memori banding najamudin juni 2011

37
MEMORI BANDING Atas Nama Terdakwa IR. NAJAMUDDIN BIN MUNARI Perkara Pidana No. 04/Pid.Sus/B/2011/PN.K.Kp Diajukan oleh TIM PENASIHAT HUKUM

Upload: dian-laras-suminar

Post on 02-Jan-2016

317 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Memori Banding Najamudin Juni 2011

MEMORI BANDING

Atas Nama Terdakwa

IR. NAJAMUDDIN BIN MUNARI

Perkara Pidana No. 04/Pid.Sus/B/2011/PN.K.Kp

Diajukan oleh

TIM PENASIHAT HUKUM

Kuala Kapua, 13 Juni 2011

Page 2: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Kepada Yth.

Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah

Melalui Ketua Pengadilan Negeri Kuala Kapuas

Jl. Tambun Bungai No. 55

Dengan hormat,

Danu Hanura dan kawan-kawan, Advokat dan Pengacara dari Kantor Hukum Danu

Hanura yang beralamat di ................................., berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tanggal ............. (terlampir) dari Terdakwa Ir. Najamuddin Bin Munari untuk

selanjutnya disebut PEMBANDING;

Bahwa PEMBANDING dengan ini hendak menyampaikan memori banding atas

Putusan Pengadilan Negeri Kuala Kapuas dalam perkara pidana No.

04/Pid.Sus/B/2011/PN.K.Kp pada tanggal 1 Juni 2011 dan PEMBANDING mengajukan

Akta Banding pada tanggal 6 Juni 2011 dan berarti masih dalam tenggang waktu yang

ditentukan Undang-Undang, yang amar putusannya berbunyi sebagai berikut:

Mengadili:

- Menyatakan Terdakwa Ir. Najamuddin Bin Munari telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “sengaja merambah

kawasan hutan”;

- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ir. Najamuddin Bin Munari dengan

pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda

kepada terdakwa sebesar Rp 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah) dengan

ketentuan jika denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan

selama 3 (tiga) bulan;

- Menyatakan barang bukti:

Memori Banding 1

Page 3: Memori Banding Najamudin Juni 2011

2 (dua) unit peralatan berat berupa Buldozer merk Komatsu terdiri dari seri

J13132 type D85ESS-2 tahun 2008 dan seri J13397 type D85ESS tahun 2009

dirampas untuk Negara;

- Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 2.500,- (dua ribu

lima ratus rupiah).

I. PENDAHULUAN

Setelah membaca dan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang

dikemukakan dalam putusan perkara pidana atas nama Terdakwa Ir.

Najamuddin Bin Munari (Perkara Pidana No. 04/Pid.Sus/B/2011/PN.K.Kp),

PEMBANDING menyatakan sangat berkeberatan dan berpendapat bahwa

Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri telah tidak mempertimbangkan fakta-

fakta yang terungkap di persidangan secara lengkap, tidak menerapkan hukum

pembuktian sebagaimana mestinya, tidak mempertimbangkan secara

sungguh-sungguh hal-hal yang telah dikemukakan dalam Nota Pembelaan, baik

disampaikan oleh Penasihat Hukum maupun Terdakwa.

Dengan tidak dipenuhinya hal-hal di atas, maka Pembanding berpendapat

bahwa dalam perkara atas nama Terdakwa Ir. Najamuddin Bin Munari

menurut hukum pembuktian yang sah, tidak dapat dinyatakan TERBUKTI

melakukan tindak pidana “SENGAJA MERAMBAH KAWASAN HUTAN”

sebagaimana dalam Dakwaan didakwakan dan dituntut Penuntut Umum. Oleh

karenanya, mohon agar Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi terhormat,

MEMBEBASKAN TERDAKWA Ir. Najamuddin Bin Munari DARI DAKWAAN ATAU

SETIDAK-TIDAKNYA MELEPASKAN DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM.

Memori Banding 2

Page 4: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Adapun alasan-alasan keberatan PEMBANDING terhadap pertimbangan-

pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kuala Kapuas adalah

sebagaimana Kami uraikan dalam bab berikut ini:

II. KEBERATAN-KEBERATAN ATAS PUTUSAN MAJELIS HAKIM PENGADILAN

NEGERI

1. Tentang Terpenuhi Unsur Barangsiapa Hanya Karena Terdakwa Memiliki

Identitas yang Lengkap

Bahwa di dalam halaman 36 Putusan Pengadilan Negeri, Majelis Hakim

berpendapat telah terpenuhi unsur “barangsiapa”, hanya karena Terdakwa

Ir. Najamuddin Bin Munari merupakan orang perorangan yang memiliki

identitas lengkap sebagaimana dalam surat dakwaan dan diakui pula oleh

terdakwa. Argumentasi yang dinyatakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri

terlalu sederhana dan tidak melakukan penelusuran terhadap fakta-fakata

persidangan secara mendalam apakah Terdakwa layak bertanggungjawab

jika dikaitkan dengan waktu kejadian perkara seperti yang didakwakan

Penuntut Umum.

Di dalam Dakwaan dinyatakan bahwa waktu kejadian tindak pidana sekitar

awal bulan Mei Tahun 2009 sampai dengan Bulai Juli Tahun 2009 atau pada

waktu-waktu lain di bulan Mei 2009 atau setidak-tidak-tidaknya di waktu

lainnya di bulan Mei sampai dengan Juli atau setidak-tidaknya masih di

tahun 2009. Sedangkan pemeriksaan yang dilakuan POLDA Kalteng

dilakukan pada tanggal 15 Juni 2009. Berdasarkan Akta Nomor 24 tanggal

15 Januari 2009 yang dibuat oleh Notaris Dr. Irawan Soerodjo, SH., M.Si,

susunan Direksi PT Susantri Permai mengalami perubahan dimana Anthony

Nazareth menjabat sebagai Presiden Direktur, sedangkan Terdakwa dan

Memori Banding 3

Page 5: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Antony Bosco menjabat sebagai Direktur. Jika tempus delicti sebagaimana

yang didakwakan adalah bulan Mei sampai dengan Juli 2009 dan

pemeriksaan yang dilakukan penyidik pada tanggal 15 Juni 2009, maka

yang seharusnya bertanggung jawab berdasarkan tempus delicti adalah

Anthony Nazareth yang menjabat Presiden Direktur pada saat kejadian,

bukan Terdakwa. Terdakwa baru menjabat sebagai Presiden Direktur sejak

bulan Oktober 2009 berdasarkan Akta Nomor 186 tanggal 26 Oktober 2009

dengan Notaris Dr. IRAWAN SOERODJO, SH.

2. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tidak Pernah Melihat Peta TGHK, Tetapi

Menyatakan Peta TGHK sebagai Acuan

Bahwa di dalam bukti-bukti yang disajikan di persidangan memang tidak

pernah ditunjukkan wujud dan bentuk Peta TGHK. Majelis Hakim

menyatakan TGHK sebagai acuan sebagaimana Putusan halaman 42

paragraf 3 hanya didasarkan pada Keterangan Saksi Mohammad Nizar dan

Ahli Ir. Yopie, tanpa melihat bagaimana bentuk Peta TGHK dan akibatnya

jika Peta TGHK dijadikan acuan.

Berdasarkan bukti lampiran peta Keputusan Menteri Pertanian No.

759/Kpts/Um/10/1982 tentang Penunjukkan Areal Hutan di Wilayah

Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah seluas 15.300.000 ha (Lima

Belas Juta Tiga Ratus Ribu Hektar) (“Selanjutnya disebut Kepmentan No.

759 Tahun 1982) ternyata tidak ada Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan,

tetapi yang ada hanyalah Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan

Hutan Prop. Dati I Kalimantan Tengah. Dengan adanya salah penyebutan

judul Peta, tidak melihat secara langsung peta yang digunakan acuan untuk

memutus perkara ini dan hanya bersandar pada “Katanya”, menunjukkan

Majelis Hakim tidak mengungkap kebenaran materiil dalam perkara ini.

Memori Banding 4

Page 6: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Jika kita melihat secara baik-baik Peta Rencana Pengukuhan dan

Penatagunaan Hutan Prop. Dati I Kalimantan Tengah, maka seluruh

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan kawasan hutan tanpa terkecuali.

Dan oleh karena itu, jika Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan

Hutan Prop. Dati I Kalimantan Tengah, maka seluruh penduduk Kalimantan

Tengah harus dipidana karena menggunakan atau menduduki kawasan

hutan secara tidak sah.

Berdasarkan Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan Prop.

Dati I Kalimantan Tengah Tahun 1982, seluruh Kabupaten Kapuas berada di

kawasan hutan. Hal ini berarti mulai dari Kantor Bupati, Kantor Dinas-Dinas,

Kantor POLRES, Pengadilan Negeri Kuala Kapuas, Kejaksaan Negeri Kuala

Kapuas, permukiman penduduk di Palangka Raya, jalan-jalan raya, sekolah-

sekolah, universitas, rumah sakit dan hotel-hotel di Kabupaten Kapuas

berada di kawasan hutan. Jika Terdakwa dinyatakan bersalah hanya karena

Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan Prop. Dati I

Kalimantan Tengah Tahun 1982 dijadikan acuan, maka bukan Cuma

Terdakwa yang harus dinyatakan bersalah. Tetapi juga 329.440 Penduduk

Kabupaten Kapuas juga dipidana, termasuk Penuntut Umum maupun

Majelis Hakim yang memutus perkara ini karena menggunakan atau

menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

Berdasarkan Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan Prop.

Dati I Kalimantan Tengah Tahun 1982, seluruh Kota Palangka Raya berada

di kawasan hutan. Hal ini berarti mulai dari Kantor POLDA Kalimantan

Tengah yang menyidik kasus ini, Kantor Gubernur, Kantor Kejaksaan Tinggi

Kalimantan Tengah, Kantor Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah, Kantor

Kejaksaan Negeri Palangka Raya, Kantor POLRES Palangka Raya, Bandar

Udara Tjilik Riwut, permukiman penduduk di Palangka Raya, jalan-jalan

Memori Banding 5

Page 7: Memori Banding Najamudin Juni 2011

raya, sekolah-sekolah, universitas, rumah sakit dan hotel-hotel di Palangka

Raya berada di kawasan hutan.

Jika memang Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan Prop.

Dati I Kalimantan Tengah Tahun 1982 dijadikan acuan dalam menentukan

kawasan hutan, maka berdasarkan asas persamaan hukum atau equality

before the law seluruh penyidik POLDA Kalimantan Tengah (termasuk juga

yang menyidik Kasus ini), Gubernur beserta jajajarannya, Walikota Palangka

Raya beserta jajarannya, aparat pemerintah dan penegak hukum yang

menempati Palangka Raya, Hakim-Hakim Pengadilan Tinggi dan seluruh

Penduduk Palangka Raya yang berjumlah 220.223 jiwa (hasil sensus

penduduk tahun 2010) harus dikenakan pasal 50 ayat (3) huruf a UU

Kehutanan karena menggunakan atau menduduki kawasan hutan secara

tidak sah.

3. Tidak Dipertimbangkannya Bahwa Kepmentan No. 759 Tahun 1982 Hanya

Bersifat Sementara dan Belum Melalui Proses Pengukuhan Kawasan

Hutan sebagai Amanat Pasal 14 ayat (2) UU Kehutanan

Substansi dari Kepmentan No. 759 Tahun 1982 tidak berisi peraturan,

tetapi hanya bersifat penetapan yang bersifat sementara. Dikatakan

demikian karena isi/substansi dari Keputusan tersebut adalah sebagai

berikut:

Memutuskan.

Menetapkan

Pertama: Menunjuk areal hutan di wilayah Propinsi Dati I Kalimantan

Tengah seluas ±15.300.000 ha sebagai kawasan hutan dengan fungsi dan

luas seperti perincian sebagai berikut:

1. Hutan Suaka Alam/Hutan Wisata 729.919 ha

2. Hutan Lindung 800.000 ha

Memori Banding 6

Page 8: Memori Banding Najamudin Juni 2011

3. Hutan Produksi terbatas 3.400.000 ha

4. Hutan produksi biasa 6.000.000 ha

5. Hutan produksi yang dapat dikonversikan 4.302.101 ha

Kedua: Batas sementara kawasan hutan tersebut pada amar Pertama

terlukis dalam peta pada lampiran surat keputusan ini sedangkan batas

tetap akan ditetapkan setelah dilaksanakan pengukuran dan penataan

batas di lapangan.

Ketiga: Memerintahkan kepada Direktur Jenderal Kehutanan untuk

melaksanakan pengukuran dan penataan batas Kawasan Hutan tersebut di

lapangan.

Keempat: Kawasan hutan yang telah ditunjuk/ditetapkan sebelum

diterbitkannya Surat Keputusan ini, yang letaknya diluar kawasan hutan

sebagaimana dimaksud dalam diktum Pertama Surat Keputusan ini tetap

tidak mengalami perubahan selama belum ada penetapan lebih lanjut.

Kelima: Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dengan

ketentuan, bahwa segala sesuatu akan diubah dan diatur kembali apabila

dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.

Di dalam butir kedua Kepmentan No. 759 Tahun 1982 menyatakan bahwa

”Batas sementara kawasan hutan tersebut pada amar Pertama terlukis

dalam peta pada Lampiran Surat ini, sedangkan batas tetap akan

ditetapkan setelah dilaksanakan pengukuran dan penataan batas di

lapangan”. Karena hanya bersifat sementara, maka keberadaan tersebut

Peta Lampiran Kepmentan No. 759 Tahun 1982 tidak bisa diajukan acuan

untuk jangka waktu yang lama, mengingat adanya perubahan dan

kebutuhan masyarakat terhadap lahan untuk kegiatan pembangunan.

Memaksa masyarakat Kalimantan Tengah untuk mengacu Peta Lampiran

Kepmentan No. 759 Tahun 1982 sama dengan membelenggu masyarakat

untuk berkembang. Pembuat Kepmentan No. 759 Tahun 1982 menyadari

Memori Banding 7

Page 9: Memori Banding Najamudin Juni 2011

bahwa pengukuhan kawasan hutan harus disesuaikan dengan kondisi di

lapangan, dengan cara melakukan pengukuran dan penataan batas.

Selanjutnya, Diktum Ketiga mempunyai makna, bahwa hal ini adalah

penugasan dan bersifat sementara sehingga di dalam penyelesaiannya

dapat dilakukan Direktur Jenderal yang terkait dengan pengukuran di

lapangan untuk memastikan berapa sebenarnya luas kawasan hutan di

Kalimantan Tengah. Pengukuran mengandung makna bahwa luasan belum

diketahui secara pasti karena hanya berdasarkan perhitungan luas di atas

kertas atau di atas peta. Maka sifat surat tersebut jelas disebutkan

sementara. Berarti tidak pasti dan kepastian luas adalah hasil pengukuran

di lapangan yang sesungguhnya.

Oleh karena perlu dipertanyakan, Apakah batas sementara bisa dijadikan acuan

untuk menentukan terbuktinya unsur pidana. Berdasarkan asas kepastian hukum,

seharusnya Terdakwa baru bisa dipidana jika berdasarkan batas tetap telah

memasuki kawasan hutan. Di dalam definisi pasal 1 angka 3 UU Kehutanan yang

menyatakan “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau

ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan

tetap”. Oleh karena itu merujuk pada definisi tersebut, maka suatu kawasan

dinyatakan sebagai kawasan hutan jika sudah ditetapkan sebagai hutan tetap

terlebih dahulu dengan menggunakan batas tetap, bukan batas sementara

sebagaimana Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan Prop.

Dati I Kalimantan Tengah Tahun 1982. Kemudian pasal 14 ayat (2) UU

Kehutanan, memberikan syarat bahwa suatu kawasan hutan mempunyai

kepastian hukum jika telah menjalani seluruh proses pengukuhan kawasan hutan.

Pasal 14 ayat (2) UU Kehutanan menyatakan bahwa ”Kegiatan pengukuhan

kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk

memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan”.

Memori Banding 8

Page 10: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Kemudian pasal 15 ayat (1) menyatakan ”Pengukuhan kawasan hutan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai

berikut:

a. penunjukan kawasan hutan,

b. penataan batas kawasan hutan,

c. pemetaan kawasan hutan, dan

d. penetapan kawasan hutan.”

Selanjutnya, Pasal 15 ayat (2) menyatakan “Pengukuhan kawasan hutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan

rencana tata ruang wilayah”. Sayangnya Penuntut Umum maupun Majelis

Hakim Pengadilan Negeri tidak memperhatikan ketentuan Pasal 14 dan 15,

padahal kedua pasal tersebut merupakan satu rangkaian dalam

menentukan kawasan hutan.

4. Tidak Dipertimbangkannya Perda RTRWP 2003 sebagai Acuan

Berdasarkan Keterangan Ahli Ir. Andarias Lempang dan fakta-fakta

persidangan, lokasi 293 ha merupakan Kawasan Pengembangan Produksi

(KPP) jika merujuk pada Peta Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan No. 8

Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP).

Di Propinsi Kalimantan Tengah, sejak tahun 1993 telah memiliki RTRWP

dengan adanya Peraturan Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah No. 5 Tahun

1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah.

Peraturan Daerah, telah terjadi pemaduserasian di Propinsi Kalimantan

Tengah yang kemudian diubah yakni dengan Peraturan Daerah Propinsi

Kalimantan Tengah No. 8 Tahun 2003.

Memori Banding 9

Page 11: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Keberadaan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Propinsi (RTRWP) bukanlah sesuatu yang turun dari langit, tetapi

merupakan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 yang kemudian

diganti dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang. Selain berlandaskan Undang-Undang Penataan Ruang,

pembentukan Peraturan Daerah RTRWP juga didasarkan pada Undang-

Undang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah yang mengatur tentang

RTRWP memberikan pengaturan tentang penetapan Kawasan Lindung dan

Budidaya yang di dalamnya terdapat kawasan hutan. Beberapa kawasan

yang menurut Peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan Prop.

Dati I Kalimantan Tengah Tahun 1982 masuk dalam kawasan hutan, namun

berdasarkan Peta RTRWP masuk dalam KPP dan KPPL.

Terbitnya UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

menginstruksikan kepada Pemerintah Propinsi untuk membentuk Rencana

Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). Pasal 21 ayat (2) UU No. 24 Tahun

1992 menyebutkan bahwa ”Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah

Tingkat I berisi:

a. arahan pengelolaan kawasan lindung dan

kawasan budi daya;

b. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan

kawasan tertentu;

c. arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian,

pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya;

d. arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan

perkotaan;

e. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah yang meliputi

prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan

prasarana pengelolaan lingkungan;

f. arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan;

Memori Banding 10

Page 12: Memori Banding Najamudin Juni 2011

g. arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara,

dan tata guna sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan

keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan”

Selanjutnya pasal 21 ayat (6) menyatakan “Rencana Tata Ruang wilayah

Propinsi Daerah Tingkat I ditetapkan dengan peraturan daerah”. Sebagai

respon atas UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka pada

tahun 1993 dibentuklah Peraturan Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah No.

5 Tahun 1993. Cakupan dari RTRWP berisi tentang arahan penataan ruang

yang di dalamnya terdapat arahan kawasan hutan.

Pada tanggal 20 September 2003 dibentuklah Perda Provinsi Kalimantan

Tengah No. 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Kalimantan

Tengah. Perda ini menggantikan Perda No. 5 Tahun 1993. Perda Propinsi

Kalimantan Tengah No. 8 Tahun 2003 menyatakan bahwa luas wilayah

Provinsi Kalimantan Tengah menjadi 15.356.700 ha dengan komposisi

kawasan non hutan seluas 5.061.846,46 ha dan kawasan hutan seluas

10.294.853,52 ha. Perda Propinsi Kalimantan Tengah No. 8 Tahun 2003

telah ditetapkan pada tanggal 20 September dan Diundangkan di Palangka

Raya pada tanggal 13 Oktober 2003 dalam Lembaran Daerah Propinsi

Kalimantan Tengah Tahun 2003 No. 28 Seri E.

Perda Propinsi Kalimantan Tengah No. 8 Tahun 2003 merupakan produk

hukum yang sah dan berlaku mengikat. Dikatakan produk hukum dalam

bentuk Peraturan Daerah bersifat mengikat karena Peraturan Daerah

merupakan bagian dari Tata urutan peraturan perundang-undangan baik

menurut TAP MPR No. III Tahun 2000 maupun Undang-Undang No. 10

Tahun 2004. Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber

Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan

peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah:

Memori Banding 11

Page 13: Memori Banding Najamudin Juni 2011

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia

3. Undang-Undang

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

(Perpu)

5. Peraturan Pemerintah

6. Keputusan Presiden

7. Peraturan Daerah

Selanjutnya berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun

2004 menyatakan bahwa Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-

undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.

Kedudukan Peraturan Daerah, khususnya Peraturan Daerah No. 8 Tahun

2003 tentang RTRWP Propinsi Kalimantan Tengah sangat kuat dengan

memperhatikan:

1. Di dalam Konsideran menimbang huruf b yang dinyatakan: ”bahwa

dengan berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, maka Peraturan Daerah Tingkat I Propinsi

Kalimantan Tengah No. 5 Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, perlu ditinjau

Memori Banding 12

Page 14: Memori Banding Najamudin Juni 2011

kembali dan disesuaikan terutama dalam rangka penjabaran strategi

dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional”

2. Sesuai Peraturan Daerah No 8 Tahun 2003 di dalam Bab XI Ketentuan

Penutup, Pasal 65 dinyatakan: ”Dengan berlakunya Peraturan Daerah

ini, maka Peraturan Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Tengah No. 5

Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah

Tingkat I Kalimantan Tengah dinyatakan tidak berlaku”. Juga di dalam

Pasal 66 Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2003 dinyatakan: “Hal-hal yang

belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai

pelaksanannya akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Gubernur”.

Sesuai Pasal 67: “Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi

(RTRWP) adalah 15 (lima belas) tahun sejak Peraturan Daerah ini

diundangkan”. Pasal 68: “Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada

tanggal diundangkan”.

3. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2003 telah ditetapkan pada tanggal 20

September 2003 dan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam

Lembaran Daerah Propinsi Kalimantan Tengah. Diundangkan di Palangka

Raya pada tanggal 13 Oktober 2003, LEMBARAN DAERAH PROPINSI

KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2003 NO. 28 SERI E;

4. Dan sampai sekarang Perda No. 8 Tahun 2003 masih berlaku dan belum

dicabut baik itu oleh Gubernur, Menteri Dalam Negeri ataupun

Presiden.

5. Tidak Dipertimbangkannya Kondisi Riil Di Lapangan yang Berupa Ladang

dan Semak Belukar, Serta Diabaikannya Bukti Kepemilikan Berupa Surat

Keterangan Tanah

Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa kondisi riil di

lokasi 293 ha berupa ladang dan semak belukar. Berdasarkan sejarah

Memori Banding 13

Page 15: Memori Banding Najamudin Juni 2011

kepemilikan, areal tersebut telah dikuasai oleh masyarakat sejak lama

sebelum tahun 1982 atau sebelum Kepmentan No. 759 Tahun 1982

diterbitkan. Berdasarkan Bukti Kepemilikan Tanah yang dikeluarkan oleh

Kepala Desa, areal 293 ha telah dikuasai oleh masyarakat sejak tahun 1980

yang digunakan sebagai ladang dan perkebunan karet dan buah-buahan.

Kepmentan No. 759 Tahun 1982 diterbitkan yang menganut domein

verklaring yakni semua kawasan di Provinsi Kalimantan Tengah adalah

kawasan hutan, kecuali terdapat hak-hak dan bukti kepemilikan lainnya

yang sah yang akan dikeluarkan dari kawasan hutan ketika pengukuran dan

penataan batas di lapangan. Dengan dianutnya domein verklaring dalam

menentukan kawasan hutan, maka terjadilah pencaplokan hak-hak

kepemilikan atas nama kawasan hutan. Jika Kepmentan No. 759 Tahun

1982 tetap dijadikan rujukan dan diabaikannya bukti kepemilikan berupa

Surat Keterangan Tanah, maka sama saja kita melestarikan sistem domein

verklaring yang merupakan peninggalan sistem penjajahan Belanda yang

digunakan untuk mengambil secara sepihak tanah-tanah milik masyarakat.

6. Tidak Dipertimbangkannya Putusan Pidana No.160/Pid.B/2010/PN.Mtw

yang Sudah Berkekuatan Hukum Tetap, Dimana Di Dalam Putusan

Tersebut Ketika “Setiap Orang” Menggunakan Perda RTRWP sebagai

Acuan, maka Ia harus Dilindungi Hukum dan Tidak Bisa Dipidana.

Bahwa memang benar, sistem peradilan kita tidak mengenal yuriprudensi

dimana Putusan Hakim sebelumnya bersifat mengikat terhadap putusan

selanjutnya. Tetapi bukan berarti putusan sebelumnya yang telah

berkekuatan hukum dikesampingkan dan tidak digunakan acuan dalam

memutus perkara. Jika memang pertimbangan-pertimbangan yang ada di

dalam Putusan sebelumnya logis dan memenuhi rasa keadilan, maka ada

Memori Banding 14

Page 16: Memori Banding Najamudin Juni 2011

baiknya Majelis Hakim menggunakan Putusan tersebut sebagai bahan

pertimbangan.

Perkara Pidana No.160/Pid.B/2010/PN.Mtw mempunyai karakteristik yang

sama dengan Perkara Pidana No. 04/Pid.Sus/B/2011/PN.K.Kp yang

menimpa Terdakwa. Kedua perkara tersebut sama-sama diidakwa tindak

pidana kehutanan dengan landasan Kepmentan No. 759 Tahun 1982.

Padahal berdasarkan Peta RTRWP Kalimantan Tengah 2003, lokasi kedua

perusahaan berada di kawasan non hutan alias KPP dan/atau KPPL.

Perbedaannya yakni yang satu perusahaan tambang, sedangkan

perusahaan yang dikelola oleh Terdakwa adalah Perkebunan. Yang satu

berada di Kabupaten Barito Utara, sedangkan kasus yang menimpa

Terdakwa berada di Kabupaten Kapuas.

Dalam Putusan yang dibacakan pada tanggal 16 Desember 2010,

Pengadilan Negeri Muara Teweh membebaskan Terdakwa Ir. Darwizin Alias

Atong dengan pertimbangan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa oleh karena areal Kuasa Pertambangan PT Unirich

Mega Persada (PT UMP) sebagaimana disebutkan di dalam Surat Kepala

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Barito Utara dinyatakan

berada dalam 2 (dua) buah ketentuan yang berbeda dimana berdasarkan

Peta TGHK 1982 areal Kuasa Pertambangan PT Unirich Mega Persada (PT

UMP) berada dalam kawasan hutan, sedangkan berdasarkan Peta RTRWP

areal Kuasa Pertambangan PT Unirich Mega persada (PT UMP) berada

dalam Kawasan Pemukiman dan Pengambangan Lainnya (KPPL) dan

Kawasan Pengembangan Produksi (KPP), sehingga menimbulkan

permasalahan ketentuan mana yang dijadikan acuan di dalam perkara ini

apakah Peta TGhk 1982 ATAU KETENTUAN Peta RTRWP Kalimantan

Tengah 2003, maka Majelis akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai

berikut di bawah ini ;

Memori Banding 15

Page 17: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Menimbang, bahwa di persidangan telah terjadi perbedaan di antara

para saksi maupun para ahli terhadap areal Kuasa Pertambangan PT

Unirich Mega Persada (PT UMP), dimana disatu sisi berpendapat areaL

Kuasa Pertambangan Eksplotasi PT. Unirich Mega Persada (PT UMP)

berada dalam kawasan hutan, sedangkan di sisi lain berpendapat areal

Kuasa Pertambangan PT. Unirich Mega Persada (PT UMP) tidak termasuk

kawasan hutan ;

Menimbang, bahwa lebih lanjut ahli Prof. Dr.H.M.Hadin Muhjad,

SH.,m.Hum, menyebutkan bahwa untuk menentukan mana kawasan

hutan dan mana yang bukan kawasan hutan adalah dengan melakukan

pengukuhan kawasan hutan dimana prosedurnya adalah menunjukan

kawasan hutan, penataan batas, dipetakan selanjutnya ditetapkan dan

dikukuhkan mejadi kawasan hutan dan setahu ahli apa yang diamanatkan

kepada Direktur Jenderal Kehutanan untuk melakukan pengukuran dan

penataan batas kawasan hutan sebagaimana Surat Keputusan Menteri

Pertanian No.759/Kpts/Um/10/1982 belum pernah dilaksanakan;

Menimbang, bahwa pendapat ahli Prof.Dr.H.M. Hadin Muhjad, SH., MH

tersebut didukung pula oleh keterangan ahli Dr. Tommy Hendra Purwaka,

SH., LL.M bahwa Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

759/Kpts/Um/10/1982 tersebut hanyalah berupa beschikking yakni

bersifat tidak mengatur dan hanya penetapan saja, bukan sebagai

peratura yang sifatnya mengatur sehingga memberi kosekuensi hukum

kalau ada 2 (dua) ketentuan, maka salah satu harus digunakan dan karena

Perda No. 8 Tahun 2003 tentang RTRWP Kalimantan Tengah merupakan

peraturan (regeling) maka Peraturan Daerah inilah yang berlaku;

Menimbang, bahwa lebih lanjut adli Dr.Tommy Hendra Purwaka, SH.,

LL.M berpendapat bahwa pengertian kata “batas sementara” pada amar

kedua Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 759/Kpts/Um/10/198

mengandung arti bahwa sifat Surat Keputusan tersebut adalah sementara,

sedangkan amar ketiga berisi “memerintahkan kepada Direktur Jenderal

Memori Banding 16

Page 18: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Kehutanan untuk melakukan pengukuran dan penataan batas kawasan

hutan”, mengandung arti bahwa Direktur Jenderal ditugaskan ke lapangan

untuk mencek dan melakukan pemetaan. Jadi menurut ahli batas-batas

sementara sebagaimana sebagaimana dimaksud di dalam amar kesatu

baru merupakan batas-batas yang digambarkan di peta saja, belum

berdasarkan fakta di lapangan kaena kalau dilihat dari Peta TGHK 1982

hampir seluruh areal Barito Utara/Muara Teweh termasuk akwasan

hutan;

Menimbang, bahwa demikian pula halnya ahli Ir. Rahman Purwoko

berpendapat bahwa di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

759/Kpts/Um/10/1982 perihal Penunjukan Areal Hutan terdapat

kejanggalan karena tidak ada tahapan invetarisasi dan nama lampiran

Peta TGHK tersebut adalah Tata Guna Hutan Kesepakatan, sedangkan

pengertian “Tata Guna Hutan Kesepakatan” adalah setelah dilakukan

pengukuhan, jadi anehnya mengapa nama lampirannya “Peta Tata Guna

Hutan” padahal penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan

serta pengukuhan belum pernah dilakukan dan ahli menegaskan pula

bahwa bila Peta TGHK 1982 diterapkan berarti keseluruhan (100%) areal

Barito Utara merupakan kawasan hutan;

Menimbang, bahwa ahli Ir.Rahman Purwoko menegaskan pula di

dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.759/Kpts/Um/10/1982

disebutkan luas kawasan hutan Kalimantan Tengah 99,63% tetapi dalam

kenyataannya Propinsi Kalimantan Tengah dan Barito Utara sudah ada

sebelum tahun 1982, permasalahnnya adalam mengapa Surat Keputusan

Menteri Pertanian No 759/Kpts/Um/10/1982 yang dikeluarkan pada tahun

1982 tersebut tidak direvisi untuk disesuaikan dengan kondisi yang

sebenarnya padahal menurut ahli kondisi kawasan hutan saat ini baik

Kawasan Hutan Produksi (HP) dan Kawasan Pemukiman dan

Pengembangan Lainnya (KPPL) serta Kawasan Pemgembangan Produksi

Memori Banding 17

Page 19: Memori Banding Najamudin Juni 2011

(KPP) sudah diatur di dalam Perda No.8 Tahun 2003 tentang RTRWP

Kalimantan Tengah;

Menimbang, bahwa di dalam kesaksiannya Ir. Sugito lebih lanjut

menyatakan bahwa penetapan kawasan hutan atas dasar Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 759/Kpts/Um/10/1982 “sudah definitif”

dan saksi Ir Yesaya Arung juga berpendapat Peta TGHK “merupakan

produk terbaik” karena didasarkan data curah hujan, jenis tanaman serta

ketinggian/kelempengan, sebaliknya Dr. Tommy Hendra Purwaka,SH.,LL.M

menyatakan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

759/Kpts/Um/10/1982 bersifat sementara karena di dalam amar kedua

Surat Keputusan tersebut jelas menyebutkan “batas sementara”, berarti

sifat Surat Keputusan tersebut “sementara” ;

Menimbang, bahwa ahli Dr. Tommy Hendra Purwaka, SH.,LL.M

menambahkan pula bahwa di dalam amar ketiga berisi “memerintahkan

kepada Direktur Jenderal Kehutanan untuk melakukan pengukuran dan

penataan batas kawasan hutan”, berarti batas-batas sebagaimana

dimaksudkan di dalam amar kesatu baru merupakan batas-batas yang

digambarkan di atas peta saja, belum berdasarkan fakta di lapangan dan

ternyata sampai saat ini apa yang diperintahkan Menteri Pertanian agar

Diektur Jenderal Kehutanan melakukan pengukuran dan penataan batas

kawasan hutan belum pernah dilaksanakan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Majelis

berpendapat Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

759/Kpts/Um/10/1982 belum dapat dikatakan “sudah definitif” dan

“merupakan produk terbaik”, karena kenyataannya sampai saat ini

pengukuran dan penataan batas kawasan hutan belum pernah

dilaksanakan dan di samping itu Surat Keputusan Menteri tersebut ada

menyebutkan kata “sementara”, berarti apa yang dikatakan saksi Ir.

Sugito maupun Ir. Yesaya Arung bahwa Surat Keputusan Menteri

Memori Banding 18

Page 20: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Pertanian No. 759/Kpts/Um/10/1982 merupakan keputusan yang “definitif

dan merpakan produk terbaik” tidaklah benar;

Menimbang, bahwa selanjutnya patut pula dikemukakan pendapat ahli

hukum pidana Syaifudin SH., MH, bahwa UU No.41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan bukanlah Undang-undang Pidana tetapi satu Undang-Undang

yang mengatur tentang Kehutanan, dimana untuk memenuhi fungsi

administrasi maka dibuatlah ketentuan pidana, jadi maksud adanya

ketentuan pidana di dalam UU Kehutanan adalah semata-mata untuk

mengeakkan norma Hukum Administrasi;

Menimbang, bahwa ahli hukum pidana Syaifudin, SH., MH menegaskan

pula bahwa untuk merumuskan sanksi di dalam Hukum Administrasi harus

berpegang pada prinsip-prinsip ketegasan yang terdapat di dalam Teori

Hukum Pidana yakni prinsip kepastian dan adanya fakta hukum dan

kenyataannya dalam perkara ini masih terdapat problema normatif

tentang kawasan hutan dimana problema normatifnya, apakah areal itu

berada dalam kawasan hutan atau tidak;

Menimbang, bahwa lebih lanjut ahli menambahkan bahwa di dalam

Hukum Administrasi kalau terdapat problema normatif maka tidak serta

merta langsung digunakan Hukum Pidana, karena Hukum Pidana secara

tegas menganut adanya satu kepastian di dalam konteks/ sisi perbuatan

pidananya, namun kalau Hukum Administrasinya sudah jelas menyebutkan

areal tersebut sebagai kawasan hukum maka Hukum Pidana harus

diterapkan/ ditegakkan sehingga dengan demikian fungsi Hukum Pidana

disini adalah untuk melindungi norma Hukum Administrasi, kalau norma

Hukum Administrasi belum jelas atau kabur, maka hukum pidana jangan

dulu diterapkan karena Hukum Pidana merupakan Ultimum Remedium;

Menimbang, bahwa di samping apa yang telah diuraikan di atas,

Majelis patut mencermati Pertimbangan Hukum Jaksa Agung Republik

Indonesia di dalam suratnya No. b072A/A/Go.1/09/2010 tanggal 21

September 2010 perihal Permohonan Pertimbangan Hukum atas

Memori Banding 19

Page 21: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Keterlanjuran Pemanfaatan Kawasan Hutan yang ditujukan kepada

Menteri Kehutanan Republik Indonesia (bukti p-104);

Menimbang, bahwa di dalam “Butir VI Pertimbangan Hukum”nya Jaksa

Agung menyebutkan bahwa “Dalam hal Kementerian Kehutanan memiliki

bukti pendukung adanya Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Rencana Tata Ruang yang tumpang tindih dengan UU No. 41

Tahun 1999 tenatng Kehutanan, maka sewajarnya ditempuh upaya

penyelesaiannya melalui jalur out of sourt sattlement (penyelesaian di luar

pengadilan) dimana cara ini tidak merugikan investor atau pengusaha

yang memiliki izin usaha, karena dalam kegiatan usaha telah

menghasilkan pemberdayaan manusia dalam lingkungan usahanya dan

dalam doktrin penegakan hukum keperdataan kualifikasi hukum bagi

pihak pengusaha yang telah memiliki izin berdasarkan Peraturan Daerah,

maka secara yuridis adalah digolongkan sebagai pihak yang berkualitas

atau sebagai pihak yang dinilai beritikad baik atau goedetrouw, oleh

karena itu harus dilindungi secara hukum ;

Menimbang, bahwa memperhatikan Pertimbangan Hukum Jaksa

Agung yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan tersebut di atas

khususnya “pertimbangan tentang investor atau pengusaha yang telah

memiliki izin dan sebagai pihak yang dinilai beritikhad baik atau

goedetrouw harus dilindungi secara hukum”, maka Majelis patut untuk

mempertimbangkan hal-hal tersebut dikaitkan dengan keterangan saksi-

saksi maupun keterangan terdakwa serta bukti-bukti surat sebagaimana

tersebut di bawah ini ;

Menimbang, bahwa memperhatikan fakta-fakta yang terungkap di

persidangan berupa keterangan saksi H.Sukardjo, B. S.Pd, Muhammah

Nyanya, S.Sos, Bonaventura, Yahaya, ST, Febriano Noman, Drs. H.Asran,

MM, Dawud Suyipto dan Ir Teguh Sapto Subroto sebagaimana tersebut di

atas dan mengutip keterangan terdakwa yang mengatakan telah

memenuhi apa yang disarankan Bupati untuk segera melakukan

Memori Banding 20

Page 22: Memori Banding Najamudin Juni 2011

penambangan serta memperhatikan pula bukti-bukti yang diajukan

terdakwa yang berkaitan dengan perizinan, pembayaran royalti,

pembayaran royalti, pembayaran pajak dan pembayaran berupa

kewajiban-kewajiban lainnya oleh terdakwa yang tidak pernah ditolak oleh

negara dan menghubungkan dengan Pertimbangan Jaksa Agung RI yang

ditujukan kepada Menteri Kehutanan, Majelis berpendapat bahwa

terdakwa selaku investor atau pengusaha telah melakukan kewajibannya

dengan benar sehingga patut dikualifikasi sebagai pihak yang beritikhad

baik atau goedetrouw, sehingga patut dan beralasan terdakwa harus

dilindungi secara hukum;

Menimbang, bahwa oleh karena pihak yang beritikhad baik atau

goedetrouw sebagaimana Pertimbangan Jaksa Agung RI maupun

pertimbangan Majelis harus dilindungi secara hukum dan kenyatannya

berbagai persyaratan berkaitan dengan perizinan serta royalti kepada

negara telah dibayar terdakwa dan Bupati Barito Utama juga telah

menyatakan areal PT Unirich Mega Perdana (PT UMPT) berada dalam

KPPL/KPP dan di dalam mengelola pertambangan tidak mendapat

larangan dari instansi yang berkompeten, sehingga terdakwa meyakini

telah memenuhi persyaratan untuk melakukan penambangan serta

keterangan saksi-saksi maupun pendapat ahli yang mengatakan Perda

No.8 Tahun 2003 sampai saat ini masih berlaku dan belum pernah dicabut

sebagaimana telah dipertimbangkan di atas dan telah terbukti, maka

Majelis berpendapat yang tepat dijadikan acuan di dalam menentukan

apakah lokasi penambangan PT Unirich Mega Persada (PT UMP) termasuk

dalam kawasan hutan atau tidak adalah Perda No.8 Tahun 2003 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kaimantan Tengah.

7. Tidak Dipertimbangkan Surat Jaksa Agung No. B072A/A/Gp.1/09/2010

Memori Banding 21

Page 23: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Pada tanggal 21 September 2010 Jaksa Agung mengirimkan Surat No.

B072A/A/Gp.1/09/2010 kepada Menteri Kehutanan Perihal Permohonan

Pertimbangan Hukum atas Keterlanjuran Pemanfaatan Kawasan Hutan. Di

dalam Butir VI Pertimbangan Hukumnya, Jaksa Agung menyebutkan

“Dalam hal Kementerian Kehutanan yang memiliki bukti adanya Peraturan

Daerah yang tumpang tindih dengan kawasan hutan, maka sewajarnya

ditempuh penyelesaian lewat jalur out of court settlement (penyelesaian di

luar pengadilan) dimana cara ini tidak merugikan investor atau pengusaha

yang memiliki izin usaha, karena dalam kegiatan usaha telh menghasilkan

pemberdayaan manusia dalam lingkungan usahanya dan dalam doktrin

penegakan hukum keperdataan kualifikasi hukum bagi pihak pengusaha

adalah digolongkan pihak yang berkualitas dan dinilai beretikat baik ”. Di

dalam pertimbangannya, Jaksa Agung menyatakan bahwa “Pengusaha

yang telah memiliki ijin berdasarkan Peraturan Daerah, maka secara

yuridis adalah digolongkan sebagai pihak yang berkualitas atau sebagai

pihak yang dinilai beretikad baik atau goedetrouw, oleh karena itu harus

dilindungi secara hukum”.

8. Dalam Putusan-Putusan Sebelumnya, “Merambah Kawasan Hutan”

Hanya Ditujukan Untuk yang Tidak Mempunyai Izin Sama Sekali

Di dalam Putusan sebelumnya yakni Putusan Perkara Pidana No. 1939

K/Pid.Sus/2009, Putusan No. 1919 K/Pid.Sus/2009 dan Putusan No.1604

K/Pid/ 2007, menyatakan bahwa kegiatan perambahan adalah kegiatan

pembabatan atau membuka hutan yang dilakukan tanpa izin. Berdasarkan

alat bukti yang dihadirkan di persidangan, bahwa PT Susantri Permai dalam

menjalankan usaha perkebunan termasuk di dalamnya kegiatan membuka

lahan telah mengantongi berbagai izin yang dipersyaratkan antara lain:

1. Keputusan Bupati Kapuas No. 946 Tahun 2006 tanggal 30 September 2006

tentang pemberian ijin lokasi kepada PT Susantri Permai untuk keperluan

perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Kapuas Hulu Kabupaten Kapuas;

Memori Banding 22

Page 24: Memori Banding Najamudin Juni 2011

2. Surat Bupati Kapuas Nomor 957/DISHUTBUN Tahun 2008 tertanggal 26

September 2008 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan (IUP) kepada PT.

SUSANTRI PERMAI, berlaku selama 12 (dua belas) bulan.

3. Surat Bupati Kapuas Nomor: 974/BPN/Tahun 2008 tertanggal 27 September

2008 tentang Pemberian Perpanjangan Izin Lokasi kepada PT. SUSANTRI PERMAI

untuk keperluan Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Kapuas hulu,

Kabupaten Kapuas., berlaku selama 1 (satu) tahun.

4. Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kapuas No.

660/779/BHL/IX/2008 tanggal 28 Desember 2008 tentang Kesepakatan Kerangka

Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Usaha dan/atau Kegiatan

Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kecamatan

Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas.

5. Surat Menteri Pertanian RI No: 1534/Kpts/SR.120/11/2008 tertanggal 6

Nopember 2008 tentang Pemberian Izin Pemasukan Benih Tanaman Kedalam

Wilayah Negara Republik Indonesia.

6. Surat Bupati Kapuas No. 311/62.03.409/X/2009 tanggal 23 Oktober 2009 Perihal

Rekomendasi Kegiatan Investasi PT Susantri Permai

7. Surat Bupati Kapuas No. 545/Disbunhut tahun 2009 tanggal 30 Oktober 2009

tentang Perpanjangan Izin Usaha Budidaya Perkebunan (IUBP) kepada PT.

Susantri Permai

Karena sudah mempunyai izin yang lengkap dan lokasi yang dibuka

bukanlah kawasan hutan, maka unsur merambah kawasan hutan tidak

terbukti.

9. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tidak Konsisten, Di Satu Sisi

Berpendapat Tidak Mempunyai Kewenangan Menilai Sah atau Tidak

Peraturan, Di Sisi Lain Menyatakan Kepmentan No. 759 Tahun 1982 Bisa

Dijadikan Dasar Hukum yang Sah

Di dalam Putusan halaman 42, Majelis Hakim Pengadilan Negeri

menyatakan bahwa bukan kewenangan dari Pengadilan Negeri untuk

menilai sah atau tidaknya suatu peraturan karena bertentangan dengan

Memori Banding 23

Page 25: Memori Banding Najamudin Juni 2011

peraturan perundang-undangan dan sepanjang Keputusan Menteri

Pertanian No. 759 Tahun 1982 atau dikenal sebagai TGHK belum dicabut,

maka peraturan tersebut masih bisa dijadikan dasar hukum yang sah.

Jika memang Majelis Hakim berpendapat tidak mempunyai kewenangan

untuk menilai sah atau tidaknya suatu peraturan, maka seharusnya ia juga

tidak dapat menyatakan suatu peraturan dapat dijadikan dasar hukum

yang sah. Ini menunjukkan kebingungan dan ketidakkonsistenan Majelis

Hakim dalam memutus perkara.

10. Tentang Perampasan Barang Bukti Milik Pihak Ketiga

Bahwa di dalam Putusan Majelis Hakim menyatakan barang bukti: 2 (dua)

unit peralatan berat berupa Buldozer merk Komatsu terdiri dari seri J13132

type D85ESS-2 tahun 2008 dan seri J13397 type D85ESS tahun 2009

dirampas untuk Negara.

Bahwa di dalam putusan pidana terutama terkait dengan perampasan

barang juga diakui dan dilindungi barang-barang milik Pihak Ketiga. Barang-

barang yang bisa dilakukan perampasan sebagaimana diatur dalam Pasal

78 ayat (15) UU Kehutanan hanyalah barang-barang yang menjadi milik

pelaku kejahatan yang digunakan untuk dengan kejahatan. Pasal 78 ayat

(1) 15 UU Kehutanan menyatakan “Semua hasil hutan dari hasil kejahatan

dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang

dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran

sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara”. Dengan

adanya terminologi “alat angkutnya”, maka barang-barang yang bisa disita

haruslah milik atau kepunyaan dari pelaku, bukan milik pihak ketiga.

Bahwa di dalam UU lain misal UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 19 ayat (1)

Memori Banding 24

Page 26: Memori Banding Najamudin Juni 2011

menyebutkan “Putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang

bukan kepunyaan terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga

yang beritikad baik akan dirugikan”.

Bahwa 2 (dua) unit peralatan berat berupa Buldozer merk Komatsu terdiri

dari seri J13132 type D85ESS-2 tahun 2008 dan seri J13397 type D85ESS

tahun 2009 merupakan milik CV Mustika Mentaya yang mempunyai itikad

baik dan tidak mempunyai niat untuk melakukan tindak pidana “merambah

kawasan hutan”.

Bahwa di samping itu, dalam dakwaan maupun tuntutan tidak disebutkan

dasar hukum yang sah untuk melakukan perampasan terhadap alat-alat

sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (15) UU Kehutanan. Majelis Hakim

Pengadilan Negeri secara tiba-tiba menyatakan barang bukti dirampas

untuk negara tanpa menyebutkan dasar hukum yang sah untuk melakukan

perampasan, maka Putusan tentang perampasan tersebut tidak berdasar.

11. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Salah Dalam Menyatakan Terbuktinya

Dakwaan

Bahwa di dalam Putusan halaman 43, Majelis Hakim Pengadilan Negeri

menyatakan diperoleh keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya dalam

dakwaan kesatu yaitu melanggar Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf

b Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang telah dirubah dan ditambah

dengan UU Nomor 19 Tahun 2004.

Padahal Dakwaan yang diajukan Penuntut Umum yakni:

Pertama

Memori Banding 25

Page 27: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Melanggar Pasal 78 ayat (14) jo Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf

b UU Kehutanan

Atau

Kedua

Melanggar Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf b UU Kehutanan

Jika memang Terdakwa terbukti melanggar Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50

ayat (3) huruf b UU Kehutanan, maka bunyi pertimbangan dalam putusan

yakni Terdakwa terbukti melakukan dakwaan kedua, bukan dakwaan

kesatu. Hal ini berarti bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri tidak cermat

dalam membaca Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan yang dijadikan acuan

dalam memutus Perkara ini.

III. PENUTUP

Bahwa berdasarkan atas segala sesuatu yang diuraikan di atas, maka

terbuktilah bahwa perbuatan dan kesalahan PEMBANDING secara hukum

tidaklah terbukti sama sekali. Oleh karena itu adalah patut dan wajar bila

Majelis Hakim tingkat banding membatalkan putusan aquo dan selanjutnya

mengadili sendiri sebagai berikut:

PRIMAIR

(1) menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana sebagaimana Dakwaan Pertama dan Kedua;

(2) membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tuntutan hukum;

(3) menetapkan barang bukti milik PT Susantri Permai dikembalikan ke PT

Susantri Permai, barang bukti berupa 2 unit peralatan berat buldozer

merk Komatsu dikembalikan ke CV Mustika Mentaya dan barang bukti

milik Terdakwa dikembalikan ke Terdakwa,

(4) menetapkan hak atas ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana ditentukan

dalam perundang-undangan,

(5) membebankan biaya perkara kepada Negara;

SUBSIDAIR

Memori Banding 26

Page 28: Memori Banding Najamudin Juni 2011

Mohon putusan lain yang seadil-adilnya (ex ouquo et bono).

Demikian memori banding ini Kami buat dan semoga dapat dijadikan

pertimbangan dalam Putusan.

Kuala Kapuas, 13 Juni 2011

Hormat Kami,

Tim Penasihat Hukum Terdakwa

Memori Banding 27