laporan ndc_auw, elyzabeth_12.70.0060_b3

26
Acara II FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Auw El!"a#e$h D%A NIM : &'%()%))*) Kelom+o, : -. PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI/ERSITAS KATOLIK SOEGI0APRANATA SEMARANG ')&1

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de coco merupakan hasil fermentasi yang dibuat dari air kelapa dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Bahan tambahan lain dalam membuat nata de coco adalah gula, amonium sulfat dan asam cuka glasial.

TRANSCRIPT

23

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama: Auw, Elyzabeth D.ANIM: 12.70.0060Kelompok: B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2015

Acara II

3

4

1.HASIL PENGAMATAN1.1.Hasil Pengamatan Lapisan Nata de CocoHasil pengamatan Nata de Coco dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Nata de CocoKelTinggi media awal (cm)KetebalanPersentase Lapisan (%)

07140714

B12-0,3 cm0,8 cm-1540

B21,5-0,5 cm0,6 cm-13,3340

B32,9-0,3 cm0,5 cm-10,3417,24

B42-0,4 cm0,5 cm-2025

B51,5-0,5 cm0,8 cm-3353

Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa pada kelompok B1 dan B4 tinggi awal media sebesar 2 cm, pada kelompok B2 dan B5 tinggi awal media sebesar 1,5 cm dan pada kelompok B3 sebesar 2,9 cm. Ketebalan nata pada hari ke 7 untuk kelompok B1 dan B3 adalah 0,3 cm. Pada kelompok B2 dan B5 sebesar 0,5 cm dan pada kelompok B4 sebesar 0,4 cm. Pada hari ke 14 ketebalan nata pada kelompok B1 dan B5 sebesar 0,8 cm, pada kelompok B3 dan B4 sebesar 0,5 cm dan pada kelompok B2 sebesar 0,6 cm. Sedangkan untuk persentase lapisan nata pada hari ke 7 berkisar 10,34% - 33% dan untuk hari ke 14 persentase lapisan nata berkisar 17,24% - 53%.

2

1

2.PEMBAHASANNata de coco merupakan hasil fermentasi yang dibuat dari air kelapa dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum (Rahman, 1992). Nata de coco memiliki bentuk seperti gel, mengandung gula dan juga asam serta mengapung pada bagian permukaan medium substrat cair (Hakimi&Daddy, 2006). Bentuk dari nata de coco adalah padat, bertekstur kenyal dan juga berwarna putih transparan. Kandungan air dalam nata de coco ini terbilang cukup tinggi dan biasa digunakan sebagai pendamping olahan minuman (Anastasia & Afrianto, 2008).

Bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan nata de coco ini tergolong ke dalam bakteri gram negatif dengan genus Acetobacter, bersifat aerob dan memiliki bentuk batang pendek atau kokus (Moat, 1986). Bakteri A.xylinum bersifat spesifik, yaitu memiliki kemampuan dalam membentuk selaput yang tebal pada bagian permukaan dari substrat cair yang digunakan sebagai medium (Awang, 1991). Bakteri tersebut akan berperan dalam memecah gula pada media menjadi polisakarida atau selulosa. Saat dipecah oleh A.xylinum maka polisakarida tersebut akan sedikit-sedikit membentuk benang serat dan semakin lama akan mengalami penebalan sampai terbentuk jaringan yang kuat atau disebut sebagai pelikel nata (Anastasia & Afrianto, 2008). Selulosa dihasilkan oleh mikrooganisme dan merupakan bipolimer. Bakteri dengan golongan Acetobacter akan menghasilkan selulosa dengan kualitas yang baik. Hasil dari peran bakteri tersebut adalah mempengaruhi selulosa yang dihasilkan sehingga terbentuk tekstur yang sangat kenyal, dapat mengikat air dalam jumlah yang tinggi dan dapat melakukan pengkristalan dengan baik (Czaja et al, 2004). Kondisi medium harus disesuaikan dengan karakteristik A.xylinum dalam proses fermentasi seperti kondisi pHnya. Penambahan asidulan dapat digunakan untk menciptakan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan dari bakteri A.xylinum (Anastasia & Afrianto , 2008).

Kandungan serat dalam nata de coco sangat tinggi sehingga nata de coco sering dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Tingginya kandungan serat dalam nata de coco dapat membantu lemak dan mineral terserap sempurnal saat proses metabolisme dalam tubuh. Serat kasar yang terkandung dalam nata de coco ini dapat disebut juga sebagai selulosa. Tingginya kandungan selulosa dalam nata de coco biasa digunakan dan diaplikasikan untuk keperluan industri sebagai sumber selulosa yang murni. Meskipun kandungan serat pada nata de coco cukup tinggi, nutrisi yang terkandung didalamnya cukup rendah karena hampir separuh bagian dari nata de coco adalah air. Kandungan air tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan zat gizi lain dalam nata de coco (Astawan & Astawan, 1991).

Air kelapa merupakan medium yang digunakan untuk membuat nata de coco pada praktikum teknologi fermentasi. Teori dari Pambayun (2002) menyatakan bahwa pada umumnya nata dapat dibuat dari bahan yang mengandung protein, gula dan mineral dalam jumlah tinggi. Bahan yang dapat digunakan dalam proses membuat nata antara lain sari kedelai (nata de soya), air kelapa (nata de coco), sari nanas (nata de pina) dan sari mangga (nata de mango). Air kelapa yang digunakan dalam proses pembuatan nata de coco memiliki kelebihan seperti harga yang terjangkau, resiko kontaminasi sedikit karena berasal dari bahan murni dan juga keberadaanya sangat banyak (Rahman, 1992). Dengan adanya nutrisi dalam air kelapa yang cukup baik mampu membuat bakteri Acetobacter memproduksi dan memfermentasi dengan maksimal. Penambahan gula yang bertindak sebagai nitrogen dan penambahan asam atau cuka glasial pada pH 4-5 dapat membuat proses fermentasi menjadi lebih optimum (Almeida et al., 2012). Kondisi medium dengan pH berkisar antara 3,5 7,5 merupakan kondisi yang baik bagi A.xylinum untuk dapat bertumbuh dan melakukan aktivitas metabolismenya. Namun pH optimalnya adalah 4,3 (Pambayun, 2002).

Air kelapa memiliki kandungan air yang cukup besar yaitu sebesar 91,23%, mengandung protein 0,29%, karbohidrat 7,27%, lemak 0,15% dan abu sebesar 1,06% (Awang, 1991). Dengan begitu banyaknya nutrisi dalam air kelapa maka air kelapa dapat digunakan sebagai bahan dasar yang baik dalam pembuatan fermentasi asam organik untuk proses pembuatan nata de coco (Widayati et al, 2002). 2 tahapan dalam proses pembuatan nata de coco yang dilakukan pada praktikum adalah tahapan pembuatan media fermentasi dan tahapan fermentasi nata de coco.

Tahapan pertama adalah pembuatan media, media sangat penting digunakan untuk proses pembuatan nata de coco. Media tersebut bertugas membantu bakteri dalam menyediakan sumber makanan bagi pertumbuhan bakteri A.xylinum dalam proses pembuatan nata de coco. Selain berperan dalam mendukung pertumbuhan bakteri, media juga berperan dalam membuat biakan menjadi subur dan mendapat kemurnian dari biakan yang diinginkan (Volk & Wheeler, 1993). Pada praktikum ini bahan yang digunakan untuk membuat nata de coco antara lain air kelapa sebagai bahan utama, gula pasir, ammonium sulfat dan juga asam cuka glasial dengan konsentrasi 95%. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan penyaringan air kelapa sebanyak 1L. Penyaringan air kelapa bertujuan untuk memisahkan campuran kotoran yang terdapat dalam air kelapa sehingga media yang akan dibuat menjadi lebih bersih dan dapat diminimalkan dari kontaminan yang ada (Pato & Dwiloka, 1994).

Gambar 1. Penyaringan Air Kelapa

Setelah air kelapa disaring sampai bersih, langkah berikutnya adalah memanaskan air kelapa dengan cara perebusan. Pemanasan ini dilakukan untuk mematikan kontaminan yang ada dalam air kelapa sehingga akan didapatkan air kelapa yang bebas dari kontaminan. Dengan mematikan mikroorganisme yang terdapat dalam air kelapa, maka proses fermentasi akan berlangsung dengan baik (Tortora et al., 1995). Pemanasan yang dilakukan pada air kelapa dapat membuat mikroorganisme patogen menjadi mati sehingga resiko kontaminasi dapat diturunkan. Jika proses pemanasan tidak dilakukan maka dapat membuat pertumbuhan dan aktivitas A.xylinum menjadi terganggu (Astawan & Astawan, 1991).

Gambar 2. Pemanasan Air Kelapa

Langkah berikutnya adalah penambahan gula. Penambahan gula ini dilakukan saat air kelapa masih dipanaskan. Gula yang ditambahkan adalah sebanyak 10% dengan penggunaan api kecil sampai semua gula menjadi larut. Gula yang ditambahkan dalam praktikum ini sudah sesuai bahwa penambahan gula 10% ke dalam air kelapa ini adalah untuk mendukung kondisi pertumbuhan yang optimum bagi A.xylinum (Hayati, 2003). Namun penambahan gula tidak boleh sampai berlebih karena hal ini akan membuat A.xylinum menjadi kurang maksimal dalam memanfaatkan media (Sunarso, 1982). Pernyataan yang sama juga ditambahkan Awang (1991) bahwa gula merupakan salah satu sumber karbon organik yang baik digunakan karena dapat mendukung pertumbuhan bakteri. Gula yang biasa digunakan dalam proses pembuatan nata de coco adalah sukrosa. Sukrosa umum digunakan karena harganya yang lebih ekonomis dan juga ketersediaannya mudah didapatkan (Pambayun, 2002). Namun saat proses pemanasan gula, sebaiknya dipastikan semua gula larut sempurna. Jika gula tidak larut sempurna maka akan membuat bakteri kesulitan dalam menyerap nutrisi dalam gula sehingga akan berakibat pada terganggunya proses fermentasi (Astawan & Astawan, 1991).

Gambar 3. Penambahan Gula Pasir 10%

Setelah gula larut sempurna, ditambahkan ammonium sulfat sebesar 0,5% dan tetap diaduk sampai semuanya larut. Penambahan ammonium sulfat ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Pambayun (2002) bahwa ammonium sulfat berperan sebagai sumber nitrogen untuk mendukung pertumbuhan bakteri A.xylinum. Menurut jurnal Optimalisasi Pemberian Ammonium Sulfat Terhadap Produksi Nata de Banana Skin penambahan (NH4)2SO4 0,4% dapat membuat A.xylinum tumbuh dan melakukan proses fermentasi dengan baik. Jika A.xylinum bertumbuh dengan baik maka akan dilakukan aktivitas fermentasi dalam mengubah gula menjadi selulosa. Semakin tinggi aktivitas A.xylinum maka semakin tebal dan berat juga nata yang akan dihasilkan. Konsentrasi ammonium sulfat 0,8% mampu menghasilkan nata dengan tebal 0,81 cm dan beratnya sebesar 590,01 gr. Pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal dari A.xylinum dipengaruhi oleh sumber nitrogen dan tersedianya nutrisi lain yang juga ada dalam kulit pisang kepok seperti protein, karbohidrat dan juga lemak. Dengan pemberian (NH4)2SO4 tidak berpengaruh terhadap kadar air dari nata. Hal tersebut disebabkan karena adanya polisakarida yang berperan dalam mengikat air sehingga kandungan air pada nata dimungkinkan sama jumlahnya.

Gambar 4. Penambahan Ammonium Sulfat 0,5%

Pernyataan yang sama juga ditambahkan Awang (1991) bahwa medium yang baik digunakan untuk proses fermentasi seperti nata de coco adalah harus mengandung nitrogen seperti ammonium sulfat. Dengan adanya sumber nitrogen maka pertumbuhan bakteri A.xylinum akan menjadi maksimal. Selain ammonium sulfat, sumber nitrogen lain yang dapat digunakan adalah protein, nitrogen organik (ekstrak yeast), urea, ammonium fosfat atau ZA dan nitrogen anorganik (ammonium sulfat). Penggunaan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen memiliki kelebihan lain yaitu dapat mencegah tumbuhnya bakteri Acetobacter acesi, dimana bakteri tersebut adalah bakteri pesaing bagi Acetobacter xylinum sehingga akan membuat proses fermentasi terganggu (Pambayun, 2002). Menurut jurnal Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata de coco pembuatan nata membutuhkan bantuan mikroorganisme seperti Acetobacter xylinum. Mikroorganisme tersebut dalam proses pertumbuhannya membutuhkan nutrisi seperti H, C, N dan juga mineral dalam media air kelapa. Untuk sumber nitrogen dapat ditambahkan ZA, urea atau amonium sulfat dan juga ekstrak dari yeast atau khamir. Untuk variasi sumber nitrogen yang berasal dari urea didapatkan hasil bahwa yield yang terbentuk lebih baik dibanding dengan menggunakan sumber nitrogen yang berasal dari yeast. Dengan penambahan amonium sulfat nata justru tidak terbentuk. Nitrogen ini penting digunakan karena akan digunakan oleh A.xylinum dalam proses biosintesis selulosa. Selain itu nitrogen sangat berperan dalam pembentukan layer dari nata dan jumlah dari selulosa. Meskipun dalam air kelapa sudah mengandung nutrisi yang cukup, ternyata penambahan sumber nitrogen dari luar mampu meningkatkan pembentukan nata secara signifikan.

Setelah ammonium sulfat dan gula larut sempurna, maka api dimatikan dan langkah selanjutnya pada air kelapa ditambah dengan asam cuka glasial sampai didapatkan pH air kelapa mencapai pH 4-5. Asam cuka glasial yang ditambahkan dalam air kelapa berfungsi untuk membuat pH air kelapa menjadi turun. Namun penggunaan asam cuka glasial ke dalam air kelapa tidak boleh berlebih karena akan membuat A.xylinum tumbuh kurang maksimal jika pH larutan terlalu asam. Hal tersebut dapat disebabkan akan terbentuk energi yang terlalu banyak sehingga akan menghambat proses fermentasi nata de coco (Atlas, 1984). Langkah selanjutnya adalah memanaskan kembali air kelapa sampai mendidih dan setelah dipanaskan, dilakukan penyaringan untuk memisahkan kotoran yang mungkin masih tertinggal. Menurut jurnal The Effect oh pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentration On The Production of Bacterial Cellulose (Nata de coco) by Acetobacter Xylinum setelah fermentasi selama 20 hari dengan pH 3,5 hanya dihasilkan nata dengan ukuran layernya 1mm. Namun dengan kondisi pH 4, A.xylinum mampu memfermentasi nata dengan baik. Selain itu, pembuatan nata dengan menggunakan medium glukosa dan penambahan asam asetat sangat membantu pertumbuhan A.xylinum. Penambahan asam asetat akan membuat pH turun sehingga pembentukan nata akan semakin baik. Pada hasil didapatkan data bahwa dengan menggunakan 10% sukrosa, 0,5% amonium sulfat dan pada pH 4 dihasilkan nata terbaik dengan ketebalan yang cukup tebal. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi kualitas dari nata dalam mengikat air atau water holding capacity dan juga tingkat kekerasan nata.

Gambar 5. Penambahan Asam Cuka Glasial

Gambar 6. Pengukuran dengan pH Meter

Gambar 7. Pemanasan Air Kelapa Kedua

Tahapan kedua yang dilakukan adalah proses fermentasi nata de coco. Dalam melakukan proses fermentasi, larutan media steril (air kelapa) disiapkan sebanyak 200 ml kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik bening dan ditutup dengan rapat. Setelah agak dingin, media ditambah dengan starter atau biang nata sebanyak 10%. Penambahan starter ini dilakukan dalam kondisi yang aseptis, lalu dilakukan pengocokan perlahan agar starter dapat tercampur rata dengan mediumnya. Biang nata atau starter yang digunakan dalam praktikum ini adalah Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum termasuk ke dalam bakteri anaerobik dimana bakteri tersebut dapat mengoksidasi etanol lalu mengubahnya menjadi asam asetat. Kemampuan lain yang dimiliki bakteri tersebut adalah mengoksidasi senyawa asam amino menjadi H2O dan CO2 dengan cara melepaskan ammonia. Jika asam amino mengandung sulfihidril, maka akan dimungkinkan terjadinya pelepasan gas H2S (Fardiaz, 1992). Penambahan biang nata sebesar 10% pada praktikum ini sudah sesuai dengan teori Rahayu et al, (1993) bahwa dalam proses pembuatan nata de coco maka ditambahkan inokulum sebesar 1-10%. Dengan adanya penambahan biang nata maka akan dihasilkan lapisan nata pada bagian permukaan media atau substrat cair. Perlakuan yang aseptis saat memasukkan biang nata ke dalam media dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme patogen yang tidak diinginkan.

Gambar 8. Pengambilan Sampel 200 ml

Gambar 9. Penuangan Sampel Ke Wadah Plastik

Kondisi yang aseptis didukung oleh pernyataan yang sama dari Hadioetomo (1993) bahwa dalam menciptakan kondisi yang aseptis maka digunakan alkohol untuk disemprotkan ke tangan dan juga meja yang akan digunakan penginokulasian. Penggunaan alkohol bertujuan untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi saat proses fermentasi. Selain itu, penggunaan api bunsen dalam proses fermentasi adalah agar mikroorganisme kontaminan dapat dihambat dan dimatikan supaya tidak menghambat proses fermentasi nata de coco.

Gambar 10. Penambahan Biang Nata

Setelah ditambah dengan biang nata, wadah plastik ditutup dengan menggunakan kertas coklat dan dilakukan penginkubasian selama 2 minggu pada suhu ruang. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Wijayanti et al., (2010) bahwa proses inkubasi nata de coco dilakukan dalam suhu ruang agar dapat tercipta kondisi lingkungan yang maksimal, selain itu fermentasi nata de coco akan berjalan baik pada suhu 28-300C. Proses inkubasi bertujuan agar bakteri dapat beradaptasi dan beraktivitas dengan mediumnya sehingga bakteri dapat menghasilkan nata pada bagian permukaan substrat. Terbentuknya lapisan nata disebabkan sebagai akibat adanya gula yang dikonversi menjadi selulosa oleh bakteri A.xylinum (Pambayun, 2002). Selama proses inkubasi, suhu merupakan salah satu faktor yang harus dikontrol. Suhu inkubasi yang terlalu tinggi akan membuat bakteri menjadi mati, namun suhu inkubasi yang terlalu rendah juga dapat menmbuat lapisan nata yang terbentuk menjadi lunak. Saat proses inkubasi berlangsung, sebaiknya pada wadah jangan sampai terjadi guncangan karena hal tersebut akan membuat tidak stabilnya lapisan nata yang terbentuk (Rahayu et al., 1993). Langkah selanjutnya adalah melakukan pengamatan terhadap pembentukan lapisan nata dihari ke-7 dan hari ke-14. Rumus untuk menghitung persen lapisan nata yang terbentuk adalah :

Persentase Lapisan Nata =

Perlakuan inkubasi selama 14 hari yang dilakukan dalam praktikum nata de coco sesuai dengan teori bahwa waktu terbaik untuk dihasilkan lapisan nata yang maksimum adalah selama 10-14 hari dengan suhu inkubasi berkisar 28-320C. Proses fermentasi nata de coco dinyatakan selesai sampai terebntuk lapisan nata yang berwarna putih. terbentuknya lapisan nata berasal dari terbentuknya miofibril yang panjang dari glukosa dimana saat proses fermentasi terdapat komponen selulosa. Lapisan nata yang terbentuk akan berada di permukaan dari media (Rahman, 1992). Pembentukan lapisan nata pada bagian permukaan medium disebabkan karena selama proses fermentasi dihasilkan gas CO2 sehingga akan membuat nata naik ke permukaan. Proses terbentuknya nata dapat digambarkan seperti ini Glukosa (Glukokinase) Glukosa-6-fosfat (Fosfoglukomutase) Glukosa-1-fosfat (UDP-Glukosa Pirofosforilase) UDP-Glukosa (Sintesis selulosa) Selulosa (nata) (Hamid et al., 2011).

Gambar 11. Proses Inkubasi Nata

Terbentuknya lapisan nata menurut Pambayun (2002) adalah karena tumbuhnya mikroorganisme dalam jumlah yang banyak selama proses fermentasi berlangsung. Seiring dengan tumbuhnya mikroorganisme tersebut maka akan dihasilkan juga lembaran seperti benang yang disebut dengan selulosa. Semakin banyak lembaran benang yang terbentuk maka nata yang terbentuk juga akan semakin padat dan berwarna putih bening. Setelah nata terbentuk, dilakukan proses pencucian dengan air mengalir dan dilakukan pemasakan dengan menambahkan gula. Kemudian dilakukan pengamatan dengan mengukur tinggi nata. Menurut jurnal Studies On Fermentation of Monascus purpureus TISTR 3090 With Bacterial Cellulose From Acetobacter xylinum TISTR 967 kondisi fermentasi berpengaruh terhadap pewarnaan dari selulosa bakteri atau disebut juga nata. Dengan penggunaan glukosa, tepung beras, maltosa yang dijadikan sebagai sumber karbon dalam medium sukrosa ternyata berpengaruh pada munculnya warna merah terang dalam waktu 12 hari. Begitu juga dengan penambahan sumber nitrogen berupa 1,5% amonium nitrat. Selain penambahan sumber-sumber tersebut, kondisi pada pH 5,5 dan suhu fermentasi 300C memberikan efek terhadap warna. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk menstabilkan warna dari Monascus dan nata maka digunakan komposisi medium sukrosa 5%, amonium nitrat 1,5%, kondisi pH 5,5, suhu fermentasi 300C selama 12 hari.

Dari hasil pengamatan, didapatkan data bahwa pada kelompok B1 dan B4 tinggi awal media sebesar 2 cm, pada kelompok B2 dan B5 tinggi awal media sebesar 1,5 cm dan pada kelompok B3 sebesar 2,9 cm. Ketebalan nata pada hari ke 7 untuk kelompok B1 dan B3 adalah 0,3 cm. Pada kelompok B2 dan B5 sebesar 0,5 cm dan pada kelompok B4 sebesar 0,4 cm. Pada hari ke 14 ketebalan nata pada kelompok B1 dan B5 sebesar 0,8 cm, pada kelompok B3 dan B4 sebesar 0,5 cm dan pada kelompok B2 sebesar 0,6 cm. Sedangkan untuk persentase lapisan nata pada hari ke 7 berkisar 10,34% - 33% dan untuk hari ke 14 persentase lapisan nata berkisar 17,24% - 53%. Dari hasil tersebut didapatkan data tinggi media yang berbeda namun untuk kelompok B1 dan B3 ketebalan natanya sama yaitu 0,3 cm. Hal ini dikarenakan penggunaan wadah plastik yang berbeda-beda tiap ukurannya. Sehingga dengan penggunaan media yang jumlahnya sama maka nata yang dihasilkan akan dimungkinkan tebalnya mendekati. Dari hasil tersebut, mulai dari hari ke-7 sampai ke-14 tinggi ketebalan nata untuk semua kelompok meningkat. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Lapuz et al. (1967), bahwa semakin lama proses inkubasi saat fermentasi berlangsung maka semakin tinggi juga ketebalan nata yang terbentuk di bagian permukaan medium.

Seumahu et al. (2007) menyatakan bahwa nata yang memiliki ketinggian optimum, tebalnya berkisar 1,5-2 cm, memiliki warna putih transparan dan juga terbentuk selulosa gel yang rata atau homogen. Jika ketinggian ketebalan nata kurang dari 0,5 cm dan memiliki warna putih pucat berarti nata yang terbentuk memiliki kualitas yang kurang baik. Dari hasil, ketebalan nata berkisar 0,3-0,8 cm. Terbentuknya nata yang kurang dari 1,5 cm dapat disebabkan karena turunnya kadar oksigen selama proses fermentasi nata berlangsung dan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan bakteri A.xylinum (Wijayanti et al., 2010). Dari hasil persentase lapisan nata untuk semua kelompok mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut disebabkan karena bakteri A.xylinum melakukan aktivitasnya terus dalam memecah gula yang terkandung dalam media. Pemecahan gula tersebut akan mengakibatkan terbentuknya selulosa seperti benang serat yang semakin lama akan semakin tebal seiring dengan lamanya proses inkubasi atau proses fermentasi (Anastasia & Afrianto, 2008).

Menurut jurnal Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco CMC merupakan salah satu jenis penstabil dalam produk pangan. Penambahan CMC dan dekstrin mampu menghasilkan nata dengan kulitas serat yang kaya. Dari hasil mengenai level serat kasar pada nata, penambahan CMC dengan konsentrasi 2,5% dan penambahan dekstrin sebesar 15% dihasilkan serat kasar yang tinggi pada nata sekitar 38,2%. Kandungan serat yang tinggi pada nata dapat memberikan efek pencernaan yang baik. Untuk kelarutannya, dengan penambahan CMC sebesar 15% dan dekstrin sebesar 2,5% dihasilkan kelarutan yang cukup tinggi sekitar 85,95%. Kandungan air dalam nata juga berpengaruh terhadap kestabilan selama penyimpanan. Dengan penambahan dekstrin sebesar 12,5% mampu mengurangi kandungan air, namun penambahan CMC tidak berpengaruh terhadap perubahan kandungan air. Jika kandungan air nata masih tinggi maka akan dimungkinkan tumbuh mikroorganisme kontaminan. Selain itu, penambahan CMC dan dekstrin berpengaruh terhadap warna dari minuman nata de coco instant. Dengan penambahan dekstrin sebesar 15% dan CMC 2,5% dihasilkan warna yang lebih putih. Hal ini disebabkan karena dekstrin berperan dalam melapisi material dan sebagai filler, sedangkan CMC berperan dalam penstabil juga pelindung.

16

17

3.KESIMPULAN Nata de coco merupakan hasil fermentasi yang dibuat dari air kelapa dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Air kelapa merupakan medium yang digunakan untuk membuat nata de coco. Media air kelapa bertugas dalam menyediakan sumber makanan bagi pertumbuhan A.xylinum dalam proses pembuatan nata de coco. Bahan yang digunakan untuk membuat nata de coco antara lain air kelapa, gula pasir, ammonium sulfat dan asam cuka glacial. Penyaringan air kelapa bertujuan untuk memisahkan campuran kotoran yang terdapat dalam air kelapa. Pemanasan ini dilakukan untuk mematikan kontaminan yang ada dalam air kelapa. Gula merupakan salah satu sumber karbon organik yang baik digunakan dalam proses pembuatan nata de coco. Ammonium sulfat berperan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan bakteri A.xylinum. Asam cuka glasial berfungsi untuk membuat pH air kelapa menjadi turun. Biang nata atau starter yang digunakan dalam praktikum ini adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan alkohol bertujuan untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi saat proses fermentasi. Proses inkubasi nata de coco dilakukan dalam suhu ruang agar tercipta kondisi lingkungan yang maksimal.

18

21

Terbentuknya lapisan nata disebabkan adanya gula yang dikonversi menjadi selulosa oleh bakteri A.xylinum. Pembentukan lapisan nata pada bagian permukaan medium disebabkan karena selama proses fermentasi dihasilkan gas CO2 sehingga akan membuat nata naik ke permukaan. Semakin lama proses inkubasi berlangsung maka semakin tinggi juga ketebalan nata . Nata yang memiliki ketinggian optimum, tebalnya berkisar 1,5-2 cm, memiliki warna putih transparan dan juga terbentuk selulosa gel yang rata atau homogen.

Semarang, 6 Juli 2015Praktikan :Asisten Dosen : Nies Mayangsari Wulan Apriliana DewiAuw, Elyzabeth D.A 12.70.006019

22

4.DAFTAR PUSTAKAAlmeida, M. D; Prestes, A. R; Fonseca; Woiciechowski; & Wosiacki. (2012). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1) : 197-206Anastasia, N. dan Afrianto, E. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.Astawan, M. dan M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.Atlas, R.M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.Awang, S.A. (1991). Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.Czaja W.; Dwight R; and R. Malcolm Brown, Jr. (2004). Structural Investigations of Microbial Cellulose Produced in Stationary and Agitated Culture. Cellulose11: 403 411. http://www.botany.utexas.edu/mbrown/papers/hreso/h211.pdf. Diakses 6 Juli 2015.Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.Hamad, A., Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata de Coco. Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal. 62-65.Hamid, A.; Andriyani, N.A.; Wibisono, H. dan Sutopo, H. (2011). Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Jurnal Teknik Kimia. Vol 12 (2): 74-77.Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.Jagannath, Kalaiselvan S. S, Manjunatha P. S, Raju A. S. Bawa. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. (1967). The Nata Organism Cultural. Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.Ochaikul, D.; Chotirittikrai, K.; and Chantra, J. (2006). Studies on Fermentation of Monascus purpureus TISTR 3090 with Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum TISTR 967. KMITL Science Technology Journal, Vol. 6, No. 1:pp.13-17.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.20

Pato, U. dan Dwiloka, B. (1994). Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 77.Rahayu, E.S.; Indriati, R.; Utami, T.; Harmayanti, E. dan Cahyanto, M.N. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.Rossi, E., Usman P., dan S.R. Damanik. (2008). Optimalisasi Pemberian Ammonium Sulfat terhadap Produksi Nata De Banana Skin. Sagu, September 2008 Vol.7 No 2. : 30-36.Santosa, B.; Ahmad, K.; and Domingus, T. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1:6-11.Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-68.Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.Tortora, G.J., Funke, R. and Case, C.L. (1995). Microbiology. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. USA.Volk, W.A. and M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

21

5.LAMPIRAN5.1.PerhitunganRumus:

Persentase Lapisan Nata =

Kelompok B1

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40% Kelompok B2

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33,33%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40% Kelompok B3

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 10,34%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 17,24% Kelompok B4

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 20 %20

22

19

H14 Persentase Lapisan Nata = = 25 % Kelompok B5

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 53%

5.2.Jurnal5.3.Laporan Sementara