laporan kinerja - depkes.go.id lkj es 1 2016/2... · laporan kinerja direktorat jenderal pencegahan...

88
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT Tahun 2016

Upload: lamkhanh

Post on 24-Jun-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

LAPORAN KINERJA

DIREKTORAT JENDERAL

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

Tahun 2016

Page 2: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

ii |

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. VISI DAN MISI ......................................................................................... 1

B. LATAR BELAKANG ................................................................................ 2

C. TUJUAN .................................................................................................. 5

D. TUGAS POKOK DAN FUNGSI ............................................................... 6

E. STRUKTUR ORGANISASI ...................................................................... 7

F. SUMBER DAYA MANUSIA ..................................................................... 7

G. SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................... 9

BAB II. PERENCANAAN KINERJA ............................................................................. 10

A. PERENCANAAN KINERJA ...................................................................... 10

B. PERJANJIAN KINERJA .......................................................................... 13

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA ............................................................................ 15

A. CAPAIAN KINERJA ................................................................................. 15

B. REALISASI ANGGARAN ......................................................................... 78

BAB IV. PENUTUP ....................................................................................................... 82

BAB VI. LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

Page 3: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

1 |

BAB I

PENDAHULUAN

A. VISI DAN MISI

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah kesejahteraan rakyat, Midgley (2009)

mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “..a condition or state of human well-being

that exists when people needs are met, problems are managed, and opportunities are

maximized.” Kondisi sejahtera dapat dicapai manakala kehidupan manusia aman dan

bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan

pendapatan terpenuhi; serta memperoleh perlindungan dari risiko-risiko utama yang

mengancam kehidupannya. Derajat kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang

sangat penting dalam kesejahteraan karena menyangkut hak-hak dasar warga negara

yang mutlak dipenuhi. Oleh karena itu usaha untuk mencapai derajat kesehatan yang

optimal dilakukan melalui perbaikan cakupan, mutu, dan akses masyarakat pada

pelayanan kesehatan, perbaikan sarana prasarana kesehatan, pemberdayaan tenaga

kesehatan, mendorong partisipasi masyarakat untuk hidup sehat, pengendalian penyakit

baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, serta penyehatan lingkungan.

Setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi

pembangunan nasional.

Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 mengikuti Visi dan Misi Presiden

Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan

Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah

melalui 7 misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,

menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan

mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan

negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai

negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan

berbasiskan kepentingan nasional, serta

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin

diwujudkan yakni:

Page 4: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

2 |

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan

rasa aman pada seluruh warga Negara.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang

bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa

dalam kerangka negara kesatuan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum

yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis

ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Kementerian Kesehatan mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya seluruh

Nawa Cita terutama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Terdapat dua

tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya status

kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap responsiveness) dan

perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.

Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus

kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja,

maternal, dan kelompok lansia. Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak

(impact atau outcome). dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang

akan dicapai adalah:

1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010), 346

menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).

2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.

4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan

masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.

5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.

B. LATAR BELAKANG

Tantangan pembangunan kesehatan semakin kompleks, Tantangan tersebut diantaranya

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu

Page 5: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

3 |

; beban ganda penyakit (di satu sisi, angka kesakitan penyakit infeksi masih tinggi namun

di sisi lain penyakit tidak menular mengalami peningkatan yang cukup bermakna);

disparitas status kesehatan antar wilayah cukup besar, terutama di wilayah timur (daerah

terpencil, perbatasan dan kepulauan/DTPK); peningkatan kebutuhan distribusi obat yang

bermutu dan terjangkau; jumlah SDM Kesehatan kurang, disertai distribusi yang tidak

merata; adanya potensi masalah kesehatan akibat bencana dan perubahan iklim, serta

integrasi pembangunan infrastruktur kesehatan yang melibatkan lintas sektor di

lingkungan pemerintah, Pusat-Daerah, dan Swasta.

Dalam studi mengenai Beban Penyakit, Trauma dan Faktor Risiko di Indonesia tahun

2010 diketahui ada tiga besar penyakit penyebab kematian di Indonesia. Di urutan

pertama adalah stroke, tuberkulosis, dan kecelakaan lalu lintas. Kondisi ini menunjukkan

Indonesia sedang menuju pada masa transisi dari negara berkembang ke negara maju.

Dari pola penyakit, Indonesia pada transisi menuju negara maju dengan pendapatan per

kapita lebih tinggi. Pola penyakit negara maju adalah penyakit tidak menular seperti

stroke, hipertensi, jantung, kanker, dan sebagainya. Sementara penyakit menular seperti

tuberkulosis dan diare, lebih banyak terjadi di negara miskin. Sementara itu di wilayah

Indonesia Timur masalah sanitasi dan kebersihan masih jadi persoalan.

Disamping isu beban penyakit dan faktor risiko, isu lain yang muncul dalam pengendalian

penyakit dan penyehatan lingkungan adalah perubahan lingkungan strategis baik global,

regional maupun nasional. Beberapa yang kita hadapi kedepan antara lain :

1. Perkembangan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia ditandai dengan

adanya window opportunity di mana rasio ketergantungannya positif, yaitu jumlah

penduduk usia produktif lebih banyak dari pada yang usia non-produktif, yang

puncaknya terjadi sekitar tahun 2030.

2. Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara efektif pada tanggal 1

Januari 2016. Pemberlakukan ASEAN Community yang mencakup total populasi

lebih dari 560 juta jiwa, akan memberikan peluang (akses pasar) sekaligus tantangan

tersendiri bagi Indonesia. Implementasi ASEAN Economic Community, yang

mencakup liberalisasi perdagangan barang dan jasa serta investasi sektor

kesehatan.

3. Berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015,

banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-

tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan

masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini

disebut Sustainable Development Goals (SDGs)

4. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan respon global yang

paling kuat terhadap tembakau dan produk tembakau (rokok), yang merupakan

penyebab berbagai penyakit fatal

5. Agenda Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Securty Agenda/GHSA)

dicanangkan di Washington DC dan Gedung PBB Genewa secara bersamaan pada

tanggal 13 Februari 2014.

Page 6: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

4 |

Melihat tantangan, isu dan perubahan lingkungan strategis diatas serta amanat Undang-

undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan Pembangunan Nasional

(SPPN) Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian

Kesehatan tahun 2015-2019 yang berisi upaya-upaya pembangunan bidang kesehatan

yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk program, kegiatan, target, indikator termasuk

kerangka regulasi dan kerangka pendanaannya.

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat

dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui

upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan

finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran yang akan dicapai dalam

Program Indonesia Sehat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019

(RPJMN 2015-2019) adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat

melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan

perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan melalui strategi

pembangunan nasional. Dalam Undang Undang No. 36 tahun 2009 disebutkan bahwa

untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,

diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan

dalam bentuk kegiatan dengan strategi pendekatan pelayanan kesehatan promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden nomor 2

tahun 2015 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui Keputusan Menteri

Kesehatan nomor HK.02.02/2015, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (P2P) telah menyusun Rencana Aksi Program PP dan PL tahun 2015 – 2019

yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen P2P termasuk

langkah-langkah antisipasi tantangan program selama lima tahun mendatang. Dengan

adanya SOTK baru maka telah dilakukan revisi pada Rencana Aksi Program PP dan PL

Tahun 2015-2019 menjadi Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Tahun 2015-2019. Meskipun demikian sampai dengan diterbitkannya Laporan

Kinerja ini, Revisi Rencana Aksi Program P2P Tahun 2015-2019 belum ditetapkan

sehingga sasaran dan indikator masih menggunakan Rencana Aksi Program yang lama

dengan melakukan penyesuaian pada indikator yakni menghilangkan indikator

persentase kabupaten/kota yang memenuhi syarat kualitas kesehatan lingkungan

sebesar 40%. Hal ini terjadi karena pindahnya Direktorat Penyehatan Lingkungan ke

Direktorat Kesehatan Masyarakat .

Sasaran Program P2P dalam Rencana Aksi Program ditetapkan dengan merujuk pada sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN dan Renstra yakni:

1. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap pada

bayi sebesar 95%

2. Jumlah kab/kota dengan eliminasi malaria sebesar 300 kab/kota

3. Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1 persen

sebesar 75 kab/kota

Page 7: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

5 |

4. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 34 provinsi

5. Prevalensi TB sebesar 245 per 100.000 penduduk

6. Prevalensi HIV (persen) < 0,5 %

7. Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%

8. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

sebesar 100%.

9. Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra di wilayah

layanan BTKL sebesar 90%

10. Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang dihasilkan BTKL meningkat 50 %

dari jumlah TTG tahun 2014.

11. Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang melaksanakan kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

sebesar 100%.

Untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja Ditjen P2P maka setiap tahun ditetapkan

perjanjian kinerja yang berisikan sasaran kinerja, indikator kinerja dan target yang ingin

dicapai. Perjanjian kinerja yang telah ditetapkan merupakan sasaran program dalam

Rencana Aksi Program dengan merujuk pada sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN

dan Renstra serta memperhatikan tugas pokok dan fungsi Ditjen P2P. Perjanjian kinerja

yang telah ditetapkan tersebut akan dievaluasi pada tahun berikutnya melalui Laporan

Kinerja.

C. TUJUAN

Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud melaksanakan Perpres No. 29 Tahun

2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Permenpan dan RB

Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja

Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal P2P adalah untuk:

1. Memberikan informasi kinerja Ditjen P2P selama tahun 2016 yang telah ditetapkan

dalam dokumen perjanjian kinerja.

2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen P2P dalam mencapai sasaran/tujuan

strategis instansi.

3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Ditjen P2P untuk meningkatkan

kinerjanya.

4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif,

transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah satu

agenda penting dalam reformasi pemerintah.

Page 8: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

6 |

D. TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 64 tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan terjadi perubahan SOTK

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menjadi

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Dalam melaksanakan tugas

pokok dan fungsinya Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

memiliki 1 Sekretariat dan 5 Direktorat yakni:

1. Sekretariat Direktorat Jenderal.

2. Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK)

3. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML)

4. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

(P2PTVZ)

5. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)

6. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

(P2PMKJN)

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai tugas

menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan

pengendalian penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

melaksanakan fungsi antara lain sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina, pencegahan

dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan

penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan

Zat adiktif lainnya (NAPZA);

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina, pencegahan

dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan

penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan

Zat adiktif lainnya (NAPZA);

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang surveilans epidemiologi

dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular

vektor, penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa

dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans epidemiologi dan

karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,

penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan

Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans epidemiologi dan

karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,

Page 9: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

7 |

penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan

Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit; dan

7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

E. STRUKTUR ORGANISASI

Selain itu, terjadi juga perubahan struktur organisasi yang mengacu pada Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan

Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagai berikut:

F. SUMBER DAYA MANUSIA

Pada tahun 2016 jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (Ditjen P2P) sebanyak 4473 orang dengan distribusi yakni jumlah pegawai pada

Balai Besar/Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit (B/BTKL–

PP) sebanyak 763 orang (17%), Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebanyak 3092

orang (69%), dan jumlah pegawai Ditjen P2P pada unit pusat adalah 618 orang (14%).

Page 10: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

8 |

Grafik 1.1

Dari jumlah pegawai di kantor Pusat, Direktorat SKK sebanyak 97 pegawai (16%),

Direktorat P2PTM sebanyak 79 orang (13%), Direktorat P2PTVZ sebanyak 98 orang

(16%), Direktorat P2PML sebanyak 103 pegawai (16%), Direktorat P2MKJN sebanyak 45

orang (7%) dan Sekretariat sebanyak 196 orang (31%)

Grafik 1.2

Kantor Pusat61814%

KKP309269%

B/BTKL PP76317%

DISTRIBUSI PEGAWAI DI LINGKUNGAN DITJEN P2P

Kantor Pusat

KKP

B/BTKL PP

Sekretariat19632%

Dit P2PML10316%

Dit P2PTVZ98

16%

Dit P2PTM79

13%

Dit SKK97

16%

Dit P2MKJN457%

DISTRIBUSI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KANTOR PUSAT DITJEN P2P

Sekretariat

Dit P2PML

Dit P2PTVZ

Dit P2PTM

Dit SKK

Dit P2MKJN

Page 11: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

9 |

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisasi Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit terdiri dari:

1. Kata Pengantar

2. Daftar Isi

3. Bab I. Pendahuluan

A. Visi dan Misi

B. Latar Belakang

C. Tugas Pokok dan Fungsi

D. Struktur Organisasi

E. Sumber Daya Manusia

F. Sistematika Penulisan

4. Bab II. Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perencanaan kinerja dan perjanjian kinerja

tahun yang bersangkutan.

5. Bab III Akuntabilitas Kinerja

A. Capaian Kinerja Organisasi

Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan

perjanjian kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran

kinerja organisasi.

B. Realisasi Anggaran

Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan

kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja termasuk efisiensi

penggunaan sumber daya.

6. Bab IV. Penutup

Pada bab ini diuraikan kesimpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta tindak

lanjut di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan

kinerjanya.

7. Lampiran

Page 12: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

10 |

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan Kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang

ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara

sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang

dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Dalam sistem akuntabilitas

kinerja instansi pemerintah (SAKIP) perencanaan kinerja instansi pemerintah

terdiri atas tiga instrumen yaitu: Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan

perencanaan 5 tahunan, Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Perjanjian Kinerja

(PK). Perencanaan 5 tahunan Ditjen P2P mengacu kepada dokumen Rencana

Aksi Program Ditjen PP dan PL Tahun 2015-2019. Terkait dengan perubahan

SOTK baru sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan

maka telah dilakukan revisi terhadap Rencana Aksi Program Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019.

Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun

2015-2019

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia

Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi

masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan

kesehatan. Program Indonesia dituangkan dalam sasaran pokok RPJMN 2015-

2019 yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)

meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu

pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal

dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal

melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)

terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6)

meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar

paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam

pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat.

Pilar penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan

akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu

pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan

intervensi berbasis risiko kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan

Page 13: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

11 |

nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali

mutu dan kendali biaya.

Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden

nomor 2 tahun 2015 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui

Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015, Direktorat Jenderal PP dan

PL menyusun Rencana Aksi Program PP dan PL tahun 2015 – 2019 yang

merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

Direktorat Jenderal PP dan PL termasuk langkah-langkah antisipasi tantangan

program selama lima tahun mendatang. Sehubungan dengan belum

ditetapkannya revisi Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit maka Rencana Aksi Program masih menggunakan Rencana Aksi

Program PP dan PL 2015 – 2019. Dalam Rencana Aksi Program PP dan PL

2015 - 2019 tidak ada visi dan misi Direktorat Jenderal tetapi telah mendukung

pelaksanaan Renstra Kemenkes yang melaksanakan visi dan misi Presiden

Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan

Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”.

Sasaran Strategis Direktorat Jenderal P2P merupakan sasaran strategis dalam

Renstra Kemenkes yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen P2P.

Sasaran tersebut adalah meningkatnya pengendalian penyakit yang ditandai

dengan:

a) Persentase penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 40%.

b) Persentase Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

sebesar 100%.

c) Menurunnya prevalensi merokok pada pada usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%.

d) Meningkatnya Surveilans berbasis laboratorium sebesar 50 %

e) Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melakukan yang melaksanakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

yang berpotensi wabah sebesar 100%.

Sedangkan indikator kinerja sasaran sebagai berikut:

Page 14: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

12 |

TABEL 2.1

SASARAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

TAHUN 2015 - 2019

SASARAN INDIKATOR TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

Menurunnya

penyakit

menular dan

tidak menular

serta

meningkatnya

kualitas

kesehatan

lingkungan

1. Persentase kabupaten/kota

yang mencapai 80 persen

imunisasi dasar lengkap

pada bayi

75 80 85 90 95

2. Jumlah kab/kota dengan

eliminasi malaria 225 245 265 285 300

3. Jumlah kab/kota endemis

filariasis berhasil

menurunkan angka

mikrofilaria <1 persen

35 45 55 65 75

4. Jumlah provinsi dengan

eliminasi kusta 21 23 25 26 34

5. Prevalensi TB per 100.000

penduduk 280 271 262 254 245

6.

Prevalensi HIV (persen) <0,5 <0,5 <0,5 <0,5 <0,5

7. Prevalensi merokok pada

penduduk usia ≤ 18 tahun 6,9 6,4 5,9 5,6 5,4

8. Persentase kab/kota yang

mempunyai kebijakan

kesiapsiagaan dalam

penanggulangan

kedaruratan kesehatan

masyarakat yang berpotensi

wabah sebesar 100%

29 46 64 82 100

9. Persentase respon sinyal

SKD dan KLB, bencana dan

kondisis matra di wilayah

layanan BTKL sebesar 90%

50 60 70 80 90

10. Persentase teknologi tepat

guna PP dan PL yang

dihasilkan BTKL meningkat

50% dari jumlah TTG tahun

2014

30 35 40 45 50

11. Pesentase

pelabuhan/bandara/PLBD 60 70 80 90 100

Page 15: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

13 |

SASARAN INDIKATOR TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

yang melaksanakan

kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan

kedaruratan kesehatan

masyarakat yang berpotensi

wabah sebesar 100%

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

merupakan dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan Menteri

Kesehatan untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Ditjen P2P pada

akhir Tahun 2016. Perjanjian Kinerja Ditjen P2P disusun berdasar Rencana

Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Tahun 2015-2019. Perjanjian Kinerja merupakan Rencana Kinerja Tahunan

(RKT) dan telah mendapat persetujuan anggaran. Perjanjian Kinerja Ditjen P2P

Tahun 2016 telah disusun, didokumentasikan dan ditetapkan setelah turunnya

DIPA dan RKA-KL Tahun 2016. Target-target kinerja sasaran kegiatan yang ingin

dicapai Ditjen P2P dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah

sebagai berikut:

TABEL 2.2

PERJANJIAN KINERJA

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TAHUN 2016

NO INDIKATOR TARGET

1 Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen

imunisasi dasar lengkap pada bayi

80%

2 Jumlah kab/kota dengan eliminasi malaria 245 kab/kota

3 Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan

angka mikrofilaria <1 persen

45 kab/kota

4 Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta 23 provinsi

5 Prevalensi TB sebesar 280 per 100.000 penduduk 271 per 100.000

penduduk

6 Prevalensi HIV (persen) <0,5%

7 Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun 6,4%

Page 16: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

14 |

NO INDIKATOR TARGET

8 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

46%

9 Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan

kondisi matra di wilayah layanan BTKL

60%

10 Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang

dihasilkan BTKL meningkat 50 % dari jumlah TTG tahun

2014

35%

11 Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang

melaksanakan kebijakan kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

yang berpotensi wabah

70%

Pada Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

dialokasikan anggaran sebesar Rp. 4.098.559.756.000.

Page 17: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

15 |

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA

Dalam mengukur kinerja program pencegahan dan pengendalian penyakit di tahun 2016

terdapat beberapa sasaran strategis yang tertuang dalam dokumen Rencana Aksi

Program P2P tahun 2016.

Berikut adalah target dan capaian indikator program pencegahan dan pengendalian

penyakit tahun 2016.

Tabel 3.1

Target Dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2016

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

1 Persentase kabupaten/kota yang

mencapai 80 persen imunisasi dasar

lengkap pada bayi.

80% 80.7% 100.9%

2 Jumlah kabupaten/kota dengan

eliminasi malaria.

245 kab/kota 247 kab/kota 100.8%

3 Jumlah kabupaten/kota endemis

filariasis berhasil menurunkan angka

mikrofilaria <1 persen.

45 kab/kota 46 kab/kota 102.2%

4 Jumlah Provinsi dengan eliminasi

kusta.

23 Provinsi 23 Provinsi 100%

5 Prevalensi TB per 100.000 penduduk

271 per

100.000

penduduk

257 per

100.000

penduduk

105,2%

6 Prevalensi HIV (persen)

<0,5% 0.37% 126%

7 Prevalensi merokok pada usia ≤ 18

tahun

6,4% 8.8% 62,5%

8 Persentase kabupaten/kota yang

mempunyai kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang

berpotensi wabah

46% 47.2% 102.6%

9 Persentase respon sinyal SKD dan

KLB, bencana dan kondisi matra

diwilayah layanan BBTKL sebesar

90%

60% 95% 158.3%

Page 18: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

16 |

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

10 Persentase teknologi tepat guna PP

dan PL yang dihasilkan BTKL

meningkat 50% dari jumlah TTG

tahun 2014

35%

(64 TTG)

135%

(94 TTG)

146.9%

11 Persentase pelabuhan/bandara/

PLBD yang melaksanakan kebijakan

kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang

berpotensi wabah sebesar 100%

70% 70.75% 101%

Gambaran atas keberhasilan upaya peningkatan pengendalian penyakit sepanjang

tahun 2016 digambarkan melalui beberapa indikator yang terkait sasaran strategis di

bawah ini:

1. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap

pada bayi sebesar 80%

a. Penjelasan Indikator

Imunisasi menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif

terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit

tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi

memberikan perlindungan baik secara individu dan komunitas di suatu daerah

dari Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Apabila suatu

daerah, dalam hal ini kabupaten/kota memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap

minimal 80% dari sasaran bayinya, maka kabupaten/kota tersebut memiliki

sasaran yang telah terlindungi dari PD3I.

b. Definisi Operasional

Persentase kabupaten/kota dimana minimal 80% bayi 0-11 bulan di

kabupaten/kota tersebut telah mendapat satu kali imunisasi Hepatitis B, satu kali

imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB (DPT-HB-Hib), empat kali imunisasi

polio, dan satu kali imunisasi campak dalam kurun waktu satu tahun.

c. Rumus/Cara perhitungan

Jumlah kabupaten/kota yang memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap minimal

80% dari sasaran bayinya dalam kurun waktu satu tahun dibagi jumlah seluruh

kabupaten/kota selama kurun waktu yang sama dikali 100%.

Rumus:

%K80% IDL =

∑K80% IDL

X 100%

∑KK

Page 19: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

17 |

Keterangan:

%K80%IDL : Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar

lengkap pada bayi

∑K80%IDL : Jumlah kabupaten/kota yang memiliki cakupan imunisasi dasar

lengkap minimal 80% dari sasaran bayinya dalam kurun waktu

satu tahun

∑ KK : Jumlah seluruh kabupaten/kota selama kurun waktu yang sama

d. Capaian Indikator

Grafik 3.1

Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen

Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi tahun 2015-2016

Pada tahun 2015, sebanyak 339 (66%) kabupaten/kota telah memenuhi minimal

80% sasaran bayinya mendapatkan imunisasi dasar lengkap sehingga dari target

sebesar 75%, capaian pada tahun 2015 sebesar 88%. Pada tahun 2016,

sebanyak 415 (80.7%) kabupaten/kota telah mencapai target minimal 80%

sasaran bayinya mendapatkan imunisasi dasar lengkap sehingga capaian

sebesar 100.9% dari target 80%. Sehingga pada tahun 2016 target persentase

kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap telah tercapai.

Apabila dibandingkan dengan indikator Renstra Kementerian Kesehatan Tahun

2015-2019 untuk Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yakni

indikator Persentase Penurunan Kasus Penyakit Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD3I) tertentu, maka capaian Kab/Kota yang mencapai 80% imunisasi

dasar lengkap pada bayi telah sejalan dengan terjadinya penurunan kasus PD3I

dari tahun 2013 (baseline Renstra Kemenkes) sampai tahun 2016.

Page 20: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

18 |

Grafik 3.2

Penurunan Kasus PD3I Tahun 2013 dan 2016

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Pada tahun 2016, indikator ini telah berhasil mencapai target yang ditetapkan,

dan mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan tahun 2015.

Keberhasilan ini dikarenakan adanya umpan balik secara rutin yang dilakukan

secara berjenjang dari tingkat pusat kepada provinsi untuk senantiasa

memperbarui data. Meskipun begitu, masih ada beberapa hambatan dalam

pelaksanaan program imunisasi di lapangan antara lain adanya penolakan

terhadap imunisasi baik dikarenakan efek simpang maupun kampanye negatif.

Penolakan ini belum didukung oleh pemberian informasi dan edukasi yang baik

dan optimal baik dari tenaga kesehatan maupun melalui media-media. Kurang

optimalnya komunikasi, informasi dan edukasi yang didapat masyarakat

menyebabkan masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat

tentang imunisasi dan manfaatnya. Selain itu, tingginya tingkat pergantian

petugas terlatih menyebabkan terhambatnya pelaksanaan program dilapangan

terutama untuk daerah-daerah yang memiliki kondisi geografi sulit yang

memerlukan upaya yang lebih keras untuk dapat melaksanakan pelayanan dan

mencapai target.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

Peningkatan kesadaran masyarakat melalui:

- Iklan Layanan Masyarakat (ILM).

- Pekan Imunisasi Dunia.

- Pemberdayaan organisasi masyarakat melalui sinergisitas dengan

organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi keagamaan

Page 21: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

19 |

dan LS terkait (MUI, Perdhaki, Muslimat NU, Aisyiah, Fathayat NU, PKK,

TOMA, TOGA dsb) missal keluarnya fatwa MUI tentang Imunisasi,

keterlibatan dalam kegiatan PIN sehingga mencapai target.

Peningkatan kualitas pelayanan melalui :

- Pelatihan untuk petugas supaya menjadi lebih terampil.

- Pengadaan vaksin dan cold chain yang berkualitas dan sesuai standar.

- Peningkatan koordinasi antara pengelola program dengan pengelola

vaksin

g. Kendala/masalah yang dihadapi

- Masalah geografis terutama untuk daerah-daerah yang sulit terjangkau

sehingga pelayanan imunisasi tidak bisa optimal;

- Kualitas pelayanan imunisasi belum merata, terutama dalam hal Sumber

Daya Manusia (SDM) termasuk tingginya tingkat pergantian petugas terlatih;

- Sistem Pencatatan dan pelaporan yang belum berjalan optimal;

- Penerapan One Gate Policy atau sistem satu pintu mengenai vaksin

didaerah belum berjalan optimal, terutama dalam hal koordinasi antara

pengelola program dengan pengelola vaksin sehingga menyebabkan

keterlambatan pendistribusian vaksin ke daerah;

- Belum optimalnya ketersediaan coldchain yang sesuai standar terutama

pada unit pelayanan primer;

- Masih banyak rumor negatif tentang imunisasi (black campaign).

h. Pemecahan Masalah

- Pelaksanaan kegiatan SOS di daerah sulit (Daerah Terpencil, Perbatasan,

Terluar dan Kepulauan)

- Peningkatan kapasitas petugas pengelola imunisasi di setiap jenjang

administrasi (provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas);

- Pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik;

- Pemanfaatan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi dan

berbagai perangkat pemantauan program imunisasi (Data Quality Self-

assessment, Effective Vaccine Management dan Supervisi Suportif);

- Penyediaan peralatan cold chain secara bertahap sesuai dengan kebutuhan

program imunisasi di tingkat pelayanan primer melalui pembiayaan APBN

maupun dana hibah;

- Advokasi dan sosialisasi kepada tokoh dan kelompok masyarakat serta

penyampaian informasi melalui berbagai media bekerjasama dengan lintas

program dalam Kemenkes maupun lintas sector dan berbagai organisasi

masyarakat.

Page 22: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

20 |

2. Jumlah kab/kota dengan eliminasi malaria sebesar 245 kab/kota

a. Penjelasan Indikator

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

2015-2019, Eliminasi malaria merupakan salah satu sasaran utama dan juga

merupakan Indikator Kinerja Program (IKP) dari pencegahan dan pengendalian

penyakit dengan target jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi malaria.

Indikator eliminasi malaria berdasarkan pada Kepmenkes No. 293 tahun 2009

yakni kabupaten/kota, provinsi, dan pulau dinyatakan sebagai daerah yang

bebas penularan malaria/mencapai eliminasi malaria bila tidak ditemukan lagi

kasus penularan setempat (indigenous) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut serta

dijamin dengan kemampuan pelaksanaan surveilans yang baik. Dengan

memperhatikan indikator penilaian eliminasi malaria yaitu:

- Menilai pelaksanaan penemuan dan tatalaksana kasus malaria.

- Menilai pencegahan dan penanggulangan faktor risiko.

- Menilai surveilans dan penanggulangan KLB.

- Menilai peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

- Menilai peningkatan Sumber Daya Manusia.

- Menilai Komitmen Pemerintah Daerah.

b. Definisi operasional

Upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat (indigenous) dalam satu

wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta

sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut sehingga tetap dibutuhkan

kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali.

c. Rumus/cara perhitungan

Akumulasi jumlah kab/kota yang mencapai eliminasi malaria.

d. Capaian indikator

Kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria pada tahun 2016 yaitu

sebanyak 247 kabupaten/kota dari target yang ditentukan sebesar 245 kab/kota

atau pencapaian kinerja sebesar 100,8%. Terjadi peningkatan jumlah

Kabupaten/Kota yang telah mencapai eliminasi malaria dari tahun 2013

sebanyak 1 Kab/Kota, meningkat menjadi 213 Kab/Kota pada tahun 2014,

meningkat menjadi 232 Kab/Kota pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 247

pada tahun 2016.

Page 23: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

21 |

Grafik 3.3

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kabupaten/kota yang telah

mencapai eliminasi Malaria semakin meningkat setiap tahunnya. Persentase

capaian eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia dapat dilihat pada peta dan

tabel dibawah ini:

Peta 3.1

Sebaran Eliminasi Malaria Per Provinsi

Page 24: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

22 |

Tahapan eliminiasi malaria dimulai dari Kepulauan Seribu, Bali dan Batam pada

tahun 2010. Selanjutnya Jawa, Provinsi Aceh dan Provinsi Riau pada tahun

2015. Tahap ketiga adalah Sumatera kecuali Aceh dan Kepulauan Riau, NTB,

Kalimantan dan Sulawesi sampai tahun 2020. Terakhir adalah Provinsi Nusa

Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua pada tahun

2030. Pada tabel dibawah ini tersaji secara rinci jumlah Kab/Kota dengan

eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia.

Tabel 3.2

Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia

No Provinsi Kab/

Kota

Eliminasi % No Provinsi Kab/

Kota

Eliminas

i

%

1 Aceh 23 18 78% 18 NTB 10 3 30%

2 Sumatera Utara 33 18 55% 19 Kalimantan

Selatan

13 4 31%

3 Sumatera Barat 19 16 84% 20 Kalimantan

Tengah

14 5 36%

4 Riau 12 7 58% 21 Kalimantan Barat 14 2 14%

5 Kepulauan Riau 7 3 43% 22 Kalimantan Timur 10 3 30%

6 Jambi 11 3 27% 23 Kalimantan Utara 5 1 20%

7 Bengkulu 10 3 30% 24 Sulawesi Utara 15 3 20%

8 Sumatera Selatan 17 7 41% 25 Sulawesi

Tenggara

17 8 47%

9 Bangka Belitung 7 5 71% 26 Sulawesi Tengah 13 3 23%

10 Lampung 15 5 33% 27 Sulawesi Selatan 24 14 58%

11 DKI Jakarta 6 6 100% 28 Gorontalo 6 2 33%

12 Jawa Barat 27 23 85% 29 Sulawesi Barat 6 1 17%

13 Banten 8 6 75% 30 NTT 22 0 0%

14 Jawa Tengah 35 28 80% 31 Maluku 11 0 0%

15 DI Yogyakarta 5 4 80% 32 Maluku Utara 10 0 0%

16 Jawa Timur 38 37 97% 33 Papua Barat 13 0 0%

17 Bali 9 9 100% 34 Papua 29 0 0%

NASIONAL 514 247 48%

Sampai akhir tahun 2016 beberapa kemajuan telah dicapai, antara lain:

1) Sebanyak 247 kabupaten/kota telah menerima sertifikat eliminasi malaria dan

dalam dalam tahap pemeliharaan/ bebas penularan malaria. Sesuai dengan

RPJMN 2015-2019, tahun 2016 ditargetkan sejumlah 245 kabupaten/kota

menerima sertifikat eliminasi malaria.

2) Total kabupaten/kota dengan API < 1 per 1000 penduduk meningkat dari 379

kabupaten/kota pada tahun 2015 menjadi 400 pada tahun 2016 dan telah

mencapai target Renstra sebesar 360 pada tahun 2016.

3) Kabupaten/kota dengan tingkat endemis rendah meningkat dari 143 menjadi

153 kabupaten/kota.

Page 25: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

23 |

4) Kabupaten/kota dengan endemis sedang menurun dari 87 menjadi 69

kabupaten/kota.

5) Jumlah kabupaten/Kota dengan tingkat endemis tinggi sama dengan tahun

sebelumnya sebesar 45.

Berikut jumlah kab/kota dengan kategori status endemisitas dari tahun 2014

sampai 2016:

Tabel 3.3

Status endemisitas malaria

No. STATUS ENDEMISITAS

PENCAPAIAN MENURUT

JUMLAH KAB/KOTA

2014 2015 2016

1

Eliminasi Bebas Penularan

Setempat, tidak ada kasus

indigenous

213 232 247

2 Rendah (API < 1 per 1000

penduduk 152 147 153

3 Sedang (API 1-5) per 1000

penduduk 88 87 69

4 Tinggi (API > 5 per 1000

penduduk) 58 45 45

Selain capaian target diatas, target RPJMN dan Renstra pada tahun 2016

juga telah tercapai. Ada 2 indikator RPJMN yang merupakan indikator

pemantauan Program Prioritas Janji Presiden tahun 2016 oleh KSP (Kantor

Staf Presiden) yakni 1) persentase suspek malaria yang dilakukan konfirmasi

laboratorium baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostik Test

(RDT) dari semua suspek yang ditemukan dan 2) Persentase pengobatan

standar malaria, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.4

Capaian Indikator Program Prioritas Janji Presiden/Wakil Presiden

Kriteria

Keberhasilan Target

2015 2016

Capaian Keterangan Capaian Keterangan

Persentase kasus

suspek malaria yang

dikonfirmasi (dengan

mikroskop/RDT)

>95% 98%

Jumlah suspek:

1.599.247

jumlah sediaan

darah yang

diperiksa :

1.567.539

97%

Jumlah suspek:

921.315

jumlah sediaan

darah yang

diperiksa :

889.297

Page 26: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

24 |

Persentase kasus

malaria positif yang

diobati dengan ACT

(Arthemisinin Based

Combination

Therapy)

> 85% 91%

Jumlah Positif

Malaria : 217,025

Jumlah

Pengobatan ACT :

195.780

94%

Jumlah Positif

Malaria :

130.627 Jumlah

Pengobatan

ACT : 122.892

Berdasarkan data pada tabel diatas ditemukan suspek yang ditemukan pada

tahun 2016 yaitu sebesar 921.315 menurun dibanding tahun sebelumnya

yaitu 1.599.247 dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa sebesar

889.297 sehingga persentase pemeriksaan sediaan darah pada tahun 2016

sebesar 97%. Capaian tersebut masih diatas target persentase pemeriksaan

sediaan darah yang diharapkan adalah di atas 95 %. Persentase tersebut

berdasarkan laporan Januari-November 2016 dengan kelengkapan laporan

sebesar 82% sehingga presentase capaian tersebut masih dapat terjadi

perubahan kembali.

Dari tahun 2012 – 2016 pemeriksaan sediaan darah (konfirmasi laboratorium)

terhadap suspek malaria mengalami fluktuatif yaitu pada tahun 2012 sebesar

93% sedangkan pada tahun 2016 meningkat menjadi 97 % yang dapat dilihat

seperti pada grafik dibawah ini :

Grafik 3.4

Pemeriksaan laboratorium malaria terdiri dari pemeriksaan secara

mikroskopis dan penggunaan rapid diagnostic test (RDT). Kualitas

pemeriksaan sediaan darah dipantau melalui mekanisma uji silang, panel

testing dan supervisi dan dilaksanakan secara berjenjang. Pada tahun

sebelumnya digunakan indikator tingkat kesalahan (error rate), saat ini telah

diganti dengan pengukuran yang lebih spesifik yaitu sensitifitas, spesifisitas

dan akurasi spesies yang masing masing harus diatas 70% pada tingkat

layanan. Pada tahun 2015 dilakukan uji kompetensi pada tingkat layanan

Page 27: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

25 |

pada 5 provinsi didaerah KTI dengan hasil yaitu sensitivitas sebesar 80,6%,

spesifisitas sebesar 84,2% dan akurasi spesies sebesar 60,7%. Secara

umum cukup baik hanya pada pembacaan akurasi spesies yang masih

dibawah 70%.

Grafik 3.5

Persentase pasien malaria positif yang diobati dengan standar adalah

proporsi pasien positif yang diobati dengan ACT dan non ACT sesuai

pedoman dibandingkan dengan jumlah pasien positif. Angka ini digunakan

untuk melihat kualitas pengobatan kasus malaria apakah sesuai dengan

standar nasional atau tidak. ACT merupakan obat yang efektif untuk

membunuh parasit malaria, sementara obat lama yang masih beredar yaitu

Klorokuin telah resisten. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil

pemeriksaan laboratorium. Jumlah pasien positif yang ditemukan pada

tahun 2016 yaitu sebesar 130.627 menurun dari tahun sebelumnya sebesar

217,025 dengan jumlah yang diobati sesuai standar yaitu sebesar 122.892.

Pada grafik diatas terlihat bahwa persentase pasien malaria positif yang

diobati ACT pada tahun 2016 adalah sebesar 94%, angka ini meningkat

dibanding tahun 2015 mencapai 91%, target persentase pengobatan sesuai

standar yaitu sebesar 85%.

Pemakaian kelambu berinsektisida merupakan salah satu strategi untuk

mengurangi faktor resiko penularan malaria. Kelambu dibagikan kepada

penduduk yang tinggal di daerah endemis tinggi malaria (API > 5 per 1000),

dengan target minimal 80% penduduk di daerah tersebut mendapatkan

perlindungan kelambu berinsektisida. Setiap keluarga mendapatkan 2 buah

kelambu. Sedangkan di daerah endemis sedang (API 1-5 per 1000) kelambu

dibagikan hanya kepada kelompok risiko tinggi yang tinggal didaerah fokus

yaitu ibu hamil dan bayi. Untuk daerah endemis rendah dan eliminasi,

Page 28: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

26 |

pembagian kelambu merupakan salah upaya penanggulangan KLB dan

pencegahan di daerah reseptif secara selektif. Sampai dengan Desember

tahun 2016, cakupan penduduk beresiko tinggi yang mendapat perlindungan

kelambu berinsektisida di daerah endemis tinggi telah mencapai 100%. Dan

diperkirakan cakupan distribusi kelambu di Kawasan Timur Indonesia

mencapai 100%. Hal ini terlihat dari jumlah kelambu yang didistribusikan dan

cakupan kelambu pada penduduk berisiko. Total nasional sejak tahun 2004-

2016 sejumlah lebih dari 23 juta kelambu telah didistribusikan untuk seluruh

Indonesia seperi yang terlihat dalam grafik dibawah ini.

Grafik 3.6

Distribusi Kelambu Tahun 2004-2016

Penduduk sasaran di daerah endemis tinggi diperkirakan lebih dari 10 juta

orang dengan kebutuhan kelambu mencapai 5 juta unit, baik di KTI dan non-

KTI pada periode 2014-2016. Pada 2014 telah dilaksanakan distribusi

kelambu massal yang mencakup 58 kabupaten/kota di Kawasan Timur

Indonesia dan melindungi kurang lebih 6,2 juta populasi melalui 3,5 juta

kelambu. Dan pada tahun 2016 distribusi kelambu total nasional mencapai 2,4

juta kelambu, dimana 1,5 juta kelambu mencakup Pekan Kelambu Massal

Fokus yang dilaksanakan di 7 Provinsi dan 40 kabupaten/kota di Sumatera

Utara, Sumatera barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, NTT, Maluku, dan

Maluku Utara. Sejumlah hampir 1 juta kelambu didistribusikan kepada

sasaran ibu hamil dan bayi di daerah endemis. Dengan demikian 100%

populasi berisiko tinggi tertular malaria telah terlindungi dengan kelambu.

Untuk tetap melindungi populasi tersebut, maka kelambu yang akan

kadaluarsa setelah 3 tahun akan diganti dengan yang baru pada 2017 dan

2019.

Page 29: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

27 |

Hasil survey KAP yang dilakukan bersama Balitbangkes di wilayah

Kalimantan dan Sulawesi tahun 2014-2015, diperoleh proporsi anggota rumah

tangga yang tidur dalam kelambu sekitar 80%. Survei penggunaan kelambu

ini sangat penting dilakukan karena memberikan gambaran intervensi

pencegahan menularan malaria dimasyarakat. Penggunaan kelambu menjadi

salah satu indikator MDG untuk pengendalian malaria adalah penggunaan

kelambu pada anak balita. Kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan Badan

Litbangkes pada 5 provinsi dan 10 kabupaten/kota di wilayah Kalimantan dan

Sulawesi. Pengumpulan data dilakukan pada bulan November-Desember

2014 dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4480 rumah tangga. Kegiatan

pengumpulan data selesai pada bulan Maret 2015 dengan hasil sebagai

berikut:

- Proporsi rumah tangga (RT) yang memiliki kelambu (total) sebesar

83,1%.

- Proporsi ART yang patuh tidur dalam kelambu (total) sebesar 72,9%.

- Proporsi ART yang patuh tidur dalam kelambu (pembagian) sebesar

74,7%.

- Proporsi Balita yang patuh tidur dalam kelambu (total) sebesar 80,6%.

(indikator MDGs).

- Proporsi Bumil yang patuh tidur dalam kelambu (total) sebesar 73,2%.

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria pada tahun 2016

sebanyak 247 kabupaten/kota, jumlah tersebut telah melebihi target indikator

RPJMN sebanyak 245 Kabupaten/kota. Beberapa hal yang mempengaruhi

keberhasilan tersebut seperti:

1. Kegiatan penemuan kasus malaria melalui kegiatan surveilans migrasi

Kegiatan surveilans migrasi dilaksanakan sebagai strategi penanggulangan

malaria di daerah endemis rendah yang masih memiliki daerah reseptif

(daerah yang masih ada vektor malaria dan memungkinkan adanya vektor

malaria) untuk mencegah terjadinya penularan malaria, mobilisasi penduduk

yang tinggi merupakan salah satu ancaman penularan malaria disuatu

daerah, pencegahan penularan dengan melakukan pemeriksaan sediaan

darah malaria pada pendatang dari daerah endemis malaria dilakukan dalam

surveilans migrasi, kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan oleh JMD (Juru

Malaria Desa).

2. Penyelidikan epidemiologi setiap kasus malaria

Daerah yang telah mencapai endemis rendah harus melakukan penyelidikan

epidemiologi terhadap kasus malaria, laporan mingguan SKDR (Sistem

Kewaspadaan Dini dan Respon KLB) melaporkan kasus malaria setiap

minggu yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi untuk setiap

kasus, kegiataan tersebut bertujuan untuk menentukan asal penularan

sehingga dapat melakukan upaya pencegahan yang sesuai.

Page 30: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

28 |

3. Sosialisasi Surveilans Malaria tingkat Puskesmas di Setiap

Kabupaten/kota

Tahun 2015-2016 telah dilakukan sosialisasi surveilans malaria di sekitar

6.200 puskesmas, kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas

surveilans malaria yang merupakan salah satu strategi utama menuju

eliminasi malaria.

4. Skrining Malaria pada Ibu Hamil

Kegiatan skrining ibu hamil dilakukan di Kabupaten/Kota endemis sedang

dan endemis rendah malaria yang masih memiliki desa atau puskesmas

endemis tinggi dan sedang malaria. Ibu hamil merupakan salah satu populasi

berisiko apabila tertular malaria, kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi

risiko penularan pada ibu hamil.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1) Pencegahan dan Tatalaksana Kasus

a) Kegiatan ini merupakan kegiatan utama program yang merupakan “core

bussiness”

b) Pengendalian vektor (kelambu massal, penyemprotan dinding rumah/IRS,

Larvasiding, manajemen lingkungan)

c) Pencegahan malaria (penggunaan kelambu anti nyamuk, kemoprofilaksis,

dll)

d) Penemuan dan diagnosis Malaria

e) Pengobatan Malaria dan pemantauannya

f) Tatalaksana kasus Malaria di masyarakat

2) Manajemen Program

Kegiatan ini merupakan pendukung (supporting) bagi terlaksananya kegiatan

utama “core business” maupun kelompok kegiatan program yang

komprehensif.

a) Perencanaan dan pembiayaan program

b) Pengorganisasian program

c) Pengelolaan logistik program Malaria

d) Pengembangan ketenagaan program Malaria

e) Regulasi, Advokasi dan Promosi Program

f) Informasi Strategis Program Malaria

g) Monitoring dan Evaluasi Program

3) Kegiatan penunjang program malaria komprehensif.

Page 31: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

29 |

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat ekspansif agar kegiatan

bermutu dan berkelanjutan (sustainabilitas). Kegiatan ini dapat

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

a) Kemitraan Program Malaria

b) Penguatan Layanan dan jejaring laboratorium Malaria

c) Ekspansi Layanan Kesehatan (Public-Private Mix)

d) Kolaborasi Malaria – Imunisasi, Kesehatan ibu dan Anak

e) Upaya Layanan Malaria Berbasis Masyarakat (Posmaldes, Mobilisasi

sosial)

f) Monitoring mutu obat malaria antara lain uji efikasi obat, uji resistensi

obat, pharmacovigilance, dan uji mutu obat.

g) Pendekatan tatalaksana malaria terpadu (IMCI/MTBS, IMAI/MTDS, dan

lain-lain)

g. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1) Koordinasi multi sektoral kurang optimal dalam upaya pengendalian yang

lebih komprehensif dan terpadu.

2) Pemanfaatan potensi mitra, (sektor pemerintah, swasta, masyarakat dan

pasien) belum optimal.

3) Kurangnya komitmen pemerintah daerah dan keterbatasan sumber daya

pemerintah.

4) Kecenderungan donor dependence.

5) Meningkatnya potensi faktor risiko (lingkungan, iklim), resistensi OAM,

insektisida.

6) Keterbatasan akses pelayanan kesehatan khususnya di daerah terpencil.

7) Manajemen program yang belum optimal.

- Kualitas pemeriksaan Mikroskopis, error rate tinggi.

- Sistem informasi data kasus malaria belum optimal (sistem, akurasi,

validitas)

- Masih lemahnya pengelolaan logistik malaria.

- Turn over petugas masih tinggi.

- Surveilens Vektor belum berjalan sepenuhnya.

h. Pemecahan Masalah

1) Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu

- Penerapan sistem jejaring public-privite mix layanan malaria.

Page 32: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

30 |

- Penerapan pemantapan mutu laboratorium

- Peningkatan kapasitas diagnosis dan tatalaksana kasus

2) Pencegahan dan Pengendalian vektor terpadu

3) Pemantauan efektifitas dan resistensi OAM.

4) Penguatan Surveilans termasuk surveilans migrasi, Sistem Kewaspadaan

Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penanggulangan KLB.

5) Penguatan kemandirian masyarakat melalui Posmaldes dan UKBM lainnya.

6) Penguatan kemitraan melalui Forum Gerakan Berantas kembali Malaria

(GebrakMalaria).

7) Penguatan manajemen fungsional program, advokasi dan promosi program

dan berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan.

8) Penguatan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam kesinambungan

pemenuhan kebutuhan program.

9) Penguatan sistem informasi strategis dan penelitian operasional untuk

menunjang basis bukti program berbasis web base.

10) Integrasi dengan progam lain seperti surveilans dalam mengembangkan

sistem SKDR serta data rumah sakit (SIRS)

3. Jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria <1

persen sebesar 45 kab/kota

a. Penjelasan Indikator

Indikator ini digunakan untuk melihat jumlah kabupaten/kota yang berhasil

dalam menurunkan prevalensi mikrofilaria (mf Rate) menjadi <1% melalui

program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis selama 5

tahun berturut-turut.

b. Definisi operasional

Jumlah kab/kota yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan

Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut, kemudian 6 bulan setelahnya

pada pemeriksaan darah jari berhasil menurunkan angka mikrofilaria (mf rate)

menjadi < 1%.

c. Rumus/cara perhitungan

Akumulasi jumlah kab/kota endemis yang berhasil menurunkan angka

mikrofilaria menjadi < 1%.

Page 33: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

31 |

d. Capaian indikator

Target indikator Laporan Kinerja tahun 2016 adalah 45 kabupaten/kota berhasil

menurunkan angka mikrofilaria <1%, pada realisasi kinerja 2016 telah dicapai 46

kabupaten/kota yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria < 1% dengan

capaian 2016 sebesar 102.2% seperti yang terlihat dalam tabel dibawah ini.

Terjadi peningkatan jumlah kab/kota endemis filariasis yang berhasil

menurunkan angka mikrofilaria <1% dari tahun 2013-2016. Hal ini menunjukkan

semakin meningkatnya komitmen kabupaten/kota dalam melaksanakan program

pengendalian Filariasis melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis

selama 5 tahun berturut-turut sehingga dapat menurunkan angka mikrofilaria

menjadi <1%

Page 34: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

32 |

Sebelum suatu kabupaten/kota dinilai penurunan mikrofilarianya, kabupaten/kota

tersebut harus melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)

Filariasis pada seluruh penduduk sasaran di kabupaten/kota tersebut selama 5

tahun berturut-turut dengan cakupan pengobatan minimal 65%. Berdasarkan hal

tersebut, keberhasilan penurunan angka mikrofilaria sangat bergantung pada

partisipasi masyarakat untuk minum obat filariasis. Kendala atau masalah yang

dihadapi dalam pelaksanaan POPM diantaranya kurangnya sosialisasi kepada

masyarakat untuk minum obat pencegahan filariasis yang menyebabkan

partisipasi masyarakat dalam minum obat, keterlambatan distribusi obat sampai

ke kabupaten/kota sehingga pelaksanaan POPM mundur dari waktu yang telah

ditentukan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat. Adapun kabupaten/kota

yang dapat menurunkan angka mikrofilaria <1% adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5

Kab/Kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria

<1 persen

NO KAB/KOTA NO KAB/KOTA

1 Bangka Barat 24 Bekasi

2 Belitung 25 Kota Depok

3 Kota Dumai 26 Merauke

4 Lima Puluh Koto 27 Jayapura

5 Kota Bogor 28 Kota Bukit Tinggi

6 Kota Waringin Barat 29 Luwu Timur

7 Kota Gorontalo 30 Agam

8 Gorontalo 31 Tidore Kepulauan

9 Gorontalo Utara 32 Kuantan Singingi

10 Pahuwoto 33 Pesisir Selatan

11 Parigi Mountong 34 Tanjung Jabung Barat

12 Bombana 35 Sigi

13 Kolaka Utara 36 Nias

14 Enrekang 37 Lebak

15 Polewali Mandar 38 Subang

16 Alor 39 Hulu Sungai Utara

17 Rote Ndao 40 Pidie

18 Pelalawan 41 Bovendigoel

19 Labuhan Batu 42 Mappi

20 Kota Serang 43 Donggala

21 Tangerang 44 Buton

22 Tangerang Selatan 45 Pasaman Barat

23 Bandung 46 Deli Serdang

Page 35: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

33 |

e. Analisa penyebab keberhasilan

Indikator jumlah kab/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka

mikrofilaria <1 persen telah tercapai. Hal ini dipengaruhi oleh cakupan penduduk

minum obat pencegahan filariasis terutama pada tahun 2016 yang semakin

meningkat terutama dengan adanya kampaye Bulan Eliminasi Kaki Gajah

(BELKAGA). Upaya tersebut sesuai dengan hasil penelitian para ahli yang

menunjukkan bahwa cakupan minum obat yang efektif dapat menurunkan angka

mikrofilaria. Selain itu, pembangunan fisik dan perkembangan di daerah-daerah

endemis juga semakin meningkat sehingga mengurangi tempat-tempat

perindukan nyamuk vektor filariasis.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1. Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga)

Salah satu upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan

pemberian obat massal pencegahan (POPM) filariasis adalah dengan

menjadikan bulan Oktober sebagai “Bulan Eliminasi Kaki Gajah

(BELKAGA)”. Dengan adanya program bulan POPM Filariasis diharapkan

seluruh lapisan masyarakat dari pusat hingga daerah tergerak dengan

serempak mendukung POMP Filariasis di wilayahnya, seiring dengan

pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap pentingnya program

pengendalian filariasis di Indonesia.

2. Sosialisasi Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis secara

Intensif

Sosialisasi POPM Filariasis secara intensif dilaksanakan ke seluruh lapisan

masyarakat serta Lintas Sektor dan Lintas Program terkait untuk

meningkatkan cakupan dalam minum obat pencegahan Filariasis baik

melalui pertemuan maupun melalui media KIE

3. Penyediaan Dana untuk kegiatan pengendalian dan Operasional POPM

Filariasis melalui Dana Dekon.

g. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam minum obat sehingga cakupan

POPM Filariasis masih dibawah target (< 65%).

2) Keterlambatan distribusi obat ke kabupaten/kota sehingga pelaksanaan

POPM mundur dari waktu yang telah ditentukan.

3) Adanya efisiensi menyebabkan berkurangnya dukungan dana dekon dalam

membiayai sosialisasi maupun operasional POPM Filariasis di daerah

Page 36: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

34 |

h. Pemecahan Masalah

1) Peningkatan promosi POPM Filariasis melalui media yang efektif dengan

menggunakan pendekatan kearifan lokal.

2) Mempersiapkan SDM baik di tingkat pusat maupun daerah, konsolidasi,

koordinasi serta upaya penguatan kapasitas lainnya.

3) Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di

tingkat provinsi, kabupaten, dan puskesmas.

4. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 23 provinsi

a. Penjelasan Indikator

Eliminasi merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara

berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan penyakit

tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi masalah kesehatan

di wilayah yang bersangkutan. Eliminasi kusta berarti angka prevalensi < 1/

10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia telah mencapai eliminasi sejak

tahun 2000, sedangkan eliminasi tingkat provinsi ditargetkan dapat dicapai pada

tahun 2019.

b. Definisi operasional

Jumlah provinsi yang mempunyai angka prevalensi kusta kurang dari 1/10.000

penduduk pada tahun tertentu.

c. Rumus/cara perhitungan

Jumlah kumulatif provinsi yang telah mencapai eliminasi kusta (angka prevalensi

<1/10.000 penduduk) pada tahun tertentu.

Sedangkan rumus menghitung prevalensi sebagai berikut :

Jumlah kasus kusta yang ada

Jumlah seluruh pendudukX 10.000

Pembilang (nominator) adalah jumlah kasus / penderita kusta yang terdaftar di

suatu provinsi. Sedangkan Penyebut (denominator) adalah jumlah seluruh

penduduk yang ada di provinsi tersebut. Jika hasilnya di bawah angka 1, maka

provinsi tersebut telah berhasil mencapai eliminasi kusta.

d. Capaian indikator

Target indikator yang ingin dicapai di tahun 2016, yakni 23 provinsi dengan

realisasi pencapaian sebesar 23 provinsi sehingga pencapaian indikator ini

sebesar 100%. Apabila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2015 (21

provinsi), jumlah provinsi yang mencapai eliminasi di tahun 2016 meningkat

dengan penambahan pencapaian status eliminasi pada Provinsi Aceh dan

Page 37: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

35 |

Provinsi Kalimantan Utara. Adapun 11 provinsi yang belum mencapai eliminasi

adalah Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara,

Papua, serta Papua Barat.

Grafik 3.9

Dari hasil analisis lokal spesifik daerah, didapatkan beberapa temuan yang

mendorong teracapainya target tersebut. Di Provinsi Aceh, berbagai upaya

advokasi dan pendekatan terhadap pemegang kebijakan dilakukan. Hasilnya

program kusta berhasil masuk dalam program prioritas dan mendapat alokasi

Dana Otonomi Khusus. Melalui dukungan dana pusat dan daerah,

diselenggarakan beberapa kegiatan promosi dan penemuan kasus aktif berupa

penyebaran informasi kusta kepada masyarakat dan Rapid Village Survei (RVS)

secara intensif. Melalui kegiatan tersebut, banyak kasus-kasus tersembunyi yang

ditemukan terutama berasal dari daerah-daerah terpencil yang selama ini belum

pernah terjangkau oleh kegiatan penemuan kasus. Semakin banyak kasus yang

ditemukan, maka akan semakin banyak kasus yang mendapat pengobatan dan

tidak menjadi sumber penularan bagi masyarakat sekitar.

Selain kegiatan penemuan kasus, anggaran otonomi khusus juga dimanfaatkan

untuk menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi bidan, dokter, hingga eselon 3

dan 4 di tingkat kabupaten/kota. Strategi lain yang dijalankan adalah dengan

melakukan pendekatan kepada tokoh agama untuk memberikan pemahaman

yang benar akan penyakit kusta sehingga dapat menurunkan stigma di

masyarakat, serta memperluas jangkauan cakupan penemuan kasus hingga ke

madrasah dan pesantren.

Page 38: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

36 |

Dari Provinsi Kalimantan Utara terlihat bahwa adanya kegiatan peningkatan

kapasitas bagi wasor provinsi dan kabupaten serta kegiatan on the job training

bagi petugas puskesmas berpengaruh besar terhadap perbaikan program

pengendalian kusta, terutama dalam peningkatan kemampuan pengelola untuk

validasi kasus dan validasi data.

Mengingat pengaruh kegiatan validasi data (cleaning register) yang cukup besar

terhadap pencapaian status eliminasi kusta, Subdit PTML bersama Provinsi

Aceh dan Kalimantan Utara melaksanakan validasi data secara terus menerus

dan berkesinambungan, karena kurang optimalnya kegiatan validasi data dapat

berakibat tetap tingginya kasus kusta yang terdaftar di suatu wilayah.

Peta 3.2

e. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1. Menyelenggarakan peringatan Hari Kusta Sedunia bertempat di Kabupaten

Sampang, Provinsi Jawa Timur. Dalam kesempatan tersebut, dilakukan

pencanangan kegiatan pencarian kasus menggunakan metode Self

screening dengan pendekatan keluarga yaitu mengikutsertakan masyarakat

dalam program deteksi dini kusta dimana setiap keluarga akan melakukan

skrining terhadap anggota keluarganya sendiri. Suspek yang ditemukan

kemudian akan dikonfirmasi diagnosisnya oleh tenaga kesehatan terlatih.

2. Intensifikasi penemuan kasus kusta dan frambusia di wilayah endemis

menggunakan metode Self screening dengan pendekatan keluarga yang

dilakukan di 25 kabupaten/kota di beberapa provinsi, di antaranya Aceh,

Sumatra Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Page 39: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

37 |

Selatan, dan Maluku Utara. Kegiatan self screening dengan pendekatan

keluarga dirasakan memiliki dampak positif dalam meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pengendalian kusta, mengurangi beban kerja petugas

kesehatan dan memperluas cakupan program.

Gambar 3.1

Wasor Kabupaten bersama-sama dengan Wasor Provinsi sedang

melakukan pemeriksaan bercak dalam kegiatan Intensifikasi Penemuan

Kasus Kusta dan Frambusia

3. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan (pengelola program puskesmas,

kabupaten/kota, provinsi) dalam tata laksana kasus dan program yang

diselenggarakan sebanyak 2 batch.

4. Menyelenggarakan Pertemuan Regional Monitoring dan Evaluasi Program

Kusta dan Frambusia di Wilayah Sumatera; Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa

Tenggara; serta Wilayah Kalimantan untuk memonitoring dan mengevaluasi

program dan capaian program di provinsi yang berada di wilayah tersebut

sekaligus mensosialisasi isu terkini dan kebijakan nasional baru P2 Kusta

dan Frambusia.

5. Menyelenggarakan Pertemuan Koordinasi Pokja/Komli untuk penyusunan

PNPK Kusta dengan mengundang organisasi profesi di antaranya Persatuan

Dokter Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), Perhimpunan Dokter

Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia (PERDOSRI), Perhimpunan Ahli

Bedah Orthopedi Indonesia (PABOI), Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik

Indonesia (PAMKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

Indonesia (PDSKJI), Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI),

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Dengan

adanya PNPK ini diharapkan dapat tercipta pelayanan kusta yang

komprehensif dan terstandar.

Page 40: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

38 |

6. Melakukan upaya pembersihan data (data cleaning) dan validasi kasus di

provinsi Aceh yang ditargetkan mencapai eliminasi dengan tujuan untuk

mendapatkan data yang akurat tentang prevalensi kusta di provinsi tersebut.

7. Menyelenggarakan Pertemuan Koordinasi dan Evaluasi Studi Operasional

Kemoprofilaksis di Indonesia untuk merevisi Petunjuk Teknis Kemoprofilaksis

berdasarkan pengalaman yang dipakai pada saat studi operasional

kemoprofilaksis yang sudah dilaksanakan di beberapa kabupaten/kota.

8. Melanjutkan kegiatan pengobatan pencegahan kusta/kemoprofilaksis di

beberapa wilayah endemis di Indonesia, yaitu Kabupaten Sampang,

Sumenep, Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Maluku Tenggara Barat,

dan Kabupaten Mumugu; serta rencana menambah daerah implementasi

kemoprofilaksis di tahun 2017.

9. Menyelenggarakan Pertemuan Drug Resistance Surveilans untuk

mengetahui situasi terkini perkembangan kasus resisten serta

pengembangan dan penguatan sistem surveilans kasus resisten.

10. Membuat Iklan layanan masyarakat berupa jingle kusta “Ayo Temukan

Bercak” yang bertujuan menciptakan atmosfir yang ceria dan bersemangat

dalam kegiatan deteksi dini kusta di masyarakat.

Gambar 3.2. Iklan Layanan Masyarakat Jingle “Ayo Temukan Bercak”

11. Menyelenggarakan Mid-Term Evaluation for Leprosy Elimination and Yaws

Eradication bekerjasama dengan WHO untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pencapaian program eliminasi kusta dan eradikasi frambusia.

Page 41: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

39 |

f. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1. Sebagian besar daerah kantung kusta berada di lokasi yang sulit dijangkau

menyebabkan sulitnya pencarian kasus dan akses masyarakat menuju

pelayanan kesehatan.

2. Sebagian besar wilayah kantong kusta tidak mendapat dukungan lintas

program dan sektor dalam program pencegahan dan pengendalian kusta.

Dukungan lintas program dan sektor sangat diperlukan dalam keberhasilan

eliminasi kusta terutama dalam penentuan kebijakan pengalokasian sumber

daya dan upaya menghilangkan stigma terhadap OYPMK.

3. Angka mutasi petugas kesehatan yg cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan

program pencegahan dan pengendalian kusta di daerah berjalan kurang

maksimal karena perlunya melakukan pelatihan kepada tenaga yang baru.

4. Beban kerja petugas kesehatan di daerah cukup tinggi di mana jumlah

petugas terbatas berbanding terbalik dengan banyaknya pekerjaan yang

harus dilakukan, sehingga hasil yang dicapai kurang maksimal.

5. Masih adanya self stigma pada penderita kusta akibat kurangnya

pengetahuan dan pemahaman penderita terhadap penyakit yang dideritanya.

Hal tersebut dapat menghambat mereka untuk mendapatkan pengobatan

sedini mungkin.

6. Masih tingginya stigma masyarakat terhadap penderita kusta. Masyarakat

yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang kusta,

cenderung memberikan stigma kepada penderita dan keluarganya.

7. Perlunya perbaikan dalam hal manajemen logistik dimulai dari sistem

pelaporan kebutuhan MDT secara berjenjang dari kabupaten ke pusat, hingga

distribusi MDT dari pusat ke provinsi, kabupaten/ kota.

8. Adanya efisiensi anggaran tahun 2016 menyebabkan tidak terlaksananya

beberapa kegiatan sesuai peta jalan program yang telah ditentukan.

g. Pemecahan Masalah

1. Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap pemangku

kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dalam pencapaian

eliminasi kusta. Dengan kegiatan tersebut diharapkan pemangku kepentingan

terkait dapat merumuskan kebijakan strategis dan meningkatkan alokasi

sumberdaya daerah dalam pelaksanaan program.

2. Menganggarkan dan melaksanakan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan

secara rutin untuk mengatasi masalah angka mutasi petugas yang tinggi, agar

pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian kusta dapat tetap

berjalan lancar.

3. Melaksanakan intensifikasi penemuan kasus di khusus daerah remote area,

untuk meningkatkan jangkauan penemuan dan pengobatan penderita kusta.

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memutus dan menghilangkan

sumber penularan penyakit kusta.

4. Meningkatkan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk

menghilangkan stigma kusta di masyarakat.

Page 42: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

40 |

5. Memperkuat jejaring kemitraan dengan lintas program, lintas sektor,

organisasi profesi, Rumah Sakit dan Dokter Swasta agar memperoleh

dukungan dalam pelaksanaan program sesuai dengan tupoksi masing-

masing.

6. Memperkuat sistem manajemen logistik MDT di semua level.

5. Prevalensi TB sebesar 271 per 100.000 penduduk

a. Penjelasan Indikator

Prevalensi TB adalah indikator yang sangat bermanfaat mengenai beban

penyakit TB dan dapat memberikan petunjuk seberapa besar penularan yang

sedang berlangsung di populasi. Angka ini menggambarkan jumlah kasus TB di

populasi, tidak hanya kasus TB yang datang ke pelayanan kesehatan dan

dilaporkan ke program.

b. Definisi operasional

Jumlah kasus TB semua kasus (berbasis mikroskopis) per seratus ribu penduduk

di wilayah tertentu dan waktu tertentu.

c. Rumus/cara perhitungan

Jumlah kasus TB semua

kasus dalam suatu wilayah

tertentu pada waktu

tertentu

x 100.000 penduduk

Jumlah penduduk dalam

suatu wilayah tertentu pada

waktu tertentu

Data ini idealnya diperoleh dari Survei Prevalensi TB (SPTB). Akan tetapi, SPTB

tidak dapat dilaksanakan setiap tahun dikarenakan biaya yang sangat besar,

sehingga Sub Direktorat (Subdit) TB melakukan pemodelan estimasi prevalensi

TB (berbasis mikroskopis) yang dibantu oleh KOMLI TB yang sudah terbentuk

pada tahun 2016 oleh Menteri Kesehatan melalui Kepmenkes No

HK.02.02/Menkes/454/2016.

d. Capaian indikator

Berdasarkan Global Report TB tahun 2015, capaian indikator prevalensi TB

tahun 2015 sebesar 647 per 100.000 penduduk. Meskipun estimasi prevalensi

TB di tahun 2015 lebih tinggi dari estimasi di tahun sebelumnya, angka ini tidak

menunjukkan peningkatan prevalensi. Metode survey dari Survey Prevalensi TB

tahun 2013-2014 menggunakan metode yang lebih sensitif dan spesifik

Page 43: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

41 |

dibandingkan metode yang dilakukan pada Survey Prevalensi TB tahun 2004.

Angka ini dianggap lebih akurat karena menggunakan metode penelitian yang

sesuai dengan strandar WHO yang terbaru.

Berdasarkan estimasi beban TB, prevalensi kasus TB (per 100.000 penduduk)

pada tahun 2016 sebesar 257 per 100.000 penduduk.

Grafik 3.10

Berdasarkan grafik di atas, capaian prevalensi kasus tahun 2014 mencapai 267

per 100.000 penduduk dengan target 272 per 100.000 penduduk, kemudian

menurun tahun 2015 menjadi 263 per 100.000 penduduk dengan target 280 per

100.000 penduduk dan tahun 2016 sebesar 257 per 100.000 penduduk dengan

target 271 per 100.000 penduduk. Indikator ini adalah indikator negatif yang

artinya jika semakin besar realisasi semakin buruk kinerjanya dan sebaliknya jika

semakin kecil realisasi maka semakin baik kinerjanya. Dengan demikian pada

tahun 2016, indikator Prevalensi TB telah mencapai target.

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Tercapainya target ini terjadi sejalan dengan ekspansi DOTS (Directly Observed

Treatment Short-course) sehingga lebih banyak kasus TB yang dapat ditemukan.

Ekspansi DOTS dimaksudkan untuk memperluas layanan DOTS di fasilitas

pelayanan kesehatan tidak hanya Puskesmas, tetapi juga sudah ada layanan

pada RS Pemerintah dan RS Swasta, Dokter Praktek Mandiri dan klinik termasuk

klinik di lapas/rutan. Selain itu, mutu pengobatan TB juga dapat dipertahankan

dengan baik. Hal ini terlihat dari angka keberhasilan pengobatan (Success

Rate/SR) BTA positif yang dapat dipertahankan minimal 85% sejak tahun 1999.

Page 44: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

42 |

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini tercatat jumlah terduga TB yang

diperiksa sebanyak 18 juta orang, jumlah pasien TB yang ditemukan dan

diobati mencapai 3.084.000 dan 2.672.000, atau lebih dari 86% berhasil

disembuhkan di seluruh Indonesia.

2. Upaya akselerasi yang dilakukan program nasional sejak pertama kali

diputuskannya DOTS sebagai strategi penanggulangan TB di Indonesia

selama kurun waktu 8 tahun pertama (1999-2007) menunjukkan peningkatan

yang signifikan.

3. Sejak tahun 2009 hingga tahun 2015, Program TB telah berhasil

menemukan 33.453 terduga TB MDR/RR di mana 6.084 kasus terkonfirmasi

TB MDR/RR dan 4.625 kasus mendapatkan pengobatan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) lini kedua.

4. Sejak tahun 2009 hingga tahun 2015, sebanyak 78.017 kasus TB

mengetahui status HIV dan di antara mereka terdapat 14.904 kasus yang

hasil tes HIV positif. Dari kasus TB HIV posiif tersebut, 4.969 kasus

mendapatkan Anti Retroviral Therapy (ART) dan 6.559 kasus mendapatkan

Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK).

5. Ekspansi laboratorium pemeriksaan TB.

6. Pada tahun 2015 terdapat 6.820 laboratorium mikroskopis TB yang terdiri

dari puskesmas, rumah sakit, dan laboratorium klinik swasta. Sampai

dengan tahun 2016, terdapat 16 laboratorium biakan yang sudah

terstandarisasi dan 13 laboratorium biakan dan uji kepekaan yang

tersertifikasi. Selain itu, pemeriksaan molekular TB juga sudah tersedia di

34 provinsi yang tersebar di 6 laboratorium dan 76 rumah sakit untuk

mendiagnosis TB RO dan TB HIV.

7. Ekspansi fasilitas pelayanan TB resistensi obat. Sampai dengan akhir

Desember 2016, terdapat 36 RS rujukan TB MDR di 32 provinsi, 30 RS sub

rujukan TB MDR di 20 provinsi, dan 1.217 fasyankes satelit TB MDR di 27

provinsi.

8. Pendanaan pemerintah pusat untuk penanggulangan TB telah meningkat

secara bermakna dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2016

berjumlah Rp. 2,026 milyar. Menjadi salah satu upaya exit strategy dari

ketergantungan terhadap dana dari donor.

g. Kendala/Masalah yang Dihadapi

Meningkatnya epidemi kasus TB resisten obat.

Belum semua kasus TB berhasil dijangkau.

Pendekatan yang terlalu sentralistis dan global.

Sebagian besar Kab/Kota belum mempunyai komitmen politis yang ditandai

dengan adanya peraturan daerah dan peningkatan anggaran untuk P2TB.

Lemahnya aspek manajemen program.

Page 45: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

43 |

Meskipun pendanaan pemerintah pusat meningkat, kontribusi anggaran dari

provinsi dan kabupaten untuk pengendalian TB masih tetap minimal di

kebanyakan daerah.

Banyak mitra pemain tetapi kurang terintegrasi menjadi kekuatan yang

sinergis.

Masih lemahnya kemitraan yang bersifat sinergis.

h. Pemecahan Masalah

Untuk mencapai target, Program TB melaksanakan kegiatan yang berdasarkan 6

strategi yaitu:

1) Penguatan Kepemimpinan Program TB di Kabupaten/Kota

- Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial

- Regulasi dan peningkatan pembiayaan

- Koordinasi dan sinergi program

2) Peningkatan Akses Layanan “TOSS-TB” yang Bermutu

- Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (public-private mix)

- Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat

- Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM, MTBS, PAL,

dan lain sebagainya

- Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat / saran diagnostik yang baru

- Kepatuhan dan Kelangsun

- gan pengobatan pasien atau Case holding

- Bekerjasama dengan asuransi kesehatan dalam rangka Cakupan

Layanan Semesta (health universal coverage).

3) Pengendalian Faktor Risiko

- Promosi lingkungan dan hidup sehat.

- Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.

- Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB.

- Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan cakupan

dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.

4) Peningkatan Kemitraan melalui Forum Koordinasi TB

- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di pusat

- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di daerah

5) Peningkatan Kemandirian Masyarakat dalam Penanggulangan TB

- Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan masyarakat.

- Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, dan

dukungan pengobatan TB.

- Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di upaya kesehatan

berbasis keluarga dan masyarakat.

Page 46: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

44 |

6) Penguatan Sistem kesehatan

- Sumber Daya Manusia.

- Logistik.

- Regulasi dan pembiayaan.

- Sistem Informasi, termasuk mandatory notification.

- Penelitian dan pengembangan inovasi program.

6. Prevalensi HIV (persen) < 0,5 %

a. Definisi operasional

Angka pada laporan terakhir estimasi dan proyeksi prevalensi HIV penduduk

Indonesia 15-49 tahun.

b. Rumus/cara perhitungan

Mempergunakan perhitungan mathematic modelling

c. Capaian indikator

Perhitungan angka prevalensi di Indonesia tidak dilakukan melalui survey karena

membutuhkan sumber daya yang sangat besar, melainkan didapatkan dari hasil

pemodelan matematika. Dari hasil pemodelan tahun 2014 diketahui bahwa

prevalensi dalam populasi umum masih rendah. Namun demikian dari hasil sero

surveilans maupun Surveilens Terpadu Biologi dan Perilaku pada populasi

beresiko tahun 2015 diketahui bahwa prevalensi HIV diatas 5%. Hal ini

menunjukkan pola epidemi HIV AIDS di Indonesia masih terkonsentrasi.

Grafik 3.11

Target dan Realisasi Capaian Prevalensi HIV Tahun 2016

Page 47: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

45 |

Grafik 3.12

Target dan Realisasi Capaian Prevalensi HIV Tahun 2014-2016

Kegiatan perhitungan estimasi dan pemodelan matematika dilakukan setiap 2

atau 3 tahun sekali dengan bantuan software AEM (Asean Epidemiology

Modelling). Semenjak tahun 2009 sampai 2016 telah dihasilkan 3 laporan

estimasi dan pemodelan matematika yaitu laporan tahun 2009, tahun 2012, dan

tahun 2014. Capaian prevalensi pada tahun 2014-2016 menggunakan laporan

tahun 2014 yaitu masing-masing 0.35%, 0.36%, 0.37%.

Grafik 3.13. Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2014-2016

Adanya penurunan jumlah kasus baru HIV dan AIDS pada tahun 2016

menggambarkan peningkatan dalam upaya pencegahan penularan HIV. Sejak

HIV pertama kali ditemukan di Indonesia berbagai upaya telah dilakukan untuk

menemukan ODHA, memberikan pengobatan dan perawatan ODHA, dan

mencegah penularan kepada orang yang belum terinfeksi. Berbagai kebijakan

terus dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan perkembangan dan

Page 48: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

46 |

komitmen kebijakan global, tentunya dengan cara mengadaptasi kebijakan dan

pedoman penanggulangan HIV yang sesuai dengan kondisi dan sumber daya di

Indonesia.

d. Upaya yang Dilaksanakan Untuk Mencapai Target Indikator

Meningkatkan pembiayaan pengendalian HIV AIDS melalui APBN khususnya

pengadaan reagen tes HIV, obat ARV dan IMS.

Meningkatkan kerja sama lintas program dan lintas sektor dalam upaya

pencegahan dan pengendalian penularan HIV.

Peningkatan pengetahuan komprehensif melalui media KIE cetak dan

elektronik serta kampanye sosialisasi ABAT.

Gambar 3.3. Media KIE HIV/AIDS

Gambar 3.4. Sosialisasi HIV/AIDS di sekolah

Mendorong daerah untuk menyusun regulasi tentang pencegahan dan

penanggulangan HIV/AIDS.

Page 49: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

47 |

Meningkatkan pengembangan layanan komprehensif berkesinambungan

sehingga menjadi 113 kabupaten/kota.

Peningkatan jumlah outlet, distribusi, dan promosi penggunaan kondom.

Meningkatkan jumlah Puskesmas yang mampu melakukan inisiasi ART

Peningkatan jumlah layanan Konseling dan Tes (KT) HIV dan layanan Infeksi

Menular Seksual (IMS)

Peningkatan jumlah layanan Layanan Alat Suntik Steril (LASS) dan Program

Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

Akselerasi peningkatan orang yang melakukan konseling dan tes HIV antara

lain melalui mobile konseling dan tes HIV

Gambar 3.5. Mobile Konseling dan test HIV

Akselerasi peningkatan ODHA memakai ARV melalui SUFA (strategic use of

ARV), dengan memperluas inisiasi dini ART, untuk segera mendapatkan

pengobatan ARV berapapun jumlah CD4 nya pada kelompok populasi kunci

(WPS, Penasun, Waria, LSL) dan kelompok khusus (ibu hamil, pasien ko-

infeksi TB-HIV, pasien ko-infeksi Hepatitis B-HIV, dan ODHA yang pasangan

tetapnya HIV negatif)

Peningkatan jumlah kabupaten/kota yang mampu melaksanakan SUFA di

tahun 2016. Dilakukan dengan melakukan sosialisasi, workshop, dan

supervisi/pendampingan, terutama pada kabupate/kota dengan prevalensi

HIV tinggi.

Peningkatan pencatatan dan pelaporan data program baik berbasis manual

maupun elektronik.

Pelaksanaan kampanye HAS (Hari AIDS Sedunia) disertai dengan promosi

tes HIV sebagai upaya pencegahan penularan sedini mungkin.

Page 50: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

48 |

Gambar 3.6. Kampanye Hari AIDS Sedunia

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Peningkatan atau penurunan angka prevalensi HIV dari tahun ke tahun tidak

semata-mata menggambarkan keberhasilan atau kegagalan pengendalian HIV

AIDS di Indonesia. Peningkatan prevalensi HIV menunjukkan bahwa adanya

upaya dalam penemuan kasus HIV dan meningkatkan jumlah orang yang

mendapatkan pengobatan ARV sehingga dapat menurunkan penularan. Oleh

sebab itu peningkatan jumlah layanan HIV dari tahun ke tahun menunjukkan

upaya yang terus menerus dari Kementerian Kesehatan dalam memperluas dan

meningkatkan akses pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan.

Selain itu pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di

beberapa kabupaten/kota di Indonesia serta penerapan SUFA (Strategic Use of

ARV) dan TOP (Temukan, Obati, dan Pertahankan) dalam upaya pencegahan

dan pengobatan dapat mendukung akselerasi upaya pencegahan dan

penanggulan HIV AIDS.

Upaya pencegahan yang telah dilaksanakan antara lain dengan mengedukasi

masyarakat dengan cara memperbanyak jumlah dan memperluas jangkauan

distribusi media KIE baik cetak maupun elektronik agar meningkatkan

pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap HIV AIDS. Selain itu terus

dilakukannya distribusi kondom kepada populasi berisiko tinggi (seperti WPS,

LSL, Penasun, dll) bekerjasama dengan KPA (Komisi Penanggulangan AIDS)

dan LSM di seluruh Indonesia.

Pengembangan dan pemeliharaan sistem informasi online untuk pencatatan dan

pelaporan program HIV AIDS juga merupakan suatu upaya penting sehingga

keberhasilan dari kebijakan yang telah dilaksanakan dapat terukur dengan baik.

Oleh karena itu fokus dalam monitoring dan evaluasi bukan hanya pada

terlaksananya program tetapi juga pada berjalannya pencatatan dan pelaporan di

setiap jenjang.

Page 51: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

49 |

f. Kendala/ Masalah yang Dihadapi

1. Masih tingginya penularan HIV dan IMS

a) Penularan HIV pada subpopulasi heteroseksual masih terus terjadi

termasuk penularan pada subpopulasi homoseksual dan biseksual.

b) Penularan IMS dan HIV pada populasi WPS, Waria belum berhasil

dikendalikan. Hal ini berkorelasi kuat dengan rendahnya tingkat

pemakaian kondom secara konsisten pada setiap kontak seks berisiko

dan kesadaran untuk pemeriksaan dan pengobatan IMS yang benar.

c) Penularan IMS dan HIV pada ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak sudah

menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama di provinsi-provinsi

berprevalensi HIV tinggi.

2. Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pencegahan penularan

HIV

a) Perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat khususnya populasi

berisiko belum mencapai titik aman agar penularan HIV-AIDS dan IMS

dapat dikendalikan. Peningkatan kesadaran pada populasi berisiko untuk

menolong diri sendiri dan bertanggung jawab pada anggota keluarga

serta masyarakat dari risiko penularan HIV-AIDS dan IMS sudah mulai

terlihat namun belum maksimal.

b) Kesadaran dan keinginan masyarakat termasuk populasi berisiko untuk

mengetahui status HIV nya masih relatif rendah.

c) Masih adanya sikap stigma dan perlakuan diskriminatif masyarakat dan

petugas kesehatan kepada ODHA.

3. Terbatasnya Ketersediaan layanan kesehatan komprehensif HIV AIDS

dan IMS

a) Masih terbatasnya jumlah tenaga kesehatan yang peduli, terlatih dan

terampil dalam melaksanakan program pengendalian HIV AIDS dan IMS

serta penyakit oportunistiknya jika dibandingkan dengan luas wilayah

prioritas dan besarnya populasi berisiko.

b) Jumlah dan kualitas fasilitas layanan kesehatan yang mampu

memberikan layanan kesehatan komprehensif terkait masih perlu

ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan.

4. Hambatan dalam sistem pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan

evaluasi

a) Pencatatan dalam dokumen primer yaitu rekam medis belum

mencerminkan Penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik di

Indonesia.

b) Pelaporan pelayanan kesehatan promosi, pencegahan, pengobatan dan

rehabilitasi terkait HIV dan IMS belum terintegrasi dalam sistem

informasi fasilitas layanan kesehatan

c) Keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM petugas pencatatan dan

pelaporan program HIV AIDS dan IMS

Page 52: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

50 |

d) Monitoring dan evaluasi yang tidak kontinyu akibat ketidak seragaman

komitmen dan kemampuan pemerintah daerah dalam pembinaan,

pengawasan dan penganggaran kesehatan menyulitkan pengambilan

kebijakan yang tepat dalam pengendalian HIV AIDS dan IMS terutama

dalam era desentralisasi

g. Pemecahan Masalah

Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan

AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal,

organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya

manusia;

Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;

Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata,

terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan

mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;

Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko

tinggi, dengan berfokus pada daerah yang memiliki risiko tertinggi dan

beban tertinggi

Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS melalui Adinkes

(Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia);

Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia

yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;

Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan

penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan

mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan

HIV dan AIDS; dan

Penguatan sistem logistik sebagai upaya perbaikan dalam

mendistribusikan reagen dan obat HIV AIDS dan IMS sehingga tepat guna,

serta mengurangi risiko kekosongan obat ataupun obat expired

Revitalisasi pengendalian IMS di Puskesmas dan RS,

Penguatan surveilans IMS dan HIV di kabupaten/kota prioritas,

Peningkatan keterlibatan komunitas/LSM peduli AIDS, populasi kunci dan

kader masyarakat dalam upaya penjangkauan,

Perluasan jangkauan pengobatan ARV sampai ke tingkat Puskesmas,

Perluasan kampanye tentang HIV dan AIDS, bahaya Napza, dan seks

bebas di lingkungan pendidikan formal dan non-formal.

Meningkatkan peranan KDS dan keluarga sebagai petugas pendamping

ODHA

Peningkatan kemampuan layanan dan SKPD di daerah dalam melakukan

analisis situasi berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif yang telah

tersedia.

Page 53: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

51 |

7. Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun sebesar 6,4%

a. Penjelasan Indikator

Merokok merupakan salah satu faktor risiko bersama (Common Risk Factor)

yang dapat menyebabkan PTM, dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Sehingga dengan menurunkan prevalensi merokok diharapkan dapat

menurunkan angka prevalensi PTM.

Berdasarkan Riskesdas 2013 dan hasil sementara Sirkesnas 2016 di Indonesia

jumlah perokok laki-laki dewasa (usia ≥ 15 tahun) meningkat dari 66% menjadi

68.1%. Demikian juga terjadi peningkatan pada perokok pemula laki-laki usia

anak 10 – 14 tahun meningkat tajam dari 4.8% (2013) menjadi 6.4% (2016).

Namun demikian terjadi penurunan prevalensi perokok pemula pada perempuan

dari 2.5 % (2013) menjadi 0.1% (2016).

Sekitar 78% perokok mengaku mulai merokok sebelum umur 19 tahun dan

sepertiga dari siswa sekolah mengaku mencoba menghisap rokok pertama kali

sebelum umur 10 tahun. Selain itu Indonesia sebagai negara dijuluki “baby

Smoker” karena memiliki 239.000 perokok anak dibawah 10 tahun (GYTS 2014).

Oleh karena itu untuk menggambarkan pengendalian PTM dan faktor risikonya

disusun indikator ini yang dapat menggambarkan tingkat keparahan kondisi

konsumsi rokok dimasyarakat, karena anak merupakan kelompok masyarakat

yang rentan untuk mencontoh perilaku orang dewasa dan gencarnya paparan

iklan produk di sekitarnya. Selain itu, timbulnya penyakit dampak rokok akan

semakin cepat dengan semakin mudanya seseorang memulai kebiasaan

merokok dan terkena paparan asap rokok.

b. Pengertian

- Anak perokok adalah anak yang dalam 1 bulan terakhir kadang-kadang atau

setiap hari merokok.

- Penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun adalah penduduk yang berusia 10

tahun (> 120 bulan) sampai dengan 18 tahun (216 bulan) pada saat

pengumpulan data dilakukan.

c. Definisi operasional

Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun adalah jumlah

anak di Indonesia yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun yang diketahui

sebagai perokok melalui pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode

lainnya, dibandingkan dengan jumlah semua anak yang berusia 10 sampai

dengan 18 tahun di Indonesia yang terdata di tahun tersebut (data BPS).

Page 54: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

52 |

d. Rumus/cara perhitungan

Persentase

penurunan

prevalensi merokok

pada usia ≤ 18

tahun

=

Jumlah anak di Indonesia yang berusia 10

sampai dengan 18 tahun yang diketahui

sebagai perokok melalui pengambilan

data faktor risiko baik survei atau metode

lainnya

x 100%

Jumlah semua anak yang berusia 10

sampai dengan 18 tahun di Indonesia

yang terdata di tahun tersebut (data BPS).

e. Capaian indikator

Indikator ini merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-

2019. Capaian indikator prevalensi merokok ini diperoleh melalui metode survei

indikator kesehatan nasional, November 2016, yang dilaksanakan oleh

Balitbangkes. Hasil survei prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun 2016

adalah sebesar 8,8%. Jika dibandingkan dengan target pada tahun 2016 adalah

sebesar 6,4% yang berarti terjadi peningkatan prevalensi merokok. Sehingga

pencapaian indikator sebesar 62,5%.

Grafik 3.14

Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun

Tahun 2016

Prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun diharapkan terjadi penurunan

dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 tidak dilaksanakan survei indikator

nasional sehingga tidak dapat dilihat hasilnya. Apabila dibandingkan dengan

survei yang dilaksanakan sebelumnya pada tahun 2013 (baseline data),

prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun adalah sebesar 7,2%. Hal ini

merupakan tantangan yang sangat besar dalam menurunkan prevalensi

merokok ada usia ≤ 18 tahun.

Page 55: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

53 |

Banyak faktor yang menyebabkan indikator prevalensi merokok pada usia ≤ 18

tahun meningkat. Hasil capaian indikator komposit yang rutin dipantau dalam

mendukung upaya penurunan prevalensi merokok ada usia ≤ 18 tahun yaitu

persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang kawasan tanpa rokok dan

indikator persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan

Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah. Kinerja kedua indikator tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut:

Grafik 3.15

Persentase Target dan Realisasi Kab/Kota yang memiliki Peraturan

Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Tahun 2015-2016

Jika dilihat dari persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang Kawasan

Tanpa Rokok (KTR) tahun 2015 dengan 2016, terjadi penambahan jumlah

kab/kota yang memiliki peraturan tentang KTR. Walaupun terjadi penambahan

dan telah mencapai target yang diharapkan, namun kab/kota yang memiliki

peraturan tentang KTR masih dibawah 50%, kemungkinan hal ini berpengaruh

terhadap lingkungan dan perilaku anak usia ≤ 18 tahun dalam perilaku

merokok.

Indikator komposit lainnya dalam mendukung upaya penurunan prevalensi

merokok usia ≤18 tahun adalah Persentase Kabupaten/Kota yang

melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah.

Indikator ini merupakan indikator untuk melindungi anak usia sekolah yang

menjadi target sasaran dalam perilaku merokok. Jika dibandingkan pencapaian

tahun 2015 dengan 2016 terjadi peningkatan jumlah kab/kota yang telah

mengimplementasikan kebijakan KTR di 50% sekolah. Namun baru 20%

kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50% sekolah,

sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap perilaku merokok pada usia ≤ 18

tahun yang merupakan usia anak sekolah.

Page 56: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

54 |

Grafik 3.16

Persentase Target dan Realisasi Kab/Kota yang Melaksanakan

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah

Tahun 2015-2016

f. Analisa Penyebab Kegagalan

Indikator Apabila dibandingkan dengan survei yang dilaksanakan sebelumnya

pada tahun 2013 (baseline data), prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun

adalah sebesar 7,2% yang seharusnya menurun menjadi 6.4 % tidak tercapai

bahkan terjadi peningkatan hingga 8.8% (2016). Peningkatan ini terutama

terjadi pada perokok laki-laki sebesar 17.2% sedangkan pada perokok

perempuan sebesar 0.2%

Berdasarkan best practice pengendalian konsumsi rokok strategi yang harus

dilakukan berupa:

1) Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk memberikan perlindungan terhadap

paparan asap rokok melalui penerbitan Perda dan penerapannya di seluruh

Provinsi dan Kabupaten/Kota

2) Layanan Upaya Berhenti merokok dengan melaksanakan layanan konseling

berhenti merokok di FKTP dan FKRTL serta sekolah oleh guru terlatih

3) Peningkatan kewaspadaan masyarakat akan bahaya rokok melalui iklan

layanan masyarakat, sosialisasi dan pencantuman Pictorial Health Warning

(Peringatan Kesehatan Bergambar) di bungkus rokok

4) Pelarangan iklan, promosi dan sponsor produk tembakau di media massa

baik cetak maupun elektronik, dalam gedung maupun luar gedung terhadap

anak-anak.

5) Menurunkan akses terhadap produk tembakau dengan meningkatkan pajak

rokok (tax) dengan demikian harga rokok naik sehingga tidak mudah dibeli

oleh anak-anak dan remaja.

Page 57: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

55 |

Strategi tersebut diatas tidak dapat dilakukan hanya oleh Kementerian

Kesehatan, keterlibatan seluruh unsur Kementerian/Lembaga lain, sektor

swasta, serta masyarakat madani menjadi unsur penting dalam mendukung

upaya penurunan prevalensi perokok di Indonesia. Kementerian Kesehatan

telah berupaya untuk melaksanakan strategi tersebut diatas sesuai dengan

kewenangannya, namun keterlibatan kementerian lain dalam mendukung

strategi tersebut belum optimal.

g. Upaya Yang Dilaksanakan Untuk Mencapai Indikator

Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka penurunan

prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun disepanjang tahun 2015 sebagai

berikut:

Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dan Pendidikan Dalam Upaya

Implementasi KTR di Sekolah.

Penyebaran Informasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media cetak

dan elektronik.

Review Implementasi KTR di daerah yang telah memiliki peraturan KTR.

Sosialisasi dan Tindak Lanjut Hasil Review Implementasi KTR.

Pertemuan Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah Dalam Rangka Pengendalian

PTM.

Peningkatan kapasitas Layanan Quitline upaya berhenti merokok.

Penyedian Layanan Quit Line (Layanan Konsultasi Jarak Jauh Upaya

Berhenti Merokok)

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Dampak Rokok dan

Implementasi Kawasan Tanpa Rokok.

Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Daerah Yang Telah

Memiliki Peraturan KTR.

Penyusunan Pedoman Surveilans Kawasan Tanpa Rokok.

Penyusunan Buku Pedoman Tentang Penyakit Dampak Rokok.

h. Kendala/Masalah Yang Dihadapi

Kegiatan advokasi dan sosialisasi di daerah dalam pengendalian konsumsi

tembakau pada Kab/Kota belum maksimal.

Belum optimalnya koordinasi antara Lintas Program dan Lintas Sektor di

tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok.

Daerah yang memiliki kebijakan KTR di daerah masih terbatasnya

jumlahnya, dan penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki

kebijakan KTR belum optimal.

Monitoring faktor risiko Penyakit Tidak Menular termasuk kebiasaan

merokok dilaksanakan melalui kegiatan Pelaksanaan Survey tahunan di

Litbangkes tiap tahunnya mulai tahun 2016, sedang Riset Kesehatan Dasar

dilaksanakan setiap 3 tahun, termasuk Global Youth Tobacco Survey .

Sosialisasi mengenai peraturan KTR di daerah kepada masyarakat dan

pihak terkait dilakukan minimal 1 tahun setelah disahkannya aturan

Page 58: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

56 |

tersebut, agar masyarakat dapat memahami pentingnya regulasi terkait

KTR.

Sistem pencatatan pelaporan melalui Surveilans berbasis web PTM belum

optimal.

Kesadaran masyarakat yang masih rendah akan bahaya konsumsi rokok

i. Pemecahan Masalah

Meningkatkan komitmen daerah dalam pengembangan dan implementasi

regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai level pemerintahan.

Meningkatkan dukungan oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai

tatanan melalui berbagai kegiatan:

Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai

dengan peraturan yang berlaku terutama yang telah memiliki kebijakan dan

peraturan di daerah.

Penyebarluasan informasi tentang dampak kesehatan akibat konsumsi

rokok kepada seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder

termasuk masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial

masyarakat (LSM).

Pengendalian konsumsi rokok harus dilakukan secara komprehensif,

berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan melalui

periode pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan

jangka panjang.

Kuatnya komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian

tembakau melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya.

Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam

pengendalian tembakau diberbagai bidang.

Mensinergikan kegiatan melalui strategi MPOWER yang meliputi

Monitoring konsumsi produk tembakau; Perlindungan Terhadap Paparan

Asap Rokok;

Upaya Pelayanan Berhenti merokok ; Peningkatan kewaspadaan

masyarakat akan bahaya produk tembakau ; Eliminasi iklan, promosi dan

sponsor produk tembakau dan Menurunkan akses terhadap produk

tembakau.

Page 59: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

57 |

8. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

sebesar 46%

a. Penjelasan Indikator

Era globalisasi tidak hanya membawa kemajuan ekonomi dan perkembangan

laju transportasi dari ke suatu tempat lain tetapi juga membawa ancaman

importasi dan eksportasi penyakit menular dari negara lain (misalnya Polio,

SARS, Flu Burung, MERS, Ebola dll). Setiap negara diharapkan mempunyai

kemampuan dalam sistem kesehatannya untuk mampu melakukan pecegahan,

pendeteksian, melakukan tindakan penanggulangan dan melaporkan suatu

kejadian yang berpotensi kedaruratan kesehatan masyarakat.

International Health Regulations (2005) yang diberlakukan Tahun 2007

merupakan Regulasi Kesehatan Internasional yang disetujui oleh 194 negara

anggota WHO dalam sidang World Health Assembly (WHA) ke-58 sebagai

bentuk komitmen, tanggung jawab dan upaya bersama dalam mencegah

penyebaran penyakit lintas negara. IHR (2005) bertujuan mencegah, melindungi

dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara dengan melakukan

tindakan sesuai dengan risiko kesehatan yang dihadapi tanpa menimbulkan

gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional. Dalam

regulasi internasional ini setiap negara berkewajiban untuk meningkatkan

kapasitas inti untuk mencapai tujuan IHR (2005).

Indonesia secara bertahap telah mengembangkan kapasitas inti tersebut dan

berdasarkan penilaian telah Implementasi penuh IHR (2005). Regulasi ini

merupakan modal utama untuk mengembangkan jejaring dan kerjasama

internasional dalam menghadapi dan menanggulangi potensi terjadinya

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-MD) atau

Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Dalam upaya

mempertahankan dan meningkatkan upaya cegah tangkal dalam rangka

perlindungan Indonesia dan dunia terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

yang Meresahkan Dunia (KKM-MD) melalui koordinasi, integrasi, singkronisasi

lintas sektor yang telah dilakukan dapat tetap terjaga dan mempertahankan

kemampuan dalam hal deteksi, verifikasi, penilaian, pelaporan dan

penanggulangan potensi terjadinya KKM-MD.

Untuk menjamin bahwa negara mempunyai kemampuan tersebut maka

pendekatan surveilans, preparedness dan respon harus dibangun disetaip

wilayah. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di pintu gerbang negara

(pelabuhan, bandara dan pos lintas batas negara) harus berjalan dengan

optimal. Sejalan dengan hal tersebut kekarantinaan kesehatan di wilayah

(provinsi dan kabupaten kota) harus dapat mengantisipasi jika diperlukan untuk

diberlakukan. Karantina di wilayah meliputi karantina rumah, karantina rumah

sakit (isolasi), karantina wilayah administratif dan pembatasan aktifitas sosial

hingga skala besar harus dapat dijalankan dengan kerjasama lintas sektor.

Page 60: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

58 |

Untuk itu dipandang sangat penting, setiap kabupaten kota memiliki kontijensi

plan dalam menghadapi kedaruratan kesehatan yang potensial terjadi di daerah

masing masing.

b. Definisi operasional

Kab/kota yang memiliki pintu masuk internasional dalam hal ini pelabuhan,

bandar udara dan PLBDN melakukan kesiapsiagaan terhadap potensi

kedaruratan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit, bahan kimia,

radio nuklir dan keamanan pangan.

Upaya kesiapsiagaan tersebut termasuk menyusun dokumen kebijakan bersama

lintas program dan lintas sektor terkait (satuan ker ja perangkat daerah) untuk

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.

c. Rumus/cara perhitungan

Jumlah kabupaten/kota yang mempunyai

kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang

berpotensi wabah

x 100%

Jumlah kabupaten/kota yang memiliki pintu masuk

internasional

Nominator adalah Jumlah kabupaten kota yang mempunyai kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

yang berpotensi wabah.

Denominator adalah jumlah kabupaten/kota yang memiliki pintu masuk

internasional.

Kriteria pengukuran adalah periode prevalence kumulatif.

Indikator diukur per tahun.

d. Capaian indikator

Indikator ini merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-

2019. Pada tahun 2016, persentase kabupaten/kota dengan pintu masuk

internasional yang memiliki dokumen rencana kontinjensi penanggulangan

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) telah mencapai 47,2% dari target

46% sehingga pencapaian sebesar 103.7%. Sedangkan pada tahun 2015,

persentase kab/kota yang memiliki dokumen rencana kontinjensi

penanggulangan KKM sebanyak 27.35% dari target 29%.

Page 61: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

59 |

Grafik 3.17

Peta 3.3

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Sampai dengan tahun 2016 tercapai 50 kab/kota yang menyusun dokumen

rencana kontinjensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan

pencapaian target indikator antara lain:

Page 62: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

60 |

- Persiapan pelaksanaan kegiatan dengan melakukan komunikasi dan

koordinasi baik verbal maupun surat kepada propinsi/kabupaten/kota

sasaran penyusunan dokumen.

- Adanya sosialisasi dan advokasi dengan melibatkan Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) dan lintas sektor.

- Adanya workshop dan penyusunan dokumen rencana kontinjensi di kab/kota

dengan anggaran bersumber dari pusat dan dana dekonsentrasi.

- Adanya rambu petunjuk perencanaan sehingga Dinas Kesehatan Provinsi

dapat menganggarkan kegiatan terkait kesiapsiagaan penanggulangan

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di wilayah.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1. Sosialisasi dan advokasi regulasi kesehatan internasional atau International

Health Regulations (2005) termasuk kapasitas inti IHR dan paket aksi

keamanan kesehatan global.

2. Penilaian pencapaian kapasitas inti IHR di pintu masuk negara, wilayah dan

nasional dengan melibatkan lintas sektor terkait.

3. Sosialisasi dan advokasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap faktor

risiko kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melibatkan Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) dan lintas sector.

4. Melaksanakan workshop penyusunan rencana kontingensi mencakup

konsep pedoman penyusunan renkon, identifikasi potensi KKM, membangun

komitmen lintas sektoral dan pengumpulan data dasar.

5. Melaksanakan kegiatan penyusunan rencana kontigensi KKM dengan

melibatkan seluruh lintas sektoral pemerintah daerah yang terkait dengan

kesiapsiagaan, respon dan koordinasi penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat.

6. Review dan update dokumen kebijakan yang telah disusun di kab/kota

g. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1. Penyusunan dokumen kebijakan ini merupakan suatu pendekatan program

baru di kabupaten/kota sehingga memerlukan penyamaan pemahaman dan

persepsi lintas sektoral, karena Masih adanya pemahaman lintas sektor

terkait dokumen yang disusun menjadi tanggung jawab bidang kesehatan.

2. Adanya efisiensi anggaran dan kebijakan untuk tidak melaksanakan kegiatan

selama kurang lebih 3 minggu menyebabkan rangkaian kegiatan

penyusunan rencana kontinjensi tidak berjalan sesuai jadwal/rencana dan

dapat berdampak pada kualitas penyusunan dokumen renkon.

3. Pelaksanan kegiatan penyusunan dokumen rencana kontinjensi berbeda di

beberapa daerah karena adanya efisiensi anggaran. Ada beberapa

kabupaten/kota dengan komponen pembiayaan lengkap mulai dari

sosialisasi, workshop dan penyusunan dokumen, sementara dibeberapa

kabupaten lain hanya didukung dengan kegiatan sosialisasi dan

penyusunan.

Page 63: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

61 |

h. Pemecahan Masalah

1) Mengintensifkan kegiatan sosialisasi kebijakan kesiapsiagaan terhadap

kedaruratan kesehatan masyarakat kepada pemerintah daerah sasaran

untuk menyamakan pemahaman dan rencana tindak lanjut pelaksanaan

kegiatan pembuatan dokumen rencana kontingensi. Hal ini dapat

meningkatkan komitmen daerah dalam melaksanakan program yang

disepakati.

2) Mendorong kabupaten/kota sasaran untuk menyelesaikan hambatan

administrasi agar kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang

telah disepakati baik melalui mekanisme pembiayaan dekonsentrasi maupun

pusat

3) Memaksimalkan potensi sumber daya manusia untuk memenuhi permintaan

narasumber dari berbagai daerah untuk memfasilitasi pembentukan dokumen

rencana kontigensi.

4) Mengoptimalisasikan potensi daerah dalam kesiapsiagaan kedaruratan

khususnya kedaruratan bencana alam untuk memperkaya dan memperkuat

substansi kedaruratan kesehatan masyarakat.

5) Menyesuaikan metode penyusunan dokumen dengan waktu yang tersedia

termasuk design kegiatan yang interaktif (diskusi, table top, simulasi) dan

penyusunan draft awal sebelum pertemuan.

9. Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra di wilayah

layanan BTKL sebesar 60%

a. Penjelasan Indikator

Indikator respon Sinyal Kewaspadaan DIni (SKD) dan Kejadian Luar Biasa

(KLB), bencana dan kondisi matra di wilayah layanan B/BTKLPP dilakukan oleh

seluruh B/BTKLPP untuk kegiatan SKD KLB, kegiatan bencana dan kondisi

matra di seluruh wilayah layanan kerja B/BTKLPP.

b. Definisi operasional

Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra yang direspon

< 24 jam terhitung mulai diterimanya laporan dari stakeholders dibandingkan

dengan jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra yang

dilaporkan stakeholders.

c. Pengertian

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya kejadian kesakitan/kematian dan

atau meningkatnya suatu kejadiaan kesakitan kematian yang bermakna secara

epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Undang Undang

Wabah, 1984).

Page 64: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

62 |

Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD KLB) merupakan

kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang

mempengaruhinya dengan meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-

upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat.

Respon sinyal SKD dan KLB adalah respon kewaspadaan dini yang dilakukan

dalam rangka mengantisipasi terhadap terjadinya penyakit potensial KLB yang

diperoleh berdasarkan deteksi dini KLB di wilayah kerja B/BTKL-PP dan atau dari

permintaan stakeholder serta respon penanggulangan KLB sesuai dengan

pedoman.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

factor alam dan/atau factor nonalam maupun factor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis.

Kondisi Matra adalah keadaan dari seluruh aspek pada matra yang serba

berubah dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pelaksaan kegiatan

manusia yang hidup dalam lingkungan tersebut, seperti Ibadah Haji, arus mudik,

arus balik hari raya dan tahun baru, Jambore, dan lain lain.

Stakeholder adalah suatu masyarakat, kelompok, komunitas atau individu

manusia yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap suatu organisasi

seperti Dinas Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium, RS, dan

lain-lain.

d. Rumus/cara perhitungan

Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan

kondisi matra yang direspon < 24 jam terhitung

mulai diterimanya laporan dari stakeholders

x 100%

Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan

kondisi matra yang dilaporkan stakeholders

e. Capaian indikator

Jumlah kejadian SKD KLB, Bencana dan kondisi matra tahun 2016 sebesar 336

kejadian dan jumlah kejadian yang direspon < 24 jam sebesar 320 kejadian,

sehingga capaian indikator tahun ini adalah 95%. Capaian target ini menurun

dari tahun sebelumnya, namun jika melihat dari target yang ditetapkan tahun

2016 yaitu 60% maka realisasi capaian indikator telah mencapai target.

Page 65: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

63 |

Grafik 3.18 Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana

dan kondisi matra diwilayah layanan BBTKLPP Tahun 2015-2016

f. Analisa Penyebab Keberhasilan

Tercapainya target ini antara lain didukung dengan adanya jejaring kerja dan

koordinasi yang sudah berjalan baik dengan berbagai stakeholder di wilayah

kerja B/BTKL-PP, peningkatkan kemampuan SDM dalam verifikasi rumor

penyakit potensial KLB dan penyelidikan epidemiologi, kajian untuk evaluasi

kewaspadaan dini penyakit berpotensi KLB, pengembangan kapasitas

laboratorium dalam pengembangan metode pemeriksaan penyakit dan adanya

evaluasi dan monitoring kegiatan B/BTKL-PP untuk memantau keberhasilan

kegiatan dalam mendukung tercapainya indikator.

g. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1. Pelaksanaan advokasi, koordinasi, sosialisasi penguatan respon dan jejaring

kerja dengan instansi terkait di wilayah layanan.

2. Melakukan penyelidikan epidemiologi, konfirmasi laboratorium, dan

pemantauan faktor risiko lingkungan dan penyakit di wilayah layanan dalam

upaya penanggulangan KLB.

3. Melakukan kajian untuk evaluasi kewaspadaan dini penyakit berpotensi KLB.

4. Melaksanakan peningkatan kualitas Penyelidikan Epidemiologi.

5. Peningkatan pertemuan forum lintas bantas terkait upaya kewaspadaan dini

SKD dan penanggulangan KLB.

6. Survei dan investigasi data epidemiologi penyakit di masyarakat dan sarana

kesehatan.

Page 66: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

64 |

7. Pemeriksaan sampel air minum, air bersih, makanan dan sampel darah.

8. Pemantauan dan pengendalian vektor penyakit.

9. Secara periodik melihat data di website SKDR untuk wilayah layanan

B/BTKL-PP dan berita di grup media sosial SKDR Dinkes Provinsi.

10. Mengkonfirmasi wilayah bila ada peningkatan kasus penyakit/peringatan dini

dari website SKDR.

11. Melakukan pemantauan penyakit dan kejadian kecelakaan selama arus

mudik dan balik hari raya.

12. Melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM pada pengemudi bus umum

AKAP/AKDP.

13. Pemberian bantuan logistik untuk kegiatan KLB/bencana/matra.

14. Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

15. Penganggaran dana dan dukungan untuk kegiatan dalam indikator B/BTKL-

PP.

16. Penyusunan proposal kegiatan serta instrument yang diperlukan dalam

pengumpulan data kegiatan.

17. Persiapan alat dan bahan kegiatan.

18. Pembekalan pada petugas yang akan melakukan kegiatan.

19. Meningkatkan kemampuan SDM epidemiologi dalam PE KLB penyakit-

penyakit potensial KLB, PHEIC dan Emerging Infectious Disease.

20. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas laboratorium BBTKLPP

Jakarta dalam pengembangan metode pemeriksaan penyakit EID,

reemerging, NTD dan pengambilan spesimen KLB.

21. Evaluasi dan monitoring kegiatan B/BTKL-PP.

h. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1. Laporan/informasi KLB yang terlambat dari daerah atau stakeholder terkait,

sehingga tidak didapatkan data yang akurat dan sampel yang tidak

memenuhi syarat untuk diperiksa.

2. Jejaring kemitraan dengan daerah belum maksimal.

3. Dalam kegiatan pementauan wilayah setempat dan pengendalian faktor risiko

kondisi matra, pemeriksaan parameter tertentu belum dapat dilakukan

secara cepat karena masih menggunakan metode konvensional.

4. Keterbatasan sumber daya untuk melakukan kegiatan respon kejadian KLB <

24 jam dan mobilisasi logistik yang tidak bisa dilakukan di seluruh wilayah

layanan, karena wilayah layanan yang luas dan kondisi geografis yang

beragam.

5. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan sumberdaya dalam rangka

kewaspadaan dini, pengendalian penyakit emerging, bencana, kegiatan

matra/situasi khusus dan penyelidikan epidemiologi.

6. Kurangnya jumlah personil dalam mendukung kegiatan.

7. Hambatan dalam Identifikasi Kasus, Jumlah kasus umum, karateristik

masyarakat, peguatan Surveilans SKD-KLB tingkat Kab/Kota/Provinsi.

Page 67: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

65 |

8. Keterbatasan kemampuan/dukungan laboratorium antara kain alat (PCR),

reagen dan RDT.

9. Keterbatasan alat uji laboratorium sebagai alat konfirmasi diagnostik dan

hasil konfirmasi sampel penyakit yang belum cepat.

10. Tidak terlibatnya B/BTKL-PP dalam sistem yang terbentuk, sehingga

pendekatan dilakukan intens mandiri oleh BBTKLPP kepada stakeholder

terkait.

11. Sarana dan prasarana pengendalian vektor masih terbatas jumlahnya.

12. Dukungan dana untuk kegiatan dalam indikator B/BTKL-PP masih terbatas.

13. Indikator kegiatan tidak spesifik untuk B/BTKL-PP.

14. Daerah sering sulit memutuskan bahwa kasus suatu penyakit adalah KLB

sehingga mengurangi serapan dana PE.

i. Pemecahan Masalah

1. Peningkatan jejaring kerja dengan wilayah regional dan stakeholder terkait di

wilayah layanan B/BTKL-PP.

2. Mensosialisasikan kepada daerah untuk segera mengirimkan form W1

sesegera mungkin bila terjadi kasus KLB, minimal menginformasi terlebih

dahulu penyebab yang diduga sebagai sumber utama terjadinya KLB.

3. Meningkatkan kualitas SDM terutama dalam rangka kewaspadaan dini,

pengendalian penyakit re-emerging dan new-emerging, kegiatan

matra/situasi khusus, tanggap bencana dan respon cepat < 24 jam baik yang

diadakan melalui pendidikan dan pelatihan.

4. Mengupayakan pemberian bimtek penyelidikan epidemiologi oleh tenaga JFT

5. Pengembangan dan optimalisasi laboratorium penyakit dan penambahan

sarana dan prasarana untuk pemeriksaan laboratorium.

6. Menyusun bersama draft regulasi pedoman pemeriksaan spesimen penyakit

potensial KLB dan PHEIC.

7. Peningkatan kapasitas tenaga laboratorium dan tenaga teknis lainnya.

8. Pengadaan sarana dan prasarana pengendalian vektor seperti mobil vektor

kontrol dan penyediaan kendaraan bermotor kesehatan lingkungan.

9. mengusulkan biaya pengiriman logistik.

10. Pengembangan SKDR berbasis website di B/BTKLPP sehingga dapat

mengakses dan menginput dalam aplikasi untuk mengetahui indikasi

terjadinya KLB di suatu wilayah.

11. Pengembangan lebih lanjut SKDR berbasis laboratorium.

12. Melakukan revisi legal aspek untuk memasukkan peran B/BTKLPP sebagai

Unit Surveilans Regional dan Labkesmas.

13. Memberikan peran kepada semua B/BTKLPP dalam sistem kewaspadaan

dini yang terbentuk di pusat maupun daerah seperti Tim Gerak Cepat (TGC)

14. Menggunakan dana yang ada dengan efisien.

15. Menyusun indikator khusus untuk B/BTKL-PP.

Page 68: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

66 |

10. Persentase teknologi tepat guna PP dan PL yang dihasilkan BTKL meningkat

35% dari jumlah TTG tahun 2014

a. Definisi operasional

Peningkatan jumlah model dan atau jenis Teknologi Tepat Guna (TTG) bidang

P2P yang dihasilkan 10 Balai dan atau Balai Besar Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (B/BBTKLPP) dalam waktu 1 tahun

dibandingkan dengan baseline jumlah model dan atau jenis TTG yang sudah

dihasilkan di tahun 2014 oleh 10 B/BBTKLPP yang kemudian dinyatakan dalam

persen. Dengan target di tahun 2019 akan meningkat sebanyak 50% dari jumlah

model dan atau jenis TTG di tahun 2014.

b. Rumus/cara perhitungan

Jumlah kumulatif TTG sampai tahun

evaluasi – Jumlah TTG pada saat

baseline

x 100%

Jumlah TTG pada saat baseline

Baseline jumlah Teknologi Tepat Guna (TTG) = 40 TTG

c. Capaian indikator

Setiap tahun B/BTKLPP menghasilkan Teknologi Tepat Guna yang dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat. Jumlah TTG yang dihasilkan B/BTKLPP pada

tahun 2014 sebanyak 40 TTG, bertambah 54 TTG pada tahun 2015 dan

bertambah lagi sebanyak 40 TTG sehingga total TTG yang dihasilkan tahun

2015 – 2016 sebanyak 83 TTG seperti yang terlihat dalam grafik berikut ini:

Page 69: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

67 |

Persentase peningkatan TTG yang dihasilkan BBTKLPP meningkat dari tahun

2015 meningkat sebesar 35% dan tahun 2016 meningkat sebesar 138% dari

jumlah TTG yang dihasilkan pada baseline tahun 2014 seperti terlihat dalam

tabel berikut ini:

Berikut ini Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan oleh B/BTKLPP pada tahun

2016 antara lain:

Tabel 3.6

Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan B/BTKLPP Tahun 2016

No BBTKLPP TTG

1 BBTKLPP Batam - Instalasi Pengolahan Air Baku menjadi Air Minum

dan Air Bersih.

- Sistem Pengolahan Tinja Daerah Pesisir

2 BBTKLPP Jakarta

- Jamban pasang surut.

- Lavitrap toples bening

- Lavitrap toples hitam

3 BBTKLPP Jakarta

- Lavitrap

- Breeding Trap

- Dust Lon

- Perangkap nyamuk dengan lampu LED

- Respirator sederhana

- Prototype penetralisir derajat keasaman

Page 70: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

68 |

4 BTKLPP

Yogyakarta - Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok

Pesantren model kapasitas kecil Teknologi 2

lampu UV.

- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok

Pesantren model kapasitas kecil dengan ozon.

- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok

Pesantren model kapasitas kecil air drier.

- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok

Pesantren model kapasitas besar Teknologi 3

lampu UV.

- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok

Pesantren model kapasitas besar Teknologi ozon

dan lampu UV.

- Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Pondok

Pesantren model kapasitas besar Teknologi air

drier dan lampu UV.

- Prototipe Pengolahan Udara Di Daerah Padat Lalu

Lintas teknologi Zigzag dengan absorber kapas

sintetis, arang aktif, zeolite.

- Prototipe Pengolahan Udara Di Daerah Padat Lalu

Lintas teknologi Spray dengan absorber kapas

sintetis, pasir kuarsa, arang aktif.

- Prototipe Pengolahan Udara Di Daerah Padat Lalu

Lintas teknologi Vertikal dengan absorber zeolit,

arang aktif, aktivated clay.

- Prototipe Alat Penangkap Dan Pemusnah Bakteri

Tahan Asam Dan Bakteri Patogen di Udara.

5 BBTKLPP

Banjarbaru

- Pembuatan clorin diffuser

- Prototype pengembangan teknologi pengolahan

air gambut

- Uji efektifitas kelambu berinsektisida

- Pembuatan alat penyaring udara sederhana

- Pembuatan alat penyaring partikel untuk ventilasi

udara ruang

- Teknologi pengendalian vektor

- Prototype pengembangan teknologi pengolahan

air payau

Page 71: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

69 |

6 BBTKLPP

Surabaya

- Teknologi pengendalian vektor Aedes sp. dari

toples bekas "OVILARTRAP"

- Teknologi pengendalian vektor Aedes sp. dari ban

bekas "OVILANTA"

- Teknologi pengendalian vektor Aedes sp. dari

timba bekas "OVITRAP"

- Teknologi pengendalian pinjal dengan bambu “Bu

Dalpin”

- Teknologi pengendalian pinjal dengan pipa “Pa

Dalpin”

- Teknologi sabun berbahan ekstrak “Rosella”

- Teknologi anliseptik tisu basah "HATI

- RDT E Coli dengan metode H2S

- RDT Boraks

- RDT Formalin

- Teknologi Pembersih Udara Personal (PUP)

- Teknologi Pengolah limbah B3 Laboratorium

model evaporasi

d. Analisa Penyebab Keberhasilan

Tercapainya indikator ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Adanya peningkatan kapasitas untuk SDM baik melalui pelatihan rancang

bangun ataupun pelatihan teknis lainnya sehingga meskipun dari segi

kuantitas jumlah SDM belum memadai tetapi dari segi kualitas SDM nya

telah terlatih.

2. Meningkatnya jejaring kerja dan kerjasama berbagai stakeholder di wilayah

kerja B/BTKL-PP.

3. Adanya komitmen B/BTKL-PP untuk terus menghasilkan Teknologi Tepat

Guna yang bermanfaat di masyarakat.

e. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1) Mengirim SDM untuk pelatihan rancang-bangun dan pelatihan teknis lainnya.

2) Merancang dan mendesain model TTG (prototype) sesuai prioritas masalah

kesehatan yang terjadi di masyarakat.

3) Membuat model TTG dan melakukan uji coba model TTG skala laboratorium.

Page 72: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

70 |

4) Melakukan koordinasi dan survey awal ke lokasi yang sesuai untuk

penempatann alat pengolahan TTG.

5) Uji coba model dilokasi pemasangan.

6) Sosialisasi dan deseminasi model TTG kepada masyarakat pengguna.

7) Pemantauan penggunaan TTG.

f. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1) Jumlah SDM yang kurang, sehingga banyak yang rangkap tugas.

2) Terbatasnya inovasi-inovasi kegiatan pembuatan model dan teknologi.

3) Beberapa model dan teknologi yang dibuat biaya masih terlalu tinggi untuk

bisa diimplementasi sendiri oleh masyarakat.

4) Pada saat pembuatan model dan teknologi masih kesulitan mencari penyedia

jasa yang sesuai dengan kebutuhan

5) Hak paten dan merk yang diusulkan kepada Kementerian Hukum dan HAM

memakan waktu minimal 2 tahun.

6) Kurangnya sosialisasi TTG kepada masyarakat sehingga tidak memiliki daya

ungkit yang signifikan

7) Kurangnya supply bahan alami yang berpotensi dikembangkan menjadi TTG

8) Teknologi yang terus berkembang menuntut personil untuk lebih kreatif dan

inovatif dalam mengembangkan model teknologi tepat guna di bidang

kesehatan lingkungan.

9) Adanya efisiensi anggaran sehingga beberapa kegiatan teknologi tepat guna

tidak terlaksana.

g. Pemecahan Masalah

1) Peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM terkait TTG Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit melalui pendidikan dan pelatihan.

2) Mengusulkan penambahan jumlah SDM sesuai keahlian yang dibutuhkan ke

eselon I.

3) Meningkatkan jejaring kerja lintas sektor untuk mencegah doubling bantuan

alat yang ditempatkan di masyarakat.

4) Memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi penempatan alat

TTG.

5) Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan advokasi kepada

pemerintah daerah maupun institusi terkait lainnya dalam penerapan TTG

P2P.

Page 73: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

71 |

6) Meningkatkan sarana penyediaan tanaman alami TTG P2P termasuk

penyiapan lahan

7) Mengajukan usulan hak paten kepada Kementerian Hukum dan HAM

11. Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang melaksanakan kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

yang berpotensi wabah sebesar 70%

a. Penjelasan Indikator

Indonesia secara bertahap telah mengembangkan kapasitas untuk to prevent, to

detect, to report dan to respond di pintu masuk negara dalam rangka

pengendalian penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat (KKM). Kapasitas tersebut sesuai dengan regulasi IHR (2005).

Regulasi ini merupakan modal utama untuk mengembangkan jejaring dan

kerjasama internasional dalam menghadapi dan menanggulangi potensi

terjadinya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-

MD) atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Dalam

upaya mempertahankan dan meningkatkan upaya cegah tangkal dalam rangka

perlindungan Indonesia dan dunia terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

yang Meresahkan Dunia (KKM-MD), adalah melalui penguatan koordinasi,

integrasi, sinkronisasi lintas sektor dan mempertahankan kemampuan dalam hal

deteksi, verifikasi, penilaian, pelaporan dan penanggulangan potensi terjadinya

KKM-MD. Adanya rencana kontinjensi di pintu masuk dengan prioritas pintu

masuk negara dipandang sangat penting dalam menghadapi kedaruratan

kesehatan yang potensial terjadi.

b. Definisi Operasional

Jumlah pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional yang memiliki kebijakan

kesiapsiagaan berupa dokumen rencana kontijensi penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.

c. Rumus/Cara perhitungan

Jumlah pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional yang memiliki kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang

berpotensi wabah dibagi jumlah pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional

dikali 100 persen

d. Capaian Indikator

Pada tahun 2016, persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional

yang memiliki dokumen rencana kontinjensi penanggulangan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat (KKM) telah mencapai 70,75% dari target 70%.

Sedangkan pada tahun 2015, persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN

internasional yang memiliki dokumen rencana kontinjensi penanggulangan KKM

sebanyak 64,15% dari target 60% seperti dalam grafik dan tabel dibawah ini:

Page 74: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

72 |

Grafik 3.21

Persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional

yang memiliki dokumen rencana kontijensi

Peta 3.4

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Sampai dengan tahun 2016 tercapai 75 pintu masuk internasional yang

menyusun dokumen rencana kontinjensi dari target 74 kab/kota. Beberapa

faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian target indikator antara lain:

1. Persiapan pelaksanaan kegiatan dengan melakukan komunikasi dan

koordinasi kepada stakeholder di lingkungan pelabuhan/bandar

udara/PLBDN serta pemerintah daerah setempat.

2. Adanya sosialisasi dan advokasi dengan melibatkan stakeholder di

lingkungan pelabuhan/bandar udara/PLBDN dan lintas sector terkait lainnya.

3. Adanya kegiatan penyusunan dokumen rencana kontinjensi dengan

anggaran bersumber dari APBN.

Page 75: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

73 |

4. Adanya rambu petunjuk perencanaan sehingga Kantor Kesehatan

Pelabuhan dapat menganggarkan kegiatan terkait kesiapsiagaan

penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di pintu masuk negara

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1) Sosialisasi dan advokasi regulasi kesehatan internasional atau International

Health Regulations (2005) termasuk kapasitas inti IHR dan paket aksi

keamanan kesehatan global

2) Penilaian pencapaian kapasitas inti IHR di pintu masuk negara, wilayah dan

nasional dengan melibatkan lintas sektor terkait

3) Sosialisasi dan advokasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap faktor

risiko kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melibatkan stakeholder di

lingkungan pelabuhan/bandar udara/PLBDN dan lintas sektor terkait

4) Melaksanakan penyusunan rencana kontingensi mencakup konsep

pedoman penyusunan renkon, identifikasi potensi KKM, membangun

komitmen lintas sektoral dan pengumpulan data dasar dengan melibatkan

seluruh lintas sektoral pemerintah daerah yang terkait dengan

kesiapsiagaan, respon dan koordinasi penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat.

6) Review dan update dokumen kebijakan yang telah disusun di pintu masuk

negara

f. Kendala/masalah yang dihadapi

Beberapa Kantor Kesehatan Pelabuhan yang menganggarkan

penyusunan/reviu dokumen rencana kontinjensi mengalami efisiensi anggaran

sehingga tidak dapat dilakukan.

g. Pemecahan Masalah

Tetap mengintensifkan kegiatan sosialisasi dan advokasi kebijakan

kesiapsiagaan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat kepada

stakeholder di lingkungan pelabuhan/bandar udara/PLBDN serta lintas sektor

terkait sasaran, dengan tujuan untuk meningkatkan komitmen daerah dalam

melaksanakan program yang disepakati, serta menjadikan penyusunan/reviu

rencana kontinjensi sebagai salah satu prioritas kegiatan.

Selain 11 indikator tersebut yang telah dijelaskan diatas, terdapat 3 indikator yang

merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yakni:

1. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.

2. Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

(PD3I) tertentu.

3. Prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun.

Page 76: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

74 |

Dari ketiga indikator tersebut diatas yang belum digambarkan secara jelas adalah

indikator Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I) tertentu seperti yang dijelaskan berikut ini:

12. Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

(PD3I) tertentu

a. Penjelasan indikator

Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan

komitmen global wajib diikuti oleh semua negara salah satunya adalah Penyakit

yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit PD3I dapat dicegah

dengan pemeberian imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu intervensi

kesehatan masyarakat yang terbukti sangat cost efektif. Penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang saat ini menjadi program prioritas

pemerintah adalah Tuberculosis, Hepatitis B, Polio, Difteri, Pertusis, Tetanus,

Hemophilus influenza type B serta campak, yang beberapa diantaranya sering

menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) dibeberapa daerah.

Surveilans yang berkualitas ditujukan untuk mengukur beban penyakit,

mendeteksi wabah dan mengevaluasi dampak imunisasi untuk penyakit dapat

dicegah dengan imunisasi, termasuk polio, campak, rubella, kongenital rubella

syndrome (CRS), Difteri, Tetanus Neonatorum, Hepatitis B dan Pertusis.

PD3I merupakan komitmen global yang semua Negara mengikutinya termasuk

Indonesia yaitu eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Campak, Maternal Neonatal

Tetanus Elimination (MNTE) serta kontrol Rubella/CRS. Eradikasi polio

merupakan kesepakatan internasional yang ditetapkan sebagai salah satu

resolusi dalam sidang WHA Mei 1988 untuk dicapai secara global pada tahun

2020. Sejalan dengan target global tersebut Indonesia telah melaksanakan

berbagai upaya untuk membebaskan setiap wilayahnya dari keberadaan virus

polio, melalui pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi

tambahan (PIN, Sub PIN, Mopping-up) pada anak balita, surveilans AFP (Acute

Flaccid Paralysis), dan pengamanan virus polio di laboratorium (Laboratory

Containtment). Pada tanggal 27 Maret 2014 Regio Asia Tenggara telah

mendeklarasikan pernyataan bebas polio dimana Indonesia termasuk salah satu

negara yang menerima sertifikat tersebut.

Selain pencapaian dalam hal eradikasi polio, Indonesia kini juga sedang bersiap

menuju eliminasi campak pada tahun 2020 dan kontrol rubella/CRS tahun 2020.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk eliminasi campak dan

control rubella/CRS tahun 2020 sesuai dengan target global yaitu: mencapai

cakupan imunisasi campak dosis pertama lebih dari 95% di tingkat nasional dan

Kota/Kota, menurunkan angka insiden campak menjadi kurang dari 5 per

1.000.000 penduduk setiap tahun dan mempertahankannya, menurunkan angka

kematian campak minimal 95%, dan melakukan konfirmasi laboratorium campak

100% terhadap kasus-kasus klinis dari seluruh Kota/Kota.

Pada tahun 2016 Indonesia di validasi oleh Tim WHO dan Unicef dalam rangka

pencapaian Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal. Hasil dari validasi Indonesia di

Page 77: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

75 |

nyatakan sudah Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal yang dibuktikan telah

terimanya sertifikat Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal oleh Menteri Kesehatan

di Srilanka.

b. Definisi Operasional

Penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) tertentu

adalah penurunan Kasus PD3I tertentu di seluruh provinsi dalam satu tahun dari

baseline data tahun 2013, dinyatakan dalam persen. Yang dimaksud dengan

PD3I tertentu yaitu Difteri, Campak Klinis, Tetanus Neonatorum dan Pertusis.

c. Rumus/cara perhitungan

Jumlah kasus PD3I tertentu pada baseline tahun

2013 - jumlah kasus PD3I tertentu pada tahun

berjalan

x 100%

Jumlah kasus PD3I tertentu pada baseline tahun 2013

d. Capaian Indikator

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu meliputi difteri,

tetanus neonatorum, campak, dan pertusis. Presentase penurunan kasus

dihitung dati baseline data jumlah kasus tahun 2013, yaitu difteri 775 kasus,

tetanus neonatorum 78 kasus, campak 11.521 kasus dan pertussis 4.681 kasus

(per Desember 2014). Tahun 2016 (per 31 Desember 2017) tercatat kejadian

difteri sebanyak 340 kasus, Tetanus neonatorum 14 kasus, campak 6.890 kasus

dan pertusis 1.240 kasus. Pada tahun 2015 tercatat kajadian Penyakit yang

Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 8.484 kasus. Terjadi

penurunan kasus sebesar 8.571 kasus dengan presentase penurunan sebesar

50,26% dibandingkan angka kasus tahun 2013.

Page 78: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

76 |

Grafik 3.22

Indikator Dan Realisasi Persentase Penurunan Kasus PD3I Tertentu

Tahun 2016

e. Analisa Keberhasilan

Tercapainya target ini antara lain didukung dengan adanya penguatan imunisasi

rutin, penguatan surveilans PD3I, penguatan jejaring dan koordinasi mekanisme

kerja antar lintas program dan sektor, peningkatan kapasitas petugas surveilans

PD3I dan evaluasi pelaksanaan program surveilans PD3I di daerah dengan

melakukan monitoring, pertemuan evaluasi dan melakukan feedback kinerja.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1) Menyelenggarakan peningkatan kapasitas petugas surveilans PD3I

2) Mempertahankan kinerja Surveilans AFP dan PD3I lainnya

3) Melakukan penguatan jejaring kerja surveilans PD3I dengan klinisi dan

laboratorium

4) Melakukan pertemuan dengan Komite ahli Eradikasi Polio, Komite Surveilans

AFP dan Komite Ahli Campak dan Rubela/CRS untuk mendapatkan

rekomendasi untuk pencapaian indikator.

5) Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan kasus PD3I berbasis

website

6) Monitoring dan Evaluasi surveilans PD3I

7) Melakukan feedback ke provinsi yang ditujukan ke gubernur cc kepala dinas

kesehatan provinsi

Page 79: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

77 |

g. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1) Cakupan Imunisasi yang belum tinggi dan merata di semua wilayah

2) Penggantian petugas yang tinggi sehingga belum terlatih.

3) Sebagian besar petugas surveilans PD3I memiliki tugas rangkap sehingga

tidak fokus pada fungsinya.

4) Kondisi geografis yang sulit di jangkau sehingga petugas mengalami

kesulitan saat melakukan PE.

5) Kurangnya komitmen dan dukungan pemerintah daerah baik provinsi dan

kab/kota untuk program surveilans PD3I, dnegan penganggaran tidak

berkelanjutan.

6) Penanggulangan KLB tidak tuntas dan efektif baik di tingkat provinsi maupun

kab/kota sehingga kasus PD3I tetap ada.

7) Sistem pelaporan kasus fasyankes swasta belum terlibat.

h. Rencana Pemecahan Masalah

1) Penguatan / revitalisasi KOMITMEN pemerintah daerah

2) Mendorong Kepala Dinas dan jajarannya ikut memperkuat dan memantau

kemajuan Erapo di wilayahnya

3) Advokasi pada pemerintah daerah tentang dukungan anggaran dan

operasional surveilans PD3I.

4) Memberikan umpan balik rutin secara berjenjang

5) Mengusulkan kegiatan surveilans PD3I untuk daerah melalui dana dekon dan

DAK/BOK

6) Melibatkan praktek swasta dalam penemuan kasus secara bertahap sereta

mengaktifkan Surveilans Aktif RS (SARS) dan Hospital Record Review

(HRR).

7) Meningkatkan peran jejaring organisasi profesi dalam case finding

8) Mengadakan pertemuan validasi data di setiap tingkat

9) Melakukan pelatihan penanggulangan KLB dan analisa data kepada Petugas

Surveilans PD3I.

10) Melakukan pengkajian efektifitas penanggulangan KLB

Page 80: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

78 |

B. REALISASI ANGGARAN

1. Realiasi Anggaran

Pagu Awal Anggaran Ditjen P2P Tahun Anggaran 2016 adalah Rp.

4.098.559.756.000 dan pada akhir Tahun Anggaran menjadi Rp. 4.580.562.750.000

yang terdiri dari:

Sesuai dengan Inpres 8 Tahun 2016 dilakukan self blocking sebesar Rp.

964.343.791.000. Adapun pagu dan realisasi terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.7

Pagu Dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

Tahun 2016

No Sumber Dana Pagu Realisasi % Self Blocking (Inpres 8 Th 2016) % Setelah Self Blocking

1 RUPIAH MURNI 3.849.427.184.000 2.778.022.280.837 72,17 954.822.786.000 95,97

2 PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 122.148.572.000 100.267.093.013 82,09 9.521.005.000 89,03

3 HIBAH LANGSUNG LUAR NEGERI 608.986.994.000 598.171.862.791 98,22 - 98,22

4.580.562.750.000 3.476.461.236.641 75,90 964.343.791.000 96,14 Jumlah

Realisasi anggaran Ditjen P2P sebelum self blocking sebesar 75.9% tetapi setelah

self blocking menjadi 96.14%

Page 81: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

79 |

Sesuai dengan kewenangan, pagu anggaran terbagi antara Kantor Pusat sebesar

Rp. 3.086.277.739.000, KKP sebesar Rp. 831.461.823.000, B/BTKL-PP sebesar

Rp. 300.332.565.000 dan Dekonsentrasi sebesar Rp. 362.490.623.000.

Tabel 3.8

Pagu Dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

Berdasarkan Kewenangan

Tahun 2015-2016

PAGU BELANJA % PAGU BELANJA %

1 KANTOR PUSAT 1.667.006.919.000 1.400.459.123.650 84,01 3.086.277.739.000 2.368.333.020.051 76,74

2 KANTOR DAERAH 693.090.694.000 588.147.970.257 84,86 1.131.794.388.000 893.477.381.294 78,94

1). KKP 529.142.550.000 460.558.542.328 87,04 831.461.823.000 668.379.212.858 80,39

2). B/BTKL-PP 163.948.144.000 127.589.427.929 77,82 300.332.565.000 225.098.168.436 74,95

3 DEKONSENTRASI 221.063.331.000 157.009.384.277 71,02 362.490.623.000 214.650.835.296 59,22

4 TUGAS PEMBANTUAN 116.165.495.000 99.836.393.306 85,94 - - 0,00

2.697.326.439.000 2.245.452.871.490 83,25 4.580.562.750.000 3.476.461.236.641 75,90JUMLAH

TA 2016NO KEWENANGAN

TA 2015

Pagu Ditjen P2P mengalami peningkatan dari tahun 2015 sebesar Rp.

2.697.326.439.000 menjadi Rp. 4.580.562.750.000 pada tahun 2016. Meskipun

demikian realisasi tahun 2015 lebih besar pada tahun 2015 (83.25%)

dibandingkan dengan tahun 2016 (75.9%).

Tabel 3.9

Pagu Dan Realisasi Anggaran Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

Berdasarkan Satuan Kerja

Tahun 2016

PAGU BELANJA % PAGU BELANJA % PAGU BELANJA % PAGU BELANJA %

1 465827 SEKRETARIAT DITJEN P2P KP 236.480.491.000 215.460.184.218 91,11 132.833.396.000 89.272.819.856 67,21 13.526.167.000 7.773.190.840 57,47 382.840.054.000 312.506.194.914 81,63

2 465833 DIREKTORAT P2PML KP - - - 1.386.464.892.000 1.113.444.589.505 80,31 1.896.309.000 1.850.786.820 97,60 1.388.361.201.000 1.115.295.376.325 80,33

3 465858 DIREKTORAT SKK KP - - - 703.670.309.000 523.886.438.209 74,45 21.920.312.000 20.462.358.283 93,35 725.590.621.000 544.348.796.492 75,02

4 465842 DIREKTORAT P2PTVZ KP - - - 319.346.325.000 235.110.165.798 73,62 23.288.000.000 18.893.145.790 81,13 342.634.325.000 254.003.311.588 74,13

5 401733 DIREKTORAT P2MKJN KP - - - 33.451.000.000 21.270.294.135 63,59 100.000.000 98.505.000 98,51 33.551.000.000 21.368.799.135 63,69

6 465889 DIREKTORAT P2PTM KP - - - 165.697.472.000 76.667.306.440 46,27 47.603.066.000 44.143.235.157 92,73 213.300.538.000 120.810.541.597 56,64

236.480.491.000 215.460.184.218 91,11 2.741.463.394.000 2.059.651.613.943 75,13 108.333.854.000 93.221.221.890 86,05 3.086.277.739.000 2.368.333.020.051 76,74

BELANJA MODAL TOTAL

JUMLAH

NO KD_SATKER SATKER KWBELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG

Realisasi tahun 2016 masih rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai

berikut:

Page 82: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

80 |

1. Pengadaan barang/jasa di Direktorat Surveilans Karantina Kesehatan

sebesar Rp. 9.000.000.000 tidak dapat dilaksanakan karena gagal lelang

yang terdiri dari:

Logistik surveilans Congenital Rubella Syndrom sebesar Rp.

793.000.000

Paket penanggulangan KLB Campak sebesar Rp. 3.400.000.000

KIE imunisasi lanjutan sebesar Rp. 5.700.000.000

2. Pengadaan barang/jasa di Direktorat Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Menular Langsung sebesar Rp. 109.800.000.000 tidak dapat

dilaksanakan yang terdiri dari:

Pengadaan reagen IMS dan Bahan Habis Pakai (BHP) sebesar Rp.

52.600.000.000

Pengadaan rapid HIV dan IMS sebesar Rp. 22.400.000.000

Pengadaan reagen hepatitis dan BHP bahan deteksi dini ibu hamil dan

kelompok beresiko sebesar Rp. 18.100.000.000

Pengadaan reagen dan BHP Bahan Layanan Pengawasan Pelaksanaan

Pencegahan dan Pengendalian Hepatitis sebesar Rp. 16.800.000.000

Pengadaan barang/jasa ini tidak terlaksana karena sumber dana refocusing,

keterbatasan waktu dan penyedia tidak sanggup menyediakan garansi.

2. Efisiensi Sumber Daya

Pada tahun 2016, dilakukan pemotongan efisiensi anggaran di Ditjen P2P sebesar

Rp.218.984.000.000 (efisiensi tahap I) dan Rp.964.343.791.000 (efisensi tahap II).

Untuk menjamin semua indikator dalam perjanjian kinerja tetap mencapai target

beberapa upaya dibawah ini telah dilakukan yakni:

1. Menggabungkan beberapa pertemuan/pelatihan menjadi satu

pertemuan/pelatihan.

2. Mengurangi tahapan kegiatan tetapi tetap mempertahankan materi dan esensi

kegiatan.

3. Melakukan monitoring evaluasi terintegrasi dengan program lain seperti

monitoring program malaria dilakukan terintegrasi dengan program filariasis.

4. Melakukan kegiatan dengan menggunakan sumber dana lain selain APBN yakni

Hibah Luar Negeri (HLN).

Dari hasil pemantauan e Monev Bappenas tahun 2016 dapat dibandingkan antara

realisasi kinerja dengan realisasi anggaran sebagaimana tabel berikut ini:

Page 83: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

81 |

Tabel 3.10

Realisasi Anggaran dan Realisasi Kinerja Ditjen P2P Tahun 2016

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat beberapa hal antara lain:

1. Realisasi anggaran Ditjen P2P tahun 2016 sebesar 81.04% sedangkan realisasi

kinerja sebesar 105.92% dengan efisiensi sebesar 25%

2. Efisiensi tertinggi berada di Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak

Menular sebesar 94%. Hal ini disebabkan perhitungan capaian kinerja diukur dari 2

indikator RKP yaitu Persentase puskesmas yang melaksanakan Pengendalian PTM

terpadu dan persentase kab/kota yang melaksanakan kebijakan kawasan tanpa rokok

(KTR) minimal 50% sekolah. Pencapaian kinerja Persentase puskesmas yang

melaksanakan Pengendalian PTM terpadu sebesar 247% dan pencapaian persentase

kab/kota yang melaksanakan kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) minimal 50%

sekolah sebesar 106%.

3. Realisasi kinerja terendah berada di Direktorat Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Tidak Menular dimana anggaran yang direalisasikan lebih besar (71.07%)

dari pada kinerja yang dihasilkan (65.77%)

Page 84: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

82 |

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pencapaian kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah

berjalan baik sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah ditetapkan.

2. Berdasarkan pengukuran indikator kinerja dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016,

dari 11 Indikator kinerja sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Tahun 2016, sebanyak 10 indikator telah mencapai target yang

ditetapkan, sedangkan 1 indikator tidak mencapai target dengan pencapaian

diatas 60%.

3. Berdasarkan penyerapan dan pengukuran kinerja anggaran tahun 2016 diketahui

bahwa kinerja anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

sebesar 75,9%.

4. Mengingat penyakit tidak mengenal batas wilayah administrasi, pemerintahan,

maupun negara, maka penyelenggaraan penanggulangan penyakit secara

nasional dilakukan dengan prinsip konkuren, yaitu dilakukan bersama-sama

antara unsur pemerintahan di pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian,

setiap permasalahan penyakit dan faktor risikonya yang timbul di suatu wilayah

perlu ditangani secara bersama antara unsur pusat dan daerah, sedangkan untuk

pintu masuk negara dilakukan upaya khusus melalui upaya kekarantinaan

kesehatan dalam rangka cegah tangkal penyakit antar negara sebagai bentuk

komitmen kesehatan dalam menjaga kedaulatan negara.

5. Pada laporan kinerja ini belum bisa dihitung realisasi anggaran untuk masing-

masing indikator karena belum adanya instrumen untuk mempermudah

perhitungan realisasi.

B. TINDAK LANJUT

1. Perlu dilakukan review terhadap Rencana Aksi Program Tahun 2015-2019 dalam

rangka memastikan semua indikator dapat dicapai pada akhir tahun evaluasi.

2. Perlu dikembangkan teknologi dalam memantau pencapaian kinerja secara

berkala.

3. Kementerian Kesehatan perlu mengembangkan suatu instrumen berbasis

teknologi untuk memantau realisasi anggaran setiap sasaran indikator.

4. Penetapan penanggungjawab laporan kinerja disusun dari awal tahun setelah

Perjanjian Kinerja ditandatangani.

Page 85: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

83 |

Direktorat Jenderal P2P selalu berupaya untuk memberikan alternatif solusi terhadap

seluruh masalah penyakit guna mencegah, mengendalikan berbagai penyakit menular

dan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik yang

bersifat endemis, potensial menimbulkan wabah, maupun antisipasi terhadap munculnya

penyakit baru.

Page 86: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

iv |

GRAFIK

Grafik 1.1 Distribusi Pegawai di lingkungan Ditjen P2P .................................... 8

Grafik 1.2 Distribusi Pegawai di lingkungan Kantor Pusat Ditjen P2P ............... 8

Grafik 3.1 Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen Imunisasi

Dasar Lengkap pada bayi tahun 2015-2016 ..................................... 17

Grafik 3.2 Penurunan kasus PD3I Tahun 2013 dan 2015 ................................. 18

Grafik 3.3 Jumlah kabupaten/kota eliminasi malaria tahun 2013-2016 ............. 21

Grafik 3.4 Persentase pemeriksaan sediaan darah .......................................... 24

Grafik 3.5 Persentase pengobatan sesuai standar ........................................... 25

Grafik 3.6 Distribusi Kelambu Tahun 2004-2016 .............................................. 26

Grafik 3.7 Jumlah kabupaten/kota endemis filaria berhasil menurunkan

mikrofilaria <1% Tahun 2016 ............................................................ 31

Grafik 3.8 Jumlah kabupaten/kota endemis filaria berhasil menurunkan

mikrofilaria <1% Tahun 2013-2016 ................................................... 31

Grafik 3.9 Target dan capaian indikator Provinsi dengan eliminiasi kusta

tahun 2014-2016 .............................................................................. 35

Grafik 3.10 Prevalensi TB per 100.000 penduduk tahun 2012-2016 ................... 41

Grafik 3.11 Target dan realisasi capaian prevalensi HIV Tahun 2016 ................. 44

Grafik 3.12 Target dan realisasi capaian prevalensi HIV Tahun 2014-2016 ........ 45

Grafik 3.13 Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2014-2016 .................... 45

Grafik 3.14 Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun.... 52

Grafik 3.15 Persentase target dan realisasi Kab/Kota yang memiliki peraturan

tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Tahun 2015-2016 ................ 53

Grafik 3.16 Persentase target dan realisasi Kab/Kota yang melaksanakan

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah

Tahun 2015-2016 ............................................................................. 54

Grafik 3.17 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai Kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan

masyarakat yang berpotensi wabah ................................................. 59

Page 87: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

v |

Grafik 3.18 Persentase Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan

kondisi matra di wilayah layanan BBTKLPP ..................................... 63

Grafik 3.19 Jumlah TTG yang dihasilkan BBTKLPP Tahun 2014-2016 .............. 66

Grafik 3.20 Persentase peningkatan TTG yang dihasilkan BBTKLPP ................ 67

Grafik 3.21 Persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN Internasional yang

memiliki dokumen rencana kontijensi ............................................. 72

Grafik 3.22 Indikator Dan Realisasi Persentase Penurunan Kasus PD3I

Tertentu Tahun 2016 ....................................................................... 76

Grafik 3.23 Distribusi Anggaran Berdasarkan Sumber Dana Tahun 2016 ......... 78

Page 88: LAPORAN KINERJA - depkes.go.id LKj Es 1 2016/2... · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 ii ... Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016

iii |

TABEL

Tabel 2.1 Sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2015

– 2019 ...................................................................................................... 12

Tabel 2.2 Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

tahun 2016 ............................................................................................... 13

Tabel 3.1 Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2016 ......................... 15

Tabel 3.2 Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria per Provinsi di Indonesia ...... 22

Tabel 3.3 Status endemisitas malaria ...................................................................... 23

Tabel 3.4 Capaian Indikator Program Prioritas Janji Presiden/Wakil Presiden ......... 23

Tabel 3.5 Kab/Kota endemis filariasi berhasil menurunkan angka mikrofilaria ......... 32

Tabel 3.6 Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan B/BTKL-PP Tahun 2016 .............. 67

Tabel 3.7 Pagu dan realisasi anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit ................................................................................................... 78

Tabel 3.8 Pagu dan realisasi anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Berdasarkan Kewenangan ......................................................... 79

Tabel 3.9 Pagu dan realisasi anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Berdasarkan Satuan Kerja ......................................................... 79