majalah politik vox

44
VOX POPULI | 1530 Desember 2012 |

Upload: vox-populi

Post on 08-Mar-2016

242 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

virtual politics magazine

TRANSCRIPT

Page 1: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Page 2: majalah politik vox

2 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

S

Sejak tersungkurnya Soeharto yang bergelar Bapak Pembangunan dari puncak kekuasaan yang didudukinya selama 32 tahun, sejujurnya tak terlalu banyak yang berubah, kecuali peluang politik. Pun memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi isu utama menggulingkan ke-kuasaan rezim orde baru, tetap hanya sebatas isu — yang digunakan se-mena-mena oleh mereka yang ingin berkuasa dan yang ingin memper-tahankan kekuasaan. Ketika kedua belah pihak yang saling berhadapan ini menggunakan isu yang sama, selanjutnya mudah sekali ditebak, mereka saling ancam akan membongkar kebusukan satu sama lain. Alhasil ini menjadi petunjuk yang terang benderang, bahwa ‗politik‖ memang masih tetap menunjukkan kedigdayaannya sebagai panglima sepanjang sejarah peradaban bangsa ini. Bukan hukum yang menjadi panglima seperti yang kerap didengung-dengungkan selama ini. Memang ada yang berubah, tapi tak lebih hanya sebatas ornament — yakni sekedar tambal sulam pernak-pernik demokrasi, agar bangunan kekuasaan terlihat lebih menawan. Ambil contoh isu pemberantasan korupsi. Kendati sudah ada kejaksaan dan kepolisian yang tugas pokoknya melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana pelang-garan hukum termasuk korupsi, para pemegang kekuasaan negara ke-mudian membentuk KPK. Celakanya, lembaga ini pun belakangan dituding masih juga dikendalikan kekuasaan politik, bukan hukum. Kedigdayaan politik dan kekuasaan inilah yang kemudian memiliki daya magnit yang luar biasa. Lihat saja perempuan dan artis yang selama ini merasa tak nyaman berada di dunia yang penuh muslihat dan pat gulipat ini, justru kini mereka mulai menguasai dunia politik ini. Bahkan tak sedikit perempuan dan artis yang justru memenangkan pertarungan politik, seti-daknya dalam kancah politik lokal di sejumlah pilkada. Sepak terjang perempuan di kancah politik lokal itulah yang men-jadi sorotan utama kita kali ini, sekaligus sebagai kado special Hari Ibu di Indonesia yang selalu diperingati setiap tanggal 22 Desember. ―Perempuan Maju, Rakyat Makmur‖ demikian slogan resmi peringatan hari ibu tahun ini, entah ada kaitannya dengan urusan politik atau tidak, yang pasti perem-puan politik pun memanfaatkan slogan ini. Fenomena perempuan memenangkan sejumlah pertarungan politik, bisa jadi merupakan ‗warning‘ dari pemilih atas prilaku yang ditun-jukkan para pemegang kekuasaan selama ini yang mereka pilih dulunya. Memilih perempuan pun bisa jadi merupakan ekspresi publik yang mulai merasa kehilangan harapan pada para politisi laki-laki yang selama ini mereka pilih. Publik di sejumlah daerah sudah masuk pada kesimpulan bahwa ―bukan soal harus laki-laki atau perempuan yang memimpin, tapi siapa yang dinilai member harapan perubahan‖ |dhy|

V jelas | berkata terbuka | bertutur jujur

VOX TAJUK

Pemimpin Umum : Jerry Marwa Pemimpin Redaksi : Hadhy Priyono Redaktur Pelaksana : Mas Priyo Reporter : Rudi Purwanto, Windi (Bandung), Toriq Nabhan (Jabodetabek), Boedhi Prihartono (Surabaya), Iqbal, Arif Budiman (Medan) Sekretaris Redaksi : Ide Suprihatien TU/Iklan : Haidar Desainer & Web Editor : Hanifah Husein Konsultan Hukum: Herdhi P Boedhi, SH Penerbit: CV. DWIPA ARDANA

Alamat Redaksi / Tata Usaha Mutiara Sentul Blok z-17 Cibinong — Bogor Phone/Fax/Email: 0251 - 657982 | [email protected] Website: www.issuu.com/majalahvox www.majalahvox.tumblr.com www.majalahpolitikvox.wordpress.com www.facebook.com/pages/Vox-Populi

Page 3: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 3

SELAMAT I Melihat postingan draft majalah VOX edisi contoh di halaman facebook, sudah bisa saya duga ini pasti majalah politik yang berbeda dari biasanya. Mudah-mudahan bukan hanya tampilannya saja yang menarik, tapi isinya juga harus jauh lebih menarik dan bisa dijadi-kan referensi siapa saja yang tertarik dengan perkembangan dunia politik Indonesia. Saya ucapkan selamat dan sukses buat semua kru redaksi majalah VOX. Daniel Att - Jakarta (Akun Facebook)

Terima kasih, sekuat kemampuan, kami akan berusaha memenuhi harapan anda.. | red VOX |

SELAMAT II Salut atas kreatifitas redaksi yang telah menampilkan majalah VOX di wall facebook dan kami bisa langsung melihatnya seperti membaca majalah biasa. Munculnya majalah seperti ini bagus, untuk pendidikan politik masyarakat. Semoga berhasil seperti klaim slogannya menjadi majalah yang mengung-kap suara rakyat dengan jelas, tuntas dan apa adanya. Selamat..! Santy Pujiastuty - Bogor (Akun Facebook)

Terima kasih, sekuat kemampuan, kami akan berusaha memenuhi harapan anda.. | red VOX |

BERITA HARUS SEIMBANG Sesuai namanya VOX POPULI yang artinya suara rakyat, kami berharap majalah VOX memang bisa menjadi media suara rakyat. Bukan media yang hanya menampilkan iklan kampanye parpol besar terus menerus, hingga rakyat muak melihatnya. Berikan porsi pemberitaan yang seimbang buat parpol be-sar maupun kecil, jangan hanya parpol yang bisa membayar iklan saja.

DPAC PBB Ciampea - Bogor ([email protected])

Tak perlu khawatir, kami akan tetap men-jaga netralitas dan keseimbangan pemberi-taan, terimakasih atas masukannya. | red VOX |

BOLEH KIRIM BERITA ? Apakah boleh mengirim berita acara partai politik di kecamatan tempat tinggal kami? Kalau boleh bagaimana cara dan syarat-syaratnya, apakah harus membayar? Soalnya kami kirim berita ke Koran dan majalah berta-raf nasional tak pernah dimuat, kami tinggal di kecamatan Kemuning yang jauh dari Ibu Kota Kabupaten Indragiri Hilir. HE Murdiana - Kab. INHIL Riau ([email protected])

Silahkan kirim tulisan berita hasil liputan anda, dengan melampirkan identitas yang berlaku ke email: [email protected] dengan senang hati kami akan tampilkan di rubric yang sesuai dengan isi berita anda, sepanjang secara teknis jurnalistik dinilai layak muat., terimakasih. | red VOX |

Selain dari email yang dikirim ke [email protected] umpan balik juga kami pilih dari komen-tar terbaik yang diposting pembaca di halaman facebook, twitter, tumblr, wordpress maupun dari halaman issuu.com Mohon maaf jika tidak semua um-pan balik kami muat, karena keter-batasan halaman. Terima Kasih |red-vox|

U UMPAN BALIK

Page 4: majalah politik vox

4 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Page 5: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 5

Page 6: majalah politik vox

6 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Persoalan-Persoalan Besar Bangsa Kita

S SOROTAN UTAMA

8

Perempuan di Kancah Politik Lokal

Daftar isi

Drs. Ery Ridwan Latief, M.Ag

Dari Intelektualisme Hingga Propaganda

Sikap Ramah Timbulkan Hallo Effect

R Hidayatin Sukatendel, S.Psi

S SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013

Tak Haya Laki-laki Pemilih Pun Takluk

Stigma negatif ―perempuan terbatas dan tidak bisa berbuat apa-apa di dunia politik‖ yang selama ini membuat mereka inferior,

kini sepertinya berangsur memudar. Bayangkan, di tengah kecenderun-gan perempuan — yang umumnya merasa tak nyaman atau tak pantas

berada di dunia politik, ternyata terbantahkan dengan leading-nya perempuan di kancah politik lokal

Perempuan Maju Rakyat

“Percayalah, perempuan maju rakyat makmur..!” inilah penggalan kata yang paling mudah diingat publik

pemilih, dalam tiga bulan belakangan ini 22

Asep Wahyu Wijaya, Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jabar:

Kader Internal Terbaik Jadi Prioritas Utama 25

Kabar Dari bogorpolling.wordpress.com :

Belum Tentu Didukung Masyarakat 28

Jelang Pilgub Jabar:

Siasat Komunikasi Dede Siasat Komunikasi Dede Siasat Komunikasi Dede di Dunia Mayadi Dunia Mayadi Dunia Maya 30

32

G GENDERANG | Partai Politik

40

16 18

12

Tulisan ini, saya tulis dengan dilatar-belakangi oleh suasana keprihatinan yang mendalam terhadap situasi kehidupan bangsa dan negara kita, setelah lebih dari satu dekade lamanya kita berada

di alam Reformasi. Insya Allah rencananya akan bersambung dalam beberapa seri, seperti permintaan dari redaksi kepada saya.

Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra

MS Kaban Ketua Umum Partai Bulan Bintang:

Akan Lahir Tokoh Alternatif

Gidion Wijaya Ketaren:

Pengelolaan Lingkungan Harus Pro Rakyat 34

G GALERI | Catatan Politik Redaksi

Mampukah Anas Seperti Akbar Selamatkan Golkar? 38

Page 7: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 7

―...sering dijadikan

tempat

curhat dan keluh kesah

banyak orang...‖

Cover Edisi 1 15-30 Desember 2012 Hj. Nanny Ratnawaty, adalah politisi perempuan asal Kota Bogor, yang saat ini masih menjabat sebagai Anggota Fraksi Demokrat DPRD Kota Bogor

S ebagai Ketua Perempuan Demokrat Republik Indonesia (PDRI) Kota Bogor dan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bogor, di sisi luangnya selepas jam kerja sehari-hari ban-

yak menghabiskan waktu untuk menjumpai banyak orang. Entah berkunjung ke berbagai pelosok Kota Bogor, ataupun menerima tamu di rumahnya yang asri di bilangan Bogor selatan yang berhawa sejuk. Bagi politisi perempuan yang kerap dipanggil bunda ini, kegiatan men-

jumpai banyak orang dipandang sebagai bagian penting yang tak bisa dilewat-kan begitu saja setiap hari. Banyak hal yang ia dapatkan dari perjumpaannya dengan banyak orang, termasuk mudahnya mendapat dukungan saat dia di-minta kesediaannya untuk siap dicalonkan memperebutkan kursi Walikota Bogor pada periode mendatang. Dengan cara menjumpai banyak orang itulah Nanny banyak belajar, mulai dari belajar mendengar keluhan atau nasihat orang lain, hingga belajar men-carikan jalan keluar bagi orang yang sedang menghadapi berbagai macam kesulitan. Meski Nanny sering dijadikan tempat “curhat” dan keluh kesah banyak orang, terutama mereka yang bermasalah. Namun diakui perempuan yang rutin menyelenggarakan pengajian di rumahnya ini, bahwa sesungguhnya dialah yang lebih banyak mendapatkan berbagai macam nasehat, masukan bahkan kritikan dari orang yang dijumpainya. Karenanya, menjumpai banyak orang juga merupakan bagian penting dari latihan kepemimpinan alamiah dia. Menurut pendiri Demokrat di kota Hujan ini, pemimpin tak selalu harus selalu dalam posisi pemberi perintah, seperti majikan pada anak buahnya. Pemimpin, jelas Nanny adalah orang yang memiliki aura mempengaruhi dan menggerakan kemauan orang lain. Hingga sadar ataupun tidak, orang akan dengan sukarela melakukan apapun yang diinginkan kita. Karena sesungguhnya, apa yang dilakukan mereka itu sesung-guhnya bukan hanya untuk kepentingan seorang pemimpin, tapi lebih untuk kepentingan bersama. Dengan keyakinannya itu, wajar jika Nanny mengaku lebih banyak belajar dan bertanya kepada orang-orang yang dijumpainya. ―Rakyat, adalah guru dan pembimbing perjalanan politik saya, tanpa mereka saya ini sesungguhnya tidak memiliki kemampuan apa-apa‖ pungkas Nanny.

V VOX COVER| Di Balik Sampul Halaman

Page 8: majalah politik vox

8 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

R RUANG LOBI | Tak Harus Ada Keputusan

B ―Berikan vote untuk calon presiden kita Yusril Ihza Mahendra dan jangan lupa ada polling partai juga di pemilu-news.com - sebarkan‖ demikian bunyi pesan singkat SMS yang menyebar di kalangan sejumlah aktifis partai politik beberapa waktu yang lalu. Terbaru, sejak pecan lalu beredar SMS di kalangan ibu-ibu kota muda hujan, ―Beritahu temen-temen ada polling online calon Walikota Bogor klik pemilunews.com jangan lupa vote NANI RATNAWATY sebarkan‖ Lalu setidaknya dalam dua bulan terakhir ini di kota bogor juga kerap beredar SMS senada yang lebih detil, semisal ―update info polling per tgl 9okt pukul 13.00: Dodi unggul 32,61% menyusul Sopian 21,74% hasil lengkap kun-jungi www.bogorpolling.wordpress.com sebarkan‖ Maraknya info dan ajakan mem-vote polling online pilkada maupun pilpres, ternyata tak hanya beredar via SMS, tapi juga lewat sejumlah akun jejaring sosial yang popular di masyarakat, seperti facebook dan twitter. Perkembangan kemajuan teknologi informasi yang pesat, rupanya juga mulai menjadi bagian penting dari per-caturan politik, baik lokal maupun nasional. Jika selama ini media internet hanya digunakan sebatas mengakses infor-

masi dan dan diskusi online, kini survey dan polling yang bersangkut paut dengan kancah politik pun mulai meng-gunakan media online. Karenanya wajar jika kemudian, sejumlah praktisi politik juga menyertakan berbagai sumber informasi media online, dalam melakukan kalkulasi hitung-hitungan politik. Tak hanya perkembangan isu-isu politik, hasil polling online pun bahkan jadi pertimbangan yang tak dilewatkan begitu saja. ―Dengan kemajuan teknologi informasi yang ada sekarang ini, memang itu harus dilakukan‖ ujar Taufik Zul-fikar seorang pengusaha di Karawang yang juga kader di salah satu parpol Islam. Biarpun tak banyak memahami se-luk beluk perkembangan teknologi dunia maya, akunya. Mengakses internet menurutnya sudah bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat. Seperti misalnya kini orang tak harus memiliki komputer atau pergi ke warnet untuk sekedar ber-facebook ria atau twitter-an, toh sebagian besar hand phone sekarang sudah dilengkapi dengan fasilitas akses internet, jelasnya. Bertambah banyaknya pengguna jejaring sosial pal-

Page 9: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 9

ing populer seperti facebook, pun akhirnya mulai beralih fungsi tak hanya sebagai jejaring sosial, tapi lebih seba-gai ―jejaring politik‖ Lihat saja sejumlah parpol yang membuat halaman khusus, tentu saja tak bermaksud sekedar iseng, na-mun dipastikan memiliki target-target komunikasi politik yang ingin diraihnya. Alhasil ―fesbukan‖ kini tak lagi sekedar update status dan social chat-ing, lebih dari itu kini menjadi arena penyampaian pesan-pesan politik. Bahkan juga tak sekedar sosialisasi wacana politik, melainkan tak jarang mengarah pada provokasi, agitasi dan propaganda politik yang paling bebas. Tak heran, jika kemudian se-lain banyak ditemukan berita-berita politik ‗resmi‘ dari situs media lain yang sengaja ditautkan, juga banyak berita politik kurang begitu jelas asal usul dan ujung pangkalnya. Nah, status-status yang menyertakan tautan berita politik itu, tentu saja memancing orang untuk memberikan respon, mulai dari sekedar memberi gambar jempol sebagai tanda suka, hingga komentar yang beraneka ragam termasuk caci maki. Lepas dari itu semua, sisi positif yang muncul adalah semakin terbuka dan pintarnya publik memilah isu-isu dan berita politik. Demikian halnya dengan twitter, meski misalnya banyak pihak yang meyakinkan twit dari akun triomacan2000 itu berisi informasi sampah yang menyesat-kan, tapi tetap saja tak sedikit orang yang justru menjadikan kultwit-nya sebagai sumber referensi. Semakin maraknya lalulintas pembicaraan lewat dunia maya ini, sangat dimungkinkan untuk terus berkem-bang. Bayangkan, urusan menjelajah dunia maya kini tak hanya sekedar ‗mainan‘ orang kota, pun orang-orang desa kini tak sedikit yang mulai ikutan berselancar di dunia yang nyaris bebas hambatan ini. Adalah tangan ‗om Tif (panggilan dunia maya untuk Menkominfo -red) yang juga punya andil menyeret orang desa ikut-ikutan, lewat internet kecamatan. Ini prestasi pemerintah yang baik, walaupun ‗terpaksa‘ harus disibukan dengan membuat barikade disana-sini, untuk memblokir situs-situ tak senonoh hingga rakyat terutama anak-anak tak mudah mengaksesnya. Jika orang kota dan desa sudah ramai-ramai men-

jadi penggiat dunia maya, baik dengan menggunakan pc, laptop, ipad mau-pun hp dan sejenisnya, maka era in-formasi ‘bugil‘ setelanjang-telanjangnya. Siapapun sudah mulai kesulitan untuk menutup-nutupi in-formasi, entah itu penjahat yang beru-saha membungkus dirinya dengan baju kebaikan, intelektual curang yang kerap mengkemas dirinya dengan toga kejujuran ilmiah, ataupun para pem-bohong yang coba menutup rapat dirinya dengan kain kesucian. Semua kini dimungkinkan untuk dipermalu-kan dan ditelanjangi publik. Kecenderungan lebih di-yakininya polling online, adalah buah dari keraguan publik atas kejujuran ilmiah sejumlah survey dan polling

konvensional. Lepas dari debat soal akurasi hitung-hitungan bias data maupun margin error, polling online dinilai lebih menarik bagi publik karena bisa mengikuti perhitungan data masuk. Publik bisa langsung melihat perkembangan hasil-nya dalam hitungan seper-sekian detik, sesaat setelah mem-berikan vote. Paling tidak, publik yakin suara yang diberi-kannya memang masuk dan dihitung saat itu juga, tidak lari ke laut. Berbeda dengan survey dan polling manual yang publik tidak tahu persis kapan proses analisa dan penghi-tungannya dilakukan. Maka wajar jika kemudian dengan alasan tertentu publik skeptis dengan hasilnya, bukankah skeptis terhadap sesuatu juga merupakan sikap ilmiah. Keragu-raguan itu semakin menjadi-jadi, ketika ternyata ada beberapa hasil survey yang konon diselenggara-kan lembaga professional yang sangat kredibel, justru mele-set jauh. Tak pelak lagi keraguan itu kemudian mengarah bukan saja menjadi cibiran di dunia maya, malah menukik menjadi tudingan dan vonis ―survey pesanan, hasilnya reka-yasa, memihak yang bayar dan sebagainya‖. Padahal belum tentu seperti yang ditudingkan itu. Tanpa hendak menghakimi satu kegiatan ilmiah, yang pasti faktanya kini tak hanya publik dunia maya, pun para pemegang kebijakan di beberapa partai politik mulai melirik hasil polling online sebagai bagian penting dalam hi-tung-hitungan politiknya. Toh, kalkulasi politik tak harus selalu tunduk pada kaidah-kaidah ilmiah yang disusun para-akademisi, bukankah voting polling online yang dihitung secara jujur dengan melibatkan publik lebih cocok untuk kepentin-gan politik? |riq|

―...beberapa hasil

survey yang konon diselenggarakan

lembaga professional yang

sangat kredibel, justru meleset

jauh‖

Page 10: majalah politik vox

10 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Page 11: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 11

S

S eolah tak lekang dimakan zaman tak pula hancur dikubur waktu — sejak

rezim ―revolusi‖ orde lama, orde baru hingga di zaman rezim orde paling baru sekarang ini, menyoal isu politik dan posisi perempuan pun tetap menarik untuk dibincang-kan. Sejak tempo doeloe Bung Karno, sungguh ingin mengangkat makna emansipasi perempuan Indonesia itu jauh lebih tinggi dan luas jang-kauannya, dari sekedar urusan do-mestik keperempuanan, melalui to-koh imajinernya ―Sarinah‖ Dengan pesonanya tersendiri, emansipasi ―Sarinah‖ ditampilkan ke ranah publik, bukan hanya untuk mendobrak dominasi laki-laki atas kaum perempuan, pun bukan melulu soal menuntut persamaan hak-hak perempuan. Lebih dari itu, lewat berbagai pidato dan tulisan yang menuangkan buah pikirannya, Bung Karno justru menggeser tema emansi-pasi domestik keperempuanan menjadi ―emansipasi kebangsaan‖. Satu gerakan yang terasa agak lebih uni-versal. Yakni membebaskan dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya. Termasuk dominasi satu bangsa atas bangsa lainnya yang menindas secara ideologi, politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan maupun sosial dan budaya. Masih soal emansipasi kebangsan itu, sebagai pemimpin Bung Karno satu saat berteriak lantang “go to hell with your aid..!” pada tuan Amerika dan sekutunya yang selalu bernafsu ingin mendominasi per-caturan dunia hingga sekarang. Sejenak rakyat bangsa singkong ini pun berbangga hati melihat pemimpinnya yang berani langsung menohok AS dan sekutunya itu. Pun Ibu, dipandang bangsa kangkung ini sebagai perempuan luar biasa yang mampu melahirkan, men-didik dan membesarkan generasi yang juga luar biasa. Karena itu, Keppres No. 316 Tahun 1959 tentang Penetapan Hari Ibu tanggal 22 Desember sebagai Hari Nasional — tak layak dimaknai sekedar seremoni lelaki

bercelemek lomba memasak disaksikan istrinya yang tampil bersanggul dan kebaya bak “nyonya besar”. Kalau sekedar memaknai Hari Ibu seperti itu, tak perlu Keppres. Bahkan surat keputusan Lurah pun terlalu tinggi, mungkin surat keputusan Pak RT saja pun sudah cukup untuk perayaan seperti itu. Sebagai bangsa bermarta-bat sungguh naïf sekali mende-gradasi bobot Keppres yang lahir disaat revolusi bangsanya belum selesai, disaat bangsa-bangsa lain-nya di berbagai belahan dunia juga masih harus berjuang melepaskan diri dari dominasi bangsa lainnya. Begitupun, perempuan yang

punya potensi kepemimpinan politik, momentum Hari Ibu 22 Desember justru menjadi spirit untuk tampil menjawab persoalan-persoalan bangsa. Sebab tampil menjawab persoalan bangsa, apalagi memimpin gerakan perubahan nasib rakyat, tentu saja tak harus didominasi laki-laki. Karena fakta menunjukkan; perempuan seperti Ratu Atut Choisyiah yang kini menjadi Gubernur Ban-ten, Airin yang menjadi Walikota Tangsel atau perem-puan lainnya yang menjadi kepala daerah, mampu menunjukkan kepiawaiannya memimpin. Dan terbukti, ternyata mereka tak lebih buruk dari kepala daerah laki-laki. Meski di kancah politik lokal, jika masih hidup Kartini dan Dewi Sartika pun pasti tersenyum sumringah meli-hat kaumnya menjadi politisi lalu, tampil menjawab persoalan bangsanya. Nah, Sorotan Utama kali ini men-gungkap bagaimana sepak terjang politisi perempuan yang bersaing di kancah politik lokal dengan politisi laki-laki. Saling berebut perhatian dan simpati publik di arena Pilkada. Sorotan kali ini menjadi penting, teru-tama untuk dijadikan bahan telaah dan referensi parpol — membaca perubahan orientasi pemilih — mengha-dapi Pemilu dan Pilpres 2014 |pri|

Perempuan di Kancah Politik Lokal

SOROTAN UTAMA| Spesial Hari Ibu

Page 12: majalah politik vox

12 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

SOROTAN UTAMA| Spesial Hari Ibu

S

S

Stigma negatif ―perempuan terbatas dan tidak bisa berbuat apa-apa di dunia politik‖ yang selama ini membuat mereka inferior, kini seperti-nya berangsur memudar. Bayangkan, di tengah kecenderungan perempuan — yang umumnya merasa tak nyaman atau tak pantas berada di dunia politik, ternyata terbantahkan dengan leading-nya perempuan di kancah politik lo-

kal. Di sejumlah pilkada terbukti mereka menang telak den-gan TKO, hingga membuat sejumlah pesaingnya para poli-tisi laki-laki tersungkur tak berdaya. Karenanya, ―marginalisasi posisi politik dengan memandang sebelah mata perempuan, apapun alasannya kini tak pantas lagi dilakukan‖ ujar sejumlah aktifis perem-puan. Toh faktanya, geliat perempuan di dunia yang penuh ―tipu muslihat‖ itu, justru mampu memukau publik pemilih. Bahkan di beberapa Pilkada, calon perempuan menjadi al-ternatif pilihan pavorit publik. Semisal dengan kemenangan otentik Ratu Atut Choisyiah yang terpilih untuk kali kedua sebagai Gubernur Banten, jelas memberi sinyal kuat — kalau perempuan politik mulai naik peringkat dari ―kelas inferior ke superior‖ Begitu juga tampilnya tokoh perempuan lain yang menjadi kepala daerah, seperti Ratna Ani Lestari (Bupati Banyuwangi), Rustriningsih (Bupati Kebumen), atau Airin (Walikota Tangsel) dan Indah Putri (Bupati Luwu Utara) maupun sederet nama perempuan lain, semakin menunjuk-kan mulai gugurnya satu per satu superioritas laki-laki di pentas politik. Membaiknya nasib peruntungan politik perempuan di beberapa daerah ini sejalan dengan sikap pemilih, yang kini tak lagi ―ngotot‖ bahwa calon kepala daerah harus laki-

laki. Situasi melunaknya sikap pemilih ini, otomatis memberi kesempatan dan ruang gerak yang lebih luas pada perempuan untuk ―berkuasa‖ di dunia politik. Kesempa tan ini, sepertinya juga tak disia-siakan Menteri Pemberdayaan Perem-puan dan Perlindungan Anak, Linda Amelia Sari untuk kembali mendorong peran politik perempuan. Entah ada kaitannya dengan ancang-ancang Pilpres 2014 atau tidak, yang jelas Menteri Linda pada 14 September 2012 lalu mulai mengu-mandangkan slogan kampanye, “Perempuan Maju, Rakyat Makmur..!”. Tak tanggung-tanggung aroma kampanye politik perempuan itu muncul dalam paket Kepmen 79/2012 tentang Penyelenggaraan Hari Ibu ke-84, yang diperingati 22 Desember 2012 ini. Lepas dari apa motif yang melatar belakangi mun-culnya slogan kampanye politik dari kantor ―pembantunya‖ Presiden SBY ini, memang fenomena keterpilihan perem-puan di sejumlah Pilkada menunjukkan adanya perubahan orientasi pilihan politik rakyat yang tak lagi melibatkan sen-timent gender. Gelombang perubahan orientasi pemilih itu, tentu saja tidak muncul dan lahir begitu saja. Adalah sepak terjang sejumlah perempuan politik yang dinilai banyak kalangan,

―Bagi rakyat, bukan soal

laki-laki atau perempuan,

tapi siapa yang diyakini

bisa membawa perubahan‖

SOROTAN UTAMA| Spesial Hari Ibu

Sepak Terjang Perempuan di Kancah Politik Lokal I :

Tak Hanya LakiTak Hanya LakiTak Hanya Laki---lakilakilaki Pemilih Pun TaklukPemilih Pun TaklukPemilih Pun Takluk

Page 13: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 13

berhasil mempengaruhi persepsi publik pemilih. Dengan berbagai latar belakang profesi, mereka berhasil mempenga-ruhi dan membuka mata publik pemilih, bahwa persoalan kepemimpinan bangsa ini bukan terletak pada soal jenis kelamin, laki-laki atau perempuan. Tapi lebih pada siapa yang dianggap mampu memimpin perubahan, sesuai yang diharapkan rakyat. Gayung bersambut dengan realitas kehidupan yang dihadapi rakyat. Di tengah semakin sulitnya kehidupan dari hari ke hari, ihwal laki-laki atau perempuan yang akan men-jadi pimpinan pemerintahan justru tak disoal mereka. Satu hal yang pasti, mereka ingin segera terjadi perubahan nasib kehidupannya. Ditambah ‗gagalnya‘ sejumlah kepala daerah memimpin perubahan nasib ekonomi rakyat misalnya, se-makin menguatkan sikap publik yang kini tak mempersoal-kan laki-laki atau perempuan.. ―Bagi rakyat, bukan soal laki-laki atau perempuan, tapi siapa yang diyakini bisa membawa perubahan‖ ujar Rita seorang aktivis perempuan. Rakyat berharap dan meyakini perubahan itu akan muncul dari sosok pemimpin yang memiliki karakter, sederhana, bersih, dan jujur. Karakter seperti itu, tentu saja bukan hanya domain laki-laki, potensi pemimpin seperti itu bisa ada pada diri perem-puan ataupun laki-laki, imbuhnya. Sekali lagi sepak terjang perempuan politik ini, me-mang telah berhasil merubah secara otentik cara pandang mayoritas publik pemilih, setidaknya ini berlaku dalam kan-cah politik lokal di beberapa ―pilkada‖.

Adu Cerdik Adu Siasat Kecerdikan tokoh perempuan politik meyakinkan publik, dalam waktu dekat ini kembali akan diuji di be-berapa pilkada. Seperti tanggal 16 Desember 2012 besok Sumiyati -- politisi perempuan Calon Walikota Bekasi besu-tan PDIP ini, akan bertarung menghadapi 4 orang pesaing calon lain yang semuanya laki-laki. Kemudian pada 24 Feb-ruari 2013 mendatang Rieke Dyah Pitaloka politisi perem-puan Calon Gubernur Jabar yang juga diusung PDIP ini, juga akan bertarung melawan 4 orang laki-laki calon lain-nya. Lalu di kota Bogor meskipun belum resmi, Nanny Ratnawaty juga kini sedang disiapkan Partai Demokrat un-tuk bertarung di Pilkada yang bakal digelar di penghujung tahun 2013, bulan Nopemmber mendatang. Menariknya, perempuan yang terakhir ini justru semakin populer setelah mmemenangkan beberapa kali public polling bakal calon

walikota yang digelar sepanjang tahun 2012 di kota hujan ini. Semakin menambah kekhawatiran sejumlah politisi laki-laki, yang kini mulai dihantui kekalahan pamor politiknya. Maka langkah adu cerdik dan adu siasat di dalam situasi yang sama pun tak terelakan. Ambil missal, pola mendekati segmen masyarakat tertentu dengan cara mendatangi langsung lokasi dimana mereka berada. Seperti yang sedang ngetren sekarang ini, para calon kepala daerah mengunjungi langsung sentra-sentra ―kesulitan hidup rakyat‖ Mulai dari pasar tradisional yang kotor, becek, bau, tak teratur dan miskin fasilitas, pe-rumahan kumuh yang jauh dari standar kelayakan hunian, hingga perkampungan yang terkena bencana alam. Seperti biasa juga mereka akan disambut keluh kesah warga teru-tama ibu-ibu, bahkan tak jarang disambut dengan derai air mata ibu-ibu sambil menggendong bayinya. Entah itu situasi yang sebenarnya, atau ―diseting‖ sedemikian rupa oleh tim sukses masing-masing demi kepentingan publisitas sang calon, tapi yang pasti situasi ini kerap terjadi. Menghadapi situasi itu juga seperti biasa para kan-didat kepala daerah ini pun ‗seolah-olah‘ memperhatikan dengan seksama keluh kesah warga, dan seolah-olah juga turut menyelami penderitaan warga, dengan isyarat men-gangguk-anggukan kepala. Itu tentu saja sikap standar, yang harus ditunjukkan para calon kepala daerah tersebut. Re-spon lebih dari itu untuk memberikan kesan psikologi massa yang lebih mendalam, rasanya agak sulit dilakukan terutama bagi kandidat laki-laki. Lain halnya dengan calon kepala daerah yang per-empuan, bisa lebih leluasa memberikan respon. Semisal

SOROTAN UTAMA| Spesial Hari Ibu

Memeluk erat warga, hanya bisa dilakukan Rieke | foto media center RDP

Page 14: majalah politik vox

14 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

S SOROTAN UTAMA| Spesial Hari Ibu

yang dilakukan Rieke Dyah Pitaloka, tak segan-segan misal-nya dia memeluk erat dan menciumni ibu-ibu maupun anak bayinya, hingga memberikan kesan empati yang sangat dalam bagi mereka. Inilah salah satu sikap respon yang tak bisa dilakukan para kandidat laki-laki, betapapun misalnya dia terlarut dalam suasana kesedihan warga yang nyata. Adu cerdik dan adu siasat memikat publik pemilih, dalam kasus seperti itu laki-laki memang terbatas. Tak mungkin misal-nya Ahmad Heryawan melakukan seperti apa yang dilaku-kan Rieke tadi. Alhasil, jika cara memikat publik seperti ini tidak disiasati, maka kandidat laki-laki bisa gigit jari, sebab pasti sulit memikat hati mereka seperti yang dilakukan para poli-tisi perempuan.

Perempuan Lebih Bisa Merasa Soal memikat calon pemilih memang, tentu saja soal bagaimana para calon kepala daerah ini menunjukan sikap lebih ―bisa merasa‖ penderitaan rakyat, bukan ―merasa bisa‖ menyelesaikan penderitaan rakyat. Walaupun logika mengatakan pemimpin itu justru juga harus menun-jukkan sikap ―merasa bisa‖ menyelesaikan penderitaan rakyat, sebagai seorang problem solver. Tapi lagi-lagi ini soal

memikat, soal mengaduk-aduk rasa merasa, bukan sekedar soal logika penyelesaian masalah. Sebab, seringkali secara psikologis ketika seseorang berhasil berbagi cerita kesulitan yang mereka rasakan, seo-lah-olah sebagian beban penderitaan yang dihadapinya su-dah mulai ringan dan ada jalan penyelesaian. Padah tentu saja belum tentu dengan berbagai rasa, bisa menyelesaikan masalah. Namun sekali lagi dalam soal mencuri perhatian, memikat simpati dan empati masa pemilih, yang berlang-sung bukan soal logika-logika ilmiah problem solving. Bagi perempuan politik kondisi psikologi sosial seperti ini, tentu saja menjadi sesuatu yang harus bisa di-manfaatkan secara optimal. Hingga tanpa harus mengatakan ―sebagai perempuan kita sama, saya juga merasakan sulitnya menghadapi kehidupan membesarkan anak-anak kita‖ atau tanpa harus mengatakan ―pilih saya, agar kehidupan ibu beserta anak-anak berubah‖. Lewat dekapan, pelukan dan ciuman yang dilakukan perempuan-perempuan politik itu pada calon pemilih yang berkerumun tadi — kebanyakan ibu-ibu, sudah cukup. Dengan bahasa tubuh yang diekspre-sikan sedemikian rupa, terbangun opini publik “memang per-empuan lebih bisa merasa” apa yang dirasakan rakyat. Wajar

Page 15: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 15

Sosialisasi Kandidat Dari Pengajian Hingga Sepak Bola Anak

Banyak jalan menuju Roma, itulah peribahasa yang paling pas untuk menggambarkan bermacam bentuk propaganda politik memikat pemilih yang dilakukan para calon kepala daerah. Berbagai cara dilakukan untuk mem-bangun hubungan diplomasi politik lokal ini, yang dike-mas dalam bahasa yang lebih santun tak berbau politik, sosialisasi. Ya sosialisasi,, kata inilah yang belakangan menjadi kata yang paling akrab di telinga rakyat. Entah kenapa kampanye propaganda politik itu dise-but sebagai sosialisasi, apa karena bentuknya sering dike-mas dengan serangkaian ―aksi sosial‖ berbagai macam santunan dan bantuan, atau memang selama ini memang para politisi itu a-sosial — terasing dari masyarakatnya, hingga perlu bersosialisasi kembali jelang pemilihan. Entah itu pilkada atau pemilu. Lepas dari soal sosialisasi atau propaganda politik, yang pasti mereka merangsek masuk ke berbagai aktifitas masyarakat. Semisal kegiatan yang dilakukan Nanny Rat-nawaty — politisi perempuan Partai Demokrat di Kota Bogor. Langkahnya ber‖sosialisasi‖ nyaris dilakukan setiap hari sepanjang tahun, ―bukan karena saya mau maju di pilkada, itu kan masih jauh‖ kilahnya. Perempuan ini mengaku jika komunikasi dengan berbagai lapisan masyarakat kota hujan memang kerap dilaku-kannya, ―sebagai wakil rakyat saya perlu terus menerus mendapatkan info perkembangan terbaru kondisi warga, dari sumbernya langsung‖ jelas Nanny. Sumber info lain seperti media pers atau pihak lain, saya gunakan sebagai second opinion pembanding sejumlah informasi yang saya dapatkan langsung. Misalnya selain ngobrol dengan masyarakat selepas pengajian rutin di rumah, juga menghadiri undangan dari berbagai majelis pengajian atau pertemuan lainnya, ungkap Nanny. Satu saat di tengah teriknya sengatan mata hari, blass bola melesat di hijaunya rerumputan lapangan sepak bola kota Bogor diiringi riuhnya tepuk tangan penonton. Rupanya hari itu Nanny didaulat membuka turnamen antar sekolah sepak bola anak di Kota Bogor, orang tua para pemain yang hadir pun terlihat sumringah menyalami Ketua Per-empuan Demokrat Republik Indonesia kota Bogor ini. Dari pengajian hingga sepak bola anak memang disam-bangi perempuan ini tanpa kenal lelah. |riq|

Memikat Pemilih

jika kemudian massa pemilih merasa sudah menjadi bagian dari perjuangan Rieke atau perempuan-perempuan lainnya, tanpa disuruh mereka pun kelak bukan sekedar memilih, malah ikut mengkampan-yekan kepentingan-kepentingan perempuan politik ini. Sejujurnya, tidaklah berlebihan — dalam konotasi positif tentunya, jika tak hanya laki-laki yang takluk dihadapan kerling mata dan pelukan perempuan. Pun pemilih, ternyata tak berdaya menolak pinta politisi perempuan untuk mendukung kepentingannya memenangkan pertarungan di arena panggung politik. ―Kepekaan dan bahasa tubuh, memang salah satu keunggulan yang dimiliki perempuan‖ ujar seorang psikolog. Dijelaskannya, jika mampu menempatkan pada situasi dan kondisi yang tepat, justru menjadi cara komunikasi yang sangat efektif termasuk dalam komunikasi politik.

Eksploitasi Kegagalan Laki-laki Kesibukan merebut perhatian dan dukun-gan warga masyarakat itu, disamping beramah-tamah menunjukkan empati langsung di tengah publik, mengeksploitasi habis-habisan kegagalan pemerintah kerap menjadi bagian yang tak terpisahkan. Dan tentu saja kegagalan inilah yang dituding para politisi sebagai biang keladi yang membuat rakyat susah. Sekecil apapun kesalahan yang dibuat pe-merintah sebelumnya, pun didakwa sebagai kega-galan fatal yang tak termaafkan, dan itu harus di re-tool diganti dengan yang lebih baik. Lalu tak bisa dielakkan lagi, tudingan pun pada akhirnya dialamat-kan pada pimpinan pemerintah entah itu Presiden, Gubernur, Bupati ataupun Walikota, yang dituding tak becus memimpin..!. Celakanya, yang dituding tak becus memimpin itu faktanya memang laki-laki. Karena laki-laki yang memang lebih banyak menjadi pimpinan pemerintahan. Alhasil sempurnalah sudah, propaganda politik per-empuan di kancah politik lokal itu. Langsung taupun tidak, mereka mengeksploitasi habis-habisan ―kegagalan laki-laki‖ memimpin perbaikan nasib rakyat. Karena itu, tanpa disusun dengan kalimat panjang lebar terbangun opini fatal akibatnya jika dalam pilkada ini tak memilih perempuan itu. Tak hanya laki-laki, pemilih pun bertekuk lutut dengan sepak terjang perempuan di kancah politik ini. |pri|

Page 16: majalah politik vox

16 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

N

S SOROTAN UTAMA| Spesial Hari Ibu

Sepak Terjang Perempuan di Kancah Politik Lokal II :

Dari IntelektualismeDari IntelektualismeDari Intelektualisme Hingga PropagandaHingga PropagandaHingga Propaganda

Norma etika berbeda prinsipil dengan norma sopan santun yang bersifat konvensional, relatif dan tergan-tung penerimaan sebuah komunitas. Norma sopan santun satu suku-bangsa tentu berbeda dengan norma sopan san-tun suku-bangsa lainnya. Norma etika juga berbeda dengan norma hukum, yang pada umumnya diformulasikan ke dalam hukum postif yang tertulis. Norma hukum akan jelas kapan dinyatakan berlaku, dan kapan tidak berlaku lagi. Norma etika berlaku universal dan berlaku selamanya. Hanya dalam keadaan tertentu, atau ada faktor-faktor ter-tentu, yang memungkinkan norma etika dapat dikesamping-kan. Harus ada justifikasi yang kuat untuk memungkinkan hal itu, seperti keadaan yang amat memaksa. Kenyataan, etika seringkali berhadapan dengan di-lema, suatu situasi yang amat sulit, dan suatu pilihan yang amat sulit. Semisal saat para kandidat kepala daerah harus berebut pengaruh, adu cerdik mencuri perhatian publik pemilih. Tentu akan sangat sulit menentukan batasan norma-norma etika yang harus dijaga atau sebaliknya yang boleh dikesampingkan, saat mempengaruhi publik pemilih baik lewat ucapan atau tulisan. Terlebih tidak ada kode etik yang dirumuskan menjadi semacam guidance dalam kancah perta-rungan politik. Begitupun hemat saya, tidak perlu kita meru-muskan kode etik, code of conducts dan sejenisnya dalam ben-tuk yang tertulis. Norma-norma etika harus hidup di dalam hati-sanubari setiap orang. Dia harus tumbuh sebagai kesa-daran. Sebelum melakukan sesuatu, setiap kita hendaknya bertanya kepada hati nurani kita masing-masing: patutkah hal ini saya lakukan? Dasar dari segala norma etika adalah keadilan. Adakah adil, kalau saya mengatakan sesuatu atau melakukan seuatu kepada orang lain? Ini adalah pedoman dalam tindakan. Persoalan etika, bukan persoalan bisa atau tidak bisa, mampu atau tidak mampu, dan dapat atau tidak dapat. Persoalan etika ialah persoalan boleh atau tidak bo-leh.

Saya bisa saja memukul orang lain, karena saya menguasai ilmu bela diri, tetapi bolehkah? Saya mampu saja mengambil barang dagangan peda-gang di pinggir jalan, karena penjual-nya seorang wanita tua, tetapi bo-lehkah? Saya dapat saja memfit-nah dan mencaci maki orang lain karena saya punya blog yang tidak dapat dikontrol siapapun, tetapi bo-lehkah? Saya memiliki senjata, saya dapat saja menembak orang lain, tapi bolehkah saya membunuh se-seorang? Semua pertanyaan ini ha-ruslah dikembalikan kepada kesada-ran hati-nurani kita masing-masing. Dengan cara itu, kita akan memiliki apa yang disebut dengan ―tanggungjawab etika‖ atau ―tanggungjawab moral‖. Sia-sia saja kita merumuskan kode etik secara tertulis. Percuma saja kita meru-muskan matriks yang memuat sederet kewajiban dan laran-gan untuk dihafal luar kepala. Semua itu tidak menjadi jami-nan apa-apa agar norma ditaati. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu, tidaklah berbanding lurus dengan kesada-rannya. Apalagi ketaatannya. Dalam pandangan saya, kesadaran etika seperti itu, akan mampu membedakan mana ucapan dan tulisan yang berisi polemik intelektual, dan mana yang dapat dikategori-kan sebagai agitasi, propaganda dan perang urat syaraf. Dalam sejarah bangsa, kita telah menemukan banyak po-lemik yang tinggi mutu intelektualnya, dan memberikan kontribusi besar bagi proses pembentukan bangsa dan ne-gara kita. Polemik itu antara lain, ialah polemik Sukarno den-gan Mohammad Natsir tentang hubungan Islam dengan Negara, polemik tentang Islam dan Sosialisme antara Tjok-

Meski tak menyebut-nyebut sedikitpun tentang sepak terjang perempuan di kan-cah politik lokal namun Sekretaris ORARI Daerah Jawa Barat yang juga Wakil Ketua ICMI Orda Kabu-paten Bandung ini, lewat tulisannya seolah ingin mengajak pembaca untuk membandingkannya dengan hiruk pikuk komunikasi politik yang tengah terjadi jelang Pilkada Jabar sekarang ini. |red|

Drs. Ery Ridwan Latief, M.Ag

Page 17: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 17

roamitono dengan Semaun, dan Polemik Kebudayaan Timur dan Barat antara Sutan Takdir Alisjahbana dengan Armijn Pane. Demikian pula tulisan-tulisan bernada po-lemik yang dibuat oleh Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sumitro Djojohadikusumo dan Sjafruddin Prawiranegara dan lain-lain di bidang pembangunan politik dan ekonomi. Polemik intelektual tentang Islam dan Sekularisme, yang terjadi antara Mohamad Rasjidi dengan Nurcholish Madjid, sangatlah menarik untuk dibaca. Demikian pula polemik Mohamad Roem dengan Rosi-han Anwar yang berkaitan dengan se-jarah politik di tanah air era tahun 1950-an. Kalau kita menelaah dengan sek-sama, polemik mereka sungguh sportif, kesatria, argumentatif dan tidak menyer-ang pribadi seseorang, yang tidak ada hubungannya dengan materi yang diper-debatkan. Mereka juga menggunakan kata-kata yang sopan, sehingga nampak suasana saling hormat-menghormati, walaupun perbedaan pendapat di antara mereka demikian tajam. Polemik yang bernuansa in-telektual sebagaimana saya gambarkan di atas, tentu berbeda jauh dengan kegiatan agitasi dan propaganda. Dua istilah ini sangat terkenal di masa partai komunis masih kuat pengaruhnya. Sebelum itu, Adolf Hitler dan Jozef Goebbels telah merancang propaganda Nazi dengan sangat canggih. Hampir semua partai fasis dan partai komunis mempunyai suatu badan tersendiri yang menangani masalah ini. Badan itu mereka namakan dengan ―Departemen Agitasi dan Propaganda‖ atau Agitprop yang berada di bawah komite sentral partai tersebut. Agitasi adalah menyerang lawan den-gan segala cara dengan tujuan untuk merendahkan, memo-jokkan dan menjatuhkan. Pilihan kata-kata sangat tajam dan lugas. Propaganda mempunyai nada yang hampir sama, yakni menyampaikan fakta atau bukan fakta kepada publik dengan maksud untuk membentuk publik opini, sesuai yang diinginkan oleh sang propagandis. Dalam propaganda, segala kedustaan, penjungkir-balikan fakta, rumors dan fit-nah adalah halal belaka. Agitasi dan propaganda mela-hirkan perang urat syaraf atau psychological war. Dalam blog atau website milik para politisi misalnya, ada tulisan-tulisan yang mengundang timbulnya polemik yang bernuansa intelektual. Namun ada pula, tulisan-tulisan

yang mengandung sifat agitasi dan propaganda yang mela-hirkan perang urat syaraf. Tulisan yang bernuansa intelek-tual memang mengajak kepada pencerahan. Namun tulisan yang bernada agitasi dan propaganda, tentu jauh dari se-mangat itu, karena yang dicari bukanlah kebenaran, tetapi upaya sistematis membentuk publik opini sesuai keinginan orang yang melakukannya. Jozef Goebbels, Menteri Propa-ganda Nazi di zaman Hitler, mengatakan: Sebarkan kebo-hongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya. Ten-

tang kebohongan ini, Goebbels juga mengajarkan bahwa kebohongan yang paling besar ialah kebenaran yang dirubah sedikit saja. Ada sebuah peristiwa terjadi dan menjadi sebuah fakta. Fakta itu kemudian ―diplintir‖ sedikit saja dan disebarluaskan dengan teknik-teknik tertentu, maka dengan serta merta dia akan menjadi propa-ganda yang efektif. Sasaran propaganda tentu saja publik yang awam tentang seluk-beluk suatu masalah. Selama saya menjadi asisten Professor Osman Raliby yang mengajar mata kuliah propaganda politik dan perang urat syaraf di Universitas Indo-nesia sekitar tahun 1978-1980, berulang kali beliau mengingatkan saya agar jan-gan menggunakan teknik-teknik propa-ganda, karena semua itu bertentangan dengan etika dan bertentangan dengan ajaran agama. Professor Osman Raliby pernah ―berguru‖ kepada Jozef Goeb-

bels, ketika beliau belajar di Universitas Humbolt, Berlin, menjelang Perang Dunia II. Kita harus jujur, fair dan adil. Demikian nasehat Professor Raliby kepada saya. Kalau propaganda dihadapi pula dengan propaganda, dunia ini akan makin centang perenang. Dengan propaganda, orang dapat menciptakan ―surga‖, namun dengan propaganda juga orang dapat men-ciptakan ―neraka‖ di tengah sebuah komunitas. Tulisan singkat saya kali ini, mungkin dapat dijadikan bahan pemikiran, untuk membedakan antara diskusi intelektual untuk mencari pencerahan, dengan agitasi, propaganda dan perang urat syaraf yang dilakukan untuk membangun citra buruk, memojokkan dan menjatuhkan demi kepentingan sang agitator dan propagandis. Saya sungguh ingin men-jauhkan diri dari kegiatan yang bernuansa agitasi, propa-ganda dan perang urat syaraf. |ery|

―Kebohongan yang diulang-

ulang, akan membuat

publik menjadi

percaya‖

Page 18: majalah politik vox

18 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

S

S SOROTAN UTAMA| Spesial Hari Ibu

Sikap ramah penuh simpati semisal yang ditam-

pilkan salah seorang calon kepala daerah — saat men-

gunjungi sebuah pasar tradisional, memang menimbul-

kan reaksi spontan luar biasa dari kerumunan yang ada.

Mulai dari berebutnya massa terutama ibu-ibu untuk

sekedar bisa bersalaman, atau bahkan tak sedikit yang

berusaha untuk bisa berpelukan cipika-cipiki dengan poli-

tisi perempuan terkenal itu.

Memang sebatas kebutuhan publisitas, mem-

pertontonkan situasi itu secara visual ke publik yang

lebih luas lewat tayangan televisi, tentu saja situasi itu

sudah lebih dari memadai. Namun tak boleh pula ter-

buru-buru menyimpulkan dengan estimasi berlebihan,

semisal mengatakan sudah mendapatkan dukungan kuat

dari masyarakat yang dijumpainya itu.

Cara para kandidat memikat perhatian publik

dengan membangun komunikasi langsung dan ber-

cengkrama di pusat-pusat keramaian atau di perkampun-

gan yang dikunjunginya, bisa jadi merupakan langkah-

langkah propaganda politik yang mampu menaikan rat-

ing publisitas di sejumlah media, itu tak bisa terban-

tahkan. Tapi soal apakah komunikasi yang dibangun

lewat cara seperti itu menghasilkan efek psikologis yang

baik untuk meraih dukungan publik, adalah sisi lain yang

perlu telaah lebih lanjut.

Untuk mengetahui lebih jauh menyangkut efek

psikologi massa ini, redaksi majalah VOX sengaja

meminta pendapat ahli dari psikolog professional

Rahmadani Hidayatin Sukatendel, S.Psi yang juga seo-

rang aktifis perempuan di Medan Sumatera Utara, me-

lalui chat interview pekan lalu.

―Sikap ramah, simpati dan empati yg ditampil-

kan, pada awalnya memang menimbul-

kan apa yg disebut dengan hallo effect atau respon positif‖ ujar Rahmadani

Hidayatin mengawali keterangannya

sore itu. Tapi jika ternyata sikap ramah

kandidat itu hanya pura-pura hallo ef-

fectt itu tidak akan bertahan lama, tam-

bahnya.

Dengan lugas tokoh perem-

puan professional ini juga mengung-

kapkan bahwa, kalau kata-kata atau

sikap si kandidat itu ternyata tidak kon-

sisten, justru hallo effect malah akan bisa

berubah menjadi devil effect atau respon

negatif. Keterangan awal dari perem-

puan yang selalu tampil menarik ini,

seolah ingin juga menjelaskan mengapa

kini orang banyak memberikan respon

negatif mencaci maki para pemimpin

yang dulu dibelanya mati-matian.

Kembali ke soal hallo effect

yang timbul dari sikap ramah, simpati

dan empati para politisi perempuan

tadi, menurut Hidayatin efek positif itu

juga bisa muncul secara masal. Hal ini

tergantung dari sejauh mana kelompok

masyarakat mengenali tokoh tersebut.

Semisal, jika sebelumnya masyarakat

mempunyai informasi yang buruk tentang tokoh yang

datang itu, tidak akan bisa mendapatkan simpati mereka.

Demikian halnya dengan tokoh yang tidak begitu dike-

nal publik, juga sulit untuk mendapatkan dukungan.

Hal lain yang cukup penting, sesungguhnya ek-

Sepak Terjang Perempuan di Kancah Politik Lokal III :

Sikap Ramah Kandidat Sikap Ramah Kandidat Sikap Ramah Kandidat Timbulkan Hallo EffectTimbulkan Hallo EffectTimbulkan Hallo Effect

Sekilas Narasumber

Rahmadani Hidayatin Sukatendel, S.Psi — adalah seorang psikolog professional yang menjadi konsultan dan mitra sejumlah perusahaan untuk program pengembangan dan pelatihan sumberdaya manusia. Aktifitas penting lain sebagai Direktur Eksekutif PKBI Sumatera Utara, kini hari-hari Hidayatin disibukan dengan prgram penanggulan HIV AIDS yang tengah dijalankannya. Karena itu, bersama sejumlah aktifis lainnya di Sumatera Utara, dia pun kerap menyerukan “ISU PERJUANGAN HARI INI: Selamatkan perempuan dan Anak dari HIV AIDS..!” ujarnya.

Page 19: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 19

spresi empati yang tulus akan dapat

dirasakan oleh masyarakat yang mereka

kunjungi, begitu juga sebaliknya. Sebab,

perlu dicatat manusia dilengkapi oleh

Allah dalam dirinya semacam alat deteksi

kebohongan. Kita akan cepat menangkap

sinyal, jika keramahan, simpati maupun

empati yang di ekpresikan para calon

kepala daerah itu bohong atau benar,

pura-pura atau memang tulus.

Dalam kasus kunjungan para

calon kepala daerah, yang kerap dilaku-

kan untuk mendapatkan pencitraan dan

penerimaan positif berbagai kelompok

masyarakat. Psikolog ini menjelaskan,

bahwa untuk menunjukkan ketulusan

empati itu tidak hanya bisa dirasakan oleh

masyrakat melalui sentuhan ataupun pe-

lukan saja, seperti yang sering kita lihat dilakukan oleh para

politisi itu. Orang yang ingin mendapatkan citra positif dan

penerimaan positif, juga bisa menggunakan kekuatan kata-

kata positif dan kontak mata — eye contact pada saat

berkómunikasi dan mendengarkan orang lain, jelas Hi-

dayatin memberikan tips. Akan tetapi, seperti saya jelaskan

tadi, jika hanya pura-pura hallo effect itu tidak akan bertahan

lama, dan jika kata-kata atau sikapnya tidak konsisten hallo

effect bisa berubah jadi devil effect atau respon negatif.

Tentang kemampuan berkomunikasi dan menden-

gar yang menjadi pintu masuk untuk menunjukan rasa sim-

pati dan empati pada masyarakat ini, Hidayatin juga menje-

laskan latar belakang ―mengapa‖ politisi perempuan dinilai

lebih mampu memposisikan diri sebagai tempat berkeluh

kesah warga.

―Laki-laki dan perempuan dididik dengan cara yang

berbeda dalam mengkespresikan sikap empatinya untuk

merespon sesuatu‖ ujarnya. Laki-laki pada umumnya lebih

banyak menggunakan rasio dalam berkomunikasí, jadi saat

mendengar pada saat itu juga ia berfikir. Sehingga unsur

emosi tidak terekspresikan dengan jelas. Belum lagi me-

mang pada umumnya laki-laki bukanlah pendengar yang

baik, maka dia tidak bisa dijadikan tempat berkeluh kesah

atau curhat, jelasnya. Ada kata-kata bijak yang pernah saya baca, bahwa ―kharisma‖ juga bisa mengantarkan seseorang sampai di puncak. Sungguhpun begitu, jelas alumnus Universitas Medan Area ini, hanya karakter baik saja yang bisa mem-

buat seseorang tetap bertahan di puncak. Alhasil, kalau mau tetap memdapatkan sim-pati dan respon positif dari banyak orang, haruslah memiliki karakter yang positif. Memenangkan pertarungan politik, semisal pilkada yang membutuhkan dukungan dan respon positif banyak orang, memang tak semudah membalik telapak tangan. Pun se-lain kemampuan membangun komunikasi publik yang baik, kemampuan mensiasati hingar bingar dan kegaduhan sosial-politik di tengah masyarakat juga kompetensi penting yang tak bisa diabaikan. Sebab tak jarang la-hirnya kegaduhan ataupun keresahan sosial politik masyarakat juga erat kaitannya dengan inkonsistensi kata-kata dan sikap para pemimpin penentu kebijakan, yang notabene dulu seolah-olah orang yang paling berempati

pada persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat. Jika demikian, kegaduhan sosial politik itu, juga sesungguhnya tak lain merupakan perwujudan berubahnya hallo effect masyarakat menjadi devil effect, seperti yang dijelas-kan psikolog kita tadi. Pun, situasi itu menunjukkan kega-galan seorang politisi untuk bertahan pada posisi puncak. Itu artinya pemegang kekuasaan tak memiliki karakter baik, yang menjadi kunci bagi seseorang untuk bisa tetap ber-tahan di posisi puncak itu. Melihat situasi seperti itu, memang wajar jika ke-mudian publik berkesimpulan bahwa pemimpin yang penuh kharisma itu dulu sesungguhnya ‗pembohong‘ pun kata-kata dan sikap empati yang ditunjukannya dulu kepada rakyat, juga sekedar pura-pura saja. Celakanya, kesimpulan-kesimpulan seperti itu yang kadang dibuat secara serampan-gan tersebut, justru dieksploitasi habis-habisan untuk men-gabsahkan agar para politisi bisa mengatakan ―kami lebih layak dipercaya untuk memimpin‖ sambil juga menunjuk-kan sikap ramah penuh empati ketika banyak kelompok masyarakat yang dijumpainya berkeluh kesah. Hanya Tuhan dan dia sendiri yang mengetahui persis, apakah sekarang sedang berpura-pura menjadi orang baik atau memang dia orang baik sungguhan. Karena itu patut direnungkan kata penutup penda-pat ahli kita, ―Orang baiklah yang tidak pernah berpura-pura baik dan empati, orang yang baik tidak hanya berperi-laku baik sesaat untuk kepentingan kampanye, jadi orang baik-baik sajalah..!‖ pungkasnya mengakhiri percakapannya dengan redaksi VOX |ide|

―..jika kata-

kata atau sikapnya

tidak konsis-ten hallo effect bisa berubah jadi devil effect atau respon

negatif..‖

Page 20: majalah politik vox

20 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Page 21: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 21

M

Jelang Pilkada Kota Bogor 2013 - I:

Besar Kemungkinan Demokrat Usung Calon Perempuan

Meski masih berbilang bulan lagi penyelenggaraan pilkada kota Bogor — sekitar bulan November 2013, siapa bakal menggantikan posisi Diani Budiarto sebagai Walikota Bogor menjadi isu yang hangat dibicarakan. Banyak nama muncul atau justru dimunculkan oleh berbagai pihak, baik itu partai politik maupun kelompok non parpol. Dari mulai memunculkan nama dengan cara bisik-bisik, hingga ekspos di media cetak. Bahkan Radar Bogor, salah satu harian terkemuka di kota hujan ini telah menggelar poling terbuka sejak awal tahun 2012 ini. Polling atau jajak pen-dapat umum yang mengukur ihwal besar kecilnya ketertarikan masyarakat pada bakal calon walikota yang dimun-culkan itu, memang menjadi pemicu berkembangnya spekulasi siapa bakal memimpin kota berjuluk seribu angkot ini. Spekulasi bergulir terus, bahkan mendorong sejumlah partai politik mulai membuka pendaftaran bagi bakal calon yang berminat meng-gunakan perahu milik mereka. Tak sampai disitu, sejumlah pertemuan antar parpol pun digelar, baik yang resmi maupun setengah resmi. Terma-suk menggelar lobi-lobi tak resmi antar petinggi parpol, sambil kongkow ngopi di tempat-tempat tertentu. Di kesempatan lain, se-jumlah pendukung salah satu bakal calon pun mulai mela-kukan aksi gerilya, meyakinkan sejumlah aktifis mahasiswa dan tokoh ormas ―bahwa peta dukungan untuk bosnya se-makin menguat‖, sambil tak lupa mengajaknya untuk berga-bung. Meski, mulai Agustus lalu hingga di penghujung tahun 2012 sejumlah baliho dan spanduk yang menampil-kan gambar para bakal calon mulai menghilang dari jalanan kota Bogor, namun tak demikian dengan gerilya dan lobi-lobi itu. Saling adu strategi dan siasat penggalangan terus bergulir. Termasuk mengatur siasat menguasai dan meyak-inkan parpol, betapapun urusan ‗perahu politik‘ ini menjadi sangat penting, kecuali bagi yang berniat maju lewat jalur

perseorangan atau independen. Untuk yang disebut terakhir ini, hanya satu orang yang secara terbuka menyatakan siap maju lewat jalur perseorangan, yakni Ir. Ansufri Idrus Sambo atau yang lebih dikenal dengan sebutan ustad Sambo. Itu peta hiruk pikuk jelang pilkada Kota Bogor yang bisa dideteksi setidaknya hingga pertengahan Desem-ber 2012 ini. Laporan khusus majalah politik VOX kali ini secara khusus akan mengulas tema seputar ―Jelang Pilkada Kota Bogor 2013‖ dengan berbagai nuansa menarik untuk dite-

laah. Semisal polling online yang dige-lar menyusul merebaknya pembi-caraan hangat seputar bakal calon. Banyak pihak menggelar polling model online yang mulai menjadi trend sekarang ini, baik untuk menja-jaki popularitas bakal capres, cagub, cabup maupun cawalkot di seluruh Indonesia. Khusus untuk mengukur popularitas nama-nama bakal calon walikota Bogor, adalah seperti yang dilakukan bogorpolling di bawah bendera Lembaga Polling Inde-penden. Dari dua sesi polling online yang diselenggarakan berturut-turut, secara mencengangkan bakal calon perempuan Nanny Ratnawaty unggul. Ini bukan kali pertama Ketua PDRI Kota Bogor ini unggul, pada polling

yang digelar Radar Bogor jauh sebelumnya dia juga unggul. Dengan situasi itu, muncul spekulasi sejumlah orang yang mengatakan bahwa kemungkinan besar Partai Demokrat akan usung calon perempuan, Nanny Ratnawaty. Ini mengingat partai berlambang bintang mercy ini kerap kon-sisten dengan hasil survey dan polling dalam memutuskan siapa yang akan diusung dalam pilkada, seperti ketika me-mutuskan mengusung Dede Yusuf di pilkada Jabar. Pun orang yakin partainya SBY ini, pasti lebih moderat tak mempersoalkan laki-laki atau perempuan. Bukankah Partai Demokrat kerap menyatakan bahwa apa yang baik untuk masyarakat, itulah yang terbaik untuk kami. Hasil survey dan polling adalah cerminan pilihan terbaik rakyat|pri|

S SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013

Page 22: majalah politik vox

22 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Jelang Pilkada Kota Bogor 2013 - II:

Hj. Nanny Ratnawaty

“Perempuan Maju, Rakyat Makmur”

S Sebaris kalimat yang cukup simple kerap diulang-ulang Hj. Nanny Rat-nawaty dalam berbagai kesempatan, baik saat dia bertemu dengan se-

jumlah komunitas perempuan, maupun masyarakat lainnya.

“Percayalah, perempuan maju rakyat makmur..!” inilah penggalan kata yang paling mudah diingat publik pemilih, dalam tiga bulan be-

lakangan ini.

Tak heran jika mendengar atau melihat tulisan ―perempuan maju, rakyat makmur‖ di manapun di kota hujan ini, sejumlah orang otoma-

tis akan mengasosiasikannya dengan sosok seorang perempuan anggota Fraksi Demokrat DPRD Kota Bogor yang kini tengah diunggulkan

untuk memenangkan pertarungan Pilkada Kota Bogor di 2013 men-datang.

Ya, Hj. Nanny Ratnawaty, meskipun belum ditetapkan secara resmi oleh partainya menjadi bakal calon walikota, namun namanya terus

menjadi pembicaraan banyak orang. Terutama setelah dia memenang-kan dengan telak beberapa kali polling bakal calon walikota Bogor.

Meski masyarakat belum mendapat kabar pasti kapan persisnya Pilkada Kota Bogor ini digelar, Namun sejak awal tahun, sebuah harian terke-

muka di kota ini sudah melakukan penjaringan lewat polling yang dige-lar dengan durasi yang cukup panjang. ―Kalau tak salah hampir delapan

bulan pollingnya, setiap hari dimuat koran‖ ujar Nanny yang menda-patkan rangking tertinggi polling koran terbesar di Bogor itu.

Untuk meyakinkan akurasi hasil polling itu, secara internal partai ber-

lambang bintang segitiga ini kemudian menggelar ―polling internal par-tai‖ di seluruh kecamatan di Kota Bogor. Pun kembali menunjukkan

S SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013

Page 23: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 23

hasil yang sama, perempuan politisi Demokrat ini memim-pin perolehan tertinggi. Demikian halnya, dengan dua kali

polling online yang digelar pada oktober dan November lalu, Hj. Nanny Ratnawaty kembali unggul (lihat ―Elektabilitas Tertinggi di Semua Polling‖ - red).

Bangun Isu di Jejaring Sosial

―Ayo dukung Bunda, Perempuan pilih Perempuan‖, tulis Srikandi Demokrat komunitas pendukung utama Ketua

PDRI Kota Bogor ini, di situs jejaring social facebook. Ber-bagai reaksi pengguna jejaring sosial inipun bermunculan, mulai dari sekedar memberikan jempol tanda suka, hingga

komentar dukungan.

Lalu di lain kesempatan masih di fb-wall Srikandi kembali menulis status yang agak panjang yang dilengkapi gambar

tautan dari situs nannyratnawaty.wordpress.com, ―Ayo per-empuan pilih perempuan, bangkit bersama membangun

tanah kelahiran, Nanny yes Demokrat jaya‖ Seperti biasa bermunculan komentar dukungan. Namun kali ini ada ko-

mentar yang menarik ―Kalo perempuan oke.. demokrat gaklah apalagi lihat si poltak ih.. Amit-amit deh..‖ komentar

Santy Pujiastuty.

Selintas, komentar dari akun bernama Santy Pujiastuty ini, yang kelihatannya tidak menyukai parpol, mungkin biasa-

biasa saja. Namun jika dilihat dari reaksi spontan dan sub-stansi komentarnya menunjukkan bahwa walaupun tak

menyukai parpol , tapi menerima sosok Nanny yang jelas-jelas dari Partai demokrat. Isu perempuan rupanya menarik

perhatian pemilik akun yang diduga milik aktifis perempuan salah satu perguruan tinggi di Bogor.

Sikap menyukai bahkan mendukung isu perempuan yang dibangun lewat facebook ini — tapi tak menyukai partai

politiknya, bisa jadi tak hanya dari seorang Santy saja. Tak tertutup kemungkinan, banyak orang yang punya sikap

serupa. Betapapun, membangun isu lewat jejaring sosial di dunia maya seperti yang dilakukan Nanny dan sejumlah pendu-

kungnya, adalah langkah cerdik yang efektif dan efisien.

―Terlepas saat ini mendukung atau tidak, saya terus mem-bangun jaringan pertemanan di dunia maya sebanyak-

banyaknya‖ Nanny menjelaskan. Dengan cara ini aku per-empuan pendiri Demokrat Kota Bogor ini, Alhamdulillah

yang simpati dengan langkah teman-teman mendorong saya menuju pencalonan terus mengalir. Buktinya hampir setiap

hari ada saja yang memberi-kan dukungan baik lewat

email, lewat komentar dan pesan inbox di facebook,

maupun komentar di situs web pribadi saya, imbuhnya.

Diuntungkan Isu Perem-

puan ―Dalam tiga bulan terakhir ini, dukungan untuk bunda terus meningkat‖ tulis Sri-kandi Demokrat saat re-

porter VOX melakukan chat-ting interview dengannya.

Dukungan sekarang bukan hanya dari kalangan Demok-

rat saja, justru lebih banyak dari luar partai, terutama kelompok perempuan, jelasnya. Terutama setelah kita

sosialisasikan slogan ―perempuan maju, rakyat makmur‖ kata Srikandi menambahkan keterangannya.

Saat dimintai penjelasan seputar slogan, mengapa Nanny

berani mengklaim kalau perempuan maju rakyat makmur ? Politisi perempuan ini menjawabnya dengan diplomatis,

bahwa itu bukan berasal dari dirinya. ―Wah, slogan itu bu-kan saya yang buat, itu kreatifitas teman-teman pendukung saya saja‖ jelasnya. Tapi setahu saya itu sebenarnya, slogan resmi menyambut perayaan Hari Ibu tahun ini yang dike-luarkan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Per-lindungan Anak. Karena ini bulan Desember saatnya kita

memperingati Hari Ibu, tidak ada salahnya kita ikut meneruskan slogan yang dibuat ibu menteri, ujar Nanny

diplomatis.

Selidik punya selidik, ternyata benar jargon itu asal muasal-nya dari kantor ―Pembantu Presiden SBY‖ yang khusus mengurus pemberdayaan perempuan dan perlindungan

anak. Ibarat pepatah bak pucuk dicinta ulam pun tiba sebagai aktifis perempuan yang punya kewajiban moral untuk men-dukung dan mensosialisasikan kebijakan Menteri PP & PA dalam menyambut Hari Ibu, Nanny pun serta merta meng-kampanyekan slogan itu. Bahwa kemudian slogan itu ibarat

gayung bersambut dengan kepentingan proses pencalo-nannya sebagai perempuan yang akan bertempur di Pilkada

Kota Bogor 2013 nanti, itu soal lain.

―Bagi rakyat, bukan soal

laki-laki atau perempuan,

tapi siapa yang

diyakini bisa membawa

perubahan‖

SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013

Page 24: majalah politik vox

24 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Nah, buntut dari soal tim kreatif Nanny yang menggunakan slogan

itu, ternyata jadi panjang. Di Kota Bogor kini berkembang speku-lasi lewat rumor status jejaring sosial yang mengatakan, bahwa

pencalonan Nanny didukung sejumlah petinggi dari pusat kekua-saan. Saat dikonfirmasi soal rumor politik ini, Nanny hanya ter-

tawa sambil berkata ―Amin.. Mudah-mudahan didengar bu Men-tri‖ ujarnya enteng. Saya ngga mau nanggapin rumor, biar saja nama-

nya juga rumor, ujar Nanny. Begitupun perempuanpolitik yang satu ini tak menampik, bahwa lewat isu itu memang dukungan

semakin banyak mengalir, terumata dari para aktifis muda perem-puan.

Lepas dari soal rumor politik itu, hal yang menarik adalah kejelian

Nanny dan pendukungnya menangkap isu dan menggulirkannya pada momentum yang tepat. Pertama dinilai pas mengambil isu

perempuan dan menggulirkannya di menjelang peringatan hari ibu, karena nyatanya dialah satu-satunya bakal calon walikota Bogor

perempuan yang absah mewakili kepentingan perempuan. Kedua secara substansi isu slogan ini selain merepresentasikan suara per-empuan menjawab persoalan publik, juga spektrumnya lebih me-

nasional tak terkesan lokal, apalagi siu ini bersumber dari pemerin-tah pusat yang notabene pemerintahan partainya sendiri.

Lebih dari itu, dengan menggulirkan isu ini kelihatannya Nanny

sudah mulai bergerak memupus kesan superioritas laki-laki dalam domain politik, sebelum ada serangan black campaign klasik ―haram

mengangkat perempuan jadi pemimpin‖. Maka ancang-ancang yang dilakukannya justru mulai masuk pada soal isu kemakmuran rakyat yang memang menjadi persoalan mendasar yang dihadapi

rakyat pemilih. Jika skenario gerakan politik Nanny ini berjalan mulus, jika calon-calon lain (laki-laki) menggulirkan isu klasik

haram memilih perempuan jadi pemimpin, maka bukan simpati publik yang didapat justru dicibir rakyat. Sebab wacana yang terus

digulirkan berbagai pihak ke tengah publik adalah ―Bagi rakyat, bukan soal laki-laki atau perempuan, tapi siapa yang diyakini bisa

membawa perubahan‖

Padahal publik semuanya juga tahu, bahwa perubahan hanya bisa muncul dari sosok pemimpin yang memiliki karakter, sederhana,

bersih, dan jujur. Nah, untuk soal karakter-karakter itu, tak ada yang bisa menjamin kalau laki-laki lebih baik dari perempuan. Toh, keduanya sama, punya potensi kelak akan menghianati rakyat, atau

sebaliknya. |pri|

Hj. Nanny Ratnawaty

Dilahirkan dari keluarga Islam yang taat di Bogor 24 Mei 1962 silam. Memiliki sederet pengalaman kerja dan organisasi yang tak jauh dari dunia politik, sebagai berikut :

Jabatan di DPRD Kota Bogor:

1. Ketua Fraksi Demokrat 2009-2011 2. Anggota Bamus 2009 - sekarang 3. Ketua BANLEG 2007- 2008 4. Anggota Komisi C 2010 - sekarang 5. Ketua sementara DPRD 2009 6. Anggota Fraksi Demokrat 2004 - 2009 7.

Jabatan Lain:

1. Direktur CV. Andika Perdana Perkasa 1987 - 2004

2. Bendahara DPC Partai Demokrat Kota Bogor 2002 - 2007

3. Ketua Perempuan Demokrat RI 4. Kota Bogor, 2008 - sekarang 5. Wakil Ketua, DPC Partai Demokrat Kota

Bogor, 2009 - sekarang 6. Sekretaris, DPC Partai Demokrat Kota

Bogor, 2008 - 2009 7. Bendahara, DPC Partai Demokrat Kota

Bogor, 2003 - 2008 8. Ketua, Kaukus Perempuan Parlemen

Kota Bogor 2010 - sekarang

Alamat Kontak :

http://www.facebook.com/nanny.ratnawaty

http://nannyratnawaty.wordpress.com

Email: [email protected]

S SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013 Sekilas Tentang Nanny

Page 25: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 25

Asep Wahyu Wijaya, Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jabar:

Kader Internal Terbaik Jadi Prioritas Utama

“...apa yang

terbaik

menurut

mereka

untuk

masyarakat,

itulah juga

yang terbaik

untuk Partai

Demokrat...”

P ―Pada prinsipnya, yang akan di-usung Partai Demokrat, tentu saja kader-kader terbaik dari internal partai‖ demikian Asep Wahyu Wijaya, Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jabar memberikan pern-yataan terkait soal pilkada kota dan kabu-paten di Jawa Barat. Wajah baru di jajaran pimpinan DPD Partai Demokrat Jawa Barat — yang salah satu tugas pentingnya menangani desk khusus pilkada ini, kembali menegaskan bahwa kader internal partai dipastikan men-jadi prioritas utama yang akan dipertim-bangkan untuk diusung sebagai calon kepala daerah. ―Kita memiliki banyak kader-kader potensial di seluruh daerah kota dan kabupaten, tentu saja yang kita pilih adalah yang terbaik‖ ujarnya. Terkait penilaian siapa kader ter-baik itu, selain diukur dari rekam jejaknya atas prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela, sebagaimana berlaku di setiap partai politik umumnya. Partai Demokrat juga ternyata punya hitung-hintungan strategis politis dan mekanisme yang diatur sedemikian rupa. Sehingga meski kader in-ternal tetap menjadi prioritas, namun tak tertutup kemungkinan justru kader-kader daerah terbaik lainnya di luar partai yang ditetapkan menjadi calon kepala daerah. ―Sangat dimungkinkan, itu terjadi‖ tegas pria yang pernah malang melintang di dunia aktifis mahasiswa itu. Sebab, apa yang terbaik untuk daerah dan apa yang terbaik menurut mereka untuk masyarakat, itulah juga yang terbaik untuk Partai Demokrat,

ujarnya. Dijelaskan Asep bahwa untuk mengukur yang terbaik itu tentu saja bukan menurut persepsi pimpinan partai saja, tapi juga menurut persepsi publik. Itulah sebab-nya, mengapa partai ini kerap mengguna-kan hasil survey dan polling sebagai acuan penting untuk memutuskan layak atau tidak dicalonkan. Semisal, kenapa Dede Yusuf yang akhirnya diputuskan menjadi calon Guber-nur Jabar, salah satunya karena menurut hasil survey beliau jauh lebih diterima masyarakat Jawa Barat dibanding yang lain-nya. Itulah sebabnya kita akan all out me-menangkannya di Pilkada 24 Februari 2013 nanti, bahkan Ketua Umum mas Anas Ur-baningrum juga akan turun gunung me-menangkan pilihan yang terbaik untuk rakyat Jawa Barat ini, imbuh Asep. Demikian juga, dengan calon kepala daerah di kota dan kabupaten, akan dipilih siapa yang terbaik untuk daerah dan masyarakat setempat. Jika menurut persepsi publik lewat survey dan polling yang terbaik itu kader Partai Demokrat, maka kader in-ternal partai yang jadi prioritas. Proses dan mekanisme penetapan calon oleh pimpinan partai di kota dan ka-bupaten, menurut Asep juga sama. ―Keseluruhan proses dan mekanisme penetapan siapa calon Walikota atau Bupati ini akan dibahas oleh Tim 9‖ ungkap Asep. Tim ini terdiri dari representasi DPP, DPD dan DPC masing-masing tiga orang, jelas-nya kepada majalah politik VOX |pri-01|

Page 26: majalah politik vox

26 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

M

S SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013

Bakal Calon Walikota Bogor:

Ustad Siap Pimpin Bogor Meskipun dari sisi jumlah penduduk dan luas wilayahnya Kota Bogor bukanlah ‗kota besar‘ namun Buiten-zorg demikian Rafles menyebutnya — adalah kota prestisius wilayah penyangga pusat kekuasaan sejak tempo doeloe. Bahkan meski dari sisi PAD maupun wilayah pengemban-gan kota yang hanya terdiri dari 6 kecamatan ini, sudah mentok dan sangat tidak menarik lagi. Tapi daerah yang nyaris tak hentinya diguyur hujan sepanjang tahun ini, hingga kini tetap merupakan prestige politics zone yang diincar banyak penggiat politik. Karenanya wajar, jika sejak pertengan 2011 lalu hingga di penghujung 2012 ini, greget pembicaraan siapa bakal memimpin di 2013-2018 mendatang terus bergulir dan cenderung semakin memanas. Banyak nama muncul timbul tenggelam sepanjang tahun 2012 ini. Baik nama-nama elit politik dan birokrat yang sudah banyak dikenal publik, maupun sejumlah nama yang masih agak asing di telinga masyarakat politik di kota ini. Ada yang muncul me-lesat sesaat lalu kini tak terdengar lagi kabar beritanya, ada yang tetap bertahan dan terus membangun jaringan pendu-kungnya, dan belakangan kini mulai bermunculan sejumlah nama-nama baru. Berikut ini kami tampilkan sebagian nama-nama yang dinilai relatif tetap bertahan menjadi bahan pemberitaan media massa sepanjang tahun 2012 dan nama-nama yang baru saja muncul menjelang majalah VOX edisi ini terbit..

Andi Surya Wijaya — adalah anggota DPRD Kota Bogor yang juga Ketua DPC Partai Per-satuan Pembangunan Kota Bogor. Popularitas dan pergerakannya cu-

kup stabil. Meski berdasarkan dalam beberapa hasil polling tidak begitu menonjol, namun menurut sejumlah pengamat soliditas para pendukungnya tetap terpelihara dengan baik. Bahkan, timnya terus bergerak membangun lobi intensif ke berbagai pihak, terbukti dengan adanya kunjungan beberapa organisasi dan kelompok–kelompok strategis masyarakat entah itu untuk menyatakan dukungan ataupun sekedar ber-silaturahim dengan pimpinan partai politik kota Bogor ber-gambar Ka‘bah ini. Salah satu konsep menarik yang dia sosialisasikan sebagai bakal calon walikota adalah seperti yang ditampilkan pada visi dan misi di situs polling online

bogorpolling.wordpress.com yakni mendorong penguatan bogor sebagai kota jasa dan wisata yang mengangkat kuliner khas kota Bogor.

Ansufri Idrus Sambo — Tokoh muda yang lebih dikenal dengan se-butan Ustad Sambo ini, adalah seorang demon-stran di awal era refor-masi yang lalu dan kini

memimpin Pondok Pesantren Hilal Bogor yang khusus mencetak para kader imam masjid yang berasal dari berba-gai daerah. Menariknya santri yang belajar di pesantren yang dipimpinnya itu tidak dikutip biaya sepeserpun alias gratis. Munculnya nama yang satu ini di deretan bursa bakal calon walikota dari jalur perseorangan, selain menjadi per-tanyaan besar ―apa benar Ustad Sambo terjun ke dunia politik?‖ dari sejumlah ulama, aktifis kampus maupun tokoh politik dan masyarakat, juga sempat membuat ketar-ketir beberapa elit politik di kota ini. ―Kalau benar ustad maju di Pilkada Kota Bogor, gawat kita‖ ujar seorang tokoh parpol yang enggan disebutkan namanya tanpa bersedia merinci maksud kata ―gawat‖ yang dikatakannya. Kekhawatiran kalangan politisi kota Bogor dengan munculnya alumni FMIPA IPB ini sebagai bakal calon walikota memang cu-kup beralasan, apalagi jika melihat cara ‗gerilya‘ ribuan jarin-gan jama‘ahnya di berbagai pelosok kota Bogor.

Doddy Rosadi — nama bakal calon walikota Bo-gor yang satu ini memang sudah sangat akrab di telinga warga kota Bogor. Selain karena birokrat sen-ior ini mantan Sekda, pada

perhelatan Pilkada Kota Bogor 2008 lalu merupakan pesaing terkuat walikota sekarang ini, Diani Budiarto. ―Hanya soal nasib saja dia tidak bisa mengalahkan Diani waktu itu‖ kata Taufik seorang tokoh pemuda dari kecama-tan Tanah Sareal Kota Bogor. Kalau dia maju lagi, peluang menang besar sekali, jelasnya mencoba memberikan prediksi. Lepas akan terbukti atau tidak prediksi warga kota Bogor itu, , pendukung utama yang menamakan dirinya Relawan Doros terus bergerak untuk memenangkan perta-rungan kali ini. Begitupun, kandidat yang masuk kategori

Page 27: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 27

SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013

tiga besar menurut versi polling pemilunews.com ini, masih harus memastikan dulu ‘perahu‘ mana yang akan menghan-tarkannya menjadi orang nomor satu di jajaran pemerintah kota Bogor itu.

Subhan Murtadla — Meski Ketua DPC Partai Bulan Bin-tang Kota Bogor ini keli-hatannya tidak memasang tar-get tertentu dalam pencalo-nannya dan cenderung low pro-

file, namun kemunculannya banyak menarik perhatian be-berapa kalangan aktifis di Kota Bogor. ―Saya mengalir saja, jika partai dan warga kota Bogor memerintahkan maju, saya akan maju!‖ ujarnya saat diminta kepastiannya untuk menju di pilkada yang akan datang. Mantan Ketua HMI Cabang Kota Bogor yang alumni FAI-UIKA ini secara tegas men-gatakan bahwa munculnya nama dia di bursa bakal calon walikota ini, diusulkan oleh sejumlah aktifis kampus dan konstituen partainya dari kalangan pemilih muda. Karena itu Subhan praktis hanya populer dikalangan kaum muda saja, dan tak terlihat melakukan manuver-manuver politik seperti layaknya seorang calon kepala daerah. Apalagi dia mengaku tak terlalu mengerti kenapa namanya tiba-tiba muncul dan banyak orang yang bertanya tentang kesia-pannya. Sebagai Ketua PBB yang tergabung dalam fraksi gabungan di DPRD Kota Bogor, tentu saja tak ingin kemunculan namanya ini mengganggu harmoni dan kekom-pakan para pimpinan partai yang menjadi anggota fraksi gabungan. Karena itu bersama dengan PAN, GERINDRA dan PPP, ketua PBB ini menyampaikan bahwa nantinya akan ada satu nama yang diusung bersama, demikian Sub-han menjelaskan. Usmar Hariman — Ketua pertama saat DPC Partai De-mokrat didirikan di Kota Bo-gor ini, adalah kandidat ter-populer setelah Nanny Rat-nawaty rekan sekandangnya, yang sama-sama berniat maju mencalonkan diri dari partai pemilik kursi mayoritas di DPRD Kota Bogor . Politisi yang sudah dua periode men-duduki kursi dewan dan berniat maju memperebutkan posisi orang nomor satu di kota hujan ini, memiliki jaringan solid di internal partainya yang dinamakan TEDUH (Terus Dukung Usmar Hariman) mengusung. Karena itu beberapa program yang dia tawarkan juga tak jauh dari tema ―teduh‖dalam arti sesungguhnya. Keseriusan lelaki ber-kacamata ini, untuk maju menjadi salah satu kandidat calon walikota Bogor terlihat jelas. Sejumlah sumber di internal

partai bernuansa biru ini menyebutkan, Usmar memang kerap terlihat melakukan sosialisasi dalam berbagai kesem-patan. Bahkan dia pun tak segan-segan terlihat muncul di tengah agenda reses sesama anggota DPRD menjumpai konstituennya, dan arena itupun dimanfaatkannya untuk meminta restu dan dukungan konstituen. Selain terus mela-barkan sayap dukungannya terkait niatnya maju sebagai ca-lon walikota, Usmar kini juga harus berjuang keras untuk mendapatkan ―tiket‖ rekomendasi dari partainya untuk bisa melenggang ke arena pilkada kota Bogor.

Nanny Ratnawaty — Ang-gota DPRD Kota Bogor dari Partai Demokrat ini adalah satu-satunya perempuan yang secara terbuka menyatakan kesia-pannya untuk maju menjadi

calon walikota. Ketua Perempuan Demokrat Republik In-donesia (PDRI) kota Bogor ini menurut sejumlah awak me-dia adalah orang yang paling mudah dijumpai dan enak un-tuk diajak ngobrol. Peluang Nanny untuk maju belakangan semakin terbuka lebar, setelah berkali-kali mengungguli polling yang digelar selama setahun ini. ―Itu menunjukkan Nanny bukan jago kandang, tapi memang dijagokan oleh warga kota Bogor‖ ucap sejumlah pendukungnya. Menurut beberapa tokoh di kota Bogor, ganjalan yang bisa menjadi batu sandungan Nanny hanya satu saja rekomendasi par-tainya. Sebab, sekuat apapun dukungan yang didapatnya dari berbagai lapisan masyarakat kota Bogor, tidak akan berarti apa-apa jika tidak direstui partai. ―Jika Demokrat menetapkannya sebagai calon walikota, 90% kemenangan Pilkada Kota Bogor sudah ditangan Nanny‖ ujar Santy Puji-astuty pendukung berat Nanny yang mengaku bukan ang-gota atau pendukung partai manapun. Kepastian siapa calon yang akan ditetapkan Partai Demokrat ini, berdasarkan be-berapa sumber di DPP Partai Demokrat mengabarkan akan ditetapkan sekitar akhir Januari atau awal Februari 2013 mendatang. Selain nama-nama di atas, sejumlah nama juga disebut-sebut berbagai kalangan, semakain meramaikan bursa kandidat calon walikota Bogor. Diantaranya adalah Bima Arya, Edgar Suratman, Asep Firdaus, Unitario, Arif Hilmawan, Edi Warsa dan tokoh incumbent Ahmad Ruhiyat. Hanya waktu yang akan membuktikan ―Siapa sesungguhnya yang akan benar-benar muncul menjadi calon walikota Bogor untuk dipilih rakyat‖ semoga tak lagi beli kucing dalam karung |riq|

Page 28: majalah politik vox

28 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

A

Kabar Dari bogorpolling.wordpress.com :

Mungkin Disukai dan Diunggulkan Tapi Belum Tentu Didukung Masyarakat

Admin bogorpolling.wordpress.com akan kembali menggelar polling online calon walikota bogor pada bulan Januari 2013 mendatang. Polling yang diselenggarakan masyarakat yang menamakan dirinya Lembaga Polling Inde-penden ini, memang secara khusus sejak bulan oktober 2013 lalu telah mulai melakukan polling secara online untuk menakar tingkat popularitas maupun elektabilitas nama-nama bakal calon yang santer diberitakan sejumlah media massa di kota Bogor. Polling online ini dijelaskan LPI selain digelar un-tuk mengukur elektabilitas para bakal calon, juga berupaya mengenalkan kepada masyarakat apa visi dan missi masing-masing kandidat. Sehingga masyarakat bisa memilih dengan lebih cerdas, sebagaimana yang diharapkan Komisi Pemili-han Umum. Tak hanya penting untuk para calon pemilih, cara ini juga bisa menjadi arena bagi parpol untuk mengu-kur dan menjaring aspirasi warga. Sebab pada halaman poll-ing yang disajikan bogorpolling tak hanya sekedar tempat untuk memberikan ‗vote‘ dukungan, lebih jauh menjadi arena komunikasi interaktif antara kandidat dan calon pen-milihnya. Mulai dari soal komunikasi visi misi kandidat, hingga soal-soal aspirasi publik lainnya. Pada setiap sesi polling, LPI mengajukan pertan-yaan jajak pendapat yang berbeda. Pada sesi yang digelar pada bulan oktober lalu misalnya, kepada warga Bogor ditanyakan ―Siapa Kandidat yang Anda Sukai?‖ 27% publik kota Bogor ternyata menyukai Nanny Ratnawaty. Semen-tara itu Usmar Hariman dan Doddy Rosadi sama-sama disukai oleh 17% publik yang mengunjungi halaman bogor-polling, lalu urutan berikutnya Sopian Ali Agam 14%, Us-tad Sambo dan Subhan Murtadla masing-masing 9% dan terakhir Andi Surya Wijaya 8%. Setelah tergambar nama-nama yang disukai publik, pada sesi berikutnya bulan Nopember — di halaman bo-gorpolling.wordpress.com LPI kembali bertanya kepada publik ―Siapa kandidat Calon Walikota Bogor yang anda unggulkan?‖ Hasilnya polling online sesi ke-2 yang ditutup 25 Nopember 2012 ini ternyata 32% mengunggulkan Nanny, 20% Usmar Hariman, 15% Doddy Rosadi, lalu Us-tad Sambo, Sopian Ali Agam, dan Subhan Murtadla sama-sama diunggulkan oleh 11% warga Bogor yang berkunjung

dan memberikan vote di bogorpolling.wordpress.com. Dari dua sesi ini ternyata didapat gambaran bahwa tak semua yang menyukai kandidat itu, kemudian mengung-gulkannya. Nanny Ratnawaty adalah satu-satunya yang terli-hat memiliki daya magnet selain disukai, juga diunggulkan tak saja oleh orang-orang yang menyukainya. Hal ini terlihat dari prosentase votes yang diraihnya dari 27% di sesi per-tama menjadi 32% di sesi berikutnya. Meskipun begitu, LPI menjelaskan bisa jadi para bakal calon itu disukai dan diunggulkan publik pemilih, tapi belum tentu didukung warga secara konsisten. Untuk mem-buktikannya, pada bulan Januari 2013 ini kepada publik akan ditanyakan ―Siapa kandidat Calon Walikota Bogor yang akan anda dukung?‖ Dipastikan akan terjadi fluktuasi perolehan suara, sebab banyak faktor yang akan menentu-kan dukungan masyarakat terhadap para bakal calon terse-but. Pada sesi yang akan digelar awal tahun 2013 ini LPI menjelaskan bahwa akan disertakan kembali beberapa nama yang sempat menghilang atau dianggap sementara kalangan tak diunggulkan, termsuk nama-nama yang baru muncul belakangan. Diprediksi, selain persaingan akan semakin ketat dan komentar maupun diskusi akan semakin panas, juga pengunjung yang memberikan vote jumlahnya akan bertambah banyak dari sesi-sesi sebelumnya. Terkait polling bulan Januari 2013 mendatang pihak LPI sesumbar bahwa ―meski ini polling online rakyat yang gratisan, tidak akan ada error blocked, akan terus on hingga bisa dipantau perkem-bangannya selama 24 jam full‖ ujarnya. Akan kita lihat benarkah begitu? |dhy|

S SOROTAN KHUSUS | Jelang Pilkada Kota Bogor 2013

Hasil polling online sessi 1 dan 2 bogorpolling.wordpress.com

Page 29: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 29

Page 30: majalah politik vox

30 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

B Bareng ibu2, tadi tanam rumput Stadion Gede Bage yang diusulkan bernama "Gelora Band-ung Lautan Api". Walau hujan tanam rumput jalan terus, semoga cepat tuntas, tulis Dede Yusuf di dinding akun facebooknya pekan lalu. Tahun depan diharapkan bisa dipakai Persib, dan 2016 dipakai PON saat Jabar jadi tuan rumah, tambah Dede menerangkan ihwal gambar yang ditampilkannya itu. Hampir setiap hari, Wagub Jabar yang kini bersiap menggantikan posisi Ahmad Heryawan lewat Pilkada Jabar mendatang ini, memang rajin meng-update status akun facebooknya. Entah sekedar menyapa, atau bahkan mem‖berita‖kan aksi sosial yang baru saja dilakukannya. Dari mulai gotong royong bangun jembatan di Bogor, kukucuprakan di tengah banjir yang melanda wilayah selatan Bandung, hingga menginap di rumah seorang nenek pemulung di kawasan Bantar Gebang Bekasi. Menariknya, gambar dan status apapun yang di-posting Dede, dalam hitungan detik langsung mendapat puluhan bahkan ratusan respon, mulai dari sekedar men-yatakan suka dengan memberi tanda gambar jempol, mem-beri komentar, atau bahkan meneruskan dengan membagi-kan kembali status Dede Yusuf ini ke komunitas jejaring dunia maya yang lain. Ini menunjukkan kalau siasat kakak pramuka yang satu ini memang ampuh dan mampu menuai feedback positif. Kecerdikan Dede memanfaatkan facebook — je-jaring sosial yang paling popular diakses jutaan orang ini, dinilai sementara kalangan adalah langkah cerdas dalam memilah dan memilih berbagai alternatif fasilitas dan jenis komunikasi yang tersedia di dunia maya. Dibanding mem-beritakan kegiatannya dengan cara konvensional di media — cetak, radio ataupun televisi — penyebaran informasi, publikasi maupun propaganda politik lewat facebook, tern-yata jauh lebih baik dan banyak memiliki keunggulan. Baik

dari sisi efisiensi pembiayaan, pengaturan segmentasi pub-likasi, maupun instan feedback yang diinginkan untuk mengu-kur dan menganalisis tingkat keberhasilan komunikasi. Dari sisi penghematan biaya intensitas komunikasi dan publikasi saja Dede sudah berhasil menunjukkan kese-derhanaannya sebagai seorang pemimpin, di hadapan publi-knya. Tanpa harus berakting memainkan peran sebagai ‘orang miskin‘ di atas panggung sandiwara politik. Bu-kankah, publikasi dan komunkasi politik Dede di facebook itu, tak memerlukan rupiah sepeserpun? Bisa jadi memang para calon kepala daerah seperti Dede, bukanlah sosok politisi yang memiliki dukungan fi-nansial berlimpah ruah. Nah, minimnya anggaran biaya pe-menangan pilkada, bagi para politisi tentu saja bukan men-jadi halangan, malah sebaliknya untuk meraih simpati ―kemiskinan‖ itu diekspos habis-habisan di media pers den-gan biaya yang tidak kecil tentunya. Menariknya, sebagai pesohor artis filem papan atas Dede tidak menggunakan kemampuannya berakting untuk merebut simpati publik di panggung politik, semisal menjadi ―seolah-olah‖ politisi ―termiskin‖. Dia lebih memilih melakukan siasat komunni-kasi di dunia maya untuk memikat publik pemilih, bukan dengan modalnya berakting. |riq|

Jelang Pilgub Jabar:

Siasat Komunikasi Dede Siasat Komunikasi Dede Siasat Komunikasi Dede di Dunia Mayadi Dunia Mayadi Dunia Maya

G GENDERANG | Arena Pilkada

Tanam Rumput | Gambar di status akun facebook Dede Yusuf|

Page 31: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 31

Page 32: majalah politik vox

32 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

D

Tulisan ini, saya tulis dengan dilatar-belakangi oleh suasana keprihatinan yang mendalam terhadap situasi kehidupan bangsa dan negara kita, setelah lebih dari satu dekade lamanya kita berada

di alam Reformasi. Insya Allah rencananya akan bersambung dalam beberapa seri, seperti permintaan dari redaksi kepada saya.

Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra

Persoalan-Persoalan Besar Bangsa Kita

Dengan berakhirnya era Pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 yang lalu, kita mulai memasuki era baru yang kita namakan dengan era Reformasi itu. Kita berharap, di era ini, kehidupan bangsa dan negara kita akan menjadi lebih baik, setelah kita hidup dalam suasana ketimpangan ekonomi, merebaknya kolusi, korupsi dan nepotisme, serta penyelenggaraan negara yang jauh dari semangat demokrasi, dengan militer sebagai inti utama kekuasaan politik. Kita ingin memiliki pemerintahan sipil yang lebih demokratis dan terbuka, lebih bersih dan lebih berwibawa, serta bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Kita ingin membangun sebuah pemerintahan yang kuat dan stabil untuk membawa bangsa dan negara kita ke arah yang lebih baik. Kita ingin menegakkan keadilan dan kepastian hukum agar setiap warga bangsa merasa ter-lindungi hak-haknya. Kita ingin pembangunan sosial eko-nomi kita dijiwai oleh semangat kerakyatan, sehingga makin mengecil jurang kaya dan miskin. Kita ingin hidup harmoni dan damai di tengah-tengah kemajemukan suku-bangsa, budaya, bahasa dan agama yang menandai kehidupan bangsa kita. Kita ingin menjadikan bangsa dan negara kita menjadi bangsa yang besar, kuat dan berpengaruh dalam pergaulan bangsa-bangsa, sehingga kita tidak mudah diom-bang-ambingkan tekanan politik dan ekonomi oleh negara-negara besar. Namun setelah lebih satu dekade kita berada di alam Reformasi, harapan-harapan itu belum juga kunjung tercapai. Sebagian warga masyarakat yang tidak puas bahkan mengatakan bahwa harapan itu makin jauh dari kenyataan. Bahkan, sebagian mereka yang mulai frustrasi dengan keadaan mengatakan, kalau begini keadaannya reformasi, maka lebih baik kita kembali ke zaman Pak Harto. Kembali ke zaman yang lampau, sudah pasti mustahil akan terjadi. Kehidupan sebuah negara mempunyai kemiripan dengan kehidupan pribadi manusia. Ada dinamika dalam ke-

hidupan. Waktu terus berjalan dan zaman akan berganti, suka atau tidak suka. Zaman Pak Harto atau zaman penda-hulu yang lain sudah berlalu dan tidak mungkin akan kem-bali lagi. Dunia di sekitar kita sudah berubah. Kita harus menerima kenyataan yang baru, walaupun terasa tidak men-yenangkan. Tugas generasi kita sekaranglah memperbaiki keadaan yang kurang menyenangkan itu dengan membawa bangsa dan negara kita ke arah yang lebih baik. Orang boleh marah dan bahkan jengkel dengan penguasa yang sedang memerintah. Tetapi orang tidak bo-leh marah dan benci kepada bangsa dan negaranya. Pemer-intah yang berkuasa, setiap saat dapat berganti dengan pe-merintah yang baru, melalui pemilihan umum yang bebas, atau oleh sebab-sebab yang lain. Namun bangsa dan negara tetap harus kita cintai, kita jaga, kita pelihara dan kita per-tahankan untuk selama-lamanya, betapapun buruknya keadaan negara kita. Setelah lebih satu dasawarsa berada di alam Refor-masi, Pemerintahan kita bukannya makin kuat dan stabil, malahan menjadi lemah dan sering tidak berdaya mengha-dapi berbagai tekanan yang datang dari dalam maupun luar negeri. Kelemahan itu bukan disebabkan oleh sistem pre-sidensial yang kita anut sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasca amandemen, melainkan karena hal-hal yang melekat pada pribadi Presiden kita sekarang, yang terlihat lamban dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan kurang menunjukkan yang sikap tegas dalam mengen-dalikan jalannya pemerintahan. Pemerintah terlihat lamban dalam menangani masalah-masalah yang sesungguhnya memerlukan kecepatan dalam bertindak. Berbagai perjanjian internasional dan regional yang dibuat dalam melaksanakan konsep perdagangan be-bas, telah menyebabkan makin melemahnya daya saing pro-duk dalam negeri, dan makin memiskinkan petani dan pen-

Page 33: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 33

gusaha kecil. Pasar dalam negeri dibanjiri dengan barang-barang impor, mulai dari Baju Koko, Mukenah dan Kerudung sampai buah-buahan, Garam, Cabe dan Jahe. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan makanan rakyat, kita tetap mengimpor Kedelai dalam jumlah yang besar untuk membuat Tahu dan Tempe. Padahal, kita mengatakan ne-gara kita adalah negara agraris. Situasi keamanan dalam negeri tidaklah sebaik yang kita harapkan. Kejahatan konvensional yang mengancam keamanan dan ketenteraman terus berlangsung dalam eskal-asi yang makin meningkat. Demonstrasi yang berujung den-gan kerusuhan terjadi di mana-mana. Konflik fisik antar kelompok masyarakat juga terus terjadi. Ancaman disinte-grasi bangsa masih terus terjadi, khususnya di Papua, yang memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh untuk me-mecahkan akar permasalahannya. Sementara pelanggaran kedaulatan wilayah negara kita bukan sekali dua kali diper-mainkan oleh negara tetangga, tanpa adanya respons yang tegas dari Pemerintah kita. Pemerintahpun selalu terlambat dalam menangani berbagai bencana, sehingga korban yang jatuh menjadi lebih besar dibandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi. Keadaan-keadaan seperti ini telah menyebabkan tidak sedikit warga bangsa kita yang mengatakan bahwa negara kita ini sudah seperti negara tanpa pemerintahan. Pandan-gan seperti ini memang ekstrim. Pemerintah tetap ada, na-mun terlihat lemah, terlambat bertindak dan tidak tegas dalam bersikap, sehingga mulai kehilangan legitimasi untuk memerintah. Dalam situasi seperti itu, apapun langkah dan kebijakan yang diambil Pemerintah makin kurang diper-dulikan oleh rakyatnya. Rakyat mulai kehilangan harapan pada pemerintahnya sendiri, yang seharusnya bertindak se-bagai pengayom bagi seluruh rakyatnya. Pemerintahan yang kian melemah, yang diken-dalikan oleh tokoh-tokoh yang kehilangan kewibawaan dan pemimpin yang tidak memiliki wawasan dan kecakapan dalam merumuskan dan memecahkan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi bangsanya, dan mengambil kepu-tusan yang cepat dan tepat, dengan sendirinya akan mem-buat bangsa dan negara ini makin melemah pula. Melemah-nya kemampuan Pemerintah memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa dan negara, akan disusul dengan timbulnya ketidakpuasan baik di pusat maupun di daerah-daerah. Ini bukan saja menjadi pemicu kekacauan, tetapi juga dapat memicu percepatan disintegrasi bangsa dan negara. Pembangunan sosial ekonomi yang kita harap-harapkan akan mampu menghapus kemiskinan, kebodohan

dan keterbelakangan, belum banyak mencatat kemajuan. Angka kemiskinan dan pen-gangguran masih tetap tinggi. Biaya pendidikan makin ma-hal, sehingga tidak terjangkau oleh rakyat kecil, terutama anak-anak petani, buruh kecil dan nelayan yang hidup di desa-desa. Kenyataan ini menggambarkan kesuraman masa depan. Jumlah pen-duduk terus bertambah, se-mentara kualitas manusianya tidak bertambah baik. Indeks pembangunan manusia kita cenderung menurun dalam beberapa tahun belakangan ini. Ini semuanya akan menjadi beban bagi masa depan. Penduduk kian banyak, sementara sumberdaya la-han dan alam makin menciut, sehingga mengandalkan hidup pada sektor-sektor tradisional seperti pertanian, peri-kanan dan industri rumah tangga akan makin sulit. Semen-tara pertanian mulai dikuasai oleh pemilik modal besar dan industri yang bercorak kapitalistik yang tidak menopang tumbuhnya induistri kecil dan rumah tangga sebagai pe-nopangnya. Daya saing produk-produk kita makin menurun di tengah derasnya arus masuk barang-barang impor. Sumberdaya alam di bidang energi dan pertamban-gan memang masih cukup besar sebagai sumber kemakmu-ran bangsa. Namun berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ada sekarang ini, tidaklah membuat sumberdaya alam itu mampu dinikmati oleh rakyat. Tambang-tambang dikuasai asing dengan modal besar, yang membuat rakyat tidak menikmati apa-apa dari kegiatan penambangan. Mereka hanya menikmati polusi dan kerusakan lingkungan di sekitar kampung halaman mereka. Kehidupan rakyat kecil di sekitar daerah pertam-bangan, seperti tidak menjanjikan masa depan apa-apa. Hal-hal di atas merupakan Persoalan-Persoalan Besar Bangsa Kita, yang perlu tanggapan berupa langkah-langkah penyelesaian yang tepat dan cepat oleh Pemerintah. Sayang, sampai hari ini kita belum menyaksikan langkah-langak penyelesaian yang diharapkan. Pemerintah lebih suka memilih penyelesaian persoalan secara parsial, dengan membentuk Satgas alias ad hoc. Langkah penyelesaian yang hanya akan mampu menutup gejala-gegalanya, tapi tidak akan mampu menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya. |SS-01|

“...apapun

langkah dan kebijakan

yang diambil Pemerintah

makin kurang diperdulikan oleh rakyat-

nya..”

Page 34: majalah politik vox

34 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

D

V VOX TOKOH | Aktifis Lingkungan

Gidion Wijaya Ketaren:

Pengelolaan Lingkungan Harus Pro Rakyat Dalam pandangannya, masalah utama Kota Bogor itu sama sama saja dengan masalah yang dihadapi kota-kota besar lainya di Indonesia. Masalah kemacetan, sampah, dan banjir yang berjalan secara paralel dengan problem pertumbuhan populasi penduduk kota, bisa kita saksikan di hampir semua kota di Indonesia. ―Itu semua adalah problem lingkun-gan hidup yang terus kita hadapi‖ jelas Gid-ion. Karakteristik persoalan lingkungan yang berantai dan saling mempengaruhi, di tengah pertumbuhan kota justru terus menerus menyisakan masalah yang tak kalah peliknya, terang aktifis yang menghabiskan hampir separuh usianya untuk membangun pereko-nomian masyarakat berbasis lingkungan hidup itu. Ambil contoh terdekat kondisi pen-didikan, ekonomi maupun kesehatan masyarakat, di titik-titik perkampungan padat penduduk, seperti kawasan Bogor Timur dan Tengah. Menurutnya juga tak terlepas dari kebijakan penata kelolaan lingkungan yang tidak pro-rakyat. Muncul semacam lingkaran ―setan‖ masalah-masalah sosial perkotaan, sebagaimana lazimnya terjadi di kota-kota besar lainnya. Mereka yang hidup di kawasan kumuh ini sangat rentan terjangkit penyakit ISPA (infeksi saluran pernafasan bagian atas) dan penyakit menular lainnya termasuk HIV/AIDS. Padatnya pemukiman yang berhimpi-tan dengan gang-gang sempit, nyaris tidak menyisakan lagi ruang terbuka — lalu ditam-bah dengan buruknya sanitasi serta terbatas-nya fasilitas air bersih, semakin mempercepat tersebarnya aneka penyakit menular. Kalau-pun diantaranya memiliki kesempatan bero-

bat, itupun tak tuntas. Celakanya, ketika ada diantaranya yang kemudian menjadi kronis, kondisi ekonomi mereka tak memungkinkan mendapat pengobatan dengan perawatan in-tensif. Kalaupun memiliki SKTM atau Askes Gakin seakan percuma, karena sudah menjadi rahasia umum Rumah Sakit di kota Bogor menolaknya dengan alasan klasik ruang rawat inap untuk kelas mereka penuh. Pun pemer-intah kota tak punya kekuatan memaksa, karena memang tak ada RSUD milik pemer-intah kota. Masyarakat di kawasan kumuh seperti ini, memang tak punya pilihan. Tak pernah terpikirkan mereka untuk pindah ke lingkungan yang lebih layak, sebab memikirkan apakah hari ini anak dan keluar-ganya bisa diberi makan pun sudah setengah mati. Jika keadaannya begini, maka lingkaran siklus masalah-masalah social, ekonomi, maupun kesehatan inipun semakin berkelin-dan, dan semakin suli mengurai mana ujung dan pangkalnya. Sayangnya menurut mantan aktifis mahasiswa IPB ini, penanganan yang dilaku-kan pemerintah seringkali dilakukan lewat kebijakan yang sifatnya parsial, bahkan terke-san sekedar reaksi sesaat. Tidak terintegrasi dengan baik dan benar, bagi kepentingan ha-jat hidup orang banyak. Dalam situasi seperti ini, papar Gidion, yang paling merasakan dampaknya tetaplah rakyat kecil, karena nyaris tidak ada solusi permanen yang sifatnya memutus lingkaran masalah masyarakat tadi. Jadi memang selain perlu keberanian para pemimpin untuk melahirkan kebijakan pro rakyat, juga harus lahir pemimpin yang mau mendengar saran pihak yang secara ilmiah mengerti betul perencanaan pembangunan lingkungan yang terintegrasi dengan baik.

Sebagai aktifis

lingkungan hidup

dia telah menapaki

berbagai pelosok

tanah air, lalu ber-

baur dengan berba-

gai macam karakter

orang

Wajar, jika dia ke-

mudian banyak bela-

jar dan memahami

uniknya kearifan lokal

masyarakat di berba-

gai daerah tempatnya

mengabdi.

Berjuang bersama

masyarakat warga

Kota Bogor adalah

cita-citanya yang tak

pernah luntur. Sudah

puluhan tahun ia

hidup di

Bogor sejak mahasiswa

IPB dulu, membuat

cintanya pada kota

hujan ini melebihi

cinta pada tanah lelu-

hurnya nun jauh di

Sumatera Utara sana.

Karena itu lelaki ber-

kacamata ini, sangat

mendukung warga

Bogor ingin bangkit

bersama membangun

tanah kelahirannya,

toh kota Bogor-lah

yang juga melahirkan

semangat intelektual

dan pengabdiannya

pada masyarakat se-

lama ini.

Gidion Wijaya Ketaren

Page 35: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 35

VOX TOKOH | Aktifis Lingkungan

Banyak hal menurut Gidion, kebijakan yang harus ditata dan ditinjau ulang, termasuk tata aturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya. Contoh, kebijakan pemerintah soal isu perlunya beralih dari konsumsi BBM ke sumber energi non BBM, yang dimulai dari penggunaan elpiji lalu ke bio energi lainnya. Sampai hari ini, rakyat berada dalam posisi yang berat dengan harus membayar bahan bakar sangat mahal. Adapun alternatif lain semisal bio ethanol sebagai bahan bakar murah dan ramah lingkun-gan yang bisa diproduksi besar-besaran, tak bisa dilakukan. Se-bab, meskipun bahan bakar al-ternatif bio ethanol dari singkong misalnya, bisa dipro-duksi banyak perusahaan yang sesungguhnya bisa dijual dengan harga berkisar 2.000 sampai 3.000 rupiah per liter, dan ini adalah harga bahan bakar yang pantas untuk daya beli rakyat kita. Tapi, praktis tak akan ada yang mau memproduksinya, karena ada aturan perundang-undangan yang memaksa pro-dusen harus menjualnya tiga kali lipat lebih tinggi kepada kon-sumen. UU tentang Miras me-netapkan pajak sebesar 300% untuk industry alkohol dan tu-runannya, sedangkan ethanol adalah salah satu turunannya. Maka jika diproduksi harga jual ethanol menjadi tidak kompeti-tif, karena malah jauh lebih ma-hal dari premium atau minyak tanah sekalipun. Gambaran di atas menunjukkan jika kebijakan yang ditempuh tidak pro rakyat, kelompok masyarakat miskin tetap menjadi pihak yang tertindas. Karena itu untuk pem-bangunan kota Bogor ke depan, Gidion menyarankan kebi-jakan yang ditempuh memang harus segera berorientasi pada kepentingan rakyat kelas bawah, semisal warga yang menghuni kawasan kumuh yang padat itu. Tanpa perlu ber-debat lagi, salah satu prioritas fisik di bidang kesehatan mis-alnya, adalah segera membangun RSUD seberapa pun itu mahalnya, tegas Gidion. Itu dulu diselesaikan, baru kita ta-takelola ulang lingkungan-lingkungan kumuh itu menjadi lingkungan yang sehat, tanpa harus menggusur mereka. Be-tapapun pemukiman warga selalu berkaitan erat dengan titik

-titik strategis akses ekonomi mereka, menggusur mereka sama dengan mencabut akses ekonomi yang selama ini menopang hidup mereka. Jika selama ini keterbatasan APBD dengan minim-nya PAD selalu menjadi kambing hitam atas ketidakmam-puan pemerintah kota menyelesaikan masalah, termasuk misalnya masalah penanganan sampah. Itu juga menunjuk-kan, betapa pemerintah sangat tidak kreatif dalam menan-gani masalah sampah. ―Padahal menurut saya, sampah itu

bisa dijadikan sumber PAD baru‖ tegas Gidion. Pimpinan pemerintahan.kota Bogor atau-pun pemerintah kota dan kabu-paten lainnya, seharusnya bisa menangkap peluang peman-faatan sampah ini menjadi sum-ber PAD baru. Bukan malah menguras APBD yang sangat terbatas itu untuk menanggu-langi soal sampah. Jika sampah-sampah ini di kelola secara pro-fessional akan menghasilkan ―duit‖. Misalnya pemkot Bogor harus mau mulai membuka mata bekerja sama dengan swasta yang lebih berpengala-man mengembangkan industri dengan bahan baku berbasis sampah dan limbah rumah tangga. ―Terus terang saya su-dah membuktikan di beberapa daerah, dan itu bisa dilakukan juga di Bogor‖ tegas Gidion. Banyak produk yang

bisa dihasilkan, lewat pengelolaan sampah dengan cara itu. Mulai dari pakan ternak dan ikan, pupuk kompos, pupuk cair dan berbagai turunannya. Semua itu dipastikan memiliki nilai ekonomis dan peluang pangsa pasar yang masih terbuka lebar, dengan catatan dikelola secara profes-sional. ―Jika hal ini dilakukan pemerintah, selain bisa meng-gali potensi sumber PAD baru, juga memiliki banyak nilai tambah‖ terang Gideon. Dijelaskan, nilai tambah itu dianta-ranya semisal bisa menyediakan pakan maupun pupuk den-gan harga murah, membuka lapangan kerja baru, serta salah satu solusi semakin sulitnya mencari lahan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). ―Ini soal sederhana, kebijakan pengel-olaan lingkungan yang pro-rakyat, tapi tak pernah ter-pikirkan oleh para penguasa‖ ungkap Gidion menutup pembicaraannya. |riq|

―...penanganan yang dilakukan

pemerintah seringkali dilakukan

lewat kebijakan yang sifatnya

parsial, bahkan terkesan

sekedar reaksi sesaat…‖

Page 36: majalah politik vox

36 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

D

Membaca situasi politik terkini dari bangsa pelupa ini, rupanya perlu bahan-bahan bela-jar yang baik, agar tak salah meng‘eja‘ susu-nan kata demi kata yang merangkai kisah perpolitikan kita. Pun, berkali-kali bangsa pelupa ini salah mengeja bahkan gagap dan terpatah-patah, saat membaca politik di zamannya sendiri. Akibatnya, pun selalu berulang tak pernah ada perubahan apapun yang dihasilkan dari beberapa pertikaian politik. Seperti sediakala rakyat pun kembali dihipnotis mantra-mantra politik, dikurung muslihat ‘kata-kata‘ politik dari pemenang pertikaian itu. Beruntung, ada anak-anak bangsa yang tak lupa mengumpulkan jutaan kata-kata dan rangkaian kalimat yang berserakan di sana-sini. ―Mengakar ke Bumi Menggapa ke Langit‖ adalah usaha mengumpulkan sera-kan kata-kata bertuah yang ditulis Taufik Ismail, sastrawan yang mengalami 3 zaman politik. Tulisannya adalah bahan belajar yang baik, tak sulit belajar mengeja seka-ligus membaca politik bangsa ini, terlebih agar tak tetap jadi bangsa pelupa. Untuk mengingat lagi, bahwa dulu pernah hidup wajah-wajah politik, semacam yang diper-tontonkan di panggung politik hari ini. Ribuan kata yang ditulis Taufiq Ismail dan sudah dipublikasikan di 3 zaman politik itu — yang kerap berisi celoteh tentang wajah politik yang hidup di masa orde lama, orde baru maupun orde yang lebih baru lagi — sengaja dipilih dipilah sesuai konteks terk-ini, kemudian ditampilkan lagi di halaman ini. Mana tahu dengan membacanya, mem-bandingkan dengan yang ada sekarang ini. Justru ingatan kita tersadarkan, bahwa wa-jah politik semacam ini doeloe pernah hidup dan berjaya menindas rakyat. Atau jangan-jangan wajah politik sekarang ini, memang re-inkarnasi dari wajah-wajah politik yang dulu kabarnya sudah mati. Berhenti men-jadi bangsa pelupa, jauh lebih baik dari ke-salahan mengulang-ulang kesalahan itu sendiri|pri|

P PENA TAUFIQ | Sastrawan 3 Zaman Politik

Perempuan Itu Namanya Kartini

Delapan puluh sembilan tahun yang lalu lahirlah di sebuah kota pantai

utara Jawa Tengah seorang bayi perem-puan namanya Kartini, yang nanti pada umur 25 tahun meninggal dunia sesudah

melahirkan, dan yang kelak selalu akan di sebut dengan panggilan ― Ibu Kita Kartni‖

. Sekiranya Kartini tidak cermat

berkirim surat-surat ke negri Belanda, se-kiranya dia tidak selalu menuangkan

pikiran kewanitaanya yang terkungkung dalam surat-suratnya, maka Kartini tidak akan tercatat dalam sejarah hari ini. Dalam surat-surat yang di tulisnya pada jangka waktu 5 tahun (1899-1904) itu terdengarlah protesnya terhadap disfungsi wanita hari itu, sedu-sedan terhadap seorang gadis yang di pingit di antara tembok-tembok kabupaten, renungan-renunganya yang lirih, perjuangan batinya, dan fikiran-fikiran sederhananya yang dinamis ingin memajukan taraf kaum wanita negrinya. Ini mendorong Kartini untuk terus belajar walaupun sendiri, untuk berfikir terus dan senantiasa terus berfikir, ini mengantarkanya kepada masalah-masalah kerohanian. ―…sebenarnya agamaku agama islam, hanya karena nenek moy-angku beragama islam. Manakah boleh aku cinta akan agamaku, kalau aku tidak kenal, tidak boleh aku mengenalnya? Al-Qur‘an terlalu suci, tidak boleh di terjemahkan ke dalam bahasa manapun jua. Di sini tidak ada orang yang tau bahasa Arab. Orang diajar di sinimembaca, lalu tidak di ajar-kan makna yang dibacanya itu…‖

Taufiq Ismail | Harian KAMI | 20 April 1968

Page 37: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 37

Kartini menjadi skeptis tapi dia mengadu kepada Tuhan juga : ―Ya Tuhanku, ada kalanya aku berharap, alangkah baiknya jika tidak ada agama itu, karena agama itu, yang sebenarnya harus mempersatu-kan semua hamba Alloh, sejak dari dahulu-dahulu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, jadi se-bab perkelahian berbunuh-bunuhan yang sangat ngeri bengisnya…. Karena tembok membatas kasih yang berkasih-kasihan.‖ Gadis 20 tahun itu bertam-bah ragu-ragu: Kepada diriku sendiri, den-gan bimbang hati. Agama harus menjaga kita dari berbuat dosa, tapi berapa banyak dosa diperbuat orang atas nama agama itu. Benar-benarlah Kartini masih ragu. Batinnya ber-tanya-tanya terus, dalam dialog yang tak putus-putus. Ajaran agama (yang tidak banyak di ketahui itu) di perha-dapkan dengan kenyataan-kenyataan dalam praktik, yang amat bertentangan. Soal kawin paksa dan poligami amat mengganggu perasaanya. ―Nikah itu itu asalnya memang suruhan Tuhan dan menjadi tujuan hidup perempuan yang semurni-murninya, tetapi sekarang apakah jadinya oleh karena sudah menjadi adat turun-temurun saja? ―Dan aduhai..!! banyak, terlalu banyak lagi perem-puan Jawa, yang harus menjalankan perburuan itu dengan perjanjian dan keadaan yang menghina dan merendahkan dirinya. Atas perintah bapak, paman atau saudaranya, anak gadis itu haruslah bersedia mengikut seorang-orang yang asing sama sekali baginya. Tiada jarang pula orang itu su-dah beristri dan beranak-anak. Betapa pikiran dan kehen-daknya, itu tiada di tanyai, dia wajib saja menurut. Pada ketika kawin itu, gadis itu tidak perlu hadir, dan tiada pula perlu izinya.‖

Dan Kartini mengeluh : ―Jauh dan dekat, kami ketahui melarat perempuan yang sengsara itu, melarat di jadikan oleh suatu rukun is-lam, yang amat memudahkan bagi kaum laki-laki, tetapi amat sengsaranya dan kejamnya bagi kaum perempuan….. Pedih hati gadis pingitan ini. Di depan matanya yang remaja belia itu terpam-pang kenyataan-kenyatan buruk, yang di lakukan oleh orang-orang islam yang bodoh. Dan orang-orang Islam macam beginilah yang di anggap wakil yang benar dari ajaran itu. Mengapa? Mengapa? Bertanya diriku dangan tiada henti-hentinya!‖ Dan perawan Jepara itu pun berontak-lah:

Dan ketika itu tidalah aku sudi berbuat hal-hal yang aku tiada mengerti sedikit jua pun. Aku tiada hendak lagi membaca Al-Qur‘an, belajar menghafalkan amsal dengan bahasa asing, yang aku tiada mengerti artinya, dan boleh jadi juga guruku, laki-laki dan perempuan tiada mengerti. ...Aku berdosa: kitab yang suci mulia itu terlalu suci, sehingga tiadalah boleh di artikan kepada kami.‖ Dengan getir Kartini meneruskan: ―Kami tiada sudi lagi berpuasa dan berbuat hal-hal yang lain lagi, yang dahulu kami perbuat dengan sendirinya tiada di fikirkan dan tiada dapat kami perbuat lagi, setelah kami fikirkan. Orang berputus asa, kami pun berputus asa pula, tiada seorang jua pun yang mau menerangkan kepada kami apa-apa yang tiada dapat kami pahamkan. Tuhan kami ialah hati sanubari kami, neraka dan surga kami. Bila kami berbuat salah, sanubari kami men-ghukum kami. Bila kami berbuat baik, maka sanubari kami memberkati kami.‖

―Agama harus

menjaga kita dari

berbuat dosa, tapi berapa banyak dosa

diperbuat orang atas nama agama itu‖

Page 38: majalah politik vox

38 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

G GALERI | Catatan Politik Redaksi

Bagian 1 Dari 3 Catatan Redaksi :

Mampukah Anas Seperti Akbar Selamat-

Ganasnya ombak dan badai badai yang menerpa perahu Demokrat saat ini, pernah dialami oleh Golkar dengan kadar yang jauh le-

bih berat. Sungguhpun be-gitu, perahu besar Golkar

nyatanya tak karam. Bahkan kini kembali berlayar di lautan

politik, seolah tak pernah ada ma-salah sedikitpun.

Diawal era reformasi politik yang ditandai

dengan tersungkurnya Soeharto dari kursi kekuasaan yang didudukinya selama 32 tahun,

semua yang berbau orde baru dicap sebagai pelaku KKN yang harus dibasmi sampai ke akar-akarnya.

Begitu bunyi semangat reformasi menggema dimana-mana. Nah, Golkar sebagai penyangga utama kekuasaan orde baru tentu saja menjadi sasaran utama. Perahu politik terbesar yang saat itu dinakhodai Akbar Tanjung, yang dinilai sebagai sarang koruptor tempat bersemayamnya berbagai virus KKN harus dibumi han-guskan. Tak ayal banyak penumpang perahu ini yang ber-lompatan kesana kemari, termasuk Ruhut yang belakangan didepak oleh duet Anas-Ibas dari jajaran pimpinan partai besutan SBY ini. Sebagai nakhoda, saat itu nyaris Akbar Tanjung sendirian menghadapi lawan-lawan politik yang ingin membubarkan beringin tua ini. Tak hanya mengha-dapi serangan dari luar Golkar, tapi juga dari dalam kan-dangnya sendiri. Bahkan bukan hanya menghadapi serangan agitasi dan propaganda politik lawan belaka, Akbar Tanjung juga kerap harus menghadapi serangan fisik lawan secara nyata. Jika sekedar dijebak dan dituding sebagai gembong koruptor itu soal kecil, Akbar Tanjung bahkan berkali-kali harus menghadapi serangan fisik secara nyata di jalanan. Berkali-kali figur sentral HMI ini dihadang massa dan di-lempari batu, yang hingga kini tak jelas atas pesanan siapa gerakan penghadangan dan penyerbuan massa itu terjadi. Situasi itu tak membuat kecut nyali Akbar, dia terus ber-

gerak ke seluruh pelosok tanah air untuk membangkitkan kembali semangat juang kader-kader Golkar di daerah yang sempat terpuruk pada titik nadir. Belum lagi selesai Akbar menyeka keringat darah-nya, menyusul kemudian tersiar kabar basis dan gedung Golkar di sejumlah daerah dibakar massa. Sekali lagi aksi agitasi dan provokasi itu harus dihadapi, kembali Akbar tampil di depan di tengah situasi yang berbahaya itu. Hanya sejumlah kecil petinggi dari partai kuning ini yang berani tampil bersama Akbar menghadapi situasi gawat ini. Pun saat itu tak nampak oleh publik batang hidung para pen-guasa Golkar sekarang ini. Dalam seting dan kadar yang berbeda, situasi yang sama kini harus dihadapi Demokrat. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang kebetulan adalah juga adik ideologisnya Akbar Tanjung di HMI, menghadapi ser-angan yang sama. Dicap sebagai gembong koruptor yang harus dimusnahkan beserta partainya yang diberi stigma sebagai sarang koruptor, sebagaimana Golkar dulu di awal era reformasi. Peroalannya, apakah Anas punya keunggulan dan kekuatan personal sebaimana dimiliki seniornya itu, dan mampukah Anas tampil seperti Akbar menyelamatkan Gol-kar? Itulah pertanyaan besar publik, yang akan dijawab Anas seiring langkah-langkah politik yang ditempuhnya. Memang badai politik itu belum sedahsyat yang menerpa partai guru politiknya, Golkar. Namun, tentu saja bukan tidak mungkin itu akan terjadi, seiring akan segera berakhirnya kekuasaan politik tokoh sentral Partai Demok-rat dari kursi kepresidenan pada 2014 mendatang. Inilah seharusnya yang menjadi fokus para kader Demokrat, bu-kan lantas saling caci-maki dan saling lempar bola panas tudingan publik yang dialamatkan pada partai ini. Anas dinilai banyak kalangan pengamat memang agak lebih sulit posisinya, karena dia sesungguhnya memim-pin partai yang sangat mudah diprovokasi dan miskin pen-galaman menghadapi propaganda politik lawan. Bayangkan, berkali-kali konon SBY terpaksa harus memanggil beberapa petinggi partai ini, untuk sekedar menjelaskan agar mereka pandai-pandai mematut diri dan mengatur apa dan siapa

Page 39: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 39

yang harus bicara terutama menghadapi pertanyaan-pertanyaan media pers yang kerap menjebak. Toh untuk meyakinkan publik dan menangkis serangan bertubi-tubi tuduhan provokatif ―korupsi Demokrat‖, mestinya tak ha-rus menyanjung-nyanjung SBY dan menjatuhkan kawan dikandang sendiri. Itulah mungkin yang melatarbelakangi duet Anas-Ibas, mulai melakukan pergantian ―pemain‖. Mereka yang seringkali bertindak bodoh ataupun konyol, ditarik dari lapangan dan disimpan di bangku cadangan, atau bahkan mencoret dan mendepak kader yang dinilai merusak strategi permainan. Karena ibarat per-mainan bola sepak, sebagai kapten kesebelasan Anas lebih banyak menyajikan pola bermain ―bertahan‖ ketimbang menyerang ke gawang lawan. Mereka yang tak bisa diatur dalam pola permainan ini, dan cenderung merusak strategi pertahanan memang harus cepat diganti, jangan sampai waktu permainan habis dan terus menerus gawangnya ke-bobolan. Kembali ke cerita sepak terjang Akbar menyelamat-kan Golkar, yang bisa dipelajari Anas untuk bisa bertahan dan bangkit kembali dengan pola menyerang lawan. Ada yang patut dipelajari dari sejumlah langkah penting Akbar. Semisal di satu saat, setelah dia berhasil memimpin operasi penyelamatan partainya dari bencana kehancuran. Ada lang-kah yang tak lazim di dalam budaya kekuasaan Golkar, tapi justru dilakukan Akbar untuk kepentingan yang lebih besar. Yakni menempatkan kembali Golkar sebagai asset politik bangsa. Inilah sesunguhnya puncak langkah rekonsolidasi besar Golkar yang dilakukan seorang Akbar. Menjelang penentuan siapa calon presiden dari par-tai kuning yang tak lagi muda ini, justru dilakukan Akbar dengan menggelar konvensi — yang memberikan peluang bagi lawan maupun kawan politiknya menjadi calon presi-den dari Golkar. Padahal, sebagai Ketua Umum dia punya kekuasaan dan peluang untuk menentukan siapa calon pre-siden, termasuk mengangkat dirinya sendiri untuk maju. Dan terbukti selain dia, tak ada satupun Ketua Umum Gol-kar yang mau meneruskan langkah Akbar membuat kon-vensi dalam menentukan calon presiden. Meski harus kehilangan kesempatan menjadi calon RI-1, Akbar telah menunjukkan kepiawaiannya melakukan rekonsolidasi kekuatan besar Golkar dan sekaligus menun-jukkan sikap kenegarawanannya dalam berpolitik. Hingga tokoh perekat kader-kader HMI inipun, selain semakin disegani pihak lawan maupun kawan politiknya, juga mampu merubah persepsi dan opini publik secara perma-nen tentang Golkar. Kini persepsi dan opini publik ber balik 180 derajat dengan situasi di era awal euphoria refor-

masi. Partai ini tak lagi dicap seba-gai sarang KKN, malah sebaliknya dengan lantang sejumlah kadernya lantang berteriak soal pemberanta-san korupsi sembari menuding penguasa tak serius memerangi korupsi. Memang tak fair mem-bandingkan kemampuan Anas memimpin sebuah kekuatan politik besar Partai Demokrat, dengan kepiawaian seniornya Ak-bar Tanjung. Tapi jangan juga under estimate dulu, sebab ada be-berapa kesamaan latar belakang diantara mereka yang memung-kinkan Anas akan juga berhasil menyelamatkan partai besar ini. Di zaman yang berbeda, junior dan senior ini sama-sama memimpin partai besar yang ‘seolah-olah‘ dibenci rakyat, sarang pelaku korupsi termasuk Ketua Umumnya, dan sejumlah tudingan berat lainnya yang jika tak dilawan lewat cara-cara yang cerdik, bukan tak mungkin partai ini akan hancur dan bubar. Lepas dari benar atau tidaknya tudingan korupsi yang bertubi-tubi dialamatkan kepada Partai Demokrat dan Anas Urbaningrum sendiri, langkah mengganti Ketua Umum — seperti banyak diusulkan ka-wan maupun lawan politik, terlebih dilontarkan oleh ‗orang dalam‘ — adalah langkah terbodoh dan terkonyol dari par-tai sebesar ini. Apalagi hanya sekedar ingin mencitrakan partai clean and clear dari noda korupsi, di saat hanya setahun jelang pemilu dan pilpres. Langkah itu terlalu mahal, sebab seolah partai ini berpesan kepada publik ―tudingan anda benar dan sedang kami bersihkan..!‖ Pesan seperti itu, tidak akan bisa merubah persepsi dan opini publik. SBY tahu persis dampak negatif yang akan timbul dari langkah ini, karenanya dia tak akan menggubris keinginan merombak duet Anas-Ibas di pucuk pimpinan Partai Demokrat ini. Bahkan, selain dia memberi sinyal positif dan mengamini semisal langkah mendepak Ruhut Sitompul dari jajaran pimpinan partai, juga secara mengejutkan memberi kesem-patan Anas bicara panjang lebar lebih lama dari pidato politiknya sendiri di arena Silatnas yang lalu. |dhy|

Anas Urbaningrum

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang kebetulan adalah juga adik ideologisnya Akbar Tanjung di HMI, menghadapi serangan yang sama. Dicap sebagai gembong koruptor yang harus dimusnahkan beserta partainya yang diberi stigma sebagai sarang koruptor, sebagaimana Golkar dulu di awal era reformasi

Page 40: majalah politik vox

40 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

Belum lagi memasuki tahun 2013, isu siapa capres 2014 sudah mulai hangat dibicarakan, bahkan cenderung mema-

nas. Isu soal siapa calon pemimpin bangsa periode men-datang ini, semakin menghangat ketika sejumlah lembaga

survey, melakukan laik uji keterpilihan beberapa nama yang diunggulkan banyak pihak. Memang menguji elektabilitas

sebelum tampil pada pemilihan sesungguhnya, menjadi bagian penting dari proses demokrasi pemilihan langsung.

Belasan nama bakal calon presiden, telah muncul dari ber-

agam latar belakang. Mulai dari politisi, birokrat, akademisi, tentara, polisi hingga pengusaha. Berita terkini yang meng-gelitik, termasuk munculnya nama artis si raja dangdut H. Rhoma Irama — yang konon didorong-dorong kalangan

alim ulama, yang menambah panjangnya daftar nama bakal calon presiden.

Menariknya, daftar panjang nama-nama bakal calon presi-den yang seolah-olah diusulkan publik itu, ternyata dinilai

banyak kalangan justru diragukan ketokohannya. Pasalnya, meskipun nama mereka populer, dikenal luas masyarakat,

bahkan kerap menjadi bahan pembicaraan elit politik, ―tapi menurut sejumlah hasil survey sementara ini belum ada yang berhasil melewati angka 20%‖ , ujar Ketua Umum

PBB MS Kaban. Menurutnya, ini menunjukan nama-nama yang muncul itu, sesungguhnya diragukan ketokohannya di

mata publik memang rendah.

Soal ketokohan calon pemimpin inilah yang juga dipersoal-kan banyak orang termasuk MS Kaban. Ketokohan rupanya

berkaitan erat dengan ―siapa yang diakui mayoritas rakyat‖ dan dipandang sebagai pemimpinnya.

Kalau menurut saya mereka itu tak layak jadi pemimpin, bayangkan mereka hanya mendapat dukungan dibawah

20%, tegas Kaban. ―Itu, baru hasil survey, belum proses pencalonan yang sesungguhnya‖ dan jangan-jangan angka dukungan pada pemilihan yang sesungguhnya nanti malah

akan lebih rendah dari itu‖ imbuhnya.

Terkait rendahnya elektabilitas para bakal capres ini, dikata-kan Kaban bahwa rakyat sudah tahu persis “track record”

mereka, publik punya catatan sepak terjangnya selama ini. Apalagi publik yang melek ekonomi dan pengetahuan

politiknya, justru tahu persis kapasitas mereka masing-masing. Maka wajar jika hasil survey itu juga menjunjukkan tidak ada yang memiliki ketokohan yang kuat, dan mampu

menjadi magnit untuk member ikan simpati dan dukungan.

G GENDERANG | Partai Politik

MS Kaban, Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang:

Akan Lahir Tokoh Alternatif

Page 41: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 41

Apakah rendahnya simpati publik karena para bakal capres

itu dinilai tidak memiliki ideologi perubahan yang mapan, meskipun tidak menampiknya Kaban mengatakan, bahwa

pengalaman kepemimpinan nasional kita — sejak awal orde lama di bawah rezim Soekarno, lalu kekuasaan orde

baru yang dipimpin Soeharto hingga sekarang dipimpin SBY — memang tak memiliki ideologi perubahan yang ma-pan untuk membangun negara dan rakyat sejahtera. Semua

menjiplak habis-habisan dari barat, dan itu semua gagal.

Celakanya, ketika para pemimpin ini gagal membangun ke-sejahteraan rakyat, selalu dicari kambing hitam. Demikian halnya di negera-negara barat yang juga mengalami kega-

galan serupa. Bahkan belakangan, — Amerika Serikat yang juga mulai dihantui bayang-bayang

kegagalan secara ekonomi maupun politik — juga sama selalu mencari kambing hitam, jelas Kaban.

Dipimpin barat, terang Kaban, kekuatan Islam dijadikan

kambing hitam. Mulai dari Islam disudutkan sebagai gang-guan utama stabilitas keamanan dan ekonomi diberbagai kawasan, hingga divonis sebagai pelaku teror yang harus

diperangi bersama dimanapun.

―Saya hanya ingin menjelaskan sebagai bangsa yang seharus-nya mandiri dan berdaulat, sudah saatnya mengakhiri politik

mencari kambing hitam‖ terang Kaban mencoba menarik benang merah ke urusan rendahnya ketokohan nama-nama

bakal capres tadi di mata publik.

Nah, dalam konteks Indonesia juga sama. Di satu sisi semua rezim tidak mau mengakui karena tak memiliki ideologi

perubahan yang mapan, sesungguhnya mereka gagal mem-bangun negara bangsa sejahtera. Lalu di sisi lain, mereka terus menerus membangun Islam–phobia yang diwariskan

secara turun temurun, dari satu rezim ke rezim politik beri-kutnya, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi se-

benarnya sepanjang sejarah, kita belum pernah melakukan perubahan apapun, papar Kaban.

Pun darah anak-anak bangsa yang tumpah sejak di zaman revolusi, zaman nasi bulgur sampai zaman junk food di era

heboh gerakan reformasi yang lalu, tidak melahirkan ―perubahan kekuasaan‖, yang ada hanyalah sekedar

―peralihan kekuasaan‖ dari satu penguasa ke penguasa beri-kutnya.

Meski saya tak setuju, Kaban bercerita, wajar jika ada seo-

rang aktifis muda mengungkapkan silogi-sinisme dengan nada

mengolok yang mengatakan bahwa cuma ada peralihan

kekuasaan — dari Ratu Belanda ke Kaisar Jepang, lalu ke Presiden Soekarno,

ke Soeharto, Gus Dur, Mega dan sekarang SBY —

tak lebih dari itu. Selebihnya biasa-biasa saja, rakyat tetap menderita sesuai zamannya, tidak ada perubahan. Ten-tunya wajar jika dilihat dari

sisi ungkapan idealisme dan realitas ketidakpuasan anak-

anak muda, demikian Kaban menjelaskan

Karena pergantian kekua-

saan kepemimpinan na-sional itu — dari rezim yang

satu ke rezim politik yang lainnya — faktanya hanya

mewariskan kegagalan demi kegagalan. Pada titik ter-

tentu, kesabaran rakyat akan mencapai puncaknya.

Keinginan yang kuat dari rakyat akan lahirnya pemim-pin yang kuat dengan mem-

bawa ideologi perubahan yang mapan, suatu saat

akan mendorong munculnya tokoh alternatif.

Jadi munculnya tokoh alter-

natif di luar nama-nama yang diunggulkan sekarang ini, adalah satu keniscayaan

yang lahir atas desakan mayoitas rakyat , ujar Kaban

coba menyampaikan kalimat kuncinya. Karena ini sifatnya desakan mayoritas rakyat, siapapun orangnya akan didu-kung Partai Bulan Bintang dan kekuatan politik lainnya.

―Kalau sudah seperti ini, tidak akan ada partai yang berani menolak keinginan dan desakan mayoritas rakyat, saya

meyakini itu‖ pungkas MS Kaban mengakhiri pernyataan sikap politiknya, terkait rendahnya elektabilitas para bakal

capres itu. |red –01|

―...munculnya tokoh

alternatif di luar nama-

nama yang diunggulkan sekarang ini,

adalah satu keniscayaan

yang lahir atas desakan

mayoritas rakyat...‖

- MS Kaban -

MS Kaban, Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang:

Akan Lahir Tokoh Alternatif

Page 42: majalah politik vox

42 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |

V

Page 43: majalah politik vox

VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 | 43

Page 44: majalah politik vox

44 | VOX POPULI | 15—30 Desember 2012 |