metabolisme sel adiposa, otot, daging dan telur, serta penerapannya kepada ternak

Upload: muhammad-rayhan

Post on 02-Mar-2016

300 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

TUGAS ILMU NUTRISI TERNAK, PASCA SARJANA FAKULTAS PETERNAKAN UNSOED PURWKERTO

TRANSCRIPT

24

TUGAS TERSTRUKTURILMU NUTRISI TERNAK

metabolisme sel adipose, otot, telur, daging, dan penerapan metabolism sel adiposan dan otot pada ternak kelinci

OlehMUHAMMAD RAYHANP2DA13002

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANMAGISTER ILMU PETERNAKANFAKULTAS PETERNAKANPURWOKERTO2013

METABOLISME SEL ADIPOSA

Metabolisme lipid dibagi 3 jalur yaitu jalur eksogen, endogen, dan reverse cholesterol transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterol LDL dan trigliserida, sedangkan jalur reverse cholesterol transport mengenai metabolisme kolesterol HDL. Metabolisme dalam sel adiposa didominasi dari siklus lemak terdiri dari sintesis yang berkelanjutan, dan penyerapan dari asam lemak rantai panjang, esterifikasi dari asam asam lemak dalam triacylglycerols melalui proses lipolysis, dan pelepasan asam asam lemak dari sel. Keberlanjutan aliran asam lemak melalui siklus asam lemak memastikan keberlanjutan asam lemak ke dalam pool dari FFA plasma darah. FFA tersebut didapatkan dari oksidasi dalam sel otot atau lemak susu (Riis, 1983). Klas (1997) menyatakan bahwa Jaringan adiposa terdiri dari beberapa sel adiposa yang merupakan jaringan khusus yang mempunyai peranan sebagai tempat utama penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida melalui jalur metabolisme eksogen, trigliserida bersama dengan kolesterol yang berasal dari makanan yang berlemak masuk ke usus dan dicerna. Selain itu, dalam usus juga terdapat kolesterol yang berasal dari hati yang disekresikan bersama dengan empedu ke usus halus. Kedua trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dan hati ini yang terdapat di usus halus disebut lemak eksogen. Trigliserida merupakan ester dari alkohol gliserol dengan asam lemak yang diserap oleh usus setelah mengalami hidrolisis. Kemudian masuk ke dalam palasma menjadi 2 bentuk yaitu sebagai kilomikron berasal dari penyerapan usus, dan sebagai VLDL (Very Low Density Lipoprotein) yang dibentuk oleh hepar dengan bantuan insulin. Proporsi molekul trigliserol yang mengandung residu asam lemak yang sama pada ketiga posisi ester pada lemak alami sangatlah kecil (Murray, 2000). Wahyudi (2009) Trigliserida yang diserap di usus dalam bentuk asam lemak bebas, setelah melewati mukosa usus halus, asam lemak bebas akan diubah menjadi trigliserida dan kolesterol diesterifikasi menjadi kolesterol ester. Kedua jenis molekul ini bersamaan dengan fosfoipid dan aplipoprotein akan membentuk lipoprotein disebut kilomikron. Kilomikron kemudian masuk kedalam saluran limfe dan akhirnya menuju ke aliran darah, oleh enzim lipoprotein lipase kilomikron tersebut di hidrolisis menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan diserap oleh endotel pembuluh darah dan dapat disimpan sebagai trigliserida melalui asam lemak koenzim A (FA-Coa) pada jaringan adposa. Ketika ternak membutuhkan energi maka trigliserida mengalami hidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol (lipolysis) untuk dapat meninggalkan adiposit. Asam lemak dilepaskan ke dalam darah dan diangkut sebagai FFA dalam suatu kompleks fisik bersama albumin. Gliserol juga dilepaskan dari jaringan adiposa selama lipolysis. Gliserol yang dihasilkan tidak dapat digunakan oleh adiposit kerena mereka kekurangan enzim kinase gliserol, sehingga gliserol dilepaskan dan diangkut ke hati, suatu organ yang mengandung kinase gliserol untuk dapat memtabolisme gliserol secara efesien. Selama ternak kekurangan energi maka FFA dimobilisasi dalam jumlah besar dari jaringan adiposa, cara tersebut tubuh secara konstan dijamin dapat memperoleh persediaan energi (Hernawati, 2010).Proses sirkulasi maca macam hormon yang dilepaskan (epineprin, hormone adrenokortikotropik (ACTH), hormon pertumbuhan atau glukagon) secara cepat merangsang pelepasan FFA dari jaringan adiposa. Norepineprin, epineprin, ACTH, dan glucagon mengaktifkan lipase trigliserid adiposa, yang juga disebut hormone sensitive lipase (HSL). Hormon-hormon tersebut menyatu dengan tempat reseptor pada membran sel dan mengaktifkan siklase adenilat. C-AMP mengaktifkan kinase protein yang selanjutnya akan mengkatalisis fosforilasi yang diinduksi ATP lipase sensitive hormon dan mengubahnya dari bentuk tidak aktif menjadi bentuk aktif. Hidrolisis yang dikatalisis oleh lipase sensitive hormon merupakan langkah pembatas dalam katabolisme trigliserid. Hidrolisis dari digliserida yang dihasilkan, dan berikutnya, monogliserida dijembatani oleh satu enzim tunggal lipase monogliserid (Montgomery, et al. 1993).

Jalur Tapak Jalan Lipogenesis dan Lipolysis Sel adiposa

Diagrammatic representation of triglyceride storage (lipogenesis) and breakdown (lipolysis) in adipocytes. FFA: free fatty acid; FFA-CoA: thioester; HSL: hormone sensitive lipase; LPL: lipoprotein lipase; DG: diglyceride; MG: monoglyceride; DG-P: phosphatidic acid; MG-P: lysophosphatidic acid; VLDL: very low density lipoproteins.Karbon dalam bentuk asetat dan hydrogen, NADPH dan ATP, merupakan karbon yang dibutuhkan dalam proses sintesis aslam lemak yang ada dalam tubuh ruminansia. Glukosa, hasil samping yaitu benda keton, dan asetat di oksidasi menjadi NADPH dan ATP, dalam non ruminansia sumber untuk sintesis asam lemak adalah glukosa. Glukosa merupakan sumber energi yang berada bebas dalam darah kemudian diserap kedalam jaringan adiposa dengan bantuan insulin (Riis, 1983). Pembentukan NADPH dari glukosa yang pertama glukosa mengalami proses glikolisis menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim heksokinase atau glukokinase. Selanjutnya, glukosa 6-fosfat mengalami perombakan menjadi 6-phosphoglukunolakton dengan bantuan glukosa 6-fosfat dehydrogenase, NADPH terbentuk. (George et al., 2000). Bentuk sitrat akan ada yang lepas dan akan ada yang terpecah kembali menjadi oxaloasetat dan AC-CoA. Bentuk oxaloasetat akan kembali setelah terjadi reduksi malat, selanjutnya malat akan dikonversi ke dalam piruvat oleh cytolik NADP malate dehidrogenase. Piruvat kemudian masuk kembali ke dalam mitokondria dan kemudian dikonversi kembali menjadi asam oksalo asetat (AOA). Siklus tersebut juga akan menghasilkan sebagian NADPH yang akan digunakan dalam asetil CoA dalam asam lemak bergabung dengan NADPH yang berasal dari konversi glukosa 6-phosphate (Riis, 1983). Sintesis asam lemak juga dipengaruhi oleh asetat dan juga benda keton (BK). Asetat dan BK pada ruminansia berasal dari proses fermentatif dan sedikit dari metabolisme di dalam hati. Peranan asetat dalam proses sintesis asam lemak dapat dipengaruhi oleh banyak enzim dan berbeda pada setiap jenis ternak. Umumnya yang mempengaruhi kuat adalah asetil CoA sintetase dan fatty acid sintetase kompleks. Asetat akan dapat diubah menjadi asetil CoA dengan bantuan enzim tersebut sebagian akan masuk langsung kedalam fatty acid CoA dan sebagian lagi ke dalam siklus krebs bersama dengan pyiruvat dan benda keton untuk menghasilkan sebagian sumbangan NADPH. Sedangkan benda keton masuk ke dalam adiposa tanpa perubahan dan langsung masuk ke dalam siklus krebs sebagai asetil CoA (Riis, 1983).

DAFTAR PUSTAKAGeorge D. Cody, Nabil Z. Boctor, Timothy R. Filley, Robert M. Hazen, James H. Scott, Anurag Sharma, Hatten S. Yoder Jr., "Primordial Carbonylated Iron-Sulfur Compounds and the Synthesis of Pyruvate," Science, 289 (5483) (25 August 2000) pp. 1337 - 1340.

Hernawati. 2010. Peranan Jaringan Adiposa Coklat (Brown Adiposa Tissue) Pada Hewan Yang Mengalami Hibernasi. Artikel. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Klass S. 1997. Functional differentiation of white and brown adipocytes. Bioessays 19:215.

Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2. Alih Bahasa M. Ismadi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.

Murray, R.K. et al. 2000. Biokimia Harper. Terjemahan oleh Andry Hartono. 2001. Ed 25. Jakarta: EGC. Hlm. 148.

Riis. P. M. 1983. Dynamic Biochemystry Of Animal Production. Departement Of Animal Physiology. The Royal Veterinary and Agricultural Universty. Copenhagen. Denmark

Wahyudi, A. 2009. Metabolisme Kolesterol Hati: Khasiat Ramuan Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dalam Mengatur Konsentrasi Kolesterol Selular. Program Studi Biokimia. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bagor.

METABOLISME SEL OTOT Menurut Allen et al (1979) Pertumbuhan otot merupakan tujuan akhir dari beternak hewan pedaging hal ini dicapai melalui dua bioproses yaitu asupan protein dan perkembangbiakan sel otot. Asupan protein adalah fungsi dari sintesis dan degradasi protein yaitu pelepasan asam amino. Perkembangbiakan sel miogenik dan asupan protein dalam otot dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu hormonal atau agen neurotropik, latihan, luka dan penyakit.Sebuah point yang dapat diambil dari metabolisme otot, yang paling penting dari fungsi sel otot adalah sel otot memiliki kemampuan untuk mengumpulkan protein dan fungsi lain yang penting dari sel otot yaitu dapat melepaskan asam amino untuk digunakan oleh jaringan tubuh yang lain. Protein yang terkumpul dan asam amino yang terlepaskan merupakan hasil dari sintesis yang berkelanjutan dan pemecahan protein otot (proteolysis) (Riis, 1983). Tingkat pengumpulan protein dan pelepasan asam amino dari sel otot ditentukan oleh laju sintesis protein. Pelepasan asam amino lebih kecil daripada tingkat sisntesis protein. Metabolisme dalam sel otot yang mengalami proses sintesis dan proteolysis saling berkorelasi positif dengan kandungan gizi dalam pakan yang diberikan pada ternak. Pemecahan protein dalam sel otot dikatalis oleh enzim proteinase. Laju proteolysis dalam sel otot lebih rendah dibandingkan dengan yang terjadi di hati. Hubungannya dengan proteinase di otot lebih lemah dibandingkan di hati (Waterlow et al., 1978). Akumulasi protein berjalan secara linear ketika penimbunan protein meningkat maka sintesis protein meningkat berhubungan dengan proses proteolisis yang relative meningkat, dipengaruhi oleh hormone yang berperan dalam pembentukan otot melalui proses metabolise yaitu testosteron menurut Army et al (1998) terstosteron meningkatkan saldo protein otot melalui sintesis protein otot, menurunkan degradasi protein otot, dan meningkatkan penggunaan kembali asam amino dalam jaringan. Peningkatan sisntesis protein otot yang distimulasi testosteron adalah sekitar 27%, sebaliknya oksidasi leusin berkurang tipis sekitar 17%, namun sintesis protein tubuh total tidak berubah nyata. Laju turnover pada protein dalam otot menurun terjadi selama rendahnya tingkat asupan nutrien saat asam amino dilepaskan dan energi terbentuk. Aktivitas enzim RNA polymerase mengatur RNA ribosom dalam menentukan sintesis protein dalam otot. Waterlow et al (1998) menyatakan bahwa sintesis protein dikendalikan oleh enzim RNA polymerase berdasarkan penelitian antara sintesis protein dan kandungan DNA dalam jaringan. Selama masa pertumbuhan dalam otot rangka pada hewan mengalami penurunan sintesis protein disebabkan sel dalam otot mengalami perbanyakan sel atau jaringan dalam otot yang disebut hipertrofi. Hipertrofi otot rangka dimulai dengan kejadian mikro utama pada jaringan otot yang terlatih. Sel yang membangun jaringan (serabut otot), memperoleh inti tambahan dari sel satelit yang aktif lalu melebur kepada sel otot dewasa. Sel satelit merupakan pembawa sinyal pada hipertrofi otot (Hawke and Garry 2001). Sel satelit berlokasi dibawah basal lamina serabut sel dan merupakan suatu subtype sel otot yang responsive terhadap adaptasi postnatal, tumbuh dan terbarui (Mauro, 1961). Selama sintesis protein ukuran ukran sel otot akan selalu tetap tidak berubah, ketika sel berubah maka terjadi penurunan laju sinstesis protein, pada hewan yang muda kapasitas dalam proses sintesis protein meningkat. Faktor pembatas saat ternak masih dalam tahap pertumbuhan otot dan jaringan pada proses sintesis protein adalah transport glukosa. Laju transport asama amino seperti arginin, metionin, dan histidin juga sebagai faktor pembatas dalam sisntesis protein dalam otot. Faktor pembatas tersebut di atur oleh insulin, dikatakan sebagai faktor pembatas karena insulin sebagai pengendali dalam sisntesis protein melalui ketersiediaan faktor nutrisi dalam proses translasi dalam sel, sedangkan insulin juga mengatur transport glukosa dan asam amino (Riis, 1983). Pemecahan protein pada otot melalui proteolisis dan proses sintesis protein pada otot terjadi karena adanya aktivitas enzim proteinase merupakan bagian tetap dari total sintesis protein. Tingginya ATP yang dibutuhkan dari sintesis protein melalu proses proteolisis juga merangsang ATP-dependt, jika demikian maka glukosa transport dan tingkat insulin dalam otot menjadi faktor penentu baik untuk laju sintesis protein dan proses proteolisis dalam sel otot (Waterlow et al., 1978). Disamping insulin, tiroksin, dan mungkin hormone pertumbuhan lain seperti somatodenin mungkin penting dalam proses laju turnover sintesis protein dari tahap pertumbuhan dan asupan nutrient. Efek hormonal jangka panjang pada laju turnover protein terjadi melalui RNA-polimerase. Proses metabolisme sel otot juga berkaitan dengan suply energi dalam otot. Berperan dalam suplie energi adalah glikogen yang merupakan polisakarida yang terbentuk dari ikatan-ikatan unit D-glukosa secara bersama-sama. Saat hewan ternak strees terjadi proses glikolisis yaitu glukosa dan glikogen secaa bertahap berubah menjadi asam piruvat atau asam laktat. Kondisi anaerobic di dalam otot terjadi konversi asam piruvat menjadi laktat karena adanya dehydrogenase. Produksi ATP dari glikolisis anaerobic menjadi sangat menurun yaitu hanya 2 mol per mol glukosa 1 fosfat. Glikogen otot dipergunakan sebagai bahan bakar cadangan, dengan cepat diuraikan melalui proses glikolisis untuk membentuk laktat dan menghasilkan ATP yang merupakan sumber energi bagi kontraksi otot. Menurut Forrest et al (1975) menyatakan bahwa defisiensi glikogen terjadi apabila ternak bertahan terhadap cekaman, seperti yang berkaitan dengan kelelahan, latihan, puasa dan gelisah. Selama kontraksi otot yang itensif, sistem sirkular tidak dapat membawa oksigen dan glukosa ke otot dengan kecepatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan otot yang tinggi terhadap adenosine triphospat atau ATP

DAFTAR PUSTAKAAllen, R. W., Madison, D. L., Porter, L. W., Renwick, P. A., & Mayes, B. T. (1979). Organizational Politics-Tactics and Characteristics of Its Actors. California management review, 22 (1), 77-83.

Arny, M, Clemmer, S and Olson, S (1998) The economic and greenhouse gas emission impacts of electric energi efficiency investments Wisconsin, Consortium for Integrated Resource Planning, University of Wisconsin / Wisconsin Department of Natural Resources / Leonardo Academy Inc

Foresst, J.C. et al. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Fransisco, CA.

Hawke, J. and Garry, D. 2001. Myogenic Satellite Cells : Physiology To Molekuler Biology. Universty Of Texas Southwestern Medical Center. Texas

Mauro, A. 1961. Satellit Cell Of Sekeletal Muscle Fibers. The Rockefeller Institute. New York

Riis. P. M. 1983. Dynamic Biochemystry Of Animal Production. Departement Of Animal Physiology. The Royal Veterinary and Agricultural Universty. Copenhagen. Denmark

Waterlow, J. C., Garlick, P. J. & Millward, D. J. (1978a). Protein Turnover in Mammalian Tissues and in the Whole Body. Amsterdam: North Holland Publishing Co.

METABOLISME TELURMetabolisme pembentukan telur ada bebrapa hormon yang berperan dalam metabolism tersebut Hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisa anterior terdiri dari folicle stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH). Hormon FSH mempengaruhi pertumbuhan folikel muda menjadi folikel masak. Disamping oosit , di dalam folikel yang sedang berkembang, terdapat sel theca dan beberapa sel granulosa. Selanjutnya hormon FSH juga mempengaruhi sekresi steroid yaitu esterogen dan progesteron., yang dihasilkan oleh sel theca dan sel granulosa, yang penting untuk pembentukan kuning telur, albumin dan cangkang telur. Hormon LH dapat mendorong pertumbuhan folikel menjadi folikel praovulasi dan diikuti terjadinya ovulasi. Hormon progesteron juga berperan dalam pertumbuhan saluran reproduksi (oviduck) dan proses peletakan telur. Hanya 7 hingga 10 ovum yang memasuki perkembangan cepat. Selama kira-kira 10 hari ovum pertama masak diikuti dengan peletakan telur (Hafez, 2000).

Folikel kuning telurPada unggas yang telah mencapai dewasa kelamin, diameter folikel mencapai 40 mm sebelum diovulasikan. Folikel yang masak terdiri dari oosit, selaput vitelin, zona radiata, lapisan perivetelin, lapisan sel granulosa, basal lamina, sel theka interna, theka eksterna, jaringan ikat longgar dan epithelium superfisial sebagai lapisan paling luar (Hafez, 2000). Folikel golongan unggas tidak mempunyai antrum dan cairan folikel (Turner, 1976). Ovum mengisi penuh kantong folikel (Sudaryani, 1996). Masing-masing folikel terletak di permukaan ovarium dengan perantaraan tangkai folikel, yang tertanam dalam jaringan ikat yang berpembuluh darah dalam ovarium. Masing-masing tangkai mengikat banyak folikel. Sesudah ovulasi, tangkai yang ditinggalkan akan digunakan lagi oleh folikel yang berikutnya (Turner, 1976).Kuning telur pertama mulai masak karena bahan-bahan kuning telur yang dihasilkan oleh hati langsung ditransportasi melalui darah. Sehari atau dua hari kemudian, kuning telur kedua mulai berkembang dan selanjutnya kuning telur berikutnya. Pada waktu telur pertama dikeluarkan, maka dalam ovarium terdapat 5 hingga 10 kuning telur yang sedang tumbuh. Pembentukan kuning telur hingga menjadi kuning telur yang masak membutuhkan waktu kira-kira 10 hari. Mula-mula deposisi bahan kuning telur sangat lambat dan berwarna terang. Akhirnya ketika ovum mencapai diameter 6 mm, kuning telur bertambah dengan cepat, diameter bertambah 4 mm setiap hari. Kuning telur tersusun atas lemak dan protein, mambentuk lipoprotein yang disintesa oleh hati dengan pengaruh estrogen. Setelah oosit mengandung kuning telur maksimal, maka folikel akan diovulasikan. Ovulasi adalah pelepasan oosit dari folikel di daerah yang disebut stigma. Stigma adalah bagian dari folikel yang mudah pecah karena tipis, yang terdiri dari otot polos, terletak pada sisi yang berlawanan dengan pedicle. Beberapa menit sebelum terjadi ovulasi, otot stigma berkontraksi dan menekan folikel. Tekanan yang keras ini menyebabkan pecahnya daerah stigma, diikuti oleh keluarnya ovum dari stigma dan ditangkap oleh infundibulum (Guyton, 1994 ). Hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel yang sedang berkembang akan menekan aktivitas enzirn HMG - Ko A Reduktase sehingga aktivitas biosintesis kolesterol terhambat. Dengan demikian maka kolesterol endogen dalam tubuh itik tidak sampai diangkut ke dalam ovarium, tetapi lebih banyak yang dibuang ke luar tubuh melalui feces dan urine (Riis, 1983; Hafez, 2000). Estrogen dapat juga mempengaruhi aktivitas enzim lipase hepatik dengan jalan meningkatkan metabolisme HDL yang tugasnya mengangkut kolesterol jaringan dalam hati. Kerja HDL yang meningkat akan diikuti oleh banyaknya kolesterol yang diangkut ke hati, sehingga kadar kolesterol dalam darah akan berkurang dan sebaliknya akan terjadl peningkatan kadar kolesterol dalam hati yang selanjutnya akan disekresikan ke dalam empedu menjadi asam empedu atau dikeluarkan bersama feses.

Cangkang telurCangkang telur merupakan pelindung telur. Cangkang telur dihasilkan oleh kelenjar uterus. Cangkang telur tersusun atas kalsium karbonat, dan sedikit natrium, kalium dan magnesium. Mineral-mineral itu tertimbun dalam matriks organik yang terdiri dari protein dan mucopolysacharida (Guyton, 1994). Kalsifikasi atau pengapuran cangkang telur mulai terjadi sebelum telur memasuki uterus yaitu pada bagian isthmus. Sekumpulan kecil kalsium nampak pada bagian luar selaput cangkang sebelum telur meninggalkan isthmus. Dalam uterus pertumbuhan kristal kalsid terus berlangsung dengan kecepatan yang konstan (kira-kira 300 mg kalsium per jam). Saluran reproduksi tidak menyimpan kalsium dan kira-kira 20 % kalsium dalam darah dipindahkan menuju uterus (Hafez, 2000). Pembentukan cangkang telur membutuhkan suplai ion kalsium yang cukup ke kelenjar uterus dan adanya ion karbonat dalam kelenjar uterus dalam jumlah yang cukup untuk membentuk kalsium karbonat dalam cangkang telur. Sumber utama ion karbonat untuk pembentukan cangkang itu adalah CO2 yang berasal dari darah atau metabolisme kelenjar uterus (Guyton, 1994).Kebanyakan kalsium diperoleh dari makanan melalui absorbsi usus halus, tetapi beberapa berasal dari kalsium cadangan yaitu tulang rawan dari tulang panjang dengan cara mobilisasi kalsium terutama pada malam hari ketika itik tidak makan, dan cangkang telur sedang dalam proses pembentukan.Kalsium karbonat dari cangkang dibentuk dari ion kalsium dan ion karbonat yang berasal dari suplai darah dan ion karbonat yang berasal dari darah dan kelenjar cangkang., kebutuhan akan kalsium menjadi tinggi selama periode produksi. Kalsium dalam sirkulasi darah bersirkulasi dalam dua bentuk yaitu sebagai kalsium yang tak terdifusi (terikat dengan protein) dan sebagai kalsium terdifusi (dalam bentuk ion). Kalsium yang tak terdifusi terikat pada vitelogenin dan albumin. Perlakuan dengan estrogen meningkatkan kalsium plasma terutama dengan merangsang produksi protein pengikat kalsium. Kalsium plasma bertambah beberapa minggu sebelum bertelur. Selama siklus ovulasi dan oviposisi, konsentrasi kalsium ion mencapai puncak (2,83 meq/liter atau 5,67 %) 4 jam setelah oviposisi, kemudian menurun secara nyata selama periode kalsifikasi cangkang (minimum 2,42 meq atau 4,85 %) (Blakley dan Bade , 1991).Pengaturan hormonal pada ovarium dan ovidukPertumbuhan folikel didorong oleh pengaruh hormon FSH dari hipofisa anterior. Folikel selanjutnya akan mensintesis estrogen, progesteron dan testoteron (Nalbandov, 1998). Bagian dari folikel yang menghasilkan steroid adalah sel theca dan sel granulosa. Sel theka eksterna menghasilkan estrogen (Hafez, 2000). Ada tiga macam estrogen yang dihasilkan oleh sel theca yaitu estradiol, estrone dan estriol. Tetapi hanya dua senyawa pertama yang dapat ditemukan dalam plasma darah ayam petelur (Sudaryani, 1996). Estradiol dihasilkan oleh folikel yang berukuran kecil dengan diameter 1 hingga 10 mm. Hormon ini dapat mendorong sintesis protein dalam kuning telur (Hafez, 2000). Di bawah pengaruh estradiol, hati mampu menghasilkan berbagai lemak netral, phospholipid dan kolesterol, yang penting untuk pembentukan kuning telur atau yolk (Sudaryani, 1996). Pada waktu folikel praovulasi tumbuh, mulai terjadi peningkatan sekresi hormon progesteron oleh lapisan sel theka. Peningkatan progesteron ini menyebabkan lapisan granulosa menjadi lebih responsif terhadap hormon LH pada saat folikel mendekati ovulasi. Progesteron selanjutnya menggertak peningkatan kadar LH yang menyebabkan terjadinya ovulasi (Hafez, 2000).Sementara itu hormon estrogen merangsang terjadinya hipertropi dari dinding oviduk dan diferensiasi dari daerah sekretoris. Sisa estrogen akan bekerja sama dengan progesteron untuk menggertak sekresi putih telur, dan memobilisasi kalsium dari ujung tulang panjang (epifisa) untuk meningkatkan pengeluaran kalsium dalam membentuk cangkan telur (Hafez , 2000). Untuk proses peletakan telur dibutuhkan hormon prostagla ndin dan arginin fasotocin. Hormon prostaglandin dihasilkan oleh sel granulosa dari folikel terbesar (folikel praovulasi dan folikel pasca ovulasi). Arginin fasotocin dihasilkan oleh hipofisa posterior. Hormon prostaglandin dan arginin fasotocin meningkatkan kontraksi dari otot polos pada kelenjar cangkang dan menyebabkan peletakan telur (Hafez, 2000). Pengambilan folikel pasca ovulasi pada 24 jam setelah ovulasi berakibat tertundanya waktu peletakan dari telur berikutnya. Hal ini berarti bahwa folikel yang pecah setelah ovulasi mempunyai peranan penting dan menentukan waktu bertelur.

Kandungan Protein Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mjudah dicerna. Protein lebih banyak terdapat didalam kuning telur, yaitu sebanyak 16,5 %, sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Dari sebutir telur yang berbobot sekitar 50 gram, kandungan total protein adalah 6 gram (Sudaryani, 1996).

Kandungan LemakKandungan Lemak pada telur sekitar 5 gram. Hamper semua lemak dalam telur berada di kuning telur, yaitu mencapai 32% , sedangkan pada putih telur terdapat dalam jumlah sedikit. Zat gizi ini mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolida (umumnya berua lesitin), dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida umumnya enyediakan energi yang diperlukan untuk aktifitas sehari-hari. Kolesterol yang digunakan untuk memebetuk garam empedu yang diperlukan bagi pencernaan lemak yang berasal dari makan. Selain itu kolesterol juga diperlukan sebagai komponen pembentuk hormone seksual seperti testosterone dan hormone adernalin (Sudaryani, 1996).

DAFTAR PUSTAKABlakely, J. and Bade, D.H. 1991. Ilmu Peternakan. Terjemahan; Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 76.

Guyton, A.C. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemah. A. Darma dan E. Lukmanto. P.T. E.G.C. Penerbit. Buku Kedokteran. Jakarta.

Hafez, E. S. E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. P: 385-393. 394-398.

Turner, A. 1976. The Organizational and Interorganizational Development of Disasters. Johnson Graduate School of Management, Cornell University

Sudariyani, T. 1996. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 466-468, 475-476, 607-609.

METABOLISME DAGINGPerubahan Fisikokimia pada konversi otot menjadi daging di awali pada saat penyembelihan ternak. Faktor yang mempengaruhi kondisis ternak sebelum dipotong akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging, dan mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan. Salah satunya kegagalam sistem peredaran saat pemotongan atau penyembelihan ternak mengakibatkan persediaan oksigen didalam otot yang dapat berkaitan dengan myoglobin makin menurun dan menjadi habis, maka proses aerobic melalui siklus sitrat dan sistem enzim sitokrom berhenti berfungsi (Lawrie, 1979; Swaland, 1984). Metabolisme energi yaitu pemecahan (oksidasi) glikogen menjadi asam laktat bertukar menjadi metabolisme anaerobik. Pengeluaran darah mengakibatkan hilangnya mekanisme pengendalian temperature didalam otot oleh sistem sirkulasi sehingga temperature tubuh meningkat. Peningkatan temperatur tubuh setelah pemotongan tergantung pada laju produksi panas metabolik dan lama produksi serta pelepasan panas. Ukuran dan lokasi otot didalam tubuh dan jumlah lemak yang terdeposisi dalam tubuh atau karkas akan mempengaruhi kenaikan temperature akhir dan laju pelepasan panas, sehingga dapat menyebabkan PH otot pascamerta menurun ( Forrest et al., 1975). Daging setelah dipotong akan mengalami pelayuan. Pelayuan adalah penanganan karkas atau daging segar postmortem yang secara relatif belum mengalami kerusakan microbial dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu tertentu dan temperature tertentu. Pelayuan pada ternak bias tidak terlalu lama dikarenakan lapisan lemaknya sedikit dikarenakan karkas tersebut tidak cukup mengandung lemak eksternal termasuk karkas veal, akan tetapi pada ternak yang memiliki lapisan lemak yang tebal proses pelayuan semakin lama. Pelayuan pertama 24-36 jam postmortem, proses yang terjadi adalah glikolisis postmortem. Perubahan degradatif termasuk denaturasi protein dan proteolisis terjadi sebelum PH ultimat atau PH akhir karkas atau daging tercapai (Lawrie, 1979). Otot mengandung enzim proteolitik. Kerja enzim proteolitik terhadap protein fibrus otot, termasuk element kontraktil meningkatkan keempukan daging selama pelayuan. Adanya tekanan osmotic, pembebsan ion Na+ dan Ca++ kedalam sakroplasma oleh protein-protein otot dan absorpsi K+, serta perubahan struktur otot setelah 24 jam pelayuan, berhubungan dengan meningkatnya daya ikat air (Lawrie., 1979).Pembebasan energi melalui oksidasi unit glukosa yang diawali dengan degradasi glikogen secara enzimatik (glikogenolisis), disebut glikolisis. Glikolisis anaerobik tergantung pada jumlah glukogen otot sebagai sumber energi pada saat pemotongan. Sumber energi lainnya, yaitu ATP dan keratin fosfat, karena setelah pemotongan jumlahnya sangat sedikit, tidak mempunyai peranan yang berarti untuk berlangsungnya glikolisis anaerobic. Proses glikogenolisis diawali dengan pemutusan ikatan rantai-rantai lurus (makromolekul) glikogen pada posisi molekul nonreduksi dalam proses fosforolitik yang melibatkan enzim fosforilase dan fosfat anorganik. Dalam roses fosforolitik ini, fosforilase mengkatalisis reaksi fosfat anorganik memutus ikatan-ikatan dan mempersatukan grup fosfat pada atom karbon, membentuk glukosa-1-fosfat. Molekul molekul glukosa-1-fosfat dibebaskan secara berturut-turut sampai mencapai unit glukosa yang berkaitan dengan cabang (amilo-1,6-glukosidase) menyerang ikatan cabang (ikatan glukosidik 1,6) dan menghasilkan glukosa bebas (McDonald et al., 1984; Swatland, 1984). Glikogenolisis menghasilkan glukosa-1-fosfat dan glukosa dengan rasio yang menunjukkan rasio antara panjang rantai lururs makromolekul dengan jumlah rantai cabang.Proses glikolisis, energi kimia glukosa dipergunakan untuk mensintesis ATP. Setiap molekul glukosa yang dipisahkan dari glikogen dalam proses glikolisis menjadi 2 fragmen 3 karbon, dan mengalami 3 fosforilasi kembali untuk kemudian menghasilkan 3ATP (3ADP 3ATP) dan 4 hidrogen ion (H+). Kondisi aerobic. Senyawa pembawa H+, nikotinamida adenine dinukleotida bentuk oksidasi (NAD+) mentransportasikan H+ kedalam mitokondria, kemudian mengalami fosforilasi kembali dan menghasilkan 4 molekul ATP. Hasil akhir pemecah glukosa adalah 2 asam piruvat. Dalam kondisis aerobik, asam piruvat ini memasuki siklus asm trikarboksilat (siklus tricarboxilacid=TCA) atau siklus krebs, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan ion hydrogen. Co2 memasuki peredaran darah sebagai hasil sisa, sedangkan ion hydrogen diterima NAD+ untuk membentuk senyawa NADH (NAD bentuk reduksi) (Soeparno, 1994). Produksi degradasi asam-asam lemak dan protein juga memasuki siklus TCA dan dikonversi menjadi energi (Foresst et al., 1975).Rigormortis atau kekakuan otot setelah kematian dan otot menjadi tidak dapat diregangkan. Berhubungan dengan semakin habisnya ATP dari otot. Dengan habisnya ATP, filamen filamen aktin dan myosin saling menindih dan terkunci bersama-sama membentuk ikatan aktomiosin yang permanen, dan otot menjadi tidak dapat diregangkan (Bate-smith dan Bendall, 1949; Huxley, 1960). Ada 3 fase perkembangan rigormortis yaitu fase penundaan, fase cepat , dan fase pascakaku (postrigor). Proses hilangnya daya regang otot sampai terbentuknya kompleks aktomiosin, mula mula berlangsung secara lambat selama beberapa jam (fase penundaan), kemudian berlangsung secara cepat (fase cepat), dan akhirnya berlangsung secara konstan dengan kecepatan rendah sampai tercapainya kekakuan (rigor). Menurut Bendall (1973), waktu untuk mencapai fase cepat dalam perkembangan rigormortispada temperature tertentu tergantung pada aras ATP otot. Awal periode postmortem, aras ATP otot menurun secara perlahan lahan karena masih terdapat aktifitas ATPase nonkontraktil dari myosin. Waktu fase penundaan, ATP masih dapat disintesis kembali dari keratin fosfat selama beberapa saat setelah pemotongan. Apabila keratin fosfat telah habis, maka lamanya perkembangan rigormortis akan ditentukan oleh jumlah glikogen yang masih tersedia didalam otot dan enzim-enzim glikolitik yang masih mampu bekerja. Fase cepat terjadi bila serabut serabut otot telah kehabisan ATP, dan fase terakhir yaitu fase pascakaku terjadi bila sejumlah serabut otot telah menjadi kaku sehingga mencegah peregangan lebih lanjut. Perubahan kimia yang terjadi selama perkembangan rigormortis, disamping penururnan konsentrasi keratin fosfat dan ATP, juga terjadi penururnan pH (Newbold, 1966). Kreatin fosfat dan pH menurun dengan ceoat setelah pemotongan, sedangkan aras ATP secara relative adalah konstan, sedangkan aras ATP relative konstan. sampai keratin fosfat mencapai aras yang rendah. Aras keratin fosfat yang rendah, terjadi pemecahan ATP sehingga aras ATP menjadi sangagt rendah. Sejalan dengan aras ATP yang menurun, terjadi penurunan daya renggang otot yang cepat. Jadi hilangnya daya regang otot atau pembentukan langsung oleh perubahan-perubahan kimiawi, terutama pemecahan ATP (Newbold, 1966). Reaksi kimia lain juga terjadi selama perkembangan rigormortis. Menurut bendall dan devy, setelah ATP mengalami pemecahan menjadi ADP dan P anorganik, ADP mengalami defosfirilasi dan deaminai lebih lanjut, menghasilkan IMP, dan IMP mengalami defosforilasi kembali sehingga menghasilkan inosin. Kemudian ribosa dipisahlan dari inosin dan menhasilkan hipoksatin. Pembebasan ammonia mempunyai hubungan yang erat dengan saat terjadinya kekakuan otot. Pada saat prakaku prerigor, ADP terdapat dalam jumlah sedikit, sedangkan ATP terdapat dalam jumlah relative besar. Saat pascakaku, dapat ditemukan IMP dalam jumlah yang relative besar dan sejumlah kecil inosin, hipoksantin, ADP, ATP, IDP (inosin dipospat) dan ITP (inosin tripospat) (Bendall dan Davey, 1957).

DAFTAR PUSTAKA

Bate-Smith, E.C. 1949. J.Physiol. (London). 110, 47.

Bendall, J. R. dan Davey, C.L. 1957. Biochim. Biophyschology. Acta 26. 93. Academic Press. London

Bendall, J.R. 1973. The Structure and Fungtion of Muscle. Vol. 2. Ed, G.H. Bourne. Academic Press, New York. Hal 244-309

Foresst, J.C. et al. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Fransisco, CA.

Lawrie, R.A. 1979. Meat Science. 3rd. Ed. Pergamon Press. Oxford.

McDonald, P., et al. 1984. Animal Nutrition. 3rd. Ed. Longman. New York.

Newblod, R.P. 1966. The Physiology and Biochemistry of Muscle as a Food. Editor. E.J. Bruskey., et al. Universty of Wisconsin Press. Madison. Hal. 213.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada Universty Press. Yogyakarta.

PENERAPAN METABOLISME SEL ADIPOSA DAN SEL OTOT PADA KELINCI

Respon pertumbuhan pada hewan kelinci ditentukan oleh beberapa faktor yaitu genetik, jenis kelamin, pakan, manajemen pemeliharaan dan pencegahan penyakit. Pertumbuhan bobot badan dipengaruhi pertumbuhan tiga jaringan tubuh yaitu pertumbuhan kerangka, pertumbuhan otot, dan pertumbuhan lemak. Ukuran tubuh bertambah sesuai dengan bertambahnya umur (Saleh et al.,1982). Pertumbuhan kerangka maksimal pada umur dewasa tubuh yang mengikuti dewasa kelamin. Berdasarkan penelitian Fafarita (2006) Kelinci Rex mengalami pertambahan pada bobot badan pada dua tingkat umur saat dewasa. Umur 6-9 bulan dan umur diatas 10 bulan dengan kisaran bobot 2,43 kg pada umur 6-9 bulan menjadi 2,78 kg pada saat diatas 10 bulan bobot badan kelinci jantan, sedangkan kelinci betina 2,58 kg pada saat umur 6-9 bulan menjadi 3,13 kg pada saat diatas 10 bulan diasumsikan bahwa pertambahn bobot badan pada umur dewasa dipengaruhi oleh pertumbuhan jaringan adiposa yang secara tidak langsung dampak dari pemberian pakan. Klas (1997) menyatakan bahwa Jaringan adiposa terdiri dari beberapa sel adiposa yang merupakan jaringan khusus yang mempunyai peranan sebagai tempat utama penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida melalui jalur metabolisme eksogen, trigliserida bersama dengan kolesterol yang berasal dari makanan yang berlemak masuk ke usus dan dicerna. Selain itu, dalam usus juga terdapat kolesterol yang berasal dari hati yang disekresikan bersama dengan empedu ke usus halus. Kedua trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dan hati ini yang terdapat di usus halus disebut lemak eksogen. Trigliserida merupakan ester dari alcohol gliserol dengan asam lemak yang diserap oleh usus setelah mengalami hidrolisis. Kemudian masuk ke dalam palasma menjadi 2 bentuk yaitu sebagai kilomikron berasal dari penyerapan usus, dan sebagai VLDL (Very Low Density Lipoprotein) yang dibentuk oleh hepar dengan bantuan insulin. Proporsi molekul trigliserol yang mengandung residu asam lemak yang sama pada ketiga posisi ester pada lemak alami sangatlah kecil (Murray, 2000). Wahyudi (2009) menyatakan bahwa trigliserida yang diserap di usus dalam bentuk asam lemak bebas, setelah melewati mukosa usus halus, asam lemak bebas akan diubah diubah menjadi trigliserida dan kolesterol diesterifikasi menjadi kolesterol ester. Kedua jenis molekul ini bersamaan dengan fosfoipid dan aplipoprotein akan membentuk lipoprotein disebut kilomikron. Kilomikron kemudian masuk kedalam saluran limfe dan akhirnya menuju ke aliran darah, oleh enzim lipoprotein lipase kilomikron tersebut di hidrolisis menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan diserap oleh endotel pembuluh darah dan dapat disimpan sebagai trigliserida melalui asam lemak koenzim A (FA-Coa) pada jaringan adposa. Apabila ternak kekurangan energi maka akan trigliserida akan mengalami hidrolisis dan menjadi gliserol untuk meningglkan adiposit mengganti energi, sedangkan ternak yang tidak kekurangan energi maka jaringan adiposa akan terus menerima lemak dari pakan dan hati sehingga mempengaruhi pertumbuhan bobot badan pada ternak kelinci.Menurut Allen et al (1979) Pertumbuhan otot merupakan tujuan akhir dari beternak hewan pedaging hal ini dicapai melalui dua bioproses yaitu asupan protein dan perkembangbiakan sel otot. Berdasarkan pnelitian diatas semakin tumbuh dewasa semakin meningkat bobot badan ternak tersebut erat hubunganya dengan sintesis protein ukuran ukran sel otot akan selalu tetap tidak berubah, ketika sel berubah maka terjadi penurunan laju sinstesis protein, pada hewan yang muda kapasitas dalam proses sintesis protein meningkat. Faktor pembatas saat ternak masih dalam tahap pertumbuhan otot dan jaringan pada proses sintesis protein adalah transport glukosa. Laju transport asama amino seperti arginin, metionin, dan histidin juga sebagai faktor pembatas dalam sisntesis protein dalam otot. Faktor pembatas tersebut di atur oleh insulin, dikatakan sebagai faktor pembatas karena insulin sebagai pengendali dalam sisntesis protein melalui ketersiediaan faktor nutrisi dalam proses translasi dalam sel, sedangkan insulin juga mengatur transport glukosan dan asam amino (Riis, 1983). Pemecahan protein pada otot melalui proteolisis dan proses sintesis protein pada otot terjadi karena adanya aktivitas enzim proteinase merupakan bagian tetap dari total sintesis protein. Tingginya ATP yang dibutuhkan dari sintesis protein melalu proses proteolisis juga merangsang ATP-dependt, jika demikian maka glukosa transport dan tingkat insulin dalam otot menjadi faktor penentu baik untuk laju sintesis protein dan proses proteolisis dalam sel otot (Waterlow et al., 1978). Disamping insulin, tiroksin, dan mungkin hormone pertumbuhan lain seperti somatodenin mungkin penting dalam proses laju turnover sintesis protein dari tahap pertumbuhan dan asupan nutrient. Efek hormonal jangka panjang pada laju turnover protein terjadi melalui RNA-polimerase.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, R. W., Madison, D. L., Porter, L. W., Renwick, P. A., & Mayes, B. T. (1979). Organizational Politics-Tactics and Characteristics of Its Actors. California management review, 22 (1), 77-83.

Fafarita, L. 2006. Karakteristik Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kelinci Flemish Giant, English Spot, Dan Rex Di Kabupaten Magelang. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.

Klass S. 1997. Functional differentiation of white and brown adipocytes. Bioessays 19:215.

Murray, R.K. et al. 2000. Biokimia Harper. Terjemahan oleh Andry Hartono. 2001. Ed 25. Jakarta: EGC. Hlm. 148.

Riis. P. M. 1983. Dynamic Biochemystry Of Animal Production. Departement Of Animal Physiology. The Royal Veterinary and Agricultural Universty. Copenhagen. Denmark

Saleh, A.R, S.S. Mansjoer dan A. Saefuddin. 1982. Koreksi Antara Bobot Badan Dengan Lingkar Dada, Lebar Dada, Tinggi Pundak, Panjang Badan Dan Dalam Dada Sapi Ongol Di Pulau Sumba. Media Peternakan. 7 (1) : 19-36.

Wahyudi, A. 2009. Metabolisme Kolesterol Hati: Khasiat Ramuan Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dalam Mengatur Konsentrasi Kolesterol Selular. Program Studi Biokimia. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bagor.

Waterlow, J. C., Garlick, P. J. & Millward, D. J. (1978a). Protein Turnover in Mammalian Tissues and in the Whole Body. Amsterdam: North Holland Publishing Co.

Muhammad Rayhan_P2DA13002/[email protected]