mencintai rasulullah saw
DESCRIPTION
cinta rasulullahTRANSCRIPT
Mencintai Rasulullah saw.
Salam sejahtera kepada penghulu segenap makhluk yang paling mulia,
rahmat bagi semesta alam, manusia paling sempurna, paling suci, dan
penyempurna revolusi zaman, dialah Muhammad SAW. Dialah Nabi paling pemurah, paling
peramah, penuh kharisma dan kewibawaan, kesantunan, serta bergelar
khatamul anbiya. Dialah jalan terang bagi gelapnya kehidupan dengan
kesemarakan akhlaknya yang mulia, itulah puncak dari kebesaran dan
kesempurnaannya sehingga beroleh gelar Al Amin (yang dipercaya).
Muhammad, Nabi yang ummi, kekasih para sahabat di masanya dan di
sepanjang usia semesta, meninggalkan gemilang cahaya kepada dunia.
Muhammad, pemberi pemberi peringatan kepada semua manusia, menorehkan
dalam-dalam tinta keikhlasan di lembaran sejarah. Muhammad, yang
bersumpah dengan banyak panorama indah alam: “Demi siang bila datang
dengan benderang cahaya, demi malam ketika telah mengembang, demi
matahari sepenggalan naik”, telah membumbungkan Islam kepada
cakrawala megah di angkasa sana. Ia, Muhammad, menembus setiap gendang telinga
sahabatnya dengan banyak kuntum-kuntum sabda pengarah dalam menjalani
kehidupan. Ia, Muhammad, yang disanjung semua malaikat di setiap
tingkatan langit, berbicara tentang surga, sebagai tebusan utama bagi
setiap amalan yang dikerjakan. Ia, Muhammad, yang menyayangi fakir
miskin dan anak yatim, menggelorakan perintah untuk senantiasa memperhatikan
manusia lain yang berkekurangan. Dan Ia, Muhammad, telah pergi dan tak
kembali lagi ke dunia ini.
Begitu agungnya Rasulullah SAW di alam ini. Berkaitan dengan keagungan
Nabi ini, Sayyid Hussein Nasr seorang cendekiawan muslim terkemuka
menulis, "Makhluk yang paling mulia ini (Muhammad SAW) juga dinamakan
Ahmad, Musthafa, Abdullah, Abul-Qasim, dan juga bergelar Al Amin—yang
terpercaya. Setiap nama dan gelar yang dimilikinya mengungkapkan suatu
aspek wujud yang penuh berkah. Ia adalah, sebagaimana makna etimologis
yang dikandung dalam kata Muhammad dan Ahmad, yang diagungkan dan
dipuji; ia adalah musthafa (yang terpilih), abdullah (hamba ALLAH yang
sempurna)dan terakhir, sebagai ayah Qasim. Ia bukan hanya Nabi dan utusan
(rasul)ALLAH , tetapi juga kekasih ALLAH dan rahmat yang dikirimkan ke muka
bumi, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran,
"Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi
sekalian alam." (Q.S. Al Anbia [21]:107).
Ungkapan keagungan ini tidaklah berlebihan karena ALLAH Azza wa Jalla
pun memuji beliau, bahkan senantiasa bershalawat kepadanya, firman-Nya,
"Sesungguhnya ALLAH dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada
Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, sampaikanlah shalawat dan salam
kepadanya." (Q.S. Al Ahzab [33]:56). Demikianlah ALLAH dan para
malaikat bershalawat kepadanya, seharusnya apatah lagi kita sebagai makhluk
kecil yang tiada berdaya ini.
Disamping bershalawat ternyata penghormatan kepada Rasulullah SAW
memiliki etika tersendiri. Tidak cukup hanya bershalawat saja, karena
yang terpenting adalah kita harus yakin benar bahwa Rasulullah adalah
suri tauladan sepanjang zaman. Jikalau kita ikut dalam tuntunan beliau
insya ALLAH akan selamat dunia dan akhirat.
ALLAH SWT menjelaskan dalam firman-Nya,
"Dan sesungguhnya Rasul ALLAH itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik
untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui ALLAH di hari
kemudian dan yang mengingati ALLAH sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab
[33]: 21). Seakan ayat ini menyatakan bahwa tidak usah kita melakukan
apapun kecuali ada contohnya dari Rasulullah.
Ketika misalnya, rumah tangga keluarga kita berantakan, maka solusi
terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam mengemudikan bahtera
rumah
tangganya. Subhanallah, siapapun yang mempunyai referensi Rasulullah
dalam perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya
katalog yang sangat mudah di akses, segalanya serba tertuntun.
Berbahagialah umat Islam yang mempunyai tauladan Rasulullah SAW, dalam
dirinya semua aspek kehidupan telah ada reperensinya. Mau duduk,
bertemu dengan kawan, bertemu dengan orang kaya, bercakap dengan orang tak
punya,berhubungan dengan pejabat, semua telah ada contohnya, termasuk
bagaimana teknik menghadapi penjahat. Semuanya sudah jelas, bahkan sampai hal
yang paling sederhana seperti di kamar kecil yang paling tersembunyi
sekalipun, semua ada tuntunannya.
Sayangnya kita jarang menyempatkan diri untuk mempelajari bagaimana
perilaku Rasulullah SAW yang sebenarnya. Karenanya jikalau ingin
menjadi orang besar dan berakhlak mulia, maka amalkan tuntunan Rasulullah SAW
dalam kehidupan kita sehari-hari, baik dalam bermu’amalah ma’an nas
(berhubungan dengan manusia) ataupun bermuamalah ma’a Allah
(berhubungan dengan Allah SWT). Jadi, apatah lagi bagi orang-orang yang mampu
mengaplikasikan semua yang telah Rasul tuntunkan, hasilnya tentu akan
jauh lebih luar biasa lagi.
Oleh karena itu, bagi saudara-saudara yang ingin dikaruniai kesempatan
menjadi guru dan mengharapkan dicintai dan dihormati muridnya kelak,
tidak membosankan murid ketika mengajar di kelas, proses
belajar-mengajar menjadi efektif, serta para muridnya menjadi cerdas dan berpikiran
maju, maka contohlah Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul mengajar?
Ternyata Rasulullah mengajar dengan penuh kelembutan, kasih-sayang, dan
sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.
Jikalau saudara seorang pejabat di sebuah instansi pemerintahan atau
menjadi pengurus di sebuah organisasi, maka yang harus dipikirkan
adalah bagaimana agar bisa sukses dengan tetap mengikuti tuntunan Rasulullah?
Ternyata Rasulullah SAW dalam memegang amanat atau berorganisasi itu
rendah hati, lembut perangainya, senang bertukar pikiran, selalu
meminta ide, saran, dan koreksi dalam bermusyawarah.
Adapun bagi yang ingin dicintai, disukai, penuh pesona, melimpah
kharismanya, maka pelajari bagaimana pribadi Rasul. Para sahabat
seperti halnya Imam Ali ternyata juga meneladani Rasulullah SAW. Nampaknya
jikalau kita berat menghadapi hidup ini, maka pertanyaannya adalah
sampai sejauh mana kita mampu meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi
Rasulullah SAW?
Demikian penting arti sebuah tauladan atau penuntun bagi kehidupan
seseorang. Karenanya siapapun akan sengsara atau bahkan tersesat
jikalau tidak pernah meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW.
Dialah penuntun kita dari kesesatan dan gelapnya kehidupan.
Seperti halnya sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya
tempat ini ada hikmah yang bisa diambil. Kejadiannya adalah dari penuturan
seorang mubaligh. Ketika itu ia diundang bertabligh di suatu tempat.
Berangkatlah ia naik mobil bersama penjemputnya. Penjemput sebagai
penunjuk arah di depan satu mobil dan sang mubaligh mengikuti di
belakang dengan mobil lain.
Beberapa jam perjalanan lancar-lancar saja, sayangnya setelah beberapa
saat sampai di suatu tempat, penunjuk arah memacu kendaraannya lebih
cepat sehingga mobil sang mubaligh tertinggal jauh di belakang. Cerita
selanjutnya mudah ditebak, sang mubaligh pun tersesat. Belok kiri tidak
ketemu, belok kanan masuk pasar, waktu pun berlalu sia-sia, hatinya
bahkan sudah mulai gelisah tidak menentu.
Nampaklah betapa sengsaranya orang yang tersesat, waktu dan tenaganya
terbuang percuma, tujuan tidak menentu, perasaan pun tidak enak, bahkan
sebentar-sebentar harus tanya sana-tanya sini, sungguh merepotkan.
Demikianlah kegelisahan akan makin akrab dengan orang-orang yang
kehilangan penuntun dalam hidupnya.
Bayangkan saja andaikata kita tidak punya penuntun, tidak punya
penunjuk arah, lalu kita berjalan menuju suatu tempat yang belum diketahui
sebelumnya, pastilah tidak akan menentramkan perjalanan tersebut. Tapi
jikalau penuntun, arah, dan tujuannnya jelas, maka langkah kita akan
mantap dan hati pun senantiasa diliputi ketentraman. Dan Rasulullah SAW
adalah penuntun dan panutan kita sepanjang zaman.
Ada dua cara menjadikan Rasulullah SAW sebagai panutan:
Pertama, meneladani sikap dan perilakunya serta taat kepada
perintahnya. Allah SWT menjelaskan bahwa Rasulullah SAW adalah suri tauladan yang
baik bagi umat manusia. (QS.33:21). Karenanya, sebagai salah satu wujud
kecintaan kepadanya kita wajib melaksanakan perintahnya, menjauhi
larangannya, dan meneladaninya.
Kedua, selalu merindukan dan mengingatnya serta mencintainya. Orang
yang merindukan Rasulullah SAW akan selalu berusaha mengerjakan
amalan-amalan yang beliau contohkan agar kelak dapat mendekatkan posisinya dengan
Rasullullah SAW.
Dan, seseorang yang mencintai Rasulullah SAW akan senantiasa
mengingatnya dalam setiap aktifitas dan selalu membaca shalawat atasnya. Karena
Allah SWT dan malaikat-malaikat-Nya pun selalu bershalawat kepada beliau.
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai ummat yang diberi petunjuk oleh
beliau, Rasulullah SAW untuk mencintainya, melebihi cinta kita kepada
yang lainnya. Karena, mencintai Rasulullah SAW pada hakikatnya,
merupakan cinta kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“katakanlah, jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi Muhammad
SAW), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Imran: 31).
Dalam suatu hadist, Anas bin Malik menceritakan bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda:
“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian, sehingga aku lebih
dicintai dari keluarganya, hartanya, dan dari semua manusia.” (HR. Muslim).
Dan riwayat yang lain dijelaskan bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya
melebihi kecintaan kepada yang lainnya merupakan salah satu bentuk manisnya
iman.
Beliau SAW pun sangat mencintai kita sebagai ummatnya. Hal tersebut
terlihat manakala beliau akan menghadap Ilahi Rabbi, tak ada suatu hal
apapun yang ia risaukan atau khawatirkan sepeninggalannya, kecuali
ummatnya. Sehingga, yang terdengar dari mulut mulia beliau di akhir
hayatnya adalah “Ummati...ummati” ummatku...ummatku.
Begitulah, Rasulullah SAW, sebagai panutan kita, telah menorehkan
tinta emas bagi kebahagiaan kita di masa sekarang (dunia) dan di masa depan
(akhirat). Beliau, telah memberikan segalanya untuk ummatnya, walau ia
tak pernah merasakan kenikmatan lebih seperti yang kita rasakan
sekarang ini.
Hal ini terungkap dari sanjungan Aisyah RA kepada beliau di akhir
hayatnya:
Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera,
Yang tidak pernah sejeda pun membaringkan raga pada empuknya tilam,
Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia,
Ku tahu perutmu tak pernah kenyang dengan pulut lembut roti gandum,
Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan,
Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan
neraka sa’ir.
Wallahu a’lamu bish showab.
Oleh Ustadz Nur Rohim Yunus