laporan praktek kerja lapangan

Upload: hari-lah

Post on 31-Oct-2015

175 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGANVIABILITAS Azotobacter sp.

DI DALAM BAHAN PEMBAWA PADAT SELAMA DUA BULAN PERIODE PENYIMPANAN Ida Farida107095001744

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/ 1432 HVIABILITAS Azotobacter sp.

DI DALAM BAHAN PEMBAWA PADAT SELAMA DUA BULAN PERIODE PENYIMPANAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Ida Farida107095001744

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/ 1432 H

VIABILITAS Azotobacter sp.

DI DALAM BAHANPEMBAWA PADAT SELAMA DUA BULAN PERIODE PENYIMPANAN

Di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi(PATIR) BATAN Pasar Jumat, Jakarta Selatan

IDA FARIDA107095001744Laporan Praktek Kerja LapanganSebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

JakartaPROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H LEMBAR PENGESAHANJudul Laporan PKL: Viabilitas Azotobacter sp. di dalam Bahan Pembawa Padat Selama Dua Bulan Periode PenyimpananDiajukan Oleh

: Ida FaridaNIM

: 107095001744Program Studi

: Biologi

Fakultas

: Sains dan Teknologi

Perguruan Tinggi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Nana Mulyana, SST

NIP. 196907011990031004Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada penulis, sehingga penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dapat terwujud dengan baik. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw. yang telah memberikan cahaya Islam kepada penulis.

Dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas

Sains dan Teknologi, Program Studi Biologi, penulis telah melakukan Praktek Kerja Lapangan di bidang dan menyelasaikan penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan yang berjudul: VIABILITAS Azotobacter sp. DI DALAM BAHAN PEMBAWA PADAT SELAMA DUA BULAN PERIODE PENYIMPANAN Praktek Kerja Lapangan ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas atau kemampuan hidup dari inokulan Azotobacter sp. di dalam bahan pembawa padat (kompos) selama waktu satu bulan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini. Oleh karenanya penulis, mengharapkan kritik dan saran yang destruktif untuk perbaikan dalam kegiatan dan penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan ini.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak/Ibu/Saudara yang terhormat, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kepada kedua Orang tuaku dan adikku yang senantiasa mencurahkan kasih dan sayang serta doa dan dukungan baik materil maupun moril.

2. Untuk lentera hidupku, malaikat kecil yang selalu menjadi penyemangat hidupku Arifatur Rosyidatul Widad dan juga suamiku tercinta M. S. Arifin yang selalu ada disisiku dalam keadaan apa pun mendampingi dan membimbingku.3. Dr. Ir. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sys., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. DR. Lily Surayya EP., M. Env. Stud., selaku Ketua Program Studi Biologi yang telah memberikan izin untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

5. Bapak Nana Mulyana, S. ST selaku pembimbing pertama yang telah banyak mengorbankan waktu dan kesibukannya untuk memberikan pengarahan dan pemahaman selama melaksanakan PKL sampai selesainya penulisan laporan ini.

6. Ibu Priyanti M. Si, selaku pembimbing kedua yang selalu memberikan bimbingan pemikiran, saran, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan PKL ini.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Biologi Fakultas Sains dan Teknologi khususnya angkatan 2007, teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungannya dalam ketertinggalan ini dan juga dalam mengarungi bahtera kehidupan di lautan ilmu

Kepada semua pihak yang telah membantu baik yang disebutkan maupun yang tidak disebutkan, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT membalas segala perbuatan yang baik yang telah kalian lakukan.

Demikianlah penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini disadari sepenuhnya bahwa laporan PKL ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan laporan PKL ini. Penulis berharap semoga laporan PKL ini bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pembaca khususnya untuk menambah wawasan, pengetahuan serta informasi kita semua.

Jakarta, Oktober 2011PenulisDAFTAR ISI

JUDUL Halaman

LEMBAR PENGESAHAN iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI vDAFTAR GAMBAR viiDAFTAR LAMPIRAN viiiBAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Praktek Kerja Lapangan 3

1.3. Manfaat Praktek Kerja Lapang 3

BAB II. TINJAUAN UMUM PTKMR-BATAN 5

2.1. Sejarah BATAN 5

2.2. Kedudukan,Tugas Pokok dan Fungsi BATAN 92.3. Susunan Organisasi BATAN 10

2.4. Sejarah PATIR 11

2.4.1. Visi dan Misi PATIR 13

2.4.2. Tugas dan Fungsi PATIR 14

2.4.3. Bidang Kebumian dan Lingkungan PATIR 15

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 16

3.1. Pupuk Hayati (Biofertilizer) 16

3.2. Mikroba 18 3.3. Sterilisasi 21 3.4. Bahan Pembawa 24

BAB IV. METODOLOGI 26

4.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan PKL 26

4.2. Bahan dan Alat 26

4.3. Metode Penelitian 26

4.3.1. Persiapan Sampel Bahan Pembawa 26

4.3.2. Proses Sterilisasi Bahan Pembawa 27

4.3.3. Pengujian Proses Sterilisasi dan Inokulasi 28

4.3.4. Pengujian Viabilitas Inokulan 29BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 30

5.1. Populasi Mikroba Target dalam Bahan Pembawa 30

5.1.1. Jumlah Populasi Mikroba dalam Bahan Pembawa 30

5.1.2. Inokulan yang Ditambahkan dalam Bahan Pembawa 32 5.2. Pengujian Viabilitas Inokulan 32

5.2.1. Azotobacter 43

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 36 6.1. Kesimpulan 36 6.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBARHal

Gambar 3.7.1. Daur Fosfor Dalam Ekosistem Perairan ................25

Gambar 5.1. Grafik Indeks Kelimpahan...34

Gambar 5.2. Grafik Keanekaragaman Fitoplankton........................36

Gambar 5.3. Grafik Keseragaman Fitoplankton....37

Gambar 5.4. Grafik Dominansi Fitoplankton...........................39

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Struktur Organisasi Puslit Limnologi LIPI...................44

Lampiran 2. Tabel Indeks Kelimpahan Fitoplankton.........................45

Lampiran 3. Tabel Keanekaragaman Fitoplankton............................48

Lampiran 4. Tabel Indeks Dominansi........51

Lampiran 5. Tabel Kelimpahan, Keanekaragaman, Kemerataan dan Dominansi.........................................................................54

Lampiran 6. Gambar Fitoplankton yang ditemukan Selama Pengamatan.......................................................................56

BAB I

PENDAHULUAN1.1.Latar BelakangPupuk hayati merupakan suatu bahan yang mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat dalam penyediaan hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk hayati dapat memacu pertumbuhan tanaman, menambat nitrogen, melarutkan fosfat, dan juga mencegah timbulnya patogen. Secara luas pupuk hayati dapat dikombinasikan dengan beberapa jenis bahan pembawa tertentusebagai media tinggal/tumbuh dari mikroba yang terkandung. Bahan pembawa adalah suatu formulasi yang diperlukan untuk aplikasi dalam skala besar di lapangan yang efektif yang memiliki sifat tidak dapat mengubah dan memberikan dampak yang negatif pada bahan yang dibawanya (seperti mikroba). Diantara semua komponen formulasi, bahan pembawa menempati volume terbesar sehingga bahan pembawa sering berfungsi sebagai bahan untuk memperpanjang waktu bertahan. Bahan pembawa yang efektif adalah tidak mahal, mudah disterilkan, tidak toksik, dan tetap dalam sifat fisiknya. Selain itu bahan pembawa harus menjamin atau mampu memelihara kestabilan kehidupan mikroorganisme pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai (Boyetchco et al., 1999 dalam Wuryandari, 2003).

Bahan pembawa menjadi faktor penting dalam menghasilkan pupuk hayati yang berkualitas sehingga perlu digunakan metode sterilisasi yang tepat dan efektif. Proses sterilisasi digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi mikroba patogen atau mikroba pengganggu yang tidak diinginkan, yang terdapat di dalam bahan pembawa. Selain itu untuk mencegah persaingan antara mikroba target dengan mikroorganisme lain di dalam bahan pembawa padat tersebut. Jika bahan pembawa bebas dari mikroba alami di alamnya, maka mikroba yang ditambahkan akan berfungsi secara optimal. Lawrence (1956) dalam Toharisman (1989) mengatakan bahwa metode sterilisasi yang digunakan adalah metode fisik dan kimia. Metode fisik meliputi pemanasan, pengeringan, dan radiasi, sedangkan metode kimia dengan pemberian senyawa senyawa kimia seperti HCl, HgCl2, Alkohol, Formalin, Phenol, dan Chlorin. Sterilisasi panas lembab cukup efektif dalam mematikan mikroba dengan diikuti oleh perubahan sifat bahan yang disterilisasi. Sterilisasi keringan hanya menurunkan jumlah mikroba untuk sementara waktu dan jumlah mikroba akan meningkat kembali setelah kondisi lingkungan kembali normal.

Sterilisasi radiasi yang umum digunakan adalah sterilisasi dengan memanfaatkan radiasi gamma. Metode sterilisasi ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan, yang apabila ditambahkan sejumlah mikroba yang menguntungkan maka bahan pembawa akan mampu menjadi wadah yang baik untuk menyimpan mikroba seperti Azotobacter. Berdasarkan hal tesebut, dilakukan pengamatan mengenai keefektifan dari beberapa metode sterilisasi seperti penggunaan metode sterilisasi autoklaf, iradiasi sinar Gamma Co-60, dan mesin berkas elektron. Berbagai metode sterilisasi akan memberikan keefektifan yang hampir sama dalam mengurangi jumlah mikroba target. Kualitas dari bahan pembawa seperti kompos yang telah disterilkan dapat diketahui melalui pengujian viabilitas inokulan berdasarkan lama penyimpanannya. 1.2.Tujuan Praktek Kerja LapanganTujuan dilakukannya Praktek Kerja Lapangan ini adalah :1. Mengetahui populasi mikroba target di dalam bahan pembawa kompos

2. Mengetahui efektivitas metode sterilisasi bahan pembawa dengan menggunakan iradiasi sinar gamma Co-60 yang dibandingkan dengan metode sterilisasi autoklaf.

3. Mengetahui viabilitas inokulan Azotobacter di dalam bahan pembawa kompos yang sudah disterilkan.

1.3.Manfaat Praktek Kerja Lapangan 1. Bagi Penulis

a. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di perguruan tinggi.

b. Mendapatkan informasi tentang teknik viabilitas inokulan Azotobacter di dalam bahan pembawa kompos

2. Bagi Lembaga

Membantu penelitian viabilitas Azotobacter di PATIR-BATAN.

3. Bagi Universitas

a. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

b. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmunya.

c. Memberikan gambaran tentang kesiapan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja.

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Sejarah Umum BATANKegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Tugas mereka ialah melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik. Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, melalui PP No. 65 Tahun 1958 pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom, yang kemudian menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom.

Peningkatan penguasaan di bidang IPTEK nuklir yaitu diresmikannya pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung pada tahun 1965. Kemudian dibangun beberapa fasilitas Litbangyasa yang tersebar di beberapa daerah, yaitu di Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat - Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA - Yogyakarta (1967) dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktif dan fasilitas lainnya. Perubahan paradigma tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 tentang ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).Tabel 1. Sejarah Perkembangan BATAN1954Pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet

1958Pembentukan Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (PP No.65 Tahun 1958)

1964Penetapan UU No.31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom 1964

1965Peresmian Pusat Reaktor Atom Bandung dan Pengoperasian Reaktor Triga Mark II berdaya 250 kW oleh Presiden RI serta Perubahan nama Lembaga Tenaga Atom menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)

1966Pembentukan Pusat Penelitian Tenaga Atom (PPTA) Pasar Jumat, Jakarta 1966

1967Pembentukan Pusat Penelitian GAMA Yogyakarta

1968Peresmian penggunaan Iradiator Gamma Cell Co-60 PPTA Pasar Jumat oleh Presiden RI

1970Peresmian Klinik Kedokteran Nuklir di PPTA Bandung

1971Reaktor Triga Mark II Bandung mencapai kritis pada daya 1 MW

1972Pembentukan Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2-PLTN)

1979Peresmian mulai beroperasinya Reaktor Kartini dengan daya 100 kW di PPTA Yogyakarta oleh Presiden RI

1984Pengoperasian Mesin Berkas Elektron 300 keV di PPTA Pasar Jumat oleh Presiden RI

1987Peresmian pengoperasian Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy dengan daya 30 MW

1988Peresmian pengoperasian Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif di PPTA Serpong oleh Presiden RI

1989Peresmian pengoperasian Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka, Instalasi Elemen Bakar Eksperimental di PPTA Serpong oleh Presiden RI.

1990Peresmian Instalasi Radiometalurgi, Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Nuklir, Laboratorium Mekano Elektronik Nuklir di PPTA Serpong - Tangerang oleh Presiden RI

1992Peresmian pengoperasian Instalasi Spektrometri Neutron, Instalasi Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan Pemindahan Bahan Terkontaminasi di PPTA Serpong - Tangerang oleh Presiden RI

1994Peresmian pengoperasian Mesin Berkas Elektron 2 MeV di PPTA Pasar Jumat oleh Presiden RI

1995Dalam memperingati HUT RI ke 50, BATAN berhasil melaksanakan "Whole Indonesian Core" untuk Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy.

1996Pembentukan PT Batan Teknologi (persero), Divisi: Produksi Elemen Bakar Reaktor, Produksi Radioisotop, Produksi Instrumentasi dan Rekayasa Nuklir

1997Penetapan UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang memisahkan Badan Pelaksana dan Badan Pengawas penggunaan tenaga nuklir

1998Perubahan Badan Tenaga Atom Nasional menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional dengan Keppres No.197 Tahun 1998

2000Peresmian peningkatan daya Reaktor Triga 2 MWdi Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Bandung olehWakil Presiden RI

2001Peningkatan status Pendidikan Ahli Teknik Nuklir (PATN) menjadi Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir

2003Penyerahan hasil " " kepada Presiden RI; Pencapaian 10% jumlah varietas unggul tanaman pangan nasional; Pengoperasian Mesin Berkas Elektron 350 keV, 10 mA di PPTN Yogyakarta: Pengoperasian Pusat Pelatihan dan Diseminasi Teknologi Peternakan - Pertanian Terpadu di Kalsel

2004Pencapaian target 10% varietas unggul tanaman pangan nasional menggunakan teknik nuklir

2005Terwujudnya perpustakaan digital di bidang nuklir

2006Pencapaian 1 juta hektar penyebaran varietas padi unggul BATAN di seluruh Indonesia

200850 tahun BATAN Berkarya

2.2. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi BATANSesuai dengan UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran dan Keppres RI No. 64/2005, BATAN ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. BATAN dipimpin oleh seorang Kepala dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Tugas pokok BATAN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir sesuai ketentuan Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas, BATAN menyelenggarakan fungsi:

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.

2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.

3. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.

4. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.2.3. Susunan Organisasi BATANBerdasarkan UU No. 31 tahun 1964, PP No. 33 tahun 1965, keputusan Presiden Republik Indonesia tahun 1999, serta Surat Keputusan Kepala BATAN No. 392/KA/XI/2005, maka ditetapkan struktur organisasi BATAN.

Gambar 1. Struktur Organisasi BATAN2.4. Sejarah Singkat PATIR BATANPusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) merupakan salah satu unit penelitian yang melaksanakan sebagian dari tugas dan fungsi BATAN. Pusat ini merupakan pengembangan dari Pusat Penelitian Pasar Jumat (P2PJ) yang dibentuk tanggal 20 Desember 1966, sebagai implementasi dari Keputusan Presiden RI No. 306 Tahun 1965, tanggal 15 Oktober 1965 dan kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Presiden RI No. 299 Tahun 1968 sebagai Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat (PPTA - Pasar Jumat) 16 Oktober 1968. Pada tanggal 20 Februari 1980 dengan keputusan Presiden RI No. 14 Tahun 1980 PPTA - Pasar Jumat menjadi Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR).

Perkembangan teknologi nuklir di dunia berlangsung cepat dan pemanfaatannya semakin meluas diberbagai bidang kehidupan manusia, maka pemanfaatan tenaga nuklir diatur kembali dengan Undang-Undang Tahun 1997, 10 April 1997 yang memisahkan fungsi regulasi dan pengawasan dengan fungsi promosi pemanfaatan tenaga nuklir. Berdasarkan undang-undang tersebut pemerintah menerbitkan SK Presiden RI No. 197 Tahun 1998 tanggal 7 Desember 1998 tentang pembentukan Badan Tenaga Nuklir Nasional (sebelumnya adalah Badan Tenaga Atom Nasional disingkat BATAN) dengan tugas merumuskan kebijaksanaan di bidang nuklir dan melaksanakan program pengembangan teknologi dan energi nuklir. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 197 Tahun 1998 tanggal 7 Desember 1998, Kepala Batan menerbitkan Surat Keputusan No. 329/Ka/VIII/2000 yang mengubah PAIR menjadi P3TIR (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi). Pada tahun 2005 Kepala BATAN menata kembali organisasi BATAN dengan menerbitka Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional No.392/KA/XI/2005 Tanggal 24 Nopember 2005 menetapkan perubahan nama P3TIR menjadi PATIR (Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi) dengan struktur organisasi sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur Organisasi PATIR

2.5. Visi dan Misi PATIR

2.5.1. Visi

Visi Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) adalah Teknologi isotop dan radiasi berperan nyata dalam pembangunan pertanian, industri, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan selaras dengan perkembangan global.

2.5.2. Misi

Misi PATIR antara lain:

a) Melaksanakan penelitian, pengembangan dan perekayasaan untuk meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan kemampuan riset di bidang aplikasi teknologi isotop dan radiasi.

b) Meningkatkan produk inovasi berbasis teknik isotop dan teknologi radiasi untuk peningkatan produktivitas dan daya saing nasional sektor pertanian dan industri, serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.

c) Menumbuhkan jaringan kerjasama, kemitraan, dan sinergi antar pelaku dan pengguna hasil pengembangan iptek nuklir untuk menguatkan ketahanan pangan, memantapkan pertumbuhan kemampuan industri nasional serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara optimal.

d) Meningkatkan manajemen dan kapasitas kelembaban untuk melaksanakan penelitian pengembangan perekayasaan dan pelayanan jasa teknologi isotop dan radiasi.2.6. Tugas dan Fungsi PATIRPATIR merupakan salah satu pusat penelitian dan pengembangan dalam ruang lingkup BATAN. Patir dibentuk tanggal 1966 dengan nama Puslit Tenaga Atom Pasar Jumat. Berdasarkan Kepres No. 14/1980 tanggal 20 Februari 1980, berganti nama dari Puslit Tenaga Atom Pasar Jumat menjadi PAIR (Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi). Kepres no. 197 tahun 1998 dan SK-Ka. BATAN No 329/KA/VIII/2000 berubah nama dari PAIR menjadi P3TIR (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi). Selanjutnya, berdasarkan peraturan Kepala BATAN No 392/KA/XI/2005 berubah nama dari P3TIR menjadi PATIR.

2.6.1. Tugas PATIR

Berdasarkan peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional No 392/KA/XI/2005 tanggal 24 November 2005, PATIR mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan aplikasi teknologi isotop dan radiasi.

2.6.2. Fungsi PATIR

Dalam menyelenggarakan tugas, patir menyelenggarakan fungsi:

a) Pelaksanaan pengembangan dan aplikasi teknologi isotop dan radiasi di bidang kebumian dan lingkungan

b) Pelaksanaan pengembangan dan aplikasi teknologi isotop dan radiasi di bidang proses radiasi

c) Pelaksanaan pengembangan dan aplikasi teknologi isotop dan radiasi di bidang pertanian

d) Pelaksanaan pengendalian keselamatan kerja dan pengolahan limbah.2.7. Bidang Kebumian dan Lingkungan PATIRBidang Kebumian dan Lingkungan (KL) merupakan bidang dalam PATIR yang melaksanakan penelitian, pengembangan dan pelayanan teknologi isotop dan radiasi (Litbang TIR) berkaitan dengan masalah kebumian dan lingkungan. Bidang KL terdiri dari 4 kelompok program penelitian, yaitu:

a) Kelompok lingkungan melakukan penelitian pemanfaatan limbah dan pengelolaan lingkungan.b) Kelompok kelautan dan sedimen melakukan penelitian masalah laju erosi lahan produktif, sedimentasi pelabuhan dan kelautan. Selain itu kelompok ini juga memberikan pelayanan analisis berbagai parameter kimia seperti anion kation, protein, karbohidrat dan parameter organik lain.c) Kelompok hidrologi dan panas bumi melakukan Litbang TIR air tanah-permukaan, eksplorasi dan eksploitasi panas bumi, dan enhanced oil recovery (EOR). Selain itu, kelompok ini juga memberikan jasa analisis isotop stabil O-18,Deuterium (H-2), C-13 serta Isotop Radiatif Tritium (H-3) dan C-14 untuk dating.d) Kelompok uji tak rusak (NDT) melakukan litbang TIR dan layanan jasa penelitian dengan teknik radiografi dan teknik perunut dalam proses industri.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA3.1 Pupuk Hayati (Biofertilizer)Bahan organik adalah fraksi organik yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa dari luar tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup diluar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji) (Notohadiprawiro, 1999). Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan dalam mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Simanungkalit et al., 2006).

Pupuk hayati berbeda dengan pupuk organik. Pada pupuk hayati digunakan mikroba yang dimasukkan ke dalam suatu bahan pembawa. Pupuk ini berperan dalam meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Mikroba yang digunakan umumnya adalah jenis mikroba yang mampu bersimbiosis dengan tanaman inangnya. Pupuk organik adalah pupuk yang dibuat dari bahan organik (kotoran ternak, sampah, jerami, dll) yang telah melalui proses rekayasa yang dapat dirombak menjadi unsur hara bagi tanaman. Sebelum digunakan bahan bahan tersebut terlebih dahulu difermentasikan. Pupuk kandang atau kornpos biasanya dicampur dengan bahan-bahan alami lainnya yang berada di lahan pertanian atau di sekitarnya (Andoko, 2002).Rao (1982) menganggap bahwa sebenarnya penggunaan inokulan mikroba lebih tepat dengan istilah pupuk hayati. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA) Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati merupakan suatu substans yang mengandung mikroba hidup yang mengkolonisasi rizosfer atau bagian dalam tanaman yang memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer atau stimulus pertumbuhan tanaman target, efektifitasnya dapat terlihat bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.

Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati dapat diberikan langsung ke dalam tanah yang ditambahkan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan mikroba yang menonjol dewasa ini adalah mikroba penambat N dan mikroba untuk meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Sumber utama N berasal dari gas N2 dari atmosfer.

Pupuk hayati dibuat dengan mengunakan beberapa komponen dasar, yaitu: (1) mikroba yang sesuai untuk suatu jenis pupuk hayati, (2) medium untuk perbanyakan sel mikroba yang akan digunakan, (3) bahan pembawa (carrier) mikroba, dan (4) bahan pengemas.

Baku mutu pupuk hayati merupakan syarat syarat mutu yang harus dipenuhi oleh suatu pupuk hayati agar fungsi mikroba yang terkandung dalam pupuk hayati yang bersangkutan dapat memberikan pengaruh positif terhadap tanaman yang diinokulasi. Beberapa karakteristik mikroba yang menentukan mutu suatu pupuk hayati antara lain : 1) jumlah populasi, minimal populasi mikroba yang hidup pada waktu produksi dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman, 2) keefektifan, yaitu mikroba dalam inokulan merupakan mikroba pilihan (unggul) hasil seleksi, 3) bahan pembawa harus dapat memberikan lingkungan hidup yang baik bagi mikroba atau campuran berbagai mikroba selama produksi, transportasi, dan penyimpanan sebelum inokulan tersebut digunakan, 4) masa kadaluarsa, yaitu menyangkut umur inokulan apakah masih dapat digunakan. Bila masa kadaluarsa ini terlewati maka mutu (keefektifan) telah menurun, karena jumlah mikroba sudah tidak memenuhi syarat minimal (Simanungkalit et al., 2006)

3.2 MikrobaJasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Mata biasa tidak dapat melihat jasad yang ukurannya kurang dari 0,1 mm. Ukuran mikroba biasanya dinyatakan dalam mikron (), 1 mikron adalah 0,001 mm. Sel mikroba umumnya hanya dapat dilihat dengan alat pembesar atau mikroskop, walaupun demikian ada mikroba yang berukuran besar sehingga dapat dilihat tanpa alat pembesar.

Sejumlah besar mikroba terdapat di dalam tanah dan sebagian besar dari mereka termasuk dalam golongan tumbuhan (Yuwono, 2006). Secara klasik jasad hidup digolongkan menjadi dunia tumbuhan (plantae) dan dunia binatang (animalia). Jasad hidup yang ukurannya besar dengan mudah dapat digolongkan ke dalam plantae atau animalia, tetapi mikroba yang ukurannya sangat kecil ini sulit untuk digolongkan ke dalam plantae atau animalia. Selain karena ukurannya, sulitnya penggolongan juga disebabkan adanya mikroba yang mempunyai sifat antara plantae dan animalia.Whittaker membagi jasad hidup menjadi tiga tingkat perkembangan, yaitu: (1) Jasad prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera), (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal, khamir dan protozoa (Divisio Protista), dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia. Sedangkan Woese menggolongkan jasad hidup terutama berdasarkan susunan kimia makromolekul yang terdapat di dalam sel. Pembagiannya yaitu terdiri Arkhaebacteria, Eukaryota (Protozoa, Fungi, Tumbuhan dan Binatang), dan Eubacteria.

Sebagian besar dari bakteri tanah adalah kemoheterotrofik yang bergantung pada karbon organik dan bersifat nonfotosintetik, dan berperan besar dalam siklus energi dan hara. Diversitas dan kelimpahan bakteri tergantung pada kesediaan hara dan kondisi lingkungan, sedangkan fungi merupakan mikroba organo/heterotrofik yang variatif baik dari segi ukuran maupun strukturnya. Jamur berkembangbiak dari spora yang bestruktur seperti benang, berdinding atau tanpa dinding penyekat. Benang benang ini secara individu disebut hifa (Hanafiah, 2005).

Cendawan (fungi) adalah mikroba eukariotik yang berbentuk filamen. Cendawan biasanya terdapat pada tempat yang banyak mengandung substrat organik. Peran cendawan dalam suatu ekosistem biasanya sebagai perombak bahan organik, agen penyakit, simbion yang menguntungkan, dan agen agregasi tanah. Iswandi (1989) mengatakan bahwa sejumlah fungi dapat menyebabkan penyakit (patogen). Penghitungan fungi bias menggunakan metode agar cawan tetapi kurang memuaskan karena sulit untuk menentukan fungi berasal dari spora atau hifa. Yuwono (2006) mengatakan bahwa fungi merupakan jasad mikro yang lebih mampu bertahan hidup dibandingkan bakteri dan memiliki metabolisme yang lebih efisien. Rao (1994) mengatakan bahwa kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada dalam tanah karena kebanyakan fungi memiliki nutrisi heterotrofik. Fungi dominan pada tanah yang asam karena lingkungan asam tidak baik untuk bakteri sehingga fungi dapat memonopoli pemanfaatan substrat alami dalam tanah. Fungi juga ada dalam tanah yang netral atau besifat basa dan beberapa dapat tetap hidup dalam pH diatas 9.0. Tetapi pada kelembapan tanah yang terlalu tinggi jumlahnya dapat menurun. Azotobacter Azotobacter merupakan bakteri rizosfir yang bersifat mucoid yang yang dapat memfiksasi nitrogen (N2) udara, diazotrof, yang menkonversi dinitrogen ke amonium melalui reduksi elektron dan protonasi gas dinitrogen. Pada umumnya bakteri ini dimanfaatkan sebagai penyumbang nitrogen dan hormon pertumbuhan bagi tanaman (Suba Rao, 1987). Bakteri ini juga memiliki potensi lain yaitu dapat mengekskresikan berbagai senyawa kelompok eksopolisakarida (EPS) dan asam organik (Vermani et al.,1996). Azotobacter berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui produksi fitohormon yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sejumlah kajian mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan rizobakteri yang selalu terdapat di tanaman serealia seperti jagung dan gandum (Abbass & Okon 1993a; Abbass & Okon, 1993b; Hindersah et al, 2000; Hindersah et al, 2003a) maupun sayuran (Hindersah & Setiawati 1997; Hindersah et al, 2003b).

Alexander (1997) mengatakan, suhu yang optimum bagi pertumbuhan Azotobacter adalah 30C. Azotobacter mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi + 2 - 15 mg nitrogen/gram sumber karbon yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan. Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 10 -20 mg nitrogen/g gula. Waksman (1952) menyatakan bahwa kemampuan ini tergantung kepada sumber energinya, keberadaan nitrogen yang terpakai, mineral, reaksi tanah dan faktor lingkungan yang lain, serta kehadiran bakteri tertentu.

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen antara lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambahan nitrogen. Inokulasi Azotobacter efektif dalam meningkatkan hasil panen tanaman budidaya pada tanah yang dipupuk dengan bahan organik yang cukup.3.3 Sterilisasi Sterilisasi adalah suatu proses atau tindakan untuk membebaskan alat atau media dari jasad renik atau semua bentuk kehidupan. Hampir semua tindakan yang dilakukan dalam mikrobilogi menggunakan proses sterilisasi, baik alat-alat yang akan dipakai maupun medianya. Proses sterilisasi bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang di dapat, yaitu dengan hanya menumbuhkan mikroba yang diinginkan tanpa adanya gangguan dari tumbuhnya dan adanya persaingan dari mikroba lain. Suatu alat atau bahan dikatakan steril bila alat/bahan tersebut bebas dari mikroba baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.3.3.1 Autoklaf Mensterilkan tanah atau bahan pembawa dapat menjadikannya steril sepenuhnya atau steril sebagian karena tidak semua mikroba dapat dihilangkan. Biasanya dibutuhkan sterilisasi sebagian untuk membunuh mikroba berbahaya atau fungi patogen tetapi tidak membunuh keseluruhan popilasi. Sebagian teori menjelaskan akibat sterilisasi sebagian dapat meningkatkan kesuburan tanah. Proses sterilisasi seringkali dibutuhkan untuk pekerjaan di laboratorium, perumbuhan kultur murni mikroba yaitu untuk pengujian kemurnian strain, dan pemeliharaan peralatan laboratorium (Hadioetomo, 1993).

Sterilisasi menggunakan autoklaf dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1) mensterilisasi bahan pembawa dengan autoklaf pada suhu 121C selama 4 jam, atau 2) mensterilisasi bahan pembawa selama 1 jam pada suhu 121C untuk 2 sampai 3 kali setiap hari. Cara kedua biasanya dilakukan karena bahan pembawa tidak dapat disterilkan secara penuh pada autoklaf. Setiap 4 jam sekali mikroba sering mengalami toleran terhadap temperatur sehingga spora fungi dapat berkecambah. Perkecambahan spora fungi ini dapat menekan pertumbuhan bakteri, sehingga diperlukan sterilisasi berulang dalam beberapa hari seperti cara kedua.

3.3.2 Iradiasi Sinar Gamma Co-60

Radiasi sinar Gamma atau elektron berenergi tinggi disebut juga radiasi pengion karena energi radiasi yang terserap oleh benda akan berinteraksi dengan inti atom benda tersebut dan menimbulkan ionisasi, eksitasi dan reaksi kimia. Perubahan ini menimbulkan efek biologi yang mengubah proses kehidupan normal dari sel hidup. Pada mikroba perubahan tersebut terutama terjadi pada DNA. Mikroba dapat kehilangan kesanggupan untuk membelah diri akibat perubahan yang ditimbulkan oleh radikal bebas hasil ionisasi lingkungan (Ridwan, 1986).

Pemakaian radiasi sinar Gamma atau elektron berenergi tinggi untuk mengontrol kehidupan mikroba merupakan suatu cara pengontrolan yang sama pentingnya dengan cara cara konvensional seperti pemanasan, pendinginan dan penggunaan zat kimia (Hilmy, 1986).

Sterilisasi bahan pembawa sangat penting untuk menjaga tingginya jumlah bakteri inokulan pada bahan pembawa untuk periode penyimpanan yang lama. Iradiasi Sinar Gamma adalah cara yang paling sesuai sterilisasi bahan pembawa, kerena proses ini membuat hampir tidak menyebabkan terjadinya perubahan dalam sifat fisik dan kimia dari bahan.

Darjanto (1995) mengatakan bahwa semakin berkurangnya sel Salmonella kentucky sangat nyata dengan bertambahnya dosis radiasi. Kematian bakteri yang semakin besar dengan bertambahnya dosis ini diakibatkan karena kemampuan sinar Gamma yang sangat besar sebagai pengion dengan panjang gelombang yang pendek dan energi yang besar untuk membunuh mikroba.

3.4 Bahan PembawaBahan pembawa adalah suatu formulasi yang diperlukan untuk aplikasi dalam skala besar di lapangan yang efektif yang memiliki sifat tidak dapat mengubah dan memberikan dampak yang negatif pada bahan yang dibawanya (seperti mikroba). Diantara semua komponen formulasi, bahan pembawa menempati volume terbesar sehingga bahan pembawa sering berfungsi sebagai bahan untuk memperpanjang waktu bertahan. Bahan pembawa yang efektif adalah tidak mahal, mudah disterilkan, tidak toksik, dan tetap dalam sifat fisiknya. Selain itu bahan pembawa harus menjamin atau mampu memelihara kestabilan kehidupan mikroorganisme pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai (Boyetchco et al., 1999 dalam Wuryandari, 2003).

3.4.1 Kompos

Proses pengomposan di lingkungan alam terbuka bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami, bahan bahan seperti rumput, daun daunan dan kotoran hewan serta sampah lama kelamaan menbusuk karena adanya kerjasama antara mikroba dengan factor lingkungan yang salah satunya adalah cuaca. Proses tersebut dapat dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan mikroba pengurai sehingga dalam waktu yang singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik.

Kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil pertanian pada tanah yang masam jika digunakan dalam jangka panjang. Kompos mengandung banyak mikroba. Dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah, mikroba lain yang berada di dalam tanah akan tepacu untuk terus berkembang sehingga proses dekomposisi akan terus berlanjut di tanah tanpa mengganggu tanaman. Selama proses pengomposan, mikroba yang bersifat patogen akan mati karena suhu yang sangat tinggi (Setyorini et al., 2006).BAB IVBAHAN DAN METODE

3.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKLPraktek Kerja Lapangan dilakukan di Laboratorium Lingkunagan, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan pada tanggal Oktober 2011 sampai dengan November 20113.6 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kompos yang diproduksi di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), biakan Azotobacter, kompos, medium yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba antara lain adalah, Nutrient Broth, Nutrient Agar,TSA, dan PDA (Potato Dextrose Agar).Alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow, Oven, dan Mesin Iradiasi Sinar Gamma Co-60, timbangan, cawan petri, pipet transfer, tip, tabung reaksi, erlenmayer, bunsen, dan batang pengaduk. 3.7 Metode 3.7.1 Persiapan Sampel Bahan PembawaBahan yang digunakan sebagai sampel bahan pembawa disiapkan sebanyak 10 g per kemasan. Kemasan yang digunakan ada dua jenis yaitu plastik tahan panas yang digunakan untuk sterilisasi autoklaf dan plastik High Density Pressure yang digunakan untuk mensterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan Mesin Berkas Elektron (MBE). Tujuan penggunaan plastik tersebut agar dalam proses sterilisasi bahan terjaga dengan baik tanpa terjadi kerusakan kemasan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas bahan pembawa. Tujuan memasukkan 10 g bahan pembawa dalam setiap kemasan adalah untuk mempermudah dalam pengujian proses sterilisasi yaitu dalam menetapkan populasi mikroba dalam proses sterilisasi. Proses ini akan mengurangi terjadinya kontaminasi, selain itu juga mempermudah dalam melakukan viabilitas inokulan.Biakan Azotobacter terlebih dahulu diperbanyak dengan menggunakan Nutrient Broth.

3.7.2 Proses Sterilisasi Bahan Pembawa

Metode sterilisasi yang digunakan adalah Iradiasi Sinar Gamma Co-60 serta autoklaf pada 121C. Tahap pelaksanaan Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dimulai degan memasukkan bahan pembawa yang telah dikemas ke dalam irradiator, yaitu ruangan tempat melakukan iradiasi di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional ( PATIR BATAN). Bahan mendapatkan radiasi dari sumber radiasi Co-60. Ruang radiasi dilapisi oleh beton dengan ketebalan 1-2 meter untuk menahan radiasi. Proses yang berjalan di dalam ruang radiasi dikelola melalui pusat kendali yang berada diluar ruang radiasi. Setelah mendapatkan radiasi sinar gamma dalam waktu tertentu, maka bahan pembawa dikeluarkan dari ruang radiasi.

Kerja Iradiasi Sinar Gamma Co-60 berbeda dengan MBE. Tahap pelaksanaan sterilisasi dengan metode MBE dimulai dengan memasukkan bahan yang sudah dikemas kurang dari 1cm. Wadah tersebut dimasukkan ke dalam ruangan yang berlapis beton untuk melewati pancaran elektron pada jalur khusus ruang radiasi. Dalam proses ini hanya terjadi tumbukan terhadap permukaan bahan, oleh karena itu kemasan yang disiapkan harus tipis sehingga seluruh bahan akan terkena sinar radiasi.

Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan MBE disebut juga metode sterilisasi dingin, sedangkan autoklaf merupakan metode sterilisasi panas lembab. Tahapan pengerjaan sterilisasi metode autoklaf dimulai dengan memasukkan bahan yang sudah dikemas ke dalam keranjang autoklaf, kemudian mengatur temperatur 121C selama 60 menit.

3.7.3 Pengujian Proses Sterilisasi dan Inokulasi

Efektivitas dari proses sterilisasi dapat diketahui melalui pengujian sterilitas, yaitu dengan melakukan penetapan jumlah populasi mikroba setelah proses sterilisasi dilakukan. Jumlah populasi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan jumlah populasi mikroba indegenus sebelum proses sterilisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya proses inokulasi secara aseptik di Laminar Air Flow.

Proses inokulasi diawali dengan melakukan pembuatan kultur sediaan untuk masing masing inokulan Azotobacter. Kultur sediaan masing masing sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam masing masing bahan pembawa dengan cara injeksi, selanjutnya lubang bekas injeksi ditutup sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi. Setiap kemasan diberi label, kemudian larutan inokulan dalam bahan pembawa diratakan hingga homogen dan dimasukkan ke dalam kotak, dan disimpan pada suhu 20C.

3.7.4 Pengujian Viabilitas Inokulan

Pengujian viabilitas inokulan dilakukan pada hari ke-30. Tahapan pekerjaannya dilakukan dengan cara mengambil satu kemasan berisi 10 g bahan pembawa yang berisi 5 ml inokulan, lalu dimasukkan ke dalam 90 ml lartan fisiologis steril dan kemudian di shaker selama 15 menit yang dilanjutkan dengan membuat pengenceran dan diinkubasi selama 24 jam. Pengujian viabilitas inolulsn ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow.

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN

3.8 Populasi Mikroba Indigenus Dalam Bahan Pembawa Kompos 3.8.1 Jumlah Populasi Mikroba pada Bahan PembawaSebelum proses sterilisasi, dilakukan penetapan jumlah populasi mikroba target pada bahan pembawa kompos.Tabel 1. Jumlah Populasi Mikroba dalam Bahan Pembawa Sebelum dan Setelah Sterilisasi. Bahan pembawaSebelum sterilisasi (cfu/g)Setelah sterilisasi (cfu/g)

Autoklaf 1 kali

Autoklaf 2 kali

Co-60 30kGy

Co-60 10kGy

Kompos BATAN5 x 105 300 x 103007 x 103

15 x 103005 x 103

Jumlah populasi mikroba target di dalam bahan pembawa kompos dapat mencapai 105. Jumlah ini tidak tergolong tinggi namun tetap perlu dilakukan sterilisasi tehadap bahan pembawa tersebut. Setelah proses sterilisasi dilakukan dan diadakan pengujian, diketahui bahwa masih terdapat mikroba yang hidup setelah proses sterilisasi dengan autoklaf 1 kali sehingga masih terdapat mikroba yang hidup yang mencapai 300 x 103dan dapat mengganggu pertumbuhan Azotobater di dalam bahan pembawa. Sedangkan pada proses sterilisasi dengan autoklaf 2 kali, didapati hasil yang baik, yaitu tidak ditemukannya mikroba patogen yang bertahan hidup. Kemudian pada proses sterilisasi menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60 30kGy juga didapati hasil yang baik, yaitu tidak ditemukannya mikroba patogen yang bertahan hidup. Namun hal sebaliknya terjadi pada Iradiasi Sinar Gamma Co-60 10kGy yaitu masih ditemukannya mikroba yang mencapai 103 dan dapat mengganggu pertumbuhan Azotobater di dalam bahan pembawa.Pengurangan populasi mikroba indegenus yang sangat tinggi dapat dilihat dari pengaruh proses sterilisasi terhadap ketahanan mikroba di dalam bahan pembawa. Penggunaan metode sterilisasi autoklaf sebanyak 2 kali mampu membunuh semua populasi mikroba yang memanfaatkan panas lembab dengan 121 selama 60 menit yang dilakukan sebanyak 2 kali. Mikroba akan resisten dan berkecambah pada masa inkubasi, sehingga pada masa pemanasan berikutnya sel sel vegetatif dapat dihancurkan. Hal ini dapat merusak mikroba target di dalamnya namun juga dapat merusak sifat bahan pembawa.

Metode sterilisai Iradiasi Sinar Gamma Co-60 30kGy merupakan sterilisasi dingin yang juga mampu mengurangi jumlah populasi mikroba indegenus dengan cara merusak rantai DNA sehingga terjadi kematian sel, mutasi sel, atau transformasi sel. dengan diradiasi sinar Gamma C0-60 dengan panjang gelombang 30kGy. Radiasi Gamma mampu menembus bahan pembawa walaupun dengan pengemasan di dalam kotak. 3.8.2 Inokulan yang Ditambahkan ke dalam Bahan PembawaSejumlah inokulan dari kultur sediaan akan dimasukkan ke dalam bahan pembawa yang sudah disterilisasi. Kultur sediaan tersebut diperbanyak dalam medium cair yang kemudian diinokulasikan ke dalam bahan pembawa. Sebelum proses inokulasi, terlebih dahulu dilakukan penetapan jumlah populasi dari inokulan tersebut. Tabel 2. Jumlah Populasi Inokulan yang Ditambahkan ke dalam Bahan pembawa

InokulanPopulasi (cfu/g)

Azotobacter.45 x 1011

Hasil penetapan jumlah populasi inokulan adalah 45 x 1011 cfu/g Azotobacter. Jumlah tersebut ditambahkan ke dalam bahan pembawa dan merupakan acuan dalam menghitung viabilitas inokulan (Tabel 1).3.9 Pengujian Viabilitas InokulanSatu bulan setelah proses inokulasi, dilakukan pengujian ketahanan mikroba dalam bahan pembawa melalui proses pengujian viabilitas inokulan. Pengujian dilakukan pada hari ke 30 dan 60 setelah penyimpanan. 3.9.1 AzotobacterHasil viabilitas menunjukkan bahwa bahan pembawa kompos yang disterilisasi dengan berbagai metode sterilisasi memiliki jumlah populasi Azotobacter yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan jumlah populasi semula yang ditambahkan.

Tabel 3. Viabilitas Azotobacter dalam Bahan Pembawa Kompos

Metode sterilisasiLama penyimpanan (hari)

Ke-30 (cfu/g)Ke-60 (cfu/g)

Autoklaf 1 kali

(CP 311AB)19 x 101068 x 1011

Autoklaf 2 kali

(CP 312AB)91 x 101020 x 1011

Co-60 30kGy

(CP 3130B)61 x 1010

3 x 1011

Co-60 10kGy

(CP 3110B)46 x 1010

1 x 1011

Keterangan : populasi awal 45 x 1011 cfu/gBahan pembawa kompos yang disterilkan dengan berbagai metode sterilisasi memiliki jumlah populasi yang beragam hingga pengujian viabilitas dari hari ke 30 hingga hari ke 60.

Gambar 1. Jumlah populasi Azotobacter dalam bahan pembawa kompos berdasarkan lama penyimpanan

Populasi Azotobacter dari hari ke 0 hingga hari ke 30 menunjukkan adanya peningkatan yaitu dari 45 x 1011 cfu/g menjadi nilai nilai yang tertera pada tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai macam proses sterilisasi yang dilakukan tersebut berhasil dalam viabilitas AzotobacterBerdasarkan gambar diatas, pada hari ke 30 pertumbuhan Azetobacter yang paling tinggi adalah pada bahan pembawa kompos yang disterilisasi dengan cara 2 kali autoklaf, sedangkan yang terendah adalah dengan proses sterilisasi 1 kali autoklaf. Sterilisasi dengan menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, baik dengan panjang gelombang 10Kgy dan 30Kgy menunjukkan hasil yang tidak terlalu signifikan berbeda jauh. Hal ini sebaliknya terjadi pada sterilisasi autoklaf dimana Azotobacter yang tumbuh lebih banyak jumlahnya bila dengan sterilisasi yang dilakukan sebanyak 2 kali dibandingkan 1 kali.

Penurunan jumlah populasi Azotobacter pada proses sterilisasi autoklaf 1 kali kemungkinan karena masih adanya mikroba patogen yang ada di dalam bahan pembawa setelah proses sterilisasi tersebut, sehingga pertumbuhan dari Azotobacter menjadi terhambat dan terjadi penurunan.

Pada hari ke 60, terjadi hal sebaliknya yaitu dimana Azotobacter yang tumbuh pada bahan pembawa kompos yang disterilisasi 1 kali tumbuh lebih cepat dan banyak dibandingkan dengan yang disterilisasi 2 kali dari hari ke 0 menuju hari ke - 30. Hal ini kemungkinan dikarenakan waktu tersebut merupakan waktu yang efektif bagi Azotobacter tumbuh karena sebelumnya masih terdapat mikroba patogen lain yang mengganggu pertumbuhannya. Sedangkan pada sterilisasi dengan menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, baik dengan panjang gelombang 10Kgy dan 30Kgy menunjukkan hasil yang tidak terlalu signifikan berbeda jauh namun hasilnya cenderung jauh lebih menurun dan sedikit dari hari ke 30.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan Proses sterilisasi yang berbeda beda terhadap bahan pembawa kompos memberikan keefektifan yang berbeda pula dalam mengurangi populasi mikroba indegenus. Proses sterilisasi dengan cara autoklaf 2 kali dan Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dengan panjang gelombang 30kGy memiliki efektifitas yang terbaik karena mendapatkan hasil 0 untuk mikroba patogen.3.2 Saran

Informasi lebih lanjut mengenai ketahanan mikroba perlu diteliti kembali dengan cara melanjutkan pengujian viabilitas inokulan hingga lebih dari 60 hari. Keefektifan inokulan dapat dilihat melalui pengujian inokulan yang diaplikasikan pada tanaman.

Untuk hasil viabilitas Azotobacter yang lebih baik perlu dipastikan tidak adanya mikroba lain sehingga tidak mengganggu pertumbuhan Azotobacter tersebut dan mendapat hasil yang sempurna. DAFTAR PUSTAKAAlexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. Second Edition. Wiley Eastern Limited. New Delhi.

Priyanti M. Si

NIP. 19750526200012

Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud.

NIP. 196940420050120005