laporan pembangunan wilayah pesisir dan ppk berkelanjutan

39
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kegiatan pembangunan yang dilakukan pada suatu wilayah guna memenuhi kebutuhan manusia masa kini, tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Dalam pelaksanaan pembangunan ini, perlu dilakukan suatu pengkoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan berkelanjutan ini harus bertumpu pada tingkat kualitas yang akan diciptakan, sehingga hasil dari pembangunan tersebut akan terlihat nyata, adil dan merata dirasakan oleh masyarakat baik pada generasi yang sekarang maupun generasi yang selanjutnya. Pembangunan ini juga harus dilakukan nsesuai dengan tujuan yakni meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup komponen lingkungan, sosial dan ekonomi. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun 1

Upload: dhesie-suemusume

Post on 07-Jul-2016

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas akhir semester genap 2015/2016 setelah selesai dilaksanakannya kegiatan praktek lapangan di kawasan Desa Bunati, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kegiatan pembangunan yang

dilakukan pada suatu wilayah guna memenuhi kebutuhan manusia masa kini,

tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi

yang akan datang. Dalam pelaksanaan pembangunan ini, perlu dilakukan suatu

pengkoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian

sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan

Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu

pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pembangunan berkelanjutan ini harus bertumpu pada tingkat kualitas yang akan

diciptakan, sehingga hasil dari pembangunan tersebut akan terlihat nyata, adil dan

merata dirasakan oleh masyarakat baik pada generasi yang sekarang maupun

generasi yang selanjutnya. Pembangunan ini juga harus dilakukan nsesuai dengan

tujuan yakni meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup

komponen lingkungan, sosial dan ekonomi.

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan

wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh

stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Otonomi daerah

telah membuka peluang desentralisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

Ini penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan

banyak memiliki daerah terisolasi, miskin alat transportasi dan komunikasi, masih

lemah sistem administrasi pemerintahannya, masih kurangnya kapasitas SDM,

serta begitu banyaknya masyarakat yangmenmggantungkan kehidupan

dannafkahnya pada sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian, antara

pemerintah dan masyarakat akan semakin dekat dan terpetakan berbagai masalah

yang dihadapi sebagian besar masyarakat.

Pembangunan perekonomian daerah, terutama yang didasarkan pada

sumberdaya wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih baik dan

memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga didapat konsep pembangunan

yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan

1

Page 2: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk

memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan yang berkelanjutan juga

mengusahakan agar hasil pembangunan terbagi secara merata dan adil pada

berbagai kelompok dan lapisan masyarakat serta antar generasi karena

pembangunan berkelanjutan ini berwawasan lingkungan. Wilayah pesisir dan laut

dengan segala karakteristiknya menjadi satu potensi yang patut dijaga dan

dikembangkan sebagai sumber perekonomian daerah, sehingga dapat digunakan

untuk ksejahteraan masyarakat.

1.2. Tujuan dan kegunaan praktikum

Tujuan dari pengambilan data ini adalah :

1) Mengetahui tingkat potensi yang terdapat di wilayah pesisir dan laut desa

Bunati pada bagian darat.

2) Membuat perencanaan pembangunan yang tepat di wilayah desa Bunati

1.

1.1.

1.2.

1.3. Ruang Lingkup

1.3.1. Ruang Lingkup Lokasi

Ruang lingkup lokasi dilakukan di sekitar wilayah pesisir Desa Bunati

juga tempat - tempat warga biasanya berkumpul.

1.3.2. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi ini hanya mencakup :

1) Kajian data pada ekosistem mangrove

2) Wawancara social - ekonomi dengan warga sekitar

2

Page 3: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kegiatan pembangunan yang

dilakukan pada wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil yang belum terkelola, guna

memenuhi kebutuhan manusia masa kini, tanpa harus mengurangi kemampuannya

untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Dalam pelaksanaan

pembangunan ini, perlu dilakukan suatu pengkoordinasian perencanaan,

pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau

kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara

ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan berkelanjutan ini harus

bertumpu pada tingkat kualitas yang akan diciptakan, sehingga hasil dari

pembangunan tersebut akan terlihat nyata, adil dan merata dirasakan oleh

masyarakat baik pada generasi yang sekarang maupun generasi yang selanjutnya.

Pembangunan ini juga harus dilakukan nsesuai dengan tujuan yakni meningkatkan

tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup komponen lingkungan, sosial

dan ekonomi (Yulianto, 2016).

Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya merupakan konsep yang

sederhana tetapi kompleks. Menurut Heal, 1998 dalam Fauzi, 2004 konsep

keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi, yaitu dimensi waktu

karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa

mendatang, dan dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumberdaya

alam dan lingkungan (Anshor, 2012).

Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang

mampu melestarikan lingkungan alamnya. Pembangunan berkelanjutan ini harus

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan

fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

b. Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang tidak

merusak lingkungan.

3

Page 4: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

c. Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk

berkembang bersama-sama di setiap daerah, baik dalam kurun waktu yang

sama maupun kurun waktu yang berbeda secara berkesinambungan.

d. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk

memasok, melindungi, serta mendukung sumber alam bagi kehidupan secara

berkesinambungan.

e. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memerhatikan kelestarian fungsi

dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini

maupun masa yang akan dating (Anshor, 2012).

Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) dalam Elisa (2016),

menggariskan kebijakan lingkungan dalam kaitannya dengan pembangunan yang

berkelanjutan sebagai berikut :

a. Menggiatkan kembali pertumbuhan. Pertumbuhan yang dimaksud adalah

pertumbuhan ekonomi, yang mempunyai kaitan langsung dengan

kesejahteraan masyarakat. Indikator untuk mengetahui kesejahteraan

masyarakat dapat dilihat dari pendapatan per kapitanya. Negara yang sedang

berkembang pertumbuhan minimum dari pendapatan nasional adalah 5 % per

tahun.

b. Mengubah kualitas pertumbuhan yang berhubungan dengan tindakan

pelestarian sumber daya alam, perbaikan pemerataan pendapatan, dan

ketahanan terhadap berbagai krisis ekonomi.

c. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, antara lain pangan, papan, sandang,

energi, air dan sanitasi harus dapat memenuhi standar minimum bagi

golongan ekonomi lemah.

d. Memastikan tercapainya jumlah penduduk yang berkelanjutan. Jumlah

penduduk yang mampu mendukung pembangunan berkelanjutan adalah

penduduk yang stabil dan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi (> 2% per tahun), seperti yang terjadi di

negara-negara sedang berkembang perlu ada penurunan penduduk menuju

tingkat pertumbuhan 0% (zero population growth).

4

Page 5: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

e. Menjaga kelestarian dan meningkatkan sumber daya dengan penciptaan dan

perluasan lapangan kerja, pelestarian, dan penggunaan energi secara efisien,

pencegahan pencemaran (air dan udara) sedini mungkin.

f. Berorientasi pada teknologi dalam pengelolaan resiko, antara lain penciptaan

inovasi teknologi dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.

g. Menggabungkan kepentingan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan

keputusan. Misalnya, kebijakan efisiensi penggunaan energi dengan biaya

produksi yang minimal dapat menggunakan energi semaksimal mungkin.

Permasalahan lingkungan hidup di Indonesia sebenamya lebih disebabkan

oleh 4 (empat) sumber utama, yaitu: (1) kependudukan (population); (2)

kemiskinan (poverty); (3) pencemaran dan atau kerusakan lingkungan (pollution);

dan (4) kebijaksanaan (policy) (Elisa, 2016).

2.1.1. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut

Pembangunan wilayah pesisir selama ini masih dilihat seperti

pembangunan wilayah terestrial lainnya dengan kondisi yang analogi dengan

wilayah perdesaan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena wilayah pesisir

menurut RUU Pesisir memiliki beberapa karakteristik yang khas, yaitu:

a. Wilayah pertemuan antara berbagai aspek kehidupan yang ada di darat, laut

dan udara, sehingga bentuk wilayah pesisir merupakan hasil keseimbangan

dinamis dari proses pelapukan (weathering) dan pembangunan ketiga aspek di

atas;

b. Berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis ikan, mamalia laut, dan unggas

untuk tempat pembesaran, pemijahan, dan mencari makan;

c. Wilayahnya sempit, tetapi memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan

sumber zat organik penting dalam rantai makanan dan kehidupan darat dan

laut;

d. Memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada kawasan yang

sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan;

e. Tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan baik pembangunan

sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi internasional (Wiranto,

2012).

5

Page 6: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Perbedaan yang mendasar secara ekologis sangat berpengaruh pada

aktivitas masyarakatnya. Kerentanan perubahan secara ekologis berpengaruh

secara signifikan terhadap usaha perekonomian yang ada di wilayah tersebut,

karena ketergantungan yang tinggi dari aktivitas ekonomi masyarakat dengan

sumberdaya ekologis tersebut. Jika sifat kerentanan wilayah tidak diperhatikan,

maka akan muncul konflik antara kepentingan memanfaatkan sumber daya pesisir

untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan ekonomi dalam jangka

pendek dengan kebutuhan generasi akan datang terhadap sumber daya pesisir.

Dalam banyak kasus, pendekatan pembangungan ekonomi yang parsial, tidak

kondusif dalam mendorong pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Kegiatan

yang parsial hanya memperhatikan kepentingan sektornya dan mengabaikan

akibat yang timbul dari atau terhadap sektor lain, sehingga berkembang konflik

pemanfaatan dan kewenangan. Dari berbagai studi, terdapat kecenderungan

bahwa hampir semua kawasan pesisir Indonesia mengalami konflik tersebut. Jika

konflik ini dibiarkan berlangsung terus akan mengurangi keinginan pihak yang

bertikai untuk melestarikan sumberdayanya (Wiranto, 2012).

2.1.2. Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Dalam menghadapi peluang dan tantangan pembangunan dalam era

globalisasi, maka pembangunan perikanan serta pengelolaan sumberdaya pesisir

dan laut harus mampu mentransformasikan berbagai usaha perikanan masyarakat

ke arah bisnis dan swasembada secara menyeluruh dan terpadu. Pendekatan

menyeluruh (holistik) dan terpadu ini berarti melihat usaha perikanan sebagai

suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait, yaitu :

a. Sumberdaya perikanan, yaitu sumberdaya alam (baik yang berada di laut,

pesisir, perairan tawar), SDM dan sumberdaya buatan.

b. Sarana dan Prasarana, meliputi perencanaan dan penyediaan prasarana

perikanan seperti pelabuhan, pabrik es, cold storage, infrastruktur pada sentra

industri, pengadaan dan penyaluran sarana produksi (seperti BBM, benih,

mesin dan alat tangkap), serta sistem informasi tentang teknologi baru dan

sistem pengelolaan usaha yang efisien.

c. Produksi perikanan, meliputi usaha budidaya dan penangkapan yang

menyangkut usaha perikanan skala kecil maupun besar.

6

Page 7: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

d. Pengolahan Hasil perikanan, meliputi kegiatan pengolahan sederhana yang

dilakukan oleh petani dan nelayan tradisional hingga pengolahan dengan

teknologi maju di paberik yang mencakup penanganan pasca panen sampai

produk siap dipasarkan.

e. Pemasaran hasil perikanan, meliputi kegiatan distribusi dan pemasaran hasil-

hasil perikanan atau olahannya untuk memenuhi kebutuhanpasar. Termasuk

pula di dalamnya kegiatan pemantauan distribusi informasi pasar (market

development) dan pengembangan produk (product development)

f. Pembinaan, mencakup kegiatan pembinaan institusi, iklim usaha yang

kondusif, iklim poleksosbud yang mendukung, peraturan dan perundangan

yang kondusif, pembinaan SDM, serta kepemimpinan yang baik agar

kegiatan yang dilaksanakan dapat dicapai seefektif mungkin (Wiranto, 2012).

2.2. Ekosistem Mangrove

Kata mangrove merupakan kombinasi anatara kata Mangue (bahasa

portugis) yang berarti tumbuhan dan kata Grove (bahsa Inggris) yang berarti

belukar atau hutan kecil. Ada yang menyatakan mangrove dengan kata Mangal

yang menunjukan komunitas suatu tumbuhan. Atau mangrove yang berasal dari

kata Mangro, yaitu nama umum untuk Rhizophora mangle di Suriname. Di

Prancis padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata Manglier

(Phurnomobasuki dalam Ghufran :2012). Adapun definisi hutan mangrove

menurut beberapa para akhi adalah sebagai berikut:

a. Mangrove menurut Ghuffran (2012), hutan mangrove sering disebut sebagai

hutan bakau atau hutan payau (mangrove forest atau mangrove swamp forest)

sebuah ekosistem yang terus-menerus mengalami tekanan pembangunan.

b. Mangrove menurut arief dalam Ghufran (2012), hutan mangrove dikenal

dengan istilah vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah “payau” karena

sifat habitatnya yang payau, yaitu daerah dengan kadar garam antara 0,5 ppt

dan 30 ppt. Disebut juga ekosistem hutan pasang surut karena terdapat di

daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Berdasarkan jenis

pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut hutan bakau.

c. Mangrove menurut Supriharyono dalam Ghufran (2012), kata mangrove

memiliki dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau

7

Page 8: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap garam/salinitas dan

pasang surut air laut, dan kedua sebagai individu spesies.

d. Mangrove menurut Tomlinson dalam Ghufran (2012) adalah istilah umum

untuk kumpulan pohon yang hidup di daerah berlumpur, basah, dan terletak

di perairan pasang surut daerah tropis (Nana, 2012).

Hutan mangrove merupakan vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan

berkembang baik di daerah tropis. Sebagai sebuah komunitas yang membentuk

ekosistem perairan, tentunya keberadaan mangrove tidak dapat dimarjinalkan,

dikarenakan hutan ini memiliki multi fungsi yang keberadaannya tidak dapat

digantikan dengan ekosistem lain. Vegetasi hutan mangrove yang terdapat di

pantai bunati didominasi oleh bebrapa spesies pohon mangrove yang mampu

tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan daerah berlumpur

(Syahputra, 2013).

Sebagai kesatuan ekosistem, mangrove dihuni oleh banyak organisme.

Adapun organisme yang dapat hidup dalam hutan mangrove adalah organisme

yang adaptif terhadap kadar mineral garam yang tinggi dari air laut. Mereka saling

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai keseimbangan ekosistem yang terus

berlanjut (Anonim, 2015).

Ciri-ciri ekosistem hutan mangrove pada umumnya yakni sebagai berikut :

a. Jenis tumbuhan yang hidup relatif sangat terbatas.

b. Akar pepohonan terbilang unik karena berbentuk layaknya jangkar yang

melengkung.

c. Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan

proses perkecambahan pada kulit pohon.

d. Tanah hutan mangrove tergenang secara berkala.

e. Ekosistem mangrove juga mendapat aliran air tawar dari daratan.

f. Terlindung dari gelombang besar serta arus pasang surut laut.

g. Air di wilayah hutan mangrove berasa payau (Anonim, 2015).

Ekosistem Mangrove mangrove memiliki berbagai macam fungsi daripada

keberadaannya di wilayah pesisir. Keberadaan ekosistem mangrove ini sangat

penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan darat, baik itu dari

fungsi fisik, fungsi ekonomis, maupun fungsi biologis. Adapun fungsi - fungsi

tersebut dapat dilihatpada table dibawah ini :

8

Page 9: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Tabel 1. Fungsi Ekosistem Mangrove

Fungsi Fisik Fungsi Ekonomi Fungsi Biologi

1. Menjaga garis pantai juga tebing sungai terhindar dari erosi dan abrasi.

2. Memacu percepatan perluasan lahan.

3. Mengendalikan intrusi dari air laut.

4. Melindung daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh negatif hempasan gelombang juga angin kencang.

5. Sebagai kawasan penyangga rembesan air lautan.

6. Sebagai pusat pengolahan limbah organik.

1. Sumber kayu bahan bakar dan bahan bangunan bagi manusia.

2. Penghasil beberapa unsur penting seperti minuman, makanan, obat-obatan, tannin, dan madu.

3. Sebagai lahan untuk produksi pangan.

1. Sebagai tempat untuk mencari makanan, memijah, dan berkembang biak bagi berbagai organisme laut seperti ikan, udang, dan lain-lain.

2. Sebagai salah satu sumber keanekaragaman plasma nutfah.

9

Page 10: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

BAB III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktik lapang Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan ini

dilaksanakan pada tanggal 28 April s.d 1 Mei 2016 yang berlokasi di Desa Bunati,

Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Adapun gambaran lokasi praktek lapang tersebut disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi praktek lapang di Desa Bunati.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang diperlukan pada praktik lapang ini, yaitu :

No Nama Fungsi

1. Alat tulis Mencatat hasil observasi

2. Modul Buku panduan pengambilan data lapangan

3. Laptop Mencari referensi

10

Page 11: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Metode Pengambilan Data

Data yang diambil merupakan dari hasil wawancara kepada masyarakat

setempat disekitaran pesisir dan juga dari pengamatan serta pengambilan data

langsung terhadap objek yang dituju.

11

Page 12: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktek

Desa Bunati merupakan desa nelayan yang memanjang dari timur ke barat,

sebelah utara berbatasan dengan Desa Karang Indah, sebelah barat berbatasan

dengan Desa Angsana, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah

timur dengan Muara Sebamban. Sebelah timur sungai desa merupakan

perkampungan nelayan. Mayoritas penduduk Desa Bunati berasal dari suku

Bugis, Banjar dan Jawa. Sedangkan, apabila ditinjau dari segi pekerjaan mayoritas

masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Menurut data statistik, Desa Bunati

memiliki jumlah Penduduk mencapai 16.347 Jiwa yang terdiri dari 8.558 jiwa

Laki-laki dan 7.789 jiwa Perempuan. Tingkat Kepadatan Penduduk rata-rata

sebesar 108 jiwa/km.

Isu dan permasalahan yang terjadi di desa Bunati adalah wilayah pesisir

Desa Bunati yang dijadikan sebagai lokasi pelabuhan dan lalu lintas tongkang

batubara. Maraknya aktifitas penambangan batubara diwilayah Kabupaten Tanah

Bumbu tersebut dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan

tanpa memikirkan nasib masyarakat sekitar pantai. Salah satu hal yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Dampak yang tentunya akan terjadi dalam jangka panjang apabila kegiatan tersebut terus terjadi maka akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Sebuah aktifitas yang cenderung bersifat ekstratif serta dominasi kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan daripada ekonomi masyarakat setempat (pesisir). Seharusnya kegiatan penambangan tersebut harus lebih bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum.

12

Page 13: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

4.2. Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Mayoritas masyarakat yang tinggal di pesisir pantai bunati umumnya

didominasi oleh nelayan dan pendatang dari kota. Mayarakat di Desa Bunati

memiliki kriteria masyarakat yang mudah berinteraksi dengan pendatang di desa

mereka sehingga komunikasi mengenai keseharaian aktivitas perairan pesisir di

tempat ini dapat diketahui. Masalah sosial ekonomi dan budaya di desa ini adalah

merupakan faktor dari teciptanya keberhasilan mengenai kebijakan pembangunan

yang akan dilakukan pemerintah di desa ini. Jadi antara penjelasan mengenai

kebijakan akan berkaitan dengan sosial ekonomi maupun budayanya.

Perekonomian di desa ini sangat baik dan sangat menunjang peningkatan

kesejahteraan hidup masyarakatk arena kompleksnya dan komoditas yang sangat

menjanjikan di daerah ini menunjang adanya peningkatan taraf hidup

masayrakatnya. Harga komoditas utama yang mereka jual yaitu cumi dengan

harga 1 kg mencapai Rp. 25.000 dengan tangkapan perhari mencapai 20 kg jika di

kali adalah Rp. 400.000 dan dalam satu bulan bisa mencapai Rp, 12.000.000. Ini

menandakan bahwa perekonomian mereka yang hanya sebagai nelayan dengan

hasi tangkapan komoditas kepiting dapat meingkatkan kesejahteraan hidup

mereka. Belum lagi dengan berbagai pekerjaan sambilan yang mereka tangani

yaitu ada yang bekerja di tambang batubara, dengan pekerjaan sambilan ini

diharapkan masyarakat pesisir tidak selalu terpaku pada hasil laut saja seiring

hasil laut yang jika terus ditangkap akan mengalami over fishing sehingga sebagai

pekerjaantambang batubara alternatif/diservikasi mata pencaharian. Selama

komoditas cumi di desa ini tidak terjadi over fishing maka kebutuhan ekonomi

dapat tercukupi dengan baik.

Diwaktu musim-musim tertentu, hasil tangkapan yang diperoleh nelayan

tersebut sangat melimpah, sehingga terkadang terjadi suatu “kemubaziran”

terhadap hasil tangkapan tersebut. Hasil tangkapan yang tidak terjual dan tidak

dapat diproses menjadi ikan kering, dibuang begitu saja oleh masyarakat tanpa

adanya pengolahan lanjutan. Oleh karena itu, sebuah kegiatan pengelolaan sangat

diperlukan dalam mengelola potensi perikanan yang ada di Pantai Bunati.

13

Page 14: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Pengikusertaan nelayan dalam proses perencanan ini merupakan suatu hal yang

mutlak untuk medapatkan dukungan yang kuat terhadap perencanaan

pengembangan perikanan tangkap secara optimal dan berkelanjutan. Sehingga

masyarakat dapat belajar mengembangkan peralatan tangkap dan teknik

penangkapan yang dapat memperoleh hasil ikan yang sesuai standar yang tidak

kalah dengan nelayan-neyalan di daerah luar. Hasil-hasil tangkapan tersebut juga

dapat diolah dan dijual sebagai penambahan ekonomi masyarakat. Berikut ini

adalah beberapa hasil komoditas di desa Bunati yang dapat dilihat pada gambar 2.

Adapun contoh dari hasil pengolahan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 2. Komoditas Hasil Laut Desa Bunati (Sumber : Dok. PL IKL Desa Bunati, 2016)

14

Page 15: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Gambar 3. Beberapa gambaran contoh olahan hasil perikanan (Sumber : Rahmah,

2010)

Melihat interaksi sosial di desa ini bisa dikatakan sangat baik dengan

keterkaitan dan kebersamaan dengan masyarakat di sekitar desa dengan suku

utama di desa ini adalah suku Bugis. Masyarakat di pantai bunati cenderung

bersifat terbuka dengan masyarakat asli dan pendatang baru. Mereka mengatakan

bahwa mereka yang menghuni desa ini rata-rata mereka adalah memiliki

hubungan kekeluargaan baik itu keluarga jauh maupun keluarga dekat.

Pendekatan dan pemberian ilmu pengetahuan perlu dilakukan pemerintah sebelum

melakukan pembangunan tempat pengolahan hasil perikanan di wilayah ini.

Pendekatan menyeluruh (holistik) dan terpadu ini berarti melihat usaha perikanan

sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait,

yaitu :

a. Sumberdaya perikanan, yaitu sumberdaya alam (baik yang berada di laut,

pesisir, perairan tawar), SDM dan sumberdaya buatan.

b. Sarana dan Prasarana, meliputi perencanaan dan penyediaan prasarana

perikanan seperti pelabuhan, pabrik es, cold storage, infrastruktur pada sentra

industri, pengadaan dan penyaluran sarana produksi (seperti BBM, benih,

15

Page 16: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

mesin dan alat tangkap), serta sistem informasi tentang teknologi baru dan

sistem pengelolaan usaha yang efisien.

c. Produksi perikanan, meliputi usaha budidaya dan penangkapan yang

menyangkut usaha perikanan skala kecil maupun besar.

d. Pengolahan Hasil perikanan, meliputi kegiatan pengolahan sederhana yang

dilakukan oleh petani dan nelayan tradisional hingga pengolahan dengan

teknologi maju di paberik yang mencakup penanganan pasca panen sampai

produk siap dipasarkan.

e. Pemasaran hasil perikanan, meliputi kegiatan distribusi dan pemasaran hasil-

hasil perikanan atau olahannya untuk memenuhi kebutuhanpasar. Termasuk

pula di dalamnya kegiatan pemantauan distribusi informasi pasar (market

development) dan pengembangan produk (product development)

f. Pembinaan, mencakup kegiatan pembinaan institusi, iklim usaha yang

kondusif, iklim poleksosbud yang mendukung, peraturan dan perundangan

yang kondusif, pembinaan SDM, serta kepemimpinan yang baik agar kegiatan

yang dilaksanakan dapat dicapai seefektif mungkin.

4.3. Ekosistem Mangrove

16

Page 17: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Ekosistem mangrove di Desa Bunati tergolong tipe vegetasi mangrove

payau, karena menurut Noor et al (1999) tipe vegetasi mangrove terbagi atas

empat bagian antara lain :

a. Mangrove terbuka, mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut

b. Mangrove tengah, mangrove yang berada di belakang mangrove zona terbuka.

c. Mangrove payau, mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau

hingga air tawar.

d. Mangrove daratan, mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar

di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.

Agar kita dapat mengetahui kerapatan, frekuensi, dominasi relatif dan

Indeks Nilai Penting (INP) dari ekosistem mangrove di Desa Bunati maka

dilakukan perhitungan berdasarkan analisis data yang dikategorikan menjadi tiga

bentuk pertumbuhan yaitu semai, anakan dan pohon. Adapun hasil dari analisis

data tersebut adalah sebagai berikut:

K KR% F FR% INP%0

20

40

60

80

100

120

Semai

Gambar 4. Ekosistem Mangrove Tingkat Semai di Desa Bunati

Dari grafik di atas, dapat kita ketahui bahwa terdapat 3 jenis mangrove

tingkat semai yang terdapat di desa Bunati yaitu jenis Avicennia rumphiana,

Rhizophora apiculata, Avicennia marina. Pada grafik tersebut diketahui nilai

kerapatan, indeks nilai penting, nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif yang

tinggi dibandingkan dengan jenis mangrove lain adalah Avicennia Rumphiana.

Pada tingkat ini, jenis mangrove tersebut lebih mendominasi apabila dibandingkan

dengan mangrove jenis lain yang memiliki nilai yang hampir sama.

17

Page 18: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

K KR% F FR% INP%0

102030405060708090

Anakan

Gambar 5. Ekosistem Mangrove Tingkat Anakan di Desa Bunati.

Berdasarkan grafik diatas, dapat kita ketahui dalam kategori anakan jenis

yang ditemukan diantaranya aalah jenis Rhizopora Mucronata, Rhizophora

apiculata, Nypah Fruticans, Avicenia Officialis dan Avicennia Marina. Nilai

kerapatan, frekuensi dan dominansi nilai tertinggi terdapat pada mangrove jenis

Avicenia Marina dengan indeks nilai penting 79,63%. Sedangakan jenis

mangrove lainnya mempunyai nilai yang tidak bebeda jauh yakni sekitar 20-55%.

K KR % F FR % D DR% INP%0

20406080

100120140

Pohon

Gambar 6. Ekosistem Mangrove Tingkat Pohon di Desa Bunati.

Kondisi mangrove yang ada di wilayah perairan Bunati dapat dilihat pada

gambar diagram diatas terdapat beberapa jenis pohon mangrove antara lain,

Avicennia marina, Soneratia alba, Avicennia officinalis dan Rhizophora

Mucronata. Adapun frekuensi pertumbuhhan mangrove di ekosistem ini lebih

didominasi oleh jenis Avicennia marina.

18

Page 19: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Berdasarkan hasil keseluruhan analisis tingkat Semai, Anakan dan Pohon

pada ekositem mangrove yang ada di Desa Bunati tersebut, kita dapat mengetahui

jenis – jenis yang terdapat di wilayah tersebut sangat beragam. Adapun jenis

mangrove yang paling dominan ditemukan adalah jenis Avicenia sp. Adapun

kondisi ekosistem mangrove yang terdapat di Daerah Bunati ini masih termasuk

dalam keadaan yang baik karena jenis yang beragam dan kerapatan yang masih

tinggi. Saat dilakukannya pengamatan, hanya sedikit ditemukannya kondisi

kerusakan pada ekosistem mangrove yang ada di bagian pinggiran pantai. Adapun

kerusakan yang cukup tersebut hanya terdapat pada ekosistem mangrove yang

telah terganggu oleh kegiatan pembangunan jalan di desa tersebut. Gambaran

keberagaman jenis dan kondisi ekosistem mangrove tersebut telah disajikan dan

dapat dilihat pada gambar 7 dan 8 berikut ini :

Gambar 7. Beberapa jenis mangrove yang terdokumentasi (Sumber : Dok. PL IKL Desa Bunati, 2016)

19

Page 20: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Gambar 8. Kondisi ekosistem mangrove Desa Bunati tampak dari dalam dan dari

luar (Sumber : Dok. PL IKL Desa Bunati, 2016)

20

Page 21: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Melihat hasil kajian analisis dan gambaran kondisi ekosistem mangrove

tersebut, kita dapat mengetahui bahwa wilayah ekositem mangrove di Desa Bunati

ini sangat berpotensi untuk dibangunnya sebuah tempat pariwisata ekosistem

mangrove dengan tujuan sebagai lokasi refreshing masyarakat umum maupun

lokasi penelitian dan pengetahuan baru bagi pelajar dan masyarakat yang belum

mengenal lebih jauh akan adanya ekosistem ini. Sebuah usaha khas pengolahan

hasil ekosistem mangrove ini juga dapat dibangun oleh pemerintah dan dikelola

oleh masyarakat sebagai pendamping pembangunan pariswisata mangrove

tersebut. Dari hasil pengolahan tersebut kita dapat lebih memperkenalkan kepada

para wisatawan yang berkunjung mengenai keberagaman manfaat yang dapat kita

peroleh dari ekosistem ini.

Apabila pembangunan tersebut dilakukan, tentunya tidak akan

memberikan hasil yang nyata secara langsung kepada pemerintah dan masyarakat,

akan tetapi pembangunan ini pasti akan memberikan keuntungan dalam jangka

panjang. Akan tetapi, angka pengangguran tentunya akan terjadi seiring dengan

semakin berkembagnya pembangunan ini Perekonomian pemerintah dan

masyarakat pesisir yang saling berkontribusi pasti secara perlahan akan meningkat

secara perlahan apabila sebelum melakukan pembangunan, telah dilakukan

pembuatan konsep wisata serta kajian – kajian yang matang dan kuat. Konsep

rancangan pariwisata mangrove ini dapat berupa wisata air dengan menggunakan

kapal, wisata berjalan santai menikmati keindahan mangrove, pembangunan

menara pandang guna melihat dan menikmati keindahan pemandangan ekosistem

mangrove tersebut dari atas. Pondok – pondok kecil sebagai kantin dan tempat

bersantai para wisatawan juga harus dibangun guna menambah kenyamanan saat

melakukan wisata ini. Dipondok inilah wisatawan yang berkunjung dapat sekalian

mencicipi dan membeli berbagai olahan yang khas dari ekosistem tersebut.

Pembangunan rumah atau Menara pengawas juga penting dibangun sebagai

tempat pemantauan kondisi mangrove dan pemantauan aktifitas wisatawan yang

dianggap merusak.

Beberapa konsep pembangunan pariwisata tersebut tentunya tidak dapat

terealisasi tanpa adanya kerjasama pemerintah, sector – sector terkait juga

masyarakat sangat dilakukan dalam proses pembangunan dan pelaksanaan

21

Page 22: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

kegiatan tersebut ini. Adapun gambaran mengenai konsep dasar pembangunan

pariwisata mangrove tersebut dapat dilihat pada gambar 9-13 sedangkan

gambaran hasil pengolahan produk konsumsi, hasil dari ekosistem mangrove

tersebut dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 9. Wisata air pada ekosistem mangrove (Sumber : Ajuz, 2011)

Gambar 10. Wisata jalan santai ekosistem mangrove (Sumber : Juan, 2011).

22

Page 23: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Gambar 11. Menara pandang (Sumber : Anonim, 2015)

Gambar 12. Pondok pinggiran mangrove (Sumber : Ajuz, 2011)

Gambar 13. Pembangunan pos pemantauan (Sumber : Juan, 2011)

23

Page 24: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Gambar 14. Buah mangrove yang diolah menjadi produk konsumsi (Sumber :

Hadi, 2011)

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan analisis yang telah dilakukan, kita telah

mengetahui :

1. Desa Bunati sangat berpotensi besar karena tingkat penangkapan hasil

perikanan di wilayah ini melimpah dan kondisi ekosistem mangrove tersebut

masih bagus dan alami karena tidak terlihat adanya tanda – tanda kerusakan

ekosistem yang dilakukan masyarakat.

2. Pemerintah dapat melakukan perencanaan pembangunan tempat pengolahan

hasil perikanan di wilayah ini yang tentunya telah dilakukan pendekatan

kepada masyarakat terlebih dahulu. Perencanaan pembangunan pariwisata

mangrove juga dapat dilakukan melihat beberapa kondisi mangrovenya yang

masih alami.

3. Perencanaan pembangunan yang dilakukan di Desa Bunati apabila dikaji dan

dilaksanakan secara berkelanjutan, maka secara perlahan pembangunan

24

Page 25: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

tersebut akan memberikan keuntungan secara sosial maupun ekonomi bagi

pihak – pihak terkait.

5.2. SARAN

Didalam pelaksanaan pembangunan tersebut diharapkan pemerintah dapat

bekerjasama dengan warga sekitar, agar titik tujuan pembangungan tersebut dapat

berjalan sesuai dengan mana fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA

Ajus, Dede. 2011. Wisata Mangrove 1. http://libregraphics.asia/tags/wisata-mangrove

Almaendah. 20.1. Hutan Bakau Hutan Mangrove, Definisi dan Fungsi. https://alamendah.org/2011/02/18/hutan-bakau-hutan-mangrove-definisi-dan-fungsi/

Anonim. 2015. Ekosistem Hutan Mangrove : Ciri, Fungsi, dan Kerusakannya. http://www.ebiologi.com/2015/06/ekosistem-hutan-mangrove-ciri-fungsi.html

Anonim. 2015. Wisata Hutan Mangrove. https://ilalangbasah.wordpress.com/2015/04/14/wisata-murah-hutan-mangrove-pik/

Anshor, M. 2012. Pembangunan Berkelanjutan, Kebijakan, Implementasi dan Tantangannya di Indonesia. https://anshor83.wordpress.com/2012/02/02/pembangunan-berkelanjutan-kebijakan-implementasi-dan-tantangannya-di-indonesia/

25

Page 26: Laporan Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan

Elisa. 2016. BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN. Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup. http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24446/da78edd8612d3a65307f546303a5fc20

Hadi. 2011. PROGRAM KEGIATAN. PROGRAM REHABILITASI, PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN, PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PESISIRhttp://biotaekosistem.blogspot.co.id/2011_01_28_archive.html

Juan. 2011. Wisata Hutan Payau. http://wisatacilacap.orgfree.com/ronggeng.html

Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) dalam Elisa. 2016. BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN. Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup. http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24446/da78edd8612d3a65307f546303a5fc20

Nana. 2012. Mangrove. digilib.unila.ac.id/462/4/BAB%20II.pdf

Rahmah. 2010. Produksi Hasil Perikanan. http://www.tulungagung.go.id/index.php/berita/635-rintisan-pengolahan-produk-perikanan-khas-tulungagung

Syahputra, Ryan. 2013. STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI PULAU KETER TENGAH KABUPATEN BINTAN. Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. E-Journal-Ryan-Syahputra-080210450086-IKL-2013.pdf - SumatraPDF

Wiranto, Tatag. 2014. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Dalam Kerangka Pembangunan Perekonomian Daerah.

Yulianto. 2016. Materi Kuliah Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK.Pembangunan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan

26