laporan fl mtbs

Upload: ardi-ningsih

Post on 18-Jul-2015

653 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Laporan Field Lab MTBS Puskesmas Wuryantoro Wonogiri

Kelompok B11 : G0009086 G0009002 G0009018 G0009026 G0009042 G0009080 G0009116 G0009160 G0009182 G0009186 G0009204 FITRIA MARIZKA K ABDULLAH M AZAM ANISA FEBRINA D ARDININGSIH CAESARIA SARAH S FEBRIAN KANTATA JN KRISMAWARNI G NURRINI S Y RIANI DWI HASTUTI RIZAL TAHTA M STEFANNY C N

Semester VI Pendidikan Dokter Semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kegiatan Field Lab Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang dilaksanakan di Puskesmas Wuryantoro, Wonogiri pada hari Senin, 26 Maret 2012 ini telah disetujui oleh instruktur Field Lab di lapangan untuk memenuhi salah satu tugas Field Lab MTBS.

Surakarta, 26 Maret 2012 Mengetahui, Kepala Puskesmas Wuryantoro, Wonogiri

dr. Titik Setyaningsih, MM NIP. 19701227200112 2 001

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan balita merupakan salah satu fokus layanan kesehatan dasar. Selama ini upaya menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Balita (AKBa) di tingkat pelayanan kesehatan dasar primer melalui upaya-upaya yang bersifat

menekankan pencegahan

promotif dan preventif, serta upaya pencegahan sekunder termasuk upaya kuratif dan rehabilitatif di unit rawat jalan. Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, yang telah berlangsung lama adalah program intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi secara vertikal, antara lain pada program

pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), program pemberantasan penyakit diare, program pemberantasan penyakit malaria, dan penanggulangan kekurangan gizi. Penanganan yang terpisah seperti ini akan menimbulkan masalah kehilangan peluang dan putus pengobatan pada pasien yang menderita penyakit lain selain penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama. Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi tersebut, pada tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket yang memadukan pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan

intervensi yang terpisah tersebut menjadi satu paket tunggal yang disebut Integrated Management of Chilhood Ilness (IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS yang oleh WHO dikembangkan di negara-negara Afrika dan India telah berhasil memberikan keterampilan terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan dasar. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan baik mengenai klasifikasi

beberapa penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita yang sakit tersebut dan konseling yang diberikan. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2011). Kegiatan MTBS merupakan upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita sekaligus meningkatkan kualitas pelayangan kesehatan. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2009). Di Puskesmas Wuryantoro Kabupaten Wonogiri, kegiatan MTBS sudah berjalan. Pelaksanaan MTBS diharapkan dapat menurunkan angka kematian balita, memperbaiki status gizi, meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, memperbaiki kinerja petugas kesehatan, dan memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah. B. Tujuan Pembelajaran Adapun tujuan pembelajaran pada topoik keterampilan MTBS ini adalah diharapkan mahasiswa: 1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS.

2. Mampu menentukan

klasifikasi masalah balita sakit dengan

menggunakan pedoman MTBS. 3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta. 4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita sakit pada pedoman MTBS. 5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit berdasarkan pedoman MTBS berupa perawatan di rumah dan pemberian nasehat berupa kapan kembali untuk tindak lanjut.

BAB II KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Kegiatan Pra-Lapangan Sebelum melaksanakan kegiatan di lapangan, terlebih dahulu mahasiswa mengikuti kuliah pengantar kegiatan Field Lab. Kuliah pengantar ini sedikit memberikan gambaran teoritis mengenai Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), diantaranya mengenai klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit serta konseling yang akan diberikan. Setelah mengikuti kuliah pengantar, mahasiswa juga mengikuti kegiatan Pre-test tertulis dari bagian Field Lab yang bertempat di FK UNS. Soal pre-test ini diambil dari kuliah pengantar serta buku Manual Field Lab. Pre-test ini dilaksanakan untuk menguji seberapa jauh materi yang telah dipahami oleh mahasiswa. B. Kegiatan Lapangan Hari Pertama (Rabu, 21 Maret 2012) Kegiatan hari pertama dilaksanakan hari Rabu tanggal 21 Maret 2012. Kami menuju ke Puskesmas Wuryantoro, Wonogiri. Kami berangkat sekitar pukul 06.00 WIB dan setibanya disana sekitar pukul 07.30 WIB. Setiba di puskemas, kami menemui kepala Puskesmas. Setelah itu kami masuk ke aula dan saling memperkenalkan diri. Kepala puskesmas memberikan pengarahan mengenai materi MTBS dan kegiatan apa saja yang harus kami lakukan pada hari tersebut. Kami diberikan form mengenai MTBS dan kami diajarkan cara melakukan anamnesis terhadap balita yang sakit. Pada saat itu kami hanya mendapatkan 1 pasien yang sudah berumur 6,5 tahun, tetapi kami tetap diajarkan bagaimana tata cara mengisi form MTBS yaitu dengan melakukan anamesis kepada pasien dan juga melakukan pemeriksaan fisik. Setelah itu kami pergi menuju posyandu yang jaraknya tidak terlalu jauh dari puskesmas Wuryantoro. Kami didampingi oleh bidan. Disana kami disambut dengan ramah oleh penduduk desa. Sudah banyak ibu yang

datang dengan membawa anaknya yang masih balita. Kami diajarkan cara menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan atau pun panjang balita. Kami banyak mengobrol dengan ibu-ibu yang membawa balitanya, ternyata didapatkan seorang bayi berusia 10 bulan yang mengalami keterlambatan perkembangan. Ibu dari bayi tersebut banyak bertanya kepada bidan, bidan tersebut menganjurkan ibu dari sang bayi untuk terus sabar melatih anaknya. Setelah selesai kami pamit dan mengucapkan banyak terima kasih kepada penduduk karena telah ramah dalam menyambut kami. Kami pun kembali ke puskesmas Wuryantoro, Wonogiri. Sesampainya di puskesmas, kami meminta data untuk pembuatan laporan. Kami juga bertemu kembali dengan kepala puskesmas lalu kami membahas apa saja yang harus kami lakukan pada pertemuan selanjutnya. Dari hasil diskusi kami, pada pertemuan selanjutnya yaitu hari Rabu tanggal 28 Maret 2012 diharapkan kami sudah membuat laporan serta presentasi untuk disampaikan kepada Kepala Puskesmas, tetapi Kepala Puskesmas meminta agar laporan sudah harus diberikan pada hari Senin tanggal 26 Maret 2012 agar dapat dibaca terlebih dahulu oleh kepala puskesmas kami. Setelah selesai berdiskusi, kami pun pamit dan beranjak pulang ke Solo. C. Kegiatan Lapangan Hari Kedua (Rabu, 28 Maret 2012) Pada pertemuan kedua (Rabu, 28 Maret 2012), kami melakukan presentasi dan juga menerima segala kritik atau saran dari Kepala Puskesmas Wuryantoro atas laporan yang telah kami buat. Setelah semuanya selesai, kami pun mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang terkait baik dari Puskesmas Wuryantoro, Wonogiri serta Fakultas Kedokteran UNS Surakarta atas kelancaran program Field Lab Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

BAB III PEMBAHASAN

Pendekatan MTBS terdiri dari beberapa langkah yaitu, penilaian terfokus, klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali. Bagan penilaian terfokus terdiri dari petunjuk dan langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaaan fisik pada balita sakit. (Surjono et al.,1998) Penilaian terfokus a. Tanda bahaya umum Tanda bahaya umum yang diperhatikan pada saat MTBS meliputi 3 hal yaitu: Apakah anak bisa minum/menyusu? Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? Apakah anak menderita kejang? Apakah anak letargis atau tidak sadar?

Anak dengan tanda bahaya umum memerlukan penanganan segera dan serius. b. Gejala utama Gejala utama adalah keluhan yang membawa pasien datang kepada kita/tim medis untuk diperiksakan. Jika didapatkan keluhan utama maka kita melakukan penilaian lebih lanjut gejala lain yang berhubungan dengan gejala utama kemudian mengklasifikasikan penyakit anak berdasarkan gejala yang ditemukan. Gejala utama yang sering diteemukan pada pasien di Puskesmas Wuryantoro ini adalah diare, demam dan batuk pilek. c. Status gizi Status gizi balita menurut WHO adalah mencocokkan umur anak (bulan) dengan berat atau tinggi badan standar pada tabel WHO-NCHS (World Health Organization-National Center for Health Statistic). Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsa, MS cara menghitung status gizi balita adlah dengan menimbang berat badan menurut umur (BB/U), berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB), dan mengukur tinggi badan menurut umur (TB/U). Hasilnya dikelompokkan dalam normal, kurus/ underweight dan gemuk/ overweight. d. Status Imunisasi Pada alur pendekatan MTBS, dinilai pula status imunisasi pada balita. Para petugas kesehatan telah mengakui manfaat dari program upaya preventif/ pencegahan, contohnya adalah program imunisasi. Penekanan yang terbaru adalah berkaitan dengan konsep promosi kesehatan yang mengutamakan kesehatan yang optimal dan kesejahteraan anak daripada hanya penanganan pada saat ada masalah. Puskesmas Wuryantoro melakukan imunisasi di Puskesmas dan tidak di posyandu. Kekurangan dari cara ini ada apabila ibu tidak mengantarkan anaknya untuk mendapatkan imunisasi dikarenakan berbagai hal. Hal ini dapat dikurangi dengan menekankan pada ibu betapa pentingnya imunisasi untuk anaknya, sehingga ibu akan lebih paham dan lebih rajin membawa anak untuk imunisasi. Sejauh ini, imunisasi di Wuryantoro berlangsung dengan baik, dilihat dari banyaknya anak yang telah mendapat imunisasi lengkap. e. Masalah Lain Setelah memeriksa adanya tanda bahaya umum, menanyakan keluhan utama, memeriksa status gizi, status imunisasi, dan pemberian vitamin A, harus ditanyakan adakah masalah atau keluhan-keluhan lain yang dialami balita. Ini untuk menghindari adanya keluhan atau masalah yang belum ditanyakan petugas atau belum disebutkan oleh ibu atau pengantar pasien. Konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Koseling merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah individu secara pribadi

konseling dalam alur MTBS. Pemberian konseling menjadi keunggulan dan sekaligus pembeda dari alur pelayanan selain/sebelum dari MTBS. Materi yang diberikann ketika konseling meliputi kepatuhan meminum obat, cara meminum obat, menasihati cara pemberian makanan sesuian umur, memberi nasihat kapan melakukan kunjungan ulang atau kapan harus kembali segera. Target yang diharapkan dari pemberian konseling pada MTBS ini supaya pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan anak di rumah, Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

memperhatikn perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapakan memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan tersebut telah tercermin dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu atau pengantar balita sakit mendapatkan konseling. Ini untuk menjadi pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta menjadi pengingat cara perawatan di rumah. Pemberian pelayanan dan tindak lanjut berbeda antara gejala penyakit yang satu dengan yang lainnya. Pada pasien kejang tindakan yang perlu dilakukan adalah: 1. Bebaskan jalan napas den berikan oksigen bila ada gangguan pernapasan. 2. Atasi masalah kejang dengan pemberian obat antikejang. 3. Jika terjadi kejang berulang lakukan pemberian fenobarbital 1x dengan dosis 30 mg:0,6 ml secara intra muskular. 4. Jika terjadi tetanus neonatorum, berikan obat antikejang kedua, yaitu diazepam dan dosis pertama antibiotil penicillin prokain secara intramuskular. Pada pasien hipotermia sedang dilakuakan: 1. Menghangatkan tubuh bayi dan apabila setelah tindakan penghangatan suhu tetap tidak naik dalam 2 jam, maka rujuk segera. 2. Pertahankan kadar gula darah dengan cara mencegah agar gula darah tidak turun. 3. Anjurkan agar bayi tidak dimandikan.

4. Lakukan asuhan dasar bayi muda. Pada balita dengan infeksi bakteri sistemik. 1. Lakukan penanganan kejang apabila dijumpai adanya tanda dan gejala kejang. 2. Lakukan penanganan gangguan pernapasan bila terdapat gangguan dalam pernapasan. 3. Lakukan penanganan terhadap hipotermia apabila ditemukan tanda dan gejala hiptermia. 4. Pertahankan kadar gula darah jangan sampai turun. 5. Berikan dosis pertama antibiotik melalui intramuskular. 6. Beri penjelasan ibu untuk mempertahankan bayi agar tetap hangat. 7. Lakukan rujukan segera.

Berikut Ini Bagan Tindakan Pengobatan MTBS:

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan salah suatu upaya yang bersifat promotif dan preventif dalam menekan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKBa) di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Di Puskesmas Wuryantoro Kabupaten Wonogiri, program MTBS telah dilaksanakan dengan baik di Puskesmas serta bersamaan dengan program Posyandu, namun upaya ini kurang maksimal akibat keterbatasan waktu dan tenaga yang tidak seimbang dengan jumlah pasien anak dan balita yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan kegiatan Field Lab kelompok kami dengan topik Keterampilan Managemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Wuryantoro Kabupaten Wonogiri secara keseluruhan telah terlaksana dengan baik dan lancar meliputi pengarahan dari Kepala Puskesmas Wuryantoro,

pembelajaran MTBS di Puskesmas dan Posyandu, presentasi, serta pembuatan laporan. B. Saran Pelaksanaan program MTBS di wilayah Puskesmas Wuryantoro Kabupaten pentingnya Wonogiri MTBS diharapkan dalam dapat di tingkatkan diagnosis mengingat sehingga

mengarahkan

penatalaksanaan menjadi lebih efektif dan efisien. Promosi mengenai program MTBS perlu dilakukan guna meningkatkan jumlah tenaga kesehatan terlatih untuk mengimbangi jumlah pasien bayi dan balita sehingga pelaksanaan program MTBS dapat terlaksana secara lebih maksimal. Bagi mahasiswa, diharapkan mahasiswa dapat mempelajari dan memahami dan menguasai pengetahuan mengenai program MTBS dengan sungguh-sungguh sehingga dapat menerapkan pengetahuan tersebut kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 20011. Modul MTBS Revisi Tahun 2008. Jakarta: Depkes RI. Direktorat Bina Kesehatan Anak. 2009. Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Depkes RI Tim Field Lab FK UNS. 2011. Ketrampilan : Managemen Terpadu Balita Sakit. Surakarta: FK UNS

LAMPIRAN

Gambar pelaksanaan Field Lab MTBS di Puskesmas Wuryantoro