laporan kasus gangren +periodontitis rival

58
BAB I PENDAHULUAN . Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat ke empat penyakit termahal dalam pengobatan (The World Oral Health Report, 2003). Penyakit gigi dan mulut adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan penyakit lain. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi adalah karies gigi (Zelvya, 2003). Karies gigi merupakan suatu kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin dan sementum) yang bersifat kronis progesif dan disebabkan aktifitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan organik (Mansjoer, 2002).

Upload: nadya-noviani

Post on 29-Nov-2015

705 views

Category:

Documents


52 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

.

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang dikeluhkan

masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) dan

menempati peringkat ke empat penyakit termahal dalam pengobatan (The World Oral

Health Report, 2003).

Penyakit gigi dan mulut adalah suatu penyakit yang tidak kalah pentingnya dengan

penyakit lain. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi adalah karies gigi

(Zelvya, 2003). Karies gigi merupakan suatu kerusakan jaringan keras gigi (email,

dentin dan sementum) yang bersifat kronis progesif dan disebabkan aktifitas jasad

renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan dengan demineralisasi jaringan keras

dan diikuti kerusakan organik (Mansjoer, 2002).

Penanganan masalah karies pada gigi yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya

ganren pada pulpa yang dapat mengakibatkan beberapa komplikasi seperti, Abses

Periapikal, osteomielitis, kista Radikuler hal ini tidak dapat dipisahkan dari struktur

gigi, jaringan pendukung gigi dan virulensi dari bakteri yang menginfeksi gigi.

Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen,

yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi

nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai

jalan: (1) lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui

suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam

pulpa gigi yang vital dan steril secara normal. Sebelum membahas mengenai

komplikasi dari gangren pulpa sebelumnya akan dibahas patofisiologi dari gangren

pulpa.

BAB II

ISI

A. Anatomi dan Struktur Gigi

Gigi adalah bagian keras yang terdapat di dalam mulut. Gigi memiliki struktur yang

bervariasi yang memungkinkan untuk melakukan banyak tugas. Fungsi utama dari

gigi adalah merobek dan mengunyah makanan. Gigi yang sehat tak cukup hanya rapi

dan putih saj, tetapi harus didukung oleh gusi yang kencang serta akar dan tulang

yang sehat.

Gambar 1. Anatomi dan struktur gigi

Anatomi dasar gigi terdiri dari bagian mahkota dan akar. Bagian mahkota terlihat di

dalam rongga mulut, sedangkan bagian akar terbenam di dalam tulang rahang dan

gusi. Bagian terluar mahkota gigi adalah email/enamel, suatu bagian yang sangat

keras, dibawah enamel terdapat dentin dengan kekerasan masih dibawah enamel,

bagian ini jika terbuka akan terasa linu. Bagian terdalam adalah pulpa suatu jaringan

lunak yang berisi pembuluh darah dan saraf.

B. Gangren Pulpa

1. Definisi

Gangren Pulpa adalah Kematian jaringan pulpa sebagian atau seluruhnya

sebagai kelanjutan proses karies. Gangren pulpa adalah kematian dari pulpa

yang diinfeksi oleh mikroorganisme (bakteri) peradangan pada pulpa

dinamakan pulpitis. Sebagian sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat

menahan rangsangan, sehingga jumlah selpulpa yang rusak semakin banyak dan

menempati sebagian besar ruang pulpa. Sel-sel pulpa yang rusak akan mati dan

menjadi antigen bagi tubuh sehingga menimbulkan respon alamiah tubuh untuk

menghilangkanya dan memicu inflamasi.

2. Patofisiologi Gangren Pulpa

Gangrene pulpa dapat disebabkan oelh injuri yang membahayakan seperti

bakteri, trauma,dan iritasi kimiawi. Gangren pulpa sebagian besar oleh karena

kompilkasi dari pulpitis baik yang akut atau kronik yang tidak ditatalaksana

dengan baik dan adekuat.

Gangrene pulpa dapat terjadi akibat adanya infeksi bakteri pada jaringan pulpa.

Hal ini dapat terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan

lingkungan oral. Sebagian besar gangrene pulpa disebabkan oleh bakteri

Streptococcus, Eubakterium, dan Actinomycosis.

Gangren pulpa adalah keadaan gigi dimana jaringan ppulpa sudah mati sebagai

sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga

jumlah sel pulpa yang rusak semakin banyak dan menempati sebagian besar

ruangan pulpa. Kelainan pulpa ini diawali oleh suatu karies. Perjalanan

gangrene pulpa dimulai dengan adanya karies yang mengenai email (karies

superficial) selanjuutnya proses berlanjut menjadi karies dentin (karies media)

yang disertai rasa ngilu spontan pada saat pulpa terangsang oleh suhu dingin

atau makanan yang asam, karies dentin kemudian berlanjut menjadi karies

pulpa (karies Profunda) dan didiagnosa sebagai pulpitis. Terjadinya gangrene

pulpa ditandai dengan perubahan warna gigi yang terlihat berwarna kecoklatan

atau keabu-abuan dan pada lubang perforasi tersebut tercium bau busuk akibat

dari pembususkan dari toksin kuman.

Bakteri + karbohidrat (sisa makanan) + kerentanan permukaan gigi + waktu

(saling tumpang tindih)

Karies Superficialis

Karies Media

Karies Profunda

Radang pada Pulpa (Pulpitis)

Pembusukan jaringan pulpa

Bau mulut

Gigi non vital (Gangren pulpa)

3. Klasifikasi Gangren Pulpa

a. Gangren Pulpa

Gangren pulpa merupakan suatu gangren yang terdapat pada pulpa gigi,

didahului oleh suatu peradangan pada pulpa yang merupakan kelanjutan dari

proses karies.

b. Gangren Radiks

Gangren radiks merupakan suatu gangrene yang terjadi pada radiks gigi

c. Gangren Pulpa + Periodontitis

Merupakan periodontitis yang disebabkan oleh gangrene pulpa, terjadi akibat

penyebaran infeksi yang berlangsung terus-menerus kedalam jaringan

periodontal

4. Gambaran Klinis

Gejala yang didapat dari pulpa yang gagren terjadi tanpa keluhan sakit, dalam

keadaan demikian teradi perubaahan warna gigi, dimana gigi terlihat berwarna

kecoklatan atau keabu-abuan. Pada gangrene pulpa dapat disebut juga gigi non

vital dimana pada gigi tersebut tidak memberikan reaksi termal tes dan pada

lubang perforasi tercium bau busuk.

5. Diagnosis

Gejala yang didapat dari pulpa yang gangrene bisa terjadi tanpa keluhan sakit,

dalam keadaan demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat

berwarna kecoklatan atau keabu-abuan Pada gangrene pulpa dapat disebut

juga gigi non vital dimana pada gigi tersebut sudah tidak memberikan reaksi

pada cavity test (tes dengan panas atau dingin) dan pada lubang perforasi

tercium bau busuk, gigi tersebut baru akan memberikan rasa sakit apabila

penderita minum atau makan benda yang panas yang menyebabkan pemuaian

gas dalam rongga pulpa tersebut yang menekan ujung saraf akar gigi

sebelahnya yang masih vital.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan objektif (extra oral

dan intra oral). Berdasarkan pemeriksaan klinis, secara objektif didapatkan :

1. Karies profunda (+)

2. Pemeriksaan sonde (-)

Dengan menggunakan sonde mulut, lalu ditusukkan beberapa kali kedalam

karies, hasilnya (-). Pasien tidak merasakan sakit

3. Pemeriksaan perkusi (-)

Dengan menggunakan ujung sonde mulut yang bulat, diketuk-ketuk kedalam

gigi yang sakit, hasilnya (-).pasien tidak merasakan sakit

4. Pemeriksaan penciuman

Dengan menggunakan pinset, ambil kapas lalu sentuhkan pada gigi yang sakit

kemudian cium kapasnya, hasilnya (+) akan tercium bau busuk dari mulut.

5. Pemeriksaan foto rontgen

Terlihat suatu karies yang besar dan dalam, dan terlihat juga rongga pulpa

yang telah terbuka dan jaringan periodontium memperlihatkan penebalan

6. Komplikasi

Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi

biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah

mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya

akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi

secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan

bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis

dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya

proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang

dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut. Penjalaran infeksi odontogen

akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses, abses ini dibagi dua

yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan penjalaran

berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat

yang apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang

termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub periosteal,

abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal, sedangkan yang

termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular, osteomielitis,

dan phlegmon dasar mulut.

a. Abses Subperiosteal

Abses adalah rongga patologis atau daerah jaringan yang terbentuk dimana

didalamnya terdapat nanah atau pus sebagai usaha untuk melawan aktifitas

bakteri berbahaya yang menyebabkan infeksi.

Patofisiologi

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,

sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2)

jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket;

dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di

bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat

tumbuh sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur

periapikal (Karasutisna, 2001). Infeksi odontogen biasanya dimulai dari

permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa

(Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan

terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi

secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis

menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi.

Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang

terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan

atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut

(Cilmiaty, 2009).

Gambar 2 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan

abses odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi

nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas &

Douglas, 2003

Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan

limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal

dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi

melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari

luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui

masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal

(Cilmiaty, 2009). Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain

mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan

virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari

daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).

Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas

jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di

bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke

berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus

ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung

gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2), (Fragiskos,

2007).

Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan

puncak bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah

bukal, sedangkan tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka

penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual (Fragiskos, 2007).

Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess)

tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran

ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. Sumber :

Fragiskos, 2007

Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap

bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar

ketiga mandibula dan kadang-kadang dua molar mandibula dianggap

bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan

bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi posterior

ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang akar dan hubungan

antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga

memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini

(Gambar 3), pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot

mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar

mulut.  Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan

ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan

ekstraoral (Fragiskos, 2007).

Gambar 4 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess)

tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran pus kea rah sinus

maksilaris (B) Penyebaran pus pada rahang bawah tergantung pada posisi

perlekatan otot mylohyoid. Sumber : Fragiskos, 2007

Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses

dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1)

intraalveolar, (2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia

migratory – cervicofacial (Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular

ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang disebut sebgai

abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi perforasi

tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses

subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang

dan periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar

ke berbagai arah melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah

intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut abses submukosa.

Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar dan setelah itu

terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses subkutan. Sedangkan

di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses serous

yang disebut abses spasia wajah (Fragiskos, 2007).

Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007

Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi,

maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space

terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah

meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial

spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan

jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :

Fascial spaces primer

1. Maksilaa. Canine spacesb. Buccal spacesc. Infratemporal spaces

2. Mandibulaa. Submental spacesb. Buccal spacesc. Sublingual spacesd. Submandibular spaces

Fascial spaces sekunder

Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan

ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara

anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces

sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space,

lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space.

Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan

komplikasi yang parah.

Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering

oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama

komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada

periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan

akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi

mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis

dari fascial spaces yang terkena infeksi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegagkan diagnosis adalah

pemeriksaan kultur, foto Rontgen panoramic dapat membantu identifikasi bila

diduga gigi terlibat infeksi dan CT scan (atas indikasi atas indikasi untuk

mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi). Bila hanya terlokalisir

didalam ronga mulut tidak memerlukan pemeriksaan CT scan, foto rontgen

panoramic sudah cukup untuk menegagkan diagnosis. CT scan harus

dilakukan bila infeksi dudah menyebar ke ruang fasia daerah mata atau leher.

Penatalaksanaan

Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase

(mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk

abses yang berada di jaringan lunak. Pada abses periapikal terapi kegawat-

daruratannya dalam kondisi ini belum dapat dilakukan insisi, oleh karena

pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan

prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan jaringan

nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.

b. Periodontitis

Definisi

Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi

(jaringan periodontium), yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah

gingiva, tulang yang membentuk kantong tempat gigi, ligament periodontal

dan sementum.

Gambar 1. periodontitis

Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan jaringan periodontal

dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar juga mengalami

kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis yang tidak dirawat.

Infeksi akan meluas dari gusi kearah tulang dibawah gigi sehingga

menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.

Bila ini terjadi maka gusi akan mengalami penurunan sehingga akar

permukaan akan terlihat dan sensitivitas gigi terhadap panas dan dingin

meningkat. Gigi juga dapat mengalami kegoyangan karena adanya kerusakan

tulang.

Secara umum periodontitis terbagi atas dua jenis, yaitu :

1. Periodontitis marginal

2. Periodontitis apikal

Periodontitis marginal didefinisikan sebagai periodontik kronik inflamatorik

destruktif yang bermula sebagai gingivitis marginal sederhana dan dapat

berpindah disepanjang gigi menuju apeks, menghasilkan kantong periodontal,

biasanya disertai dengan pembentukan nanah serta dekstruktif jaringan

periodontal dan alveolar menyebabkan goyangnya gigi.

Gambar 2. Periodontitis marginal

Klasifikasi

Periodontitis marginalis dibagi menjadi 6 tipe, yaitu :

1. Periodontitis berkembang lambat (periodontitis marginalis kronis)

2. Periodontitis juvenil

3. Periodontitis prapubertas

4. Periodontitis berkembang cepat

5. Periodontitis ulseratif nekrosis

6. Periodontitis refraktori

Periodontitis Marginalis Kronik

Merupakan tipe periodontitis yang paling sering ditemukan. Timbul akibat

penjalaran proses inflamasi dari gingival ke jaringan periodontal gingival

pendukung. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk berkembang.

Patofisiologi 

 

Karang gigi dan deposit lain dalam sulcus gingival

mendesak ke arah apikal

Membran periodontalputus

timbul kantung

periodontal yang semakin dalam

hubungan cementum dan tulang alveolar

terputus

terjadi resorpsi tulang alveolar dan gigi lepas

Gejala klinis

Gejala klinis pada Periodontitis Marginalis Kronis adalah :

• akar gigi yang tersingkap, yang biasanya sensitive terhadap panas dan

dingin meskipun karies tidak ada.

• Kadang-kadang terasa adanya sisi dengan nyeri sakit yang samar-samar dan

terlokalisir, yang sewaktu-waktu terasa memancar jauh kedalam tulang

alveolar. Keluhan akan bertambah apabila terjadi pula impaksi makanan.

• Nyeri pada gingiva

• Nyeri sakit akut akibat pembentukan saku periodontal

• Simptom pulpa akibat karies akar.

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesa didapatkan gejala berupa gusi mudah berdarah,

gigi goyang. Dari pemeriksaan penunjang, untuk memastikan bakteri

penyebab dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis,

gambaran radiologis pada gigi yang mengalami kelainan periodontium

biasanya memperlihatkan kelainan tulang yang menyeluruh baik vertikal

maupun horizontal sepanjang permukaan dengan ketinggian yang berbeda-

beda atau tanpa gambaran destruksi processuss alveolaris berbentuk huruf V

( cup like resorption).

Penatalaksanaan Periodontitis

Pada kasus-kasus periodontitis yang belum begitu parah, biasanya perawatan

yang diberikan adalah root planing dan kuretase, yaitu

pengangkatan plak dan jaringan yang rusak dan mengalami

peradangan di dalam poket dengan menggunakan kuret. Tujuan

utamanya adalah menghilangkan semua bakteri dan kotoran yang

dapat menyebabkan peradangan. Setelah tindakan ini, diharapkan

gusi akan mengalami penyembuhan dan perlekatannya dengan gigi dapat

kembali dengan ba ik . Pada ka sus -ka sus yang l eb ih pa r ah ,

t en tunya pe rawa tan yang d ibe r i kan akan j auh l eb ih

kompleks . B i l a dengan ku re t a se t i dak be rha s i l dan kedalaman

poket tidak berkurang, maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil

yang disebut gingivectomy. Tindakan operasi ini dapat dilakukan di

bawah bius lokal. Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi

dengan perawatan di atas, dapat dilakukan operasi dengan teknik

flap, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan jaringan gusi,

kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di

bawahnya. Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada

gusi dan jaringan di bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien

sendiri juga sangat penting.

Pencegahan Periodontitis

Terdapat beberapa langkah pencegahan terhadap penyakit periodontal sebagai

berikut :

Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari

sebelum tidur.

Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa

makanan yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.

Pemakaian obat kumur anti bakteri untuk mengurangi pertumbuhan bakteri

dalam mulut,

Berhenti merokok

Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk

kontrol rutin dan pembersih.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Periodontitis merupakan komplikasi dari karies profunda non vitalis atau gangrene

pulpa, dimana pada pemeriksaan klinis ditemukan gigi non vital, sondase (-), dan

perkusi (+).

Gangren pulpa Periodontitis

Pemeriksaan sonde (-)

Pemeriksaan sonde (-)

Pemeriksaan perkusi (-)

Pemeriksaan perkusi (+)

Reaksi panas/dingin (-)

Pemeriksaan panas/dingin (-)

Untuk menentukan apakah pulpa masih dapat diselamatkan, bisa dilakukan beberapa

pengujian :

Diberi Rangsang Dingin

Rangsang dihentikan, nyeri hilang artinya pulpa sehat. Pulpa dipertahankan dengan

mencabut bagian gigi yang membusuk dan menambalnya. Jika nyeri tetap, meskipun

rangsang nyeri sudah dihilangkan atau jika nyeri timbul secara spontan, maka pulpa

tidak dapaty dipertahankan

Penguji Pulpa Elektrik

Alat ini digunakan untuk menunjukkan apakah pulpa masih hidup, bukan untuk

menentukan apakah pulpa masih sehat, jika penderita merasakan aliran listrik pada

giginya, berarti pulpa masih hidup

Mengetuk Gigi Dengan Sebuah Alat

Jika dengan pengetukan gigi timbul nyeri, berarti peradangan telah menyebar ke

jaringan tulang dan sekitarnya

Rontgen Gigi

Dilakukan untuk mengetahui adanya pembusukan gigi dan menunjukkan apakah

penyebaran peradangan telah menyebabkan pengeroposan tulang disekitar akar gigi.

Theraphy :

Tindakan yang dilakukan pada gangrene pulpa yaitu ekstraksi pada gigi yang sakit,

karena pada kondisi ini gigi akan menjadi non-vital (gigi mati) sehingga akan

menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).

BAB III

LAPORAN KASUS

 

I.   Identitas

Nama                     : Ny. Imas

Alamat                  : Kemiling

Umur                     : 43 tahun

Kelamin                 : Perempuan

Pekerjaan               : Guru

Status                    : Sudah menikah

Tanggal periksa     : Rabu, 28 Maret 2012

 

II. Anamnesa

Pasien datang ke poliklinik gigi dengan keluhan gigi kanan atas belakang ingin

dicabut. Pasien mengaku 2 minggu yang lalu gigi terasa sakit terutama saat

mengunyah makanan. Riwayat pernah di tambal gigi sejak 20 tahun yang lalu.

General Survey : Riwayat diabetes melitus dan hipertensi disangkal.

Ekstra Oral : Wajah simetris, tak ada kelainan.

III. Intra Oral :

Oral Higiene : Sedang

Bibir : Tidak ada kelainan

Mukosa bukal : Tidak ada kelainan

Ginggiva : Hiperemis, bengkak.

Lidah : Tidak ada kelainan

Dasar Mulut : Tidak ada kelainan

Palatum : Tidak ada kelainan

Oklusi : Normal

Gigi Geligi

Kwadran 1/5 Kwadran 2/5

˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 ˜ x ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ ˜ x

Kwadran 4/5 Kwadran 3/7

Status Lokalis

Gigi : 1.6

Karies : Profunda distal

Sondasi : (-)

Dingin : (-)

Perkusi : (+)

Tekanan : (+)

Palpasi : tidak diperiksa

Mobiliti : (-)

Poket : tidak dilakukan

Jaringan Sekitar : Dari pemeriksaan secara inspeksi gingivatampak hiperemis dan

bengkak

Gambaran Rontgen :

Dari foto rontegen dapat terlihat bahwa pada gigi 1.6 terdapat tambalan (mesio-

okluso-bukal), di bagian distalnya tampak adanya caries profunda, dan gambaran

radioluscent periapikal yang menunjukan adanya abses menjalar ke sekitarnya.

IV. Diagnosis Banding :

Gangrene pulpa 1.6

Gangrene pulpa disertai abses periapikal 1.6

Gangrene pulpa disertai periodontitis 1.6

Diagnosis Kerja :

Gangrene pulpa disertai abses periapikal 1.6

Rencana Perawatan :

Pro trepanasi gigi 1.6

Pro medikamentosa

Pro ekstraksi gigi 1.6

V. Terapi :

Tanggal 28 Maret 2012

Trepanasi gigi 1.6

Medikamentosa : Amoxillin 500 mg 3x1 tab

Asam Mefenamat 400 mg 3x1 tab

Metronidazole 40 mg 3x1 tab

Tanggal 31 Maret 2012

Ekstraksi gigi 1.6

Medikamentosa : Clindamisin 150 mg 3x1 tab

Ibuprofen 400 mg 3x1 tab

Konseling :

Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien dan rencana tindakan yang

akan dilakukan

Meminta persetujuan pasien untuk melakukan tindakan yang berhubungan

dengan penyakitnya.

Prognosa:

Quo ad vitam : ad malam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanitation : ad bonam

LEMBAR PERAWATAN

Tanggal Hasil Pemeriksaan Therapi Keterangan

28 Maret 2012

31 Maret 2012

Keluhan : pasien ingin

mencabut gigi kanan

atas yang terasa sakit

saat mengunyah

makanan saja.

D :gangrene pulpa +

abses periapikal

 

Keluhan : Tidak Ada

-Trepanasi

-Medikamentosa :

Amoxillin 500mg 3X1

Ibuprofen 400mg 3X1

Metronidazole tab 40 mg

3x1

-Ekstraksi gigi 1.6-Medikamentosa :

Clindamisin 150 mg 3X1

Asam Mefenamat 500mg 3X1

Pasien diminta

datang kembali

untuk perawatan

selanjutnya

Pada saat ekstraksi terjadi fraktur radiks

 

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Apakah diagnose kasus ini sudah tepat?

Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien tersebut pernah memiliki

riwayat sakit gigi kemudian di lakukan penambalan (mesio-oklusal) sekitar 20

tahun yang lalu. Sejak 2 minggu yang lalu pasien merasa giginya sakit berdenyut

ketika mengunyah makanan. Pada gigi tersebut terdapat karies profunda distal

yang berarti bahwa telah terjadi infeksi sekunder. Berdasarkan pemeriksaan klinis,

secara objektif didapatkan : sondasi ( - ), dingin ( - ), perkusi ( + ), tekanan ( + ).

Maka dapat disimpulkan bahwa pulpa dari gigi tersebut telah mati (gangrene

pulpa) yang diawali dengan adanya karies. Namun terasa nyeri ketika dilakukan

tes perkusi yang menandakan bahwa telah terjadi radang pada jaringan penunjang

gigi yaitu jaringan periodontal dan saat dilakukan penekanan maka akan

memberikan tekanan labih pada cavitas yang berisi gas hasil fermentasi bakteri

tersebut sehingga memberikan sensasi nyeri.

Dari hasil rontegen dental dapat dapat terlihat bahwa pada gigi 1.6 terdapat

tambalan (mesio-okluso-bukal), di bagian distalnya tampak adanya caries

profunda, dan gambaran radioluscent periapikal yang menunjukan adanya abses

menjalar ke sekitarnya. Maka diagnosis akhir dari kasus ini adalah gangrene pulpa

disertai abses periapikal gigi 1.6.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

Pada tanggal 28 maret 2012 pasien datang dengan keluhan gigi kanan belakang

atas ingin dicabut. Gigi terasa sakit sejak 2 minggu yang lalu terutama saat

mengunyah makanan. Pemeriksaan klinis menunjukan sondasi (-), dingin (-),

perkusi (+), tekanan (+). Berdasarkan anamnesis tersebut maka pada hari itu

pasien sedang mengalami iritasi jaringan periodontal sehingga terapi yang paling

tepat adalah memberikan medikamentosa dengan tujuan membunuh infeksi kuman

penyebab periodontitis. Kombinasi antibiotik metronidazol dan amoxicillin telah

terbukti efektif untuk mengobati gejala periodontitis serta diberikan Ibuprofen

sebagai anti nyeri.

Untuk mengurangi rasa sakit akibat gas gangrene yang terbentuk, dilakukan

trepanasi yaitu membuka saluran gigi yang tertutup dengan cara

melubangi/mengebor tambalan sehingga tekanan gas gangren yang terkurung

dapat keluar. Adanya kontak antara saluran gangren dengan udara luar diharapkan

bisa menghambat pertumbuhan / membunuh bakteri anaerob penyebab gangrene.

Gambar gigi 1.6 setelah trepanasi

Setelah diberikan medikamentosa selama 3 hari, obat antibiotik habis, selanjutnya

pasien kembali datang untuk dilakukan ekstraksi gigi 1.6. Sebelumnya dilakukan tes

perkusi (-) dan tekanan (-) yang menandakan bahwa sudah tidak ada infeksi jaringan

periodontal sehingga ekstraksi boleh dilakukan.

Keadaan gigi 1.6. sebelum dilakukan ekstraksi

Tahapan ekstraksi :

Mempersiapkan alat-alat ekstraksi dan anastesi

Anastesi infiltrasi di daerah sekitar (n.palatum majus)

Melepaskan attach ginggiva dengan menggunakan bein

Mencabut gigi dengan menggunakan tang M1 atas

Pengangkatan radiks sisa karena fraktur saat ekstraksi

Bor radiks untuk memudahkan pengeluaran radiks

Cavitas setelah dilakukan ekstraksi

Gigi 1.6 beserta fraktur radiks

Setelah ekstraksi selesai, maka pasien diberikan intruksi berupa:

Memberitahu mengenai kondisi yang akan terjadi seperti rasa sakit,

perdarahan, dan pembengkakan.

Tampon digigit selama 1 jam

Hindari makanan keras yang dapat melukai daerah operasi, dan

minuman yang panas.

Jangan mengisap-isap daerah bekas operasi

Tekankan perlunya minun antibiotik dan analgesik.

Terapi medikamentosa yang diberikan yaitu klindamisin sebagai antibiotik pasca

ekstraksi serta ibuprofen untuk mengurangi nyeri.

Prognosa quo ad vitam pada pasien ini ad malam karena gigi 1.6 di ekstraksi

sedangkan secara functionam ad bonam, karena fungsi mengunyah masih baik.