laporan skill lab bm kts.docx

Upload: haris-mega-prasetyo

Post on 18-Oct-2015

109 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

uapik

TRANSCRIPT

LAPORAN SKILS LAB

BLOK ORAL DIAGNOSA DAN RENCANA PERAWATANPENYAKIT DENTOMAKSILOFASIALBedah Mulut

Disusun Oleh Kelompok Tutorial 1:Inetia Fluidayanti(121610101001)Yuni Aisyah Puteri(121610101006)Menida Nanda Utami(121610101007)Nazala Zetta Zettira(121610101011)Rina Wahyu H(121610101012)Gita Putri Kencana(121610101013)Hayyu Safira Fuadillah(121610101014)Bimasakti Wahyu Irianto(121610101074)Haris Mega Prasetyo(121610101076)Windhi Tutut M(121610101088)Rio Faisal Ariady(121610101095)Aisyah Gediyani Permatasari(121610101098)Ilvana Ardiwirastuti(121610101099)Niken Wibawaningtyas(121610101105)Nungky Tias Susanti (121610101106)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBERTAHUN 2014I. INFEKSI ODONTOGEN 17 Maret 2014Diagnosa ini berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya. Penentuan diagnosa ini diakukan paling akhir yaitu ketika semua pemeriksaan telah selesai dilakukan dan dengan diagnose ini dapat dilakuka perencanaan perawatan pasien. Tanggal pemeriksaan ditulis agar diketahui perkembangan penyakit pada pasien ketika dilakukan pemeriksaan selanjutnya.

II. IDENTIFIKASI PENDERITANama: Ludviatus SholehAlamat/ Telp: Jalan Halmahera No. 07 JemberPekerjaan/Sekolah : Mahasiswi FKIP UNEJUmur: 19 tahunJenis Kelamin : PerempuanPEMBAHASAN:Identifikasi penderita sangat penting, baik dalam segi administrative sangat membantu misalnya apabila pasien suatu saat datang lagi ke klinik, pencarian kartu status akan lebih mudah. Selain itu identitas pasien bermanfaat dari segi diagnostik, misalnya pasien menderita penyakit tertentu yang berhubungan dengan tempat tinggal dan sebagainya. Dan juga apabila, terjadi kesalahan dalam pemberian obat, dan sebagainya maka bisa denga cepat memberitahu pasien dengan mengetahui alamat dan nomer telfon pasien. Mengetahui pekerjaan pasien juga sangat penting dalam hal perawatan, karena dari pekerjaan pasien kita bisa melihat status social dan ekonomi pasien.III. RIWAYAT KESEHATAN GIGI DAN MULUT1. Keluhan utama: Gigi kanan bawah berlubang dan pasien merasa tidak nyaman saat digunakan makan. Gigi terasa sakit saat mengangkat beban berat.2. Anamnesa:Gigi bawah kanan tinggal sisa akar, sakit apabila pasien mengangkat beban berat dan tidak nyaman ketika makan, sehingga pasien mengunyah pada satu sisi sebelah kiri. Pernah bengkak 9 taun yang lalu dan pernah mengeluh sakit. Apabila sakit hanya diberi kapas yang diberi air panas dan garam ke dalam gigi berlubang dan sampai terjadi pendarahan. Gusi pada gigi tersebut sering berdarah.

IV. KEADAAN UMUMKONDISI FISIKPada pemeriksaan kondisi fisik pada pasien diperoleh informasi bahwa pasien pernah menderita penyakit typhus dan pernah opname di sebuah rumah sakit. Namun kondisi fisik saat ini adalah baik dan normal.TANDA-TANDA VITALPemeriksaan tanda-tanda vital pasien dapat menunjukkan keadaan pasien pada saat masuk kerumah sakit. Pemeriksaan tanda vital ini berfungsi untuk penunjuk pemberian perawatan darurat pada saat pasien datang. Pemeriksaan tanda-tanda vital ini meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tinggi badan, dan berat badan.A. Tekanan darahAdalah daya dorong darah ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup. Tekanan darah ini terjadi karena adanya aksi jantung dalam memompa darah sehingga melewati pembuluh-pembuluh darah. Tekanan darah dibagi menjadi dua, tekanan darah distol dan tekanan darah diastole. Tekanan darah normal manusia adalah 120/80 mmHg. Dari pemeriksaan pasien didapatkan tekanan darah pasien 100/70 mmHg. Meskipun tekanan darah ini dibawah tekanan normal 120/80 mmHg, namun tekanan darah pasien dianggap normal karena hanya terdapat perbedaan yang tidak begitu mencolok.B. Nadi Denyut nadi adalah tanda penting dalam bidang medis yang bermanfaat untuk mengevaluasi dengan cepat kesehatan atau mengetahui kebugaran seseorang secara umum. Pengukuran denyut nadi dibagi menjadi empat:1. Denyut Nadi Maksimal (Maximal Heart Rate) Denyut nadi maksimal adalah denyut nadi yang didapatkan pada saat melakukan aktivitas maksimal. Untuk menentukan denyut nadi maksimal digunakan rumus 220-umur.2. Denyut Nadi IatihanDenyut nadi latihan adalah denyut nadi yang diperoleh dari pengukuran setelah menyelesaikan satu set latihan.3. Denyut Nadi Istirahat (Resting Heart Rate)Denyut nadi istirahat adalah denyut nadi yang diukur saat istirahat dan tidak melakukan aktivitas. Pengukuran denyut nadi ini dapat menggambarkan tingkat kesegaran jasmani seseorang. 4. Denyut Nadi Pemulihan (Recovery Heart Rate)Denyut nadi pemulihan adalah jumlah denyut nadi permenit yang diukur setelah istirahat 2 sampai 5 menit. Pengukuran ini diperlukan untuk melihat seberapa cepat kemampuan tubuh seseorang melakukan pemulihan setelah melakukan aktivitas yang berat.Pada pengukuran denyut nadi ini kami melakukan pengukuran denyut nadi istirahat. Kami ingin melihat tingkat kesehatan dari pasien. dari pengukuran nadi ini didapatkan denyut nadi pasien 80 denyut per menit. Ini adalah jumlah denyut normal dari manusia. Dimana dari literature yang ada jumlah denyut orang dewasa sehat adalah 60-100 kali per menit.

C. Respirasi Pada pemeriksaan respirasi ini dilakukan dengan penghitungan nafas dalam satu menit. Respirasi pada manusia yang normal tergantung pada umur. Pada dewasa respirasi normal 16-20 kali per menit. Pada pasien kami dilakukan pemeriksaan pada respirasi dan diperoleh hasil 28 kali per menit. Pada pasien ditemukan respirasi yang meningkat. Disini dikatakan bahwa respirasi pasien abnormal. Pada pemeriksaan inspeksi sistem respirasi ini perlu diperhatikan yaitu kelainan yang terdapat pada sistem respirasi dan kelainan alat diluar sistem respirasi yang mempengaruhi pernafasan seperti penyakit jantung, anemia. Ada beberapa pernafasan abnormal seperti dyspnea, orthopnea, kusmaull breathing, asthmatic breathing, cheyne stokes breathing, biots breathing. Tetapi pada pasien tidak ditemukan gejala gejala yang menunjukkan sedang menderita suatu penyakit pernafasan. Kemungkinan suhu tubuh pasien panas maka frekuensi pernapasan akan cepat. Di lingkungan yang panas tubuh mengalami peningkatan metabolisme untuk mempertahankan suhu agar tetap stabil. Untuk itu tubuh harus lebih banyak mengeluarkan keringat agar menurunkan suhu tubuh. Aktivitas ini membutuhkan energi yang dihasilkan dari peristiwa oksidasi dengan menggunakan oksigen sehingga akan dibutuhkan oksigen yang lebih banyak untuk meningkatkan frekuensi. Jadi pada saat tubuh kita panas maka frekuensi pernafasan kita akan cepat. Frekuensi pada setiap orang berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktorfaktor yaitu usia, jenis kelamin, suhu tubuh, kegiatan tubuh, posisi tubuh. D. Tinggi badanDalam pemeriksaan pasien perlu juga diketahui tinggi badan dari pasien. dari hasil pengukuran didapat tinggi badan pasien 162 cm.E. Berat badanPengukuran perat badan ini sangat diperlukan untuk menentukan dosis pemberian obat kepada pasien. dari hasil pengukuran didapat berat badan pasien 43 kg.

PEMERIKSAAN FISIK REGIONALPada pemeriksaan fisik regional dilakukan dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan ekstraoral yang meliputi kepala dan leher dan pemeriksaan intraoral yang meliputi rongga mulut (secara global). Pada pemeriksaan ekstraoral, kepala, kelenjar tiroid, arteri karotis, dan vena jugularis ditemukan hasil pemeriksaan yang normal sedangkan pemeriksaan wajah-leher ditemukan hasil pemeriksaan yang abnormal karena pada wajah tampak asimetris. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan hasil yang normal semua. Pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan bibir, mukosa bukal, lidah, dasar mulut, palat durum, tonsil, orofaring, gingiva.PEMERIKSAAN LUAR MULUT ( EKSTRA ORAL ) Pemeriksaan luar mulut adalah pemeriksaan yang dilakukan didaerah sekitar mulut bagian luar. Meliputi Kelenjar tiroid, A.karotis, V. jugularis,wajah, kepala-leher, dan kelenjar submandibularis. Pemeriksaan luar mulut dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang terlihat secara visual, atau terdeteksi dengan palpasi. Seperti adanya kecacatan, pembengkakan, benjolan, luka, cedera, memar, fraktur, dislokasi, dan lain sebagainya.Pada pasien yang bernama Luthfiatus didapatkan bagian kepala, Kelenjar tiroid, A.karotis, dan V. jugularis normal. Namun pada bagian wajah terjadi asimetris pada bagian kanan. Selain itu pemeriksaan kelenjar submandibularis normal, tetapi pasien mengeluh sakit bila bagian dexter ditekan cukup dalam.

PEMERIKSAAN DALAM MULUT ( INTRA ORAL ) Pemeriksaan dalam mulut adalah pemerikasan yang dilakukan terhadap gigi, gusi, lidah, palatum, dasar mulut, pipi, mukosa mulut, uvula, tonsil, dan jaringan didalam mulut lainnya.Pemeriksaan dalam mulut yang dilakukan dengan bantuan alat dasar berupa : kaca mulut, sonde, pinset, ekscavator, dan probe : untuk memperjelas pandangan dapat digunakan kamera intra oral yang dihubungkan dengan monitor.Pada pemeriksaan intra oral secara global, bibir, mukosa bukal, lidah, dasar mulut, palatum durum, tonsil, orofaring, dan gingiva terlihat normal. Pada pemeriksaan gigi pasien didapatkan gigi 46 sisa akar, ketika dilakukan tes durk pasien merasa sakit dan gingiva sekitar gigi 46 terlihat kemerahan. Pada pemeriksaan jaringan periodontalgigi 46 tidak terdapat edematus, gigi tidak mudah berdarah saat dimasukkan probe, dan tidak ada mobilitas giig. Pada gigi 16 terlihat adanya karies media, ketika dilakukan tes dingin pasien memberikan respon yang menandakan gigi masih vital. Terdapat kalkulus pada gigi 16, namun jaringan disekitar gigi 16 masih terlihat normal.

V. STATUS LOKALIS-INTRAORAL PEMERIKSAAN GIGIPada tanggal 17 Maret 2014, dilakukan pemeriksaan pada gigi 46 pasien, kondisi gigi tampak sisa akar. Pada saat dilakukan pemeriksaan durk didapatkan hasil positif. Pemeriksaan durk dilakukan untuk mengetahui keradangan pada jaringan periapikal. Karena pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan durk positif, maka diketahui bahwa terdapat keradangan pada jaringan periapikal. Pada pemeriksaan permukaan gigi tidak ditemukan adanya sordes dan kalkulus karena kondisi gigi 46 yang tinggal sisa akar. Pada pemeriksaan gingiva di sekitar gigi 46 terdapat gingiva yang kemerahan, namun tidak ditemukan adanya edemortous dan tidak mudah berdarah. Serta pada pemeriksaan periodontal membrane tidak ditemukan adanya mobilitas gigi.Selain pada gigi 46, pada gigi 16 tampak gigi mengalami karies media. Pada pemeriksaan kondisi jaringan pulpoperiapikal, menggunakan tes dingin didapatkan hasil positif, sehingga dapat diketahui bahwa gigi 16 masih dalam kondisi vital. Pada saat dilakukan tes perkusi maupun durk didapatkan hasil yang negative, sehingga diketahui bahwa tidak ada keradangan pada jaringan periapikal. Kemudian dilakukan pemeriksaan pada permukaan gigi dan ditemukan adanya kalkulus. Kondisi gingiva disekitar gigi 16 tidak mengalami kemerahan, edemortous, mudah berdarah maupun resesi gingiva. Selain itu dilakukan pemeriksaan periodontal membrane, didapatkan hasil pada gigi 16 tidak mengalami mobilitas gigi. Selain itu pada pemeriksaan permukaan gigi ditemukan adanya kalkulus pada seluruh regio gigi pasie.. PEMERIKSAAN GIGI IMPAKSIPada pemeriksaan gigi impaksi, tidak ditemukan adanya gigi impaksi.

VI. PEMERIKSAAN JARINGAN LUNAK DAN KERAS (RAHANG)Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan jaringan lunak dan keras (rahang) karena tidak tampak adanya pembengkakan yang significant pada region facial pasien.

VII. PEMERIKSAAN RADIOLOGISPada dasarnya pemeriksaan radiologi dalam bidang kedokteran gigi terbagi dalam intraoral dan ekstraoral. Pada radiografi intraoral menggambarkan sebagian struktur gigi dan jaringan pendukung disekitranya, sebagai contoh adalah radiografi periapikal dan bitewing. Untuk radiografi ekstraoral menggambarkan area yang lebih luas yakni seluruh daerah tengkorak dan rahang, dalam klinik radiografi ekstraoral yang sering digunakan adalah foto panoramik. Pemeriksaan radiologi bukanlah pemeriksaan yang harus dilakukan setiap tindakan kedokteran gigi, tetapi pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penunjang yang membantu dalam menegakkan diagnosa serta menentukan rencana perawatan. Dala foto radiografi yang mampu dievaluasi adalah struktur jaringan keras yang bewarna radiopak, sedangkan struktur lunak hanya mampu diobservasi berdasarkan lokasi anatomis, tetapi bukan menjadi acuan dalam menganalisis kondisinya.Pada kasus kelompok kami setelah mengetahui keluhan dan dilakukan anamnesa serta pemeriksaan intraoral maupun ekstraoral, didapatkan diagnose bahwa gigi pasien telah sisa akar. Dalam menentukan rencana perawatan serta menunjang diagnose dibutuhkan pemeriksaan penunjang, yakni foto radiologi. Dari rencana perawatan didapatkan recana perawatan akan dilakukannya eksodonsia. Sebelum melakukan eksodonsia tentunya dibutuhkan pertimbangan, yang salah satunya melihat kondisi jaringan disekitarnya yang dapat dianalisis dengan pemeriksaan penunjang radiografi. Fungsi dari pemeriksaan radiologi dalam perawatan eksodonsia adalahsebagai berikut :1. Mengevaluasi posisi anatomis akar terkait jauh dekatnya dengan struktur disekitarnya yang membahayakan tindakan pencabutan, seperti posisi akar terhadap sinus maksilaris pada rahang atas atau kanalis mandibula pada rahang bawah. Karena pencabutan yang mengenai kanalis mandibula dapat menyebabkan pendarahan hebat. Disamping itu gambaran radiologi juga menunjukan kondisi tulang disekitarnya, radiopasitas tulang dan gigi yang hapir sama mengindikasi tulang mengalami mineralisasi yang tinggi disertai space ligament periodontal yang tipis, ini mempersulit tindakan karena pelonggaran alveolus yang sempit2. Akar yang panjang serta tipis, akar teresorpsi internal dan , akar dengan kondisi apikal melengkung/dilaserasi diperkirakan akan mudah fraktur3. Akar bulbus yang besar atau hipersemntosis apikal merupakan kontraindikasi dilakukan pencabutan dengan tang.4. Pemeriksaan struktur gigi pada gambaran foto radiologi juga berfungsi dalam mengevaluasi seberapa struktur gigi yang masih tersisa atupun seberapa panjang akar gigi yang masih tersisa .5. Adanya kecendurang terjadinya fusi antara sementum dan tulang, serta kondisi jaringan sekitar gigi yang mengalami kerusakan sehinga gigi tidak mampu lagi dipertahankan dalam lengkung rahang merupakan indikasi dilakukannya pencabutan.6. Adanya fokal infeksi pada gigi nonvital juga merupakan indikasi dilakukannya pencabutan7. Gambaran radiologi juga berfungsi menganalisi kondisi kelainan penyakit sistemik yang seringkali ciri-cirinya dapat ditemukan pada gambaran radiologi, seperti demineralisasi tulang rahang yang progresif.Pada kasus yang ditemukan kelompok kami, dengan hasil pemeriksaan intraoralgigi 46 sisa akar, serta didapatkan rencana perawatan akan dilakukannya tindakan eksodonsi. Sebelum dilakukan tindakan eksodonsia, dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan radiologi dalam menunjang diagnose dan menentukan langkah perawatan. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan struktur gigi yang sisa akar dengan kondisi anatomi akar normal, dan struktur pendukung gigi yang telah mengalami kerusakan, yakni lamina dura terputus, tulang alveolar mengalami resorpsi, ligament periodontal melebar diserta ruang ligament periodontal yang melebar yang mengindikasi gigi tidak mampu dipertahankan didalam rahang dan dibutuhkan tindakan pencabutan. Disamping itu didapatkan gambaran radiolusen difuse pada apikal gigi 46, gambaran ini didiagnosa merupakan abses periapikal. Dengan demikian memperkuat perlu dilakukannya tindakan pencabutan karena adanya lokal infeksi.

gambar : Hasil foto rontgen gigi 46 kondisi sisa akar menunjukkan adanya lesi periapikal berupa abses pada apex kedua akar gigi, lamina dura terputus, resorbsi tulang alveolar dan pelebaran space periodontal.

VIII. KEADAAN GIGI GELIGIPemeriksaan keadaan gigi geligi bertujuan untuk mengetahui keberadaan restorasi, gigi tiruan serta kondisi seluruh gigi dalam rongga mulut. Keadaan gigi geligi dapat diketahui melalui pemeriksaan subyektif dengan menanyakan pada pasien riwayat perawatan gigi sebelumnya serta melalui pemeriksaan obyektif, yakni dengan melakukan screening seluruh regio gigi, mulai dari gigi 18 sampai gigi 28 kemudian dilanjutkan screening gigi 38 sampai gigi 48. Hasil pemeriksaan ini nantinya berguna dalam penentuan rencana perawatan yang akan dilakukan.Pemeriksaan keadaan gigi juga meliputi pemeriksaan rumus gigi, yang menunjukkan gigi apa saja yang ada dalam rongga mulut pasien, baik itu gigi sulung maupun gigi permanen. Pemeriksaan selanjutnya ialah pemeriksaan keberadaan restorasi. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan keberadaan tumpatan, inlay, mahkota atau jembatan, menunjukkan pasien pernah melakukan perawatan gigi sebelumnya. Pemeriksaan selanjutnya ialah pemeriksaan gigi tiruan, apakah pasien menggunakan GTS atau GTL serta pemeriksaan kondisi gigi yakni rotasi, berdesakan, hilang, sisa akar dan perawatan endodonti. Pemeriksaan keadaan gigi ini juga dapat berguna untuk mengetahui tingkat oral hygiene pasien serta kepedulian pasien terhadap kesehatan gigi dan mulutnya.Hasil pemeriksaan keadaan gigi pada pasien kami menunjukkan adanya gigi karies pada gigi 16, gigi 12 dan 22 tidak erupsi serta sisa akar pada gigi 46. Pada kasus kami, gigi yang menimbulkan keluhan ialah gigi 46 dengan kondisi sisa akar, dimana dari hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya lesi periapikal berupa abses yang merupakan indikasi dilakukannya eksodonsia sebab jika dibiarkan lesi dapat berkembang menjadi granuloma atau bahkan kista yang dapat memperparah kondisi kesehatan pasien. IX. DIAGNOSA PADA PASIEN DAN RENCANA PERAWATAN1. Periodontitis Kronis pada gigi 46 oleh karena Gangren Radiks disertai Abses periapikalPada gigi 46 pasien pemeriksaan visual didapatkan kondisi gigi 46 sisa akar. Untuk itu pada pemeriksaan objektif gigi 46 hanya dilakukan pemeriksaan tekanan pada gigi untuk mengetahui ada tidaknya peradangan jaringan periapikal. Pada pemeriksaan tekanan didapat hasil positif. Pada pemeriksaan objektif pasien mengatakan juga, kalau terkadang pernah sakit apabila digunakan untuk mengunyah. Untuk itu agar mendukung dan memperjelas dari pemeriksaan subjektif dan objektif pada pasien, dilakukan pemeriksaan rontgen.2. Didapat hasil sebagai berikut pada pemeriksaan rontgen. Terdapat gambaran radiolusen diffuse pada bagian apikal akar gigi 46. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat Abes Periapikal pada gigi tersebut. Selain itu didapat juga kondisi dari tulang alveolar yang sudah teresorbsi baik di bagian mesial, distal maupun bagian furkasi. Untuk itu dari keseluruhan hasil pemeriksaan dapat di diagnose bahwa kondisi dari gigi 46 pasien mengalami Periodontitis Kronis disertai Abses periapikal.

Periodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat. Dengan adanya faktor sistemik, seperti diabetes, perokok, atau stress, progres penyakit akan lebih cepat karena faktor tersebut dapat merubah respon host terhadap akumulasi plak. Penyakit ini merupakan hasil dari respon host pada agregasi bakteri di permukaan gigi. Mengakibatkan kerusakan irreversibel pada jaringan perlekatan, yang menghasilkan pembentukan poket periodontal dan kehilangan tulang alveolar pada akhirnya.Abses periapikal merupakan suatu inflamasi akut yang disertai dengan purulen pada jaringan periapikal, terdapat pada gigi yang non vital khusunya ketika mikroba yang menginfeksi jaringan pulpa berhasil sampai ke jaringan periapikal. Secara klinis penyakit ini akan menimbulkan gejala rasa sakit ketika dilakukan penekanan.3. Hiperemi Pulpa Gigi 16 oleh karena Karies MediaHiperemi pulpa merupakan suatu permulaan radang yang ditandai oleh pertambahan aliran darah dalam rongga pulpa dan pelebaran pembuluh darah sebagai reaksi akibat adanya iritasi terhadap pulpa. Hiperemia pulpa bersifat reversibel, dapat disembuhkan dengan menghilangkan rangsangan penyebabnya.Hiperemi pulpa belum menunjukkan adanya kerusakan pada pulpa, namun keadaan ini menunjukkan adanya respon pulpa terhadap adanya suatu injury. Biasanya hiperemi pulpa ditandai dengan karies yang mencapai dentin atau karies antara dentin dan enamel.Tanda dan gejala adanya hiperemi pulpa adalah nyeri yang spontan saat pulpa terangsang. Pada gigi 16 pasien saat dilakukan tes termal dengan menggunakan chlorethyl,pasien merasakan rasa nyeri dan kemudian rasa tersebut hilang ketika rangsangan ditiadakan.

Rencana Perawatan gigi 46:Pada pasien dengan kondisi gigi 46 yang sisa akar dan disertai dengan abses pesiapikal maka tindakan perawatan yang dilakukan yang ideal adalah pencabutan. Namun untuk melakukan pencabutan pada gigi yang terdapat abses harus dilakukan pre medikasi pada absesnya terlebih dahulu.Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sangat komplek yang melibatkan struktur tulang, jaringan lunak dalam rongga mulut serta keselurahan bagian tubuh. Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan suci hama (asepsis) dan prinsip-prinsip pembedahan (surgery). Untuk pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan tergantung pada keadaan umum penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang mungkin akan terjadi. Indikasi Pencabutan Gigi Gigi mungkin perlu di cabut untuk berbagai alasan, misalnya karena sakit gigi itu sendiri, sakit pada gigi yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya, atau letak gigi yang salah. Di bawah ini adalah beberapa contoh indikasi dari pencabutan gigi: a. Karies yang parah Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas untuk pencabutan gigi adalah karies yang tidak dapat dihilangkan. Sejauh ini gigi yang karies merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi dan pasien untuk dilakukan tindakan pencabutan.b. Nekrosis pulpa Sebagai dasar pemikiran, yang ke-dua ini berkaitan erat dengan pencabutan gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpa irreversibel yang tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik. Mungkin dikarenakan jumlah pasien yang menurun atau perawatan endodontik saluran akar yang berliku-liku, kalsifikasi dan tidak dapat diobati dengan tekhnik endodontik standar. Dengan kondisi ini, perawatan endodontik yang telah dilakukan ternyata gagal untuk menghilangkan rasa sakit sehingga diindikasikan untuk pencabutan.c. Penyakit periodontal yang parah Alasan umum untuk pencabutan gigi adalah adanya penyakit periodontal yang parah. Jika periodontitis dewasa yang parah telah ada selama beberapa waktu, maka akan nampak kehilangan tulang yang berlebihan dan mobilitas gigi yang irreversibel. Dalam situasi seperti ini, gigi yang mengalami mobilitas yang tinggi harus dicabut.d. Alasan orthodontik Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering membutuhkan pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas dan bawah, tapi premolar ke-dua dan gigi insisivus juga kadang-kadang memerlukan pencabutan dengan alasan yang sama.e. Gigi yang mengalami malposisi Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk pencabutan dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut harus diekstraksi. Contoh umum ini adalah molar ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal yang parah dan menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi. Dalam situasi gigi yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan.f. Gigi yang retak Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi karena gigi yang telah retak. Pencabutan gigi yang retak bisa sangat sakit dan rumit dengan tekhnik yang lebih konservatif. Bahkan prosedur restoratif endodontik dan kompleks tidak dapat mengurangi rasa sakit akibat gigi yang retak tersebut. g. Pra-prostetik ekstraksi Kadang-kadang, gigi mengganggu desain dan penempatan yang tepat dari peralatan prostetik seperti gigitiruan penuh, gigitiruan sebagian lepasan atau gigitiruan cekat. Ketika hal ini terjadi, pencabutan sangat diperlukan. h. Gigi impaksi Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai, maka harus dilakukan bedah pengangkatan gigi impaksi tersebut. Namun, jika dalam mengeluarkan gigi yang impaksi terdapat kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis, impaksi tulang penuh pada pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada pasien dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut dapat dibiarkan.i. Supernumary gigi Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi impaksi yang harus dicabut. Gigi supernumary dapat mengganggu erupsi gigi dan memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi tersebut.j. Gigi yang terkait dengan lesi patologis Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin memerlukan pencabutan. Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan terapi terapi endodontik dapat dilakukan. Namun, jika mempertahankan gigi dengan operasi lengkap pengangkatan lesi, gigi tersebut harus dicabut. k. Terapi pra-radiasi Pasien yang menerima terapi radiasi untuk berbagai tumor oral harus memiliki pertimbangan yang serius terhadap gigi untuk dilakukan pencabutan.l. Gigi yang mengalami fraktur rahang Pasien yang mempertahankan fraktur mandibula atau proses alveolar kadang-kadang harus merelakan giginya untuk dicabut. Dalam sebagian besar kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika gigi terluka maka pencabutan mungkin diperlukan untuk mencegah infeksi.

m. Estetik Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk alasan estetik. Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol. Meskipun ada tekhnik lain seperti bonding yang dapat meringankan masalah pewarnaan dan prosedur ortodonsi atau osteotomy dapat digunakan untuk memperbaiki tonjolan yang parah, namun pasien lebih memilih untuk rekonstruksi ekstraksi dan prostetik.n. Ekonomis Indikasi terakhir untuk pencabutan gigi adalah faktor ekonomi. Semua indikasi untuk ekstraksi yang telah disebutkan diatas dapat menjadi kuat jika pasien tidak mau atau tidak mampu secara finansial untuk mendukung keputusan dalam mempertahankan gigi tersebut. Ketidakmampuan pasien untuk membayar prosedur tersebut memungkinkan untuk dilakukan pencabutan gigi. Kontraindikasi Pencabutan Gigi a. Kontaindikasi sistemik Kelainan jantung Kelainan darah. Pasien yang mengidap kelainan darah seperti leukemia, haemoragic purpura, hemophilia dan anemia Diabetes melitus tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan luka. Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini bila dilakukan ekstraksi gigi akan menyebabkan keadaan akut Penyakit hepar (hepatitis). Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya tahan terutama tubuh sangat rendah sehingga mudah terjadi infeksi dan penyembuhan akan memakan waktu yang lama. Alergi pada anastesi local Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai darah menurun sehingga rasa sakit hebat dan bisa fatal. Toxic goiter Kehamilan. pada trimester ke-dua karena obat-obatan pada saat itu mempunyai efek rendah terhadap janin.Setelah gigi diekstraksi, maka gigi antagonis akan kehilangan kontak,sehingga gigi 16 bisa mengalami ekstrusi. Keadaan tersebut juga akan mempengaruhi kondisi gigi-gigi 45 dan 47 pasien yang dapat mengalami pergeseran. Oleh karena itu pasien dianjurkan untuk mendapatkan perawatan pro prostodonsi. Perawatan prostodonsi yang cepat untuk pasien dengan kasus diatas adalah dengan membuat Gigi Tiruan Jembatan. GTJ atau Bridge / Jembatan disebut juga fixed partial denture yaitu suatu prothesa (geligi tiruan) yang menggantikan kehilangan satu atau lebih gigi asli yang terbatas dan tertentu, dilekatkan secara permanen dengan semen didukung sepenuhnya oleh 1 atau lebih gigi atau akar gigi yang telah dipersiapkan.Indikasi dan Kontra indikasi umum Menurut Prayitno (1991) terdapat beberapa indikasi dan kontraindikasi dalam perawatan gigi tiruan jembatan yaitu :1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun Kontra indikasi untuk usia dibawah 20 tahun karena: Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur. Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas. Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen. Dapat menghambat pertumbuhan tulang.

Kontraindikasi untuk usia diatas 50 tahun karena: Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis Kelainan jaringan yang bersifat patologis2. Sikap Penderita & kondisi psikologisYang terpenting dalam menentuan dibuat tidaknya suatu jembatan pada seorang penderita adalah sikapnya terhadap pearwatan gigi serta motivasinya. Watak pasien terbagi dalam tahap-tahap psikologis saat anamnesa yaitu:- Klas 1 : filosofi (pasien kooperatif) - Klas 2 : Pasien banyak bicara dan ingin tahu (exciting)- Klas 3 : Histerical- Klas 4 : Indeferen (acuh tak acuh, pada pasien ini harus banyak komunikasi)3. Kondisi keuangan, pendidikan & pekerjaanKeuangan dapat juga menjadi pertimbangan. Pada umumnya gigi tiruan lepasan lebih murah dibanding jembatan, tingkat pendidikan, wawasan dan intelektualitas berpengaruh dalam merencanakan suatu perawatan.4. Penyakit sistemikPada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan daripada gigi tiruan lepasan, sebab kemungkinan dapat terjadi fraktur pada gigi tiruan lepasan tersebut, dan kemungkinan dapat tertelan, bila penyakit sedang kambuh. Penyakit sistemik lainnya seperti penyakit jantung.5. Kondisi PeriondisiumHarus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan

Indikasi khusus:1. Gigi penyangga:- Vital & non vital dengan perawatan saluran akar- Jaringan periodontal sehat- Bone support baik- Bentuk akar yang panjang- Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang- Bentuk dan besar anatomis gigi normal- Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat2. Gigi antagonis:- Oklusi normal3. Gigi tetangga :- Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring

Rencana Perawatan Gigi 16 :Hiperemi pada gigi 16 dapat digolongkan menjadi pulpitis irreversibel akut. Perawatan yang tepat untuk pulpitis reversibel akut adalah dengan prosedur paliatif (perawatan dengan fokus pengurangan rasa sakit) dengan mengaplikasikan semen seng oksida eugenol sebagai tumpatan sedatif sementara. Setelah beberapa hari pasien diinstruksikan kembali untuk mendapatkan restorasi tetap. Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental yang tidak stabil karena dapat berpengaruh pada saat dilakukan ekstraksi gigi Terapi dengan antikoagulan.1. Kontraindikasi lokal Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih dahulu keradangannya harus dikontrol untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. Jadi tidak boleh langsung dicabut. Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi pada saat M3 RB erupsi terlebih dahulu Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll), dikhawatirkan pencabutan akan menyebabkan pertumbuhan lebih cepat dari keganasan itu. Sehingga luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi keganasannya harus diatasi terlebih dahulu. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan konservasi, endodontik dan sebagainyaRencana Perawatan pada gigi 16

PEMERIKSAAN UMUM

Pasien tidak sedang dalam perawatan dokter dan tidak pernah dirawat inap dirumah sakit selama lima tahun terakhir, ini berkaitan dengan kesehatan umum pasien di waktu sekarang dan riwayat kesehatan apakah ia menderita penyakit yang berbahaya sehingga harus rawat inap selama 5 tahun terakhir.Pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat tertentu. Hal ini berfungsi dalam pertimbangan dan pemilihan pengobatan untuk menghindari terjadinya reaksi alergi dari pasien tersebut.Akhir-akhir ini pasien tidak minum obat tertentu. Penting ditanyakan apakah pasien sedang menjalani medikasi dan mengkonsumsi obat tertentu yang dapat berpengaruh pada prosedur dan proses perawatan nantinya.Pasien tidak pernah mendapat hasil positif untuk tes Hepatitis, AIDS, atau ARC. Dalam hal ini kami harus mengantisipasi adanya virus yang dapat ditularkan pasien melalui berbagai instrument kedokteran gigi yang masuk dalam rongga mulut pasien dimana virus tersebut berpotensi untuk menginfeksi pasien lain dalam sesi perawatan selanjutnya melalui instrumen kedokteran gigi.Pasien tidak pernah menderita Demam Ramatik atau Penyakit Jantung Rematik, Serangan Jantung, Asma atau Hay Fever, Mudah mengalami pendarahan atau memar, serta Epilepsi. Penyakit-penyakit tersebut dapat mencetuskan keadaan gawat darurat dalam pelaksanaan perawatan kedokteran gigi. Namun pasien perenah menderita penyakit tifus, hal ini tidak begitu bermasalah karena penyakitnya telah diatasi dan sekarang sudah sembuh serta tidak meninggalkan manifestasi pada rongga mulut.Pasien juga tidak pernah menderita Hipertensi, Diabetes, Luka Sulit Sembuh. Hal ini perlu dicermati karena gangguan kesehatan seperti itu dapat mengganggu jalannya pengobatan. Sebagai contoh, Hipertensi akan menyulitkan proses Ekstraksi karena Adrenalin dalam Anestesi dapat memperparah keadaan hipertensi, oleh karena ini dokter harus mengkondisikan agar tekanan darah normal kembali baru dapat dilakukan tindakan perawatan. Hal ini juga mempertimbangkan penyembuhan jaringan pada pasien Diabetes.Pasien tidak pernah menderita TBC, Penyakit Kelamin, Herpes Oral atau Genital, Hepatitis atau penyakit hati lainnya. Ini dikarenakan kekhawatiran akan penularan penyakit dari pasien ke dokter gigi, asisten dokter gigi, bahkan pasien lain melalui berbagai perantara, salah satunya instrument kedokteran gigi. Namun pasien bercerita bahwa dirinya sering mimisan. Hal ini harus diwaspadai karena dapat diperkirakan penyembuhan lukanya juga dapat terhambat.Pasien mengalami bengkak atau rasa sakit jika ditekan. Hal ini mengindikasikan adanya keradangan.Pasien sedang tidak dalam keadaan hamil. Pertanyaan status kehamilan dan estimasi waktu kelahiran ditujukan untuk mengetahui apakah pasien tersebut sedang hamil atau tidak karena kehamilan juga dapat mempengaruhi pengobatan, misalnya obat yang mempengaruhi janin, dan juga untuk melihat trimester kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA1. Pedersen, Gordon W.1996.Buku Ajar Praktis Bedah Mulut.Jakarta:EGC2. Fragiskos D. fragiskos (Ed.). 2007. Oral surgery.Oral and Maxillofacial Surgery School of Dentistry University of Athens Greece. Germa Copyright Law.3. Peterson J. Larry. Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed, The C.V. Mosby Company, St. Louis, 2003, pp: 116-117.4. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/838/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=25. Blog Nina. Thalasemia dan Ekstraksi Gigi. 2009. Available from: http://www.thalasemia-dan-ekstraksi-gigi.html. Accessed: 29 Oktober 2010.6. Tooth and Teeth. Tooth Extractioan. 2010. Available from: http://www.toothandteeth.com. Accessed: 5 November 2010.7. Grossman Louis I. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC3