laporan praktek kerja lapangan di aptek sanafarma 2

50
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI APOTEK SANAFARMA 2 TAHUN AKADEMIK 2012-2013 Oleh : AJI NUR AKBAR 2404109004 PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GARUT 2012

Upload: aji-nur-akbar

Post on 03-Jan-2016

141 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI APOTEK SANAFARMA 2

TAHUN AKADEMIK 2012-2013

Oleh :

AJI NUR AKBAR

2404109004

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GARUT

2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI APOTEK SANAFARMA 2

TAHUN AKADEMIK 2012-2013

Garut, Mei 2013

Oleh :

AJI NUR AKBAR

2404109004

Disetujui oleh :

Pembimbing Pembimbing

(Apotek SANAFARMA 2) (UNIGA FMIPA)

Aceng Nunu N, S.Si.,Apt Dang Soni, S.Si

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya, khususnya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan di Apotek

Sanafarma 2. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW

dan seluruh hamba yang dimuliakan olehnya.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan Program Studi S1

Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Garut.

Dalam penulisan laporan ini, penulis menemui kesulitan-

kesulitan, karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-

dalamnya karena telah banyak membantu dan memberi bimbingan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan Praktek

Kerja Lapangan ini, diantarnya kepada :

1. Keluarga yang telah memberikan dukungan baik secara

moril maupun materil sehingga laporan ini terselesaikan.

2. Seluruh staf dosen dan karyawan di Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut.

3. Aceng Nunu Nurodin, S.Si.,Apt. Selaku Apoteker

Pengelola Apotek Sanafarma 2.

i

4. Dang Soni, S.Si. Selaku dosen pembimbing dari Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Garut.

5. Seluruh staf dan karyawan Apotek Sanafarma 2.

6. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2009 di Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Garut.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dengan

pahala yang berlipat ganda serta laporan ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi semua pembaca umumnya, Amin.

Garut, Mei 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................vii

PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar Belakang.........................................................................1

B. Tujuan PKL.............................................................................. 2

C. Waktu dan Tempat PKL................................................ .......... 2

BAB

I TINJAUAN UMUM APOTEK.................................................. 3

1.1 Pengertian Apotek.........................................................3

1.2 Tugas dan Fungsi Apotek.............................................3

1.3 Persyaratan Apotek.......................................................4

1.4 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek......................6

1.5 S.I.A (Surat Izin Apoteker).............................................6

1.5.1 Perubahan S.I.A (Surat Izin Apoteker)...............8

1.5.2 Pencabutan Surat Izin Apoteker (SIA)................8

1.6 Pengelolaan Apotek......................................................9

1.6.1 Bidang Pelayanan Kefarmasian.........................9

iii

1.6.2 Bidang Administrasi dan Keuangan.................10

1.6.3 Bidang Ketenagakerjaan..................................11

1.6.4 Bidang Material................................................12

1.6.5 Bidang Informasi Obat......................................13

1.7 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropik.......................14

1.7.1 Surat Pesanan Narkotika dan Psikotropik........14

1.7.2 Resep Narkotika dan Psikotropik.....................14

1.7.3 Laporan Narkotika dan Psikotropik...................15

1.8 Perundang-Undangan Mengenai Apotek....................16

II TINJAUAN KHUSUS APOTEK SANAFARMA 2..................18

2.1 Sejarah Apotek Sanafarma 2......................................18

2.2 Lokasi dan Tata Ruang...............................................18

2.3 Struktur Organisasi......................................................19

2.4 Tugas dan tanggung Jawab Personalia......................19

2.4.1 Kepala Apotek..................................................19

2.4.2 Pemegang Kas.................................................20

2.4.3 Asisten Apoteker..............................................20

2.5 Pengolahan Pembekalan Farmasi..............................20

2.5.1 Perencanaan....................................................20

2.5.2 Pengadaan.......................................................21

iv

2.5.3 Penyimpanan....................................................21

2.5.4 Pelaporan.........................................................21

2.5.5 Pemesanan......................................................22

2.5.6 Pendistribusian.................................................22

III HASIL KEGIATAN PKL........................................................24

IV TUGAS KHUSUS..................................................................27

4.1 Definisi.........................................................................27

4.2 Patofisiologi.................................................................27

4.3 Manifestasi Klinik.........................................................28

4.4 Terapi Pengobatan......................................................28

4.4.1 Terapi Non-Farmakologi...................................28

4.4.2 Terapi Farmakologi...........................................28

4.5 Farmakologi Obat Antihipertensi.................................29

4.5.1 Diuretik.............................................................29

4.5.2 Inhibitor Angiostensin-Converting Enzyme.......30

4.5.3 Penghambat Reseptor Angostensin II (ARB)...30

4.5.4 Penghambat Saluran Kalsium (CCB)...............30

4.5.5 Bloker...............................................................31

4.5.6 Reserpin...........................................................31

4.5.7 Penghambat Reseptor α1.................................31

v

4.5.8 Antagonis α2 – Pusat........................................31

4.6 Evaluasi Hasil Terapi...................................................32

V PEMBAHASAN.....................................................................33

VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................42

6.1 Kesimpulan..................................................................35

6.2 Saran...........................................................................35

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................36

LAMPIRAN.......................................................................................37

vi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Format Resep Dokter……………………………..........………37

2. Format Copy Resep………………………………….......……..38

3. Fformat Obat Menyusul…………………………..........……….39

4. Format Surat Pesanan Narkotika……………................……..40

5. Etiket Obat Luar dan Obat Dalam………………….............…41

6. Format Kartu Stok Gudang…………………………...............42

vii

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara berkembang dimana dunia kesehatan

sangat berperan penting dalam kemajuan zaman di negara ini. Dunia

kesehatan di Indonesia sudah mengalami kemajuan dengan adanya

teknologi penunjang kesehatan untuk pelayanan yang setingi-tingginya.

Peran dan fungsi kefarmasian khususnya pelayanan kefarmasian di

apotek masih belum begitu dirasakan oleh masyarakat. Salahsatu

penyebabnya yaitu mutu pelayanan yang diberian oleh tenaga farmasi di

apotek masih belum optimal. Untuk meningkatkan mutu pelayanan

kefarmasian di apotek ini, salahsatu langkah dan upaya yang dilakukan

adalah peran serta sarjana farmasi di apotek.

Hal-hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa para sarjana

farmasi memiliki latar belakang pendidikan kefarmasian. Maka untuk

merealisasikannya di masyarakat khususnya di apotek, sarjana farmasi

harus memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang

memadai sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan

baik.

Berkaitan dengan hal-hal diatas maka pendidikan Program S1 Farmasi

Universitas Garut menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

selama satu bulan. Dengan kegiatan ini diharapkan mahasiswa/i dapat

lebih memahami dan mengimplementasikan secara teoritis dengan di

lapangan yang meliputi : peracikan, manajemen, administrasi, pelayanan

resep, komunikasi dengan pasien dan pendistribusian obat

B. Tujuan Praktek Kerja Lapangan

Tujuan diadakannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk

menambah wawasan dan keterampilan serta ketelitian dalam bidang

kefarmasian. Selain itu juga dapat memahami proses pengelolaan apotek

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku

dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia. Serta dapat

menciptakan tenaga kerja yang terlatih dan profesional.

C. Waktu dan Lokasi Praktek Kerja Lapangan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan pada tanggal 18 juni

2012 sampai dengan 14 juli 2012 yang bertempat di Apotek Sanafarma 2

di komplek Rumah Sakit Umum Daerah dr.Slamet Garut.

BAB I

TINJAUAN UMUM APOTEK

1.1 Pengertian Apotek

Ada beberapa definisi mengenai apotek yaitu berdasarkan :

a. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 bahwa Apotek

merupakan sarana ataupun tempat dimana dilakukannya pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran pembekalan farmasi, mengenai

pembuatan, pengolahan, peracikan pengubahan bentuk,

pencampuran bahan obat dengan bahan obat lainnya, juga

pembekalan kesehatan kepada masyarakat yang mengalami

penyakit dideritanya.

b. Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 Apotek adalah

suatu tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran obat kepada masyarakat.

c. Menurut undang-undang No. 1332 Tahun 2002 Apotek adalah

tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

pembekalan kepada masyarakat. Pembekalan kesehatan adalah

semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan.

1.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas dan fungsi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25

Tahun 1980 Pasal 2. Apotek memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan

sumpah.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan,

bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur farmasi yang harus menyalurkan obat yang

diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

d. Tugas lain : distribusi dan informasi obat, pengamatan pelaporan

khasiat obat, pelaporan narkotika dan Obat Keras Tertentu (OKT).

1.3 Persyaratan Apotek

Menurut kepmenkes RI No.278/Menkes/SK/V/1981 meliputi :

a. Luas bangunan minimal 50 m2 terdiri dari :

Ruang tunggu, ruang racik, administrasi dan ruang kerja apoteker,

laboratorium, penyerahan obat, penyimpanan obat, pencucian alat,

kamar mandi dan toilet.

b. Bangunan Apotek

Atap terbuat dari genteng/sirap.

Dinding harus kuat, tahan air, permukaan rata, mudah dibersihkan.

Langit-langit tidak mudah rusak dan harus berwarna terang.

Memiliki ventilasi dan sistem sanitasi yang baik.

c. Alat administrasi

Seperti blanko SP, blanko narkotika, faktur, copy resep, kwitansi,

kartu stok, perundang-undangan tentang apotek.

d. Tenaga kesehatan

Apoteker Pengelola Apotek (APA).

Assisten Apoteker.

Perkarya.

e. Perlengkapan lain

Penerangan, sumber air dan pemadaman minimal ada dua.

Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan,

mortir, gelas ukur dll.

Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi,

seperti lemari obat dan lemari pendingin.

Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika.

Wadah pengemas dan pembungkus dalam berbagai ukuran, etiket

dan plastik pengemas.

Papan nama yang memuat nama apotek, nama Apoteker

Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, alamat apotek dan nomor

telepon apotek, papan nama ini biasanya berukuran 40 x 60 cm.

Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta

kumpulan peraturan per-UU yang berhubungan dengan apotek.

Menurut Keputusan Menteri kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002,

disebutkan bahwa sebuah apotek harus memiliki persyaratan sebagai

berikut :

Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang

bekerjasama dengna pemilik sarana yang telah memenuhi

persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk

sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan

milik sendiri atau milik pihak lain.

Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan

pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain

diluar sediaan farmasi.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian apotek

adalah :

Lokasi dan tempat, jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan,

namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan

pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan

kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan

lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan

kendaraan.

Bangunan dan kelengkapan, bangunan apotek harus mempunyai

luas dan memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara

mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi.

1.4 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek

Untuk menjadi apoteker pengelola apotek, harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

a. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.

b. Telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.

c. Memiliki SIK dari menteri.

d. Sehat fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai

apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi

apoteker pengelola apotek di apotek lain.

1.5 S.I.A (Surat Izin Apoteker)

Surat izin apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI

kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana

apotek untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu.Wewenang

pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri kesehatan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan

izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri

Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi.

Sesuai dengan keputusan Menkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal

7 dan 9 tentang ketentuan dan Tata Cara Pemberian Apotek, yaitu :

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala kantor Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6

hari setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis

kepada Kepala balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat

terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau kepala Balai POM

selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis

dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota melaporkan hasil

pemeriksaan.

d. Dalam hal pemeriksaan dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan,

apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

melakukan kegiatan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan

setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi.

e. Dalam jangka 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan

sebagaimana ayat (3) atau persyaratan ayat (4). Kepala Dinas

Kesehatan setempat mengeluarkan surat ijin apotek.

f. Dalam hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan setempat atau

kepala Balai POM dimaksud (3) masih belum memenuhi syarat

Kepala Dinas kesehatan setempat dalam waktu 12 hari kerja

mengeluarkan surat penundaan.

g. Terhadap surat penundaan sesuai dengan ayat (6), apoteker

diberikan kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum

dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan sejak tanggal

surat penundaan.

h. Terhadap permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan

sesuai pasal (5) dan atau pasal (6), atau lokasi apotek tidak sesuai

dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Dinas

setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja

wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-

alasannya.

1.5.1 Perubahan S.I.A (Surat Izin Apoteker)

Berdasarkan kepemimpinan Direktorat Jendral POM

No.02401/A/SK/X/1990nkemungkinan adanya permasalahan dalam

mendirikan apotek sehingga terjadi hal seperti berikut :

a. Terjadinya pergantian nama Apotek.

b. Terjadinya perubahan alamat apotek tanpa pemindahan lokasi.

c. Surat Izin Apotek (SIA) hilang atau rusak.

d. Terjadi pergantian Pemilik Sarana Apotek (PSA).

e. Terjadi karena Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Apotek (SIA)

dicabut.

f. Terjadi pemindahan lokasi apotek tanpa izin.

g. Terjadi pergantian apoteker tanpa izin.

h. Apoteker Pengelola Apotek (APA) meninggal dunia.

1.5.2 Pencabutan Surat Izin Apoteker (SIA)

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota bandung No.1 tahun 2002 surat izin

dicabut karena :

a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) tidak lagi memenuhi syarat yaitu

:

Apoteker Pengelola Apotek adalah warga negara Indonesia.

Memiliki Surat Izin Apotek.

Mendapatkan rekomendasi IAI.

Tidak kerja di perusahaan farmasi atau menjadi Apoteker

Pengelola Apotek lain.

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban.

c. Apoteker Pengelola Apotek hadir berhalangan lebih dari 2 tahun.

d. Terjadi pelanggaran perundang-undangan.

e. Surat Izin Apotek atau rekomendasi ISFI dicabut.

f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat pelanggaran undang-undang

dibidang obat.

g. Apotek tidak lagi memenuhi syarat.

1.6 Pengelolaan Apotek

Pengelolaan apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan

oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam rangka tugas dan

fungsi apotek meliputi bidang Pelayanan Kefarmasian, bidang administrasi

dan keuangan, bidang material, bidang ketenagakerjaan serta

pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan lain di bidang farmasi.

1.6.1 Bidang Pelayanan Kefarmasian

Berdasarkan Permenkes RI No.922 Tahun 1993 pengelolaan

apotek bidang pelayanan kefarmasian meliputi:

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pencampuran,

penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyimpanan

perbekalan farmasi lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dokter hewan yang

sepenuhnya tanggung jawab APA. Dalam melayani resep, apoteker

wajib melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya sesuai dengan

tanggung jawab dan keahlian profesinya dengan mengutamakan

kepentingan masyarakat. Apoteker wajib memberikan informasi

tentang penggunaan obat secara aman dan rasional kepada

pasien.Apotek harus menyediakan diantaranya yaitu obat wajib

apotek obat keras yang dapat diserahkan apoteker kepada pasien

tanpa resep dokter, obat bebas, obat bebas terbatas.

Menurut Permenkes RI No. 919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, kriteria

obat yang dapat diserahkan tanpa resep yaitu:

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita

hamil, pada anak dibawah usia 2 tahun dan pada orang tua

diatas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud memberikan resiko

pada kelanjutan penyakit.

c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang

harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya

tinggi di Indonesia.

e. Obat dimaksud memiliki resiko khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

1.6.2 Bidang Administrasi dan Keuangan

Bidang administrasi meliputi pengelolaan dalam hal pengadaan,

peracikan, penyimpanan, keuangan dan pemusnahan perbekalan

farmasi. Disamping itu, apotek wajib melakukan administrasi

khusus mengenai penggunaan obat narkotika dan

psikotropika.Pengelolaan keuangan memerlukan perencanaan

yang baik dan cermat sehingga dapat berjalan dengan lancar dan

modal terus berputar.

Penentuan harga obat diatur dalam Kepmenkes RI

No.208/Menkes/SK/sk/1981, tentang ketentuan dan tata cara

pengelolaan apotek adalah :

a. Harga obat dan perbekalan kesehatan dibidang farmasi lainnya

serta jasa di apotek ditetapkan serendah mungkin tanpa

mengorbankan mutu pelayanan serta kelancaran pelaksanaan

tugas dan fungsi apotek.

b. Harga obat dan perbekalan kesehatan dibidang farmasi lainnya

serta jasa di apotek ditentukan berdasarkan struktur harga.

c. Struktur harga yang dimaksud dalam ayat 2, ditentukan oleh

menteri, Dirjen atau usul panitia.

d. Panitia yang dimaksud dalam ayat 3 ditentukan oleh menteri,

Dirjen yang anggotanya terdiri dari mereka yang mewakili

Direktur Pengawasan Obat dan Makanan, prosedur obat dan

badan lain yang dianggap perlu.

1.6.3 Bidang Ketenagakerjaan

Tenaga kerga di apotek ada 2 macam yaitu tenaga kerja farmasi

yang harus memiliki SIK dan visum serta non farmasi yang terkena

peraturan dari Departemen Tenaga Kerja yang berdasarkan

undang-undang No.14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok

mengenai tenaga kerja.

a. Tenaga kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan dan memiliki keterampilan dan kemampuan

melalui pendidikan dibidang kesehatan dan memerlukan

kewenangan.

b. Tenaga farmasi terdiri dari :

APA (Apoteker Pengelola Apotek).

.Apoteker pendamping.

Asisten apoteker.

c. Tenaga kerja non farmasi :

Tenaga administrasi.

Tenaga administrasi keuangan.

Kasir.

Juru resep.

Pekarya.

1.6.4 Bidang Material

Yang dimaksud bidang material dalam pengelolaan apotek adalah

meliputi perbekalan farmasi, wadah, pengemasan dan

pembungkus, etiket dan alat administrasi, perlengkapan apotek dan

bangunan.Tugas apotek dalam pengelolaan bidang material

meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, penyimpanan,

penyaluran dan pemusnahan, pemusnahan perbekalan farmasi

meliputi obat yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan atau

dilarang beredar dan resep-resep yang sudah disimpan selama 3

tahun, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara

lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Sebelum dilakukan pemusnahan, APA terlebih dahulu harus

melaporkan secara tertulis kepada Kanwil Depkes mengenai nama

apotek, nama APA, perincian perbekalan farmasi yang akan

dimusnahkan, rencana tanggal dan tempat pemusnahan, serta cara

pemusnahannya. Kemudian Kanwil Depkes akan menunjuk BPOM

untuk menyaksikan pemusnahan yang dimaksud. Pemusnahan

dilakukan oleh APA atau apoteker pengganti dibantu sekurang-

kurangnya oleh satu orang petugas apotek dan disaksikan petugas

BPOM dengan membuat berita acara pemusnahan.Perlengkapan

apotek diantaranya alat-alat untuk peracikan, pengolahan,

pembuatan, pengemasan dan pembungkus, etiket, peralatan

administrasi seperti komputer, cash register, tempat penyimpanan

khusus untuk obat narkotika, blanko pesanan obat, copy resep,

kartu stok, buku wajib apotek seperti Farmakope Indonesia, ISO

Indonesia, MIMS, dan lain-lain.

Dalam hal bangunan apotek harus mempunyai luas secukupnya,

memenuhi persyaratan teknis yaitu dinding harus kuat dan tahan

air, langit-langit terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak, atap

tidak boleh bocor dan lantai tidak boleh lembab, mempunyai

ventilasi dan sanitasi yang baik.

1.6.5 Bidang Informasi Obat

Bidang pelayanan informasi yang dimaksud meliputi:

a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi

lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga

kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat,

keamanan, bahaya, dan atau mutu obat serta perbekalan

farmasi lainnya.

c. Dalam rangka peningkatan kemampuan masyarakat dalam

pengobatan sendiri perlu memberikan pelayanan informasi,

komunikasi dan edukasi terhadap obat keras yang dapat

diserahkan tanpa resep dokter.

d. Pelayanan informasi mengenai KB berupa pembinaan dan

penganggulangan efek samping obat atau alat kontrasepsi,

pengembangan dan pemantapan pola pemakaian kontrasepsi

nasional.

1.7 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropik

Pengelolaan golongan obat narkotika dan psikotropika diantaranya, yaitu:

1.7.1 Surat Pesanan Narkotika dan Psikotropik

Pemesanan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan SP (Surat

Pesanan) khusus, SP narkotika dan psikotropika ini ditandatangani

oleh APA (Apoteker Pengelola Apotek) dengan mencantumkan

nama, no SIK dan stempel apotek. Setiap satu surat pesanan

narkotika dan psikotropika berlaku untuk satu jenis obat. Bukti

penerimaan narkotika & psikotropika harus ditandatangani oleh

apoteker dan masing-masing disimpan dalam lemari khusus yang

dilengkapi kunci.

1.7.2 Resep Narkotika dan Psikotropika

Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika dicatat nomor

resepnya, nama dan alamat pasien, nama dan alamat dokter serta

jumlah obat yang diresepkan, diberi garis merah untuk narkotika

dan garis biru untuk psikotropika (resep dipisahkan). Obat narkotika

yang keluar dicatat dalam kartu stok dan buku pengeluaran

narkotika ( no, tanggal, nama obat, no resep, jumlah obat, nama

dokter, nama dan alamat pasien). Kemudian dibuat laporan

pemakaian narkotika & psikotropika (tiap bulan). Apotek dilarang

mengulang penyerahan narkotika atas dasar resep yang sama dari

seorang dokter atau atas dasar salinan resepnya. Sedangkan

psikotropika boleh diberikan copy resepnya.Apotek wajib menyusun

dan mengirimkan laporan bulanan mengenai pemasukan dan

pengeluaran narkotika & psikotropik kepada dinas kesehatan

setempat.

1.7.3 Laporan Narkotika dan Psikotropika

Laporan narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan yang

terdiri dari 3 lembar yaitu surat pengantar laporan penggunaan

narkotika & psikotropika yang ditandatangani oleh apoteker.

Laporan narkotika ditujukan kepada :

Penanggung jawab narkotika dari PT. Kimia Farma.

Dinas Kesehatan.

Balai POM.

Dinas Kesehatan Kabupaten.

Berdasarkan Kepmenkes RI No.28/Menkes/PER/I/1978 tempat

penyimpanan khusus untuk narkotika di apotek & rumah sakit harus

memenuhi syarat diantaranya yaitu :

Dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat dan

harus dapat dikunci (ukuran 40x80x100cm).

Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian

pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan

garam-garamnya serta persediaan narkotika bagian kedua

untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.

Bila tempat penyimpanan khusus tersebut berupa lemari

berukuran kurang dari 40x80x100cm maka harus ditempel

dengan kuat pada tembok atau lantai.

Kunci harus dikuasai oleh penanggungjawab lain yang

dikuasakan.

Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang

lain selain narkotika kecuali ditentukan oleh menteri kesehatan.

Tempat penyimpanan harus aman dan tidak terlihat umum.

Sedangkan penyimpanan untuk golongan psikotropika

dilakukan secara terpisah dari obat lainnya untuk memudahkan

pengawasan dan pelaporan.

1.8 Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat

yang diatur dalam :

a. Undang – undang No. 36 tahun 2009, tentang Kesehatan.

b. Undang – undang No. 35 tahun 2009, tentang Narkotika.

c. Undang – undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotrpika.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/

Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin

Apotek.

e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 mengenai Apotek.

f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/Menkes/

Per/V/2011 tentang Registrasi Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga

Kefarmasian.

g. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian.

h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1027/Menkes/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek.

i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/Menkes/ SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993.

j. Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 31 Tahun 2001 tentang

Retribusi Perizinan sarana Pelayanan Kesehatan.

k. Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 27 tahun 2000 tentang

Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah dan Sekretariat DPRD

Kabupaten Garut.

Perundang – undangan diatas baik undang – undang lama ataupun

undang – undang baru saling berhubungan satu sama lain dalam hal

komunikasi, informasi dan edukasi sangat kaitannya, dimana dalam hal

profesi kefarmasian dibidang apotek. Peraturan mengenai obat wajib

apotek dapat diberikan tanpa resep dengan memberikan informasi tentang

penggunaan obat tersebut.komunikasi mengenai pelarangan penggunaan

obat narkotika dan psikotropika, hal ini dilakukan untuk menghindari

penyalahgunaan obat, juga memberikan pengetahuan mengenai informasi

obat.

BAB II

TINJAUAN KHUSUS APOTEK SANAFARMA 2

2.1 Sejarah Apotek Sanafarma 2

Apotek Sanafarma 2 didirikan pada tanggal 24 Desember 2010 dan mulai

dibuka pada tanggal 03 Januari 2011.Apotek Sanafarma ini adalah unit

usaha dari PT. BHAKTI MEDIKA SEJAHTERA. Apotek Sanafarma 2

bekerja sama dengan PT.Askes, sehingga Apotek Sanafarma 2

mempunyai segmentasi pasien atau konsumen tetap yaitu peserta askes

yang meliputi para Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pensiunan, Tentara

Nasional Indonesia (TNI).

2.2 Lokasi dan Tata Ruang

Apotek Sanafarma 2terletak di RSU.dr.Slamet, Garut. Bangunannya

terletak pada area yang cukup luas, dilengkapi dengan ruang tunggu

pasien yang memadai. Bangunan ruang terdiri dari ruang administrasi,

ruang peracikan, ruang tunggu pasien, ruang penyimpanan obat golongan

Obat Keras Tertentu (OKT), Wc.

2.3 Struktur Organisasi

2.4 Tugas dan Tanggung Jawab Personalia

Karyawan Apotek Sanafarma 2 bekerja dari jam 08.00-17.00 untuk rawat

jalan dan rawat inap 24 jam. Untuk efisiensi dan aktivitas kerja, maka

Apoteker Pengelola

Apotek

Koordinator

Pelayanan

p

Asisten Pelayanan

Bagian

Pembelian Bagian

Gudang

Bagian

Penagihan

Bagian

Kuangan

dilakukan pembagian tugas untuk masing-masing bagian dalam kegiatan

kerja apotek yaitu :

2.4.1 Kepala Apotek

Tugas dan tanggung jawabnya adalah memimpin seluruh kegiatan

apotek, mengatur, melaksanakan dan mengawasi seluruh bidang

administrasi, membayar pajak yang berhubungan dengan

perapotekan, mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat

memberikan hasil yang seoptimal mungkin sesuai dengan rencana

kerja yaitu dengan cara meningkatkan omzet dan menekan sejauh

mungkin biaya-biaya operasional serta melakukan kegiatan

pengembangan apotek.

2.4.2 Pemegang Kas

Tugas dan tanggung jawabnya adalah menerima semua

pembayaran atas penjualan tunai, menganslag semua bon/faktur,

menerima dan menyimpan uang berdasarkan buku kas penerimaan

barang dan mengeluarkan uang atas bukti kas dengan persetujuan

pimpinan apotek.

2.4.3 Asisten Apoteker

Tugas dan tanggung jawabnya adalah melayani resep dan

menyusun buku defecta setiap hari dan memelihara buku harga

sehingga up to date, mengontrol persediaan obat dilemari/tempat

obat, menata etalase dan persediannya, mengerjakan pembuatan

obat dan memnuat laporan harian keluar masuknya OKT.

2.5 Pengolahan Pembekalan Farmasi

Pengolahan Pembekalan farmasi di apotek pada dasarnya meliputi

pengadaan, penyimpanan dan pengendalian persediaan.

2.5.1 Perencanaan

Perencanaan pembelian obat di apotek Sanafarma 2 didasarkan

pada pola penyakit dan pola peresepan yang ada di RSUD dr.

Slamet, Garut.

2.5.2 Pengadaan

Penggadaan obat di Apotek Sanafarma 2 berdasarkan standarisasi

dari Askes dan obat-obat tersebut memiliki harga khusus, karena

perusahaan Farmasi telah melakukan negosiasi dengan askes.

2.5.3 Penyimpanan

Di apotek Sanafarma 2memiliki tempat khusus untuk penyimpanan

narkotika yang memenuhi persyaratan, yaitu :

Lemari penyimpanan obat dibuat dari kayu.

Lemari narkotika selalu disertai kunci ganda.

Dibagi 2,masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1

digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-

garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan

untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.

Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain

selain narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.

Penyimpanan obat berdasarkan system FIFO (First In First Out).

Penyimpanan obat berdasarkan Alfabetis.

Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaan,yaitu padat,

semi padat dan cair.

2.5.4 Pelaporan

Apotek menyimpan resep yang berisi narkotika disimpan terpisah

dan digaris tinta merah laporan berkala tiap bulannya, dan paling

lambat dilaporkan tanggal 10 setiap berikutnya secara elektronik

dengan tembusan ke Balai Besar POM Provinsi setempat dan

sebagai arsip.

2.5.5 Pemesanan

Pemesanan obat di Apotek Sanafarma 2 :

a. Obat Reguler

Apotek memesan obat regular berdasarkan buku defecta

dan buku kekosongan obat.

b. Obat Narkotika atau Psikotropika

Apotek memesan Narkotika ke PBF yang ditunjuk dengan

menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh

Apoteker Pengelola Apotek dengan dilengkapi nama jelas,

nomor SIK, SIPA dan stempel apotek, dimana satu lembar

Surat Pesanan hanya untuk satu macam narkotika saja.

c. Surat pemesanan

Regular dan Psikotropika :

- Surat pemesanan regular dan psikotropik dibuat rangkap 3.

- Putih ke PBF.

- Kuning ke Askes.

- Merah ke arsip apotek

Narkotika :

- Surat pemesanan narkotika dibuat 4 rangkap.

- 2 rangkap ke PBF, 1 rangkap ke ASKES.

- 1 rangkap arsip apotek .

2.5.6 Pendistribusian

Pasien menyerahkan resep ke Askes terlebih dahulu untuk

melegalisir dan mengambil nomor urut pengambilan obat.

Pengecekan kelengkapan resep.

Pengentrian resep untuk penagihan ke ASKES.

Pemberian etiket yang berisi : Nomor, tanggal, nama, dosis,

dan cara penggunaannya.

Melayani obat sesuai resep dan meracik jika ada racikan.

Dicek ulang oleh Apoteker atau Asisten Apoteker.

Penyerahan obat sesuai dengan nomor urut.

Memberikan petunjuk penggunaan obat kepada pasien

disertai pemberian informasi obat oleh apoteker atau asisten

apoteker.

BAB III

HASIL KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Sanafarma 2,

dilaksanakan selama satu bulan dimulai 18 Juni – 14 Juli 2012. Kegiatan

ini bertujuan untuk menambah wawasan dan keterampilan serta ketelitian

dalam bidang kefarmasian. Selain itu juga dapat memahami proses

pengelolaan apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan

etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat di

Indonesia. Serta dapat menciptakan tenaga kerja yang terlatih dan

profesional.

Selama satu minggu pertama, kegiatan PKL dimulai dengan

perkenalan terhadap staf apotek, observasi ruangan apotek yaitu

mengetahu penempatan dan penyimpanan obat (disusun secara

alphabetis), gudang stok obat, penempatan lemari OKT (Obat Keras

Tertentu), serta pengenalan pembacaan resep dokter.

OKT (Obat Keras Tertentu) ditempatkan terpisah dari obat-obat

lain. Obat ini termasuk golongan obat keras sehingga penyimpanannya

harus terlindungi karena obat ini bekerja pada sistem saraf yang dapat

menimbulkan ketergantungan.

Sistem pemesanan obat kepada PBF dilakukan secara kredit

selama jangka waktu 1 bulan. Keuangan seluruh apotek dipegang oleh

seorang asisten apoteker yang melaporkannya ke staf gudang dan

dilaporkan kepada PSA (Pemilik Sarana Apotek)

Setiap resep yang terdapat OKT dicatat dalam buku yang khusus

untuk OKT, diarsipkan (bukti resep) secara terpisah dengan obat lain.

Kemudian setiap bulan dilaporkan pada Dinas Kesehatan. Hal ini

dilakukan untuk pemantaun penggunaan OKT sehingga tidak terjadi

penyalahgunaan obat tersebut oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Penjelasan alur pelayanan resep di Apotek Sanafarma 2 yaitu :

1. Resep dari dokter diberikan kepada pasien

2. Pasien memberikan resep kepada bagian administratif PT.ASKES

a. Pasien Kredit/Jamsostek/Askes

Pasien diminta kartu askes

Dilakukan pengecekan ketersediaan obat-obatan askes

3. Pasien diberi nomor antrian

4. Resep diberikan kepada staf apotek untuk pengecekan obat-obatan

yang khusus askes. Resep diberikan kepada juru resep, kemudian

dilakukan pengerjaan resep yang terdiri dari pengambilan obat

sesuai dengan yang tertulis dalam resep, emberian etiket dan

pengecekan ulang.

5. Jika ada satu obat yang persediaannya di apotek tidak ada (habis),

juru resep melakukan konfirmasi dengan dokter untuk mengganti

obat tersebut atau diberikan copy resep untuk membelli obat

tersebut di apotek lain.

6. Penyerahan dan pemberian informasi obat kepada pasien.

7. Pengarsipan resep (OKT, Non OKT, OTC, dll)

Pada pelaksanaan PKL (Praktek Kerja Lapangan) yang telah

dilakukan penulis selama satu bulan, kegiatan yang telah dilakukan ialah

sebagai berikut :

Menyalin faktur pembelian

Mengisi kartu stok barang terhadap barang yang masuk

Pengisisan obat kedalam etiket yang telah diberi no, tanggal resep

,nama pasien dan aturan pakai dan nama obat

Mencatat pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan pada kartu stoknya

Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

Menyiapkan dan meracik obat

Labelisasi kemasan obat

Menulis copy resep

Pada akhir bulan membantu stock of name

Menulisobat menyusul apabila ada obat yang tersedia sesuai

resep.

Melayani resep pasien rawat jalan

Melayani resep pasien rawat inap

Menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan informasi obat

BAB IV

TUGAS KHUSUS

PENYAKIT HIPERTENSI

4.1 Definisi

Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri

yang persisten. Penderita dengan Tekanan Darah Diastoltik (TDD) kurang

dari 90 mm Hg dan Tekanan Darah Sistolik (TDS) lebis besar sama

dengan 140 mm Hg mengalami hipertensi sistolik terisolasi. Krisis

hipertensi (tekanan darah diatas 180/120 mm Hg) dapat dikategorikan

sebagai hipertensi darurat (meningkatnya tekanan darah akut atau disertai

kerusakan organ) atau hipertensi gawat (beberapa tekanan darah

meningkat tidak akut).

4.2 Patofisiologi

Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan

oleh penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme

patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau

esensial). Hipertensi sekunder bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi,

pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau

renovascular. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder

antara lain pheochromocytoma, sindrom cushing, hipertiroid,

hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif sleep apnea, dan

kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah

adalah kortikostiroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non Steroid),

amphetamine, silburatmin, siklosporin, tacrolimus, erythropoietin, dan

venlafaxine.

4.3 Manifestasi Klinik

Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak

disertai gejala, penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu

penyakit.

4.4 Terapi Pengobatan

Terapi pengobatan penyakit hipertensi dibagi 2 bagian yaitu terapi

non-farmakologi dan terapi farmakologi.

4.4.1 Terapi Non-Farmakologi

Modifikasi pola hidup berikut berguna untuk menurunkan TD pada

penderita hipertensi, meningkatkan efek AH, mencegah

peningkatan TD pada mereka dengan TD normal tinggi dan

mengurangi risiko kardiovaskular secara keseluruhan :

a. Menurunkan berat badan bila gemuk.

b. Latihan fisik (aerobik) secara teratur.

c. Mengurangi makanan garam menjadi ˂ 2,3 g natrium atau ˂ 6

g NaCl sehari.

d. Makan K, Ca dan Mg yang cukup dari diet.

e. Membatasi minum alkohol (maksimal 10-30 mL etanol sehari).

f. Berhenti merokok serta mengurangi makan kolesterol dan

lemak jenuh untuk kesehatan kardiovaskular secara

keseluruhan.

4.4.2 Terapi Farmakologi

Pemilihan obat tergantung pada derajat meningkatnya

tekanan darah dan keberadaan compelling indications.

Kebanyakan penderita hipertensi tahap 1 sebaiknya terapi diawali

dengan diuretik thiazide. Penderita hipertensi tahap 2 pada

umumnya diberikan terapi kombinasi, salah satu obatnya duiretik

thiazide kecuali terdapat kontraindikasi.

4.5 Farmakologi Obat Antihipertensi

Golongan dan farmakologi obat antihipertensi, yaitu :

4.5.1 Diuretik

i) Thiazide

Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani

hipertensi, golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan

tekanan darah. Penderita dengan fungsi ginjal yang kurang

baik Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) diatas 30 mL/menit,

thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk

menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi

ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka diuretik

jerat henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari

peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan

mempengaruhi tekanan darah arteri.

ii) Diuretik Hemat Kalium

Diuretik hemat kalium merupakan antihipertensi yang lemah

jika digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila

diuretik dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium

thiazide atau jerat henle. Diuretik hemat kalium dapat

mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan

oleh diuretik lainnya.

iii) Antagonis Aldosteron

Antagonis aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga

tetapi lebih berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset

aksi yang lama (hingga 6 minggu dengan spironolakton).

4.5.2 Inhibitor Angiostensin-Converting Enzyme (ACE)

ACE membantu produksi angiostensin II (berperan penting

dalam regulasi tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada

beberapa jaringan dan ada pada beberapa tipe sel yang berbeda

tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial.

4.5.3 Penghambat Reseptor Angiostensin II (ARB)

Angiostensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiostensin

(termasuk ACE) dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim

lain seperti chymases inhibitor ACE hanya menutup jalur renin-

angiostensin, ARB menahan langsung reseptor angiostensin tipe I

(AT), reseptor yang memperantarai efek angiostensin II

vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik pelepasan

hormon antidiuretik dan konstriksi arteriol eferen glomerulus.

4.5.4 Penghambat Saluran Kalsium (CCB)

CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan

menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan

(voltage sensitive), sehingga mengurangi masuknya kalsium

ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos vaskular

menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi

tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridini dapat

menyababkan aktifasi refleks simpatetik dan semua golongan ini

(kecuali amilodipin) memberikan efek inotropik negatif.

4.5.5 Bloker

Mekanisme hipotensi β bloker tidak diketahui tetapi dapat

melibatkan menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif

dan efek inotrofik jantung dan inhibisi pelepasan renin dari ginjal.

4.5.6 Reserpin

Reserpin mengosongkan norepinefrin dari saraf akhir simpatik dan

memblok transpor norepinefrin ke dalam granul penyimpanan.

Pada saat saraf terstimulasi, sejumlah norepinefrin (kurang dari

jumlah biasanya) dilepaskan ke dalam sinap. Pengurangan tonus

simpatetik menurunkan resistensi perifer dan tekanan darah.

4.5.7 Penghambat Reseptor α1

Prasozin, terasozin dan doxazosin merupakan penghambat

reseptor α1 yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos

vaskular perifer yang memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini

tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga tidak menimbulkan

efek takikardia.

4.5.8 Antagonis α2 – Pusat

Clonidine, guanabenz, guanfacine dan methyldopa menurunkan

tekanan darah pada umumnya dengan cara menstimulasi reseptor

α2 adrenergik di otak, yang mengurangi aliran simpatetik dari pusat

vasomotor dan meningkatkan tonus vagal. Stimulasi reseptor α2

presinaftik secara perifer menyebabkan penurunan tonus

simpatetik. Oleh karena itu, dapat terjadi penurunan denyut

jantung, curah jantung, resistensi perifer total, aktivitas rennin

plasma dan refleks baroreseptor.

4.6 Evaluasi Hasil Terapi

Tujuan penanganan antihipertensi adalah untuk menjaga tekanan

darah arteri dibawah 140/90 mm Hg guna mencegah morbiditas dan

mortalitas kardiovaskular. Pengukuran sendiri atau monitoring tekanan

darah ambulatory dapat digunakan efektif untuk pengontrolan 24 jam,

pembacaan sebaiknya dilakukan 2 sampai 4 minggu setelah terapi awal

atau perubahan terapi.

BAB V

PEMBAHASAN

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasiaan oleh apoteker.

Apotek Sanafarma 2 ini adalah unit usaha dari PT. BHAKTI MEDIKA

SEJAHTERA. Apotek Sanafarma 2 bekerja sama dengan PT ASKES,

sehingga Apotek Sanafarma 2 mempunyai segmentasi pasien atau

konsumen tetap yaitu peserta askes yang meliputi para Pegawai Negeri

Sipil (PNS), Pensiunan, Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Apotek Sanafarma 2 senantiasa berusaha memberikan pelayanan yang

terbaik pada masyarakat. Hal tersebut menuntut keterampilan dan

pengalaman seluruh karyawan maupun pengelola Apotek. Meski

tujuannya memberikan pelayanan sebaik mungkin, namun tidak berarti

setiap pelayanan obat dilayani secara bebas terutama obat keras tanpa

resep yang penggunaannya dapat disalah gunakan.

Perencanaan pembelian obat di Apotek Sanafarma 2 didasarkan pada

pola penyakit dan pola peresepan yang ada di RSUD Dr. Slamet Garut,

sedangkan pembelian di Apotek Sanafarma 2 melalui jalur distributor obat

resmi yang telah bekerja sama dengan Askes.

Sistem penyimpanan barang atau obat di Apotek Sanafarma 2

baik di rak stock maupun di etalase disusun berdasarkan Alphabet, bentuk

sediaan dan jenis obat sehingga mempermudah dalam pengambilan

maupunpengecekan barang.

Khusus untuk Obat golongan Narkotik dan Psikotropik disimpan dalam

lemari tersendiri yang selalu dalam keadaan terkunci dan hanya jika ada

obat Narkotik atau Psikotropik yang diresepkan Dokter barulah Lemari

tersebut dibuka. Sediaan Narkotik dan Psikotropik setiap harinya diadakan

pengecekan jumlah yang keluar dan yang masuk dan ditulis dalam kartu

stok. Sistem pengaturan obat dietalase berdasarkan sistem first in first out

(FIFO) yaitu barang yang pertama masuk dijual terlebih dahulu

dan first expayer first out (FEFO) yaitu barang yang lebih dahulu waktu

kadarluasanya dijual terlebih dahulu.

Untuk obat yang perlu disimpan dalam suhu rendah seperti suppositoria,

Injeksi tertentu dan beberapa alat kontrasepsi disimpan didalam lemari

pendingin agar stabilitas sediaan dapat terjaga.

Sistem penggadaan obat di Apotek Sanafarma 2 berdasarkan standarisasi

dari Askes dan obat-obat tersebut memiliki harga khusus, karena

perusahaan Farmasi telah melakukan negosiasi dengan askes.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan penulis selama praktek kerja lapangan di

Apotek Sanafarma 2 dapat disimpulkan bahwa Apotek Sanafarma 2 telah

sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai sarana pelayanan

kefarmasian.

Apotek Sanafarma 2 telah menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik

sesuai dengan peraturan yang berlaku, mulai dari administrasi ,

keuangan, sistem pengadaan dan penyimpanan obat, pelaporan, serta

pelayanan obat kepada masyarakat.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan selama Praktek Kerja Lapangan di Apotek

Sanafarma 2, penulis menyarankan:

1. Kinerja dalam pelayanan obat kepada pasien lebih ditingkatkan.

2. Memperluas ruang racikan agar lebih leluasa dalam menjalankan

rutinitas pekerjaan kefarmasian.

3. Dalam melakukan Praktek Kerja Lapangan sebaiknya teorinya

diperdalam lagi sehingga tidak terlalu fokus pada prakteknya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 1965. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965

Tentang Apotek, Jakarta.

2. Depkes RI. 1980. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25

Tahun 1980 Tentang Peraturan Pemerintah Tentang Apotek,

Jakarta.

3. Depkes RI. 1981. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 26/MENKES/PER/II/1981 Tentang Pengelolaan dan Perijinan

Apotek, Jakarta.

4. Depkes RI. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kesehatan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek, Jakarta.

5. Depkes RI. 1990. Surat Keputusan Direktorat Jendral Pengawasan

Obat dan makanan Tentang Apotek, Jakarta.

6. Depkes RI. 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992

Tentang Kesehatan, Jakarta.

7. Depkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 133/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas

Permenkes N0. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek, Jakarta.

8. Amir Syari dkk. 2004. “FARMAKOLOGI dan TERAPI”. Edisi 4.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. Halaman 315-320.

9. Yulinah Sukandar, Elin. dkk, 2008, “ISO FARMAKOTERAPI”, PT.

ISFI, Jakarta Barat, 119-133.

Lampiran 1

Format Resep Dokter

Lampiran 2

Format Copy Resep

Lampiran 3

Format Obat Menyusul

Lampiran 4

Format Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 5

Etiket Obat Luar dan Obat Dalam

Lampiran 6

Format Kartu Stok Gudang