laporan fl mtbs bab 1-3

Upload: brian-taylor

Post on 05-Nov-2015

241 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

field lab MTBS

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahAngka kematian anak-anak merupakan masalah serius bagi kita semua, tak hanya di Indonesia namun di seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu masalah ini turut dimasukkan dalam poin keempat MDGs atau yang kita tahu sebagai Millennium Development Goals. MDGs pertama kali dicetuskan padaKonferensi Tingkat Tinggi (KTT) MileniumdiNew York tahun 2000. Saat ituPemerintah Indonesia bersama-sama dengan 189 negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan menandatangani Deklarasi Milenium. Deklarasi berisi sebagai komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDGs), sebagai satu paket tujuan terukuruntuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. (UNICEF,2012)Setiap tahun, lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan dari 5 kondisi yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati antara lain pneumonia, diare, malaria, campak, dan malnutrisi serta seringkali kombinasi beberapa penyakit (Soenarto, 2009). Hal tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas pelayanan kesehatan.Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh masalah dalam keterampilan petugas kesehatan, sistem kesehatan, dan praktek di keluarga dan komunitas. Perbaikan kesehatan anak dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen kasus anak sakit, memperbaiki gizi, memberikan imunisasi, mencegah trauma, mencegah penyakit lain, dan memperbaiki dukungan psikososial (Soenarto, 2009). Berdasarkan alasan tersebut, muncullah program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggrisnya yaitu Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut, dan konseling yang diberikan (Surjono et al.; Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008)Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah, dan kapan kembali untuk tindak lanjut. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2008). Kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan disebut juga Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).MTBS telah digunakan dilebih dari 100 negara dan terbukti dapat:1. Menurunkan angka kematian balita.2. Memperbaiki status gizi.3. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.4. Memperbaiki kinerja petugas kesehatan.5. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah.PENDEKATAN MTBS

Menentukan Tindakan PengobatanPerlu dirujukPengobatan SpesifikPerawatan di rumahTanda Bahaya UmumGejala UtamaStatus GiziStatus ImunisasiMasalah LainPenilaian yang terfokus KlasifikasiPengobatan Konseling & Tindak Lanjut

KonselingTindak Lanjut

Dengan pendekatan MTBS yang ada diharapkan kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan dan menjadi tujuan diadakannya kegiatan MTBS dan dapat menurunkan angka kematian anak. Tiga komponen khas tersebut adalah : Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatih). Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS). Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan). (Wijaya,2009;Depkes RI,2008)

B. Tujuan PembelajaranAdapun tujuan pembelajaran pada topik keterampilan MTBS ini adalah diharapkan mahasiswa:1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS.2. Mampu menentukan klasifikasi masalah balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS.3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan WHO 2005 dan memeriksa adanya penyakit penyerta.4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita sakit pada pedoman MTBS.5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit berdasarkan pedoman MTBS berupa perawatan di rumah.6. Mampu melakukan pendampingan konseling berupa kapan kembali untuk tindak lanjut.

BAB IIKEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Kegiatan Pra-LapanganSebelum melaksanakan kegiatan di lapangan, terlebih dahulu mahasiswa mengikuti kuliah pengantar kegiatan Field Lab. Kuliah pengantar ini sedikit memberikan gambaran teoritis mengenai Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), diantaranya mengenai klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit serta konseling yang akan diberikan. Setelah mengikuti kuliah pengantar, mahasiswa juga mengikuti kegiatan Pre-test tertulis dari bagian Field Lab yang bertempat di FK UNS. Pre-test ini dilaksanakan untuk menguji seberapa jauh materi yang telah dipahami oleh mahasiswa.Pada hari Rabu tanggal 11 Maret 2015 perwakilan kelompok kami melakukan survey ke Puskesmas Prambanan. Kami disambut baik oleh Kepala Puskesmas dan Instruktur. Dalam kegiatan ini kami mengantarkan surat dari kantor Field Lab UNS kemudian kami diberi pengarahan mengenai perencanaan dan persiapan pelaksanaan kegiatan pada minggu berikutnya oleh pihak puskesmas.

B. Kegiatan Lapangan Hari Pertama (Rabu, 18 Maret 2015)Kegiatan hari pertama dilaksanakan hari Rabu tanggal 18 Maret 2015. Kami berangkat sekitar pukul 06.00 WIB dan setibanya disana sekitar pukul 08.00 WIB. Sesampanya di Puskemas, Kepala Puskesmas dan Instruktur memberikan pengarahan mengenai materi MTBS dan kegiatan apa saja yang harus kami lakukan pada hari tersebut.Kami diberikan form MTBS dan diajarkan cara melakukan anamnesis terhadap balita yang sakit serta pendampingnya. Pada saat itu kami mendapatkan 6 pasien anak, selain melakukan anamnesis kami juga mengamati dan melakukan pemeriksaan fisik dan tanda vital, pemeriksaan penunjang, dan tata laksana yang dilakukan Puskesmas Prambanan kepada pasien tersebut. Pengisian form MTBS kami lakukan dari jam 08.00 hingga jam 11.00.

C. Kegiatan Lapangan Hari Kedua (Rabu,25 Maret 2015)Pada hari kedua kami ditunjukkan video tatalaksana manajemen balita sakit dari pukul 08.00-09.00 oleh pihak puskesmas. Setelah itu kami mengunjungi poli KIA untuk melakukan anamnesis pada 3 pasien anak dan mengisi form MTBS.Pukul 11.00 kami diberi kesempatan oleh Puskesmas Prambanan untuk mengamati balita gizi buruk. Kami menuju Desa Sengon untuk menemui dan mengamati serta mengajukan beberapa pertanyaan kepada salah satu balita gizi buruk.

D. Kegiatan Lapangan Hari Ketiga (Rabu, 8 April 2015)Pada pertemuan ketiga, kami melakukan presentasi dan menyerahkan laporan kegiatan Field Lab MTBS di Puskesmas Prambanan, Klaten. Kami menerima segala kritik atau saran dari Kepala Puskesmas dan Instruktur atas laporan yang telah kami buat. Setelah semuanya selesai, kami pun mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang terkait baik dari Puskesmas Prambanan, Klaten serta Fakultas Kedokteran UNS Surakarta atas kelancaran program Field Lab Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Prosedur Kerja1. Melakukan pengamatan pelaksanaan MTBS di Puskesmas Prambanan.2. Melakukan penilaian anak balita sakit berdasarkan keluhan dan pemeriksaan sesuai bagan MTBS.3. Menentukan klasifikasi penyakit sesuai bagan MTBS.4. Menentukan penanganan / tindakan masalah berdasarkan bagan MTBS.5. Memberikan konseling perawatan di rumah berdasarkan bagan MTBS.6. Memberikan konseling tentang perawatan tindak lanjut berdasar bagan MTBS.7. Menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan WHO 2005 dan memeriksa adanya penyakit penyerta.8. Melakukan pengisian form MTBS dari Puskesmas Prambanan.

B. Kegiatan MTBSPendekatan MTBS terdiri dari beberapa langkah yaitu, penilaian terfokus, klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali. Bagan penilaian terfokus terdiri dari petunjuk dan langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaaan fisik pada balita sakit. (Surjono et al.,1998)Penilaian terfokusa. Tanda bahaya umumTanda bahaya umum yang diperhatikan pada saat MTBS meliputi 3 hal yaitu: Apakah anak bisa minum/menyusu? Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? Apakah anak menderita kejang? Apakah anak letargis atau tidak sadar?Anak dengan tanda bahaya umum memerlukan penanganan segera dan serius.b. Gejala utamaGejala utama adalah keluhan yang membawa pasien datang kepada tim medis untuk diperiksakan. Jika didapatkan keluhan utama maka kita melakukan penilaian lebih lanjut mengenai gejala lain yang berhubungan dengan gejala utama kemudian mengklasifikasikan penyakit anak berdasarkan gejala yang ditemukan. c. Status giziStatus gizi balita menurut WHO adalah mencocokkan umur anak (bulan) dengan berat atau tinggi badan standar pada tabel WHO-NCHS (World Health Organization-National Center for Health Statistic).Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsa, MS cara menghitung status gizi balita adalah dengan menimbang berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan mengukur tinggi badan menurut umur (TB/U). Hasilnya dikelompokkan dalam normal, kurus/ underweight dan gemuk/ overweight.d. Status ImunisasiPada alur pendekatan MTBS, dinilai pula status imunisasi pada balita. Para petugas kesehatan telah mengakui manfaat dari program upaya preventif/ pencegahan, contohnya adalah program imunisasi. Penekanan yang terbaru adalah berkaitan dengan konsep promosi kesehatan yang mengutamakan kesehatan yang optimal dan kesejahteraan anak daripada hanya penanganan pada saat ada masalah.e. Masalah LainSetelah memeriksa adanya tanda bahaya umum, menanyakan keluhan utama, memeriksa status gizi, status imunisasi, dan pemberian vitamin A, harus ditanyakan adakah masalah atau keluhan-keluhan lain yang dialami balita. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya keluhan atau masalah yang belum ditanyakan petugas atau belum disebutkan oleh ibu atau pengantar pasien.Konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Koseling merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah individu secara pribadi konseling dalam alur MTBS. Pemberian konseling menjadi keunggulan dan sekaligus pembeda dari alur pelayanan selain/sebelum dari MTBS. Materi yang diberikan ketika konseling meliputi kepatuhan meminum obat, cara meminum obat, menasihati cara pemberian makanan sesuai umur, memberi nasihat kapan melakukan kunjungan ulang atau kapan harus kembali segera.

C. Pembahasan Hasil Kegiatan KASUS 1Tanggal kunjungan : 25 Maret 2015Kunjungan ke : 1Nama anak : Aulia Jenis kelamin : perempuan Umur: 48 bulan (4 tahun)Berat badan : 17,5 kgPB/TB: 96,5 cmSuhu badan : 39,30 CKeluhan utama : Panas, batuk, pilek 3 hari

Pembahasan:Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menyusu, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis atau tidak sadar tidak didapatkan pada pasien Aulia. Jika terdapat tanda bahaya maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan. Pasien mengalami batuk berdahak sudah tiga hari, dengan disertai sukar bernapas, tidak didapatkan adanya stridor dan retraksi dinding dada. Pada hitungan napas didapatkan 43 kali per menit, yang berarti napas pasien tergolong napas cepat. Keluhan diare tidak didapatkan. Jika didapatkan, anak dinilai apakah letargis, rewel, dan adakah mata cekung. Jika terdapat diare, berikan minum; apakah pasien anak susah minum atau tidak. Selain itu dilakukan uji cubit perut untuk menilai turgor, dikatakan baik jika kembali dalam waktu kurang dari 2 detik. Apabila anak mengalami diare lakukan klasifikasi : ringan/tanpa dehidrasi, sedang, atau berat, diare persisten, atau desentri serta melakukan tatalaksana sesuai kasus. Aulia mengalami demam selama 3 hari. Suhu badan anak ketika diperiksa dengan termometer menunjukkan angka 39,3O C. Pada anak tidak didapatkan resiko adanya Malaria, tidak pernah mendapat obat anti malaria, dan tidak bepergian ke tempat dengan resiko malaria. Tidak ada tanda kaku kuduk. Tanda Campak pada anak negatif, tidak ditemukan adanya ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh. Apabila anak mengalami campak saat ini atau dalam 3 bulan terakhir maka perlu diidentifikasi adanya luka di mulut, nanah pada mata dan kekeruhan pada kornea. Demam pada anak belum masuk dalam klasifikasi demam berdarah sebab pada anak tidak didapatkan riwayat demam tinggi tiba-tiba, perdarahan gusi dan hidung, riwayat muntah, berak berwarna hitam, nyeri ulu hati, anak gelisah, tanda-tanda syok (ujung ekstremitas dingin dan nadi lemah/tidak teraba), serta bintik perdarahan di kulit. Maka pada anak Aulia didapatkan klasifikasi Demam mungkin Bukan DBD. Kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium pada pasien, dan didapatkan leukosit dengan jumlah 12.300/mm3 dengan rentang normal 3200 10.000/mm3. Kenaikan leukosit ini berarti menunjukkan adanya infeksi. Pemeriksaan masalah telinga tidak didapatkan adanya infeksi telinga. Pemeriksaan ini meliputi nyeri telinga, nanah/cairan keluar dari telinga, dan pembengkakan di belakang telinga.Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan TB, lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien anak Aulia dalam status gizi normal, dimana pada tabel anak Aulia dalam range warna hijau yakni dengan nilai antara -2SD sampai +2SD. Pada Ibu diberikan edukasi mengenai : (1) Pemberian makanan 3 kali sehari, dengan porsi 1/3 sampai porsi dewasa dengan memenuhi kriteria minimal 4 sehat, (2) Pemberian makanan selingan kaya gizi dalam 2 kali sehari diantara waktu makan. Dan juga dilakukan penimbangan teratur setiap bulan untuk memantau status gizi anak.Pemeriksaan tambahan hanya dilakukan jika anak kurus atau anemia dengan umur < 2 tahun, yaitu dengan menanyakan riwayat pemberian ASI dan nutrisi. Ditanyakan mengenai riwayat ibu menyusui anak apakah rutin, dalam satu hari berapa kali, menyusui pada malam hari, riwayat pemberian makanan selain ASI (jika iya, ditanyakan jenisnya apa, berapa kali sehari, dan alat yang digunakan untuk memberi makan). Jika anak kurus ditanyakan mengenai pemberian makanan/minuman pada anak, apakah anak mendapat makanan sendiri, siapa yang memberikan makan dan bagaimana caranya, serta apakah selama sakit adanya perubahan pemberian makan. Tatalaksana pada pasien yaitu: (1) Ibu perlu melakukan bujukan kepada anak lebih giat agar anak tetap mendapatkan nutrisi, jika perlu temani anak ketika akan makan sampai benar-benar selesai makan, (2) Beri makan yang disukai anak dengan tetap memperhatikan gizinya, (3) Porsi makan harus tercukupi, dan (4) Dapat dilakukan variasi makanan agar anak tidak bosan.Pada pemeriksaan anemia tidak didapatkan karena pada pasien tidak ada tanda anemia yaitu pucat (agak pucat atau sangat pucat) pada telapak tangan dan pembengkakan pada kedua kaki. Jika ada, klasifikasikan dalam anemia atau anemia berat serta memberikan tatalaksana sesuai klasifikasi.Status imunisasi pada pasien Aulia lengkap sesuai jadwal. Dikarenakan sudah lengkap, tidak dilakukan pemberian imunisasi pada saat kunjungan. Imunisasi yang dinilai meliputi BCG, HB-0, HB-1-3, DPT-1-3, Campak, Polio-1-4.Pasien tidak diberikan vitamin A saat kunjungan walaupun pada usia pasien ini (4 tahun) masih membutuhkan dikarenakan kedatangan tidak pada jadwal pemberian vitamin A yaitu pada bulan Februari dan Agustus serta tidak ditemukan adanya tanda campak, sehingga anak tidak diberikan vitamin A. Vitamin A akan berfungsi salah satunya untuk tatalaksana campak.Masalah lain tidak didapatkan pada pasien anak Aulia. Kunjungan ulang dilakukan 2 hari lagi apabila anak masih demam dan 5 hari lagi apabila anak masih batuk.Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan laboratorium pada pasien ini diagnosis mengarah pada pneumonia dikarenakan terdapat tanda-tanda pneumonia (napas cepat, bukan karena menangis) dan adanya kenaikan jumlah leukosit. Konseling dan penatalaksanaan yang diberikan pada pasien yaitu: 1. Pemberian antiobiotik yang sesuai. 2. Pemberian pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman.3. Jika batuk lebih dari 3 minggu, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan. 4. Nasihati kapan kembali segera 5. Kunjungan ulang 2 hariDi puskesmas prambanan, tatalaksana yang diberikan untuk Aulia sendiri adalah antibiotik (kotrimoksazol), penurun demam (parasetamol), dan CTM untuk pelega tenggorokan dan pilek. Selain itu pasien juga dinasihatkan untuk kembali 2 hari lagi ketika obat sudah habis. Sebagai tambahan untuk edukasi pada Ibu dapat disarankan memberi minum anak yang banyak, mengompres dengan air hangat, dan Ibu harus kembali 2 hari lagi jika anak masih demam. Hal ini sudah sesuai dengan tindakan/ pengobatan pada bagan MTBS..KASUS 2Tanggal kunjungan: 25 Maret 2015Kunjungan ke: 1Nama anak: DevaJenis kelamin: Laki-lakiUmur: 44 bulan (3tahun 8 bulan)Berat badan: 17 kgPB/TB: 77,5 cmSuhu badan: 36,40 CRR: 29x/ menitKeluhan utama: Gatal diseluruh tubuh sejak tadi malam

Pembahasan :Pada pasien tidak ditemukan tanda bahaya seperti tidak bisa minum, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis. Apabila terdapat tanda bahaya seperti yang tersebut diatas maka perlu penanganan segera sehingga apabila perlu rujukan tidak akan terlambat.Pasien anak Deva datang dengan keluhan gatal seluruh tubuh. Pada kulit badan pasien terlihat adanya benjolan tipis eritematosa dan papula. Menurut ibu, anak mulai mengalami gatal-gatal pada saat malam sehari sebelumnya. Riwayat alergi pada pasien disangkal oleh orang tua. Orang tua mengatakan bahwa gejala pada pasien tidak dipicu oleh suatu kondisi tertentu. Kemungkinan diagnosis kerja pada anak yaitu urtikaria. Biasanya pasien dengan urtikaria akan mengalami siklus itch-scratch cycle, yaitu perasaan gatal hingga menyebabkan rasa ingin menggaruk dan kemudian akan menyebabkan rasa gatal semakin parah. Berikut klasifikasi urtikaria berdasarkan waktunya:1. Akut (sampai 6 bulan secara terus-menerus)2. Kronis (lebih dari 6 bulan secara terus-menerus)3. Episodik (akut intermiten atau rekuren)Pada pasien kadang kala urtikaria ini dapat menimbulkan angioedema disertai pembengkakan bibir, lidah, kelopak mata, dan laring. Angioedema merupakan suatu keadaan darurat medis. Bila muncul reaksi berat seperti bengkak pada wajah, mulut dan lidah, sesak nafas, sulit menelan, nyeri perut, muntah, diare, lemah, pusing segera datang ke unit gawat darurat.Keluhan batuk tidak didapatkan. Jika didapatkan, tanyakan sudah berapa lama anak mengalami batuk tersebut dan berdahak atau tidak. Pada hitung nafas tidak didapatkan nafas cepat, yaitu didapatkan hasil 29x/ menit, yang apabila terdapat batuk dengan nafas cepat dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia. Hasil pemeriksaan pada anak tidak didapatkan tarikan dinding dada maupun stridor, yang apabila ditemukan bersama batuk dan nafas cepat dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia berat. Keluhan diare tidak didapatkan. Jika didapatkan, anak dinilai apakah letargis, rewel, mata cekung. Jika terdapat diare, berikan minum; apakah pasien anak susah minum atau tidak. Selain itu dilakukan uji cubit perut untuk menilai turgor, dikatakan baik jika kembali dalam waktu kurang dari 2 detik. Apabila anak mengalami diare lakukan klasifikasi : ringan/tanpa dehidrasi, sedang, atau berat, diare persisten, atau desentri; dan melakukan tatalaksana sesuai kasus. Anak tidak mengalami demam baik saat pertama terjadi gatal di seluruh tubuh maupun ketika di periksa di puskesmas menggunakan termometer. Pada anak tidak didapatkan resiko adanya Malaria, tidak pernah mendapat obat anti malaria, dan tidak bepergian ke tempat dengan resiko malaria. Tidak ada tanda kaku kuduk dan pilek. Tidak ada riwayat campak, bukan tinggal didaerah risiko campak, dan tanda campak pada anak negatif, yang berupa tidak ditemukan adanya ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh. Apabila anak mengalami campak saat ini atau dalam 3 bulan terakhir maka perlu diidentifikasi adanya luka di mulut, nanah pada mata dan kekeruhan pada kornea.Pemeriksaan masalah telinga tidak didapatkan adanya infeksi telinga. Pemeriksaan ini meliputi nyeri telinga, nanah/cairan keluar dari telinga, dan pembengkakan di belakang telinga.Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan TB, lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien anak Deva dalam status gizi terkesan normal. Pada Ibu diberikan edukasi mengenai : (1) Pemberian makanan 3 kali sehari, dengan porsi 1/3 sampai porsi dewasa dengan memenuhi kriteria minimal 4 sehat, (2) Pemberian makanan selingan kaya gizi dalam 2 kali sehari diantara waktu makan.Pemeriksaan tambahan hanya dilakukan jika anak kurus atau anemia dengan umur < 2 tahun, yaitu dengan menanyakan riwayat pemberian ASI dan nutrisi. Ditanyakan mengenai riwayat ibu menyusui anak apakah rutin, dalam satu hari berapa kali, menyusui pada malam hari, riwayat pemberian makanan selain ASI (jika iya, ditanyakan jenisnya apa, berapa kali sehari, dan alat yang digunakan untuk memberi makan). Jika anak kurus ditanyakan mengenai pemberian makanan/minuman pada anak, apakah anak mendapat makanan sendiri, siapa yang memberikan makan dan bagaimana caranya, serta apakah selama sakit adanya perubahan pemberian makan. Tatalaksana pada pasien yaitu: (1) Ibu perlu melakukan bujukan kepada anak lebih giat agar anak tetap mendapatkan nutrisi, jika perlu temani anak ketika akan makan sampai benar-benar selesai makan, (2) Beri makan yang disukai anak dengan tetap memperhatikan gizinya, (3) Porsi makan harus tercukupi, dan (4) Dapat dilakukan variasi makanan agar anak tidak bosan.Pada pemeriksaan anemia tidak didapatkan karena pada pasien tidak ada tanda anemia yaitu pucat (agak pucat atau sangat pucat) pada kedua telapak tangannya. Tidak terdapat pembengkakan di kedua kaki pasien. Jika ada, klasifikasikan dalam anemia atau anemia berat serta memberikan tatalaksana sesuai klasifikasi.Status imunisasi tidak dapat ditentukan, karena setalah di periksa dibagian rekam medis, pasien tinggal di wilayah Wonoboyo, yang terletak diluar wilayah kerja puskesmas Prambanan.Pasien tidak diberikan vitamin A saat kunjungan. Jadwal pemberian vitamin A adalah bulan Februari dan Agustus, sehingga anak tidak diberikan vitamin A. Vitamin A akan berfungsi salah satunya untuk tatalaksana campak.Penanganan yang diberikan dari pihak puskesmas :1. Memberikan CTM, Deksametason, dan bedak salisilat2. Memberikan edukasi kepada ibu pasien untuk membersihkan tempat tidur pasien secara rutin.

KASUS 3Tanggal kunjungan : 11 Maret 2015 17 Maret 2015Kunjungan ke : - (Rawat Inap)Nama anak : SarwantoJenis kelamin : Laki-lakiUmur: 3 Tahun 11 BulanBerat badan : 9,6 kg (keluar)PB/TB: (tidak mengukur)Nadi: 88 kaliKeluhan: DehidrasiDiagnosis masuk : Dehidrasi pada Gizi burukDiagnosis keluar : Gizi Buruk tipe MarasmikKeluhan Penyerta: -Pemeriksaan Lab: Darah dan Elektrolit darah

Pembahasan :Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menyusu, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis atau tidak sadar tidak didapatkan pada pasien Sarwanto. Jika terdapat tanda bahaya, maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan. Hasil pemeriksaan status gizi yang didapatkan dari rumah sakit tempat pasien menjalani rawat inap menunjukkan bahwa pasien anak Sarwanto tergolong berstatus gizi buruk. Dalam MTBS masuk dalam penilaian BB/(TB) < -3 SD. Dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan lab darah dan elektrolit darah.Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan Cotrimoksazol, Besi, dan Asam Folat, serta Zinc, juga diberikan formula 75 serta dilakukan diet F100/3 jam.Disamping itu, konseling pada ibu yakni perlu melakukan bujukan kepada anak lebih giat supaya anak mendapatkan nutrisi yang cukup, jika perlu temani anak ketika mau makan sampai benar-benar selesai makan; beri makan yang disukai anak dengan tetap memperhatikan gizinya; porsi makan harus tercukupi; dan dapat dilakukan variasi makanan agar anak tidak bosan.Masalah lain tidak didapatkan pada pasien anak Sarwanto. Kunjungan kembali harus segera dilakukan ke Instalasi Gawat Darurat bila terjadi demam tinggi, sesak nafas, dan anak tidak mau makan.

D. Kendala dan Solusi1. KendalaDalam pelaksanaan kegiatan MTBS di Puskesmas Prambanan kami mengalami beberapa kendala antara lain :a) Kami mengalami kesulitan dalam menggunakan alat pengukur tinggi badan sehingga hasil pengukuran tidak akurat khususnya pada kasus anak Deva. Pada kasus Deva pengukuran secara klinis terkesan normal, tetapi secara antropometris tidak akurat karena kesalahan pengukuran dari mahasiswa.b) Kurangnya persiapan alat vital sign seperti pengukur suhu tubuh, stetoskop, tensimeter oleh mahasiswa menjadikan kegiatan MTBS kurang efektif dan efisien dalam segi waktu.c) Terdapat beberapa pasien anak yang kurang kooperatif sehingga kami mengalami kesulitan dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.2. SolusiUntuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan MTBS , diharapkan :a) Mahasiswa sebaiknya mempelajari terlebih dahulu tentang cara penggunaan berbagai alat pengukur tinggi badan sehingga saat pelaksanaan MTBS kami dapat melakukan pengukuran dengan tepat dan akurat.b) Mahasiswa sebaiknya mempersiapkan alat vital sign terlebih dahulu sehingga tidak memerlukan waktu lebih lama dalam menilai vital sign pasien anak.c) Sebaiknya mahasiswa dapat mengkondisikan kenyamanan pasien sehingga pasien dapat kooperatif dan pelaksanaan MTBS dapat dilakukan dengan optimal

BAB IVPENUTUP

A. SimpulanMTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) adalah suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana balita yang datang ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif, promotif, preventif, dan rehabilitatif. Program MTBS di Puskesmas Prambanan, Kabupaten Klaten sudah terlaksana dengan baik dan sesuai alur atau bagan MTBS.Pelaksanaan kegiatan field lab kelompok kami dengan topik Keterampilan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Prambanan, Kabupaten Klaten secara keseluruhan telah terlaksana dengan baik dan lancar, meliputi pengarahan dan pembekalan materi, pembelajaran MTBS di poli KIA, presentasi dan pembuatan laporan.

B. SaranPelaksanaan program MTBS di wilayah Puskesmas Prambanan, Kabupaten Klaten diharapkan dapat dipertahankan atau lebih ditingkatkan lagi dengan cara menambah kemampuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus melalui pelatihan MTBS yang efektif dan efisien, serta meningkatkan kualitas sarana dan prasarana program MTBS agar pelayanan kesehatan dapat berlangsung lebih baik dan lancar. Selain itu juga perlu meningkatkan promosi kesehatan balita agar masyarakat tidak ragu untuk memeriksakan anak balitanya sedini mungkin ke poli KIA di puskesmas.Bagi mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diri mengenai program MTBS agar dapat menerapkan pengetahuan tersebut kelak dan turut mendukung keberhasilan MTBS dalam meningkatkan derajat kesehatan anak khususnya balita. Sebaiknya mahasiswa membekali diri dengan peralatan pemeriksaan tanda vital agar pelaksanaan MTBS kedepannya lebih berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Soenarto, Yati. MTBS: Strategi untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Anak. Disampaikan pada Simposium Pediatri TEMILNAS 2009. Surakarta, 1 Agustus 2009.

Surjono, Achmad. Endang, D.L. Alan, R. Tumbelaka. Et al. 1998. Studi Pengembangan Puskesmas Model Dalam Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Tim Field Lab FK UNS. 2015. Ketrampilan : Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Surakarta: FK UNS.

www.unicef.org/Indonesia/id/media_21393.html. Sekitar 35 juta balita Masih Berisiko Jika Target Angka Kematian Anak Tidak Tercapai. 2012. diakses pada April 2015.

LAMPIRAN

FORM MTBS KASUS 1 : AULIA

FORM MTBS KASUS 2 : DEVA

REKAM MEDIS KASUS 3 : SARWANTO

Anamnesis Pasien Konseling

Pemeriksaan tanda vital pasien Kegiatan MTBS di Puskesmas Prambanan

Kunjungan terhadap pasien gizi buruk

1