makalah case 1 siap print blok nbs tutorial a2

Upload: andri-karnanda

Post on 30-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

upn

TRANSCRIPT

MAKALAH TUTORIALFEBRILE SEIZURE

TUTORIAL A-2dr. Wahyunia

1. Via Arsita Dewi 11102110482. Bella Nabila Soraya 11102111153. Andriansyah Karnanda 11102110824. Bahri Ahmadi 11102110945. Eva Tami Handari 11102110176. Nur Amirah .T. 11102111177. Nia Karima Sjarif 11102111548. Fatimah Nur Janah 10102111899. Fauzan Rustandi 111021112510. Latifah Nur Afuw1110211200

NEURO BEHAVIOUR SYSTEMFAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTAJalan Rs. Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450Telpon (021)7669803Fax (021)7669803

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kejang Demam. Makalah ini disusun berdasarkan studi literatur (media elektronik dan media cetak) selama kurang lebih 2 hari, mulai tanggal 27-28 Februari 2013.Dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada :1. Allah SWT yang memberikan keselamatan dan perlindungan dunia dan akhirat. 2. Keluarga yang telah memberikan dukungan, pengorbanan, dan doa.3. dr.Wahyunia yang selaku dosen pembimbingan yang telah menyampaikan ilmu dan pengetahuannya.4. Teman-teman tutorial A-2 atas partisipasinya baik waktu, materi, pikirannya dalam penyelesaiannya makalah ini.Akhirnya, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena kami hanya mahasiswa yang dalam masa pembelajaran. Namun demikian, kami berharap nantinya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta,28 Februari 2013

Tim Penulis

Halaman 1ANAMNESISSaat ini , anda sedang bertugas jaga di UGD RS, datanglah seorang anak berusia 2 tahun, di gendong ibunya dalam keadaan kejang. Kejang terjadi di seluruh tubuh , kejang berlangsung selama sekitar 3 menit , sebelum kejang pasien mengalami panas. Saat kejang , kedua mata anak tersebut melihat keatas. Saat kejang anak tidak sadar. Setelah kejang, anak tersebut menangis , dan tidak terdapat kelemahan pada anggota badan. Sudah sejak 4 hari yang lalu ia mengalami batuk pilek namun tidak diberikan obat. Mulai semalam, mulai panas. Oleh ibunya hanya dibalurkan bawang merah, menurut kepercayaan orang tuanya, jika di oles bawang , panas akan turun. Namun, sampai pagi, panas juga belum turun.Riwayat Penyakit DahuluSewaktu ia berusia 8 bln, ernah juga mengalami kejang di saat panas. Riwayat trauma kepala disangkal dan nyeri kepala hebat disangkal. Riwayat ada kelemahan anggota gerak disangkal.Riwayat KeluargaIbunya sewaktu kecil pernah mengalami kejang disaat panas.Riwayat perkembangan :Menurut ibunya anaknya berbeda dari kakak kakaknya. Ia mulai bias duduk saat ia berusia 1,5 tahun, dan sampai sekarang belumdapat berdiri sendiri, hanya bias duduk. Dan jika hendak kemana mana , ia menggunakan pantatnya ( ngesot ). Ibunya tidak pernah memeriksakan atau membawa anaknya ke dokter di karenakan menurut neneknya , nanti juga bias berjalan dengan sendirinya. Ia tdiak pernah diimunisasi, karena ada tetangganya yang kejang setelah imunisasi sehingga ibunya takut anaknya mengalami hal yang samaRiwayat kelahiran :Ia adalah anak ke lima . Saat melahirkan mitta, ibu mitta berusia 37 tahun. Ia lahir saat usia kandungan ibunya berusia 8 bulan, saat itu ibunya tiba tiba mengalami pecah ketuban . Berat saat lahir adalah 1800 gram. Setelah di rawat beberapa minggu di Rumah sakit, akhirnya ia diperbolehkan pulang.

Halaman 2Kesadaran : menangis, compos mentisVital Sign : HR : 110 X/ menitRR : 30X/ menitSuhu : 40 C ( Axilla)Berat badan : 10 kgKepala : Mesocephal, jejas (-), lingkar kepala :Mata : Konjugtiva pucat : -/-Sclera ikterik : -/-Refleks Cahaya Langsung : -/-Refleks Cahaya Tidak Langsung : -/-Pupil Isokor , diameter 3mm/3mmPapiledema : -/-Hidung : Nafas Cuping Hidung : -/-Terdapat secret cair, beningMukosa hidung hiperemisTelinga : Membran timpani intak, tidak hiperemis, tidak ada edema mukosaMulut : Faringitis hiperemis. Tonsil T1-T1 tenangCor/ Pulmo : dbnAbdomen : Supel, Bising usus (+) 6x/menit, Hepar & lien tidak teraba membesarAscites (-)Extremitas : dalam batas normal, kekuatan motorik normal

Pemeriksaan NeurologisMeningeal Sign :Kaku kuduk : (-)Brudzinsky I : (-)Brudznsky II : (-)Kernig : (-)Refleks Fisiologis : normalRefleks Patologis : (-)

Halaman 2Hematologi :

Hb : 11,8 (n=10,8 12,8)Ht : 33% (n=35-43%)Leukosit :16000/ul (n=5000-10.000)Trombosit : 378000/ul (n=150.000 450.000)Eritrosit : 3,96 juta/ul (n=3,90 5,30 juta/ul)Hitung Jenis : Eosinofil = 0% (n= 0-4)Basofil = 0% (n= 0-1)Neutrofil = 82% (n= 29-72)Limfosit = 36% (n= 36-52)Monosit = 2% (n=0-5)GDS : 100 mg/dL

Elektrolit darah :Natrium : 139 mmol/LKalium : 3,8 mmol/LKalsium : 1,1 mmol / LMagnesium :

Halaman 4Ia didiagnosis mengalami kejang demam sederhana yang disebabkan oleh rhinitis dan faringitis, sehingga diberikan antibiotic dan obat penurun panas . Anda akan melakukan edukasi pada ibu pasien untuk mencegah berulang kembali kejang demam

A. Anatomi Fisiologi Neuron 1. Neuron adalah unit dasar sistem saraf (Gibson, 2003). Sistem saraf melakukan kontrol terhadap hampir sebagian besar aktivitas otot dan kelenjar tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Neuron dikhususkan untuk menghasilkan sinyal listrik dan biokimia cepat. Neuron juga mengolah, memulai, mengkode dan menghantarkan perubahan-perubahan pada potensial membrannya sebagai suatu cara untuk menyalurkan pesan dengan cepat melintasi panjangnya (Sherwood, 2001). Terdapat berjuta-juta neuron dalam sistem saraf. Sel saraf bervariasi dalam bentuk dan ukuran berdasarkan fungsi yang berbeda-beda (Gibson, 2003).Sebuah neuron biasanya terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel, dendrit dan akson. Nukleus dan organel-organel terdapat di badan sel, tempat berasalnya sejumlah besar neuron yang dikenal sebagai dendrit. Dendrit adalah serat pendek seperti sikat yang melekat pada bagian luar sel untuk membawa impuls ke arah badan sel. Pada sebagian besar neuron, membran plasma badan sel dan dendrit mengandung reseptor-reseptor protein untuk mengikat zat antara kimiawi dari neuron lain (Sherwood, 2001). Akson atau serat saraf adalah serat yang dilalui impuls meninggalkan badan sel untuk ditransmisikan ke sel lain. Setiap sel saraf memiliki satu akson yang mempunyai panjang bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter. Satu akson sering bercabang banyak didekat ujungnya dan setiap ujung batang membentuk pembesaran seperti kancing yang merupakan bagian pengantar informasi. Setiap serat dilapisi selubung tipis disebut selubung mielin yang merupakan substansi lemak. Mielinisasi serat dimulai pada bulan keenam masa janin dan lengkap setelah lahir (Gibson,2003).Mielin berfungsi sebagai insulator seperti karet yang membungkus kabel listrik untuk mencegah arus bocor menembus bagian membran yang bermielin. Mielin bukan merupakan bagian dari sel saraf tetapi terdiri dari sel-sel pembentuk mielin yang terpisah yang membungkus diri mengelilingi akson. Sel-sel pembentuk mielin adalah oligodendrosit disusunan saraf pusat (otak dan korda spinalis) dan sel schwann di sistem saraf perifer (saraf yang berjalan diantara susunan saraf pusat dan berbagai bagian tubuh lainnya). Daerah serat yang tidak dilapisi mielin disebut sebagai nodus ranvier. Serat-serat bermielin menghantarkan impuls lima puluh kali lebih cepat daripada serat tidak bermielin untuk ukuran yang sama (Sherwood, 2001).Impuls saraf adalah perubahan kimia elektrik kompleks yang berjalan disepanjang serat saraf. Di dalamnya, ion (partikel bermuatan) bergerak dari bagian dalam sebuah akson ke arah luar, dan ion lain bergerak dari luar ke dalam. Sinaps adalah titik komunikasi antara satu neuron dan neuron lain. Saat impuls tiba di sinaps, transmiter kimia dibebaskan dan merangsang sel berikutnya. Diketahui terdapat sekitar 30 transmiter, diantaranya asetilkolin, norepinefrin, dan dopamin. Setiap transmiter bekerja dengan aktivitas sistem saraf yang berbeda (Gibson, 2003).

2. Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf Ada dua cara yang dilakukan neuron sensorik untuk menghantarkan impuls tersebut, yakni melalui membran sel atau membran plasma dan sinapsis. Penghantaran Impuls Saraf melalui membran plasma di dalam neuron, sebenarnya terdapat membran plasma yang sifatnya semipermeabel. Membran plasma neuron tersebut berfungsi melindungi cairan sitoplasma yang berada di dalamnya. Hanya ion-ion tertentu akan dapat bertranspor aktif melewati membran plasma menuju membran plasma neuron lain. Apabila tidak terdapat rangsangan atau neuron dalam keadaan istirahat, sitoplasma di dalam membrane plasma bermuatan listrik negatif, sedangkan cairan di luar membrane bermuatan positif. Keadaan yang demikian dinamakan polarisasi. Perbedaan muatan ini terjadi karena adanya mekanisme transpor aktif yakni pompa natrium-kalium. Konsentrasi ion natrium (Na+) di luar membrane plasma dari suatu akson neuron lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di dalamnya. Sebaliknya,konsentrasi ion kalium (K+) di dalamnya lebih besar daripada di luar. Akibatnya, mekanisme transporaktif terjadi pada membran plasma. Kemudian, apabila neuron dirangsang dengan kuat, permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+ berubah meningkat. Peningkatan permeabilitas membran ini menjadikan ion Na+ berdifusi ke dalam membran, sehingga muatan sitoplasma berubah menjadi positif. Fase seperti ini dinamakan depolarisasi atau potensial aksi . Sementara itu, ion K+ akan segera berdifusi keluar melewati membrane Fase ini dinamakan repolarisasi. Perbedaan muatan pada bagian yang mengalami polarisasi dan depolarisasi akan menimbulkan arus listrik. Kondisi depolarisasi ini akan berlangsung secara terus-menerus, sehingga menyebabkan arus listrik. Dengan demikian, impuls saraf akan terhantar sepanjang akson. Setelah impuls terhantar, bagian yang mengalami depolarisasi akan mengalami fase istirahat kembali dan tidak ada impuls yang lewat. Waktu pemulihan ini dinamakan fase refraktori atau undershoot

B. Definisi Kejang DemamKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Konsensus Penanganan Kejang Demam,UKK neurologi IDAI, 2005). Kejang demam sebagai kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang terjadi setelah usia satu bulan, berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat, tanpa adanya kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya (The International League Against Epilepsy (ILAE),1993). Konsesus The National Institute of Health (NIH) mendefinisikan kejang demam sebagai sebuah peristiwa pada masa bayi dan anak-anak yang biasanya terjadi antara usia 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tanpa adanya bukti infeksi intrakranial atau penyebab kejang lainnya. Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidaktermasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.

C. Epidemilogi Kejang Demam 2-4% dari populasi anak 6 bulan - 4 tahun 80 90% merupakan kejang demam sederhana 20% kasus kejang demam kompleks 8% berlangsung > 15 16% berulang dalam waktu 24 jam Lebih sering pada anak laki-laki Bilakejang demam sederhanayang pertamaterjadipadaumur kurangdari 12 bulan, maka risiko kejang demam ke dua 50 %, Bi;a kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12bulan, risiko kejangdemam keduaturun menjadi 30%. Setelah kejangdemam pertama, 2-4% anakakanberkembang menjadi epilepsy dan ini 4kali risikonya dibandingkan populasi umum.(Baumer JH,2004)

D. Etiologi Kejang DemamTerdapat interaksi 3 faktor yang menyebabkan kejang demam :1. Demam2. Imaturitas otak 3. Predisposisi genetik(IDAI, 2010; ILAE, 2005)

E. Faktor Resiko Kejang DemamFaktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat dan kadar natrium rendah.Faktor resiko kejang demam berulang:1. Faktor resiko yang tetap:a. Riwayat kejang demam di keluargab. Usia saat kejang demam pertama 15 menitb. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993)

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. (Nelson KB, Ellenberg JH, 1978)Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial (Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT, 1987)Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan kejang anak sadar (Shinnar S 1999).

G. Patogenesis 1. DemamKejang merupakan manifestasi klinik akibat terjdinya pelepasan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimia maupun anatomi. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid danpermukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karenaperbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase yang terdapat padapermukaan sel Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut: a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel sel yang belum matang / immatureb. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permeabilitas membrane sel.c. Metabolisme basal meningkat sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neurond. Demam meningkatkan Cerbral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion ion keluar masuk sel.Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otakselama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otakyang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yangberlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy (Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman,Arvin,2000).Patogenesis Kejang Demam Inflamasi( Infeksi )

demam

Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme basal meningkatKebutuhan O2 meningkat

Glukosa ke otak menurun

Perubahan konsentrasi dan jenis ion di dalam dan di luar sel

Difusi ion Na+ dan K+

Kejang

Durasi pendek Durasi lama

Sembuh Apnea Metabolisme otak meningkat

O2 menurun Hiperkapnia Hipotensi arterial

Kebutuhan O2 meningkat

hipoxemia

Aktivitas otot meningkat

Hipoxia

Permeabilitas meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Epilepsi

2. Imaturitas Otak Tahap perkembangan otak dibagi menjadi 6 fase, neurulasi, perkembangan prosensefali, proloferasi neuron, organisasi dan mielinisasi. Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai pada fase neurulasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai bertahun-tahun sampai pascanatal. Sehingga kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami bangkitan kejang terutama fase perkembangan organisasi meliputi: diferensiasi dan pemantapan neuron pada subplate, pencocokan, orientasi, dan peletakan neuron pada korteks, pembentukkan cabang neurit dan dendrit, pemantapan kontak di sinapsis, kematian sel terprogram, proliferasi dan diferensiasi sel glia. Pada proses diferensiasi dan pemantapan neuron pada subplate, terjadi diferensiasi neurotransmitor eksitator dan inhibitor. Pembentukan reseptor untuk eksitator lebih awal dibandingkan inhibitor. Pada proses pembentukkan cabang-cabang akson ( dendrit dan neurit ) serta pembentukan sinapsis, terjadi kematian sel terprogram dan plastisitas. Terjadi proses eliminasi sel neuron yang tidak terpakai. Sinapsis yang dieleminasi sekitar 40%. Proses ini disebut regeresif. Sel neuron yang tidak terkena proses kematian program bahkan terjadi pembentukan sel baru disebut palstisitas. Proses tersebut terjadi sampai anak berusia 2 tahun. Apabila masa proses regresif terjadi bangkitan kejang demam dapat mengakibatkan trauma pada sel neuron sehingga mengakibatkan modifikasi proses regresif. Apabila pada fase organisasi ini terjadi rangsangan berulang-ulang seperti kejang demam akan mengakibatkan aberrant palsticity, yaitu penurunan fungsi GABA-ergic dan desensitisasi reseptor GABA dan serta sensitisasi reseptor esksitator. Pada keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. Corticotropin realising hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi. Kadar CRH tinggi di hipokampus berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. Mekanisme homeostatis pada otak belum matang atau masih lemah, akan berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan usia, meningkatkan eksitabilitas neuron. Atas dasar uraian di atas, pada masa otak belum matang mempunyai eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa ini disebut developtmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang. Eksitator lebih dominan dibandingkan inhibitor sehingga tidak ada keseimbangan antara eksitator dan inhibitor. Anak mendapat serangan bangkitan kejang pada usia awal developmental window mempunyai waktu lebih lama fase eskitabilitas neural dibandingkan anak yang mendapatkan serangan kejang demam pada usia akhir masa developmental window. Apabila anak mengalami stimulasi demam pada otak fase ekstabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang. Developmental merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berusia kurang dari 2 tahun ( Soetomenggolo, 2007 ).

H. Diagnosis1. Anamnesaa. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum / saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga , epilepsy dalam keluargac. Singkirkan penyebab kejang lainnya. (IDAI SPM Kesehatan Anak , 2004)

2. Pemeriksaan KlinisPemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari tanda-tanda meningitis, adanya defisit neurologis, asimetris, atau stigmata kelainan neurokutaneous dan ganggauan metabolik. Hasil pengukuran lingkar kepala dapat menjadi informasi penting.

3. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti darah perifer, elektrolit dan gula darah (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006)

b. Pungsi lumbalPemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 % .Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:a. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukanb. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkanc. Bayi > 18 bulan : tidak rutin(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006)Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006). c. ElektroensefalografiPemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. (Kesepakatan Saraf Anak,2005)

d. PencitraanFoto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi, seperti: a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)b. Parese nervus VIc. Papiledema (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006)

I. Diagnosis Banding1. Epilepsi yang disertai dengan demam2. Meningitis3. Ensephalitis

J. PenatalaksanaanTujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk, Mencegah kejang demam berulang Mencegah status epilepsi Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

1. Penatalaksanaan saat kejang

2. Pemberian obat pada saat demama. AntipiretikAntipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi E). Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah parasetamol 10 mg/kg yang sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh. (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

b. AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I, rekomendasi E).Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 39 % kasus.Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)Pemberian Obat Rumatana. Indikasi pemberian obat rumat Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):a) Kejang lama > 15 menitb) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.c) Kejang fokal Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:a) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jamb) Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulanc) Kejang demam > 4 kali per tahun(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

b. Jenis obat antikonvulsana) Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I).Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam benign dan efek samping penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan dalam jangka pendek, dan pada kasus yang sangat selektif (rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 - 50 %). b) Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15 - 40 mg/kg/hari dalam 2 - 3 dosis dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg per hari dalam 1 - 2 dosis.(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

c. Lama pengobatan rumatPengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

.

K. Edukasi pada orang tuaKejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik2. Memberitahukan cara penanganan kejang 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembaliPemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat efek samping obat (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:2. Tetap tenang dan tidak panik3. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher4. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut5. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang6. Tetap bersama pasien selama kejang7. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti8. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)L. Indikasi Rawat 1. KDK2. Hiperpireksia 3. Usia < 6 bulan 4. Kejang demam pertama 5. Terdapat kelainan neurologis (IDAI SPM Kesehatan Anak , 2004)

M. Prognosis Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Resiko Berulangnya kejang demam sekitar 1/3 anak dapat menglami kejang demam berulang, 10% dapat terjadi >3x. (Herry Garna, 2012)

Meningeal Sign Pada meningitis atau terdapat darah di rongga subarakhnoid, dapat merangsang selaput otak, dan terjadilah iritasi meningel Manifestasi: sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotofobia, hiperakusis, tungkai fleksi, opistotonus Selain itu juga memberikan beberapa gejala: Kaku kuduk, tanda Lasegue, Kernig, Brudzinski I, Brudzinski II a. Kaku Kuduk Cara pemeriksaan:Tempatkan tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang berbaring Tekukan kepala hingga mencapai dagu Perhatikan ada atau tidaknya tahanan -> + bila ada tahanan + pada rangsang selaput otak, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, artritis servikal Pada rangsang selaput otak tidak ditemukan tahanan saat rotasi

b. Tanda Lasegue Cara pemeriksaan:Pasien berbaring diminta meluruskan kedua tungkainya Satu tungkai diangkat lurus hingga mencapai 70Bila sudah timbul sakit sebelum 70 maka tanda Lasegue ++ pada rangsang selaput otak, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral

c. Tanda Kernig Cara pemeriksaan:Pasien berbaring diminta meluruskan kedua tungkainya Satu tungkai dibentuk sudut 90 pada persendian panggul Tungkai bawah di ekstensikan hingga 135Bila terdapat tahanan dan nyeri sebelum 135, maka tanda Kernig ++ pada rangsang selaput otak (bilateral), HNP- lumbal (unilateral)

d. Tanda Brudzinski ICara pemeriksaan:Tempatkan tangan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring Tekukan kepala hingga mencapat dadaBila terdapat fleksi kedua tungkai, maka tanda Brudzinski +e. Tanda Brudzinski II Cara pemeriksaan:Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian panggul Bila tungkai yang satu lagi ikut terfleksi maka tanda Brudzinski II +

Gangguan Jiwa Pada Anak

Retardasi Mental Adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau ganguan fisik lainnya Untuk diagnosis yang pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnnya kemampuan adaptasi terhadapap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari Terdapat 6 jenis retardasi mental: Retardasi Mental Ringan Retardasi Mental Sedang Retardasi Mental Berat Retardasi Mental Sangat Berat Retardasi Mental Lainnya Retardasi Mental Yang Tidat Tergolongkan (YTT) Retardasi Mental Ringan IQ antara 50 sampai 69 Pemahaman dan penggunaan bahasa cendrung terlambat, masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa Kebanyakan dapat mendiri penuh merawat diri dan mencapai ketrampilan praktis, walau terlambat Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yg bersifat akademik

Retardasi Mental Sedang IQ antara 35 sampai 49 Ada kesenjangan kemampuan, beberapa mencapai tingkat yg kebih tinggi, lainnya canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana Retardasi Mental Berat IQ antara 20 sampai 34 Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang Kebanyakan menderita gangguan motorik yang mencolok menunjukan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat Retardasi Mental Sangat Berat IQ dibawah 20 Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling tinggi hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi, dan hendaya daya lihat dan daya dengar Retardasi Mental Lainnya Digunakan bila ada gangguan sensorik atau fisik misalnya buta, bisu, tuli, dll Autisme Adalah gangguan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dan dengan ciri kelainan fungsi dalam 3 bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang Terdapat hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio emosional, buruk dalam menggunakan isyarat sosial Terdapat pula hendaya kualitatif dalam dalam komunikasi, berbentuk kurangnya penggunaan bahasa yang dimiliki, keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan, kurangnya isyarat tubuh yang menekankan atau memberi arti tambahan dlm komunikasi lisan Juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang dan stereotipik, terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari lingkungan hidup pribadi Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikasi terdapat retardasi mentas Gangguan Hiperkinetik Ciri-ciri utama adalah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang, seperti ribut, lari-lari, lompat-lompat, berputar-putar

Tanda Dan Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial Salah satu penyebab terjadinya peningkatan tekanan intrakanial adalah adanya hematom pada intrakranial atau dapat pula disebabkan karena adanya tumor yang akhirnya menekan bagain intrakranial Salah satu akibat dari peningkatan tekanan intrakanial adalah timbulnya nyeri kepala Tetapi tidak semua nyeri kepala ditimbulkan karena adanya peningkatan tekanan intrakranial Nyeri kepala atau sefalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak enak di kepala, setempat atau menyeluruh dan dapat menjalar ke wajah, mata, gigi, rahang bawah, dan leher

Tumbuh Kembang AnakTABLE 8-1 --Developmental Milestones in the First 2 Yr of LifeMILESTONEAVERAGE AGE OF ATTAINMENT (MO)DEVELOPMENTAL IMPLICATIONS

GROSS MOTOR

Holds head steady while sitting2Allows more visual interaction

Pulls to sit, with no head lag3Muscle tone

Brings hands together in midline3Self-discovery of hands

Asymmetric tonic neck reflex gone4Can inspect hands in midline

Sits without support6Increasing exploration

Rolls back to stomach6.5Truncal flexion, risk of falls

Walks alone12Exploration, control of proximity to parents

Runs16Supervision more difficult

FINE MOTOR

Grasps rattle3.5Object use

Reaches for objects4Visuomotor coordination

Palmar grasp gone4Voluntary release

Transfers object hand to hand5.5Comparison of objects

Thumb-finger grasp8Able to explore small objects

Turns pages of book12Increasing autonomy during book time

Scribbles13Visuomotor coordination

Builds tower of 2 cubes15Uses objects in combination

Builds tower of 6 cubes22Requires visual, gross, and fine motor coordination

COMMUNICATION AND LANGUAGE

Smiles in response to face, voice1.5More active social participant

Monosyllabic babble6Experimentation with sound, tactile sense

Inhibits to no7Response to tone (nonverbal)

Follows one-step command with gesture7Nonverbal communication

Follows one-step command without gesture10Verbal receptive language (e.g.,Give it to me)

Says mama or dada10Expressive language

Points to objects10Interactive communication

Speaks first real word12Beginning of labeling

Speaks 46 words15Acquisition of object and personal names

Speaks 1015 words18Acquisition of object and personal names

Speaks 2-word sentences (e.g.,Mommy shoe)19Beginning grammaticization, corresponds with 50+ word vocabulary

COGNITIVE

Stares momentarily at spot where object disappeared2Lack of object permanence (out of sight, out of mind) [e.g., yarn ball dropped]

Stares at own hand4Self-discovery, cause and effect

Bangs 2 cubes8Active comparison of objects

Uncovers toy (after seeing it hidden)8Object permanence

Egocentric symbolic play (e.g., pretends to drink from cup)12Beginning symbolic thought

Uses stick to reach toy17Able to link actions to solve problems

Pretend play with doll (e.g., gives doll bottle)17Symbolic thought

TABLE 8-2 --Emerging Patterns of Behavior During the 1st Year of Life[*]NEONATAL PERIOD (1ST 4 WK)

Prone:Lies in flexed attitude; turns head from side to side; head sags on ventral suspension

Supine:Generally flexed and a little stiff

Visual:May fixate face on light in line of vision;doll's-eye movement of eyes on turning of the body

Reflex:Moro response active; stepping and placing reflexes; grasp reflex active

Social:Visual preference for human face

AT 1 MO

Prone:Legs more extended; holds chin up; turns head; head lifted momentarily to plane of body on ventral suspension

Supine:Tonic neck posture predominates; supple and relaxed; head lags when pulled to sitting position

Visual:Watches person; follows moving object

Social:Body movements in cadence with voice of other in social contact; beginning to smile

AT 2 MO

Prone:Raises head slightly farther; head sustained in plane of body on ventral suspension

Supine:Tonic neck posture predominates; head lags when pulled to sitting position

Visual:Follows moving object 180 degrees

Social:Smiles on social contact; listens to voice and coos

AT 3 MO

Prone:Lifts head and chest with arms extended; head above plane of body on ventral suspension

Supine:Tonic neck posture predominates; reaches toward and misses objects; waves at toy

Sitting:Head lag partially compensated when pulled to sitting position; early head control with bobbing motion; back rounded

Reflex:Typical Moro response has not persisted; makes defensive movements or selective withdrawal reactions

Social:Sustained social contact; listens to music; says aah, ngah

AT 4 MO

Prone:Lifts head and chest, with head in approximately vertical axis; legs extended

Supine:Symmetric posture predominates, hands in midline; reaches and grasps objects and brings them to mouth

Sitting:No head lag when pulled to sitting position; head steady, tipped forward; enjoys sitting with full truncal support

Standing:When held erect, pushes with feet

Adaptive:Sees pellet, but makes no move to reach for it

Social:Laughs out loud; may show displeasure if social contact is broken; excited at sight of food

AT 7 MO

Prone:Rolls over; pivots;crawls or creep-crawls (Knobloch)

Supine:Lifts head; rolls over; squirms

Sitting:Sits briefly, with support of pelvis; leans forward on hands; back rounded

Standing:May support most of weight; bounces actively

Adaptive:Reaches out for and grasps large object; transfers objects from hand to hand; grasp uses radial palm; rakes at pellet

Language:Forms polysyllabic vowel sounds

Social:Prefers mother; babbles;enjoys mirror; responds to changes in emotional content of social contact

AT 10 MO

Sitting:Sits up alone and indefinitely without support, with back straight

Standing:Pulls to standing position;cruises or walks holding on to furniture

Motor:Creeps or crawls

Adaptive:Grasps objects with thumb and forefinger; pokes at things with forefinger; picks up pellet with assisted pincer movement; uncovers hidden toy; attempts to retrieve dropped object; releases object grasped by other person

Language:Repetitive consonant sounds (mama, dada)

Social:Responds to sound of name; plays peek-a-boo or pat-a-cake;waves bye-bye

AT 1 YR

Motor:Walks with one hand held (48 wk); rises independently, takes several steps (Knobloch)

Adaptive:Picks up pellet with unassisted pincer movement of forefinger and thumb; releases object to other person on request or gesture

Language:Says a few words besides mama, dada

Social:Plays simple ball game; makes postural adjustment to dressing

TABLE 9-1 --Emerging Patterns of Behavior from 1 to 5 Yr of Age[*]15 MO

Motor:Walks alone; crawls up stairs

Adaptive:Makes tower of 3 cubes; makes a line with crayon; inserts raisin in bottle

Language:Jargon;follows simple commands; may name a familiar object (e.g., ball)

Social:Indicates some desires or needs by pointing; hugs parents

18 MO

Motor:Runs stiffly; sits on small chair; walks up stairs with one hand held; explores drawers and wastebaskets

Adaptive:Makes tower of 4 cubes; imitates scribbling; imitates vertical stroke; dumps raisin from bottle

Language:10 words (average); names pictures; identifies one or more parts of body

Social:Feeds self; seeks help when in trouble; may complain when wet or soiled; kisses parent with pucker

24 MO

Motor:Runs well, walks up and down stairs, one step at a time; opens doors; climbs on furniture; jumps

Adaptive:Makes tower of 7 cubes (6 at 21 mo); scribbles in circular pattern; imitates horizontal stroke; folds paper once imitatively

Language:Puts 3 words together (subject, verb, object)

Social:Handles spoon well; often tells about immediate experiences; helps to undress; listens to stories when shown pictures

30 MO

Motor:Goes up stairs alternating feet

Adaptive:Makes tower of 9 cubes; makes vertical and horizontal strokes, but generally will not join them to make cross; imitates circular stroke, forming closed figure

Language:Refers to self by pronoun I; knows full name

Social:Helps put things away; pretends in play

36 MO

Motor:Rides tricycle; stands momentarily on one foot

Adaptive:Makes tower of 10 cubes; imitates construction of bridge of 3 cubes; copies circle; imitates cross

Language:Knows age and sex; counts 3 objects correctly; repeats 3 numbers or a sentence of 6 syllables

Social:Plays simple games (in parallel with other children); helps in dressing (unbuttons clothing and puts on shoes); washes hands

48 MO

Motor:Hops on one foot; throws ball overhand; uses scissors to cut out pictures; climbs well

Adaptive:Copies bridge from model; imitates construction of gate of 5 cubes; copies cross and square; draws man with 2 to 4 parts besides head; identifies longer of 2 lines

Language:Counts 4 pennies accurately; tells story

Social:Plays with several children, with beginning of social interaction and role-playing;goes to toilet alone

60 MO

Motor:Skips

Adaptive:Draws triangle from copy; names heavier of 2 weights

Language:Names 4 colors; repeats sentence of 10 syllables; counts 10 pennies correctly

Social:Dresses and undresses; asks questions about meaning of words; engages in domestic role-playing

EPILEPSI

Epilepsi adalah suatu serangan mendadak, dengan manifestasi fisik seperti kejang-kejang, gangguan sensorik, atau kehilangan kesadaran yang dihasilkan dari muatan listrik abnormal di otak. Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut etiologi (idiopatik/primer dan sekunder), tempat asal kejang, manifestasi klinis (general atau fokal), frekuensi (isolated, siklik, repetitif) atau berdasar korelasi elektrofisiologis. Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh bermacam etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.EtiologiEtiologi epilepsi dapat dibagi menjadi :1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik.2. Simptomatik : disebabkan oleh kelainan atau lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, gangguan peredaran darah otak, toksik, metabolic, kelainan neuro-degeneratif.PatofisiologiKejang epilepsi (serangan epilepsi, epileptic fit) dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga menyebabkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik (kesan sensorik), otonom (salivasi), atau fungsi kognitif (kognitif, emosional) secara lokal atau umum.Kejang epilepsi dapat bersifat lokal missal di gyrus precentralis kiri dengan neuron di daerah tersebut yang mengatur kaki kanan (kejang parsial). Kejang dapat menyebar dari tempat tersebut ke seluruh gyrus precentralis (epilepsi Jacksonian). Sebagai contoh, kram klonik dapat menyebar dari kaki kanan ke seluruh tubuh bagian kanan (gerakan motorik Jacksonian) tanpa pasien kehilangan kesadaran. Namun, jika kejang menyebar ke sisi tubuh lainnya, pasien akan kehilangan kesadaran (kejang parsial dengan generalisasi sekunder). Kejang umum primer selalu disertai hilangnya kesadaran. Kejang tertentu (absens) dapat juga hanya menyebabkan kehilangan kesadaran yang terisolasi. Fenomena pemicunya adalah depolarisasi paroksismal pada neuron tunggal (pergeseran depolarisasi paroksismal). Hal ini disebabkan oleh pengaktifan kanal Ca2+. Ca2+ yang masuk mula-mula akan membuka kanal kation yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang berlebihan, yang akan terhenti oleh pembukaan kanal K+ dan Cl yang diaktivasi oleh Ca2+. Kejang epilepsi terjadi jika jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang cukup. Penyebab atau faktor yang memudahkan terjadinya epilepsi adalah kelainan genetic, malformasi otak, trauma otak (jaringan parut di sel glia), tumor, pendarahan, atau abses. Kejang juga dapat dipicu oleh keracunan (alkohol), inflamasi, demam, pembengkakan sel atau pengerutan sel, hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, kurang tidur, iskemia atau hipoksia, dan perangsangan berulang.Perangsangan neuron atau penyebaran rangsangan ke neuron sekitarnya ditingkatkan oleh sejumlah mekanisme selular.Dendrit sel pyramidal mengandung kanal Ca2+ yang akan membuka pada saat depolarisasi sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron, akan lebih banyak kanal Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ dihambat oleh Mg2+, sedangkan hipomagnesemia akan meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mengurangi refluks K+ melalui kanal K+. Hal ini berarti K+ mempunyai efek depolarisasi, dan karena itu pada saat yang bersamaan meningkatkan pengaktifan kanal Ca2+. Dendrit sel pyramidal juga didepolarisasi oleh glutamate dari sinaps eksitatorik. Glutamat bekerja pada kanal kation yang tidak permeable terhadap Ca2+ (kanal AMPA) dank anal yang permeable terhadap Ca2+ (kanal NMDA). Kanal NMDA normalnya dihambat oleh Mg2+.Akan tetapi, depolarisasi yang dipicu oleh pengaktifan kanal AMPA akan menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerja sama dari kedua kanal). Jadi defisiensi Mg2+ dan depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal NMDA. Potensial membran neuron normalnya dipertahankan oleh kanal K+. Syarat untuk hal ini adalah gradien K+ yang melewati membran sel harus adekuat. Gradien ini dihasilkan oleh Na+/ K+ ATPse. Kekurangan energy (kurang O2 atau hipoglikemia) akan menghambat Na+/ K+ ATPse sehingga memudahkan depolarisasi sel.Depolarisasi normalnya dikurangi oleh neuron inhibitorik yang mengaktifkan kanal K+ dan atau Cl diantaranya melalui GABA. GABA dihasilkan oleh glutamate dekarboksilase, yakni enzim yang membutuhkan piridoksin (vitamin B6) sebagai kofaktor. Defisiensi vitamin B6 (kelainan genetik) memudahkan terjadinya epilepsy. Hiperpolarisasi neuron thalamus dapat meningkatkan kesiapan kanal Ca2+ tipe-T untuk diaktifkan sehingga memudahkan serangan absens.Klasifikasi Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts epilepsy (ILAE) terdiri dari diua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsy dan klasifikasi untuk sindrom epilepsy. Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsy:1. Bangkitan parsiala. Bangkitan parsial sederhanai. Motorikii. Sensorikiii. Otonomiv. Psikisb. Bangkitan parsial kompleksi. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaranii. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunderi. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonikii. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonikiii. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

2. Bangkitan umuma. Lena (absens)b. Mioklonikc. Klonikd. Tonike. Tonik-Klonikf. Atonik3. Tak tergolongkanKlasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi:1. Berkaitan dengan letak fokus Idiopatik (primer) Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna) Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital Primary reading epilepsy. Simptomatik (sekunder) Lobus temporalis Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus oksipitalis Kronik progesif parsialis kontinua Kriptogenik2. Umum Idiopatik (primer) Kejang neonatus familial benigna Kejang neonatus benigna Kejang epilepsi mioklonik pada bayi Epilepsi absans pada anak Epilepsi absans pada remaja Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga. Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak. Kriptogenik atau simptomatik. Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia). Sindroma Lennox Gastaut. Epilepsi mioklonik astatik Epilepsi absans mioklonik Simptomatik Etiologi non spesifik Ensefalopati mioklonik neonatal Sindrom Ohtahara Etiologi / sindrom spesifik. Malformasi serebral. Gangguan Metabolisme.3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum. Serangan umum dan fokal Serangan neonatal Epilepsi mioklonik berat pada bayi Sindroma Taissinare Sindroma Landau Kleffner Tanpa gambaran tegas fokal atau umum Epilepsi berkaitan dengan situasi Kejang demam Berkaitan dengan alkohol Berkaitan dengan obat-obatan Eklampsi. Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)Diagnosis Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut:1. Anamnesisa. Pola/bentuk bangkitanb. Lama bangkitanc. Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitand. Frekuensi bangkitane. Faktor pencetusf. Ada/tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarangg. Usia pada saat terjadinya bangkitan pertamah. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anaki. Riwayat terapi epilepsi sebelumnyaj. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologikMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital. gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang dan kanker.3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasia. Pemeriksaan EEGi. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks)ii. Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan) pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%; pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%.iii. Bila EEG pertama normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur, atau dengan menghentikan obat anti epilepsi (OAE).iv. Indikasi pemeriksaan EEG: Membantu menegakkan diagnosis epilepsi Menentukan prognosis pada kasus tertentu Pertimbangan dalam penghentian OAE Membantu dalam menentukan letak fokus Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnyab. Pemeriksaan pencitraan otak, dengan indikasi:i. Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan strukturalii. Adanya perubahan bentuk bangkitaniii. Terdapat defisit neurologik fokaliv. Epilepsi dengan bangkitan parsialv. Bangkitan pertama di atas usia 25 tahunvi. Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsic. Magnetic Resonance Imagingi. Merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scanii. Dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosaiii. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahaniv. Pemeriksaan laboratorium Darah : hemoglobin, hematokrit, trombosit, apus darah tepi, elektrolit, kadar gula darah, fungsi hati, ureum, kreatinin, dan lainnya sesuai indikasi Cairan serebrospinal : bila curiga ada infeksi SSP Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya kelainan metabolik bawaan

Diagnosis Banding1. SinkopeSinkope adalah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran darah kedalam otak dan anoksia. Sebabnya adalah tensi darah yang menurun mendadak biasanya saat penderita sedang berdiri. Pada fase permulaan, penderita menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan kabur. Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan darah rendah. Dengan dibaringkan horizontal penderita segera membaik. 2. Gangguan jantungGangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan yang mungkin pula mengakibatkan pingsan.3. Gangguan sepintas peredaran darah otakGangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak dengan macam-macam sebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini dijumpai kelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksia, dan lain-lain.4. HipoglikemiaHipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, paltisipasi, tremor, mulut kering. Kesadaran dapat menurun perlahan.5. HisteriaKejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun. Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca serangan seperti terdapat pada epilepsi. Gerakan-gerakan yang terjadi menyerupai kejang tonik klonik, tetapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya serangan sering berhubungan dengan stress.6. Paralisis tidurBiasanya terjadi kejang menjelang tidur atau bangun dan sering didahului halusinasi visual dan auditoris. Serangan ini sering merekrutkan penderita karena ia dapat bernafas, menggerakkan mata, namun tidak dapat bergerak. Sentuhan ringan atau rangsang auditoris dapat mengakhiri paralisis tersebut yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik.

KomplikasiKomplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti: Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus, anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda). Kepribadian keras : agresif dan defensifKomplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi: Aspirasi atau muntah Fraktur vertebra atau dislokasi bahu Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit Status epileptikusStatus epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal.Komplikasi meliputi: Aspirasi Aritmia Dehidrasi Fraktur Serangan jantung Trauma kepala

Pedoman Pengobatan EpilepsiUntuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, terdapat beberapa pedoman yang perlu diperhatikan:

a. DiagnosisSebelum pengobatan dimulai, diagnosis epilepsi harus dipastikan. Penderita epilepsi harus minum obat dalam jangka waktu lama sehingga perlu dipastikan bahwa diagnosis ditegakkan dengan benar. Bila seorang pasien mengalami serangan lebih dari satu kali dalam 12 bulan terakhir maka terapi dimulai. Jika pasien hanya mengalami satu kalis erangan, pengobatan ditangguhkan bila tidak ada tanda-tanda lesi otak yang mendasarinya.

b. Jenis epilepsiMenentukan jenis serangan penting sekali oleh karena jenis serangan tertentu memerlukan obat antikonvulsi tertentu. Pada bangkitan parsial tipe sederhana diberi karbamazepin, tipe kompleks diberi difenilhidantoin dan tipe umum sekunder diberi fenobarbital. Sedangkan bangkitan umumtipe konvulsif diberi asam valproat, tipe mioklonik diberi asam valproat, clonazepam atau nitrazepam. Dan tipe lena diberi etoksuksimid.

c. UsiaBeberapa obat mempunyai efek samping yang lebih besar bila diberikan pada anak usia pertumbuhan, misalnya pada pemberian difenilhidantoin akan terjadi hipertrofi gigi. Pemberian fenobarbital pada anak-anak dengan usia kurang dari 3 tahun sering terjadi hiperkinetik serta efek teratogenik.

d. Keadaan sosial ekonomi

e. Faktor kepatuhan Untuk dapat menjamin keberhasilan pengobatan sangat penting bahwa penderita minum obat secara teratur dan untuk jangka waktu yang panjang sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh dokter.TTujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Prinsip pemberian terapi farmakologis pada epilepsi adalah sebagai berikut:a. Obat Anti Epilepsi (OAE) diberikan bila: Diagnosis epilepsi sudah dipastikan (confirmed) Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu tahun Setelah pasien dan/atau keluarga menerima penjelasan tujuan pengobatan Pasien dan/atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek sampingb. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahan sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.d. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE bangkitan tidak terkontrol, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan perlahan dosisnya.e. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.f. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila: Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG Pada pemeriksaan CT Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan, misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak dan ensefalitis. Herpes Kerusakan otak Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua) Riwayat bangkitan simptomatik Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsy) Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP Bangkitan pertama berupa status epileptikusg. Efek samping dan interaksi farmakokinetik antar-OAE perlu diperhatikan

Obat saraf golongan antikonvulsan atau obat epilepsi terbagi dalam 8 golongan yaitu:a) Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin.b) Golongan Barbiturat seperti Fenobarbital, Primidon.c) Golongan Oksazolidindion: Trimetadion.d) Golongan Sukstnimtd: Etosuksimid, Karbamazepin, Ox Carbazepinee) Golongan Bcnzodiazepin: Diazepam, Klonazepam, Nitrazepam, Levetiracetamf) Golongan Asam Valproat dan garamnya (Divalproex Na)g) Golongan Phenyltriazine; Lamotrigine.h) Golongan Gabapentin dan turunannya (Pregabalin).i) Lainnya: Fenasemid, Topiramate.

Pemilihan OAE pada Pasien Remaja dan dewasa Berdasarkan Bentuk BangkitanTipe BangkitanOAE Lini IOAE Lini II / TambahanOAE Lini III / Tambahan

LenaValproatLamotriginEtosuksimidLevetiracetamZonisamid

MioklonikValproatTopiramatLevetiracetamZonisamidLamotriginClobazamClonazamFenobarbital

Tonik KlonikValproatKarbamazepinFenitoinFenobarbitalLamotriginOkskarbazepinTopiramatLevetiracetamZonisamidPirimidon

AtonikValproatLamotriginTopiramatFelbamat

ParsialCarbamazepinFenitoinFenobarbitalOkskarbazepinLamotriginTopiramatGabapentinValproatLevetiracetamZonisamidPregabalinTlagabineVigabatrinFelbamatPirimidon

Tidak terklasifikasikan

Valproat

Lamotrigin

TopiramatLevetiracetamZonisamid

Bila lebih dari satu jenis obat yang digunakan bersama, kemungkinan saling mempengaruhi tentu ada. Obat yang sering berinteraksi dapat mengganggu konsentrasi obat (Meninggikan kadar difenilhidantoin seperti isoniazid, khloramfenikcol, dikumarol, asetazolmaid; adapula yang menurunkan kadar difenilhidantoin seperti karbamazepin, diazepam, klonazepam) dan anti epilepsi dan obat yang diketahui menurunkan kadamya oleh obat antiepilepsi (griseolfulvin warfarin, hormon steroid PII kontrasepsi, dan vitamin D doksisiklin).Efek samping obat dapat terjadi salam hubungan dengan dosis, keadaan yang disebut suatu intoksikasi. Pada keracunan akut difenilhidantoin berturut-turut dapat terjadi nystagmus. ataksia, dan bila kadar obat lebih tinggi lagi penurunan kesadaran. Pada keracunan kronik obat-obat epilepsi dapat teijadi degenerasi sel serebelum, neurophaty perifer, anemia megaloblastik, dan defisiensi vitamin D.17

Efek Samping OAEObatEfek samping yang mengancam jiwaEfek samping minor

KarbamazepinAnemia aplastik, hepatotokisitas, sindrom Steven Johnson, lupus like syndromeDizziness, ataksia, diplopia, mual, kelelahan, lekopeni, trombositopenia, ruam, gangguan perliaku, tics

FenitoinAnemia aplastik, gangguan fungsi hati, sindroma Steven Johnson, lupus like syndrome, pseudolymphomaHipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia, nistagmus, diplopia, ruam, anoreksia, mual, makrositosis, neuropati perifer

FenobarbitalHepatotoksik, ganggunan jaringan ikat dan sumsum tulang, sindroma Steven JohnsonsMengantuk ataksia, nistagmus, ruam/ kulit, depresi, hiperaktif pada anak, gangguan belajar

Asam ValproatHepatotoksisitas, hiperamonemia, leopeni, trombositopeni, pankreatitisMual, muntah, rambut menipis, tremor, amenore, peningkatan berat badan, konstipasi- - I

TevetiracetamBelum diketahuiMual, nyeri kepala, dizziness, kelemahan, mengantuk, gangguan perilaku

GabapentinBelum diketahuiSomnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, peningkatan berat badan, gangguan perilaku pada anak

LamotriginSindrom Stevens Johnson, gangguan hepar akut, kegagalan multi organRuam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala, mual, muntah, insomnia

OkskarbazepinRuam kulitDizziness, ataksia, nyeri kepala, mual, kelelahan, hiponatremia

TopiramatBatu ginjal, hipohidrosis, gangguan fungsi hatiGangguan kognitif, kesulitan menemukan kata, dizziness, ataksia, nyeri kepala, kelelahan, mual, penurunan berat badan, parestesia, glukoma

ZonizamidBatu ginjal, hipohidrosis, ganemia apalstikMual, nyeri kepala, dizziness, kelelahan, parestesia, ruam, gangguan berbahasa

Autisme

Definisi autisme

Istilah autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya (Dawson & Castelloe dalam Widihastuti, 2007). Gulo (1982) menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di alamnya sendiri. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi (Budiman, 1998). Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun (Suryana, 2004). Menurut dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH (dalam Suryana, 2004), autisme bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri.

Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak Autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif). Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan perkembangan yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi, bahasa dan motorik

2. Ciri-ciri autisme Menurut American Psychiatric Association dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM IV-TR, 2004), kriteria diagnostik untuk dari gangguan autistik adalah sebagai berikut: A. Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan setidaknya dua dari (1), dan satu dari masing-masing (2) dan (3): (1) Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang dimanifestasikan dengan setidak-tidaknya dua dari hal berikut: (a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan beberapa perilaku non verbal seperti tatapan langsung, ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur untuk mengatur interaksi sosial. (b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang tepat menurut tahap perkembangan. (c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk berbagi kesenangan, ketertarikan atau pencapaian dengan orang lain (seperti dengan kurangnya menunjukkan atau membawa objek ketertarikan). (d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.

(2) Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal berikut:

(a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada perkembangan bahasa (tidak disertai dengan usaha untuk menggantinya melalui beragam alternatif dari komunikasi, seperti gestur atau mimik).

(b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan ditandai dengan kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain. (c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan berbentuk tetap atau bahasa yang aneh. (d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-pura yang spontan atau permainan imitasi sosial yang sesuai dengan tahap perkembangan.

(3) Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan berbentuk tetap, ketertarikan dan aktivitas, yang dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal berikut: (a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola ketertarikan yang berbentuk tetap dan terhalang, yang intensitas atau fokusnya abnormal. (b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional atau ritual yang spesifik. (c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang (tepukan atau mengepakkan tangan dan jari, atau pergerakan yang kompleks dari keseluruhan tubuh). (d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek

B. Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1 dari area berikut, dengan permulaan terjadi pada usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau imajinatif. C. Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Retts Disorder atau Childhood Disintegrative Disorder.

Gangguan autistik lebih banyak dijumpai pada pria dibanding wanita dengan ratio 5 : 1. Dalam pengklasifikasian gangguan autisme untuk tujuan ilmiah dapat digolongkan atas autisme ringan, sedang dan berat. Namun pengklasifikasian ini jarang dikemukakan pada orangtua karena diperkirakan akan mempengaruhi sikap dan intervensi yang dilakukan. Padahal untuk penanganan dan intervensi antara autisme ringan, sedang dan berat tidak berbeda. Penanganan dan intervensinya harus intensif dan terpadu sehingga memberikan hasil yang optimal. Orangtua harus memberikan perhatian yang lebih bagi anak penyandang autis. Selain itu penerimaan dan kasih sayang merupakan hal yang