laporan koralogi 123

Upload: greatyanto

Post on 04-Oct-2015

91 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Nybakken (1988) bahwa, terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat (CaCO3) yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Sclerectinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (CaCO3). Menurut Razak dan Simatupang (2005) bahwa, karang adalah fauna laut yang umumnya hidup berkoloni dan mempunyuai kerangka kapur di bagian luar tubuhnya. Fauna karang bersama dengan jenis ubur-ubur (Filum Cnidaria, Kelas Scypozoa). Karang merupakan organisme hewan yang bersimbiosis dengan zooxanthelae. Karang hidup di laut dan membentuk terumbu karang yang merupakan ekosistem bagi hewan-hewan yang bergantung hidup didalamnya seperti ikan karang, crustacea dan molussca lainnya. Namun saat ini jumlah terumbu karang sudah mulai berkurang setiap tahunnya karena proses penaikan suhu, anomali cuaca, dan juga penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Hal ini menyebabkan pertumbuhan karang yang berkurang (abnormal) kematian sejumlah jenis karang bahkan kematian banyak terumbu karang yang didalamnya terdapat berbagai jenis karang dan clade karang, hal ini menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang khsususnya bagi organism yang menggantungkan hidupnya di daerah terumbu untuk memijah, mencari makan, perlindungan, dan pembesaran. Hal ini dapat membuat musnahnya juga organisme terumbu karang dan terumbu karangnnya itu sendiri. Dalam praktikum kali ini kita mendata jumlah karang sakit dan karang sehat berikut jenisnya untuk mengetahui ketahanan karang dan jenis penyakit yang dideritanya. Tempat di tentukan secara random dan dalam waktu yang bersamaan sehingga dapat diketahui jenis penyakit dan jenis karang yang sedang dalam masa diseas agar kita dapat mengetahui cara penanganan dan memiliki data control dari tahun ke tahun.

1.2 TujuanMahasiswa mampu mengenali jenis-jenis penyakit karang dan ciri-cirinya

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Histologi KarangTerumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi. Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui. Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis, salah satu dari cabang-cabang biologi. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. Histologi amat berguna dalam mempelajari fungsi fisiologi sel-sel dalam tubuh karang seperti reproduksi dan struktur jaringan sel.

2.2. Formasi KarangFormasi terumbu karang mengikuti topografi yang dibentuk oleh proses geologi alam. Pemahaman mengenai formasi terumbu karang memberikan informasi kecenderungan bentuk pertumbuhan yang mendominasi suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap laut lepas. Charles Darwin (1842) mengemukakan tiga perbedaaan formasi yang dikenal dengan teori penenggelaman (Subsidence Theory): a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef),yaitu terumbu karang yang terdapat disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka. Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertical Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali)b. Terumbu karang penghalang (BarrierReefs), berada jauh dari pantai yang dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 70 meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai. Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

c. Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak. erumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.Di dalam Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat Darwin mengemukakan bahwa formasi awal merupakan fringing reefs yang terbentuk di sekitar pulau. Jika pulau tersebut mengalami penurunan permukaan secara tektonik, fringing reefs akan berubah menjadi barrier Reefs. Apabila proses terus berlanjut, maka atolls akan terbentuk. Namun sebagai bahan pemikiran,

2.3 Metode LIT (Line Intercept Transect)LIT merupakan metode yang paling sering digunakan, ditujukan untuk menentukan komunitas bentik sesil di terumbu karang berdasarkan bentuk pertumbuhan dalam satuan persen, dan mencatat jumlah biota bentik yang ada sepanjang garis transek. Komunitas dicirikan dengan menggunakan kategori lifeform yang memberikan gambaran deskriptif morfologi komunitas karang. LIT juga digunakan untuk melakukan memonitor kondisi terumbu karang secara detail dengan pembuatan garis transek permanen. Metode ini memerlukan dua tingkatan kemampuan dari pencatat data. Pertama, kemampuan pencatat data untuk mengenal biota laut dan bentuk pertumbuhannya. Kedua, pencatat data harus mampu mengidentifikasi biota hingga taksa genera atau spesies. Metode ini dilakukan dengan melakukan penyelaman SCUBA. Sebelum melaksanakan metode LIT, dapat didahului dengan manta tow untuk memberi gambaran umum kondisi lokasi studi. Pada tiap lokasi, minimum pengamatan dilakukan pada 2 kedalaman yaitu 3 dan 10 meter.

Prosedur kerja untuk LIT adalah sebagai berikut. Pengamat terdiri atas minimal dua orang; satu orang bertugas untuk membuat transek sedangkan yang lainnya bertugas untuk mencatat kategori lifeform karang yang dijumpai. Transek dibuat pada dua kedalaman (3 dan 10 meter). panjang transek adalah 20 meter dengan minimum 3 kali replikasi. Garis transek dibuat dengan membentangkan roll meter yang memiliki skala sentimeter (cm). Pengamat harus menguasai dan mengenal tipe-tipe bentuk pertumbuhan karang, baik karang hidup maupun biota lainnya. Pengamat berenang dari titik nol hingga titik 20 meter mengikuti garis transek yang telah dibuat dan mencatat semua lifeform karang pada area yang dilalui oleh garis transek. Setiap life form harus dicatat lebarnya (hingga skala centimeter). Kategori lifeform dapat mengacu pada AIMS (English et al., 1994) atau COREMAP. Bila memungkinkan, pengamat juga dapat mengidentifikasi jenis karang yang diamati minimal hingga taksa genus. Dalam pencatatan data, seringkali dijumpai adanya koloni yang tumpang-tindih sehingga setiap persinggungan (intercept) harus dicatat sebagai individu yang berbeda.Persentase tutupan untuk masing-masing kategori lifeform karang dapat dicari dengan rumus berikut;

Kriteria Kondisi Tutupan Karang Didasarkan pada Persentase Tutupan Karang Hidup.

Kategori bentuk pertumbuhan (lifeform) karang berdasarkan AIMS (English et al., 1994).2.3.1 Persen Penutupan KarangAnalisis jenis dan persentase penutupan lifeform organisme bentos yang berasosiasi dengan terumbu karang dan penentuan kondisi terumbu karang dilakukan dengan metode Line Intercept Transect (English et al., 1994). Pengukuran persentase penutupan life form dilakukan pada ketiga lokasi dengan memasang permanen transek pada kedalaman 3 m dan 10 m. Pengukuran dilakukan pada awal dan akhir penelitian untuk melihat adanya perubahan yang terjadi selama masa penelitian berlangsung. Hasil pengukuran tersebut akan tergambar perubahan pada kondisi terumbu karang secara umum.Identifikasi contoh karang akan dilakukan di laboratorium menurut petunjuk;Suharsono (1996) dan Veron (1986). Hasil pengukuran pada masing-masing transek garis, selanjutnya dihitung nilai penutupannya berdasarkan rumus berikut (Gomez dan Yap, 1988):

Dimana: Li = persentase penutupan biota ke-i; ni = panjang total kelompok biota karang ke-i; dan L = panjang total transek garis.(Suharsono, 1996)

2.3.2 Indeks KeragamanIndeks keragaman jenis (H) menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis, untuk mempermudah dalam menganalisa informasi-informasi jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas. Diantara Indeks ke-ragaman jenis ini adalah Indeks keragaman Shannon Wiener.Ada 2 indeks keragaman yang umum,1. Indeks ekuitabilitas : indeks keseragaman /pemerataan 2. Indeks dominansi : indeks yang paling banyak /umum

Perbandingan antara keragaman dan keragaman maksimum dinyatakan se-bagai keseragaman populasi, yang disimbulkan dengan huruf E. Nilai E ini berki-sar antara 0 1. Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi, begitu pula sebaliknya semakin besar nilai E maka tidak ada jenis yang mendominasi. Untuk melihat dominasi suatu spesies digunakan indeks dominansi (C).(Wilhm, 1975)2.3.3 Indeks KeanekaragamanIndeks Keanekaragaman jenis menurut Shanon Whiener dalam Ludwig dan Reynolds (1988) yang dikutip Dianarto (2000) bahwa Indeks keanekaragaman Shanon Whiener digunakan luas dalam ekologi komunitas, karakteristiknya adalah apabila H = 0 maka hanya terdapat satu jenis yang hidup dalam satu komunitas.H maksimum jika kelimpahan jenis-jenis penyusun terdistribusi secara sempurna tingkat diversitas berbanding lurus dengan kemantapan suatu komunitas. Semakin tinggi tingkat diversitas jenis maka semakin mantap komunitas tersebut.Berdasarkan Nilai H maka keanekaragaman jenis pohon pada masing-masing lokasi pada tipe Wanangkiki tergolong tinggi. Menurut Kriteria Lee et al, dalam Parani (2004) membagi kriteria menjadi :

1. Tinggi jika H > 2,02. Sedang jika H diantara 1,6 2,03. Rendah jika H diantara 1,0 1,54. Sangat rendah jika H < 1,0Keanekaragaman jenis pohon yang ada pada tipe ini berdasarkan nilai H perjenis tergolong rendah, tetapi secara keseluruhan indeks keanekaragaman jenis tergolong tinggi. Untuk menghitung keanekaragaman, maka digunakan indeks keanekaragaman Shannon (Odum, 1993) sebagai pentunjuk pengolahan data.H = - (ni/N) In (ni/N)Dinama :H= Indeks keanekaragaman ni= Jumlah individu/spesiesN= Jumlah individu keseluruhan

(Kaisang, 2004)2.3.4 Indeks Dominasi Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis ikan yang mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988):D = (ni/N)2Dengan C = Indeks dominansi SimpsonS = Jumlah jenis (spesies)ni = jumlah total individu jenis larva iN = jumlah seluruh individu dalam total nPi=ni/N = sebagai proporsi jenis ke-iNilai indeks dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi Odum (1971). Banyak sedikitnya spesies yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi indeks dominansi, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu masing-masing spesies (Kaswadji, 1976).2.4 Coral DiseasPenyakit karang dan sindromnya pada umumnya terjadi sebagai respon atas tekanan faktor biotik seperti bakteri, jamur dan virus, dan/atau faktor abiotik seperti meningkatnya suhu air laut, radiasi sinar ultraviolet, sedimentasi dan polutan. Tekanan dari salah satu faktor tersebut akan mempengaruhi tekanan faktor-faktor lainnya dan sebagian besar serangan penyakit sepertinya hanya merupakan respon dari berbagai faktor biotik ataupun lingkungan (Santavy dan Peters, 1997). Tipe penyakit karang. Kehilangan Jaringan (Tissue Loss) : Predasi diketahui Kehilangan Jaringan (Tissue Loss). Penyakit Abiotik dan Biotik, Perubahan warna jaringan (Tissue Discoloration) Anomali Pertumbuhan (Growth Anomalies)

2.4.1 White-band disease

White-band disease (WBD) pertama kali ditemukan pada tahun 1977 di Teluk Tague, St. Croix, KepulauanVirgin, Amerika dan umumnya terjadi pada jenis karang yang bercabang. Hilangnya jaringan tersebut akan menyebabkan suatu garis pada koloni karang, oleh karena itu penyakit ini disebut white-band disease atau WBD (GREEN BRUCKNER, 2000). Berbeda dengan kasus BBD, pada penyakit ini tidak ditemukan adanya kumpulan jasad renik yang konsisten yang menyebabkan terjadinya penegulapasan pada jaringan dan rangka karang yang kosong. Pada bagian jaringan Acropora cervicornis, hanya hilang pada pertengahan suatu cabang. Tingkat jaringan karang yang hilang sebesar 1/8 inci/hari, dan rangka karang yang kosong segera akan diganti dengan alga berfilamen. Band rangka yang berwarna kosong yang terlihat, lebarnya dapat mencapa iantara 5-10 cm (GLADFELTER, 1991). Jaringan karang yang tersisa pada cabang tidak menunjukkan adanya pemutihan, walaupun koloni yang terpengaruh secara keseluruhan terlihat adanya goresan warna. Penyebab terjadinya WBD masih belum banyak diketahui, namun sudah ditemukan adanya kumpulan bakteri pada jaringan karang yang mampu meluas dari satu koloni ke koloni lainnya. Pada saat ini, para peneliti masih belum mampu mengidentifikasi peranan mikroorganisme yang ada pada jaringan karang yang terkena penyakit tersebut (RICHARDSON, 1998).

2.4.2 White Spot

Penyakit ini ditemukan oleh Craig Quirolo dan Jim Porter di barat Florida pada tahun 1996. Penyakit ini ditandai dengan munculnya tambalan (bercak) pada rangka berwarna putih kosong yang berbentuk irregular. Tambalan (bercak) dapat terjadi di permukaan atas atau bagian bawah percabangan. Jaringan karang terlihat mengelupas, namun tidak rata, sedangkan laju penghilangan jaringan karang terjadi sangat cepat. Jaringan karang pada umumnya ditempeli alga berfilamen dalam beberapa hari. Peristiwa mengelupasnya jaringan karang ini masih belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh bakteri pathogen.

2.4.3 . Yellow-blotch or yellow-band disease

Penyakit ini hanya mempengaruhi karang jenis Montastrea dan Colpophyllia natans. YBD pertama kali ditemukan pada tahun 1994 (GREEN & BRUCKNER, 2000) yang diawali dengan danya warna pucat, bintik sirkular pada jaringan translusen atau sebagai band yang sempit pada jaringan karang yang pucat dibagian pinggir koloni. Namun areal di sekitar koloni tersebut masih normal dan pigmen jaringannya baik. Bagian dari jaringan karang yang dipengaruhi oleh penyakit tersebut, akan keluar dari karang dan kemudian karang akan mati. Jaringan karang yang hilang dari pengaruh YBD, rata-rata adalah 5-11 cm/tahun, lebih sedikit dari penyakit karang lainnya. meskipun demikian, penyakit ini dapat menyebar pada koloni karang yang lain dan menyerang koloni karang dewasa dan berukuran besar.

2.4.4 . Pink Line

Penyakit ini menyerupai Black-band disease (BBD). (SANTAVY & PETERS, 1997) melaporkan bahwa suatu band coklat telah menginfeksi karang di Great Barrier Reef. RBD adalah suatu lapisan microbial yang berwarna merah bata atau coklat gelap, dan warna tersebut mudah dilihat pada permukaan jaringan karang. Penyakit ini menginfeksi karang otak (Diploria strigosa, Montastrea annularis, Montastreacavernosa, Porites astreoides, Siderastrea sp. dan Colpophyllia natans) di Great Barrier Reef. Band nampak seperti gabungan dari cyanobacteria dan jasad renik yang berbeda dibanding dengan biota yang ditemukan pada BBD. Selain itu, pergerakan microbial ini berbeda, yakni tergantung pada induk karang (RICHARDSON, 1992). RBD yang ditemukan di perairan Carribean barat Amerika, sedangkan Brown Band ditemukan di Great Barrier Reef. Penyakit RBD dan BBD menunjukkan gejala yang sama, yaitu hilangnya jaringan karang. Penyakit ini disebabkan karena rangka karang tercemar oleh alga berfilamen dan adanya akumulasi sedimen, yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan karang baru.

2.5 Pulau KecilPulau kecil adalah sebidang tanah yang lebih kecil dari benua dan lebih besar dari karang, yang dikelilingi air. Kumpulan beberapa pulau dinamakan pulau-pulau atau kepulauan (bahasa Inggris: archipelago). Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS 82) pasal 121 mendefinisikan pulau (Ingg.: island) sebagai "daratan yang terbentuk secara alami dan dikelilingi oleh air, dan selalu di atas muka air pada saat pasang naik tertinggi". Dengan kata lain, sebuah pulau tidak boleh tenggelam pada saat air pasang naik. Implikasinya, ada empat syarat yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai 'pulau', yakni: memiliki lahan daratan terbentuk secara alami, bukan lahan reklamasi dikelilingi oleh air, baik air asin (laut) maupun tawar selalu berada di atas garis pasang tinggi.Dengan demikian, gosong pasir, lumpur ataupun karang, yang terendam air pasang tinggi, menurut definisi di atas tak dapat disebut sebagai pulau. Begitupun gosong lumpur atau paparan lumpur yang ditumbuhi mangrove, yang terendam oleh air pasang tinggi, meskipun pohon-pohon bakaunya selalu muncul di atas muka air. Pulau memiliki sebutan bermacam-macam di Indonesia. Bentuk tidak bakunya adalah pulo. Kata pinjaman dari bahasa Sanskerta juga kerap digunakan, nusa. Di lepas pantai timur Jawa orang menyebut pulau kecil sebagai gili.Adapun batasan tentang pulau-pulau kecil terus mengalami perkembangan dan berubah-rubah. Kombinasi antara luas dan jumlah penduduk dari suatu pulau merupakan salah satu parameter yang banyak diusulkan dalam menentukan kategori pulau. Batasan pulau-pulau kecil yang dianut Indonesia selama ini belum ada yang baku. Batasan pulau kecil yang baku baru ditetapkan dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Batasan pulau kecil yang dianut adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Implikasi dari penentuan batasan pulau kecil ini bagi pengelolaan pulau-pulau berkelanjutan adalah dibatasinya peruntukan lahan dan perairan pulau-pulau kecil pada beberapa kegiatan pemanfaatan saja. Pemanfaatan pulau-pulau kecil Indonesia diprioritaskan untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautandan industri perikanan secara lestari, pertanian organik, dan/atau peternakan.

Tipe Pulau-pulau kecil yang ada di dunia dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori, misalnya berdasarkan tipe dan asal pembentukan pulau atau berdasarkan ketinggian pulau di atas permukaan laut (Bengen dan Retraubun 2006). Berdasarkan ketinggian pulau di atas permukaan laut, pulau kecil dibagi menjadi pulau datar dan pulau berbukit.(Bengen, 2006)

2.5.1 Pulau Panjang, Kabupaten JeparaPulau ini memiliki pasir putih dengan dikelilingi laut dangkal berair jernih serta memiliki terumbu karang. Bagian tengah pulau ini terdapat hutan tropis dengan pohon yang tinggi menjulang serta diselingi perdu dan semak sebagai tempat burung laut berkembang biak. Flora di pulau ini dominasi oleh pohon Kapuk randu, Asam jawa, Dadap, serta Pinus.PotensiPulau Panjang berpotensi sebagai resort yang mengusung go green, yaitu dengan membangun resort tapi tidak merusak ekosistem pohon-pohon. Sayangnya Pemerintah Kabupaten Jepara belum memanfaatkan tersebut. Karena di Pulau Panjang terdapat Makam Syeh Abu Bakar, sehingga jika ada resort atau vila atau penginapan disini maka para peziarah bisa ke Pulau Panjang di waktu apapun baik siang maupun malam hari karena ada fasilitas yang memadai.(Anonim, 2012)

III. MATERI dan METODE

3.1 Alat dan Bahan Perlengkapan snorkeling Perlengkapan transek Underwater Camers Kartu Identifikasi Alat Tulis Sabak Tali

3.2 Metode

1. Observasi lapangan tentang keberadaan penyakit karang dilakukan dengan metode survei (manta tow, time swimed).2. Jika ditemukan adanya penyakit karang (tissue loss, perubahan warna jaringan, pertumbuhan abnormal), pada lokasi tersebut dibuat patok/transek permanen marker (penanda).3. Dibuat Line Interset Transect (25 m) dan Belt Transect (2x25 m)4. Pengamatan dan pengukuran koloni karang dalam LIT5. Pengamatan dan perhitungan koloni karang dalam Belt Transect (Jumlah total koloni, jumlah koloni yang terserang penyakit). Jika memungkinkan catat nama dan jumlah genus karang yang terserang penyakit X, Y atau Z6. Jika terdeteksi adanya tissue loss, perubahan warna atau petumbuhan abnormal pada jaringan karang, maka observasi dilanjutkan dengan pertanyaan pada Tabel 1. dan dibandingkan dengan kunci Gambar 1 dan 2. 7. Dokumentasi in situ dengan pemotretan.8. Analisis data dan gambar.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang diakses pada 1/12/2013http://tkarang.blogspot.com/2008/01/zooxanthellae.html diakses pada 1/12/2013http://skp.unair.ac.id/repository/webpdf/web_Penyakit_Pada_Karang_BAGUS_RIZKI_NOVIANTO.pdf diakses pada 1/12/2013http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_tag&task=tag&tag=karang&lang=id diakses pada 1/12/2013http://faridmuzaki.blogspot.com/2011/09/metode-pemantauan-terumbu-karang.html diakses pada 1/12/2013http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129%3Ametode- monitoring-terumbu-karang-&catid=53%3Asains&Itemid=52&lang=id diakses pada 1/12/2013http://jerecoralreef.blogspot.com/2012/03/penggunaan-metode-lit-pada-terumbu.html diakses pada 1/12/2013