laporan modul c

17
Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material Modul C Uji Puntir Oleh : Nama : Surya Eko Sulistiawan NIM : 13713054 Kelompok : 3 Anggota (NIM) : Surya Eko S. (13713054) Rilwanu Lukman A. (1371322) Galih Sekarnurani (1371347) Rian Didik A. (1371357) M. Marzuq (13712008) Tanggal Praktikum : 4 Maret 2015 Tanggal Penyerahan Laporan : 9 Maret 2015 Nama Asisten (NIM) : Angga Hermawan (13711052) Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2015

Upload: surya-eko

Post on 22-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sada

TRANSCRIPT

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material

Modul C Uji Puntir

Oleh :

Nama : Surya Eko Sulistiawan

NIM : 13713054

Kelompok : 3

Anggota (NIM) : Surya Eko S. (13713054)

Rilwanu Lukman A. (1371322)

Galih Sekarnurani (1371347)

Rian Didik A. (1371357)

M. Marzuq (13712008)

Tanggal Praktikum : 4 Maret 2015

Tanggal Penyerahan Laporan : 9 Maret 2015

Nama Asisten (NIM) : Angga Hermawan (13711052)

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material

Program Studi Teknik Material

Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Institut Teknologi Bandung

2015

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada dua jenis tegangan yang dapat bekerja pada suatu material, yaitu

tegangan normal dan tegangan geser. Pada tegangan normal ada tegangan akibat

gaya uniaksial dan akibat momen lentur, sedangkan pada tegangan geser ada

tegangan akibat gaya geser dan akibat momen puntir. Tegangan puntir (torsional

stress) terjadi secara paralel pada bidang material, sedangkan tegangan normal

terjadi secara tegak lurus terhadap bidang material.

Pengujian puntir berguna sebagai alat untuk mengevaluasi keuletan material

karena kondisi tegangan dan regangan kompleks yang terjadi pada waktu

pengujian puntir sensitif terhadap perubahan di dalam material. Pengujian puntir

juga berguna untuk menentukan sifat-sifat mekanik material seperti modulus

elastisitas geser (modulus kekakuan), kekuatan luluh puntir, dan modulus retak

(Dieter, 1988). Standar pengujian puntir diatur dalam ASTM A938.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Menentukan kurva perbandingan tegangan geser dan regangan geser

2. Menghitung besaran-besaran sifat mekanik material dari hasil uji puntir

3. Memahami mekanisme terbentuknya patahan material oleh tegangan geser

4. Mengetahui perbedaan uji puntir dan uji tarik dalam mendapatkan besaran sifat

mekaniknya

BAB II

TEORI DASAR

Besaran yang terukur dari uji puntir adalah momen putar dan sudut putar

specimen. Untuk mengukur sudut putar digunakan alat yang disebut dengan

Troptometer. Spesimen pada uji puntir ini serupa dengan pada uji tarik, namun di

mesin yang digunakan dalam uji tarik spesimen diletakkan vertikal, berbeda dengan

pada uji puntir yang diletakkan horizontal. Momen puntir hanya diberikan pada salah

satu ujung spesimen saja, karena pembebanan pada kedua ujung akan memberikan

hasil sudut puntir yang tidak konstan. Bantuan sederhana yang dapat digunakan untuk

mengukur sudut puntir dan jumlah putaran yang terjadi sebelum kegagalan adalah

dengan membuat garis lurus dengan tinta pada spesimen sebelum pengujian.

Besaran-besaran sifat mekanik material diperoleh dari penurunan hasil uji

puntir yang berupa waktu dan tegangan listrik. Besaran-besaran sifat mekanik

material yang diperoleh diantaranya ialah momen putar dan sudut putar, regangan

geser dan modulus elastisitas gesernya pada daerah elastis maupun plastis.

Momen putar adalah gaya yang bekerja sepanjang jarak tertentu sehingga

memberikan gerakan rotasi (Roylance, 2000). Momen putar didapatkan dari

persamaan Karena merupakan

inersia momen polar (J) , maka sedangkan sudut putar (θ) didapatkan

dari

MT = Momen Torsi (Nm)

τ = Tegangan geser (Pa)

r = Jarak radial yang dihitung dari pusat (m)

L = Panjang spesimen (m)

a = Jari-jari (m)

J = Inersia momen polar (m4)

Notasi-notasi yang dipakai dalam persamaan ini dapat dengan mudah dipahami

dari gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kondisi uji puntir pada spesimen berbentuk rod

Sumber: Dieter hal. 339

Setelah menghitung momen putar dan sudut putar, akan didapatkan hasil kurva

dengan momen putar (twisting moment, Nm) di sumbu-y dan sudut putar (angle of

twist, deg) di sumbu-x seperti yang ditunjukkan gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kurva momen putar dengan sudut putar

Sumber: Dieter hal. 340

Perubahan sudut yang terjadi antara dua segmen garis yang tadinya tegak lurus

satu sama lain adalah regangan geser (Hibbeler, 2011). Regangan geser dapat

ditentukan dengan persamaan

Modulus elastisitas geser (G) ditentukan dengan persamaan

Ketika regangan geser sudah semakin besar, sehingga hubungan antara tegangan dan

regangan elastis sudah tidak linear lagi, maka persamaan momen putar, regangan

geser, dan modulus geser tidak berlaku lagi. Ketika kondisi regangan begitu besar,

dibuat kurva antara momen dengan sudut putar per panjang spesimen. Dari kurva ini

akan didapatkan kondisi regangan dan tegangan geser yang sebenarnya.

Regangan geser sebenarnya didapatkan dari γ = rθ’ dengan θ’ = 𝜃

𝑙 sedangkan

untuk menghitung tegangan geser sebenarnya didapat dengan cara menurunkan

persamaan momen torsinya.

Karena sekarang tegangan geser merupakan fungsi dari regangan gesernya

dan regangan geser merupakan fungsi dari sudut putar per panjang specimen, maka

didapatkan persamaan sebagai berikut :

Kemudian didapatkan pula

Jika sebuah kurva torsi-puntir tersedia, tegangan geser bisa dihitung dengan

persamaan di atas. Gambar 2.3 mengilustrasikan bagaimana persamaan ini

dijalankan. Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk geometri seperti

Gambar 2.3 Kurva momen torsi dengan perubahan sudut per panjang

Sumber: Dieter hal. 342

BAB III

DATA PERCOBAAN

3.1 Data

Jenis Spesimen : ST-37

Panjang Awal : 73,40 mm

Diameter : 7,03 mm; 7,02 mm; 7,04 mm; 7,03 mm

Kecepatan : 15 rpm

Mesin Uji : Torno Grochi

Kekerasan Awal : 45 HRA

Kekerasan Akhir : 55 HRA

Jumlah Puntiran : 5, 75

Panjang Akhir : 74,0 mm

Durasi : 23000 msec

Diameter Patahan : 7,04 mm; 7,02 mm; 7,01 mm; 7,023 mm

3.2 Pengolahan Data

3.2.1 Kurva momen puntir terhadap waktu

Dari hasil percobaan uji puntir diperoleh data waktu (msec) dan tegangan

(mvolt). Data konversi tertulis 1 mVolt = 0.01086 N, kemudian besar momen

puntir diperoleh dari perkalian antara gaya dan panjang awal specimen, Mt

(Nm)= F(N)*L(m). Setelah diperoleh nilai momen puntir, maka diperoleh

grafik antara momen puntir terhadap waktu sebagai berikut :

0

1

2

3

4

5

6

7

8

90

0.8

1.6

2.4

3.2 4

4.8

5.6

6.4

7.2 8

8.8

9.6

10

.4

11

.2 12

12

.8

13

.6

14

.4

15

.2 16

16

.8

17

.6

18

.4

19

.2 20

20

.8

21

.6

22

.4

mo

me

n p

un

tir

waktu

momen puntir (Nm) vs waktu (s)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0

0.2

0.4

0.6

0.8 1

1.2

1.4

1.6

1.8 2

2.2

2.4

2.6

2.8 3

3.2

3.4

3.6

3.8 4

4.2

4.4

4.6

4.8 5

5.2

5.4

5.6

mo

me

n p

un

tir

putaran

momen puntir (Nm) vs jumlah putaran

3.2.2 Kurva momen puntir terhadap putaran

Data konversi tertulis 1 msec = 0.00025 putaran. Setelah diperoleh nilai

putaran, maka diperoleh grafik antara momen puntir terhadap putaran sebagai

berikut :

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0

72

14

4

21

6

28

8

36

0

43

2

50

4

57

6

64

8

72

0

79

2

86

4

93

6

10

08

10

80

11

52

12

24

12

96

13

68

14

40

15

12

15

84

16

56

17

28

18

00

18

72

19

44

20

16

mo

me

n p

un

tir

sudut puntir

momen puntir (Nm) vs sudut puntir (deg)

0123456789

0.0

0

98

0.9

3

1,9

61

.85

2,9

42

.78

3,9

23

.71

4,9

04

.63

5,8

85

.56

6,8

66

.49

7,8

47

.41

8,8

28

.34

9,8

09

.26

10

,79

0.1

9

11

,77

1.1

2

12

,75

2.0

4

13

,73

2.9

7

14

,71

3.9

0

15

,69

4.8

2

16

,67

5.7

5

17

,65

6.6

8

18

,63

7.6

0

19

,61

8.5

3

20

,59

9.4

6

21

,58

0.3

8

22

,56

1.3

1

23

,54

2.2

3

24

,52

3.1

6

25

,50

4.0

9

26

,48

5.0

1

27

,46

5.9

4

mo

me

n p

un

tir

θ'

momen puntir (Nm) vs θ'(deg/m)

3.2.3 Kurva momen puntir terhadap sudut puntir (θ)

Data konversi tertulis θ (deg) : putaran x 3600. Setelah diperoleh nilai

sudut puntir, maka diperoleh grafik antara momen puntir terhadap sudut

puntir sebagai berikut :

3.2.4 Kurva momen puntir terhadap θ’

Nilai θ’ diperoleh dari hasil θ/L.

0

20

40

60

80

100

120

0.0

0

4.3

1

8.6

2

12

.93

17

.24

21

.55

25

.86

30

.17

34

.48

38

.79

43

.10

47

.41

51

.72

56

.03

60

.34

64

.65

68

.96

73

.27

77

.58

81

.89

86

.20

90

.51

94

.82

99

.13

τ

ϒ

τ (MPa) vs ϒ

3.2.5 Kurva tegangan geser terhadap regangan geser

𝛾 (deg) : θ’ x jari-jari spesimen (r)

tegangan geser (𝝉) (Pa) : 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑢𝑛𝑡𝑖𝑟 𝑥 𝑗𝑎𝑟𝑖 −𝑗𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛

𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎 𝑃𝑜𝑙𝑎𝑟 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑗𝑎𝑙 =

𝑀𝑡 𝑥 𝑟

𝐽

3.2.6 Kurva θ’ terhadap σ0 Tresca dan Von Mises

Pada pengujian puntir, spesimen menerima tegangan geser sehingga pada

kondisi state of stress hanya terdapat tegangan geser . Pada saat principal

stress didapatkan bahwa σ1 = τ dan σ2 = -τ

Tresca

Karena σ1 dan σ2 berbeda tanda maka

σ1 − σ2 = 𝜎0

𝜏 − (− 𝜏) = 𝜎0

2𝜏 = 𝜎0

𝜎0 = 2𝜏

Von Mises

0

50

100

150

200

250

0.0

0

1,4

71

.39

2,9

42

.78

4,4

14

.17

5,8

85

.56

7,3

56

.95

8,8

28

.34

10

,29

9.7

3

11

,77

1.1

2

13

,24

2.5

1

14

,71

3.9

0

16

,18

5.2

9

17

,65

6.6

8

19

,12

8.0

7

20

,59

9.4

6

22

,07

0.8

4

23

,54

2.2

3

25

,01

3.6

2

26

,48

5.0

1

27

,95

6.4

0

σ0

(M

Pa)

θ’

tresca

von mises

y = 0.479x + 4.262R² = 0.037

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

-1 0 1 2 3

ln o

ln e

Series1

Linear (Series1)

𝜎12 − 𝜎1𝜎2 + 𝜎2

2 = 𝜎0

𝜏2 − 𝜏 −𝜏 + (−𝜏)2 = 𝜎0

3𝜏2 = 𝜎0

𝜏 3 = 𝜎0

3.2.7 Koefisien kekuatan (K) dan koefisien strain hardening (n)

Tresca :

y = 0.479x + 4.049R² = 0.037

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

0 1 2 3

Axi

s Ti

tle

Axis Title

Linear (Series1)

Diketahui persamaan tegangan alir: t nKe

enKt lnlnln

dengan cara regresi linear didapat persamaan garis: y = 0.479x + 4.262

jadi, koefisien strain hardening (n) = 0.479

koefisien kekuatan (K) ln K = 4.262

K = 70.95 Mpa

Von mises

Diketahui persamaan tegangan alir: t nKe

enKt lnlnln

dengan cara regresi linear didapat persamaan garis: y = 0.479x + 4.049

jadi, koefisien strain hardening (n) = 0.479

koefisien kekuatan (K) ln K = 4.049

K = 57.34 Mpa

BAB IV

ANALISIS DATA

Uji puntir ini dilakukan dengan menggunakan specimen baja ST 37 serta

troptometer sebagai alat pengukurnya. Data yang diperoleh pada uji puntir ini adalah

waktu dalam satuan msec dan tegangan dalam satuan mVolt. Data awal yang

diperoleh tersebut kemudian dikonversi ke satuan yang lain agar didapatkan data

yang kita inginkan. Pada semua grafik diatas terlihat bahwa bentuk kurva masing-

masing grafik hampir mirip satu sama lain, yang membedakan hanyalah

besaran,satuan, dan koordinatnya pada kurva. Hal ini disebabkan semua hasil

konversi dari data baru besarnya sebanding dengan data lama. Kurva momen puntir

terhadap putaran, dimana putaran, n, besarnya sebanding dengan t. Kurva momen

puntir terhadap sudut puntir, dimana sudut puntir, θ, besarnya sebanding dengan n.

Kurva tegangan geser terhadap regangan geser, dimana τ besarnya sebanding dengan

Mτ dan ϒ besarnya sebanding dengan θ’.

Semua grafik diatas terlihat bahwa terbentuk garis horizontal yang cukup

panjang sebelum akhirnya kurva naik. Hal ini disebabkan karena saat pengujian

puntir terjadi keterlambatan dalam menekan tombol penahan pada mesin. Pada

computer sudah dinyalakan timer nya namun specimen belum dikerjakan momen

puntir. Pada grafik momen puntir terhadap waktu, kurva baru naik setelah dikerjakan

momen puntir pada detik ke-3,2. Artinya ada selisih waktu antara timer dan

pemberian momen puntir pada specimen, yaitu 3,2 detik.

Selain itu, pada kurva yang terbentuk terdapat penurunan kecil pada titik

tertentu sebelum akhirnya naik lagi. Hal ini disebabkan karena pada saat pengujian,

spesimen yang terpasang pada mesin uji puntir mengalami slip. Slip terjadi karena

spesimen kurang terpasang dengan kuat pada pencengkeram mesin. Pada akhir kurva

terbentuk garis vertikal yang linear. Kurva tersebut merepresentasikan bahwa

spesimen yang diberi momen puntir telah mengalami kegagalan atau patah sehingga

data yang didapat berubah secara signifikan menuju nol.

Letak patahan specimen yang telah mengalami uji puntir ada di antara gage

length. Hal ini disebabkan karena pada gage length terdapat konsentrasi tegangan

akibat luas permukaan penampangnya yang lebih kecil dari penampang ujung-

ujungnya.

Data kekerasan specimen awal yaitu 45 HRA, data kekerasan specimen akhir

yaitu 55 HRA. Perubahan nilai kekerasan ini terjadi akibat adanya deformasi plastis

yang memicu penumpukan pergerakan dislokasi sehingga energi yang dibutuhkan

untuk menggerakkan atom akan menjadi lebih besar sehingga berdampak pada

meningkatnya harga kekerasan.

Dari kurva yang terbentuk didapatkan nilai besaran-besaran sifat mekaniknya

antara lain Yield torsional shearing strength adalah 56.67778323 MPa. Nilai tersebut

didapat dari titik dimana mulai terjadi penurunan pada kurva. Modulus elastisitas

Geser (G) adalah 59,92033 MPa. Nilai G dapat dicari dengan regresi pada kurva yang

masih linier atau daerah elastis. Ultimate Torsional Shearing Strength (Modulus of

Rupture) adalah 112.1046335 MPa. Nilai tersebut diperoleh dari nilai 𝜏 yang terbesar.

Dilihat dari bentuk patahannya, Bentuk patahan pada material ulet membentuk

sudut 900 atau tegak lurus terhadap penampangnya karena arah patahnya sesuai

tegangan geser maksimum sedangkan bentuk patahan material getas membentuk

sudut 450 terhadap penampangnya karena arah patahnya sesuai tegangan normal

maksimum.

Keuntungan uji puntir dalam mendapatkan besaran mekaniknya adalah tidak

timbulnya necking ataupun barreling yang mengubah diameter penampang specimen

secara signifikan sehingga persamaan-persamaan dalam pengolahan data masih bisa

berlaku. Selain itu pengujian ini bisa menganalisis perilaku material ketika

berdeformasi plastis. Melalui uji puntir daerah plastis material lebih panjang

daripada saat uji tarik. Ketika uji tarik dilakukan, setelah mencapa i ultimate normal

strength material mengalami necking kemudian patah. Daerah plastis yang teramati

tidak sebanyak atau sepanjang saat dilakukan uji puntir.

Kelemahan uji puntir dalam mendapatkan besaran mekaniknya adalah

banyaknya kurva yang harus digambar sehingga dalam pengolahan data akan

membutuhkan banyak waktu.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Besaran-besaran sifat mekanik material dari uji puntir ini adalah

Modulus elastisitas Geser (G) adalah 59,92033 MPa

Shearing Strength (Modulus of Rupture) adalah 112.1046335 MPa

Torsional shearing strength adalah 56.67778323 MPa

2. Patahan pada material ulet membentuk sudut 900 terhadap penampangnya

sedangkan patahan material getas membentuk sudut 450 terhadap

penampangnya.

3. Kurva perbandingan grafik dalam pengujian puntir dapat dilihat pada subbab

3.2.1 - 3.2.6.

4. Dalam pengujian puntir tidak terjadi fenomena necking dan barreling

sehingga persamaan-persamaan dalam pengolahan data masih valid namun

pengolahan data cukup banyak karena grafik yang dibuat beragam dalam

mendapatkan sifat mekaniknya.

5.2 Saran

1. Memerhatikan jeda waktu antara timer di computer dengan saat menekan

tombol penahan di computer supaya data dan grafik yang diolah lebih baik.

2. Kesalahan numeric dalam pengolahan data dapat diminimalkan dengan

menambah digit angka penting sehingga keakuratan data lebih baik.

3. Spesimen yang digunakan pada percobaan ini hanya material ulet. Lebih baik

percobaan ini menggunakan dua specimen yang sifatnya berbeda sehingga

dapat dibandingkan sifat kedua material tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Davis, H.E. et al. “The Testing of Engineering Materials” 4th edition. Mc.Graw –

Hill Book Co. 1982.

2. Dieter, G.E. “Mechanical Metallurgy” SI Metric Edition. McGraw – Hill Book Co.

1988.

3. Callister, William D. “Materials and Science Engineering An Introduction” 6 th

edition. John Willey & Sons, Inc. 2003.

4. ASTM International. “ASTM A938-07 Standard Test Method for Torsion Testing

of Wire”. ASTM International. 2007

5. Hibbeler, R.C. “Mechanics of Materials” 8th Ed. Pearson Prentice Hall. 2011

LAMPIRAN

Tugas Setelah Praktikum

1. Dalam pengujian puntir, diameter specimen berubah atau tidak ?

0

20

40

60

80

100

120

12

.07

12

.93

13

.79

14

.65

18

.96

23

.27

24

.14

27

.58

32

.76

37

.07

37

.93

63

.79

2. Berapa sudut maksimum dalam principal stress ?

3. Aplikasi dari benda torsi ?

4. Kurva tegangan –regangan geser dari hasil plot 4 titik di daerah elastic dan 8

titik di daerah plastis ?

Jawab :

1. Dari data hasil percobaan, diameter specimen setelah diuji berbeda dengan

diameter awal sebelum diuji. Diameter awal specimen 7,03 mm dan diameter

akhir specimen 7.023 mm. Hal ini disebabkan karena posisi pencengkram

mesin uji puntir dan spesimen tidak tepat sesumbu sehingga ada kemungkinan

terjadi tegangan tarik pada spesimen tersebut. Tegangan tarik akan mengubah

panjang dan diameter specimen menjadi panjangnya menjadi lebih besar

sedangkan diameternya lebih kecil

2. Dalam principal stress, tegangan gesernya sama dengan nol. Sudut untuk

membentuk principal stress memenuhi persamaan 2θp1 + 2θp2 = 1800 dalam

lingkaran mohr. Jika f(θ) = θp1. θp2

= θp1. (90- θp1)

= 90 θp1 - (θp1)2

Untuk mencapai maksimum, f’(θ)=0 0=90 - 2θp1

θp1 = 450 θp2 = 450

3. Aplikasi dari benda torsi adalah handle grip sepeda motor saat sedang

menerima momen untuk menambah kecepatan.

4.

Rangkuman

Pada percobaan uji puntir ini digunakan beberapa alat yaitu Troptometer,

Weighing head, dan Twisting head. Troptometer berfungsi untuk mengukur besarnya

deformasi yang terjadi pada spesimen. Weighing head berfungsi untuk

mencengkeram spesimen dan memberi momen puntir pada spesimen sedangkan

twisting head berfungsi untuk mencengkeram spesimen dan mengukur besarnya

momen ulir / torsi.

Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui mekanisme patahan

karena tegangan geser, menghitung besaran-besaran sifat mekanik material dari uji

puntir, mengetahui standard an prosedur uji puntir, dan mengetahui pengaruh

tegangan geser terhadap sifat mekanik material.

Walaupun besar momen puntir berbeda, namun dalam grafik tegangan

puntirnya sama karena tegangan puntir merupakan sifat mekanik. Torsional yield

strength merupakan batas tegangan geser sebelum mencapai daerah plastis. Jika ada

dua specimen silinder yang penampangnya solid dan tubular, maka besaran sifat

mekaniknya lebih akurat specimen yang penampangnya tubular karena distribusi

teganganny lebih merata.

Daerah plastis dan elastic distribusi tegangannya berbeda. Pada daerah plastis

distribusi tegangannya tidak linear sedangkan daerah elastic distribusi tegangannya

linear. Dilihat dari bentuk patahannya, Bentuk patahan pada material ulet membentuk

sudut 900 atau tegak lurus terhadap penampangnya karena arah patahnya sesuai

tegangan geser maksimum sedangkan bentuk patahan material getas membentuk

sudut 450 terhadap penampangnya karena arah patahnya sesuai tegangan normal

maksimum.