laporan kuliah lapangan geomekanik

26
LAPORAN KULIAH LAPANGAN MATA KULIAH MKPP GEOMEKANIKA SEMESTER GANJIL 2010/2011 Oleh Kelompok 5: Vicco Oryzavica Vebriyatna 140710070053 Rifki Asrul Sani 140710070075 Hastomo 140710070081 Iskandar 140710070083 M. Suwongso Sadewo 140710070101 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN Page | 1

Upload: rifki-asrul-sani

Post on 27-Jun-2015

708 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

MATA KULIAH MKPP GEOMEKANIKA

SEMESTER GANJIL 2010/2011

Oleh Kelompok 5:

Vicco Oryzavica Vebriyatna 140710070053

Rifki Asrul Sani 140710070075

Hastomo 140710070081

Iskandar 140710070083

M. Suwongso Sadewo 140710070101

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Jatinangor

2010

Page | 1

Page 2: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

BAB 1

PENDAHULUAN

Kondisi tanah dan batuan merupakan faktor yang cukup penting dalam perencanaan

suatu lahan atau wilayah, dimana kedua hal tersebut akan menjadi sebuah penentu mengenai

sistem tata guna lahan dan juga rencana konstruksi bangunan yang akan dibuat. Dalam hal

ini, Geomekanika yang merupakan salah satu dari cabang ilmu Geoteknik memiliki andil

yang cukup besar dalam pemecahan masalah ataupun memberikan sebuah gambaran awal

mengenai kondisi batuan suatu wilayah. Batuan merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam kehidupan manusia, baik dalam hal pertanian, pembangunan, serta cabang ilmu terkait

termasuk di dalamnya adalah geologi itu sendiri yang mempelajari batuan beserta material

penyusunnya. Geomekanika yang dalam hal ini akan lebih spesifik mempelajari kualitas

batuan dari sistem RMRnya akan menentukan tata guna wilayah yang hendak dilakukan

rekayasa pembangunan, dalam hal ini membantu ahli Teknik Sipil dalam penggunaan

wilayah serta material yang akan digunakan sebagai bahan bangunan.

Kuliah lapangan kali ini dilakukan di daerah Citatah, Kecamatan Padalarang,

Kabupaten Bandung Barat. Wilayah atau areal yang kami teliti sebagian besar terdiri dari

satuan batugamping, dari mulai terumbu hingga klastik, geomorfologi wilayah merupakan

dataran tinggi hingga perbukitan curam dan landai yang tersusun atas batugamping dan juga

batulempung yang mengisi bagian terendah dari perbukitan. Dengan kondisi lapangan yang

demikian, masyarakat sekitar pun memanfaatkan Sumber Daya “batu kapur” yang dikenal

sebagai batugamping sebagai komoditas ekonomi dan juga bahan baku atau material

bangunan sehingga cukup banyak pabrik pengolahan batugamping yang dikerjakan oleh

masyarakat sekitar.

Page | 2

Page 3: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RQD (Rock Quality Designation)

Dalam mempelajari aspek kekuatan batuan (Mekanika Batuan), dikenal istilah RQD

rock quality designation yaitu suatu penandaan atau penilaian kualitas batuan berdasarkan

kerapatan kekar. RQD penting untuk digunakan dalam pembobotan massa batuan (Rock

Mass Rating, RMR) dan pembobotan massa lereng (Slope Mass Rating, SMR). Perhitungan

RQD biasa didapat dari perhitungan langsung dari singkapan batuan yang mengalami

retakan-retakan (baik lapisan batuan maupun kekar atau sesar) berdasarkan rumus Hudson

(1979, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996):

RQD = 100 (0.1 λ + 1) e- 0.1 λ

λ adalah rasio antara jumlah kekar dengan panjang scan-line (kekar/meter). Makin besar nilai

RQD, maka frekuensi retakannya kecil. Frekuensi retakannya makin banyak, nilai RQD

makin kecil.

Dalam penilaian massa batuan (Rock Mass Rating, RMR), prosentase RQD diberikan

penilaian berikut di tabel dibawah ini:

RQD (%) Nilai

90 – 100

75 – 90

50 – 75

25 – 50

< 25

20

17

13

8

3

Jika frekuensi retakan = 20 kekar/meter, maka RQD = 40,60 %

Jika frekuensi retakan = 11 kekar/meter, maka RQD = 69,90 %

Jika frekuensi retakan = 5 kekar/meter, maka RQD = 90,9 %

Jika frekuensi retakan = 2 kekar/meter, maka RQD = 98,2 %

Page | 3

Page 4: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

2.2. Klasifikasi Geomekanik

Dalam mempelajari aspek kekuatan batuan (a.l. Mekanika Batuan, Geomekanika dll.)

diperlukan klasifikasi geomekanik. Tujuan klasifikasi geomekanik ini adalah sebagai alat

komunikasi para ahli dalam permasalahan geomekanika selain untuk memperkirakan sifat-

sifat dari massa batuan, dan juga merencanakan atau menilai kemantapan terowongan

maupun lereng.

Klasifikasi Geomekanik (Bieniawski, 1973, 1976, 1984, dalam Setiawan 1990) didasarkan

pada hasil penelitian 49 terowongan di Eropa dan Afrika. Klasifikasi ini menilai beberapa

parameter yang kemudian diberi bobot (rating) dan digunakan dalam perencanaan

terowongan.

Rock Mass Rating (RMR) adalah pembobotan massa batuan. Sistem pembobotan dapat

dilihat pada Tabel klasifikasi geomekanik (Tabel A, B, C, dan D/Tabel Bineawski).

Pembobotan adalah jumlah dari nilai bobot parameter pada Tabel A dan B. Pada tabel C

jumlah nilai tersebut dimasukkan ke dalam kelompok yang sesuai dengan pembobotan

masing-masing.

Pada Tabel C, nomer kelas dan pemerian dapat diberikan. Pada Tabel D makna dan

kegunaan tiap-tiap nomer kelas disampaikan di sini. Berdasarkan nilai RMR, jangkauan atap

(span) apat direncanakan, serta keleluasaan waktu yang tersedia agar terowongan tidak runtuh

dapat diperkirakan.

Klasifikasi Geomekanik (Bieniawski, 1973, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996),

juga dipakai dalam memperkirakan kestabilan suatu pengupasan lereng massa batuan. Sama

halnya dengan penilaian terowongan, penilaian kestabilan lereng juga menggunakan data

hasil observasi lapangan dan data laboratorium sehingga dalam pembobotan dapat dilihat

nilai RMR. Massa batuan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Sangat buruk Nilai RMR 0 - 20

Buruk Nilai RMR 21 - 40

Sedang Nilai RMR 41 - 60

Baik Nilai RMR 61 - 80

Sangat Baik Nilai RMR 81 - 100

Slope Mass Rating (SMR), adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut

kemiringan lereng pengupasan. Romano (1990, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)

mengaitkan nilai RMR dengan faktor penyesuaian dari orientasi kekar tehadap orientasi

lereng serta sistem pengupasan lereng dalam bentung angka rating (pembobotan), yaitu:

Page | 4

Page 5: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

F1 mencerminkan paralelisme antara arah kekar dan arah lereng

F2 memperlihatkan kemiringan kekar

F3 memperlihatkan hubungan kemiringan kekar dengan kemiringan lereng

F4 merupakan penyesuaian untuk metoda pengupasan.

Romano (1990) memberikan nilai SMR dari keempat faktor tersebut sbb.:

SMR = RMR - ( F1 x F2 x F3 ) + F4

Laubscher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) membahas hubungan RMR dan

SMR sebagai berikut :

Sudut lereng yang disarankan Untuk nilai RMR

(pembobotan massa lereng, SMR) (pembobotan massa batuan) sebesar:

75o 81 - 100

65 o 61 - 80

55 o 41 - 60

45 o 21 - 40

35 o 00 - 20

Hall (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikannilai SMR, sbb.:

SMR = 0,65 RMR +25

Orr (1992, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) membahas hubungan sbb.:

SMR = 35 ln RMR – 71

Tabel Rating of adjustment factor for method of excavation

Method of Excavation Adjustment Factor

Natural Slope

Presplitting

Smooth Blasting

Normal Blasting

Deficient Blasting

Mechanical Excavation

F4 = + 15

F4 = + 10

F4 = + 8

F4 = 0

F4 = - 8

F4 = 0

Page | 5

Page 6: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

Tabel Pembobotan Massa Batuan (Rock Mass Rating) Berdasarkan Klasifikasi

Geomekanika (Bineawski, 1984)

Page | 6

Page 7: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

BAB 3

METODE PENELITIAN

1. Aspek Penelitian

Objek penelitian dalam kuliah lapangan kali ini adalah:

1. Gerakan tanah, yakni jenis longsoran yang terjadi di lapangan serta bentukan atau

hasil yang diakibatkan karenanya.

2. Litologi batuan penyusun areal penelitian atau kuliah lapangan.

3. Struktur geologi yang berkembang, yang dalam hal ini adalah kekar yang terbentuk

pada litologi batuan untuk memperoleh data kekuatan batuan serta kualitas massa

batuan di Laboratorium.

4. Horizon tanah hasil pelapukan batuan.

2. Alat-alat yang digunakan

2.1. Peralatan Lapangan

Alat-alat yang digunakan selama kuliah lapangan kali ini antara lain:

1. Kompas geologi, digunakan untuk mengukur arah jurus dan kemiringan batuan,

orientasi kekar serta untuk mengukur slope (kemiringan lereng).

2. Palu geologi, digunakan untuk mengambil sampel batuan.

3. GPS (Global Positioning System), sebagai alat bantu dalam menentukan posisi areal

kuliah lapangan.

4. Pita ukur 50 m, untuk mengukur jarak lintasan.

5. Kamera, untuk mengambil gambar litologi batuan, kemiringan lereng dan horizon

tanah sebagai tampilan dalam laporan.

6. Kantong sampel, sebagai tempat contoh batuan.

Page | 7

Page 8: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

7. Alat-alat tulis, seperti buku lapangan, ballpoint, pensil, penghapus, penggaris, busur

derajat, spidol permanen.

8. Alat-alat lain yang mendukung seperti tas dan pakaian lapangan dan lain-lain.

2.2. Peralatan Laboratorium

Beberapa peralatan yang digunakan dalam tahap pekerjaan laboratorium adalah :

1. Hand Auger jenis Point Load, digunakan untuk mengukur kekuatan batuan.

2. Alat ukur yakni jangka sorong, untuk mengukur orientasi sampel batuan.

3. Alat tulis lainnya yang mendukung, seperti buku, ballpoint, pensil, penghapus dan

lain sebagainya.

2.3. Tahapan Penelitian

Kuliah lapangan kali ini secara garis besar terbagi dalam lima tahapan yakni:

1. Tahap persiapan, berupa pengecekan alat, survey lapangan, transportasi serta

perizinan dengan pihak terkait.

2. Tahap pekerjaan lapangan, yakni pengambilan sampel dan data di lapangan.

3. Tahap penelitian laboratorium, berupa pengukuran kuat tekan sampel batuan yang

dibawa dari lapangan.

4. Tahap analisis data, berupa rekapan data lapangan serta hasil dari pengukuran kuat

tekan batuan di Laboratorium.

5. Tahap penyusunan laporan.

Page | 8

Page 9: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

BAB 4

HASIL PENELITIAN

1. Stasiun 1

Pada stasiun pertama kami memperoleh data singkapan batuan sedimen,

dengan litologi batupasir yang sudah terlapukkan dan terkekarkan. Deskripsi batuan,

warna segar coklat tua, warna lapuk coklat kehitaman, berbutir sedang sampai kasar,

terpilah buruk, permeabilitas sedang, kekerasan keras sampai sangat keras, karbonatan,

terdapat struktur kekar dan terlapukkan.

A [Spheroidal Weathering] B [Struktur Kekar]

Gambar 1. Litologi batupasir yang terlapukkan dan terkekarkan, pada gambar A litologi batuan

mengalami pelapukan yang disebut Spheroidal Weathering (Pelapukan Mengulit Bawang) dan

gambar B tampak adanya struktur kekar pada batuan.

Selama dalam proses pelapukan, diantaranya batuan akan mengalami gejala

pengelupasan (exfoliation) atau membentuk lempengan (sheeting). Pengelupasan terjadi

akibat pengikisan pada permukaan sehingga batuan kehilangan beban (tekanan) pada

bagian atasnya, maka timbul gaya ke arah luar. Pada awalnya gaya tersebut membentuk

rekah-rekah kecil yang kemudian berangsur mengelupas seperti kulit bawang. Gejala

pelapukan ini disebut spheroidal weathering atau pelapukan membola/mengulit bawang.

Bentuk pengelupasa yang terdapat pada litologi batupasir kali ini disebabkan karena

adanya pengayaan mineral lempung yang terdapat diantara setiap lapisan yang

mengelupas. Dan beberapa puluh meter ke arah barat dari litologi stasiun pertama kali

Page | 9

Page 10: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

ini, terdapat litologi batulempung yang kontak dengan batugamping yang membentuk

bukit di areal penelitian dari kuliah lapangan kali ini.

Gambar 2. Singkapan batulempung menyerpih serta terkekarkan yang terdapat

di lokasi kuliah lapangan.

2. Stasiun 2

Stasiun selanjutnya merupakan pengamatan dari lokasi yang mengalami

gerakan tanah yang dalam hal ini longsoran. Dengan pengamatan pada tempat dimana

terjadi gerakan tanah berupa longoran jenis rotasional, dimana longsoran jenis ini

merupakan gerakan massa tanah hasil pelapukan batuan atau lereng yang tersusun atas

tanah dan batuan pada bidang gelincir yang relatif cekung.

(A) (B)

Gambar 3. (A) Illustrasi gerakan tanah atau longsoran jenis rotasional, dimana kenampakan di lapangan

ditandai dengan pohon atau tanaman yang rebah ke arah dinding atau bidang longsoran.(B) Keadaan

lapangan yang mengalami gerakan tanah, ditandai dengan adanya dinding yang dibuat warga serta

pohon yang menjadi miring dari keadaan semula.

Page | 10

Page 11: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

3. Stasiun 3

Pada stasiun kali ini kami memperoleh data singkapan batugamping yang besar, yang

merupakan tempat yang dulunya digunakan sebagai tambang namun kini tidak lagi

digunakan. Singkapan batugamping ini mengalami gaya atau terkekarkan, hal ini terlihat dari

kenampakan litologi batuan di lapangan. Deskripsi litologi batuan secara umum (jarak

lintasan pengamatan 10 meter), batugamping terumbu, warna segar putih kehitaman, warna

lapuk abu-abu gelap, tingkat kekompakkan keras hingga sedang, masif. grain -> skeletal

grain [organisme; alga (common), koral (rare)] : non-skleletal grain [lumpur karbonat dan

kalsit], tekstur wackstone-packstone.

Gambar 4. Litologi singkapan stasiun 3 yang merupakan batugamping yang terkekarkan.

Karakteristik geomekanik massa batuan diperoleh berdasarkan nilai bobot dari setiap

parameter yang terdapat di dalam klasifikasi geomekanik sistem RMR (Rock Mass Rating).

Dari nilai RMR tersebut kita dapat menghitung nilai SMR (Slope Mass Rating) berdasarkan

Laubscher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996), Hall (1985, dalam

Djakamihardja & Soebowo, 1996), Orr (1992, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)

sehingga diketahui sudut kemiringan lereng yang disarankan supaya tidak terjadi longsor.

Page | 11

Page 12: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

3.1. Klasifikasi Geomekanik Sistem Rock Mass Rating (RMR)

Pengamatan dan pengukuran berdasarkan klasifikasi geomekanik system RMR terdiri

dari lima parameter, yaitu kekuatan batuan, Rock Quality Designation (RQD), jarak bidang

diskontinuitas, kondisi diskontinuitas, kondisi airtanah.

1. Kekuatan batuan

Pengukuran kekuatan batuan di lakukan di laboratorium dengan menggunakan alat

yakni Hand Auger tipe Point Load.

Tabel 1. Data pengukuran kekuatan batuan di lereng tambang batugamping Citatah

NoLintasa

n

PanjangSampel (cm)

LebarSampel (cm)

TinggiSampel (cm)

Kekuatan Batuan(MPa)

Bobot

1 6,58 5,4 5,2 2,45 72 10,1 4,5 6,2 2,45 73 5,63 4,4 3,19 7,35 124 13,1 8,5 6 8,33 125 14,05 5,2 4,02 4,41 126 8 6,1 5,5 4,9 127 10 7,51 5,5 4,9 128 13,5 10,15 4,9 11,27 159 12,3 5,98 4,5 6,86 1210 14,7 4,82 4,4 6,37 12

2. Rock Quality Designation (RQD)

Pengukuran RQD dilakukan dengan menggunakan rumus RQD=100 (0.1 λ + 1) e-0.1 λ,

dimana λ adalah jumlah kekar per satuan meter.

Adapun data hasil pengukuran RQD yang diperoleh di lapangan antara lain sebagai

berikut:

Tabel 2. Data pengukuran RQD di lereng tambang batugamping Citatah

NoLimtasan λ RQD (%) Bobot

1 4 93,8 % 202 5 90,97 % 203 3 96,31 % 204 2 98,25% 205 0 100% 206 0 100% 207 1 99,53% 208 1 99,53% 209 1 99,53% 2010 1 99,53% 20

Page | 12

Page 13: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

3. Jarak Diskontinuitas

Pengukuran jarak diskontinuitas dilakukan dengan cara mengukur jarak tegak lurus

antara dua bidang diskontinuitas yang terdekat. Berikut adalah hasil pengukuran jarak

diskontinuitas di setiap lintasan.

Tabel 3. Data pengukuran jarak diskontinuitas di lereng tambang batugamping Citatah

NoLintasan

Jarak Diskontinuitas(cm)

Bobot

1 3 - 52 102 15 - 30 103 20 - 31 104 35 - 40 10

5 No spacing 206 No spacing 207 50 108 30 109 17 810 45 10

4. Kondisi Diskontinuitas

Pengamatan dan pengukuran kondisi diskontinuitas meliputi kemenerusan bidang

diskontinuitas (persistence), lebar rekahan dati bidang diskontinuitas (aperture), kekerasan

permukaan bidang diskontinuitas (roughness), material pengisi rekahan (infilling), dan

tingkat pelapukan dari permukaan bidang diskontinuitas (weathered).

Berikut ini merupakan hasil pengamatan dan pengukuran tiap parameter kondisi

diskontinuitas di setiap lintasan penelitian.

Tabel 4. Data pengamatan dan pengukuran kondisi diskontinuitas

di lereng tambang batugamping Citatah

NoLintasan

Kondisi Diskontinuitas

Bobot Total

Persistence Aperture Roughness Infiling WeatheredPanjan

g(m)

Bobot rata-rata

Lebar(cm)

Bobot rata-rata

TingkatBobot rata-rata

LebarBobot rata-rata

TingkatBobot rata-rata

1 6-8 2 10 - 12 0Very rough

6 None 6 Moderately 3 17

2 10-12 1 12 - 14 0Very rough

6 None 6 Moderately 3 16

3 7-9 2 8 - 10 0 Rough 5 None 6 Highly 1 144 6-9 2 6 -7 0 Rough 5 None 6 Highly 1 145 - 6 None 6 Slickensi 0 None 6 Moderately 3 21

Page | 13

Page 14: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

ded

6 - 6 None 6Slickensi

ded0 None 6 Moderately 3 21

7 9-11 1 5 – 6 0 Rough 5Soft

filling<5mm

2 Moderately 3 11

8 7-10 2 8 - 10 0 Rough 5Soft

filling<5mm

2 Moderately 3 12

9 8-11 1 18 - 20 0 Rough 5Soft

filling<5mm

2 Moderately 3 11

10 9-11 1 12 - 15 0 Rough 5Soft

filling<5mm

2 Moderately 3 11

5. Kondisi Air Tanah

Pengamatan terhadap kondisi airtanah dilakukan secara umum pada setiap lintasan.

Penentuan kondisi air tanah dilakukan dengan cara mengamati dan bila memungkinkan

meraba permukaan bidang diskontinuitas setiap set kekar.

Adapun hasil pengamatan kondisi airtanah di setiap lintasan antara lain sebagai

berikut.

Tabel 5. Data pengamatan kondisi airtanah di lereng tambang batugamping Citatah

NoLintasan

Kondisi Airtanah Bobot

1 lembab 102 lembab 103 lembab 104 lembab 105 kering 156 kering 157 kering 158 lembab 109 kering 1510 kering 15

Setelah kita memperoleh data dari tiap parameter, selanjutnya kita bisa menentukan

nilai RMR dengan cara menjumlahkan nilai dari masing-masing parameter sehingga

diketahui kondisi massa batuan dari lereng tambang citatah.

Tabel 6. Kelas massa batuan berdasarkan klasifikasi geomekanik system RMR

di lereng tambang batugamping Citatah

NoLintasan

ParameterRMR

KelasMassa Batuan

TipeMassa BatuanIs RQD Jd Kd Ka

1 7 20 10 17 10 64 II Baik

Page | 14

Page 15: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

2 7 20 10 16 10 63 II Baik3 12 20 10 14 10 66 II Baik4 12 20 10 14 10 66 II Baik5 12 20 20 21 15 88 I Sangat Baik6 12 20 20 21 15 88 I Sangat Baik7 12 20 10 11 15 68 II Baik8 15 20 10 12 10 67 II Baik9 12 20 8 11 15 66 II Baik10 12 20 10 11 15 68 II Baik

Keterangan:

Is : Kekuatan batuan

RQD : Rock Quality Designation

Jd : Jarak bidang diskontinuitas

Kd : Kondisi bidang diskontinuitas

Ka : Kondisi air tanah

3.2. Klasifikasi Geomekanik Slope Mass Rating (SMR)

Slope Mass Rating (SMR) adalah penerapan nilai RMR untuk memperkirakan sudut

kemiringan lereng.

1. Menurut Laubscher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)

Laubsher (1975, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) membahas hubungan RMR

dan SMR sebagai berikut:

Untuk Nilai RMR Sudut Lereng yang disarankan

81 – 100 75o

61 – 80 65o

41 – 60 55o

21 – 40 45o

0 – 20 35o

Adapun nilai SMR dati setiap lintasan menurut Laubsher (1975) sebagai berikut:

Tabel 7.Nilai SMR tiap lintasan di lereng tambang batugamping Citatah menurut Laubsher (1975)

NoLintasan

Nilai RMR

Nilai SMR

1 64 65o

2 63 65o

3 66 65o

4 66 65o

5 88 75o

6 88 75o

7 68 65o

Page | 15

Page 16: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

8 67 65o

9 66 65o

10 68 65o

Rata-rata 70,4 65o

Maka menurut Laubsher, sudut lereng yang disarankan sebesar 65o.

2. Menurut Hall (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)

Hall (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikan nilai SMR

bedasarkan rumus SMR = 0,65 RMR + 25.

Adapun nilai SMR tiap lintasan berdasarkan rumus Hall sebagai berikut.

Tabel 8.Nilai SMR tiap lintasan di lereng tambang batugamping Citatah menurut

Hall (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)

NoLintasan

Nilai RMR

Nilai SMR

1 64 66,6o

2 63 65,95o

3 66 67,9o

4 66 67,9o

5 88 82,2o

6 88 82,2o

7 68 69,2o

8 67 68,55o

9 66 67,9o

10 68 69,2o

Rata-rata 70,4 70,76o

Maka menurut Hall, sudut lereng yang disarankan sebesar 70,76o.

3. Menurut Orr (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)

Orr (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996) memberikan nilai SMR

berdasarkan rumus SMR = 35 ln RMR – 71

Adapun nilai SMR tiap lintasan berdasarkan rumus Orr sebagai berikut.

Page | 16

Page 17: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

Tabel 9.Nilai SMR tiap lintasan di lereng tambang batugamping Citatah menurut

Orr (1985, dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996)

NoLintasan

Nilai RMR

Nilai SMR

1 64 74,56o

2 63 74o

3 66 75,63o

4 66 75,63o

5 88 85,7o

6 88 85,7o

7 68 76,68o

8 67 76,16o

9 66 75,63o

10 68 76,68o

Rata-rata 70,4 77,64o

Maka menurut Orr, sudut lereng yang disarankan sebesar 77,64o.

4. Stasiun 4

Stasiun terakhir atau stasiun 4 merupakan stasiun ‘Horizon Tanah’, dimana kami

memperoleh data mengenai tanah hasil lapukan batugamping yang merupakan sumbernya.

Terbagi dalam empat zona, yakni Moderately Weathered Zone (MWZ), Strongly Weathered

Zone (SWZ), Completely Weathered Zone (CWZ) dan Top Soil. Untuk klasifikasi tanah

sendiri kami menggunakan klasifikasi tanah USCS (Unfied Soil Classification System), dan

horizon tanah masuk dalam klasifikasi tanah berbutir kasar dan berbutir halus, dimana

komposisi butiran sebesar ukuran butir pasir lebih dominan untuk tanah berbutir kasar dan

komposisi lanau atau lempung yang dominan untuk tanah berbutir halus.

Deskripsi :

Horizon A (Top Soil), tipe tanah pasir, kandungan pasir > 50% ; F200 < 5% , warna coklat

kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air kering, karakterisitik drainase tidak

ada, plastisitas buruk, struktur homogenous, consistency firm, derajat kekompakan tidak ada,

symbol USCS SW, ketebalan 12 cm.

Horizon A (Completely Weathered Zone), tipe tanah pasir, kandungan pasir > 50% ; F200 >

12% an PI > 7%, warna coklat kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air agak

Page | 17

Page 18: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

lembab, karakterisitik drainase tidak ada, plastisitas buruk, struktur homogenous, consistency

firm, derajat kekompakan tidak ada, symbol USCS SC, ketebalan 72 cm.

Horizon B (Strongly Weathered Zone), tipe tanah clay, kandungan clay 35% - 55%, warna

coklat kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air agak lembab, karakterisitik

drainase tidak ada, plastisitas sedang, struktur homogenous, consistency firm, derajat

kekompakan tidak ada, symbol USCS CL, ketebalan 89 cm.

Horizon C (Moderately Weathered Zone), tipe tanah clay, kandungan clay < 50%, warna

coklat kemerahan, kandungan organik tidak ada, kandungan air agak lembab, karakterisitik

drainase tidak ada, plastisitas sedang, struktur homogenous, consistency firm, derajat

kekompakan tidak ada, symbol USCS CL, ketebalan 105 cm.

A

B

C

D

(A) (B)

Gambar 5. (A) Kenampakan profil atau horizon tanah stasiun 4 yang merupakan hasil lapukan batugamping.

(B) Horizon C atau Stongly Weathered Zone, dimana terdapat pecahan batugamping yang merupakan

sourcerock atau batuan sumber.

Page | 18

Page 19: Laporan Kuliah Lapangan Geomekanik

BAB 4

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari kuliah lapangan kali ini antara lain:

1. Stasiun 1 merupakan lokasi dimana terdapat singkapan batupasir yang mengalami

pelapukan, yang dalam hal ini adalah pelapukan mengulit bawang yang diakibatkan

adanya pengayaan dari mineral lempung serta air yang masuk melalui celah atau rongga

dalam batuan. Hal tersebut memberikan kesan bahwa batupasir tersebut nampak seperti

konglomerat.

2. Tipe longsoran yang berkembang dilokasi penelitian atau kuliah lapangan kali ini adalah

rotasional, dimana material penyusun lereng yang berupa tanah menjadikan bidang

gelincir menjadi lebih dalam. Hal ini ditandai dengan posisi pohon yang rebah mendekati

dinding lereng atau bidang gelincir.

3. Nilai RMR dari litologi batugamping dominan pada kelas II, atau dengan kualitas yang

baik. Kemudian untuk SMR ; Menurut Laubsher, sudut lereng yang disarankan sebesar

65o. Menurut Hall, sudut lereng yang disarankan sebesar 70,76o. Menurut Orr, sudut

lereng yang disarankan sebesar 77,64o.

4. Untuk horizon tanah hasil lapukan batugamping terdiri dari empat zona, yakni Top Soil,

Completely Weathered Zone, Strongly Weathered Zone dan Moderately Weathered Zone.

Page | 19