laporan fertilisasi

Upload: nur-afiyati-fazrin

Post on 02-Jun-2018

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    1/19

    FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN EMBRIONAL

    IKAN NILEM (Osteochilus hasselti )

    Oleh:

    Nama : Nur Afiyati Fazrin

    NIM : B1J013010Rombongan : VII

    Kelompok : 2

    Asisten : Iis Setiawati

    LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS BIOLOGI

    PURWOKERTO

    2014

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    2/19

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Fertilisasi merupakan proses yang dimulai dengan bertemunya sel

    kelamin jantan dan sel kelamin betina. Penetrasi spermatozoa ke dalam telur

    diakhiri dengan bergabungnya kedua pronuklei. Karena setelah terjadi

    pembuahan, ovum akan menjadi lebih aktif untuk melakukan pembelahan

    segmentasi dan berkembang, sedangkan bila tidak terbuahi ovum akan segera

    mati (Soeminto, 2008).

    Spermatozoa adalah sel gamet jantan yang merupakan sel yang sangat

    terdiferensiasi, satu-satunya sel yang memiliki jumlah sitoplasma yang terperas,

    nyaris habis. Fungsi spermatozoa ada dua yaitu mengantarkan satu set material

    genetis jantan ke betina dan mengaktifkan program perkembangan. Sperma ikan

    terdiri dari tiga komponen utama yaitu kepala, leher dan ekor. Kepalanya terutama

    terdiri dari suatu nukleus padat yang dimahkotai dengan akrosom kecil berbentuk

    bulan sabit. Akrosomnya mengandung sejumlah enzim hidrolitik dan dianggap

    berperan dalam penembusan telur oleh spermatozoa (Djuhanda, 1982).

    Telur adalah satu-satunya sel hewan yang memiliki sifat totipotensi.

    Totipotensi yaitu memiliki potensi atau kemampuan berkembang menjadi individu

    baru dalam satuan hari atau minggu. Sifat totipotensi itu dimiliki sel telur setelah

    diaktivasi. Tidak ada sel lain dalam hewan tingkat tinggi yang memiliki

    kemampuan seperti itu (Sistina, 2000).

    Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) dipilih sebagai preparat dalam

    praktikum kali ini merupakan perwakilan dari classis Pisces. Alasannya, karena

    ikan Nilem memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (berat per ekor induk yang

    telah masak kelamin adalah 120 gram), dapat dipelihara di akuarium dan produk

    telur yang dihasilkan oleh setiap induk betina yang masak kelamin cukup banyak

    yaitu 20.000 butir. Ikan nilem hidup di air tawar dan banyak dibudidayakan

    masyarakat sehingga mudah untuk mendapatkannya. Ikan Nilem dapat dipelihara

    dengan baik pada daerah dengan ketinggian 150 1000 m dpl, daerah yang paling

    baik pada ketinggian 1800 m dpl dengan suhu optimum 18 28 C. Pembelahan

    segmentasi pada ikan nilem memerlukan waktu yang relatif tidak terlalu lama,

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    3/19

    sehingga tidak menjadi kendala pada saat melakukan pengamatan

    (Soeminto,2008).

    B.

    Tujuan

    Tujuan dari praktikum praktikum fertilisasi dan perkembangan embrional

    ikan nilem adalah dapat melakukan fertilisasi pada ikan, mengenali sel telur ikan

    yang telah terfertilisasi, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

    fertilisasi dan mengetahui tahapan perkembangan embrio ikan nilem.

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    4/19

    II. MATERI DAN METODE

    A. Materi

    Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fertilisasi dan perkembangan

    embrional pada ikan nilem adalah spuit injeksi, kain katun, akuarium yang

    dilengkapi dengan sistem aerasi, mangkuk plastik, well plate, pipet transfer

    berskala, cawan plastik, mikroskop cahaya, pencatat waktu, haemocytometer, dan

    saringan.

    Bahan yang diperlukan dalam praktikum fertilisasi dan perkembangan

    embrional pada ikan nilem adalah ikan nilem (Osteochilus hasselti) jantan dan

    betina matang gonad, sediaan hormon untuk induksi ovulasi dan spermiasi,

    larutan NaCl fisiologis atau larutan Ringer dan air sumur atau air ledeng.

    B. Metode

    B.1 Induksi untuk mendapat gamet segar

    1. Pilih ikan nilem yang telah matang gonad.

    2.

    Timbang ikan jantan dan betina untuk menentukan dosis hormon yang

    diperlukan untuk induk induksi ovulasi dan spermiasi.

    3. Siapkan hormon yang akan digunakan untuk induksi sesuai dengan

    ketentuan

    4. Suntikkan sediaan hormon yang telah disiapkan secara intra muskuler di

    daerah punggung. Pastikan semua hormon masuk kedalam jaringan otot.

    5.

    Masukkan induk jantan dan betina yang telah diinduksikan ke dalam

    akuarium yang dilengkapi aerasi.

    6.

    Setelah 5-6 jam, amati perilaku ikan. Apabila ikan sudah mulai melompat

    ke permukaan, mengindikasikan bahwa ikan hampir memijah.

    7. Angkat ikan dari akuarium dan urut bagian abdomen dari ikan. Apabila

    milt dan sel telur telah keluar maka ovulasi dan spermiasi sudah berlangsung dan

    ikan siap distripping.

    B.2 Fertilisasi dengan berbagai rasio pengenceran spermatozoa ; sel telur.

    1. Persiapkan semua peralatan yang akan digunakan.

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    5/19

    2. Angkat ikan nilem jantan matang gonad, bersihkan bagian abdomen dan

    sekitargenital poremenggunakan tissue.

    3.

    Urut dinding abdomen secara halus, kemudian setelah keluar miltnya

    tampung dengan menggunakan spuit tanpa jarum.

    4. Lakukan pengenceran milt dalam well plate. 1 bagian milt ditambah 9

    bagian larutan NaCl fisiologis dan dihomogenkan. Sehingga didapatkan

    pengenceran 10x, lakukan hal serupa dengan hasil pengenceran 100 x dan 1000 x.

    5. Setelah itu lakukan stripping pada ikan betina, bagian abdomennya

    dibersihkan dengan tissue.

    6. Tampung hasilstrippingpada mangkuk kecil yang bersih.

    7.

    Ambil satu sendok kecil sel telur dan tambahkan 1 mL milt pengenceran

    10x secara perlahan dilakukan agitasi selama 3 menit dan diberi tambahan air

    hingga sel telur dan milttercampur rata.

    8. Setelah pencampuran sel telur dan milt, secara perlahan media pembuahan

    yang berisi sel telur dan spermatozoa dituangkan ke dalam saringan halus untuk

    menghilangkan spermatozoa, kemudian dibilas dengan cara mencelupkan

    saringan ke dalam air bersih sebanyak 3 kali.

    9.

    Sel telur yang telah di cuci dimasukkan ke dalam mangkok berisi air.

    10. Sel telur diambil 10 buah dari masing-masing hasil pembuahan

    menggunakan pipet transfer dan diletakkan di cavity slidedan diamati di bawah

    mikroskop.

    11. Proporsi sel telur yang dibuahi maupun yang tidak di buahi dihitung.

    12. Mengulangi dengan mengambil 10 sel telur sesuai dengan waktu yang

    ditentukan.

    13.

    Data diisi sesuai dengan yang diamati dimikroskop.B.3 Fertilisasi dengan berbagai waktu kontak spermatozoa dengan sel telur.

    1. Persiapkan semua peralatan yang akan digunakan.

    2. Angkat ikan nilem jantan matang gonad, bersihkan bagian abdomen dan

    sekitargenital poremenggunakan tissue.

    3. Urut dinding abdomen secara halus, kemudian setelah keluar miltnya

    tampung dengan menggunakan spuit tanpa jarum.

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    6/19

    4. Lakukan pengenceran milt dalam well plate. 1 bagian milt ditambah 9

    bagian larutan NaCl fisiologis dan dihomogenkan. Sehingga didapatkan

    pengenceran 10x.

    5.

    Setelah itu lakukan stripping pada ikan betina, bagian abdomennya

    dibersihkan dengan tissue.

    6.

    Tampung hasilstrippingpada mangkuk kecil yang bersih.

    7. Ambil satu sendok kecil sel telur dan tambahkan 1 mL milt pengenceran

    10x secara perlahan dilakukan agitasi selama 1 menit dan diberi tambahan

    air hingga sel telur dan milttercampur rata.

    8. Setelah pencampuran sel telur dan milt, secara perlahan media pembuahan

    yang berisi sel telur dan spermatozoa dituangkan ke dalam saringan halus

    untuk menghilangkan spermatozoa, kemudian dibilas dengan cara

    mencelupkan saringan ke dalam air bersih sebanyak 3 kali.

    9. Sel telur yang telah di cuci dimasukkan ke dalam mangkok berisi air.

    10.

    Sel telur diambil 10 buah dari masing-masing hasil pembuahan

    menggunakan pipet transfer dan diletakkan di cavity slidedan diamati di

    bawah mikroskop.

    11.

    Proporsi sel telur yang dibuahi maupun yang tidak di buahi dihitung.

    12. Mengulangi dengan mengambil 10 sel telur sesuai dengan waktu yang

    ditentukan.

    13. Data diisi sesuai dengan yang diamati dimikroskop.

    14. Lakukan hal serupa dengan waktu agitasi 3 menit dan 5 menit.

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    7/19

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil

    Tabel 1. Persentase telur terbuahi pada jeda waktu yang berbeda

    Jeda WaktuPersentase telur terbuahi (%)

    Total (%) Rerata (%)Ulangan I Ulangan II

    Kontrol 76,7 % - 76,7 % 76,7 %

    1 menit 56,67 % 76,7 % 133,7 % 66,7 %

    3 menit 40 % 80 % 120 % 60 %

    5 menit 90 % 63,3 % 153,3 % 76,65 %

    Tabel 2. Persentase telur tebuahi pada tingkat pengenceran milt

    Tingkat

    Pengeceran

    milt

    Persentase telur tebuahi (%)

    Total (%) Rerata (%)Ulangan I Ulangan II

    10 x 56,7 % 80 % 136,7 % 68,4 %

    100 x 66,7 % 56,7 % 123,4 % 61,7 %

    1000 x 73,3 % 63,3 % 136,6 % 68,3 %

    Tabel 3. Persentase telur pada setiap tahap perkembangan selama waktu

    pengamatan pada perlakuan jeda waktu

    Perlakuan

    Waktu

    Pengamatan

    Tahap

    perkembangan

    % telur pada setiap

    tahap

    perkembangan

    Jumlah

    (%)

    Rerata

    (%)Ulangan

    I

    Ulangan

    II

    Kontrol

    20

    Hylock 50 % 50 % 50 %

    Belum

    terfertilisasi50 % 50 % 50 %

    35Hylock 40 % 40 % 40 %

    2 sel 60 % 60 % 60 %

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    8/19

    50

    Hylock 20 % 20 % 20 %

    2 sel 10 % 10 % 10 %

    4 sel 20 % 20 % 20 %

    8 sel 30 % 30 % 30 %

    Rusak 20 % 20 % 20 %

    PerlakuanWaktu

    Pengamatan

    Tahap

    perkembangan

    % telur pada setiap

    tahap

    perkembanganJumlah

    (%)

    Rerata

    (%)Ulangan

    I

    Ulangan

    II

    Jeda

    waktu 1

    menit

    20Hylock 40 % 30 % 70 % 35 %

    Utuh 60 % 70 % 130 % 65 %

    35

    2 sel 60 % 90 % 150 % 75 %

    Utuh 40 % - 40 % 20 %

    Hylock - 10 % 10 % 5 %

    50

    Utuh 30 % - 30 % 15 %

    Hylock 10 % 30 % 40 % 20 %

    2 sel 30 % 20 % 50 % 25 %

    4 sel 20 % 30 % 50 % 25 %

    8 sel 10 % 20 % 30 % 15 %

    Perlakuan WaktuPengamatan

    Tahapperkembangan

    % telur pada setiap

    tahap

    perkembangan Jumlah(%)

    Rerata(%)

    Ulangan

    I

    Ulangan

    II

    Jeda

    waktu 3

    menit

    20

    Hylock 40 % 50 % 90 % 45 %

    Belum

    terfertilisasi60 % 30 % 90 % 45 %

    2 sel - 20 % 20 % 10 %

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    9/19

    35

    Hylock 10 % - 10 % 5 %

    2 sel 30 % 70 % 100 % 50 %

    4 sel 40 % - 40 % 20 %

    Belum

    terfertilisasi20 % 30 % 50 % 25 %

    Hylock 20 % 10 % 30 % 15 %

    50

    4 sel 10 % 30 % 40 % 20 %

    8 sel 40 % 60 % 100 % 50 %

    Belum

    terfertilisasi30 % - 30 % 15 %

    PerlakuanWaktu

    Pengamatan

    Tahap

    perkembangan

    % telur pada setiap

    tahap

    perkembanganJumlah

    (%)

    Rerata

    (%)Ulangan

    I

    Ulangan

    II

    Jeda

    waktu 5

    menit

    20

    2 sel 40 % - 40 % 20 %

    Hylock 30 % 20 % 50 % 25 %

    Belum

    terfertilisasi30 % 80 % 110 % 55 %

    35

    Hylock 20 % 40 % 60 % 30 %

    4 sel 60 % 20 % 80 % 40 %

    2 sel 20 % 20 % 40 % 20 %

    Belum

    terfertilisasi- 20 % 20 % 10 %

    50

    16 sel 40 % - 40 % 20 %

    8 sel 50 % 50 % 100 % 50 %

    4 sel 10 % 20 % 30 % 15 %

    Hylock - 20 % 20 % 10 %

    Belum

    terfertilisasi- 10 % 10 % 5 %

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    10/19

    Tabel 4. Persentase telur pada setiap tahap perkembangan selama waktu

    pengamatan pada perlakuan tingkat pengenceran.

    PerlakuanWaktu

    Pengamatan

    Tahap

    perkembangan

    % telur pada setiap

    tahap

    perkembanganJumlah

    (%)

    Rerata

    (%)Ulangan

    I

    Ulangan

    II

    Tingkat

    pengenceran

    10 x

    20

    Hylock - 20 % 20 % 10 %

    Rusak 10 % - 10 % 5 %

    Belum

    terfertilisasi90 % 40 % 130 % 65 %

    2 sel - 40 % 40 % 20 %

    35

    4 sel 30 % - 30 % 15 %

    2 sel 30 % 60 % 90 % 45 %

    Hylock 20 % 20 % 40 % 20 %

    Belum

    berkembang20 % 20 % 40 % 20 %

    50

    8 sel 60 % 50 % 110 % 55 %

    4 sel 20 % 50 % 70 % 35 %

    Hylock 10 % - 10 % 5 %

    Belum

    berkembang10 % - 10 % 5 %

    Perlakuan Waktu

    Pengamatan

    Tahap

    perkembangan

    % telur pada setiap

    tahap

    perkembangan Jumlah

    (%)

    Rerata

    (%)Ulangan

    I

    Ulangan

    II

    Tingkat

    pengenceran

    100 x

    20

    Hylock 50 % 30 % 80 % 40 %

    Belum

    terfertilisasi50 % 70 % 120 % 60 %

    35 Hylock 40 % 30 % 70 % 35 %

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    11/19

    2 sel 30 % 30 % 60 % 30 %

    Belum

    berkembang30 % 30 % 60 % 30 %

    Rusak - 10 % 10 % 5 %

    50

    4 sel 30 % - 30 % 15 %

    8 sel 40 % 30 % 70 % 35 %

    Hylock 10 % 50 % 60 % 30 %

    Belum

    terfertilisasi20 % 10 % 30 % 10 %

    Rusak - 10 % 10 % 5 %

    PerlakuanWaktu

    Pengamatan

    Tahap

    perkembangan

    % telur pada setiap

    tahap

    perkembanganJumlah

    (%)

    Rerata

    (%)Ulangan

    I

    Ulangan

    II

    Tingkat

    pengenceran

    1000 x

    20

    Hylock 10 % 30 % 40 % 20 %

    2 sel 50 % -

    50 % 25 %

    4 sel 10 % - 10 % 5 %

    Belum

    terfertilisasi30 % 70 % 100 % 50 %

    35

    Belum

    terfertilisasi30 % 40 % 70 % 35 %

    2 sel 30 % 60 % 90 % 45 %

    4 sel 30 % - 30 % 15 %

    8 sel 10 % - 10 5 5 %

    50

    Hylock 10 % - 10 % 5 %

    8 sel 50 % - 50 % 25 %

    16 sel 20 % - 20 % 10 %

    Belum

    terfertilisasi10 % - 10 % 5 %

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    12/19

    Rusak 10 % - 10 % 5 %

    4 sel - 100 % 100 % 50 %

    Gambar 1. Kontrol menit ke 20 Gambar 2. Kontrol Menit ke 35

    Gambar 3. Kontrol menit ke 50 Gambar 4. Pengenceran 100x menit ke-

    20

    Gambar 5. Pengenceran 100x menit ke-

    35

    Gambar 6. Pengenceran 100x menit ke-

    50

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    13/19

    Gambar 7. Larva ikan Nilem (Osteochillus hasselti)

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    14/19

    B. Pembahasan

    Berdasarkan hasil praktikum, presentase telur terbuahi tiap kelompok

    berbeda, kelompok 1 dengan pengenceran 10x memiliki rata-rata presentase telur

    terbuahi adalah 68,4%, kelompok 2 mempunyai rata-rata presentase telur terbuahi

    61,7 % pada pengenceran 100x, rata-rata presentase telur terbuahi pada

    pengenceran 1000x yang dilakukan kelompok 3 yaitu 68,3 %. Selain itu rata- rata

    presentase telur terbuahi pada jeda waktu 1 menit adalah 66,7 %, kelompok 2

    dengan jeda waktu 3 menit mempunyai rata-rata telur terbuahi adalah 60 % serta

    kelompok 3 memiliki presentase rata-rata telur terbuahi 76,65 % dari jeda waktu 5

    menit. Hasil presentase kontrol yang didapat yaitu 76,7 %.

    Tingkat pengenceran 100x yang dilakukan, menghasilkan rata-rata telur

    terbuahi 40 % di menit ke 20. Pada menit selanjutnya yaitu menit ke 35

    mempunyai rata-rata sel telur terbuahi yaitu 75 %, serta di menit ke 50

    mempunyai presentase sel telur terbuahi rata-ratanya adalah 80 %. Hal ini tidak

    sesuai dengan Menurut Wijayanti (1997), persentase pembuahan yang

    mengindikasikan bahwa sel telur dan sperma yang digunakan berkualitas baik

    dapat mencapai hingga 99 %. Persentase yang besar ini dihasilkan dari telur dan

    milt yang mudah keluar pada saat distripping, telur tidak bergerombol dengan

    diameter yang relatif seragam, warna yolk tajam, tidak memiliki ruang perivitelin,

    dan milt yang dihasilkan dalam jumlah banyak dengan konsistensi normal.

    Urutan proses utama selama fertilisasi (pembuahan) (Soeminto, 2000):

    1. Kontak dan pengenalan sperma-telur untuk memastikan sperma-telur dari

    spesies yang sama,

    2. Pengaturan masuknya sperma ke dalam telur untuk pencegahan

    polispermi,

    3. Fusi materi genetik dari sperma dan telur,

    4.

    Aktivasi metabolisme telur untuk mengawali perkembangan.

    Tahapan dalam pengenalan sperma dan telur (Soeminto, 2000):

    1. Telur mengeluarkan kemoatraktant pada spesies tertentu,

    2.

    Eksositosis vesikula akrosom,

    3. Ikatan antara sperma dengan bungkus ekstraseluler telur,

    4.

    Sperma menembus bungkus telur,

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    15/19

    5. Fusi membran sel telur dan membran sel sperma.

    Pekembangan embrio pada ikan nilem (Osteochillus hassselti) betina

    dimulai setelah telur dibuahi oleh inti spermatozoon yang semua haploid, menjadi

    inti zigot yang diploid. Zigot inilah yang mempunyai kemampuan untuk

    melakukan pembelahan segmentasi melalui proses mitosis yang cepat. Zigot yang

    tersegmen-segmen menjadi bagian yang kecil (cleavage), bermula dari satu sel

    kemudian membelah menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, hingga 32 sel yang disebut

    fase morula ( Djuhanda, 1982). Ostrander (2000) menambahkan bahwa awal

    perkembangan embrio dimulai dengan proses pembuahan antara sperma dan sel

    telur membentuk zigot. Kemudian tahap selanjutnya terjadi proses cleavage,

    stadium 1 mulai berkembang dari sel menjadi 2 sel, stadium 2 menjadi 4 sel,

    stadium 3 menjadi 8 sel, stadium 4 menjadi 16 sel dan stadium 5 menjdai 32 sel.

    Selanjutnya, morula berkembang menjadi blastula, terbentuknya rongga yang

    disebut blastosol. Tahap selanjutnya yaitu gastrula, pada tahap inilah dimulainya

    Fate map (peta takdir) setiap makhluk hidup. pada tahap gastrula terbentuk germ

    ring dan embryonicshield. Antara germ ring terdapat dua lapisan germinal.

    Lapisan atas (epiblas) dan lapisan bawah (hypoblas). Epiblas selanjutnya

    berkembang menjadi ektoderm dan setelah akhir gastrula menimbulkan jaringan

    seperti epidermis, sistem saraf pusat, pial neural, dan placodes sensorik.

    Hypoblast tersebut menimbulkan mesoderm dan endoderm.

    Tahap Organogenesis ini terbentuk lima tabung bagian pembentuk organ

    dasar yang berhubungan dengan notochord axial yaitu epidermis, neural,

    endodermal, dan dua mesodermal. Tabung ektodermal menjadi penutup tubuh

    (epidermis) dan derivatnya. Tabung mesodermal akan bersegregasi menjadi

    bagian dorsal, intermediet dan lateral, dimana mesodermal dorsal telah lebihdahulu terbagi menjadi somit. Pada tahap somit akan terbentuk sirip pektoral,

    notochord, pembuluh darah dan insang. Proses penetasan embrio terjadi apabila

    adanya pelunakan korion akan menurun menjelang penetasan (Hatching)

    (Kimmel et al, 1995).

    Menurut Wijayanti (1997) semakin tinggi tingkat pengenceran, maka lama

    motilitas spermaozoa semakin pendek, begitu juga sebaliknya. Hal ini

    menunjukkan bahwa semakin pendek motilitas sperma berarti semakin sedikit

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    16/19

    pula jumlah spermatozoa yang hidup dan dapat teramati. Semakin tinggi tingkat

    pengenceran menimbulkan perbedaan osmolitas. Fertilisasi ikan nilem yang

    terjadi secara eksternal yaitu terjadi di dalam air juga sangat ditentukan oleh

    kondisi aliran air pada saat melakukan pemijahan. Aliran air yang sangat deras

    dapat menyebabkan spermatozoa yang dikeluarkan oleh ikan jantan terbawa arus

    kemungkinan untuk bertemunya ovum dan sperma sangat kecil sehingga

    fertilisasi tidak dapat terjadi. Kualitas air juga menetukan dalam proses fertilisasi,

    kondisi air yang banyak mengandung material-material lain yang bersifat toksik

    dapat menyebabkan ketidakberhasilan fertilisasi karena sperma maupun ovum

    mati. Air yang asam juga dapat membebaskan karbondioksida bebas dari

    bikarbonat di dalam air yang dapat menjadi toksik atau menyebabkan pH 5-6

    bersifat letal.

    Menurut Effendie (2002), mengemukakan bahwa peningkatan suhu

    menyebabkan masa perkembangan telur hingga menetas menjadi lebih singkat.

    Waktu penetasan telur menjadi lebih lambat pada media inkubasi dengan suhu

    yang rendah, sebaliknya pada media inkubasi dengan suhu tinggi proses penetasan

    telur akan terjadi lebih cepat. Ah-King (2006), menjelaskan bahwa sperma sangat

    sensitif terhadap perubahan tekanan osmotik, kondisi lingkungan yang dapat

    mempengaruhi aktivasi sperma yang memberikan indikasi terhadap fertilisasi.

    Menurut M. Yasemi (2010), penangkaran pada ikan tidak berpengaruh terhadap

    presentase telur yang terbuahi dan hal tersebut tidak signifikan terhadap

    kematangan sel telur diantara ikan yang di tangkar atau ikan yang bebas.

    Morfologi sel digunakan untuk mengetahui kualitas telur. Pada

    pembelahan awal (blastomer) embrio tidak berdiferensiasi, nantinya akan

    mempengaruhi terhadap kemampuan hidup . Sel telur yang telah terbuahimempunyai ciri-ciri warna yolk yang tajam, memiliki integritas yang baik dan

    pada kutub animalis terbentuk kuncup pembuahan. Telur yang belum terbuahi

    mempunyai lspisan luar yang disebut selaput kapsul (Storer, 1985).

    Berdasarkan pengamatan setelah 24 jam, didapatkan telur yang menetas,

    namun tidak seluruhnya. Menurt Balinsky (1960), hal ini disebabkan karena:

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    17/19

    1. Ikan dalam keadaan stress karena faktor lingkungan yang kurang mendukung,

    seperti halnya media dan tempat pemijahan yang kurang bersih, suasana yang

    kurang tenang, kandungan O2yang rendah serta faktor cahaya.

    2.

    Ikan belum matang kelamin, sehingga meskipun sudah di hipofisasi dengan

    hormon ovaprin tetap tidak akan memijah karena kandungan hormon

    gonadotropin dalam kelenjar hipofisisnya sedikit.

    3. Penyuntikan ikan resipen yang tidak hati-hati sehingga kemungkinan terjadi

    kerusakan pada sisik ikan, maka ikan tidak akan memijah walaupun sudah

    diinduksi hormon ovaprin.

    4. Lemahnya sperma, sifat pergerakan sperma menentukan kemampuan untuk

    melakukan pembuahan.

    5. Sperma mudah sekali tergantung oleh suasana lingkungan, suhu medium yang

    terlalu tinggi atau sebaliknya dan perubahan pH akan merusak pertumbuhan

    kemampuan untuk membuahi.

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    18/19

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan tujuan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan

    sebagai berikut

    1. Fetilisasi pada ikan pada praktikum kali ini, dilakukan dengan cara

    mencampurkan antara milt ikan dengan sel telur. Kemudian dibandingkan

    dengan tingkat pengenceran dan jeda waktu.

    2.

    Sel telur yang telah terfertilisasi mempunyai ciri-ciri warna yolk yang tajam,

    memiliki integritas yang baik dan pada kutub animalis terbentuk kuncuppembuahan. Telur yang belum terbuahi mempunyai lspisan luar yang disebut

    selaput kapsul

    3. Faktor yang mempengaruhi fertilisasi adalah kualitas air, pH, tekanan

    osmotik dan proses pembelahan sel.

    4. Tahapan perkembangan embrio ikan adalah zigot, cleavage, morula, blastula,

    grastula dan proses organogenesis.

    B.

    Saran

    Kebersihan dan kerapian laboratorium harus tetap terjaga untuk

    mempernyaman saat praktikum. Bahan-bahan untuk praktikum dilengkapi lagi.

  • 8/10/2019 laporan Fertilisasi

    19/19

    DAFTAR REFERENSI

    Ah-King, M., H. Elofsson, C. Kvarnemo, G. Rosenqvist dan A. Berglund. 2006.

    Why Is There No Sperm Competition In A Pipefish With ExternallyBrooding Males? Insights From Sperm Activation And Morphology. Journal

    of Fish Biology (2006) 68, 958962.

    Balinsky. 1960.Embryology. Saunders Company, London.

    Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Species Hewan Vertebrata. Armico,

    Bandung

    Effendie, M. I. 2002.Biologi Perikanan. Pustaka Nusantara, Bogor.

    Kimmel, C. B. Ballard, W. W. 1995. Stages of Embryonic Development of The

    Zebrafish. Institute of Neuroscience, University of Oregon, Eugene.

    M. Yasemi, Nikoo M. 2010. The impact of captivity on fertilization, cortisol and

    glucose levels in plasma in kutum broodstock. Iranian Journal of Fisheries

    Sciences. 9(3) 478-484

    Ostrander, Gary K. 2000. The Laboratory of FISH. Academic Press. California

    Sistina, Y. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Universitas Jenderal

    Soedirman, Purwokerto.

    Soeminto. 2000.Embriologi Vertebrata. Unsoed, Purwokerto.

    Storer, T. 1985. Element of Zoology. Mc Graw Hill Book Company Inc.,America.

    Wijayanti, G.E. 1997. Fertilisasi Telur dan Sperma Ikan Nilem (Osteochillus

    hasselti C.V.) Pasca Striping dalam Media Alami. Fakultas Biologi Unsoed,

    Purwokerto