalam belajar sebelum tindakan ada 14 siswa. Pada siklus I meningkat menjadi 29 siswa, dan siklus II meningkat menjadi 30 siswa. Pada aspek disiplin, menaati aturan permainan menunjukkan peningkatan yang baik dari sebelum tindakan, sampai siklus II. Sebelum tindakan siswa yang disiplin, menaati peraturan ada 25 siswa, pada siklus I 30 siswa dan siklus II ada 31 siswa.

Rata-rata peningkatan minat belajar siswa dari hasil pengamatan di atas dapat ditampilkan dalam grafik sebagaimana aat

Suparyatun - Meningkatkan Minat Belajar

Page 70: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

170

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

dicermati pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan adanya peningkatan minat belajar. Sebelum tindakan terdapat 46,06% siswa yang berminat, setelah tindakan siklus I meningkat menjadi 92,96%, dan meningkat lagi menjadi 96,09 % setelah tindakan siklus II.

Hasil pengamatan terhadap guru. Berdasarkan hasil pengamatan observer terhadap guru peneliti menunjukkan guru telah melakukan pembelajaran dengan baik pada siklus I, dan sangat baik pada siklus II.

Hasil dari angket yang dibagikan kepada 32 siswa pada setiap akhir siklus dapat dilihat Tabel 4.

Data Tabel 4 dapat menjelaskan bahwa siswa yang setuju pernyataan 1 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga saya merasa senang mengikuti pelajaran PKn , sebelum tindakan ada 15 siswa, pada siklus

I ada 23 siswa, dan meningkat menjadi 29 (90,6%) pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 2 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga belajar menjadi tidak membosankan sebelum tindakan ada 20 siswa, pada siklus I ada 30 siswa, dan meningkat menjadi 31 siswa pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 3 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga membuat saya lebih aktif, terlibat dalam mengikuti pelajaran PKN sebelum tindakan ada 15 siswa, meningkat menjadi 31 siswa pada pada siklus I, demikian juga pada siklus II masih sama. Siswa yang setuju atas pernyataan 4 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga belajar jadi tidak mengantuk sebelum tindakan ada 15 siswa, naik pada siklus I menjadi 31 siswa. Pada siklus II semua siswa (32) menyatakan setuju pernyataan 4. Siswa yang setuju pernyataan 5 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga hasil belajar sebelum tindakan ada 10 siswa, naik menjadi 21 siswa pada siklus I dan meningkat menjadi

Page 71: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

171

26 siswa pada siklus II. Siswa yang tidak setuju pernyataan 5 pada siklus I ada 6 siswa dan turun menjadi 3 siswa pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 6 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga saya belajar menghormati pendapat teman lain sebelum tindakan ada 15 siswa, naik menjadi 31 siswa pada siklus I, dan meningkat menjadi 32 siswa pada siklus II. Siswa yang setuju pernyataan 7 yaitu bahwa dengan permainan ular tangga saya belajar disiplin mentaati peraturan yang ada, sebelum tindakan ada 20 siswa, dan naik pada siklus 1 menjadi 32 (semua siswa) demikian juga pada siklus II.

Dengan hasil angket tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan permainan ular tangga dalam proses pembelajaran pada materi peran lembaga-lembaga negara dapat

meningkatkan minat belajar siswa. Dari hasil pengamatan dan angket minat belajar siswa sebelum tindakan, setelah tindakan siklus I, dan siklus II dapat diambil rata-rata minat belajar siswa sebagaimana dapat dicermati pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata minat belajar siswa dari hasil pengamatan dan angket menunjukkan adanya peningkatan. Pada prasiklus diperoleh rata-rata 48,95%, meningkat menjadi 90.85 % pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 95,54% pada siklus II dengan kategori sangat tinggi.

Selain dari pengamatan dan angket siswa data dalam penelitian ini didukung dengan pendapat siswa terhadap pembelajaran PKN dengan permainan ular tangga. Sebagian besar siswa

Suparyatun - Meningkatkan Minat Belajar

Page 72: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

172

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

berpendapat pembelajaran PKN akan lebih menyenangkan dengan metode permainan dalam hal ini permainan Ular Tangga.

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa permainan ular tangga dapat meningkatkan minat belajar PKn pada siswa kelas VIII G tahun pelajaran 2013/2014 SMP 1 Sedayu. Hal ini ditunjukkan dengan : Hasil pengamatan rata-rata persentase minat dari sebelum tindakan 46,09% termasuk kategori rendah, naik menjadi 92,96% pada siklus I, dan meningkat menjadi 96,09% pada sisklus II yang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Hasil angket minat siswa sebelum tindakan rata-rata persentase minat sebesar 51,3% kategori rendah, meningkat menjadi 88,75% pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 95% pada siklus II dengan kategori sangat tinggi. Rata-rata hasil pengamatan dan angket minat sebelum tindakan sebesar 48,95%, naik menjadi 90,85% pada siklus I, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 95,54% dengan kategori sangat tinggi.

Daftar Rujukan

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Pendidikan Kewarganegaraan Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan . Jakarta.

Schiefele, U. 1991. Interest, Learning and Motivation. Federal Republic of Germany: Lawrence Erlbaum associates,Inc.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. 1991. Educational Psychology: Theory into Practice. Needham Heights: A Division of Simon & Schuster.

Sukaryana, I. Wayan. 2002. Penelitian Tindakan Kelas, Malang: Proyek Peningkatan PPPG IPS/PMP Malang.

Sunarti, Bernas, Jumat 27 Agustus 2004

http://library.telkomuniversity.ac.id/.../perancangan-board-game-sang-pemimpin.

Page 73: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

173

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN IPS

MELALUI KOLABORASI MEDIA AUDIO VISUAL DENGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

HaryantoSMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul DIY

Email: [email protected]

Abstrak: Penelitian bertujuan meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran IPS dengan memadukan pemanfaatan media audio visual dengan lembar kerja siswa (LKS) pada peserta didik SMP kelas 7 dengan tema pokok ”Keragaman Sosial Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia”. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriftif yang dilakukan pada minggu ketiga bulan April sampai dengan minggu keempat bulan Juli 2015. Data dikumpulkan melalui tes dan nontes. Data tes diambil dari hasil uji kognitif melalui tayangan audio visual yang dikolaborasikan dengan lembar kerja peserta didik (LKS), sedangkan nontes diperoleh sesuai hasil observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media audio visual untuk memecahkan masalah pada tugas peserta didik di lembar kerja berpengaruh positif terhadap prestasi belajar mata pelajaran IPS kelas 7 SMP. Analisis hasil secara kualitatif juga membuktikan bahwa ketika proses pembelajaran berlangsung menggunakan media audio visual yang dibuat sedemikian rupa dengan menyesuaikan materi LKS, peserta didik memperlihatkan respon cukup menyenangkan dan antusias.

Kata kunci: IPS, kolaborasi, audio visual, LKS.

PendahuluanSMP Negeri 1 Paliyan

Gunungkidul termasuk yang pertama untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 bersama beberapa sekolah lain yang dipilih di Indonesia. Pada awal-awal pelaksanaanya bisa dikatakan terasa berat, mengingat perubahannya cukup signifikan ditambah kritik dari berbagai pihak dan keluhan rekan-rekan guru dari sekolah yang ditunjuk juga merasakan hal yang sama. Ini wajar, sebab peserta didik yang semula “diberitahu” oleh guru (mendominasi sebagai sumber belajar pada kurikulum sebelumnya),

pada Kurikulum 2013 bahkan guru harus “menahan diri untuk tidak memberitahu”. Alasannya, peserta didik yang harus kreatif “mencari tahu”, menemukannya sendiri dari berbagai aneka sumber belajar, lebih aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dengan mengamati atas suatu fonemena, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan data/informasi kemudian menganalisisnya sampai diperoleh kesimpulan dan akhirnya mengomunikasikan kesimpulan itu dalam presentasi di depan kelas. Sementara peran bapak dan ibu guru memotivasi, memfasilitasi, membimbing, mengarahkan,

Page 74: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

174

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

membantu kesulitan dalam mengerjakan tugas dan melaksanakan pengujian.

Problema yang muncul di lapangan pada awal-awal sosialisasi kurikulum 2013 yaitu “diskusi dan diskusi” yang akan mendominasi dalam pembelajaran IPS. Persoalannya sebuah metode pembelajaran yang selalu digunakan secara monoton rawan menimbulkan kebosanan sehingga pada gilirannya proses belajar kurang optimal. Demikian juga permasalahan penguasaan teknonologi dan informasi menjadi salah satu “prinsip” dan wajib dikuasai dalam pembelajaran kurikulum 2013 karena tidak semua guru pada masa transisi menguasai. Bahkan mata pelajaran TIK dihapus, harus menjadi satu dengan semua mata pelajaran lain sehingga komputer tidak diajarkan secara terpisah. Perubahan ini akan memberikan konsekuensi bagi guru-guru, termasuk guru IPS dituntut untuk full melek TIK sehingga tidak cukup sekedar bisa membuat presentasi slide powerpoint. Sedangkan persoalan untuk kelas atau peserta didik yaitu bagaimana pemanfaatan teknologi informasi itu bisa meningkatkan prestasi pada mata pelajaran IPS dan menarik perhatian mereka sehingga suasana kegiatan belajar mengajar tidak bosan.

Model pemecahan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu melalui variasi dalam pembelajaran. Variasi termasuk kolaborasi, dalam PTK ini mencoba mengkaitkannya dengan lembar kerja peserta didik (LKS) dengan audio visual untuk memancing kreativitas peserta didik dalam mencari dan

menemukan ide, pertanyaan atau jawaban melalui pengamatan media. Kolaborasi dari keduanya diharapkan menarik, karena jika peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran, atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi sehingga tidak memperhatikan, maka audio visual “mengarahkan perhatian” mereka. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar. Bahkan sebagai apresiasi, nilai tambah dari kolaborasi keduanya apabila “dibuat sendiri” oleh guru yang bersangkutan sehingga kecuali “menarik perhatian” peserta didik dalam pembelajaran tetapi juga sebagai media “pemberian contoh” dari bentuk sebuah kreativitas yang memiliki nilai prestasi belajar tidak saja berarti pengetahuan semata tetapi juga memiliki makna yang lebih luas.

Istilah “prestasi” sendiri berasal dari bahasa Belanda, prestatie. Dalam pengertian umum dapat dimaknai sebagai hasil yang dicapai dari usaha yang telah dikerjakan atau dilakukan. Sementara belajar adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar atau disengaja untuk mendapatkan sejumlah kesan dan bahan yang telah dipelajarinya (Anisah Basleman & Syamsu Mappa, 2011:2). Dengan demikian dua kata itu bila digabungkan (prestasi belajar) dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh sejumlah kesan atau bahan dari yang dialaminya.

Mata pelajaran IPS merupakan paduan dari pelajaran geografi, ekonomi, dan sejarah. Pada kurikulum KTSP diajarkan

Page 75: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

175

secara terpisah masing-masing diajar dengan guru yang berbeda (3 x 2 JP= 6 JP). Dalam kurikulum 2013 diringkas menjadi 4 JP diajar oleh satu guru yang sama, kesemuanya diajarkan secara terintegrasi dengan ciri pembelajaran terpadunya menggunakan geografi sebagai platform kajian, dengan pertimbangan semua kejadian dan kegiatan terikat dengan lokasi, tujuannya yaitu menekankan pentingnya konektivitas ruang dalam memperkokoh NKRI (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2013:77).

Kolaborasi secara umum dimaksudkan sebagai penggabungan atau kerjasama. Kolaborasi dalam pembelajaran yaitu bekerjasama atau penggabungan untuk tercapainya tujuan. Media audio visual sudah lazim diartikan sebagai alat peraga yang bersifat dapat didengar dan dilihat, yang memiliki keunggulan-keunggulan antara lain mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis dalam waktu yang singkat, dapat diulang-ulang (untuk menambah kejelasan informasi), mengatasi jarak dan waktu, serta mengembangkan imajinasi peserta didik (Lis Murtini, 2013). Sedangkan LKS adalah bahan ajar berupa lembaran berisi materi, ringkasan, petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik (Andi Prastowo, 2015:2014). Lembar kerja ini bermanfaat mempercepat pengajaran dan mempersingkat waktu penyajian materi pelajaran, memudahkan penyelesaian tugas perorangan, kelompok, atau klasikal karena tidak setiap peserta didik dapat memahami

persoalan itu pada keadaan bersamaan. Pentingnya penelitian dari

rumusan paparan di atas yaitu, pertama, untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran IPS melalui pemanfaatan teknologi dan informasi (media audio visual) yang dikolaborasikan dengan lembar kerja peserta didik (LKS). Kedua, menghindari suasana monoton dan bosan peserta didik terhadap model pembelajaran tertentu, serta menumbuhkan kreativitas untuk berfikir kreatif dan inovatif melalui aktivitas “mengamati” informasi atau pesan media pembelajaran yang lebih hidup (tidak sekedar gambar mati) dengan berbagai variasi, sehingga kecuali digiring tidak sekedar mengetahui tetapi sekaligus juga “menghayati”. Ketiga, pemberian contoh tidak langsung dari sebuah bentuk kreativitas untuk menarik perhatian peserta didik dalam pembelajaran (misalnya media dibuat sendiri oleh guru dan dipublikasikan di media massa atau internet sehingga bisa diakses untuk kepentingan pendidikan).

Metode PenelitianPenelitian yang dipilih yaitu

penelitian tindakan dengan dua siklus. Setiap siklus meliputi planning (perencanaan), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi) yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul DIY pada minggu ketiga bulan April sampai dengan minggu keempat bulan Juli 2015 pada peserta didik kelas VII A tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah 32 orang, yang terdiri dari 13 laki-laki dan 19 perempuan.

Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar

Page 76: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

176

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Perencanaan (planning) diawali penyusunan RPP dengan tema “Keragaman Sosial-Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia” berdasarkan langkah-langkah penerapan model pembelajaran kolaborasi media audio visual dengan lembar kerja peserta didik melalui kerja kelompok sesuai urutan pembelajaran saintifik. Kedua, membuat media audio visual dengan LKS sesuai tema bahasan. Media pembelajaran yang dibuat (12 video) juga dipublikasikan di Youtube dengan harapan bisa diakses untuk kepentingan pendidikan. Ketiga, menyiapkan instrumen untuk pengumpulan data berupa rubrik pengamatan dan penilaian.

Action (pelaksanaan) penekanan dalam tema ini diawali dengan mengamati tayangan media audio visual, “Keragaman Sosial Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia” dan menanyakan tentang pengamatannya itu. Peserta didik menanyakan atau mempertanyakan tentang keragaman budaya antar daerah. Pada saat yang sama guru mempertajam mengarahkan pada pertanyaan-pertanyaan ke pencapaian kompetensi dasar. Dari data media audio visual yang diamati sebagai bahan untuk pertanyaan ditambah data lain dari buku teks pegangan peserta didik tentang keragaman sosial-budaya, kemudian menelaahnya, melakukan curah pendapat untuk menganalisis bersama kelompoknya. Tema “Keragaman Sosial-Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia” dikerjakan melalui lembar kerja proyek sesuai pertanyaan lembar kerja

(LKS), kemudian pada minggu berikutnya menganalisis dan mendiskusikan sebab-sebab terjadinya perbedaan atau keragaman itu, atau permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengannya.

Hasil informasi atau data penelusuran masing-masing kelompok diujikan dalam bentuk tes melalui video di layar LCD. Misalnya tugas pertama yang diujikan adalah keragaman budaya lagu-lagu daerah nusantara. Ada 15 pertanyaan yang harus dijawab terdiri dari judul lagu dan daerah asalnya. Contoh media audio visual keragaman lagu daerah yang diujikan dengan bait-bait syair yang “tidak lengkap” dinyanyikan oleh seorang penyanyi cilik di layar LCD:

Yarabe soren doreriAra fabye aswa rakwarWullenso baninema bakipaseAra fabye aswarakwarAra fabye aswarakwar

Bait-bait di atas adalah pertanyaan, dan bila peserta didik dalam kelompok menjawabnya dengan benar maka akan dijawab dengan lagu Apuse Kokon Dao dari Papua. Hal demikian juga dibuat sama pada 14 lagu daerah lainnya yang sengaja dikemas sedemikian rupa oleh peneliti dengan “memotong bagian-bagian tertentu” pada syair lagunya.

Adapun observasi (observation) yaitu kegiatan mengamati meliputi aktivitas peserta didik dalam pembelajaran dari aspek sikap, pengetahuan dan keterampilannya. Sementara reflection (refleksi) dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan dan tindakan

Page 77: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

177

baik yang bersifat positif maupun negatif. Pelaksanaan refleksi berupa diskusi antara observer dan peneliti. Dalam refleksi ini dilakukan dengan mengumpulkan serta mengidentifikasi data yang diperoleh peneliti.

Sumber-sumber data pada penelitian berupa data kognitif kemampuan pengetahuan peserta didik melalui tes. Selain itu, data kognitif juga diambil dari data nontes melalui lembar observasi yang dilakukan observer atas penilaiannya terhadap peserta didik dalam aktvitas mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan hasil simpulannya. Data afektif, berupa data sikap meliputi sikap spiritual dan sosial (kerjasama, disiplin, dan tanggung jawab) peserta didik. Data psikomotorik, berupa data keterampilan dalam presentasi, berargumentasi, mengemukakan pendapat, dan berkontribusi. Cara pengambilan data melalui tes dan non tes. Pengumpulan data dengan tes untuk mengukur pengetahuan peserta didik berupa penilaian kognitif dari hasil kerja kelompoknya. Penilaian terutama melihat penguasaan materi sesuai materi kelompok dalam lembar kerja yang diujikan dalam bentuk tayangan media audio visual sesuai tagihan lembar kerja peserta didik (LKS). Sementara pengambilan data nontes diambil melalui observasi peserta didik dengan menggunakan lembar berbentuk chek list yang diisi oleh observer. Data ini menyesuaikan penilaian kurikulum 2013 dengan melihat aspek sikap, pengetahuan,

dan keterampilan peserta didik selama melaksanakan kegiatan pembelajaran. Analisis data penelitian dilakukan melalui data prestasi peserta didik dan data pelaksanaan pembelajaran. Data prestasi peserta didik dalam kelompok kerja IPS dinyatakan tuntas belajar apabila mendapat nilai 75 sesuai dengan KKM yang telah ditentukan. Data pelaksanaan pembelajaran berupa observasi menggunakan skala penilaian dengan rentang nilai dalam bentuk chek list selama mengikuti pembelajaran IPS dari angka 4, 3, 2, 1 untuk aktivitas peserta didik yang berarti angka 1 = sangat tidak baik; 2 = tidak baik; 3 = baik; 4 = sangat baik, dengan cara memberi tanda centang ( ü ) pada kolom skala nilai.

Hasil dan PembahasanSMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul

D.I.Yogyakarta pada masa-masa transisi dari kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013 terutama kaitannya teknologi informasi komunikasi pemanfaatan media menjadi “wajib dikuasai dan digunakan” dalam pembelajaran. Pengadaan dan penguasaan LCD bagi kelas VII yang sudah diharuskan Kurikulum 2013 merupakan prioritas, atau menjadi keharusan. Tujuannya untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) sehingga prestasi belajar peserta didik lebih optimal. Di sinilah tantangan bagi guru-guru IPS tidak statis berkutat pada pola pengajaran yang sudah ada, tetapi dituntut untuk lebih dinamis menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi.

Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar

Page 78: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

178

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Pendekatan pengajarannya menggunakan pembelajaran saintifik, terdiri atas aktivitas mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Untuk memperkaya khazanah metode pembelajaran atau mengantisipasi kemungkinan kejenuhan maka diperlukan variasi yang bisa memancing perhatian peserta didik. Fungsinya juga diarahkan sesuai tujuan, misalnya agar lebih kreatif dalam mencari dan menemukan ide, pertanyaan atau jawaban.

Variasi dalam PTK ini mengkolaborasikan media audio visual dengan lembar kerja peserta didik (LKS) melalui aktivitas mengamati yang tidak hanya “sekedar tahu” tetapi sekaligus memahami dan menghayati, terlihat peserta didik juga lebih antusias dan kelihatan senang. Antusiasme dan ketertarikan peserta didik ini penting, sebab jika tidak tertarik dengan materi pelajaran hasilnya

juga kurang optimal, maka variasi dengan media audio visual bertujuan menggiring perhatian mereka sehingga untuk mengingat dan memperoleh kesan dari isi pelajaran semakin besar untuk bisa diharapkan. Hal ini bisa dibaca pada peningkatan hasil nilai dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II pada Tabel 1.

Data Tabel 1 dapat diuraikan nilai rerata kondisi awal yaitu 50,25 dari semua kelompok dalam pengujian tugas proyek belum ada yang mencapai KKM (0 %). Pada siklus I rerata nilai menjadi 68,87. Apabila dihitung jumlah kelompok yang belum KKM berjumlah 7 dan hanya 1 kelompok yang sudah tercapai atau mengalami peningkatan 12,5 %. Pada siklus II bergeser mengalami peningkatan 100 % dengan nilai rerata menjadi 84,12. Dengan demikian hasil pengujian hipotesis: kolaborasi media audio visual dengan LKS dapat meningkatkan

Page 79: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

179

prestasi belajar pada mata pelajaran IPS. Hal demikian disebabkan melalui media, proses pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan. Dengan menggunakan media berteknologi seperti halnya materi lembar kerja peserta didik (LKS) yang diterjemahkan melalui tayangan audio visual amat membantu peserta didik dalam belajar. Hal penting lainnya pemanfaatan media audio visual ini juga membantu “memperjelas pesan” pembelajaran. Informasi tertulis pada lembar kerja (LKS) atau metode ceramah yang disampaikan secara lisan terkadang tidak dipahami sepenuhnya oleh peserta didik, terlebih

apabila guru waktunya kurang cukup dalam menjelaskan materi pelajaran, maka media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Kolaborasi media ini mampu menimbulkan rasa senang selama pembelajaran berlangsung, memberikan hubungan antara isi materi dengan dunia nyata dan interaksi lebih langsung antara peserta didik dengan sumber belajar sehingga menimbulkan gairah belajar. Sebaliknya pengetahuan peserta didik akan semakin abstrak apabila pesan disampaikan melalui verbal semata yang tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol, hanya mengetahui tentang kata tanpa memahami

Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar

Page 80: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

180

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

dan mengerti makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa menimbulkan kesalahan persepsi. Oleh sebab itu, kolaborasi media audio visual dengan materi pada lembar kerja peserta didik (LKS) memiliki pengalaman yang lebih kongkrit, pesan yang ingin disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan.

Pembahasan hasil nontes melalui observasi terhadap peserta didik dilihat dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, ada beberapa instrumen yang kosong atau belum ada nilainya, hal demikian bisa dipahami karena sesuai perencanaan pembelajaran (RPP) bahwa nilai aspek keterampilan (kemampuan presentasi, berargumentasi, mengemukakan pendapat, dan berkontribusi) baru akan diujikan pada putaran berikutnya pada siklus II.

Sebaliknya pada siklus 2 aktivitas mengumpulkan data dan mengasosiasi pada lembar observasi tidak terlihat, hal demikian juga dimengerti sesuai urutan pembelajaran sudah dilaksanakan pada tahapan sebelumnya. Dengan kata lain pada putaran sesudahnya tinggal mengkomunikasikan laporan hasil dari kesimpulan asosiasi atau analisisnya melalui keterampilan presentasi di depan teman-teman kelompok yang lain.

Pembahasan observasi peserta didik dari aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diamati observer menunjukkan banyak nilai tambah daripada putaran sebelumnya. Pada instrumen mengamati dari aspek pengetahuan terbukti

menarik perhatian mereka. Bahkan dalam aktivitas mengamati sudah ditunjukkan sejak siklus I perhatiannya sangat fokus pada pesan yang disampaikan media. Nilai tambah lain ternyata juga merangsang imajinasi dalam bertanya (menanya) dan mengembangkan pendapat. Apalagi kalau audio visual itu dibuat dengan menarik dan mengena akan lebih menarik perhatian mereka untuk mengetahui atau bertanya lebih jauh. Dalam tema, “Keragaman Sosial Budaya” misalnya, dengan menampilkan berbagai macam suku bangsa (Minang, Jawa, Madura, Sunda, Betawi, Makasar, Melayu, Menado, Batak, Bali, Flores, Ambon, dan Papua) cukup membuat peserta didik terkesan. Dialek mereka dengan ciri khas masing-masing, kecuali dikesankan lucu (seperti ngapak-ngapak Tegal atau Cilacap, logat Madura, Ambon, Flores, dan Jawa yang ngglalur memanjang) tetapi juga menunjukkan menambah kekayaan suku bangsa yang beragam banyaknya.

Kajian refleksi siklus II secara umum lebih baik dari pada siklus sebelumnya. Kekurangan-kekurangan pada siklus I seperti saran observer agar peserta didik dalam pencarian sumber belajar tidak hanya mengandalkan visualisasi gambar atau foto tetapi diperbaiki dengan ditambah mencari dan mengamati video atau rekaman yang berkait dengan materi. Misalnya dengan mencari ada dibanyak media elektronik seperti internet, kenyataanya juga meningkatkan pemahaman peserta didik sehingga dalam pengujian tes audio visual cukup membantu. Dari data-data

Page 81: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

181

yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa hasil mengkomunikasikan tugas proyeknya setelah diujikan dengan menggunakan media audio visual yang dibuat sendiri oleh guru, nilai peserta didik dalam kelompok tugas dengan rerata nilai mengalami penambahan yang signifikan dari 68,87 pada siklus I menjadi 84,12 pada siklus II sehingga sudah dapat dikatakan tuntas dari nilai KKM yang ditentukan 75.

Kajian refleksi melalui pengamatan nontes, instrumen-instrumen aspek sikap dan pengetahuan beberapa hal juga patut dicatat mendapat kemajuan dari pada siklus sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2. Kekurangan-kekurangan pada siklus I seperti dijumpainya dua peserta didik yang tampak pasif kemudian diakhir pembelajaran dihimbau agar semua berpartisipasi dalam kerjasama kelompok, tidak menggantungkan temannya yang dianggap lebih pandai. Hal tersebut teratasi pada siklus II sehingga semuanya nampak memberikan kontribusi pada kelompoknya. Demikian juga aktivitas bertanya juga memperlihatkan suasana lebih hidup daripada putaran sebelumnya. Bila dilihat respon dari roman muka peserta didik dalam memahami informasi melalui media, tidak hanya mengetahui tetapi sekaligus juga menghayati. Jika pada soal-soal tes pada umumnya diujikan aspek pengetahuan semata-mata, misalnya karena hasil membaca atau menghapal, bahwa lagu daerah Apuse Kokon Dao itu berasal dari Papua, Tari Saman berasal dari Aceh, atau pertunjukkan rakyat wayang kulit berasal dari Jawa Tengah atau D.I.Yogyakarta, tetapi

pengujian tes melalui media audio visual ini tidak hanya sekedar tahu karena membaca atau menghafal, bahkan melalui “visualisasi peristiwa yang terjadi” sehingga dibawa atau diajak untuk merasakan atau menghayatinya. Di sinilah nilai-nilai kognitif itu juga terintegrasi dengan aspek afektifnya.

Kesimpulan Hasil penelitian dan pembahasan

dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat disimpulkan yaitu pertama, kolaborasi LKS dengan media audio visual yaitu memadukan lembar kerja peserta didik dengan tayangan audio visual untuk membantu memahami informasi sesuai materi tugas dalam lembar kerja. Tayangan media dibuat sesuai tema bahasaan, kecuali merupakan bagian penting aktivitas “mengamati” dalam Kurikulum 2013 tetapi juga bisa dibuat atau diarahkan memancing pertanyaan (aktivitas menanya) serta menciptakan suasana yang kondusif sehingga peserta didik merasa senang dan tidak bosan. Kedua, kolaborasi media audio visual dengan LKS meningkatkan prestasi belajar pada pembelajaran IPS kelas VII SMP Negeri 1 Paliyan khususnya tema, “Keragaman Sosial Budaya sebagai Hasil Dinamika Interaksi Manusia”. Ketiga, kolaborasi keduanya dapat mengurangi kobosanan dari model pembelajaran tertentu, terbukti sangat menarik minat peserta didik kelas VII di SMP Negeri 1 Paliyan terlihat dari respon yang cukup antusias dan menyenangkan.

Haryanto - Meningkatkan Prestasi Belajar

Page 82: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

182

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Daftar Rujukan

Basaleman, Anisah dan Mappa, Syamsu. 2011. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 SMP Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Kemendikbud.

___________________. 2014. Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/Mts Kelas VII. Jakarta: Kemendikbud.

Murtini, Lis. 2013. Media Audio Visual dan Multimedia. https:// lismurtini270992.wordpress. com/2013/06/18/media-audio-visual-dan-multimedia/, diakses tanggal 22 November 2014.

Prastowo, Andi. 2015. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.

Page 83: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

183

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKnMELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE JIGSAW

SumiyadiSD Piyungan, Bantul

Email: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar PPKn melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas VI C, SD Piyungan, semester 1 tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian dilaksanakan di SD Piyungan, UPT PPD Kecamatan Piyungan, Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan/tindakan, observasi, dan refleksi yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian siswa kelas VI C SD Piyungan berjumlah 28 orang. Tindakan dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar. Data dianalisis dengan teknik deskriptif dan kuantitatif. Hasil belajar siswa menunjukkan adanya peningkatan dengan dibuktikan data pencapaian nilai di atas KKM. Siklus I sebesar 43% nilai di atas KKM, siklus II meningkat menjadi 98%. Data ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata Kunci: hasil belajar, pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Pendahuluan

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di sekolah dasar sebagian besar merupakan ingatan ataupun hapalan fakta dan konsep. Siswa memperoleh hasil yang baik tentunya didukung oleh daya ingat tentang fakta. Daya ingat muncul apabila siswa giat belajar. Siswa senang belajar apabila memiliki minat yang timbul dalam dirinya. Dorongan dalam individu inilah yang dapat meningkatkan hasil belajar. Minat belajar rendah akan menimbulkan keengganan belajar. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk membangkitkan minat belajar,

menggunaan berbagai sumber belajar, variasi metode, media serta menerapkan inovasi pembelajaran. Fenomena yang muncul saat ini yaitu kegiatan belajar siswa belum sesuai dengan harapan, suasana belajar kurang kondusif, siswa belum sepenuhnya memiliki minat dan motivasi belajar.

Mulyasa dalam Suyadi (2013:74-76) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 peserta didik secara heterogen, dan bekerja sama saling menguntungkan positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan

Page 84: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

184

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

bagian materi pelajaran yang harus dipelajari, serta menyampaikan materi kepada anggota kelompok yang lain. Model kooperatif tipe Jigsaw diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan terkait dengan rendahnya hasil belajar.

Udin S. Winata Putra (2014:123) menyatakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Wahyu Widodo, dkk (2015:53) Pendidikan Kewarganegaraan adalah bentuk identitas yang memungkinkan individu-individu merasakan makna kepemilikan, hak, dan kewajiban sosial dalam komunikasi politik (negara). Pendidikan Kewarganegaraan berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara. Siswa diberikan materi pembelajaran tentang pelaksanaan kewajiban sebagai siswa, anggota keluarga, anggota masyarakat, serta warga negara. Siswa diberi pemahaman bahwa pelaksanaan kewajiban harus diutamakan sebelum menuntut hak. Muhammad Junaidi (2013:vi) menyatakan Pendidikan Kewarganegaraan adalah bentuk penggemblengan individu-individu agar mendukung dan memperkokoh komunitas politiknya sepanjang komunitas politik itu merupakan hasil kesepakatan. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang memberikan pemahaman

tentang politik suatu negara. Warga negara melaksanakan kewajiban maupun hak politik yang sudah diatur sesuai hasil kesepakatan agar kehidupan berlangsung tertib, aman, dan lancar.

Menurut Nurhadi dalam Muhammad Thobroni & Arif Mustofa (2011:287) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif merupakan belajar bersama dalam kelompok yang anggotanya saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Anggota kelompok saling menghargai pendapat sehingga terjalin kerja sama yang positif. M Hosnan (2014:235) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif badalah suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk belajar bersama dalam kelompok, saling membantu agar anggota kelompoknya dapat menguasai materi pelajaran. Menurut Sutirman (2013:29) pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran kooperatif

Page 85: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

185

di atas, dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai dengan enam siswa, saling bekerja sama dan bertanggung jawab atas pemahaman semua anggota.

Abdul Majid (2013:182) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan kerja sama dalam belajar berbentuk kelompok yang beranggotakan antara empat sampai enam orang. Lie dalam Abdul Majid (2013:182) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif model Jigsaw merupakan belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen, dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Beberapa pendapat tentang pembelajaran kooperatif di atas dapat memberi pemahaman bahwa bahwa pembelajaran koperatif tipe Jigsaw adalah pembelajaran dalam kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa dan setiap siswa bertanggung jawab terhadap pemahaman dirinya dan anggota lain dalam kelompok yang bersangkutan.

Menurut Doni Juni Priansa (2015:66) prestasi belajar adalah perubahan perilaku individu. Perubahan perilaku bersifat permanen atau tetap. Perubahan tingkah laku tersebut terjadi dari semula belum tahu

menjadi tahu. Perubahan perilaku terjadi secara sadar dan disengaja, bukan karena kebetulan. Berdasarkan definisi mengenai prestasi belajar di atas, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi adalah penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classrom action research). Desain penelitian dan prosedur menggunakan model Kemmis & Mc. Taggart dalam (IG.A.K Wardani, dkk, 2014:21). Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, seiap siklus dilakukan dengan 2 kali tatap muka mengunakan empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan/tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian yaitu siswa kelas VI C, SD Piyungan, sebanyak 28 siswa yang terdiri dari 13 laki-laki, dan 15 perempuan. Penelitian dilaksanaan di SD Piyungan, Piyungan, Kabupaten Bantul. Waktu penelitian bulan Agustus sampai dengan November 2016 pada semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.

Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data mencakup tentang rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, hasil pengamatan, serta hasil belajar siswa. Data kuantitatif berupa hasil tes siklus pertama dan kedua, sedangkan data kualitatif berupa deskriptif PPKn

Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar

Page 86: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

186

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti maupun kolaborator. Keberhasilan penelitian ditandai dengan peningkatan nilai rata-rata. Kenaikan nilai diperoleh setelah diadakan tindakan perbaikan dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran PPKn, dibedakan antara nilai rata-rata sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Untuk mempermudah dalam rangka mendapatkan data maka dibantu oleh teman sejawat.

Teknik analisis data menggunakan deskriptif Model Miles dan Huberman Data Reduction (Reduksi Data). Data dirangkum, dipilih data pokok, difokuskan pada informasi yang penting, kemudian dicari tema dan pola hubungan. Data hasil reduksi (rangkuman) memberikan gambaran jelas sehingga mempermudah dalam pengumpulan data berikutnya. Data yang diperoleh selanjutnya dipisah untuk dianalisis. Langkah selanjutnya yaitu penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori maupun flowchart. Data dalam bentuk penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif, grafik, matriks, dan network (jejaring kerja). Selanjutnya dilakukan penyederhanaan informasi agar mudah dalam penyajian serta pemaparan yang dapat membantu dalam menyimpulkan data. Selanjutnya dilakukan Conclusoin Drawing (Verification) atau penarikan kesimpulan dan verifikasi yang merupakan langkah terakhir. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dapat berubah jika tidak ditemukan bukti kuat yang mendukung pada pengumpulan

data berikutnya. Namun apabila kesimpulan telah didukung oleh bukti yang valid dan konsisten, maka menjadi kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).

Keberhasilan penelitian tentang hasil belajar siswa ditandai dengan peningkatan nilai rata-rata. Keberhasilan dalam proses pembelajaran disebabkan oleh keaktifan siswa dan adanya suasana belajar yang kondusif. Pembelajaran yang efektif menjadi indikator keberhasilan penelitian. Kenaikan nilai rata-rata diperoleh setelah diadakannya tindakan perbaikan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran PPKn. Tingkat keberhasilan diketahui dengan cara membedakan antara nilai rata-rata sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Kriteria keberhasilan dinyatakan jika subjek penelitian memperoleh nilai rata-rata minimal sama dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 sebanyak 75%. Siswa yang belum mencapai nilai KKM diberikan tugas mandiri.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Observasi prasiklus dilakukan sebelum diadakannya penelitian tindakan kelas. Observasi dan pengkajian dilakukan terkait dengan proses pembelajaran yang dilakukan pada guru model. Hasil yang diperoleh prasiklus menunjukkan bahwa hasil siswa dalam pembelajaran muatan pelajaran PPKn masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan KKM. Nilai hasil belajar prasiklus pada muatan pelajaran PPKn sebagian besar berada di bawah KKM (75), yaitu sebanyak 21 dari 28 siswa.

Page 87: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

187

Rendahnya hasil belajar siswa menjadi alasan untuk melakukan langkah perbaikan proses pembelajaran dengan melalui penelitian tindakan kelas (PTK) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran PPKn dengan persatuan dalam perbedaan.

Deskripsi Penelitian Siklus I

Pada siklus I ini dilakukan tindakan perbaikan melalui penelitian tindakan kelas berdasarkan dengan rekomendasi hasil prasiklus bersama teman sejawat. Adapun hasil penelitian pada siklus 1 yang direncanakan pelaksanaannya melalui pertemuan 1 dan 2 dapat dilihat dalam Tabel 1.

Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar

Page 88: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

188

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

Observasi guru model Siklus I ditampilakan dalam Gambar 1.Hasil observasi kegiatan belajar mengajar terhadap guru model, pada siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2 untuk 7 aspek yang dinilai kaitannya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diperoleh skor masih di bawah nilai rata-rata yang ditetapkan (75%) pada aspek menyampaikan tujuan. Oleh karena itu bersama dengan teman sejawat dilakukan diskusi untuk menentukan langkah perbaikan pembelajaran berdasarkan dengan hasil refleksi.

Hasil refleksi menunjukkan bahwa pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat berlangsung lebih efektif, maka secara keseluruhan aspek pengamatan terhadap guru model perlu untuk ditindaklanjuti. Tindakan perbaikan dilakukan pada seluruh aspek pengamatan. Langkah selanjutnya yang ditempuh dengan melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya (siklus II). Langkah perbaikan pembelajaran yang dilakukan diharapkan

dapat berpengaruh secara langsung terhadap hasil belajar siswa yaitu PPKn materi persatuan dalam perbedaan. Adapun hasil perbaikan pada siklus Im menunjukkan bahwa hasil nilai rata-rata siswa masih kurang memuaskan walaupun terdapat peningkatan pada pertemuan 1 dan 2. Peningkatan hasil belajar siswa belum signifikan. Untuk mengetahui hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan data pada Tabel 2, hasil belajar siswa siklus I menunjukkan bahwa rata-rata jumlah siswa sebanyak 16 dari 28 yang mengikuti evaluasi memperoleh nilai di bawah KKM (75), sebanyak 12 siswa memperoleh nilai di atas KKM. Siswa masih banyak yang memperoleh nilai di bawah KKM dijadikan sebagai alasan untuk melakukan tindakan siklus selanjutnya (siklus II).

Refleksi dilakukan antara guru model dengan kolaborator. Adapun hasilnya sebagai berikut: pertama, kegiatan menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa yang dilakukan oleh guru model

Page 89: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

189

berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh teman sejawat dengan menggunakan instrumen hasil yang diperoleh dinyatakan masih kurang jelas, siswa belum termotivasi dalam belajar sehingga perlu perbaikan; kedua, kegiatan menyajikan informasi oleh guru model di kelas dalam kegiatan pembelajaran belum sepenuhnya dipahami siswa sehingga dalam kegiatan pembelajaran siklus selanjutnya perlu diperbaiki; ketiga, kegiatan membentuk kelompok asal oleh guru model masih kurang efektif sehingga perlu ditingkatkan lagi; keempat, kegiatan membentuk kelompok ahli yang dilakukan oleh guru model masih belum berjalan dengan lancar sehingga masih perlu ditingkatkan dan diperbaiki pada siklus selanjutnya; kelima, kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru model kurang optimal. Indikator keberhasilan belum tercapai karena adanya kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga masih perlu ditingkatkan dan dilanjutkan pada siklus berikutnya.

Deskripsi Penelitian Siklus IIPenelitian pada siklus II dibantu

oleh teman sejawat. Pada siklus ini tindakan perbaikan dilakukan berdasarkan pada rekomendasi hasil penelitian pada siklus I. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan pada pelaksanaan siklus I. Hasil observasi pembelajaran guru model siklus II dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil refleksi pada siklus I belum menunjukkan hasil yang diharapkan sehingga perlu perbaikan pada siklus berikutnya. Perbaikan dilakukan pada aspek kejelasan penyampaian tujuan, kejelasan dalam menyampaikan informasi, mengefektifkan pembentukan kelompok asal maupun kelompok ahli, serta penyusunan evaluasi. Guru model dibantu oleh teman sejawat melakukan langkah perbaikan pembelajaran pada siklus II pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pada siklus II, tujuan disampaikan dengan jelas, informasi mudah dipahami siswa, pembentukan kelompok asal maupun kelompok ahli berlangsung efektif, dan penyusunan evaluasi sesuai dengan materi yang dipelajari. Dengan demikian secara keseluruhan dari ketujuh

Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar

Page 90: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

190

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

aspek yang diamati terhadap guru model menunjukkan peningkatan yang signifikan. Adapun hasilnya menunjukkan rata-rata 92% dengan kategori sangat baik. Peneliti sekaligus sebagai guru model melakukan perbaikan pada seluruh aspek pengamatan. Hasil yang diperoleh pada siklus II sudah tidak perlu lagi dilakukan langkah perbaikan sebagaimana pada siklus III. Oleh karena itu penelitian sudah dianggap cukup dan dapat diakhiri. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan teman sejawat yang berdampak pada hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan hasil sangat memuaskan dan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hasil belajar siswa siklus II pertemuan 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 4.

Data hasil belajar siklus II menunjukkan sebanyak 26 orang telah memperoleh nilai di atas KKM (75), dan hanya 2 orang yang memperoleh nilai di bawah KKM. Dari data tersebut diambil langkah untuk memberikan pembelajaran remidial kepada siswa yang masih memperoleh nilai di bawah KKM.

Refleksi terhadap guru model dilakukan oleh teman sejawat dengan

instrumen observasi yang terdiri dari 7 aspek yang diamati dan meliputi 21 indikator, yang menunjukkan hasil sangat memuaskan. Adapun hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan peningkatan yang signifikan sehingga penelitian dapat diakhiri dan tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya (siklus III).

Pembahasan

Hasil observasi kegiatan belajar mengajar terhadap guru model, pada siklus I pertemuan 1 dan pertemuan 2 terdiri dari 7 aspek dan 21 indikator yang diamati kaitannya dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diperoleh skor rata-rata yang ditetapkan yaitu 75%. Hasil pengamatan KBM terhadap guru model pada siklus I kurang efektif. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw perlu ditingkatkan. Keseluruhan aspek pengamatan terhadap guru model perlu untuk ditindaklanjuti pada siklus selanjutnya (siklus II). Adapun hasil yang diperoleh pada siklus II pertemuan 1 dan 2,

Page 91: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

191

terdapat peningkatan KBM yang dilakukan oleh guru model.

Refleksi pada siklus I terdapat peningkatan tetapi belum menunjukkan hasil yang signifikan sehingga dilakukan langkah perbaikan pembelajaran pada siklus II pertemuan 1 dan 2 dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran pada siklus II berlangsung lebih efektif. Oleh karena itu secara keseluruhan dari ketujuh aspek yang diamati terhadap guru model sudah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Adapun hasilnya menunjukkan rata-rata 92% dengan kategori sangat baik, sehingga tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Data hasil observasi pembelajaran disajikan dalam Tabel 5.

Hasil penelitian dari siklus I sampai dengan siklus II menggunakan 7 aspek yang dinilai dalam pengamatan menunjukkan kenaikan yang signifikan. Guru model telah memperbaiki berbagai aspek kekurangan

yang terjadi pada siklus I. Hasil observasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Grafik pada Gambar 1 memperlihatkan bahwa hasil pengamatan oleh kolaborator terhadap guru model menunjukkan keberhasilan. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan rata-rata aspek yang dinilai. Penelitian tindakan kelas ini dinyatakan berhasil, oleh sebab itu tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya. Data hasil belajar siswa dan persentase ketuntasan nilai siswa pada muatan pelajaran PPKn yang dicapai dari prasiklus, siklus I, dan II disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar mulai dari prasiklus, siklus I, dan siklus II. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari adanya data jumlah siswa yang mengalami kenaikan nilai di atas KKM antara prasiklus, siklus I, dan siklus II. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM prasiklus sebanyak 7 siswa, pada siklus I sebanyak 12 siswa, sedangkan siklus

Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar

Page 92: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

192

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

II sebanyak 26 siswa. Nilai di bawah KKM pada prasiklus sebanyak 21 siswa, siklus I turun menjadi 16 siswa, sedangkan siklus II menjadi 2 siswa.

Perolehan nilai di atas KKM jumlah siswanya semakin banyak di setiap siklusnya disebabkan oleh suasana belajar siswa yang kondusif. Siswa merasa senang dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Siswa antusias mengikuti diskusi dalam kelompok. Siswa aktif berinteraksi saling menjelaskan materi kepada teman setelah kembali ke kelompok asal. Kerjasama kelompok terjalin dalam menyampaikan maupun menanggapi

pendapat teman. Kegiatan diskusi berjalan lancar sehingga tugas yang diberikan guru dapat diselesaikan dengan baik. Peningkatan hasil belajar siswa juga disebabkan oleh efektifnya pembelajaran yang dilakukan oleh guru model. Berdasarkan hasil observasi kemampuan guru model mengalami peningkatan yang signifikan. Indikator keberhasilan sudah tercapai.

Simpulan Penelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis & Mc. Taggart. Pelaksanaan dua

Page 93: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

193

siklus dan setiap siklus dengan 2 kali tatap muka melalui empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan/ tindakan, pengamatan, dan refleksi. Hasil siklus I, setelah dikenai tindakan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Sebanyak 12 atau 43% dari 28 siswa dapat mencapai nilai di atas KKM. Siklus II, terjadi peningkatan hasil belajar siswa, sebanyak 26 atau 93% dari 28 siswa mencapai nilai di atas KKM. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang dilaksanakan dalam dua siklus, dengan setiap siklusnya dua kali tatap muka dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa. Pembelajaran berlangsung dalam suasana kondusif. Pembelajaran dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar.

Daftar Rujukan

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Junaidi, Muhammad. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Graha Rahayu.

Juni Priansa, Doni. 2015. Manajemen Peserta Didik dan Model Pembelajara. Bandung: Alfabeta.

Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sutirman. 2013. Media & Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Thoboroni, Muhammad; Mustofa, Arif. 2011. Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Arr-Ruzz-Media.

Wardani, IG. A.K, dkk. 2014. Pemantapan Kemampuan Profesional. Banten: Universitas Terbuka.

Widodo, Wahyu. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Andi Offset.

Winata Putra, Udin S. 2014. Pembelajaran PKn di SD. Pamulang: Universitas Terbuka.

Sumiyadi - Meningkatkan Hasil Belajar

Page 94: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

194

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SOPAN ANAK TUNALARAS MELALUI EMOTIONAL SPIRITUAL

QUOTIEN TRAINING

TunzinahSLB Marsudi Putra 1 BantulEmail: [email protected]

Abstrak: Penelitian dilakukan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan memperbaiki atau meningkatkan kemampuan berbicara sopan. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan penilaian unjuk kerja, observasi, wawancara, dan tes unjuk kerja. Dengan instrument yang disusun sendiri oleh peneliti sendiri. Hasil unjuk kerja pra-siklus kemampuan berbicara dengan sopan, diketahui bahwa kompetensi yang harus dikuasai, mencapai rata-rata mencapai 40,63%, dengan kriteria ketuntasan minimalnya yaitu 70%. Dengan menggunakan pendekatan ESQ Training diperoleh peningkatan kemampuan berbicara dengan sopan pada siklus I sebesar 15,62 %, yaitu menunjukan perilaku belajar yang lebih siap, ada motivasi dan mulai ada inisiatif untuk merubah kemampuan berbicaranya, namun masih mengalami kesalahan dan kesulitan dalam mengucapkan ucapan-ucapan dzikir, berdoa dengan tenang dan menjawab salam dengan benar. Pada siklus II, skor meningkat rata-rata sebesar 21,87%, dan telah melampaui KKM 70%, yaitu menunjukan perilaku belajar yang lebih siap, ada motivasi yang lebih kuat untuk berbicara dengan sopan dan mulai banyak inisiatif untuk merubah kemampuan berbicaranya, sedikit mengalami kesalahan dan kesulitan dalam mengucapkan ucapan-ucapan dzikir, berdoa dengan lebih tenang dan menjawab salam dengan benar.

Kata kunci: kemampuan berbicara, ESQ Training, anak tunalaras

PendahuluanAnak tunalaras pada kesehariannya

tampak lebih sering melakukan penyimpangan perilaku dibanding dengan anak-anak pada umumnya. Anak tunalaras ini cenderung mengabaikan peraturan, ketika berbicara dan bertindak menurut kemauannya sendiri, sehingga berakibat anak dijauhi teman-temannya dan dikucilkan oleh masyarakat. Anak tidak memahami nilai-nilai positif dalam berbicara dengan sopan, bahkan anak merasa puas jika membiasakan berbicara dengan kasar,

jorok dan menyakitkan orang-orang yang mendengarnya. Suparno (2006:96) mendefinisikan anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya.

Kesalahan, ketidaktahuan bahkan kesengajaan anak tidak dapat bertata krama dalam berbicara merupakan salah satu penyimpangan tingkah laku anak, khususnya dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Oleh

Page 95: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

195

karena itu, sangat perlu anak mendapat perhatian dan pemecahan masalahnya dengan lebih terencana, terarah, terlaksana dan terevaluasi.

Peranan guru dalam kewajibannya mendidik anak dituntut untuk mewujudkan anak yang utuh, berkembang intelektual dan sekaligus emosi, sosial dan spiritualnya. Guru memiliki waktu yang strategis dan memadahi untuk menanamkan tata krama berbicara pada anak pada saat guru mengajar di kelas maupun di luar kelas. Sesungguhnya guru sudah sering menegur, mengingatkan bahkan memberi hukuman ketika anak berbicara dengan tidak sopan, namun masih saja belum bisa menghilangkan kebiasaan buruknya. Layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus selalu disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Layanan secara umum akan mencakup: (1) layanan medis dan fisiologis; (2) layanan sosial-psikologis; dan (3) layanan pedagogis/pendidikan. Beberapa jenis layanan tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing, dan dilakukan berdasarkan kebutuhan anak (Suparno dan Edy Purwanto, 2006:50).

Program pembelajaran Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial yang telah dilakukan di SLB E Prayuwana Yogyakarta mencakup: pengembangan aspek merawat diri, mengurus diri, menolong diri, berkomunikasi, bersosialisasi, dan okupasi pada anak. Hal tersebut hakikatnya mencakup pelayanan kompensatoris untuk pembentukan perilaku anak yang wajar

dan adaptif dengan lingkungan. Namun program tersebut masih bersifat teks book dan teoritis, belum kontekstual dengan kondisi masalah yang sedang dialami anak, belum memuat langkah-langkah yang menarik dan dapat memecahkan masalah sosial anak. Pelaksanaan program khusus masih banyak dilakukan dengan ceramah, mencatat dan mengerjakan soal-soal tes, sehingga dipastikan perilaku anak tidak akan mengalami perbaikan, justru anak terlihat tetap saja melakukan perilaku yang menyimpang. Hal ini sering terlihat dari kurangnya antusias anak waktu belajar, bahkan menganggap pelajaran program khusus bina pribadi dan sosial itu tidak penting, seperti mata pelajaran matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia atau Pendidikan Kewarganegaraan.

Berdasarkan hasil assesment unjuk kerja kemampuan berbicara sopan siswa SLB E Prayuwana Yogyakarta, yang dilakukan pada semester I Tahun 2013/2014 diketahui bahwa skor penilaian siswa Nr sebesar 37,50 % dan siswa Rg sebesar 43,75 % dari kompetensi yang harus dikuasai, dengan rata-ratanya mencapai 40,63 %, sedangkan kriteria ketuntasaaaan minimal yaitu 70 %. Dari hasil pengamatan memang anak masih acuh tak acuh dan tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara sopan pada anak dalam pembelajaran masih rendah, dikarenakan pendekatan pembelajaran yang kurang tepat, sehingga diperlukan upaya mengatasi masalah pembelajaran tersebut,

Tunzinah Peningkatan Kemampuan Berbicara

Page 96: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

196

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

mengingat siswa tunalaras kelas V SLB E Prayuwana Yogyakarta setiap hari harus bergaul dengan banyak orang, beradaptasi dengan lingkungan dimanapun mereka berada. Pembelajaran akan menerapkan cara yang lebih tepat dengan menekankan pada pendekatan religius dan ketuhanan. Ketika guru mengajarkan bidang studi akademik / mata pelajaran umum dan program khusus, sekaligus dapat menerapkan konsep ESQ Training membimbing anak untuk selalu berbicara sopan. Ketika selesai belajar diharapkan anak menguasai mata pelajaran sekaligus terampil berbicara sopan. Anak tidak lagi mengucapkan kata-kata kasar, kata-kata penghinaan, kata-kata hujatan, dan kata-kata kotor (saru). Secara spiritual anak juga dapat mewujudkan kebiasaan berbicara yang mengandung nilai keagungan Allah, doa, berpahala, dan pengampunan. Apabila anak sudah terampil berbicara dengan penuh tata krama, maka akan terpancar citra diri yang positif, yang akan selalu melekat pada setiap anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan teman, guru, orang tua dan masyarakat pada umumnya.

Tindakan yang dipilih untuk mengatasi masalah pembelajaran dalam penelitian ini berupa pendekatan Emotional and Spiritual Quotion (ESQ) Training. ESQ Training merupakan serangkaian kegiatan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama dan ketuhanan, khususnya agama Islam. Ajaran kebaikan dan kebenaran dari Allah SWT, dari nabi utusan Allah dan dari ayat-ayat Alquran. Basuki Abdurahman (2003:1) menyebutkan bahwa “ ESQ (Emosional

Spiritual Quotion ) Training adalah sebuah metode dan upaya untuk mencerdaskan ketiga potensi yang dimiliki manusia yaitu inteligensi quotion, emotional quotion dan spiritual quotion guna terciptanya manusia paripurna yang diridloi Allah SWT, sehingga manusia dalam kefitrahannya”. Tingkah laku dan tutur kata dari seseorang bila ditinjau dari aturan tertentu serta sudut pandangnya terbagi atas benar dan salah, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, boleh dan tidak boleh bahkan berpahala atau berdosa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984:4), menjelaskan bahwa “Tata berarti adat, aturan, norma, krama berarti sopan-santun, bahasa yang taklim, kelakuan dan tindakan. Jadi tata krama adalah adat sopan-santun, kebiasaan sopan-santun atau tata sopan-santun”.

Pengertian tata krama berbicara juga dijelaskan dalam GBPP yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984:28), menjelaskan bahwa:

“Waktu berbicara hendaklah tenang, halus dan sopan. Gerakan tangan hendaknya tidak terlalu banyak dan tidak menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuk kepada lawan bicara. Tidak memilih topik pembicaraan yang dapat menyinggung perasaan orang lain, supaya menghindarkan kata-kata kotor, dan tidak perlu menanyakan sesuatu yang dapat memalukan orang lain”.

Dapat disimpulkan bahwa berbicara sopan adalah berbicara dengan penuh tata krama dan terjadi dengan lawan bicara dengan menghindari kata-kata yang kotor.

Page 97: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

197

Perkembangan jaman menuntut manusia untuk dapat mengembangkan potensinya secara utuh, tidak mengesampingkan potensi-potensi tertentu. Manusia tidak cukup hanya mengembangkan kemampuan otaknya/intelegensi saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan emosi dan spiritual, sehingga kemajuan yang diperoleh yaitu kemajuan yang terarah dan seimbang. Basuki Abdurahman (2003:1) menyebutkan bahwa “ESQ Training adalah sebuah metode dan upaya untuk mencerdaskan ketiga potensi yang dimiliki manusia yaitu inteligensi quotion, emotional quotion dan spiritual quotion guna terciptanya manusia paripurna yang diridloi Allah SWT, sehingga manusia dalam kefitrahannya”.

Harapan utama dengan diterapkannya pembelajaran pendekatan ESQ Training yaitu dapat membekali anak tunalaras memiliki kebiasaan berbicara dengan sopan bagi anak tunalaras kelas V di SLB E Prayuwana Yogyakarta. Anak memiliki perilaku sehari-hari dengan baik, terutama ketika berbicara dapat dilakukan dengan penuh sopan santun ketika berinteraksi dengan orang-orang di sekelilingnya. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut maka penerapan ESQ Training diharapkan dapat membentuk kebiasaan berbicara dengan sopan anak tunalaras kelas V di SLB E Prayuwana Yogyakarta.

Metode Penelitian dan PembahasanPenelitian dilaksanakan di SLB E

Prayuwana Yogyakarta, dengan pendekatan

PTK. Subjek penelitian yaitu dua siswa tunalaras kelas V yang berjenis kelamin laki-laki. Waktu penelitian pada awal bulan Juli sampai dengan bulan November 2014. Sumber data dalam penelitian ini yaitu sumber data primer yang diperoleh secara langsung dari siswa tunalaras sebagai subjek penelitian. Data penelitian terdiri atas data kualitatif, yaitu hasil pengamatan pembelajaran dan data kuantitatif yaitu hasil penilaian unjuk kerja untuk kerja mengungkapkan peningkatan kemampuan kebiasaan berbicara dengan sopan. Teknik pengumpulan data menggunakan penilaian unjuk kerja, observasi, dan wawancara. Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu pedoman wawancara, pedoman obervasi, dan butir soal penilaian unjuk kerja, untuk mengungkap tingkat kemampuan berbicara sopan pada anak tunalaras. Teknis analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan didukung data kuantitatif sederhana. Data hasil pembelajaran siklus I dan II, hasil unjuk kerja, maupun observasi dan wawancara dibandingkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tindakan. Data kualitatif aktivitas dideskripsikan dan ditransformasikan secara kuantitatif dengan menentukan persentase masing-masing pengamatan. Data kuantitatif hasil penilaian unjuk kerja ditabulasi dan dihitung ketuntasannya pada masing-masing siklus. Materi pembelajaran pada penelitian ini diambil dari mata pelajaran Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial pada

Tunzinah Peningkatan Kemampuan Berbicara

Page 98: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

198

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

standar kompetensi (SK) siswa mampu berkomunikasi dengan orang lain secara verbal dan kompetensi dasar (KD) yaitu siswa menunjukkan kemampuan berkomunikasi secara verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan lisan maupun tulisan. Bahasa sebagai sistem kode verbal dalam menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud yang berupa pesan yang disampaikan. Komunikasi verbal dalam bentuk media, surat, lukisan, gambar, grafis, dan sejenisnya. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah semua isyarat, bukan kata-kata, yaitu dalam bentuk gesture dan gerak-gerik fisik (Kemdikbud, 2016:43). Penelitian dilakukan dengan pendekatan penelitian tindakan kelas dalam dua kali siklus, dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan/ tindakan, observasi, dan refleksi (Suharsimi Arikunto, 2004:16). Guru melaksanakan refleksi awal pada kegiatan pendahuluan untuk mengetahui kondisi pembelajaran sebelum tindakan. Hal yang diamati meliputi aktivitas siswa dan respon siswa pada saat pembelajaran. Data dicatat langsung dalam lembar observasi dan dilakukan identifikasi terhadap masalah yang ditemukan serta upaya mengatasi masalah dan aspek apa yang perlu ditingkatkan untuk menyusun rencana tindakan pada siklus II.

Pelaksanaan tindakan siklus I terdiri atas 8 jam pelajaran (4 pertemuan) dengan materi kebiasaan berbicara dengan sopan, dilanjutkan evaluasi siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus II terdiri atas 8 jam pelajaran (4 pertemuan) dengan materi

kebiasaan berbicara dengan sopan, dilanjutkan evaluasi siklus II.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus I Pelaksanaan siklus I dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September tahun 2013. Pengambilan data dilakukan dengan melaksanakan observasi, wawancara, dan tes. Hasil observasi dan wawancara pada kemampuan anak berbicara sopan yang dilakukan pada siswa tunalaras kelas V SLB E Prayuwana Yogyakarta menunjukkan minat siswa terhadap pelajaran Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial masih rendah. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap rendahnya motivasi dan antusias belajar siswa. Tes dilakukan dengan menyampaikan pertanyaan lisan tentang kemampuan berbicara sopan. Hasil tes awal skor kemampuan berbicara subjek penelitian sebelum siklus pada rata-rata 40,63% dari seluruh aspek berbicara sopan. Hasil pengamatan proses pembelajaran pada siklus I menunjukkan kinerja siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan, siswa telihat lebih senang dan bersedia menirukan kata-kata yang diucapkan guru. Guru telah menunjukkan inovasi dan kreativitas pembelajaran berupa proses modifikasi metode dan alat belajar sehingga siswa dapat belajar secara aktif dan kreatif dalam suasana yang menyenangkan. Kesulitan yang muncul dikarenakan konsentrasi dan motivasi belajarnya yang belum maksimal. Penguasan nilai-nilai agama masih sangat kurang, jarang

Page 99: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

199

sekali siswa mendapatkan siraman rohani, terutama jika di rumah orang tua kurang memperhatikan pengamalan agama dengan baik, bahkan anak memiliki teman bergaul yang kurang baik. Melalui hasil penilaian unjuk kerja pasca siklus I, diketahui bahwa kebiasaan berbicara siswa mengalami peningkatan dibanding kemampuan awal. Subjek Nr mencapai 50,00% dan subjek Rg mencapai 62,50%, yang berarti rata-rata mencapai 56,25%. yaitu menunjukan perilaku belajar yang lebih siap, ada motivasi dan mulai ada inisiatif untuk berbicara dengan sopan, namun masih mengalami kesalahan dan kesulitan dalam mengucapkan ucapan-ucapan zikir, sudah mampu duduk tenang mendengarkan pesan-pesan dari guru, berdoa dengan tenang, dan menjawab salam dengan benar. Subjek Rg mencapai 62,50%, siswa masih mengalami sedikit kesalahan dan kesulitan dalam mengucapkan ucapan-ucapan dzikir. Jadi ada peningkatan sebesar 15,62%, meskipun kedua subjek belum mencapai KKM 70%. Kendala-kendala tersebut harus segera diatasi supaya nilai yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih

baik. Selanjutnya dilakukan upaya perbaikan berupa pemasangan gambar dan kartu ESQ Training dengan ukuran yang lebih besar dan warna menarik supaya siswa lebih senang dan semangat dalam pembelajaran ini, sehingga hasil kemampuan siswa mencapai target minimal yang telah ditentukan.

Siklus II Pelaksanaan siklus II dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November Tahun 2013. Hasil observasi proses pada siklus II menunjukkan aktivitas siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan. Semua subjek menunjukkan kemampuan berbicara dengan sopan. Diketahui dari analisis kemampuan siklus I pada aspek: siswa menunjukkan sikap perilaku duduk tenang, mendengarkan pesan-pesan dari guru, berdoa dengan tenang, dan menjawab salam dengan benar, pada siklus II menunjukkan: sudah mampu menyampaikan dan menjawab salam dengan suara yang jelas, dapat memanggil guru dan teman dengan sebutan yang benar, dapat mengucapkan ucapan zikir, dapat membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran, dapat

Tunzinah Peningkatan Kemampuan Berbicara

Page 100: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

200

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016

menahan amarah dengan tidak mengucapkan kata-kata yang kasar, dan dapat bercerita / menjawab dengan jujur. Pasca tindakan siklus II aspek kemampuan berbicara dengan sopan bagi anak tunalaras mengalami peningkatan dibanding siklus I. Rata-rata skor kemampuan berbicara dengan sopan pasca siklus I sebesar 56,25%. Pada siklus II meningkat rata-rata sebesar 21,87%, yaitu subjek Nr mencapai 75,00% dan subjek Rg mencapai 81,25%, yang berarti keduanya telah mencapai melampaui KKM 70%. Peningkatan kemampuan berbicara dengan sopan dari sebelum tindakan sampai pasca tindakan siklus I, dan II dapat dicermati pada Tabel 1. Kinerja siswa meningkat ditunjukkan melalui peningkatan skor hasil penilaian unjuk kerja. Siswa lebih semangat dan gembira dalam kegiatan pembelajaran program khusus Bina Pribadi dan Sosial dengan pendekatan ESQ Training, yaitu pada tahap persiapan, bertanya jawab dengan guru, simulasi praktik berbicara dengan sopan. Pembelajaran pada siklus I yaitu pemusatan perhatian siswa dalam suasana senang dan memahami indikator-indikator yang akan dicapai. Peningkatan skor pada siklus II diperoleh dengan menerapkan kegiatan pembelajaran yang sama pada siklus I yaitu pendekatan ESQ Training , tetapi ditambah dengan (1) kartu pemandu ESQ Training; (2) pemutaran video tentang sopan santun berbicara; (3) simulasi dan membaca; dan (4) memahami poster tetang perilaku sopan santun. Hasil observasi dan

wawancara menunjukkan minat, antusias, dan keyakinan diri siswa meningkat setelah diterapkannya pembelajaran kebiasaan berbicara dengan sopan melalui pendekatan ESQ Training. Keyakinan diri terlihat pada waktu awal dijelaskan tujuan pembelajaran dan tujuan yang akan dipahami. Anak lebih santai dan mudah melaksanakan perintah dari guru dan lebih berani mengungkapkan keinginannya dengan berbicara sopan. Kelas terlihat lebih aktif, anak-anak tidak mudah bosan dan dapat menyelesaikan pembelajaran sesuai waktu yang ditetapkan. Hubungan dan interaksi dalam kelas tercipta dalam suasana yang menyenangkan, anak-anak satu sama lain lebih rukun dan senang bertanya jawab. Anak mampu mengucapkan salam, menjawab salam dan berjabat tangan; anak dapat berdoa dengan tenang dan khusyuk; membaca dzikir dan istigfar (Alhamdulillah, Allahuakbar, Subhanallah, Laillaha illallah, dan astagfirullah); mampu mengucapkan ungkapan rendah hati seperti: permisi, mohon maaf, semoga aku bisa, insya Allah; menghindari ucapan tinggi hati, laknat dan ancaman; selalu berkata yang jujur, apa adanya; memanggil orang, guru atau tamu, pengasuh asrama, atau teman dengan sebutan yang benar, misalnya: pak guru, bu guru, Pak Tugiyat, Bu Sri, Mas Beni; dan anak tidak mudah marah. Anak bercerita takut banyak dosa dan takut masuk neraka, tetapi ingin banyak pahala supaya disayang Allah SWT dan bisa masuk surga. Hal tersebut sesuai dengan yang penjelasan dijelaskan dalam GBPP yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Page 101: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

201

(1984:4), yaitu “ Hidup di tengah-tengah masyarakat supaya sesuai adat, aturan, norma, sopan-santun, bahasa yang taklim, kelakuan dan tindakan. Jadi perilaku tata krama adalah adat sopan-santun, kebiasaan sopan-santun atau tata sopan-santun”.

Simpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebiasaan berbicara dengan sopan dapat ditingkatkan melaui ESQ Training. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan perolehan skor kemampuan siswa hngga mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebesar 70%. Rata-rata kelas prasiklus ke siklus I meningkat 15,62%, dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 21,87%. Peningkatan tersebut dapat diamati melalui tindakan siswa selama mengikuti pembelajaran dari awal, inti, dan penutup dengan penuh semangat dan gembira. Setiap subjek mampu berbicara menirukan maupun berbicara sendiri dengan lebih sopan dibanding kemampuan prasiklus dan siklus I. Secara efektif kebiasaan berbicara dengan sopan pada anak tunalaras dapat ditingkatkan dengan pendekatan ESQ Training.

Daftar RujukanBasuki, Abdurrahman. 2003. Pentingnya

ESQ. Kedaulatan Rakyat, 22 Juni, halaman 7.

Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdikbud, 1984. Garis-garis Besar Program Pengajaran: Tata Pergaulan. Jakarta: Depdikbud.

Suparno dan Edy Purwanta. 2006. Modul Kuliah: Hakekat Pelayanan Anak

Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta. UNY.

Kemdikbud. 2016. Konsep Dasar Komunikasi. Bandung : PPPPTK TK dan PLB.

Tunzinah Peningkatan Kemampuan Berbicara

Page 102: MULTIMEDIA SAINTIFIK TEMATIK INTEGRATIF SENI TARIlpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/02/JP... · 2018-02-15 · Subyek penelitian melibatkan guru-guru dan siswa kelas

202

Jurnal Pendidikan, Volume VII No: 02, Agustus 2016